Pewara Dinamika April 2008

Page 40

cerpen

Sri Rama Rabun

"Bagaimana aku bisa pulang? Apa aku harus pulang hanya dengan cawat?" lelaki itu meracau di tepi kali.

Bingungnya menjalar ke dahan kayu di atas sungai. Di sana seekor monyet gelantungan. Lelaki itu menatap ta

jam. Ia kutuk dalam-dalam. "Biadab! Rupanya kunyuk itu yang mencuri pakaianku!" lelaki itu geram. Disambarnya gendewa dan sebiji anak panah. Lurus mata mengincar, anak panah pun lepas.

Monyet di atas sana asyik mengelus pakaian yang ba-

Oleh ONCE TATABULl

ru saja diambilnya. Sekejap, benda padat menyarang di tu SEORANG pemuda gagah menambatkan kudanya di seba-

buhnya. Monyet itu menjerit histeris. Pakaian di tangannya terlempar. Darah segar muncrat dari tiap sudut empat.

tang perdu. Langkahnya menyusuri jalan setapak. Jalanan

Tak ayal, mata lelaki bercawat menenteng gendewa itu ter-

zig-zag itu dilintasinya dengan terbuni-buru. Pemuda tampan itu tiba di bantaran kali jemih. Diletakkannya gendewa dari pundak ke batu-batu. Dilihat dari

ciprat darah. "Ah ... perih!" teriaknya mengaum.

pakaiannya,ia bukan rakyat jelata. Pakaian mewah, kulit

bawa arus deras ke bawah.

putih bersih. Tangan yang halus itu dicelupkan ke air. Menciduk. Disodorkannya sekobok air telapak tangan ke mulut-

namkan matanya ke air. Setelah dirasakan membaik, pakai

nya. Setelah beberapa tenggakan, sepertinya rasa haus te-

an yang terciprat darah itu dikenakan. Bergegas ia menaiki jalan bertangga menuju perdu tempat kuda ia tambatkan.

lah menepi jauh.

Lelaki itu menghirup udara senja, dinikmatinya puaspuas. Lelaki itu memegangi ikat pinggangnya, satu per satu pakaian di tubuh ia tanggalkan. Jatuh di bebatuan. Dahan kayu melintang di atas kali, menggeliat di sepoi

angin, seperti perawan menatap lelaki lajang. Tubuh kekar itu mencebur. Beberapa saat ia benamkan tubuhnya ke air, lalu muncul kembali.

Lelaki itu tampak puas menggauli tubuh air mengalir. Ia mulai menepi ke arah pakaian yang ditanihnya tadi. Betapa terkejutnya. Pakaian yang dicari tidak ada lagi. Dicarinya ke sana kemari."Pakaianku hanjrut?" pikirnya. Matanya yang tajam mene-

lanjangi batu-batu perawan di sepanjang kali.

Monyet tadi jatuh berdebam di atas sungai. hanyut terLelaki itu ngucek-ucek matanya berulang kali, membe-

Tali kekang kuda dihentakkan. Kuda berlari berderap, meliuk-liukkan debu. •••

Gedung megah. Bangunan menyerupai pendhapa itu tampak rapi. Hilir mudik prajurit menenteng pedang meronda, menjaga keamanan keraton. Di Tamansari tampak beberapa emban tengah menggo-

sip perihal kejadian yang menimpa raja mereka sehari lalu. Di dalam kamar Keprabon, tampak Sang Raja terbaring di atas dipan kayu jati berukir. Di sebelahnya duduk se-

orang putri cantik. Jemarinya yang indah memeras kain putih dalam belanga, menempelkannya di mata Sang Raja yang terpejam.

"Bagaimana rasanya. Kanda Prabu? Apa sudah agak lebih balk?" putri lentik itu membuka ucapan.

"Rasanya tidak ada perubahan, Dinda Shinta. Mata Kan da masih terasa gatal dan perih," nada suaranya penuh keputusasaan.

"Bisakah Dinda memanggilkan Laksmana kemari...?" "Untuk apa, Kanda? Bukankah Kanda seharusnya ba-

nyak istirahat?" tutur Shinta dengan suara gemulai. Jemari tangannya yang halus memijit lengan Rama yang terkulai meringkuk!

"Ini penting, Dinda, tentang pemegang jabatan selama Kanda sakit."

"Baiklah, Kanda." Shinta pergi meninggalkan Rama sendirian. Tak lama kemudian, terdengar ketukan pintu, seso-

sok pemuda gagah menghadap. "Hormat saya, Kanda Prabu. Saya Laksmana datang menghadap." "Masuklah duhai Adikku. Kanda ingin sampaikan hal

penting," suara berat itu masih menyimpan wibawa.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.