Six Hours One Friday

Page 1

M AX L UCADO






Originally published in the U.S.A. under the title: Six Hours One Friday Copyright Š 1989, 2004 by Max Lucado Published by permission of Thomas Nelson Inc, Nashville, Tennesse

Hak terjemahan Bahasa Indonesia ada pada : PT. VISI ANUGERAH INDONESIA Jalan Karasak Lama No.2 - Bandung 40235 Telp : 022-522 5739 Fax : 022-521 1854 Email : visipress@visi-bookstore.com ISBN : 978-602-8073-41-7 Cetakan pertama, April 2011 Indonesian Edition Š Visipress 2010

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin Penerbit. Member of CBA Indonesia No : 05/PBL-BS/1108/CBA-Ina

Member of IKAPI No : 185/JBA/2010


Untuk Jacquelyn, Joan dan Dee dari adik kesayanganmu



D aftar I si

Ucapan Terima Kasih Pendahuluan 1. Peringatan akan Badai

9 11 15

Te m p a t B e r p a u t K e - 1 H i d u p S a y a Ti d a k S i a - s i a 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Resep Tuhan untuk Keletihan Dua Batu Nisan Bukti Nyata Api yang Menyala-nyala dan Janji Hidup Pesan-pesan Malaikat Ingatlah

31 37 49 55 63 71

Te m p a t B e r p a u t K e - 2 K e g a g a l a n - k e g a g a l a n S a y a Ti d a k F a t a l 8. Kesalahan-kesalahan Fatal 9. Cristo Redentor 10. Piala Emas 11. Kembalilah Pulang

83 89 99 107


12. Ikan dan Air Terjun 13. Hadiah Pada Saat Terakhir

119 125

Te m p a t B e r p a u t K e - 2 Kematianku Bukan Akhir 14. Tuhan Versus Maut 15. Khayalan atau Kenyataan? 16. Sinar Mata dari Kekekalan 17. “Lazarus, Keluarlah!� 18. Perayaan 19. Tatapan Terakhir Panduan Perenungan untuk Pembaca

133 137 141 155 161 167 175


U capan Terima K asih Buku ini dimulai di belahan khatulistiwa yang satu dan diakhiri di belahan yang lain. Saya harus berterima kasih kepada orang-orang di kedua tempat. Kepada orang Kristen di Rio de Janeiro, Brazil—Terima kasih untuk pengalaman lima tahun yang mengasyikkan. Obrigado por tudo! Kepada orang-orang Kristen di Oak Hill—Iman dan pengabdianmu membangkitkan semangatku. Kepada Jim Toombs, Mike Cope, Rubel Shelly, Randy Mayeux, dan Jim Woodroof—saya sangat menghargai kata-kata hangat dan nasehat yang baik kalian. Kepada Ron Bailey–Anda memberi nasehat yang tepat pada waktu yang tepat. Terima kasih. Kepada penyunting saya yang tidak kenal lelah, Liz Heaney— entah dengan cara bagaimana, tetapi Anda berhasil mengubah batu bara menjadi intan. Kepada sekretarisku, Mary Stain—Apa yang dapat kami lakukan tanpa Anda yang memegang kemudi? Terima kasih karena Anda mau mengetik, mengetik dan terus mengetik. Kepada Marcelle Le Gallo dan Kathleen McCleery—Terima kasih karena kalian mau melakukan pekerjaan Mary, sehingga Mary dapat

11


mengerjakan pekerjaanku. Dan terima kasih khusus kepada isteriku, Denalyn, yang setiap hari membuat kepulanganku ke rumah menjadi pengalaman yang indah.

