Pewara Dinamika

Page 48

cerpen

SMS Menulis O l e h H e ndra S ugi a ntoro Aku masuk UNY. Betapa bangga menembus UNY, kampus di kota Yogyakarta yang cukup terpandang di mataku. Lulus SMA tahun 2004 aku memang bercita-cita menggapai bintang di langit. Dan UNY ternyata menjadi langit untukku terbang mewujudkan mimpiku. Bintang di UNY? Menjadi manusia benar-benar manusia. Itulah bintang dan aku ingin meraih bintang itu. Beranjak kutinggalkan kota kelahiranku. Purworejo, kota yang membingkai masa kecilku. Di kota itu ibuku selalu me­ masak pecel kesukaanku. Menyendiri �������������������������������� di kota baru. Tak kudengar lagi musik klasik. Tak ada TV apalagi nonton telenovela. Kesunyian kos membuatku menerawang mengingat kampung halaman. Hari menjemput hari. Perlahan mulai kunikmati kehidupan kota ini. Kutenteramkan hati, meski jengkel terhadap kondisi kosku. Bayangkan! Mau menyiram tubuh harus antri. Sering kehabisan air. Air sering macet. Maka, jika pukul tujuh harus berangkat kuliah, aku jarang mandi. Kuliah terus berjalan. Aku ingin mengembangkan po­ten­ siku. Menulis? Ya…masih mood-mood-an sih. Tapi, aku ter­ tarik dunia kepenulisan. Dua bulan kuliah kumasuki Forum Dunia Kata, lembaga di salah satu Ormawa fakultasku. Kutemukan tujuanku. Di tempat itu aku juga mengenal se­ o­rang mahasiswa aneh. Ya…kelihatan aneh menurutku. Ba­ gaimana tidak? Ia sering melepas senyum tanpa alasan yang jelas dan tampaknya tidak mampu membeli minyak rambut. Kusut. Kalau jalan kayak dikejar maling. Kebanyakan kakak angkatanku memanggilnya Pak Ahmad. Aku mulai membiasakan diri menulis. Tulisanku ba­nyak dimuat pada terbitan koran dinding dan buletin lembaga tersebut. “Kampusku Bersih, Sehat, dan Beriman” judul tulisanku saat marak-maraknya isu kebersihan kampus. Lebih hebat lagi, fotoku pernah terpampang di harian kota ini. Di rubrik Masalah Kita aku menulis “Dimulai dari Kampus.” Memulai apa? Mulai menjadi “Perempuan Perkasa.” Itu judul puisiku… Tahun 2005 aku terus berkecimpung di lembaga itu. Boleh dibilang menulis setiap hari terasa sulit bagiku. Aku masih mood-mood-an. Banyak motivasi menyemangatiku, termasuk da­ri mahasiswa aneh tadi. Tapi, memang aku orangnya PD. Pancen nDableg. Menulis nggak menulis emang gue pi­ kirin? Lembaga itu menerbitkan buletin awal tahun. Aku harus mengisi rubrik buletinnya. Nulis apa? Tidak ada ide mampir di kepalaku. Bingung. Aku harus menyelesaikan tulisanku. “Tak Ada Ide” akhirnya menjadi judul cerpenku. Tampaknya aku 46

Pewa r a Din a mik a m a r e t 2 0 0 9

lebih cenderung menulis karya-karya fiksi. Meskipun tetap ada tulisan-tulisan nonfiksiku. Aktualisasi karya-karyaku le­ bih banyak dimuat di koran dinding dan buletin lembaga. Ada motivasi menulis ke media massa, tapi aku tetap saja malas. Malas atau nggak pernah baca koran? Nggak Tahulah! Akhirnya aku dijadikan Pemred di lembaga itu. Entah, nggak tahulah! Liburan Ramadhan aku pulang kampung. Makan ketupat bersama keluarga dan menikmati pecel buatan ibuku. Ahad, 6 November aku menerima SMS, “Cerpennya udah berapa lembar?” Nulis saja nggak kepikiran apalagi buat cerpen. “Belum buat. Sibuk!” balasku. Aku berpikir SMS itu hanya sesaat, ternyata terus meng­ hantuiku. Senin, 7 November, SMS itu menyapaku, “Lagi sibuk ya? Jangan lupa MAKAN. Menulis �������������������������������� dAlam bentuK ceritA peNdek.” Esok harinya SMS itu kembali menyapa, “Pagi ini enaknya MAKAN apa? Makan TEMPE. Tetap sEMangat Pantang nyErah.” Gila! Tampaknya pengirim SMS itu tidak bosan-bosannya mengirim pesan. “Makan pagi masak sayur LODEH? nuLis cerpen Oke DEH,” pesannya Rabu, 9 November pagi. Tanpa basa-basi kali ini kujawab, “Aku lagi main. Belum bu­ at cerpen. Kamu lucu, aneh banget sih. Salam kenal. Jangan bilang aku SMS kamu.” Aku berharap tak menerima SMS lagi. “Habis main lapar nih. Makan NASI. Nulis Asyik SekalI. Kalau haus beli ES BATU biar segar. tErus Semangat BuAt TUlisan,” bunyi SMS di sore hari. Tak beberapa detik kemudian, “Eh lupa…juga beli MANG­ GA dibuat jus biar Menulisnya tAmbah rajiN Gitu lho! ya GAk?” Kudiamkan saja. Nggak lucu! Kamis, 10 November jelang Maghrib, SMS itu berulah lagi, “BUKA PUASA? Biar lesU dan suntuK tetAP nUlis Apa SAja.” Jumat, 11 November malam, SMS itu mengikuti waktu ti­ dur­ku. “Mau tidur BERDOA dulu. Buat cERpen DOng Ah.” “Udah berapa hari puasa Syawalnya? Buka minum AIR PUTIH. tetAp nulIs di keRtas PUTIH” bunyi SMS itu Sabtu, 12 November sore. Liburan tinggal sehari lagi. Ahad, 14 November aku harus kembali ke Yogya. Saat menuju Yogya SMS ternyata mengiringi keberangkatanku. “Ke Yogya? Turun di GAMPING naik jalur 15. teGA-teganya keMbali tanPa bIkin cerpeN, nenG. Sejak masuk kuliah pascalebaran SMS beruntun itu se­ jenak berhenti. “Hari ini tanggal TIGA BELAS bulan Syawal. TIng­katkan semanGAt memBaca dan mEnuLis Apa Saja.” SMS itu nongol lagi. Menjelang acara Syawalan di kampus, Ka­ mis 17 November, SMS itu kembali berpesan, “Hari ini ada


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.