Komunikasi Cerdas: Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Page 1


KOMUNIKASI CERDAS: SEBUAH KEBUTUHAN PENDIDIKAN KEKINIAN Prolog

Peran dosen sangat penting dalam menyebarluaskan ilmu pengetahuan melalui proses pembelajaran. Bagaimana perannya dalam menjembatani dan menjelaskan materi pelajaran dan berusaha menyampaikan pesan dan motivasi kepada peserta didik melalui pendekatan komunikasi yang efektif dan cerdas. Komunikasi cerdas menjadi kebutuhan penting untuk dipraktekkan dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran kekinian. Dosen sebagai tenaga pengajar dan pendidik merupakan sub sistem pendidikan yang berkait langsung dengan operasionalisasi roda pendidikan dan pengajaran di perguruan tinggi. Di sini, fungsi komunikasi cerdas digunakan untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan dan “nilai: kepada peserta didik dengan tujuan-tujuan komunikatif.

Tulisan ini membahas komunikasi cerdas dalam pembelajaran, bentuk-bentuk komunikasi cerdas dalam pembelajaran, dan pentingnya komunikasi cerdas dalam pendidikan dan pembelajaran kekinian.

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Topik ini penting karena menganggap komunikasi cerdas dalamp pendidikan sudah menjadi kebutuhan utama dalam membelajarkan peserta didik milineial nantinya siap menghadapi tantangan era revolusi Industri 4.0,

2


PENDAHULUAN Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris, berasal dari bahasa latin communis yang berarti "sama", communico, atau communicare yang berarti "membuat sama" (to make common). Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Akan tetapi definisi-definisi kontemporer menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagi hal-hal tersebut, seperti dalam kalimat "Kita berbagi pikiran", "Kita mendiskusikan makna, dan "Kita mengirimkan pesan". Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya. Pada umumnya, komunikasi dilakukan dengan menggunakan katakata (lisan) yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa non-verbal.

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Theodorson and Theodorson (1969) memberi batasan lingkup communication berupa penyebaran informasi, ide-ide, sikap atau emosi dari seorang atau kelompok kepada yang lain terutama melalui simbolsimbol. Garbner (1967) mengatakan communication dapat didefinisikan sebagai social interaction melalui pesan-pesan. Onong Uchayana mengatakan komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran, atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keraguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati (Uchayana, 2002: 11).

3

Jadi lingkup komunikasi menyangkut persoalan-persoalan yang ada kaitannya dengan substansi interaksi sosial orang-orang dalam masyarakat; termasuk konten interaksi (komunikasi) yang dilakukan secara langsung maupun dengan menggunakan media komunikasi. Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan secara efektif, para peminat komunikasi seringkali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? (Siapa berkata apa dengan menggunakan media apa kepada siapa dan apa dampaknya?) Pertanyaan di atas sekurang-kurangnya mengandung lima unsur penting yang patut diperhatikan. Yakni who (komunikator), says what (pesan), to whom (komunikan), in which channel (media) dan with what effect (umpan balik). Kelima unsur ini saling bertaut satu sama lain dalam proses berkomunikasi. Proses komunikasi itu pada dasarnya adalah “menjalankan” pesan, dari komunikator kepada komunikan. Umpan balik yang diharapkan oleh komunikator merupakan tujuan dari komunikasi itu. Sehingga dapat dikatakan bahwa umpan balik merupakan “produk” dari proses komunikasi atau dengan kata lain bahwa komunikasi adalah proses produksi “umpan balik”. Lebih dari itu, di dalam ilmu komunikasi terdapat suatu


sistem yang akan dijabarkan sebagai suatu perangkat yang saling mempengaruhi dalam suatu lingkungan dan membentuk suatu keseluruhan. Dalam berkomunikasi, peserta komunikasi menyampaikan suatu pesan yang memuat makna mendua dan hubungan komplementaris atau simetris. Pengertian pesan bermakna mendua, yaitu pesan yang memuat isi pesan (content message) dan pesan memuat hubungan (relationship massage).Pengertian hubungan komplementer, adalah satu bentuk perilaku diikuti oleh perlaku lawannya yang bersifat melengkapi. Dalam simetri, aksi seseorang diikuti oleh aksi sejenis oleh orang lainnya. Di sini mulai telihat bagaimana proses interaksi menciptakan struktur sistem, bagaimana orang merespon satu sama lain menentukan jenis hubungan yang mereka miliki. A. Makna dan Tujuan Komunikasi Sebagai sebuah proses maka komunikasi memiliki sifat dinamis. Dalam proses itu mencakup beberapa pentahapan, yaitu pengirim pesan “kepingin” mendistribusikan pesan-nya kepada pihak lain. Pihak lain ini dapat disebut sebagai penerima pesan. Distribusi pesan itu dilakukan melalui “saluran distribusi” yang ditetapkan sehingga sampai kepada penerima pesan. Dan proses itu dilanjutkan dengan lahir-nya reaksi oleh penerima pesan atas pesan yang diterima-nya. Atau dapat dikatakan bahwa proses komunikasi adalah proses aksi – reaksi, yang proses itu bisa terus ber-spiral.

Secara garis besar, terdapat dua tujuan komunikasi, yaitu: Pertama, komunikasi dilakukan supaya komunikan mengetahui (informative objective) dan Kedua, komunikasi dilakukan supaya komunikan tidak hanya mengetahui tetapi tergerak untuk melaksanakan (persuasive or instructive objective). Kedua tujuan ini akan menentukan media dan srategi komunikasi yang akan dilakukan. Terdapat lima unsur penting dalam komunikasi terdapat, yaitu who (komunikator), says what (pesan), to whom (komunikan), in which channel (media) dan with what effect (umpan balik). Kelima unsur ini saling bertaut dalam proses ber-komunikasi. (Harold Laswell dalam Fikri (2007) . 1. Who (Komunikator) Sebagai pemberi pesan, maka komunikan harus mengerti dan memahami tentang substansi pesan yang akan disampaikan. Penguasaan atas materi (substansi) akan memberikan banyak kesan positif dari proses komunikasi yang dijalankan. Anda bisa membayangkan, jika ada seorang yang tidak paham tentang fisika sama sekali (atau setengah-setengah) dan ia harus menjelaskan tentang fisika, kira-kira apa yang akan terjadi? Disamping menguasai secara substansial, komunikan harus mengetahui, memahami dan memiliki ketrampilan dalam menggunakan media komunikasi yang akan dipilih, baik itu media primer (orality) atau media sekunder (literacy). Jika tidak, apa sekira-nya yang bakal terjadi? Yang harus pula dicermati oleh komunikator adalah mengetahui keadaan komunikan. Kharakteristik ini perlu diperhatikan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan gaya, pilihan kata dan bahasa serta media. Jika memungkinkan, bentuk dan tujuan komunikasi tertentu memerlukan “potret” budaya atas

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Proses komunikasi itu pada dasar-nya adalah “menjalankan atau mengarak” pesan, dari komunikator kepada komunikan. Umpan balik yang diharapkan oleh komunikator merupakan tujuan dari komunikasi itu. Sehingga dapat dikatakan bahwa umpan balik merupakan “produk” dari proses komunikasi atau dengan kata lain bahwa komunikasi adalah proses produksi “umpan balik”.

4


komunikan. Pepatah “lain lubuk lain belalang” relevan dipakai dalam konteks ini. Jika kharakteristik ini ditabrak saja, maka komunikasi yang dilakukan tidak-lah efektif. 2. Says What (Pesan) Sebuah pesan yang akan mendapatkan respon positif jika pesan itu memang dibutuhkan oleh komunikan. Pesan yang memang sudah di-ingin-kan “kehadiran”-nya. Selayak-nya sebuah produk, kemasan atas pesan juga harus diperhatikan. Sebuah kemasan yang menarik akan menentukan keberhasilan komunikasi. Jika kemasan sudah diperhatikan maka cara “penyajian”-nya juga harus dipertimbangkan. Kemasan dan cara penyajian yang baik, akan mengkonversi “ke-enganan” komunikan untuk merespon sebuah pesan menjadi kesenangan meskipun pesan itu sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan. 3. to Whom (Komunikan) Setiap komunikan punya kharakteristik. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan terkait dengan komunikan,yaitu: budaya, etnosentrime (rasisme), prasangka dan stereotif. (Fikri, 2007). Dalam budaya terdapat tatanan nilai yang hidup dalam suatu masyarakat. Nilai-nilai itu harus sudah teridentifikasi dan dipahami sebelum komunikasi dilakukan. Etnosentrisme (rasisme) yang masih ada juga harus diidentifikasi, misal-nya pada sebuah masyarakat tertentu terdapat kecenderungan untuk tidak mau menerima “semua”informasi yang berasal dari komunikator yang berasal dari komunitas tertentu (masyarakat desa VS masyarakat kota). Prasangka juga harus pula dijernihkan sebelum komunikasi berlanjut lebih jauh dan stereotif yang masih hidup dalam masyarakat komunikan juga harus diperhatikan pula.

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

4. In Which Channel (Saluran/Media)

5

Terdapat 2 (dua) saluran/media komunikasi, yaitu: saluran primer dan saluran sekunder. Saluran primer merupakan saluran komunikasi yang menuntut adanya tatap muka langsung antara komunikator dengan komunikan. Pilihan atas saluran ini memiliki keunggulan dan sekaligus memiliki kelemahan. Sedangkan saluran sekunder merupakan saluran komunikasi yang tidak menuntut tatap muka lansung. Komunikasi melalui saluran ini dapat berlangsung melalui televisi, media cetak, surat konvensional atau-pun elektronik, website dan lain-lain. Sama dengan saluran primer, saluran sekunder-pun memiliki kelamahan dan keunggulan. Kelemahan dan keunggulan pilihan atas saluran komunikasi dikaitkan dengan tujuan yang ingin dicapai (informatif atau-pun persuasif) merupakan pekerjaan yang harus sudah tuntas sebelum komunikasi dilakukan. Kesalahan dalam pertimbangan ini akan memberikan konsekuensi yang fatal. Disamping itu, terdapat juga sebagian ahli komunikasi yang memberikan pemilahan saluran komunikasi menjadi 2 hal yang lain, yaitu: Orality dan Literacy. Orality terkait dengan saluran komunikasi dengan melibat-kan instrumen suara sedangkan Literacy dengan pelibatan simbol-simbol yang bermakna (tulisan dan lain-lain). Tetapi dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) maka saluran-saluran komunikasi tidak bisa dipilah-pilah secara konvensional karena dalam praktek akan lahir saluran komunikasi baru atau saluran komunikasi penggabungan dari primer-sekunder-orality-literacy. Kita ikuti saja perkembangan-nya!


5. with What Effect (Respon/Umpan Balik) Respon atau umpan balik dari sebuah komunikasi merupakan titik penting yang harus dicapai oleh kemunikator sesuai dengan tujuannya. Ada 2 tujuan komunikasi, yaitu: komunikan mengetahui dan komunikan melaksanakan. Tujuan komunikasi dengan target “mengetahui” tidak berarti hanya sekedar komunikan “tahu” tetapi lebih kepada terciptan-nya kondisi “paham”. Sehingga format komunikasi yang dibangun haruslah memperhatikan derajad pemahaman komunikan atas informasi. Untuk mencapai tujuan komunikasi dalam hal “melaksanakan” tentulah harus dimulai dari keadaan “tahu” kemudian “paham” dan selanjutnya secara sadar”melaksanakan”. Derajad dari tujuan komunikasi inilah yang perlu disikapi dengan baik, sehingga cara, strategi dan media komunikasi yang dipilih efektif bagi tercapai-nya tujuan komunikasi yang telah ditetapkan. Ekspresi komunikan sebagai respon atas komunikasi harus juga mendapatkan perhatian dari komunikator. Ekspresi yang dilakukan oleh komunikan merupakan indikator awal dari sukses tidak-nya komunikasi yang dilakukan. Sehingga ekspresi atas respon ini dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan perbaikanperbaikan cara, strategi dan media komunikasi. Dan proses ini akan terus berlanjut ber-spiral terus menerus. 6. Komunikasi VS Negoisasi

Komunikasi dan negosiasi merupakan sebuah subset, dimana dalam komunikasi terdapat bagian negosiasi dan sebaliknya setiap negosiasi tidak terlepas dari kominikasi. Komunikasi merupakan pengiriman informasi, negosiasi adalah pengiriman argumentasi sehingga benar bahwa merupakan merupakan suatu subset. Manusia pada prinsipnya adalah penjual dengan komoditas yang didistribusikan adalah ide, gagasan, maksud baik, kehendak, kemauan, wacana, ambisi dan lain-lain. Untuk dapat mewujudkan itu semua manusia perlu melakukan komunikasi dan negosiasi. Sehingga diperlukan kemampuan atau ketrampilan untuk berkomunikasi dan ber-negosiasi dengan baik. Kita pasti mafhum, manusia hidup di dunia tidak mungkin lepas dari proses komunikasi. Semua tingkah laku macam apa pun adalah kegiatan ”komunikasi”. Sedangkan, ”diam” pun juga bagian komunikasi. Jadi setiap komunikasi itu mengandung aspek relasi. Dengan lain bahasa Manusia adalah makhluk komunikasi. Tatkala berhubungan antar sesama di ruang publik, manusia tidak bisa dilepaskan dengan kebutuhan pada simbol-simbol komunikasi, baik lisan, tulisan maupun simbol-simbol komunikasi lainnya. Tujuannya tidak lain agar manusia satu dengan lainnya bisa saling memahami dan mengenal serta bekerja sama. Agar tujuan yang ingin dicapai dalam hubungan interaksi manusia bisa dicapai, maka komunikasi cerdas dalam birokrasi publik diperlukan. Secara sederhana komunikasi cerdas dalam birokrasi publik sangat menuntut kelancaran berbicara, kontrol emosi, pemilihan kata dan nada bicara. Lebih dari itu, juga

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Secara prinsip, komunikasi dan negosiasi tidak bisa terlepas dalam setiap gerak manusia. Selalu, manusia terlibat secara aktif maupun pasif (langsung atau tidak langsung) dalam proses komunikasi dan negosiasi. Sehingga, keberadaan 2 hal ini haruslah dipahamai agar kita dapat memasuki aras kehidupan yang baik dan bermartabat.

6


menuntut kemampuan untuk mengendalikan suasana, dan juga penguasaan bahan yang akan dibicarakan. Di dalam pendidikan, komunikasi adalah sebuah fungsi kunci proses pendidikan dan pengajaran, dalam bisnis, komunikasi adalah sebuah fungsi kunci manajemen. Sebuah organisasi tidak dapat beroperasi, tanpa komunikasi antar , tingkat manajemen, antar departemen, dan antar karyawan. Cerdas komunikasi atau yang bisa disebut juga dengan CIQ (Communication Intelligence Quotient) atau soft skills merupakan salah satu keahlian yang dibutuhkan dosen dan mahasiswa milenial saat ini. Perusahaan jaman sekarang membutuhkan sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi. Survey NACE (National Acociation of Collage and Employed) 20 karakter seorang yang sukses dari 457 perusahaan, diantaranya: Kemampuan komunikasi, Intergritas, Kemampuan kerja sama, Interpersonal, Etika, Motivasi, Adaptasi, Kemamuan analitik, Kemampuan berorganisasi. Kemampuan komunikasi di tempatkan pada posisi teratas. Hal tersebut merupakan salah satu bukti bahwa cerdas komunikasi sangat penting. Riset dari Albert Wiggan yang menyatakan bahwa dari 4000 pekerja yang diberhentikan, 90% penyebab diberhentikan karena tidak adanya kemampuan berkomunikasi yang baik. Sedangkan 10% disebabkan karena keahlian yang tidak baik. Dari riset tersebut menunjukkan kembali bahwa cerdas komunikasi sangat berpengaruh dalam dunia pekerjaan dan merupakan salah satu jalan menuju sukses.

