![](https://assets.isu.pub/document-structure/210412061646-5baadeb6e6b3a3ca5693a014e7ca57e8/v1/daacaf4742e092179899f8ee3e88005c.jpg?width=720&quality=85%2C50)
4 minute read
Sukarno, Cinta dan Perempuan
Resensi Buku
lOktober 2007
Advertisement
Sukarno, Cinta dan Peremnuan
oleh Sumaryadi
Judul Buku Penulis
Penerbit Cetakan Tebal :lstri-istri Sukarno :Reni Nuryantidkk.
:Ombak : I (2007)
:xi+271 halaman
Ketika kita atau siapa pun disodoh name dan gambar Sukarno satu dari dwitunggal Sukarno-Hatta atau diajak ngomong tentang Sukarno, maka yang kemudian nyerocos kefuar adalah bahwa Sukarno Itu Presiden (pertama) Republlk Indonesia (yang sempat ditemani 'beberapa saat' oleh Mohammad Hatta sebagai wakilnya). Atau, bahwa sebelum itu, Sukarno (bersama Mohammad Hatta) dengan begitu lantang berani mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Republlk Indonesia (pada 17 Agustus 1945 yang lalu) ke seantero jagad. Atau, bahwa Sukarno adalah seprang presiden yang pada waktu itu demikian dieluelukan oleh segenap lapisan masyarakat Indonesia, yang pidatonya selalu berapi-api, sehingga mampu membangkitkan semangat juang yang giglh di hati sanubari rakyat
Indonesia. Atau, bahwa Sukarno adalah presiden Indonesia yang tampan, ganteng, simpatik, dan play-boy. Atau, dan seterusnya. Dari berbagai buku tentang Sukarno yang kita temukan selama ini, kita menjadi banyak tahu tentang siapa Sukarno yang sebenarnya, sebagai proklamator kemerdekaan Republlk Indonesia, tentang pemikiran-pemikirannya yang mencengangkan banyak pihak, tentang wawasan politiknya yang demikian tinggi, tentang wawasan kebangsaannya yang begitu mendalam, tentang Ideologlnya, pandangan hidupnya, perjuangannya, pengorbanannya, pengabdiannya pada waktu itu. Yang tergambar di atas itu di satu sisi. Namun, di sisi lain, ternyata kita tidak tahu banyak tentang perikehldupan pribadinya selama itu, tentang bagaimana masa mudanya, tentang pergaulannya dengan wanita, tentang cintanya, tentang kehidupan rumah tangga yang dlinginkannya, pendek kata tentang kisah asmara Sukarno dengan wanita (-wanitanya).
Oktober 2007
Resensi Buku
![](https://assets.isu.pub/document-structure/210412061646-5baadeb6e6b3a3ca5693a014e7ca57e8/v1/9fca352072954f85c880de004161cff1.jpg?width=720&quality=85%2C50)
judul 'Istri-lstri Sukarno'.
Buku ini serta-merta menarik perhatian khalayak karena selama hidupnya yang 69 tahun (1901-1970) itu, Sukarno 'sempat' nikah 9 kali. Is! buku in! sebagai berikut. Diawali dengan (Pembuka:) Sukarno, Perempuan, Kekuasaan; diteruskan dengan pemaparan bagian 1 sampai dengan 9. Berturut-turut, (Bagian 1:) Sit! Utari Tjokroaminoto: Lak yang Tercampakkan; (Bagian 2:) Inggit Garnasih: Srikandi Indonesia; (Bagian 3:) Fatmawati: First Lady yang Terslsih; (Bagian 4;) Hartini: Mahkota dl Istana Bogor; (Bagian 5:) Kartlnl Manoppo: Cinta Tanpa Garansi; (Bagian 6;) Ratna Sari Dewl: Dari Copacabana hingga Istana; (Bagian 7:) Haryatie: 'Menakjingga' Pembawa GInta; (Bagian 8:) Yurike Sanger: Gadis Bhinneka Pembawa Cinta; (Bagian 9:) Heidy Djafar: Gadis dari Tenggarong. Isi buku ini diakhiri dengan (Penutup:) ironi Sukarno.
