Opini
WASPADA Rabu 22 April 2020
TAJUK RENCANA
Kabar Gembira Larang Mudik
P
residen Joko Widodo (Jokowi) memutuskan melarang pulang kampung atau mudik saat Lebaran 2020. Larangan ini berlaku bagi semua masyarakat untuk mencegah penyebaran virus corona (Covid-19). Jadi, tidak hanya bagi aparatur sipil negara (ASN) serta TNI/Polri sebagaimana sudah diputuskan sebelumnya. Kini, keputusannya itu mencakup semua warga masyarakat sehingga tidak ada pilih kasih. Putusan melarang mudik diambil pemerintah melihat grafik penambahan pasien positif corona yang masih tinggi di hampir semua daerah di Indonesia. Secara nasional sudah di kisaran 7000 orang yang positif. Itu yang terdata saja, sehingga pastilah semakin banyak kalau korbannya banyak tidak terdata, seperti data yang diekspose pengurus IDI (Ikatan Dokter Indonesia) bahwa korban corona yang tewas sudah pada angka 1000 orang. Hemat kita, kita sebut kabar gembira karena putusan melarang mudik merupakan kebijakan nasional yang mesti dilakukan Intisari: Intisari: pemerintah, dan sangat rasional tanpa harus menunggu adanya fatwa dari ‘’Banyak warga ter- MUI. Pemerintah sudah melakukan dan tanggung jawabnya untuk dampak bakal mening- tugas menyelamatkan warga masyarakat dari gal tanpa kena corona wabah penyakit menular Covid-19, panglobal yang sudah melanda lebih jika bantuan berupa pa- demi 200 negara dengan korban positif 2,5 ket sembako disele- juta orang dan yang meninggal ratusan ribu orang. wengkan’’ Masalahnya, kalau mudik dibolehkan atau hanya dianjurkan agar warga tidak mudik, maka jumlah pemudik akan sangat besar pada Hari Raya Idul Firi 1441 H (bulan depan). Mereka (umumnya pemudik) tidak memperhatikan keselamatan dirinya, keluarganya, dan orang-orang di kampung halamannya bisa saja tertular virus corona.Konsekuensinya wabah corona bisa semakin banyak, mbludak jumlah korbannya di tanah air. Justru itu, putusan yang sudah diambil Presiden Jokowi kemarin wajib hukumnya diamankan oleh jajaran terkait di pusat dan daerah, khususnya di kementerian perhubungan. Kita akui tidak mudah untuk memastikan tidak ada pemudik di hari raya umat Islam nanti karena selama ini tradisi mudik setiap bulan puasa dan klimaksnya di hari lebaran bisa mencapai puluhan juta orang lewat jalur darat, laut dan udara. Dengan keluarnya larangan mudik maka semua akses mudik harus ditutup untuk menyukseskan larangan mudik yang bertujuan menghindari penyebaran Covid-19 semakin mengganas di bulan puasa dan lebaran nanti. Memang banyak sektor bakal mengalami kerugian dengan larangan mudik di masa corona, terutama sektor perekonomian, dan juga tidak akan banyak uang yang mengalir ke daerah-daerah karena jumlah pemudik menjadi sangat berkurang nantinya. Kalaupun ada yang lolos dan tetap mudik ke kampung halamannya dengan berbagai cara dan tipu muslihat paling diperkirakan hanya 10 persen saja plus mereka yang sudah mudik duluan karena tidak memiliki pekerjaan lagi di kota-kota besar, seperti Jakarta dan Pulau Jawa, setelah perusahaan dan pabrik ditutup (bangkrut) atau dagangan tidak laku karena larangan ke luar rumah dan dampak dari PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang kian marak di berbagai kota zona merah. Kita harapkan, putusan melarang mudik betul-betul ditindaklanjuti dan harus sukses untuk melawan virus corona yang semakin mengerikan. Caranya, semua pihak terkait harus bertanggung jawab mengawasi larangan mudik ini sehingga