MEMBACA
Membaca adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang ditulis. Membaca melibatkan pengenalan simbol yang menyusun sebuah bahasa. Membaca dan mendengar adalah 2 cara paling umum untuk mendapatkan informasi. “Jika Anda ingin menjadi seorang penulis, Anda harus mau melakukan dua hal yang sangat penting ini: banyak-banyak membaca dan banyak-banyak menulis.� (Stephen King)
“Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu melihat perkembangan sekitarnya dan mampu menerima atau menyesuaikan dengan perubahan.�_Yusrin Ahmad Tosepu Digitalisasi Pendidikan (Telaah Dunia Pendidikan menuju Transformasi digital) Revolusi Industri ke-4 telah membawa perubahan dalam segi digital bagi ekonomi dan sistem sosial, yang berakibat pada pergeseran cara kita bekerja saat ini. Pesatnya perkembangan teknologi, membawa perubahan dalam pola hidup manusia. Manusia dengan pekerjaannya nampak semakin lebih mudah. Bahkan telah di prediksi bahwa dua miliar pekerjaan akan hilang pada tahun 2030. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa 65% anak-anak yang saat ini sedang bersekolah bekerja pada sektor-sektor pekerjaan yang belum ada saat ini. Teknologi internet mobile dan komputasi awan menjadi pendorong utama perubahan teknologi, yang memungkinkan lebih efisiennya penyampaian layanan dan kesempatan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Sementara kemajuan dalam kekuatan komputasi dan big data akan menjadi faktor pendorong perubahan pada dunia kerja, saat organisasi berusaha untuk mewujudkan potensi penuh teknologi dalam membantu memahami banyaknya data yang sangat jumlahnya.
Hal ini jelas menunjukkan perlunya institusi pendidikan tinggi untuk membekali mahasiswa dengan keahlian yang tepat demi memenuhi tuntutan masa depan. Dampak dari transformasi digital tentunya relevan dengan perguruan tinggi. Sudut pandang menarik lainnya tentang kesenjangan keterampilan saat ini adalah kurangnya keterampilan khusus. Digitalisasi era menegaskan bahwa sumber daya paling berharga di era digital ini adalah data. Dengan naiknya kebutuhan akan data, maka permintaan akan kompetensi baru, analisis, pembelajaran virtua, kecerdasan bantuan, keamanan siber, dan lainnya. Kemudian yang menjadi sorotan adalah apakah institusi pendidikan saat ini sudah disiapkan untuk memenuhi kebutuhan masa depan? Kemajuannya teknologi yang semakin pesat , salah satu permasalahan yang sulit ditemukan solusinya adalah interaksi antara manusia dengan iptek itu sendiri. Manusia sebagai subjek sekaligus objek dalam pengembangan dan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tingkat ketergantungan manusia terhadap teknologi sangat tinggi. Pemanfaatan teknologi menjamur di setiap bidang kehidupan manusia, termasuk pendidikan. Digitalisasi dalam konstelasi pendidikan tentunya menuntut respon balik dari pendidikan. Hal ini dimaksudkan agar pendidikan tetap menghasilkan pendidikan yang sesuai dengan tujuannya. Oleh karena itu menjadi tugas pendidikan sekarang adalah bagaimana pendidikan itu sendiri mengelola secara cerdas pendidikannya di era digital. Digitalisasi Pendidikan dan Dampak Perubahan Kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan kontribusi yang baik terhadap pendidikan. Hal ini dapat dirasakan oleh masyarakat pendidikan (dosen, guru,siswa) dalam hal mengakses materi pembelajaran. Materi pembelajaran dapat dengan mudah diakses melalui media elektronik. Munculnya teknologi digital sebagai salah satu media elektronik telah membentuk paradigma baru dalam proses belajar dan pengelolaan organisasi pendidikan. Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi membawa perubahan yang teramat besar di dunia pendidikan. Penerapan teknologi informasi dan komunikasi khususnya dalam pengembangan pendidikan nasional saat ini menjadi sesuatu yang wajib. Perkembangan teknologi digital telah memicu kecenderungan pergeseran dalam dunia pendidikan dari pendidikan konvensional (tatap muka) ke arah pendidikan yang lebih terbuka. Pendidikan akan lebih bersifat dua arah, kompetitif, multidisipliner, serta tingginya produktivitas. Di beberapa negara di asia telah menggunakan ―Flexible Learning‖, yaitu layanan pendidikan online. Sebuah bidang ilmu yang kita sebut sebagai Teknologi Pendidikan semakin berperan penting pada era ini. Hal ini berfungsi untuk membantu proses belajar dan meningkatkan kinerja dengan membuat, menggunakan, dan mengelola proses dan sumber teknologi yang memadai. Serta menciptakan sebuah inovasi pembelajaran yang efektif dan efisien.
Pesatnya penggunaan teknologi digital di dalam dunia pendidikan ini akan tercermin pada perubahan model pembelajaran yakni makin tumbuhnya pendidikan jarak jauh (distance learning) di mana dosen dan mahasiswa tidak perlu berada di tempat yang sama, dan semakin banyaknya pilihan sumber belajar yang tersedia seperti buku elektronik (e-book), mudahnya mengakses aplikasi digital seperti e-library, e-forum, e-journal dan sebagainya. Teknologi telah memungkinkan terciptanya lingkungan belajar global terstandar yang menempatkan mahasiswa di tengah-tengah proses pembelajaran, dikelilingi oleh berbagai sumber belajar dan layanan belajar elektronik. Untuk itu, sistem pendidikan konvensional sudah seharusnya menunjukkan sikap yang bersahabat dengan alternatif cara belajar yang baru yang sarat dengan digitalisasi. Perusahaan raksasa perangkat lunak (software) Microsoft, di tahun 2016 akhir, melakukan sebuah studi mengenai DIGITAL TRANSFORMATION pada13 negara dengan hampir 1.500 pemimpin bisnis untuk lebih memahami dampak transformasi digital pada organisasi mereka. Studi riset ini juga melibatkan 265 pemimpin dari sektor pendidikan. Hasil Studi menemukan bahwa 87% pemimpin di industri pendidikan sepakat bahwa organisasi mereka perlu ditransformasi menjadi bisnis digital untuk memungkinkan pertumbuhan dimasa mendatang, namun hanya 23% yang telah memiliki strategi untuk menghadapi perubahan ini. Prioritas nomor satu dalam proses transformasi digital mereka saat ini adalah untuk memberdayakan baik karyawan fakultas maupun non-guru, dan memberi mereka alat terbaik untuk melibatkan siswa baik di dalam maupun di luar kelas. Namun, hanya 39% responden yang berpendapat bahwa institusi mereka memiliki teknologi yang saling terkoneksi sehingga memungkinkan karyawan tersebut bekerja di luar kampus. Hal ini diikuti dengan melibatkan siswa sebagai bagian dari proses transformasi, di mana sekolah mengadopsi teknologi digital, konten interaktif dan personal, dan mempersiapkan siswa dengan keterampilan agar berhasil di dunia kerja yang berdinamika saat ini. Ketika ditanya tentang faktor-faktor yang menghambat proses transformasi digital mereka, responden menyoroti masalah ancaman siber dan keamanan, kurangnya keterampilan kepemimpinan organisasi, dan kurangnya tenaga kerja digital yang terampil, sebagai penghalang utama. Para pendidik dengan jelas menyetujui adanya peran integral yang dimainkan teknologi dalam meningkatkan pedagogi. Survei yang dilakukan Microsoft Asia EduTech pada tahun 2016 menemukan bahwa 95% responden sepakat mengenai pentingnya teknologi dalam sistem pendidikan saat ini. Lebih dari setengah responden yang merupakan pendidik. Mengidentifikasikan kurangnya pelatihan sebagai tantangan utama bagi mereka untuk mengoptimalkan teknologi di dalam kelas. Hal ini mengarah pada kesenjangan antara mengakui kebutuhan untuk bertransformasi, dan ketersediaan strategi yang jelas untuk bergerak maju. Bagaimanapun, sekarang adalah waktu bagi institusi pendidikan untuk menjadikan organisasi mereka menjadi organisasi digital, agar tetap relevan dan memastikan bahwa para siswa siap untuk menghadapi perubahan kebutuhan dari generasi kerja mendatang.
Transformasi Digital dan Gaya Belajar Transformasi Digital Ketika kita memikirkan tentang transformasi digital untuk sektor pendidikan, harus kita mulai dengan mengetahui cara orang belajar. Hal ini lebih dari mengimplementasikan teknologi, tetapi juga membahas perubahan paradigma yang dibawa oleh Revolusi Industri Ke-4. Transformasi digital perlu dimulai dengan memungkinkan para pendidik untuk menciptakan lingkungan belajar baru—yang memungkinkan kegagalan sebagai bagian dari proses pembelajaran. Intinya, slogan untuk kelas baru seharusnya ―gagal lebih cepat, gagal dengan cepat, dan sering gagal‖. Digitalisasi pendidikan memberdayakan setiap institusi pendidikan dan siswa dalam proses pembelajaran untuk meraih lebih banyak pengetahuan. Tentunya didukung dengan memberikan silabus dan pelatihan yang tepat bagi siswa dan pengajar, sehingga mereka dapat menciptakan dunia masa depan. Pemanfaatan teknologi digital di bidang pendidikan berjalan di empat pilar berbeda: melibatkan siswa, memberdayakan pendidik, mengoptimalkan operasi, dan mentransformasi pembelajaran yang kesemuanya didukung oleh komitmen mendasar lembaga/institusi pendidikan. untuk memberikan program terpercaya yang dapat dijalankan oleh organisasi tersebut. Institusi pendidikan sekarang ini telah mulai memanfaatkan teknologi digital diantaranya, meningkatkan efisiensi dan kinerja, meningkatkan hasil pembelajaran dan keberhasilan siswa, dan memajukan penelitian dan inovasi. Dengan memanfaatkan teknologi digital, lebih efisiensi biaya, menghemat waktu sembari memperluas akses belajar yang terjangkau, mendorong pembelajaran yang lebih efektif melalui keterlibatan antara siswa dan pengajar yang lebih baik. Tujuan utamanya adalah memungkinkan kolaborasi penelitian yang lebih kuat pada seluruh fakultas dan institusi. Gaya belajar Pesatnya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia pendidikan saat ini, ditandai dengan berkembangnya model belajar jarak jauh (Distance Learning), mudahnya menyelenggarakan pendidikan terbuka, sharing resource bersama antar lembaga pendidikan, perpustakaan dan instrument pendidikan lainnya (guru, dosen, laboratorium) berubah fungsi menjadi sumber informasi daripada sekedar rak buku. Digitalisasi pendidikan, melahirkan cara baru dalam proses belajar dan pembelajaran. Mulanya, buku sebagai satu-satunya acuan sumber belajar untuk mendapatkan materi dalam dunia pendidikan tetapi kemudian beralih ke sistem yang berbasis komputer. Proses pengalihan ini mengubah pandangan pendidikan terhadap buku. Buku tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar untuk menunjang
pencapaian kesuksesan belajar dalam dunia pendidikan. Buku dan aplikasi teknologi digital merupakan satu-kesatuan sebagai referensi pembelajaran. Buku teks pelajaran adalah media pembelajaran (instruksional) yang dominan perannya di kelas; media penyampaian materi kurikulum; dan bagian sentral dalam suatu sistem pendidikan (Patrick, 1988; Lockeed dan Verspur, 1990; Altbach, 991; Buckingham dalam Harris, ed, 1980). Buku merupakan alat bantu pokok dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan teknologi digital, buku teks pelajaran ditampilkan dalam bentuk digital book atau buku Elektronik. Hal ini semakin memperjelas pergeseran gaya belajar siswa melalui media elektronik. Dengan adanya teknologi digital sebagai media elektronik yang menyajikan materi pembelajaran, pengajar (guru, dosen) bukan lagi satu-satunya sumber ilmu pengetahuan. Buku manual telah bergerser ke buku digital (digital book). Hal ini tentunya memudahkan siswa proses belajar karena lebih yang mudah, praktis dan interaktif. Selain itu, teknologi digital sangat berpotensi memberikan ruang bagi pengajar dan siswa untuk mengakses pengetahuan dan informasi lebih luas dan praktis. Penerapan Digitalisasi Pendidikan Era digital, saat ini, integrasi antara pendidikan dengan teknologi dapat merevolusi proses belajar mengajar. Bahkan lebih jauh lagi, teknologi dapat meningkatkan mutu pendidikan secara keseluruhan, seraya memberikan pembelajaran yang lebih sesuai sebuah kebutuhan masing-masing siswa.Tentu menarik untuk menyaksikan bagaimana dunia pendidikan berevolusi dengan memanfaatkan inovasi teknologi. Aplikasi teknologi digital di dunia pendidikan sebagai hal yang mutlak untuk di manfaatkan dalam organisasi pendidikan serta proses belajar mengajar (PBM). Institusi pendidikan yang masih menggunakan sistem konvensional tentunya harus segera melakukan inovasi mulai dari proses administrasi, akademik, keuangan, hingga proses dan metode pembelajaran. Seiring dengan perkembangan teknologi, pendidikan saat ini sudah menuju proses yang disebut paperless model. Sistem dan metode pembelajaran saat ini menuntut suatu perubahan seiring dengan perkembangan Teknologi Informasi dan komunikasi. Tentunya memerlukan standar, inovasi berkelanjutan, teknologi, sumber daya finansial dan manusia yang professional. Penggunaan teknologi di dalam pendidikan membuat proses pembelajaran lebih efektif, hingga memperluas ketersediaan akses informasi serta sumber pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhan pengajar dan siswa. Dengan memanfaatkan berbagai unsur teknologi ke dalam proses pembelajaran, institusi pendidikan harus menyediakan sarana, fasilitas, infrastruktur IT, seperti trafik, keamanan serta kecepatan jaringan, pengelolaan beragam perangkat dan aplikasi yang terlibat di dalamnya, hingga pemanfaatan teknologi cloud dan hybrid untuk mendukung inisiatif ini. Sebaik apapun sistem dan aplikasi yang dikembangkan, akan menjadi sia-sia jika pengguna tidak dapat mengaksesnya secara aman dan cepat. Institusi pendidikan perlu menyadari bahwa tuntutan utama pengguna teknologi digital adalah ketersediaan aplikasi untuk dapat diakses kapanpun dibutuhkan secara aman dan cepat. Strategi aplikasi-sentris/yang berpusat pada aplikasi menjadi semakin penting. Strategi aplikasi-sentris mengedepankan optimalisasi
aplikasi serta jaringan melalui berbagai layanan (application service), dan sekaligus fokus mengurangi kompleksitas infrastruktur. Untuk bisa menerapkan strategi aplikasi-sentris, institusi pendidikan memerlukan bantuan dari ahli-ahli yang memiliki pemahaman mendalam tentang aplikasi. Mereka dapat memanfaatkan pengalaman dan pengetahuan dari para ahli tersebut untuk memastikan ketersediaan, keamanan, dan kinerja aplikasi guna kelancaran proses digitalisasi pendidikan. Keandalan, ketersediaan, hingga keamanan aplikasi TI menjadi ujung tombak dari proses digitalisasi pendidikan. Aplikasi teknologi digital menentukan apakah berbagai inovasi teknologi terbukti mampu mengoptimalkan proses pendidikan. Inovasi dan sumber daya manusia adalah bagian tak terpisahkan dalam mewujudkan proses digitalisasi model pendidikan. Semoga Bermanfaat. Salam Pendidikan Tinggi Indonesia !
5 Standar yang Perlu Dipersiapkkan PTS untuk Meningkatkan Akreditasi PTS atau Perguruan Tinggi Swasta merupakan salah satu institusi pendidikan di Indonesia yang masih dipandang sebelah mata. Hal ini terjadi karena sebagian besar PTS masih memiliki akreditasi yang rendah atau bahkan ada yang belum terakreditasi BAN-PT. Standar penilaian akreditasi memang menunjukkan kualitas dari sebuah lembaga pendidikan. Tentu saja akreditasi sangat penting bagi lulusan di perguruan tinggi yang bersangkutan karena menyangkut kepentingan melamar pekerjaan di suatu perusahaan yang mewajibkan calon karyawan berasal dari institusi yang sudah terakreditasi. Lalu bagaimana PTS bisa meningkatkan penilaian akreditasi? Standar Kurikulum Kurikulum yang belum standar dan dianggap belum siap dari sebuah PTS sering menjadi salah satu faktor rendahnya penilaian akreditasi. Pemerintah bahkan sempat menghimbau beberapa PTS baru agar tidak terlalu mengedepankan keuntungan saja, namun sebagai lembaga pendidikan harus tetap memprioritaskan kualitas kurikulum yang diajarkan agar menghasilkan lulusan yang berkompeten. Poin penilaian dari standar kurikulum mencakup pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen program pengembangan ekstra, konseling dan kompetensi dasar apakah sudah sesuai dengan tujuan institusi atau menyimpang. Sehingga interaksi selama proses belajar mengajar, dokumen silabus mata kuliah dan standar penilaian kampus perlu disiapkan dengan matang saat ada visitasi dari BAN-PT.
Standar Sumber Daya Manusia Sulitnya menembus hasil penilaian akreditasi A dari suatu PTS adalah karena masih rendahnya kualitas sumber daya manusia atau tenaga pendidikan. Misalnya PTS merekrut dosen dengan keahlian IT, namun justru mengajar matematika. Inilah yang sering disalah gunakan dari PTS karena merekrut tenaga yang tidak sesuai dengan keahliannya. Demi meningkatkan akreditasi, PTS harus mempersiapkan tenagatenaga yang handal misalnya hanya merekrut pegawai dengan minimal pengalaman mengajar selama 3 tahun dan pendidikan minimal S2. Tentu saja SK pengangkatan akan mempengaruhi poin penilaian standar sumber daya manusia. Selain itu, PTS juga masih mengalami kendala dalam hal penyediaan guru besar. PTS masih sulit untuk mendapatkan tenaga pendidikan yang bergelar professor untuk memenuhi syarat meraih poin A. Standar Sarana dan Prasarana Tidak hanya kualitas sumber daya saja yang menjadi tolak ukur penilaian akreditasi, namun sarana dan prasarana institusi tidak luput dari poin penilaian. Sarana meliputi peralatan pendukung kegiatan belajar mengajar seperti ketersediaan fasilitas komputer, akses internet dan lainnya. Sedangkan prasarana mencakup kualitas dan kuantitas gedung seperti ketersediaan ruang kelas, fasilitas laboratorium, ada tidaknya perpustakaan dan prasarana lain yang dapat mendukung kegiatan belajar mengajar. Sayangnya beberapa PTS masih kurang memenuhi dalam hal menyediakan sarana dan prasarana yang layak dalam kegiatan perkuliahan. Oleh karena itu, PTS bisa mempersiapkan beberapa hal terkait standar ini seperti meningkatkan ketersediaan fasilitas laboratorium komputer, perpustakaan yang layak, ruang kelas dengan maksimal 30-35 mahasiswa dan fasilitas lainnya yang berkaitan dengan jurusan di kampus. Standar Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Masih ingat dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi? Ini juga masuk dalam kategori penilaian akreditasi. Sebuah perguruan tinggi harus dapat mencetak tenaga kerja dosen yang tidak hanya handal dalam hal mengajar saja namun juga dalam kajian penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. PTS perlu mempersiapkan dosen-dosen berkualitas yang dapat menulis minimal satu judul penelitian setiap tahunnya dan ikut andil dalam pengabdian kepada masyarakat. Semakin banyak PTS menciptakan dosen yang profesional, poin akreditasi pun akan semakin meningkat. Standar Pengelolaan Kampus Untuk persiapan yang kelima ini, PTS dapat meningkatkan kredibilitas kampus melalui sistem pengelolaan institusi yang sudah profesional. Tidak lagi menggunakan cara-cara pengelolaan konvesional, PTS harus bisa memaksimalkan penggunaan teknologi informasi dalam mengelola kampus. Misalnya dengan menerapkan sistem registrasi mahasiswa secara online, membuat database kampus yang saling terintegrasi antar sub bagian, absensi dengan sidik jari dan penerapan-penerapan lainnya. Dengan cara ini, profesionalitas sebuah PTS dapat diakui dan bisa meningkatkan penilaian akreditasi. Demikian beberapa hal yang perlu dipersiapkan PTS untuk meningkatkan akreditasi kampus. Perlu diketahui, akreditasi adalah bentuk penilaian suatu lembaga pendidikan yang akan berpengaruh terhadap kualitas lulusan. Sehingga ketika sudah waktunya mendapatkan visitasi dari BAN-PT, sebaiknya PTS mempersiapkan minimal 5 standar diatas dengan baik guna meningkatkan poin dalam penilaian akreditasi. Semoga Bermanfaat. Salam Pendidikan Tinggi Indonesia !
Pentingnya Memiliki Sistem Manajemen Kampus yang Baik Mengelola perguruan tinggi memang bukan perkara mudah. Perguruan tinggi memiliki banyak bidang dan divisi yang memerlukan penanganan maksimal. Sebagai contoh, dalam Perguruan Tinggi A terdapat 5 Fakultas yaitu Fakultas Komunikasi, Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas Teknik, dan Fakultas Arsitektur. Tiap fakultas memiliki minimal 2 jurusan dengan jumlah mahasiswa mencapai 200 orang tiap angkatan, memiliki tata usaha, perpustakaan dan juga sistem bimbingan maupun KRS yang berbeda. Manajemen Kampus Dapatkah anda membayangkan betapa banyak data dan manusia yang perlu dikelola oleh perguruan tinggi? Karenanya setiap perguruan tinggi perlu memiliki sistem manajemen yang baik. Perguruan tinggi harus bisa mengelola dan menciptakan sistem yang sesuai dengan kebutuhan namun di sisi lain juga dapat memajukan kampus. Beberapa sistem yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kampus meliputi sistem informasi umum, sistem informasi akademik, sistem pengaturan keuangan, sistem perpustakaan, dan sistem pengelolaan aset. Sistem informasi umum merupakan sistem yang dapat diakses oleh publik. Biasanya sistem ini meliputi informasi umum mengenai kampus yaitu visi misi, fasilitas kampus, program studi dan kegiatan kampus. Informasi ini dapat menarik minat calon mahasiswa untuk masuk ke universitas impian.
Sistem informasi akademik merupakan sistem yang dapat diakses oleh mahasiswa, dosen dan tata usaha. Sistem untuk mahasiswa meliputi informasi jadwal kuliah, jadwal bimbingan, nilai (baik IP maupun IPK). Biasanya sistem ini dilengkapi dengan password yang dibuat di awal masa perkuliahan. Hal ini bertujuan supaya mahasiswa dapat memantau perkembangan nilai dengan mudah. Untuk dosen, sistem ini memberi informasi mengenai jadwal mengajar, jadwal bimbingan skripsi, nilai mahasiswa, dan dapat memberikan modul kuliah bagi mahasiswa. Tata usaha memanfaatkan sistem ini untuk menyimpan data mahasiswa, daftar hadir saat perkuliahan bagi mahasiswa maupun dosen, serta keperluan cetak kartu ujian, lembar KRS, maupun surat-surat pengantar yang dibutuhkan mahasiswa untuh magang maupun skripsi. Sistem pengaturan keuangan dibutuhkan untuk mengelola pembayaran SPP mahasiswa, baik SPP tetap maupun SPP variabel. Uang gedung biasanya dikelola langsung oleh kampus dengan cara pembayaran langsung ke Tata Usaha Universitas. Kampus yang sudah menjalin kerjasama dengan bank dapat mempermudah jalannya proses pembayaran SPP. Dengan menerapkan sistem pengaturan keuangan yang baik, mahasiswa dapat melakukan pembayaran di bank yang menjadi mitra. Karenanya, mahasiswa tidak perlu datang langsung ke kampus untuk melakukan pembayaran. Dengan jaringan yang luas, kampus dapat mengantisipasi antrian pembayaran yang melonjak seiring dengan tenggat waktu pembayaran. Setiap kampus biasanya memiliki perpustakaan sendiri untuk mempermudah mahasiswa dalam menemukan diktat yang dipakai dalam perkuliahan. Buku-buku ini tentunya membutuhkan perawatan dan penomoran supaya tidak hilang dan terawat dengan baik. Karena itu sistem pengelolaan perpustakaan juga sangat dibutuhkan. Sistem ini akan mengolah data yang sudah diinput ke dalamnya dengan rapi. Dengan begitu, mahasiswa yang membutuhkan buku dapat mencari melalui sistem dan mencari nomor yang sesuai dengan buku yang dimaksud di rak penyimpanan. Semua data peminjam juga akan dimasukkan sistem supaya dapat mempertanggungjawabkan penggunaan buku. Semua peralatan dan perlengkapan yang ada dalam kampus merupakan aset yang harus dijaga dan dirawat. Dengan sistem pengelolaan aset, kampus akan melakukan pendataan setiap aset yang ada dalam kampus agar dapat memantau keadaan dan proses pemeliharaan aset tersebut. Itulah beberapa hal dasar yang perlu diperhatikan dalam manajemen kampus. Dengan jumlah data yang sangat banyak tentunya akan lebih baik jika kampus menggunakan manajemen sistem yang baik dalam mengelola data kampus. Selain untuk mencegah hilangnya data, sirkulasi data kampus akan lebih efektif dan efisien. Semoga Bermanfaat. Salam Pendidikan Tinggi Indonesia !
Dosen Jaman Now (Menelisik sisi lain dunia perdosenan) Berkembangnya teknologi pada era modern ini banyak sekali memunculkan peralatan teknologi super canggih baik perangkat leras (hardware) maupun perangkat lunak (software-aplikasi) baru dan menciptakan fasilitas yang bersifat lebih modern untuk mempermudah pekerjaan kita khususnya di bidang pendidikan. Akan tetapi banyak orang yang tidak menyadari bahwa saat ini untuk membuat media pembelajaran ataupun mendapatkan bahan referensi pembelajaran sangatlah mudah. Tidak perlu waktu, biaya, tenaga yang besar. Cukup terkonkesi dengan internet dan gunakan mesin pencari ―mbah‖ google semua kebutuhan yang dicari pastinya ada tersedia. Istilah yang populer sekarang di sebut ERA DIGITAL yang melahirkan pula ERA PENGETAHUAN. Informasi pengetahuan yang begitu luas dan mudah di akses telah melahirkan gelombang IPTEKS yang menglobal. IPTEKS yang menglobal ini merupakan sebuah kado khusus bagi para dosen di tanah air untuk memanfaatkan sarana dan fasilitas di era digitalisasi sekarang ini untuk lebih meningkatkan kualitas pembelajarannya. Dosen selalu di indentikan dengan seseorang yang memiliki pengetahuan yang luas yang biasanya "bijaksana". Seorang yang selalu mengupdate pengetahuannya, tangguh, tekun dalam mempelajari banyak hal, memiliki koleksi buku lebih banyak dari koleksi yang dimiliki masyarakat pada umumnya, dan menyediakan waktu yang cukup untuk membaca buku. Dosen juga identik dengan menulis karya ilmiah,
bahkan dosen kekinian tidak lepas dari laptop dan koneksi internet, digunkan untuk mengakses data dan informasi yang berkaitan bidang ilmu dan pendidikan yang digelutinya. Di era ini, sudah menunjukkan gejala ―kegilaan‖ dengan tumbuhberkembangnya inovasi disegala bidang akibat dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Bagaimana dengan dunia dan dosen dan kampus kita, apakah sudah menunjukkan ―kegilaan-kegilaan‖. Dosen yang mampu menerapkan penggunaan ICT yang bisa menggerakkan hati mahasiswa untuk semangat belajar. Dosen yang dapat melahirkan inovasi dan difusi media pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi kita??? Menurut saya, dosen yang bijaksana tak ubahnya harus seperti seorang arsitek. Sebelum membangun sebuah gedung terlebih dahulu melakukan survei dan meneliti keadaan tanah, hal ini bertujuan untuk mengetahui tempat itu bisa menopang bangunan yang akan didirikan. Jadi seorang dosen haruslah menciptakan metode pembelajaran yang menurutnya baik untuk dirinya sendiri, tetapi terlebih untuk peserta didiknya. Seorang dosen haruslah membuat metode pembelajaran yang menarik, dinamis, interaktif dan atraktif dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Yang dapat memadukan antara metode, proses dan media yang digunakan. Dosen haruslah menciptakan suatu metode pembelajaran yang menyelaraskan perkembangan dan kemajuan ICT. Hal ini sudah menjadi tuntutan dan kebutuhan yang sepatutnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di perguruan tinggi. Sekaranglah saatnya dosen harus HIJRAH pembelajaran karena sudah menjadi obsolute untuk di laksanakan. Penerapan ICT dalam proses pembelajaran kekinian di ibaratkan penambahan sumber cahaya yang dapat menerangi ruang agar lebih terang benderang. Mahasiswa di ibaratkan burung burung di kutub yang selalu berhijrah dari tempat yang kurang mengandung makanan dan kesehatan baginya, mereka melintasi benua untuk mencari tempat yang lebih menyehatkan dan menyegarkan. Mahasiswa jaman now sangat tertarik pada metode pembelajaran yang interaktif, dinamis dan atraktif yang tentunya memanfaatkan media ICT. Realitas kampus kekinian, dosen dalam aktifitasnya tak terlepas dari Laptop. Baik dosen maupun mahasiswa menenteng laptop dan pakai slide presentasi alias power point dalam setiap penyajian matakuliah maupun tugas mahasiswa. Sudah ―Hi-Tech‖ gitu. Kapur tulis dan OHP sudah disingkirkan jauhjauh dari peradaban, sudah menjadi barang antik di jaman now. Sudah berganti dengan whiteboard yang kinclong dan LCD yang bisa menampilkan gambar full color dan bisa gerak-gerak. Belum lagi fasilitas internet yang tersedia di kampus. Dosen dan mahasiswa dimudahkan dalam mencari literatur. Cukup buka mbah Google, apa yang kita cari langsung ada di depan mata. Komunikasi pun jadi sangat mudah, bisa pakai jejaring sosial, email, blog, dll. Mau menulis artikel atau opini tidak perlu repot-repot bikin mading atau pengumuman yang ditempel, cukup satu klik, semua orang di dunia bisa tahu. Dosen sudah pada pintar plus cerdas membuat materi pembelajaran dengan menggunakan aplikasi virtual, perpaduan teks, suara, gambar dan video. Begitupun dengan mahasiswa, mereka juga sudah pintarm membuat makalah dan presentasi yang menarik dan interaktif. Semua bahan dan materi yang dibutuhkan dosen dan mahasiswa banyak tersebar di internet. Mau cari animasi video juga sudah komplit di Youtube. Dosen nggak perlu kaget lagi mikir ―kok bisa ya mahasiswa bisa mengerjakan makalah, satu hari bisa kelar. Ukuran dulu emang sungguh luar biasa. Di jaman now uda biasa! Pola pembelajaran berbasis SCL (student center learning), hampir semua kampus sudah menerapkan itu. Mahasiswa membuat makalah, diskusi, tanya jawab, dosen hanya sebagai fasilitator. Dengan dukungan fasilitas, teknologi ICT dan metode membuat system pembelajaran sedemikian canggih. Bagaimana
realitas yang terjadi, apakah semuanya seperti itu adanya??!!?!?!? Ada fakta yang menarik. Di suatu kelas, sang dosen masuk, mempersiapkan media belajar, kelas tenang dan perkuliahan pun di mulai. Mahasiswa mendengarkan, sesekali mencatat, tapi selebihnya mulai tidak fokus. Di akhir kuliah, sang mahasiswa menyodorkan flasdisk mencopy file presentasi dosen. Budaya mahasiswa jaman now, cukup copy file materinya, nanti tinggal di pelajari sendiri. Lantas, apa yang terjadi berikutnya? Kemudian mahasiswa pulang ke rumah, sibuk mengerjakan aktivitas lain (main facebook-an, kongkow di cafÊ/warkop, mall dll) dan akhirnya, file materi presentasi tadi pun tidak tersentuh. Hanya di tumpuk, dijadikan koleksi secara rapi di folder-folder. Sebenarnya alasan hobi mahasiswa menkoleksi file presentasi dosen tidak lain adalah untuk menyenangkan plus menangkan hati karena bahan materi kuliah sudah dimiliki, walaupun, entah baca nya kapan?. Bahkan semua Hand-out hardkopi pun tidak ketinggalan dikopi semua. Demikian terus-menerus, sampailah menjelang UAS atau UTS ukuran file sudah membesar di level Megabyte. Besok ujian, mulai lah di buka tabungan file tadi. Di buka satu per satu PPT dan mata langsung kaget di PPT pertama. slide-nya ada 125 slide per PPT. Binggung dan galau pastinya, mana besok ada ujian 2 mata kuliah, ya sudah , strategi SKS (sistem kebut semalam) pun gagal total. Begitupula dengan tugas presentasi, disampaikan kepada mahasiswa bahwa minggu depan penyajian presentasi, materi dan panduannya ada di laman website dosen. Acara presentasi, dilanjutkan dengan diskusi‖ jelas salah satu dosen di akhir kuliah. Esok hari lagi, sampai hari kelima belum juga di garap. Pas hari ke enam, salah satu mahasiswa mulai gelisah dan sms ke teman sekelompoknya, menanyakan kapan tugas kelompok di kumpul. Dengan sigap karena dikejar tayang, berkumpul-lah mereka dan semua membawa komplit laptop dan modem masing-masing. Mereka pada serius mencari bahan di internet, dan akhirnya ketemu juga makalah yang mereka cari, sama persis apa yang diharapkan alias persis dengan materi tugas kelompoknya. Mereka download lalu lanjut mengedit makalah tersebut, triknya hanya mengganti slide pertama, lalu diisi dengan judul dan nama anggota kelompok, di baca sebentar, dan besoknya mulai tampil. Tibalah di hari H penyajian tugas presentasi dari masing masing kelompok. Setidaknya 4 atau lima kelompok dengan topik berbeda mempresentasikan hasil kerjanya. Dan mulailah diskusi. Apa yang terjadi? Karena materi kurang matang, jadi diskusi ya ala kadarnya plus apa adanya. Mahasiswa yang presentasi ngomongnya ngawur, tidak paham benar isi materi alias nggak tau isinya, jawab pertanyaan pun nggak nyambung plus nggak tentu arah. Kondisi ini, di perparah dosennya yang gak OK banget, harusnya menjelaskan sekaligus meluruskan yang sebenarnya dari presentasi mahasiswi, malah justru keasyikan sibuk nanya nomor "STAMBUK" mahasiswa, sampai lupa menjelaskan materi yang sebenarnya dari presentasi tadi. Inilah kisah SCL jaman now hanya sekedar contoh, yang pastinya ―tidak terjadi‖ di kampus kita tercinta. Bahwa hakikatnya belajar adalah suatu kebutuhan, dan tiap elemen baik mahasiswa atau dosen harus mengetahui perannya masing-masing. Ini bukan masalah siapa yang bertanggungjawab dan tanggungjawab siapa, solusi semuanya ada di tiap elemen, introspeksi dan memperbaiki diri masingmasing. Sekelimut Cerita Gaya Mengajar Dosen Jaman now Dalam proses perkuliahan, yang memberi nilai dari setiap matakuliah adalah dosen. Dosen adalah penentu nilai hasil perkuliahn yang tentunya berdasarkan pada aturan akademik yang telah ditetapkan kampus. Salah satu alasan yang membuat mahasiswa rajin masuk kuliah ataupun tidak tergantung pada gaya
mengajar dan metode pembelajaran dosen. Sudah menjadi ketetapan obsulut alias mutlak adanya setiap dosen sebelum mengajar ke mahasiswanya terlebih dahulu harus menguasai materi perkuliahan, walaupun tidak di pungkiri pada kenyataannya masih ada beberapa dosen yang belum menguasai sepenuhnya mata kuliah yang akan diajarkan. Alhasil mahasiswa pun menjadi tidak begitu mengerti dan memahami materi yang dikuliahkan. Alhasil, di suatu waktu, ada mahasiswa yang curhat kepada saya perihal gaya mengajar beberapa dosenya. Ia mengatakan, bahwa mereka sangat bangga pada sosok dosen yang bersikap tegas, disiplin, konsisten, bijak dan berwibawa. Dosen yang suka canda, tapi candaan yang mengandung nilai-nilai akademis. Mereka juga lebih senang pada dosen dengan gaya mengajar yang atraktif yang dipadukan dengan penggunaan media interaktif. Sifat dan gaya mengajar dosen bermacam-macam. Ada dosen yang sangat konsisten dan ada pula dosen yang membuat mahasiswa sebagai ‗kelinci percobaan‖,. Mahasiswa kadang binggung untuk mengikuti selera dosen seperti itu. Bahkan ada dosen yang mengajar mata kuliah yang ―lumayan penting‖ (anggaplah matakuliah keahlian) tetapi yang diajarkan di kelas kadang melenceng jauh dari materi yang ada dalam silabus, SAP, dan GBPP mata kuliah tersebut. Ada pula dosen super inkonsisten alias sangat membinggungkan. Serajin apapun mahasiswa kuliah bersamanya, tetap nilai tidak pernah bagus alias nilai rata kanan – rata-rata bertebaran nilai D dan C. Mahasiswa kadang binggung, apakah mereka yang bodoh alis malas belajar ataukah dosennya yang terlalu pintar. Entahlah.., hanya Tuhan yang tahu. Hal lain pula yang dialami oleh mahasiswa lainnya, katanya ada dosennya yang kalau mengajar selalu super sibuk dengan sesuatu yang tidak berkaitan dengan perkuliahan. Dosen ini asyik keluar masuk ruangan, dan sama sekali kurang menghargai alias kurang peduli dengan suasana perkuliahan yang sedang berlangsung, dan paling anehnya lagi tugas pribadinya dikerjakan di ruangan pada saat mengajar. Heemmm‌, padahal kantin kampus masih buka ! Gaya mengajar dosen sangat berpengaruh terhadap semangat mahasiswa mengikuti perkuliahan. Gaya mengajar dosen sangat berpengaruh besar pada keaktifan mahasiswa dalam perkuliahan, dan pastinya berpengaruh pula pada materi kuliah yang diajarkan dan juga akhirnya akan berimbas pada nilai mata kuliah mahasiswanya. Ada dosen yang professional menjalankan tugas, fungsi dan tanggungjawabnya, tak sedikit pula dosen yang amatiran dan terkadang ambigu dalam melakansankan tugas, fungsi dan tanggungjawabnya. Setiap dosen mempunyai gaya mengajarnya masing-masing. Ada beberapa gaya mengajar dosen yang mungkin pernah kita temui di kampus; Ada dosen yang mengajar dengan gaya yang bisa dibilang gaya kebut. Mengajar sangat terburu-buru sehingga banyak sekali mahasiswa yang ketinggalan dan tidak mengerti akan materi yang diajarkan. Dosen seperti ini sudah sangat menguasai materi, sehingga ketika mengajar dia sudah tidak membawa satupun jenis buku panduan. Menjelaskan materi hanya dengan mengandalkan materi yang ada diotaknya. Ada juga dosen gaul. Sangat mengerti perasaan setiap mahasiswanya dan membawa kelas ke suasana yang menyenangkan. Kadang tidak mewajibkan mahasiswa untuk mencatat, karna menurutnya mencatat itu adalah kesadaran diri bagi setiap mahasiswa itu sendiri. Juga tidak memonopoli pembicaraan tentang materi yang diajarkan. Gaya mengajarnya selayaknya berbicara bersama teman. Membiarkan mahasiswanya aktif dalam memberikan pendapat mengenai materi, dan menampung semua pemikiran para mahasiswanya. Menurut mahasiswa, gaya mengajar dosen seperti ini sangat mengagumkan, karena mereka bisa menuangkan pendapatnya dan dosen tersebut sangat menghargai setiap pendapat itu. Proses perkuliahan bersifat dialogis dengan diskusi aktif tetapi tetap kondusif, sehingga setiap mahasiswa tertarik untuk mempelajari dan memahami materi yang diajarkan.