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

B. Pola Komunikasi antara Pengajar dan Peserta Didik dalam Pembelajaran

7

Banyak yang berpendidikan tinggi tetapi tidak memilki keterampilan berkomunikasi secara baik dan memadai sehingga mengakibatkan kegagalan dalam berinteraksi dengan manusia lainnya. Kadangkadang kita menganggap bahwa komunikasi itu hanyalah suatu yang bersifat common sense dan setiap orang pasti mengetahui bagaimana berkomunikasi. Padahal sesungguhnya banyak yang tidak memilki ketrampilan berkomunikasi yang baik karena ternyata banyak pesan-pesan dalam komunikasi manusia itu yang disampaikan tidak hanya dalam bentuk verbal tetapi juga nonverbal. Ada keterampilan komunikasi dalam bentuk tulisan dan oral, ada ketrampilan komunikasi secara interpersonal, ataupun secara kelompok. Sehingga komunikasi itu perlu kita pelajari. Banyak bidang-bidang komunikasi modern sekarang ini yang memfokuskan pada studi tentang pesan, ada juga tentang hubungan antara komunikasi dengan bidang profesional lainnya termasuk pendidikan. Komunikasi antara pengajar dan peserta didik dalam proses pembelajaran merupakan salah satu aspek penting yang patut dipelajari karena hal tersebut berkaitan erat dengan kualitas proses pengajaran. Proses pembelajaran di dalam kelas merupakan proses transformasi pesan edukatif berupa materi pembelajaran dari pengajar kepada peserta didik. Keberhasilan proses pengajaran akan sangat tergantung kepada efektivitas proses komunikasi yang terjadi antara pengajar dan peserta didik. Pengajar merupakan pihak yang paling bertanggungjawab terhadap berlangsungnya proses pengajaran, sehingga pengajar dituntut untuk memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik agar menghasilkan proses belajar mengajar yang efektif, sesuai dengan tujuan pendidikan.


Komunikasi yang terjadi antara pengajar dan peserta didik merupakan hal penting; yang menentukan kelancaran dan tercapainya tujuan pendidikan. Seperti yang diketahui proses belajar mengajar merupakan proses transfer ilmu dan pendidikan dari pengajar kepada peserta didik sehingga peserta didik bisa menjadi orang yang cerdas secara akademis dan terdidik. Sementara komunikasi merupakan proses penyampaian pesan antara komunikator (pengajar) dengan komunikan (peserta didik). Ketika terjadi komunikasi yang efektif dimana ilmu dan didikan pengajar dapat diterima bahkan diamalkan dengan baik oleh peserta didik barulah tercapai tujuan pendidikan dalam rangka mencerdaskan anak-anak bangsa. Oleh karena itu seorang pengajar tidak hanya dituntut harus pintar dan cerdas secara akademis namun juga harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik sehingga pesan atau ilmu yang akan diberikan bisa tersampaikan dan diterima dengan baik oleh peserta didik. Berikut 3 (tiga) pola komunikasi antara pengajar (baca:guru/dosen) dan peserta didik (siswa, mahasiswa) dalam proses belajar mengajar. 1. Pola komunikasi satu arah

Pola komunikasi seperti ini kurang dianjurkan karena hanya membuat peserta didik pasif, tidak kreatif, serta tidak terbiasa mengeluarkan pemikirannya dengan baik. Padahal di zaman sekarang diperlukan generasi muda yang tidak hanya cerdas namun kreatif sehingga dapat memenuhi tuntutan zaman yang super cepat. 2. Pola komunikasi dua arah Pola komunikasi antara peserta didik dan peserta didik yang kedua adalah pola komunikasi dua arah dimana telah terjadi interaksi antara pengajar dan peserta didik. Tidak hanya pengajar yang aktif menyampaikan pesan namun ada pula peran aktif peserta didik dalam memberi reaksi atau umpan balik dari apa yang disampaikan pengajar. Ada peran aktif peserta didik dalam bertanya ataupun memberi masukan kepada pengajar. Pola komunikasi ini lebih baik dari yang pertama karena membuat peserta didik lebih aktif sehingga kreatifitasnya semakin terasah. Ada lebih banyak wawasan yang akan didapatkan peserta didik. 3. Pola komunikasi banyak arah Lebih lanjut ada pola komunikasi banyak arah dimana tidak hanya terjadi komunikasi dinamis antara pengajar dan peserta didik namun juga mengembangkan komunikasi dinamis antar sesama peserta didik sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi lebih interaktif dan dinamis. Akan semakin banyak timbul pemikiran dan perspektif baru sehingga terjadi diskusi antara pengajar, peserta didik, dan sesama peserta didik. Ruang kelas akan terasa lebih hidup dan tidak monoton.

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Dalam hal ini pengajar berperan sebagai komunikator atau pemberi pesan dan peserta didik sebagai komunikan atau penerima pesan. Dimana hanya terjadi komunikasi satu arah sehingga tidak ada peran aktif dari peserta didik. peserta didik hanya menerima apa yang disampaikan oleh pengajar tanpa adanya umpan balik.

8


Pola komunikasi yang ketiga atau komunikasi banyak arah merupakan pola komunikasi yang paling disarankan sehingga pengajar dan seluruh peserta didik sama-sama aktif mengeluarkan pemikiran dan argumentasinya sehingga terjadi diskusi menarik dan membangun. Akan banyak muncul perspektifperspektif baru sehingga peserta didik tidak hanya cerdas dalam pengetahuannya namun juga belajar untuk berani mengeluarkan dan mempertahankan pendapatnya C. Fungsi Komunikasi dalam Pembelajaran 1. Pengendalian. Komunikasi berfungsi sebagai pengendalian dalam pembelajaran, artinya komunikasi berfungsi untuk mengendalikan perilaku peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga tercapainya tujuan pembelajaran.

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

2. Motivasi. Komunikasi berfungsi sebagai motivasi. Komunikasi dapat memperkuat motivasi peserta didik dalam pembelajaran dengan cara menjelaskan kepada peserta didik mengenai apa yang harus dipelajari, bagaimana cara mempelajarinya, dan apa tujuan yang ingin dicapai dari apa yang dipelajari tersebut. Dengan komunikasi yang baik dan efektif, pengajar berperan strategis untuk mengembangkan motivasi peserta didik dalam proses pembelajaran yang dilaluinya.

9

3. Pengungkap Emosi. Komunikasi merupakan saran untuk pengungkapan emosi dalam proses pembelajaran. Seperti kita pahami bahwa proses pembelajaran di sekolah merupakan proses yang di dalamnya terjadi interaksi antar berbagai karakter peserta didik, dimana dalam interaksi tersebut terjadi proses pengungkapan emosi. Oleh karena itu, komunikasi merukana pelepsan ungkapan emosi perasaan dan pemenuhan kebutuhan social peserta didik. 4. Informasi. Komunikasi dapat memberikan informasi yang diperlukan guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal. Selain itu, pengajar memberikan informasi kepada peserta didik melalui penyampaian materi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. 5. Bahan Diskusi. Komunikasi berfungsi sebagai bahan diskusi, yakni menyediakan informasi yang akan digunakan oleh dosen dan peserta didik dalam proses pembelajaran. 6. Sosialisasi. Komunikasi berfungsi sebagai media susialisasi, yakni sebagai sarana sosialisasi antara pengajar dan poeserta didik. Dalam hal ini, komunikasi menyediakan dan mengajarkan tentang pengetahuan, bagaimana bersikap sesuai dengan nilai-nilai yang ada di lingkungan sosial, serta bertindak sebagai warga kampus yang baik. 7. Hiburan. Komunikasi berfungsi sebagai hiburan. Bahwa komunikasi merupakan media hiburan yang mudah dan murah bagi guru dan pesrta didik. Melalui komunikasi sebagai hiburan, maka setiap guru dan peserta didik akan terlibat dalam proses pembelajaran yang menyenangkan.


8. Integrasi. Komunikasi berfungsi sebagai alat integrasi. Melalui komunikasi, terjadi integrasi diantara ragam perbedaan yang dimiliki oleh peserta didik. Dalam hal ini, komunikasi juga berfungsi sebagai perekat diantara perbedaan yang ada. 9. Pendidikan. Komunikasi berfungsi untuk pendidikan. Bahwa komunikasi mendidik dan memberikan pengetahuan yang cukup kepada guru untuk mentransfer pengetahuan dan segala kompetensi yang berhubungan dengannya, sebagai bagian dari proses pendidikan bagi peserta didik. 10. Kebudayaan. Komunikasi berfungsi untuk memajukan kebudayaan. Melalui pendidikan dan pembelajaran yang dilaksanakan oleh pengajar dan peserta didik, maka sesungguhnya kebudayaan sedang dibangun. D. Bentuk, Tujuan, Hambatan Komunikasi dalam Pembelajaran 1. Bentuk Komunikasi Pembelajaran: a. Komunikasi Verbal; Yaitu bentuk komunikasi dimana pesan disampaikan secara lisan atau tertulis menggunakan suatu bahasa. Bahasa didefinisikan sebagai perangkat kata yang disusun secara terstruktur sehingga menjadi kalimat yang mengandung arti.

a. Berbicara. b. Menulis c. Mendengar Kelebihan dan Kekurangan komunikasi verbal: Kelebihan: a. Komunikasi verbal memungkinkan terjadinya interaksi secara langsung, serta memperoleh umpan balik secara langsung pula, sehingga pemahamannya dapat teruji secara langsung pula b. Para pelaku komunikasi dapat berbagi dan bertukar gagasan sehingga dapat memecahkan masalah, karena ditemukannya titik temu antar kepentingan guru dan peserta didik. c. Baik guru maupun peserta didik bisa menyampaikan secara langsung kebutuhan dan kepentingannya. Kekurangan: a. Tidak adanya kesadaran bahwa pembicaraan (komunikasi lisan) sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran b. Berbicara secara spontan, tanpa melakukan persiapan apa yang akan dikatakan dan bagaimana cara mengatakannya c. Tidak memikirkan tujuan sebelum dilakukan pembicaraan, dalam merumuskan pesan yang akan disampaikan dan khalayak yang menjadi sasarannya

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Bentuk komunikasi verbal antara lain:

10


d. Tidak merancang dan menyampaikan pesan secara logis e. Pengajar terkadang cenderung memanipulasi pembicaraan f. Terkadang muncul sikap melecehkan peserta didik secara verbal b. Komunikasi Non Verbal; Komunikasi non verbal merupakan bentuk komunikasi yang paling dasar dari komunikasi. Secara sederhana, komunikasi non verbal dapat didefinisikan sebagai komunikasi tanpa kata- kata. Beberpa macam bentuk komunikasi non verbal: a. Gerakan tubuh b. Gerakan/ Perilaku mata c. Sentuhan: 1. Kinesthetic, merupan isyarat yang ditunjukkan dengan bergandengan tangan untuk mengungkapkan keakraban atau kenesraan. 2. Siciofugal, merupakan isyarat yang ditunjukkan dengan berjabatan tangan atau saling merangkul untuk menunjukkan dimulainya persahaban. 3. Thernal, merupakan isyarat yang ditandai dengan sentuhan yang lebih emosional sebagai tanda persahabatan yang intim. Misalnya menepuk bahu, aju tinju, dan adu telapak tangan

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

2. Tujuan Komunikasi dalam Pembelajaran

11

a. Menciptakan pengertian yang sama terhadap setiap pesan dan lambang yang disampaikan oleh guru kepada peserta didik. b. MMerangsang pemikiran peserta didik untuk memikirkan pesan dan rangsangan yang ia terima dari guru. c. Melakukan suatu tindakan yang selaras dengan pesan yang diterima peserta didik sebagaimana diharapkan dengan adanya penyampaian pesan tersebut, yaitu untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. d. Pesan bagi peserta didk memperhatikan nada dan pengaruhnya terhadap peserta didik. Pilihan kata dan nada dalam pesan peserta didik diperhatikan sedemikian rupa untuk menghindari adanya pengaruh negative terhadap peserta didik. 3. Hambatan dalam Komunikasi Pembelajaran Beberapa pakar komuniksai mengemukakan tentang hambatan yang umumnya terjadi dalam komunikasi. Misalnya Ludlow dan Panton (1996) yang mengelompokkan kendala komunikasi ke dalam tiga kelompok, yaitu: a. Kendala penerimaan Kendala dalam penerimaan yang meliputi rangsangan dari lingkungan, sikap dan nilai- nilai penerima, kebutuhan dan harapan penerima. b. Kendala dalam pemahaman Kendala dalam pemahaman meliputi bahasa, masalah semantic, kemampuan penerima untuk mendengar dan menerima, panjang komunikasi serta perbedaan status. c. Kendala dalam penyambutan Kendala dalam penyambutan meliputi praduga, konflik pribadi antara pengirim dan penerima.


PEMBAHASAN

Komunikasi cerdas memang belum begitu populer dalam pembelajaran di perguruan tinggi. Selama ini dikenal istilah "komunikasi efektif", yakni komunikasi yang disampaikan secara arif (persuasif) yang hasilnya saling menguntungkan mereka yang berkomunikasi. Baik komunikator maupun komunikannya dalam memahami pesan masing-masing. Relasi dosen, proses pembelajaran dan mahasiswa memerlukan komunikasi. Agar apa yang menjadi kepentingan masing-masing pihak bisa dipahami dan akhirnya dipenuhi. Tentu untuk memahami dan memahamkan masing-masing kepentingan diperlukan komunikasi cerdas. Pertanyaannya, apa itu komunikasi cerdas dan sudahkah dosen menjalankannya? Dan sejauhmana urgensi komunikasi cerdas bagi dosen dalam proses pengajaran dan pemebelajaran. Komunikasi-communication adalah interaksi dari unsur-unsur pengirim, penerima, pesan, saluran komunikasi, dan tujuan komunikasi. Komunikasi asertif yaitu kemampuan menerapkan strategi berkomunikasi yang tepat sesuai karakter pengajar. Dengan komunikasi ini akan tercipta hubungan yang harmonis antara pengajar dan peserta didik. Sedangkan komunikasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksut dapat dipahami. Definisi ini menekankan bahwa komunikasi merupakan kegiatan mengirim pesan atau berita dari seseorang ke orang lain sehingga pesan yang dikirimkan tersebut dapat dipahami oleh penerima pesan. Komunikasi adalah proses, pertukaran, informasi, pesan, dua arah, dua orang atau lebih, sarana penghubung, menciptakan, makna, dan pemahaman. Kedua belah pihak bukan hanya sekadar bertukar informasi, berita, pengetahuan, pikiran, ide, gagasan atau perasaan, tetapi menciptakan dan berbagi

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

A. Pengertian Komunikasi Cerdas

12


makna, sehingga makna tersebut menjadi milik bersama. Jadi, dapat dikatakan bahwa komunikasi adalah sarana penghubung yang menyamakan persepsi kedua belah pihak yang berkomunikasi. Cerdas mempunyai pengertian sempurna perkembangan akal budianya (untuk berpikir, mengerti), tajam pikiran. Kunci memiliki arti kedudukan (tempat) yang sangat penting untuk menguasai sesuatu untuk mengenakan pengaruh, atau alat untuk mencapai suatu yang dimaksud (dapat memborngkar rahasia, memecahkan masalah). Sukses memiliki arti berhasil ; beruntung. Dari berbagai definisi tersebut maka dapat disimpulkan, komunikasi yang cerdas merupakan kegiatan pengiriman informasi, berita atau pesan dari seseorang kepada orang lain dengan menggunakan akal budinya (dengan berpikir) serta memanfaatkan berbagai media baik elektronik maupun non elektronik untuk mencapai tujuan atau memecahkan masalah agar berhasil. Dari definisi tersebut di atas jika diinventariasai ada beberapa komponen komunikasi. Komponen tersebut antara lain komunikator, pesan atau informasi, media, komunikan dan efek. Kominakator merupakan pihak yang memulai komunikasi atau sumber dari komunikasi (sumber informasi). Pesan adalah informasi yang ingin disampaikan dalam proses komunikasi. Media adalah sarana yang digunakan dalam proses komunikasi dan komunikan merupakan pihak yang diajak berkomunikasi oleh komunikan. Sedangkan efek adalah dampak yang ditimbulkan oleh proses komunikasi tersebut. B. Prinsip Dasar Komunikasi Cerdas

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

1. Prinsip Ikhlas

13

Ikhlas adalah kerja hati. Secara bahasa, ikhlas berasal daari kata khalasa yang berarti suci, bersih dari noda. Sedangkan ikhlas menurut istilah adalah kerja yang dilakukan oleh hati untuk mensucikan dirinya dari berbagai motif yang tidak benar. Ikhlas adalah prinsip paling mendasar dalam komunikasi cerdas. Kehilangan prinsip ini dari komunikator maupun komunikan akan membuat tujuan utama komunikasi yaitu silaturahim menjadi hilang dan kekuatan pesan yang disampaikan memudar. Kehilangan prinsip ini dari salah satu pihak akan membuat proses komunikasi terhambat apalagi bertemu antara ketidak ikhlasan komunikator dengan komunikan. Ikhlas tempatnya adalah hati. Karena tempatnya hati, maka kita tidak mungkin mengukur tingkat keikhlasan yang tempatnya dihati. Namun, keikhlasan itu ada jejaknya, apa yang ada didalam hati akan terungkap lewat anggota tubuh. Ketika telinga mendengar berita duka, hati akan menjadi sedih dan ketika hati sedang sedih, maka mata mengeluarkan air mata dengan sendirinya. 2. Prinsip pahala dan dosa Prinsip ini menjelaskan bahwa setiap pesan atau pernyataan yang keluar dari mulut itu mengandung konsekwensi pahala atau dosa. Lisan memiliki peran kunci dalam berkomunikasi, yang bisa membawa kita kepada kesuksesan atau kehancuran. Agar lisan kita tidak menjadi alat pencetak dosa tetapi selalu memproduksi pahala, maka islam membimbing manusia terutama umatnya untuk melakukan langkahlangkah berikut: a. Agama melarang berkata kotor dan kasar.


