Meraba Larat

Page 1


Meraba Larat

2|


3


(Kisah 8 bulan pendampingan masyarakat di pulau terdepan) Penulis: Wido Cepaka Warih Facebook: Wido Cepaka Warih Twitter: @mas_wid Email: wido.cepaka@gmail.com Website: www.widocepakawarih.com

Cetakan 1, Maret 2017 Jakarta, 2017

88 halaman ; 14 x 21 cm Foto sampul: Proses pengisian BBM ke dalam drum untuk diangkut dengan kapal kayu ke Pulau Larat. Hak Cipta dilindungi Undang-undang All right reserved

4|


Teruntuk masyarakat di pulau terdepan NKRI, terima kasih saya haturkan atas ketulusan dan kebaikannya.

5


Daftar Isi Pengantar

8

Meraba Larat

10

Kopi Semangat Penyuluh Perikanan Listrik Rp10.000,00 Per Bulan

17

23

Kisah Olis, Si Penjaga Listrik Matahari Aksi Tepian Negeri

28

32

Rupiah di Balik Keramba

42

Satelit Telkom 3S, Merajut Mimpi di Pulau Terdepan NKRI

45 Bebak, Simbol Ketahanan Pangan

54

Menikmati Kuliner “Kasuami� di Saumlaki Memetik Makna

61

Sepenggal Tantangan

68

Catatan Rekomendasi

75

6|

57


Epilog

81

Tentang Penulis

85

7


Pengantar PROGRAM

Pendampingan

Efektivitas

Sarana

dan

Prasarana di Pulau-pulau Kecil Berbasis Masyarakat (PRAKARSA) merupakan salah satu program penerapan dari Perpres 78/2005 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar.

Program

ini

merupakan

kerjasama

antara

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP RI) dan Destructive Fishing Watch (DFW Indonesia). Apa saja komponen pendampingan dari program tersebut? Pertama. Penguatan data dan Informasi di Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT). Adanya pemetaan isu, tokoh masyarakat, profil pulau dan pendamingan perencanaan pembangunan

desa.

Kedua.

Penguatan

kapasitas

kelembagaan dan sumber daya Kelompok Masyarakat

8|


Pengelola (KMP) sarana dan prasarana yang menjadi fokus pendampingan. zPendampingan penguatan kapasitas SDM, pelatihan teknis dan manajemen, penguatan kelembagaan dan pengembangan program inisiatif. Ketiga. Pengembangan kemitraan dan kerjasama. Adanya

identifikasi

dan

pengembangan

usaha

pengembangan

program

fasilitasi ekonomi inisiatif

mitra

potensial,

produktif KMP.

serta

Keempat.

Pengembangan program inovatif, seperti Rumah Baca, Aksi Tepian Negeri (ATN), Sahabat Pena dan mengajar pelajaran tambahan. Selama proses pendampingan yang saya lakukan di Pulau Larat, tidak sedikit hal-hal yang didapatkan yang telah memberi pelajaran maupun pengalaman berharga. Selama kurang lebih delapan bulan hidup dan tinggal bersama masyarakat,

menyatu

dengan

kehidupan

sehari-hari

masyarakat, serta melibatkan diri langsung dalam setiap aktivitas untuk mempererat hubungan dengan masyarakat dan seluruh para pemangku kepentingan. Inilah catatan singkat dan kumpulan sajak saat penulis tinggal selama delapan bulan bersama masyarakat di pulau terluar NKRI. Sebagian besar catatan ini juga dipublikasikan di portal platform blog Kompasiana.com dan mendapatkan beberapa headline. Wido Cepaka Warih

9


Meraba Larat Dari masyarakat di Pulau Larat, kita bisa belajar untuk lebih arif dan bijaksana dalam mengelola segala hal, belajar kearifan lokal dan budaya mereka, belajar untuk tetap sederhana dalam mengelola sumber daya alam dan menjaga harmoni di pulau-pulau kecil terluar

GELIAT kehidupan di Pulau Larat dapat diraba dari interaksi warga pada sumber daya alam, tradisi, dan relasi sosial. Dengan itu mereka bisa bertahan dan berkembang meniti kehidupan, dengan rumput laut, ikan, kacang tanah hingga kain tenun. Wido Cepaka Warih, fasilitator Program Pendampingan Efektivitas Sarana dan Prasarana di Pulaupulau

Kecil

Berbasis

Masyarakat

(PRAKARSA)

dari

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan DFW Indonesia menuliskan dan mengirimkan temuan-temuannya

10 |


selama berada di pulau yang berbatasan dengan Benua Australia itu. Ragam foto dan narasi ini serupa tawaran untuk meraba urat nadi kehidupan di Pulau Larat versi fasilitator Prakarsa periode 2016.

*** Semenjak rumput laut mulai tertebas harganya, sebagian masyarakat di Pulau Larat memilih meninggalkan budidaya rumput laut. Beragam persoalan menjadi batu ganjalan bagi pembudidaya. Selain harga yang tak stabil mereka juga diserang penyakit. “Rumput laut kami terkena penyakit iceice, sekitar tahun 2014. Semenjak itu harga turun terus,” ungkap Ibu Maya sembari menunjukkan bekas lahan budidaya metode longline rumput laut di Desa Ritabel. “Sekitar tahun 2012-an harga agar-agar (rumput laut) kering setiap kilogram mencapai Rp 15.000. Kalau sekarang hanya laku Rp 4.000-5.000,” kata Om Kui, seorang petani rumput laut di desa Lamdesar Timur, Pulau Larat. “Ketika rumput laut berjaya, jalanan setapak depan rumah-rumah itu tertutup sama jemuran agar-agar. Masyarakat bisa menyekolahkan anaknya sampai lanjut kuliah, usaha dagang, buka warung, bangun rumah, banyak lagi pokoknya,” sambung ibu Maya. Hingga Juni 2016, pemerintah daerah tak tutup mata melihat persoalan rumput laut. Melalui Dinas Kelautan dan Perikanan, berbagai bantuan seperti bibit rumput laut maupun pelatihan pengolahan budidaya dan hasil rumput laut tak lepas dari agenda rutin dinas terkait. Tujuannya demi

11


kemandirian masyarakat Larat dalam mengelola sumber daya yang ada. Selain gambaran status rumput laut dan dinamikanya saat ini di Larat, gambaran tentang potensi perikanan juga penting untuk diceritakan. Informasi awal tentang ini saya temukan saat bertemu dengan dua orang nelayan di Pulau Lelingluan yang sedang memanggul ikan bubara dan sakuda. “Ayo mas, satu ikat Rp 35.000 saja ini, ikan masih segar baru nyampe subuh tadi,” salah satu penjual menawarkan ikan bawaanya “Mama, ini ikan apa?”, tanya fasilitator DFW (Destructive Fishing Watch) yang sedang bertugas di sini, ikan yang berbeda. ”Ikan samandar, harga seikat Rp 35.000, enak dan empuk dagingnya,” ujarnya. Transaksi pun terjadi, ternyata satu ikat isinya ada 15 ekor ikan samandar sebesar telapak tangan orang dewasa. Untuk jenis ikan sakuda maupun kakap seukuran pergelangan tangan orang dewasa kita bisa membelinya seharga Rp 50.000-60.000, apalagi ketika anda lihai menawar dibumbui dengan obrolan hangat akan mendapatkan harga yang lebih murah. Menurut Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang dilansir dari data Dinas Kelautan dan Perikanan, di tahun 2013 produksi perikanan di Tanimbar Utara (Pulau Larat) sebesar 1.382 ton dan mengalami penurunan sebanyak 1.207 ton di tahun 2014. Untuk melihat potensi perikanan ini kita perlu melihat angka armada dan alat tangkap yang dipergunakan oleh nelayan Pulau Larat.

12 |


Jumlah perahu/motor tangkap yang paling banyak digunakan oleh nelayan Pulau Larat adalah perahu jukung sejumlah 190 dikuti perahu kecil 168, perahu besar 33, motor tempel 139, dan kapal motor 26. Armada tersebut beberapa bersumber dari bantuan Dinas Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Kelautan dan Perikanan. Masyarakat di Pulau Larat sebagian besar menggunakan pancong, sero, dan jaring insang untuk menangkap ikan dalam kesehariannya. Belum tersedianya cold storage di Pulau Larat juga berpengaruh terhadap nilai tambah perikanan tangkap. Selama ini, nelayan memanfaatkan es produksi rumahan, itupun hanya bertahan beberapa hari saja. Buce, Ketua Kelompok Nelayan Barrakuda, ketika ditemui di rumahnya juga mengatakan hal yang sama. “Kami kalau melaut jauh-jauh tidak sebanding antara BBM, es dengan jumlah tangkapan. Di sini belum ada pabrik es atau penyimpanan ikan, ini yang kami harapkan dari pemerintah baik pusat mapupun daerah, agar nantinya perikanan di Pulau Larat ini bisa maju dengan dukungan sarana dan prasarana yang ada,� katanya. Potret dalam Kacang Botol Selain menyimpan potensi perikanan, Larat dikenal dengan potensi pertaniannya, seperti kasbi (singkong), umbi-umbian lain, pateka (semangka), jagung, dan kacang tanah. Saat menjumpai masyarakat di salah satu desa Pulau Larat yaitu Desa Lamdesar Barat, kita akan melihat potret

13


aktivitas masyarakat sedang menjemur dan mengupas kacang tanah di selasar rumah. Dengan jarak 50 km ke pusat Larat, masyarakat Lamdesar Barat biasa menjual kacang tanah yang telah dikelupas dengan harga Rp 20.000-25.000 per kg. Tumpukan karung kacang tanah seakan menjadi saksi jerih payah selama bekerja berladang. Dalam satu karung besar terdapat 30-40 kilogram kacang tanah masih dengan kulitnya. Untuk menghasilkan satu karung kacang tanah bersih (sudah dikelupas kulitnya), mereka harus mengelupas 3-4 karung kacang tanah. Lebih serunya lagi, setelah pulang sekolah atau di waktu senggang, anak-anak di Lamdesar Barat tidak mau ketinggalan berbagi keceriaan dengan mengelupas kulit kacang tanah. Terkadang memang, tangan mereka lebih cepat dari tangan orang dewasa mengupas kulit kacang. Akan nampak senyum bahagia dan gigi putihnya ketika mereka diberi uang jajan Rp 30.000 per karung kacang tanah bersih seusai ikut mengupas. Semakin banyak karung dengan isi 30 kg per karung, maka akan semakin lebar senyum mereka, artinya

akan

mempunyai

tabungan

untuk

membeli

keperluan sekolah. “Kalau untuk kacang botol, yang ditaruh di botol seukuran air mineral harganya Rp 15.000, sedangkan botol kaca bisa Rp 25.000-30.000,� ujar Bapak Pice yang juga mempunyai ladang kacang tanah. “Kalau sekarang sudah mulai enak, sekitar dua bulan lalu, karena ada truk yang masuk ke sini, jadi gampang jual kacang

14 |


ke pusat Larat, kalau tempo lalu, ketika akan menjual dalam jumlah banyak, kami harus pakai perahu ketinting dan ongkosnya lebih mahal,� sambung Pice saat sedang menjemur kacang tanah depan rumahnya. Angin segar harapan berhembus ke Larat. Jalan trans Larat sudah mulai dikerjakan tahun ini. Beberapa tahun lagi semua desa akan merasakan lancarnya akses dan distribusi hasil panen, sehingga harapan mereka dapat meningkatkan roda perekonomian selama ini semakin cerah. Tenun dari Bumi Lelemuku Bukan hanya rumput laut, ikan, dan kacang tanah. Di Larat terdapat anggrek endemik namanya lelemuku. Ini dapat pula dikembangkan terutama bagi pencinta bunga. Selain itu, kurang lengkap rasanya kalau berkunjung ke Pulau Larat jika tak membawa oleh-oleh berupa kain tenun yang dibuat dengan tangan langsung (hand made) oleh masyarakat Larat. Hampir semua perempuan di desa bisa membuat tenunan, baik dalam bentuk scarf maupun syal. Untuk selembar syal, mereka bisa menjual dengan harga Rp 150.000. “Satu syal bisa dua sampai tiga hari buatnya, tergantung kesibukan, kalau mau dikasi nama orang juga bisa di syalnya, atau memilih warna kombinasi benang dan corak syal,� terang Mama Desa Lamdesar Barat. Belajar dari kesabaran memintal benang-benang halus dan ragam corak warna, membuat kita akan jatuh cinta pada kearifan masyarakat di Larat.

15


Dari masyarakat di Pulau Larat, kita bisa belajar untuk lebih arif dan bijaksana dalam mengelola segala hal, belajar kearifan lokal dan budaya mereka, belajar untuk tetap sederhana dalam mengelola sumber daya alam dan menjaga harmoni di pulau-pulau kecil terluar.