Ada pula dosen jadul alias tidak up-to-date terhadap perkembangan zaman. Kalau mengajar masih doyan menggunakan OHP. Model perkuliahan bersifat monologis alias satau arah. Dia hanya menjelaskan, menjelaskan dan menjelaskan. Dan di akhir perkuliahan barulah beliau bertanya kepada mahasiswanya "Apakah ada yang ingin bertanya atau apakah ada yang mau ditanyakan?". Gaya mengajar dosen seperti ini, dijamin banyak sekali mahasiswa yang tidak masuk kuliah. Pastinya, mahasiswa kurang mengerti bahkan tidak mengerti apa yang sudah diajarkan dosen tersebut. Satu hal yang pasti, dosen tersebut selalu memberikan hasil fotocopy-an setiap materi yang dia ajarkan. Tetapi bagaimanapun gaya mengajar dosen yang kita temui harus kita hargai, tanpa mereka, mahasiswa tidak akan bisa mendapatkan sebuah pelajaran dalam hidup yang penuh makna ini. Para dosen sama halnya dengan guru yaitu pahlawan tanpa tanda jasa. Apabila mahasiswa menemui dosen yang kurang atau tidak memenuhi kriteria, maka dari diri mahasiswa sendiri harus berusaha mengantisipasinya dengan belajar sendiri secara giat, sehingga bisa menguasai materi dengan belajar mandiri apabila cara dosen tidak menarik atau kurang bisa di terima. Semoga Bermanfaat. Salam Pendidikan Tinggi Indonesia !
Dosen Kekinian : Digital dan Produktifitas Menghadapi revolusi industri 4.0, peran dosen dalam perguruan tinggi sangat penting dan strategis. Di era digitalisasi, seorang dosen harus mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi. untuk menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing tinggi dan siap berkompetisi dibutuhkan dosen yang memiliki kompetensi inti keilmuan (core competence) yang kuat, mempunyai soft skill, critical thinking, kreatif, komunikatif dan mampu berkolaborasi dengan baik dengan mahasiswa. Dosen dituntut untuk berinovasi agar bisa meningkatkan produktifitasnya sebagai pengajar dan pendidik. Dosen harus bisa menyesuaikan diri dengan menghadirkan berbagai pembelajaran berbasis teknologi. Dosen bisa menghadirkam pembelajaran berbasis aplikasi, game atau visual lainnya. Tidak hanya tulisan tetapi juga dialihkan ke konten digital. Pola pembelajaran harus mampu mengikuti perkembangan teknologi sehingga mampu menghasilkan lulusan berdaya saing tinggi. Dosen juga berperan menebar passion dan menginspirasi mahasiswa serta menjadi teman bagi mahasiswa, teladan dan berkarakter. Tend Mahasiswa jaman now cenderung menyukai pembelajaran visual yang menarik dan menyenangkan. Dosen dapat menggunakan pembelajaran dengan video dalam penyampaian materi yang berat, agar mahasiswa semakin tertarik dan antusias untuk mengikuti proses belajar. Dosen juga dituntut mengikuti program kompetensi inti yang sesuai dengan kebutuhan revolusi industri 4.0. Salah satu kuncinya adalah inovasi.
Kompetensi Digital dan Produktivitas Kampus di Era digital adalah salah satu kajian menarik kekinian. Bagaimana sebuah kompetensi digital ditumbuhkan dalam lingkungan akademik perguruan tinggi sehingga menjadi sebuah strategi dan langkahlangkah strategis guna peningkatan proses pendidikan yang dilakukan. Apa permasalahan dalam pemanfaatan teknologi digital mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan dalam proses mendapatkan informasi, mengevaluasi informasi, menciptakan dan meyebarkan knowledge baru memberikan gambaran kompetensi yang dibutuhkan guna keluar dari permasalahan yang ada. Pemanfaatan, penggunaan dan kompetensi digital mejadi solusi dan strategi dalam mengatasi berbagai permasalahan yang ada pada perguruan tinggi khususnya dalam menghadapi era pendidikan modern. Kompetensi Knowledge Assembly, Etika Komputer, Internet Searching, Content Evaluation, Knowledge Assembly, Manajement Data, Security Computer, Backup Data, Hypertextual Navigation, dan Maintenance Computer merupakan sebuah keharusan yang menjadi penting terhadap operasinal pendidikan. Mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan diharapakkan mencapai dan memiliki kompetensi digital untuk keluar dari permasalahan yang ada, lebih lanjut akan memberikan kontribusi besar terhadap tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Impelemntasi kompetensi digital membutuhkan langkah-langkah strategis dan perencanaan yang baik sehinga dapat terwujud dan memberikan kontribus maksimal terhadap peningkatan pendidikan di era modern. Model, strategi, dan pendekatan pembelajaran salah satu bentuk strategi impelemtasi kompetensi digital pada mahasiswa. Sedangkan untuk dosen dan tenaga kependidikan, langkah strategis implementasi kompetensi digital dapat dilakukan melalui seminar, pelatihan, Focus Group Discussion (FGD), dan berbgai kegiatan knowledge sharing. Fasilitas e-learning yang berkembang sekarang ini dapat dimanfaatkan oleh dosen maupun mahasiswa. Dosen dapat mengirim bahan perkuliahan, melaksanakan kuis, menyampaikan informasi seputar perkuliahan hingga membuat forum diskusi yang membahas suatu hal. Begitu pula halnya dengan mahasiswa, mereka dapat mengunduh bahan perkuliahan yang diberikan dosen, mencari tahu informasi perkuliahan, ikut aktif dalam forum diskusi dan sebagainya. Teknologi digital membuat dunia pendidikan tinggi menjadi semakin produktif. Saat ini teknologi digital sudah mencakup semua sisi kehidupan. Digital dengn segala perangkat teknologinya dapat membantu dalam komunikasi dan pembelajaran. Era digital menjadi saluran ekspresi manusia yang tak terbatas dan menyentuh banyak sisi, hal ini tentunya dapat menjadi suatu hal yang positif (sekaligus benih kejahatan yang mengerikan). Di Internet setiap menit nya ratusan juta orang membuat konten yang tak terhitung banyaknya, dalam hal ini tentu dapat menjadi keuntungan bagi semua orang. Jika ingin mencoba belajar coding, tinggal mengunjungi codecademy.com, code.org ataupun w3schools.com untuk belajar berbagai macam bahasa pemrograman. Jika saya tertarik melihat bagaimana perkuliahan di luar negeri, maka tinggal mengunjungi coursera.com, edx.org, ocw.mit.com, dan lainnya. Jika ingin memesan tiket pesawat, maka cukup mengunjungi traveloka.com untuk issued tiket dan perlihatkan ke petugas bandara. Jika saya ingin melepas rindu dengan saudara yang berada diluar kota, saya dapat memanfaatkan layanan video call (misalnya dari line, skype, dsb). Jika ingin menanyakan suatu hal, apapun itu halnya, saya tinggal mengunjungi quora.com disana kita dapat menanyakan segala hal yang ingin kita tanyakan yang akan di jawab oleh para pakar di bidang nya.
Di Era digital ini, hampir segala aktifitas dan kegiatan di segala bidang kehidupan tidak terlepas dari digital. Tentu jika di lihat dari sisi positifnya, hal ini membuat penggunannya menjadi lebih produktif. Harus di ketahui pula era digital dengan teknologi internet yang masif ibarat pisau bermata dua. Dua buah sisi yang positif dan negatif. Disisi satu mampu memberikan manfaat dan kenyamanan, disisi lainnya memberikan efek negatif, seperti penipuan online, kampanye hitam, situs kelompok pembenci, dan ruang obrolan teroris, dsb. ERA DIGITAL : Ciptakan Kelas Lebih Luas, kreatif, Dinamis dan Mandiri Era digital yang terus berkembang pesat memberikan manfaat banyak bagi kehidupan. Manfaat itu antara lain sarana pembelajaran yang lebih mudah, serta akses informasi perkuliahan juga lebih cepat. Mahasiswa tidak harus bergantung sepenuhnya pada dosen sebagai pemberi materi. Mahasiswa bisa secara aktif pula mencari sumber informasi atau materi kuliah melalui teknologi digital. Mahasiswa menjadi lebih banyak menyerap informasi dan berbagai pengetahuan. Sehingga wawasan dan pemahaman terhadap bidang ilmu yang ditekuni bisa semakin baik. Dengan Kecanggihan teknologi digital mendorong mahasiswa jadi lebih kreatif mendapatkan informasi dan kreatif mengembangkan informasi. Teknologi digital juga mempermudah proses pembelajaran. Penggunaan teknologi jarak jauh audio video menawarkan beragam kesempatan dan kemudahan bagi dosen maupun mahasiswa untuk menembus batas bagi penggunaan kelas yang lebih luas dan mandiri. Teknologi ini dimanfaatkan pula untuk mengadakan pelatihan secara online. Beberapa perguruan tinggi giat mengembangkan pembelajaran elearning, artinya peluang belajar bisa lebih mudah lagi. Kemudahan teknologi berimplikasi mendorong kualitas SDM. Dalam kondisi inilah mahasiswa harus jeli dan pandai mengelola informasi tersebut. Sehingga pesatnya teknologi informasi menjadi selaras dengan harapan bersama. Pemanfaatan teknologi informasi, model perkuliahan dibuat lebih dinamis. Tak lagi sekadar dosen mengajar, sementara mahasiswa mendengarkan. Sumber informasi bisa diperoleh dengan mudah lewat teknologi. Karena itu, kuliah satu arah sudah tak popular lagi. Model kuliah satu arah mulai ditinggalkan, karena model pembelajaran semacam itu tak mendorong mahasiswanya untuk berlaku aktif. Beberapa kampus di Indonesia sudah mulai menerapkan model kuliah yang aktif dan dinamis. Materi perkuliahan sudah diberikan via email, dosen dalam kelas hanya bersikap sebagai mentor. Walaupun, model perkuliahan multi media bebrasis ICT belum diterapkan sepenuhnya di kampus di Indoensia. Karena ada peraturan dan kurikulum nasional yang harus ditaati. Selain pembelajaran jarak jauh, ada diskusi antar grup yang memungkinkan dosen dan mahasiswa saling berkomunikasi secara bertatap muka langsung sehingga ikatan emosional antar mereka tetap terjalin. Selain itu, dosen juga bisa memberikan pemahaman materi yang lebih dalam dan komprehensif jika ada mahasiswa yang belum paham benar dengan penyampaian materi secara online. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di era digital sekarang ini, kampus di Indonesia diharapkan dapat menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi asing dalam pengembangan sumber daya manusia. Seperti pertukaran dosen, mahasiswa hingga pemberian ijazah dual degree, di barenggi pula pelatihan dan seminar perihal pembelajaran berbasis ICT. Hal Ini merupakan bagian dari peningkatan kualitas pembelajaran di perguruan tinggi di Tanah Air. .
ERA DIGITAL : Dosen Menjadi Produsen Pengetahuan Menyimak pendapat ahli Borrie Morries yang mengatakan ada 4 pola pembelajaran. Pertama, pola pembelajaran tradisional. Pengajar (guru/dosen) masih menjadi aktor utama, tokoh yang dianggap paling penting dalam pembelajaran. Pembelajaran masih berpusat kepada pengajar (Teacher Centered Learning). Dalam mengajar pengajar tidak dibantu apapun. Pola pembelajaran tradisional II. Pengajar dan alat bantu. Pada pembelajaran ini, pengajar sudah memakai alat bantu, namun tetap pengajar masih aktor utama dalam mengajar. Pola pengajar dan Media. Pembelajaran ini, pengajar sudah menggunakan media untuk mengajar. Sumber ilmu yang diberikan tidak hanya dari dirinya tapi bisa diambil dari sumber-sumber lain. Seperti dari televisi, media massa, internet dan lainnya. Di sini pengajar tidak lagi menjadi aktor utama. Tetapi, pembelajaran sudah bergeser paradigmanya dari TCL. Menjadi Student Centered Learning (SCL). Peserta didik juga aktif untuk mencari sumber ilmu dari lainnya. Di era Digilat kekinian, pengajar (guru dan dosen) bisa memanfaatkan segala sumber ilmu untuk belajar. Belajar juga bisa dilakukan tanpa harus tatap muka. Pola Pembelajaran Bermedia adalah pola yang cocok dan relevan di zaman ini. Untuk mengaplikasikan pola pembelajaran Bermedia pengajar (guru dan dosen) harus mampu menjadi produsen ilmu pengetahuan. Jika tidak, maka pengajar tidak akan mampu menterjemahkan pola pembelajaran bermedia. Perlu diketahui, dalam proses pembelajaran, ada fungsi penyesuaian atau adaptif. Pembelajaran peserta didik harus disiapkan untuk bisa menyesuaikan dengan perkembangana zaman. Dii era digital ini, peserta didik sudah memiliki gawai atau gadget tentunya mereka sering menggunakan alat tersebut. Jika pengajar tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi tersebut maka tentunya pembelajaran yang disampaikan kurang diminati. Tetapi, jika pengajar mampu menjadi produsen ilmu pengetahuan dan peserta didik bisa memanfaatkan melalui gadget maka tentunya pembelajaran tersebut lebih menarik. Marilah kita sebagai pendidik untuk selalu update ilmu pengetahuan dan keterampilan (multi skill). Saatnyalah kita menjadi produsen di era digital sehingga generasi muda kita merasa bahwa pengajar kita selalu mau belajar. Bagi mahasiswa juga harus mampu beradaptasi dengan teknologi. Jika selama ini belum menjadi produsen ilmu pengetahuan. Saatnya paradigma pemikiran diubah, Manfaatkan kecanggihan teknologi untuk mencari ilmu dan rezeki. Semoga Bermanfaat. Salam Pendidikan Tinggi Indonesia !
Big Data di Era Digital Beberapa tahun yang lalu, masyarakat sudah sering mendengar istilah ―Big Data‖. Istilah ini masih terasa bias bagi sebagian masyarakat. Membuat istilahnya terdengar menarik namun maknanya sulit dipahami. Teknologi pada saat itu memang sedang ramai-ramainya dengan media sosial dan mungkin awal dari revolusi penyampaian ide dari yang benar sampai yang bohong, dari biasa sampai yang luar biasa, dari 2rius sampai serius. Dulu sewaktu kuliah di bidang informatika, topik yang dipelajari lebih banyak menitikberatkan pada proses algoritmik untuk menganalisis data yang pada dasarnya kompleks seperti multimedia (misal peta, gambar, dan video). Istilah ‗big data‘ sendiri saya dengar pertama kali dari area yang lebih banyak penekanan pada data dan bagaimana penanganannya. Istilah big data sebagai sebuah konvergensi teknologi. Dulu dikenal istilah pengolahan data terdistribusi atau sistem terdistribusi dan pemrograman paralel ketika teknologi prosesor komputer baru mulai mengenalkan adanya beberapa ―slot‖ kemudian berkembang menjadi ‗core‘ dalam satu ‗chip‘ dibandingkan sistem basis data dan keluarganya. Konsep basis data banyak digunakan di dunia industry untuk penanganan data khusus. Big data mulai muncul sebagai tren dalam pengelolaan informasi dalam kurun lima tahun terakhir mengingat begitu besarnya pertumbuhan data di Internet, khususnya melalui media sosial. Secara umum big data dapat diartikan sebagai sebuah kumpulan data yang berukuran sangat besar (volume), sangat
cepat berubah/bertumbuh (velocity), hadir dalam beragam bentuk/format (variety), serta memiliki nilai tertentu (value), dengan catatan jika berasal dari sumber yang akurat (veracity). Big Data adalah suatu tahapan yang dalam perkembangan teknologi yang mempertemukan kemajuan teknologi perangkat keras dan teknik pemrosesan data lanjut. Mulai dari distributed system, parallel computer hingga cloud computing. OLTP, OLAP/data warehouse, basis data non-relasional (NoSQL) hingga Analytics, Business Intelligence. Mulai dari statistik deskriptif, model prediktif, pembelajaran mesin, Data Mining/Knowledge Discovery hingga Data Science. Mulai dari rule-based system, expert system, description logic hingga semantic web. Semuanya mengarah pada kebutuhan yang sama: fokus pada transformasi data menjadi informasi tanpa perlu tahu banyak tentang proses yang ada di bawahnya. Intinya adalah transparansi/abstraksi. Big Data dapat menyimpan berbagai macam bentuk data dan berasumsi dapat bertanya tentang apapun dari data tersebut, atau siapapun yang memiliki akses ke sistem komputasi tsb, baik sebagai sebagai pemasok data maupun peminta informasi. Dalam berbagai literatur populer di web, kompleksitas yang dimaksud sering disebut sebagai aspek multi-V (3V, 4V, atau 5V) seperti Volume, Velocity, Variety, Veracity, dan Value. Aspek multi-V ini berasal dari karakteristik berbagai disiplin. Volume merupakan topik utama di komunitas basis data (Very Large Data Base). Velocity sepertinya jadi kajian di komunitas Jaringan Komputer, Sistem Terdistribusi, Sistem Komputer. Variety merupakan isu utama dalam komunitas Sistem Informasi. Veracity sudah mulai disebut ketika perkenalan dengan topik Intelegensia Buatan. Terakhir agar teknologi ini dapat dinikmati oleh masyarakat luas, maka syarat utamanya adalah adanya Value bagi penggunanya. V yang terakhir lebih banyak digunakan akhir-akhir ini ditambahkan sebagai salah satu jargon pemasaran. Dalam pengertian teknis, big data didefinisikan sebagai sebuah problem domain dimana teknologi tradisional seperti relasional database tidak mampu lagi untuk melayani. Peningkatan volume, velositas, dan variasi data banyak diakibatkan oleh adopsi internet dimana setiap individu memproduksi konten atau paling tidak meninggalkan sidik jari digital yang berpotensial untuk digunakan untuk hal-hal baru, dari audiens targeting, rekomendasi ataupun penggunaan yang lebih tak terduga. Dengan Big Data dapat memproses dan mengolah data dalam jumlah yang besar dari berbagai sumber dengan variasi data berbeda, baik yang terstruktur (data structure) ataupun tidak terstruktur (data unstructured) untuk mendapatkan pola-pola yang terjadi sehingga dapat ditemukan korelasi dan menghasilkan informasi yang berguna dengan cepat. Hal utama yang membedakan big data dengan kumpulan data konvensional terletak pada mekanisme pengelolaannya. Sistem basis data relasional yang saat ini umum digunakan, sudah dirasakan tidak mampu menangani kompleksitas big data secara optimal. Dengan disadari atau tidak, institusi, lembaga, organisasi, perusahaan, masyarakat moderen saat ini, khususnya di kota-kota besar, termasuk di Indonesia telah memiliki ketergantungan terhadap Internet. Sebagai suatu infrastruktur, kehadiran Internet telah bertumbuh menjadi kebutuhan untuk berkomunikasi, bertukar pikiran, bahkan menjadi suatu saluran untuk mencurahkan isi hati. Masih banyak kalangan, bicara soal data seringkali masih diartikan terbatas pada data berupa angka atau statistik. Data dianalogikan hanya diproduksi oleh kalangan tertentu saja, seperti peneliti, pakar keuangan, ilmuwan, dll. Padahal menurut definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia (Daring) milik Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI, data adalah keterangan yg benar dan nyata: pengumpulan untuk memperoleh keterangan atau bahan nyata yg dapat dijadikan dasar kajian (analisis atau kesimpulan).
Definisi tersebut jelas tidak membatasi bahwa data harus berupa angka atau data harus dikeluarkan oleh siapa. Tanpa disadari setiap individu saat ini menghasilkan serta berurusan dengan data. Mulai dari data sederhana berupa posting di Facebook, obrolan di WhatsApp, hingga data penting seperti presentasi tender milyaran rupiah kepada klien. Sejumlah pakar memprediksi bahwa saat ini diperkirakan sekitar 2.5 triliun byte data dihasilkan setiap harinya. Mesin pencari google saja konon memproses 3.5 juta permintaan/ hari dan Facebook menayangkan 300 juta foto/ hari. Belum lagi sumber-sumber lain yang jumlahnya tak terbatas. Sangat Luar biasa bukan? Data yang terus menerus mengalir setiap detik, luar biasa banyak dan beragam itulah yang kemudian dikenal dengan istilah Big Data. Big Data memungkinkan ditemukannya pola-pola tersembunyi, korelasi data tak terduga, market trend, selera konsumen, dan informasi bisnis berharga lainnya. Dimulai dengan pencarian sumber data, mengekstrak seluruh data yang menjadi perhatian, menganalisa keterhubungan data, mengelompokkan hasil analisa menjadi kumpulan informasi, kemudian informasi tersebut divisualisasikan untuk memudahkan pengguna dalam menangkap hasil analisa sehingga pengguna mendapatkan insight dalam membuat strategi. Dampak akhirnya tentunya peningkatan kinerja organisasi, bisnis, mulai dari efektivitas program marketing, peluang pendapatan baru, pemahaman konsumen yang lebih baik, daya saing perusahaan, serta berbagai manfaat bisnis lainnya. Meskipun sekarang mungkin belum banyak pihak memanfaatkan inovasi ini, namun semua hanyalah soal waktu. Sama halnya ketika internet pertama kali dikenalkan sekitar dua dekade lalu. Tidak semua perusahaan langsung mengadopsinya kala itu. Sekarang, tidak ada institusi, lembaga, organisasi, perusahaan yang tidak membutuhkan internet. Mengapa? Karena "lilitan" data yang semakin rumit akan memaksa banyak pihak untuk mencoba menguraikannya dan menjadikannya bermanfaat. Contoh sederhana. Di era tahun 1980-an, bisa jadi hanya ada 100 perguruan tinggi di Indonesia. Tapi kini, seiring perkembangan dan kebutuhan pendidikan tinggi dan kemajuan teknologi dan kompetensi, berbagai perguruan tinggi bermunculan. Setiap perguruan tinggi kini harus bisa menunjukkan "kelebihannya" di mata konsumen, alias harus jelas positioning-nya. Aktivitas riset pun mulai menjadi pilar pengembangan strategi bisnis, untuk mengetahui secara pasti apa keinginan pasar, bagaimana kondisi lapangan, dsb. Kehadiran Big Data merupakan suatu terobosan yang dapat membantu berbagai macam aktivitas di era global, tak terkecuali dengan perguruan tinggi. Teknologi Big Data semakin banyak diaplikasikan seiring dengan volume data yang terus meningkat karena layanan berbasis online juga terus berkembang. Salah satu kemudahan yang ditawarkan oleh Big Data, yaitu mengumpulkan data yang berskala sangat besar, meski belum terstruktur, namun dapat diolah untuk proses pengambilan keputusan, turut faktor yang berperan dalam meningkatkan poularitasnya. Beberapa prinsip dari big data adalah tidak membuang data apapun karena residu tersebut mungkin akan menjadi penting sejalannya waktu. Berikutnya, real-time processing. Sedangkan untuk menghadapi variasi data yang tinggi, big data menciptakan struktur melalui ekstraksi, transformasi, tanpa harus membuang data mentah yang dimiliki. Hal yang utama yang yang menyertai perkembangan dan pengelolaan big data, yaitu: 1). infrastruktur jaringan komputer; 2). normalisasi (penyamaan) persepsi terhadap data (data science); 3). big data sebagai fondasi untuk collaborative intelligence; dan 4). perlunya kesaradaran akan nilai informasi yang mengiringi citra diri seseorang, sebuah organisasi ataupun institusi.
Pemerintah, para pemangku pendidikan tinggi, intitusi dan lembaga lainnya harus dapat memahami tentang fenomena big data yang mulai menghinggapi Indonesia. Big data ini relevan sekali untuk dapat dimanfaatkan, khususnya dalam rangka inovasi pendidikan, pengembangan mutu dunia pendidikan tinggi Indonesia. Dulu untuk mengetahui data dan informasi perkembangan di segala bidang (pendidikan, bisnis, ekonomi, social, politik, dsb) biasanya memakan waktu berbulan-bulan, saat ini bisa diselesaikan dalam waktu yang jauh lebih singkat. Dampaknya? Organisasi, intitusi pendidikan, lembaga, perusahaan semakin lincah dan responsif menanggapi perubahan atau dinamika bisnis lainnya. Dengan big data, dari kultur yang banyak tergantung pada keputusan berbasis insting dan pengalaman, menjadi budaya pengambilan keputusan yang lebih objektif, berbasis data, dan memanfaatkan kekuatan teknologi. Jadi, individu dan organisasi juga harus terdorong untuk berubah. Kemampuan mengetahui lebih banyak, dapat menciptakan produk baru, memberikan layanan yang lebih baik, menjalin hubungan dengan stakeholders yang harmonis dan berkelanjutan. Jika tidak, selengkap dan secepat apa pun informasi berharga yang dihasilkan oleh Big Data, akan berakhir sebatas tampilan indah di layar computer Perkembangan teknologi Big Data ke depan tidak melulu terkait dengan inovasi perangkat/ tools. Kelahiran teknologi ini juga mendorong terciptanya paradigma baru dalam menjalankan bisnis di segala bidang. Tantangan terbesar dalam adopsi Big Data di sebuah organisasi, intitusi, lembaga, perusahaan adalah menciptakan evolusi dari budaya "merasa serba tahu" menjadi budaya belajar. Memasuki era Big Data artinya (harus) siap memasuki era penuh inovasi, kreatifitas, petualangan tanpa batas. Semoga bermanfaat. Salam pendidikan tinggi indonesia !
Kampus Sebagai Pusat Peradaban Masyarakat Modern (Mengaplikasikan Paradigma Kampus Sebagai Pusat Peradaban Masyarakat Modern) Sebelum membahasa kampus lebih jauh, ada baiknya kita pahami dulu dengan baik arti kata 'kampus' yang sebenarnya. Kita sering kali mendengar kata kampus, tetapi kita belum tahu arti dan makna kata kampus itu sendiri. Secara tidak langsung, mahasiswa, dosen, masyarakat umum mereka sering mengucapkannya secara spontanitas, Ada sebagian orang yang tahu arti kampus itu sendiri, tetapi hanya sebagian kecil saja Terutama mahasiswa yang memang benar-benar menggeluti ―kampus‖ itu sendiri. Sebelum kita cari tahu maknanya, kita lihat dulu sejarahnya. Pada awal mulanya, kata kampus hanya ditujukan untuk daerah yang luas atau lapangan. Kemudian pada abad ke-18 kata kampus digunakan untuk menggambarkan sebuah universitas Collage Of New Jersey yang sekarang berganti nama menjadi Princeton University. Dan ketika masuk abad ke-20 barulah kata kampus dikembangkan menjadi makna sebuah universitas atau perguruan tinggi. Namun masih ada juga yang menggunakan kata kampus untuk menyebutkan tempat yang luas atau bangunan yang luas, baik itu bangunan untuk proses belajar-mengajar atau bangunan yang lainnya. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kata kampus menunjukan daerah lingkungan bangunan utama perguruan tinggi (universitas, akademi) tempat semua kegiatan belajar-mengajar dan administrasi
berlangsung. Sedangkan menurut Wikipedia, kata kampus berasal dari bahasa latin, yaitu campus yang berarti ―lapangan luas‖, Dalam pengertian modern, kampus berarti, sebuah kompleks atau daerah tertutup yang merupakan kumpulan gedung-gedung universitas atau perguruan tinggi. Dua definisi kampus diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa kata kampus itu sebenarnya berasal dari kata latin campus yang sudah di Inggris-kan menjadi Campus yang berarti ‗bangunan‘ dari sebuah institusi seperti perguruan tinggi dan akademi guna untuk proses kegiatan belajar-mengajar. Di Indonesia, umumnya istilah kampus itu identik dengan sebuah perguruan tinggi atau sekolah-sekolah akademi. Baik itu perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta. Bahkan biasanya kampus itu tidak digunakan untuk proses belajar-mengajar saja, tetapi kampus itu meliputi seluruh bangunan yang ada di kompleks perguruan tinggi tersebut. Seperti bangunan kantor administrasi, gedung kemahasiswaan, perpustakaan, Masjid, bahkan kantin pun juga tergolong kampus, jika masih berada dalam kompleks kampus tersebut. Bicara soal kampus, sudah pasti berkaitan dengan dunia perkuliahan dan semua aktivitas-aktivitas yang terjadi di kampus. Kampus tidak hanya tempat untuk mengembangkan keilmuan, tetapi juga membentuk kepribadian, kemandirian, keterampilan sosial, dan karakter. Kampus sebagai lembaga pendidikan tinggi, selayaknya memiliki komitmen untuk melaksanakan dan mengawal pembentukan karakter bangsa. Pengembangan Ipteks dan budaya akademik menjadi titik temu antara upaya pembinaan karakter dengan peningkatan kualitas sebagai hasil dari proses pendidikan tinggi . Kampus adalah tempat kaderisasi calon-calon pemimpin bangsa dimasa depan.Sudah sering disebutkan bahwa kampus adalah miniatur masyarakat dan itu memang tepat. Di kampus berbagai orang dengan berbagai latar belakang, ras, agama, pemikiran,ideologi dan kepentingan berkumpul dalam sebuah sistem.Tak ubahnya dalam sebuah masyarakat. Walapun memang tingkat kompleksitasnya tidak setinggi di masyarakat. Cerminan masyarakat di masa yang akan datang bisa dilihat dari kondisi kampus. Kampus sebagai tempat pengkaderan pemimpin masa depan bangsa memiliki arti bahwa kampus adalah sebuah tempat dimana input masyarakat yang masuk dibentuk oleh atmosfer dan dinamika sistem kampus sehingga ketika lulus ia telah terwarnai dan kelak akan mewarnai kehidupan masyarakat.Melihat angka kuliah di Indonesia yang cukup rendah yaitu hanya sekitar 18 persen ini menunjukkan bahwa hanya segelintir orang saja yang bisa mengecapi nikmatnya berkuliah dan dari segelintir orang inilah nantinya diharapkan terlahir para pengisi pos-pos strategis yang akan berperan dalam pembangunan bangsa,baik itu dalam bidang politik, intelektual, ekonomi maupun sosial dan budaya.Kader-kader kampus yang sedikit ini memiliki kapasitas intelektual yang lebih sehingga mereka berhak mengisi fungsi-fungsi kepemimpinan di masyarakat di berbagai bidang. Kampus sebagai pusat peradaban masyarakat modern memiliki makna bahwa dari kampuslah bermula berbagai gagasan, inspirasi, serta motor dalam hal ini sumber daya mahasiswanya yang akan mewarnai dan menentukan arah perjalanan bangsa.‖Mata air-mata air‖ yang tersebar di seluruh Indonesia diharapkan dapat mengalirkan gagasan,inspirasi serta aksi dari motor-motor penggeraknya sehingga dapat ―menghidupkan‖ gairah serta vitalitas pembangunan. Untuk setiap kampus dengan tempatnya masing-masing, makna dari kampus sebagai pusat mata air kehidupan memberikan gambaran bahwa kampus adalah sebuah sumber keunggulan yang mentransfer keunggulannya itu ke lingkungan sekitarnya layaknya mata air yang mengalirkan air ke lingkungan sekitarnya sehingga vegetasi disekitarnya tumbuh dengan subur. Kampus seharusnya dapat menjadi sumber energi pembangunan bagi lingkungan masyarakat yang ada disekitarnya.