12


Pendahuluan

Jutaan orang menyaksikan pesawat luar angkasa Neil Armstrong meninggalkan jejaknya di permukaan bulan yang masih perawan. Puluhan ribu orang menonton tentara Amerika meninggalkan tanda di tanah berlumpur Normandia. Lusinan orang menjadi saksi jejak kaki Columbus di pantai berpasir dari sebuah dunia baru. Tetapi apakah ada yang memperhatikan ketika kaki orang Nazaret yang tidak beralaskan kaki melangkah dari bengkel kerjanya menuju kayu salib? Ia melepaskan celemek kerja dan menyimpan alat kerjaNya, melangkah dari dalam bayangan bengkelNya menuju terang cahaya matahari dan memulai pengembaraan tunggalNya. Lebih dari tiga tahun ke depan, Ia akan melangkahkan kakiNya yang tak terhitung jumlahnya dan menjalani banyak lintasan, tapi juga akan mengikuti jejakNya di pasir pantai Galilea atau turun ke jalan-jalan di Yerusalem. Menelusuri perjalanan melalui padang pasir Laut Mati atau melewati batu bulat jalanan di Filipi dan Anda akan mencatat satu kebenaran yang terungkap. Setiap langkah yang Ia ambil membawaNya semakin dekat kepada salib daripada sebelumnya. Yesus mengunjungi kediaman orang-orang sakit dan rumah pemulihan dalam hari-harinya—tetapi Ia tidak menetap di sana. Ia sering datang ke rumah ibadah. Tapi Ia tidak menetap di sana. 13


Enam Jam Di Suatu Hari Jumat

Ia menjalani hidup dengan cara melayani. Ketika murid-muridNya berada dalam badai, Ia menyelamatkan mereka. Ketika orang banyak kelaparan, Ia memberi makan mereka. Ketika tamu pernikahan membutuhkan anggur, Ia menyediakannya. Yesus melangkah ke dalam gelanggang pelayanan, tapi Ia tidak menetap di sana. Ia juga melangkah ke dalam ruang kelas pengajaran. Para pengikutNya menjuluki Dia “Sang Guru.” Salah seorang penulis biografinya menuliskan bahwa “tiap-tiap hari Ia mengajar” (Lukas 19:47). Pengajaran Yesus yang praktis mengubah banyak kehidupan lebih dari yang pernah diajarkan oleh guru lain. Ia bisa saja mengakhiri hidupnya di dalam ruang kelas. Tapi tidak. Ia tidak menetap di sana. Ia juga tidak menetap di taman doa. Lebih dari sekali para muridNya bangun untuk menemukan kasur jeraminya telah kosong dan lututNya telah bersimpuh. Yesus berdoa. Ia berdoa di dekat Galilea. Ia berdoa di atas bukit-bukit. Ia berdoa di pekuburan untuk mereka yang berduka dan juga di Taman Getsemani untuk kekuatanNya sendiri. Tapi tetap Ia tidak menetap di sana. Taman doa, lorong pelayanan, ruang pengajaran: semuanya tentang pelayananNya, tapi tidak satupun mengarah pada tujuan akhir dari pelayananNya. Semua itu terasa tidak penting dibandingkan panggilan sesungguhnya. “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Markus 10:45). “Anak Manusia datang unutk mencari dan menyelamatkan yang hilang.” (Lukas 19:9). Panggilan Kristus adalah Salib Kristus. Ia meninggalkan bengkel kerja kayunya untuk satu tujuan akhir—enam jam, di suatu Hari Jumat di Bukit Kalvari. Jikalau panggilan Kristus hanyalah untuk salib, apa yang menjadi panggilan untuk pengikut-pengikutNya? Bukankah seharusnya 14


Pe n d a h u l u a n

kita juga memilikinya sebagai tujuan harian kita, tujuan harian-Nya— untuk menjadi semakin dekat dengan salib? Mengikuti jejakNya akan memimpin kita ke banyak tempat. Beberapa kita akan menjalaninya di antara orang-orang yang sakit. Yang lain akan mengerjakannya di antara orang-orang yang kekurangan. Beberapa akan mengajar dan semua orang akan menyembah dan berdoa. Tetapi jalan itu tidak berhenti di situ. Jalan itu hanya akan berhenti di bawah kaki kayu salib. Doa saya adalah suara kata-kata ini akan menolong perjalanan Anda. Saya sangat menghargai teman-teman saya di Thomas Nelson Publisher untuk menerbitkan kembali buku ini. Bab-bab buku ini memiliki tempat khusus dalam hati saya. Banyak dari bab-bab ini awalnya disajikan untuk khotbah-khotbah saya selama tahun pertama pelayanan saya pada gereja di San Antonio, Texas. Sekarang, setelah enam belas tahun dan ribuan pengajaran, berita ini masih mengobarkan kenangan-kenangan. Biarlah berita ini juga mengobarkan—di antara Anda sekalian— kasih yang dalam. Biarlah Anda melangkah semakin dekat dan dekat kepada salib Kristus sampai Anda, seperti yang telah dilakukan Sang Guru, mengambil napas penghabisan di bukit Kalvari.