16 |


Kopi Semangat Penyuluh Perikanan Kami siap mendampingi tangan-tangan optimis masyarakat Tanimbar. Inilah potret optimisme dari teman-teman penyuluh perikanan di pulau terluar negeri ini dalam mewujudkan membangun Indonesia dari pinggiran

PAGI ini di negeri Duan Lolat (baca: Kabupaten Maluku Tenggara Barat) cuaca nampak cerah dan bersemangat. Ku jelang sinar mentari pagi dengan mencuci setumpuk pakaian kotor. Mungkin pernah ada yang bertanya seperti halnya kejadian serupa saat aku mencuci motor di masa yang lalu, "buat apa dicuci toh nanti kotor lagi". Aku hanya tersenyum menanggapi gurauan di masa itu. Jalanan di depan sekretariat nampak sepi tidak seperti biasa, aku baru teringat kalau hari ini kantor yang berjajar seri di

17


sepanjang jalan yang memuat nama proklamator Republik ini libur. Hanya terlihat beberapa pemuda yang berlari kecil, seorang ayah yang memboncengkan sang putri di motor keluaran Jepang menuju ke suatu lokasi yang sudah disepakati, maupun Pak Panus dan Pak Maikel (keluarga baru di sekretariat Pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (PSKPT), Saumlaki) tengah menyeka peluhnya sembari memperbaiki papan nama sekretariat. Satu

persatu

terdengar

deru

roda

besi

mulai

berdatangan dan parkir di depan garasi mobil. Sambil tersenyum dan tertawa renyah mereka menyapa kami. Nampak benar semangat mereka pagi menjelang siang ini. Kiranya mereka penasaran diundang secara khusus oleh sekretariat PSKPT Saumlaki. Ada apakah gerangan? Terbesit tanda tanya di benak mereka. Ya, mereka adalah orang keren yang menjemput kehormatannya menjadi Penyuluh Perikanan Bantu (PPB) untuk mendampingi masyarakat di Kepulauan Tanimbar. Manajer Lapangan PSKPT Saumlaki, Nasruddin yang akrab dipanggil Kak Nas menyilakan mereka untuk masuk ke ruang tamu agar lebih santai dan akrab perbincangannya. Sambil menunggu kedatangan yang lain, Aku, Mele (Fasilitator Prakarsa untuk Pendampingan Pulau Terluar) dan Kak Nas ngobrol ringan terkait beberapa isu mengenai kelautan terkini. Kak Nas menyampaikan kepada para penyuluh maksud dan tujuan mengundang mereka semua kemari. Kak Nas

18 |


ingin mengajak kolaborasi untuk membuahkan aksi nyata. Dimulai dari pemaparan mengenai apa itu PSKPT, dilanjutkan dengan penyampaian tujuan dan mendengar sharing dari teman-teman penyuluh. Maluku Tenggara Barat merupakan salah satu kabupaten yang menjadi lokasi Pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (PSKPT). Bahkan di tahun 2016 ini, Ibu Susi (Menteri Kelautan dan Perikanan) menginginkan adanya ekspor perdana dari beberapa lokasi PSKPT. Sebagian dari penyuluh sudah pernah mendengar mengenai PSKPT, karena sebelumnya kami pernah sharing pada waktu workshop diversifikasi hasil olahan perikanan tempo hari di bilangan hotel Saumlaki. Basilus Arbol atau akrab dipanggil Basten ini merupakan salah satu penyuluh yang ditugaskan di Pulau LaratKecamatan Tanimbar Utara (termasuk salah satu dari 92 pulau terluar di Indonesia), menyampaikan bahwa di tahun 2016 ini, target untuk pembentukan koperasi nelayan seluruh Indonesia kurang lebih 600 koperasi. Informasi itulah yang ia dapatkan ketika mengikuti kegiatan pelatihan penyuluhan di Ambon tempo lalu. Ada beberapa keluhan yang masuk mengenai status KTP nelayan. Slamet Achrodi, penyuluh perikanan bantu yang bertugas di Kec. Wertamrian dan Kormomolin ini juga mengiyakan agak kesulitan mendapatkan nelayan yang mempunyai KTP dengan status nelayan, ada yang petani malahan. Memang tidak semua menjadi nelayan sepenuhnya,

19


tergantung musim, sehingga bisa berperan ganda antara nelayan dan petani/pekebun. "Teman-teman nanti bisa dilihat kondisi di lapangan seperti apa, apakah pendapatan orang itu lebih banyak di laut atau di darat? Berapa lama waktu yang dihabiskan untuk di laut maupun di darat? Agar data benar-benar sesuai dengan kondisi di lapangan", sambung Kak Nas. Daud yang saat ini bertugas di Kecamatan Wuarlabobar menambahkan bahwa di pesisir timur Tanimbar ini, paling banyak ditemukan nelayan sambilan/musiman, artinya mereka akan melaut ketika mulai masuk musim barat. Begitu juga dengan keberadaan perahu-perahu nelayan yang ada. "Untuk tahun ini, Kabupaten Maluku Tenggara Barat mendapatkan kuota kartu nelayan sebanyak 3000 buah", tambah Erlina yang saat ini bertugas di Tanimbar Selatan.Suasana diskusi di sekretariat PSKPT Saumlaki Aku sedikit menambahkan, kita nanti bisa buat bersamasama kalender musim dari tiap kecamatan, agar bisa tahu lebih detail kegiatan masyarakat di sana. Kalender musim ini nanti juga berguna untuk analisa selanjutnya. Sebagai moderator, Basten mencatat beberap poin penting terkait hasil sharing tadi. Basten menyampaikan untuk pembentukan koperasi yang perlu diingat adalah penguatan kapasitas kelompok terlebih dahulu. Jangan dipaksakan, kita lihat perkembangan dan menjalani setiap proses yang ada. Hal ini diamini oleh penyuluh yang lain. Untuk penyuluh juga sudah ada wadah

20 |


agar bisa menuliskan setiap perjalanan dan isu yang didapat dari lapangan. Menulis bukan lagi menjadi hal berat, tetapi sudah menjadi kebutuhan kita untuk memberitahuan kepada khalayak ramai mengenai apa yang terjadi. Menulis juga sebagai jejak memori yang akan diingat selalu ketika nanti dibutuhkan. Mele, salah satu fasilitator Prakarsa yang bertugas di Pulau Selaru juga menambahkan bahwa kita harus cukup cerdik untuk memanfaatkan sumber daya yang ada, salah satunya bisa bekerja sama dengan RRI Pro 1 Saumlaki. Aku dan Mele sebelumnya pernah berbincang hanya dengan Pak Jei dari RRI mengenai kesempatan kami untuk sewaktu-waktu siaran di sana. Beliau pun cukup antusias bahkan mempersilahkan kepada kami.Kampung Nelayan di Tanimbar Selatan Gayung pun bersambut, kami juga mengajak temanteman

penyuluh

untuk

berkolaborasi

menceritakan

kekerenan masyarakat di Tanimbar. Tak terasa matahari sudah sepenggalah tingginya. Dan yang kebih konyol lagi kita lupa memperkenalkan diri lebih dalam di awal tadi. Tapi tak apalah, kami cukup bisa seketika cair layaknya sobat lama. Akhirnya aku, Mele dan Kak Nas bisa mengenal Obeth, Basilus, Felix, Erlina, Slamet, Apolos dan Daud lebih jauh. Di akhir sesi perkenalan disertai guyonan ringan, Basilus membacakan beberapa kesimpulan termasuk pertemuan rutin yang akan diadakan tiap awal bulan.

21


Sekretariat PSKPT akan selalu menjadi rumah dan saksi kolaborasi positif. Sungguh bahagia di tanah rantau ini, aku bertemu dengan orang orang keren yang idealis membangun negeri. Kami dipertemukan dalam lingkaran positif yang akan terus menularkan virus positif ini ke orang lain. Semoga niat baik akan diwujudkan dalam kolaborasi aksi positif ini selalu mendapat ridho dari Tuhan Yang Maha Esa. Kami

siap

mendampingi

tangan-tangan

optimis

masyarakat Tanimbar. Inilah potret optimisme dari temanteman penyuluh perikanan di pulau terluar negeri ini dalam mewujudkan membangun Indonesia dari pinggiran. Catatan: PSKPT: Pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu PPB: Penyuluh Perikanan Bantu Duan Lolat: Hukum adat/kearifan lokal/sistim kehidupan dalam masyarakat Tanimbar Prakarsa: Program Pendampingan Efektivitas Sarana dan Prasarana Pulau-Pulau Kecil Berbasis Masyarakat atas kerjasama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan DFW Indonesia

22 |


Listrik Rp10.000,00 Per Bulan Dengan iuran Rp 10.000/bulan, masyarakat kembali menikmati kerlip cahaya di malam gulita. Iuran tersebut dikumpulkan untuk memberikan apresiasi kinerja kelompok pengelola dan perawatan PLTS

DI tepian dermaga Lamdesar Barat, Pulau Larat, saya bertemu dengan kelompok pengelola pembangkit listrik tenaga surya, mereka menamakan dirinya "Faduk Mavu", padanan filosofi Cahaya Pengetahuan. Hadirnya terang dan cahaya di pulau terdepan pertanda ikhwal peningkatan pengetahuan dan kesejahteraan, begitu harapan masyarakat sewaktu Rapat Negeri digelar. Faduk Mavu menjadi tumpuan keberlanjutan pengelolaan energi matahari di desa tepian Arafura tersebut.

23


Mari tengok ke belakang dan realitas, adanya kondisi mangkrak bantuan-bantuan dari pemerintah maupun pihak lain, karena kurangnya perhatian pada pembangunan manusia, penyiapan sumber daya untuk mengelola bantuan tersebut. Mengapa? Karena dengan adanya penyiapan sumber daya manusia untuk mengelola, keberlanjutan akan kesadaran kepemilikan dan kebutuhan bersama menjadi sebuah bagian dari nadi kehidupan masyarakat. *** Tahun 2014, merupakan sebuah catatan masyarakat Lamdesar Barat, Pulau Larat. Sebuah desa pesisir di pulau terdepan, bilangan jarak 300 mil dari Darwin, Australia ini, mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Komunal dengan kapasitas 50 kwp (kilowatt-peak). Hal ini menjawab kebutuhan listrik di pulau terdepan. Kehadiran fasilitator pulau terdepan merupakan teman bagi masyarakat dalam mengelola bantuan tersebut, akhirnya dibentuklah kelompok masyarakat pengelola (KMP).

Masyarakat

juga

dilibatkan

semenjak

awal

pembangunan, hal ini guna menunbuhkan rasa keberpihakan dan kepemilikan bersama. Gotong royong sudah menjadi ruh negeri ini. Dari anak sekolah sampai kakek nenek ikut membantu proses pembangunan PLTS yang diawali dengan doa dan upacara adat. Mereka mengambil porsi keterlibatan sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Ada yang membangun fondasi

24 |


panel

surya, memikul

baterai, membersihkan

areal,

menyediakan makanan dan minuman dan banyak cerita menarik lainnya. Dalam perjalanan proses pendampingan, sudah ada kesepakatan dalam musyawarah desa mengenai aturan dalam pengelolaan (AD/ART), besarnya iuran tiap bulan, kerja bakti membersihkan areal PLTS, hal-hal yang tidak diperbolehkan dilakukan untuk menjaga kelangsungan pembangkit. Proses pendampingan selalu ada cerita tersendiri. Ada cerita sukses dan sebaliknya, ada cerita "lecet" di pertengahan jalan. Justru proses "lecet" ini yang akan mendewasakan semua pihak dari masyarakat maupun pendamping.

Bukan seberapa banyak kita jatuh, tetapi apakah kita mau bangkit dan berdiri kembali? Ketika memasuki bilangan menjelang akhir tahun 2015, terjadi keresahan yang menjadi buah bibir masyarakat. Setelah ditelusur karena adanya salah satu oknum masyarakat yang menyambung kabel secara ilegal, sehingga mengakibatkan kerusakan pada salah satu komponen PLTS. Dengan adanya kerusakan tersebut, menjadi pelajaran cukup berharga bagi masyarakat, karena ketika sebelumnya di malam

hari

terang,

sekarang

gelap

dan

kembali

menggunakan lampu minyak atau genset warga. Adanya kemarahan dari masyarakat terhadap oknum tersebut, menjadikannya sebuah musyawarah panjang

25


dalam Rapat Negeri yang dipimpin oleh kepala desa. Pemberlakuan sanksi dan hukuman pun diberikan, begitu juga dengan sanksi sosial secara tidak langsung dari masyarakat itu sendiri. Saat adanya kerusakan, kelompok pengelola sudah mengerti prosedur pelaporan yang harus dijalankan. Dimulai dari pemerintah desa sampai pemerintah kabupaten. Memang butuh proses bertahap, tetapi kelompok sudah melaksanakan prosedur yang sesuai. Jawaban atas perbaikan akhirnya datang juga di tahun 2016, dalam kurun waktu sekitar 6 bulan kerusakan, komponen tetap dipelihara dan terjaga dengan baik. Setelah adanya perbaikan, digelar kembali ajang Rapat Negeri yang dipimpin oleh Kepala Desa untuk berkomitmen bersama masyarakat dalam menjaga dan mengelola PLTS. Kini mereka menyadari bahwa pengelolaan merupakan tanggung jawab bersama. Dengan iuran Rp 10.000/bulan, masyarakat kembali menikmati kerlip cahaya di malam gulita. Iuran tersebut dikumpulkan untuk memberikan apresiasi kinerja kelompok pengelola dan perawatan PLTS. Saat ini sekitar 188 KK, 742 jiwa merasakan manfaat dari tiga buah mata lampu yang terpasang di tiap rumah. Geliat anak-anak belajar mulai tambah semarak, ibu-ibu mengelupas kulit kacang tanah dan membuat kain tenun serasa ada harmoni dalam bunyi ombak pecah di karang ujung desa. Di lain kesempatan, pemerintah desa akan memasukkan anggaran perawatan PLTS jangka panjang dalam dokumen

26 |


RPJMDes dan RKPDes. Satu lagi bentuk bukti konkrit dari masyarakat

pulau

terdepan

dalam

menjaga

sarana

prasarana. Pengelolaan bantuan berbasis masyarakat menjadi kepemilikan bersama untuk sebuah keberlanjutan. Pulau terdepan mengajarkan contoh kearifan dan arti sebuah tanggung jawab. Kunci keberlanjutan dari adopsi teknologi terletak pada kolaborasi aspek teknis dan sosial. Dukungan teknis berupa pelatihan operator pengelola dan transfer ilmu menjadi bagian yang tak terpisahkan. Perlahan tapi pasti, kolaborasi membuka ruang diskusi dan partisipasi untuk proses kemajuan pulau terdepan. Pemberian bantuan sarpras berupa teknologi baru (contoh PLTS) tanpa adanya keterlibatan, penyiapan sumber daya manusia untuk mengelolanya dan dukungan teknis yang bisa diakses, bisa jadi hanya sebuah pepesan kosong untuk bicara keberlanjutan! Mari berkolaborasi untuk pulau terdepan NKRI!

