untuk mencapai tujuan tersebut. Namun, kegiatan belajar yang disajikan harus bermakna untuk anak. Inilah pokok bahasan pada Bab 3. Terakhir, pada hari terakhir pembelajaran, guru perlu mengevaluasi kegiatan pembelajaran hari itu dan melakukan asesmen sebagai pijakan perencanaan hari selanjutnya. Inilah pokok bahasan Bab 4.
A. Nilai Filosofis Guru Disadari atau tidak, seorang guru umumnya memiliki nilai filosofis tertentu yang diyakininya. Dalam dunia pendidikan, nilai filosofis guru dapat diartikan sebagai cara pandang guru terhadap anak dan pendidikan. Cara pandang ini akan memengaruhi bagaimana guru menyiapkan pembelajaran dan bagaimana guru berinteraksi dengan anak. Nilai filosofis yang diyakini seorang guru akan mempengaruhi praktik pedagogisnya: apa yang diajarkan dan bagaimana guru mengajarkannya (Roberson dalam Vinogradov, Savateeva, & Vinogradova, 2020). Untuk memberikan gambaran bagaimana cara pandang guru dapat mem pengaruhi praktik pedagogis guru, kita bisa mengambil contoh dari tulisan Ki Hadjar Dewantara (1977, hal. 22-23). Beliau menyebutkan adanya 3 aliran yang memiliki cara pandang berbeda terhadap anak. Ada aliran yang menganggap anak sebagai kertas kosong, ada yang menganggap anak sebagai kertas yang sudah ditulisi dengan tinta yang jelas sepenuhnya, dan ada aliran yang memandang anak sebagai kertas yang telah ditulisi, namun tulisan tersebut masih suram. Jika, seorang guru yang meyakini pandangan yang mengatakan bahwa anak adalah kertas kosong, maka dalam interaksinya dengan sang anak, guru tersebut mungkin akan banyak menjejali anak dengan pengetahuan-pengetahuan. Ia juga mungkin tidak akan memberi kebebasan anak untuk memilih topik pembelajaran karena menganggap anak sebagai kertas kosong, sosok yang tak berdaya. Sebaliknya jika guru menganggap anak telah memiliki tulisan yang tertera dengan tebal, guru mungkin memiliki kecenderungan untuk membiarkan apa pun yang dilakukan anak. Jadi, nilai filosofis yang diyakini seorang guru pada dasarnya akan berdampak pada praktik pedagogisnya. Hal itu akan terlihat dari pemilihan pendekatan pembelajaran di kelas, cara guru mengatur lingkungan belajar, serta pola komunikasi dan interaksi guru-anak. Lalu, bagaimana pandangan guru yang diharapkan dalam pembelajaran dengan paradigma baru ini? Kiranya mungkin pandangan para guru dapat sejalan dengan pandangan bapak pendidikan nasional kita, Ki Hadjar Dewantara, yang memandang anak sebagai kertas yang telah memiliki tulisan, namun suram. Tugas pendidikan adalah “menebalkan segala tulisan yang suram itu dan berisi baik” sedangkan tulisan yang mengandung arti jahat hendaknya dibiarkan jangan sampai menjadi tebal. Sejalan dengan cara pandang tersebut, Ki Hadjar menuliskan dasar-dasar
52
Buku Panduan Guru Pengembangan Pembelajaran untuk Satuan PAUD