Pewara Dinamika Mei 2012

Page 1

Volume 13 • nomor 53 Mei 2012

P e w a r a

Dinamika universitas negeri yogyakarta

issn 1693-1467

l e a d i n g

i n

c h a r a c t e r

e d u c a t i o n

MENOREH ENAm WINDU UNY Tantangan tentu akan semakin berat. Atas nama UNY, semua harus berperan mewujudkan tekad UNY untuk membangun insan berkarakter dan bermartabat. Semua itu untuk kebanggaan kita semua.


21 Mei 2012 UNY merayakan dies natalis yang ke-48. Bukan usia yang muda, bahkan usia ini sudah hampir memasuki Usia Emas: 50 Tahun. Itu artinya perjalanan UNY selama 6 Windu telah dan akan memasuki babak baru. “Telah” karena UNY telah banyak berbuat untuk bangsa dan “Akan” berarti UNY akan memasuki dunia baru sesuai cita-cita yang diinginkan. “On the Move to World Class University; Leading in Character Education; Tagwa, Mandiri, dan Cendekia” merupakan cita-cita yang akan diraih UNY. Sudah banyak prestasi dan kebanggaan yang diukir UNY. Dan, kiranya cita-cita itu tidak sukar untuk diraih. Ya’ bermimpi, bekerja keras, terus belajar, terus berkarya, membangun jaringan, menjadi pelayan bagi sivitas akademika dan masyarakat, optimis, serta terus berdoa merupakan upaya yang telah dilakukan para pimpinan UNY dan dibantu para sivitas akademika UNY. Semoga di usia yang 6 Windu ini, UNY makin menunjukkan jati dirinya menjadi kampus kependidikan yang siap bersaing dan terus berprestasi......

Iklan layanan ini dipersembahkan oleh Pewara Dinamika • teks: Sismono la ode • gambar: dokumen Humas UNY

6 WINDU UNTUK UNY


pena redaksi

P e wa r a

Dinamika universitas negeri yogyakarta

PENERBIT HUMAS Universitas Negeri Yogyakarta IJIN TERBIT SK Rektor No. 321 Tahun 1999 ISSN 1693-1467 PENANGGUNG JAWAB Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A. (Rektor UNY) PENGARAH Prof. Dr. Nurfina Aznam, SU., Apt. (Wakil Rektor I) Dr. Moch. Alip, M.A. (Wakil Rektor II) Sumaryanto, M.Kes. (Wakil Rektor III) Prof. Suwarsih Madya, Ph.D. (Wakil Rektor IV) PENASEHAT Sujariyah, M.Pd. (Kepala Biro UPK) Dra. Budi Hestri Hutami (Kepala Biro AKI) PEMIMPIN UMUM Dr. Anwar Effendi, M.Si. PEMIMPIN PERUSAHAAN Supandi, S.I.P. PEMIMPIN REDAKSI Dr. Nurhadi, M.Hum. SEKRETARIS REDAKSI Dian Dwi Anisa REDAKTUR PELAKSANA Sismono La Ode, S.S. REDAKTUR Lina Nur Hidayati, M.M. Rizka, SH. Tusti Handayani, A.Md. Dedi Herdito, M.M. Uswah R. Nirmala, A.Md. Khairani Faizah, S.Pd. Ariska Prasetyanawati Rhea Yustitie Desain dan Tata Letak Kalam Jauhari FOTOGRAFI Heri Purwanto, SIP. REPORTER Ratna Ekawati, M.A. (FIK) Nur Lailly Tri W., A.Md. (FIS) Isti Kistiyananingsih, S.Pd. (FE) Witono Nugroho, S.I.P. (FMIPA) Virga Renitasari, S.S. (FBS) Haryo Aji Prambudi, S.S. (FT) Anton.Suyadi, S.S. (FIP) Pramushinta Putri Dewanti, S.S. (PPs) Binar Winantaka, S.Pd. (LPPMP) Cahyono Adi Widagdo, S.E. SIRKULASI Kusno Hidayat, S.Pd. / Suwanto Sumedi / Maryono / Mujiman ALAMAT REDAKSI Jl. Colombo No. 1 Kampus Karangmalang Universitas Negeri Yogyakarta 55281 Telp/Fax 0274 542185 E-mail: pewaradinamika@uny.ac.id Online: www.uny.ac.id.

Akhirnya Pewara Dinamika edisi Dies Natalis sampai di tangan pembaca. Edi­ si yang terbit tepat di ulang tahun ke-48 UNY ini digarap dengan cukup berbe­ da dengan edisi-edisi sebelumnya­. Bu­­ kan­­hanya yakarena terbit tepat pada 21 Mei 2012, saat upacara puncak peri­ ngatan di­es natalis, akan tetapi Pewara kali ini meng­hadirkan rubrik laporan khu­sus yang tidak dimiliki edisi-edisi sebelum­nya. Bukan tanpa alasan menghadirkan­ ru­brik liputan khusus. Berdasarkan sur­ vai sederhana yang kami lakukan­de­ ngan­menanyakan secara acak ten­tang­ ba­gai­mana pembaca merespon­ Pewa­ra Dinamika. Rata-rata pembaca merespon bahwa wajah Pewara perlu ada kesan­ baru. “Jika konten Pewara seperti ­ini, ma­ka kami akan bosan membaca­Pe­wa­ ra.” Atas masukkan para pembaca, me­ mang kami sadar bahwa majalah yang kita cintai ini harus ada yang lain. Pilih­ an liputan khusus untuk tema-tema ter­ tentu, kami rasa bisa membantu­pem­ baca yang sudah mulai “bosan”. Untuk kali pertama, liputan khusu­s ini, kami mengangkat tema profil Su­ tris­na Wibawa dan Herminarto Sofyan­. Mereka adalah mantan Wakil Rektor II dan III UNY yang telah banyak berbuat

baik untuk kemajuan UNY di masa tiga­ Rektor. Ketiga Rektor itu adalah Prof. Su­yanto, Ph.D., Prof. Sugeng Mardiyo­ no, Ph.D., dan Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A. Untuk menghadirkan ba­gai­ mana sosok dan usaha mereka mem­ bantu Rektor memajukkan UNY. Pada edisi-edisi selanjutnya, redaksi­ akan berusaha menghadirkan tema-te­ ma yang menarik lagi. Bisa jadi tema itu berasal dari luar kampus, tetapi cukup inspiratif untuk dijadikan bahan bacaan dan referensi. Pada rubrik-rubrik yang lain, Pewara Dinamika tetap menghadirkan tema-te­ ma yang relevan dengan edisi-edisi se­ be­­lumnya. Hanya saja untuk rubrik ber­ ita, berita-berita tentang rangkaian­ ke­giatan dies natalis lebih banyak me­ warnai rubrik ini. Banyaknya porsi be­ rita dies ini tidak lain untuk benar-benar men­jadikan majalah Pewara Dinamika edisi kali ini benar-benar spesial untuk 6 Windu perjalanan UNY membangun Pendidikan bangsa Indonesia. Akhirnya, kami dari tim Redaksi Pe­wa­ ra Dinamika mengucapkan selamat dies bagi UNY, semoga UNY makin siap me­ nuju World Class University dengan ber­ landasan Ketaqwaan, Kemandirian, dan Cendekia. Amien. 

Redaksi menerima tulisan untuk rubrik Bina Rohani (panjang tulisan 500 kata), Cerpen (1000 kata), Opini (900 ka­ta), Puisi/Geguritan/Tembang (minimal dua judul), dan Resensi Media (500 kata). Tulisan harus dilengkapi de­ngan iden­ti­tas yang jelas, nomor yang bisa dihubungi, pasfoto (khusus Opini), serta keterangan dan sampul media (khu­sus Re­sen­si Media). Kirimkan tulisan An­da me­la­lui pewaradinamika@uny.ac.id atau langsung ke kan­tor Humas UNY. Bagi yang dimuat, ho­nor dapat diambil di kantor Humas UNY.

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

1


daftar isi Volume 13 • Nomor 51 maret 2012

l a po ra n U ta m a

Menoreh Enam Windu UNY

dokumen humas uny

Bergegas rapatkan barisan! Tantangan tentu akan semakin berat. Atas nama UNY, semua harus berperan mewujudkan tekad UNY untuk membangun insan berkarakter dan bermartabat. Kini, UNY sudah berusia 48 tahun, usia yang tidak sedikit untuk menghasilkan insan berkarakter dan bermartabat. halaman 6

34

44 opini

berita

75 Kegiatan Berbasis Akademik Semarakkan 6 Windu UNY yaitu olahraga, pameran, lomba dan pentas seni yang berlangsung sepan­ jang tahun dengan melibatkan sege­ nap civitas akademika UNY...

dokumen humas uny

Sebanyak 75 kegiatan yang bersi­ fat akademik seperti seminar dan pe­latihan serta kegiatan pendukung

Berita Lainnya • Mahasiswa FIS Raih Penghargaan XL Award • Mahasiswa FMIPA UNY Juara Ii I-Envex 2012 di Malaysia • Menulis Artikel di Media Massa, Siapa Takut? • “Never Ending to Grow”

Kerja Rumah Pendidikan Pendidikan selalu bergerak dalam dinamika sosial dan politis, baik di­ tentukan maupun menentukan. Oleh karena itu, refleksi atasnya juga men­ jadi selalu penting.... 49 bina rohani 5 bunga rampai 50 cerpen 4 dari pembaca 1 dari redaksi 3 Jendela 16 Liputan khusus 51 pojok gelitik 51 puisi•geguritan•tembang 48 resensi media perancang sampul: kalam jauhari

2

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2


jendela MOBIL 1500 CC Minggu lalu kami sempat ke mall dan selintas me­ nyaksikan pameran mobil dan motor di lantai dua. Di lantai satu masih kosong, belum ada pameran­. Konon, apa yang dipamerkan di mall-mall itulah yang menjadi dambaan hidup kelas menengah ne­ gara itu. Di Perancis, bisa jadi yang dipamerkan di lantai utama sebuah mall adalah produk-produk parfum. Bukan pameran mobil, rumah, spring-bed, alat-alat elektronik, ataupun komputer seperti yang biasa ditemui di sejumlah mall Indonesia. Mall sendiri ada­lah sebuah kutub lain yang membedakannya de­ngan pasar (yang direcoki oleh peluh keringat karena panas, debu, dan pengemis). Mall adalah se­buah situs tempat transaksi sosial berlangsung, se­lain transaksi ekonomi. Mobil di Indonesia menjadi tolok ukur status so­ sial seseorang. Memiliki mobil adalah sebuah garis yang memisahkan kelompok menengah-atas, se­ lain sejumlah atribut pembeda lainnya (misalnya memilih belanja di mall bukan di pasar). Para peser­ ta PMB lewat jalur undangan dengan bidik misi ba­ kal dibatalkan perolehan beasiswanya jika terbukti orang tuanya memiliki mobil karena mereka ter­ golong bukan sebagai keluarga miskin. Di kalangan kelompok bermobil, strata pembeda selanjutnya adalah merk mobil, tahun pembuatan, dan CC-nya. Mereka memiliki kelas-kelasnya tersendiri. Di penghujung April 2012 pemerintah mulai meng­gulirkan peraturan penggunaan bensin ber­ dasarkan CC-nya. Mobil-mobil ber-CC 1500 ke atas diharuskan pakai pertamax sementara mobil-mo­ bil di bawah 1500 CC boleh menggunakan premi­ um yang jauh lebih murah. Peraturan yang relatif­ adil agar BBM lebih bisa dinikmati orang-orang yang lebih “miskin” ketimbang yang lebih berdu­ it. Peraturan tersebut kelihatan lebih baik daripa­ da meningkatkan harga BBM yang menuai protes pada Maret 2012. Peraturan ini sendiri belum ten­ tu teruji efektif dalam pelaksanaannya. Di balik sejumlah tarik ulur tentang penggu­ naan BBM, penjualan mobil di Indonesia merupak­ an pangsa pasar yang luar biasa besar bagi produ­ sen mobil luar negeri. Kita tahu, Indonesia sendiri selama ini belum memiliki mobil nasional. Pang­ sa pasar otomotif di Indonesia tahun ini diperki­ rakan bakal mencapai angka satu juta unit. Jum­ lah yang tidak sedikit. Oleh karena itu, di Jogja sendiri banyak berseli­

weran mobil berplat putih dengan angka warna merah berseri huruf belakang XX, XY, atau YY se­ bagai ciri mobil baru. Indonesia merupakan pang­ sa pasar pabrikan mobil yang menjanjikan guna mendapatkan profit. Meski begitu, Indonesia sen­ diri belum bisa menyamai pangsa pasar nomor sa­ tu dunia, yakni China, yang tahun ini diperkirakan mencapai angka penjualan 14,5 unit. Seringkali produk-produk mobil berkelas dunia yang sangat mahal dan diproduksi secara limited dengan CC di atas 1500 juga melaju di jalanan In­ donesia. Ini artinya, bukan hanya di negara-nega­ ra maju saja mobil-mobil seperti itu bisa ditemui, di jalanan Indonesia yang tidak begitu lebar dan seringkali aspalnya berlubang itu pun mobil-mobil tersebut dapat melenggang. Konon, ketika mobil lux keluaran terbaru dibeli secara inden oleh enam orang, tiga di antaranya dipesan orang Indonesia. Apakah mobil-mobil itu memang dibeli untuk­ kenyamanan berkendara, apalagi di ja­lan­­an seper­ ti Jakarta yang selalu macet? Kita­se­ring­kali tidak melihat kepemilikan mobil mewah­itu sebagai ke­ nyamanan semata tetapi lebih seba­gai bentuk pa­ meran. Kelas sosial seseorang ditentukan oleh jenis mobil yang dikendarainya. Miri­p seperti Encyclope­ dia Americana yang pernah men­jadi simbol status sosial intelektual sehingga­sering disebut menjadi “Encyclopedia Pamericana”, yang hanya dipamer­ kan di lemari kaca ruang depan rumah. Saya tidak tahu berapa jumlah mobil yang ada di negeri ini. Jika ditambah dengan sepeda motor­, tampaknya jumlahnya mulai menyamai jumlah penduduk negeri ini yang mencapai 250 juta. De­ ngan infrastruktur jalan raya yang jelek, kepemi­ likan mobil pribadi tampaknya bukan solusi yang baik. Akan tetapi, di Indonesia, apapun yang berna­ ma “umum” selalu tidak lebih baik daripada yang bernama “pribadi”, termasuk “kendaraan umum” kondisinya tidak lebih baik daripada “kendaraan/ mobil pribadi”. Berbicara tentang mobil yang asal katanya dari automobil, pernahkah Anda bertanya mengapa ka­ ta yang populer kemudian hari adalah kata “mobil” bu­kan kata “auto atau oto”? Di Malaysia, mereka ma­lah menyebutnya dengan kata “kereta”.

Dr. Nurhadi, M.Hum. Pemimpin Redaksi

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

3


dari pembaca Kirimkan kritik/komentar/tanggapan Anda mengenai Pewara Dinamika maupun persoalan di seputar kampus Universitas Negeri Yogyakarta. Kritik/komentar/tanggapan harap dilengkapi identitas yang jelas dan dapat dikirim melalui pewaradinamika@uny.ac.id atau langsung ke kantor Humas UNY.

Uny dan Pendidikan Karakter Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) te­lah mencanangkan diri sebagai kampus yang peduli terhadap pendidikan karakter. Tentu­, kita berharap agar pendidikan karakter tak sekadar menjadi wacana hangat di kam­ pus yang berlatarbelakang pendidik(an) itu. Lebih dari itu, pen­ didikan karakter sejatinya nyata dan membumi di kampus dan masyarakat. Pertanyaannya, bagaimana konsep dan implementa­ si pendidikan karakter yang ideal? Suka atau tidak, UNY perlu mendu­ kung ke arah keterciptaan atmosfer pen­ di­dikan karakter yang dimulai dari ru­ ang kelas kuliah, pembimbingan karya­ ilmiah oleh para dosen, serta yang ter­ penting, dapat mempersiapkan tenaga guru yang berkualitas prima, kreatif, be­retos kerja, serta bermental peneliti. Hal terakhir perlu diungkapkan, karena salah satu komponen guru profesional ialah mampu melakukan pengembang­

an diri secara proaktif. Demikian halnya dengan pengem­ bangan pendidikan budaya dan karak­ ter bangsa dapat diimplikasikan melalu­i semua mata kuliah, pengembang­an dir­i mahasiswa, serta budaya akademik kam­­­pus. Kesemuanya itu mensyaratkan­ ada­nya proses pengembangan ni­lai-­ni­ lai budaya dan karakter bangsa­dila­ku­ kan pada setiap mata kuliah, dalam se­­tiap kegiatan kurikuler dan ekstraku­

foto-foto: dokumen Humas UNY

4

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

ri­­kuler,­ seperti unit kegiatan mahasis­wa (UKM) di segala lini bidang dan ta­lenta. Di bidang akademik, kampus dapat­ memberikan pemahaman kepada para­ mahasiswa agar nilai-nilai, karakter, wa­tak tidak diajarkan, tapi dikembang­ kan ke dalam perilaku nyata. Dalam ling­­­kup ini, sejatinya kita tidak ingin­ UNY lebih sibuk “bersolek” dengan wa­­­ ca­­­na pendidikan karakter. Alih-alih­ si­ buk­bersolek, UNY seharusnya da­pat­ men­­­ciptakan atmosfir karakter­, yang di­ mulai dari para pimpinan, do­sen,­sam­ pai mahasiswanya. Akhirnya, dengan momentum Dies Na­talis ke-48 ini, kita menginginkan agar UNY dapat berkiprah lebih baik dan berkembang dari masa-masa sebe­ lumnya. Dengan tetap mempertahan­ kan ciri kampus pendidik(an), UNY se­ mestinya berada di garda depan dalam mewujudkan karakter bangsa yang ung­­gul, mandiri, dan toleran. Semoga hal ini dapat menjadi saran berharga bagi institusi UNY khususnya, dan LPTK umumnya. Selamat Dies Natalis ke-48! Sudaryanto, S.Pd. mahasiswa S2 Linguistik Terapan PPs UNY


tips tips Merawat Buku Kesayangan Anda o l e h T YA S Siapa tak suka buka? Mungkin hampir tak ada orang yang tak suka buku kecu­ ali buku yang tampilannya sudah be­ gitu kumal dan tak terawat. Ada kala­ nya kita sedih melihat buku favorit kita lecek terlipat-lipat atau covernya kotor tertimpa tinta bolpoint dan terkena per­ cikan minyak. Pada saat lain buku kita menjadi tebal setelah terkena gu­yuran air hujan atau malah sobek-sobek di­ makan ngengat (rayap). Tidak ingin na­ sib buku kita yang mengalami hal-hal menyedihkan seperti di atas bertam­ bah banyak? Berikut tips merawat buku yang bisa Anda terapkan untuk menja­ ga buku kesayangan Anda. Menyampul Buku dengan Sampu­l Transparan. Nasihat orang tua saat masih kecil untuk menyampul buku ada benarnya. Selain membuat buku terlihat lebih rapi, dengan disam­ pul, peluan­g cover buku menjadi kotor atau basah menjadi terminimalisasi. Agar perawat­an buku lebih maksimal pergunakan sampul transparan, bisa putih atau bercorak seperti motif bu­ nga. Fungsi sampul transparan ini bu­ kan hanya melin­dungi buku namun ju­ ga memudahkan Anda untuk mengenali buku. Bandingkan jika Anda menyam­ puli dengan sampul cokelat atau yang berwarna gelap. Anda akan memer­ lukan waktu lebih untuk mengetahui isi buku tersebut. Pergunakan sam­ pul buku yang ketebalannya pas. Ter­ lalu tipis akan membuat sam­pulnya cepat robek, sedang­kan sam­­pul yang terlal­u tebal akan mem­bu­­at buku ter­ lihat kusam. Hard cover Lebih Baik. Apabila pu­ ny­a uang berlebih, pilihlah buku de­ngan hard cover daripada soft cover.­ Sebab, buku ini akan lebih terlindung oleh sampul yang tebal. Apabila And­a telanjur memilih soft cover, Anda bis­a memanfaatkan jasa fotokopi untuk mem­­buatnya menjadi hard cover. Ji­ ka bu­ku Anda telah menjadi hard co­

1

2

foto-foto: dokumen humas ft

ver, tetap lakukan tips merawat buku nomo­r pertama, yaitu menyampuli bu­ ku, untuk menjaga keawetan buku. Tambahkan Pembatas Buku. Pem­ batas buku terkesan sepele. Namun, ia akan membantu Anda mengingat no­ mor halaman yang telah Anda baca. Al­ hasil, buku Anda akan bebas lipatan untuk menandai halaman. Sekarang­ba­ nyak pembatas buku yang berbentu­k unik. Anda juga bisa membuatny­a sen­ diri dari daun yang diawetkan dan di­ war­nai atau dari bekas kartu ucapan. Jangan Sampai Lembab. Tempat pe­ nyimpanan buku merupakan faktor utama dalam mendukung perawatan buku. Jangan sampai ruang penyim­ panan buku lembab. Jika Anda memiliki ruangan terbatas dan menaruh buku di kardus, keluarkanlah secara buku atau angin-anginkan. Lokasi terbaik me­ nyimpan buku adalah rak dengan suhu normal. Ketinggian rak upayakan dapat dijangkau dengan mudah oleh tangan. Selain mudah untuk mengambil buku favorit, akan memudahkan Anda untuk me­meriksa kondisi buku. Tambahkan Pengusir Ngengat. Tips merawat buku selanjutnya yai­ tu

3

4

5

menghadapi ancaman ngengat. Tebar­ ka­n kapur barus dan kantung-kantung mungil berisi butiran merica. Dua benda ini cukup manjur menjauhkan­ngengat. Apabila sudah ada buku yang tergi­git, segera migrasikan buku-buku tersebut. Lalu semprot lemari atau rak buku An­ da dengan anti serangga. Tunggu be­ berapa saat, kemudian bersihkan dan keringkan. Biasanya serangga tersebut menyukai tempat tersebut karena lem­ bab. Karena itu pindahkan lemari atau rak buku tersebut ke ruangan yang le­ bih terkena sinar matahari. Segera Keringkan Jika Basah. Apa­ bila buku terguyur air secara tidak sengaja segera keringkan. Cara terbaik dengan alat pengering rambut. Bila ter­ lanjur berlekuk-lekuk dan tebal, mini­ malkan kerusakan dengan bantuan se­ trika pakaian. Dengan perawatan yang maksimal, buku Anda akan terjaga keawetannya hingga puluhan tahun. Bukan begitu? (diolah dari berbagai sumber).