27


Kisah Olis, Si Penjaga Listrik Matahari "Kami bersyukur, terima kasih pemerintah sudah hadir di sini, sekarang desa tidak gelap lagi saat malam hari, saya juga bisa memperbaiki mesin ketinting yang rusak atau mesin motor yang dititipkan oleh tetangga," kata Olis. "Dan tentunya, anak saya bisa belajar dengan nyaman pada malam hari."

ARNOLIS FUN mematikan sebatang rokok kretek, menyimpannya di pinggiran batas bangunan rumah pembangkit. Dengan cekatan, mulai memasukkan anak kunci ke lubangnya, serta merta cahaya lampu di ruang kontrol menambah hangat di siang terik. Olis, sapaan akrabnya, menunjuk angka-angka yang tertera di box kecil perangkat inverter pembangkit surya. Dia mengangkat jempol

28 |


kanannya pertanda kondisi pengisian baterai cukup normal hingga di bilangan 95%. Maklum di luar, matahari menyengat panas. Kemudian, dia membawaku ke ruang baterai, sembari membersihkan kotoran dan debu. "Kami bersyukur, terima kasih pemerintah sudah hadir di sini, sekarang desa tidak gelap lagi saat malam hari, saya juga bisa memperbaiki mesin ketinting yang rusak atau mesin motor yang dititipkan oleh tetangga," kata Olis. "Dan tentunya, anak saya bisa belajar dengan nyaman pada malam hari." Sejak awal pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Olis dilibatkan dalam proses pembangunan, hingga pembentukan kelompok pengelola. Dia tidak sendirian, bersama Kelompok Pengelola Faduk Mavu setia mengelola PLTS dengan kapasitas 50 kwp. Desa

Lamdesar

Barat, tempat

Olis tinggal

dan

mengabdikan dirinya untuk menjaga bantuan pemerintah menjadi contoh kemandirian masyarakat untuk menjaga keberlangsungan. Desa ini berada di ujung timur bagian dari Pulau Larat, salah satu dari 111 pulau terluar di Indonesia. Masyarakat percaya dengen keberadaan Olis untuk menjadi

operator

sekaligus

teknisi

lokal

PLTS.

Kesehariannya membantu memperbaiki mesin ketinting masyarakat yang rusak menjadi harapan bagi masyarakat Lamdesar Barat. "Saya sering dimintai tolong sama tetangga buat memperbaiki mesin ketinting yang rusak, genset juga sering, bahkan mesin motor. Ya, tidak ada patokan jasa, terkadang

29


dikasih rokok atau balas jasa yang lain ketika saya juga butuh pertolongan. Ya begitulah kehidupan di pulau, saling tolong menolong, kerjasama, kerja bakti," tutur Olis sembari memperlihatkan modul-modul pengelolaan dan perawatan PLTS. Olis bersama Iwan, sesama operator kelompok PLTS pernah diberikan kesempatan untuk mengikuti diklat pengelola PLTS di Jakarta. Di sana, mereka belajar lebih lanjut teknis perawatan dari panel surya, inverter, baterai, jaringan, penanganan kerusakan dan pengelolaan yang berkelanjutan. "Saya senang, diberi kesempatan ke Jakarta, ini pertama kali dalam hidup saya, bisa lihat ibukota Negara, bisa

lihat

Monas,

Monumena

Nasional

kebanggaan

Indonesia, semoga dapat pengalaman banyak di sini, " katanya. "Saya dan Iwan harus mengikuti sesi pelatihan dari awal sampai akhir, beberapa memang ada yang belum pernah dengar dan kurang mengerti, tapi kami berusaha tanya sama pelatih dan teman-teman yang lain juga, bahkan dikasih modul juga, jadi bisa dibaca-baca lagi sampai di rumah." Perjuangan dan dedikasi Olis, Iwan dan kelompok pengelola PLTS bukan tanpa hambatan. Bahkan pernah mengalami suatu kasus yang membuat mereka hampir patah arang. "Tahun kemarin, ada yang coba-coba nyambung kabel, tapi ilegal, jadinya konslet, kena ke rumah pembangkit, untung hanya sakelar yang mati, pelakunya udah dihukum juga sama desa secara sosial," tutur Olis. Dari apa yang terjadi, masyarakat dan kelompok pengelola semakin turut

30 |


andil untuk menjaga bantuan yang menjadi milik bersama. Dari pulau terluar, cahaya PLTS menjadi saksi dedikasi Olis dan kelompok pengelola dalam merawat dan menjaga energi masa depan. Kini PLTS sudah menjadi urat nadi masyarakat, semua saling memelihara, mengingatkan dan menjaga. Iuran perlahan akan mulai dinaikkan seiring kesadaran dari masyarakat

sendiri.

Dari

10.000/bulan

menjadi

15.000/bulan. Sedikit demi sedikit, ada tabungan yang bisa disisihkan untuk perawatan, ini sebuah apresiasi untuk proses panjang yang telah kita lalui bersama. Inilah wujud dari sebuah nawacita, membangun Indonesia dari pinggiran.

31


Aksi Tepian Negeri Ini cerita mengenai keseruan kegiatan Aksi Tepian Negeri di Pulau Larat. Langit kala itu menjadi saksi berkumandangnya Indonesia Raya dengan lantang dan berkibarnya Sang Saka Merah Putih dengan gagah disertai semangat kolaborasi masyarakat di desa Lamdesar Barat

PULAU Larat dengan luas wilayah sekitar 124,89 Km2 merupakan salah satu dari empat pulau kecil terluar di Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang berdasarkan Perpres 78 tahun 2005 termasuk salah satu pulau terluar dari 92 pulau terluar berpenduduk yang ada di Indonesia yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga. Pulau Larat terletak di sebelah utara dari Pulau Yamdena (pulau terbesar di Kabupaten Maluku Tenggara Barat). Secara administrasi seluruh desa-desa di Pulau Larat termasuk dalam wilayah Kecamatan Tanimbar Utara

32 |


Kabupaten Maluku Tenggara Barat Propinsi Maluku. Berdasarkan data BPS MTB, 2014 Kecamatan Tanimbar Utara terdiri dari 8 desa dan 1 kampung dan khusus di Pulau Larat hanya terdiri dari 7 desa. Secara keseluruhan desadesa di Pulau Larat terletak di sepanjang pesisir utara Pulau. Ketujuh desa di Pulau Larat tersebut antara lain Desa Ritabel, Desa Ridool, Desa Watidal, Desa Keliobar, Desa Kelaan, Desa Lamdesar Barat dan Desa Lamdesar Timur. Pulau Larat merupakan pulau yang sudah memiliki infratruktur sarana dan prasarana yang memadai, seperi pelabuhan kapal barang, fery dan dermaga Jety Apung. Terdapat kantor pemerintahan, kantor Camat, Kantor KB, pos militer, kantor Pos dan Bank BRI. Saat ini sedang dilakukan proses pengerjaan jalan Trans Larat yang akan menghubungkan semua desa-desa di Pulau Larat, sehingga dapat mempercepat persebaran dan pertumbuhan ekonomi serta aksesbilitas yang memadai. Masyarakat di Pulau Larat cukup beragam jenis mata pencahariannya.Ada yang berprofesi

sebagai

guru,

PNS,

nelayan,

petani

dan

pembudidaya rumput laut. Potensi terbesar di Pulau Larat adalah perikanan tangkap, budidaya rumput laut dan kacang tanah. Saat ini harga rumput laut mengalami penurunan, yaitu Rp 5.000 - 6.000 per kg rumput laut kering. Hal ini sangat dirasakan betul oleh pembudidaya, sehingga beberapa pembudidaya mulai beralih ke kacang tanah. Untuk penerangan di Pulau Larat sudah terjangkau instalasi listrik PLN yang beroperasi dari pukul 18.00 – 06.00 WIT, hanya

33


saja di dua desa paling ujung timur bagian pulau, yaitu desa Lamdesar Barat dan Timur masih sering padam hingga kini. *** Ini cerita mengenai keseruan kegiatan Aksi Tepian Negeri di Pulau Larat. Langit kala itu menjadi saksi berkumandangnya Indonesia Raya dengan lantang dan berkibarnya Sang Saka Merah Putih dengan gagah disertai semangat kolaborasi masyarakat di desa Lamdesar Barat. Berikut cuplikan singkatnya: Upacara Bendera 71 Tahun Indonesia Merdeka Pukul 08.30 WIT masyarakat sudah mulai bersiap-siap menuju ke lapangan upacara bendera peringatan 71 tahun Indonesia Merdeka. Upacara kali ini diadakan di lapangan desa (depan lokasi pembangunan balai desa Lamdesar Barat). Masyarakat akan menjadi peserta upacara yang terbagi ke dalam tiap rukun tetangga (RT). Pemerintah desa pun telah berkumpul di salah satu rumah milik kepala urusan pemerintahan desa untuk dikawal pasukan Paskibraka menuju lapangan upcara. Pukul 09.00 WIT masyarakat dan siswa-siswi SD Kristen Lamdesar Barat dan SMP Satu Atap Lamdesar Barat sudah bersiap di lapangan upacara. Pemerintah desa mulai bergerak menuju lapangan upacara dikawal oleh pasukan Paskibraka. Upacara dimulai dengan cukup khidmat dan tenang walaupun cuaca di lapangan cukup terik panas. Pembacaan teks proklamasi dibacakan oleh ketua pemuda

34 |


desa dengan lantang dan semangat laiknya Sang Proklamator kita, Soekarno. Tiba saatnya pengibaran bendera yang sudah ditunggutunggu oleh peserta upacara, pasukan Paskibraka mulai bergerak memasuki lapangan upacara dengan penuh semangat. Pasukan berhenti di depan tenda peserta pemerintah desa untuk menerima bendera yang akan dikibarkan pada upacara tersebut. Salah satu pasukan menerima bendera dari kepala desa Lamdesar Barat dengan penuh takzim dan penghayatan. Pengibaran sang saka Merah Putih berlangsung dengan penuh syahdu dan haru diiringi nyanyian Indonesia Raya dari peserta upacara, Indonesia Raya mengumandang dengan lantang di langit pulau terluar Indonesia bersamaan dengan berkibarnya Sang Saka Merah Putih dengan gagah. Setelah upacara selesai, peserta upacara bersalaman satu sama lain, mengungkapkan rasa terima kasih atas apresiasi ikut menjadi bagian dari sejarah memeriahkan upacara kemerdekaan di pulau terluar. Sebelum beranjak ke kegiatan perayaan selanjutnya, peserta uoacara istirahat sejenak menikmati kue buatan dari perempuan di desa Lamdesar Barat. Malam sebelum tanggal 17 Agustus 2016, perempuanperempuan di desa Lamdesar Barat dengan giat dan tanpa mengenal lelah mempersiapkan kue-kue tradisional untuk menjadi hidangan setelah selesai upacara bendera. Masyarakat mulai berkumpul di dekat tenda dan di bawah

pohon

rindang,

sembari

menyaksikan

dan

35


memberikan dorongan semangat kepada peserta baris berbaris dengan kreasi dari tiap rukun tetangga (RT). Peserta baris berbaris memakai baju khas dan unik dari tiap RT masing-masing, seperti anak-anak yang menggunakan baju dari tokoh salah satu sinetron, ada pasukan yang menggunakan baju putih, baju Pramuka, dan baju sekolah SMP. Setiap peserta baris-berbaris akan melewati rute keliling desa dan kembali lagi ke alapangan upacara. Setiap peserta baris-berbaris

yang

kembali

ke

lapangan

upacara

mendapatkan sambutan yang meriah dari masyarakat. Ada saah satu kelompok peserta baris berbaris di mana ketika memasuki lapangan upacara membuat suatu gerakan khusus saat aba-aba buka barisan, peserta langsung berjoget dengan khas dan sangat lucu sehingga membuat masyarakat yang menyaksikan tertawa, bahkan ada yang ikut berjoget. Kegiatan penutup perayaan upacara bendera hari ini ditutup dengan perlombaan senam dari tiap-tiap RT di bawah pohon rindang. Salah satunya adalah senam Lambelambe yang khas dari Maluku. Masyakarat juga ikut senam bersama dengan pemerintah desa. Masyarakat menikmati dan menghayati setiap rangkaian peringatan upacara bendera 71 tahun Indonesia Merdeka. Suatu bentuk rasa syukur, masih diberi kesempatan hingga saat

ini

untuk

menikmati

dan

mengisi

peringatan

kemerdekaan Indonesia dengan kerja nyata dan kolaborasi positif. Sesungguhnya istilah “keren� itu ketika kita bekerja bersama untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan bersama.