Kata kotor mencerminkan jiwa yang kotor. Sedangkan jiwa yang bersih berdampak pada ucapan dan tingkah laku sehari-hari. b. Memberikan motivasi agar selalu berkata yang baik. 3. Prinsip kejujuran Lisan membunuh karakter seseorang, bisa merusak hubungan antar sesame manusia, bahkan bisa menyebabkan pertumpahan darah. Diantara bentuk kejujuran dalam berkomunikasi adalah: a. Tidak memutarbalikkan fakta Memutarbalikan fakta adalah fitnah yang membuat keruh suasana dan menimbulkan ketidakharmonisan hubungan. b. Tidak berdusta Berdusta berarti memanipulasi informasi sehingga pesan tidak sampai sebagai mana mestinya. 4. Prinsip kebersihan Komunikasi efektif dan cerdas sangat menekankan prinsip kebersihan dalam segala hal, termasuk dalam menyampaikan pesan. 5. Prinsip Berkata positif

6. Prinsip paket (Hati, Lisan dan Perbuatan) Manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah dalam satu paket lengkap. Ada unsur jiwa dan unsur raga. Gerak raga dipengaruhi secara kuat oleh hati atau jiwa. Artinya, lisan akan berbicara yang baik manakala hatinya baik. Konsistensi antara hati, kata dan perbuatan adalah ciri manusia sukses. Sifat inkonsistensi adalah cacat yang membuat nilai seseorang menjadi berkurang. Inkonsistensi adalah cirri kemunafikan. Ciri utama kemunafikan ada 4 yakni, tidak amanah, suka berbohong, tidak sesuai antara yang dikandung hati dengan apa yang diucapkan oleh lisan, ingkar janji, dan tidak sportif. 7. Prinsip dua telinga satu mulut Isyarat agar kita berhati-hati dalam berbicara dan banyak mendengar adalah pada struktur fisik kita yang diciptakan dengan dua telinga satu mulut. Setelah informasi ditangkap oleh telinga, informasi tersebut disaring oleh perangkat akal dan sebelum dikeluarkan oleh lisan melalui mulut. Orang yang cerdas adalah orang yang mampu memilah-milih informasi dan hanya mengambil yang terbaik dari informasi yang diterima. 8. Prinsip pengawasan Prinsip pengawasan muncul dari kepercayaan yang meyakini bahwa Allah maha mendengar, maha melihat dan maha mengetahui. Selain itu, mereka juga meyakini bahwa setiap kata yang diucapkan

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Pesan positif sangat berpengaruh bagi kebahagian seseorang dalam kondisi apapun dia berada. Seorang komunikator yang sering mengirim pesan positif kepada komunikan akan menyimpan modal yang banyak untuk berbuat yang positif. Misal mengucapkan semoga berhasil, semoga selalu sukses�.

14


akan dicatat oleh malaikat pencatat. Seperti dalam firmannya: “dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya……”. Prinsip pengawasan ini akan membuat orang selalu merasa diperhatikan dan dipantau. Orang yang merasa dipantau akan selalu berhati-hati dalam mengeluarkan statemen. 9. Prinsip selektivitas dan validitas Berbicara dengan data dan informasi yang akurat adalah salah satu ciri pribadi berkualitas. Selain menambah kredibilitas, informasi yang akurat menghindarkan kita jauh dari kesalahan yang berujung kepada penyesalan. Prinsip selektifitas dan vakiditas dalam komunikasi bukan hanya bertujuan untuk memberikan kepuasan bagi komunikan di dunia ini, tetapi tujuan utama mereka adalah agar bisa mempertanggungjawabkan apa yang mereka kemukakan. 10. Prinsip saling mempengaruhi. Komunikasi antar manusia merupakan aktivitas menyampaikan dan menerima pesan dari dan kepada orang lain. Disamping itu, komunikasi juga bisa digunakan untuk mengadu domba, melemahkan semangat karena muara dari komunikasi adalah mempengaruhi.

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Diantara bentuk pengaruh strategis kamunikasi adalah:

15

a. Dapat merubah pendapat orang lain Merubah pandangan orang lain bukanlah hal yang mudah, namun dengan adanya tukar menukar penddapat, hal tersebut dapat dilakukan. b. Menjadi faktor yang menetukan baik buruknya manusia. Saat berinteraksi manusia hanya dihadapkan oleh dua pilihan, mempengaruhi atau dipengaruhi. Untuk menghindarkan pengaruh negatif, sebaiknya kita menjauhi orang-orang yang dapat merusak perilaku kita. 11. Prinsip keseimbangan berita (keadilan) Informasi yang seimbang akan membuat keputusan menjadi akurat. Prinsip perimbangan dalam menyerap informasi sebelum memberikan sikap adalah keharusan. Dengan prinsip ini, informasi yang kita terima akan lebih akurat, karena pihak yang sedang berselisih kadang-kadang memberikan informasi secara emosional dan kadang-kadang berlebihan. 12. Prinsip Privasi Setiap orang memiliki ruang privacy yang tidak boleh diungkapkan di pentas publik, begitu juga dengan organisasi, lembaga dan seterusnya. Membocorkan rahasia sama dengan menelanjangi orang. Melanggar masalah privasi masuk dalam status penlanggaran hak-hak asasi manusia, yaitu melakukan pencemaran nama baik. Seperti dalam firmannya:”hai orang-orang beriman jauhilah purbasangka (kecurigaan)karena sebagaian dari purbasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang, dan janganlah menggunjing satu sama lain. Adakah diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik dengannya…..”.


C. Rethinking Komunikasi Cerdas Secara teoritik, definisi komunikasi adalah penyampaian pesan dari seorang komunikator (komtor) kepada komunikan (komkan) melalui bahasa lisan atau tulisan. Tujuannya, supaya pesan yang disampaikan itu bisa dipahami, dimengerti dan diterima hingga sampai pada mengubah tingkah laku komkan, tentunya harus mempunyai kesamaan frame of reference dan kepentingan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan lain perkataan, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Disini jelas bahwa percakapan kedua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila keduaduanya, selain mengerti makna yang dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan. Komunikasi cerdas tidak hanya bersifat informatif, yaitu agar orang lain (komunikan) mengerti dan tahu, tetapi komunikasi cerdas menuntut komunikasi yang persuasif, yakni agar komunikan bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan berdasarkan keinginan komunikator yang berdasar pada situasi, kondisi komunikannya.

Secara garis besar, terdapat dua tujuan komunikasi, yaitu: Pertama, komunikasi dilakukan supaya komunikan mengetahui (informative objective) dan Kedua, komunikasi dilakukan supaya komunikan tidak hanya mengetahui tetapi tergerak untuk melaksanakan (persuasive or instructive objective). Kedua tujuan ini akan menentukan media dan strategi komunikasi yang akan dilakukan. Analognya jika kita mau ke Makassar, maka kita bisa memilih naik kendaran pribadi atau kendaraan umum. Jika ingin tujuan ini tercapai maka unsur komunikasi harus diperhatikan dan di-desain sesuai dengan tujuan. D. Hukum Komunikasi Cerdas Banyak ahli komunikasi yang memiliki kesamaan pandangan mengenai hubungan antara proses komunikasi dan kesuksesan kerja. Mereka bersepakat bahwa komunikasi efektif dan tingkat kinerja berhubungan secara signifikan. Memperbaiki komunikasi berarti memperbaiki kinerja. Proses pembelajaran yang berfungsi baik, ditandai oleh adanya kerjasama secara sinergis dan harmonis dari berbagai komponen (pengajar, peserta didik, institusi pendidikan). Senantiasa terjadi komunikasi, kerjasama, saling koreksi antar komponen tersebut. Dalam membangun komunikasi Cerdas kita perlu memperhatikan 5 Hukum Komunikasi yang dirangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH, yang berarti merengkuh atau meraih. Pertama: Respect. Hukum pertama ini artinya menghargai. Dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan. Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum pertama yang penting dalam berkomunikasi. Ingatlah

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Pentingnya komunikasi bagi kehidupan sosial, budaya, pendidikan dan politik sudah disadari oleh para cendekiawan sejak Aristoteles yang hidup ratusan tahun sebelum masehi. Akan tetapi studi Aristoteles hanya berkisar pada retorika dalam lingkungan kecil. Baru pada pertengahan abad ke-20 ketika dunia dirasakan semakin kecil akibat revolusi industri dan revolusi teknologi elektronik, setelah ditemukan kapal api, pesawat terbang, listrik, telepon, surat kabar, film, radio, televisi dan sebagainya maka para cendekiawan pada abad sekarang menyadari pentingnya komunikasi ditingkatkan dari pengetahuan menjadi ilmu.

16


bahwa pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Jika kita bahkan harus mengkritik atau memarahi seseorang, lakukan dengan penuh respek terhadap harga diri dan kebanggaaan seseorang. Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim. Dale Carnegie dalam bukunya How to Win Friends and Influence People, rahasia terbesar yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam berurusan dengan manusia adalah dengan memberikan penghargaan yang jujur dan tulus. Seorang ahli psikologi yang sangat terkenal William James juga mengatakan bahwa "Prinsip paling dalam pada sifat dasar manusia adalah kebutuhan untuk dihargai." Dia mengatakan ini sebagai suatu kebutuhan (bukan harapan ataupun keinginan yang bisa ditunda atau tidak harus dipenuhi), yang harus dipenuhi. Ini adalah suatu rasa lapar manusia yang tak terperikan dan tak tergoyahkan.

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Lebih jauh Carnegie mengatakan bahwa setiap individu yang dapat memuaskan kelaparan hati ini akan menggenggam orang dalam telapak tangannya. Charles Schwabb, salah satu orang pertama dalam sejarah perusahaan Amerika yang mendapat gaji lebih dari satu juta dolar setahun, mengatakan bahwa aset paling besar yang dia miliki adalah kemampuannya dalam membangkitkan antusiasme pada orang lain. Dan cara untuk membangkitkan antusiasme dan mendorong orang lain melakukan hal-hal terbaik adalah dengan memberi penghargaan yang tulus.

17

Kedua, Empathy. Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Secara khusus Covey menaruh kemampuan untuk mendengarkan sebagai salah satu dari 7 kebiasaan manusia yang sangat efektif, yaitu kebiasaan untuk mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti (Seek First to Understand–understand then be understood to build the skills of empathetic listening that inspires openness and trust). Inilah yang disebutnya dengan Komunikasi Empatik. Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain. Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver) menerimanya. Karenanya, dalam ilmu pendidikan (marketing) memahami perilaku anak didik merupakan keharusan. Dengan memahami perilaku anak didik, maka kita dapat empati dengan apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, minat, harapan dan kesenangan dari anak didik. Demikian halnya dengan bentuk komunikasi lainnya, misalnya komunikasi dalam membangun kerja sama tim. Kita perlu saling memahami dan mengerti keberadaan orang lain dalam tim. Rasa empati akan menimbulkan respek atau penghargaan, dan rasa respek akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam membangun team work. Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima. Empati bisa juga berarti kemampuan untuk


mendengar dan bersikap perseptif atau siap menerima masukan ataupun umpan balik apapun dengan sikap yang positif. Banyak sekali dari kita yang tidak mau mendengarkan saran, masukan apalagi kritik dari orang lain. Padahal esensi dari komunikasi adalah aliran dua arah. Komunikasi satu arah tidak akan efektif manakala tidak ada umpan balik (feedback) yang merupakan arus balik dari penerima pesan. Oleh karena itu dalam kegiatan komunikasi pemasaran above the lines (mass media advertising) diperlukan kemampuan untuk mendengar dan menangkap umpan balik dari audiensi atau penerima pesan. Ketiga, Audible. Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik.

Keempat, Clarity. Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Ketika bekerja sebagai dosen, hal ini merupakan hukum yang paling utama dalam menyiapkan bahan pelajaran. Karena kesalahan penafsiran atau pesan yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran akan menimbulkan dampak yang tidak sederhana. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita. Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme peserta didik atau mahasiswa kita. Kelima, Humble. Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Sikap Rendah Hati pada intinya antara lain: sikap yang penuh melayani (dalam bahasa pemasaran Customer First Attitude), sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut, penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar. Jika komunikasi yang kita bangun dalam dunia pendidkan didasarkan pada lima hukum pokok komunikasi yang cerdas ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang handal dan pada gilirannya dapat

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Dalam komunikasi personal hal ini berarti bahwa pesan disampaikan dengan cara atau sikap yang dapat diterima oleh penerima pesan. Dari sisi delivery channel, penggunaan teknologi bisa membantu melipat gandakan pancaran sinyal pesan yang ingin disampaikan sehingga bisa diterima oleh jauh lebih banyak orang. Ini yang disebut sebagai kerja cerdas. Misalnya saja, dengan menggunakan media Internet, kita bisa berkomunikasi dengan sangat mudah dan murah kepada banyak orang. Pendeknya High Tech namun tetap High Touch.

18


membangun jaringan hubungan dengan peserta didik dan seluruh sivitas akademika yang penuh dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dan saling menguatkan. E. Format Interaksi Komunikasi Cerdas Anda pasti pernah dengar kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional, tapi mungkin sebagian banyak kita belum dengar dan tahu apa itu kecerdasan komunikasi dan komunikasi cerdas? Kecerdasan komunikasi (communications quotion) menunjukkan kepada kemampuan orang untuk mereproduksi atau menciptakan suatu pesan dengan tepat dan tidak bertele-tele. Dalam komunikasi, istilah ketepatan (kecerdasan) digunakan untuk menguraikan tingkat persesuaian di antara pesan yang diciptakan oleh si pengirim dan reproduksi si penerima mengenai pesan tersebut. Atau dengan kata lain, tingkat persesuaian arti pesan yang dimaksudkan oleh si pengirim dengan arti yang diinterpretasi oleh si penerima. Kekurangan ketepatan atau perbedaan arti diantara yang dimaksudkan oleh si pengirim dengan interpretasi si penerima dinamakan distorsi. Perbedaan arti atau distorsi pesan dapat merupakan hal yang kritis dalam komunikasi. Misalnya salah menginterpretasikan instruksi pemakaian suatu mesin dapat menimbulkan kerusakan yang fatal bagi mesin tersebut.

