opini --T/- A
UN dan Pendidikan Versi
Ki Hajar Dewantara Oleh DIANA WULANDARI
Problematika Ujian Nasional(UN)tetap
urgen dibicarakan selama kebijakan mengevaluasi siswa ini belum diha-
pus dari dunia pendidikan. Selama ini, Pemerintah masih setia mempertahankan budaya/ear resting seperti ini. Buktinya,Peme rintah selalu turun tangan dalam evaluasi basil belajar siswa. Bahkan,ikut andil dalam menentukan nasib kelulusan siswa melalui penentuan standar minimal nilai kelulusan.
UN diperkenalkan sejak 2005, menggantikan Ebtanas(1980-2001)dan UAN(2002-2004). Stan
dar kelulusannya 4,25. Wewenang penyelenggaraan UN dilimpahkan kepada Badan Standar Nasional Pendidikan. Untuk 2006-2007,standar kelulusan UN minimal 5,00 untuk seluruh mata
pelajaran yang diujikan dengan tidak ada nilai di bawah 4,25 atau memiliki nilai minimal 4,00
pada salah satu mata pelajaran dengan nilai dua mata pelajaran lainnya minimal 6,00.
rah lagi, ada 1 orang siswa di Sulawesi yang bunuh diri karena tidak lulus UAN. Di Jakarta
terdapat 4 orang siswa yang juga melakukan percobaan bunuh diri.
Belum lagi ditambah berbagai kecurangan yang dilakukan menjelang dan selama UN. Kasus ikutnya guru membantu siswa dalam menjawab soal, bocomya soal sebelum ujian dilaksanakan di beberapa tempat, pengawas yang membiarkan siswa saiing mencontek saat ujian berlangsung, bahkan ada pejabat yang "membisikkan" sesuatu ke telinga panitia ujian agar tidak terlalu ketat dalam pelaksanaan ujian.
Hal-hal itu merupakan fenomena riil yang terjadi di lapangan. Klimaksnya, terjadi "skandal konversi nilai UAN" di tahun 2004,di mana nilai
dijadikan "subsidi silang" oleh Pemerintah. Kebijakan Pemerintah tetap memberlakukan UN,bahkan meningkatkan standar nilai kelulus an,tampaknya terlalu over policy. Dalil peningkatan standar mutu tampak kurang rasional, sebab mutu tidak dapat dinilai melalui evaluasi
timggal yang hanya menekankan aspek kognitif saja. Apalagi mengingat implikasi dari UN yang sifatnya menekan dan memaksakan siswa harus
Jika dibandingkan dengan pendidik an versi Ki ikat pendidikan.
lulus. Hal seperti ini tentu berimplikasi buruk pada anak didik secara psikologis. Pertanyaannya,apa motifPemerintah untuk tetap "keras kepala" mempertahankan UN?Tam
paknya, ungkapan "ada udang di balik batu" berlaku untuk menjawab pertanyaan itu. Menu-
rut isu yang berkembang, kepentingan politik Pembudayaan/ear testing ini menimbulkan
dari kelompok-kelompok tertentu melekat erat
problematika yang berkelanjutan.Banyak protes dari berbagai kalangan, termasuk para siswa sendiri. Akibat negatif UN pun terpublikasikan
dalam kebijakan tersebut,bahkan kemungkinan
media massa. Dari mulai kenaikan jumlah keti-
tujuan pendidikan,bukan pada kepentingan po litik. Kita perlu "menengok kembali" pemikiran-
daklulusan sampai dengan efek psikologis siswa yang terabaikan. 2006, angka ketidaklulusan mencapai 100 ribu di seluruh Indonesia. Di Jakarta,terdapat 14 sekolah yang persen-
tase kelulusannya 0 persen. Dan yang lebih pa-
besar UN menjadi alatnya.
Semua pihak harus kembali pada hakikat dan
pemikiran para cendekiawan bangsa,salah satunya Suwardi Suryaningrat, yang lebih dikenal dengan Ki Hajar Dewantara (KHD), Bapak Pen didikan Nasional.