Disinilah paradigma pusat peradaban kehidupan menampakkan bentuknya. Paradigma kampus sebagai peradaban masyarakat manghendaki manajemen kampus menjadi sebuah menajemen yang rapih dan bisa menjalankan tujuan-tujuannya secara efektif dan efisien.Paradigma peradaban masyarakat modern juga menghendaki kampus sebagi sebuah sistem dengan segala dinamikanya yang mencerminkan vitalitas dan gairah dalam membangun karakter mahasiswanya dengan sungguh-sungguh. Pendidikan yang dijalankan adalah pendidikan dengan basis pembangunan karakter. Sementara karekter yang dibangun adalah religious dan humanis. Paradigma ini juga menuntut adanya maksimalisasi peran kampus dalam pengkajian produk-produk akademis dengan orientasi pembangunan kesejahteraan masyarakat. Paradigma ini menekankan kampus sebagai sebuah sistem yang menampilkan kesungguh-sungguhan serta profesionalitas tingkat tinggi dalam segala aspeknya. Kampus sebagai pusat peradaban masyarakat modern menjunjung tinggi integritas dan menjaga nilai-nilai Good Governance jauh dari korupsi dan keculasan lainnya. Budaya korup baik itu dipraktekan oleh mahasiswanya melalui nyontek saat ujian atau menitipkan absen atau juga pemalsuan data skripsi maupun oleh birokrat kampusnya yang menyelewengkan dana mahasiswa nya adalah cerminan gagalnya proses pendidikan di kampus. Belum lagi bentuk-bentuk pelanggaran nilai integritas yang lain. Sepatutnya kampus adalah lembaga yang sangat menjunjung tinggi integritas.‖Knowledge is power but character is more‖ kata sebuah ungkapan. Pengembangan karakter melalui penjagaan integritas merupakan harga mati bagi sebuah institusi pendidikan,sebab bila kondisinya antithesis akan menyebabkan proses ini berbalik hingga menjadikan kampus pencetak koruptor-koruptor pintar dan penjahat-penjahat canggih. Kondisi saat ini masih banyak kampus di Indonesia yang terjebak pada antithesis dari paradigm tadi. Seperti umum diketahui masih banyak kampus yang pelayanannya jauh dari profesionalitas baik dalam pelayanan akademik maupun kualitas pengajaran.Hal ini akan terkait dengan standarisasi mutu atau akreditasi, efektifitas dan efisiensi otonomi serta akuntabilitas. Hal ini makin miris jika ditambah adanya fakta tawuran antar mahasiswa berbeda kampus dan bentrokan fisik antara mahasiswa dengan birokrat kampusnya. Jika kampus tidak mampu mencetak kader-kader masa depan yang berbudi dan berkualitas maka hal ini akan antithesis dengan apa yang diharapkan dari proses kaderisasi pemimpin masa depan bangsa.Jika kampus sebagai pusat peradaban masyarakat modern sudah tercemar maka ia akan mengalirkan racun dan permasalahan bagi masyarakat di sekitarnya. Potensi pencemaran ini bukan hanya terjadi akibat proses dari sistem atau struktur sistem itu yang salah namun juga berasal dari faktor sosial dan budaya seperti atmosfer kehidupan sosial di kampus itu sendiri. Contohnya ada opini yang cukup mengkhawatirkan bahwa saat ini lembaga pendidikan sebagian cenderung menjadi ―sarang kemaksiatan baru‖. Sebagaiman kita ketahui free sex dan hedonisme telah cukup merebak di kampus-kampus di tanah air. Hal ini mempengaruhi pandangan hidup generasi muda tentang perannya di masyarakat. Kondisi mengkhawatirkan lain adalah egoisme individu yang merupakan salah satu dampak dari borok hedonisme.Hal ini nampak dari ketidakpedulian dan ketidakpekaan mahasiswa atau generasi muda pada lingkungannya.Hal ini kurang sejalan dengan apa yang diharapkan pada salah satu poin pada Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pengabdian Masyarakat. Ketidakpedulian ini juga bisa jadi bersumber dari apatisme dan lemahnya cakrawala berpikir. Selanjutnya bentuk pengejawantahan lain dari paradigma ini adalah menyadari bahwa kampus berada pada irisan ketiga lingkungan yaitu lingkungan masyarakat ekonomi, lingkungan masyarakat politik, hukum dan peradilan serta masyarakat sipil. Oleh karenanya dalam kiprahnya kampus harus memberikan porsi yang seimbang pada ketiganya.Hal ini jika sudut pandang yang diambil adalah sudut pandang skala besar.
Dalam tataran yang lebih kecil, kampus sebagai pusat peradaban masyarakat modern harus memberikan konstribusi melalui program-program pengembangan dan pembangunan masyarakat secara umum (Community Development). Otonomi yang telah diberikan kepada kampus jangan sampai malah menjadikan bergesernya arah fungsi pengabdian masyarakat menjadi egoisme organisasi apalagi hingga kapitalisasi kampus. Sisi positif dari otonomi kampus adalah harapan adanya peningkatan performance kampus, sebab kampus merupakan lembaga nirlaba yang secara teori kapasitas performance-nya bergantung dari donasi sponsor kini bisa mengalihkan dorongan berprestasinya menjadi bersumber pada mengusahakan kepuasan stakeholder. Communnity Development, selain sebagai sarana yang bisa meningkatkan citra positif harus dipertahankan menjadi misi utama kampus sebab apabila kampus kehilangan semangat dalam menjalankan misi itu, akan timbul lack of trust dari masyarakat yang pada gilirannya wibawa kampus sebagai pusat peradaban masyarakat akan hilang dan tujuan-tujuan utamanya akan tergerus. Membangun kampus sebagai pusat peradaban masyarakat modern merupakan kerja besar yang sangat strategis untuk menentukan arah perjalanan bangsa dimasa depan. Ini harus merupakan kerja keras dari semua pihak. Selain hal-hal di atas, dalam dunia kampus proses pembelajaran menjadi hal yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan proses belajar mengajar di jenjang pendidikan sebelumnya. Ada begitu banyak hal yang benar-benar harus diperhatikan disini. Sistem pendidikan yang menuntut pendidik (dosen) untuk lebih aktif mengajar dan memberikan ilmu pada peserta didik, sebaliknya, mahasiswalah yang harus lebih aktif dan mandiri dalam proses pembelajaran. Dunia kampus, berisi orang -orang “hebat� baik dari kalangan dosen, alumni ataupun mahasiswa yang rasanya sangat sayang jika tidak menimba ilmu dari mereka. Setidaknya kecipratan dan ketularan. Untuk bertanya tentang berbagai hal, tidak susah untuk mengakses karena banyak pakar yang bisa dijadikan rujukan. Dunia kampus tidak hanya mengajarkan kita dalam mengejar target-taget nilai (belajar) tetapi juga secara tersirat mengajarkan kita bagimana berinteraksi dengan masyarakan luar secara langsung. Oleh karena itu, dalam kehidupan kampus peluang bagi seluruh civitas akademika khususnya mahasiswa untuk mengembangkan kepribadiannya menjadi begitu besar. Mahasiswa dituntut untuk bisa mengembangkan kreatifivitas dan inovasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Masyarakat Kampus, dan Budaya Akademik Mahasiswa sebagai bagian masyarakat ilmiah, perlu sadar bahwasanya kampus tempat belajar, mengembangkan ilmu pengetahuan, bersosialisasi, berinteraksi, tempat memberi dan menerima, tempat bertanya dan menjawab, wahana miniatur bagi kehidupan di luar kampus yang sebenarnya, yang mungkin lebih liar dan berbahaya. Unpredictable. Bagi banyak orang lain mungkin kampus memiliki artinya masingmasing. Memiliki ceritanya masing-masing. entah sedih, susah, senang, dan cinta. Kampus tidak akan pernah menjadi kampus kalau hanya bicara perihal tempat saja. Orang-orang, termasuk interaksi sosial di dalamnya yang membuat kampus itu menjadi ―kampus‖. Kampus merupakan tempat berkembang. Kampus, bisa membuat ukuran menjadi tidak berarti. Membuat yang 35 hektar seakan-akan terasa seluas negeri ini. Maka siapa yang merasa tidak cukup dengan hanya menguasai kampus ini? Semuanya ada. Sistem hampir menyerupai negara, orang-orangnya sama beragamnya. Maka sangat lumrah jika kita sering melihat banyak mahasiswa yang rela mengorbankan waktunya, memberikan seluruh hidupnya di kampus. Betah beraktifitas di kampus, melakukan riset, belajar dan praktek di lab, perpustakaan, dan lain sebagainya. Banyak karya dan inovasi yang dapat dihasilkan dari kampus dengan budaya ilmiah dan
akademiknya. Hanya disayangkan, kampus yang oleh undang-undang diberi otonomi bidang akademik dan non-akademik lebih tertarik mengembangkan kemandirian non-akademik, terutama dalam mencari sumber pemasukan, seperti bermacam jalur penerimaan mahasiswa, model pembayaran uang kuliah, membuka program studi dan atau kegiatan yang laris manis. Pengelola kampus akhirnya lebih fokus memikirkan strategi mencari dana daripada strategi menghidupkan budaya ilmiah. Dalam dunia kampus, hal yang tidak bisa dipisahkan dari budaya dan etika akademik. Kampus menjadi motor penggerak utama pembangunan budaya dan etika akademik melalui berbagai kegiatan ilmiah yang dilakukan. Kampus sebagai intitusi/lembaga harus memperbesar jumlah dan peran masyarakatnya dalam upaya membangun budaya akademik. Pembentukan budaya akademik juga ditentukan oleh dasar dan orientasi kebijakan kampus. Ide-ide yang dijalankan, peraturan, dan filosofi administrasi, manajemen, serta hubungan interpersonal berpengaruh besar kepada pembentukan pandangan, spirit, etika, dan atmosfer lingkungan akademik. Karena itu, setiap keputusan yang diambil harus senantiasa melekat kepada fungsi utama pendidikan tinggi yang menurut Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Pasal 4), adalah mengembangkan kemampuan akal budi dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui tridarma. Tridarma yang terdiri dari pendidikan dan pengajaran; penelitian; dan pengabdian masyarakat adalah bentuk pengamalan fungsi dasar perguruan tinggi. Pendidikan dan pengajaran, selain mentransmisikan pengetahuan dan informasi ilmiah, juga membentuk pandangan dan sikap ilmiah. Lulusan kampus diharapkan mendarmabaktikan dirinya kepada masyarakat dengan melakukan pencerahan dan memecahkan berbagai masalah berdasarkan pengalaman dan prinsip ilmiah yang diperolehnya sesuai dengan moto, "Ilmu sebagai alat pengabdian". Darma pengabdian sejatinya adalah bagaimana kampus, langsung atau tak langsung, menjalankan fungsi saintifik di antaranya mengeksplanasi, memprediksi, serta mendorong masyarakat agar terhindar dari petaka/kerugian atau memanfaatkan peluang dari perkembangan perilaku alami dan manusiawi. Kampus sebagai lembaga pendidikan tinggi dengan pusat pengkajian dan penelitiannya seharusnya menjadi mitra tak terpisahkan bagi pemerintah dan industri. Kampus menawarkan banyak cara cara untuk berkarya, mengabdi, dan mengusahakan solusi bagi masyarakat. Membuat warna-warni dunia dengan karya di berbagai bidang. Fenomena yang terjadi, masyarakat semakin mudah terinformasikan dengan derasnya terpaan informasi yang didukung penuh dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang makin pesat. Apa yang rakyat serukan, akan mudah terdengar dan sampai pada pemerintah dengan cepat. Era media sosial, ketika suara masyarakat bisa kita lihat hanya dari trending topic di twitter, foto-foto dengan beratus ribu like di instagram, dan postingan dengan berkali-kali dishare ulang oleh para pengguna. Masyarakat kini lebih sering beraspirasi di media lalu pemerintah langsung mendengarnya tanpa melalui wakil rakyat. Begitu juga dengan ―penyambung lidah masyarakat‖. Mahasiswa sebagai penyambing lidah masyarakat, apakah masih berlaku sampai sekarang?? Atau mungkin masyarakat sudah tidak butuh lagi penyambung lidah itu karena sudah ada cara-cara sendiri seperti yang telah disebutkan. Mahasiswa kini memiliki arti berbeda-beda pada setiap orangnya. Jika masyarakat ditanya, secara tidak sadar mereka akan menjawab bahwa mahasiswa hanyalah orang-orang yang memiliki kewajiban untuk belajar dan lulus. Tidak berharap lebih dari itu. Bahkan ketika coba menanyakan, ―bagaimana harapan masyarakat terhadap mahasiswa?‖, jawabnya; cukup di doakan agar para mahasiswa sukses meraih masa depannya.
Masyarakat kampus (dosen, mahasiswa) harus lebih cerdas membaca perubahan zaman, terus bergerak melakukan perubahan melalui karya dan inovasi yang berdampak bagi diri sendiri juga masyarakat. Mahasiswa, kampus, adalah perpaduan yang seharusnya bisa terus beradaptasi dengan zaman. Dengan kondisi zaman yang seperti ini, sudah waktunya dosen, mahasiswa menaikan kapasitas diri dengan terus mengeksplor lebih jauh, lebih dalam, dan lebih luas dari sebelum-sebelumnya. Dimulai dari diri kita, lalu dunia. Semoga kampus dan seluruh masyarakat di dalamnya bisa benar-benar memberikan sebuah kontribusi untuk peradaban kehidupan masyarakat dan bangsa ini ke arah yang lebih baik. Semoga bermanfaat. Salam pendidikan tinggi indonesia !
Sebelum membahasa kampus lebih jauh, ada baiknya kita pahami dulu dengan baik arti kata 'kampus' yang sebenarnya. Kita sering kali mendengar kata kampus, tetapi kita belum tahu arti dan makna kata kampus itu sendiri. Secara tidak langsung, mahasiswa, dosen, masyarakat umum mereka sering mengucapkannya secara spontanitas, Ada sebagian orang yang tahu arti kampus itu sendiri, tetapi hanya sebagian kecil saja Terutama mahasiswa yang memang benar-benar menggeluti ―kampus‖ itu sendiri. Sebelum kita cari tahu maknanya, kita lihat dulu sejarahnya.
Pada awal mulanya, kata kampus hanya ditujukan untuk daerah yang luas atau lapangan. Kemudian pada abad ke-18 kata kampus digunakan untuk menggambarkan sebuah universitas Collage Of New Jersey yang sekarang berganti nama menjadi Princeton University. Dan ketika masuk abad ke-20 barulah kata kampus dikembangkan menjadi makna sebuah universitas atau perguruan tinggi. Namun masih ada juga yang menggunakan kata kampus untuk menyebutkan tempat yang luas atau bangunan yang luas, baik itu bangunan untuk proses belajar-mengajar atau bangunan yang lainnya. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kata kampus menunjukan daerah lingkungan bangunan utama perguruan tinggi (universitas, akademi) tempat semua kegiatan belajar-mengajar dan administrasi
[TYPE THE SENDER COMPANY NAME]
[ Typ e th e s en d er c om p a n y ad d r e s s ] [ Typ e t h e s en d er p h on e n u mb e r] [ Typ e th e s en d er e - ma i l ad d re s s ]
KAMPUS SEBAGAI PUSAT PERADABAN MASYARAKAT MODERN (Mengaplikasikan Paradigma Kampus Sebagai Pusat Peradaban Masyarakat Modern)
berlangsung. Sedangkan menurut Wikipedia, kata kampus berasal dari bahasa latin, yaitu campus yang berarti ―lapangan luas‖, Dalam pengertian modern, kampus berarti, sebuah kompleks atau daerah tertutup yang merupakan kumpulan gedung-gedung universitas atau perguruan tinggi. Dua definisi kampus diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa kata kampus itu sebenarnya berasal dari kata latin campus yang sudah di Inggris-kan menjadi Campus yang berarti ‗bangunan‘ dari sebuah institusi seperti perguruan tinggi dan akademi guna untuk proses kegiatan belajar-mengajar. Di Indonesia, umumnya istilah kampus itu identik dengan sebuah perguruan tinggi atau sekolah-sekolah akademi. Baik itu perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta. Bahkan biasanya kampus itu tidak digunakan untuk proses belajar-mengajar saja, tetapi kampus itu meliputi seluruh bangunan yang ada di kompleks perguruan tinggi tersebut. Seperti bangunan kantor administrasi, gedung kemahasiswaan, perpustakaan, Masjid, bahkan kantin pun juga tergolong kampus, jika masih berada dalam kompleks kampus tersebut. Bicara soal kampus, sudah pasti berkaitan dengan dunia perkuliahan dan semua aktivitas-aktivitas yang terjadi di kampus. Kamous tidak hanya tempat untuk mengembangkan keilmuan, tetapi juga membentuk kepribadian, kemandirian, keterampilan sosial, dan karakter. Kampus sebagai lembaga pendidikan tinggi, selayaknya memiliki komitmen untuk melaksanakan dan mengawal pembentukan karakter bangsa. Pengembangan Ipteks dan budaya akademik menjadi titik temu antara upaya pembinaan karakter dengan peningkatan kualitas sebagai hasil dari proses pendidikan tinggi . Kampus adalah tempat kaderisasi calon-calon pemimpin bangsa dimasa depan.Sudah sering disebutkan bahwa kampus adalah miniatur masyarakat dan itu memang tepat. Di kampus berbagai orang dengan berbagai latar belakang, ras, agama, pemikiran,ideologi dan kepentingan berkumpul dalam sebuah sistem.Tak ubahnya dalam sebuah masyarakat. Walapun memang tingkat kompleksitasnya tidak setinggi di masyarakat. Cerminan masyarakat di masa yang akan datang bisa dilihat dari kondisi kampus. Kampus sebagai tempat pengkaderan pemimpin masa depan bangsa memiliki arti bahwa kampus adalah sebuah tempat dimana input masyarakat yang masuk dibentuk oleh atmosfer dan dinamika sistem kampus sehingga ketika lulus ia telah terwarnai dan kelak akan mewarnai kehidupan masyarakat.Melihat angka kuliah di Indonesia yang cukup rendah yaitu hanya sekitar 18 persen ini menunjukkan bahwa hanya segelintir orang saja yang bisa mengecapi nikmatnya berkuliah dan dari segelintir orang inilah nantinya diharapkan terlahir para pengisi pos-pos strategis yang akan berperan dalam pembangunan bangsa,baik itu dalam bidang politik, intelektual, ekonomi maupun sosial dan budaya.Kader-kader kampus yang sedikit ini memiliki kapasitas intelektual yang lebih sehingga mereka berhak mengisi fungsi-fungsi kepemimpinan di masyarakat di berbagai bidang. Kampus sebagai pusat peradaban masyarakat modern memiliki makna bahwa dari kampuslah bermula berbagai gagasan, inspirasi, serta motor dalam hal ini sumber daya mahasiswanya yang akan mewarnai dan menentukan arah perjalanan bangsa.‖Mata air-mata air‖ yang tersebar di seluruh Indonesia diharapkan dapat mengalirkan gagasan,inspirasi serta aksi dari motor-motor penggeraknya sehingga dapat ―menghidupkan‖ gairah serta vitalitas pembangunan. Untuk setiap kampus dengan tempatnya masing-masing, makna dari kampus sebagai pusat mata air kehidupan memberikan gambaran bahwa kampus adalah sebuah sumber keunggulan yang mentransfer keunggulannya itu ke lingkungan sekitarnya layaknya mata air yang mengalirkan air ke lingkungan sekitarnya sehingga vegetasi disekitarnya tumbuh dengan subur. Kampus seharusnya dapat menjadi sumber energi pembangunan bagi lingkungan masyarakat yang ada disekitarnya.
Disinilah paradigma pusat peradaban kehidupan menampakkan bentuknya. Paradigma kampus sebagai peradaban masyarakat manghendaki manajemen kampus menjadi sebuah menajemen yang rapih dan bisa menjalankan tujuan-tujuannya secara efektif dan efisien.Paradigma peradaban masyarakat modern juga menghendaki kampus sebagi sebuah sistem dengan segala dinamikanya yang mencerminkan vitalitas dan gairah dalam membangun karakter mahasiswanya dengan sungguh-sungguh. Pendidikan yang dijalankan adalah pendidikan dengan basis pembangunan karakter. Sementara karekter yang dibangun adalah religious dan humanis. Paradigma ini juga menuntut adanya maksimalisasi peran kampus dalam pengkajian produk-produk akademis dengan orientasi pembangunan kesejahteraan masyarakat.Paradigma ini menekankan kampus sebagai sebuah sistem yang menampilkan kesungguhsungguhan serta profesionalitas tingkat tinggi dalam segala aspeknya. Kampus sebagai pusat peradaban masyarakat modern menjunjung tinggi integritas dan menjaga nilai-nilai Good Governance jauh dari korupsi dan keculasan lainnya. Budaya korup baik itu dipraktekan oleh mahasiswanya melalui nyontek saat ujian atau menitipkan absen atau juga pemalsuan data skripsi maupun oleh birokrat kampusnya yang menyelewengkan dana mahasiswa nya adalah cerminan gagalnya proses pendidikan di kampus. Belum lagi bentuk-bentuk pelanggaran nilai integritas yang lain. Sepatutnya kampus adalah lembaga yang sangat menjunjung tinggi integritas.‖Knowledge is power but character is more‖ kata sebuah ungkapan. Pengembangan karakter melalui penjagaan integritas merupakan harga mati bagi sebuah institusi pendidikan,sebab bila kondisinya antithesis akan menyebabkan proses ini berbalik hingga menjadikan kampus pencetak koruptor-koruptor pintar dan penjahat-penjahat canggih. Kondisi saat ini masih banyak kampus di Indonesia yang terjebak pada antithesis dari paradigm tadi. Seperti umum diketahui masih banyak kampus yang pelayanannya jauh dari profesionalitas baik dalam pelayanan akademik maupun kualitas pengajaran.Hal ini akan terkait dengan standarisasi mutu atau akreditasi, efektifitas dan efisiensi otonomi serta akuntabilitas. Hal ini makin miris jika ditambah adanya fakta tawuran antar mahasiswa berbeda kampus dan bentrokan fisik antara mahasiswa dengan birokrat kampusnya. Jika kampus tidak mampu mencetak kader-kader masa depan yang berbudi dan berkualitas maka hal ini akan antithesis dengan apa yang diharapkan dari proses kaderisasi pemimpin masa depan bangsa.Jika kampus sebagai pusat peradaban masyarakat modern sudah tercemar maka ia akan mengalirkan racun dan permasalahan bagi masyarakat di sekitarnya. Potensi pencemaran ini bukan hanya terjadi akibat proses dari sistem atau struktur sistem itu yang salah namun juga berasal dari faktor sosial dan budaya seperti atmosfer kehidupan sosial di kampus itu sendiri. Contohnya ada opini yang cukup mengkhawatirkan bahwa saat ini lembaga pendidikan sebagian cenderung menjadi ―sarang kemaksiatan baru‖. Sebagaiman kita ketahui free sex dan hedonisme telah cukup merebak di kampus-kampus di tanah air. Hal ini mempengaruhi pandangan hidup generasi muda tentang perannya di masyarakat. Kondisi mengkhawatirkan lain adalah egoisme individu yang merupakan salah satu dampak dari borok hedonisme.Hal ini nampak dari ketidakpedulian dan ketidakpekaan mahasiswa atau generasi muda pada lingkungannya.Hal ini kurang sejalan dengan apa yang diharapkan pada salah satu poin pada Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pengabdian Masyarakat. Ketidakpedulian ini juga bisa jadi bersumber dari apatisme dan lemahnya cakrawala berpikir. Selanjutnya bentuk pengejawantahan lain dari paradigma ini adalah menyadari bahwa kampus berada pada irisan ketiga lingkungan yaitu lingkungan masyarakat ekonomi, lingkungan masyarakat politik, hukum dan peradilan serta masyarakat sipil. Oleh karenanya dalam kiprahnya kampus harus memberikan porsi yang seimbang pada ketiganya.Hal ini jika sudut pandang yang diambil adalah sudut pandang skala besar.
Dalam tataran yang lebih kecil, kampus sebagai pusat peradaban masyarakat modern harus memberikan konstribusi melalui program-program pengembangan dan pembangunan masyarakat secara umum (Community Development). Otonomi yang telah diberikan kepada kampus jangan sampai malah menjadikan bergesernya arah fungsi pengabdian masyarakat menjadi egoisme organisasi apalagi hingga kapitalisasi kampus. Sisi positif dari otonomi kampus adalah harapan adanya peningkatan performance kampus, sebab kampus merupakan lembaga nirlaba yang secara teori kapasitas performance-nya bergantung dari donasi sponsor kini bisa mengalihkan dorongan berprestasinya menjadi bersumber pada mengusahakan kepuasan stakeholder. Communnity Development, selain sebagai sarana yang bisa meningkatkan citra positif harus dipertahankan menjadi misi utama kampus sebab apabila kampus kehilangan semangat dalam menjalankan misi itu, akan timbul lack of trust dari masyarakat yang pada gilirannya wibawa kampus sebagai pusat peradaban masyarakat akan hilang dan tujuan-tujuan utamanya akan tergerus. Membangun kampus sebagai pusat peradaban masyarakat modern merupakan kerja besar yang sangat strategis untuk menentukan arah perjalanan bangsa dimasa depan. Ini harus merupakan kerja keras dari semua pihak. Selain hal-hal di atas, dalam dunia kampus proses pembelajaran menjadi hal yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan proses belajar mengajar di jenjang pendidikan sebelumnya. Ada begitu banyak hal yang benar-benar harus diperhatikan disini. Sistem pendidikan yang menuntut pendidik (dosen) untuk lebih aktif mengajar dan memberikan ilmu pada peserta didik, sebaliknya, mahasiswalah yang harus lebih aktif dan mandiri dalam proses pembelajaran. Dunia kampus, berisi orang -orang “hebat� baik dari kalangan dosen, alumni ataupun mahasiswa yang rasanya sangat sayang jika tidak menimba ilmu dari mereka. Setidaknya kecipratan dan ketularan. Untuk bertanya tentang berbagai hal, tidak susah untuk mengakses karena banyak pakar yang bisa dijadikan rujukan. Dunia kampus tidak hanya mengajarkan kita dalam mengejar target-taget nilai (belajar) tetapi juga secara tersirat mengajarkan kita bagimana berinteraksi dengan masyarakan luar secara langsung. Oleh karena itu, dalam kehidupan kampus peluang bagi seluruh civitas akademika khususnya mahasiswa untuk mengembangkan kepribadiannya menjadi begitu besar. Mahasiswa dituntut untuk bisa mengembangkan kreatifivitas dan inovasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Masyarakat Kampus, dan Budaya Akademik Mahasiswa sebagai bagian masyarakat ilmiah, perlu sadar bahwasanya kampus tempat belajar, mengembangkan ilmu pengetahuan, bersosialisasi, berinteraksi, tempat memberi dan menerima, tempat bertanya dan menjawab, wahana miniatur bagi kehidupan di luar kampus yang sebenarnya, yang mungkin lebih liar dan berbahaya. Unpredictable. Bagi banyak orang lain mungkin kampus memiliki artinya masingmasing. Memiliki ceritanya masing-masing. entah sedih, susah, senang, dan cinta. Kampus tidak akan pernah menjadi kampus kalau hanya bicara perihal tempat saja. Orang-orang, termasuk interaksi sosial di dalamnya yang membuat kampus itu menjadi ―kampus‖. Kampus merupakan tempat berkembang. Kampus, bisa membuat ukuran menjadi tidak berarti. Membuat yang 35 hektar seakan-akan terasa seluas negeri ini. Maka siapa yang merasa tidak cukup dengan hanya menguasai kampus ini? Semuanya ada. Sistem hampir menyerupai negara, orang-orangnya sama beragamnya. Maka sangat lumrah jika kita sering melihat banyak mahasiswa yang rela mengorbankan waktunya, memberikan seluruh hidupnya di kampus. Betah beraktifitas di kampus, melakukan riset, belajar dan praktek di lab, perpustakaan, dan lain sebagainya. Banyak karya dan inovasi yang dapat dihasilkan dari kampus dengan budaya ilmiah dan
akademiknya. Hanya disayangkan, kampus yang oleh undang-undang diberi otonomi bidang akademik dan non-akademik lebih tertarik mengembangkan kemandirian non-akademik, terutama dalam mencari sumber pemasukan, seperti bermacam jalur penerimaan mahasiswa, model pembayaran uang kuliah, membuka program studi dan atau kegiatan yang laris manis. Pengelola kampus akhirnya lebih fokus memikirkan strategi mencari dana daripada strategi menghidupkan budaya ilmiah. Dalam dunia kampus, hal yang tidak bisa dipisahkan dari budaya dan etika akademik. Kampus menjadi motor penggerak utama pembangunan budaya dan etika akademik melalui berbagai kegiatan ilmiah yang dilakukan. Kampus sebagai intitusi/lembaga harus memperbesar jumlah dan peran masyarakatnya dalam upaya membangun budaya akademik. Pembentukan budaya akademik juga ditentukan oleh dasar dan orientasi kebijakan kampus. Ide-ide yang dijalankan, peraturan, dan filosofi administrasi, manajemen, serta hubungan interpersonal berpengaruh besar kepada pembentukan pandangan, spirit, etika, dan atmosfer lingkungan akademik. Karena itu, setiap keputusan yang diambil harus senantiasa melekat kepada fungsi utama pendidikan tinggi yang menurut Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Pasal 4), adalah mengembangkan kemampuan akal budi dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui tridarma. Tridarma yang terdiri dari pendidikan dan pengajaran; penelitian; dan pengabdian masyarakat adalah bentuk pengamalan fungsi dasar perguruan tinggi. Pendidikan dan pengajaran, selain mentransmisikan pengetahuan dan informasi ilmiah, juga membentuk pandangan dan sikap ilmiah. Lulusan kampus diharapkan mendarmabaktikan dirinya kepada masyarakat dengan melakukan pencerahan dan memecahkan berbagai masalah berdasarkan pengalaman dan prinsip ilmiah yang diperolehnya sesuai dengan moto, "Ilmu sebagai alat pengabdian". Darma pengabdian sejatinya adalah bagaimana kampus, langsung atau tak langsung, menjalankan fungsi saintifik di antaranya mengeksplanasi, memprediksi, serta mendorong masyarakat agar terhindar dari petaka/kerugian atau memanfaatkan peluang dari perkembangan perilaku alami dan manusiawi. Kampus sebagai lembaga pendidikan tinggi dengan pusat pengkajian dan penelitiannya seharusnya menjadi mitra tak terpisahkan bagi pemerintah dan industri. Kampus menawarkan banyak cara cara untuk berkarya, mengabdi, dan mengusahakan solusi bagi masyarakat. Membuat warna-warni dunia dengan karya di berbagai bidang. Fenomena yang terjadi, masyarakat semakin mudah terinformasikan dengan derasnya terpaan informasi yang didukung penuh dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang makin pesat. Apa yang rakyat serukan, akan mudah terdengar dan sampai pada pemerintah dengan cepat. Era media sosial, ketika suara masyarakat bisa kita lihat hanya dari trending topic di twitter, foto-foto dengan beratus ribu like di instagram, dan postingan dengan berkali-kali dishare ulang oleh para pengguna. Masyarakat kini lebih sering beraspirasi di media lalu pemerintah langsung mendengarnya tanpa melalui wakil rakyat. Begitu juga dengan ―penyambung lidah masyarakat‖. Mahasiswa sebagai penyambing lidah masyarakat, apakah masih berlaku sampai sekarang?? Atau mungkin masyarakat sudah tidak butuh lagi penyambung lidah itu karena sudah ada cara-cara sendiri seperti yang telah disebutkan. Mahasiswa kini memiliki arti berbeda-beda pada setiap orangnya. Jika masyarakat ditanya, secara tidak sadar mereka akan menjawab bahwa mahasiswa hanyalah orang-orang yang memiliki kewajiban untuk belajar dan lulus. Tidak berharap lebih dari itu. Bahkan ketika coba menanyakan, ―bagaimana harapan masyarakat terhadap mahasiswa?‖, jawabnya; cukup di doakan agar para mahasiswa sukses meraih masa depannya.
Masyarakat kampus (dosen, mahasiswa) harus lebih cerdas membaca perubahan zaman, terus bergerak melakukan perubahan melalui karya dan inovasi yang berdampak bagi diri sendiri juga masyarakat. Mahasiswa, kampus, adalah perpaduan yang seharusnya bisa terus beradaptasi dengan zaman. Dengan kondisi zaman yang seperti ini, sudah waktunya dosen, mahasiswa menaikan kapasitas diri dengan terus mengeksplor lebih jauh, lebih dalam, dan lebih luas dari sebelum-sebelumnya. Dimulai dari diri kita, lalu dunia. Semoga kampus dan seluruh masyarakat di dalamnya bisa benar-benar memberikan sebuah kontribusi untuk peradaban kehidupan masyarakat dan bangsa ini ke arah yang lebih baik. Semoga bermanfaat. Salam pendidikan tinggi indonesia !
