Pewara Dinamika April 2008

Page 34

opini --T/- A

UN dan Pendidikan Versi

Ki Hajar Dewantara Oleh DIANA WULANDARI

Problematika Ujian Nasional(UN)tetap

urgen dibicarakan selama kebijakan mengevaluasi siswa ini belum diha-

pus dari dunia pendidikan. Selama ini, Pemerintah masih setia mempertahankan budaya/ear resting seperti ini. Buktinya,Peme rintah selalu turun tangan dalam evaluasi basil belajar siswa. Bahkan,ikut andil dalam menentukan nasib kelulusan siswa melalui penentuan standar minimal nilai kelulusan.

UN diperkenalkan sejak 2005, menggantikan Ebtanas(1980-2001)dan UAN(2002-2004). Stan

dar kelulusannya 4,25. Wewenang penyelenggaraan UN dilimpahkan kepada Badan Standar Nasional Pendidikan. Untuk 2006-2007,standar kelulusan UN minimal 5,00 untuk seluruh mata

pelajaran yang diujikan dengan tidak ada nilai di bawah 4,25 atau memiliki nilai minimal 4,00

pada salah satu mata pelajaran dengan nilai dua mata pelajaran lainnya minimal 6,00.

rah lagi, ada 1 orang siswa di Sulawesi yang bunuh diri karena tidak lulus UAN. Di Jakarta

terdapat 4 orang siswa yang juga melakukan percobaan bunuh diri.

Belum lagi ditambah berbagai kecurangan yang dilakukan menjelang dan selama UN. Kasus ikutnya guru membantu siswa dalam menjawab soal, bocomya soal sebelum ujian dilaksanakan di beberapa tempat, pengawas yang membiarkan siswa saiing mencontek saat ujian berlangsung, bahkan ada pejabat yang "membisikkan" sesuatu ke telinga panitia ujian agar tidak terlalu ketat dalam pelaksanaan ujian.

Hal-hal itu merupakan fenomena riil yang terjadi di lapangan. Klimaksnya, terjadi "skandal konversi nilai UAN" di tahun 2004,di mana nilai

dijadikan "subsidi silang" oleh Pemerintah. Kebijakan Pemerintah tetap memberlakukan UN,bahkan meningkatkan standar nilai kelulus an,tampaknya terlalu over policy. Dalil peningkatan standar mutu tampak kurang rasional, sebab mutu tidak dapat dinilai melalui evaluasi

timggal yang hanya menekankan aspek kognitif saja. Apalagi mengingat implikasi dari UN yang sifatnya menekan dan memaksakan siswa harus

Jika dibandingkan dengan pendidik an versi Ki ikat pendidikan.

lulus. Hal seperti ini tentu berimplikasi buruk pada anak didik secara psikologis. Pertanyaannya,apa motifPemerintah untuk tetap "keras kepala" mempertahankan UN?Tam

paknya, ungkapan "ada udang di balik batu" berlaku untuk menjawab pertanyaan itu. Menu-

rut isu yang berkembang, kepentingan politik Pembudayaan/ear testing ini menimbulkan

dari kelompok-kelompok tertentu melekat erat

problematika yang berkelanjutan.Banyak protes dari berbagai kalangan, termasuk para siswa sendiri. Akibat negatif UN pun terpublikasikan

dalam kebijakan tersebut,bahkan kemungkinan

media massa. Dari mulai kenaikan jumlah keti-

tujuan pendidikan,bukan pada kepentingan po litik. Kita perlu "menengok kembali" pemikiran-

daklulusan sampai dengan efek psikologis siswa yang terabaikan. 2006, angka ketidaklulusan mencapai 100 ribu di seluruh Indonesia. Di Jakarta,terdapat 14 sekolah yang persen-

tase kelulusannya 0 persen. Dan yang lebih pa-

besar UN menjadi alatnya.

Semua pihak harus kembali pada hakikat dan

pemikiran para cendekiawan bangsa,salah satunya Suwardi Suryaningrat, yang lebih dikenal dengan Ki Hajar Dewantara (KHD), Bapak Pen didikan Nasional.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.