jendela DARI KEARIFAN LOKAL KE PENDIDIKAN KARAKTER Sudah kita pahami sejak isu globalisasi meng gelinding dari Benua Utara–Eropa Barat dan Amerika Serikat–globalisasi telah membuat ba tas-batas dunia semakin cair. Yang terjadi ada lah terbukanya perluasan lahan bagi produk budaya Barat ke Selatan (negara-negara berkem bang). Namun, tidak demikian sebaliknya, ter nyata tetap saja sangat sulit produk budaya Selatan menembus Eropa Barat dan Amerika Serikat. Negara-negara Selatan, termasuk Indo nesia, tidak lebih dari pasar yang harus mau menyerap produk-produk Barat. Negara-nega ra Selatan nyaris tidak mampu melakukan ne gosiasi, karena hampir semua modal, SDM, ak ses dan teknologi, dan pusat-pusat informasi dikuasai oleh negara-negara Barat. Persoalan nya, mampukah budaya lokal kita bertahan dan dengan cara bagaimana ketahanan budaya di tanah air ini dibangun? Kebudayaan lama dan kebudayaan asli seba gai puncak-puncak kebudayaan daerah adalah kebudayaan nasional kita. Kearifan lokal yang terwadahi dalam kebudayaan Indonesia terse but harus tetap dipelihara agar bisa dikembang kan dan pengembangannya ditujukan untuk kemanfaatan masyarakat, untuk kemaslahatan umat. Usaha kebudayaan harus ditujukan ke arah kemajuan adab, budaya, dan persatuan. Tentu, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkem bangkan atau memperkaya kebudayaan kita, serta mempertinggi derajat kemanusiaan kita. Konsekuensi dari itu tidak lain kecuali mengop timalkan peran serta masyarakat dalam upaya penyelamatan, pengembangan, dan pelestari an warisan budaya. Memang, tidak semua yang berasal dari bu daya Barat serta-merta tidak baik. Sebaliknya, tidak semua yang ‘asli’ dari budaya kita sendiri itu baik. Kebaikan dan ketidakbaikan ada di ma na-mana. Hanya, ternyata arus budaya yang da tang dari Barat demikian kuatnya menghantam budaya lokal kita, sehingga jika tidak dicermati dan diantisipasi, sangat mungkin kearifan lokal kita akan tergilas habis tak bersisa. Di sinilah satu sisi pentingnya dilaksanakan pendidikan karakter untuk anak-anak bangsa
kita agar mereka menjadi individu-individu yang berkarakter baik. Kita tahu bahwa indivi du yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertang gungjawabkan setiap akibat dari keputusan yang dibuatnya itu. Dengan menjadi individu-individu yang berka rakter baik, diharapkan generasi penerus bang sa ini akan mampu menghargai, mengembang kan, dan ikut bertanggung jawab melestarikan budayanya sendiri yang bernilai luhur (adilu hung). Tentu saja, di samping–mau tidak mau– mereka mesti menggauli budaya global (yang diharapkan sudah terfilter dengan baik pula). Pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepriba dian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh-kembang dengan karakter yang bernafaskan nilai-nilai luhur bangsa dan agama. Inilah amanah UU SISDIKNAS 2003. Sejatinya, tujuan akhir pendi dikan yang sebenarnya adalah ‘kecerdasan yang berkarakter’. Jujur, kita berharap banyak dari prosesi pendidikan karakter yang tengah digalakkan di tanah air. Dengan pendidikan karakter yang –mestinya–dilaksanakan di bawah tiga pilar pendidikan (: keluarga, sekolah, masyarakat), yang dengan pendek kata lazim disebut ‘pendi dikan budi pekerti plus’, maka anak-anak kita akan terdidik dalam konteks pengetahuan (cog nitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action)nya. Meski implementasi pendidikan karakter di bawah tiga pilar itu tadi bukan berarti sudah berjalan tanpa masalah (seperti iklan pegadai an). Banyak sekali faktor yang berlingkar-ling kar di masing-masing pilar bak lingkaran setan. Namun, paling tidak, dengan upaya itu anakanak bangsa ini kita yakini akan memiliki sikap ‘sadar budaya’, yang pada gilirannya memiliki ‘ketahanan budaya’, dan pada akhirnya mere ka menjadi penyelamat nilai-nilai budaya kita, kearifan lokal kita. Semoga!
Drs. Sumaryadi, M.Pd. Pemimpin Redaksi
P e wa r a Din a m i k a j u li 2010