Krisis Informasi dan Propoganda Hoax Sesaat terlintas dibenak pikiran, menyimak sejenak hirup pikuk dunia maya yang terlihat didepan mata, tampak jauh dari logika. Keadaan semakin carut-marut namun terlihat tenang, damai dan terkesan aman. Segelas kopi menemani. Mencoba meresapi, berfikir bagaimana menyikapi dan menghadapi fenomena ini. Media Online dan Hoax Kemajuan teknologi, terutama dalam bidang telekomunikasi, menjadi salah satu sarana untuk menumpahkan unek-unek kita kita ke dunia maya. Ada yang sekedar ingin curhat, ada yang ingin memberikan wejangan, ada yang gemar merangkai kata-kata indah. Namun, fenomena yang terjadi sekarang adalah, menyebarnya hoax dan pengaruh-pengaruh berbahaya dan meracuni pikiran yang tersebar melalui internet. Jika kita mampu berpikir secara logis dan bijak, hal apapun yang tertulis maupun tersaji di internet tidak akan meracuni pikiran kita. Namun, tidak semua orang mempunyai kemampuan ini, atau mungkin ada sebagian orang yang mempunyai kemampuan berpikir secara logis dan bijak, namun karena satu dan lain hal, tidak menggunakannya. Harus diakui bahwa masih banyak masyarakat kita yang tak mampu mencerna informasi yang ada di sekitarnya, dan kemampuan mengambil kesimpulan yang logis. Dulu, hal ini tidak terlalu menjadi masalah, karena belum muncul dan berkembanganya teknologi informasi dan social media. Dulu, guru, dosen bisa
menjadi penengah, bisa menjadi voice of reason jika ada berita yang simpang siur atau gosip-gosip tanpa bukti, namun yang terjadi di jaman sekarang, justru banyak di antara mereka yang terjebak dan termakan hoax. Banyak di antara mereka yang justru menjadi korban. Tidak heran, jika masyarakat sekarang ini banyak menjadi kacau logika berpikirnya, karena selalu terpapar oleh argumen-argumen yang tidak bernalar sehat akibat percaya pada berita-berita hoax yang bertebaran di internet. Jelang tahun politik, banyaknya oknum-oknum sering memanfaatkan kondisi masyarakat kita yang mudah terhasut dengan halhal yang bersifat politik SARA. Masyarakat Indonesia tengah dilanda wabah hoax alias berita bohong yang berseleweran di social media. Media sosial yang seharusnya menjadi sarana untuk menyerap informasi positif yang mencerdaskan telah banyak didistorsi oleh kelompok-kelompok yang tak bertanggung jawab, dengan menjadikanya sebagai ruang untuk doktrinasi dan menebar kebencian. Tak jarang, informasi yang muncul di media sosial adalah informasi-informasi yang tidak jelas sumbernya. Merebaknya wabah informasi hoax dewasa ini, juga telah mencoreng kemuliaan fungsi dari media massa khususnya media online. Harus diakui bahwa kehadiran media massa terutama media online dewasa ini telah menciptakan keresahan masyarakat. Publik cenderung kesulitan membedakan media online yang memiliki krediblitas dan payung hukum jelas dan yang tidak. Karena kehadiran media online di media sosial begitu merayap. Akibatnya para pengguna media sosial dengan mudah meng share berita-berita yang muncul tanpa melakukan kroscek dan filter apakah informasi yang diterima benar atau tidak. Dalam situasi yang demikian inilah maka anak bangsa akan mudah terjangkit wabah informasi hoax. Akibat dari maraknya informasi hoax tersebut, sering terjadi hujat menghujat dan caci mencaci antar sesama anak bangsa. Nilai-nilai etik dan moralitas terus terkikis. Adat ketimuran yang kental dengan sikap saling menghormati dan menghargai, yang muda menghormati yang tua, dan yang tua mengayomi yang muda terus terkikis dan tidak lagi menjadi karakter bangsa ini. Sikap-sikap intoleran terus mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini. Sebagai media informasi, media massa sebenarnya memiliki fungsi memberikan informasi dan edukasi pada publik dan masyarakat. Banyaknya informasi hoax yang lahir dari media massa, mengaburkan nilai mulia dari media tersebut. Secara tidak langsung telah meruntuhkan nilai-nilai jurnalistik dan dunia kewartawanan. Padahal dalam Undang-Undang No.40 Tahun 1999 Pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa, pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Artinya, sebagai salah satu pilar demokrasi, media massa memiliki kewajiban untuk memberikan pencerahan pengetahuan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat lebih cerdas dan melek informasi. Harus diakui bahwa apapun bentuknya, informasi adalah ‗teks‘ yang mengandung kompleksitas unsur nilai (kepentingan). Sebagai teks, informasi mempunyai fungsi representatif—mewakili hal-hal yang tersurat dan tersirat. Nilai ideologis sangat inheren dengan keberadaan sebuah informasi, meski dalam praktiknya konsumen informasi cenderung tidak menyadarinya. Dalam ketidak sadaran inilah sebenarnya ‗kuasa‘ ideologi, melalui informasi bekerja. Setiap informasi yang hadir pada ruang publik sebenarnya memiliki nilai-nilai ideologis yang senafas dengan kepentingan subjeknya. Dari sini kita akan mengerti, meminjam istilah Norman Fairclough, bahwa merebaknya wabah informasi hoax sebenarnya ada propaganda tertentu yang dilakukan oleh aktor-aktor yang ada di balik lahirnya teks informasi tersebut. Melalui struktur bahasa yang rapi, mereka akan mudah mempropagandakan keyakinan dan pemahaman pada publik. Karena bahasa dalam filsafat linguistik
adalah medan pertarungan berbagai kelompok dan kelas sosial yang berusaha menanamkan keyakinan dan pemahaman pada publik. Bahasa dan ideologi bertemu pada pemakaian bahasa dan materialisasi bahasa dan ideologi. Keduanya, kata yang digunakan dan makna dari kata-kata menunjukkan posisi seseorang dalam kelas tertentu. Pengetahuan-pengetahuan yang disampaikan melalui bingkai media massa menegasikan bahwa pengetahuan adalah kekuatan (knowledge is power). Media sebagai alat komunikasi paling efektif dalam menanamkan keyakinan pada publik. Ketika keyakinan ini tertanam rapi pada pembaca, maka selanjutnya adalah mewujudkan kepentingan ideologis atau politisnya. Ditinjau dari aspek sosiologis, informasi adalah bagian dari praktik sosial. Sebagai praktik sosial, informasi memiliki hubungan dialektis praktis dengan praktik-praktik politik dan ideologi. Artinya, kehadiran informasi hoax ini sebenarnya memiliki relasi dalam situasi, institusi, dan kelas sosial tertentu. Di sinilah pentingnya kecerdasan dalam membaca informasi. Kita perlu melakukan pembongkaran secara kritis terhadap kandungan-kandungan ideologi dan politis yang menjadi kekuatan dominan dalam kehadiran informasi hoax. Jika ini dilakukan, maka kita akan bisa memilah dan memilih berita-berita atau informasi mana yang harus dibaca. Sebab, setiap media informasi bekerja sesuai dengan relasi ideologi politik medianya masingmasing. Karena itu, menyikapi wabah hoax tidak cukup hanya melalui pendekatan yuridis formal atau hukum dan perundang-undangan, tapi harus ditopang dengan penguatan budaya literasi. Krisis Ketersediaan Informasi Masyarakat di kejutkan dengan adanya informasi yang menyebutkan keberadaan sindikat penebar kebencian melalui media-media sosial. Ujaran kebencian, isu SARA, hingga menebar kabar hoax sudah menjadi bisnis menggiurkan. Tertangkapnya Kelompok Saracen di beberapa daerah (Agustus 2017 di Pekanbaru dan Cianjur), memperlihatkan terjadi krisis ketersediaan informasi. Dari keterangan pentolan Saracen, Jasriadi, kelompok mereka menerima Rp 75 juta-Rp100 juta untuk setiap pesanan penyebaran berita hoax dan hatespeech sesuai keinginan dan tujuan kliennya. Yang mengerikan, para pemesan jasa mereka ternyata ada calon kepala daerah yang sedang ikut kontestasi pilkada. Apa jadinya nasib rakyat ketika pemimpinnya justru menjadi otak penebar kebencian. Yang menarik, kata Saracen sejatinya digunakan sebagai panggilan untuk umat Muslim oleh kerajaan Bizantin, Yunani. Kita tidak tahu apa motivasi kelompok bisnis haram ini menggunakan kata Saracen sebagai nickname mereka. Hujan informasi di media sosial membuat zona nyaman masyarakat terganggu karena ada informasiinformasi yang tidak enak, meskipun itu adalah fakta. Sebaliknya, muncul sumber informasi alternatif yang memenuhi rasa nyaman, padahal itu informasi yang salah. Masyarakat jadi lebih suka informasi yang tidak benar, asalkan terasa manis. Berdasarkan survey daring yang dilakukan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) pada Februari 2017 lalu, media sosial bahkan menjadi sumber utama peredaran hoax. Survey yang melibatkan 1.116 responden ini menunjukkan 92,40 persen berita hoax banyak ditemukan di media sosial. Selain itu, survey internet Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan media sosial adalah jenis konten tertinggi yang diakses pengguna internet di Indonesia dari angka lebih dari 50 persen penduduk pengguna internet. Bayangkan besarnya potensi terpaan hoax pada masyarakat Indonesia.
Hal yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah kemampuan berpikir kritis dan literasi masyarakat Indonesia yang lemah. Penelitian Central Connecticut State University pada 2015 menunjukkan Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara dalam hal tingkat literasi masyarakat dunia. Disandingkan dengan jumlah pengguna internet yang besar, berada di peringkat ini bisa dikatakan memprihatinkan sekaligus berbahaya bagi masyarakat Indonesia. Jadi, apakah kehadiran berita bohong dan hoax benar-benar menimbulkan masalah? Meski masyarakat tidak serta-merta terdampak, paling tidak akan timbul ketakutan ketika seseorang membagikan informasi yang simpang-siur akan timbul keresahan dan kecemasan bahkan berefek pada kebencian dan permusuhan akibat informasi tersebut Saat ini masyarakat Indonesia masuk di dalam Post Truth Society. Post-truth adalah sebuah kata untuk menggambarkan keadaan di mana daya tarik emosional lebih berpengaruh dalam membentuk opini publik dibandingkan dengan fakta yang objektif. Sederhananya, orang akan mendahulukan perasaan dan emosi dibandingkan fakta objektif yang mungkin bertentangan dengan emosi mereka. Dalam kaitannya dengan berita bohong dan hoax, keadaan ini menjadi salah satu faktor pelemahan disiplin verifikasi dalam jurnalisme, yang kemudian mendorong entengnya jempol seseorang untuk menekan tombol share. Tidak bisa disalahkan memang, khususnya untuk kasus kriminalisme dan terorisme. Penerima berita pasti akan segera meneruskan pesan ini ke orang lainnya entah teman, kerabat, atau keluarganya agar tetap waspada dan tidak terkena dampaknya. Ini jadi berbahaya karena kemudian masyarakat tidak lagi mengecek kebenaran informasi karena terpengaruh emosi dan ketakutan. Problem sekarang bukan kelangkaan informasi, tapi informasi berlebih. Tsunami informasi sehingga ada problem menyaring informasi yang akurat. Sehingga justru sebagian besar tidak akurat karena di serap info tidak akurat. Post Truth Society adalah masyarakat yang tidak mementingkan fakta dalam proses komunikasi sosial. Prefensinya pada kesukaan, bukan kepada kebenaran. Masyarakat mengambil sikap hanya pada yang ia sukai dan yakini. Lebih memuaskan dimensi emosi dari pada rasionalitas. Lebih banyak digerakan aspek emosi dari pada rasio dan kognisi. Masalah lainnya adalah tergerusnya kepercayaan kepada institusi negara dan media massa yang selama ini menyediakan informasi. Ada otoritas baru yang memberikan informasi, namun informasinya tidak benar. Akibatnya timbul perselisihan saat berkomunikasi, karena ada sebagian orang berpegangan bukan kepada fakta. Hoax gampang dipercaya masyarakat, karena mudah mengabaikan aspek kebenaran faktual, hanya menyenangkan secara emosional. Tidak punya basis rasionalitas, tapi informasinya diterima karena kedekatan emosional. Lebih jauh lagi, budaya dalam era post-truth ini akan menempatkan masyarakat dalam kubu-kubu tertentu, terfragmentasi dalam emosi dan ego, menjadikan semakin tipisnya batas antara berita yang asli dan yang palsu. Masyarakat yang tingkat literasinya rendah akan jadi lebih mudah terombang-ambing oleh kesimpangsiuran informasi dengan sulitnya memisahkan yang benar dan yang salah, tergantung dengan kondisi dan hubungan emosional mereka dengan orang-orang tertentu. Salah satu contoh, di Sosial media, ada istilah yang dikenal dengan sebutan 'Kaum Bumi Datar'. Kaum Bumi Datar adalah sebutan yang disematkan kepada sebagian masyarakat yang dianggap antikritik, antifakta. Awalnya Bumi Datar adalah istilah pseudoscience bidang astronomi, lalu dijadikan sebutan untuk kelompok yang dianggap berseberangan dengan pemerintah. Sebutan Kaum Bumi Datar sama saja seperti Kecebong, Sumbu Pendek atau Bani Taplak. Semua hanyalah olok-olok politik semata.
Menurut penelitian yang dilakukan Standford University pada 2016, setidaknya ada dua hal yang mendukung penyebaran hoax; banjir arus informasi yang melimpah serta kemampuan berpikir kritis masyarakatnya yang rendah. Selain itu, aktifnya penggunaan media sosial oleh masyarakat khususnya Indonesia menjadi salah satu faktor pendukung maraknya peredaran berita palsu dan hoax. Krisis Membaca Di Era informasi ini, masyarakat terperangkap oleh hingar binar dunia teknologi. Dengan mudahnya, mereka mengakses dunia virtual yang menawarkan berbagai macam konten-konten dan informasi pendek. Dunia virtual menjelama menjadi candu. Melemahnya pemahaman konteks persoalan akibat kurang baca menjadi kurang tepat dalam mengambil keputusan, terkesan serampangan. Maka dinamika seperti itu akan melahirkan masyarakat yang tidak memiliki ketajaman dalam logika berpikir. Masyarakat yang kurang membaca akan rentan terhadap informasi yang beraroma hoax dan konten-konten yang menjurus pada kebencian. Ketersediaan informasi dan pengetahuan tak lantas membuat masyarakat gemar membaca. Banyak penelitian yang menemukan fakta bahwa kelemahan masyarakat kita sekarang ini adalah malas membaca. Kesukaan mereka adalah informasi-informasi pendek yang sifatnya instan. Dengan pola pikir yang dangkal, masyarakat kekinian tidak bisa memilah-milah informasi. Tidak bisa mempertimbangkan kebenaran, akibatnya mudah terprovokasi atas informasi-informasi yang sebenarnya akan menyesatkan. Krisis informasi semakin meluas karena pengaruh globalisasi dan digitalisasi kurang disikapi cerdas oleh masyarakat. Alhasil, perlu upaya untuk memerangi berita-berita tidak benar alias hoax. Setiap berita yang tidak benar harus dihadapi bijak dan bersama-sama. Informasi palsu dan hoax menimbulkan teror dan ketakutan di tengah-tengah masyarakat. Gersangnya sumber informasi yang bisa dipercaya menimbulkan krisis di tengah-tengah kabut hoax yang kian pekat. Jika kita amati, beberapa tahun terakhir ini, masyarakat indonesia mengalami krisis membaca. Krisis membaca ini tidak hanya terjadi pada masyarakat umum, dalam dunia pendidikan pun juga mengalami hal yang sama. Pemandangan pelajar membaca yang dahulu mewarnai lembaga-lembaga pendidikan kini mengalami kegersangan. Akibat minimnya wawasan dan pengetahuan, maka akan mudah terjangkit wabah hoax yang mengandung unsur hegemoni dan kepentingan politik tertentu. Presentase minat baca dikalangan masyarakat, khususnya pelajar dan mahasiswa di Indonesia semakin memperhatinkan. Dari data yang bersumber UNESCO April 2016, minat baca tidak menyentuh dari 5 persen dari seluruh wilayah di Indonesia. Inilah dinamika zaman yang terus menggerus khazanah keilmuan dengan rendahnya intektual, dangkal akan ilmu pengetahuan akibat kurangnya asupan buku bacaan. Indikasi semacam itu sudah terbukti ketika dosen mengajak para mahasiswa untuk diskusi. Minimnya para mahasiswa untuk menyampaikan gagasan menjadikan forum diskusi menjadi tidak menarik. Hampa. Mereka yang jarang banyak membaca akan kehilangan pola pikir kritis. Tidak mampu untuk menganalisa dan melakukan sintesa. Dan gagal melihat persoalan dari berbagai sudut pandang. Maka tidak usah heran dengan stagnanisasi pola pikir generasi sekarang yang tidak bisa berpikir independent. Kalau sudah suka dengan tokoh politik yang sekiranya mereka suka, mereka akan selalu mengagungkan tokoh politik tersebut walaupun sebrengsek apa pun moral yang dimiliki tokoh politik tersebut. Seorang sastrawan asal Amerika yang bernama Ray Bradbury berkata, ―Tak perlu membakar buku untuk menghancurkan sebuah peradaban cukup hanya manusianya berhenti membaca.‖
Dalam konteks itulah, budaya literasi perlu dilestarikan, dan dimulai dari dunia pendidikan. Hal ini dalam rangka untuk menyelematkan anak bangsa dari wabah hoax. Jika wabah hoax ini dibiarkan bukan tidak mungkin sikap-sikap intoleran akan terus berkembang di Indonesia karena terprovokasi dengan beritaberita bohong. Solusinya adalah membudayakan membaca. Orang yang suka membaca mempunyai sudut pandang. Bisa membangun pola pikir kritis dan analisisnya mendalam. Argumentasinya luwes dan kokoh. Perkataannya mempunyai nilai keilmuan dan penuh hikmah. Sebaliknya, jika orang yang tidak suka membaca akan menemukan kebuntuan dalam berargumentasi. Perkataannya tidak terstruktur. Dangkal dalam menganalisis persoalan. Pandangannya buram. Kesimpulan Jika menyimak dan mengamati fenomena percakapan berita bohong atau hoax. Secara garis besar, kita bisa melihat fenomena ini sebagai cerminan dari tiga hal. Pertama, terbiarkannya isu-isu krusial yang terus berkembang di masyarakat namun belum mendapatkan penjelasan yang memadai dari pihak yang berwewenang. Pemerintah tampak begitu gagap dan lambat dalam menjawab isu-isu krusial tersebut sehingga meresahkan publik. Kedua, fenomena hoax bisa jadi merupakan cerminan dari kegagalan media mainstream sebagai referensi publik yang dapat dipercaya. Di saat pemerintah mengalami krisis kredibilitas, ternyata media juga kurang mampu meneguhkan dirinya sebagai referensi publik dalam mendapatkan informasi yang kredibel. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh dua hal. Pertama, kualitas produk jurnalistik yang terkadang kurang memperhatikan standar dan kode etik jurnalistik. Kedua, rapuhnya independensi media dalam bekerja. Dalam konteks kualitas jurnalistik, terkadang media turut andil dalam menciptakan hoax dan menyulut konflik di tengah-tengah masyarakat. Sebagai pilar demokrasi, seharusnya jurnalistik mengusung jurnalisme edukatif yang mencerahkan sehingga publik memiliki kesadaran luhur menjunjung tinggi nilainilai persatuan dan persaudaraan. Bukan justru menyulut sengketa dan konflik. Prinsip ―bad news is good news‖ sangat tidak baik bagi demokrasi dan persatuan bangsa. Banyak media yang tersandera oleh kepentingan pemilik modal yang juga seorang politisi atau pendukung kekuatan politik tertentu. Media sebagai salah satu pilar terpenting demokrasi telah kehilangan independensinya. Sehingga media menjadi partisan dan jurnalis pun menjadi petugas partai. Ini memprihatinkan dan tentunya tidak kita harapkan. Yang ketiga adalah faktor media sosial. Semakin menurunnya kepercayaan publik kepada pemerintah dan media mainstream dalam memperoleh informasi, mendorong mereka berkreasi sendiri dengan mengakses atau bahkan memproduksi sendiri informasi. Media sosial akhirnya menjadi lahan yang subur untuk tumbuhnya berbagai macam informasi. Namun sayangnya, meningkatnya peran media sosial tidak diiringi dengan kecerdasan literasi publik. Darurat kecerdasan literasi telah membuat ruang publik digital kita tercemari dengan informasi yang memicu permusuhan. Melimpahnya informasi terkadang membuat kita terlihat seperti orang yang tidak terdidik (untuk tidak mengatakan bodoh). Dengan mudah kita share infoinfo sampah, bahkan dengan info-info itu kita tebarkan ujaran kebencian dan fitnah. Boleh jadi ini paradoks paling heboh di era media sosial: makin melimpah informasi bukan membuat kita semakin bijak dan penuh hikmah tetapi justru membuat kita semakin ceroboh dan gemar tebarkan fitnah.Pada kasus ekstrim, ujaran kebencian dan hoax itu timbulkan irreversible damage yakni kerusakan korban yang tidak bisa dipulihkan. Itu kerugian besar. Petaka bagi semua. Di media sosial ada orang atau kelompok yang hobinya menghasut. Ada juga orang atau kelompok yang dengan mudah dihasut. Jadilah kolaborasi antara penghasut dan terhasut sehingga semua pihak menjadi
kusut. Ada orang atau kelompok yang hanya bisa eksis dengan menghasut. Hakikatnya, mereka sorak sorai bila kita layani. Kita tinggalkan mereka akan mati sendiri. Bagaimana menyikapi fenomena hoax ini? Pertama, Pemerintah harus mampu merespon isu-isu krusial yang berkembang di masyarakat secara cepat, tepat dan akurat. Keresahan publik harus dijawab dengan bukti dan nalar argumentasi, bukan tindakan represi. Integritas harus dikedepankan dengan satunya ucapan, tindakan dan kebijakan. Pernyataan dan sikap yang saling lempar tanggungjawab semakin menunjukkan inkompentsi pemerintah dalam mengelola negara. Inkompentensi ini akan melahirkan kegamangan kolektif di benak publik. Kedua, mari kita dorong bersama agar peran pers atau media kembali kepada khittahnya sebagai penyambung lidah rakyat. Kembalikan jurnalis sebagai petugas rakyat, bukan petugas partai atau petugas pemilik modal. Demokrasi membutuhkan pers yang sehat, pers yang cermat, pers yang berdiri dengan kaki sendiri yang senantiasa berjuang dengan menegakkan prinsip-prinsip kebenaran yang mereka yakini bukan didorong oleh kepentingan modal dan politik praktis. Ketiga, pemerintah, pers, civil society dan tentunya partai politik harus bersama-sama mengkampanyekan pentingnya membangun kecerdasan literasi publik dalam mengakses dan memproduksi informasi. Hoax adalah tindakan yang tidak dibenarkan oleh siapa pun, dan harus dijadikan musuh bersama karena merugikan semua pihak dan menceraiberaikan keutuhan bangsa. Di saat yang sama publik harus dibekali dua hal: kesadaran moral dan kesadaran operasional. Kesadaran moral penting ditumbuhkan karena berbohong dan menyebarkan kebohongan adalah tindakan yang tidak bermoral dan tidak dibenarkan oleh agama manapun. Sedangkan kesadaran operasional memberikan edukasi terkait bagaimana menggunakan media sosial yang beradab. Pastikan kita memahami, mengkonfirmasi dan memverifikasi terlebih dahulu informasi yang kita terima sebelum kita menyebarluaskan. Dan kita harus cegah dan lawan perilaku hoax di sekitar kita. Mulai dari diri sendiri dan lingkungan terdekat kita. Kesadaran moral dan operasional ini harus menjadi kerja kolektif bersama semua pihak. Pemerintah, pers, civil society dan partai politik bisa menjadi motor dalam mengkampanyekan ini. Kebohongan tidak akan pernah bisa bertahan selama kebenaran masih ada yang mempercayainya dan eksis memperjuangkannya. Mari bersma bahu-membahu mengedukasi masyarakat untuk menjadi lebih terliterasi. Dimulai dari diri sendiri, perlu kesadaran untuk tidak mudah membagikan informasi yang tidak jelas sumbernya, atau bahkan berpotensi menimbulkan ketakutan. Ada baiknya untuk mengabaikan informasi dan berita dari media abal-abal, terutama media sosial, dan membaca berita dari media arus utama yang sudah terverifikasi. Waspadai situs dengan ekstensi blogspot atau wordpress pada domainnya dan terus bersikap skeptis dalam penerimaan informasi. Gerakan melawan hoax atau gerakan anti hoax merupakan salah satu bentuk perlawanan masyarakat terhadap produksi dan penyebaran berita HOAX. Upaya ini perlu terus disokong oleh seluruh lapisan masyarakat untuk membentuk Indonesia terliterasi yang bebas dari kebohongan. Sosialisasikan dan terus sebarkan kebenaran. Jadikan komunikasi sebuah jalan keluar dari keruhnya keadaan akibat permasalahan yang disebabkan komunikasi itu sendiri. Saya mengajak seluruh masyarakat kampus di seluruh Indonesia dan seluruh masyarakat Indonesia, dan pembaca sekalian, mari melawan hoax, mari kita buat perubahan nyata bagi negeri ini, dengan senantiasa berpikir logis dan positif dalam menyikapi setiap berita dan informasi yang berkembang di media sosial. Telisik Fakta, Simak Data, Semai Informasi yang factual, actual dan terpercaya. Jangan mau terjebak, termakan dan korban berita HOAX. Stop Kebiasaan sekedar dan asal percaya. Cek and Ricek, Cek and Balance adalah Kode Kunci dalam menyimak berita dan informasi di Sosial Media! Semoga bermanfaat. Salam pendidikan tinggi indonesia !
***Catatan Khusus
MEMAHAMI POTENSI DIRI Potensi diri adalah kemampuan dasar seseorang yang terpendam dan dapat dikembangkan melalui seperangkat proses. Cara menggali potensi diri adalah dengan memperdayakan, mengelola, atau melatih apa yang dimiliki seseorang secara optimal sehingga dapat mengeluarkan manfaat atau tujuan. Dengan cara memperdayakan keseluruhan komponen secara optimal yang ada dalam diri seseorang tersebut. Kita memiliki tangan kita gerakkan supaya dapat menghasikkan sesuatu. Kita punya akal pikiran gunakan untuk berpikir apa saja nikmat dari pemberian Allah SWT. Menurut pandangan saya pribadi, semua orang pasti ingin menjadi seorang yang kreatif dalam bertindak, menarik dalam berpenampilan, meyakinkan ketika berbicara, sukses dalam karir dan kehidupan keluarganya bahagia. Berbagai teori maupun tips yang menjelaskan tentang potensi diri. Namun kenyataannya tidak semuanya dapat menjamin seseorang menjadi sukses dan pribadi yang menarik. Yang tidak kalah penting disini adalah kemauan dan kesabaran untuk terus berproses. Ingat, tidak ada jalan pintas untuk sukses, melainkan kemauan untuk berbuat. Hidup bukanlah seperti air yang hanya mengikuti kemanakah arah alirannya, tetapi dalam hidup ini kita harus mampu mengambil langkah yang sesuai dengan keinginan diri sendiri. Dalam hidup kita tidak boleh mengikuti tindakan yang orang lain lakukan, tetapi kita juga harus mampu mengambil tindakan untuk diri sendiri. Orang yang mampu mengetahui dan mengembangkan potensi diri dalam dirinya akan mampu meraih kesuksesan dalam kehidupan. Kita bisa melihat contoh, misal ketika seorang calon mahasiswa ingin mendaftar kuliah, mereka pada umumnya masih binggung untuk memilih sebuah jurusan. Kebanyakan para mahasiswa tidak mengenali potensi dalam dirinya sehingga banyak yang salah dalam memilih jurusan, hal ini mengakibatkan kegiatan kuliah mereka terganggu. Disinilah pentingnya mengetahui potensi diri.
Ada empat kunci untuk memahami potensi yang dimiliki : 1. Keahlian Pernahkah mempelajari sesuatu yang benar-benar baru dan ternyata dapat menguasainya dengan mudah. Bisa jadi, itulah potensi yang sedang siap untuk dikembangkan. 2. Ketertarikan Cara lain menemukan potensi diri adalah dengan memikirkan hal-hal yang inginkan. Seringkali halhal yang menarik perhatian selalu berkaitan dengan kemampuan alami atau bakat. lni merupakan suatu pola konsisten dalam hidup dan bukan sekadar cara menghabiskan waktu alias hobi semata. Jika Anda seorang pembaca yang tekun atau rajin menulis di blog, bisa jadi berpotensi untuk menjadi penulis. Atau bisa saja ketertarikan pada buku membawa diri kita menjadi penulis buku. 3. Kepuasan Apa yang membuat kita merasakan kebahagiaan dan kepuasan dalam bekerja? Pekerjaan apa yang membuat kita begitu hanyut dan merasa tak ingin berhenti saat mengerjakannya? Bagi para ahli komputer, perasaan hanyut terjadi ketika mereka menghadapi piranti lunak. Seorang dosen akan terhanyut saat menyampaikan materi kuliah atau mendiskusikan tetang topic keilmuannya. Dalam Keadaan hanyut, seseorang menjadi sangat focus. Pada saat focus, gelombang otak saat itu begitu mirip dengan pola gelombang otak ketika kita tertidur lelap. 4. Kebiasaan Pernahkah dipuji karena kemampuan atau sikap kita? Misalnya, orang menilai kita sebagai dosen yang sangat disiplin atau memiliki ide tentang sesuatu yang hebat, atau pendengar yang baik, dan lain sebagainya. Lewat komentar orang-orang di sekitar, kita bisa mengetahui kemampuan potensi yang kita miliki. Lalu bagaimana cara menggali potensi diri sendiri? Untuk menggali dan mengetahui potensi diri sendiri tidaklah mudah karena butuh proses. Simak cara menggali potensi diri berikut ini. 1. Sadari impian Anda Kita semua sebagai manusia pasti memiliki impian yang ingin diwujudkan. Bisa saja ingin menjadi orang sukses, dan sebagainya. Terkadang potensi diri dapat berasal dari sebuah impian. Potensi ini tercipta pada alam bawah sadar . Dengan menyadari impian akan membuat Anda mengetahui potensi dalam diri. 2. Ketahui hal yang Anda suka Setiap orang pasti memiliki beberapa hal yang sangat di sukai, dan pasti orang tersebut akan melakukan segala hal untuk melakukan apa yang disukainya. Meskipun hal tersebut terjadi dalam keadaan yang sempit dan tidak memungkinkan. Biasanya di dalam hal-hal yang di suka inilah terdapat potensi diri yang luar biasa. 3. Ketahui kepandaian Anda Setiap orang memiliki apa yang menjadi kemahirannya, hal tersebut biasanya adalah suatu bentuk kepandaian. Jika mengetahui kepandaian diri sendiri, hal tersebut bisa digunakan sebagai cara menemukan potensi diri.
4. Ketahui hal yang membuat Anda asyik dan nyaman Pasti ada suatu hal yang terbiasa dilakukan tanpa bosan. Kita merasa nyaman dan mampu untuk melakukannya selama mungkin. Ketika mengerjakannya begitu mengasyikan dan seperti tanpa beban dalam mengerjakannnya. Hal tersebut jika di dalami bisa saja menjadi potensi diri. 5. Bertanya kepada orang lain Apabila Anda menilai diri Anda sendiri, pasti penilaiannya akan kurang tepat. Itu karena setiap orang akan bersikap objektif terhadap dirinya sendiri. Kita dapat minta bantuan kepada orang lain seperti keluarga, sahabat, orang di sekitar untuk mengetahui potensi diri kita. 6. Ketahui hal yang paling cepat di pelajari Ada orang yang susah dalam melakukan sesuatu meskipun ia sudah berusaha secara sungguhsungguh. Ada juga pula orang yang mampu melakukan sesuatu walaupun hanya mencobanya sedikit saja. Jika termasuk dalam dalam golongan kedua berarti bidang tersebut merupakan potensi diri. 7. Melakukan metode pengelompokan aktivitas Buatlah tiga buah catatan yang berisi dari aktivitas yang sesuai dengan potensi , yang kedua aktifitas yang agak meragukan dengan potensi, dan yang terakhir tidak sesuai dengan potensi. Seleksilah aktifitas yang sesuai potensi dan kembangkanlah agar menjadi lebih baik. Metode pengelompokan aktivitas sangat efektif sebagai cara melihat potensi diri sendiri. Selanjutnya, untuk mengetahui lebih lanjut cara mengembangkan potensi diri. Simak caranya berikut ini Cara 1. Mengerti Cara Bersyukur Dan Mau Melakukannya Bila kita selalu bersyukur, kita memiliki kecenderungan hidup yang lebih bahagia dibandingkan orang yang selalu kesal dengan hidupnya. Dengan bersyukur dapat menimbulkan kelegaan dalam hati, menjadikan hidup kita lebih optimis mengenai masa depan. Bersyukur itu berarti selalu memanfaatkan segala yang ada untuk sesuatu yang baik, bukan selalu meratapi yang ada. Kesimpulannya, orang yang selalu bersyukur dapat mengembangkan potensi diri agar menjadi pribadi yang kreatif, berpikir optimis, sukses, hidup bahagia dan sehat. Cara 2. Bersikap Empati Empati menjadi cara jitu dalam meningkatkan kemampuan pribadi agar disukai dan memiliki kepribadian yangmenarik. Caranya melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, hindari terlalu sering berbuat kesalahan. Cara 3. Memvisualisasikan rencana hidup Memvisualkan rencana berarti membuat gambar yang jelas dan terukur tentang sebuah rencana/cita-cita. Ada 3 cara bijak dalam meraih kesuksesan secara cepat (bukan instan) yaitu:  Membuat/Memvisualisasikan rencana dengan matang terutama sesuatu yang menjadi tujuan hidup  Meninggalkan kebiasaan menunda-nunda pekerjaan atau kewajiban.  Berpikirlah sebelum bertindak, terlebih untuk memantapkan hati, manfaat yang akan diperoleh  dan kesuksesan yang akan diraih dari rencana dan pekerjaan tersebut.
Cara 4. Tingkatkan kreatifitas Kreatif berarti memiliki inisiatif untuk melakukan sesuatu tanpa menunggu perintah. Atau dapat pula sebagai tindakan prefentif sebelum timbul masalah baru. Agar menjadi pribadi lebih kreatif, sebaiknya melakukan beberapa teknik berikut:    
Penyegaran pikiran, segarkan pikiran Anda dengan cara menyelesaikan satu masalah sampai tuntas. Kemudian bebaskan pikiran lalu isilah pikiran dengan ide atau gagasan baru, misalnya pergi berlibur, membaca buku, atau bisa juga blogging. Perspektif; mengubah perspektif atau cara pandang terhadap suatu masalah dapat membantu dalam menemukan berbagai solusi baru. Permainan, disaat sibuk biasanya aktivitas otak sangat serius dan terkesan tegang. Cara mengatasinya adalah dengan beristirahat, melakukan permainan (main game), nonton film lucu atau bacaan lucu. Pemahaman, selalu mengasah dan meningkatkan pemahaman dengan cara bertanya dan mencari jawaban tentang segala sesuatu yang ada di sekeliling. Mulailah mengubah pola pikir menjadi ingin tahu tentang segala yang ada di Dunia.