36 |


Rumah Baca Desa Lamdesar Barat, Pulau Larat Kegiatan rumah baca dimulai pada siang hari tanggal 17 Agustus 2016. Fasilitator Parakarsa bersama dengan anakanak membuka buku dari kardus yang dibawa dari Jakarta. Awalnya baru beberapa anak saja yang ikut berkumpul di rumah baca, lama kelamaan anak-anak yang lain mulai berdatangan ke rumah baca karena penasaran dengan keseruan yang kami buat. Ketika buku-buku sudah dikeluarkan dari kardus, mereka langsung menyerbu dan memilih buku-buku untuk diihat dan dibacanya. Ada total 128 buku untuk rumah baca ini. Sering terdengan keceriaan dan tawa dari beberapa anak yang sedang membaca buku. Beberapa anak cukup tertarik dengan salah satu buku, yaitu buku profil Oulau larat yang diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Mereka langsung megetahui kalau itu pulau tempat mereka tinggal. Mereka tertawa saat melihat foto-foto di dalamnya, komentar dan diskusi kecil pun terjadi di anatara mereka mengenai isi buku profil Pulau Larat tersebut. Keyika dihadapkan pada peta Pulau Larat di buku tersebut, mereka juga mengetahui posisi dan lokasi desa Lamdesar Barat dalam pulau tersebut. Mereka menulusuri rute-rute perjalanan ketika mereka akan keluar dari desa Lamdesar Barat menuju kota Larat (sebutan untuk pusat Pulau Larat). Imajinasi mereka terbang dibawa dengan foto dan cerita dari buku tersebut. Rumah baca tidak hanya anak-anak saja yang ikut berkunjung, tetapi juga pemdua dan seorang ibu yang ingin

37


ikut membaca, begitu juga dengan ketua BPD Lamdesar Barat pun tidak mau ketinggalan dengan keseruan rumah baca. Beliau langsung mengambil buku pelajaran SD sambal nostalgia ketika dahulu beliau menjadi seorang pendidik dan kepala sekolah di SD Kristen Lamdesar Barat. Fasilitator memberikan penjelasan kepada anak-anak mengenai sebuah buku dan isi di dalamnya, seperti ensiklopedi mini. Untuk menarik anaka-anak, fasiitator juga bercerita dan berdongeng kepada anak-anak. Ternjadi tanya jawab ketika kami sedang berinteraksi. Sebagian anak-anak, fasilitator

berikan

penjelasan

dan

pelatihan

singkat

sederhana mengenai pembuatan katalog buku secara sederhana yang terdiri atas judul buku, pengarang dan penerbit, Harapannya mereka juga ikut peduli dan menjaga bukubuku tersebut. Di kesempatan itu juga, fasilitator bercerita mengenai laut dan isinya dengan membawa sebuah buku. Anak-anak cukup antusias dan tertarik aplagi ketika mereka langsung menanggapi hewan-hewan yang ada di laut dan bercerita kondisi laut di sekitar desa serta bagaimana cara menjaga laut dengan sederhana seperti tidak membuang sampah di laut. Pemutaran Film Anak-anak Pemutaran film dilaksanakan padi hari Kamis tanggal 18 Agustus 2016 dimulai sekitar pukul 11.00 WIT sampai kirakira pukul 15.00 WIT bertempat di lokasi rumah baca (rumah salah satu masyarakat). Penonton berasal dari anak-anak

38 |


sekolah yang biasa datang ke rumah baca untuk membaca buku. Film yang ditonton sebanyak lima (5) judul film dan satu (1) senam, lebih detailnya sebagai sebagai berikut: Kawan di Rawa Biru - Pustaka Anak Nusantara (mengisahkan mengenai adat sasi, kehidupan masyarakat dalam menjaga dan memanfaatkan kekayaan hasil laut melaui cerita dan kisah anak-anak di Merauke, Papua) Sahabat Lautku - Pustaka Anak Nusantara (film anakanak ini mengambil setting lokasi di Manado Tua, Sulawesi Utara. Kisah tentang Kristie dan teman-temannya ketika bermain menyelam di laut Bunaken dan bercerita mengenai binatang-binatang bawah laut di sana, cerita mengenai bagaimana membakar ikan yang diperoleh dari laut dengan sederhana) Telur-telur Penyuku - Pustaka Anak Nusantara (tentang kehidupan penyu di desa Saubebah, Sorong, Papua Barat) Kutahu Dunia Air (kehidupan biota laut) Denias (Senandung di Atas Awan) - kisah anak untuk bersekolah Senam Penguin (senam seperti tarian penguin) Proses pemutaran film berlangsung dengan lancar dan cukup seru. Anak-anak banyak bertanya mengenai film yang ditontonnya. Ketika ada salah satu segmen yang memutar tentang kehidupan bawah laut, sontak mereka mengambil buku profil Pulau Larat yang di dalamnya ada gambargambar mengenai biota laut, kemudian mereka mencoba untuk mencocokkan gambar tersebut dengan film yang mereka tonton.

39


Pemutaran film diselingi dengan pemutaran senam Penguin, tanpa dikomando anak-anak langsung menirukan gerakan senam penguin dengan diberikan arahan dari fasiitator. Sangat lucu dan membuat kami tertawa bersama di siang yang cukup panas saat itu. Tertawa bersama, bercanda bersama menjadi hal sederhana yang kami lakukan. Setelah selesai pemutaran film, fasilitator memberikan review mengenai film yang sudah diputar tersebut dan memberikan beberapa pertanyaan kepada anak-anak, alhamdulillah mereka dapat menjawab dengan lancar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh fasilitator. Kegiatan pemutaran film ini berlangsung dengan sangat sederhana tetapi mengandung makna dan arti yang sangat dalam untuk anak-anak di desa Lamdesar Barat dalam mengenali dan menjaga lingkuangan laut di sekitar mereka tinggal. Mini Kelas Inspirasi Kegiatan mini kelas inspirasi diadakan setelah upacara bendera dan pada saat pemutaran film di rumah baca. Fasilitator mengajak anak-anak untuk bermain bersama dan belajar bersama. Berkumpul dengan mendengarkan cerita dan dongeng dari fasilitator mengenai kehidupan di laut, biota laut, menjaga laut dan asyiknya bermain bersama di laut. Laut sebagai bagian dan sumber kehidupan kita. Menjadi bagian dari cerita perjalanan anak-anak di sini kelak.

40 |


Pemaparan dilanjutkan pada saat kegiatan pemutara film karena waktunya sangat cocok untuk menjelaskan berkaitan dengan film mengenai kehidupan laut seperti kisah anak-anak di Papua, kisah penyu dan cerita anak-anak saat menyelam di Sulawesi Utara. Terjadi umpan balik yang cukup positif saat kegiatan ini berlangsung. Anak-anak cukup antusias mendengarkan cerita dari fasilitator. Selain itu, fasilitator juga mengajarkan mengenai senam penguin pada tahap awal. Senam ini sangat menarik dan lucu untuk menarik perhatian dan antusiasme anak-anak. Fasilitator juga memberikan pembelajar dan pelatihan singkat mengenai pembuatan katalog buku untuk rumah baca mereka, harapannya agar anak-anak terlibat dari awal dan diberikan apresiasi untuk menjaga keberlangsungan rumah baca. Kegiatan kelas inspirasi ini berlangsung sederhana (mini kelas inspirasi) dalam jumlah yang kecil tapi meaningful (berarti). Semoga kegiatan selanjutnya menjangkau lebih banyak lagi anak-anak yang mengikuti. Kegiatan ini dipadukan dengan permainan-permainan sederhana dan ice breaking agar menjadi lebih semangat dan gembira. ATN 2016 Satu Aksi untuk Tepian Negeri

41


Rupiah di Balik Keramba Keramba bisa jadi salah satu bagian hidup masyarakat dan pelaku usaha, ada rupiah di balik kerja keras sebuah usaha keramba.

SELEPAS sholat Jumat di masjid dekat Pasar Larat, saya diajak oleh teman-teman dari pengawas perikanan dan balai karantina. Agenda rutin mengawasi proses pemuatan ikan hidup dari keramba jaring apung. Kami bersama-sama bergegas menuju rumah karyawan keramba dilanjutkan dengan menaiki perahu menuju lokasi keramba di perairan Selat Larat. Proses pengecekan segera berlangsung dimulai dari pemeriksaan lobster hidup sebelum diangkut dan ditimbang. Pemeriksaan secara fisik melihat apakah lobster yang akan dibawa dalam kondisi sehat atau tidak, apakah ada lobster yang mengandung telur, apakah ada baby lobster. Begitu juga dengan pemeriksaan untuk ikan kerapu. Proses

42 |


pemeriksaan berjalan dengan tertib dan lancar, di akhir pemeriksaan

kami

bersama-sama

dengan

karyawan

keramba melepas lobster hidup yang mengandung telur ke dalam laut. Kapal pengangkut menggunakan KM Rajawali Laut Timur, setelah memuat dari Pulau Larat, ikan dan lobster hidup tersebut akan dibawa ke Kota Ambon. Berikut data ikan kerapu hidup dan lobster hidup yang diangkut oleh KM Rajawali Laut Timur dari Pulau Larat tujuan Ambon: •

Ikan Kerapu Hidup: 840,4 kg

Lobster Hidup: 193,3 kg

Dari data tersebut kita bisa melakukan analisis secara sederhana sebagai berikut: Ikan Kerapu Hidup Total bobot: 840,4 kg • Untuk harga lokal Saumlaki ikan kerapu hidup per kg adalah Rp 100.000 – 300.000. Misalnya kita mengambil ratarata tengah yaitu mengambil variabel harga Rp 150.000/kg, maka total harga untuk ikan kerapu hidup yang dibawa ke Ambon adalah 840,4 kg x Rp 150.000 = Rp 126.060.000 Lobster Hidup Total bobot : 193,3 kg • Untuk harga lokal Saumlaki lobster hidup per kg adalah Rp 100.000 – 200.000. Misalnya kita mengambil rata-rata tengah yaitu mengambil variabel harga Rp 100.000/kg, maka total harga untuk lobster hidup yang dibawa ke Ambon adalah 193,3 kg x Rp 100.000 = Rp 19.330.000 Total Nilai Ekonomis Bruto dari Ikan Kerapu Hidup dan Lobster Hidup dari Pulau Larat yang dibawa ke Ambon (jika

43


menggunakan harga lokal Saumlaki) adalah Rp 126.060.000 + Rp 19.330.000 = Rp 145.390.000* (*angka ini merupakan perkiraan, dapat mengalami kenaikan disesuaikan dengan harga di Bali dan harga ekspor setelah dikurangi dengan operasional).

44 |


Satelit Telkom 3S, Merajut Mimpi di Pulau Terdepan NKRI Untuk mewujudkan tujuan pengelolaan berdasarkan prinsip tersebut, komunikasi menjadi salah satu akses infomasi baik dari pusat maupun sebaliknya. Lancarnya jaringan komunikasi menjadi basis data segenap elemen pemangku kepentingan untuk merencanakan pengelolaan PPKT yang berdaulat dan berkelanjutan.

DUA kantong plastik hitam berisikan tiga ikat kangkung segar dan setali ikan Samandar baru saja diletakkannya di meja dapur. Ibu itu baru saja pulang berbelanja dari pasar tradisional di Larat. "Ayo mas, ini diminum dulu air teh sama dimakan kue donatnya, maaf Ibu belum masak, ini baru saja pulang dari pasar," kata Olga Talutu (42 th). Olga Talutu, ketua kelompok Usaha Ekonomi Produktif (UEP) abon ikan

45


“Watu Titir� yang berlokasi di desa Ridool, Pulau Larat. Kelompok yang memiliki 6 anggota tersebut sudah berjalan selama dua tahun sejak berdiri tanggal 14 Juli 2014. Hasil olahan dari kelompok Watu Titir berupa abon ikan tenggiri dan tuna dalam kemasan 50 gram seharga Rp 10.000-20.000. Untuk penjualan bisanya langsung dijual ke Kota Tual, dititipkan di warung dan pernah ikut dalam pameran di Ambon yang didampingi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku Tenggara Barat. Kelompok ini sejak tahun 2014 berdiri, pernah mendapatkan beberapa kali pelatihan dari Dinas Kelautan dan

Perikanan

maupun

Kementerian

Kelautan

dan

Perikanan. Di penghujung 2016, abon ikan Watu Titir terbang ke Kota Lombok untuk mengikuti Pameran Nasional Hasil Teknologi Tepat Guna yang didampingi oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Secercah harapan dan senyum bahagia dari masyarakat Pulau Larat. *** Kelombok abon ikan Watu Titir merupakan potret sederhana dari gambaran pelaku usaha ekonomi produktif di Pulau Larat. Pulau Larat merupakan salah satu dari pulaupulau kecil terluar (PPKT) yang terletak di Kab. Maluku Tenggara Barat berbatasan dengan Laut Arafuru, sekitar 300 mil dari Darwin, Australia. Dalam Perpres No. 78 Tahun 2005 tentang pengelolaan pulau-pulau kecil terluar mencangkup 3 prinsip, yaitu wawasan nusantara, berkelanjutan dan berbasis masyarakat.

46 |


Untuk mewujudkan tujuan pengelolaan berdasarkan prinsip tersebut, komunikasi menjadi salah satu akses infomasi baik dari pusat maupun sebaliknya. Lancarnya jaringan komunikasi menjadi basis data segenap elemen pemangku kepentingan untuk merencanakan pengelolaan PPKT yang berdaulat dan berkelanjutan. Membangun komunikasi dua arah menjadi ikhwal memperkuat sense of belonging untuk merawat etalase di pulau terdepan NKRI. Perlunya perbaikan di berbagai aspek dalam rangka menyejahterahkan masyarakat wilayah perbatasan harus disadari betul oleh segenap masyarakat Indonesia terutama bagi mereka masyarakat di daerah yang sudah terjangkau akses komunikasi untuk menggalakan kampanye arti pentingnya komunikasi dalam rangka mempertahankan kedaulatan NKRI. Dengan dikeluarkannya Perpres No. 78 Tahun 2005 ini sebagai indikasi kesadaran pemerintah Republik Indonesia akan arti pentingnya pengelolaan pulau-pulau kecil terluar dari wilayah NKRI. Seiring dengan Nawacita membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerahdaerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan semoga menjadi harapan bagi masyarakat di pulau terdepan. Separuh Hatiku di Pulau Terdepan Sesaat lagi pesawat yang kutumpangi akan mendarat di bandara Pattimura, Ambon. Sayup-sayup terdengar suara merdu dari pramugari mengingatkan untuk memasang sabuk pengaman, menegakkan sandaran kursi dan membuka

47


penutup

jendela.

Rupanya

sebentar

lagi

aku

akan

menginjakkan kaki di ibukota Provinsi Maluku. April 2016, aku terkejut ketika menyadari bahwa sebentar lagi aku akan tinggal selama kurun lebih delapan bulan di pulau terluar Indonesia, tepatnya di Pulau Larat. Memang

sedari

dulu

aku

pernah

bermimpi

untuk

menginjakkan kaki di Indonesia bagian timur. Perjalananku paling jauh sampai ke pulau Sulawasi dan Tuhan mengabulkan mimpi untuk belajar dari masyarakat Maluku di tahun ini. Aku semakin tertarik untuk lebih mengenal Maluku dan Papua, ketika menonton sebuh film berjudul Cahaya dari Timur: Beta Maluku. Film yang berkisah perjuangan seorang pesepak bola yang memutuskan pulang kampung dan ingin menyelamatkan anak-anak di kampungnya melalui sepak bola di tengah situasi konflik agama yang terjadi. Sani Tawainella namanya, di tangannya ada kesempatan membawa semangat dan cerita baik bagi Maluku melalui sepak bola. Aku terkejut, ketika terdengar suara dari pengeras suara bahwa penumpang tujuan Saumlaki diminta untuk segera boarding. Nampak pesawat jenis ATR 76-600 dari salah satu maskapai swasta sudah siap menunggu kedatangan kami. Cukup banyak penumpang yang akan pergi ke Saumlaki hari ini, hanya ada beberapa kursi kosong di bagian belakang dari total kapasitas hingga 78 penumpang pesawat jenis twinturboprop tersebut. Cuaca cerah mengantarkan kami terbang menuju ke Bumi Tanimbar.

48 |


Tak terasa sudah 1 jam 45 menit berjalan, sebentar lagi pesawat ATR 76-600 akan mendarat di Bandara Mathilda Batlayeri, Saumlaki. Pintu gerbang untuk menuju ke Pulau Larat dimulai dari sini. Untuk menuju ke Pulau Larat, aku harus mencari "taksi" mobil penumpang di terminal pasar, setiap penumpang akan dikenai biaya Rp 250.000-Rp 300.000, kalau tidak ada penumpang maka dianggap mencarter dan dikenai ongkos hingga Rp 2.000.000. Perjalanan darat menuju desa terakhir di Pulau Yamdena menempuh waktu 4-5 jam tergantung cuaca dan kondisi di beberapa ruas jalan masih menyisakan kerusakan. Setelah sampai di Siwahan, dusun terakhir Pulau Yamdena, aku harus menyeberang ke pusat Pulau Larat menggunakan perahu kayu kecil dengan mesin ketinting dengan ongkos Rp 20.000 selama 10-15 menit perjalanan melewati Selat Larat. Jika

akan

menyeberangkan

mobil

menggunakan

gabungan perahu rakit dari drum bekas maka harus merogoh kocek sebesar Rp 500.000-600.000, begitu juga dengan sepeda motor akan dikenai biaya Rp 50.000-75.000 tergantung besar kecilnya sepeda motor yang akan diangkut. Untuk menuju ke desa tujuanku, yaitu desa Lamdesar Barat masih harus naik perahu ketinting selama 4 jam menyisir perairan tepian pulau Larat dan bersentuhan langsung dengan Laut Arafuru. Jalur darat sebenarnya bisa, tetapi masih kurang bagus kondisinya, di beberapa titik banyak yang rusak dan harus melewati kebun, hutan dan ilalang luas nan padat menutupi sisi kanan kiri jalan.

49


Desa Lamdesar Barat, desa paling ujung timur pulau ini hanya mendapatkan penerangan listrik dari pukul 18.0006.00 dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terpusat dengan kapasitas 50 kwp. Untuk pengelolaan kelompok dan pemeliharaan,

maka

tiap

rumah

dikenai

iuran

Rp

10.000/bulan untuk 3 buah mata lampu. Sayangnya, ketika aku pertama kali menginjakkan kaki di sana, PLTS masih padam dikarenakan ada kerusakan. Lampu surya padam, lampu minyak pun jadi. Aktivitas malam cepat sekali berakhir ketika lampu sudah habis, terkadang ditemai sinar temaram bulan dan secangkir kopi pahit untuk melawan dinginnya angin malam. Tidak ada lagi aktivitas ibu-ibu mengelupas kulit kacang tanah sampai larut maupun mama desa yang melanjutkan tenun yang dibuatnya, apalagi anak-anak yang belajar di malah hari terlihat sedikit intensitasnya. Masyarakat mulai terlelap dalam mimpi dan aku mulai menarik sarung yang sengaja kubawa sebagai penghangat badan. Matahari sudah sepenggalah tingginya ketika aku mendengar keluhan dari kepala desa kalau ada surat yang datang, tetapi sudah terlambat tanggalnya. Memang tidak adanya sinyal komunikasi seluler menyulitkan kami untuk berhubungan dalam waktu cepat dengan orang luar. Ada salah satu bukit, Teta namanya, satu-satunya sumber sinyal yang harus ditempuh jalan kaki selalam 1,5 jam atau dengan motor 10-15 menit. Jika ada informasi penting akan dititipkan orang yang akan ke desa atau orang desa yang berada di pusat pulau. Ada

50 |


satu hal yang cukup menarik, ketika ada seorang teman bertugas di Pulau Liran, Kab. Maluku Barat Daya bercerita bahwa dia mendapat sinyal untuk telpon dari negara Timor Leste, sehingga dikenakan tarif roaming internasional. Banyak hikmah yang diambil, di antaranya untuk selalu bersyukur dan mensyukuri apa yang ada. Belajar arti sebuah ketulusan

dan

memaknai

kesederhanaan

sebuah

kebahagian. Tujuh Tawaran Pendekatan Kreatif Ada tujuh pendekatan dan manfaat kreatif dengan adanya operasi Satelit Telkom 3S di Langit Nusantara: Jejaring Etalase Nusantara. Jejaring etalase ini berisi mengenai informasi pulau dan masyarakat pulau terdepan akan menuliskan ceritanya sendiri. Muatan lokal menjadi nilai lebih untuk menunjang ketersediaan data dan informasi PPKT. Selain itu, tentunya masyarakat di pulau terdepan akan memperoleh berita dan informasi segar dari berbagai kanal informasi.Kanal informasi Pulau Larat Pasar Ekonomi Kreatif. Pulau terdepan memiliki potensi produk lokal seperti tenun, noken (tas tradisional khas dari Papua), topi dan kerajinan tangan, permasalahan adalah banyak yang belum mengenal dan akses pasar yang ada. Pasar ekonomi kreatif melalui media online diharapkan dapat menjawab tantangan tersebut disertai dengan skema distribusi seperti pemanfaatan Tol Laut. Saat ini juga tersedia

51


skema pembiayaan untuk usaha ekonomi kecil daerah tertinggal/perbatasan dari Kementerian Koperasi dan UKM. Sistem Informasi Nelayan. Berisi informasi keadaan cuaca, tinggi gelombang, kawasan konservasi, daerah penangkapan ikan dan batas-batas. Informasi ini dapat dimunculkan dalam layar monitor yang diletakkan di sekretariat kelompok nelayan/kantor desa/melalui gawai masing-masing, sehingga sebelum melaut kelompok nelayan akan melihat dan mempertimbangkan informasi tersebut. Untuk mendukung hal tersebut, kelompok nelayan perlu dibekali GPS sebagai modal awal pemanfaatan teknologi dalam mencari ikan. Publikasi Festival Budaya. Belum adanya narasi budaya yang diangkat menjadi budaya Nusantara menjadi tantangan untuk pengembangan potensi. Banyaknya budaya lokal harus diangkat melalui cerita dan festival agar menjadi kekutan dan milik bersama bangsa Indonesia. Sahabat Anak Nusantara. Anak di pulau terdepan akan mempunyai sahabat dari anak-anak se-Indonesia melalui sahabat pena, kakak adik asuh, tukar pelajar, tentunya anakanak akan diajarkan manfaat dari hadirnya internet di sekolah, sehingga mereka dapat menambah khasanah pengetahuan dan silaturahmi. Perencanaan, Monitoring dan Evaluasi. Di 2017 ini, dana desa naik menjadi 1,5 Milyar, menjadi catatan tersendiri dengan hadirnya internet di pulau terdepan akan membantu dalam perencanaan, monitoring dan evaluasi dana desa melalui berbagai tools yang ada.

52 |


Relawan Sahabat Pulau. Tiap individu dapat berperan untuk menjaga pulau dan kontribusi, seperti memberikan kelas inspirasi maupun program adopsi pulau. Hal ini merupakan bentuk keterlibatan publik dan kolaborasi dalam membantu pemerintah mengelola pulau terdepan. Begitulah,

jika

ketujuh

pendekatan

kreatif

ini

dilaksanakan secara perlahan disertai upaya kolaborasi yang positif dan konstruktif, maka kondisi kehidupan dalam berkomunikasi untuk menunjang sosial ekonomi, budaya, pendidikan dari masyarakat di Larat akan membaik secara perlahan. Sudah selayaknya sebutan pulau terluar menjadi pulau terdepan NKRI. Dari masyarakat pulau terdepan kami titipkan doa, semoga peluncuran Satelit Telkom 3S pada tanggal 15 Februari 2017 menjadi babak baru bagi masyarakat di pulau terdepan. *artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Blog yang diselenggarakan oleh Kompasiana dan Telkom Indonesia dalam rangka peluncuran Satelit Telkom 3S.

53


Bebak, Simbol Ketahanan Pangan Di sudut elatase negeri, tercipta ketahanan pangan dari bentuk kearifan, tersebutlah "bebak".

SEBENTAR lagi alarm di gawai pintar ini berbunyi. Entah kapan terakhir kali aku mendengar kokok ayam di nuansa embun yang belum jatuh dari tepian dedaunan. Ingatan ini melayang, menerobos beberapa bulan yang sudah lewat berujung di sebuah desa bernama Lamdesar Barat. Desa ini berada di timur Pulau Larat, secara administrasi sebagai pulau terdepan

yang mempunyai endemik

Anggrek

Lelemuku ini bagian dari Maluku Tenggara Barat. Adik angkatku Wawan sudah tak sabar merengek sambil menarik bajuku, tak lama pecah tangis manjanya. Seperti biasa, bocah yang baru menginjak usia 4 tahunan ini minta sarapan kue donat. Dari ujung dapur rumah, terlihat asap

54 |


putih menggelayut manja di sela-sela bambu dapur tua. Mama Bo, biasa aku memanggilnya, sudah duduk di depan tungku perapian. Tak luput, aku ajak Wawan menuju sumber kehangatan pagi ini. Cuaca menggelayut dingin akibat terpaan angin dari Arafura. Mataku tak berkedip memandang makanan dari singkong yang tertata di wadah plastik. "Bebak" ternyata biasa Mama Bo bilang ke aku. Atau merk yang dikenal sebagai penganan khas Maluku, embal. Bebak atau embal ini terbuat dari tepung singkong, dicetak halus di cetakan tanah liat, terkadang Mama Bo menggunakan bekas loyang tanah, ditaruh di atas api. Sederhana dan mudah. Tak selang hitungan menit, bebak pun dibuka dari cetakan. Aroma harum menyengat membuatku lapar. Aku ambil dua, satunya untuk

Wawan.

Giginya

meringis

sambil

tangannya

mengambil bebak dariku. Ternyata setelah aku selidik lebih jauh, proses pembuatan tepung dari singkong "kasbi" pun mengundang decak kagum. Singkong dibersihkan dan diparut, hasil parutan singkong dimasukan ke dalam karung bersih. Setelah ditekan oleh kayu yang di atasnya diletakkan batu karang dan dibiarkan dalam jangka waktu tertentu, agar air dari singkong tersebut menjadi tepung. Nah, setelah jadi tepung, baru bisa dibuat bebak yang enak. Teman setia dari bebak adalah kacang tanah goreng dan secangkir teh manis hangat. Tinggal celupkan saja embal hangat khas buatan Mama Bo ke dalam teh manis. Sesekali diselingi sejumput kacang tanah goreng menambah

55


kelezatan santapan pembuka hari. Sarapan pagi yang sangat spesial. Oh iya, hampir terlupa, Bebak ini memiliki kadar pati yang tinggi, kadar gula yang rendah, tentunya memiliki efek mengenyangkan. Jadi aman untuk penderita diabetes. Diversifikasi dan ketahanan pangan dapat aku rasakan di sini. Sudah sejak lama masyarakat di Lamdesar Barat menjadikan singkong sebagai bagian dari urat nadi kehidupan. Mama Bo mengajarkanku bagaimana bersahabat dengan alam. Bagaimana menjaga tanah ladang dan memanfaatkan secukupnya. Sebelum ke dermaga, aku habis melahap 4 bebak dan segelas teh hangat, tak ayal makanan ini membuatku bertahan sampai siang bahkan senja. Ah, mau nyebur dulu ke laut biru sama anak-anak, "ayo adik Wawan sini ikut deng kaka Ido pi ronda-ronda!"

56 |


Menikmati Kuliner “Kasuami� di Saumlaki Nah, kalau kebetulan mampir ke Saumlaki, Maluku Tenggara Barat, jangan lupa mencicipi kasuami dan ikan bakarnya di kawasan pelabuhan ya. Katong tunggu di Saumlaki!