Membaca buku ini kita akan mengawalinya dengan satu pertanyaan penting, apakah presiden pertama kita, Sukarno, juga suka bermain perempuan. Sukarno mulai mengenai perempuan dan
tumbuh kasmaran kaia ia berusia 14 tahun. Jiwanya yang iabii, membuat ia terus berkeiana dari satu bunga ke bunga yang Iain. Berderet mekar bunga-bunga Indo: Rika Meeihusyen, Pauiine Gobee, Laura yang sempat mengguncang dada. Cinta tak tersampai ~ ia kemudian menemukan putri cantik Tjokroaminoto, Siti Utari - gadis mungii yang tampak lugu dan pendiam. Tetapi, Sukarno yang begitu haus kasih sayang, merasa tak mendapatkan apa yang diinginkan. Utari dikembalikan ke Surabaya. Sukarno terus mencari, hingga ia temukan di Bandung inggit Garnasih ~ janda Sanusi yang 15 tahun iebih tua darinya. Meski pada sosok Ini ia tampak menemukan cintanya, toh akhirnya Inggit pun dicerai pula. Dan, Sukarno menikahi Fatmawati. Meski Sukarno dianugerahi 5 orang putera dari Fatmawati, ujung-ujungnya Fatmawati Iebih memilih meninggaikan istana.
Kembali Sukarno menikahi Hartini. Dan, ternyata Hartini pun bukan yang terakhir.
Berturut-turut kemudian muncui wanita lain dalarn kehidupan Sukarno: Kartini Manopo (seorang model dan mantan pramugari), Naoko Nemoto (Ratnasari Dewi; seorang Geisya cantik dari Jepang, yang konon bersama wanita
ini kondisi ekonomi Indonesia dikatakan berubah). Bersamaan dengan itu, Sukarno juga menikahi Haryati. Sementara itu, getaran cintanya masih juga bergelora manakaia bertemu gadis manis keias li SMAVii Jakarta, Yurike Sanger, waiau akhirnya cinta mereka kandasjuga. Yang juga menarik adaiah tatkaia di Indonesia terjadi gejolak politik yang luar biasa, G 30 S/PKI, atau Gerakan 1 Oktober (Gestok), demiklan Sukarno menyebutnya, ketika kondisi Indonesia semrawut dan genting, Sukarno masih sempat tertarik pada gadis jelita, Heldy Djafar, dinikahinya, walau hanya seumur jagung.
Penulis buku ini memaparkan betapa Sukarno gila perempuan. Cintanya yang berlebihan telah membawanya ke lobang jebakan. Proyek politiknya gagal total dan ia jatuh dalam jurang kesengsaraan. Wanitawanita yang dulu dipuja lenyap dari sisinya. Hanya Hartini yang masih mendampinginya ketika Sukarno menghitung detik-detik kesepiannya hingga Tuhan menjemputnya. Dan, semua telah berakhir. Jujur dalam hati masing-masing, ke-9 'bidadari' itu tak akan pernah bisa melupakan Sukarno hingga akhir hayat mereka. Cinta mereka pada Sukarno tak akan lekang oleh waktu. Sukarno adaiah kekasih, suami, dan bapak yang tak bisa digantikan oleh siapa pun.
Kelebihan Iain buku ini adaiah enak dibaca karena bahasanya yang reiatif cair. Tak berlebihan jika orang mengatakan, dengan membaca buku ini secara tuntas, akan diperoieh sebuah gambaran secara komprehensif kehidupan seorang tokoh yang tidak hipokrit, jujur, apa adanya, pun 'semangatnya yang habis-habisan' dalam mencobacaritemukan hakekat cinta yang sebenarnya. Selamat menikmati!
Drs. Sumaryadi, M.Pd., alumnus FBS UNY (dulu FKSS/FPBS IKIP Yogyakarta)/anggota Dewan Pakar KMAPBS ProplnsI DIY/lelakI yang mengagumi 'keberanlan' seorang
Sukarno.