Cara 5. Tampil lebih memiliki daya tarik Agar memiliki daya tarik, kita harus memiliki penampilan yang meyakinkan bukan loyo alias tak bersemangat. Cara 6. Berdoa, musik, humor dan berolahraga Hasil penelitian membuktikan bahwa Stes juga menjadi faktor penghambat dalam mengembangkan potensi diri. Cara mengobati stres atau ketika berada dalam tekanan adalah dengan berdoa. Berdoa tidak selamanya mendoakan diri kita sendiri atau hanya meminta, cobalah untuk mensyukuri, mendoakan orang llain seperti isteri atau anak kita. Cara lainnya adalah dengan mendengarkan musik klasik, berolah raga diwaktu pagi ketika matahari terbit dan mencari sesuatu yang lucu agar kita tertawa lepas. Dengan begini, kita lebih mudah membangkitkan potensi dalam diri ktia. Cara 7. Mampu menjalin hubungan baik Dalam Mengembangkan Potensi Diri agar Masa Depan Lebih Cerah dengan menjalin relasi yang baik dengan banyak orang akan menghasilkan banyak peluang. Keterampilan yang satu ini diperlukan dalam mengembangkan potensi diri. Ingat kita tidak bisa hidup sendiri karena kita adalah makluk sosial, jadi jalinlah hubungan baik terutama yang ada kaitannya dengan potensi kita. Selain dengan orang lain kita juga wajib menjali hubungan baik dengan pasangan. Penelitian membuktikan bahwa pasangan yang telah lama menjalin hubungan akan semakin tertarik pada pasangannya jika sering melakukan kegiatan-kegiatan baru dan mengasyikkan. Banyak sekali kegiatan yang melibatkan kerja sama untuk meraih suatu tujuan. Misalnya dengan berolahraga bersama, mengunjungi tempat wisata bersama, hingga liburan ke tempattempat yang unik. Cara 8. Berani dan Cakap dalam Membuat Keputusan Keputusan yang tepat akan membawa pada jalan kesuksesan, dan diperlukan lebih dari sekedar pikiran yang rasional dan ketenangan. Agar semakin berkembang, kita harus banyak belajar dalam membuat keputusan dan menyelesaikan masalah. Ketika membuat keputusan, tetaplah mengandalkan pikiran sadar dengan mempertimbangkan pro dan kontranya serta melakukan penilaian terhadap situasi secara rasional dan tenang. Untuk pilihan yang paling sulit, coba istirahatkan pikiran sadar dan biarkan pikiran bawah sadar yang bekerja. Kita harus menyadari bahwa untuk mengembangkan potensi diri, diperlukan juga alam
bawah sadar kita, karena dari sana penuh dengan intuisi dan imajinasi yang kuat. Hal ini akan membantu mempercepat dalam membangkitkan potensi diri. Cara 9. Memiliki motivasi tinggi Diperlukan motivasi tinggi dalam memacu diri untuk berbuat lebih baik terutama dalam meraih kesuksesan. Penyadaran diri sangat penting dalam memotivasi diri kita terutama untuk mambangkitkan potensi diri. Seseorang yang memiliki semangat yang tinggi cenderung mampu memotivasi dirinya meskipun berada dalam tekanan. Banyak cara yang bisa Anda lakukan seperti membaca buku atau artikel motivasi, menonton acara yang bertajuk pengembangan diri (bukan sinetron). Demikianlah ulasan tentang memahami potensi diri. Mudah-mudahan ulasan sederhana ini bermanfaat. Satu hal yang patut disadari bahwa dalam kehidupan ini, untuk mendapatkan apa yang kita cari tidak akan berjalan dengan mudah. Untuk mencapainya harus melakukan niat, usaha, dan kerja keras. Begitu juga dengan cara memahami dan mengetahui potensi diri yang terpendam. Selamat mencoba! Semoga bermanfaat. Salam pendidikan tinggi Indonesia Referensi Wiyono, Slamet. (2006). Managemen Potensi Diri. Jakarta: PT Grasindo. Binham, Rona. Pengertian Potensi Diri, (Online), (http://cafemotivasi.com) Kacau, Otak. Pengertian Potensi Diri IQ, EQ, AQ dan SQ , (Online), (http://otakkacau.net)
Menulis di Era Digital “Jangan ragu untuk menuliskan hal-hal baik, karena kebaikan akan datang kepada kita juga. Dan walau kita hanya dapat menulis sedikitsedikit pastikan kita tidak berhenti, karena untuk bisa harus terlatih untuk membiasakannya.�_Yusrin Ahmad Tosepu
Bagi Dosen, mahasiswa dan masyarakat yang hobi menulis, patut berbahagia karena di era digital hobi menulis bukan lagi dunia yang sepi. Sepuluh tahun yang lalu hobi menulis selalu identik dengan dunia sepi, terhalang dari riuhnya dunia luar. Namun, kemajuan teknologi informasi mengubah banyak hal termasuk tradisi menulis. Ketika hobi menulis pada masa itu merupakan dunia sunyi yang tersembunyi di balik diary dan korespondensi. Hobi menulis pada masa itu sebagian besar berkutat pada dua media itu. Hanya sebagian kecil saja dari penulis yang berhasil menembus sekat sunyi ini, dan berhasil mempublikasikan tulisannya ke khalayak ramai. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang melaju begitu cepat bak kilat mengubah semuanya. Akses internet yang semakin luas, memuat dunia hanya selebar monitor PC, laptop, notebook. Situs jaringan sosial media memberi peluang bagi siapapun terhubung satu sama lain. Saling berbagi kabar dan cerita melalui tulisan pendek hingga panjang. Hobi menulis yang awalnya terkungkung di dunia sepi bermigrasi ke dunia online yang ramai yang tak bertepi. Menulis di era digital terasa lebih hidup dan mengasyikkan. Mengapa? Karena di sini kita tidak lagi menguatak atik sendiri merangkai kata demi kata. Ada media sosial yang mempublikasikan sependek apapun ocehan kita. Ada blog yang siap menjadi diari
online tempat menulis curahan hati hingga media online untuk berbagi opini. Semua tulisan yang diposting tidak lagi menjadi konsumsi pribadi, akan tetapi akan menjadi konsumsi publik. Siapa saja yang membaca bisa memberikan komentarnya. Sebagai seorang penulis harus siap dengan semua tanggapan itu. Karena ini era digital, siapapun bisa menulis, siapapun bisa membaca dan siapapun bisa menanggapi. Dunia kata adalah dunia kita. Menulis di era digital merupakan aktivitas untuk memancing diskusi hingga perdebatan. Inilah warna berbeda yang ditawarkan oleh era digital pada penulis. Jika Ingin eksis di era digital melalui tulisan? Bersiaplah dengan perubahan dinamika pergaulan era digital yang jauh dari kata ‗sepi‘, sekalipun hanya nongkrong di sudut kamar. Konsekuensinya, kita harus benar-benar selektif dalam memilih kata dan mempublikasikan tulisan. Setiap kata dan tulisan di media online sangat mungkin menjadi bumerang bagi penulisnya. Banyak kepala yang membaca, banyak persepsi yang tercipta. Bukan hal yang mustahil persepsi yang muncul adalah persepsi yang jauh berbeda dari apa yang kita inginkan. Menulislah dengan gaya, tapi tetap bersahaja dan waspada. Karena bumerang bisa muncul dari mana saja. Mulai dari sekarang! Zaman kekinian adalah zaman yang serba mengandalkan teknologi. Media online menjadi sasaran bagi masyarakat di seluruh dunia dalam melakukan banyak hal. Adanya media online membuat setiap orang bergantung pada gadged-nya dan dengan adanya media online ini baik sosial media, dan media online lainnya menjadikan banyak orang yang berkarya di dalamnya. Salah satunya adalah menulis. Banyak sekali media sosial saat ini yang keseluruhan isinya membuat para penggunanya untuk menulis. Dan menulis di media online menjadi minat terbesar, karena masyarakat saat ini banyak menggunakan gadgetnya sehingga memungkinkan memiliki banyak pembaca. Ada banyak orang yang dengan mudahnya menulis di sosial medianya, namun juga ada yang kesulitan untuk menulis. Adapun juga yang di dalam dirinya memiliki keinginan untuk menulis namun terkadang terhenti dan tak memiliki semangat untuk menulis. ―Ada yang memiliki keinginan dan kemampuan dalam menulis namun malas untuk menulis?‖ ―Bagaimana mungkin kita melewatkan zaman yang serba canggih ini untuk tidak memanfaatkan kemampuan kita dalam menulis?‖ Sarananya banyak, ada blogger, tumbler, wordpress, dan lainnya. Dan dari semua itu dapat menjadikan sebuah karya yang bisa nantinya dijadikan buku. Mari kita belajar bersama untuk menciptakan semangat dalam menulis. Ada beberapa hal yang perlu kita tahu, sehingga menciptakan semangat untuk menulis yaitu : 1. Menulis menjadikan kita dikenal oleh dunia Dengan menulis akan ada sedikit demi sedikit pembacanya yang nantinya akan terus memiliki banyak pembacanya. Karena dengan menulis, karya tulismu akan abadi dan pembacamu akan menyebarkan tulisan-tulisan itu sehingga banyak yang menyukainya dan menjadikan semakin banyak yang mengenalmu. 2. Menulis merupakan ladang pahala Pastikan kita menuliskan hal-hal baik dan bermanfaat bagi pembaca. Dengan kita menulis hal-hal baik yang bermanfaat dan setelah itu tulisan kita dijadikan pembelajaran untuk pembacanya sehingga bermanfaat bagi pembacanya, maka pahala kebaikan diberikan pada kita. Karena tulisan kita bermanfaat bagi orang lain yang membacanya. Adapun jika kita menuliskan tentang ilmu dan ilmu yang kita tulis dilakukan oleh pembaca, maka pahala itu sampai pada kita juga dan menjadikan amal jariyah atas apa
yang kita tulis. Rasulullah shalallahu ‗alaihi wa sallam bersabda, ―Apabila manusia itu telah mati maka terputuslah dari semua amalnya, kecuali tiga perkara yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shaleh‖ (HR. Muslim). 3. Menulis menjadikan ilmu itu akan terus tersimpan Dengan menulis kita menyimpan sebuah ilmu yang kita dapat, sehingga menjadikan kita memiliki banyak ilmu. Karena tiap ilmu yang didapat kita langsung tuliskan dan dapat menjadi bahan tulisan. Rasulullah shalallahu ‗alaihi wa sallam bersabda, ―Ikatlah ilmu dengan menulisnya‖ (HR. Ahmad). Adapun perkataan Imam Asy Safi‘i rahimahullah yaitu, ―Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat. Termasuk kebodohan jika engkau memburu kijang, setelah itu kamu tinggalkan terlepas begitu saja‖. Ingat menulis itu butuh ilmu gunanya untuk menambah wawasan pengetahuan dan dengan tujuan dapat dibagikan kepada banyak orang. Menulis, Keterampilan yang paling penting di Era Digital Dunia saat ini adalah dunia texting. Orang lebih senang mengirimkan pesan text daripada berbicara. Informasi yang muncul di kotak kecil ajaib itu membludak lewat berbagai pesan text di twitter, facebook, blog, line, media online. Dilengkapi dengan foto dan video yang atraktif, mata kita seolah tak boleh dibiarkan lepas dari layar. Dengan platform media yang berbeda, gaya penulisan saat ini juga sudah berubah. Tidak lagi hanya sekadar gaya menulis yang monotan dan membosankan. Tantangannya, kita sekarang hanya kemauan dan waktu untuk menulis disertai tulisan harus cukup menarik perhatian untuk berkompetisi. Menulis itu mudah asalkan tahu hakikatnya. Ada 3 hakikat menulis; ekspresi, pengalaman dan narasi. Ekspresi adalah ungkapan yang akan menunjukkan siapa sesungguhnya penulis yang tergambar melalui pernyataan, gagasan dan perasaan dalam tulisan. Pengalaman, merupakan sumber sebuah tulisan baik pengalaman diri sendiri atau pengalaman orang lain yang ia dapatkan melalui pengamatan, wawancara atau membaca buku. Sedangkan narasi adalah sebuah seni menggabungkan ekspresi dan pengalaman dalam kerangka yang tepat. Jika hakikat menulis sudah difahami maka langkah-langkah dalam menulis akan menjadi sangat mudah. Langkah-langkah tersebut berupa; mengumpulkan dan klasifikasi pengalaman, menentukan ekspresi, memilih narasi, menetapkan plot, membuat outline dan elaborasi outline. Sesingkat itu saja, jadi seharusnya tidak ada alasan bagi orang untuk mengatakan bahwa ia tidak bisa menulis. Kita hanya perlu mencoba dan terus berlatih. Menulis adalah latihan, kita tidak bisa bagus dalam semalam, butuh ketekunan dan kesabaran. Menulis dapat dikatakan sebagai kegiatan yang membentuk simbol-simbol. Tetapi menulis lebih dari sekedar memproduksi simbol grafis, seperti berbicara yang diartikan bukan hanya sebagai produksi suara. Simbol-simbol ini harus disusun, berdasarkan konvensi tertentu, untuk membentuk kata-kata dan kata-kata disusun untuk membentuk kalimat. Secara sederhana hakikat menulis, yaitu menuangkan ide atau pikiran secara tertulis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia., ―menulis adalah menyusun suatu cerita buku dan sebagainya. (Alwi, dkk. 2003: 506). Sejalan dengan pengertian di atas, Learner (dalam Abdurrahman, 1996: 192) mengemukakan,bahwa ― menulis atau mengarang adalah mengemukakan ide dalam bentuk visual.‖ Lebih jauh, Sumarmo (1989, hlm. 7) mengemukakan, bahwa ―menulis adalah mengungkapkan bahasa dalam bentuk simbol gambar.‖
Menulis dapat diartikan sebagai kegiatan menuangkan ide atau gagasan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai media penyampai (Tarigan,1986:hlm,15). Merupakan kegiatan menggali pikiran dan perasaan mengenai suatu objek, memilih hal-hal yang akan ditulis, menentukan cara menuliskannya sehingga pembaca dapat memahaminya dengan mudah dan jelas. Kemampuan menulis bukanlah kemampuan yang diperoleh secara otomatis. Kemampuan menulis seseorang bukan dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh melalui tindak pembelajaran. Berhubungan dengan cara pemerolehan kemampuan menulis, seseorang yang telah mendapatkan pembelajaran menulis belum tentu memiliki kompetensi menulis dengan andal tanpa banyak latihan menulis. Aktivitas menulis merupakan sebuah bentuk manifestasi kompetensi berbahasa paling akhir dikuasai pembelajar bahasa setelah kompetensi menyimak, berbicara dan membaca. Dibandingkan ketiga kompetensi bahasa tersebut, kompetensi menulis dapat dikatakan lebih sulit untuk dikuasai bahkan oleh penutur asli bahasa yang bersangkutan sekalipun. Hal ini disebabkan karena kompetensi menulis menghendaki penguasaaan berbagai unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang akan menjadi isi dari tulisan. Baik unsur bahasa maupun unsur isi pesan harus terjalin sedemikian rupa sehingga menghasilkan tulisan yang runtut, padu dan berisi. (Nurgiyantoro (2014: hlm, 422), Intinya, menulis itu bukan hanya melahirkan pikiran atau perasaan saja, melainkan juga merupakan pengungkapan ide, pengetahuan, ilmu dan pengalaman hidup seseorang dalam bentuk bahasa tulis. Oleh karena itu, menulis bukanlah merupakan kegiatan yang sederhana dan tidak perlu dipelajari, tetapi harus dikuasai. Penguasaan terhadap menulis berarti keterampilan untuk mengetahui dan memahami struktur bahasa yang sesuai dengan kaidah yang berlaku. Keterampilan tersebut adalah sebagian dari persyaratan keterampilan menulis seseorang untuk mengetahui, memahami, dan menggunakan unsur-unsur kata, kalimat, paragraf, serta tata tulis menulis. Semoga catata ini dapat menyemangati kita untuk terus menulis. Mari terus semangay untuk menuliskan hal-hal baik, karena kebaikan akan datang kepada kita juga. Dan walau kita hanya dapat menulis sedikitsedikit pastikan kita tidak berhenti, karena untuk bisa harus terlatih untuk membiasakannya. Semoga ! Semoga Bermanfaat. Salam Pendidikan Tinggi Indonesia!
Logika dan Kaidah Berpikir Dalam arti teknis, perkataan logika menunjuk pada suatu disiplin, yakni kegiatan intelektual yang dipelajari untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman dalam bidang tertentu secara sistematik dan terorganisasi yang terikat pada aturan-aturan prosedur tertentu (Dasar-Dasar Logika; E. Sumaryono). Logika adalah ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berfikir lurus (tepat) (Logika Selayang Pandang; Alex Lanur OFM). Secara sederhana, Logika itu adalah kemampuan berfikir manusia yang dapat disimpulkan dalam suatu gagasan. Secara umum logika itu berkaitan dengan ―pikiran‖ dan ―kata‖, sedangkan ―pikiran dan ―kata‖ mempunyai hubungan erat, artinya bahwa bahasa berkaitan erat dengan pikiran. Cara orang berbahasa mencerminkan caranya berfikir dan jalan pikirannya. Jadi, secara etimologikal, Logika berarti ilmu yang mempelajari jalan pikiran yang dinyatakan atau diungkapkan dalam bahasa. Para ahli studi Logika ini adalah: Zeno, Sokrates, Plato, Aristetoles, dan Phytagoras. Berpikir adalah proses rohani atau kegiatan akal budi yang berada dalam kerangka bertanya dan berusaha untuk memperoleh jawaban (Dasar-Dasar Logika; E. Sumaryono). Berfikir adalah obyek material logika. Yang di maksudkan dengan berfikir di sini ialah kegiatan pikiran, akal budi manusia. Dengan berfikir manusia dapat mengolah dan mengerjakan pengetahuan yang telah di perolehnya.
Hakikatnya, logika adalah kemampuan manusia dalam mengolah otaknya. Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan tentang pokok yang tertentu, atau sekumpulan gagasan yang menjadi sekumpulan ilmu yang memberikan suatu wawasan kepada kita. Azas-azas pemikiran merupakan dasar yang terdalam dari setiap pemikiran dan pengetahuan. Logika sebagai suatu disiplin, objek studinya adalah kegiatan berpikir bukan proses berpikirnya. Dalam arti teknis, berpikir adalah proses rohani atau kegiatan akal budi yang berada dalam kerangka bertanya dan berusaha untuk memperoleh jawaban. Kerangka bertanya itu akan terjadi jika manusia merasa dihadapkan pada pertanyaan atau masalah. Jadi, dalam kehidupan sehari-hari, manusia itu tidak selalu dari saat ke saat melakukan kegiatan berpikir dalam arti teknis tersebut. Manusia pada dasarnya hanya akan berpikir secara sungguh-sungguh jika dihadapkan pada faktor atau sesuatu hal yang memaksa ia berpikir. Faktor-faktor yang akan memaksa manusia untuk berpikir antara lain: Jika pernyataan atau pendiriannya dibantah oleh orang lain. Jika dalam lingkungannya terjadi perubahan secara mendadak, atau terjadi peristiwa yang tidak diharapkan. Dorongan rasa ingin tahu. Apabila kegiatan berpikir hanya untuk memecahkan sesuatu masalah dengan cara eksplisit mengajukan pertanyaan-pertanyaan serta berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut yang bertujuan untuk semata-mata memecahkan masalah tersebut, sehingga kegiatan berpikir ini dapat disebut berpikir refleksif. Sedangkan berpikir refleksif itu selalu berupa kegiatan yang terarah dan teratur. Maksud dari berpikir terarah itu sendiri adalah kegiatan berpikir yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang menjadi pusat perhatian terus-menerus. Logis sebagai salah satu ciri penalaran mengandung pengertian bahwa setiap bentuk penalaran mempunyai logikanya masing-masing. Maka penalaran adalah suatu proses berpikir logis, dimana berpikir logis adalah suatu kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau logika tertentu. Sedangka berpikir logis itu memiliki konotasi yang bersifat jamak (plural) dan bukan tunggal (singular). Manusia dalam melakukan kegiatan berpikir tidak selalu didasarkan pada penalaran, tapi ada juga kegiatan berpikir yang didasarkan pada perasaan dan intuisi disebut dengan kegiatan berpikir non-analistis. Berpikir non-analistis adalah suatu kegiatan berpikir yang tidak didasarkan pada pola kegiatan berpikir tertentu. Cara berpikir non-analistis sering berkaitan dengan dengan perasaan. Maka dapat disimpulkan bahwa ada dua cara berpikir dalam menemukan pengetahuan yang benar, yaitu penalaran dan perasaan. Dalam logika, sebelum menentukan suatu pernyataan itu benar atau salah kita harus menarik kesimpulan. Secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Logika Induktif dan Logika Deduktif. Logika Induktif Logika Induktif adalah suatu cara penarikan simpulan pada suatu proses berpikir dengan menyimpulkan sesuatu yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Contoh : dari fakta pengamatan didapatkan kenyataan bahwa sebatang besi jika dipanaskan memuai, demikian juga dengan sebatang tembaga, aluminium dan berbagai batang logam yang lain. Sedangkan berdasarkan kenyataan individual ini dapat ditarik kesimpulan yang bersifat umum yakni semua logam jika dipanaskan akan memuai. Logika Deduktif Logika Deduktif adalah suatu cara penarikan simpulan pada suatu proses berpikir yang sebaliknya dari logika induktif, yaitu dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Dengan adanya penjelasan mengenai berpikir dan penalaran, maka Logika dapat dirumus kan bahwa Logika adalah mempelajari metode-metode, asas-asas, dan aturan-aturan yang harus dipenuhi untuk dapat berpikir secara tepat, lurus, benar, dan jernih. Tujuan logika, yaitu: Membedakan cara berpikir
yang tepat dari yang tidak tepat. Memberikan metode dan teknik untuk menguji ketepatan cara berpikir. Merumuskan secara eksplisit asas-asas berpikir yang sehat dan jernih. Dalam mengembangkan aturan-aturan, metode-metode, dan teknik-teknik tentang cara berpikir yang tepat, Logika mengacu pada asas yang sering disebut kaidah berpikir. Asas-asas ini yaitu : 1. Asas Identitas Asas ini berbunyi: ―sesuatu hal adalah sama dengan halnya sendiri‖. Dengan kata lain: ―sesuatu yang disebut p maka sama dengan p yang dinyatakan itu sendiri bukan yang lain. Azas ini merupakan dasar dari semua pemikiran. Azas ini nampak dalam pengakuan bahwa benda ini adalah benda ini dan bukan benda lainnya, atau benda itu adalah benda itu dan bukan benda lainnya. Azas logika terdiri dari : Pertama; Azas yang menunjukkan suatu identitas yang jelas dan tepat dan tidak kontradiksi, misal; Sesuatu tidak dapat sekaligus merupakan hal itu dan bukan hal itu pada waktu yang bersamaan, atau sesuatu pernyataan tidak mungkin mempunyai nilai yang benar dan tidak benar pada saat yang sama. Dengan kata lain: sesuatu tidaklah mungkin secara bersamaan merupakan p dan non-p‖. Keputusan-keputusan yang saling berkontradiksi tidak dapat dua-duanya benar dan sebaliknya tidak dapat dua-duanya salah. Azas ini merupakan perumusan negatif dari azas identitas. Azas ini memberikan alasan yang kontra terhadap kalimat yang ada. Kedua; Asas Kemungkinan. Asas ini berbunyi: sesuatu jika dinyatakan sebagai hal tertentu atau bukan hal tertentu maka tidak akan ada kemungkinan ketiga yang merupakan jalan tengah‖. Dengan kata lain: sesuatu x mestilah p atau non-p tidak ada kemungkinan ketiga. Azas ini menyatakan bahwa kemungkinan yang ketiga tidak ada. azas ini adalah azas yang menutupi kemungkinan ke tiga. Ketiga; Asas Alasan. Asas ini berbunyi: suatu perubahan yang terjadi pada sesuatu hal tertentu mestilah berdasarkan alasan yang cukup, tidak mungkin tiba-tiba berubah tanpa sebab-sebab yang mencukupi. Dengan kata lain: adanya sesuatu itu mestilah mempunyai alasan yang cukup, demikian pula jika ada perubahan pada keadaan sesuatu. Azas ini menyatakan bahwa segala sesuatu yang ada mempunyai alasan yang cukup untuk adanya yang dapat dimengerti. Azas ini memberikan suatu alasan yang tepat dan jelas. Manusia dapat mengetahui hakikat umum sebuah objek, atau dapat berpikir tentang Hakikat tersebut, karena manusia dapat menciptakan sebuah konsep. Manusia dapat memahami hakikat benda yang ia ketahui. Sebagai ilustrasi misalnya, melalui pancaindera kita dapat menangkap benda-benda sesuai dengan realitas nya. Gambaran preseptual semacam ini selanjutnya akan terbentuk atau tercetak dalam benak kita dan membentuk sebuah imajinasi. Proses imajinasi tersebut adalah sebagai berikut. Pada mulanya, pikiran kita memahami hakikat atau esensi objek dalam wujud angan-angan atau fantasi, yaitu gambaran yang ada di luar imajinasi yang kita bentuk (imajinasi perseptual). Segera sesudah pikiran kita membuat abstraksi tentang hakikat objek tersebut, proses ini mendorong pikiran kita untuk membentuk gagasan atau konsep tentang objek tersebut. Jadi, pancaindera kita menangkap objek khusus dan pikiran kita mengabstraksikan hakikat atau esensinya. Pancaindera dan pikiran saling bekerja sama untuk membentuk gagasan-gagasan. Definisi Idea atau Gagasan adalah gambaran akal budi tentang suatu hal atau objek tertentu, atau pemahaman pikiran kita tentang sesuatu benda/ objek. Sebagai contoh, gagasan "seekor sapi" merupakan imajinasi tentang seekor binatang yang mempunyai ciri-ciri khas yang dimiliki seekor sapi. Gagasan tentang "seekor sapi" itu dapat diterapkan pada binatang sapi macam apa pun tanpa harus memperhatikan perbedaan-perbedaan khusus yang terdapat di antara berbagai macam jenis sapi sebab macam-macam jenis sapi itu tetap mempunyai kualitas hakiki yang berlaku umum, yang dapat menentukan/membentuk
gagasan tentang seekor sapi. Jadi, di sini tampak perbedaan pokok antara pengertian persepsi dan gagasan. Pengertian berhubungan dengan pengetahuan tentang suatu hal yang konkret, khusus, dan individual. Pengertian terarah pada sebuah objek yang konkret dan individual sebagaimana kita tangkap melalui pancaindera. Sementara itu, gagasan berhubungan dengan sesuatu yang sifatnya abstrak dan universal. Demikian penjelasan mengenai Logika dan Kaidah Berpikir. Semoga bermanfaat, Salam Pendidikan Tinggi Indonesia !
Membaca di Era Literasi Digital Perkembangan teknologi yang pesat saat ini sangat membantu memudahkan urusan manusia di segala aspek bidang kehidupan. Manusia modern saat ini sangat terbantu dengan teknologi yang ada. Dengan adanya teknologi, jarak dan ruang bukanlah hambatan saat ini untuk saling berkomunikasi. Teknologi juga mempermudah setiap orang untuk melakukan transaksi melalui gadget mereka tanpa harus bertatap muka. Bisa disimpulkan bahwa saat ini kehidupan kita tak bisa dipisahkan dengan teknologi yang ada saat ini. Teknologi telah menjadi kebutuhan primer manusia modern. Perkembangan teknologi digital sering dianggap sebagai kambing hitam bagi kegemaran membaca. Orang khawatir bahwa ketika internet semakin mudah diakses, buku cetak tidak lagi menarik minat pembaca. Di Indonesia terutama, kekhawatiran ini muncul karena minat membaca belum tumbuh. Kekhawatiran yang sama mengemuka di dunia Barat di awal kemunculan teknologi visual, yaitu televisi dan film. Namun kekhawatiran ini tidak terbukti. Buku-buku cetak tetap digemari saat itu, karena diproduksi dengan memenuhi tantangan teknologi visual. Buku-buku dibuat dengan kaya warna, ilustrasi dan desain yang menarik. Inovasi terjadi dalam dunia komik, novel grafis, dan buku bergambar, yang digarap dengan kualitas konten, warna, dan desain yang lebih baik. Televisi sempat mencuri perhatian sesaat, namun orang tetap kembali kepada buku cetak. Hal ini membuktikan bahwa teknologi visual bahkan memberikan kontribusi bagi perkembangan dunia membaca. Budaya membaca untuk kesenangan (reading for
pleasure) semakin tumbuh karena dipupuk dan dimanjakan oleh buku-buku yang baik. Perkembangan budaya membaca untuk kesenangan tumbuh seiring dengan inovasi dalam teknologi visual. Inovasi dalam produksi buku telah tampak di Indonesia dengan kemunculan buku-buku bergambar yang memperhatikan aspek desain, penataan, dan ilustrasi secara lebih serius. Sayangnya, buku-buku berkualitas hanya dapat diakses oleh kelas atas dan menengah di daerah perkotaan di Pulau Jawa. Rendahnya daya beli dan mahalnya ongkos ekspedisi serta distribusi menyebabkan buku-buku berkualitas ini tak dapat diakses oleh sebagian besar pembaca, terutama mereka yang tinggal di pedesaan, luar Jawa, dan daerah-daerah terluar di Indonesia. Inovasi dalam peningkatan kualitas dan distribusi buku terbukti kalah cepat dengan perkembangan teknologi internet dan gawai elektronik yang telah menyebar ke segala penjuru Indonesia. Informasi digital saat ini telah menjadi materi bacaan yang diakses secara masif. Kegiatan membaca digital mempengaruhi cara seseorang mencerna informasi, perilaku membaca, dan cara memahami bacaan. Karena itu, upaya menumbuhkan minat baca membutuhkan strategi khusus dan perlu memperhatikan perilaku dan preferensi membaca di era digital ini. Survei Nielsen di Indonesia pada Oktober 2016 memperkuat ungkapan ini. Survey ini menemukan bahwa anak (usia 10-14 tahun) dan remaja Indonesia (umur 15-19) lebih gemar mengakses internet ketimbang membaca buku. Survey ini lebih jauh menyebutkan bahwa persentase anak yang membaca buku hanya 11 %, dan remaja hanya 10 %. Sementara itu, hanya 4 % orang dewasa membaca buku. Anak-anak dan remaja mengakses internet untuk mencari informasi (8 % untuk anak-anak dan 17 % untuk remaja) ketimbang bermain (hanya sekitar 6 % pada kedua kelompok ini. Fakta bahwa media teknologi lebih banyak diakses ketimbang media cetak tak dapat dielakkan lagi. Perilaku Membaca di Era Literasi Digital Teknologi yang ada bukan tanpa cela. Selain memiliki sisi positif, teknologi juga menyimpan pengaruh negatif. Salah satu dampak buruk teknologi yang jelas terlihat adalah menurunnya minat baca di kalangan generasi muda. Teknologi yang ada sangat memanjakan mereka. Mulai dari teknologi sederhana seperti televisi hingga internet, semuanya hal yang mempermudah namun melenakan. Menurut saya, televisi dan gadget memiliki adiksi yang tinggi, dan secara tidak langsung mereka menghabiskan hari-harinya dengan hal tersebut. Saat ini rasanya sulit untuk menemukan tontonan yang memiliki manfaat. Meskipun tidak semuanya ! Selain itu informasi yang didapat melalui tontonan jauh lebih sedikit daripada melalui kegiatan seperti membaca koran ataupun buku. Dari segi waktu, membaca jauh lebih efektif daripada menghabiskan waktu berjam-jam di depan televisi atau bermedia online yang kurang bermanfaat. Hal menarik disimak, Jika seorang anak diberikan perangkat gawai berlayar, biasanya ia akan menerima gawai itu dengan antusias, lalu menggeser-geserkan telunjuk dan ibu jarinya pada layar tersebut, meskipun perangkat tersebut tidak menggunakan teknologi ‗touch sreen. Salah satu perilaku membaca masa kini yang diamini oleh banyak peneliti adalah kebiasaan membaca teks-teks pendek dan kemampuan multitasking saat membaca. Pembaca di era digital jarang berfokus pada satu bacaan dalam jangka waktu yang lama. Mereka beralih perhatian dari bacaan satu kepada bacaan lain, kepada surel, kepada kegiatan berselancar di dunia maya, atau berkomunikasi di media sosial. Jenis teks dan cara membaca ini membuktikan berkurangnya rentang konsentrasi dan daya tahan membaca pada satu bacaan. Tujuan membaca menjadi semakin pragmatis; orang membaca hanya untuk mencari informasi tertentu yang spesifik.
Banyak peneliti menempatkan kegiatan membaca buku cetak dan elektronik pada sisi yang berlawanan. Ziming Liu (2005) mengatakan bahwa ketika membaca informasi digital, pembaca cenderung mencari informasi yang spesifik dengan teknik memindai (scanning), menggunakan kata kunci tertentu, membaca dengan alur yang nonlinear, dan membaca penggalan informasi secara selektif. Ketika melakukan ini, pembaca mengabaikan banyak informasi detail. Hal ini tentunya berbeda dengan pembacaan terhadap buku cetak yang biasanya dilakukan dengan perhatian penuh, lebih terfokus, sehingga mendapatkan informasi secara lebih sistematis. Praktik menuliskan komentar pada marjin buku dan menggarisbawahi kalimat (teknik anotasi) yang sering dilakukan pembaca saat membaca buku cetak pun tidak dilakukan oleh pembaca konten digital, meskipun fitur ini tersedia pada perangkat digital. Aktivitas memindai pun dilakukan oleh pembaca cetak dan digital dengan cara yang berbeda (Olsen, 1994). Saat membaca buku cetak, pembaca memindai bacaan untuk menemukan informasi tertentu sembari berusaha memahami keseluruhan teks. Pembaca pun dapat mengingat informasi yang dipindai tersebut dengan lebih baik karena ia dapat menandai letaknya dalam buku. Menurut Olsen (1994), ingatan visual ini tidak terjadi pada kegiatan menelusuri bacaan digital (scrolling up, scrolling down). Teks digital umumnya dibaca secara parsial, sehingga pembaca tidak membacanya sebagai satu kesatuan ide secara utuh. Dalam hal ingatan terhadap konten bacaan, Penelitian Anne Mangen dari Universitas Norwegia menemukan bahwa pembaca buku cetak untuk mengingat informasi dari materi bacaan dengan lebih baik ketimbang buku elektronik. Studinya membuktikan bahwa pembaca buku cetak mampu menceritakan ulang isi bacaan dengan lebih baik dan lebih detil ketimbang pembaca buku elektronik. Meskipun demikian, kita tak mengelak fakta bahwa konten digital memiliki beberapa fitur unggul. Pertama, teks digital menawarkan cara yang instan untuk mengakses informasi. Kedua, bacaan digital bersifat multimodal. Teks, gambar/elemen visual, suara, bahkan fitur-fitur interaktif menjadi elemen pemikat bacaan digital. Paket komplet ini memampukan teks digital untuk mengakomodasi kekhususan belajar; sesuai bagi pembaca berkebutuhan khusus atau pembaca dengan ragam gaya belajar: visual, auditori, dan kinestetik. Ketiga, membaca digital memungkinkan pembaca untuk mengakses banyak materi dalam waktu yang singkat sehingga meningkatkan kemampuan sintesis mereka. Tentunya, kecakapan literasi informasi – yaitu kemampuan untuk memilah informasi berdasarkan akurasi dan kemanfaatannya – perlu ditingkatkan secara sistematis. Dengan semua potensi menarik ini, kemampuan membaca materi digital dapat ditumbuhkan seiring dengan minat dan budaya membaca materi cetak. Keduanya saling melengkapi. Membaca digital lebih sesuai untuk penelusuran informasi secara instan, sedangkan membaca materi cetak membantu untuk memahami informasi secara menyeluruh. Preferensi Bacaan Materi bacaan dalam bentuk digital dan cetak perlu dipahami sebagai alternatif yang tersedia untuk dipilih pembaca di era modern ini. Pembaca memiliki preferensi yang luas; yang menentukan pilihan material bacaan adalah keterikatan emosional terhadap material tersebut dan kebiasaan individu. Sebagian pembaca mungkin lebih nyaman membaca pada layar gawai. Sebagian yang lain tetap setia pada materi cetak. Preferensi terhadap materi cetak atau digital ini ternyata tak dipengaruhi oleh usia. Survei Ramirez (2003) membuktikan bahwa kebanyakan (68 %) remaja di Amerika lebih menyukai membaca bacaan cetak karena mereka mendapatkan dan mampu mengingat lebih banyak informasi. Penelitian lain oleh Hartzell (2002) menyebutkan bahwa remaja mengakui membaca lebih lambat pada layar monitor komputer dibandingkan apabila mereka membaca buku cetak. Preferensi ini menunjukkan bahwa invasi teknologi sesungguhnya bukanlah ancaman terhadap minat membaca, melainkan tantangan untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi dalam meningkatkan kualitas buku dan kegiatan penumbuhan minat baca.