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa informasi dan arti pesan berubah dari apa yang dimaksudkan, ketika pesan itu melewati individu-individu dalam jaringan komunikasi. Proses komunikasi ke bawah, ke atas, horizontal dan berbagai arah ada yang terjadi dengan cara yang simultan, secara seri atau berantai.

19

Pesan yang didistribusikan dengan cara yang simultan mudah kena perubahan dan distorsi bila dibandingkan dengan komunikasi interpersonal. Sementara, komunikasi cerdas menunjuk pada pola komunikasi yang bukan saja efektif tetapi juga tepat sasaran. Sinergistitas olah pikir, bathin dan prilaku sembari ujaran-ujaran komunikatif strategik yang terkadang terkesan provokatif tak jarang dijumpai. Gayanya pun tidak monoton dan kaku. Hemat kata, keragaman model dan teknik komunikasi cerdas itu tidak tunggal. Format interaksi komunikasi pendidikan, dapat dibedakan atas 3 katagori yaitu komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok kecil dan komunikasi public. Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi dalam diri sendiri. Dalam diri kita masing-masing terdapat komponen-komponen komunikasi seperti sumber, pesan, saluran penerima dan balikan. Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi di antara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya. Menurut Shaw (1976) ada enam cara untuk mengidentifikasi suatu kelompok. Berdasarkan hal itu kita dapat mengatakan bahwa komunikasi kelompok kecil adalah suatu kumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan berkomunikasi tatap muka. Jika salah satu dari komponen ini hilang individu yang terlibat tidaklah berkomunikasi dalam kelompok kecil. Komunikasi adalah pertukaran pesan dengan sejumlah orang yang berada dalam kelas atau yang diluar kelas, secara tatap muka atau melalui media. Lebih dari itu ada format lain yang perlu dimafhumi, yakni.


Pertama, Komunikasi Verbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan simbol-simbol atau kata-kata, baik dinyatakan secara oral/ lisan maupun secara tulisan. Kemampuan menggunakan komunikasi verbal secara efektif adalah penting bagi pengajar. Dengan adanya komunikasi verbal memungkinkan pengidentifikasikan tujuan, pengembangan strategi dan tingkah laku untuk mencapai tujuan. Komunikasi verbal dapat dibedakan atas komunikasi lisan dan komunikasi tulisan. Komunikasi lisan maksudnya suatu proses di mana seorang pembicara berinteraksi secara lisan dengan pendengar untuk mempengaruhi tingkah laku penerima. Sedangkan komunikasi tulisan manakala keputusan yang akan disampaikan oleh pemimpin itu disandikan dalam simbol-simbol yang dituliskan pada kertas atau pada tempat lain yang bisa dibaca, kemudian dikirimkan pada pihak yang dimaksud.

Beratus-ratus ribu gerakan tubuh manusia yang berbeda-beda dapat dibuat sebagai signal dalam komunikasi nonverbal, tetapi dalam bagian ini hanya dipilih beberapa gerakan dasar yang banyak digunakan orang. Diantaranya adalah yang berhubungan dengan suara manusia atau vokalik, gerakan badan seperti kepala, mata, bahu, tangan, kaki, sentuhan, sikap badan, penggunaan ruang atau jarak dan penggunaan waktu serta metafora. Saat menyampaikan pesan, komunikator mengirimkan sejumlah sinyal yang berbeda kepada komunikan/publik. Sinyal yang paling nyata adalah komunikasi non-verbal, seperti penampilan, gerak fisik dan perangai seorang komunikator. Para peneliti menyimpulkan bahwa lebih dari separuh proses komunikasi adalah proses non-verbal. Para komunikan mulai memperhatikan seorang komunikator dan terlebih dahulu bertanya-tanya mengenai asal usulnya. Tanpa disadari, komunikan akan menjadi terdiam memandang seorang komunikator diiringi rasa penasaran. Mungkin saja para komunikan sedang menilai komunikator tersebut dalam sikap diam mereka. Selain itu, melalui komunikasi non-verbal ini, komunikator juga mengirimkan pesan kepada para komunikan melalui perilaku dan gerakan bawah sadar. Itu sebabnya, seulas senyum, mengangkat alis mata, menggaruk tanpa sadar pada pangkal paha dan gerakan tubuh lainnya akan memberikan sejumlah pesan kepada komunikan. Entah disadari atau tidak, selama komunikasi berlangsung, baik komunikator maupun komunikan akan terus mengirimkan sinyal. Bahasa tubuh dapat mengklarifikasi pesan atau perhatian yang disampaikan dan menyakinkan ketulusan hati serta antusiasme kepada komunikan. Jika kita menggunakan bahasa tubuh dengan tepat dalam pengajaran, maka komunikator akan sukses menyampaikan pesan verbalnya. Ada enam fungsi komunikasi non-verbal yang perlu diketahui agar antara semua pihak bisa memahami. Pertama, Untuk menekankan. Kita menggunakan komunikasi non-verbal untuk menonjolkan atau menekankan beberapa bagian dari pesan verbal. Misalnya saja, anda mungkin tersenyum untuk

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Kedua, komunikasi Non-verbal. Komunikasi nonverbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata seperti komunikasi yang menggunakan gerakan tubuh, sikap tubuh, vocal yang bukan kata-kata, kontak mata, ekspresi muka, kedekatan jarak dan sentuhan. Atau dapat juga dikatakan bahwa semua kejadian disekeliling situasi komunikasi yang tidak berhubungan dengan kata-kata yang diucapkan atau dituliskan. Dengan komunikasi nonverbal orang dapat mengekspresikan perasaannya melalui ekspresi wajah dan nada atau kecepatan berbicara. Fungsi utama adalah sebagai pengulangan, pelengkapan, pengganti, memberikan penekanan dan memperdayakan.

20


menekankan kata atau ungkapan tertentu, atau anda memukulkan tangan anda ke meja untuk menekankan suatu hal terentu. Kedua, Untuk melengkapi (Complement). Kita juga menggunakan komunikasi non-verbal untuk memperkuat warna atau sikap umum yang dikomunikasikan oleh pesan verbal. Jadi, anda mungkin tersenyum ketika menceritakan kisah lucu, atau menggeleng-gelengkan kepala ketika menceritakan ketidakjujuran seseorang. Ketiga, untuk Menunjukkan Kontradiksi. Kita juga bisa dengan sengaja mempertentangkan pesan verbal kita dengan gerakan non-verbal. Sebagai conoth, anda dapat menyilangkan jari atau mengedipkan mata untuk menunjukkan bahwa yang anda katakan adalah tidak benar. Keempat, untuk Mengatur. Gerak-gerik non-verbal dapat mengendalikan atau mengisyaratkan keinginan anda untuk mengatur arus pesan verbal. Mengerutkan bibir, mencondongkan badan ke depan, atau membuat gerakan tangan untuk menujukkan bahwa anda ingin mengatakan sesuatu merupakan contoh dari fungsi mengatur ini. Anda mungkin juga mengangkat tangan dan atau menyuarakan jenak (pause) anda (misalnya dengan menggumamkan) untuk memperlihatkan bahwa anda belum selesai bicara. Kelima, untuk Mengulangi. Kita juga dapat mengulangi atau merumuskan ulang makna dari pesan verbal. Misalnya, anda dapat menyertakan pernyataan verbal “Apa benar?” dengan mengangkat alis mata anda, atau anda dapat menggerakan kepala atau tangan untuk mengulangi pesan verbal “ayo kita mulai.” Untuk menggantikan pesan verbal, anda dapat misalnya, menyatakan “oke” dengan tangan anda tanpa berkata apa-apa. Anda dapat mengangguk untuk mengatakan “ya” atau menggeleng untuk mengatakan “tidak”.

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

E. Urgensi Komunikasi Cerdas

21

Habermas berpendapat bahwa komunikasi memiliki peran penting dalam emansipasi. Dalam hal ini ia menyebut istilah kompetensi komunikasi (communicative competence), mencakup pengetahuan tentang cara wicara yang patut dalam menggapai tujuan. Selanjutnya, melalui konsep universal pragmatics yang mencakup prinsip universal dalam penggunaan bahasa, ia menyebut tiga macam fungsi dalam tindak tutur (speech-act), yaitu : Pertama, konstatif (constative) atau asertif, yaitu tindak-tutur berkaitan dengan nilai benar-salah ujaran yang dilandasi oleh syarat kebenaran; kedua, regulative (regulative), yaitu tindak-tutur yang bertujuan mempengaruhi hubungan seseorang dengan orang lainnya atau kelompok tertentu dan dilandasi oleh syarat kepatutan (appropriateness); dan ketiga, avowals, yaitu tindak tutur yang bertujuan menggambarkan kondisi internal diri penutur dan disyaratkan oleh ketulusan (sincerity) kejujuran (truthfulness). Selain itu, Habermas juga menyebut wacana (discourse), yaitu bentuk komunikasi yang di dalamnya pernyataan penutur diuji kebenarannya melalui argumen sistematis. Lebih jauh ia membedakan tiga macam wacana, yaitu: Pertama, merupakan tingkat wacana terendah, wacana teoritis (theoretical discourse), berkaitan dengan fakta-fakta yang mendukung kebenaran suatu pernyataan; Kedua, wacana praktis (practical discourse), berkaitan dengan norma, yaitu tentang kepatutan dalam negoisasi; dan Ketiga, merupakan tingkat wacana tertinggi yang terbagi menjadi dua secara bertingkat, yaitu (1) wacana metateoretis (metatheritical discourse), memper-masalahkan fakta atau norma yang patut bagi situasi tertentu; dan (2) wacana metaetis (metaethical discourse), mempermasalahkan pengetahuan sebagai


pengetahuan, yaitu mempermasalahkan prosedur yang digunakan dalam menggeneralisasi sebuah pengetahuan yang berlaku dalam masyarakat. Dalam pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar, komunikasi cerdas sangat dibutuhkan untuk meraih maksud, tujuan dan cita-cita pendidikan. Kunci sukses pendidikan terletak pada bagaimana komunikasi dijalankan dan dipraktekkan secara cerdas dan efektif dalam pembelajaran. Dengan kata lain; kegagalan sebuah proses transformasi ilmu pengetahuan dan “nilai� terletak pada tidak efektifnya komunikasi (mis-communication) yang dipraktekkan dalam proses belajar mengajar tersebut. Komunikasi yang cerdas harus terus diamalkan secara berkesinambungan. F. Komunikasi Cerdas dengan Peserta Didik Bayangkan saja jika ada profesor mengajar tentang sebuah bidang ilmu, tapi tak mampu mengomunikasikannya dengan baik, besar kemungkinan akan ada gap kemengertian antara dirinya dengan para muridnya. Alhasil, mungkin saja ia cerdas, tapi tidak mampu mencerdaskan muridnya. Komunikasi merupakan salah satu aspek penting dalam proses pembelajaran. Berhasil atau tidaknya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai sangat tergantung pada kualitas komunikasi yang terjadi antar pengajar dan peserta didik. Seorang pengajar dituntut untuk bisa menyampaikan dan mengirim informasi, berita atau pesan dari seseorang kepada peserta didik dengan menggunakan akal budinya (dengan berpikir) secara cerdas dengan lisan (verbal). Komunikasi bisa dikatakan cerdas apabila memiliki unsur-unsur di bawah ini :

Peserta didik mengikuti pembelajaranj dengan tujuandan harapan tertentu serta ingin memperoleh apa yang diinginkan dengan cara yang menyenangkan. Oleh karena itu, pengajar diharapkan menguasai teknik komunikasi yang sederhana, tetapi efektif, yang akan menimbulkan saling pengertian dan saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) antara kedua belah pihak. Dalam komunikasi yang paling penting adalah terjadinya hubungan yang serasi dan selaras serta harmonis, disertai saling pengertian. Kunci komunikasi efektif adalah mencoba mengerti dan melakukan tindakan untuk memuaskan keinginan peserta didik. Dengan demikian, pengajar akan menambah semangat peserta didik untuk giat belajar dan mengikuti perkuliahan 2. Berkomunikasi Secara Santun Percakapan merupakan realitas komunikasi yang berlangsung dalam interaksi antara satu dengan yang lainnya karena prinsipnya percakapan tersebut menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Oleh sebab itu percakapan tidak lepas dari pengaruh sosial budaya. Hal itu sesuai dengan pandangan fungsional terhadap bahasa bahwa sebagai sistem tanda, bahasa tidak terlepas dari faktor eksternal, yaitu ciri sosial, ciri demografi, dan sebagainya dan berarti pula bahwa fungsi bahasa tidak saja untuk berkomunikasi, tetapi juga untuk menunjukkan identitas sosial bahkan budaya pemakainya. Pengguna bahasa pada percakapan yang tidak terlepas dari tradisi berbahasa penuturnya. Dalam berbahasa tiap pelaku tutur senantiasa dilatari oleh faktor sosial dan nilai budaya atau tradisi di sekitarnya. Kebiasaan dapat bervareasi pada satu tempat dengan tempat lain. Oleh sebab itu,

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

1. Berkomunikasi Secara Efektif

22


pemakaian bahasa dapat dipandang sebagai sistem yang di dalamnya melibatkan komponen kebahasaan, pelaku tutur, dan konteks tersebut. Dengan kata lain, aktivitas berbahasa senantiasa dipengaruhi oleh komponen kebahasaan, hal-hal yang berkaitan dengan pelaku tutur, dan faktor sosial budaya sebagai konteks percakapan. Kesantunan merupakan fenomena universal, artinya norma-norma kesantunan berlaku dalam penggunaan bahasa di manapun. Manusia dalam berkomunikasi secara santun memiliki kesamaan asasi karena manusia memiliki daya pikir dan rasa yang pada gilirannya dipresentasikan dalam komunikasi. Hal itu terjadi karena manusia itu ingin dihargai dan dihormati. Tuturan imperatif dapat berkisar antara suruhan keras atau kasar sampai dengan permohonan yang sangat halus atau santun. Tuturan tersebut dapat pula berkisar atau suruhan untuk melakukan sesuatu sampai dengan larangan untuk melakukan sesuatu. 3. Mendapatkan Efek

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Alasan yang utama mengapa kita perlu komunikasi cerdas, ialah untuk mengetahui bagaimana komunikasi mendapat efek. Terhadap isi pesan (message content) yang kita kirimkan, kita ingin punya kemajuan untuk meramalkan efek apa yang akan timbul pada pihak penerimanya. Biasa disebut “the condition or succes in communication� (kondisi suksesnya komunikasi, yakni kondisi-kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki. Syaratnya sebagai berikut :