tidak banyak yang lolos via darat, laut dan udara. Putusan larangan mudik akan sangat pas kalau dibarengi dengan penutupan pintu-pintu masuk di terminal bus, pelabuhan laut dan bandara, serta perbatasan antardaerah. Memang sudah seperti lockdown kondisinya, namun pembatasan-pembatasan yang dilakukan saat ini bertujuan untuk memerangi corona guna menyelamatkan nyawa manusia dari tragedi kemanusiaan. Inilah yang perlu diutamakan sehingga larangan mudik merupakan kabar gembira setelah sebelumnya ada keraguan untuk menerapkannya. Konsekuensi melarang mudik juga harus diperhitungkan secara matang oleh pemerintah pusat dan daerah karena bakal banyak kelompok masyarakat (warga) yang menderita, bahkan mereka bisa kelaparan dan akhirnya meninggal tanpa kena corona jika bantuan berupa paket sembako dll tidak sampai kepada warga masyarakat yang terkena dampak Covid-19 sehingga penghasilannya menjadi nol, sementara kebutuhan untuk hidup tidak bisa ditunda. Tak pelak lagi pendataan masyarakat berdampak menjadi sangat penting. Jangan seperti selama ini banyak warga yang harusnya menerima bantuan, termasuk BLT (bantuan langsung tunai) dan paket-paket lainnya yang digelontorkan pemerintah pusat dan daerah, faktanya mereka tidak menerima. Terjadi permainan dalam penyebaran bantuan dengan pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Kuncinya ada pada pengawasan sehingga pendataan di lapangan tidak dilakukan oleh Kepling atau Lurah semata, tapi perlu ada pihak ketiga yang bertugas mengawasinya di lapangan. Dan yang terbukti memainkan bantuan sosial bagi warga terdampak corona harus segera diberi sanksi berat. Semua pihak diharapkan bisa menerima putusan larangan mudik yang diambil Presiden. Jangan ada lagi putusan yang ‘’aneh-aneh’’ dan ‘’mendua’’ serta kontroversi, seperti SK Kemenhub yang bertentangan dengan SK Kemenkes terkait larangan ojek online membawa penumpang.+
B3 Dewan Da’wah Membendung Sekularisme Oleh Chairul Azhar Di beberapa tahun belakangan, Dewan Da’wah juga harus mengambil peran dalam dunia pendidikan
D
ewan Da’wah Islamiyah Indonesia, dengan singkatan Dewan Da’wah adalah sebuah organisasi gerakkan dakwah Islam yang kedudukkan pusatnya berada di ibu kota Indonsia (Jakarta) serta memiliki perwakilan di seluruh provinsi serta perwakilan di beberapa negara sahabat. Diistilahkan dengan Dewan Da’wah, karena organisasi ini merupakan tempat berkumpulnya para tokoh ulama yang memiliki perhatian yang sangat tinggi terhadap perkembangan dan nasib kaum Muslimin. Tempat merumuslkan pemikiran yang membangun kesejahteraan dan kemuliaan ummat serta sekaligus merupakan markaz atau pusat perjuangan ummat dalam penegakkan kalimat Allah (lii’lai kalimatillah) serta pembela kaum muslimin dimanapun mereka berada. Dewan Da’wah lahir 26 Pebruari 1967 oleh para ulama dan pejuang Masyumi atau yang dikenal dengan “Keluarga Besar Bulan Bintang” dalam sebuah pertemuan yang digagas pengurus Mesjid Al – Munawarah Tanah Abang Jakarta Pusat. Setelah jatuhnya rezim Orde Lama yang disebabkan pemberontakkan G30.S/PKI serta tidak memungkinkan kembali Masyumi sebagai partai politik kembali beraktivitas sebagai gerakkan da’wah melalui jalur politik, para tokoh Masyumi yang dimotori Mohammad Natsir baik dari kalangan ulama maupun para cendekiawaan. Dari berbagai lintasan bidang profesi membentuk suatu wadah dalam menyalurkan aspirasi politik dengan pendekatan da’wah untuk meningkatkan