Dengan mengetahui perilaku dan preferensi bacaan di era literasi digital saat ini, kita dapat menyikapi mereka dengan lebih bijak. Preferensi bacaan terhadap teknologi tak perlu disikapi dengan paranoid apabila kita tidak memperlakukan teknologi sebagai ancaman; melainkan, tantangan yang mengharuskan orang dewasa untuk semakin kreatif lagi. Ketika seseorang mencari informasi dan yang pertama mereka ingat adalah petunjuk berupa bacaan atau tulisan, itu bisa dideskripsikan membaca. Jadi, tidak hanya buku secara fisik, ketika mencari alamat lalu membuka Google Map bisa dikategorikan membaca. Di era ini masyarakat sudah punya pilihan lain berupa bacaan digital di perangkat elektronik seperti mobile. Walaupun demikian, minat baca masyarakat rendah walau sekarang penetrasi perangkat elektronik seperti smartphone atau PC sudah sangat tinggi, pun begitu dengan internet. Penetrasi perangkat elektronik untuk membaca masih tidak sebanyak di perkotaan dan kalau pun punya, biasanya digunakan untuk hal tidak baik. Tidak heran. Penetrasi perangkat membaca tinggi plus bacaan sudah menyebar di mana-mana, media sosial jadi penghalang utama untuk membaca. Sekarang, orang lebih senang melihat media sosial seperti Instagram atau Twitter dibanding membaca buku online, apalagi fisik. Yang diharapkan adalah masyarakat bisa membaca suatu hal positif dan berguna bagi kehidupannya. Masyarakat harus menyadari, membaca dapat membuka dunia, dengan membaca kita mengetahui segala informasi yang dibutuhkan. Budaya membaca ditengah masyarakat memiliki andil besar dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan tentunya akan berbpengaruh pada kemajuan suatu negara. Di era kemajuan teknologi informasi kini membuat pergeseran di kalangan generasi muda terhadap minat membaca, meskipun informasi yang didapat melalui dunia internet semakin mudah diakses. Perkembangan teknologi yang terjadi saat ini merupakan salah satu bentuk globalisasi yang selalu meningkat dibagian teknologi dan komunikasi. Globalisasi tidak hanya terjadi dalam masalah alam tapi juga masalah kebutuhan bagi kelangsungan hidup manusia. Berbagai cara telah diusahakan demi kelangsungan hidup manusia dengan perolehan yang mudah dijangkau oleh seluruh penjuru dunia. Kebutuhan dapat dipenuhi dengan mudah karena adanya bantuan teknologi yang maju yakni menggunakan internet. Perkembangan internet yang terjadi dari masa ke masa telah mengalami kemajuan yang sanagat pesat. Kemudahan dalam melakukan aktifitas pun dapat dibantu oleh adanya akses internet yang luas dan hampir semua orang di dunia ini menggunakan internet terutama untuk berkomunikasi, mencari berita, membaca, bekerja dan memenuhi kebutuhan informasi. Perkembangan teknologi yang terjadi setelah adanya internet telah membutakan manusia bahwa sebenarnya bertemu secara langsung dan membaca buku merupakan kegiatan yang sangat menyenangkan dan lebih mendapatkan banyak ilmu menarik yang tidak kita dapatkan melalui dunia internet. Masyarakat saat ini lebih memilih untuk menggunakan Gadget sebagai alat pemenuhan keinginan, melainkan dengan berinteraksi secara langsung dan membaca buku yang terkait dengan kebutuhan. Minat membaca memang telah banyak berkurang dikalangan masyarakat, masyarakat lebih memilih Gadget dibanding buku dalam memperoleh ilmu berupa bacaan, dan memilih media sosial daripada berkomunikasi secara langsung. Kemudahan yang diperoleh dengan adanya internet memang banyak sekali karena dianggap lebih efisien, praktis dan lengkap, namun tidak menutup kemungkinan internet menjadi penghalang bagi masyarakat untuk memperoleh hal yang lain dari membaca buku dan berinteraksi secara langsung. Membaca buku merupakan salah satu kegiatan yang mampu menyehatkan otak dan membantu pikiran mengembangkan yang dimaksud oleh penulis. Dengan bantuan membaca buku atau hasil pencarian di
internet memang tidak jauh berbeda, namun harus bijak dalam memilih bacaan, karena tidak semua bacaan sesuai dengan kebutuhan yang kita inginkan. Berkomunikasi secara langsung juga dinilai lebih baik bagi diri kita sendiri, bagi orang lain dan dapat memperkuat tali silaturrahmi. Semoga bermanfaat. Salam Pendidikan tinggi Indonesia ! Referensi Hartzell, G. (2002). Capitalizing on the school library‘s potential to positively affect the students‘ achievements. Diunduh dari http://eduscapes.com/sms/overview/hartzell.html Liu, Z. (2005). Reading behavior in the digital environment: Changes in reading behavior over the past ten years. Journal of Documentation, 61 (6), pp. 700-712. Olson, D. Z. (1994). The world on paper. New York: Cambridge University Press. Ramirez, E. (2003). The impact of the Internet on the reading practices of a university community: the case of UNAM. World Library and Information Congress: 69th IFLA General Conference and Council, August 1-9, 2003, Berlin, pp.1-13. Diunduh dari http://www.ifla.org/IV/ifla69/papers/019e-Ramirez.pdf
Mari Budayakan Berpikir Logis, Kritis, dan kreatif Berpikir Logis Berpikir secara logis adalah suatu proses berpikir dengan menggunakan logika, rasional dan masuk akal. Secara etymologis logika berasal dari kata logos yang mempunyai dua arti 1) pemikiran 2) kata-kata. Jadi logika adalah ilmu yang mengkaji pemikiran. Karena pemikiran selalu diekspresikan dalam kata-kata, maka logika juga berkaitan dengan ―kata sebagai ekspresi dari pemikiran‖. Dengan berpikir logis, kita akan mampu membedakan dan mengkritisi kejadian-kejadian yang terjadi pada kita saat ini apakah kejadiankejadian itu masuk akal dan sesuai dengan ilmu pengetahuan atau tidak. Tidak hanya itu, seorang peserta didik juga harus mampu berpikir kritis sehingga ia mampu mengolah fenomena-fenomena yang diterima oleh sistem indera hingga dapat memunculkan berbagai pertanyaan yang berkaitan dan menggelitik untuk dicari jawabannya. Contoh real-nya ketika seorang mahasiswa atau peneliti melakukan metode ilmiah, maka pelaku ilmiah ini harus melakukan kegiatan ilmiah ini dengan berpikir secara logis, mulai dari saat pelaku ilmiah melakukan observasi/ pengamatan, merumuskan masalah, menyusun hipotesis, melaksanakan penelitian, mengumpulkan data, mengolah dan menganalisis data, hingga menarik kesimpulan. Seluruh proses kerja ilmiah tersebut harus dikerjakan berdasarkan prinsip yang logis, rasional, dan masuk akal agar dapat dipertanggungjawabkan.
Cara berpikir logis yang biasa dikembangkan, dapat dibagi menjadi dua, yaitu berpikir secara deduktif dan berpikir secara induktif. Logika deduktif adalah penarikan kesimpulan yang diambil dari proposisi umum ke proposisi khusus. Sederhananya kata umum-khusus. Adapun logika induktif kebalikan dari logika deduktif. Jenis logika ini harus mengikuti penalaran yang berdasarkan pengalaman atau kenyataan. Artinya, jika tidak ada bukti maka kesimpulannya belum tentu benar atau pasti. Dengan demikian, dia tidak akan mempercayai suatu kesimpulan yang tidak berdasarkan pengalaman atau kenyataan lewat tangkapan panca indranya. Berpikir Kritis Berpikir kritis (critical thinking) adalah sinonim dari pengambilan keputusan (decision making), perencanaan strategik (strategic planning), proses ilmiah (scientific process), dan pemecahan masalah (problem solving). Berpikir kritis merupakan upaya pendalaman kesadaran serta kecerdasan membandingkan dari beberapa masalah yang sedang dan akan terjadi sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan dan gagasan yang dapat memecahkan masalah tersebut. setiap orang memiliki pola pikir yang berbeda. Akan tetapi, apabila setiap orang mampu berpikir secara kritis, masalah yang mereka hadapi tentu akan semakin sederhana dan mudah dicari solusinya. Berpikir kritis mengandung makna sebagai proses penilaian atau pengambilan keputusan yang penuh pertimbangan dan dilakukan secara mandiri. Peter Facione, mengemukakan bahwa berpikir kritis merupakanpProses perumusan alasan dan pertimbangan mengenai fakta, keadaan, konsep, metode dan kriteria. Richard Paul mendefinisikan berpikir kritis sebagai proses merumuskan alasan yang tertib secara aktif dan terampil dari menyusun konsep, mengaplikasikan, menganalisis, mengintegrasikan (sintesis), atau mengevaluasi informasi yang dikumpulkan melalui proses pengamatan, pengalaman, refleksi, pemberian alasan (reasoning) atau komunikasi sebagai dasar dalam menentukan tindakan. Menurut Halpen (dalam Achmad, 2007) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran-merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi, mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir kritis ini juga biasa disebut dengan directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju. R. Matindas (dalam Sarwono, 2009) menyatakan bahwa: ―Berpikirkritisadalah aktivitas mental yang dilakukan untuk mengevaluasi kebenaran sebuah pernyataan. Umumnya evaluasi berakhir dengan putusan untuk menerima, menyangkal, atau meragukan kebenaran pernyataan yang bersangkutan‖. Hal terpenting yang perlu diperhatikan dalam konsep berpikir kritis bahwa dalam proses berpikir kritis, seseorang dapat dikatakan sedang mengevaluasi bahan atau topic yang sedang dibahas. Sebab dalam proses berpikir kritis, seseorang akan mengalami berbagai pertimbangan dari berbagai aspek untuk menentukan suatu tujuan yang menghasilkan jawaban yang disampaikan. Selain mampu berpikir logis dan kritis, seorang peserta didik juga harus mampu berpikir kreatif.
Berpikir Kreatif Berpikir kreatif ini merupakan suatu kepiawaian pola berpikir kita yang didasari dengan pemahaman yang mendalam tentang konsep-konsep yang telah diketahui sebelumnya dan kemudian memberikan suatu perubahan. Kata ―kreatif‖ merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris To Create, yang merupakan singkatan dari : Combine (menggabungkan) Reverse (membalik) Eliminate (menghilangkan) Alternatif (kemungkinan) Twist (memutar) Elaborate (memerinci) Berpikir kreatif berarti
: penggabungan suatu hal dengan hal lain : membalikan beberapa bagian atau proses : menghilangkan beberapa bagian : menggunakan cara, bahan dengan yang lain. : memutarkan sesuatu dengan ikatan : memerinci atau menambah sesuatu : Melepaskan diri dari pola umum yang sudah tertanam dalam ingatan. Mampu mencermati sesuatu yang luput dari pengamatan orang lain.
Menurut John Adair kreativitas adalah daya pikir dan semangat yang memungkinkan kita untuk mengadakan sesuatu yang memiliki kegunaan, tatanan, keindahan, atau arti penting dari sesuatu yang kelihatannya tidak ada. Kendatipun kita sepakat bahwa kreativitas itu memang perlu dikembangkan, namun kadang-kadang kita memandang istilah kreativitas itu sebagai sesuatu yang berbeda satu sama lain, yang dapat menyebabkan kaburnya makna essensial dari istilah ini. Pandangan atau pemahaman tentang kreativitas yang berbeda itu menurut Dedi Supriadi (1992:1) disebabkan karena dua hal. Pertama, sebagai suatu ―konstruk hipotesis‖ kreativitas merupakan ranah psikologis yang kompleks dan multi dimensional, yang mengundang banyak penafsiran. kedua, definisidefinisi kreatifitas memberikan penekanan pada sisi yang berbeda-beda, tergantung dasar teoritis yang menjadi acuan pembuat definisi. Perbedaan pemahaman dalam mengartikan istilah kreatifitas tidak berarti bahwa kita lantas mengambil salah satu istilah dengan menafikan yang lain, tetapi hendaknya semua dipandang sebagai sesuatu yang saling melengkapi sehingga kita boleh berharap dengan melihat berbagai pandangan itu akan tampak kepada kita ―kreativitas‖ sebagai sesuatu yang utuh menyeluruh. Beberapa definisi kreativitas, antara lain: 1. Torrance (dalam Penick,1988:7) mengemukakan: ‖ Creativity is a process of becoming sensitive to problems, deficiencies, knoeledge, missing elements, disharmonies, etc.; identifying the difficulties; searching for solution, making guesses, or formulating hypotheses and possibly modifying them and retesting them; finally communicating the results.‖ 2. Baron (dalam Rotherberg,1987:190) berpendapat bahwa kreatifitas adalah:‖ The ability to bring something new into existence‖. 3. Mac Kinnon (dalam Yelon,1977:2332) menyatakan bahwa kreativitas adalah: … seems to be unique combination of ingredients, a combination which leads to novel approaches to situations, to problrm solving through sustained insight‖. 4. Mednick (dalam Picard,1979:15) mengemukakan kreativitas sebagai salah satu ragam berpikir:‖ creative thinking consist in forming need combination of associative elements, especially mutually remote elements‖.
5. Guilford (dalam Dedi Supriadi,1992) bahkan menambahkan bahwa :‖ … creativity refers to the abilities that are characteristics of creative people‖. Jika kita telaah, akan tampak bahwa orang memang bisa memandang kreativitas dari segi yang berbeda, bisadari segi proses, produk atau mungkin pula dari segi orangnya. bahkan Rhodes (dalam Rampengan,1986:24) menyatakan bahwa kreativitas dapat dipandang dari empat sisi komponen kreativitas, yaitu ‖ person, process, products and press‖ atau yang terkenal dengan sebutan ― the four P‘s of creativity.‖ Telaahan lain terhadap berbagai definisi dari kreativitas akan memunculkan apa yang kemudian dikenal sebagai ― Mac Kinnon Tri Partite definition of creativity‖ sebagai karekteristik dari kreativitas, yaitu: 1. Melibatkan penciptaan sesuatu yang baru atau jarang; 2. Mampu mengidentifikasi arah atau petunjuk ke arah tujuan yang diinginkan, contoh : merancang gedung hingga benar-benar memiliki ruang yang efisien untuk bekerja; 3. selalu berusaha untuk mencapai kesempurnaan atau ketuntasan (Wilson,1974:1930). Kata ―baru‖ dalam kaitan dengan kreativitas tidak perlu diartikan sesuaru yang benar-benar baru (sebelumnya belum pernah ada), tetapi dapat saja hasil ciptaannya itu merupakan kombinasi dari apa-apa yang telah ada sebelumnya. Atau mungkin pula sesuatu yang baru itu hanya baru bagi orang tersebut, jadi mungkin saja bagi orang lain bukan hal yang baru (Anderson,1970:90). Mungkin bagi guru/dosen suatu pemecahan soal tentang materi pelajaran dalam PBM yang dikelolanya adalah bukan sesuatu yang baru, tetapi bagi muridnya adalah sesuatu yang baru. Ini pun termasuk salah satu bentuk kreativitas. Selain dari apa yang dikemukakan di atas, definisi kreativitas juga dapat dibedakan menjadi definisi konsensual dan definisi konseptual. Definisi konsensual adalah bahwa sesuatu itu bernilai kreatif jika oleh pengamat yang ahli dalam bidangnya sesuatu itu memang bernilai kreatif. Sedangkan definisi konseptual diartikan bahwa sesuatu itu bernilai kreatif jika secara konseptual sesuatu itu memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Misalnya : a) Produk itu baru, unik , berguna, benar atau bernilai dilihat dari segi kebutuhan tertentu dan b) Produk itu bersifat heuristik, yaitu menampilkan metode yang masih belum pernah atau jarang dilakukan oleh orang lain sebelumnya (Amabile, dalam Dedi Supriadi,1992:2). Anderson (1970) memendang kreativitas sebagai suatu proses berpikir. Adapun jenis berpikir yang dapat mencerminkan kreativitas adalah tergolong jenis berpikir divergen (divergent thinking) seperti terungkap dari apa yang dikemukakan Yelon (1977:232) ― An important ingredient in creativity is divergent thinking‖. Selanjutnya Yelon (1977:232) dengan diilhami oleh pendapat Guilford menerangkan bahwa ― divergent thinking is characterized by producing wide variety of alternative solutions, each of which is logically possible‖. Utami Munandar (1987:48) merumuskan dalam bahasa yang akrab dengan kita, bahwa ―Kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban‖. Jenis berpikir yang oleh Guilford dinamai berpikir divergen (divergent thinking) ini tampaknya setali tiga uang dengan jenis berpikir yang oleh De Bono diberi nama ―Lateral thinking‖ (Berpikir Lateral). Berpikir lateral atau berpikir menyamping, diberi nama demikian
oleh De Bono untuk mengisyaratkan keragaman kemungkinan jawaban terhadap permasalahan, sebagai kontradiksi dengan penalaran ilmiah yang oleh De Bono disebut sebagai berpikir vertikal. Adapun ciri-ciri berpikir lateral yang membedakannya dengan berpikir ilmiah, antara lain: Berpikir vertikal lebih menekankan pada kebenaran (right), sedangkan lateral menekankan pada kekayaan ragam. Dalam berpikir vertikal orang bergerak ke arah yang didefinisikan untuk sampai pada pemecahan masalah, sedangkan lateral bergerak untuk menghasilkan arah. Berpikir vertikal bersifat analisis sedangkan lateral bersifat provokatif. Dalam berpikir vertikal orang melangkah selangkah demi selangkah secara berurutan, sedangkan lateral dapat membuat lompatan dalam berpikir. Dalam berpikir vertikal orang harus benar pada setiap langkah sedangkan dalam lateral tidak perlu. Dalam berpikir vertikal orang mengikuti jalan yang paling mungkin sedangkan dalam lateral orang menjajagi jalan yang paling tidak mungkin. Dengan berpikir vertikal orang berkonsentrasi dan mengesampingkan apa yang tidak relevan sedang kan dalam lateral orang menyambut baik terobosan yang kebetulan. Dengan berpikir vertikal kategori, klasifikasi dan label bersifat tetap, sedangkan dalam lateral tidak. Berpikir vertikal merupakan proses terbatas sedangkan lateral merupakan proses yang serba mungkin. Berpikir vertikal dan berpikir lateral memang secara fundamental berbeda, hal itu tidak berarti bahwa kita harus memilih salah satu kemudian mengesampingkan yang lain, namun hendaknya dipandang bahwa satu sama lain saling melengkapi. keduanya perlu dilatihkan , agar selain memiliki kemampuan penalaran ilmiah yang baik, kitapun kreatif. Sebagai kemampuan berpikir, Guilford mengemukakan bahwa kreatifitas ditandai dengan adanya: Kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian (originality), dan elaborasi (elaboration) (Rotherberg,1978:200). Kelancaran dimaksudkan sebagai kemampuan untuk mengemukakan banyak gagasan pemecahan terhadap suatu masalah; Keluwesan didefinisikan sebagai kemampuan untuk membuat transformasi informasi, menafsirkan ulang (reinterprate), membuat definisi lain (redifine); kealsian diartikan sebagai kemampuan untuk membuat gagasan yang alain dari yang lain (unique); sedangklan elaborasi adalah kemampuan untuk memerinci, mengambangkan gagasan dan membuat implikasi dari informasi-infornasi yang tersedia. SELALU BERPIKIR POSITIF DALAM KEADAAN APAPUN Berpikir positif memang tidak menjamin keadaan akan berubah menjadi lebih baik, namun coba pertimbangkan bagaimana dengan kebalikannya (berpikir negatif)? ―Bicara sih gampang, coba nanti kalau lagi di rundung masalah, apa masih bisa positive thinking?‖. Ya walaupun lebih sulit tetapi pasti bisa. Mengapa? Karena manusia bisa menemukan alasan/logika dalam hal apapun. Apapun keadaannya, bagaimanapun situasinya, kita selalu bisa menemukan jalan, hanya saja manusia itu lemah dalam berusaha (malas berpikir dan bekerja), sehingga kita cenderung lebih suka larut dalam perasaan dan emosi. Kita sangat menyukai pilihan-pilihan mudah seolah jalan sudah disediakan dan kita hanya tinggal melangkah, namun realita tidak seperti itu, seringkali inilah yang menyebabkan akhirnya kita
berpikir negatif dan pesimis dengan keadaan, karena kenyataannya idealisme yang kita bayangkan sejak awal itu tidak pernah ada. Sesuatu yang diulang-ulang terus biasanya lebih mudah diterima sebagai kenyataan terlepas dari benar atau tidaknya hal tersebut, itulah sebab kita suka mendengar quotes-quotes idealis yang ―seolah benar‖ hanya karena enak didengar dan sering dibawakan berulang-ulang. Idealisme inilah yang biasanya menjadi awal dari semua perasaan dan pemikiran negatif, karena begitu kita sadar bahwa semua itu hanyalah ―ilusi‖, kita mulai meragukan dunia dan dengannya menjadi orang pesimis sehingga terus-terusan berpikir negatif (seperti: hidup ga semudah omongan Mario Teguh). Berpikir analitis/skeptis memang melelahkan (dan kurang menyenangkan) tetapi itu adalah cara terbaik untuk menemukan solusi dari segala permasalahan, membedakan antara kebenaran dan kebohongan, membedakan antara ilusi dan realita, dan tentunya membuat Anda lebih optimis menerima keadaan dan menghadapi realita yang ada. Bagaimana caranya agar kita selalu dapat berpikir positif apapun keadaannya? Cukup pahami dengan baik 2 hal simpel berikut: Jangan berpikir berlebihan : Otak Anda bisa menemukan jawaban apapun. Yang pertama adalah berhenti menghabiskan banyak waktu berpikir, stress, ragu-ragu, khawatir, overthinking, apapun itu. Otak adalah senjata terkuat manusia, namun terkadang otak juga bisa menjadi bumerang yang mematikan. Mulailah berpikir realistis dan gunakan otak Anda untuk mencari jalan keluar yang praktikal. Langkah pertama untuk menghilangkan stress dan pikiran negatif adalah dengan berhenti berpikir sejenak, rilekslah, kosongkan pikiran dan mulai isi kembali dengan fokus pada mencari jalan keluar yang paling masuk akal dari keadaan yang sudah ada. Anda memiliki kekuatan untuk menentukan isi pikiran, karena itu jangan isi pikiran dengan hal-hal bodoh (it‘s your choice), walaupun ini tidak menjamin keselamatan/jalan keluar dari permasalahan setidaknya hal ini tidak akan memperburuk kondisi pikiran. ―Teori sih gampang, bagaimana kalau saya sudah berpikir positif namun masalah/keadaan tidak kunjung membaik, saya tetap stuck dalam masalah dan bahkan semakin bingung harus melakukan apa?‖. Harus memahami dengan baik poin no. 2 yaitu otak Anda bisa menemukan jawaban APAPUN. Berpikirlah untuk menyelesaikan masalah yang ada. Ingat bahwa masalah itu hanyalah pertanyaan yang belum terjawab, anggaplah masalah itu ―pertanyaan‖ dan segera cari jawabannya. (faktanya sebagian besar dari kita sudah menemukan jawabannya). Jika sudah tahu jawabannya, berhenti berpikir dan segera bertindak, terkadang orang yang kebanyakan berpikir justru malah kurang bertindak karena pemikirannya sendiri. Cobalah mampir ke forum dan curhat tentang masalah yang anda hadapi, pasti beberapa orang dengan pintarnya akan memberikan jawaban, apa artinya? Ya kita semua sangat pintar menemukan jawaban dari semua permasalahan yang ada, namun masalah sebenarnya ada pada prakteknya dimana kita malas bertindak dan terus menyalahkan keadaan.
Bayangkan kalau ada orang datang kepada Anda dan bertanya mengenai masalah mereka, saya yakin Anda juga pasti bisa memberi nasihat bijak dan jawaban yang ―praktikal‖ sebagai jalan keluarnya. Mengapa tidak coba gunakan itu untuk diri Anda sendiri? Jika Anda bertanya pada otak Anda sendiri, sesulit apapun pertanyaannya maka otak akan selalu berusaha menjawab dan perlahan-lahan mencari jawabannya. Jadi masalah berpikir positif dan negatif hanyalah masalah pertanyaan. Apakah Anda sering mempertanyakan hal-hal bodoh dikepala Anda seperti: Mengapa saya gagal? Kenapa saya tidak bisa sukses? Mengapa saya harus lahir dikeluarga atau keadaan yang seperti ini? Masalahnya ada pada pemikiran dan cara Anda menggunakan otak Anda sendiri. Coba ganti pertanyaan Anda dengan pertanyaan yang lebih baik seperti: Bagaimana saya bisa meningkatkan prestasi akademik? Bagaimana caranya menjadi programmer yang sukses? Bagaiamana supaya keterampilan dan pengetahuan saya semakin berkembang? Apa yang bisa kerjakan dengan waktu luang yang ada sekarang? Ingat bahwa otak akan selalu mencari jawaban, bayangkan kalau Anda bertanya ―kenapa saya gagal?‖, maka pasti otak Anda akan menjawab karena Anda malas/bodoh/tidak kompeten/kurang beruntung dan sebagainya. Jika diteruskan maka otak Anda sendiri akan membuat Anda semakin depresi. Kabar baiknya adalah kita memiliki ―kendali‖ untuk menentukan apa yang ingin kita pikirkan dalam otak, jadi tanyalah pertanyaan yang lebih baik dikepala Anda, Anda akan terkejut betapa banyaknya kesempatan, pilihan, jawaban, dan solusi yang akan Anda temukan. Berikut ini, 10 ciri orang berpikir positif yang perlud di ketahui : 1. MELIHAT MASALAH SEBAGAI TANTANGAN Bandingkan orang yang melihat masalah sebagai cobaan hidup yang terlalu berat maka dia akan berpikir hidupnya adalah menjadi orang yang paling sengsara di dunia. 2. MENIKMATI HIDUP Pemikiran positif akan membuat seseorang menerima keadaannya dengan besar hati 3. PIKIRAN TERBUKA UNTUK MENERIMA SARAN DAN IDE Pikiran terbuka membutuhkan kebesaran hati dan tentu kesabaran. karena dengan begitu, akan ada halhal baru yang akan membuat segala sesuatu menjadi lebih baik. 4. MENGHILANGKAN PIKIRAN NEGATIF SEGERA SETELAH PIKIRAN ITU TERLINTAS DI BENAK Suatu kendala yang sebetulnya bisa diatasi dengan kepala dingin jika sudah dilandasi dengan pikiran negatif ternyata hanya akan menimbulkan masalah baru.
5. MENSYUKURI APA YANG DIMILIKI Hindari berkeluh kesah tentang apapun yang tidak dimiliki karena justru akan menjadi beban. sebaliknya jadikan hal itu sebagai motivasi untuk meraih hidup yang diharapkan. 6. TIDAK MENDENGAR GOSIP YANG TAK MENENTU Sudah pasti gosip erat sekali dengan berpikir negatif. karena itu sebisa mungkin jauhi gosip-gosip yang tak jelas asalnya. 7. TIDAK MEMBUAT ALASAN TETAPI AMBIL TINDAKAN NATO ( No Action, Talk Only ) itu adalah ciri khas orang berpikir negatif. maka ambilah tindakan dan buktikan bahwa anda bisa mengatasi masalah sebagai orang yang berpikir positif. 8. MENGGUNAKAN BAHASA YANG POSITIF Saat kita berkomunikasi dengan orang lain gunakan kalimat-kalimat yang bernadakan optimisme sehingga dapat memberikan semangat terhadap lawan bicara kita 9. MENGGUNAKAN BAHASA TUBUH YANG POSITIF Diantara bahasa tubuh yang lain senyum merupakan wujud dari berpikir positif karena akan menimbulkan kesan bersahabat dan akan menjadi lebih akrab dengan suasana. 10. PEDULI PADA CITRA DIRI Itu sebabnya, mereka berusah tampil baik bukan hanya di luar tetapi juga di dalam. Itulah sepuluh tanda orang berpikir positif, jadilah selalu pribadi yang senantiasa berpikir positif dalam menyelesaikan masalah sehingga kita tidak akan terbebani dengan hidup ini. Berpikir Positif Dan Logis dapat Membaca Pikiran Orang Lain Kebanyakan orang akan menyimpan perasaan tidak enak jika dirinya dihina dan diejek orang lain. Kemudian, Timbul rasa benci dan bahkan keinginan untuk memukul agar dapat melampiaskan perasaannya. Akan tetapi, untuk orang yang berpikiran dinamis dan kreatif, hinaan dan ejekan tidak akan diperdulikannya. menurut mereka masih banyak kegiatan lain yang harus diselesaikan. maka, dipikiran mereka hanya akan ada buat apa memikirkan hal sepele seperti itu?? Kebencian dan kecemasan akan membuat kita rugi dimana perasaan seperti itu hanya akan menjadikan suasana pikiran kita tidak tentram akibatnya kita bisa susah tidur, hati berdebar-debar, denyut jantung semakin kencang dan semua akan terganggu. akibat yang ditimbulkan akibat dari persaan ini semua, kita akan menjadi cepat marah, sehingga terkadang tidak akan dapat berpikir dengan sehat, sehingga dalam keadaan seperti ini akal akan dikalahkan oleh emosi itu sendiri. hanya dengan bekal emosi tanpa adanya akal, pikiran akan simpang siur dan tumpang tindih, berbeda sekali dengan seseorang yang berpikir secara tenang dan diam-diam memutar otaknya serta mengurangi seminimal mungkin emosinya. Ketika kita ingin mengetahui sesuatu yang orang lain pikirkan, kita harus dapat berpikir logis dan dengan tidak mengemukakan emosi kita, sehingga dapat merusak segalanya. berikut cara berpikir logis agar arif saat membaca pikiran orang lain :
1. Kita harus berfikir secara kritis. sebuah keterangan yang tidak atau belum pasti hendaknya jangan dipercaya. 2. sebelum bertindak sebaiknya berpikir lebih dulu untuk beberapa saat. 3. pandangan harus lebih luas dari pada pikiran sendiri. waspada terhadap prasangka-prasangka sendiri, jangan menganggap benar apa yang kita sukai dan salah terhadap apa yang kita benci. 4. berpikirlah dua kali. jangan gegabah dalam mengambil keputusan atau mengemukakan pendapat, seakan-akan merupakan kebenaran mutlak. 5. 5.Berpandangan luas dan berpikir dalam jangka panjang. 6. Bersikap terbuka. menerima kritikan dan saran. 7. Berpikir kritis terhadap sesuatu yang dihadapi. 8. Bersikap optimis dan bersikap simpatik terhadap orang lain. 9. Bersikap jujur. mau mengakui kesalahan. 10. berpikir secara teratur dan terencana. Semoga Bermanfaat. Salam Pendidikan Tinggi Indonesia !
Pemanfaatan Infografis dalam Proses Pembelajaran INFOGRAFIS Infografis berasal dari kata Infographics dalam Bahasa Inggris yang merupakan singkatan dari Information + Graphics adalah bentuk visualisasi data yang menyampaikan informasi kompleks kepada pembaca agar dapat dipahami dengan lebih mudah dan cepat. Proses pembuatan infografis disebut data-visualization, information design, atau information architecture. Infografis dalam bidang pendidikan di kenal dengan istilah edugrafis adalah salah metode penyampaian informasi dalam hal ini pengetahuan melalui desain komunikasi Visual yang menarik dan atraktif, dan interaktif. Saat ini edugrafis mulai digunakan dalam pendidikan, masih terbatas. Penyampaian informasi secara visual memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan teks, karena manusia dapat jauh lebih cepat menangkap informasi yang disampaikan. Salah satu alasannya adalah informasi yang ditangkap secara visual akan diproses sekaligus oleh otak, berbeda dengan informasi yang disampaikan via teks, dimana informasi akan diproses secara linear (dari awal kalimat hingga ke ujung kalimat). Melalui infografis, dosen dapat mengembangkan dan menyampaikan konsep menggunakan suatu simbol untuk memproses data sehingga menghasilkan informasi secara visual (grafis).
Pada era dimana informasi sangat membludak, para audience memiliki keterbatasan waktu dan energi untuk memahami maupun membaca informasi yang disampaikan. Dengan banyaknya distraction atau pengalihan (pikirkan semua media sosial / game / berita online yang kredibilitasnya diragukan) saat ini consumer attention merupakan aset yang penting. Kita harus berusaha untuk berhasil mendapatkan perhatian dari target audience kita untuk mau memahami apa yang ingkin kita sampaikan. Bagaamana mereka mau memahami informasi yang kita sampaikan jika membaca saja mereka tidak mau? Infografis dengan kekuatan visual yang menarik akan mengurangi barrier/halangan tersebut. People will have much more interest. Jenis-jenis Infografis Infografis Statis Infografis statis adalah infografis dalam bentuk gambar yang tidak bergerak. Seperti misalnya infografis pada media cetak ataupun website. Infografis ini adalah jenis infografis yang paling umum. Hampir semua infografis yang kami buat di awal adalah bentuk infografis statis, contohnya: Infografis Ujian Nasional 2015, Infografis Asal Usul Nama Karakter Dragon Ball. Infografis statis dapat diaplikasikan pada berbagai media seperti misalnya pada event pameran, seperti infografis kami untuk SKK Migas ini yang dipakai pada pameran internasional di Korea Selatan: Infografis Gas Alam, Energi Strategis Indonesia dimana infografis tersebut dicetak dalam ukuran besar pada booth. Infografis Animasi Infografis animasi atau animated infographic adalah infografis dalam bentuk video animasi, baik 2 dimensi maupun 3 dimensi. Infografis ini dapat digunakan pada televisi ataupun media online seperti YouTube atau Vimeo. Infografis animasi dapat lebih menarik karena selain elemen visual juga menggunakan motion (pergerakan) dan audio (musik/sound effect) yang dapat memperkuat informasi/pesan yang ingin disampaikan. Untuk membuat infografis animasi diperlukan keahlian yang beragam, seperti director, animator, illustrator, music artist, voice over, dll. Infografis Interaktif Infografis interaktif adalah infografis yang ditampilkan pada website dan pengguna dapat berinteraksi dengan informasi yang ditampilkan melalui user interface yang telah di-desain. Dengan infografis interaktif pengguna dapat sesuai keinginan mengeksplorasi informasi yang ingin didapatkan. Pada pihak pembuat infografis pun dapat merancang tampilan agar informasi yang disampaikan seefektif mungkin sesuai perilaku user. Untuk membuat infografis interaktif diperlukan keahlian seperti desainer, illustrator, UI/UX desainer, dan programmer. pada infografis interaktif programmer/developer memiliki peran yang penting agar infografis yang sudah didesain dapat berfungsi dengan maksimal dan tanpa masalah. MEMBUAT INFOGRAFIS Membuat infografis sendiri adalah percampuran antara skill desain, analisis informasi, dan storytelling. Ketiga komponen tersebut adalah kunci dari infografis yang maksimal. Ada beberapa hal teknis yang bisa dipakai dalam pembuatan infografis. Infografis seperti apa yang ingin kita buat. Membuat infografis tidak sesulit seperti apa yang kita bayangkan sebelumnya. Bagi Anda yang tidak memiliki kemampuan dalam
menguasai software atau aplikasi grafis seperti CorelDraw, Adobe Photoshop, Adobe Illustrator, Adobe Freehand, dan beberapa aplikasi grafis lainnya, itu sudah tidak menjadi kendala lagi. Cara Membuat Infografis Sederhana Sebelum membahas hal teknis dalam pembuatan infografis, ada beberapa hal yang perlu dilketahui dan dilakukan sebelum membuat infografis dengan berbagai aplikasi gafis yang Anda kuasai. Proses pembuat infografis bisa dibilang mudah. Proses pembuatannya meliputi beberapa langkah sebagai berikut: Memilih tema; carilah tema yang sedang menjadi pembicaraan (trend) atau tema-tema sesuai kebutuhan Anda atau institusi tempat Anda bekerja atau hal lainnya. Harus diingat, infografik harus bisa diterapkan dimanapun Anda bekerja. Fungsi utama dari infografik tersebut adalah agar pesan yang terkandung dalam informasi visual tersebut bisa lebih mudah dipahami oleh orang lain. Lakukan Riset Mendasar; lakukanlah riset dasar terkait informasi yang akan Anda buat dalam bentuk infografis. Dukung informasi tersebut dengan data yang valid, yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Cari dan cantumkan sumber informasi terpercaya. Mendapatkan Data; setelah melakukan riset dasar, kumpulkan data yang Anda peroleh, berikan beberpa catatan, kelompokkan ke dalam beberapa kelopok data baru, sehingga data yang diperoleh menjadi lebih rinci. Sebagai data pelengkap, lengkapi data yang Anda miliki dengan berbagai informasi lainnya dari sumber-sumber seperti buku, jurnal, ataupun sumber-sumber berbasis internet, sehingga, diharapkan data yang Anda miliki sekarang menjadi lebih komplit dan dapat dipercaya. Analisis Data; setelah data terhimpun, lakukan analisa data. Jika ada data yang dirasa kurang lengkap, bisa segera mungkin dilengkapi atau direvisi. Hal ini akan terasa lebih mudah, mengingat informasi data yang sudah Anda miliki sudah dalam bentuk informasi spesifik, rinci, dan lebih kecil ruang lingkupnya. Membuat Narasi; sebulum informasi data Anda sajikan, buatlah narasi singkat, menarik, dan jelas. Bangunlah sebuah cerita yang menarik, agar pembaca tertarik untuk membacanya, daripada hanya sekedar tulisan saja. Membuat sketsa/wireframe; setelah selesai membuat narasi, buatlah sketsa dari jalan cerita informasi tersebut. Jangan lupa, sertakan gambar-gambar atau ilustrasi visual yang menarik, dalam bentuk icon, sketsa visual, photo, vector, bitmap, video, atau bentuk menarik lainnya. Perhatikan komposisi letak dan pewarnaan. Utamakan kenyamanan mata pembaca. Mengedit; edit bagian-bagian yang masih dirasa kurang nyaman dilihat. Jika kurang, tambahkan. Jika lebih, kurangi. Susun sebaik mungkin. Mendesain; disainlah dalam ukuran yang wajar serta integrasikan data teks dengan visual atau icon-icon visual lainnya. Uji; lakukan pengujian setelah keseluruhan informas tersusun. Tujuannya, jika terjadi kekuranganinformasi, bisa mengulang langkah nomor tujuh.