6

TYAS mahasiswa UNY

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

5


laporan utama

Menoreh Enam Windu UNY Bergegas rapatkan barisan! Tantangan tentu akan semakin berat. Atas nama UNY, semua harus berperan mewujudkan tekad UNY untuk membangun insan berkarakter dan bermartabat. Kini, UNY sudah berusia 48 tahun, usia yang tidak sedikit untuk menghasilkan insan berkarakter dan bermartabat. oleh Ar i s k a P rasetyanawat i

U

NY menginjak usia 48 tahun, enam win­du. Pendidikan karakter masih melekat kuat di dinding UNY di usia anyar ini. Lihat saja tema dies na­ talis yang tersebar di mana-mana, Memban­ gun Insan Berkarakter dan Bermartabat. Dari gambaran tema ini, diharapkan segenap sivi­ tas akademika UNY terispirasi dengan dan tu­ rut berkontribusi dalam mewujudkan UNY se­ bagai universitas kelas dunia yang memiliki jati diri yang kuat dalam pendidikan karakter. Insan yang bermartabat adalah individu beragama dan berbudaya. Insan yang beraga­ ma ditunjukkan oleh pengamalan ajaran aga­ ma sebagai umat yang bertaqwa dan beramal shaleh serta berakhlak mulia. Insan yang ber­ budaya tergambar dari karakter sebagai in­ san yang berbudi luhur, toleran, peduli, go­ tong royong, dinamis, disiplin dan patriotis. Upaya untuk menjadikan insan berkarakter dan bermartabat seutuhnya dilakukan melalui pros­ es pendidik­an dan pengajaran tentang karakter

foto-foto: dokumen Humas UNY

6

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

bangs­a yang beradab sejak dari institusi keluar­ ga dan sekolah serta komunitas sampai kepada institusi negara. Keempat pilar bagi pengem­ bangan karakter bangsa secara komprehensif dan terintegrasi serta berkelanjutan dalam se­ tiap langkah dan strategi serta program kerja untuk mewujudkan bangsa yang bermartabat. Seseorang dapat dikatakan berkarakter jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya, yang dilandasi hakekat dan tujuan pendidikan. Sese­ orang yang berkarakter berarti ia memiliki ke­ pribadian yang ditinjau dari titik tolak etis atau moral, seperti sifat kejujuran, amanah, kete­ ladanan, ataupun sifat-sifat lain yang melekat pada dirinya. Ketika dunia pendidikan mam­ pu menghasilkan manusia jujur, visioner, disi­ plin mampu bekerja sama, bertanggung jawab dalam bekerja, adil dan peduli, maka bangsa ini dapat berjaya. UNY sebagai lembaga pendidikan menyadari akan andilnya sebagai motor penggerak yang terus menyerukan dan menyosialisasikan pen­ didikan karakter. Hal ini karena perguruan ting­ gi merupakan lembaga akademik dengan tugas


laporan utama utamanya menyelenggarakan pendidikan dan mengembangkan ilmu, pengetahuan, teknolo­ gi, dan seni. Tujuan pendidikan, sejatinya tidak hanya mengembangkan keilmuan, tetapi juga membentuk kepribadian, kemandirian, keter­ ampilan sosial, dan karakter. Menilik Sejarah UNY yang Bersahaja Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) adala­h perguruan tinggi negeri di bawah Departemen Pendidikan Nasional dan Kebudayaan yang ber­ kedudukan di Yogyakarta. UNY merupakan pe­ ngembangan dari IKIP Yogyakarta, yakni suatu lembaga pendidikan tenaga kependidikan yang telah berdiri sejak 21 Mei 1964. IKIP Yogyakarta sendiri dahulu merupakan penggabungan dari dua institusi pendidikan tinggi keguruan yang ada pada saat itu, yakni fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Gadjah Ma­ da dan Institut Pendidikan Guru (IPG). Berjalannya waktu dan semakin majunya tek­nologi menyebabkan adanya tuntutan in­ stitusi dirubah menjadi universitas. Tuntutan perubahan IKIP Yogyakarta menjadi Universi­ tas didasari atas berbagai pertimbangan, dian­ taranya bahwa struktur kelembagaan IKIP di­ rasakan terlalu sempit untuk pengembangan keilmuan. Sementara itu semakin banyaknya lulusan/alumni IKIP Yogyakata yang mampu menembus pasar kerja non guru serta tuntut­ an akan kebutuhan tenaga kerja yang memiliki skill yang mantap, semakin mendorong tuntut­ an perubahan IKIP Yogyakarta menjadi univer­ sitas untuk menambah program studi non ke­ guruan. Semua hasil fisik ataupun non-fisik yang di­ tunjukkan UNY pada tahun ke-48 ini bukanla­h hal yang mudah diwujudkan. Masing-masing pembangunan mempunyai proses yang cukup panjang dan berliku. Dibutuhkan kerja keras dan koordinasi yang baik antar civitas akade­ mika UNY. Saling bantu antar bidang kerja di UNY sangat dibutuhkan. Perbaikan dalam po­ la pengajaran, penambahan dalam sektor sum­ ber belajar, perbaikan transmisi dan domain ju­ ga menjadi perhatian khusus. Pencapaian BLU dalam bidang keuangan bukan hanya milik bi­ dang kerja Wakil Rektor II saja melainkan semua pihak UNY. Sampai akhirnya UNY mendapat pengakuan di bidang kerapian dan keteratur­ an serta kejujuran pada laporan keuangan de­ ngan 3 kali berturut-turut mendapat predikat WTP. Sekaligus predikat WTP ke-3 yang baru

diterima per 30 April 2012 menjadi kado UNY pa­da tahun ke-48 ini. Pencapaian UNY dalam 48 tahun harus dipertahankan atau bahkan ditingkatkan. Peningkat­an mutu dosen pun menjadi sorotan utama meningkatkan mutu dan martabat UNY di kancah dunia pendidikan, seperti terus me­ nambah jumlah guru besar, pemerataan S2 juga mengawasi perkembangan pendidikan karak­ ter setiap mahasiswa. Dr. Moch. Alip, M.A., Wak­ il Rektor II yang juga diamanahi sebagai ketua panitia penyelenggara Dies Natalis tahun ini mengingatkan bahwa tugas ke depan tidak se­ makin mudah, UNY dihadapkan pada tuntutan yang lebih rumit. Perkembangan teknologi di­ iringi perkembangan persaingan global men­ jadi sebab UNY harus mampu bersaing sampai ke ranah Imternasional.

Kedatangan Presiden RI untuk meresmikan GOR dan Lintasan Atletik merupakan momentum yang turut sosialisasi UNY.

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

7


laporan utama

Foto karya mahasiswa UNY, Evid dengan latar belakang budaya Japan.

Rektor UNY, Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A. didampingi pimpinan baru UNY melakukan foto bersama dengan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X (tengah-depan).

8

Sistem Pendidikan UNY yang Dewasa Ada banyak teori yang bisa dianut suatu per­ guruan tinggi dalam proses pembelajarannya sehari-hari. Setelah menempuh 48 tahun per­ jalanan, UNY sudah menerapkan banyak teori pembelajaran pula. Pada akhirnya UNY mantap memilih andragogi sebagai cara pembelajaran yang lebih mendewasakan pembelajar. Seperti yang sudah banyak diketahui bahwasanya is­ tilah “andragogi” sebagai istilah teori filsafat pendidikan telah digunakan sejak tahun 1833 oleh Alexander Kapp bangsa Jerman yang be­ kerja sebagai guru sekolah grammar, istilah

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

tersebut hilang dalam peredaran zaman. Tahun 1921 istilah tersebut dimunculkan kembali oleh Eugene Rosentock, seorang pengajar di akade­ mik buruh Frankrut. Sejak 1970-an istilah “an­ dragogi” semakin banyak digunakan oleh pada pendidik orang dewasa di Eropa, Amerika dan Asia. Menjelang akhir abad ke-19 dan memas­ uki abad ke-20 beberapa ahli psikologi pendi­ dikan mengadakan penelitian eksperimen ten­ tang teori belajar. Andragogi sendiri dianggap sebagai kelan­ jutan atau penyempurnaan dari sistem belaja­r pedagogi yang berarti seni dan ilmu untuk me­ ngajar untuk anak-anak. Andragogi secara eti­ mologis berasal dari bahasa Latin “andros” yang berarti orang dewasa dan “agogos“ yang berar­ ti memimpin atau melayani. Sepakat de­ngan hal ini, Prof. Zuhdan K. Prasetyanto, Kepala LPPMP UNY, lebih sepakat menyebut UNY seba­ gai lembaga perguruan tinggi yang siap mela­ yani seluruh masyarakat UNY. Sudah bukan ja­


laporan utama mannya lagi jika pembelajaran yang dite­rapkan seperti pendidikan anak TK. Mengingat maha­ siswa yang masuk kuliah rata-rata berumur 18 tahun maka sudah pantas jika sistem pem­­ belajaran yang diterapkan adalah andrago­gi. Akhirnya, dari sistem andragogi terbentuk­ lah pendekatan pendidikan UNY yang bersifat komprehensif. Salah satunya adalah pendidi­ kan karakter yang terus gencar dimatangkan di UNY. Jangan lewat wawancara khusus Pewara dengan Rektor UNY, Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.A. M.Pd. tentang tekad UNY membangun in­ san berkarakter dan bermartabat. Pendekatan pendidikan karakter yang digunakan UNY ber­ sifat komprehensif dalam artian nilai-nilai yang dikembangkan cukup luas, yang ditentukan se­ cara kolektif oleh semua komponen perguru­ an tinggi, yaitu pimpinan, dosen, pegawai ad­ ministrasi, dan mahasiswa. Kemudian, semua komponen perguruan tinggi bersinergi dengan orang tua dan pemuka masyarakat, bertang­ gung jawab atas terselenggaranya pendidik­ an karakter dan pengembangan kultur. Lalu, metode yang digunakan meliputi dua metode tradisional, yakni inkulkasi dan keteladanan, serta dua metode kontempoer yaitu fasilitasi nilai dan pengembangan soft skills. Selain itu, tempat terselenggaranya pendidikan karakter, di samping di lembaga pendidikan juga meli­ batkan lingkungan keluarga dan masyarakat. UNY terus berusaha mewujudkan sistem pen­

didikan tinggi yang menghasilkan insan yang berkarakter, cerdas, dan terampil untuk mem­ bangun bangsa Indonesia yang bermartaba­t dan berdaya saing melalui pengembangan il­ mu, teknologi, dan seni untuk kemajuan dan kesejahteraan umat manusia yang berkelanjut­ an. Sementara itu, UNY tetap komitmen men­ junjung tinggi etika akademik, moral, budaya dan agama. Selain mewujudkan UNY menjadi­ universitas kelas dunia, komitmen ini juga un­ tuk menjadikan UNY sebagai kampus terde­pan­ dalam pendidikan karakter, guna menja­wab kri­  sis jati diri bangsa.

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

9


laporan utama

48 Tahun, Lebih Berinsan dan Bermartabat Membangun Bangsa Melalui slogan Leading in Character Education, di usia 6 Windu ini, UNY bertekad membangun insan yang berkarakter dan bermartabat menuju Generasi Emas Indonesia. oleh R hea Y ust i t i e

U

niversitas Negeri Yogyakarta (UNY) adalah Perguruan tinggi negeri di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang berkedudukan di Yogya­karta. UNY merupakan pengembangan dari IKIP Yogyakarta, yakni suatu lembaga pen­ didikan tenaga kependidikan yang telah berdiri sejak 21 Mei 1964. IKIP Yogyakarta sendiri da­ hulu merupakan penggabungan dari dua insti­ tusi pendidikan tinggi keguruan yang ada pa­ da saat itu, yakni fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidik­an (FKIP) Universitas Gadjah Mada dan Institut Pendidikan Guru (IPG). Penggabungannya ditetapkan dengan Kepu­ tusan Presiden (Kepres) RI Nomor 1 Tahun 1963. Sebagai tindak lanjut dari Kepres tersebut, dike­ luarkanlah surat Keputusan Menteri Perguru­ an Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) No.55 Tahun 1963 tanggal 22 Mei 1963, yakni mene­ tapkan berdirinya IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, dan IKIP Malang. Berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi menyebabkan adanya tuntutan in­

foto-foto: dokumen Humas UNY

10

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

stitusi dirubah menjadi universitas. Tuntutan perubahan IKIP Yogyakarta menjadi Universi­ tas didasari atas berbagai pertimbangan, dian­ taranya bahwa struktur kelembagaan IKIP di­ rasakan terlalu sempit untuk pengembangan keilmuan. Sementara itu semakin banyaknya lulusan/alumni IKIP Yogyakata yang mampu menembus pasar kerja non guru serta tuntut­ an akan kebutuhan tenaga kerja yang memiliki skill yang mantap, semakin mendorong tuntut­ an perubahan IKIP Yogyakarta menjadi univer­ sitas untuk menambah program studi non ke­ guruan. Mulanya dibuka 12 program studi Non Ke­ pendidikan jenjang SI dan Diploma pada Fakul­ tas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS), Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA), dan Fakultas Pendidikan Teknik dan Kejuruan (FPTK) pada IKIP Yogyakarta seba­ gai bukti perluasan program. Rencana pengem­ bangan IKIP Yogyakarta menjadi Universitas Negeri Yogyakarta dilaksanakan dalam dua ta­ hap. Pertama, tahap perluasan mandat yang dimulai sejak tahun akademik 1997/1998 de­ ngan membuka dan menerima mahasiswa baru Program Studi Non Kependidikan pada fakultasfakultas kependidikan menjadi fakultas-fakul­ tas non kependidikan. Saat yang ditunggu pun tiba, yakni Presiden Republik Indonesia dengan SK No . 93 Tahun 1999 tanggal 4 Agustus 1999,


laporan utama

dengan resmi menetapkan berdirinya Unver­ sitas Negeri Yogyakarta sebagai konversi atau pengembangan dari IKIP Yogyakarta. Meski­pun secara formal lahirnya UNY ditetapkan pada 4 Agustus 1999, hari lahir (dies natalis) UNY te­ tap memakai tanggal kelahiran IKIP Yogyakarta­, yakni 21 Mei 1964. Untuk memantapkan pelaksanaan dan pe­ nyelenggaraan pendidikan di dalam wadah Uni­ versitas Negeri Yogyakarta, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan SK No.274/0/1999 tanggal 1 Oktober 1999 menetapkan Organisa­ si dan Tata Kerja Universitas Negeri Yogyakar­ ta, yakni UNY memiliki Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Teknik, Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Bahasa dan Seni, Fakultas Ilmu Sosial, Fakultas Ilmu Keolah­ ragaan. Sampai akhirnya pada akhir tahun 2011 UNY berhasil menambah satu fakultas lagi yai­ tu Fakultas Ekonomi yang digadang-gadang mengembalikan ekonomi Indonesia pada titik tumpu kerakyatan bukan liberal. Pencapaian demi pencapaian Semua hasil fisik ataupun non-fisik yang di­ tunjukkan UNY pada tahun ke-48 ini bukanla­h hal yang mudah diwujudkan. Masing-masing pembangunan mempunyai proses yang cukup panjang dan berliku. Dibutuhkan kerja keras dan koordinasi yang baik antar civitas akade­ mika UNY. Saling bantu antar bidang kerja di UNY sangat dibutuhkan. Perbaikan dalam pola­ pengajaran, penambahan dalam sektor sum­ ber belajar, perbaikan transmisi dan domai­n ju­ga menjadi perhatian khusus. Pencapaia­n BLU dalam bidang keuangan bukan hanya mi­ lik bidang kerja Wakil Rektor II saja melain­ kan semua pihak UNY. Sampai akhirnya UNY mendapat pengakuan di bidang kerapian dan keteraturan serta kejujuran pada laporan ke­ uangan dengan 3 kali berturut-turut menda­ pat predikat WTP. Sekaligus predikat WTP ke-3 yang baru diterima per 30 April 2012 menjadi

kado UNY pada tahun ke-48 ini. Semua predikat yang berhasil diraih UNY ti­dak serta merta membuat puas begitu saja. Perbaikan harus selalu dilakukan untuk seirin­g dengan kemajuan teknologi. Pembenahan diri untuk menjadi insan cendekia, dan mempunya­i martabat dihadapan bangsa lain menjadi napak tilas pada dies natalis kali ini. UNY bersungguhsungguh untuk maju ke kancah internasional. Bukan hanya semata-mata predikat World Class University (WCU) yang dicari namun juga UNY berharap lulusan atau alumni benar-benar bi­ sa bersaing dengan kualitas internasional juga mempunyai martabat. Sehingga dari hal ini na­ ma baik almamater akan selalu dijaga. Sesumbar tua itu pasti sedangkan dewasa­ itu pilihan mungkin cocok mengibaratkan per­ kembangan kampus kita ini. Pembelajaran de­ ngan cara orang dewasa, pendewasaan diri untuk menjadikan insan yang cendekia, bernu­ rani dan bermartabat menjadi titik tumpu uta­ ma. Pada akhirnya, selamat menempuh kede­ wasaan pada usia 48 tahun semoga UNY lekas menjadi kampus dengan taraf internasional yang masih sangat peduli dengan nasional. Think global and act local. 

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

11


laporan utama

Membentuk Karakter, Melahirkan Insan Bermartabat Salah satu tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. UNY yang turut berperan di dalamnya beranggapan bahwa manusia cerdas harus dilandasi dengan moral karena kecerdasan adalah kesempurnaan akal budi. oleh Ar i s k a P rasetyanawat i

S

ekali lagi pendidikan karakter menja­ di fokus yang menyentil UNY di usia 48 tahun ini. Dengan mengusung tema­ Membangun Insan Berkarakter dan Ber­ martabat pada Dies Natalis keenam windu, di­ harapkan segenap sivitas akademika UNY ter­ispirasi dengan tema ini dan turut berkontri­ bu­si dalam mewujudkan UNY sebagai univer­ sitas kelas dunia yang memiliki jati diri yang kuat dalam pendidikan karakter. Insan yang bermartabat adalah individu ber­ agama dan berbudaya. Insan yang beragama di­ tunjukkan oleh pengamalan ajaran agama seba­ gai umat yang bertaqwa dan beramal shaleh ser­ta berakhlak mulia. Insan yang berbudaya tergambar dari karakter sebagai insan yang berbudi luhur, toleran, peduli, gotong royong, dinamis, disiplin dan patriotis. Upaya untuk menjadikan insan berkarakter dan bermarta­ bat seutuhnya dilakukan melalui proses pendi­ dikan dan pengajaran tentang karakter bang­

sa yang beradab sejak dari institusi keluarga dan sekolah serta komunitas sampai kepada institusi negara. Keempat pilar bagi pengem­ bangan karakter bangsa secara komprehensif dan terintegrasi serta berkelanjutan dalam se­ tiap langkah dan strategi serta program kerja untuk mewujudkan bangsa yang bermartabat.

foto-foto: dokumen Humas UNY

12

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

Mencetak Karakter yang Unggul Karakter bersifat sangat personal dan meru­ pakan komponen tingkah laku. Karakter terba­ ngun dari kontribusi keluarga, lembaga pendi­ dikan, dan lingkungan. Lingkungan keluarga se­bagai lembaga awal yang memberi warna ka­rakter, sedangkan lembaga pendidikan dan lingkungan adalah pembentuk berikutnya. Pen­ didikan karaktek adalah bagian luas yang di­ gunakan untuk mendeskripsikan pengajaran pada insan dalam penguatan moral, tingkah laku, perbuatan baik, keberhasilan, nilai, dan lain-lain yang bernilai positif bagi kehidupan masyarakat. Hal-hal tersebut berkaitan denga­n alasan moral atau pengembangan kognitif, pen­ didikan lifeskill, pendidikan kesehatan, pen­ce­ gahan kekerasan, berpikir kritis, alasan etik, dan resolusi konflik dan mediasi. Seseorang dapat dikatakan berkarakter jika te­lah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya, yang


laporan utama

dilandasi hakekat dan tujuan pendidikan. Sese­ orang yang berkarakter berarti ia memiliki ke­ pribadian yang ditinjau dari titik tolak etis atau moral, seperti sifat kejujuran, amanah, kete­ ladanan, ataupun sifat-sifat lain yang melekat pada dirinya. Ketika dunia pendidikan mam­ pu menghasilkan manusia jujur, visioner, disi­ plin mampu bekerja sama, bertanggung jawab dalam bekerja, adil dan peduli, maka bangsa ini dapat berjaya. Misi inilah yang digemakan ke­ mendikbud melalui pendidikan nasional yang men­canangkan pembangunan karakter bang­ sa dengan empat nilai inti, yaitu jujur, cerdas, tangguh, dan peduli. UNY sebagai lembaga pendidikan menyada­ri akan andilnya sebagai motor penggerak yang terus menyerukan dan menyosialisasikan pen­ didikan karakter. Hal ini karena perguruan ting­ gi merupakan lembaga akademik dengan tu­ gas utamanya menyelenggarakan pendidikan dan mengembangkan ilmu, pengetahuan, tek­ nologi, dan seni. Tujuan pendidikan, sejatinya tidak hanya mengembangkan keilmuan, teta­ pi juga membentuk kepribadian, kemandiri­an, keterampilan sosial, dan karakter. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang sis­

tem Pendidikan Nasional Pasal 3 yang meny­ atakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan watak serta peradaban bang­ sa yang bermartabat dalam rangka mencerdas­ kan kehidupan bangsa, bertujuan untuk ber­ kem­ bangnya potensi peserta didik agar men­jadi manusia yang beriman dan bertaq­wa­ ke­pa­da Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mu­ lia­, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan men­jadi warga negara yang demokratis serta ber­­tanggung jawab. Oleh sebab itu, berbagai program dirancang dan diimplementasikan un­ tuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, terutama dalam rangka pembinaan karakter. Pendidikan karakter di UNY adalah dalam rangka transformasi dan pembudayaan nilainilai moral dasar. Ada banyak nilai karakter atau akhlak mulia yang harus diimplementa­ sikan dalam kehidupan sehari-hari dalam ber­ bagai aspek kehidupan manusia, baik dalam ber­hubungan dengan Tuhan, dengan sesama manusia, maupun dengan alam sekitarnya. Jika nilai-nilai tersebut bisa dan terus diimplemen­ tasikan dalam kehidupan manusia, maka akan tercipta kehidupan yang bermartabat. Diolah dari berbagai sumber.

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

13


laporan utama Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd, M.A.

Siap Memimpin Pendidikan Karakter

TTL: Jombang, 10 Januari 1957 • Pendidikan: S2 Elementary Education (Major) and Gifted Education (Minor) College of Education University of Iowa, USA; S2 Bimbingan dan Penyuluhan IKIP Bandung; S3 Bimbingan dan Konseling Universitas Pendidikan Indonesia • Karier/Jabatan: PR I UNY tahun 20062010; Rektor UNY 2009-2013.

14

Demokrasi dan globalisasi membawa peruba­ han tata nilai dan karakter anak bangsa. Nilainilai luhur luntur oleh nilai-nilai asing yang be­ lum berakulturasi dan beradaptasi dengan baik. Dalam kondisi tersebut, maka karakter bangsa menjadi isu yang mencemaskan masyarakat. De­ngan kondisi seperti ini, pendidikan tidak saja diharapkan menghasilkan insan yang cer­ das dan terampil, tetapi juga mampu memban­ gun insan Indonesia yang berkarakter; menja­ di warga negara yang produktif, inklusif dan menghargai keragaman budaya, sekaligus men­ jadi warga dunia yang menghargai nilai-nilai universal. Dalam konteks tersebut maka pen­ didikan tinggi di Indonesia diharapkan menja­ di kunci bagi kemajuan bangsa dengan meng­ hasilkan lulusan yang berkarakter, cerdas, dan terampil; memajukan ilmu pengetahuan, tek­ nologi dan seni baik melalui adaptasi kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni un­tuk ke­ makmuran bangsa, maupun melalui­penciptaan inovasi yang relevan bagi pembangun­an. UNY memiliki komitmen untuk melaksanakan­ dan mengawal pembentukan karakter bang­ sa Indonesia. Hal ini sesuai dengan tugas dan tang­gung jawab yang diemban sebagai lemba­ ga penghasil tenaga pendidik­dan kependidikan untuk semua jenjang pendidikan­dan tenaga nonkependidikan dalam berbagai bidang kehi­ dupan. Berikut petikan wawancara reporter­ Pewara Dinamika Ariska Prasetyanawati­de­ ngan Rektor UNY, Prof. Dr. Rochmat Wahab,

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

M.Pd, M.A. tentang tekad UNY membangun in­san­berkarakter dan bermartabat. Mengapa UNY masih sangat concern terha­ dap pendidikan karakter? Pembangunan karakter dalam dunia pendi­ dikan masih menjadi tema pokok yang rutin dikaji dan ditelaah. Pendidikan karakter meru­ pakan pekerjaan bersama antara lembaga pen­ didikan, keluarga, dan masyarakat. Tetapi, lem­ baga pendidikan tetap berada di depan sebagai leader, sedangkan indikator kesuksesan pendi­ dikan karakter adalah saat peserta didik mam­ pu menjadi insan yang solutif menyelesaikan persoalan hidup secara mandiri, menjadi ma­ nusia yang independen, dan bersedia belajar seumur hidup. Pendekatan pendidikan karakter yang digu­ nakan UNY bersifat komprehensif. Apa maksud komprehensif tersebut? Pendekatan pendidikan karakter yang digu­ nakan UNY bersifat komprehensif dalam arti­ an nilai-nilai yang dikembangkan cukup luas, yang ditentukan secara kolektif oleh semua kom­­ponen perguruan tinggi, yaitu pimpinan­, dosen, pegawai administrasi, dan mahasiswa. Kemudian, semua komponen perguruan tingg­i bersinergi dengan orang tua dan pemuka­ma­ syarakat, bertanggung jawab atas terselengga­ ranya pendidikan karakter dan pengembangan kultur. Lalu, metode yang digunakan melipu­ ti dua metode tradisional, yakni inkulkasi dan kete­ladanan, serta dua metode kontemporer


laporan utama

yaitu fasilitasi nilai dan pengembangan soft skills. Selain itu, tempat terselenggaranya pen­ didikan karakter, di samping di lembaga pen­ didikan juga melibatkan lingkungan keluarga dan masyarakat. Mengapa UNY di usia 48 tahun ini bertekad membangun insan berkarakter dan bermarta­bat? UNY terus berusaha mewujudkan sistem pen­didikan tinggi yang menghasilkan insan yang berkarakter, cerdas, dan terampil untuk membangun bangsa Indonesia yang bermarta­ bat dan berdaya saing melalui pengembangan ilmu, teknologi, dan seni untuk kemajuan dan kesejahteraan umat manusia yang berkelanju­ tan. Sementara itu, UNY tetap komitmen men­ junjung tinggi etika akademik, moral, budaya dan agama. Selain mewujudkan UNY menjadi­ universitas kelas dunia, komitmen ini juga un­tuk menjadikan UNY sebagai kampus ter­ depan dalam pendidikan karakter, guna men­ jawab krisis jati diri bangsa. Sebagai lembaga tinggi kependidikan, UNY ingin hasilkan lulus­ an yang punya identitas diri, sadar tugas ke­ manusiaan dan punya harga diri. Dengan ka­

ta lain bahwa membangun insan berkarakter dan bermartabat merupakan upaya kesadaran dalam memperbaiki dan meningkatkan selu­ ruh perilaku yang mencakup adat istiadat, nilainilai, potensi, kemampuan, bakat dan pikiran bangsa kita ini. Apa definisi dari berkarakter dan bermarta­ bat yang diusung UNY? Insan yang berkarakter adalah mereka yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memi­ liki integritas, jujur, toleran, bersemangat ke­ bangsaan, serta menjunjung tinggi nilai dan norma kebaikan; cerdas dalam hal ini dimak­ sudkan adalah insan yang memiliki kecerdasan komprehensif yang meliputi kecerdasan inte­ lektual, kecerdasan emosional, kecerdasan so­ sial, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan ki­ nes­te­tik. Di samping itu, terampil dimaksudkan bahwa lulusan UNY memiliki keteram­ pilan baik yang secara langsung terkait dengan bi­ dang ilmu yang dipelajari (hardskill) maupun keterampilan pelengkap (softskill) yang men­ jadikan mereka sebagai sumber daya manusia yang unggul. 

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

15


BERsAmA TIGA REKtOR Adalah Sutrisna Wibawa dan Herminarto Sofyan. Mantan Pembantu Rektor/Wakil Rektor ini turut membesarkan UNY selama kepemimpinan tiga Rektor, yakni Prof. Suyanto, Ph.D., Prof. Sugeng Mardiyono, Ph.D., dan Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A. Laporan ol eh Sismono L a O de dan D h i an Hapsa r i | Foto-foto: Do k umen Pr i bad i dan Humas

S

utrisna Wibawa dipercaya men­ jadi Pembantu/Wakil Rekto­r II bidang sarana prasarana, ke­ u­ang­an, dan SDM, sedangkan Her­mi­nar­to Sofyan diamanahi men­jadi Pembantu/Wakil Rektor III bi­ dang kemahasiswaan dan alumni. Un­ tuk menjalankan amanah selama dua

periode 2004-2008 dan 2008-2012, me­ re­ka harus meluangkan waktu dan pi­ kirannya secara total. Sejak jam 7 pagi hingga 7 malam, bahkan beberapa ka­ li mereka harus bekerja hingga tengah malam. Semua itu untuk memberikan yang terbaik untuk UNY. Ya’ memang bukanlah perkara mu­

dah menjadi pemimpin. Ada banyak hal yang harus dirintangi. Terlebih-lebih­, menjadi pemimpin di kampus yang men­junjung tinggi nilai-nilai demokra­ tis. Semua kebijakan yang telah di-ACC sang Rektor pun, terkadang tidak bisa langsung diterapkan. Bagaimanapun me­reka harus mempertimbangkan sa­


ran dari pelbagai elemen kampus, teru­ tama dari senat dan mahasiswa. Menjadi pemimpin yang “memban­ tu” Rektor dalam mewujudkan visi dan misi universitas, bukan pula perkara mudah. Selain melaksanakan apa yang telah “dijanjikan” di depan senator UNY, mereka juga harus mampu mewujud­ kan apa yang menjadi “janji” sang Rek­ tor ketika terpilih menjadi orang nomor 1 di kampus eks-IKIP Yogyakarta. Ter­ lebih, mereka harus mendampingi­ti­ ga Rektor yang masing-masing mempu­ nyai karakter kepemimpinan yang ber­beda dalam memimpin UNY. Kini mereka tidak lagi menjadi Wakil Rektor UNY. Sejak tanggal 2 April 2012 mereka melepaskan amanah tersebut dalam upacara serah terima jabatan dan pelantikan pejabat baru di lingkung­an

UNY. Meski demikian kisah mereka te­ lah terukir dalam sanubari sivitas aka­ demika UNY. Sutrisna Wibawa dianggap sukses mendampingi Rektor membenahi bi­ dang II, sekaligus mampu membantu Rektor membenahi wajah Universitas. Jika dulu UNY identik dengan gedunggedung yang kumuh, di masa Sutrisna Wibawa mendampingi Rektor, gedunggedung tersebut dapat disulap menja­ di lebih cantik dan tertata rapi. Demiki­ an halnya dengan Herminarto Sofyan, ia menjadi sosok yang dikenal cukup dekat dengan mahasiswa. Jika ada “per­ golakkan” di tingkat mahasiswa, man­ tan Dekan FT ini dianggap mampu me­ne­nangkan mahasiswa. Di bidang prestasi mahasiswa, Pak Hermin juga mampu membuktikan dirinya. Perintah

Rektor untuk mempublikasikan presta­ si mahasiswa setiap dua bulan dalam sebuah baleho besar di depan Rektorat sanggup dia lakukan. Di balik kesuksesan itu, mereka tidak lupa mengucapkan terima kasih kepa­ da seluruh pihak yang telah membantu­ mereka. Ucapan tabik ini pula turut di­ persembahkan pada ketiga Rektor UNY yang telah mengarahkan mereka­se­ hing­ga mampu mengambil peran un­tu­k bersama-sama memajukkan UNY. Me­ reka sadar bahwa apa yang dilakukan tak luput dari kekurangan. Bagaimana­ pun mereka adalah manusia­yang mem­ punyai kelebihan dan ke­ku­rangan. Lantas bagaimana jalan hidup mere­ ka? Silakan baca liputan khu­sus berikut ini (cuplikan buku “Bersama Tiga Rektor” sedang masa Proofreading. 


Langkah Sang Pencetak “Wajah” Meski mengajar sebagai dosen pada Prodi Pendidikan Bahasa Jawa, Pak Tris, demikian ia disapa mampu menunjukkan kalau dia bisa pemimpin yang bidang keuangan, SDM, dan sarana Prasarana. Apapun yang dicapainya merupakan buah kerjasama semua pihak.

S

utrisna Wibawa dilahirkan pada 1 Sep­ tember 1959m di sebuah desa berna­ ma Sokoliman, Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogya­ karta. Lelaki yang akrab dipanggil Tris ini di­be­ sar­kan oleh orang tua yang berlatar bela­kang sebagai pendidik dan pedagang. Bapaknya, Mar­ta Hadi Wisroyo, bekerja sebagai guru SD, se­dang­kan ibunya, Sumilah Jasman berdagang di pasar. Tidak dipungkiri, profesi guru pada waktu itu dianggap cukup terpandang. Guru dihormati­ dan disegani di lingkungan masyarakat serta menjadi panutan dalam memecahkan masalah karena kebijaksanaannya. Kharisma seorang gu­ru itu pula yang akhirnya mengetuk hati­se­ orang Sutrisna muda untuk menjadi seorang guru. Setiap ada waktu luang seperti hari minggu­ atau hari libur lainnya Sutrisna membantu ibu­ nya berdagang. Tidak hanya berdagang di sa­ tu pasar saja, ibunya mendatangi tiga pasar: Sokoliman, Karanganom, dan Karangmojo. Se­ tiap tiga hari sekali ibu berpindah dari satu pa­ sar ke pasar lainnya menyesuaikan kapan dan pasar mana yang dibuka. Diantara enam bersaudara, hanya Sutrisna­ 18

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

yang sering menyertai ibunya berdagang di pasar. Entah mengapa ibunya memberikan tang­gung jawab mengelola dagangan pasar kepada Sutrisna. Sejak kecil Sutrisna dikenal sebagai anak yang fleksibel dalam melakukan pekerjaan rumah. Tidak hanya dipercaya me­ ngelola dagangan, Sutrisna juga bisa memasak­ dan ringan tangan membersihkan rumah. Ia pun jarang menghabiskan waktunya dengan ber­diam diri. Sutrisna termasuk anak yang aktif dan jarang­ menghabiskan waktu dengan menganggur.­Se­ ring kali ia pulang sore hari dari sekolah karena kegiatan ekstrakurikuler kepanduan yang dii­ kutinya. Ketika belajar di sekolah dasar ia me­ mang paling senang mengikuti Pramuka. Dari mata seorang anak sekolah dasar seperti­Sutris­ na waktu itu, Pramuka tampak gagah de­ngan seragam coklat-coklat. “Melihat pramuka itu seperti ABRI.” Memang di zaman itu, Angkatan­ Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) masih men­jadi idaman banyak orang sama seperti­ men­jadi seorang guru. “Rasanya seolah-olah me­ma­kai uniform pramuka itu kelihatan gagah­ sekali.” Berkat kegiatan pramuka pula Sutrisna tidak takut menghadapi tantangan alam. Ia berani


liputan khusus

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

19


menghadapi kesulitan di manapun karena ia telah belajar teknik bagaimana dapat menja­ dikan alam sebagai kawan. Itulah mengapa ia tidak ragu menyeberang sungai setiap pergi dan pulang sekolah ketika menginjak bangku­ sekolah menengah pertama. Tidak jarang Su­ tris­na berenang bersama teman-temannya un­ tuk melewati sungai sedalam setengah badan anak-anak itu. Sejatinya ada jalan lain untuk sampai ke se­ kolah tanpa melewati sungai. Hanya saja un­ tuk perjalanannya saja menghabiskan energi dan memakan waktu. “Selisihnya bisa 30 meni­t. Lebih baik lewat sungai saja karena lebih ce­ pat.” Memang jarak antara rumah dan sekolah cukup jauh: lima kilometer. Tidak heran apabi­ la Sutrisna harus berangkat dari rumah sete­ ngah enam. “Saya harus berjalan kaki selama satu jam untuk ke sekolah.” Meskipun demikian, Sutrisna tidak pernah absen menempelkan namanya sebagai juara sekolah. Sudah hampir bisa dipastikan nama Sutrisna menghiasi papan pengumuman juara sekolah, baik itu di Sekolah Dasar maupun Se­ kolah Menengah Pertama. “Juara pertama di SD, sedangkan di SMP juara II, ” ungkapnnya. Setelah mengenyam bangku SMP, Sutrisna langsung masuk Sekolah Pendidikan Guru Neg­ eri (SPG) Wonosari. Semangatnya meraih citacita sebagai guru semakin kuat. Ketekunan be­ lajar dan kerja keras adalah kunci suksesnya menyelesaikan pendidikan guru. Kegiatan eks­ trakurikuler kepanduan tetap menjadi pilihan utama. Namun ada satu kegiatan yang mem­ buat namanya lebih popular yaitu Organisa­si Siswa Intra Sekolah (OSIS). Sutrisna yang dike­

nal cakap dalam akademis maupun pandai­me­ rangkul teman-teman dikalungi jabatan se­ bagai wakil ketua OSIS. Jiwa kepemimpinan Su­tris­na pun semakin terbangun. Di sisi lain, Sutrisna juga memiliki bakat menulis kreatif. Pernah suatu kali salah satu puisinya keluar sebagai juara I penulisan puisi dalam rangka peringatan Hari Pendidikan Na­ sional tingkat Kabupaten Gunung Kidul, Juara I menulis esai pada peringatan Hari Kesaktian Pancasila, dan pidato se-kabupaten Gunung Ki­ dul pada perlombaan yang diadakan dalam Per­ ingatan Kemerdekaan. Setelah tamat SMA, Sutrisna memilih jurus­ an Pendidikan Bahasa Jawa IKIP Yogyakarta. Alasannya cukup sederhana: belum banyak pe­ mi­nat­nya. “Ilmu Bahasa Jawa itu langka. Ti­dak banyak peminatnya. Tidak banyak saingan se­ hingga peluangnya besar.” Memang ilmu apa­ pun apabila dipelajari sungguh-sungguh da­ pat membawa keberhasilan, tetapi kalau belum banyak orang yang terjun di bidang ilmu itu tentu peluang keberhasilannya lebih besar.

foto-foto: dokumen Humas UNY

20

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

Bergabung dalam Keluarga IKIP/UNY Dalam pergaulan dengan teman-teman se­ bayanya, Sutrisna merasa tidak begitu menon­ jol. “Saya pribadi yang biasa-biasa saja,” demi­ kian ungkapnya merendah. Namun ia dikenal baik oleh dekan dan para dosen di Fakultas Pen­ didikan Bahasa dan Seni (FPBS) IKIP Yogyakar­ ta. Setelah menyelesaikan kuliah, Sutrisna tidak perlu menganggur. Dosen senior FPBS yang ju­ ga pembimbing skripsinya, Drs. Sardjana Hadi­ atmaja memberi rekomendasi Sutrisno untuk mendaftar menjadi dosen di almamaternya. Sutrisna menyanggupinya. Ia langsung meng­ ajukan lamaran itu. Itulah pintu gerbang per­ tama Sutrisna bekerja di IKIP. Tepatnya 1986, setahun setelah menyelesai­ kan kuliahnya di IKIP Yogyakarta Program Stu­


liputan khusus

di Pendidikan Bahasa Jawa, Sutrisna diangkat menjadi dosen di Program Studi Pendidikan Ba­ hasa Jawa FPBS IKIP Yogyakarta. Setelah bersama-sama rekan-rekannya mem­ bangun citra jurusan, akhirnya Sutrisna­diang­ kat menjadi Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Jawa pada 1996. Jabatan inilah yang menja­ di pintu gerbang pertama dirinya sebagai­pe­ mimpin. Tekad Sutrisna saat itu adalah­mengem­ bangkan Jurusan Pendidikan Bahasa Jawa agar lebih banyak menarik minat. Usaha yang di­ lakukan pun tidak main-main. Bagaimanpun Sutrisna sadar bahwa memang jurusan sedang menghadapi kenyataan bahwa semakin mero­ sotnya peminat Pendidikan Bahasa Jawa. “Per­ nah kami hanya menerima tiga orang pendaf­ tar saja!” kenang Sutrisna. Seperti yang ditulis Djoko Lodang, sebuah ma­jalah berbahasa Jawa, mengungkapkan mi­ nat terhadap Pendidikan Bahasa Jawa IKIP me­ nurun. Pada tahun 1995 hanya ada tiga maha­ siswa yang terjaring melalui UMPTN, kemudian pada 1996 hanya ada sembilan mahasiswa. Me­ lihat jumlah pendaftar yang begitu miris, Su­ trisna tidak lantas patah arang. Ia semakin meng­­gencarkan promosi ke sekolah-sekolah, bah­­kan bekerja sama dengan berbagai pihak ter­masuk menjaring bibit unggul daerah mela­ lui­nilai rapor (pada waktu itu bibit unggul dae­ rah dijaring hanya dengan nilai rapor saja). Sutrisna membentuk tim untuk mengadakan­ workshop-workshop ke sekolah-sekolah. Dalam workshop itu dijabarkan peluang karir guru ba­ hasa daerah dan perkembangan pendidikan ba­ hasa daerah di masa yang akan datang. Lambat­ laun peminat Pendidikan Bahasa Daerah me­ ningkat hingga akhirnya Pendidikan Bahasa Da­ erah mandiri menjadi jurusan seperti­semula. Di mata keluarga suami dari Supadminingsih­ dikenal sebagai pribadi yang penyayang dan pe­nuh tanggung jawab. “Hampir setiap hari

ke­rja pulang setelah maghrib,” kata Ibu dari dua anak itu. Namun dirinya sudah mengetahui­ bagaimana sibuknya menjadi PR II sehingga tidak terlalu menuntut suaminya untuk pulang lebih cepat. Pun di mata anak-anaknya: Daru Nurtyaspadmadi (27 th) dan Ardi Padmawidi­ ta (22 th), ia dikenal sebagai Ayah yang cukup demokratis. “Bapak membebaskan saya memi­ lih mau ambil jurusan apa untuk kuliah. Tidak ada paksaan,” ungkap laki-laki Daru yang sem­ pat kuliah di FBS UNY Jurusan Seni Musik. “Yang paling penting bapak menekankan untuk se­ lalu bertanggung jawab atas pilihan-pilihan saya.” Begitu pula ketika ia memutuskan kuliah­ di Universitas Islam Indonesia setelah mening­ galkan Jurusan Seni Musik, bapaknya tidak per­ nah melarang. “Dulu saya memilih jurusan seni musik karena senang nge-band saja.” Atas dukungan keluarga dan teman-teman kerja, karirnya pun semakin menanjak. Pada­ta­ hun 2000, satu tahun setelah IKIP Yogyakarta­ menjadi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Ia dipercaya mengelola memegang jabatan Pembantu Dekan II Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) bersama dengan Dr. Zamzani sebagai PD I dan Tri Hartiti,M.Pd., sebagai PD III. Kala itu Fa­kultas Bahasa dan Seni dipimpin oleh Dekan Prof. Dr. Suminto A. Sayuti. Ketika menjadi PD II, Sutrisna bertanggung jawab dalam mengelola keuangan fakultas dan mengembangkan sum­ ber daya manusia. Upaya mengembangkan sum­ber daya manusia di bidang keuangan ia lakukan dengan menerapkan pendekatan da­ lam tiga hal: prinsip hormat, kerukunan, dan keselarasan sosial. “Sejak mulai menjadi PD II, saya mulai me­

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

21


nerapkan tiga prinsip itu untuk mengembang­ kan SDM. Prinsip ini yang mendasari leader­ ship.” Keberhasilan Sutrisna dalam mengelola ke­ uangan fakultas serta melakukan perubahan yang signifikan menjadi lebih baik dalam bi­ dang keuangan dan sumber daya manusia men­ dapat respon yang baik oleh pihak pusat atau rektorat. Tidak menunggu lama, setelah Sutris­ na merampungkan satu periode jabatan PD II, ia langsung dipanggil untuk menjabat sebagai staf ahli PR III di bidang Penalaran kemudian juga sempat menangani bidang seni di bawah kepemimpinan, PR III Drs. Yunus SB, MM. Pada 2004, ketika Drs. Ismani, M.Pd., menye­ lesaikan periode keduanya sebagai Pembantu Rektor II UNY, Sutrisna Wibawa melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan. “Saya tidak ta­ hu mengapa dipilih sebagai kandidat Pembantu Rektor II. Mungkin karena senat melihat saya berkiprah di fakultas menjadi Pembantu De­ kan II.” Prof. Suyanto, Ph.D., yang kala itu men­ jabat Rektor UNY memang sudah tertarik de­ ngan sosok dua anak ini. “Saya melihat Pak Tris

22

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

mampu mendampingi saya dibidang II, saya pun akhirnya berusaha untuk ‘menjadikannya­’ sebagai PR II. Ide ini disambut baik oleh anggo­ ta senat UNY yang memang sudah melihat track record Pak Tris,” ungkap Prof. suyanto, Ph.D., kepada Sismono La Ode. Sutrisna lantas me­ lanjutkan pembangunan infrastruktur yang be­ lum selesai di masa kepemimpinan PR II sebe­ lumnya dan melakukan perubahan-perubahan untuk memajukan bidang II serta memajukan kampus. Meski berbagai kesuksesan diraihnya, se­ orang yang rendah hati ini akan berkata, “Se­ mua itu hasil kerja sama yang baik antara UNY dan networking kita.” Saya pun bekerja ti­dak sendiri, lanjutnya, saya selalu meminta arahan,­ mengkoordinasikan, dan melaporkannya­kepa­ da Rektor UNY, baik itu Prof. Suyanto, Prof. Su­ geng Mardiyono, maupun Prof. Rochmat Wa­ hab. “Ketiga rektor inilah yang mendorong dan memotivasi saya untuk bekerja secara profe­ sional dan lebih maju.” Sejak terpilih menjadi Pembantu Rektor II pada 2004, menggantikan Drs. Ismani, M.Pd., ia merancang rencana besar untuk Universitas­. Setidaknya ada lima hal yang ia tawarkan: pe­ ngembangan kampus, pembangunan sistem­pe­ rencanaan, pengembangan sistem keuangan, pengembangan sistem kepegawaian, dan la­ yanan prima. Pengembangan kampus yang ia tawarkan­ telah terwujud dengan pembangunan Pusat Komputer (Puskom) UNY secara besar-besaran.­ “Kemajuan teknologi informasi di kampus ada­ lah titik perkembangan kampus,” demikian­ pan­dangannya. Salah satu sisi pandang sebe­ ra­pa besar kemajuan suatu universitas dapat dilihat dari bagaimana kelengkapan fasilitas teknologinya. Pengembangan kampus juga dilakukan de­ ngan menghilangkan tempat-tempat kumuh di


liputan khusus

kampus. Tempat kumuh yang dimaksudkan ini tidak lain tempat-tempat kosong dalam wi­layah UNY yang belum dimanfaatkan secara mak­si­ mal sehingga tidak terpelihara. Caranya­dengan­ membagi zona kampus menjadi tiga­bagian­yai­ tu zona lingkungan akademik, bisnis­, dan la­ yanan masyarakat. Dengan demikian tem­pattempat kumuh dapat digunakan­denga­n baik untuk peningkatan kualitas kampus. Penataan kampus pun dilakukan tidak mainmain. Sutrisna melibatkan semua pihak yang berhubungan dengan pengembangan kampus, baik itu di wilayah fakultas, universitas, mau­ pun arsitek yang cukup mumpuni yang dapat dipercaya menerjemahkan kebutuhan kampus. Terwujudlah wajah-wajah fakultas yang pe­ nuh warna sesuai dengan kekhasan fakultas itu sendiri. Dalam rangka meningkatkan brand im­ age UNY membangun perwajahan yang diawa­ li dengan membangun gedung layanan akade­ mik Fakultas Ilmu Sosial (FIS). Pertimbangannya dibandingkan gedung lainnya, gedung itu yang masih sangat ketinggalan, bahkan masih ba­ nyak gedung FIS yang hanya dua lantai. Setelah FIS mulai dibangun, kemudian me­ nyusul fakultas lainnya berurutsan Fakultas Teknik, Fakultas MIPA, Fakultas Ilmu Pendidikan­, Fakultas Bahasa dan Seni, Fakultas Ilmu Keolah­ ragaan, lalu terakhir Fakultas Ekonomi. Setiap fakultas diwajibkan memiliki pemetaan atau tata letak yang baik, paling tidak memiliki tem­ pat untuk diskusi mahasiswa, kemudahan akses internet, laboratorium, perpustakaan yang me­ madai dengan koleksi yang mengikuti perkem­ bangan, dll. Fasilitas lain yang dibangun yaitu pengaspalan jalan, perbaikan fasilitas ibadah, pengadaan transportasi untuk kegiatan kam­ pus, dan membuat trotoar yang nyaman untuk pejalan kaki di sekitar area kampus. Perwajahan fakultas, baginya, sangat pen­ ting. Tidak hanya untuk mendukung program

pengembangan kampus secara keseluruhan, tetapi juga membuka kesempatan agar fakultas dapat dengan mudah ditemukan masyarakat maupun stakeholder. “Setiap fakultas harus meng­hadap ke jalan yang memungkinkan akses dengan masyarakat luas terjalin dan mudah ditemukan siapa saja. Wajah dapat mempromo­ sikan fakultas karena dari tampilan fisik di mu­ ka itu menggambarkan karakter dan kekhasan fakultas.” Keterbukaan itu juga akan mening­ katkan kerjasama dengan pihak luar. Menjalin dan menjaga networking adalah­ka­ ta-kata yang kerap ia tekankan untuk mengang­ kat semangat fakultas dalam membangun.­Peng­­ alaman Sutrisna membuka mata­semua­orang. Bagaimana tidak, pada masa kepemimpin­anya sebagai Pembantu Rektor II, UNY tidak hanya menyelesaikan gedung-gedung baru yang men­ dukung kegiatan belajar-mengajar, tetapi juga gedung besar di pinggir jalan Colombo. Gedung Olah Raga yang dibangun pada 1996 masa kepemimpinan Prof. Dr. Djohar, M.S. men­ jabat sebagai rektor baru selesai pada tahun 2008 ketika Prof. Dr. Alm. Sugeng Mardiyono.

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

23


Sungguh kerja yang luar biasa. Tidak hanya me­ makan waktu yang lama, gedung yang mampu menampung 6000 orang ini juga membutuhkan dana yang cukup besar. Namun tekad dan ker­ ja keraslah yang sanggup menyelesaikannya. Peresmian GOR akhirnya dilakukan pada 2008. Inilah pencapaian yang tidak sia-sia. Ras­a bangga dan puas menguar. Seakan semua orang sedang membicarakan kedatangan presiden ke kampus UNY. Yang lebih membanggakan, UNY mendapat apresiasi positif dari Presiden Re­ publik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, dengan kedatangan dan kesediaannya meres­ mikan GOR ditambah lapangan Sepakbola dan Lintasan Atletik. Mendatangkan presiden ke kampus bukan perkara mudah. Persiapan jauh-jauh hari dima­ tangkan. Protokol kepresidenan secara inten­ sif berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait di univeritas, terutama rektor dan jajaran di bawahnya. Pada waktu itu, Sutrisna sebagai ketua panitia, bekerja tidak seperti biasanya. Ia bahkan memberikan waktunya 24 jam untuk menyelesaikan persiapan. “Malam sebelum ke­ datangan presiden saya masih mengecek sanasini. Jangan sampai ada yang kelewatan.” Melihat kerja kerasnya ini pula yang mem­ buat Sugeng Mardiyono tidak ragu mengangkat sebagai penanggung jawab pencapaian target ISO 9001:2000. Bersama Rektor dan Pimpinan UNY lainnya, seperti Dr. Rochmat Wahab (PR I), dan Dr. Herminarto Sofyan (PR III), mereka me­ langkah membangun UNY untuk mendapatkan predikat World Class University dengan manaje­ men International Standar Organization (ISO). Langkah besar segera diambil dengan mem­

24

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

benahi beberapa titik di UNY yang berkenaan dengan pelayanan. Sutrisna pun mengeluarkan kebijakan bahwa setiap transaksi harus tertuli­s dan terdokumentasikan dengan baik, karyawan maupun dosen memberikan layanan­prima de­ ngan keramahan dan memiliki plannin­g dalam bidang kerjanya dengan baik, pelayanan yang diberikan oleh universitas kepada mahasiswa maupun masyarakat dapat terukur sesuai stan­ dar. Periode II, Periode Pemantapan Agaknya Sutrisna masih diharapkan senat untuk melanjutkan mandat sebagai PR II. Ia ter­ pilih kembali untuk kedua kalinya pada 2008. Pada periode kedua ini Sutrisna berupaya mem­ bangun UNY dengan membentuk dan mengem­ bangkan beberapa unit usaha yang nantinya dapat menjadi aset UNY. Beberapa unit usah­a yang dikembangkannya antara laun UNYQUA, Unit Produksi Percetakan dan Penerbitan­UNY­ Press, Unit Produksi pembuatan­souvenir, UNY Hotel, Auditorium, Kolam Renang, dan yang akan dibangun yaitu pencucian mobil dan beng­kel. Periode pemantapan ini dilakukannya mela­ lui jalinan kerjasama dengan berbagai pihak baik swasta maupun negeri. Selain kami beru­ saha keras meyakinkan Pemerintah Pusat dan DPR bahwa UNY membutuhkan fasiltas sara­ na dan prasarana, kami juga menjejaki kerja sama dengan pihak luar negeri. “Kita sudah mengajukan proposal ke Islamic Development Bank (IDB), tapi sampai sekarang masih dalam proses. Semoga dapat menjadi warisan yang baik untuk perjalanan UNY selanjutnya,” un­ gkap Sutrisna.


liputan khusus

Dalam bekerja saya dan tim selalu meminta­ arahan Pak Rektor, karena bagaimanapun Rek­ tor adalah imam di kampus. Jika Pak Rektor ti­ dak menghendaki, saya rasa kami tidak bisa melaksanakan program tersebut. Beruntung saya dipimpin oleh Prof. Dr. Rochmat Wahab. Beliaulah yang selalu mendukung bahkan saran dan idenya untuk kami sangat berharga bagi kesuksesan pembangunan sarana dan prasara­ na penunjang akademik di UNY. Bahkan, sikap Rektor UNY untuk terlibat langsung dalam me­ yakinkan pihak luar, sungguh sangat penting untuk meloloskan kerjasama dengan pihak lu­ ar. “Kami harus berterima kasih, kepada Pak Rek­tor dan Pimpinan lainnya, termasuk para Se­nator UNY.” Hingga saat ini masih ada sebelas gedung yang dalam tahap penyelesaian. “Pembangu­ nan gedung itu adalah untuk mendukung kuali­ tas pelayanan UNY terhadap masyarakat dan dunia pendidikan pada khususnya. Begitu juga aset UNY selanjutnya semoga dapat menjadi­ kan UNY lebih mandiri.” Setelah jabatan Pembantu Rektor beruba­h menjadi Wakil Rektor sebagaimana dicantum­ dalam Statuta UNY, Sutrisna Wibawa terus bek­ erja keras sesuai bidangnya. Kebiasaan balik setelah magrib masih terus dilakoninya. Meski­ pun terkadang di gedung Rektorat lantai II Sa­ yap Barat hanya tinggal Pak Rektor, Sutrisna Wibawa, dan para staf sekretariat rektorat. Ber­ sama Pak Rektor yang kebetulan berkantor di gedung yang sama, kami selalu pulang malam. Kebiasaan ini kami lakukan untuk menyelesai­ kan beberapa pekerjaan yang belum selesai, seperti tanda-tangan beberapa surat-surat ma­ upun yang lain. “Kami sadar bahwa pelayanan

prima membutuhkan pengorbanan, baik itu wak­tu dan tenaga.” Sifatnya yang bijaksana dalam pergaulan itu pula yang menjadikannya terpilih sebagai KET­ UA IKADBUDI (Ikatan Dosen Budaya Daerah)­pa­ da 2010. “Organisasi ini untuk menjalin sila­tu­ rahmi dan berbagi ilmu dengan dosen bahasa daerah se-Indonesia yang kegiatannya mener­ bitkan jurnal ilmiah. Kita juga mengelola orga­ nisasi dengan IT. Di samping itu Sutrisna juga didapuk sebagai Ketua Forum Wakil/Pemban­ tu Rekor II seluruh Indonesia mulai 2009. “Ini adalah forum sharing untuk menyelesaikan masalah, menganalisis kebijakan pemerintah, mencari alternatif solusi.” Laki-laki yang hobi makan tempe goreng ini merasa bersyukur atas apa yang selama ini telah diraihnya. “Saya tidak menyangka akan menjadi seperti ini. Semua yang saya dapatkan­ lebih dari apa yang saya perkirakan sebelum­ nya.” Atas prestasinya ini, setelah melepas jabatan Wakil Rektor II UNY periode 2008-2012, Rek­ tor UNY, Prof. Dr. Rochmat, M.Pd., M.A., mem­ percayainya menjadi Ketua Badan Baru di ling­­kung­an UNY, Ketua Badan Pengelola dan Pe­­­­ngem­­bang­­an Usaha UNY periode 2012-2016. Diharapkan melalui badan ini, Sutrisna­Wi­ba­ wa mampu mengelola aset UNY untuk meng­ ha­silkan­ income generation bagi UNY, sehingga ke de­pan ketika UNY mewujudkan­cita-citanya­ menuju World Class University; UNY tidak hanya­ mengandalkan anggaran APBN tetapi juga­ang­ garan­dari aset-aset yang dimiliki­UNY. “Saya hanya berusaha dan berdoa, semoga bisa.­ ­Amien!” yakin Sutrisna Wibawa. 

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

25


Bapak Penenang Mahasiswa Sosok Herminarto Sofyan bukanlah sosok yang misterius. Dia sudah cukup dikenal di kalangan UNY. Dengan pengalaman birokrasi yang begitu panjang membuat sosok yang biasa disapa Pak Hermin ini mudah bergaul dengan siapapun, apalagi dengan mahasiswa.

K

adang kala ia membonceng sepeda kakak kelimanya yang sekolah di SMA IKIP. Berangkat dari rumahnya, Desa Redjondani, Monumen Jogja Kembali Km 10, jam 5.30 melewati jalanan yang masih berpasir dan kerakal. Mereka harus pelan-pelan sehingga sampai di sekolah jam setengah tujuh. Suatu kali orang tuanya tidak tega melihat kedua anaknya pulang pergi ke sekolah denga­n jarak yang lumayan jauh. Mereka kemudian di­ sewakan kamar. Namun si anak bungsu ini ru­ panya tidak kerasan berada di kos sendirian karena kakaknya kerap mengikuti kegiatan nge­ band, olahraga dan masih banyak lagi kegiatan lainnya. Ia minta tetap pulang ke rumah di Red­ jondani. “Saya masih mbok-mboken—belum bi­ sa berpisah jauh dan lama dengan ibu. Maklum tidak pernah pisah dengan ibu. Sampai SD pun masih sering nempel dengan ibu.” Akhirnya, pulang dan pergi ke sekolah sendi­ ri. Bapaknya sering mengkhawatirkan bungsu satu ini. Pernah saat musim hujan, ia berniat untuk tetap pulang. Langit sudah hitam. Men­ dung menggantung, tapi hati tidak bisa meno­ lak mengurungkan niat. “Saya harus pulang,” begitu tekadnya. Apa mau dikata. Belum sam­ pai setengah perjalanan, hujan deras mende­

ra. Ia kebingungan, begitu pula bapaknya yang ada di rumah. Beruntung ada cakruk (pos ronda) di sekita­r Nandan. “Saya berteduh sampai hujan reda.” Lama sekali hujan turun. Sang bapak pun nekad menjemput anak bontotnya pulang. Baru 2 kilo­ meter dari rumah, anak yang ditunggu-tung­ gu ini kelihatan. Ia mengayuh sepedanya me­ nuju ke rumah. Bapak yang begitu sayang pada si bungsu ini bernama Mohammad Soyfan. Beliau adalah seorang ulu-ulu yang bekerja mengatur pem­ bagian air di sawah. Bisa dikatakan jabatan ini setingkat dengan modin. Penduduk desa mena­ makannya Kepala Bagian Kemakmuran Desa Re­ jondani. Selain terpandang sebagai ulu-ulu, ba­ paknya juga adalah abdi dalem terakhir yang merawat masjid Rejodani yang tidak lain ada­ lah masjid Kagungan Dalem (masjid kepunya­ an raja). Istri Mohammad Sofyan bernama Aminah, seorang penjahit pakaian. Bila tiba musim pa­ nen, simbok dan beberapa wanita lainnya turun ke sawah. Ada yang memanen sawah sendiri ada pula yang menjadi buruh tani yang mem­ bantu memanen padi dengan imbalan bebera­ pa ikat padi.



Pasangan Mohammad Sofyan dan Aminah memiliki enam orang anak: empat laki-laki dan dua perempuan. Mereka memanggil Aminah dengan sebutan simbok dan bapak untuk Mo­ hammad Sofyan. Di antara anak-anaknya hanya­ si bungsu saja yang paling dekat dengan ibu­ nya. Entah mengapa ia begitu dekat denga­n si­ mbok, bahkan sampai kelas empat SD si bungsu lekat dalam gendongan ke mana-mana. Kede­ katan ini yang menyebabkan si bungsu kemu­ dian pandai menjahit pakaian sendiri. “Saya se­ring menjahit celana pendek untuk seragam SMP ataupun kebaya.” Bungsu itu lahir di Sleman pada 9 Agustus 1954 dengan nama Herminarto Sofyan. Selain dekat dengan simbok, ia juga sangat dekat de­ ngan saudaranya yang lain. Mereka­begitu men­ cintai adik bungsunya sehingga ia tumbuh men­ jadi anak yang bahagia karena kasih sayang­. Bukan itu saja, teman-teman sepermain­annya di kampung juga banyak. Mereka bermain go­ bag sodor, benthik, dan masih banyak lagi per­ mainan tradisional lainnya. Tahun 1973 adalah tahun yang tidak dapat dilupakannya. Bapak yang dijadikannya taula­ dan telah pergi untuk selama-lamanya. “Saya ti­ dak dapat berpikir jernih, Ayah meninggal saat saya sedang ujian. Saya ingin segera pulang.” Satu hal yang paling diingat Herminarto hing­ga saat ini dari bapaknya adalah silaturah­ mi. “Bapak senang silaturahmi sampai ke ma­ napun. Ada saudara di Jakarta atau Banyu­wangi atau manapun asalkan masih dapat dijangkau bapak pasti mendatangi untuk silaturahmi.” Kebiasaan itu yang dilanjutkan Herminarto sam­pai sekarang. “Saya selalu menyarankan

28

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

un­tuk menjalin silaturahmi kepada siapapun. Silaturahmi itu banyak manfaatnya. Hubungan persaudaraan akan tetap terjaga.” Setelah lulus SMA, Hermin melanjutkan ke IKIP Yogyakarta. “Saya tidak mempunyai ba­ yang­an kalau di IKIP itu akan jadi dosen.” Her­ min hanya mengidolakan sosok guru yang di­ke­nal­nya bernama Drs. Lisman, seorang gu­ ru­geografi (ilmu falak). “Pak guru itu kalau meng­a­jar ramah, jelas, mudah dimengerti. Saya kalau menjadi guru ingin seperti bapak itu.” Sejak mahasiswa tingkat I, Hermin akti­f di berbagai kegiatan. Salah satunya Karate Ga­so­ ku INKAI. Ia menjadi karate-ka sampai tingka­t sabuk hijau saja. Ia kemudian aktif sebagai ma­ hasiswa pencinta alam yang orga­ nisasinya terbentuk pada 1975 de­ngan nama Madawirna IKIP Yog­ yakarta. Namanya dikenal oleh ba­ nyak mahasiswa karena keaktifan­ nya di berbagai kegiatan kampus. Tidak heran pada 1976, ia terpil­ ih sebagai sekretaris senat ma­ hasiswa Fakultas Keguruan Tek­nik. Jabatan ini diemban­ nya satu tahun saja karena pa­da 1977 ia menjadi ketua II Majelis Permusyawaratan Ma­ hasiswa IKIP Yogyakarta. Selain menjadi aktivis kam­ pus, Hermin juga termasuk da­ lam anggota Himpunan Maha­ siswa Islam (HMI). “Saya hanya meneruskan saja. Dulu waktu SMA saya ikut Pelajar Islam In­ donesia. Kalau tingkat perguru­ an tinggi kan adanya HMI. Ya, saya ikut saja.” Kegiatan bersa­ ma organisasi ekstra kampus ini bermacam-macam. Kendati aktif di berbagai ke­


liputan khusus

gi­at­an Hermin tidak meninggalkan tugas uta­ manya sebagai mahasiswa. Hampir setiap ma­lam ia belajar di tempat belajar yang juga didatangi banyak mahasiswa lain: Santikara. “Tempat itu ramai sekali untuk belajar. Kalau tidak kapling tempat sejak magrib, kita tidak akan dapat tempat.” Belajar di Santikara lebih nyaman karena suasananya yang tenang dan situasi belajar yang kondusif. Hermin dengan berbagai macam kegiatan nyatanya dapat menyelesaikan kuliah relatif cepat yaitu 20 bulan atau dibulatkan menjad­i 4 tahun. “Saya punya tekad. Saya dari desa, orang yang tidak punya. Bagaimana caranya sa­ya tidak menyulitkan orang tua dengan me­ ringankan biaya kuliah.” Hermin masih sangat ingat, ia selesai pada September 1978. T’idak berapa lama, Fakultas Kependidikan Teknik (FKT) yang pada waktu itu membutuh­ kan 70 dosen, mendorong Drs. Djumadi men­ cari mahasiswa untuk menjadi dosen. “Saya di­ tawari menjadi dosen, tapi saya tidak langsung menjawab.” Hermin minta waktu sekitar satu minggu kepada Drs. Djumadi, Ketua Jurusan FKT IKIP Yogyakarta. Akhirnya Hermin menan­ datangani kontrak tahun 1977. Ia resmi menja­ di dosen. Setelah resmi menjadi dosen, Hermin diminta fakultas berangkat ke Teacher Training Up Grading Tehnic untuk mengikuti skill train­ ing di Bandung bersama calon dosen lainnya. Pekerjaan sudah ia dapatkan, kini tinggal men­cari pendamping hidup. Adalah Tri Utami yang akhirnya menarik hatinya. Perempuan itu dikenalnya di masjid. “Saya dulu ikut ngaji di masjid bersama tiga teman saya, Sutilah, Suti­ ni, dan Munjirah.” Tri Utami lebih menonjol di­ antara mereka karena ia pandai mengaji dan qiroah. Ia kerap menjadi juara qiroah maupun mengisi qiroah dalam kegiatan hajatan di kam­ pung. Selain itu, Tri Utami tidak lain adalah anak bapak kos yang ditempati Hermin sela­

ma kuliah di Yogyakarta. Perkenalan itu mem­ bawanya lebih serius dengan Tri Utami dengan meminangnya pada 9 Februari 1980. Ia mulai konsen untuk menjadi seorang do­ sen. Menurutnya tantangan terbesar ketika men­jadi dosen adalah saat mengajar praktek. Latar belakangnya yang dari SMA membuatnya harus memiliki persiapan lebih untuk menga­ jar praktek. Sebelum mengajar, Hermin melaku­ kan latihan. “Saya membuat job sit, lalu saya uji cobakan. Baru setelah itu saya gunakan untu­k praktek sungguhan.” Prestasi Hermin sebagai dosen tampak je­ las di mata Drs. Soekoer, Dekan FKT masa itu. Bagaimana tidak, Hermin banyak melakuka­n penelitian, pengabdian, dan berpartisipas­i da­ lam seminar. Ia pun dengan mudah naik pang­ kat. “Saya dua tahun naik pangkat karena­ber­ karya dalam penelitian dan pengabdian.” Drs. Soekoer pun menawarinya mendaftarkan diri sebagai dosen berprestasi. Karirnya dimulai di jurusan Pendidikan Tek­ nik Otomotif IKIP Yogyakarta sebagai sekretar­ is. Waktu itu FKT telah menjadi FPTK. Pengurus

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

29


di jurusan masih sangat terbatas. “Hanya ada Sembilan orang di jurusan.” Kebetulan Hermin terbilang paling muda sehingga dengan sendi­ rinya ia dipilih menjadi sekretaris jurusan. Jabatan itu hanya berlangsung satu tahun saja. Pada 1984 dirinya diminta melanjutkan studi S2 di Pascasarjana IKIP Jakarta (sekarang Universitas Negeri Jakarta, UNJ). Waktu itu IKIP Jakarta melakukan kerjasama dengan IKIP Yog­ yakarta dengan membuka studi pascasarjana sehingga IKIP Jakarta dapat membuka pendaf­ taran mahasiswa S2 di IKIP Yogyakarta. Studi S2 diselesaikannya pada 1986, setelah itu Hermin diminta menjadi Kepala Pusat Kom­ puter (Puskom) IKIP Yogyakarta. “Saya meng­ gantikan Pak Djohar. Ketuanya waktu itu Drs. Subarjono. Saya selesai S2, gantian dia yang masuk S2.” Jabatan ini diembannya cukup lama­ yaitu selama lima tahun. Di samping menjadi kepala puskom, Hermin juga menjabat sebagai­ Pembantu Dekan Bidang kemahasiswaan FPTK IKIP (waktu itu belum ada peraturan larangan memiliki memegang dua jabatan sekaligus). Saat menjadi Pembantu Dekan III banyak pen­ galaman mengajarkannya. Hal ini membawa kesuksesan bagi kariernya. Tidak mengheran­ kan, setelah menjabat PD III, dia diamanahi men­jadi Dekan FPTK IKIP Yogyakarta. Pada masa kepemimpinan Herminarto men­ jadi dekan, Bank Dunia sudah tidak memberi­ kan dana bantuan seperti yang pernah diterima

30

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

fakultas ketika ia menjadi mahasiswa. Meski begitu praktikum jalan terus dengan meman­ faatkan dana dari pemerintah. Kebijakan perta­ ma yang diambil Hermin sebagai dekan antara lain meningkatkan presentase dosen studi lan­ jut S2 dan S3. “Dulu di bawah 40 persen, target saya dinaikkan menjadi 70 persen.” Selain itu ia juga membuka kesempatan se­ luas-luasnya bagi dosen untuk kursus bahasa Inggris sehingga dapat melanjutkan studi ke luar negeri, begitu juga perluasan kerja sama antaruniversitas. Hermin pun berusaha agar dosen pendidikan teknik dapat studi lanjut di UGM atau ITB. “Saya juga punya program mem­ berdayakan doktor yang jadi konsultan di Ja­ karta. Masa kepemimpinan Hermin sebagai Dekan­ berakhir pada 1999. Para dosen senior di fakul­ tas rupanya sudah menyusun rencana besar­ membangun kualitas. Mereka melakukan pe­ me­taan berdasarkan keahlian bidang ilmu se­ hingga setiap dosen dapat menjadi referensi sesuai bidang keilmuannya. “Saya sudah diplot oleh fakultas.” Setiap dosen yang menonjol da­ lam bidang akademik dan berprestasi cemer­ lang mendapatkan perhatian khusus dari fa­ kul­tas. Mereka biasanya diminta melanjutkan studi untuk mendalami dan menjadi ahli di bi­ dangnya. Begitu juga Hermin. Ia diminta melanjutka­n studi S3 di Pascasarjana UNJ. Ketua Jurusan di


liputan khusus

masa itu, Drs. Sutarno (sekarang sudah me­ ninggal), menyarankannya melanjutkan studi S3. Hermin mengikuti saja pemetaan keahlia­n bidang ilmu yang sudah dirancang FPKT. “Saya punya komitmen untuk segera selesai!” Me­ mang benar, Hermin pun selesai studi S3 tepat waktu. Pada tahun 2002, IKIP Yogyakarta yang su­ dah berganti nama menjadi Universitas Negeri Yogyakarta memiliki seorang doktor teknologi pembelajaran. Dialah Dr. Herminarto Sofyan. Tahun itu pula Hermin didapuk sebagai Ket­ ua UP2AI UNY (sekarang menjadi Unit Pembi­ naan & Pengembangan Aktivitas Instraksional). Setahun kemudian Hermin ditarik Pascasar­ jana UNY menjadi Asisten Direktur Bidang Ad­ ministrasi dan Keuangan. “Saya diminta Pak Djemari Mardapi untuk membantu beliau. Saya menerimanya.” Jabatan ini hanya sampai 2004 karena pada tahun itu ia harus pindah meja ker­ ja: dari pascasarjana ke rektorat.

mahasiswa yang menolak BOP. Siang itu Her­ minarto sedang berada di ruangannya. Sepert­i biasa, ia harus menyusun sejumlah rencana kerja. Belum juga selesai rencana kerja itu disu­ sun, sekretarisnya masuk membawa kabar. “Di depan rektorat ada demo, pak. Mereka meminta bertemu dengan bapak mewakili rektorat,” de­ mikian sekretarisnya menyampaikan. Ia tidak habis pikir mengapa mahasiswa me­ minta dirinya turun untuk mendengarkan as­ pirasinya. Namun ia tetap tenang menghadapi gejolak itu tepat di halaman rektorat. Berdiri di sampingnya, Rektor UNY masa itu, Prof. Suyan­ to, Ph.D., bersamanya mendengarkan apa yang diinginkan mahasiswa. “Mahasiswa boleh menyuarakan aspirasi. Se­mua saya tampung. Silakan berteriak, tapi ja­ngan berbuat anarkis.” Penolakan BOP tidak hanya terjadi di UNY, tetapi juga di universitasuniversitas lainnya. Mahasiswa berpikir adany­a Biaya Operasional Pendidikan akan memberat­ kan mahasiswa dan hanya mengayakan pihak universitas, padahal pemerintah sudah mem­ berikan biaya subsidi pendidikan. “Mereka sa­ lah paham. Bukan seperti itu tujuan dari BOP. Adanya BOP itu tidak lain untuk biaya penye­ suaian pendidikan bagi mahasiswa baru.” Tidak jarang pula mahasiswa menyampaikan aspira­ sinya melalui sms kepadanya. “Hampir setiap hari HP saya dipenuhi sumpah serapah maha­ siswa,” kenangnya sambil terkekeh.

Menapaki Karier di Rektorat Para dekan di Universitas yang mengenal be­ tul bagaimana sepak terjang Hermin menawa­ rinya mengajukan diri sebagai calon Pemban­ tu Rektor III. Sebenarnya Hermin masih mau mengajar, tapi apa boleh buat. Banyak yang mendukungnya untuk menjadi PR III. “Sebe­ tulnya saya ingin mengajar dulu. Saya baru sa­ ja pulang dari menyelesaikan studi S3. Ingin­ nya membagikan dulu apa yang sudah saya da­patkan, tapi teman-teman banyak yang men­ dukung untuk pencalonan. Ya, Insya Allah saya mencoba.” Tahun 2004 melalui pemilihan dan penentu­ an oleh senat muncullah nama Dr. Herminarto Sofyan sebagai Pembantu Rektor III menggan­ tikan Muhammad Yunus, SB., MM. Baru saja menjabat sebagai PR III, Herminar­ to sudah harus menghadapi gelombang demo

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

31


Tidak hanya keluh-kesah mahasiswa, Her­ minarto juga menangani permasalahan lain se­ perti bagaimana caranya meningkatkan presta­ si mahasiswa, mendorong mahasiswa untuk ber­prestasi tidak hanya di bidang akademik, menangani permasalahan berkaitan denga­n hidup matinya unit kegiatan mahasiswa, sam­ pai kadang kala ada permasalahan pribadi ma­­ ha­siswa yang dimintakan pendapatnya. “Sa­ ya terbuka untuk mahasiswa. Mereka bebas berkunjung ke rumah ataupun menemui saya di kampus.” Meski waktunya banyak digunakan untuk menangani mahasiswa, ia tidak meninggalkan kewajibannya yang lain: menertibkan adminis­ trasi kemahasiswaan. Buku panduan baik pan­ duan kemahasiswaan, pembuatan proposal sk­ ripsi, pedoman mencari beasiswa dalam dan luar negeri adalah beberapa perubahan yang dilakukannya. Sebelum itu belum ada buku pan­ duan sebagai standar baku. “Saya ingin UNY setara dengan universitas la­in yang sudah lebih dulu eksis. Caranya de­ ngan aktif dalam kompetisi tingkat nasional. Itu tantangan bagi kami.” Ia mendukung kegiata­n yang sifatnya penalaran. Kebijakanny­a pun sa­ ngat jelas: mereka yang mendapatkan beasiswa harus membuat PKM. “Beberapa proposal yang layak dapat diikutkan kompetisi. Mereka harus siap.” Hasilnya? Proposal penelitian mahasiswa meningkat dari tahun ke tahun. Kebijakan Rektor melalui PR III ini mendapa­t respon yang baik dari mahasiswa sehingga ker­ ja sama itu membuahkan hasil yang membang­ gakan. “Alhamdulillah dari tahun 2005-2006 di­be­ri penghargaan sebagai perguruan tinggi­

32

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

paling responsif di bidang penalaran bersama dengan ITB, UI, dan 10 perguruan tinggi lain­ nya.” Kebijakan menulis proposal penelitian mau­ pun kewajiban mengajukan proposal karya il­ miah untuk para pemegang beasiswa itu se­ lanjutnya diikuti perguruan tinggi lain. “UNES melihat kemajuan kita yang signifikan. Univer­ sitas itu kemudian melakukan kebijakan yang sama. Bukan hanya mengirimkan satu propos­ al, mereka mewajibkan setiap mahasiswa men­ girim lima proposal.” Melihat kemajuan di bidang kemahasiswaan, senat universitas sepakat memilih Herminarto memegang kepemimpinan Pembantu Rektor III untuk kedua kalinya. Periode keduanya ini Her­ minarto memiliki planning program memper­ siapkan lulusan mahasiswa dengan bekal-bekal yang mencukupi. “Untuk menghasilkan insan mandiri bernu­ rani itu tidak mungkin hanya ditempuh de­ngan kegiatan kurikuler atau sekadar kuliah saja. Me­ reka perlu kegiatan ekstrakurikuler atau ko ku­ rikuler. Itu sebabnya saya punya grand desain selama kuliah apa yang harus mereka lakukan.” Pada tahun pertama, mahasiswa harus aktif di kegiatan kokurikuler. “Mereka wajib mengem­ bangkan potensi melalui berbagai macam kegi­ atan di kampus. Bisa potensi olahraga, penalar­ an, seni, dan masih banyak lainnya.” Tidak hanya sekadar menyarankan, Hermi­n mengembangkan kualitas mahasiswa dengan mewajibkan mengikuti ESQ yang juga diberi­ kan pada tahun pertama. “Tahun pertama me­ re­­ka harus disadarkan apa tujuan mereka kuli­ ah. Kegiatan ini juga untuk memberi pelatihan success skill.” Selain itu mahasiswa melalui Ori­ entasi dan Perkenalan Kampus (OSPEK). Selanjutnya ada kegiatan seperti peningka­ tan soft skill yang diadakan di kampus untu­k memancing kreativitas mahasiswa. “Mereka­


liputan khusus

ha­ rus kreatif untuk mempersiapkan masa depan. Mereka harus berpikir analitis, punya jiwa kepemimpinan, dan mandiri.” Kemandi­ rian yang diharapkannya itu didukung dengan program enterpreunership yang sejalan dengan program Dikti. Selama ia menjadi PR III unit kegiatan maha­ siswa berkembang, baik jumlah dan prestasin­ ya. Saat ini ada sekitar 37 UKM dengan rincian 18 UKM bidang olahraga, 5 UKM bidang seni, penalaran berjumlah 5, dan minat khusus seba­ nyak 5 UKM. “Kami tidak beroretasi pada jum­ lah UKM, tapi pada prestasinya. Saya ingin UKM yang tidak terlalu banyak, tapi prestasinya ter­ lihat.” Dalam meningkatkan kualitas UKM maupu­n membidani lahirnya UKM baru Hermin mem­ pertimbangkan prinsip prospektif atau tidak­ nya UKM tersebut. “Pertimbangan paling pen­ ting adalah prospektif atau tidaknya. Setelah dibina ada tidak kegiatan itu pada level di atas­ nya. Tidak sekadar dibina tapi tidak memunjuk­ kan prestasi.” Tidak jarang pula ada UKM yang mengalami pasang surut dalam kegiatannya. “Saya kan diskusikan dengan dosen Pembina UKM dan ketua UKM yang bersangkutan. Me­ ngapa tidak ada kemajuan seperti tidak adanya­ kegiatan atau peningkatan prestasi? Kalau me­ mang tidak ada kemajuan terpaksa UKM itu di­ tutup,” ujarnya. Masa kepemimpinan Herminarto menjadi Pembantu Rektor III berakhir pada 2012. Saat masa-masa terakhir kepemimpinannya, Hermi­ narto mencetak banyak prestasi di bidang ke­ mahasiswaan. Diantaranya meningkatkan jum­lah penelitian mahasiswa, meningkatkan kualitas mahasiswa dengan banyaknya prestas­i mahasiswa di tingkat nasional maupun inter­ nasional dalam berbagai bidang, meningkatkan jumlah peminat UNY dengan naiknya jumlah presentase pendaftar calon mahasiswa baru,

dan banyaknya karya ilmiah mahasiswa. Rahasianya? Bapak yang pembawaannya te­ nang ini mengaku, “Kita harus pandai menem­ patkan diri. Kalau di kampus berhadapan den­ gan mahasiswa saya sebagai pejabat yang me­la­yani mahasiswa karena sebagai aparat sa­ ya mempunyai tupoksi salah satunya membe­ rikan pelayanan. Kalau di masyarakat, saya se­ba­gai anggota masyarakat. Harus ingat per­ annya.” Lebih dari itu, untuk meredam panasnya per­ masalahan mahasiwa yang kerap ditemuinya, ia memberikan saran sederhana: dialog. “Kita dengarkan apa yang diinginkan mahasiswa, la­ lu kita diskusikan untuk mencarikan jalan te­ ngah. Mahasiswa itu kan berpendidikan kenapa harus diselesaikan dengan kekerasan?” Kedekatan mahasiswa dengan pembantu­rek­ tor III (sekarang wakil rektor III) ini menjadika­n mahasiswa memiliki kesan khusus terhadap­ nya. Tampak ketika beberapa hari sebelum se­ cara resmi dirinya tunai melaksanakan tugas se­bagai WR III, mahasiswa memintanya ber­ keliling ke UKM-UKM untuk melihat perkem­ bangan mahasiswa selama masa jabatannya. Ini­lah kali terakhir ia , sebagai ‘bapak’ mahasi­ wa, mengunjungi ‘rumah’ anak-anaknya. Pada 2 April 2012, Prof. Dr. Herminarto Sof­ yan­melepas masa jabatannya di ruang sidang­ utama rektorat dengan penuh haru. Selanjut­ nya ia bertugas sebagai dosen dan guru besar di Fakultas Teknik UNY. Hingga kini Hermin masih aktif dalam berbagai kegiatan, dan menjadi Ke­ tua Umum BAPOMI DIY, Ketua Umum IKA UNY, anggota Dewan Pertimbangan UNY, serta pel­ bagai kegiatan lainnya. 

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

33


berita Dies Natalis UNY

75 Kegiatan Berbasis Akademik Semarakkan 6 Windu UNY

34

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

foto-foto: dokumen humas UNY

Sebanyak 75 kegiatan yang bersifat aka­demik seperti seminar dan pelatiha­n serta kegiatan pendukung yaitu olah­ raga, pameran, lomba dan pentas seni yang berlangsung sepanjang tahun de­ ngan melibatkan segenap civitas akade­ mika UNY, alumni, perguruan tinggi la­ in dan masyarakat umum diagendakan menyemarakkan Dies Natalis ke-48 Uni­ versitas Negeri Yogyakarta (UNY) tahu­n 2012 ini. Demikian dikemukakan Dr. Moch. Alip selaku ketua panitia dies na­talis UNY dalam pencanangan peri­ ngatan dies natalis UNY ke-48, Jumat 30 Maret 2012 di Stadion Atletik UNY. Rang­kaian kegiatan Dies Natalis yang bertema “Membangun Insan Berkarak­ ter dan Bermartabat” secara resmi dibu­ ka oleh Rektor UNY, Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., MA yang ditandai de­ ngan aksi meniup senjata tradisional­ dari Kalimantan mengarah ke balon uda­ra sehingga lepas dari tiang dan se­

ge­ra mengudara berisi hadiah sejum­ lah uang. Acara pembukaan Dies ini ju­ga dimeriahkan oleh aksi terjun pa­ yung dan terbang layang yang memba­ wa banner bertuliskan Dies Natalis UNY ke-48 dan dihadiri oleh para dosen, kar­ yawan serta mahasiswa UNY dan tamu kehormatan yaitu para Wakil Rektor I LPTK se-Indonesia yang sedang mengi­ kuti rapat persiapan Konvensi Nasio­nal Pendidikan (KONASPI) ke-7.

Dalam sambutannya Rektor UNY me­ ngatakan bahwa dalam rangka meng­ akselerasi peningkatan posisi UNY dian­ tara universitas lain di Indonesia dan du­nia maka diharapkan setiap fakultas atau unit mengupayakan secara terus menerus suatu unggulan yang didasar­ kan pada benchmark internasional de­ ngan tetap berbasis pada keunggulan lokal. “Perlu diketahui bahwa UNY pada tahun 2012 akan menjadi tuan rumah Konvensi Nasional Pendidikan (KONAS­ PI) ke-7 yang merupakan hajatan akbar 4 tahunan ahli pendidikan yang Insya Allah akan jatuh pada 1-4 November 2012 bertema “Memantapkan Karakte­r Bangsa Menuju Generasi 2045” ka­ ta Rochmat Wahab, “Untuk itu semua civi­ tas akademika diharapkan dapat memberikan dukungan dan kontribu­ sinya untuk menyukseskannya, tidak semata menjadi pelaksana KONASPI yang mam­pu memuaskan peserta na­


berita

mun ju­ga mampu memberi kontribusi mela­lui karya-karya yang bermakna”. Rektor juga berharap agar kegiatan dies natalis da­pat meningkatkan rasa per­ saudaraan dan kebersamaan, di sam­ ping meningkatkan kebugaran melalui

senam massal dan jalan sehat seputar kampus UNY serta menyaksikan terjun payung dan terbang layang dari Federa­ si Aeromodelling Seluruh Indonesia (FA­ SI) Adisucipto Yogyakarta. dedy Herdito

Talkshow Jogja TV

“Never Ending to Grow”

Rabu (2/5),dengan mengambil tema “UNY Membangun Insan Berkarakter Mulia dan Bermartabat”, FIP UNY kem­ bali tampil di Jogja TV dalam rangka so­ sialisasi dengan masyarakat luas. Acara ini dipresenteri oleh Martha Sasongko. Tampil sebagai narasumber Dekan FIP UNY, Dr. Haryanto, M.Pd. Wakil Dekan I, Dr. Sugito, M.A. Wakil Dekan II, Sung­ kono, M.Pd, dan Wakil Dekan III, Dr. Su­ warjo, M.Si. Acara sosialisasi ini dihadiri pula oleh Kajur dan Koordinator Pro­ d­ i,­Kasubag dan wakil dari masingma­­sing himpunan mahasiswa, UKMF, DPM, BEM, Humas FIP UNY serta perso­ nel dari Kantor Humas Promosi dan Pro­ tokoler UNY. Siaran on air ini dilaksana­ kan dari pukul 20.30-21.30 WIB.

Acara yang diawali dengan penayang­ an profil singkat FIP UNY mengupas tuntas informasi seputar FIP UNY. Mu­ lai dari sejarah, visi dan misi FIP, sara­ na dan prasarana, jurusan-jurusan yang ditawarkan hingga kegiatan kema­ha­ siswaan. Dari banyaknya SMS yang ma­suk menunjukkan animo ma­sya­ra­ kat terhadap FIP sudah sedemikian be­ sar. Karena isu pendidikan saat ini se­ dang ramai diperbincangkan. Terlebih lagi kegiatan sosialisasi ini bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Na­ sional. Dalam Tanya jawab baik dari presen­ ter maupun dari SMS yang masuk mem­ buka wawasan bahwa pendidikan me­ rupakan hal yang tidak bisa terpisahkan

foto-foto: dokumen humas FIP

dari kehidupan kita. “Never ending to grow”, kalimat tersebut yang diseruka­n oleh Dekan FIP Dr. Haryanto, M.Pd. Slo­ gan Fakultas ini memberikan makna­ filosofis bahwa FIP tidak akan pernah berhenti untuk selalu tumbuh dan ber­ kembang. Tidak ada istilah beristiraha­t dalam belajar dan pengembangan pen­ didikan. Pada kesempatan ini group band yang dimiliki FIP, UKMF Musik “CAMP” tampil menyegarkan suasana siaran. Ini membuktikan bahwa FIP juga mendu­ kung mahasiswa dalam bidang keseni­ an tidak hanya bidang pendidikan. antO

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

35


berita Prestasi Mahasiswa

Mahasiswa FIS Raih Penghargaan XL Award Martino, mahasiswa prodi Ilmu Ad­ ministrasi Negara, Fakultas Ilmu So­si­ al­, Universitas Negeri Yogyakarta­(FIS UNY), berhasil meraih juara kedua­da­ lam kategori Lomba Karya Tulis Umum di ajang bergengsi XL Award 2012 yang diselenggarakan oleh PT Axiata Tbk (XL). Acara penganugerahan penghar­ gaan kepada pemenaang diselengga­ rakan Senin, 30 April 2012 di Grand Bal­lroom Hotel Crowne Plaza, Jakarta. Hadir dan memberikan penghargaan pa­da acara tersebut Presiden Direktur XL, Hasnul Suhaimi dan Dirjen Sumbe­r Daya dan Perangkat Pos dan Informa­ tika, Muhammad Budi Setiawan. Atas raihan prestasi tersebut, Martino ber­ hak atas hadiah berupa piala, piagam dan sejumlah uang. Martino menjelaskan, kompetisi ber­geng­si tingkat nasional yang dise­ lenggarakan untuk kedelapan kalinya­ ini,mulai seleksi, penilaian sampai pe­ nentuan juara, memakan waktu yang cukup lama.Dimulai sejak September 2011 dan berakhir pada Januari 2012. Lanjutnya, kompetisi ini diikuti 2118 karya peserta yang terdiri dari 840 kar­ ya tulis, 1278 foto, 1070 twitter, dan 926 facebook.Martino mengangkat ju­

36

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

foto-foto: dokumen humas FIS

dul karya tulisnya, Geliat Industri Kre­ atif Hadir Lewat Genggaman. Judul ini ia angkat berdasarkan tema pilihan yang tersedia yaitu “Pengaruh Perkem­ bangan Telekomunikasi Seluler dan Per­

kem­bangan Industri Kreatif di Indone­ sia”. Melalui karya tersebut Martino ber­hasil meyakinkan dewan juri Kate­ gori Karya Tulis, yaitu Mas Wigrantoro Roes Set­yadi (pemerhati masalah tele­


berita komunikasi), Budi Rahardjo (pakar tele­ komunikasi ITB), dan Henry Wijayan­ to (Manager Public Relation XL). Walau tidak berhasil meraih juara pertama, Martino sangat bangga karena sudah berhasil menggungguli ratusan karya peserta lainnya yang berasal dari ber­ bagai latar belakang. Sedangkan perai­h juara pertama dimenangkan Hendris Wongso S.Si dan juara ketiga diraih oleh

Janu Arlin Wibowo. Dosen Pembimbing Akademi (PA), Lena Satlita, M.Si., sangat bangga atas pres­tasi yang kembali ditoreh Martino­ di tengah kesibukannya menggarap skrip­sinya yang berjudul “Implementa­ si Kebijakan KTP Elektronik di Kecamat­ an Gondokusuman”, yang sudah ham­ pir rampung diselesaikannya. Sebagai do­sen PA sekaligus dosen pembimbing

skrip­si, Lena menilai Martino,­maha­ siswa yang cerdas. Ia rajin, tekun, tidak berhenti belajar, gemar­memba­ca­se­ hingga wawasannya luas. Lena­ber­ harap Martino terus mengasah poten­ sinya dan menghasilkan karya-karya bermanfaat bagi banyak orang walau nanti telah menamatkan studi­nya di Prodi Administrasi Negara FIS UNY. lensa

Talkshow

Menulis Artikel di Media Massa, Siapa Takut?

foto-foto: dokumen humas FE UNY

Menulis artikel di media ternyata ti­ daklah semudah membalikkan telapak tangan, butuh kemauan, ketrampilan dan kerja keras. Namun ada rahasia suk­ ses agar artikel yang kita tulis dapat menembus media massa, yaitu: menge­ tahui karakter media massa tersebut, aktual, dan berkualitas berkualitas baik dari segi naskah maupun isi tulisan. Hal tersebut diungkapkan Drs. Jayadi Kas­ tari, redaktur sekaligus wartawan seni­ or Surat Kabar Harian Kedaulatan Rak­ yat, dalam acara Pelatihan Penulisan Ar­tikel di Media dan Pengelolaan Web­ site di Aula FE UNY pada Jumat (27/4). Aca­ra ini diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta­ yang diikuti kurang lebih 60 orang pe­ serta yang terdiri dari dosen, karyawan, dan ormawa. Disamping mengungkapkan rahasia sukses menembus media, Jayadi juga

memberikan beberapa langkah praktis menulis artikel, diantaranya ialah: me­ milih topik atau pokok permasalah­an, menentukan tema, mengumpulka­n ba­ han yang akan digunakan seba­gai refe­ rensi, membuat judul, memilih pola ga­

rapan, sampai membuat draft tulisan. Menulis merupakan kerja intelektual yang memadukan pengumpulan infor­ masi, ketajaman analisis dan muncul­ nya ide yang mencerahkan. Konsekue­ nsinya, menulis dituntut kerja keras dan pantang menyerah. Sehingga ha­ nya ada dua kata yang terpenting da­ lam menulis yaitu belajar dan mulai me­nulis apapun hasilnya. Hal pentin­g lain yang ditekankan Jayadi, menuli­s ar­ tikel bukanlah untuk dibaca diri sendiri, namun dibaca publik. Sehingga prinsip menulis di koran, sekali baca pemba­ ca akan mengerti baik berita maupun artikel. Selain penulisan artikel, pada ses­i kedua pelatihan juga disampaikan ba­ gai­mana pengelolaan website yang telah dimiliki oleh fakultas, jurusan­ma­ u­­pun ormawa agar senantiasa­ update baik dalam peliputan berita­maupun in­ formasi. Materi mengenai­pengelola­ an­ website disampaikan oleh webmas­ ter UNY, Prasetya Maulana, ST. Adapun tujuan diselenggarakan pelatihan ini menurut Wakil Dekan III, Siswanto,­ M.Pd ialah sebagai fakultas baruFE UNY me­merlukan imagebuilding, dan salah satu cara yang ditempuh­adalah de­ngan memperbanyak publikasi di media mas­ sa. Sehingga harapannya se­te­lah pelati­ han ini, banyak dosen, kar­ya­wan, ma­ u­pun ormawa memiliki­ kom­petensi un­­tuk menulis dan terpubli­kasi di me­ dia massa. lina

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

37


berita Prestasi Mahasiswa

Mahasiswa FMIPA UNY Juara Ii I-Envex 2012 di Malaysia

ba tahunan yang diadakan oleh kerjasa­ ma antara ENVEX Young Reseacher Club (EYReC), University Malaysia Perlis­(Uni­ MAP) dan Malaysia High Education Min­ istry. Pada tahun 2012, i-ENVEX meng­ usung tema besar “Engineering for So­­­­ci­­e­5ty”. Acara ini diselenggarakan

foto-foto: dokumen humas FMIPA

Mahasiswa FMIPA UNY yaitu Deltha­ wati Isti R, Rina Supriyani dan Janu Ar­ linwibowo, yang menjadi salah satu de­le­gasi perwakilan Indonesia dalam In­ter­na­ti­onal Engineering Invention and Innovation Exhibition (i-ENVEX) 2012berhasilmenjadijuara II dan men­ dapatkan medaliperak. Pada ajang ini Delthawati Isti R, Rina Supriyani dan Ja­nu Arlinwibowo membawa invensi­ dengan judul: “The Innovation of Physica­l Quantity Measuring Instruments in Braille for Visually Impaired Students”. Invensi ini berisi tentang beberapa alat ukur yang dikhususkan untuk praktikum tu­ nanetra, dengan cakupan: praktikum peng­­ukuran panjang, massa, gaya, vo­ lu­me dan massa jenis. i-ENVEX 2012 merupakan acara lom­

pad­a 26-29/4 di Perlis, Malaysia yang diikuti oleh lebih dari 100 inventor dari 12 negara, yaitu: Malaysia, Indo­ nesia, Korea, Egypt, UEA, Taiwan, Pilipi­ na, Kamboja, Iraq, Jerman, United King­ dom dan Canada. Acara dibuka secara resmi pada 27/4 oleh Brig. General Dato’ Prof. Dr. Kamarudin Husain di gedung pejabat pentadbiran dan kewangan. DikatakanJanu, lomba ini berkonsep pameran dengan disediakannya meja untuk setiap invensi. Perangkat yang harus disediakan dalam ajang ini adalah poster, brosur dan produk invensi. Sis­ tem penjuriannya adalah: Juri berputar mengunjungi tiap meja dan melakuka­n tanya jawab dengan inventor. Des­kripsi karya, keunggulan produk, potensi im­ plementasi dan perihal paten menjadi

Prestasi Mahasiswa

Yudisium Mahasiswa FIK “Ayo melanjutkan sekolah kembali, ka­ rena banyak sekali tawaran beasiswa. Anda akan bekerja atapun melanjutka­n sekolah, selalu junjung nama alma­ma­ ter,” ujar Dekan Fakultas Ilmu Keolah­ ragaan UNY, Rumpis Agus Sudarko, MS., saat menyampaikn sambutan pada aca­ ra Yudisium mahasiswa FIK UNY untuk periode Fabruari dan Maret 2012, ber­

38

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

tempat di Ruang Sidang Utama FIK UNY. Yudisiumdiikuti 48 mahasiswa, ter­ diri dari Prodi PJKR 29 mahasiswa, PKO 8 mahasiswa, IKORA 1 mahasiswa dan PGSD Penjas S1 10 mahasiswa. Tujuh mahasiswaberhasil meraih nilai dengan predikat keluluan dengan pujian/cum­ laude, yaitu: Syafiq Kulatif (3,62), So­ pan Fitriani (3,57), Oktaria Kusumawa­

ti (3,56), Intan Permatasari (3,52), Yunita Indri Astuti (3,52),Yanuar Secsian Dwi Rahmanto (3,52), Shinta Zaputri (3,51). Tampak hadiri seluruh jajaran pejabat FIK UNY, antara lainDekan, Wakil De­ kan, Ketua Jurusan, Sekretaris Jurusan, serta Kabag. TU dan Semua Kasubbag FT UNY. ratnae


berita pertanyaan wajib juri. Penjurian dilaku­ kan pada tanggal 27 April 2012 oleh be­ berapa juri dari berbagai negara. Peserta terbagi atas beberapa bidan­ gyaituClassed A: Agriculture & Enviro­ mental and Renewable Energy, Classed B: Automotive, Transportation & Indus­ trial Design, Classed C: Biotechnology, Health & Chemicals, Classed D: Build­ ing, Construction & Materials, Classed E: I.C.T, Multimedia & Telecommunica­ tions, Electricity & Electronic, Classed F: Manufacturing Process & Machines and Equipment, Classed G: Social Sci­ ence.“Tim UNY masuk dalam kelas E ya­itu I.C.T, Multimedia & Telecommu­

nications, Electricity & Electronic di­ karenakan invensi merupakan media pem­belajaran. Masuk dalam kelas ini merupakan tantangan yang sangat be­rat karena rivalnya adalah alat-alat cang­gih yang berbasis pada teknologi

te­le­ko­munikasi dan rekaiyasa elektro­ nika. Akan tetapi kami tetap optimis pa­ da invensi kami karena alat ini memi­ liki kebermanfaatan bagi suatu masalah yang jarang diperhatikan,” imbuhnya. witono

Kompetisi

Malam Puncak Haul Chairil Anwar

Satu hal yang tak terlupa dari Chairil­ Anwar, adalah sajak-sajaknya. Ia me­ man­g mati muda dan tak sempat me­ nge­cap hidup lebih lama, namun sajak­ nya tetap mengabadi hingga saat ini. Latar belakang inilah yang mendorong KMSI (Keluarga Mahasiswa Sastra Indo­ nesia) untuk menyelanggarakan Malam Puncak Haul Chairil Anwar bertema “Seribu Tahun Lagi Untuk Sajak Chair­ il Anwar”. Acara Haul diawali dengan diadakan­ nya lomba cipta puisi bagi mahasiswa dan lomba baca puisi bagi Siswa SMA tingkat DIY. Malam puncak diselengga­ rakan pada Sabtu, 28 April 2012 di La­ bo­ratorium Karawitan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta

foto-foto: dokumen humas FBS

(FBS UNY). “Sejatinya, mahasiswa sas­ tra perlu mengubah paradigmanya agar tidak melulu berkutat dengan hal ber­ bau tekstual. Sastra itu luas, ruang-ru­ angnya tidak sebatas teoritis, banyak yang bisa dikaji. Coba sekali-kali tengok

basis kepengarangan dan masyarakat. Jangan hanya mereduksi yang sudah ada dan akhirnya menjadi proses dupli­ kasi,” tutur Dr. Aprinus Salam, dosen FIB UGM (Fakultas Ilmu Budaya Uni­ versitas Gadjah Mada) dalam ceramah kebu­dayaannya. Selain itu, malam puncak tersebut ju­ga diisi dengan pembacaan dan musi­ kalisasi puisi oleh para Bintang Tamu, antara lain Kedung Dharma Romansa, Asarkem, Sasmita, dan Urban Musik Kustik. Acara dilanjutkan dengan pen­ gumuman para juara lomba. Tampil se­ bagai juara 1,2, dan 3 Lomba Cipta Puisi tingkat DIY adalah Armada Nurlian­ syah, I Dewa Ayu Diah Cempaka, dan Arizal Maulana, sedangkan untuk Lom­ ba Baca Puisi dimenangkan oleh Erna Yu­liana Lestari (SMAN 1 Sentolo), Sep­ tin Lovenia Indranti (SMAN 2 Ngaglik), dan Desi Indriyanti (SMAN 1 Sentolo). Ditanya mengenai sajak dan penda­ pat pemuda masa kini, Sirot dan Juwar­ iyah Wonga (mahasiswa Sastra Indone­ sia) mengatakan bahwa sajak Chairil An­war menunjukkan jika ia begitu aba­ di, sehingga bagi para pemuda taraf sa­ jaknya bukan merupakan masa lampau tetapi masa depan. fitriananda

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

39


berita SEMINAR NASIONAL IKA UNY

Implementasi Pendidikan Karakter Karakter atau watak pada hakekatnya merupakan ciri khas kepribadian yang berkaitan dengan timbangan moralitas normatif yang berlaku. Kualitas kepri­ badian seseorang bersifat relatif tetap dan akan tercermin dalam penampil­ an kepribadiannya ditinjau dari sudut tim­bangan nilai moral normatif­. Model­ pembangunan karakter tersebut­di­ rang­kum dalam “Model Lima­E” yaitu example atau teladan, experience atau peng­alaman, education atau pendidik­ an­, environment atau lingkungan, dan evaluation yang merupakan bentuk­ mem­berikan keputusan terhadap suatu­ keadaan berdasarkan pertimbangan ter­ tentu. Demikian dikatakan Prof. Dr. Mo­ hammad Surya Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia Bandung dalam seminar nasional dan temu alumni di Ruang Sidang Utama Rektorat UNY Sab­ tu 5 Mei 2012. Seminar dibuka oleh Rektor UNY Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., MA dan bertema Implementasi Pendidikan Karakter dalam Membangun Bangsa tersebut diselenggarakan oleh Ikatan Alumni UNY dalam rangka Dies Natalis­ UNY ke-48. Lebih lanjut Prof. Dr. Mo­ hammad Surya menjelaskan bahwa ada sepuluh faktor dinamis sebagai penentu bagi terwujudnya mutu sekolah efektif yang pada gilirannya akan membangun

40

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

foto-foto: dokumen humas UNY

karakter peserta didik dan lulusannya. “Sepuluh faktor tersebut adalah kepem­ impinan, guru dan staf, proses belajar mengajar, pengembangan staf, kuriku­ lum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi serta keter­ libatan orang tua dan masyarakat” ka­ ta Surya. Pembicara lain dalam seminar terse­ but adalah Prof. Suyanto, Ph.D., Dirjen Pendidikan Dasar Kemdikbud RI (Key­ note Speaker), Prof. Dr. Noor Rochman Hadjam, SU Guru Besar Psikologi UGM, Sri Surya Widati Bupati Bantul dan KH Jazir Asp toko­h masyarakat pemerhati pendidikan. Prof. Suyanto, Ph.D. menga­ takan bahwa pendidikan karakter harus terus diajarkan kepada anak didik se­

cara berkesinambungan dari tingkat PAUD sampai perguruan tinggi dengan tidak mengabaikan keterlibatan keluar­ ga, masyarakat dan lingkungan dalam menyukseskan pendidikan watak ini. Sedangkan Prof. Dr. Noor Rochman Hadjam, SU menjelaskan bahwa men­ didik karakter tidak hanya mengenal­ kan nilai-nilai secara kognitif tetapi ju­ ga melalui pengha­yat­an secara afektif dan mengamalkan nilai-nilai tersebut secara nyata dalam kehidupan seharihari. “Kegiatan siswa seperti pramuka, upacara bendera, pa­lang merah remaja, teater, praktek kerja lapangan, menjadi relawan bencana alam, atau pertandin­ gan olahraga dan seni adalah cara-cara


berita efektif menanamkan nilai-nilai karakter yang baik pada siswa” kata Noor Roch­ man. Sedangkan Bupati Bantul Sri Surya Widati mengemukakan bahwa pendid­ ikan berbasi­s ka­rakter adalah penana­ man nilai-nilai efektif sebagai pene­ kanan yang harus dicapai pada semua mata pelajaran di­mana pendidikan ber­ basis karakte­r bu­kan merupakan mata pelajaran ter­sendiri melainkan damp­

ak pengiring yang diharapkan tercapai. “Strategi pen­didikan di kabupaten Ban­ tul adala­h peningkatan pemerataan dan perluas­ an kesempatan memperoleh pendidikan dasar 12 tahun yang bermu­ tu dan terjangkau,” kata Sri Surya Wida­ ti “Diantaranya program sekolah inklusi yaitu kewajiban sekolah untuk meneri­ ma atau menampung siswa yang men­ galami keterbelakangan fisik/cacat/

berkebutuhan khusus, beasiswa/ban­ taun pen­didikan bagi siswa berpresta­ si dari ke­lu­ar­ga miskin lewat Dinas So­ sial, peningkatan kualitas pendidikan dan tenaga pendidik melalui bantuan pendidikan S1 dan beasiswa pendidikan S2 di UNY bagi guru, pengembangan pendi­dikan non-formal dan peningka­ tan kerjasama.” dedy HERDITO

Studium General

PLB UNY MEngundang Pakar dari India

foto-foto: dokumen humas FIP

Senin (30/4) Pakar Anak Berkebutuhan Khusus khususnya pada bidang Tuna­ grahita dari India, Jayanthi Narayan­, Ph.D. (Consultant Special Education, NIMH India) memberikan kuliah umum ke FIP UNY, disponsori oleh USAID dan Hellen Keller Indonesia. Acara dihadiri­ oleh Dekan FIP UNY, Dr. Haryanto, M.Pd, Kajur PLB, Dr. Mumpuniarti, para dosen PLB dan mahasiswa PLB UNY dari ber­ bagai angkatan. Acara dibuka oleh Rektor UNY, Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd, M.A. yang mengemukakan bahwa jurusan PLB di UNY sudah sedemikian maju dalam be­ berapa dekade ini. Beliau juga meng­ ungkapkan bahwa jurusan PLB meru­ pakan salah satu jurusan favorit setelah PGSD dan PG PAUD. Dalam sambutan­ ya, diharapkan mahasiswa mampu me­ miliki keterampilan untuk melakukan asesmen bagi anak berkebutuhan khu­ sus sehingga dapat meminimalkan stig­

ma negatif tentang anak berkebutuhan khusus. Ditambahkan pula, agar jurus­ an Pendidikan Luar Biasa giat melaku­ kan acara yang bekerja sama dengan pi­hak luar negeri untuk berbagi ilmu dalam tiap semester. Kemudian acara­ dilanjutkan dengan sambutan dari wa­ kil Hellen Keller Indonesia, Tohas Dam­ anik, M.Ed. Kegiatan diikuti oleh 225 mahasiswa Pendidikan Luar Biasa dengan narasum­ ber Jayanthi Narayan, Ph.D. (Consultant

Special Education, NIMH India) dan se­ bagai pendamping adalah Pujaning­ sih, M.Pd. serta Drs. Heri Purwanto, dosen Pendidikan Luar Biasa. Jayanthi Nara­yan, Ph.D. menyampaikan sejarah singkat mengenai perkembangan pen­ didikan luar biasa di India dan bentuk layanan yang ada. Beberapa kompe­ tensi yang wajib dimiliki oleh maha­ siswa PLB. Animo mahasiswa di India tiap tahun mencapai 2000 pendaftar, namun hanya diterima 25 mahasiswa untuk menjaga kualitas. Setelah maha­ siswa menyelesaikan studi di jurusan Pendidik­an Luar Biasa, maka dilanjut­ kan untuk mendapatkan sertifikat pro­ fessional selama satu tahun di RCH In­ dia. Berbagai layanan pendukung yang dibentuk oleh masyarakat­meliputi­Clin­ ic Remedial Teaching dan Parent Support Group. Acara studium general men­ da­patkan respon positif dari seluruh peserta dan dapat menambah wawasan mengenai layanan anak berkebutuhan khusus. ant/dew/skn

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

41


berita Kunjungan

“Saya Tunggu Kiprah FT UNY di Jerman” “Fakultas Teknik UNY memiliki potensi besar untuk berkiprah di kancah inter­ nasional terutama dalam mengedepan­ kan pendidikan vokasi, oleh karenanya saya akan senantiasa menunggu keha­ diran dan kiprah kampus ini di Jerman dalam waktu dekat ini,” ungkap Dr. Ing. Yul Nazarudin, Atase Pendidikan KBRI German. Kunjungan Atase Pendidikan dari Berlin ini dalam rangka meninjau dan melakukan koordinasi persiapan pera­yaan 60 tahun kerjasama bilater­ al Indonesia-Jerman dimana UNY ditun­ juk menjadi tuan rumah sekaligus pe­ nyelenggara dengan mengambil tema pendidikan vokasi sebagai isu utama. Dalam kunjungan ini, Dr. Yul Naza­ rudin meninjau seluruh workshop dan laboratory yang dimiliki FT UNY dianta­ ranya, workshop kayu, boga, fabrikasi­, mesin, instalasi listrik, mekatroni­ ka, busana dan seterusnya. Disela– sela­tinjauan, Atase yang punya tugas pokok membantu Kepala Perwakilan untuk me­ ningkatkan hubungan dan kerjasama pendidikan dan riset antar­a Indone­sia dan Jerman ini mengung­ kapkan bahwa fasilitas FT UNY sudah cukup menunjang pendidikan vokasi. Ia pun menawarkan untuk mendatang­ kan nara­sumber pendidikan vo­kasi dari Jerman yang akan menjelaskan tentang attitude dan procedure kerja di workshop dan laboratorium. “Saya mem­buka pe­ luang seluas – luasnya bagi sivitas aka­ demika di fakultas ini yang ingin me­

foto-foto: dokumen humas FT

nimba ilmu di Jerman, silahkan siapkan proposal, kami dari KBRI Berlin siap membantu,” tambahnya. Saat mendampingi kunjungan Atase Pendidikan, Dekan FT UNY, Dr. Bruri Tri­ yono mengungkapkan bahwa dengan kunjungan ini serta penunjukan UNY sebagai penyelenggara perayaan 60 ta­ hun hubungan bilateral Indonesia-Jer­ man telah memperkuat akses kerja sa­ ma dengan dunia internasional untuk

peningkatan mutu akademik, salah sa­ tunya mahasiswa dapat melakuka­n stu­ di banding di Perguruan Tinggi ataupun Industri di Jerman melalui program Di­ nas Pertukaran Akademis Jerman (DA­ AD). “Tawaran dari Atase Pendidikan ba­ rusan merupakan suatu tantangan serta momen yang baik buat kami untuk sen­ antiasa meningkatkan kualitas sumber daya manusia fakultas,” tutup­nya. hAryo

Dies Natalis UNY

Edu & Bookfest 2012

42

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

foto-foto: dokumen humas ft

foto-foto: dokumen humas UNY

Dalam rangka Dies Natalis ke-48 Uni­ versitas Negeri Yogyakarta menyeleng­ garakan festival buku dan pendidikan Edu & Bookfest 2012 di GOR UNY. Kegi­ atan ini akan berlangsung selama satu ming­gu mulai 8 hingga 14 Mei 2012. Menurut panitia Edu & Bookfest 2012


berita

dedy herdito

Kilas Dari Diskusi Menuju Juara

dokumen himas Fis

Rahmat Nurcahyo, MA festival ini me­ nampilkan 65 stan dimana 9 stan dari unit kerja di UNY seperti LPPM dan ma­ sing-masing fakultas. “Kami juga mem­ persiapkan sejumlah acara pendukung seperti talkshow, bedah buku, senam mas­sal dan try out SNMPTN” kata Rah­ mat. Edu & Bookfest 2012 dibuka oleh Rek­tor UNY Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., MA didampingi Wakil Rektor II UNY Dr. Moch. Alip dan Direktur Pas­ casarjana UNY Prof. Sunarto, Ph.D. Da­ lam sambutannya Rektor mengatakan bahwa kegiatan ini seiring dengan ko­ mitmen UNY yang seperti menara air yang mampu melihat secara menyelu­ ruh apa yang terjadi di bawah dan bu­ kan menara gading yang bermakna ko­munitas yang eksklusif. “Mengapa­ fes­ tival buku ini diselenggarakan di GOR UNY, karena GOR merupakan tem­ pat riset, education dan sekaligus meru­ pakan fungsi sosial untuk masyarakat” kata Rochmat Wahab “Karya-karya ma­ ha­sis­wa silakan ditampilkan sehing­ga mahasiswa juga dapat belajar dan ber­ karya seperti mereka yang ada disini”. Edu & Bookfest 2012 juga menampilkan acara pendukung seperti magic show, lomba gambar dan mewarnai serta de­ mo masak.

Berawal dari rule yang dikeluarkan Asean Broadcast Union Robot Contest (ABU Robo­ con) dalam kompetisi robot yang diseleng­ garakan di Bangkok Thailand pada 28 Agus­ tus 2011, tim Maestro-Evo yang terdiri dari delapan orang mahasiswa jurusan Pendi­ dik­an Teknik Elektro FT UNY merancang tiga­jenis robot untuk dilombakan dalam Kontes Robot Indonesia (KRI) Regional 3 tahun 2012 yang diselenggarakan oleh Dikti di GOR Jatidiri Semarang pada 26-28 April 2012 dengan Universitas Dian Nuswantoro Semarang sebagai tuan rumah. Delapan mahasiswa tersebut adalah Dikka Pragola, Dian Setyo Haryono, Doni Ermawan, Hery Wiratno, Tohar Syaiful Huda, Arvin Heri Wicaksono, En­ dro Tri Nugroho dan Wachid Fery Raharjo yang merancang jenis robot manu­ al, otomatis dan collector. Menurut Doni Ermawan robot manual merupakan robot yang dikendarai dengan menggunakan joystick. Menurutnya, robot oto­ matis diberi sensor garis dan rotari untuk mendeteksi jalan yang akan dilewa­ ti robot dalam KRI, sedangkan sensor garis berfungsi untuk mendeteksi garis putih sebagai lintasan yang ada pada arena lomba, sementara sensor rotari mendeteksi putaran roda sehingga robot akan berhenti atau berbelok setelah mendeteksi putaran tertentu”. Doni juga menjelaskan bahwa mereka mulai mendiskusikan, meriset dan mendesain robot yang dilombakan dalam KRI ber­ dasarkan rule dari Asean Broadcast Union Robot Contest (ABU Robocon). witono

Persiapan PLPG 2012 Pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) merupakan salah satu proses inti yang harus dilalui oleh guru dalam upaya mendapatkan status “guru berser­ tifikasi “. Sebuah predikat yang sering dikaitkan dengan peningkatan standar profesionalisme sekaligus nilai “penghargaan” guru yang berhasil lolos proses seleksi Sertifikasi Guru. Program inii sudah berlangsung beberapa tahun di In­ donesia. UNY sebagai salah satu universitas di bawah Kemdikbud, tahun 2012 ini diminta untuk menyelenggarakan PLPG bagi guru berdomisili DIY, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan, Bali dan beberapa daerah lain. Kali ini UNY bekerjasama dengan universitas UPY dan UAD sebagai perguruan tinggi mitra. PLPG tahun ini diperkirakan akan mulai dilaksanakan mulai pertengahan bu­ lan Mei. Jumlah calon peserta sekitar 6 ribu guru yang tersebar di tiap daerah. Peserta didominasi oleh guru Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Pendidi­ kan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (PENJASKES). Pada pertemuan Koordinasi Persiapan PLPG di LPPMP UNY Senin (23/4), Dr. Edi Purwanta, M.Pd., Ketua Pusat Profesi Pendidik dan Tenaga Kependidikan serta Profesi Non-kependidikan(P3TKN) menyampaikan adanya beberapa pe­ rubahan pada PLPG tahun ini. Beberapa perubahan terlihat pada jumlah jam pelajaran pendalaman materi yang sebelumnya sebanyak 10 jam pelajaran, kali ini menjadi 25 jam pelajaran sehingga peserta PLPG harus bermalam di as­rama selama mengikuti pelatihan ini, kemudian diterapkannya sistem ser­ tifikasi berbasis prodi atau program pendidikan. “Perubahan ini merupakan tantangan bagi semua pihak baik guru sebagai peserta maupun UNY dan per­ guruan tinggi mitra sebagai panitia,” ungkapnya. bin

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

43


opini Kerja Rumah Pendidikan o l e h E ko T ri ono

P

endidikan Selalu bergerak dalam dina­ mika sosial dan politis, baik ditentu­ kan maupun menentukan. Oleh karena itu, refleksi atasnya juga menjadi se­ lalu penting. Dan pada kesempatan yang baik ini, mari kita tilik lagi kerja rumah pendidikan Indonesia: soal implementatif, apresiasi kecer­ dasaan majemuk-kultural, dan kesadaran atas represi. Implementatif Paradoks pendidikan yang masih menimpa, di beberapa sektor, adalah adanya ambivalensi antara yang normatif dan empiris. Kurikulum yang dihadirkan ke sekolah masih berupa salin­ an pemahaman sentral-ortodoks dari mereka yang menganggap paling ahli tentang keper­ luan siswa dan belum integral terhadap kondi­ si sosio-kultural, juga geo-ekonomi, di mana se­ kolah tersebut hadir sebagai jawaban kepada masyarakat terhadap tantangan di masa kini dan masa depan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah usaha apresiatif atas kondisi demikian. Namun, guru dan meterinya masih cemas dan membingungkan. Dalam kalimat Agus Nuryan­

Kurikulum yang dihadirkan ke sekolah masih berupa salinan pemahaman sentral-ortodoks dari mereka yang menganggap paling ahli tentang keperluan siswa dan belum integral terhadap kondisi sosio-kultural, juga geo-ekonomi, di mana sekolah tersebut hadir sebagai jawaban kepada masyarakat terhadap tantangan di masa kini dan masa depan. 44

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

to (2008), “teks” yang dipelajari siswa jauh dari “konteks” di mana mereka hidup. Guru belum seperti apa yang diinginkan oleh Paulo Freire (1971), belum memiliki keya­ kin­an tinggi atas peserta didik. Ia sebagian be­ sar tampil sebagai diktator ilmu pengetahuan pembawa sesuatu yang asing dan absurd ser­ ta kebanyakan datang dari kebudayaan yang berbeda, terlebih pada sekolah di daerah jauh, sebagaimana “teks” datang sebagai alien. Aki­ batnya, siswa dan ilmu pengetahuan tidak sa­ ling membantu dan memiliki. Ia ganjil, tak te­ ra­p, tak bertumpu, dan tak menjawab. Daerah maritim misalnya, memerlukan il­m­u pengetahuan tentang pengembangan atas sum­ ber daya yang mereka miliki, begitu ju­ga den­ gan daerah agraris atau daerah lain. Na­mun, yang demikian hanya sebatas muata­n lokal, atau di perguruan tinggi. Padahal, pergurua­n ting­gi baru bisa dijangkau oleh penguasa kelas ekonomi. Efeknya adalah marginalisasi kelom­ pok lemah. Dan sekolah yang ada, yang be­ berapa telah bebas bea, belum diperbanyak dan dikembangkan keberadaannya. Pengembangan-pengembangan masih dom­ inan di kota atau sentrum sosial-politik yang dekat dengan perguruan tinggi, tempat di ma­ na guru-guru dibentuk dengan pola dan kebu­ dayaan mereka sebelum diedarkan. Di sini­ ke­mu­di­an perlunya diversifikasi perguran ting­gi yang menyediakan guru yang memaha­ mi kondisi sosio-kultural juga geo-ekonomi masyarakat sekolah tertuju. Jadi, tidak sentra­ lis dan tidak pula gugup dengan program men­ gajar singkat-cepat-saji ke daerah jauh. Kecerdasan Majemuk-Kultural Yang menarik adalah kalimat Mohamad So­ bary (2004) yang enggan menyebut sekolah se­ bagai lembaga pendidikan, terkait sikap vandal sekolah kepada anak yang nakal. Anak nakal, termasuk kurang pandai dan anak difabel, tidak diakomodir oleh sekolah. Ini membenarkan hipotesis Paulo Freire di atas. Atau, dalam pengertian lanjut Mohamad Sobary, guru tidak memiliki pembacaan atas masa depan. Siswa dilihat sebagai sesuatu yang kini terlagi pasif. Padahal, ada ungkapan me­ narik dalam film Taare Zameen Par (2007) yakni


opini

grandmall10.wordpress.com

bahwa setiap anak, juga siswa, adalah istime­ wa. Mereka tumbuh di dunia dengan membawa ketertarikan masing-masing. Apa jadinya jika dunia hanya dihuni oleh matematikawan dan linguis? Tanpa seniman, tanpa rohaniawan, tanpa altet, dan tanpa jenis kreator yang lain? Apa jadinya Indonesia apa­ bila siswanya terjebak dalam paradgima pemu­ jaan eksakta, dengan memaksakan diri serta mengabaikan ketertarikan yang sesungguh­nya, akibat adanya konsep positivisme berlebihan dalam pola evaluasi nasional? Lihat saja, sumber dayanya akan tumbuh tidak kompeten dan tidak potensial, sebab tidak diajarkan mengembangkan diri dan berdialek­ tika seluas-luasnya. Tidak diajarkan, sejak dini, untuk fokus pada kemampuan dan ketertarikan diri; bukan “rakus”, apalagi terpaksa memam­ pu-mampukan. Inilah picu frustasi psikologis itu, yang efeknya membentuk individu-rentan terhadap kekerasan sosial. Kesadaran Represi Kesadaran represi adalah kesadaran daya te­ kan. Penyelenggara negara harus menyadari kemampuan daya tekannya terhadap institu­

si-institusi pendidikan, termasuk terhadap di­ rinya sendiri. Terhadap institusi pendidikan, ia merepresi di luar lingkaran. Luar lingkaran di­ maksud adalah tidak menghegemoni materi pendidikan, namun lebih pada penambahan varian institusi, agar tersedia banyak pilihan, menyelenggarakan infrastruktur terbaik, serta melakukan diversifikasi perguruan tinggi. Ter­ hadap dirinya sendiri, ia harus amanat pada UUD 1945 dari berbagai sisi. Tanggapan baliknya, elemen-elemen pendi­ dik­an harus sadar akan represi-represi, sebab setiap program pasti berdasarkan tujuan ter­ baik untuk pendidikan, termasuk siswa. Otokriktik sama pentingnya dengan kerja keras: ini masih langka. Padahal, kerja keras di bawah tekanan kebijakan-kebijakan pendidikan terbaiklah yang membuat Jepang merestorasi diri jadi unggul. Di era ketika peraturan pasar menjadi kebijakan nasional dan global seperti ini, kerja cerdas, cekatan, dan di bawah tekan­an jadi penting, terlebih dalam pendidikan.

Eko Triono mahasiswa Pend.Bahasa dan Sastra Indonesia FBS UNY

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

45


opini Mengembangkan Perilaku Prososial Siswa Melalui Pendidikan Jasmani o l e h D i myati

D

ewasa ini perilaku kekerasan yang dilakukan siswa semakin marak dan masif yang membuat prihatin masyarakat luas, terutama orang tua, pendidik dan pemerhati pendidikan. Komi­ si Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melapor­ kan, jika dilihat dari pemberitaan media massa ada peningkatan modus kekerasan di kalangan siswa seperti penusukan dan tawuran dengan berbagai senjata tajam (Tempo, 13/12/2011). Kekerasan siswa paling fenomenal terja­ di pada pertengahan Februari 2012. Berbagai kalangan dikejutkan perbuatan sadis yang di­ lakukan bocah SD berusia 13 tahun, hanya ga­ ra-gara telpon seluler, dia tega menusuk ber­ tubi-tubi teman sekelasnya dengan luka tusuk di delapan titik, polisi pun terperanjat dengan perbuatan sadis tersebut (Kompas, 17/2/2012). Keterkejutan banyak pihak sangat beralasan. Bayangkan seorang anak kecil yang belum men­ capai masa remaja akhir sudah mampu melaku­ kan perbuatan keji terhadap temannya sendiri! Kekerasan dan perbuatan sadis siswa terse­ but memberi pelajaran berarti bagi semua orang tua agar tidak melupakan perhatian kepada buah hati mereka yang sangat diper­ lukan oleh remaja seusia itu. Di sisi lain ada tanggung jawab bagi lembaga pendidikan formal di sekolah untuk mengembangkan as­ pek afektif siswa. Menurut Hendirato seorang psikolog, tindak kekerasan di kalangan siswa

Satu yang pasti kasus ini adalah potret gagalnya sebuah lingkungan mengajari anak (lingkungan tempat tinggal anak/keluarga maupun lingkungan pendidikan di sekolah). 46

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

terjadi akibat kurikulum pendidikan yang ter­ lalu mementingkan aspek kognitif. Siswa ada­ lah kalangan muda yang memiliki energi besar, seharusnya energi itu diapresiasi sekolah se­ cara proporsional, misalnya melalui penyaluran bakat siswa di bidang olahraga, namun kuri­ kulum tidak mampu mengapresiasinya (Kom­ pas, 22/11/2011). Bisa jadi berbagai tindak kekerasan yang di­ lakukan siswa disebabkan terabaikannya pen­ didikan afektif yang dilaksanakan di sekolah. Tantangan bagi para guru (Penjas) untuk me­ miliki komitmen kuat dalam mengimplementa­ sikan pendidikan karakter, khususnya perilaku prososial kepada siswa. Perilaku Prososial dan Pengembangannya Melalui Penjas Perilaku prososial diartikan sebagai tindakan suka rela untuk membantu yang bermanfaat bagi orang lain. Hasil perilaku prososial dapat meningkatkan hubungan positif dengan orang lain, dengan istilah umum yang sering dipakai adalah simpati dan empati seperti yang dinya­ takan Liukkonen, dkk. (2007). Perilaku kerjasa­ ma dan interaksi sosial anak akan meningkat dengan semakin bertambahnya usia. Berbagai kajian telah menunjukkan, siswa yang dikem­ bangkan nilai-nilai kerjasamanya lebih memi­ liki sikap suka menolong daripada siswa yang dikembangkan penuh persaingan. Hubungan interpersonal yang konkrit me­ lalui Penjas merupakan hal penting sebagai prakondisi untuk belajar keterampilan sosial seperti memberi dorongan psikologis, peduli terhadap orang lain, menerima pertimbangan orang lain, berbagi dan menerima bantuan dalam wujud fisik. Melalui interaksi dengan sesama siswa dan guru, siswa akan belajar memahami dan menginternalisasi keterampi­ lan-keterampilan sosial yang dibutuhkan untuk bekerja sama dengan orang lain. Interaksi gu­ ru dan siswa memainkan peran penting dalam pembentukan sikap, motivasi, kenyamanan,


opini dan keberhasilan siswa dalam Penjas seperti disampaikan Koka & Hein (2006). Guru Penjas, menurut Laker (2000), harus memberikan per­ hatian kepada aspek sosial dan psikologis siswa dan mampu merasakan perasaan mereka. Par­ tisipasi aktivitas fisik dan bermain dapat meng­ hasilkan perasaan yang mendalam, dan pen­ gakuan serta penghargaan atas emosi siswa, kesemua ini dapat menambah kenikma­ tan dan pemahaman tentang keterlibatan siswa dalam aktivitas fisik. Prinsip Umum Mengembangkan Perilaku Prososial Melalui Penjas Keberhasilan Penjas dapat meningkatkan perilaku sosial sangat bergantung pada cara pengaturan sosial dan jenis metode mengajar yang dipakai. Kunci utama dalam mengajar­ kan nilai perilaku sosial adalah learning by do­ ing. Learning by doing dalam konteks ini diar­ tikan siswa bekerja dan berinteraksi sesama teman. Guru yang dominan menggunakan me­ tode komando akan menjadikan siswa terke­ kang dan terbatas kesempatannya untuk bek­ erjasama dengan orang lain. Di sisi lain, guru yang menekankan persaingan dalam menga­ jar beresiko menghasilkan siswa yang agresif. Berbagai penelitian sebagaimana dinyata­ kan Kohn (1986) menunjukkan individu yang dibentuk dalam suasana penuh persaingan menunjukkan penurunan tingkat empati. Den­ gan kata lain, Penjas dapat dijadikan sarana untuk mengembangkan perilaku prososial bi­ la proses pembelajarannya menekankan lati­ han bersama dan bekerjasama bukan dengan cara komando. Peran Perguruan Tinggi untuk Mengembangkan Perilaku Prososial Siswa Banyak metode dapat diaplikasikan dalam Penjas untuk mgembangkan perilaku proso­ sial siswa, di antaranya: (1) Reciprocal Teaching Style (Mosston & Aswort, 2002); (2) Cooperative Learning (Dyson, 2001); (3) Teaching Responsibil­ ity Through Physical Activity (Hellison, 2003); (4) Positive Behavior Management in Physical Activi­ ty Settings (Lavay, French dan Hendrson, 2006), dan lain-lain. Guna meningkatkan kompeten­ si dalam mengembangkan perilaku prososial siswa metode tersebut perlu dipahami guru. Melalui metode itu dapat mengembangkan ran­ ah afektif siswa. Dyson dan Rubin (2003), me­ negaskan, “Cooperative learning improve mo­

tor skills, develop social skills, work together as a team, help others improve skills, take responsibili­ ty for their own learning, learn to give and receive feedback, and develop responsibility “. Berbagai metode itu dapat dielaborasi dan dijadikan mata kuliah tersendiri dalam kuriku­ lum, misalnya dengan nama mata kuliah Pemb­ elajaran Afektif Penjas. Ada tanggung jawab bagi perguruan tinggi (PT) eks-IKIP yang mem­ buka Progam Studi Penjas untuk meningkatkan kompetensi pedagogis calon guru Penjas dalam pengajaran efektif (perilaku prososial) melalui program preservice education. Sayang, hingga kini baru segelintir PT eksIKIP yang peduli dan serius menggarap pembel­ ajaran afektif melalui Penjas, sebagian besar PT eks-IKIP masih berkutat pada wacana dan ber­ bagai jargon, jauh dari implementasi. Padahal pembelajaran afektif melalui Penjas selain sela­ jan dengan program Kemendikbud yang sedang menggalakkan pendidikan karakter, juga seba­ gai sarana edukatif guna mereduksi perilaku kekerasan di kalangan siswa. Semoga.

Dimyati dosen Jurusan Pendidikan Olahraga FIK UNY

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

47


resensi media Hal-Ihwal Gaya Belajar o leh Sudaryanto Setiap orang memiliki dimensi keunik­ an yang berbeda-beda, termasuk dalam gaya belajar (learning style). Ada anak yang sulit disuruh belajar oleh orang­ tuanya, namun prestasi akademikny­a sungguh luar biasa. Sebaliknya, ada anak yang rajin sekali belajar, tapi pres­ tasi akademiknya biasa-biasa saja. Dari fenomena itu, kiranya sebagai guru/or­ angtua, kita perlu mencari tahu hal-ih­ wal gaya belajar setiap anak. Buku ini merupakan jawaban yang tepat. Ditulis dengan bahasa populer dan komunikatif, buku Gaya Belajar ini mam­­pu memberikan informasi yang pen­ting hal-ihwal gaya belajar tiap-tiap anak. Sebagai guru/orangtua, kita dapa­t mengetahui perihal latar belakang, pe­ ngertian, dan berbagai model gaya be­ lajar. Paling tidak, ada tujuh model ga­ ya belajar yang dikemukakan oleh pa­­ra ahli, seperti Myers-Briggs (hal. 49), Hol­ lan­d (hal. 68), Witkin-Oltman-Ras­­ki­nKarp (hal. 86), dan Dunn-Dunn (hal. 115). Dengan mencermati setiap model gaya belajar itu, harapannya kita dapa­t mengetahui apa model gaya belaja­ r Tentang Menulis, Mengapa Menulis, dan Menulislah! Penulis: Solichin M. Awi • Penerbit: New Digossia, 2011 • Tebal: 118 + x halaman

anak/siswa kita. Di bidang psikologi pen­didikan, masalah gaya belajar men­ jadi topik penelitian yang banyak dilirik oleh para psikolog atau peneliti psikolo­ gi. Menurut penulis buku ini, selama dua dekade terakhir ini berbagai peneli­ ti­an dan praktik psikologi dicurahkan pada masalah gaya belajar (hal. v). Buku ini ditulis dengan bahasa yang jernih dan mudah dipahami, khusus­nya bagi para peminat kajian psikologi pen­ didikan. Penulis membagi ke dalam 12 bab. Bab 1 sampai Bab 3 membahas ten­ tang latar belakang gaya belajar, diiku­ ti Bab 4 sampai Bab 10 yang membahas tentang berbagai model gaya belajar 48

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

dari Myers-Briggs, Holland­ , Wit­ kin, dkk, Kolb, hingga Dunn-Dunn. Se­dang­ ka­­n Bab 11 dibahas mengenai im­plikasi gaya belajar terhadap proses belajar. Berikutnya, Bab 12 sebagai penutu­p buku membahas tentang gaya belajar. Secara umum, buku Gaya Belajar­ini bisa dikatakan cukup membantu par­a guru (dosen) untuk mengenal dan men­dalami teori mengenai keunikan­in­ dividu, terutama dalam belajar dan ten­ tang gaya belajar secara lebih spesi­fik. Dengan begitu, kelak para guru (dosen­) dapat memperluas cakrawala pemi­kir­ annya terhadap perkembangan belajar anak didiknya (mahasiswanya).

Kalau boleh disebut sebagai ke­ku­ rangan dari buku ini, hal itu terleta­k pa­ da tidak adanya teori gaya belajar yang berasal dari Indonesia. Padahal, kita me­ miliki tokoh pendidikan yang tak kalah pandai dalam menghasilkan teori-teori pendidikan, seperti Ki Hadjar Dewanta­ ra (pendiri Tamansiswa). Alangkah baik­ nya jika dalam edisi berikutnya, teori ala tokoh pendidikan lokal dapat diper­ timbangkan sebagai penyeimbang te­ ori-teori tokoh dari Barat.

sudaryanto mahasiswa S2 Linguistik Terapan UNY


bina rohani Shalat Sebagai Solusi Permasalahan Manusia o l e h Ibnu S antoso Awal dari keberadaan manusia ialah ketika Allah berfirman kepada para ma­laikat, “Sesungguhnya Aku (Allah) hen­dak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (Al-Qur’an, 2:30). Kata “khalifah” menurut Hamka, ketika men­ jelaskan kata tersebut dalam tafsir AlAzhar, bermakna “pengganti”. Hamka menjelaskan bahwa gelar “kha­lifah” diberikan kepada Abu Bakar Sidik sebagai pengganti Nabi Muham­ mad saw. Artinya, Abu Bakar menggan­ tikan sebagian fungsi nabi di tengah ka­um muslimin. Abu Bakar jelas tidak akan menggantikan kenabian dan kera­ sulan Muhammad saw. sebab kenabia­n dan kerasulan sudah berakhir. Dengan analogi di atas, Hamka men­ jelaskan bahwa yang dimaksud “khali­ fah” dalam Al-Qur’an, 2:30 adalah peng­ ganti sebagian dari fungsi Allah dalam mengelola alam semesta sehingga alam menjadi lebih baik. Manusia dengan tu­ gas sebagai “khalifah”, jelas bukanla­h perkara yang muda­ h. Itulah sebab­ nya dipertanyakan oleh para ma­laikat, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (kha­lifah) di bumi­itu orang yang akan membuat kerusaka­n padanya dan me­ numpahkan darah, padahal kami se­nantiasa bertasbih dengan me­ muji Engkau dan mensucikan Eng­kau?” Allah menjawab­, “Se­­­­ su­ngguh­­nya Aku me­nge­tahui apa yang ti­dak kamu ketahui.” Pengetahuan Allah yang menyebabkan te­tap memi­ l­ ih manusia dijelaskan dalam ayat berikutnya, yaitu Al-Qur’an­ , 2:31, Dia meng­­ajarkan kepa­ d­a A­dam nama-nama­ (ben­da-benda­) se­lu­ ruh­­­nya, kemudian me­­n ge­­m ukakan­n ya kepada para Malaikat lalu berfirman, “Se­ butkanlah kepada-Ku na­ma benda-benda itu

jika kamu memang benar orang-orang yang benar!” Banyak para penafsir yang menje­ laskan apa yang diajarkan oleh Allah itulah agama atau ajaran yang tela­h diwahyukan kepada nabi Adam as. Me­ mang sangat dasar, karena sebagai khal­ ifah pemula yang harus diketahuiny­a adalah dasar pengetahuan agama, yai­ tu nama-nama benda. Tentu saja tidak hanya sekedar nama tetapi juga beri­ kut dengan fungsi-fungsinya. Sejalan dengan perkembangan jum­ lah manusia sebagai “khalifah” maka­ permasalahannya pun semakin ber­ kem­­­bang. Ajaran agama pun semakin kompleks. Da­lam ajar­an­Islam, bah­kan untu­k bersuc­i pun telah diatur­. Apa sa­ ja yang bis­a digunaka­n untuk bersuci, syarat-syarat benda yang bis­a diguna­ kan untuk ber­suci­, dan indikator suci. Subhanallah, Allah Mahatahu. Ia ta­ hu bahwa manusia mempunyai banyak kelemahan dan perma­salahan dalam kehi­dupannya. Oleh karena itu, de­ngan rahman dan rahim-Nya, Allah mewajib­ kan kepada kita untuk memohon (sha­ lat) kepada-Nya de­ngan delapan per­ mohonan dasar yang harus diulang-ulang 17 kali dalam sehari semalam. Allah Mahatahu bahwa setiap saat ma­ nusia berpotensi men­ jadi manusia terkutuk dan sesat. Oleh karena itu, Ia mewajibkan kita untuk memohon petunjuk jalan yang lurus kepada-Nya (ih­ dinash-shirothol mustaqim, shirotol-ladzina an’amta ‘ala­ yhim ghoyril magh­ dlubi ‘alayhim waladldlolin).

Di samping kelemahan dasar di atas, Ia juga Mahatahu bahwa manu­ sia berpotensi menjadi (1) pendosa, (2) kurang kasih sayang, (3) tidak per­ nah merasa puas (berkecukupan), (4) bermartabat rendah, (5) miskin (harta & ilmu), (6) kehilangan petunjuk (dis­ orientasi, bingung), (7) dan tidak se­ hat. Itulah sebabnya, Ia mewajibkan kita untuk memohon ampunan, kasih sa­yang, kecukupan atau kepuasan, de­ rajat yang tinggi, kekayaan, petunjuk, kesehatan, dan ampunan. Dengan de­ mikian, secara teoretis setiap muslim yang telah menegakkan shalat ma­ ka ia akan menjadi orang yang baha­ gia sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Allah. “Sesungguhnya berbahagi­ alah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sha­ latnya” (Al-Qur’an, 23:1-2). Masalahanya, mengapa orang yang telah mengerjakan shala­t te­ta­pi hidup­ nya tidak bahagia, perma­sa­lahan hidup­ nya menumpuk? Untuk itu marilah kita introspeksi pada diri dengan mengajukan beberaoa pertanyaan berikut. Pertama, sudahkah kita memahami tujuan diwajibkannya shalat bagi kita? Kedua, sudahkan ki­ ta menjalankan shalat dengan khusyu’, yaitu de­ngan merendah dan memahami semua permohonan yang kita ucapkan? Keempat, sudahkah kita menjalankan shalat tepat waktu, yaitu setelah adzan (undangan untuk shalat) dikumandan­ gkan? Kelima, sudahkah kita menegak­ kan shalat, yaitu semua permohonan yang kita ucapkan dalam shalat (8 per­ mohonan yang diulang sebanyak 17 ka­ li) tersebut kita usahakan atau kita raih secara praktis di luar shalat? Ya Allah jadikanlah kami, keluarga kami, dan keturunan kami orang-orang yang pandai menegakkan shalat. Amin.

Ibnu Santoso, M.Hum. dosen Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia FBS UNY

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

49


cerpen

Tentang Ibu Yang Kurindu o l e h A p r i da Nu r R i ya S usanti Pada apapun… Sedang terhuyung ke kampus, Laptop, paper, tugas, kuliah dan amanah menggelayut Karena panas sedang tak akur dengan hujan dan dingin sedang senang berlarian maka sudahlah, acuhkan saja… berkaca pada bulan, dan kita pandang bersamaan dipelatari sujud dalam, dan kuat bertahan apapun Bu…. Apapun, Pada setiap huruf di kata yang dibaca sekarang Pada gerimis yang turun perlahan Pada angin yang tak pernah diam Pada ribuan mata malaikat di sepertiga malam Aku selipkan rindu untukmu Biarlah kita menangis bersama dikejauhan Tersungkur dihadapan-NYA Kampus hari ini seperti biasanya. Ramai lalu lalang maha­ siswa. Pohon-pohon di kampus juga masih sama. Mereka se­ dang senang menggugurkan daun-daunnya. Tidak mau kalah dengan pohon-pohon di Jepang atau Korea yang mungkin se­ dang berdamai dengan musin gugur. Lorong kampus di anta­ ra gedung-gedung kuliah yang tua dipenuhi diskusi dan tawa mahasiswa. Menyenangkan sekali duduk berkumpul sambil membicarakan tugas kuliah atau tentang apapun. Lorong panjang dan hujan daun. Sejenak mengingatkanku untuk du­duk menyambut senja yang mulai datang. Sementara aku duduk sendirian di depan salah satu gedung tua itu. Menatap daun-daun yang jatuh ditiup angin. Sore itu aku duduk sendi­ rian menikmati angin dan langit yang mulai merah. Sengaja menyendiri. Mengingat kembali tentangnya yang istimewa. Sebelum subuh datang, Ibu terkadang sudah bangun. Terkadang juga belum. Mungkin karena lelah di hari sebelum­ nya. Lalu beliau belum bangun. Tapi pasti karena rasa sayang­ nya pada keluarga, lantas pagi sebelum subuh pun beliau su­­dah bangun. berpikir dan bersiap pada apa yang hendak di­­hi­dangkan untuk sarapan pagi itu. Selalu begitu setiap pagi­. Setelah jauh dari rumah, kita baru menyadari bahwa kita ser­ ing mengacuhkan hal-hal sederhana dalam hidup. Ibu sedang mempersiapkan makanan untuk anak dan suaminya. Kepaya­ han yang terjadi hampir setiap hari. Tanpa jeda. Mulai dari berebut dagangan di pasar. Perang harga dengan sang pen­ jual. Sama-sama tidak mau kalah. Sama-sama membawa misi penting tentang keberpenuhan sebuah keluarga. Lebih dari itu. Ini tentang pengabdian seorang ibu kepada anak dan sua­ minya. Ia sedang memperjuangkan kelegaan dalam hatinya. Kalau hujan turun, aku akan sibuk dengan duniaku sendiri.­ 50

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

Jalan-jalan sendirian di bawah hujan. Menikmati dinginnya air hujan yang turun membasahi wajahku. Daun-daun basah. Rumput di halaman rumah, bunga di teras depan, jalan-jalan setapak, dan apapun, totalitas basah. Rasanya menyenangkan saja bermain di waktu dingin hujan. Lalu Ibu akan melihat ke jendela atau depan rumah menantikanku pulang. Terka­ dang beliau melihat ke tempat payung. Lengkap atau tidak. Kalau memasak sesuatu, Ibu selalu membuat dua bumbu­. Pedas dan tidak pedas. Terlihat tidak praktis sebenarnya. Harus dua kali kerja. Aku yang sukanya makan yang pedaspe­das. Adikku yang sama sekali tidak bisa makan makanan yang pedas. Ibu selalu menyiapkan apa yang kami butuhkan­. Kalau sore, beliau akan membuat dua gelas kecil kopi asli yang dipetik dari pekaranganku sendiri dan segelas besar teh manis. Kopi untukku dan Bapak. Teh manis untuk adikku. Lalu kami bertiga akan duduk bersama di depan rumah menatap senja di balik Gunung Lawu. Sementara itu, Ibu masih akan sibuk dengan makanan yang pedas dan tidak pedas. Lantas saat makan malam, beliau hanya akan makan dengan porsi yang sangat sedikit. Kalau kusinggung tentang sedikit seka­ li makannya, beliau akan menjawab,” Sudahlah. Makan sa­ ja. Kalau di Jogja kan gak bisa nambah kalau masih laper. Ja­ di…makan yang banyak sana”. Suasana di rumah sebenarnya yang membuat kita nya­ man. Makan apapun jadi enak. Terkadang di rumah hanya sekedar makan nasi dan sambel terasi saja, rasanya benarbenar enak. Beda dengan kalau kita makan di Jogja, beli sat­u porsi makanan. Lalu dibawa pulang. Kalau sudah habis kit­a tidak bisa tambah lagi. Kecuali kita beli satu porsi lagi. Di Jog­ ja, ayam terasa seperti tempe. Di rumah, tempe justru terasa ayam. Bahagia di rumahlah yang membuat kita selalu mera­ sa nyaman dengan apapun kondisi yang menimpa kita. Dan makanan buatan Ibu selalu saja menjadi salah satu alasan kita rindu rumah. Tetang Ibu. Tentang rumah. Tentang tem­ pat seorang anak akan kembali. Suatu hari aku pulang dari Jogja. Salah satu tetanggaku ba­ ru saja melahirkan. Aku dan Ibu bergegas pergi ke toko dan membeli beberapa kebutuhan untuk bayi dan ibu hamil. Kam­i berniat berkunjung untuk menengok bagaimana keadaa­n bayi dan ibunya. Kalau di desa, budaya yang seperti masih sangat kental. Saling berkunjung ke tetangga kanan kiri ru­ mah­. Nenekku saja sampai hafal nama-nama siapa saja yang tinggal di dusun tempat tinggalku. Berbeda dengan di Jogja tempatku tinggal sekarang. Tetangga kanan kiri rumah kos saja tidak kukenal. Selesai menyiapkan barang-barang, kami segera pergi ke rumah tetanggaku. Mbak Ika, begitu biasanya kupanggil dia. Rumahnya sudah ramai dipenuhi kerabat dekat ataupun jauh


cerpen dan tetangga-tetangga. Bayinya masih merah dan ditidur­ kan di samping ibu muda itu. Kelahiran yang membahagia­ kan. Wajah kedua orang tua Mbak Ika pun selalu dihiasi se­ nyum. Keluarga ini sedang sangat berbahagia menyambut cucu yang sudah dinanti. Aku dan Ibu masuk ke kamar Mbak Ika. Ibuku langsung duduk di ranjang tempat Mbak Ika ber­ baring. Diamatinya kondisi ibu muda dan bayi merah yang ditidurkan disampingnya. Pertanyaan-pertanyaan ringan yang sudah ditanyakan oleh orang lain pun ditanyakan jug­a oleh Ibuku. Tentang berat badan saat lahir. Panjang badan saat lahir. Pertanyaan-pertanyaan lain yang sa­ ngat standar pun tidak ada yang terlewat.­ Mbak Ika dengan sabar menjawab setiap pertanyaan dari Ibuku. Tidak efisien sebe­ narnya karena pertanyaan-pertanyaan yang diajukan setiap orang yang berkunjung ra­ ta-rata sama. Begitu pula jawabannya. Sama semua. Tapi karena bahagia yang sedang me­ nyelimuti setiap hati, kegiatan bertanya dan menjawab yang terkesan standar dan datar ini terasa sebuah hal yang me­nyenangkan. Ibuku meminta izin untuk menggen­ dong bayi yang masih merah itu dipang­ kuannya. Terlihat sekali rasa tidak sabar untuk menggendongnya. Keriput di ba­wah kantong matanya nampak jelas­saat se­ nyum­nya muncul. Sepertinya­ aura­ seoran­g ibu di mana-mana tetap sama­. Selalu mun­ cul rasa keibuan ketika­berhadapa­n den­ gan anak kecil. Diajaknya bercanda de­ ngan kalimat-kalimat yang sebenarnya juga tidak efektif. Mau bertanya seba­ nyak apapun, bayi merah itu tidak mung­kin menjawabnya. Dia masih sa­ ja tidur pulas. Sebentar-sebentar dia menggerakkan mulutnya. Matanya masih sulit untuk dibuka. Melihat bayi merah itu sedikit bergerak saja, Ibuku sudah histeris. Bertambahlah keriput di bawah kantong matanya. Mungkin beginilah wajah bahagia seorang ibu. Lalu saat bayi mena­ ngis, Mbak Ika sigap memindah­ kan buah hatinya dari pangkuan Ibu­ku ke pangkuannya. Seketika le­nyap sudah keriput bahagia di bawah kantong mata Ibuku. Su­ kses digeser­keriput yang se­ma­­ kin memperjelas bilangan usi­ a­nya yang sudah tidak muda­ la­gi. Beliau memang sudah ber­ u­sia mendekati setengah abad.

Di waktu-waktu seperti itu, aku hanya akan berada di sampingnya. Tersenyum dan berusaha menguatkan beliau. Keinginannya yang begitu besar untuk merasakan kebaha­ giaan seperti yang sedang dirasakan Mbak Ika membuatnya begitu tertekan. Batinnya bergejolak hebat. Keinginannya sudah benar-benar memuncak. Dan aku hanya bisa menga­ takan pada Ibuku bahwa dia punya kami. Aku dan adikku. Setelah Ibu kandungku meninggal, beliaulah yang mengisi ruang kosong itu. Terutama untuk adikku yang masih kecil. Delapan tahun sudah menjadi Ibu bagiku dan adikku, tapi belum juga dipercaya Allah untuk mempunyai anak kandung sendiri. Mungkin Allah masih ingin membelajarkannya ten­ tang makna menjadi ibu. Di saat banyak perempuan lain yang lebih beruntung lantas belum bisa memaknai secara tuntas bagaimana menjadi seorang ibu, beliau telah ber­ hasil memaknai menjadi ibu untukku dan adikku. Aku ya­ kin beliau selalu berusaha menjadi yang terbaik bagi kelu­ argaku, meskipun beliau hanya ibu tiriku. Kampus sore itu sedang sepi. Sementara aku duduk sen­dirian terkesima menatap daun-daun yang ja­ tuh ditiup angin. Sore itu aku duduk sendirian menikmati angin dan langit yang mulai merah­. Sengaja menyendiri. Mengingat kembali tentang­ nya yang istimewa. Tentang dua orang Ibu yang kurindu. Yang di rumah dan di hatiku.

Aprida Nur Riya Susanti mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris FBS UNY

P e wa ra Din a m i ka m e i 2012

51


puisi•geguritan•tembang Puisi-Puisi Dwi S. Wibowo Bagaimana Kutulis Puisi untuk Seorang Purnama Ketika malam purnama kehabisan kata-kata Untuk setiap puisi yang dilahirkannya Tiba-tiba saja kudengar sayup Perbincangan antara gerimis, genting, juga Daun-daun yang senantiasa luruh Tanpa mengenal diri masing-masing Tak dikenalnya pula hitungan waktu Hingga tanaman padi merasa dirinya Kehilangan musim di ladangnya sendiri Inikah pengkhianatan yang cuaca lakukan Atas kemunduran waktu kedatangannya Melewati masa tanam, saat jari-jari petani Masih mengeja rasi-rasi bintang di penanggalan Lalu bagaimana akan kutulis sebuah puisi Entah tentang hujan ataupun tentang nasib buruk

Bila musim tak lagi dapat kita terka Sebab tak ubahnya daun-daun yang gugur Tak ada yang lebih kita kenali selain diri sendiri Yogyakarta, 2010-2011

Dwi s. wibowo mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS UNY

pojok ge l it ik Notasi Lagu Umarmadi: Yo, masih inget not lagu .. 5 1 2 3 .. 2 1 7 6 5 6 .. Umarmoyo: Inget dong ... timang-

is

ti

52

P ewa r a Di n a mik a m e i 2 0 1 2

m

ew a

timang anakku sayang ... Umarmadi: Ya, lagu itu dulu terkenal sekali. Seluruh lapisan masyarakat tahu itu. Umarmoyo: Sekarang? Umarmadi: Sekarang sudah nggak lagi. Umarmoyo: O ya? Umarmadi: Apalagi di kampus. Syairnya udah direvisi. Umarmoyo: Direvisi gimana? Umarmadi: ... timang-timang anakku sayang ... dah direvisi jadi ... timang-timang HP-ku sayang ... Umarmoyo: Kenapa? Umarmadi: Tuh lihat mahasiswamahasiswa kita sekarang. Umarmoyo: Ya kenapa?

Umarmadi: Entah di kelas waktu ada kuliah, entah ketika duduk-duduk di luar kelas, entah saat berdiskusi atau seminar, sekarang yang ditimangtimang bukan lagi buku, catatan, referensi, atau bacaan apalah, tetapi ... HP, HP, dan HP. Umarmoyo: O ya? Umarmadi: Yang lebih gila lagi, ketika dosen udah capekcapek ngasih kuliah, e ... banyak mahasiswa yang ngikuti sambil ..... SMSan. Umarmoyo: .... timang-timang nasibmu malang .... ema r '12


l

e ns

a

Hardiknas, UNY, dan Generasi Emas Hari Pendidikan Nasional dirayakan serentak se-Indonesia. Tidak terkecuali di UNY, upacara yang bertepatan dengan lahirnya Tokoh Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara ini dirayakan dengan hikmat. Dengan tema “Bangkitnya Generasi Emas Indonesia” membuat upacara 2 Mei 2012 ini menjadi lebih berarti. Bagaimana tidak, kehadiran mahasiswa UNY dalam upacara ini membuat tema itu semakin relevan. Dalam momen ini pula Rektor UNY memberikan penghargaan kepada guru-guru berprestasi yang telah berbuat banyak dalam dunia pendidikan. teks : Sismono La Ode • Fotografer: HERI PURWANTO


Leading in Character Education Jauh sebelum gaung pendidikan karakter menggema, UNY telah memulainya. Slogan (lama) "Cendekia Mandiri dan Bernurani" adalah salah satu bukti.

Mari Membangun Kebanggaan UNY Banyaknya prestasi yang diraih sivitas akademika UNY, terutama kalangan mahasiswa membuat nama UNY makin berkibar. Hanya dengan bermimpi, bekerja keras, terus belajar, terus berkarya, membangun jaringan, menjadi pelayan bagi sivitas akademika dan masyarakat, optimis, serta terus berdoa, UNY bisa mempertahankan dan meningkatkan prestasi yang gemilang itu. Dan, itulah kebanggaan yang UNY miliki. Di Usia yang ke-48 ini, mari kita terus bangga menjadi bagian dari UNY.

universitas negeri Yogyakarta Jl. Colombo No. 1 Yogyakarta 55281 Telp. 0274-586168 www.uny.ac.id


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.