harkat umat dan meningkatkan kualitas penggerak da’wah maupun mutu da’wah di berbagai lapang kehidupan. Disebabkan situasi politik saat itu, Dewan Da’wah juga dilahirkan karena keterpanggilan para pendirinya melihat fenomena moralitas bangsa yang menurun secara tajam. Baik dari aspek keagamaan maupun dari segi sosial kemasyarakatan. Ada lima poin menjadi titik perhatian persoalan saat itu secara global adalah : (1) Munculnya pemahaman atheis dalam masyarakat , (2) Korupsi terjadi di segala lini, (3) Adanya kemerosotan moral ummat selama orde lama berkuasa dan ini harus diperbaiki kembali, (4) Munculnya berbagai aliran sesat yang segera diantisipasi, (5) Adanya gerakkan pendangkalan aqidah yang masuk ke kampung-kampung serta kekeluarga PKI dengan membujuk dan memberikan bantuan pangan serta membiayai bagi anak-anak putus sekolah. Sekularisme Substansi sekularisme adalah suatu faham yang memisahkan agama dari kehidupan individu atau sosial, dalam artian agama tidak boleh ikut berperan dalam pendidikan, kebudayaan maupun dalam hukum. Agama tidak lagi dianggap memiliki otoritas mengurusi persoalan yang berhu-
bungan dengan keduniawiaa. Misalnya menyangkut urusan politik atau negara, ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, sosial, budaya, dan lain sebagainya. Definisi sekularisme tersebut semakna dengan sekularisasi yaitu pembebasan manusia dari pengawasan agama, megalihkan perhatiannya “dari dunia lain”, menuju “dunia kini”. Menurut Khalif Muammar, sekularisme bukan hanya sebagai suatu faham yang memberikan tumpuan kepada aspek-aspek keduniaan (kehidupan duniawi atau worldly life) tetapi sebagai program falsafah suatu aliran pemikiran yang coba menafsirkan realiti dan kebenaran hanya berdasarkan rasionalisme murni. Dari rasionalisme inilah mulai ada pergeseran pondasi sebagai letak berdirinya sendi – sendi kehidupan manusia, yang semula berdiri pada pondasi keyakinan agama, kemudian beralih kepada dasar rasionalitas. Peran Dewan Da’wah Peran Dewan Da’wah menghadapi tantangan da’wah berupa invasi pemikiran dan faham sekularisme di antaranya adalah melakukan program kaderisasi ulama. Program mencetak para da’i dilakukan sejak Dewan Da’wah dilahirkan sampai saat ini. Menurut pandangan Dewan Da’wah, da’wah tanpa kehadiran da’i tidak mungkin berjalan sempurna. Para da’i dikader, kemudian dikirimkan ke daerah-daerah terutama pada daerah pedalaman dalam rangka untuk menghadang permurtadan umat yang sangat masif dilakukan kelompok tertentu. Selanjutnya adalah melakukan pengkaderan para da’i di kampus. Sistem kaderisasi yang dilakukandengan melahirkan para du’at yang benar – benar menguasai bukan hanya ijmali tapi tafsili, serta memahami agama berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Termasuk peguasaan bidang sosial politik, ekonomi, pendidikan, dan lainnya yang bersifat integralistik. Istilah sekarang disebut ulama yang cendekia dan cendekia yang ulama. Dewan Da’wah juga memberikan perhatian yang serius terhadap pentingnya menyelamatkan dari serangan sekularisme terhadap ilmu pengetahuan terhadap agama atau dalam istilah lain disebut dengan mengdikotomikan ilmu dari agama dan sebaliknya. Dr Adian Husaini dalam sebuah tulisan “Pemikiran dan Aktivitas Da’wah dalam menangkal sekularisme”, ia mengatakan bahwa “Problem terberat yang dihadapi umat Islam ke depan itu adalah masalah keilmuan, maka yang harus dilakukan pembenahan sistem keilmuan pada lembagalembaga pendidikan”. Sebab menurut Adian bahwa dari lembaga pendidikan ilmu inilah akan lahir sarjana-sarjana yang keliru dalam berpikir, maka pertama lembaga pendidikan itu harus mengembalikan niatnya untuk ibadah, bukan menjadi sebuah lembaga bisnis, sehingga dari lemba-
Begitu banyak kasus pelecehan seksual yang kerap menimpa perempuan dan anak Indonesia. Bahkan, catatan tahunan Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Catahu Komnas Perempuan) 2020 yang diluncurkan, Jumat (6/3/ 2020) di Jakarta, mencatat kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2019 mencapai 431.471 kasus. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan Catahu Komnas Perempuan 2008 yang jumlahnya mencapai 54.425 kasus. Itu artinya, angka kekerasan pada Perempuan hingga di level mengkhawatirkan, yaitu 8 kali lipatnya atau naik sebesar 792 persen. Dalam upaya mengatasi hal ini, PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) meluncurkan program SDGs (Sustainable Development Goals) yang merupakan pengganti program MDGs (Millenium Development Goals). Program ini merupakan agenda dunia untuk mengatasi tantangan global yang terjadi saat ini. Termasuk yang terkait dengan kemiskinan, ketidaksetaraan, perubahan iklim, degradasi lingkungan, perdamaian dan keadilan. Tujuan ini dicanangkan bersama oleh negara-negara lintas pemerintahan pada resolusi PBB yang diterbitkan 21 Oktober 2015 sebagai ambisi pembangunan bersama hingga tahun 2030. Dengan adanya program tersebut, terkhususnya kesetaraan gender, perempuan yang menjalani profesi sebagai wanita karier tentu punya banyak tuntutan, walaupun dihadapkan dengan kenyataan tentang kondisi kesehatan mereka terkait sistem reproduksinya. Sistem reproduksi pada perempuan nyatanya berdampak pada kesehatan psikis hingga mental. Tahun 2020 sebenarnya adalah momentum tepat menagih janji bagaimana perjuangan ini telah bergulir selama 114 tahun sejak pencanangannya dan 25 tahun sejak deklarasi Beijing tahun 1995 silam. Ketidaksetaraan dianggap sebagai biang masalah bagi perempuan. Sebelum wabah Covid-19 menyerang, dari sisi belitan kemiskinanWorld Population Review menyatakan masih ada 68 negara yang memiliki angka ketimpangan lebih tinggi dari 145 negara yang disurvei. Termasuk Singapura, Hong Kong, Arab Saudi, bahkan Malaysia dan Thailand (Pertemuan tahunan World Economic Forum 2020 di Davos). Dalam sistem kapitalis yang sedang berlaku saat ini, kesetaraan itu ibarat mantra yang dikaitkan dengan semua target pencapaian. Tentu target pencapaian yang dimaksud dan yang diinginkan haruslah bersifat materialistik. Padahal, kesejahteraan perempuan tidak akan pernah terwujud dalam sistem kapitalistik.Yang pada praktiknya perempuan dieksploitasi dan mendapat upah yang jauh lebih rendah. Para pemilik modal juga tidak akan rela memberi upah yang tinggi, karena mereka memegang erat prinsip ekonomi kapitalis yakni “dengan modal yang sekecil-kecilnya mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya”. Begitu juga dengan laki-laki, upah yang layak hanyalah sebuah mimpi. Dan kesetaraan upah laki-laki dan perempuan tidak akan terwujud. Hal ini juga tidak memandang wabah Covid-19 yang sedang terjadi, perempuan tetap dipaksa untuk bekerja. Lagi-lagi kesehatannya terancam. Hal ini tentunya berbeda dengan Islam. Dalam Islam terdapat aturan yang khusus bagi perempuan dan laki-laki. Hal ini bukan untuk melemahkan atau mendiskriminasi perempuan, namun untuk memuliakannya. Meski terlihat mustahil, dengan adanya wabah Covid-19 memaksa perempuan ‘kembali ke rumah’ hadir untuk putra-putrinya sesuai dengan fitrahnya. Dalam Islam perempuan wajib dipersiapkan sejak awal menjadi ummu warobatul bait dan ummu madrosatul ula. Sehingga tidak ada kekhawatiran ketika anak-anak kembali ke rumah karena akan tetap mendapatkan pendidikan terbaiknya, bukan tergagap kebingungan atau bahkan stress dalam menghadapi lockdown di rumah. Dengan penerapan sistem Islam Kaffah kesehatan rakyat menjadi hal yang sangat diperhatikan selain kesejahteraan rakyat, yang tentunya dengan pelayanan yang terbaik. Meyly Andyny Mahasiswa Pendidikan Matematika
Dewan Da’wah tetap memiliki komitmen pada jalur da’wah. Da’wah dalam makna lebih luas. Bukan hanya berda’wah dalam tataran praktis saja, tetapi juga merumuskan konsepsinya yang sesuai situasi kondisi yang dihadapi umat. Dewan Da’wah dari awal berdirinya tidak mengambil peran dalam bidang pendidikan, dalam artian tidak mendirikan lembaga pendidikan seperti sekolah atau pesantren, karena saat itu sampai sekarang, bidang pendidikkan secara praktis kelembagaannya telah diurus Muhammaddiyah. Sementara pendidikan dalam bentuk pondok pesantren sudah dijalankan Nahdhatul Ulama (NU). Namun, di beberapa tahun belakangan, Dewan Da’wah juga harus mengambil peran dalam dunia pendidikan. Karena lembaga pendidikan merupakan peran yang sangat strategis melahirkan kader pelanjut pejuang umat. Sebab jika tidak ada generasi pelanjut, dipastikan gerak da’wah akan berhenti. Saat kini Dewan Da’wah telah memiliki unit sekolah dimulai TK, SD, SLTP, SMA bahkah perguruan tinggi (Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah) Mohammad Natsir. Sementara di setiap provinsi telah ada Akademi Da’wah Indonesia (ADI) sebagai cikal bakal tanaga du’at pedalaman. Akademi Da’wah ini berada pada setiap daerah. Sementara di Sumatera Utara telah berdiri Akademi Da’wah Indonesia (ADI) Sumut, yang pada 2020 akan menerima mahasiswa baru untuk angkatan III. Seluruh biaya baik pada masa pendidikan di akademi maupun nanti melanjutkan pendidikan tingkat sarjana (STID Mohammad Natsir) semuanya beasiswa. Baik untuk biaya akademik maupun biaya kehidupan selama mengikuti kegiatan di asrama. Pendirian STID dan ADI di daerah-daerah dimaksudkan sebagai usaha membendung paham sekular, maka dalam kurikulum pendidikan, dimasukkan juga materi pemahaman yang mendalam tentang bahaya virus sekularisme. Karena nantinya mereka diharapkan sebagai pemegang tongkat estafet da’wah dan akan menjadi pembimbing umat. Karena itu pihak badang pengelola kampus berusaha bagaimana agar dosen yang mengampu mata kuliah harus terbebas dari pemikiran sekuler. Sebab dosen adalah mitra mahasiswa yang setiap waktu harus membimbing mereka. Sebaik apapun kurikulum, jika staf pengajar tidak memiliki ruh da’wah yang baik dalam membimbing dan mendidik dan berpikir sekular, maka akan melemahkan visi, misi dan spirit pendidikan yang dikelola Dewan Da’wah. Inilah sebuah konsistensi Dewan da’wah sebagai pengawal akidah umat melalui konsep bina’an wa difa’an. Smoga perjuangan ini memperoleh rahmat dan hidayah dari Allah SWT.
Penulis adalah Dosen Fakultas Teknik UISU, Direktur Akademi Da’wah Indonesia Sumatera Utara
Miskomunikasi Dan Faktor Penyebabnya Oleh Aswan Jaya Anehnya, dalam politik elektoral selalu saja kajian ilmiah terbantahkan oleh fakta politik.
Derita Perempuan
ga pendidikan Islam inilah dari semua tingkatan akan lahir orang-orang yang menuntut ilmu untuk ibadah, bukan untuk mencari dunia semata. Sekarang, da’wah bidang keilmuan lebih serius, karena ia akan memerlukan energi sangat besar dan sebagai strategi peradaban. Jadi bukan sekedar polemik melalui berbagai media. Strategi peradabannya adalah umat, membangun peradaban Islam itu memerlukan beberapa generasi harus disiapkan dengan cara membangun landasan keilmuan yang benar, menata konsep keilmuan yang benar, operasionalnya, sampai dengan terwujudnya pembangunan peradaban Islam. Ilmu dan pendidikan yang dikembangkan setiap lembaga pendidikan baik formal maupun non formal harus melahirkan watak manusia yang beradab. Manusia yang dapat menginternalisasikan nilai ajaran Islam ke dalam dirinya sehingga terhindar dari sikap dikotomis antara ilmu dunia dan ilmu akhirat atau agama. Manusia yang beradab tentu yang didukung kebenaran cara berpikirnya, yaitu yang terhindar dari cara menyimpang dari manhaj berfikir yang sahih. Karena orang yang berpikirnya Islami itu akan merasakan adanya akal sehat, karena di dalam Islam, tidak mungkin akal yang sehat bertentangan dengan naql (dalil syar”i) yang shahih. Langkah Yang dilakukan Dalam membendung arus sekularisasi, Dewan Da’wah berpijak pada dua landasan dasar yang menjadi prinsip dasar yaitu melalui prinsip binaan dan prinsip difa’an (pembelaan). Prinsip bina’an adalah dalam rangka mendidik dan membina umat dengan memberikan pemahaman Islam yang benar. Prinsip ini sangat penting mengingat tantangan yang dihadapi sangat besar sehingga diperlukan kader da’wah yang berkualitas dengan tujuan agar siap dan mampu menghadapi segala tantangan. Tujuan konsep bina’an adalah agar umat memahami Islam secara benar, yaitu memahami ajaran Islam sesuai yang disampaikan Rasulullah SAW yang terhimpun di dalam Alquran dan Sunnah. Sedangkan yang dimaksud difa’an adalah suatu langkah yang diambil dengan maksud mengadvokasi atau membela umat dari segala tantangan yang dapat mempengaruhi eksistensi keyakinan (akidah) dan pemikiran umat Islam. Argumentasi dasar Dewan Da’wah untuk terus melakukan usaha difa’an tentu saja dari segi potensi keimanan dan tingkat pemahaman umat Islam tentang ajaran Islam yang berbeda-beda. Dewan Da’wah berkeinginan yang kuat melahirkan mujahid-mujahid da’wah dengan meiliki sosok kepemimpin yang baik, ulama dan umara yang bukan saja memiliki ilmu yang mumpuni tetapi juga memiliki integritas yang tinggi sebagai tokoh bangsa dan umat. Karenanya dalam mimpi para pemimpin Dewan Da’wah adalah ulamanya itu paling tidak seperti pak Natsir, sosok seorang pejuang sejati. Dalam perjalanannya sampai sekarang,
D
alam sebuah komunikasi, makna dan proses merupakan dua faktor penting. Karena kedua kata tersebut sangat menentukan tingkat keberhasilan dan atau kegagalan dari aktivitas komunikasi. Jika tepat memaknai pesan yang disampaikan dalam komunikasi, maka komunikasi akan menghasilkan sesuatu yang diharapkan. Sebaliknya, ketika salah memaknai pesan dalam aktivitas komunikasi maka yang selalu terjadi adalah miscommunication, atau dalam bahasa Indonesia lazim disebut dengan miskomunikasi. Kesalahan dalam memaknai pesan dapat menimbulkan konflik. Baik bersifat sederhana maupun rumit. Banyak penelitian dilakukan yang menyimpulkan bahwa miskomunikasi adalah penyebab utama konflik kemanusiaan. Sebagai contoh, ketika berkecamuknya Perang Dunia II yang lalu. Ketika Jepang diminta oleh sekutu (Amerika Serikat) agar menyerah, Jepang menjawab permintaan tersebut dengan menggunakan perkataan “mokosatsu”. Maksudnya adalah “tidak memberikan komentar sampai keputusan diambil”. Tetapi, kata mokosatsu oleh Kantor Berita Domei diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi “ignore”, yang berarti “tidak perduli”. Miskomunikasi inilah yang menjadi salah satu penyebab Hirosima dan Nagasaki dijatuhi bom atom dalam Perang Dunia II tersebut. Proses Komunikasi Proses komunikasi sangat penting dalam menentukan keberhasilan memaknai pesan. Proses merupakan esensi dari komunikasi. Sebuah proses bersifat fundamental dan universal. Proses yang berlandaskan pada pengalaman-pengalaman antar komunikator dan komunikan juga menjadi faktor penting dalam keberhasilan memahami makna pesan. Schram menyatakan, bahwa apabila bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berjalan lancar. Sebaliknya, jika pengalaman komunikan tidak sama dengan pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain; dengan kata lain situasi menjadi tidak komunikatif (miscommunication). Dalam dunia politik, ketepatan dalam memaknai makna pesan yang disampaikan dan bagaimana proses komunikasi dilakukan juga sangat penting. Terjadinya kesalahan dalam proses memberikan pesan oleh seorang politisi kepada masyarakat, akan berakibat pada kesalahan dalam memaknai pesan tersebut oleh masyarakat. Bila ini terus terjadi dalam sebuah kegiatan komunikasi politik, maka maksud dan tujuan politik tersebut akan bermuara pada
kekisruhan dan keributan. Diskusi warung kopi pun menjadi rujukan utama. Makna dalam Komunikasi Beberapa kalimat berikut ini sebagai contoh pemaknaan dalam komunikasi. Kalimat aku benci kamu, bisa memiliki makna yang tidak sama bila diucapkan dengan gestur dan suasana yang berbeda. Dalam suasana konflik dan diucapkan dengan nada tinggi, maka kalimat tersebut bermakna adanya rasa marah dan penolakan. Namun bila diucapkan dalam suasana santai, dengan gestur gurauan, maka makna yang ditangkap bisa saja berubah. Contoh kalimat itu menjelaskan, bahwa terkadang pesan yang sama bisa ditafsirkan berbeda bila disampaikan dengan cara yang berbeda. Penafsiran yang salah dalam memaknai pesan komunikasi inilah yang seringkali menyebabkan gagalnya sebuah proses komunikasi. Biasanya, kegagalan memaknai sebuah pesan dalam komunikasi disebabkan adanya gangguan, atau biasa disebut dengan noise. Noise dapat terjadi karena banyak hal, misalnya perbedaan cara pandang, perbedaan latar belakang (baik budaya, pendidikan maupun ekonomi), dan lain sebagainya. Miskomunikasi & Politik Elektoral Berkaitan dengan situasi saat ini, peranan komunikasi cukup penting dalam membangun sebuah branding atau pembentukan citra politik. Dalam sistem politik elektoral yang terbuka – kalau tak ingin disebut liberal – saluran dalam menyampaikan pesan politik pun sangat menentukan keberhasilannya. Tetapi pencitraan politik tidak sertamerta terjadi dalam waktu yang singkat. Perlu proses bertahap dan memakan waktu yang panjang, agar pesan-pesan yang disampaikan dapat dimaknai dengan tepat oleh masyarakat yang dituju. Anehnya, dalam politik elektoral selalu saja kajian ilmiah terbantahkan oleh fakta politik. Bahwa tingkat keterpilihan tidak selalu ditentukan oleh proses komunikasi yang panjang, tetapi lebih pada ketepatan dalam merangkai strategi politik. Boleh saja strategi politik dianggap menjadi dasar keberhasilan seorang politisi, dengan catatan tidak terjadi miskomunikasi dalam proses penyampaiannya. Berhasil atau tidaknya sebuah pesan politik, bergantung pada bagaimana cara pengemasan makna yang hendak disampaikan. Semakin sederhana cara pengemasan dan penyampaian pesan, semakin sedikit kesalahan memaknai sebuah pesan. Semakin dekat pesan yang disampaikan dengan keseharian masyarakat, semakin sedikit kekeliruan dalam memaknai pesan yang disampaikan.