Finishing; perhatikan keseluruhan langkah secara benar. Apakah data dan elemen visual sudah benarbenar disajikan dalam disain yang baik dan benar. Jika sudah sesuai, sajikanlah informasi visaual atau infografis tersebut dalam bentuk gambar denganukuran resolusi yang paling bagus. Banyak media daring/website yang menyediakan layanan pembuatan infografis mulai dari yang gratis hingga aplikasi berbayar. Anda bisa membuat infografis dengan cara mudah dengan memanfaatkan layanan-layanan online yang khusus dibuat untuk memproduksi infografis : Picktochart (www.picktochart.com) Easely (www.easely.ly) Visme (www.visme.co) Canva (www.canva.com) Infogram (www.infogr.am) venngage (www.venngage.com) charts (www.icharts.net) Statsilk (www.statsilk.com) Tableu public (public.tableu.com) Creately (www.creately.com) conarchive (www.iconarchive.com Many Eyes (http://manyeyes.alphaworks.ibm.com/manyeyes/) Inkscape (https://inkscape.org/en/) Selamat Mencoba. Salam Pendidikan Tinggi Indonesia Disarikan dari berbagai sumber. http://houseofinfographics.com/apa-itu-infografis/ http://www.ismedrizal.id/2016/03/mengenal-dan-cara-membuat-infografis.html http://www.marketingjoss.com/10-cara-membuat-infografik-dengan-sangat-mudah/ http://www.kanalinfo.web.id/2016/08/pengertian-grafis-dan-desain-grafis.html http://www.definisi-pengertian.com/2015/03/definisi-dan-pengertian-informasi.html http://infografis.itb.ac.id/cara-mudah-membuat-infografis/ http://teoridesain.com/2015/11/penjelasan-infografis.html http://totemdesignschool.com/pengertian-infografis/
PERAN MAHASISWA DALAM PEMBANGUNAN DAERAH PENDAHULUAN Mahasiswa sebagai bagian dari warga masyarakat, mempunyai peran strategis dalam pemerataan pembangunan daerah dan pemberdayaan masyarakat lokal, namun masih belum menyadari akan tanggung jawabnya sebagai duta masyarakat dalam hal transformasi pola pikir kepada daerahnya, khususnya organisasi mahasiswa kedaerahan secara institusional sebagai wadah mahasiswa dalam hal memfasilitasi peran tersebut. Otonomi daerah sebagai produk strategis era reformasi, perlu dipersiapkan secara cermat dan profesional. Organisasi mahasiswa kedaerahan memeiliki peran strategis dalam mengoptimalkan keberhasilan pembangunan daerah, khususnya dalam mentransformasi pengetahuan dan perkembangan teknologi serta pola pikir didaerahnya sesuai nilai – nilai budaya dan religi, sehingga mampu membangun daerahnya itu sendiri secara mandiri serta memiliki daya saing dengan dengan daerah lain. Menghadapi tantangan serta peluang tersebut diperlukan revitalisasi peran fungsional Organisasi Mahasiswa Kedaerahan untuk membentuk mahasiswa daerah yang peduli dan bertangung jawab terhadap pembangunan daerahnya secara cerdas, kreatif, dan inovatif. Dengan demikian tumbuh-kembangnya
kemandirian lokal dapat menunjang upaya keluar dari krisis melalui pemberdayaan Otonomi Daerah yang mandiri dan berdaya saing tinggi. Hakikat fungsional mahasiswa sebagai bagian dari anggota masyarakat, secara langsung maupaun tidak langsung mempunyai beban amanah dan tanggung jawab moril kepada daerah . Selain selaku pribadi yang diutus oleh keluarga untuk menuntut ilmu dalam rangka meningkatkan taraf hidup, menambah wawasan dan meningkatkan pola pikir, mahaiswa juga punya tanggung jawab untuk bagaimana setelah menyelesaikan kuliahnya bisa kembali ke daerahnya dalam rangka membangun daerahnya masing – masing. Baik itu dari segi sosial, budaya, ekonomi bahkan dalam mentransformasi nilai – nilai yang bisa mengembangkan pola pikir masyarakat. Krisis nasional dalam hal pemerataan pembangunan dan lunturnya budaya lokal hendaknya menyadarkan kita khususnya mahasiswa yang telah meninggalkan kampung halamannya untuk menimba ilmu di perguruan tinggi bahwasanya pemerataan pembangunan dan penguatan budaya – budaya lokal ternyata bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan rakyat yang tinggal di daerah. Tetapi juga, mahasiswa – mahasiswa daerah itu sendiri yang notabenenya merupakan duta rakyat dalam hal memfasilitasi proses transformasi budaya dan teknologi di daerah. Yang mana, hal tersebut belum disadari sepenuhnya oleh mahasiswa itu sendiri. Kenyataan lain yang selayaknya dicermati, adalah timbulnya kesadaran mahasiswa sebagai duta masyarakat daerah yang menghimpun diri dalam suatu organisasi kedaerahan. Diharapkan mampu mengobati kegelisahan akan kurangnya peranan mahasiswa dalam membangun daerahnya sendiri. Himpunan mahasiswa dalam suatu organisasi kedaerahan hendaknya menyadarkan kita akan arti strategis Organisasi kedaerahan dalam mengemban amanah dan cita cita rakyat untuk membangun daerahnya. Sekaligus, arti penting ini menyadarkan organisasi kedaerahan akan tangung jawabnya baik secara moril maupun materil kepada daerahnya itu. Persoalan pembangunan dalam suatu daerah sangatlah penting untuk menunjang kemajuan di tingkat nasional. Baik pembangunan dalam sektor pemberdayaan masyarakat, terlebih dalam pembangunan ekonomi. Persoalan kemajuan suatu daerah terlebih dalam tingkat yang lebih luas yakni negara di ukur melalui kemajuan ekonomi masyarakatnya. Dewasa ini, kita telah menyadari bahwa mahasiswa termasuk dalam kalangan elit. Hanya segelintir saja dari jutaan orang pemuda di Indonesia, yang berkesempatan mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Tidak semua memiliki kesempatan untuk masuk ke dalam kelas ini. Terlebih lagi realita yang ada saat ini manakala biaya kuliah yang semakin mahal. Makin sedikit pula yang dapat merasakan hidup di dunia perguruan tinggi. Mahasiswa merupakan kalangan yang memiliki potensi besar untuk melakukan mobilitas. Bahkan, hal itu sudah dilakukan saat mereka resmi menyandang status sebagai mahasiswa, karena status itu termasuk kelas menengah. Selepas menyelesaikan proses pembelajaran dan pencarian jati diri mereka di kampus, pintu untuk melakukan mobilitas itu semakin terbuka lebar. Mobilitas secara vertikal maupun horizontal, menuju ke posisi strategis di berbagai sektor yang akan mereka capai, baik itu public sector ataupun private sector. Besarnya kemampuan dan potensi yang mereka miliki itu, sangat diharapkan oleh masyarakat untuk nantinya kembali dan membangun kehidupan bermasyarakat khususnya di daerah dari mana mereka berasal. Mahasiswa yang merantau, seolah-olah menjadi perwakilan daerah untuk menyerap ilmu sebanyak mungkin kemudian diterapkan dalam pembangunan daerahnya suatu saat nanti. Dan ini memang menjadi salah satu peran yang harapannya bisa dijalankan oleh para mahasiswa. Sebenarnya apa saja peran mahasiswa yang bisa dilakukan dalam pembangunan daerah? kita perlu terlebih dahulu
melihat dan mengukur seberapa jauh potensi yang dimiiki oleh mahasiswa yang ada dalam diri mereka masing – masing. Berdasarkandari latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka pertanyaan yang perlu di identifikasi adalah : Bagaimanakah peran mahasiswa sebagai Agent of Community Enpowerment dan Agent of Change di dalam pembangunan daerah? Dan Bagaimanakah tipe mahasiswa yang memiliki peran dalam pembangunan daerah? PEMBAHASAN A. Sejatinya Mahasiswa Mahasiswa, layak kita sebut sebagai agen of change, sosial control, kaum intelektual, insan akademis, atau pun kita mengenal dengan slogan ― Maju mundurnya suatu bangsa tergantung kepada pemudanya ‖. Mahasiswa adalah bagian pemuda yang berintelektual, berkemampuan akademis yang baik, berakhlak dan memiliki potensi serta motivasi untuk perubahan yang selalu ditunggu perannya dalam pembangunan. Tentunya jawaban itu ada dalam diri kita masing-masing. sejauh mana kita memaknai hakikat kita sebagai mahasiswa dan posisi kita dalam pembangunan daerah. Sebagai putera dan puteri daerah, sudah selayaknya wawasan kedaerahan menjadi salah satu hal yang harus dimiliki oleh setiap kita. Wawasan kedaerahan tidak harus diartikan dengan berpartisipasi secara langsung untuk bekerja dan mengabdi di pemerintah daerah asal. Sebagai Para putra-putri daerah yang saat ini menimba ilmu di luar daerah bisa menunjukkan kepedulian dalam pembangunan daerah dengan berbagai cara, seperti ikut membangun citra yang baik, berprestasi di bidang keilmuan masing-masing dan membawa nama baik daerah. Hal ini kiranya dapat dimengerti dengan mengingat dua hal. Pertama, fitrah mahasiswa sebagai agent of change. Perannya untuk mendobrak kebekuan dalam kekacauan acapkali muncul dan menyelamatkan keadaan. Selain untuk menunjukkan eksistensi, daya kritis yang dimilikinya juga berguna untuk memperjuangkan nilai sekaligus praktik adiluhung bangsa. Kedua, status mahasiswa yang diemban seseorang sesungguhnya memberikan kewajiban untuk terus menggali potensi intelektualnya. Ilmu pengetahuan ini kemudian dikawinkan dengan fitrah mahasiswa tersebut. Sehingga pada gilirannya akan melahirkan perubahan yang terukur, efektif, dan berhasilguna. Dalam konteks pembangunan daerah, mahasiswa sebenarnya dapat mengambil peran strategis, yaitu penyambung lidah antara masyarakat dan pemerintah. Peran ini berfungsi untuk mengalirkan aspirasi-aspirasi yang datang dari masyarakat kepada pemerintah, juga sebaliknya. Melihat kondisi pemuda dan mahasiswa yang di jargonkan sebagai pungung kemajuan suatu bangsa sampai hari ini masih menjadi pertanyaan bagi masyarakat luas. Suatu keharusan bagi setiap pemuda yang memegang status sebagai mahasiswa untuk berperan aktif dalam pembuatan maupun mengontrol kebijakan yang di bentuk oleh pemeerintah pusat maupun daerah. Pemikiran kritis mahasiswa sudah tercatat oleh sejarah kemerdekaan Indonesia dari pemikiran kolot pada tahun 1908 samapai 1998 dalam merubah arah nahkoda indonesia yang di motori oleh gerakan mahasiswa (kaum intelektual) pada saat itu. Harapan pada era reformasi 1998 perubahan sistem pemerintahan yang harus di gunakan dalam pemerintahan harus segera di rubah serta peran aktif mahasiswa dalam membuat serta mengontrol kebijakan pemerintah harus tetap aktif. Menoleh fakta dan realitas yang ada, budaya yang di ciptakan oleh mahasiswa masih terbawa oleh budaya hedonisme, pragmatis dalam melihat kondisi masyarakat yang terjadi di daerahnya. Walaupun ada yang memiliki pemikiran yang kritis namun bisa di hitung dengan jari itupun mahasiswa yang aktif dalam organisasi. Mahasiswa yang lainnya hanya sibuk dengan kepentingan pribadinya sendiri yang walaupun
pola pikir yang di miliki oleh mahasiswa beragam adanya, akan tetapi tak elok pula jika kita mengacu pada kondisi yang di paparkan di atas tadi. Karena memang tolak ukur menjadi mahasiswa di kalangan masyarakat awam terlebih mahasiswa kritis di ukur dari sejauh mana kontribusinya dalam memajukan masyarakat secara real dalam bentuk aksi. Sudah saatnya mahasiswa mengubur cara berfikir yang tak membawa hasil untuk kepentingan khalayak orang banyak, cara berfikir pragmatis, hedonis adalah salah dua dari penyakit kebanyakan mahasiswa dalam mencoba mengerakkan diri untuk kepentingan khalayak orang banyak. Begitu pula dengan pengembangan potensi diri sebagai mahasiswa dalam menciptakan lapangan kerja sendiri harus memiliki mental yang kuat, terkait dengan kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah dalam beberapa sektor atau program peran seorang mahasiswa harus tetap aktif, di karenakan posisi mahasiswa sekali lagi berada di antara pemerintah dan masyarakat. Keberadaannya tersebutlah yang di tunggu oleh pemerintah dan masyarakat dalam memajukan prekonomian maupun kesejahteraan rakyat, tidak menutup kemungkinan bahwa pembangunan di tingkat daerah akan berpengaruh besar terhadap tingkat nasional. Keaktifan mahasiswa di harapkan agar supaya melihat potensi-potensi tersebut melalaui program yang sudah di terapkan maupun yang direncanakan oleh pemerintah daerah, sehingga pengambilan peran sebagai mahasiswa dalam hal ini menjadi lebih mudah dan lebih terarah untuk mencapai angka kemiskinan serta penganguran menjadi menurun. B. Sifat Optimis Mahasiswa Mahasiswa sebagai makhluk intelek, sudah selayaknya kita harus dapat menemukan formula yang tepat untuk mengembangkan diri. Mulai dari komponen yang terkecil yaitu diri sendiri, dengan cara belajar dengan baik dan tidak mencemari nama baik daerah, Satu hal yang tentunya menjadi kewajiban mahasiswa untuk turut berperan serta memberikan kontribusi berupa saran maupun kritikan yang sifatnya membangun. Sebagai insan akademik, peran serta para mahasiswa sebagai kontrol sosial sangat diperlukan demi majunya Suatu daerah. 1. Mengasah Kemampuan Reflektif Dalam mengembangkan perannya, kaum mahasiswa perlu mengasah kemampuan reflektif dan kebiasaan bertindak efektif. Perubahan hanya dapat dilakukan karena adanya agenda refleksi dan aksi secara sekaligus. Daya refleksi kita bangun berdasarkan bacaan baik dalam arti fisik melalui buku, bacaan virtual melalui dukungan teknologi informasi maupun bacaan kehidupan melalui pergaulan dan pengalaman di tengah masyarakat. Makin luas dan mendalam sumber-sumber bacaan dan daya serap informasi yang kita terima, makin luas dan mendalam pula daya refleksi yang berhasil kita asah. Karena itu, faktor pendidikan dan pembelajaran menjadi sangat penting untuk ditekuni oleh setiap anak bangsa, terutama anak-anak muda masa kini. 2. Membangun Kebiasaan Bertindak Di samping kemampuan reflektif, kaum mahasiswa juga perlu melatih diri dengan kebiasaan untuk bertindak, mempunyai agenda aksi, dan benar-benar bekerja dalam arti yang nyata. Kemajuan bangsa kita tidak hanya tergantung kepada wacana, public discourse, tetapi juga agenda aksi yang nyata. Jangan hanya bersikap NATO, Never Action, Talking Only seperti kebiasaan banyak kaum intelektual dan politikus amatir negara miskin. Kaum muda masa kini perlu membiasakan diri untuk lebih banyak bekerja dan bertindak secara efektif daripada hanya berwacana tanpa implementasi yang nyata.
C. Peran Mahasiswa Sebagai Agent Of Community Enpowerment Dan Agent Of Change Di Dalam Pembangunan Daerah Menurut Budiyanto (2007) mahasiswa merupakan Agent of Community Enpowerment, harus terlibat dalam pemecahan masalah pembangunan daerah dan nasional untuk kesejahteraan masyarakat dan harus mendapatkan pengalaman empirik untuk mengelola pemecahan masalah pembangunan daerah dan nasional untuk kesejahteraan masyarakat. Mahasiswa juga merupakan aset bangsa sehingga dituntut untuk aspiratif, akomodatif, responsif, dan reaktif menjadi problem solver terhadap permasalahan pembangunan. Selain itu, mahasiswa sebagai Agent Of Change sepatutnya memiliki semangat bekerja dan cita-cita tinggi untuk sukses. Di era informasi dan pengetahuan ini, mahasiswa lebih dituntut agar mampu mengembangkan potensinya sehingga memiliki daya saing tinggi dalam masyarakat sebagai bentuk pengabdian ketika berada di dunia masyarakat yang lebih kompleks daripada di kampus. Oleh Karena itu, mahasiswa harus hadir untuk memposisikan diri sebagai Aktor, Edukator, Motivator, dan Akselerator (AEMA) sebagai bukti eksistensi yang menunjukan bahwa mahasiswa mempunyai peran yang sangat tinggi dalam pembangunan ekonomi bangsa. AEMA merupakan peran-peran yang dilakukan oleh mahasiswa dalam membangun ekonomi bangsa yaitu sebagai Aktor, Edukator, Motivator, dan Akselerator yang kesemuanya bertujuan dalam membangun ekonomi bangsa dan menunjukan arti penting mahasiswa bagi bangsa. 1. Mahasiswa Sebagai Aktor Artinya, mahasiswa semestinya menjadi pionir-pionir dalam praktik ekonomi bangsa. Misalnya menjadi calon entrepreneur muda yang tangguh di kalangan mahasiswa yang mampu membangun usaha mandiri dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat. Dengan bekal kemampuan berwirausaha, di saat lulus nanti mahasiswa akan siap untuk terjun menghadapi dunia kerja. Bukan hanya semasa mahasiswa, selepas kuliah nanti peran sebagai pionir semestinya tetap dilakukan Dengan adanya pionir-pionir ini yang seiring dengan waktu diharapkan semakin banyak, masyarakat yang dapat disejahterakan dan ikut secara langsung berperan dalam pembangunan daerah. Dalam mengembangkan perannya sebagai actor dalam memajukan daerah, mahasiswa harus mengasah berbagai kemampuan yang dimilikinya, diantaranya adalah: Mengasah Kemampuan Reflektif Dalam mengembangkan perannya, mahasiswa perlu mengasah kemampuan reflektif dan kebiasaan bertindak efektif. Perubahan daerah dan bangsa secara luas hanya dapat dilakukan karena adanya agenda refleksi (reflection) dan aksi (action) secara sekaligus. Daya refleksi kita bangun berdasarkan bacaan baik dalam arti fisik melalui buku, bacaan virtual melalui dukungan teknologi informasi maupun bacaan kehidupan melalui pergaulan dan pengalaman di tengah masyarakat. Makin luas dan mendalam sumber-sumber bacaan dan daya serap informasi yang kita terima, makin luas dan mendalam pula daya refleksi yang berhasil kita asah. Karena itu, faktor pendidikan dan pembelajaran menjadi sangat penting untuk ditekuni oleh setiap mahasiswa, terutama mahasiswa-mahasiswa masa kini (Masykur, 2001). Membangun Kebiasaan Bertindak Di samping kemampuan reflektif, mahasiswa juga perlu melatih diri dengan kebiasaan untuk bertindak, mempunyai agenda aksi, dan benar-benar bekerja dalam arti yang nyata. Kemajuan daerah kita tidak hanya tergantung kepada wacana, ‗public discourse‘, tetapi juga agenda aksi yang nyata. Jangan hanya bersikap ―NATO‖, ―Never Action, Talking Only‖ seperti kebiasaan banyak kaum intelektual. Mahasiswa
masa kini perlu membiasakan diri untuk lebih banyak bekerja dan bertindak secara efektif memajukan ekonomi bangsa daripada hanya berwacana tanpa implementasi yang nyata. Melatih Kemampuan Kerja Teknis Hal lain yang juga perlu dikembangkan menjadi kebiasaan di kalangan mahasiswa kita ialah kemampuan untuk bekerja teknis, detil atau rinci. ―The devil is in the detail‖, bukan semata-mata dalam tataran konseptual yang bersifat umum dan sangat abstrak. Di era informasi dan pengetahuan yang membuka luas ruang kebebasan dewasa ini, gairah berwiraswasta di kalangan mahasiswa sangat bergejolak. Namun, dalam wacana perekonomian, biasanya berkembang luas kebiasaan untuk berpikir dalam konsep-konsep yang sangat umum dan abstrak. Akan tetapi, semua konsep-konsep yang bersifat umum dan abstrak itu baru bermakna dalam arti yang sebenarnya, jika ia dioperasionalkan dalam bentuk-bentuk kegiatan yang rinci (Alma, 2001). Sebaiknya, mahasiswa, untuk berperan produktif di masa depan, hendaklah melengkapi diri dengan kemampuan yang bersifat teknis dan mendetil agar dapat menjamin benar-benar terjadinya perbaikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kita ke depan. 2. Mahasiswa Sebagai Edukator Sebagai kelompok masyarakat terdidik, mahasiswa secara relatif lebih cepat memahami dan memiliki akses ke khasanah wacana ekonomi bangsa dan memahami lebih dalam permasalah yang ada. Karenanya, mahasiswa harus mampu mengedukasi masyarakat agar pemahamannya tentang pembangunan ekonomi, social kemasyarakatan bisa meningkat hingga praktik untuk meningkatkan pembangunan dan kemajuan daerah di tengah masyarakat juga semakin berkembang. Tapi harus disadari, untuk bisa menjadi pionir dan mengedukasi masyarakat tentu diperlukan kesediaan mahasiswa untuk terus menerus mengkaji permasalahan yang terjadi di daerah. Sebagai contoh, perkembangan daerah pada dasarnya tidak terlepas dari meningkatnya partisipasi masyarakat. Kurangnya partisipasi masyarakat, antara lain disebabkan oleh kurangnya pemahaman, pengetahuan dan kesadaran tentang hak dan kewajiban masyarakat dalam ikut serta dalam mensukseskan pembangunan. 3. Mahasiswa Sebagai Motivator Pembangunan terutama di daerah-daerah sering menimbulkan rasa putus asa bagi masyarakat, terutama masyarakat yang gagal dalam berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya. Disinilah diperlukan motivasi terus menerus, terutama dari para mahasiswa untuk tidak mudah putus asa dalam memberikan konstribusi untuk perkembangan dan kemajuan daerah di segala bidang yang dimulai dari membangun pola pikir masyarakat dalam melakukan usaha-usaha perbaikan ekonomi dan kesejahteraan hidup. Bila mahasiswa yang katanya cenderung idealistik saja putus asa dalam membangun kemandirian ekonomi bangsa, apa lagi masyarakat yang cenderung lebih pragmatis (Mc Celland, 1987). Sebagai generasi intelektual dan sebagai motivator, mahasiswa diharapkan dapat berperan untuk mendorong pembangunan di pedesaan. Terutama, dengan disiplin ilmu yang dimiliki selama kuliah di perguruan tinggi, mampu menjadi modal memotivasi masyarakat agar bekerja keras membangun daerahnya. mahasiswa merupakan motivator dan fasilitator pembangunan karena ilmu yang dimiliki, harus diterapkan dalam kehidupan dalam masyarakat di daerahnya. Mengingat mahasiswa adalah generasi penerus bangsa yang mempunyai kualitas baik, maka dituntut untuk selalu bersikap kritis dalam proses pembangunan ekonomi bangsa (Wacik, 2006).
Sebelum menjadi seorang motivator, pengetahuan dan keterampilan juga harus dimiliki oleh mahasiswa. Dengan hasil pendidikan yang dikuasainya mampu menciptakan lapangan kerja dan memotivasi masyarakat untuk maju dan berkembang, bukan menambah jumlah pengangguran setelah ia lulus dari sebuah perguruan tinggi. Sebisa mungkin seorang mahasiswa dituntut untuk berpikir secara kreatif serta cerdas membaca peluang yang ada di masyarakat dan berani mencoba untuk melakukan perubahan. Jadi, yang harus dilakukan mahasiswa sebelum banar-benar terjun kepada masyarakat terutama menjadi motivator adalah memiliki sejumlah kriteria, antara lain: kemampuan (ability), kapasitas (capacity), keahlian/kecakapan (skill) dalam berkomunikasi, memotivasi, dan yang lainnya adalah; pengetahuan/wawasan (knowledge); pengalaman (experience); kemampuan mengembangkan pengaruh (influence); kemampuan menggalang solidaritas (Solidarity maker); serta kemampuan memecahkan masalah (decision making) (Haris, 2001). Memiliki integritas (integrity), yakni memiliki kepribadian yang utuh/berwibawa (kharisma); bijaksana (wisdom); bersikap empatik; memiliki prinsip-prinsip yang utama dalam hidupnya; menjadi panutan (kelompok referensi utama); serta, mampu mengutamakan kepentingan lebih besar, ketimbang kepentingan kecil dan sempit. 4. Mahasiswa Sebagai Akselerator Mahasiswa tidak boleh puas sekadar melihat kondisi yang ada. Harus ada upaya terus menerus dengan mendorong percepatan (akselerasi) penerapan dan kesadaran membangun daerah hingga betulbetul terwujud perkembangan dan kemajuan di tengah masyarakat. Mahasiswa harus berani melakukan otokritik, sekaligus membenahi diri, meningkatkan kualitas sumberdaya manusianya, dan siap berkiprah di tengah-tengah masyarakat, mewarnai di berbagai lini kehidupan. Bangsa ini membutuhkan peran dan sumbangsih kalangan mahasiswa secara nyata, sehingga tentu sesungguhnya tugas dan peran mahasiswa tidaklah ringan. Mahasiswa diharapkan mampu mengambil setiap peluang yang ada dan memanfaatkannya secara baik, demi kemajuan bangsa. Masa depan bangsa ini terletak di tangan mahasiswa karena mahasiswa adalah Agen Peubah (Agent of Change) dan Agen Analisis (Agent of Analysis), yang senantiasa memprakarsai perubahan-perubahan untuk kemaslahatan dan menganalisis problematika daerah dan bangsa yang lebih luas. Konteks peran mahasiswa dalam memanifestasikan perubahan Bangsa, pemuda hendaknya tidak lagi hanya terpaku pada persoalan-persoalan lokal dan nasional, tetapi tanpa menyadari konteks internasional. Ajakan John Nesbit perlu dilakukan: yaitu ―Think Globally, Act Locally‖ bahwa walaupun kita bertindak lokal (nasioanal), tetapi cara berpikirnya adalah global. Bahwa pemuda hidup di dalam komunitas internasional, yang sedkit banyak akan membawa pengaruh bagi dinamika aneka kehidupan lokal dan nasional (Remi, 2002). Mahasiswa Sebagai akselerator, banyak orang mengatakannya sebagai agent perubahan, memiliki ide-ide cemerlang dan kapasitas intelektual, pembangun peradaban, hingga kata-kata lainnya yang menunjukan kepahlawanan mahasiswa. Disebutlah mahasiswa sebagai pengawal kemerdekaan republik Indonesia tahun 45, meruntuhkan rezim orde lama tahun 65, hingga melahirkan reformasi dan meruntuhkan rezim orde baru tahun 98. Semua itu, pada dasarnya adalah sebuah atribut yang melekat pada mahasiswa. Sama halnya dengan kata mahasiswa itu sendiri yang hanyalah berarti sebuah atribut dalam difrensiasi sosial yang terjadi di masyarakat. Mahasiswa pada dasarnya sama dengan kata pedagang, petani, atau pemulung sampah (Firdaus, 2004).
Sebagai agen akselerator transformasi. Mahasiswa, adalah kelompok usia produktif yang memiliki potensi yang sama untuk mendapatkan status sosial ekonomi yang relatif mapan dan akan masuk ke dalam kelas menengah. Padahal, peran elit ( the rulling class ) dan kelas menengah ( middle class) sangat siginifikan dalam menggerakkan dan mengarahkan perubahan sosial, sebagai salah satu pilar pembangunan. Dan, The Rulling Class ini dibentuk dari kelas menengah, yang terdiri dari kelompok-kelompok strategis dari kalangan intelektual, pengusaha, birokrat dan militer. Dengan kenyataan di atas, maka ada agenda strategis, dalam rangka memelopori akselerasi pembangunan pada tingkat lokal (daerah) dan nasional. Dengan kesiapan para mahasiswa maka, akselerasi pembangunan dapat dimaksimalkan. Percepatan pembangunan harus dimulai dengan perubahan mental dan cara berfikir. Walaupun pemerintahan daerah maupun pusat saat ini sudah on the track, tapi jalannya masih lambat. Dengan kematangan mental dan perbedaan cara berfikir yang segar, the next rulling class siap membantu dan mempercepat pembangunan. D. Mahasiswa Kunci Pembangunan Mahasiswa sebagai ujung tombak yang menjelma menjadi sebuah amunisi dari maju mundurnya sebuah bangsa harus senantiasa siap untuk selalu berkiprah dan memberikan sumbangsihnya untuk kemajuan Negara. Untuk itulah, maka mahasiswa wajib bekerja keras membangun daerahnya agar dapat memiliki kebanggaan dan percaya diri. Pada akhirnya, kita ingin menegaskan kembali bahwa faham dan semangat kebangsaan masih tetap relevan dengan kehidupan kita sekarang. Namun, kita harus memberikan makna baru kepada faham dan semangat kebangsaan kita. Kalau dulu, faham dan semangat itu kita jadikan landasan untuk mengusir penjajah, sekarang harus kita jadikan sebagai landasan untuk membangun daerah untuk kemajuan bangsa, agar kita menjadi bangsa yang maju, terhormat, dan bermartabat. E. Mahasiswa dan Pembangunan Daerah 1. Peran Mahasiswa Dalam Pembangunan Daerah Pemuda memiliki tipe pemikiran yang kritis dan kreatif. Mahasiswa sebagai bagian dari pemuda tak lepas dari sifat ini. Sejarah mengatakan, bahwa perubahan-perubahan besar berawal dari para pemuda. Kita dapat melihat bagaimana peristiwa kebangkitan nasional, sumpah pemuda, proklamasi kemerdekaan Indonesia serta reformasi berawal. Semua tidak luput dari peran para pemuda. Pun begitu dengan berbagai peristiwa perubahan, revolusi dan pembaruan di beberapa belahan dunia. Kaum muda memiliki frame berfikir yang khas. Berawal dari idealismenya dia kritis terhadap persoalanpersoalan, dan dengan kreativitasnya memberikan solusi-solusi dari persoalan yang ada. Tak jarang solusi yang mereka hasilkan merupakan hal-hal yang tak terpikirkan sebelumnya oleh generasi yang lebih tua. Banyak terobosan baru yang mereka lahirkan, karena mereka punya paradigma berpikir yang berbeda. Karena berbeda paradigma, maka biasanya antara generasi tua dan generasi muda terjadi konflik pemikiran, antara paradigma lama dan paradigma baru. Beberapa kelebihan yang bersifat alami di atas, yakni idealis, kritis dan kreatif membuat arus perubahan dapat diciptakan, menuju yang lebih baik sebagaimana idealita yang ada dalam benak mereka. Dipadu dengan sifat semangat, dan didukung oleh kekuatan fisik yang masih prima, maka arus perubahan semakin besar. Mereka tak akan kenal lelah dalam bekerja dan menggerakkan perubahan itu, sehingga dalam waktu yang tak terlampau lama apa yang mereka inginkan akan segera dicapai. Kemampuan mereka dilihat dari aspek intelektualitas, kecerdasan dan penguasaan wawasan keilmuan. Ilmu dan wawasan yang dimiliki selain akan memperluas cakrawala pandangan, juga memberikan bekal teoritis maupun praktis dalam pemecahan masalah. Seorang mahasiswa akan dapat dengan mudah menyelesaikan masalah yang ada yang pada masa dahulu pernah ditemui manusia dan dirumuskan dalam
berbagai teori pemecahannya. Atau, jika hal yang ada belum pernah ditemui sebelumnya, maka mereka sudah memiliki bekal yang metodologis dan sistematis tentang bagaimana cara menemukan pemecahan problem-problem yang ada. Tiada lain dengan riset, baik riset di bidang eksak maupun non eksak. Potensi dari dua aspek yang ada itulah yang akan membuat mahasiswa dapat melakukan perannya. Syaratnya, kedua potensi itu benar-benar dikembangkan secara optimal oleh mereka baik secara personal maupun komunal sehingga dapat menjadi senjata yang siap digunakan untuk memberikan kemanfaatan terbesar bagi masyarakat. Potensi dari aspek karakter dikembangkan dengan berbagai aktivitas yang mengasah softskill, baik melalui kegiatan organisasi, pelatihan-pelatihan maupun aktivitas keseharian mahasiswa di luar kegiatan akademik. Sedangkan potensi intelektualitas dibangun melalui semua kegiatan yang mengasah hardskill, yakni kegiatan belajar mengajar, pengkajian, penelitian dan juga pelatihan. Dengan begitu mereka memiliki kualifikasi dan kompetensi menuju profil mahasiswa ideal, yakni mahasiswa yang memiliki integritas moral, kredibilitas sosial dan profesionalitas keilmuan. Pada masa sekarang ini, rasanya sudah tidak relevan lagi manakala peran mahasiswa hanya sekadar seperti apa yang dilakukan pada masa-masa lalu. Sebagian besar yang telah dilakukan mahasiswa untuk menjalankan peran sebagai agent of change dan social control dilakukan melalui aksi-aksi turun ke jalan. Aksi untuk menuntut perubahan kebijakan, penyebaran wacana dan opini ke publik, namun belum bisa memberikan solusi konkrit. Sudah saatnya hal itu diubah, sudah tiba waktunya bagi mahasiswa untuk memaksimalkan peran sebagai aktor intelektual yang dapat memberikan jawaban-jawaban dan solusi yang konkrit,aplikatif dan bermutu. Mahasiswa sebagai bagian dari warga masyarakat, mempunyai peran strategis dalam pemerataan pembangunan daerah dan pemberdayaan masyarakat lokal, namun masih belum menyadari akan tanggung jawabnya sebagai duta masyarakat dalam hal transformasi pola pikir kepada daerahnya, khususnya organisasi mahasiswa kedaerahan secara institusional sebagai wadah mahasiswa dalam hal memfasilitasi peran mereka tersebut. Otonomi daerah sebagai produk strategis era reformasi, perlu dipersiapkan secara cermat dan profesional. Organisasi mahasiswa kedaerahan memeiliki peran strategis dalam mengoptimalkan keberhasilan pembangunan daerah, khususnya dalam mentransformasi pengetahuan dan perkembangan teknologi serta pola pikir didaerahnya sesuai nilai – nilai budaya dan nilai-nilai religi, sehingga mampu membangun daerahnya itu sendiri secara mandiri serta memiliki daya saing dengan dengan daerah lainnya. Menghadapi tantangan serta peluang tersebut diperlukan revitalisasi peran fungsional Organisasi Mahasiswa Kedaerahan untuk membentuk mahasiswa daerah yang peduli dan bertangung jawab terhadap pembangunan daerahnya secara cerdas, kreatif, dan inovatif. Dengan demikian tumbuh-kembangnya kemandirian lokal dapat menunjang upaya keluar dari krisis melalui pemberdayaan Otonomi Daerah yang mandiri dan berdaya saing tinggi dimasa sekarang ini. Hakikat fungsional mahasiswa sebagai bagian dari anggota masyarakat, secara langsung maupaun tidak langsung mempunyai beban amanah dan tanggung jawab moril kepada daerah . Selain selaku pribadi yang diutus oleh keluarga untuk menuntut ilmu dalam rangka meningkatkan taraf hidup keluarga nantinya , menambah wawasan dan meningkatkan pola pikir, mahaiswa juga punya tanggung jawab untuk bagaimana setelah menyelesaikan kuliahnya dengan rentang waktu yang standar atau lebih cepat sehingga bisa kembali ke daerahnya dalam rangka membangun daerahnya masing – masing. Baik itu dari segi sosial, budaya, ekonomi bahkan dalam mentransformasi nilai – nilai yang bisa mengembangkan pola pikir masyarakat.