15



1 Peringatan

akan

B adai

H

ari Buruh 1979 jatuh pada akhir minggu. Seluruh bangsa menikmati hari-hari terakhir musim panas. Reuni di akhir minggu, acara camping, piknik. Kecuali di Miami. Sementara seluruh bangsa berekreasi, Pantai Emas Florida Selatan berjaga-jaga. Badai David, menerjang dengan kencangnya melintasi daerah Karibia, meninggalkan jejak berupa pulau-pulau yang dilanda banjir dan manusia yang kehilangan tempat tinggalnya. Orang Florida tidak perlu diberitahukan bagaimana menghadapi badai. Jendela-jendela ditutup rapat, makanan kaleng diborong, lampu senter diperiksa apakah masih bekerja baik. Badai David akan segera menyerang. Di Sungai Miami, sekelompok pria bujangan berusaha mencari cara terbaik untuk mengamankan rumah kapal mereka. Sebenarnya tidak cocok disebut kapal, lebih cocok pondok petani di atas tongkang1 bocor. Tetapi pondok itu sudah menjadi tempat tinggal mereka. Dan kalau mereka tidak berbuat sesuatu, rumah itu segera akan berpindah ke dasar sungai. Tak satu pun di antara pria-pria itu pernah tinggal di kapal sebelumnya, apa lagi mengalami badai. Setiap pelaut yang sudah makan asam garam dalam masalah ini, pasti akan menertawakan melihat 1

Tongkang : perahu besar, biasanya digunakan mengangkut barang. 17


Enam Jam Di Suatu Hari Jumat

usaha orang-orang darat itu. Seperti menonton ulang film McHale’s Navy saja. Mereka memborong cukup banyak tali untuk menambat kapal pesiar raksasa Queen Mary. Kapal itu diikat ke pohon-pohon, ditambat, dan diikat lagi ke badannya sendiri. Ketika mereka selesai, kapal kecil itu kelihatan seperti terjerat dalam sarang laba-laba. Mereka begitu sibuk mengikat kapal itu ke mana-mana, sungguh mengherankan kalau salah satu dari mereka tidak ikut terikat. Bagaimana saya dapat menyaksikan usaha gagal itu? Ya, Anda sudah menebaknya. Kapal itu saya yang punya. Jangan ditanya apa yang pernah saya lakukan dengan rumah kapal saya. Saya kira sebagian karena tertarik pada petualangan dan sebagian lagi karena harganya yang murah. Tetapi pengalaman liburan Hari Buruh itu lebih seru daripada yang saya harapkan. Saya memiliki kapal itu setelah mencicil selama tiga bulan dan sekarang saya harus mengorbankannya kepada badai! Saya benar-benar putus asa. Ikat dia! Itu saja pikiran saya. Saat saya mencapai ujung keputusasaan saya, Phil muncul. Nah, kalau Phil tahu tentang kapal-kapal. Bahkan dari penampilannya sudah kelihatan. Ia boleh dikatakan lahir dengan penampilan seperti itu. Ia berbicara dengan bahasa orang-orang kapal. Ia juga tahu tentang badai. Kata orang-orang, ia pernah bertahan selama tiga hari di kapal layar sepanjang 3 meter sementara badai mengamuk. Mereka menganggap dia sebagai legenda hidup. Ia merasa kasihan melihat kami. Jadi ia datang memberi nasihat . . . nasihat seorang pelaut. “Kalau kalian ikat dia ke pantai, maka kalian akan menyesal. Pohon-pohon itu akan diterkam si badai. Satusatunya harapanmu adalah dengan membuang jangkar dalam-dalam,� kata dia. “Buang jangkar di empat tempat yang berlainan dan talinya jangan dikencangkan, lalu berdoa mengharapkan yang terbaik.� 18