23

a. Pesan harus direncanakan dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian peserta didik. b. Pesan harus menggunakan tanda-tanda yang tertuju kepada pengalaman yang sama antara sumber dan sasaran, sehingga sama-sama dapat mengerti. c. Pesan harus membangkitkan kebutuhan peserta didik dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan itu. d. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi, yang layak bagi situasi peserta didik dimana sasaran berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki. Proses komunikasi sangat berkaitan dengan bagaimana komunikasi itu berlangsung yang diawali: siapa, menyampaikan apa, dengan cara apa, atau melalui apa, kepada siapa dan berakibat apa. Proses komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Iklim komunikasi dalam pendidikan dan pembelajaran sangat penting karena mempengaruhi peserta didik sebagai objek dan subjek pendidikan. Dalam kegiatan-aktifitas pembelajaran, permasalahan biasanya berawal dari peserta didik yang kurang paham terhadap materi yang disampaikan dosen. Mengapa mereka kurang paham? Apakah materinya terlalu sulit? Ataukah cara penyampaian dosen yang kurang pas? Jika materinya sulit ditambah dosenya galak, killer, dan jarang tersenyum akan membuat peserta didik semakin enggan untuk mengikuti pelajaran dan membuat peserta didik ill feel terhadap dosen. Dalam pembelajaran, pengetahuan yang diajarkan sama pentingnya dengan cara memberikan pelajaran itu sendiri. Sebaik apapun ilmu pengetahuan yang akan diajarkan, jika cara menyampaikan pelajaran tidak


menarik, maka semua akan sia-sia. Cara menyampaikan pelajaran adalah cara pengajar (dosen) berkomunikasi dengan peserta didiknya. Keterampilan interpersonal dan komunikasi dalam mempresentasikan materi pelajaran di kelas sangat menentukan suksesnya proses pembelajaran. Seorang pengajar harus menyadari betapa pentingnya keterampilan komunikasi dalam proses pembelajaran seperti halnya menyadari bahwa peserta didik itu memiliki berbagai tingkat kekuatan dan kelemahan. Melalui keterampilan komunikasi pengajar dapat memperkenalkan solusi kreatif dan efektif untuk masalah-masalah peserta didik. Menjadi pengajar yang komunikatif dan kreatif itu tidak mudah. Butuh perjuangan, pengorbanan, penghayatan, dan keikhlasan hati. Selain itu juga dibutuhkan kiat-kiat khusus untuk membangun komunikasi cerdas. Mata pelajaran yang sulit jika disampaikan dengan baik, sistematis, dan komunikatif akan mudah dipahami peserta didik. Beberapa kiat cerdas berkomunikasi yang bisa dilakukan oleh pengajar untuk membuat peserta didik merasa nyaman dalam mengikuti pelajaran.yaitu :

Kedua, menggunakan bahasa motivasi. Bahasa motivasi bisa berupa respon positif. Respon pengajar terhadap perkembangan anak didiknya merupakan hal yang teramat penting. Pengajar harus bisa memberikan respon positif terhadap peserta didiknya dan hasil karya peserta didik. Misalnya dengan menggunakan kata-kata pujian “kamu memang pandai”, “anak pintar”, “luar biasa‟, “top”, “bagus”, “sip”, “keren”atau dengan kata-kata “kamu pasti bisa”. Dengan respon positif akan tumbuh antusiasme dan ketertarikan peserta didik akan materi tersebut. Ini penting untuk menghapus rasa takut terhadap mata pelajaran tertentu yang dianggap sulit. Ketiga menggunakan bahasa tubuh (body language) yang efektif. Kepribadian seseorang bisa dilihat dari bahasa tubuhnya. Bahasa tubuh yang baik menunjukkan orang tersebut memiliki kecakapan, daya tarik, dan suasana hati yang positif. Bahasa tubuh dapat menunjukkan ekspresi diri. Bagi pengajar ini penting untuk menunjukkan ekspresinya kepada peserta didiknya. Gerakan jari jempol di atas memberi kesan memuji sebaliknya jari jempol ke bawah terkesan merendahkan, sorot mata yang tajam menunjukkan ketidaksukaan, anggukan kepala tanda setuju, dan tepukan di bahu memberi kesan menguatkan. Dengan bahasa tubuh peserta didik dapat menilai kepribadian pengajar karena bahasa tubuhlah yang pertama diamati anak didik. Keempat menggunakan humor. Pengajar yang memiliki selera humor (sense of humor) yang baik dapat menghangatkan suasana sehingga kelas menjadi terasa lebih hidup. Selain itu humor bisa menjaga kesehatan fisik dan mental pengajar karena dapat menghilangkan stres. Pengajar yang humoris lebih disukai peserta didik karena mereka merasa senang dan rileks.

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Pertama, pada awal-awal pembelajaran pengajar membuat kontrak belajar (learning contrack) dengan peserta didik. Isi kontrak belajar sederhana, yakni harapan mereka terhadap materi pelajaran dan terhadap pengajar, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan pengajar, serta komitmen mereka selama mengikuti pelajaran. Tujuannya adalah untuk membangun jembatan ketulusan dengan peserta didik dan saling terbuka.

24


Dalam kaitannya dengan pelajaran, pengajar yang komunikatif menggunakan humor untuk menjalin relasi sosial karena akan lebih mudah berkomunikasi dengan para peserta didik. Suatu kepuasan tersendiri bagi pengajar apabila bisa membuat peserta didik tersenyum dan tertawa sehingga tidak tegang dalam menerima pelajaran. Membangun komunikasi cerdas bisa dilakukan dengan banyak cara yang pada akhirnya akan terbangun jaringan hubungan yang baik, saling menguntungkan dan menguatkan. Yang perlu digaris bawahi bahwa tidak ada satu pun metode pembelajaran yang efektif jika tidak ada komunikasi yang baik antara pengajar dan peserta didik. G. Kunci Sukses Komunikasi Cerdas Kemampuan berkomunikasi merupakan Soft skill yang biasa disebut Communication Intelligence Quotent (CIQ), butir-butirnya mencakup; kebagusan bahasa, keramahan, kesantunan, kemampuan beradaptasi, kepemimpinan, empati, dan kemampuan meyakinkan orang lain terhadap apa yang sedang kita katakan.

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Komunikasi yang baik tidak sekedar cukup mengandalkan tata bahasa dengan kata-kata terbaiknya, tetapi perlu emosi positif, ekspresi positif dan persepsi positif, agar pesan yang ingin di sampaikan dapat diterima dalam kesejukkan perasaan pendengar. Ekspresikan bahasa komunikasi Anda dalam gaya Anda sendiri, dan jadilah diri sendiri yang mampu menyampaikan pesan dengan jelas, sederhana, serta mudah untuk dimengerti oleh lawan bicara atau pendengar. Jadikan gaya bicara Anda sebagai seni yang memberikan inspirasi buat para pendengar.

25

Miliki persepsi positif terhadap semua hal disekitar Anda, agar bisa bersikap baik kepada siapa pun. Jangan lupa untuk selalu mengandalkan emosi positif dalam setiap dialog dengan siapa pun. Sebab, emosi positif merupakan bahasa jiwa yang paling ampuh untuk menyejukkan perasaan lawan bicara, walaupun mungkin Anda tidak mengerti bahasa yang sedang diucapkan lawan bicara Anda. Bahasa komunikasi yang baik berarti cerdas secara emosi, cerdas secara persepsi, dan cerdas secara ekspresi. Ketiga kecerdasan di atas akan mampu menghindari perdebatan yang tak penting, dan mampu mengarahkan jiwa dan pikiran Anda dan pendengar untuk fokus berbicara tentang hal hal yang bermanfaat. Sebuah kata bisa berbeda maknanya jika diucapkan dalam emosi, persepsi, dan ekspresi yang berbeda. Untuk itu, Anda harus cerdas membungkus kata-kata dengan emosi, persepsi, dan ekspresi, yang kaya dengan semangat, motivasi dan niat baik, agar pendengar senang dan bangga mendengar dan bisa berbicara dengan Anda. Bahasa yang baik adalah cahaya yang mampu menerangkan jiwa pendengar. Melalui kata demi kata yang dibangun dalam semangat kebaikan pasti akan menjadi inspirasi buat kehidupan banyak orang. Oleh sebab itu, sebuah pembicaraan yang baik tidaklah sekedar mengeluarkan kata dan kalimat, tapi harus menjadi cahaya penerang batin dan pikiran pendengar. Setiap orang selalu ingin mendengar kata dan kalimat yang menyejukkan perasaan mereka. Oleh sebab itu, bahasa yang santun dalam tata karma berbicara positif menjadi modal awal terpenting dalam sebuah dialog. Pastikan kata-kata Anda mampu mengekspresikan pesan yang ingin Anda sampaikan; pastikan pesan-pesan itu diterima secara cerdas dalam logika berpikir yang sehat; pastikan ekspresi Anda tidak menciptakan keraguan di hati dan pikiran pendengar; dan pastikan Anda tahu bahwa berbicara itu berarti komunikasi dua arah, yaitu dari satu jiwa ke jiwa yang lain tanpa ada yang mendominasi.


Cerdas berkomunikasi berarti Anda harus mampu berkomunikasi dengan siapa pun dan di mana pun bersama kekuatan emosi baik, persepsi positif, dan kekuatan ekspresi dalam balutan sikap baik Anda. Ingat, seorang komunikator yang cerdas mampu berkomunikasi dengan siapa pun, dengan apa pun, dimana pun, tanpa terpengaruh oleh perbedaan yang ada.

1. Tantangan Dosen Menghadapi Generasi Net “Z” Generasi net menjadi topik yang cukup hangat dikalangan masyarakat, mulai dari segi pendidikan, teknologi maupun moral dan budaya. Tapi sebenarnya, siapakah generasi net itu dan apakah masyarakat benar-benar mengerti akan sebutan itu? Generasi Net atau kadang juga disebut dengan generasi z adalah sekelompok orang yang lahir setelah Generasi Y, yaitu orang yang lahir pada kisaran tahun 19980- hingga kini. Mereka adalah generasi muda yang berumur 20 pada tahun ini. Millennials sendiri dianggap spesial karena generasi ini sangat berbeda dengan generasi sebelumnya, apalagi dalam hal yang berkaitan dengan teknologi. Perkembangan peradaban dengan revolusi arus informasinya memang mau tak mau membentuk kecenderungan sosial kaum muda. Mereka juga adalah orang-orang dengan usia produktif sekaligus konsumen yang mendominasi pendidikan saat ini. Istilah Generasi X, Y dan Z digunakan untuk merujuk kepada kelompok generasi dalam kumpulan umur tertentu. Don Tapscott dalam bukunya Grown Up Digital membagikan demografi penduduk kepada beberapa kelompok berikut: 1. 2. 3. 4.

Pre Baby Boom (lahir pada 1945 dan sebelumnya) The Baby Boom (lahir antara 1946 – 1964) The Baby Bust (lahir antara 1965 – 1976) – Generasi “X” The Echo of the Baby Boom (lahir antara 1977 – 1997) – Generasi “ Y”

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

H. Komunikasi Cerdas Bangkitkan Potensi Peserta Didik

26


5. 6.

Generation Net (lahir antara 1998 hingga kini) – Generasi “Z”Generation Alpha (lahir pada 2010) – Generasi A

Ciri Khas dan Karakteristik Generasi Millenial “Z” Generasi net memiliki ciri khas tersendiri yaitu, mereka lahir pada saat TV berwarna, handphone juga internet sudah membumi. Sehingga generasi ini sangat mahir dalam teknologi. Jika kita melihat ke dunia sosial media, generasi Z sangat mendominasi jika dibandingkan dengan generasi Y dan X. Dengan kemampuannya di dunia teknologi dan sarana yang ada, generasi millenials belum banyak yang sadar akan kesempatan dan peluang di depan mereka. Generasi millennials cenderung lebih tidak peduli terhadap keadaan sosial di sekitar mereka seperti dunia politik ataupun perkembangan ekonomi Indonesia. Kebanyakan dari generasi millenials hanya peduli untuk membanggakan pola hidup kebebasan dan hedonisme. memiliki visi yang tidak realistis dan terlalu idealistis, yang penting bisa gaya. Jadi, apa saja karakteristik dari generasi millennial tersebut?

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

a. Millennial lebih percaya User Generated Content (UGC) daripada informasi searah

27

Bisa dibilang millennial tidak percaya lagi kepada distribusi informasi yang bersifat satu arah. Mereka lebih percaya kepada user generated content (UGC) atau konten dan informasi yang dibuat oleh perorangan. Mereka lebih mementingkan pengalaman pribadi ketimbang iklan atau review konvensional. Dalam hal komunikasi, banyak dari kalangan millennial menyukai pola komunikasi terbuka, informal, dan empati. Mereka juga tak segan-segan membagikan pengalaman buruk mereka terhadap rekan mereka. b. Millennial lebih memilih Gadget dibanding TV Sebab generasi ini lahir di era kecanggihan teknologi, dan internet berperan besar dalam keberlangsungan hidup mereka, maka televisi bukanlah prioritas generasi millennial untuk mendapatkan informasi. Bagi kaum millennial, televisi biasanya dihindari. Generasi millennial lebih suka mendapat informasi dari gadgetnya, dengan mencarinya ke Google atau perbincangan pada forum-forum, yang diikuti generasi ini untuk selalu up-to-date dengan keadaan sekitar. 2. Perguruan tinggi, Dosen harus Berbenah Saat ini, perguruan tinggi harus mampu berbenah dalam menghadapi generasi millenials yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Sehingga, menjadi tantangan tersendiri bagi perguruan tinggi ialah proses belajar mengajar terkait penggunaan teknologi informasi. Metode pembelajaran harus menyesuaikan perilaku dan karakteristik generasi milenial. Pembelajaran harus inovatif dan bisa menarik minat belajar mahasiswa. Institusi pendidikan tinggi harus bisa beradaptasi dengan lebih baik, penggunaan teknologi harus dioptimalkan. Dosen zaman now itu harus bisa memahami gaya belajar peserta didik masa kini. Mengajar tidak lagi hanya sekadar tahu materi yang disampaikan, tetapi juga harus harus dapat menghadirkan proses pembelajaran yang dinamis, inovatif, dan tentunya tetap kekinian. Begitupun dalam penyampaian materi


pembelajaran, tidak hanya disampaikan dengan gaya ceramah, tetapi juga dengan metode workshop, simulasi, dan juga dengan pendekatan experiential learning. Pendidikan tidak hanya bicara kuantitas (jumlah lulusan dan penguasaan ilmu) semata tapi lebih mengedepankan faktor kualitas. Dosen yang amanah akan mengajar dengan persiapan yang baik, mengedepankan komunikasi cerdas dalam menyampaikan materi perkulihan serta senantiasa mengupdate materi sesuai dengan perkembangan zaman. Perlu dipahami dengan perubahan karakter mahasiswa yang berasal dari generasi millenial, dosen harus lebih mengedepankan pendekatan student-centered learning. Perkembangan teknologi informasin dan ilmu pengetahuan, memungkinkan mahasiswa bisa lebih informatif dari dosennya dalam berbagai hal. Dosen dituntut untuk selalu men-“upgrade diri”. Mempersiapkan diri secara optimal alam segala hal. Dosen yang tadinya dilihat sebagai teladan (role model) akan dicap gagal atau bahkan mendapat predikat “dosen abal-abal” kalau tidak berhasil dalam memberikan inspirasi dan transformasi diri anak didiknya. Mendidik yang baik perlu dibarengi dengan hati nurani, tidak hanya mendewakan kompetensi duniawi. Perlu disadari juga bahwa tanggung jawab moral seorang dosen sebagai pendidik ada diranah Ilahi bukan hanya memberi pencerahan teknis. Ilmu yang disampaikan dengan hati nurani dan disertai cara penyampaian yang baik akan menjadi kebaikan mulia yang berlipat dampaknya bagi diri seorang dosen.

Jean Piaget mengungkapkan, “Tujuan utama pendidikan adalah menciptakan manusia yang bisa melakukan hal baru, tidak sekedar mengulang apa yang telah dilakukan generasi sebelumnya . Manusia yang kreatif, memiliki daya cipta, memiliki hasrat keingintahuan.” Pendidikan yang sempurna lahir dari proses perubahan yang diselami dengan pendekatan “Intellectual Humility“. Mahasiswa yang ada dihadapan dosen sudah sepantasnya diperlakukan sebagai “subjek” perubahan. Dengan memahami sudut pandang ini maka proses transfer ilmu perlu dilakukan dengan cara, gaya dan daya yang memanusiakan mahasiswa. Salah satu contoh yang paling sederhana adalah dengan penggunaan bahasa dengan komunikasi efektif dan cerdas dalam penyampaian bahan ajar yang mudah dimengerti. Pemberian contoh bahan ajar yang dekat dengan dunia mereka dan serta situasi masa kini. Banyak dosen yang lupa bahwa mahasiswa hadir kedalam kelas dengan tingkat kematangan (ilmu, emosi, pengetahuan dan kemampuan) yang berbeda. Pendekatan “grassroot” perlu dikedepankan agar bahan ajar yang diberikan mudah dipahami dan bermanfaat bagi kedua belah pihak. Salah satu ujian terberat sebagai dosen ialah “Classroom Management“, ini erat sekali dengan kecerdasan emosi (EQ) seorang dosen. Pintar, cerdas, dan punya latar belakang edukasi yang mumpuni tidak cukup membantu kita menjadi “dosen sukses” didalam kelas. Perlu adanya kemampuan komunikasi khusus dalam hal penguasaan serta pengelolaan emosi dalam menguasai mahasiswa sebagai penghuni kelas. Terpancing emosi dan mengumbar kemarahan didalam kelas akan menjadi “boomerang” tersendiri bagi dosen.

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Sementara Ilmu dengan penyampaian seadanya hanya akan menghasilkan mahasiswa/i robot dengan karakteristik “referal thinker“, pola pikir dan intelegensia yang berbasis pada teks referensi yang sudah ada, tidak ada ruang “improvement”. Ruang berpikir, daya kreativitas dan imajinasi otak kanan akan kerdil karena stimulus yang diberikan oleh dosen tidak maksimal. Banyak dosen yang khilaf dengan memperlakukan mahasiswa sesuai kehendak dirinya, mereka terperangkap dalam situasi power syndrome, sense of intellectual arrogance dan google syndrome (merasa paling mengetahui banyak hal).

28


Saat ini, kalangan mahasiswa merupakan generasi millennial yang melek dengan teknologi. Sedangkan para pendidik masih didominasi generasi X dan sebagian kecil generasi Y. hal ini kerap membuat tidak selarasnya proses pembelajaran di kelas. Mahasiswa kekinian harus di posisikan sebagai pengamat (observer) terbaik didalam kelas, just make sure we can gain their heart & attention with an elegant way. Dosen perlu mahir untuk menciptakan suasana yang terbuka, santai tetapi tetap tegas dan serius. Seperti layaknya seorang “Conductor” yang memimpin suatu pertunjukan. Our class is our own stage & it‟s belong to us as a lecturer… to share, to educate, to entertain and to inspire, our best results shown by the students with their “standing applause”. Dalam proses pembelajaran, terdapat dua hal yang harus saling menyesuaikan. Pertama, yakni mahasiswanya dan kedua adalah pada kebutuhan zaman. Karakter generasi millennial itu melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan. Kalau tidak suka, mereka tidak mau melaksanakan. Begitu juga kalau di kelas. Kalau mereka tidak suka atau terlalu banyak teori akhirnya malas.

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Mahasiswa saat ini tidak bisa dipaksa untuk menuruti semua arahan. Dosen harus menemukan cara untuk membuat mahasiswa suka dengan apa yang diajarkan. Disinilah pentingnya membangun komunikasi cerdas dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran yang dapat menyesuaikan perkembangan peserta didik. Dilain sisi kebutuhan dunia usaha dan industry sekarang ini beda dengan zaman dahulu. Dunia Usaha dan Industri butuh sumber daya manusia yang mau berinovasi. Beberapa perusahaan dan industry sudah menerapkan analisis pendidikan. Sebab, berdasarkan suatu penelitian, ada titik tertentu ketika seseorang memiliki IPK tinggi, justru ada gap besar dengan kemampuannya di dunia kerja.

29

Mahasiswa kekinian sangat dipengaruhi teknologi internet dan digital multimedia, memiliki kebiasaan yang cenderung ingin mendapatkan sesuatu lebih cepat, lebih spontan dan ingin mendapatkan feedback atau respons segera. Demikian juga dalam dunia pendidikan, mahasiswa mengetahui informasi lebih cepat dari teknologi yang mereka gunakan. Dosen akan kewalahan untuk merespon berbagai informasi baru yang didapatkan generasi millenial ini dengan menggunakan teknologi. Hal seperti ini tidak dapat didiamkan, dosen perlu merespon perubahan ini dengan lebih bijak. Ketika peserta didik millenial bertanya tidak mesti harus jawaban diberikan saat itu, lebih baik mengajak diskusi dan menanyakan pendapat mereka. Dosen jangan merasa menjadi sumber pengetahuan yang lebih tahu dari mahasiswa, pola diskusi yang setara membuat mahasiswa milenial ini lebih nayaman, lebih bergaul dan berdiskusi. Dosen bukan lagi satu satunya sebagai sumber pengetahuan, karena pengetahuan itu sudah bisa diakses dimana-mana. Dalam hal belajar, peserta didik Millenial ini lebih memilih belajar dengan nyaman, keterbukaan pola pikir, rasa empati yang tinggi. Ini yang harus direspon dosen sekarang ini. Karena itu lah, cara ajar untuk mendidik mereka pun harus dibedakan. Peserta didik milenial tidak perlu lagi disuapi dengan pelajaran teoritis. Mereka sudah pandai membaca dan punya wawasan yang luas. Satu hal yang memudahkan adalah peserta didik milenial tak perlu lagi diperkenalkan dengan teknologi. Mereka hanya perlu diarahkan agar ilmu yang sudah mereka miliki dari hasil pencarian sendiri itu mampu diterapkan dalam dunia nyata. Di sisi lain, mereka juga cenderung kritis bertanya. "Anak milenial (bila) disuruh A akan bertanya, kenapa mesti A? Kami harus punya penjelasan yang jelas dan konkret. Dosen harus banyak memberikan pengertian pada anak didik. Dosen harus membiarkan mereka berpendapat dan bertanya sesuai dengan pengetahuanya. Bila ada hal yang kurang tepat, pengajar harus membuka ruang diskusi.


Mahasiswa milenial perlu diberi penjelasan dan dibimbing melalui pendekatan komunikasi cerdas agar mereka menyadari (bila) mencapai sesuatu (itu) haruslah bersama-sama, tidak hanya fokus untuk diri sendiri. Disinilah pentingnya dosen menerapkan komunikasi cerdas dalam mengajar peserta didik milenial. Ilmu pengetahuan dan “nilai” yang mereka dapatkan tidak hanya berguna saat masa-masa belajar, melainkan juga untuk dunia kerja yang punya tuntutan untuk bekerja sama dengan orang lain. Dosen harus bisa jadi pemicu. Misal saat mahasiswa bertanya, (coba) tanya balik. Berikan sumber pencarian jawaban. Nanti mereka (mahasiswa) yang akan eksplor sendiri. Dengan demikian, generasi milenial dapat semakin bergairah saat belajar dan menghasilkan ide baru. Masa-masa belajar pun harus jadi produktif. Salah satu yang bisa memicu hal itu adalah saat ada tugas atau proyek pembelajaran dimana mereka dapat terlibat langsung dengan kegiatan tersebut. Menghadapi era revolusi industri 4.0 tentu bukan hal mudah. Sederet hal perlu dipersiapkan, misalnya saja dengan merubah metode pembelajaran dalam dunia pendidikan yang ada saat ini. Perguruan Tinggi, dosen perlu merubah tiga hal dari sisi edukasi. Yang paling fundamental adalah mengubah sifat dan pola pikir peserta didik. Selanjutnya, perguruan tinggi harus bisa mengasah dan mengembangkan bakat peserta didik. Institusi pendidikan tinggi seharusnya mampu mengubah model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan zaman kiwari. Zaman kiwari adalah komunikasi, kolaborasi, dan networking.

Mahasiswa tumbuh hanya menjadi “makhluk knowing” atau hanya sekedar “mengetahui” saja tanpa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehar-hari dalam semua aspek. Tak jarang membuat para peserta didik stress, under pressure, dan akhirnya malas kuliah. Segala macam diajarkan dan banyak hal diujikan, tetapi tak satu pun dari peserta didik yang menerapkannya setelah ujian. Ujiannya pun hanya sekadar tahu, “knowing”. Padahal falsafah pendidikan telah mengajarkan pada kita bahwa kita tidak dapat menguasai ilmu dan memanfaatkannya jika tidak ikut berenang, berkontemplasi, serta mencarinya dengan kesungguhan. Atau makna lain, mencari ilmu mesti melewati proses atau perjalanan lahir batin. Contoh sederhananya adalah budaya menyeberang di sembarang tempat bukan di Zebra Cross atau membuah sampah sembarangan. Padahal, mereka telah mengetahui bahwa zebra cross adalah tanda atau hak bagi seseorang yang akan menyeberang jalan. Namun faktanya, tidak semestinya. Perumpamaan lain, kita tentu saja sejak di sekolah ditanamkan buang sampah pada tempatnya. Namun Faktanya kini kita justru melihat di mana-mana sebagian mahasiswa kita justru buang sampah sembarangan. Kita jadi bertanya-tanya, apa yang salah dengan pendidikan kita? Masihkah kita akan tetap mempertahankan metode-metode lama yang tak lagi relevan? Padahal, kini kita memasuki era revolusi industri 4.0 yang sungguh berbeda dari era sebelumnya. Revolusi industri generasi ke 4 dicirikan dengan berkembangnya Internet of Things yang diikuti dengan teknologi baru dalam data sciences, robotik, cloud, financial technology, dan seterusnya yang telah mendisrupsi inovasi-inovasi sebelumnya. Lantas, memasuki revolusi Industri 4.0, bagaimana mestinya membenahi sistem Pendidikan dan pembelajaran kita agar tak hanya menanamkan “knowing” tetapi “being”. Disinilah pentingnya seorang

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Sistem Pendidikan tak hanya Menanamkan “Knowing” tetapi “Being”. Sistem pendidikan. Yang pertama adalah sistem pendidikan yang hanya menjadikan peserta didik menjadi makhluk “knowing” atau sekadar tahu saja. Sedangkan, yang kedua sistem pendidikan yang mencetak peserta didik menjadi mahluk “being”.

30


pengajar membudayakan komunikasi cerdas untuk menanamkan spirit Being bagi peserta didik. Guna menyiapkan generasi muda yang berdaya saing yang sesuai dengan kebutuhan masa depan. Guna membangkitkan potensi mahasiswa milenial yang terkenal dengan sebagai generasi inovatif dan kreatif tersebut. Dosen harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi mahasiswa yang diharapkan, mampu berprestasi dan mau berkontribusi dalam pengembangan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan. Berikut teknik pendidikan dan pembelajaran membangkitkan potensi peserta didik millennial. (Bersumber dari buku Lead Or Leave It).

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Pertama adalah, bangkitkan mereka dengan cara encouraging ideas atau mendorong mereka menyampaikan ide-ide kreatif dan inovatif-nya. Generasi milenial sangat loyal terhadap kepentingan mereka, jadi jika anda sanggup bersinergi dengan Kepentingan mereka, maka percayalah mereka akan stay and stand strong. Ini terbukti secara efektif akan meningkatkan motivasi, karena mereka merasa sangat dihargai dan sangat dilibatkan. Bagaimanapun, rapuhnya generasi Z ini, keunggulan mereka dibanding dengan Generasi Y dan X, adalah mereka sangat cepat dan tepat menemukan cara-cara baru untuk menyelesaikan tugas mereka.

31

Kedua, berikan sentuhan modifying ideas atau Modifikasi Ide-ide mereka, mengapa? Meskipun generasi millenial ini sangat kreatif dan inovatif, jelas tidak semua ide-ide mereka applicable atau bisa dilaksanakan. Dengan kata lain ada kalanya ide mereka belum realistis dan belum tentu cocok dengan kondisi saat ini. Cara ini sangat penting, karena seburuk apapun ide yang disampaikan, jangan dibuang semuanya dan jangan pula dihinakan. Jika Anda memaksakan diri membuang ide-ide mereka tentu perbuatan anda ini sangat kontraproduktif dan menghancurkan motivasi mereka, sebab pada cara pertama kita mendorong ide. Namun sayangnya pada cara kedua kita kerap mematikan ide tersebut hanya gara-gara ide tersebut kurang realistis atau kurang pas. Ketiga adalah providing feedback atau menghadirkan umpan balik bagi mereka, cambukan ini begitu berdaya guna memastikan para generasi muda ini terus membara dengan motivasinya yang tinggi, sehingga mereka akan mulai mengaum kembali. Providing feedback akan memampukan generasi Z yang Anda pimpin belajar memahami siapa dirinya, termasuk kekuatan dan kelemahan mereka, dengan tetap menjaga harkat dan derajat mereka. Cara ini sangat bermanfaat unutk menggantikan teguran, cacian atau bahkan amarah yang selama ini digunakan oleh Generasi X dan Y, jika menemukan para milinial itu tidak becus melaksanakan tugas. Keempat adalah give alternative and limited direction. Artinya, beri mereka alternatif dan arahan atau perintah yang terbatas. Cara ini bisa digunakan jika ketiga cambukan di atas ternyata belum mampu membangkitkan semangat atau dengan kata lain mereka masih saja lunglai dan mengembik. Untuk melaksanakan cambukan keempat ini kita selaku pengajar harus sedikit bersabar, berikan kesempatan mereka berpikir saat kita libatkan dengan ketiga cara di atas, dan jika sampai batas waktu yang diberikan mereka tetap bungkam, maka saatnya kita beri mereka alternative agar mereka mulai belajar berpikir. Karena beradasarkan kenyataan, ada beberapa Generasi Z walaupun jumlahnya tidak terlalu besar memang miskin ide dibandingkan dengan teman sebayanya. Oleh sebab itu dengan anda memberikan alternative dan arahan yang terbatas, maka ini akan mampu memicu daya kreatifitas serta inovasi mereka. Arahan yang terbatas akan mencegah mereka menjadi


manja alias mengembik, justru sebaliknya arahan yang terbatas ini akan mulai membuat mereka mampu menunjukkan kemampuan terbaiknya. Peneliti dari Dalton State College, Christy Price, EdD mencoba untuk memetakan seperti apa karakteristik pembelajar dari generasi milennials. Penelitian ini diperkuat oleh Price, yang mencoba melakukan analisis kualitatif dari ratusan pembelajar generasi milennials untuk menemukan karakeristik umumnya. Berdasarkan hasil penelitiannya, ditemukan ada 5 teknik untuk membuat dosen lebih berhasil dalam memberikan pelajaran kepada generasi milennials. Berikut tekniknya : a. Research – Based Methods: Satu hal yang pasti, teknik lecture konvensional sudah sulit menarik minat milennials. Sebagai generasi multimedia, mereka lebih suka diberikan multimedia, kesempatan kolaborasi, dan kemampuan mencari serta merangkum informasi sendiri. Di sinilah kemudian tugas dosen lebih ke arah menjadi fasilitator untuk „meluruskan‟ jika ada sesuatu yang salah dipahami mahasiswa untuk mencegah terjadinya sesat pikir. Memberikan „tantangan‟ kepada mahasiswa untuk memecahkan sebuah masalah. Dosen memberikan tugas untuk mereka melakukan eksplorasi. Di sinilah letak peran dosen, yaitu sebagai pemberi klarifikasi dan mencegah mahasiswa untuk tidak sesat pikir atau salah logika dalam mengambil sebuah kesimpulan dari proses belajar. Hasil penelitian mereka di presentasikan.

Hal – hal praktis dilakukan dosen untuk dapat terus membuat materi relevan adalah menghubungkan konsep materi dengan kasus – kasus terkini yang relevan. Misalnya matakuliah ilmu ekonomi, mereka disodori dengan pertanyaan, “apa sih makna dari “made in Indonesia” atau “made in China”?” Pertanyaan itu adalah pembuka kesadaran mengapa mereka perlu belajar tentang international trade, atau perdagangan internasional. Mereka pun menjadi mudah ingat konsepnya karena “Made in China” itu hampir selalu melekat pada setiap barang yang dimiliki mahasiswa. Termasuk kita juga, dosen – dosennya. c. Rationale: Tidak seperti generasi sebelumnya yang dididik dengan pola otoriter, para generasi milenial ini banyak yang dibesarkan dengan pola – pola demokratis oleh orang tua atau lingkungan mereka. Sehingga, generasi milenial ini akan cenderung respek kalau tugas atau kebijakan yang diterapkan rasional. Kita sering mendapati hal ini ada benarnya, ketika banyak mahasiswa saya yang mengeluhkan ada dosen yang memberikan tugas yang kurang make sense. Misalnya adalah menerjemahkan buku teks. Hal yang mereka tanyakan adalah : apa esensinya menerjemahkan buku teks? Beberapa dari mereka masih bisa menerima jika merangkum, tapi kalau menerjemahkan itu tidak rasional. Sebenarnya hal- hal seperti ini dapat dihindari apabila kita sebagai dosen mengkomunikasikannya secara cerdas apa esensi atau rasionalitas dalam memberikan tugas atau menerapkan kebijakan kelas. Dosen dalam memberikan tugas kepada mahasiswa, harus selalu berikan pemahaman

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

b. Relevance: Generasi Milennials adalah generasi yang menghargai sebuah informasi karena „relevan‟ dengan kehidupan mereka. Maka di sini peran dosen adalah „menyortir‟ materi – materi yang ada di buku, mana yang relevan dan akan banyak digunakan dalam kehidupan mahasiswa dan mana yang tidak. Sudah bukan zamannya lagi seorang dosen „menyuapi‟ seluruh materi yang ada di buku, tanpa mahasiswa tahu apa manfaatnya untuk mereka.

32


terkait manfaatnya untuk mereka dan akhirnya mereka akan respek dengan tugas diberikan dan hal yang dilakukan di kelas itu rasional. d. Relaxed: Berdasarkan hasil penelitian, milenial lebih senang berinteraksi dalam kondisi belajar yang kurang formal atau lebih santai. Makanya dalam beberapa, komunikasi efektif dan cerdas seorang dosen dalam pembelajaran akan dapat mencairkan kekuan dan rasa kebosanan mahasiswa dalam mengikuti kegiatan perkuliahan. Untuk beberapa dosen lain, mungkin itu menjadi sebuah masalah. Tapi selama dosen bisa membuat mereka rileks dan bisa terbuka, maka proses belajar akan jadi lebih baik. Namun tetap menerapkan batas – batas tertentu, apalagi dalam etika orang timur. Jika sudah melewati batas, maka mahasiswa akan mendapat teguran tegas. e. Rapport: Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa milenial ini bersifat relasional. Milenial mungkin bukan orang yang banyak teman dekat, tetapi sekalinya dekat mereka bisa sangat loyal. MIsalnya dengan mengingat nama, menanyakan kabar, atau mendengarkan mahasiswa curhat. Hasilnya, mereka cenderung untuk respek, terbuka, dan berminat belajar tinggi jika memiliki kedekatan personal dengan dosennya. Hal tersebut adalah salah bahan untuk membangun kualitas relasi antara dosen dengan mahasiswa. Hasilnya berdampak pada kualitas pembelajaran jauh lebih meningkat.

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Kadang hal yang paling sulit adalah membangun rapport, karena umumnya dosen tidak mengingat satu persatu nama mahasiswanya karena banyaknya mahasiswa membuat dosen kesulitan mengingat nama, dan hal tersebut menghambat juga membangun kedekatan emosional dengan mereka.

33

Namun intinya, semata – mata kita kembalikan ke tujuan awal bahwa komunikasi cerdas merupakan kebutuhan utama dalam pendidikan dan pembelajaran kekinian. Tujuan kita sebagai dosen adalah menyebarluaskan ilmu pengetahuan sekaligus mentransformasikan “NILAI� kepada anak didik untuk bekal mereka dalam menghadapi perubahan dan perkembangan zaman. Tentu agar peserta didik kita mencapai learning outcome yang diharapkan. Karakteristik mahasiswa milenial cukup berbeda dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan, ceramah konvensional sudah sangat tidak efektif dan teknik tersebut diatas adalah cara yang dianjurkan untuk membantu peserta didik mencapai target belajar mereka. Menyesuaikan dengan kondisi milenial juga bukan berarti hanya dosen yang menyesuaikan, namun mahasiswanya juga. Karena banyak dosen yang mengeluh, “kok generasi sekarang begini sih?� namun dosen tersebut tidak melakukan perubahan apapun. Materi yang diajarkan, tugas yang diberikan, dan cara mengajarnya itu-itu saja, padahal dunia sudah berubah. Mahasiswa terus disalahkan, padahal memang pola pendidikan sudah berbeda. Mahasiswa juga harus ikut menyesuaikan perkembangan yang ada. Attitude merupakan hal yang lebih penting daripada ilmu yang di miliki. Banyak ilmu tapi tidak memiliki attitude, di manapun kita berada akan sulit diterima. Namun, jauh lebih baik jika dosen dan mahasiswa memiliki ilmu dan attitiude di atas rata-rata. Mendidik mahasiswa di masa sekarang harus selaras dengan proses pendidikan dan pembelajaran yang menyesuaikan kebutuhan dan tuntutan zaman. Beberapa hal yang harus saling menyesuaikan.


Pertama, yakni Mahasiswanya , Generasi millennial itu melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan. Kalau tidak suka, mereka tidak mau melaksanakan. Begitu juga bila di kelas. Kalau mereka tidak suka atau terlalu banyak teori akhirnya malas, oleh sebab itu, bahwa pendidik atau dosen harus mampu menyesuaikan sifat para mahasiswanya, mahasiswa saat ini tidak bisa dipaksa untuk menuruti semua arahannya. Para dosen harus menemukan cara untuk membuat mahasiswa suka dengan apa yang diajarkannya. Kedua, adalah Kebutuhan Kurikulum Mata Kuliah dan beadaptasi dengan era revolusi Industri 4.0. Dunia usaha dan Industri butuh sumber daya manusia yang mau berinovasi sehingga penting untuk menumbuhkan kreativitas mahasiswa. Dosen harus menguasai Materi Kurikulum dan Implementasinya di Industri sehingga wawasan Mahasiswa akan terbentuk dan Industri tidak lagi mengeluarkan biaya untuk pengembangan sumber daya manusia baru dalam Industrinya (siap bekerja/pakai). Ketiga, adalah Pemberian Praktikum berupa Penulisan Karya Ilmiah/Proyek dalam setiap mata kuliah proposional sebesar 70% dan Teori 30% akan menjadi Nilai tambah wawasan pada mahasiswa termasuk Dosen dituntut untuk merepresentasikan kapasitasnya. Perguruan tinggi perlu persiapan di dalam menghadapi tantangan era perubahan generasi yang dinamis, terutama kompetensi dan kapasitas para dosen yang menguasai Praktikal lapangan disesuaikan dengan Kurikulum mata kuliah yang diajarkan. Link & Match, sektor pendidikan dan industri diperlukan sehingga dapat menyerap hasil Lulusan pendidikan (pra/paska) dengan industri yang ada. Apa jadinya jika mutu sumber daya manusia kita dikemudian hari, bila sektor Pendidikan tidak “compliance� dengan Industri yang ada bertumbuh.

Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga professional pada jenjang pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain itu, dosen juga berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta pengabdian masyarakat yang berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Dengan demikian, maka tugas, pokok dan fungsi serta kewajiban dosen melekat pada keprofesionalannya. Selain itu dosen juga berfungsi sebagai motivator dan inspiratory bagi mahasiswa maupun lingkup sekitarnya. Tentu aja ini bukanlah tugas biasa yang bisa begitu saja diemban dengan ringan. Selanjutnya, dalam rangka melaksanakan tugas, pokok dan fungsi sebagaimana tersebut di atas, maka dosen harus memiliki keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu dan normanorma tertentu berdasarkan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Disisi lain, perkembangan sistem informasi saat ini mendorong para dosen untuk terus melakukan peningkatan kapasitas dirinya sebagai dosen dengan tetap mengedepankan sisi keprofesionalitas dan mampu bersaing tidak hanya dengan dosen dalam negeri tetapi juga luar negeri. Dosen harus selalu meningkatkan kapasitas dirinya untuk selalu siap belajar, siap mengajar, mencari ilmu. Dimana dan kapan saja. Setiap dosen harus terus meningkatkan kualitas dan beperan sesuai dengan keprofesionalitasan dosen yang telah ditetapkan, sehingga dapat memberikan manfaat yang luar biasa bagi kemajuan pendidikan, khusunya di era millennials ini. Perubahan pola perilaku mahasiswa kekinian, yang dikenal dengan generasi milennials, kadang bisa membuat geleng – geleng kepala menghadapinya. Mulai dari pola pikir kritisnya, etikanya, perilakunya, kadang dosen berpikir, “kok anak anak mahasiswa sekarang begini yaa?�

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

3. Kesiapan Dosen Mendidik Mahasiswa Millenial

34


Dosen sekarang ini dihadapkan pada mahasiswa generasi Z yang melek internet, digital multimedia. Mereka menghabiskan 6,5 jam setiap hari untuk membaca media cetak, elektronik, digital, broadcast dan berita. Mereka mendengarkan dan merekam musik; melihat, membuat, dan mempublikasikan konten Internet serta tidak ketinggalan menggunakan smartphone. Mereka tidak mau terikat dengan jadwal, dan tidak terlalu suka duduk berlama lama di ruang kelas untuk belajar. Sebaliknya, mereka lebih suka menggunakan teknologi untuk belajar kapan saja, siang, atau malam, melakukan telekomunikasi dari mana saja dan mendefinisikan "keseimbangan" dengan cara masing-masing. Selain itu, mereka aktif menggunakan teknologi untuk menyelesaikan tugas dengan cara baru dan kreatif. Mereka juga berorientasi pada kelompok dan sosial. Melalui media, generasi milennial terus-menerus menjalin hubungan sosial. Melakukan perjalanan berkelompok, belanja,dan bermain bersama. Secara online, mereka mencari peluang untuk mengidentifikasi teman-teman dalam skala yang lebih kecil, bergabung dengan komunitas, dan bergaul dengan rekan-rekan di seluruh dunia.

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Sisi positifnya, generasi millenial sangat toleran. Mereka tidak dibatasi oleh informasi yang tersedia di perpustakaan lokal atau oleh pencarian linear dalam ensiklopedi. Sebaliknya, mereka menggunakan Internet untuk mencari informasi di seluruh dunia dan menggunakan tautan hypertext untuk belajar tentang subjek baru. ICT selalu menjadi bagian dari kehidupan mereka. Mereka juga berani mengambil risiko, Jika tidak berhasil, mereka akan mencoba dan mencoba lagi. Mereka menghargai waktu istirahat karena mereka memandang hidup sebagai tidak pasti. Mereka memandang kehidupan secara berbeda. Mereka mengamati orangtua mereka bekerja keras untuk mengantisipasi dan mendapatkan status atau tingkat pencapaian tertentu sebelum istirahat.

35

Tantangan dosen sekarang ini adalah bagaimana cara untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa terhadap materi yang diberikan dan bagaimana caranya mencapai consument satisfication dengan kondisi mahasiswa yang sangat berbeda dengan zaman dahulu. Pembelajaran harus relevan dengan kebutuhan mahasiswa. Mereka akan mencari informasi sendiri jika dosen tidak menyajikan apa yang mereka anggap relevan. Karena begitu banyak informasi yang selalu tersedia, mereka tidak merasa perlu belajar setiap hal segera. Sebaliknya, mereka hanya ingin diajari bagaimana dan di mana mereka dapat menemukan apa yang mereka butuhkan. Menghadapi peserta didik milenial tidak cukup bagi dosen untuk sekedar pintar dalam mengajar, tetapi juga harus pintar membuat pelajaran tersebut menarik. Hal menarik, mahasiswa milenial suka dosen yang bisa menarik perhatian mereka untuk belajar. Buat mereka, dosen yang yang baik adalah humoris, atraktif, berwibawa, pintar dan ramah. Selalu tersenyum, tampil rapi, memilki strategi dalam mengajar dan be prepared. Ketika berbicara tentang preferensi komunikasi generasi milenial, secara tidak langsung kita sedang membicarakan masa depan komunikasi secara keseluruhan. Karena pola komunikasi mahasiswa milenial akan membentuk pola komunikasi masa depan, khususnya dalam pendidikan dan dunia kerja. Oleh karena itu, suka atau tidak, dosen harus beradaptasi terhadap perubahan pola komunikasi tersebut. Mahasiswa milenial lebih senang dengan gaya komunikasi cerdas dan tidak terlalu formal, tapi penuh rasa empati dan simpati. Mereka senang motivasi dan diarahkan pada hal yang kreatif dan inovatif. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa milenial lebih menyukai bentuk komunikasi yang lebih bersahabat dan nada bicara yang lebih akrab.


Komunikasi cerdas adalah komunikasi yang mampu memahamkan orang lain saat kita menyampaikan, dan mampu mengerti pesan yang disampaikan orang lain kepada diri kita. Kalau ada suatu pesan yang kurang mengerti, bukan otomatis lawan komunikasi kurang cerdas dalam menyampaikan. Tapi bisa jadi pendengar yang kurang cerdas dalam memahami. Begitu pula sebaliknya. Kalau orang lain kurang paham apa yang kita di sampaikan, bukan berarti orang tersebut bodoh. Tapi mungkin saja kita yang kurang mampu memahamkan. Disinilah perlunya dosen menguasai komunikasi verbal dalam pembelajaran; Bagaimana bisa pandai memahami dan pandai memahamkan. Yakni dengan cara mendengar, membicara, membaca, dan menulis. 1. Informasi Bahan komunikasi adalah informasi. Tanpa informasi, apa yang mau disampaikan? Jika kita lihat seorang dosen, atau para penulis, mungkin kita sempat bertanya, “Kok bisa ya ia bisa bicara sampai berjam-jam?� atau “Bagaimana caranya ya dia menulis sampai beratus-ratus lembar seperti itu?� Jawabannya adalah kareka mereka memiliki kapasitas informasi yang luas dan dalam. Untuk itu, langkah pertama yang perlu dilakukan seorang dosen adalah mengonsumsi banyak informasi lewat mendengar dan membaca. Mustahil kiranya dosen pandai bicara dan menulis kalau jarang mendengar dan membaca. Mungkin bisa. Tapi rentan dengan kerapuhan dan kekosongan makna. Sehingga ia lama bicara atau berlembar-lembar menulis, tapi tidak sedikitpun manfaat yang disampaikan.

Seorang pembicara yang baik adalah pendengar yang baik? Itu kaidah umum. Semua orang tahu itu. Maka itu seorang dosen harus mampu menjadi pendengar yang baik. Jika ada mahasiswa yang berbicara, sebaiknya dosen mendengarkan! Tidak hanya mendegar, tapi juga penyimak! Amati secara seksama apa yang disampaikan agar dapat memberikan umpan balik yang sesuai dengan pertanyaan mereka. Dengan sering mendengar, selain kaya akan informasi yang didapat, kita pun terbiasa bersinggungan dengan berbagai macam karakteristik ucap dan sikap orang dalam berbicara. Kosakata pembicaraan pun semakin banyak di pembendaharaan kita. Dengan begitu kita akan lebih bijak dalam memahami sebuah pesan yang disampaikan. Tapi perlu diketahui, kemampuan mendengar itu dibangun di atas sikap kerendahan hati. Dan ini bukan melulu tentang sikap kita kepada orang yang lebih hebat, tapi juga kepada semua orang di sekitar kita termasuk peserta didik kita. Kita mau dan mampu mendengarkan mereka, berempati untuk mengerti. Kita pun akan diperlakukan sebagaimana kita memperlakukan mereka. 3. Membicara Mungkin kita telah sering mengamati orang lain berbicara. Setiap orang punya potensi ini. Tanpa latihan potensi ini akan tumpul dan karatan. Kita harus memanfaatkan kesempatan bicara yang ada di sekitar kita! Entah mengikuti forum-forum diskusi, mengajar, membacakan pidato atau

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

2. Mendengar

36


melakukan presentasi di depan kelas, dan tentu masih banyak lagi. Jadikan setiap kesempatan bicara sebagai ajang pembelajaran. Karena hanya dengan melatih bicaralah kemampuan oral kita akan terasah. Selain itu kita pun semakin terbiasa untuk bersinggungan dengan orang banyak dan semakin luaslah kazanah pengalaman kita dalam menyampaikan dan memahamkan suatu pesan kepada orang lain. Manfaatkan semua kesempatan bicara yang ada. Kalau kita lewati, artinya kita menyiakan peluang untuk jadi seorang pembicara yang baik. 4. Membaca

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Banyak mendengar itu baik. Sering bicara itu bagus. Asupan informasi perlu selalu ditambah secara mandiri. Jangan sampai ketika tidak ada yang kita amati, kita jadi berhenti berproses. Itulah mengapa membaca turut menjadi kebutuhan. Jika hanya mengandalkan pendengaran, yakinlah bahwa informasi yang itu terbatas pada ruang dan waktu. Juga terbatas pada kapasitas kepemahaman orang yang kita amati. Kita perlu menambah jalur ilmu kita lewat membaca. Dengan membaca, kita akan menemukan kosakata-kosakata baru dan keragaman kreativitas para penulis dalam memainkan kata dan rasa. Selain itu, informasi yang kita dapat sudah tentu lebih luas dan dalam. Maka jangan remehkan kemampuan membaca.

37

Urgensi membaca sudah jamak kita pahami bersama. Akan tetapi terkendala oleh satu hal, rasa malas. Tapi kalau alasannya masih belum terbiasa membaca, ini masih lebih baik. Artinya, kalau belum biasa, makanya dibiasakan. Caranya adalah menguatkan kemauan di awal. Karena semua bermula dari kemauan. Kalau sudah kuat kemauan, meski di tengah perjalannya merasakan malas, kita akan memaksakan diri untuk membaca meski sedikit. Ini semata-mata untuk mendisiplinkan diri. Ada baiknya kita membuat target kuantitas bacaan. Misalnya, satu minggu satu buku. Seiring berjalannya waktu bisa kita tambah sesuai kemampuan. Setelah itu buat juga target kualitas bacaan. Jangan cuma baca buku dari penulis yang sama. Karena kemampuan pembahasaan akan selalu berbeda karakteristik bahasa penulis. Juga jangan hanya baca buku yang genrenya itu-itu selalu. Misalnya karena suka yang cinta-cintaan, bacanya cinta-cintaan melulu. Alhasil, jadilah kita komunikator yang melankolis dan puitis, tapi norak. Jelas ini tidak baik. Perluas bacaan kita. 5. Menulis Zaman yang serba canggih begini, dosen perlu memiliki kemampuan yang canggih juga. Tidak bisa hanya membicara, tapi juga menulis. Harus dua-duanya. Tidak boleh salah satu. Meski ini pilihan, tapi akan lebih bijak kalau seimbang, dua kemampuan ini pasti akan kita gunakan sampai kapanpun! Dosen yang pandai bicara saat presentasi dan cakap saat membuat karya tulis akan mendapatkan nilai yang lebih maksimal. Begitupun dalam kehidupan ini. Yang punya dua kemampuan ini akan memiliki nilai yang lebih daripada orang yang hanya menguasai salah satunya.


Karena dengan menulis, dosen akan terbiasa berinteraksi dengan kata-kata, mendiaspora rasa di dada, pandai penyihir emosi pembaca, juga akrab dengan struktur alur yang rapi. Sehingga tak heran seseorang yang pandai menulis ketika berbicara kata-kata runut dan terkesan elegan. Meski tidak selalu seperti itu. Karena ada pula yang biasa menulis, tapi ternyata tidak pandai bicara, begitu pun sebaliknya. Yang perlu ditanamkan sejak dini adalah bisa menulis. Maka sekarang hanya perlu mengasahnya saja. Sebagai awalan, cobalah tiru dan modifikasi gaya kepenulisan buku yang sering dibaca. Lama-kelamaan karakter pun akan terbentuk dengan sendirinya. Ada baiknya membuat target menulis. Misalnya, satu minggu satu tulisan. Misal minggu ini menulis tentang artikel, minggu selanjutnya menulis resensi. Selanjutnya, mempublikasi hasil tulisan. Bisa dicetak jadi buku, via media massa atau melalui blog pribadi. Dengan mempublikasi tulisan, kita akan tahu, bagaimana kualitas komunikasi kita. Sudahkah kita mampu memahamkan orang yang membaca tulisan kita?

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Dosen harus terampil berkomunikasi secara cerdas, dengan demikian akan mampu pula memberikan bimbingan pada peserta didik melalui proses pembelajaran baik melalui kegiatan akademik dan non akademik sehingga mereka menjadi generasi milennial yang berilmu, berkualitas, berkemajuan, dan memberi manfaat bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, negara, dan agama. Perubahan adalah sebuah keniscayaan, dan daya kreativitas adalah cara untuk menyiasati, mengelola dan mengarahkan perubahan yang eksponensial ke arah yang lebih beradab, berbudaya, dan berkemajuan.

38


Penutup Di abad modern ini, ilmu komunikasi sangat berperan penting disetiap sektor, baik institusi, lembaga, organisasi, bahkan antarindividu. Dalam aktivitas kegiatan pembelajaran, komunikasi Ibarat jantung, karena komunikasi merupakan proses penyampaian pesan penyebarluasan ilmu pengetahuan dan pendidikan kepada peserta didik. Dosen harus mampu menyampaikan komunikasi secara efektif dan cerdas. Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu. Komunikasi yang cerdas adalah komunikasi yang dilandasi dengan moral dan human relation yang baik, tanpa adanya moral yang baik, komunikasi tidak seimbang, dan akan mengalami kendala. Moral dan human relation memegang peran penting kesuksesan seseorang dalam berkomunikasi.

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Komunikasi yang efektif dan cerdas akan terbangun jika dosen mempunyai kemampuan untuk memproyeksikan dirinya pada peranan peserta didik. Sehingga komunikasi yang terjadi tidak terkesan menggurui, wajar dan mengalir tanpa adanya hambatan. Komunikasi yang efektif juga perlu disertai dengan sikap dan gaya berkomunikasi yang baik. Sikap antusiasme, bersungguh-sungguh, dan sopan adalah beberapa sikap yang akan membawa keberhasilan penyampaian komunikasi edukasi. Gaya berkomunikasi, misalnya sikap badan, cara berdiri, cara berpakaian, pandangan mata, suara dan gestur tubuh lainnya merupakan bagian yang tidak kalah pentingnya untuk menunjang keberhasilan komunikasi dalam pembelajaran.

39

Dengan memahami dan mengerti komunikasi cerdas, dosen akan mampu menerapkan prinsip-prinsip komunikasi yang baik di antaranya : (a) penjelasan lebih dahulu materi atau masalah yang akan dikomunikasikan, (b) teliti tujuan pokok yang ingin dicapai dari setiap komunikasi, (c) pertimbangan cara, sikap, situasi, dan kebiasaan komunikasi yang akan dilakukan, (d) perhatikan tekanan nada, ekspresi, dan respon dalam komunikasi, (e) pertimbangan kepentingan, kebutuhan dan sudut pandang penerima komunikasi, (f) usaha adanya umpan balik dan follow up dari komunikasi dan (g) materi komunikasi harus sesuai dengan tindakan dan perbuatan. Dosen harus menguasai komunikasi dan retorika, berbicara efektif, serta teknik membaca dan mendengarkan yang efektif. Sebagus apapun penyampaian komunikasi namun jika tidak diimbangi oleh penerima pesan dengan kesungguhan maupun keseriusan maka dampak dari pesan yang diterima tidak akan menimbulkan hasil yang maksimal. Meski demikian, kemampuan untuk menyampaikan informasi yang benar haruslah ditekankan dalam hal beretorika bukan sekedar menyampaikan dengan mengabaikan nilai-nilai kejujuran. Menurut Protagoras, kemahiran berbicara dalam retorika bukan mencari kemenangan melainkan demi keindahan bahasa, sedangkan menurut Socrates, retorika adalah demi kebenaran dengan dialog sebagai tekniknya. Hikmah yang dapat kita ambil dari beberapa pendapat tersebut bahwa kebenaran informasi harus lebih dikedepankan daripada sekedar menyampaikan pesan dengan memutarbalikkan fakta dan data. Untuk mendukung retorika yang optimal, beberapa prinsip-prinsip berbicara efektif, di antaranya : (a) prinsip motivasi, (b) prinsip perhatian, (c) prinsip pengertian, (d) prinsip keinderaan, (e) prinsip ulangan, dan (f) prinsip kegunaan. Komunikasi yang sukses perlu diimbangi pula dengan kemampuan membaca


dan mendengarkan. Karena tidak selamanya kita akan menjadi sumber komunikasi namun terkadang kita menjadi penerima komunikasi. Disinilah sikap bijak gemar membaca dan cara mendengarkan informasi sangat ditekankan. Terkadang dosen lebih mudah berbicara daripada mendengarkan. Padahal mendengarkan dengan sungguh-sungguh dalam hal apapun merupakan kunci kesuksesan komunikasi dalam pembelajaran. Melihat kenyataan bahwa komunikasi yang cerdas dan efektif mutlak membutuhkan moralitas dan human relation. Terkait masalah moral, mengenai etika dan kepribadian. Etika adalah suatu nilai batasan terhadap tindakan manusia dalam pergaulan. Etika secara bahasa juga berarti sopan santun, tata krama, budi pekerti, tata susila, moral, dan akhlak. Etika dalam komunikasi diperlukan sebagai ukuran baik atau buruknya perilaku sumber komunikasi (komunikator) dan penerima komunikasi (komunikan). Tanpa adanya etika komunikasi yang baik, mustahil akan terbangun komunikasi yang harmonis. Dengan demikian, keterlibatan kepribadian menjadi hal yang tidak terpisahkan untuk membangun etika komunikasi yang baik. Seorang komunikator yang handal harus memiliki kepribadian yang memadai, ia tidak hanya harus mengetahui (wissen) komunikan tetapi juga memahami (versetehen) mengerti secara mendalam komunikan yang dihadapinya dengan berbagai latar belakang dan ragam kepribadian yang berbeda-beda. Di sinilah human relation memegang peranan vital untuk membangun komunikasi yang efektif dan cerdas. Kunci dari aktivitas human relation adalah motivasi. Berbagai cara memotivasi peserta didik, sehingga mereka bisa belajar dengan baik dan mendapatkan hasil yang maksimal.

Saran 1. Dalam aktifitas pendidikan dan kegiatan pembelajaran, komunikasi cerdas sangat dibutuhkan untuk meraih maksud dan mencapai tujuan dan cita-cita pendidikan dan pembelajaran. Kunci sukses pengajar terletak pada bagaimana komunikasi dijalankan dan dipraktekkan secara cerdas dan efektif. Dengan lain bahasa, kegagalan seorang pengajar terletak pada tidak efektifnya komunikasi (mis-communication) yang dipraktekkan dalam proses pembelajaran. 2. Pengajar sebagai motivator, fasilitator pembelajaran, dituntut untuk memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dan cerdas. Jika pengajar tidak mampu berkomunikasi dengan baik maka dapat berdampak terhadap kualitas pembelajaran, hubungan serta layanan yang diberikan kepada peserta didik. 3. Selain itu, dalam berkomunikasi, dosen perlu juga mempertimbangkan penggunaan komunikasi nonverbal. Karena baik buruk hubungan komunikasi sangat banyak dipengaruhi oleh unsur non-verbal dalam berkomunikasi. Contoh: ketika pengajar berkomunikasi dengan tersenyum, ramah, suara lembut, akan mendapatkan respon, empati, simpati yang baik dari peserta didik. Dengan demikian akan menimbulkan dampak positif dalam kelangsungan proses belajar mengajar. 4. Dosen adalah�panutan� peserta didiknya, sudah seharusnya bisa lebih menghargai atau memanusiakan peserta didik melalui komunikasi cerdas yaitu mampu berkomunikasi dengan siapa pun dan di mana pun bersama kekuatan emosi baik, persepsi positif, dan kekuatan ekspresi dalam balutan sikap baik.

Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Walaupun diakui tulisan ini bukanlah jawaban final untuk problem-problem komunikasi cerdas dalam pembelajaran tetapi insya Allah, catatan ini bisa menjadi bahan referensi yang layak untuk dibaca, khususnya kepada para para pendidik maupun profesi lainnya.

40


Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

Referensi

41

Ardana, K., mujiati., & Ayusari A.G. Perilaku keorganisasian. Yogyakarta : garah Ilmu, 2008. Denis, Mc Quail 1996, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Jakarta:Erlangga. Dori Wuwur, Hendikus 1990, Retorika, Jogjakarta, Kanisius. Didats Triyadi, Komunikasi, Keterbukaan dan Kejujuran dalam sebuah hubungan, dalam http://didats.net/page/komunikasi-keterbukaan-dan-kejujuran-dalam-sebuah-hubungan/ diunduh pada hari Jum‟at, tanggal 2 Januari 2015. Emory, A. Griffin 2003, A First Look at Communication Theory, 5th edition, New York, McGraw-Hill. Effendy, Onong U 1994, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Rosdakarya, Bandung. Hakim, Heri Abi Burachman. “Keterampilan Komunikasi : Kunci Sukses Seorang Pustakawan,” Siter : Saluran Informasi Tercetak., Vol. 1, No. 1, Septeber 2013, hlm. 34-46. Heri Abi Burachman Hakim. Keterampilan Komunikasi : Kunci Sukses seorang Pustakawan., dalam Jurnal Siter : Saluran Informasi Tercetak. Vol. 1, No. 1, September 2013., hlm. 34-47. https://ekonomi.kompas.com/read/2016/11/07/080000926/4.cara.bangkitkan.potensi.generasi.millenial https://news.okezone.com/read/2016/06/17/65/1418076/begini-cara-dosen-ngajar-generasi-millenial http://arryrahmawan.net/bagaimana-cara-mengajar-ke-generasi-milenial/ https://edukasi.kompas.com/read/2017/05/17/20084651/butuh.trik.untuk.mengajar.generasi.milenial. https://www.radioidola.com/2018/memasuki-revolusi-industri-4-0-bagaimana-mestinya-sistem-pendidikankita-agar-tak-hanya-menanamkan-knowing-tetapi-being/ https://edukasi.kompas.com/read/2018/05/04/10082581/bagaimana-perguruan-tinggi-di-indonesiamenjawab-tantangan-global https://www.dictio.id/t/apa-saja-prinsip-prinsip-komunikasi/116245 http://sevima.com/mahasiswa-milenial-karakter-yang-harus-diketahui-pihak-perguruan-tinggi/ http://www.lpmhujancrew.com/siapa-mahasiswa-millennial-itu/ Littlejohn, Stephen W 1999, Theories of Human Communication, 6th Ed.,Belmont CA, Wadsworth Publishing. Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Rosda. Onong Uchjana Efendi. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2006). Onong, U-Efendy. Komunikasi dan Modernisasi. Bandung : Alumni, 1973. Price, C. (2009). Why Don‟t My Students Think I‟m Groovy? The Teaching Professor, 23 (1), 7. Price, C. Five Strategies to Engage Today‟s Students. Magna Online Seminar. 1 Nov. 2011. Pace, R.W., & Faules, D.F. Komunikasi Organisasi, Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan, (Alih Bahasa deddy Mulyana). Bandung : Remaja Rosda karya, 2006. Ruben, Brent D,Stewart, Lea P, 2005, Communication and Human Behaviour,USA:Alyn and Bacon Sendjaja,Sasa Djuarsa,1994,Pengantar Komunikasi,Jakarta:Universitas Terbuka. Price, C. (2009). Why Don‟t My Students Think I‟m Groovy? The Teaching Professor, 23 (1), 7. Price, C. Five Strategies to Engage Today‟s Students. Magna Online Seminar. 1 Nov. 2011.


Komunikasi Cerdas: Sebuah Kebutuhan Primer Pendidikan Kekinian

PENULIS

42


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.