2 minute read

resensi media

Next Article
Bina rohani

Bina rohani

Madre, Formula cinta Ala Dee

Oleh TUSTI HANDAYANI

Advertisement

ANTOLOGI cerpen ini adalah sebuah kaset atau cD musik kompilasi. Begitu buku yang berjudul Madre ini bisa diibaratkan. Para pembaca disuguhi beberapa cerita pendek yang tidak berhubungan satu sama lain. campur aduk. Madre memang sebuah buku yang berisikan kumpulan cerita pendek Dewi Lestari, penulis yang lebih akrab dipanggil Dee. Dewi seperti sedang menunjukkan bahwa dia telah memiliki patron dalam menulis, yakni memilih satu tema yang spesifik, kemudian dia akan mengaburkan tema tersebut dengan memberikan alur yang (justru) sederhana. ”Madre” menjadi pembuka sekaligus cerita yang paling dominan. ”Madre” juga menjadi media bagi Dee untuk membuktikan eksistensinya. ”Madre” bercerita tentang adonan roti yang diciptakan oleh seorang beretnis Tionghoa, kemudian dijadikan sebagai warisan dan diberikan kepada seorang pemuda bohemian bernama Tansen. Keduanya tidak saling mengenal namun berhubungan garis darah. Seorang beretnis Tionghoa itu tak lain adalah kakek Tansen. Madre sendiri

madre penulis: dewi “dee” Lestari • penerbit: bentang pustaka, 2011 • tebal: 160 halaman

adalah nama adonan roti tersebut. Madre, dalam bahasa Spanyol berarti ibu, sangat dikasihi oleh si kakek. Begitu sayangnya si kakek kepada Madre, sehingga seakan-akan adonan roti itu layaknya makhluk yang memiliki nyawa.

Saat sang kakek meninggal dunia, Tansek meninggalkan kehidupannya di Bali untuk Jakarta demi toko roti milik kakeknya. Di tengah usahanya membangun kembali kejayaan toko kakeknya, Tansen berkenalan dengan Mei, seorang gadis cina. Mei berniat membeli Madre dengan harga yang sangat tinggi senilai 100 juta rupiah. Formula cinta yang klasik terjadi kemudian. Tidak jadi membeli, Mei justru menjadi partner bisnis Tansen. Kejayaan toko mendiang sang kakek kemudian terulang berkat koalisi bisnis Tansen dan Mei. Akhir cerita sudah bisa ditebak. Lewat roti bernama Madre, Dewi mengajak pembaca untuk menghidupkan harapan demi kehidupan dan cinta yang sempurna.

Berawal dari kisah persahabatan dua manusia berlainan jenis yang sama-sama Ari. Seiring waktu, Ari laki-laki ke-

mudian menjadi seorang spiritualis, seorang Guruji. Sang perempuan kemudian merasakan kehilangan yang amat sangat. cerpen ”Menunggu Layang-layang” menyajikan kisah cinta yang renyah dan enak dinikmati, tentu dengan ironi namun tanpa harus berderai air mata. cathcy, bahasa musiknya. Justru dari ”Menunggu Layang-Layang”, penulis merasakan klimaks dari seorang Dewi. cerita ini seakan-akan sengaja disuguhkan untuk dibaca oleh manusia yang telah menemukan pasangan hidupnya. Hubungan antara Starla dan christian. christian, laki-laki maskulin pada umumnya yang mempunyai sapaan akrab, che. Starla, seorang perempuan metropolis. Berwajah rupawan, update, kaya dan berintelektual tinggi. Sebagai seorang perempuan yang hampir selalu kesepian, Starla selalu menceritakan apapun kehidupan sehari-harinya kepada che. Pun begitu yang dilakukan oleh che. Suatu ketika, baik che maupun Starla menyadari bahwa mereka adalah dua orang yang ditakdirkan bersama. cerita menjadi menarik karena keduanya terjebak dalam sikap hipokrit masing-masing.

Buku ini berisikan tiga belas cerita dan prosa pendek, namun hanya tiga cerita di atas yang penulis anggap memiliki cerita utuh dan mampu menyelamatkan nama besar Dewi

Lestari sebagai seorang penulis best seller. Patron penulisan Dewi seperti ini sebenarnya sudah ia terapkan di bukunya terdahulu yang berjudul

Filosofi Kopi. Tema besar yang diangkat dalam kedua buku ini sama-sama bercerita soal masakan. Beralur sederhana dengan formula cinta yang klasik yakni, penutup yang happy ending. Membahas soal teknis penceritaan, beberapa cerita tidak memiliki konsep yang kuat. Seakan-akan cerita ini diangkat dari sajak dan puisi hasil curahan hati seorang Dewi Lestari. Dewi mungkin sudah terjebak dengan trend kepenulisan yang itu-itu saja.

Apa yang kurang dari buku ini? Dewi terlalu fun dan terlalu ceria. Karyanya yang berjudul ”Madre” termasuk ngepop dan larut dalam trend yang ”marketable”. Meski secara mutu tidak kurang, Dewi harus kembali ke roots awalnya supaya tidak dianggap stagnan.

tUsti HandaYani staf Humas UnY

This article is from: