Pewara Dinamika Oktober 2011

Page 42

resensi media Wajah Perbudakan di Deli Oleh HE N D RA SU G I A N T O R O Apapun alasannya, perbudakan tak bisa ditolerir. Begitu malangnya nasib rakyat yang diperas keringat, tenaga, bahkan darahnya demi kepentingan penjajah kapitalis. Dapat disimak dalam novel ini, manusia dianggap barang dagangan yang diperjualbelikan. Rakyat kecil ada yang ditipu dengan imajinasi pohon berdaun uang di tanah Deli. Mungkin karena keluguan dan malah kebodohan, rakyat kecil percaya saja. Dikisahkan dalam novel, pelbagai per­usahan yang mendatangkan manu­ sia-­manusia sebagai pekerja di perkebunan Deli menyebar agen-agen­nya.­ Rak­yat kecil—terutama dari Pulau Ja­ wa—menjadi sasaran untuk dijadikan­ kuli. Di awal novel ini dicerita­kan tentang agen itu yang mempengaruhi rakyat kecil dengan mulut manisnya. “Di Deli....Di Deli....pohon-pohon­ nya berdaun uang!” “Kerja kalian ha­ nya mengurusi pohon-pohon itu. Kalau ada uang yang jatuh dari pohon, silakan ambil. Itu upah bagi kalian. Nah, semakin banyak pohon yang kalian urus, maka uang kalian akan semakin­ba­ nyak. Dan kalian tahu, itu semua belum cukup. Setiap akhir bulan kalian juga akan mendapat upah yang besar. Nah, bagaimana? Hebat, bukan?” Soal pohon berdaun uang itu pun menyebar dari mulut ke mulut. Rakyat­ yang miskin dan bodoh mudah percaya meskipun ada juga yang menyangsikan. Nalar jelas meragukan ada pohon bisa menjatuhkan uang, namun kepercayaan rakyat adalah fakta telanjang sebuah kebodohan. Pohon berdaun uang merupakan salah satu dari pelba­gai muslihat mendatangkan kaum pekerja untuk menuju Deli. Ada pula yang dipaksa secara halus sampai akhir­nya tersadar telah menjadi kuli kontrak. Di kantor emigrasi, rakyat yang tak ca­kap baca tulis hanya melongo membu­ buhkan cap jempol pada selembar surat kon40

Pewa r a Din a mik a o kt o b e r 2 0 1 1

Padang Bulan Andrea Hirata • Bentang, 2010 • 254 + XII halaman

Belajar Kimia dari Al-Qur’an Penulis: Nafi’ah Al-Ma’rab • Penerbit: LeutikaPrio, 2011 • Tebal: vi+66 halaman

trak yang sejatinya merugikan mereka. Novel ini boleh jadi berhasil menyajikan kegetiran di tanah Deli. Manusia yang dijadikan kuli itu tak bebas menghirup kebebasan. Kekerasan menyeruak dalam pemaksaan kerja. Kondisi ketercekaman dan ketidakadilan di tanah Deli berangsur-angsur menjadi perhatian publik ketika tulisan berjudul Millioenen uit Deli terpublikasikan. Karya Mr. J. Van den Brand pada 1902 itu menyulut polemik, baik di negeri Belanda­ maupun di Hindia Belanda. Lewat novel ini, kekuatan tulisan tersebut dapat disimak. Ketidakadilan dan kekejaman di tanah Deli dibeberkan Van den Brand. Pejabat pemerintah dan pengusaha di tanah Deli berusaha membalikkan opini dengan menuduh Van den Brand melakukan fitnah dan kebohongan. Di negeri Belanda, fakta kebobrokan yang terjadi di Deli dijadikan amunisi kubu

sosialis yang tergabung dalam SociaalDemocratische Arbeiders Partij. Perjuangan Van den Brand tak surut.­ Novel ini mengisahkan sepak terjangnya­ menguliti topeng pejabat pemerintah dan pengusaha yang telah berbuat zalim terhadap para pekerja­di Deli. Ba­ginya, keadilan harus ditegakkan—­ kalau perlu dikejar. Karena tulisannya yang menggemparkan itu, ia dikucilkan dalam pergaulan masyarakat Eropa di Deli. Ia pun pulang ke negeri Belanda untuk melakukan strategi politik de­ ngan menjadi anggota Majelis Rendah, namun gagal terpilih. Tak kehabisan akal, ia terus melakukan perlawanan ter­hadap fakta penindasan. Millioenen uit Deli yang ditulisnya sedikit banyak mulai menampakkan perubahan di Deli. Ia juga menulis Nogs Een: Millioenen uit Deli sebagai tanggapan atas semua tuduhan dan polemik yang muncul aki­ bat Millioenen uit Deli.

Hendra Sugiantoro Pegiat Pena Profetik


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.