1 I Pe r i n g a t a n

akan

Badai

Buang jangkar dalam-dalam. Nasihat yang baik. Kami mengikutinya dan . . . tetapi sebelum saya ceritakan bagaimana kami menghadapi badai itu, marilah kita bicarakan mengenai pokok permasalahannya. Ada kemungkinan seseorang yang membaca kata-kata ini sedang terjebak dalam badai. Awan gelap makin tebal, air laut makin naik, dan mungkin Anda melihat pohon-pohon mulai condong ditiup angin. Anda sudah melakukan apa saja yang mungkin, tapi pernikahan Anda tetap tidak bisa bertahan. Sekarang tinggal tunggu waktunya saja. Anda makan porsi yang lebih besar dari yang dapat Anda habiskan. Anda seharusnya tidak menerima pekerjaan itu. Tidak ada jalan bagi Anda untuk menyelesaikannya sesuai tenggat waktu. Dan kala waktu itu tiba, Anda tidak menghasilkan apa-apa . . . Sepanjang minggu ini Anda ketakutan menghadapi pertemuan itu. Sudah beberapa orang mereka PHK-kan. Kalau bukan itu, ada alasan apa lagi direktur personalia memanggil Anda? Padahal, keluargamu baru bertambah satu anggota keluarga lagi. Mungkin angin sudah bertiup sekencang badai dan Anda berpegang kuat-kuat untuk mempertahankan hidup. “Mengapa justru anak lelaki kami?� adalah kata-kata yang keluar dari mulutmu. Pemakaman sudah selesai dan katakata penghiburan sudah dituturkan dengan sopannya. Sekarang tinggal Anda, Anda bersama kenanganmu, dan pertanyaan, “Mengapa aku?� 19


Enam Jam Di Suatu Hari Jumat

“Hasil tesnya positif. Tumor ini ganas.” Ini dilontarkan justru ketika Anda berpikir bahwa sudah bebas dari pergumulan terbesar. Kenyataannya harus ada operasi lagi. “Mereka pilih penawaran yang lain.” Padahal penjualan itu merupakan harapan terakhir Anda. Untuk menawarkan lebih lagi, dapat berarti Anda harus menutup toko Anda. Kalau saja penawaran itu diterima, bisnis Anda masih bisa dilanjutkan selama tiga bulan lagi. Tetapi sekarang? Gelombang yang menyedot sukacita kita ke laut. Angin yang mengoyak-ngoyak harapan kita sampai ke akar-akarnya. Air pasang merembes masuk dari bawah pintu kehidupan kita dan menutupi lantai hati kita. Saya terjebak dalam badai sementara bab ini dalam tahap penyelesaian. Peringatan itu datang dalam bentuk panggilan telepon di tengah rapat pertemuan. Peramal cuaca yang menyampaikan berita suram itu isteri saya. “Max, kakakmu baru saja menelepon. Ibumu akan menjalani operasi by-pass jantung besok jam 8 pagi.” Telepon cepat-cepat ke maskapai penerbangan. Beberapa potong pakaian dilempar ke dalam tas. Buru-buru ke lapangan terbang untuk menempati tempat duduk terakhir dalam jadwal penerbangan terakhir hari itu. Tidak ada waktu untuk mengembangkan filsafat pribadi mengenai kepedihan dan penderitaan. Tidak ada waktu untuk menganalisa rahasia alam kematian. Tidak ada waktu untuk membuang jangkar. Hanya sempat duduk berpegang kuat-kuat dan percaya kepada tempat berpaut. Tempat membuang jangkar. Tempat berpaut. Batu karang kokoh yang ditanam ke dalam dasar yang teguh. Bukan pendapat sepintas lalu atau hipotesa yang dapat ditawar-tawar, tetapi hal-hal yang kokoh sekokoh besi, yang tak terpungkiri dan membuat Anda tetap bertahan, tidak tenggelam. Seberapa kokohkah tempat berpaut Anda? 20


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.