Penulis adalah Wakil Ketua Bidang Komunikasi Politik DPD PDI Perjuangan Sumut. Derita Perempuan Begitu banyak kasus pelecehan seksual yang kerap menimpa perempuan dan anak Indonesia. Bahkan, catatan tahunan Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Catahu Komnas Perempuan) 2020 yang diluncurkan, Jumat (6/3/2020) di Jakarta, mencatat kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2019 mencapai 431.471 kasus. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan Catahu Komnas Perempuan 2008 yang jumlahnya mencapai 54.425 kasus. Itu artinya, angka kekerasan pada Perempuan hingga di level mengkhawatirkan, yaitu 8 kali lipatnya atau naik sebesar 792 persen. Dalam upaya mengatasi hal ini, PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) meluncurkan program SDGs (Sustainable Development Goals) yang merupakan pengganti program MDGs (Millenium Development Goals). Program ini merupakan agenda dunia untuk mengatasi tantangan global yang terjadi saat ini. Termasuk yang terkait dengan kemiskinan, ketidaksetaraan, perubahan iklim, degradasi lingkungan, perdamaian dan keadilan. Tujuan ini dicanangkan bersama oleh negara-negara lintas pemerintahan pada resolusi PBB yang diterbitkan 21 Oktober 2015 sebagai ambisi pembangunan bersama hingga tahun 2030. Dengan adanya program tersebut, terkhususnya kesetaraan gender, perempuan yang menjalani profesi sebagai wanita karier tentu punya banyak tuntutan, walaupun dihadapkan dengan kenyataan tentang kondisi kesehatan mereka terkait sistem reproduksinya. Sistem reproduksi pada perempuan nyatanya berdampak pada kesehatan psikis hingga mental. Tahun 2020 sebenarnya adalah momentum tepat menagih janji bagaimana perjuangan ini telah bergulir selama 114 tahun sejak pencanangannya dan 25 tahun sejak deklarasi Beijing tahun 1995 silam. Ketidaksetaraan dianggap sebagai biang masalah bagi perempuan. Sebelum wabah Covid-19 menyerang, dari sisi belitan kemiskinan World Population Review menyatakan masih ada 68 negara yang memiliki angka ketimpangan lebih tinggi dari 145 negara yang disurvei. Termasuk Singapura, Hong Kong, Arab Saudi, bahkan Malaysia dan Thailand (Pertemuan tahunan World Economic Forum 2020 di Davos). Dalam sistem kapitalis yang sedang berlaku saat ini, kesetaraan itu ibarat mantra yang dikaitkan dengan semua target pencapaian. Tentu target pencapaian yang dimaksud dan yang diinginkan haruslah bersifat materialistik. Padahal, kesejahteraan perempuan tidak akan pernah terwujud dalam sistem kapitalistik. Yang pada praktiknya perempuan dieksploitasi dan mendapat upah yang jauh lebih rendah. Para pemilik modal juga tidak akan rela memberi upah yang tinggi, karena mereka memegang erat prinsip ekonomi kapitalis yakni
“dengan modal yang sekecil-kecilnya mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya”. Begitu juga dengan laki-laki, upah yang layak hanyalah sebuah mimpi. Dan kesetaraan upah laki-laki dan perempuan tidak akan terwujud. Hal ini juga tidak memandang wabah Covid-19 yang sedang terjadi, perempuan tetap dipaksa untuk bekerja. Lagi-lagi kesehatannya terancam. Hal ini tentunya berbeda dengan Islam. Dalam Islam terdapat aturan yang khusus bagi perempuan dan laki-laki. Hal ini bukan untuk melemahkan atau mendiskriminasi perempuan, namun untuk memuliakannya. Meski terlihat mustahil, dengan adanya wabah Covid-19 memaksa perempuan ‘kembali ke rumah’ hadir untuk putra-putrinya sesuai dengan fitrahnya. Dalam Islam perempuan wajib dipersiapkan sejak awal menjadi ummu warobatul bait dan ummu madrosatul ula. Sehingga tidak ada kekhawatiran ketika anak-anak kembali ke rumah karena akan tetap mendapatkan pendidikan terbaiknya, bukan tergagap kebingungan atau bahkan stress dalam menghadapi lockdown di rumah. Dengan penerapan sistem Islam Kaffah kesehatan rakyat menjadi hal yang sangat diperhatikan selain kesejahteraan rakyat, yang tentunya dengan pelayanan yang terbaik. Meyly Andyny Mahasiswa Pendidikan Matematika
Pengumuman Redaksi menerima kiriman karya tulis berupa artikel/opini, surat pembaca. Kirim ke alamat redaksi dengan tujuan ‘Redaktur Opini Waspada’ dengan disertai CD atau email: opiniwaspada@yahoo.com. Panjang artikel 5.000-10.000 karakter dengan dilengkapi biodata dan kartu pengenal (KTP) penulis. Naskah yang dikirim adalah karya orisinil, belum/tidak diterbitkan di media manapun. Isi tulisan menjadi tanggung jawab penulis.
SUDUT BATUAH * Pemprovsu minta masyarakat tetap gembira - Walaupun perasaan tak tenang * Pemko Medan belum ajukan PSBB - Lagi mikir-mikir barangkali * Pembebasan napi timbulkan petaka bagi warga - Ibarat buah simalakama, he...he...he l Doe Wak