SORE sebentar lagi beranjak pergi ketika saya memasuki pintu gerbang pelabuhan Suamlaki. Tidak ada kerumunan orang-orang yang naik maupun turun dari kapal putih. Sebutan untuk kapal Pelni. Hanya terlihat beberapa buruh pelabuhan mengangkut karung-karung coklat, menuruni tangga kayu curam yang hanya selebar kaki manusia, begitu cepat mereka naik turun dari kapal barang yang baru sandar dari Surabaya. "Mungkin, barang-barang pesanan dari toko dekat pasar," pikir saya sambil melayangkan pandangan pada seorang bocah kecil sedang bersiap melepas umpan ke dalam kolam pelabuhan.

57


"Ade, lagi biking apa kah?" kata saya penasaran ketika melongok ember hitam kecil pecah di bagian ujungnya. "Kaka, beta masih memancing ikang kecil-kecil ini," jawabnya malu-malu. "Kaka mau coba kah?" balasnya sambil memperlihatkan benang kail pancingnya kepada saya. Sudah terbiasa di sini kalau memancing hanya menggunakan benangnya saja. "Seng usah, ade sa, kaka mo pi ronda-ronda dulu ya," jawab saya sesaat setelah mendengar dari kejauuhan teriakan mandor pada buruh yang terlambat mengambil karung coklat lusuh tadi. Tak terasa, sudah terdengar aksi gertak tendang dari cacing-cacing di perut saya, pertanda sudah meminta haknya, apalagi kalau bukan makan malam. Tengak-tengok keluar dari pintu gerbang pelabuhan, tampak di ujung jalan ada penjual ikan bakar yang mengepul deras asap putih. Baunya pun tercium seiring hembusan angin yang mengarah ke arah saya. Sepanjang jalur pintu keluar pelabuhan dipenuhi oleh penjual beraneka rupa, dari makanan, toko kelontong sampai kain, rasanya kalau malam masih diterangi bulan cerah mereka akan buka sampai matahari benar-benar terbangun. Lapak seorang mama yang saya lupa menanyakan namanya menyajikan makanan yang khas dan unik dari bilangan kawasan Sulawesi Tenggara. Saya tergoda melihat bentuk kerucut putih mirip gunung, kasuami gunung namanya. Jangan salah walaupun namanya mengandung

58 |


kata suami, tidak ada kaitannya kok, mudah diingat ketika pertama kali jumpa. "Kasuami itu banyak sebenarnya macamnya, tapi yang laku dan dijual di sini hanya kasuami gunung, sudah paling mantap itu kaka," kata mama penjual kasuami ketika saya tampak penasaran melihat-lihat jenis makanan unik satu ini. Cara pembuatan tepung kasuami pun ternyata sangat mudah. Pertama kali, singkong atau kasbi diparut hingga halus. Setelah halus dimasukkan ke dalam wadah kantung plastik atau karung yang bersih. Kemudian ditekan dengan kayu atau batu untuk mengeluarkan airnya. Biarkan dulu mengering hingga semalam. Biasanya kalau banyak airnya masih agak sedikit masam, tapi kalau sudah kering betul rasanya manis dan harum. "Untuk membentuk kasuami gunung, caranya singkong atau kasbi yang telah halus tadi dimasukkan ke dalam wadah anyaman dari daun kelapa berbentuk kerucut kemudian dikukus. Setelah matang baru disajikan," tambah mama penjual sembari memilihkan beberapa kasuami untuk saya bawa pulang ke sekretariat. Untuk harga satu kasuami ukuran besar cukup merogoh kocek Rp10.000,00, terkadang saya diberi potongan apalagi setelah banyak bercerita dengan mama penjual. Paling pas kalau disantap bersama jodohnya, ikan bakar panas nan segar. Bulan tampak tersenyum melihat seorang anak manusia makan kasuami dan ikan bakar dengan lahapnya. Sudah lega sepertinya cacing-cacing di perut,

59


mungkin sudah tertidur pulas ditelan kudapan malam yang mengenyangkan. Nah, kalau kebetulan mampir ke Saumlaki, Maluku Tenggara Barat, jangan lupa mencicipi kasuami dan ikan bakarnya di kawasan pelabuhan ya. Katong tunggu di Saumlaki!

60 |


Memetik Makna Menjadi seorang fasilitator bukan hanya bercerita mengenai bagaimana serunya mengarungi Laut Arafura dengan perahu ketinting, berceloteh riang bersama nelayan, atau menemani seorang nelayan rumput laut ketika sedang memerika long line budidaya, ataupun berbagi keceriaan bersama anak-anak negeri ketika senja menjelang di sebuah dermaga kecil desa di ujung timur pulau, tetapi sebuah proses pembelajaran tiada henti bersama kearifan masyarakat.

PROGRAM

Pendampingan

Efektivitas

Sarana

dan

Prasarana di Pulau-pulau Kecil Berbasis Masyarakat (PRAKARSA) merupakan salah satu program penerapan dari Perpres 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar. Program ini merupakan kerjasama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP RI) dan Destructive Fishing Watch (DFW Indonesia). Apa saja komponen pendampingan dari program tersebut? (1)

61


Penguatan data dan Informasi di Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT). Adanya pemetaan isu, tokoh masyarakat, profil pulau dan pendamingan perencanaan pembangunan desa. (2) Penguatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya Kelompok prasarana

Masyarakat yang

Pengelola

menjadi

(KMP) sarana

fokus

dan

pendampingan.

Pendampingan penguatan kapasitas SDM, pelatihan teknis dan

manajemen,

penguatan

kelembagaan

dan

pengembangan program inisiatif. (3) Pengembangan kemitraan dan kerjasama. Adanya identifikasi dan fasilitasi mitra potensial, pengembangan usaha ekonomi produktif serta pengembangan program inisiatif KMP. (4) Pengembangan program inovatif, seperti Rumah Baca, Aksi Tepian Negeri (ATN), Sahabat Pena dan mengajar pelajaran tambahan. Selama proses pendampingan yang dilakukan fasilitator di Pulau Larat, tidak sedikit hal-hal yang didapatkan yang telah memberi pelajaran maupun pengalaman berharga. Selama kurang lebih delapan bulan hidup dan tinggal bersama masyarakat, menyatu dengan kehidupan seharihari masyarakat, serta melibatkan diri langsung dalam setiap aktivitas untuk mempererat hubungan fasilitator dengan masyarakat dan seluruh para pemangku kepentingan. Inilah kisah singkat pembelajaran berharga yang fasilitator dapatkan selama hidup bersama masyarakat di Pulau Larat:

62 |


Membangun Indonesia dari Pinggiran Membangun Indonesia dari Pinggiran, merupakan sebuah perwujudan nawacita dari Presiden RI Bapak Joko Widodo dalam mengawal pembangunan negeri dimulai dari perbatasan

dan

daerah

terdepan

Indonesia.

Sudah

selayaknya sebagai anak bangsa, kita juga ikut mengawal niat dan aksi baik ini demi mewujudkan sebuah taman garda terdepan yang menjadi idaman setiap warga negara. Program

pendampingan

efektivitas

sarana

dan

prasarana (Prakarsa) di pulau-pulau terluar merupakan implementasi dari nawacita membangun Indonesia dari pinggiran sebagai buah kerjasama antara DFW Indonesia dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam mengawal pembangunan di pulau-pulau kecil terluar (PPKT) Indonesia. Menjadi

seorang

fasilitator

untuk

mendampingi

kelompok pengelola sarana dan prasarana bantuan dari pemerintah bukanlah sebuah hal yang mudah. Terkait bagaimana merubah pola pikir masyarakat mengenai bantuan itu sendiri, peran kami untuk memberikan penyadaran terhadap masyarakat bahwasanya aset itu milik mereka, milik masyarakat, sehingga perlu adanya perhatian dan perawatan dari masyarakat. Kami terus berproses dalam kurun waktu delapan bulan mendampingi kelompok pengelola desalinasi, PLTS, abon ikan dan jetty apung. Lambat laun kelompok mulai berbenah diri, mulai nampak capain dambaan, mulai mengerti akan arti sebuah pengelolaan begitu juga dengan masyarakat

63


setempat. Membangun Indonesia dari pinggiran bukanlah sebuah keniscayaan, tetapi sebuah sentuhan dan optimisme bahwa Indonesia dibangun dari sentuhan hangat kolaborasi dari berbagai pihak yang peduli. Partisipasi dan Apresiasi Pembangunan di pulau-pulau kecil terluar (PPKT) pada dasarnya sebagai sebuah rangkaian upaya pembangunan nasional kehidupan

yang

berkesinambungan

masyarakat,

bangsa

meliputi

dan

seluruh

negara

untuk

mewujudkan tujuan nasional yang termaksud dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh

tumpah

darah

Indonesia,

mewujudkan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Membangun

desa-desa

di

PPKT

memerlukan

serangkaian partisipatif kolaboratif dari segenap elemen masyarakat yang ada, dimaksudkan agar aspirasi dari berbagai kebutuhan dapat ditampung dengan baik. Selama bertugas di pulau terluar, saya pribadi belajar banyak hal mengenai arti sebuah partisipasi. Saya menjadi saksi saat mengikuti sebuah Rapat Negeri di suatu desa. Rapat negeri ini dihadiri oleh segenap

elemen

masyarakat

dari

pemerintah desa, adat, majelis agama, pendidik, masyarakat umum. Rapat negeri bertujuan untuk membahas mengenai pembangunan desa yang sudah tertuang dalam dokumen

64 |


Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMD). Saat rapat negeri berlangsung, saya sebagai fasilitator juga menyampaikan

ide

dan

pendapatnya

mengenai

keberlanjutan pengelolaan bantuan yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Selain itu apresiasi dari pemerintah pusat atas pencapaian pengelolaan menjadi sebuah pengalaman berharga untuk pengelola bantuan, seperti teknisi dan operator kelompok masyarakat pengelola (KMP) PLTS Faduk Mavu Desa Lamdesar Barat, Pulau Larat yang diberangkatkan ke Jakarta untuk mengikuti Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengelolaan PLTS pada bulan Agustus 2016. Begitu juga dengan teknisi kelompok desalinasi Tavarsina desa Ritabel diberangkatkan pada awal bulan Oktober 2016 untuk Bimtek Teknis Desalinasi di Kota Tual, Provinsi Maluku. Belajar Toleransi dari Sudut Negeri Toleransi itu bukan hanya diajarkan, tetapi juga dirasakan secara langung dari guru kehidupan. Selama delapan (8) bulan tinggal dan menyelami kehidupan masyarakat di Pulau Larat, fasilitator belajar banyak hal mengenai arti sebuah toleransi. Tersebutlah pada sebuah desa Lamdesar Barat di mana terdapat pendampingan kelompok pengelola PLTS, fasilitator tinggal bersama orang tua angkat (orang tua piara). Mayoritas masyarakat di desa Lamdesar Barat beragama Kristen. Saat itu sudah memasuki bulan Ramadhan, begitu

65


juga dengan fasilitator berkewajiban untuk menjalankan ibadah puasa. Orang tua angkat sudah menyiapkan makanan dan minuman untuk berbuka ketika menjelang waktu berbuka itu tiba, bahkan terus menanyakan keadaan fasilitator apakah masih kuat, masih sehat, bagaimana kondisi tubuh. Ini sebuah perhatian tulus dan seorang orang tua angkat di sebuah desa di pulau terluar. Sekolah Kepemimpinan dan Pengembangan Diri Tinggal bersama dengan masyarakat dalam jangka waktu tertentu dalam proses pendampingan merupakan sekolah kepemimpinan bagi fasilitator. Ada banyak dimensi kepemimpinan yang berkembang dari fasilitator seperti Facilitating for Change (mendorong orang lain untuk mencari kesempatan melakukan pendekatan-pendekatan yang berbeda dan inovatif dalam menghadapi masalah dan peluang;

memfasilitasi

terjadinya

penerapan

dan

penerimaan perubahan di tempat kerja), initiation acting (aksi inisiatif), decision making (kemampuan untuk mengidentifikasi dan memahami isu, masalah serta peluang; membandingkan data dari berbagai sumber untuk menarik kesimpulan; menggunakan pendekatan yang efektif untuk memilih serangkaian tindakan atau menyusun solusi yang tepat; mengambil tindakan yang konsisten dengan fakta, keterbatasan dan konsekuensi yang ada) dan Building Positif Working

Relationships

(kemampuan

untuk

mengembangkan dan menggunakan hubungan kolaboratif untuk memfasilitasi pencapaian tujuan-tujuan kerja).

66 |


Pemahaman Akar Rumput Grass root understanding (pemahaman akar rumput) merupakan sebuah modal bagi setiap anak bangsa untuk memahami apa yang terjadi di tingkat paling bawah. Realitas dan kondis real yang terjadi dalam pergulatan kehidupan masyarakat khususnya di pulau-pulau kecil terluar. Menjadi seorang fasilitator merupakan sebuah kesempatan berharga untuk memahami dan mendalami geliat permasalahan yang terjadi di masyarakat. Diharapkan kita dapat menyerap sebanyak apapun yang dapat kita lihat dan rasakan atas realitas yang ada, sebagai dasar yang kuat untuk menjadi pemimpin di masa mendatang. Dengan pemahaman akar rumput, seorang pemimpin diharapkan dapat menyentuh sampai ke tingkat akar rumput.

67


Sepenggal Tantangan Proses pembangunan mempunyai saytu paket dengan hadirnya tantangan dan permasalahan. Daritantangan yang mewarnai menjadikannya sebuah proses pembelajaran dan ikhtiar kebaikan.

SELAMA saya tinggal dan hidup bersama masyarakat di lokasi pendampingan, Pulau Larat, saya melihat ada berbagai tantangan dan permasalahan yang seharusnya bisa diatasi demi menjaga kerbelanjutan pembangunan di pulau terluar. Beberapa hal yang tidak luput dari pengamamatan adalah; (1) administrasi kependudukan, (2) kelembagaan desa, (3) akses telekomunikasi, (4) pola hidup bersih dan sehat, (5) ketersediaan tenaga pendidik dan (6) air desalinasi Pertama, Data dari kantor camat Tanimbar Utara, Pulau Larat per tahun 2015 menunjukkan ada 2.941 jiwa. Namun,

68 |


saat saya menemui beberapa warga di lapangan, di antaranya masih banyak yang belum memiliki KTP maupun administrasi lainnya secara lengkap. Hal ini tentunya berdampak untuk urusan administrasi lainnya. Ada banyak hal yang melatarbelakangi hal tersebut, diantaranya kurangnya kesadaran dari masyarakat sendiri mengenai administrasi kependudukan, kurangnya sosialisasi dan pendampingan mengenai administrasi kependudukan baik dari pemerintah desa maupun pemerintah daerah, sehingga kolaborasi dari segala pihak sangat diperlukan untuk mengatasi hal tersebut. Sudah beberapa kali baik saya Pulau larat maupun Pulau Selaru saat pendampingan teknisi yang akan mengikuti pelatihan maupun bimtek tidak memiliki administrasi seperti KTP, sehingga perlu dibuatkan surat keterangan. Dalam kondisi tersebut, surat keterangan memang diperlukan tetapi berfungsi sementara, untuk selanjutnya

saya

memberikan

gambaran

mengenai

kebutuhan dan pentingnya administrasi kependudukan ke depannya. Dusun Kainara (Pulau Lelingluan) merupakan anak dusun dari Desa Ritabel yang berada di Pulau Larat. Menurut informasi dari Kades Ritabel, pada saat bulan-bulan kering seperti Oktober-Desember terjadi kekeringan air di dusun dan susahnya warga untuk mendapatkan sumber air bersih. Di dusun itu pula masih belum teraliri dengan sumber listrik, warga menggunakan pelita dari minyak tanah dan mesin genset sebagai sumber penerangan. Untuk menuju ke dusun tersebut

diperlukan

waktu kurang lebih 30 menit

69


menggunakan perahu ketinting dari Pulau Larat. Menurut data dari kantor Camat Tanimbar Utara, per tahun 2015 dusun Kainara dihuni penduduk sebanyak 134 jiwa (28 KK) dengan jumla penduduk laki-laki 70 jiwa dan perempuan sebanyak 64 jiwa. Kedua, Kelembagaan di desa belum berfungsi secara optimal sesuai perannya masing-masing. Dari tujuh desa yang terdapat di Pulau Larat (Ritabel, Ridool, Watidal, Keliobar, Kelaan, Lamdesar Barat dan Lamdesar Timur), masih ada satu desa yaitu desa Lamdesar Timur yang belum mengumpulkan SK mengenai lembaga-lembaga di desa. Lembaga masyarakat desa merupakan sebuah wadah partisipasi masyarakat dalam pengembangan ide dan kemampuan untuk pendayagunaan segenap potensi dan swadaya gotong royong. Jenis lembaga kemasyarakatan yang terdapat di Pulau Larat, antara lain: •

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD)

Lembaga Adat

Tim Penggerak PKK Desa

RT/RW

Karang Taruna

Lembaga lainnya, seperti Kelompok Masyarakat

Pengelola (KMP) PLTS, Jetty Apung, Desalinasi, Usaha Ekonomi Produktif (UEP), dan sebagainya Pada bulan Oktober 2016, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Maluku Tenggara Barat selanjutnya disebut dengan BPMD mengadakan bimbingan dan pelatihan kepada segenap perwakilan kelembagaan desa di Kecamatan

70 |


Tanimbar Utara, Pulau Larat. Berdasarkan hasil evaluasi dari pihak BPMD, sebagian besar perwakilan kelembagaan masyarakat belum sepenuhnya memahami fungsi dan perannya dari masyarakat. Di salah satu sesi interaksi, ada seputar keluhan dan pertanyaan dari peserta mengenai insentif dari Anggaran Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD). Karena sesuai dengan peraturan yang mendapatkan insentif pengurus adalah lembaga struktural seperti perangkat desa dan RT/RW. Untuk lembaga lainnya hanya mendapatkan alokasi dana untuk kegiatan. Hal ini menjadi salah satu permasalahan yang cukup penting mengingat isu mengenai dana merupakan masalah utama di Pulau Larat. Bahwasanya

lembaga

kemasyarakatan

merupakan

“relawan� untuk mendukung kemajuan desa. Jangan sampai dengan adanya ADD dan DD justru membuat semangat gotong royong di masyarakat menjadi luntur karena semua digantikan dengan insentif. Memang dengan adanya ADD dan DD ibarat pedang bermata dua, di satu sisi merupakan angin segar untuk desa, di sisi yang lain menjadi kecemburuan sosial dan tantangan semangat gotong royong yang sebenarnya sudah menjadi ruh bangsa Indonesia sejak awal. Rendahnya keterlibatan dari kelembagaan masyarakat desa juga menjadi perhatian dari BPMD. Keterlibatan dalam penyusunan rencana pembangunan selama kurun waktu tertentu juga rencana alokasi anggaran desa. Untuk menutup forum pelatihan dari BPMD, diadakan penandatanganan nota kesepakatan antara perangkat desa dengan perwakilan kelembagaan masyarakat bahwasanya semua sepakat untuk

71


memberikan

ruang

keterlibatan

dalam

perencanaan

pembangunan di desa. Sebuah langkah yang inovatif dan perlu dikawal sampai titik pondasi desa. Menantikan pendamping desa ibarat menantikan hal yang tak jua datang. Daripada mengutuk kenyataan yang ada, mari kita turun tangan perbaiki bersama. Kita bantu BPMD dan desa untuk memperbaiki perencanan pembangunan dan mengawalnya. Implementasi dari UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa perlu mendapatkan perhatian cukup serius dari berbagai pihak tidak hanya SKPD terkait dengan desa saja, tetapi semua elemen yang peduli terhadap kemajuan pondasi negeri untuk berkolaborasi dalam satu aksi. Partisipatif merupakan proses yang panjang dan tidak bisa dipaksakan dalam jangka yang pendek. Proses itu akan terus berjalan dan belajar dari pembelajaran yang terjadi. Ketiga, kendala sinyal komunikasi dan internet di Pulau Larat. Dari tujuh desa di Pulau Larat, hanya desa Ritabel, Ridool dan Kelaan yang bisa mendapatkan akses sinyal komunikasi cukup lancar, untuk desa Kelaan mendapatkan sinyal dari Pulau sebelah yaitu pulau Fordata/Yaru. Sedangkan untuk desa Keliobar, Watidal, Lamdesar Barat dan Timur masih susah akses sinyal telekomunikasi. Hal ini berakibat seringnya keterlambatan dalam hal penyampaian informasi yang masuk ke desa-desa tersebut. Ada salah satu desa yang tepat bersebelahan dengan Desa Lamdesar Barat, yaitu desa Lamdesar Timur sebenarnya sudah pernah dibangun BTS skala desa, tetapi kini rusak kembali. Pengelolaan dalam menjaga aset BTS juga

72 |


perlu mendapatkan evaluasi dan perhatian dari desa maupun kecamatan. Jangan sampai ketika ada pembangunan kembali, maka yang terjadi adalah hal yang sama, yaitu kerusakan akibat pengelolaan yang kurang baik. Keempat, Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) belum berjalan dengan baik. Menurut data dari puskesmas Larat tahun 2015, kasus penyakit Ispa sebesar 2.405, diare 45, pneumonia 45, malaria 59. Dari data di atas sebagian besar menunjukkan faktor dari perilaku hidup bersih dan sehat serta kesehatan lingkungan masyarakat. Adanya genangan akibat hujan di musim timur dan air laut ketika pasang mengakibatkan tumbuhnya breeding area jentik nyamuk penyebab malaria. Pada bulan Mei 2016, di beberapa desa ada (contoh desa Ritabel, sebagai lokasi dampak Malaria tertinggi) pembagian kelambu untuk masing-masing rumah dari Kementerian Kesehatan RI. Selain itu faktor air bersih cukup berpengaruh, di pusat Larat (dua desa; Desa Ridool dan Ritabel) sudah teraliri oleh PDAM yang mengalirkan airnya setiap Selasa dan Jumat, tetapi jarang masyarakat yang menggunakan PDAM untuk dimasak airnya, hanya untuk keperluan seharihari lainnya. Untuk kebutuhan air minum lebih memilih membeli dalam bentuk air galon. Buang Air Besar (BAB) di laut atau di lokasi tidak pada tempatnya. Hal ini saya temui dan amati di desa Lamdesar Barat, dikarenakan tidak adanya WC komunal di masingmasing rumah dan kesadaran dari masyarakat itu sendiri. Hal ini diperkuat berdasarkan keterangan dari Kepala Desa

73


setempat. Bahkan pada beberapa waktu lalu, ketika Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) Maluku Tenggara Barat berkunjung ke desa Lamdesar Barat saat pembukaan sidang clasis gereja, beliau menyarankan untuk menambahkan pembuatan WC komunal dalam dukumen pemberdayaan RPJMDes. Sebenarnya di desa Lamdesar Barat sendiri, sudah ada beberapa lokasi yang dibangun WC umum (satu atap terdiri dari 2-3 WC/KM) dari program PNPM 2010, tetapi beberapa sudah mengalami kerusakan akibat kurang kepedulian dan perawatan. Kelima, Kurangnya ketersediaan tenaga pendidik. Kondisi SMP Satu Atap cukup memprihatinkan, dengan jumlah peserta didik kelas 1 sejumlah 15 siswa, kelas 2 sejumlah 14 siswa dan kelas 3 sejumlah 9 siswa hanya ada satu tenaga pendidik dan kepala sekolah (merangkap jadi tenaga pendidik). Satu tahun ini sempat mendapatkan penambahan tenaga pendidik dari SM3T sejumlah satu orang, tetapi di tahun ini pula berakhir masa tugas, jadi akan berkurang kembali tenaga pendidik. Keenam, Kurangnya minat masyarakat menggunakan air desalinasi. Masyarakat lebih percaya dengan air hujan dan air sumur untuk kebutuhan sehari-hari. Selain karena lokasinya, mengambil air di desalinasi membutuhkan biaya dan masyarakat lebih memilih air yang bersifat gratis yaitu air sumur. Masyarakat juga belum sepenuhnya yakin akan kesehatan air desalinasi.

74 |


Catatan Rekomendasi Sebuah coretan dari anak bangsa untuk sumbangsih atas tantangan yang ada selama hidup dan tinggal dalam kurun tertentu bersama kearifan masyarakat pulau terdepan. Semoga menjadi manfaat dan evaluasi untuk segenap pemangku kebijakan.

DARI pendampingan yang dilakukan fasilitator di Pulau Larat, termaksud setelah koordinasi dengan pemerintah daerah, pemerintah kecamatan dan desa serta tidak terlepas dari masyarakat sendiri, berikut beberapa rekomendasi terkait program ataupun kegiatan yang bisa mendukung percepatan pembangunan di Pulau Larat. Berikut uraian rekomendasi yang dapat disampaikan: Pertama, Perlunya percepatan permintaan tenaga pendamping desa kepada Kemendes terkait dengan pemberdayaan desa di pulau terluar yang menjad nawacita

75


dari Presiden RI. Proses rekruitmen tenaga pendamping desa juga menjadi perhatian cukup serius karena berdampak pada pelaksanaan pendampingan di lapangan nantinya. Selain itu diharapkan dari pihak kecamatan setempat lebih aktif lagi dalam memberikan asistensi kepada desa-desa yang ada, sehingga perangkat desa tidak perlu pulang pergi secara terus menerus ke kabupaten (efisiensi kerja). Dari pihak BPMD perlu memberikan ruang interaksi dan apresiasi misalnya satu bulan satu kali semua kepala desa dikumpulkan di BPMD untuk konsolidasi dan sinergisasi. Dari total 80 desa, rasanya cukup menarik jika diadakan lomba desa, di mana pemenang dari lomba desa tersebut akan menjadi percontohan untuk desa-desa lain dan bisa memberikan asistensi dalam hal perencanaan pembangunan di desa. Perlu adanya upaya lebih inovatif dan gebrakan dari Pemerintah Daerah misalnya dengan meminta KKN di desadesa yang ada di Maluku Tenggara Barat untuk mendampingi desa dalam menyusun perencanaan berbasis partisipatif masyarakat. Pihak pemerintah daerah harus berani untuk menggandeng pihak-pihak dari luar yang berkecimpung di MTB agar ikut membantu dalam hal pemberdayaan desa. Kedua, Peningkatan kapasitas aparatur pemerintah mulai dari tingkat kabupaten hingga pelaksana teknis di kecamatan dan desa melalui kegiatan pelatihan, bimbingan teknis sehingga lebih detail dapat melhat dan mengeksekusi program di Pulau-pulau kecil terluar khususnya di Pulau

76 |


Larat dapat menjadi optimal sesuai dengan ketersediaan potensi sumberdaya alam yang dimiliki. Ketiga, Meningkatkan jumlah tenaga pengajar/pendidik dan perawat serta dokter agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan kualitas masyarakat di Pulau-Pulau Terluar yang ditunjang dengan sistem dan metode yang tepat dalam implementasinya Keempat, Menciptakan program pendampingan untuk setiap program di PPKT berbasis masyarakat guna mendorong kapasitas

kegiatan

pemberdayaan

sumberdaya

manusia

dan

penguatan

melalui

penguatan

kelembagaan di tingkat desa Kelima, Melakukan penguatan melalui penyadaran masyarakat secara kontinyu terhadap segala aspek sosial dan

budaya

yang

mempengaruhi

masyarakat

guna

menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat itu sendiri Keenam, Pengembangan kualitas sumberdaya manusia yang berfokus kepada sektor-sektor unggulan di Pulau Larat yaitu perikanan tangkap dan rumput laut sehingga dapat meningkatkan produksi perikanan dan rumput laut. Ketujuh, Prasarana telekomunikasi mempunyai arti penting yaitu sebagai stimulan pertumbuhan ekonomi wilayah dan berperan penting dalam pengembangan kualitas masyarakat

(sosial-budaya).

Salah

satu

prasarana

telekomunikasi yang cukup penting di Pulau Larat adalah telepon yang dikelola oleh PT. Telkom. Sebagai salah satu prasarana komunikasi yang cepat, telepon makin dibutuhkan

77


untuk saat ini dan masa yang akan datang. Pengembangan jaringan telepon dilakukan dengan mempertimbangkan tuntutan kebutuhan suatu daerah, yakni pemenuhan kebutuhan konsumen untuk kegiatan yang bersifat domestik atau perumahan, sosial-ekonomi maupun fasilitas umum. Secara umum sarana komunikasi di Pulau Larat masih kurang memadai, seperti sarana komunikasi berupa telepon umum tidak dapat dijumpai di Pulau ini, sedangkan untuk telepon seluler hanya beberapa desa saja yang dapat menjangkau atau menerima signal telepon seluler masih lemah. Telekomunikasi menjadi kebutuhan sekaligus gaya hidup ciri masyarakat perkotaan, sistem telkomunikasi di Pulau Larat telah dilayani jaringan telepon GSM oleh satu operator yaitu Telkomsel. Dengan sistem telepon seluler memungkinkan

akses telkomunikasi bisa

lebih luas

tergantung pada kemampuan daya pancar BTS yang ada. Akan tetapi kondisi komunikasi ini masih belum menjangkau ke wilayah-wilayah yang lebih jauh dari Kota Larat. Rencana pengembangan jaringan telepon di Pulau Larat dilakukan untuk membuka dan mengurangi keterisolasian wilayah serta meningkatkan produktivitas pada wilayah yang memiliki sumberdaya potensial ini. Pada masa datang, rencana pengembangan jaringan telepon ini akan diarahkan dengan prioritas utama pada pusat pelayanan kawasan dan pusat pelayanan lingkungan. Penyediaan telekomunikasi ini direncanakan tidak hanya menggunakan

78 |

sistem

jaringan

kabel

tetapi

juga


dikembangkan penyediaan jaringan telekomunikasi telepon nirkabel. Dengan dikembangkannya sistem jaringan di udara (nirkabel), maka kebutuhan akan tower telekomunikasi terus meningkat. Penempatan tower komunikasi diarahkan pada lokasi-lokasi lahan kosong/ruang terbuka dan sebaiknya tidak berada pada kawasan padat, sehingga tidak mengganggu aktivitas dan guna lahan yang ada di sekelilingnya. Selain hal tersebut penempatan tower ini didasarkan pada jarak penerimaan sinyal telekomunikasi dan ketinggian lahan. Kedelapan, Pembangunan bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan

mutu

pelayanan

kesehatan

disamping

penambahan fasilitas dan utilitas kesehatan, seperti penambahan tenaga paramedis. Fasilitas kesehatan bukan saja penting untuk kesehatan penduduk, melainkan berfungsi guna mengendalikan pertumbuhan penduduk. Sarana kesehatan berfungsi memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, memiliki peran yang sangat strategis

dalam

mempercepat

peningkatan

derajat

kesehatan masyarakat sekaligus untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk. Dasar penyediaan sarana ini adalah didasarkan jumlah penduduk yang dilayani oleh sarana tersebut. Arahan pengembangan sarana kesehatan meliputi : •

Mengembangkan sarana kesehatan dalam satu zona tersendiri adalah sarana kesehatan dengan skala pelayanan tingkat kecamatan atau lebih meliputi rumah bersalin dan puskesmas

79


•

Sarana kesehatan berupa apotik, posyandu, polindes, praktek dokter dikembangkan dengan zona yang terpisah.

•

Puskesmas dikembangkan dengan jalan akses minimum jalan lingkungan utama mengacu pada ketentuan-ketentuan lain yang berlaku dalam pengembangan sarana kesehatan.

Kesembilan, Untuk memberikan keyakinan yang lebih mendalam maka perlu kiranya dilakukan uji laboratorium air desalinasi. Setelah itu dilakukan sosialisasi langsung oleh instansi kesehatan yang dapat memberikan keyakinan kepada masyarakat. Untuk melakukan uji tersebut dapat dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Maluku di Ambon dan BPOM Ambon.

80 |


Epilog SALAH

satu

perhatian

pemerintah

dalam

menindaklanjuti apa yang menjadi amanat sebagai negara maritim adalah meningkatkan dan memaksimalkan potensi SDA dan kesejahteraan masyarakat di pulau-pulau kecil termasuk pulau–pulau kecil terluar. Pengelolaan pulaupulau kecil terluar dilakukan dengan memperhatikan sinergitas pembangunan di bidang ekonomi, lingkungan, hukum,

sumberdaya

manusia,

sosial,

budaya

serta

pertahanan dan keamanan. Keterpaduan tersebut dimaksudkan dalam rangka menjaga keutuhan wilayah negara serta peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan. Program Pendampingan Efektifitas Sarana dan Prasarana di PulauPulau Kecil Terluar Berbasis Masyarakat melalui Direktorat PPK-Ditjen KP3K Kementrian Kelautan dan Perikanan bersama DFW-Indonesia dimaksudkan guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan pertumbuhan ekonomi

81


masyarakat di pulau–pulau kecil terluar melalui peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dalam pengelolaan sarana dan prasarana yang berkelanjutan. Rendahnya kualitas kehidupan masyarakat pesisir dan pulau pulau kecil terluar menjadi hal mendasar dan fokus utama untuk memerangi dan menekan angka kemiskinan. Oleh karenanya permasalahan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar saat ini ditandai dengan beberapa isu strategis seperti kerusakan ekosistem, keterbatasan infrastruktur, kemiskinan masyarakat keterbatasan sarana dan prasarana sosial, dan aksesibiitas yang sulit terjangkau. Akibatnya masyarakat di pulau-pulau kecil terluar masih merasakan kesulitan mendapatkan air bersih, kurangnya sarana penerangan (listrik yang belum terjangkau), akses komunikasi yang terbatas, sanitasi yang buruk dan rendahnya kualitas pendidikan serta berbagai persoalan sosial lainnya yang sering dijumpai di pulau–pulau kecil terluar lainnya. Intervensi berbagai institusi dan beberapa pihak terkait di pulau-pulau kecil terluar diarahkan untuk peningkatan

kesejahteraan

masyarakat,

pengelolaan

sumberdaya alam dan lingkungan hidup, pertahanan keamanan dan pengembangan infrastruktur dan sarana prasarana dasar. Melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Ditjen

Pengelolaan

Ruang

Laut,

intervensi

pada

pendayagunaan pulau-pulau kecil dilakukan dalam bentuk penyediaan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi masyarakat. Diantaranya desalinasi air bersih, bantuan PLTS,

82 |


minawisata, jetty apung, serta dukungan dan support terhadap

pengembangan usaha ekonomi produktif bagi

masyarakat di pulau-pulau kecil terluar yang telah difasilitasi dengan berbagai jenis bantuan di pulau pulau terluar yang berada di wilayah perbatasan. Selanjutnya untuk kegiatan pendampingan menempatkan pendampingan

terhadap sejumlah terhadap

bantuan fasilitator

tersebut untuk

masyarakat

telah

melakukan

pengelola

dan

pemanfaat bantuan yang telah diberikan, sehingga sarana dan prasarana dasar yang telah terfasilitasi dapat berdaya guna dan bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di pulau-pulau kecil terluar. Proses pendampingan dan pemberdayaan dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas kelompok pengelola bantuan agar dapat memiliki kemampuan mengelola sarana dan prasarana secara kuat dan mandiri. Pendampingan juga dilakukan

guna

memberikan

dan

meningkatkan

keterampilan dan pengetahuan sekaligus memiliki kekuatan untuk dapat mengelola sumberdaya secara berkelanjutan sehingga diharapkan dapat membawa manfaat positif bagi kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat di wilayah perbatasan khususnya di Pulau Larat. Hal ini dilakukan agar kelompok pengelola bersama masyarakat dapat memiliki akses yang sama dan bermanfaat terhadap aset-aset produktif yang dapat memungkinkan mereka untuk dapat meningkatkan pendapatannya sekaligus memudahkan masyarkat untuk dapat memperoleh barang dan jasa yang mereka perlukan. Selain itu pendampingan

83


juga bertujuan untuk meningkatkan partisipasi kelompok dan masyarakat dalam proses-proses pembangunan dalam setiap pengambilan keputusan yang mempengaruhi mereka pada akhirnya. Kabupaten Maluku Tenggara Barat adalah merupakan kabupaten kepulauan yang terdiri dari beberapa gugus kepulauan tanimbar dan memiliki letak yang cukup startegis. Oleh karenanya proses pendampingan telah mengumpulkan berbagai isu-isu pokok yang menjadi perhatian bersama dalam

rangka

pengembangan

kawasan

perbatasan

khususnya di wilayah selatan yang langung berbatasan dengan Negara Timor Leste dan Australia. Kegiatan dan aktifitas pendampingan telah menunjukan manfaat positif bagi kelompok pengelola dan masyarakat pemanfaat disekitarnya. Tentunya diharapkan sarana dan prasarana

tersebut

dapat

dimanfaatkan

secara

berkelanjutan melalui upaya pemeliharaan dan perawatan secara rutin terhadap sarana dan prasarana yang tersedia, sehingga pengelolaan dan pemanfaatannya dapat dirasakan terus-menerus oleh masyarakat di sekitarnya.

84 |


Tentang Penulis PEMUDA yang biasa dipanggil Wido ini adalah keturunan Jawa yang lahir dan dibesarkan di Purworejo, Jawa Tengah. Sulung dari dua bersaudara ini berhasil menyelesaikan studinya di Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia (UI) angkatan 2009. Semasa kuliah, Wido aktif dalam kegiatan organisasi kampus mulai dari Himpunan Mahasiswa Geografi (HMG), Koperasi Mahasiswa FMIPA UI, Ikatan Mahasiswa Geografi (IMAHAGI)

dan

Badan

Eksekutif

Mahasiswa

(BEM)

Universitas Indonesia. Wido juga berkesempatan mengikuti Pekan Ilmiah Nasional (PIMNAS) XXIV Makassar, Pertukaran Pelajar di University of Malaya, Malaysia dan menjadi perwakilan dari Universitas Indonesia dalam ajang Indonesia Japan Joint Symposium (IJJS) di Chiba University, Jepang. Wido juga pernah bekerja dalam bidang pemetaan sebagai GIS Analyst di dua perusahaan swasta. Ketertarikan

Wido

dalam

dunia

pemberdayaan

masyarakat dan pendampingan dimulai ketika saat menjadi Pengajar Muda (PM) dalam Gerakan Indonesia Mengajar (GIM). Saat itu Wido menjadi PM di Kabupaten Tulang Bawang Barat, Provinsi Lampung. Selain bertugas sebagai pengajar di sekolah dasar, Wido juga menggerakkan segenap elemen masyarakat untuk terlibat dan peduli pada pendidikan. Bahwasanya pendidikan adalah tugas dari setiap

85


insan yang terlahir, pendidikan menjadi milik bersama secara kerja bakti dari kolaborasi semua elemen. Saat ini Wido baru saja selesai menjalani tugas sebagai Saya Pulau-pulau Kecil Terluar (PPKT) Berpenduduk di Pulau Larat, Kab. Maluku Tenggara Barat. Kecintaannya pada negeri ini, berbagi dan dorongan untuk terus belajar menjadi motivasi kuat memilih untuk mendampingi masyarakat di PPKT. Selain pendampingan sarana dan prasarana, saya juga mengajak semua pihak untuk terlibat dalam mengelola sumber daya yang ada, salah satunya adalah potensi masa depan anak-anak di Pulau Larat melalui Gerakan Rumah Baca. Buku merupakan gerbang mereka untuk melihat dunia di luar sana. Sebagai inspirasi menggantungkan mimpi di sudut-sudut negeri setinggi langit menjulang. Mutiara yang akan menjadi harapan masyarakat di Pulau Larat. Pulau Larat merupakan surga yang tersembunyi dengan sejuta makna dan potensinya. Sebagai salah satu ikhtiar bersama yang mengajak kolaborasi segenap pihak, maka muncullah inisiatif untuk membuat wahana bercerita kepada dunia melalui laman pesonalarat.blogspot.com. Laman ini merupakan sebuah

jendela

untuk

membuka ruang

kepedulian akan Pulau Larat. Semoga niat dan ikhtiar baik ini menjadi aksi yang terus positif dengan keterlibatan lebih luas. Menjadi seorang fasilitator bukan hanya bercerita mengenai bagaimana serunya mengarungi Laut Arafura dengan perahu ketinting, berceloteh riang bersama nelayan,

86 |


atau menemani seorang nelayan rumput laut ketika sedang memerika long line budidaya, ataupun berbagi keceriaan bersama anak-anak negeri ketika senja menjelang di sebuah dermaga kecil desa di ujung timur pulau, tetapi sebuah proses

pembelajaran

tiada

henti

bersama

kearifan

masyarakat. Dari masyarakat di Pulau Larat, kita bisa belajar untuk lebih arif dan bijaksana dalam mengelola segala hal, belajar kearifan lokal dan budaya mereka, belajar untuk tetap sederhana dalam mengelola sumber daya alam dan menjaga harmoni di pulau-pulau kecil terluar serta belajar memaknai setiap kebahagiaan.

87


88 |


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.