Krisis nasional dalam hal pemerataan pembangunan dan lunturnya budaya lokal hendaknya menyadarkan kita khususnya mahasiswa yang telah meninggalkan kampung halamannya untuk menimba ilmu di perguruan tinggi bahwasanya pemerataan pembangunan dan penguatan budaya – budaya lokal ternyata bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan rakyat yang tinggal di daerah. Tetapi juga, mahasiswa – mahasiswa daerah itu sendiri yang notabenenya merupakan duta rakyat dalam hal memfasilitasi proses transformasi budaya dan teknologi di daerah. Yang mana, hal tersebut belum disadari sepenuhnya oleh mahasiswa itu sendiri. Kenyataan lain yang selayaknya dicermati, adalah timbulnya kesadaran mahasiswa sebagai duta masyarakat daerah yang menghimpun diri dalam suatu organisasi kedaerahan. Diharapkan mampu mengobati kegelisahan akan kurangnya peranan mahasiswa dalam membangun daerahnya sendiri. terhimpunnya mahasiswa dalam suatu organisasi kedaerahan seperti Himpunan Mahasiswa Kabupaten Intan Jaya, Himpunan Mahasiswa Kabupaten Mimika, dsb., hendaknya menyadarkan kita akan arti strategis Organisasi kedaerahan dalam mengemban amanah dan cita cita rakyat untuk membangun daerahnya. Sekaligus, arti penting ini menyadarkan organisasi kedaerahan akan tangung jawabnya baik secara moril maupun materil kepada daerahnya itu. Peran yang bisa dimainkan mahasiswa di daerah tentu tak pada daerahnya masing-masing, namun bisa berperan di daerah lain. Juga tidak melulu yang bersifat konseptual, namun juga yang bersifat praktikal dengan terjun langsung di masyarakat. Yang jelas semuanya didasari oleh kerangka berpikir ilmiah. Mahasiswa dapat memulai aksinya berpijak dari masalah-masalah yang ada pada suatu daerah, maupun potensi besar yang belum terkembangkan atau teroptimalkan yang dapat menjadi senjata bagi daerah tersebut. Baik dalam bidang pendidikan, pangan, iptek, kesehatan, pertanian, sosial, budaya, pemerintahan. Salah satu contoh, misal suatu daerah memiliki keunggulan sebagai penghasil buah mangga. Di setiap musim panen, produksi mangga melimpah dan dapat mensuplai produk ke beberapa daerah lain yang membutuhkan. Permasalahannya adalah seringkali jumlah produksi mangga melebihi permintaan yang ada, sehingga ada sisa yang setiap periode terbuang percuma, karena sifat produk pertanian yang cepat rusak. Berdasarkan permasalahan itu, seorang mahasiswa yang baik akan dapat mengubah permasalahan seperti itu menjadi potensi besar. Dia akan melakukan riset untuk menciptakan produk olahan dari mangga, sehingga mangga yang tidak termanfaatkan dalam bentuk mentah setelah menjadi produk olahan lain akan memiliki nilai jual lebih tinggi, disamping dapat meningkatkan daya tahan produk itu sendiri. Implikasi positif lain dari hal ini adalah membuka peluang usaha baru yang nantinya dapat menyerap tenaga kerja, dengan begitu pengangguran dapat dikurangi Contohnya lain, pada suatu daerah yang memiliki permasalahan pada banyaknya limbah sampah padat & cair yang tidak tertangani dan akhirnya menumpuk dibeberapa tempat. Menimbulkan bau tidak sedap, dari aspek kesehatan dapat menjadi sumber penyakit, selain memberikan potensi ancaman banjir. Mahasiswa atau kelompok mahasiswa dapat memberikan solusi dengan program pemberdayaan masyarakat pengolahan sampah organik. Dampaknya pada pengurangan jumlah sampah yang ada secara signifikan, dihasilkannya produk olahan sampah organik misalnya menjadi pupuk organik ataupun diolah menjadi bio gas yang memiliki kegunaan dan bernilai jual, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang sampah. Etalase kecil peran mahasiswa juga berupa sebagai penyambung aspirasi masyarakat dengan memperjuangan hak hak masyarakat yang lebih luas dan berdiri tegak di pihak yang benar meskipun hal itu akan membawanya berhadapan dengan penguasa. Mahasiswa memiliki modal yang tak semua orang miliki. Kekuatan perubahan dan intelektualitas niscaya memberikan warna berbeda yang mampu memecah kebekuan keadaan.
2. Tipe Mahasiswa Yang Memiliki Peran Dalam Pembangunan Daerah Ada tiga karakteristik mahasiswa yaitu mahasiswa tipe pemimpin, mahasiswa tipe aktivis, dan mahasiswa biasa. Mahasiswa tipe pemimpin adalah individu mahasiswa yang memprakarsai suatu gerakan atau organisasi. Mereka itu umumnya memersepsikan mahasiswa sebagai kontrol sosial, moral force dan dirinya leader tomorrow yang intelek. Sedangkan mahasiswa tipe aktivis adalah mahasiswa yang aktif turut dalam gerakan atau aksi mahasiswa beberapa kali. Mereka merasa menyenangi kegiatan tersebut, untuk mencari pengalaman dan solider dengan teman-temannya. Mereka tidak terlalu memersepsikan diri sebagai leader tomorrow namun pengalaman hidup perlu dicari di luar studi formalnya. Tipe berikutnya yaitu mahasiswa biasa, jumlahnya paling besar dari dua tipe sebelumnya yaitu sekitar 90%. Mahasiswa tipe ketiga ini kebanyakan dari mereka cenderung pada kegiatan hura-hura yaitu kegiatan yang dapat memberikan kepuasan pribadi, tidak memerlukan komitmen jangka panjang dan dilakukan secara berkelompok atau bersama-sama. Mereka adalah mahasiswa yang tidak segan-segan nyontek, membuat skripsi ―Aspal‖ dan lain-lain. Tipe mahasiwa pertama dan kedua yang biasanya berperan dalam pembangunan daerah sebagai kontrol atas agenda kebijakan dan pembangunan daerah yang dilaksanakan. Jumlahnya mememang lebih sedikit dari tipe mahasiswa biasa namun mereka mampu membuat suatu aktivitas yang positif dan terkadang menjadi ―ancaman‖ bagi pemerintah dalam melaksanakan pembangunan yang serampangan. Tipe mahasiswa seperti merekalah nantinya yang menjadi cikal bakal calon pemimpin dimasa yang akan datang. KESIMPULAN Mahasiswa layak kita disebut sebagai agen of change, sosial control, kaum intelektual, insan akademis, ataupun Kita mengenal dengan slogan ―Maju mundurnya suatu bangsa tergantung pada pemudanya, sebagai mahasiswa dapat bisa menunjukkan kepedulian dalam pembangunan daerah dengan berbagai cara, seperti ikut membangun citra yang baik, berprestasi di bidang keilmuan masing-masing dan membawa nama baik daerah. Yang terpenting adalah adanya komitmen dalam membangun di mana pun berada. Sifat optimis mahasiswa juga mempengaruhi kesuksesan dalam pembangunan daerah, seperti sikap untuk mengasah kemampuan reflektif, membangun kebiasaan bertindak, melatih kemampuan kerja teknis, serta dari potensi mereka juga bisa dilihat dari aspek intelektualitas, kecerdasan dan penguasaan wawasan keilmuan. Ilmu dan wawasan yang dimiliki akan memperluas cakrawala pandangan, juga memberikan bekal teoritis maupun praktis dalam pemecahan masalah. Seorang mahasiswa akan dapat dengan mudah menyelesaikan masalah yang ada dan dirumuskan dalam berbagai teori pemecahannya Beberapa kelebihan mahasiswa yang bersifat alami seperti berfikir idealis, kritis & kreatif untuk membuat arus perubahan menuju yang lebih baik sebagaimana idealita yang ada didalam benak para mahasiswa. Serta dipadu dengan sifat semangat, dan juga didukung oleh kekuatan fisik yang masih prima, maka arus perubahan dan pembangunan daerah pun akan semakin besar. Mahasiswa yang memiliki jiwa muda tak akan kenal lelah dalam bekerja dan menggerakkan perubahan itu, sehingga dalam waktu yang tak terlampau lama pembangunan dan perubahan apa yang mereka inginkan akan pasti segera tercapai
Persoalan pembangunan dalam suatu daerah sangatlah penting untuk menunjang kemajuan di tingkat nasional. Baik pembangunan dalam sektor pemberdayaan masyarakat, terlebih dalam pembangunan ekonomi. Persoalan kemajuan suatu daerah terlebih dalam tingkat yang lebih luas yakni negara di ukur melalui partisipasi masyarakat dalam ikut serta dalam pembangunan, salah satunya adalah peran serta mahasiswa untuk ikut andil dalam memajukan dan mengembangkan daerahnya. Semoga bermanfaat. Salam Pendidikan Tinggi Indonesia!
PENGGUNAAN BIG DATA DI PERGURUAN TINGGI Tentunya banyak diantara para struktural di kalangan manajemen pengelolah peruruan tinggi yang merasakan betapa tegang dan penatnya saat mempersiapkan laporan-laporan untuk pimpinan maupun pihak yang berkepentingan, misalnya laporan kuartal ataupun borang jurusan. Pelaporan data dan distribusi informasi dari unit pendukung sering lambat diberikan karena berbagai hal. Dengan demikian jelas terlihat bahwa masalah big data sudah terjadi di perguruan tinggi. Ada beberapa pengalaman dari beberapa Perguruan Tinggi di Malaysia dan Singapura yang menggunakan perangkat lunak analitik untuk memudahkan pembuatan pelaporan akademik dan pendidikan. Dengan perangkat lunak tersebut tentunya akan memudahkan dan mengurangi tingkat ketegangan yang dialami para structural tersebut karena data yang besar itu sebenarnya sudah tersedia namun banyak kendala untuk diakses secara cepat. Beberapa perguruan tinggi misal di Malaysia dan Singapura menggunakan banyak data dan pendekatan analitis untuk pengambilan keputusan berdasarkan model kuantitatif dalam mengelola kampus. Misal, kampus harus menetapkan anggaran tahun depan dengan perubahan bisnis dan pendidikan yang berubah sangat cepat, maka memerlukan alat yang dapat membantu memastikan bahwa rencana berada di jalur perspektif keuangan dan operasional. Perguruan tinggi yang berfokus pada ekspansi pengembangan dan peningkatan kapasitas dan kualitas, punya visi dan kolaborasi lintas-kampus, maka perangkat lunak akan banyak membantu perguruan tinggi menempatkan indikator kinerja utama pada tempat yang tepat sehingga bisa melihat apa yang akan dilakukan saat ini, bagaimana melakukannya, kemana kita akan menuju, dan memastikan bahwa perencanaan dan pelaksanaan program dan kegiatan kampus diselaraskan dengan tujuan strategis. Untuk mengelola dana pendidikan yang besar bukanlah tugas yang mudah dan tidak dapat dilakukan secara manual lagi. Big Data memang telah ada di lingkungan perguruan tinggi. Upaya untuk membuat analisis dan pelaporan, umumnya masih dilakukan secara manual dan memakan waktu. Kalau saja
kampus ingin berbenah, pengelolaan data dan informasi saat ini telah menjadi lebih mudah, dan lebih efisien dengan menggunakan perangkat teknologi pengolahan data. Ketika kita berpikir tentang institusi/lembaga pendidikan, sering hanya berpikir tentang fungsi pendidikan, tetapi kampus pendidikan tinggi benar-benar sebuah kota kecil dengan banyak organisasi fungsional. Perguruan tinggi sama halnya dengan organisasi perusahaan dan bisnis, lingkungan data sangat rumit, para pemimpin pengelola data dan informasi membutuhkan suatu alat untuk membuat keputusan penting dari data yang berlokasi di banyak tempat dan dalam berbagai format. Ini berarti lembaga membutuhkan akses cepat pada big data, dan harus dapat dengan mudah melihat dan memahaminya. Ada Beberapa kampus ternama di Indonesia telah beralih ke intelijen bisnis dan analisis yang dilakukan secara otomatis untuk mengerjakan fungsi-fungsi seperti menganalisis data mahasiswa (statistik pendaftaran, prestasi, dan demografi), mempersiapkan kegiatan alumni dan pengembangan, mempersiapkan Integrated Post -secondary Education Data System (IPEDS) dan pelaporan lainnya, mengakses fungsi dukungan administrasi di kampus, dan memantau kinerja hibah penelitian dan pelaksanaan kegiatan aklademik dan perkuliahan. Perkembangan teknologi Big Data mendorong terciptanya paradigma baru dalam menjalankan bisnis. Dari kultur bisnis yang banyak tergantung pada keputusan berbasis insting dan pengalaman, menjadi budaya pengambilan keputusan yang lebih objektif, berbasis data, dan memanfaatkan kekuatan teknologi. Institusi kampus, Dosen dan para pemangku kepentingan di perguruan tinggi harus terdorong untuk berubah. Kemampuan mengetahui lebih banyak hal dari korelasi dan pola-pola data yang dimiliki institusi perguruan tinggi, seyogyanya diikuti dengan semangat berinovasi. Menciptakan produk baru, memberikan layanan yang lebih baik, menjalin hubungan dengan stakeholders yang harmonis dan berkelanjutan. Perguruan tinggi harus siap memasuki era Big Data, era yang penuh inovasi, kreatifitas, tanpa batas. Semoga Bermanfaat. Salam Pendidikan Tinggi Indonesia !
PERADABAN DAN PENDIDIKAN Membangun peradaban hidup yang lebih baik diperlukan peran pendidikan. Pendidikan dalam arti luas, yaitu sebuah proses pemanusiaan, yang dapat terjadi dimana saja, dan sepanjang kehidupan. Tulisan ini menegaskan bahwa pendidikan itu bermakna universal, dan mempunyai peranan penting dalam membangun sebuah peradaban. Esensinya ialah bahwa maju mundurnya sebuah peradaban sangat ditentukan oleh kualitas individu dan masyarakatnya. Kualitas individu dan masyarakatnya ditentukan oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi ditentukan oleh proses pendidikan dengan segala aspeknya._Yusrin Ahmad Tosepu Makna Peradaban dan Pendidikan Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan kualitasnya, sekalipun dalam masyarakat yang masih terbelakang (primitif). Pendidikan sebagai usaha sadar yang dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia demi menunjang perannya di masa datang. Upaya pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa tentu memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan rekayasa bangsa di masa mendatang, karena pendidikan merupakan salah satu kebutuhan asasi manusia, bahkan M. Natsir menegaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan maju mundurnya kehidupan masyarakat tersebut.
Peradaban ialah suatu keseluruhan yang kompleks yang meliputi ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan sikap kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai warga masyarakat. Konsep dari ―peradaban‖ digunakan sebagai sinonim untuk ―budaya (dan sering moral) Keunggulan dari kelompok tertentu.‖ Dalam artian yang sama, peradaban dapat berarti ―perbaikan pemikiran, tata krama, atau rasa‖. ―Peradaban‖ dapat juga digunakan dalam konteks luas untuk merujuk pada seluruh atau tingkat pencapaian manusia dan penyebarannya (peradaban manusia atau peradaban global). Istilah peradaban sendiri sebenarnya bisa digunakan sebagai sebuah upaya manusia untuk memakmurkan dirinya dan kehidupannya. Peradaban adalah bentuk budaya paling tinggi dari suatu kelompok masyarakat yang dibedakan secara nyata dari makhluk-makhluk lainnya. Peradaban mencerminkan kualitas kehidupan manusia dalam masyarakat. Kualitasnya diukur dari ketentraman (human security), kedamaian (peacefull), keadilan (justice), kesejahteraan (welfare) yang merata. Dalam membangun peradaban, masyarakat harus berupaya untuk mewujudkan tatanan hidup yang lebih baik dengan meningkatkan taraf pendidikan yang memadai, penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan. Dalam membangun peradaban hidup, masyarakat harus membangun sumber daya manusia yang terampil memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, berbudaya dan bermoral yang berakar dari agama. Selain agama faktor terpenting lainnya dalam membangun peradaban hidup adalah tradisi keilmuan. Salah satu upaya untuk membangun tradisi keilmuan yang tinggi adalah melalui pendidikan. Dengan pendidikan, generasi muda akan mampu mengemban tanggung jawab. Mereka juga akan mampu memelihara dan meningkatkan mutu dari hasil-hasil positif masa lalu. Peradaban hidup sangat ditentukan oleh mutu berkarya dari sumber daya manusianya. Upaya pengembangan sumberdaya manusia yang bermutu yakni melalui pendidikan. Selanjutnya B.J. Habibie (2009: 36) menjelaskan bahwa tiga tiang peradaban yang diperlukan dan dikembangkan untuk membangun peradaban hidup yang maju, sejahtera, mandiri dan kuat adalah manusia-manusia yang memiliki keunggulan yaitu ―HO2‖, ―Hati‖ (iman dan taqwa), ―Otak‖ (ilmu pengetahuan), dan ―Otot‖ (teknologi). Pendidikan sebagai titik sumbu untuk menyalakan ambisi dan motivasi kemajuan peradaban hidup setiap individu dan masyarakat. Pendidikan adalah factor utama dan cara paling efektif bagi kemajuan masyarakat, karena pendidikan dengan penguasaan pengetahuan dapat menghasilkan orang-orang yang mampu membangun peradabannya dimasa mendatang. Penguasaan pengetahuan itu merupakan cara terpenting untuk membangun peradaban manusia. Jika individu-individu yang berpengetahuan berakumulasi dalam sebuah masyarakat, maka dapat dikatakan sebagai indikator masyarakat yang bersangkutan telah membangun peradabannya dengan berhasil. Fungsi dan Peran Pendidikan Dalam Membangun Peradaban Pendidikan dalam arti luas menjadi isu strategis, dalam menjawab segala persoalan berkaitan dengan pembangunan peradaban yang lebih manusiawi, santun dan cerdas. Peran utama pendidikan ialah sebagai instrumen sekaligus pelaku untuk perubahan mind set dalam istilah populer kekinian disebut revolusi mental. Jika arah kebijakan bertumpu pada mutu sebagai orientasi pendidikan, maka seluruh stake holder harus memiliki mind set yang sama, untuk mengubah orientasi pendidikannya ke arah mutu. Selain itu pendidikan juga berperanan sebagai pusat pembudayaan nilai-nilai. Nilai-nilai penting yang perlu
dibudayakan ialah nilai kejujuran, nilai disiplin, nilai sopan santun, nilai keadilan, nilai empati, dan nilai-nilai kearifan lainnya. Pendidikan juga berperanan sebagai pembebasan. Dalam konteks sosial ternyata manusia memerlukan instrumen pendidikan sebagai pembebasan. Pembebasan dari kebodohan menjadi konsep utamanya. Konsep utama ini yang berupa kebodohan umat manusia, mempunyai relasi yang sangat lekat dengan kemiskinan, kemiskinan bisa bermuara kembali kepada kebodohan, membentuk lingkaran yang oleh Bourdieu disebut sebagai pembenaran dari teori reproduksi kelas. Kelas anak-anak pinggiran yang bodoh dan miskin, senantiasa berada pada kelas marginal, dan pada konteks reproduksi maka kelas marginal dapat dipastikan akan mewariskan hak istimewanya kepada generasi berikutnya. Oleh Pulo Preire disebut dengan pendidikan kaum tertindas, yaitu; untuk memutus mata rantai reproduksi kelas marginal yang identik dengan kemiskinan dan kebodohan, maka diperlukan pendidikan. Berbagai upaya pembaharuan pendidikan telah dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan namun sejauh ini belum menampakkan hasil maksimal. Sistem pendidikan yang dibangun harus disesuaikan dengan tuntutan zamannya, agar pendidikan dapat menghasilkan outcome yang relevan dengan tuntutan zaman. Peranan pendidikan sangat besar pengaruhnya dalam membangun peradaban hidup. Pendidikan bertujuan mencetak generasi agar lebih berprestasi dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu dengan tambahan nilai-nilai moral dan tingkah laku yang telah menjadi sebuah harapan bangsa tersebut. Peradaban hidup suatu masyarakat tergantung dangan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki. Tidak ada kegiatan yang lepas dari peran pendidikan. Sebab utama mengapa pendidikan berpengaruh terhadap setiap kegiatan dalam kehidupan karena faktor manusia. Peran manusia sangat menentukan dalam pelaksanaan berbagai kegiatan itu, juga ketika terjadi kemajuan teknologi yang amat pesat. Dengan pendidikan kita transfer dan tumbuhkan pada Manusia nilai-nilai, kecerdasan dan kecakapan, serta sikap mental yang ulet dan tangguh. Pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk menyampaikan kepada orang atau pihak lain segala hal untuk menjadikannya mampu berkembang menjadi manusia yang lebih baik, lebih bermutu, dan dapat berperan lebih baik pula dalam kehidupan lingkungannya dan masyarakatnya. Hal yang disampaikan itu meliputi sistem nilai, pengetahuan, pandangan, kecakapan dan pengalaman. Makin baik penyampaian itu, makin besar kemungkinan manusia menjadi bermartabat. Dan makin baik perannya dalam kehidupan lingkungan dan masyarakatnya. Itu juga menjadi persiapan yang baik untuk menghadapi pekerjaan dan kehidupan, menjadikan manusia makin mampu melakukan pekerjaannya. Pada dasarnya pendidikan dilakukan di lingkungan keluarga. Pendidikan di Lingkungan Keluarga menjadi landasan segenap usaha pendidikan sepanjang hidup manusia. Kelurga merupakan tempat pertama bagi pembentukan sebuah karakter pada setiap individu. Di dalam keluarga tercermin jalinan kasih dan cinta, kekerabatan sangat mendominasi yang kuat. Kegagalan keluarga dalam membentuk sebuah karakter pada anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa pembentukan karakter dimulai di lingkungan keluarga. Pendidikan sebagai penyangga peradaban Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya pewarisan nilai, yang akan menjadi penolong dan menuntun masyarakat dan atau umat manusia dalam menjalani kehidupan dan sekaligus untuk
memperbaiki nasib dan perdaban umat manusia. Tanpa pendidikan maka diyakini manusia sekarang tidak berbeda dengan generasi masa lampau yang dibanding dengan manusia masa sekarang jelas sangat tertinggal baik kualitas kehidupan maupun proses-proses merancang masa depannya. Secara ekstrim bahkan dapat dikatakan, maju mundurnya baik buruknya beradaban suatu bangsa atau masyarakat akan ditentukan oleh bagaimana pendidikan yang dijalani oleh masyarakat tertentu. Dalam kontek ini, maka kemajuan peradaban yang dicapai umat manusia dewasa ini sudah barang tentu tidak terlepas dari peranperan pendidikannya. Dengan demikian pendidikan merupakan tumpuan setiap individu, masyarakat meraih masa depannya. Membangun peradaban hidup melalui pendidikan adalah suatu tujuan mensintesakan dan mengintegrasikan berbagai dimensi menjadi suatu sistem nilai yang terintegrasi baik politik, ekonomi, sosial, maupun iptek yang secara dinamis terus berkembang, mampu menghadapi berbagai tantangan, baik tantangan dalam maupun tantangan lain yang telah mengglobal. Suatu peradaban yang menjadi individu, masyarakat cerdas kehidupannya, yaitu indivisu dan masyarakat yang modern dan maju, dengan sumber daya manusia yang handal, demokratis, sejahtera, berkeadilan sosial yang menjunjung tinggi HAM berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk membangun peradaban hidup yang berdampak kepada kehidupan yang bermutu, diperlukan manusia yang memiliki kemampuan (intelektual, dan vokasional / professional) dan berkarakter (berkepribadian mantap dan mandiri, memiliki rasa tanggung jawab, dan demokratis). Untuk itulah diperlukan suatu proses pendidikan yang bermakna proses pembudayaan kemampuan, nilai, dan sikap. Membangun peradaban hidup melalui pendidikan pada hakikatnya adalah pengembangan watak dan karakter manusia unggul dari sisi intelektual, spiritual, emosional, dan fisikal yang dilandasi oleh fitrah kemanusiaan. Fitrah adalah titik tolak kemuliaan manusia, baik sebagai bawaan seseorang sejak lahir atau sebagai hasil proses pendidikan. Membangun peradaban hidup tidak dapat dilakukan hanya dengan melalui satu dua bidang kehidupan. Ia merupakan proses bersinergi, simultan dan konsisten. Untuk itu, peradaban ini perlu disadari bersama sebagai sesuatu yang wajib dan merupakan tanggung jawab yang perlu dibebankan kepada seluruh anggota masyarakat. Jika menengok sejarah, menunjukkan bahwa pengembangan ilmu pengetahuan adalah sentral sifatnya. Dari perkembangan ilmu inilah kemudian dikembangkan bidang-bidang lain baik secara simultan ataupun secara gradual. Ilmu, sudah barang tentu, diperlukan oleh semua kelompok apapun orientasi dan strategi perjuangannya. Pembangunan politik, ekonomi, pendidikan, dan lain sebagainya tidak bisa tidak harus dimulai dari ilmu. Untuk memperbaiki keadaan ini, masyarakat harus mengarahkan target pendidikan kepada pembangunan individu yang memahami tentang kedudukannya baik di depan Tuhan, di hadapan masyarakat dan di dalam dirinya sendiri. Dengan kata lain pembangunan masyarakat harus dilandaskan pada konsep pengembangan individu yang beradab. Pembentukan individu yang beradab tersebut, secara strategis, dapat dimulai dari pendidikan. Namun pendidikan tersebut harus terlebih dahulu diletakkan dan berlandaskan pada interpretasi yang benar sehingga dapat melahirkan sarjana, ulama dan pemimpin yang mempunyai pandangan hidup yang sesuai dokma agama. Perlu dicatat bahwa penekanan pada pendidikan merupakan salah satu yang utama. Penekanan terhadap pendidikan sering dikaitkan dengan adanya pengaruh Westernisasi dan modernitas. Pendidikan merupakan medium pengembangan individu, mengarah kepada pembentukan insan kamil. Pendidikan fungsinya adalah untuk membentuk insan yang beradab dengan kemampuan dan potensi masing-masing. Oleh sebab itu pendidikan mengarah kepada penanaman ilmu pengetahuan yang berstruktur dan
konseptual. Pendidikan pada hakikatnya membentuk pengetahuan inderawi, aqli dan intuisi disatukan dalam suatu cara berfikir yang integral: obyektif dan subyektif, idealistis dan realistis. Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungsi sekligus: pertama, menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan tertentu dalam masyarakat mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan yang sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi keberlangsungan hidup masyarakat dan peradaban. Sehingga bisa dikatakan bahwa pendidikan bukan hanya berfungsi sebagai tranfer of knowladge saja, tetapi juga sebagai tranfer of value. Masyarakat memandang pendidikan sebagai pewarisan kebudayaan atau nilai-nilai budaya baik yang bersifat intlektual, keterampilan, keahlian dari generasi tua ke generasi muda agar masyarakat tersebut dapat memelihara kelangsungan hidupnya atau tetap memelihara keperibadiannya. Dari segi pandangan invidu pendidikan berarti upaya pengembangan potensi-potensi yang dimiliki individu yang masih terpendam agar dapat teraktualisasikan secara komplit, sehingga hasilnya dapat dinikmati oleh individu tersebut dan juga masyarakat. Pendidikan mempunyai fungsi ganda. Pada satu sisi pendidikan berfungsi untuk memindahkan nilai-nilai dalam upaya memelihara kelangsungan hidup suatu masyarakat dan peradaban, sedangkan di sisi lain pendidikan berfungsi untuk mengaktualisasikan fitrah manusia agar dapat hidup secara optimal, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat dan mampu memikul tanggung jawab atas perbuatannya, sehingga memperoleh kebahagiaan dan kehidupan yang lebih baik. Pendidikan adalah jantung peradaban dalam kehidupan manusia. Siapa pun orangnya secara filosofis disebut sebagai animal educandum, yakni individu yang terus-menerus dididik dan mendidik. Ini artinya, proses pendidikan merupakan sebuah ikhtiar yang tanpa henti. Pendidikan dalam hidup memegang peranan penting guna memajukan peradaban. Untuk pencapaian itu mayarakat harus mencapai tingkat kedewasaan, dalam artian dapat menyelesaikan berbagai masalah kehidupan, sehingga mampu memacu perkembangan peradaban. Maka bukan sekedar mengetahui pengetahuan yang sudah ada, akan tetapi juga mampu mengembangkan dan menciptakan pengetahuan baru. Jika kondisi ideal tersebut dapat dicapai maka pendidikan akan bisa mengambil peranan yang cukup besar dalam membangun peradaban hidup setiap individu ataupun masyarakat secara luas. Bagaimana Peradaban Masyarakat Modern? Dalam kaitannya dengan pergumulan umat manusia dalam menata kehidupannya, peradaban dapat memiliki banyak arti, para ahli sering mengartikan peradaban sebagai sebuah kemajuan dalam bidang kebudayaan. Secara etimologi peradaban berasal dari kata adab yang artinya kesopanan, kehalusan dan kebaikan budi pekerti. Kemudian menjadi kata beradab yang berarti; mempunyai adab yaitu, sopan, baik budi bahasanya. Selanjutnya kata peradaban dapat diartikan sebagai kemajuan kecerdasan, kemajuan kebudayaan. Ada beberapa kata penting dalam pengertian peradaban yaitu; kemajuan, kecerdasan, dan kebudayaan. Kemajuan dapat diartikan sebagai sebuah proses peningkatan secara terus menerus dalam segala aspek kehidupan. Meskipun untuk mencapai kemajuan dalam segala aspek memerlukan pendidikan, bukan berarti pendidikan sudah maju dengan sendirinya, melainkan pendidikan sebuah bangsa juga memerlukan kemajuan bagi dunianya sendiri.
Kecerdasan, dalam konteks pendidikan dapat dimaknai sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan dan keterampilan dalam menghadapi persoalan-persoalan kehidupan. Pencapaian kecerdasan seseorang, sampai pada suatu tahap kemampuan menggunakan pengetahuan dan keterampilan dengan baik, juga memerlukan proses pendidikan. Sedangkan kata kebudayaan, mempunyai arti yang cukup luas. Kebudayaan diartikan sebagai seluruh sistem tatanan kehidupan dalam masyarakat. Didalamnya ditekankan perihal pentingnya nilai-nilai kesopanan, pentingnya kehalusan budi bahasa, yang diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa kemajuan kebudayaan sebuah bangsa memerlukan proses pendidikan. Berdasarkan kajian tentang makna yang terkandung dalam kata peradaban, maka esensinya adalah kecerdasan. Meningkatkan kecerdasan merupakan sebuah proses epistemologi dalam ilmu pengetahuan, untuk mampu memiliki, menguasai, dan mengembangkan, serta mengimplementasikan pengetahuan itu dalam kehidupan. Karena itulah maka peradaban masyarakat modern akan dicirikan oleh masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based Society). Ciri peradaban masyarakat modern yang bertumpu pada penguasaan pengetahuan (knowledge based society) berimplikasi pada seluruh sub sistem budaya yang melingkupinya. Dalam bidang ekonomi, masyarakat modern juga menyelenggarakan seluruh proses perekonomiannya berbasiskan pengetahuan (knowledge based economy). Hal itu dapat dimaknai bahwa proses produksi barang maupun jasa di era peradaban modern, tidak lagi berorientasi pada kuantitas produk, melainkan sangat bertumpu pada kualitas dan nilai tambah (value added). Implikasi selanjutnya ialah, bahwa masyarakat yang ekonominya bertumpu pada pengetahuan (knowledge based economy), hanya mampu dikelola oleh Sumber Daya Manusia yang berkualitas, yang menguasai dan mampu mengimplementasikan pengetahuan secara baik. Karena itu persaingan mendasar dibidang ketenagakerjaan dalam membangun peradaban ialah meningkatkan tenaga kerja yang berbasis pengetahuan (knowledge based worker). Masyarakat dan atau individu memiliki pengetahuan dan mengimplementasikan dalam kehidupan, selain dapat bermanfaat bagi diri sendiri, masyarakat, dan bangsa dalam konteks membangun peradaban, juga dimaknai sebagai persembahan kepada Sang Pemilik sekaligus sumber dari pengetahuan itu. Jalan pengetahuan merupakan tahapan tertinggi, dari setiap tahapan kemajuan peradaban. Profesi Pendidik: Membangun Peradaban Profesi guru/dosen sesungguhnya bukan sembarang profesi, karena sejatinya adalah pekerjaan yang membangun proyek peredaban. Sebab itu, tugas utama dosen adalah mendidik peserta didiknya agar menjadi manusia terdidik yang bermanfaat bagi masyarakat dan umat manusia, terutama dalam mewujudkan masa depan yang berkemajuan dan berperadaban luhur. Tugas mulia seorang dosen bukan sekadar melakukan transfer pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga menanamkan nilai-nilai luhur dalam rangka memanusiakan (humanisasi) diri peserta didik: membentuk karakter dan kepribadiannya agar memiliki integritas moral dan akhlak mulia; membekali kompetensi, sikap positif, dan keterampilan hidup (life skills) agar bisa menjalani dan memaknai kehidupannya; dan membentuk mindset positif dalam rangka meraih prestasi dan kesuksesan duniawi dan ukhrawi.
Kendati demikian, tidak semua dosen mempunyai idealisme sebagai pembangun peradaban. Banyak diatara mereka gagal mengemban tugas edukasi karena beberapa alasan. Mereka yang tidak memiliki jiwa mendidik. Profesi dosen bukan panggilan jiwanya atau bukan pilihan utamanya sehingga menjadi dosen hanyalah ―profesi sampingan‖. Tidak memiliki visi dan misi luhur dalam mendidik yaitu membangun peradaban melalui pengembangan ilmu, pembentukan sikap dan kepribadian, serta pelatihan keterampilan, baik life skills maupun soft skills. Kegagalan dosen dalam mendidik boleh jadi juga disebabkan oleh sistem pendidikan dan pembelajaran yang tidak kondusif. Universitas atau kampus tidak dibangun dan dikembangkan dengan sistem pelayanan yang baik; sarana dan prasarana sangat minim; budaya akademik tidak efektif dan produktif; dan lingkungan pembelajaran tidak kondusif dan tidak inovatif. Sejatinya, seorang pendidik tidak hanya mendidik dan mengajar anak didiknya untuk menjadi manusia terbaik, melainkan juga membangun peradaban yang agung: humanis, universal, dan berkeadaban. Profesi pendidik merupakan profesi paling mulia karena dapat mengantarkan manusia mencapai keutamaan dan mendekatkan diri Sang Pencipta sebagai tujuan utama pendidikan. Profesi pendidika harus dikembangkan dengan sistem pembinaan yang jelas dan professional, karena warisan budaya hanya bisa ditransmisikan kepada generasi muda melalui proses pendidikan. Penanaman nilai, pembentukan sikap, perilaku, karakter, dan kepribadian manusia hanya dapat dilakukan melalui aktualisasi fungsi pendidikan dan profesi pendidik. Tugas pendidik bukan sekadar menyampaikan materi pelajaran, menuntaskan bab demi bab pembahasan dalam buku pelajaran, dan mengevaluasi kemampuan dan kompetensi peserta didiknya melalui ulangan (ujian). Pendidik adalah mitra peserta didik dalam mengaktualisasikan dirinya, sekaligus sebagai fasilitator, motivator, dan inspirator bagi peserta didik dalam membangun kepribadiannya sehingga motivasi dan inspirasinya itu dapat mengubah mindset dan orientasi mereka dalam membangun peradaban. Dalam konteks pembangunan sektor pendidikan, tenaga pendidik (guru/dosen) merupakan pemegang peran yang amat sentral dalam proses pendidikan. Karena itu, upaya meningkatkan profesionalisme para pendidik adalah suatu keniscayaan. Guru/Dosen harus mendapatkan program-program pelatihan secara tersistem agar tetap memiliki profesionalisme yang tinggi dan siap melakukan adopsi inovasi. Guru/Dosen juga harus mendapatkan penghargaan dan kesejahteraan yang layak atas pengabdian dan jasanya. Sehingga, setiap inovasi dan pembaruan dalam bidang pendidikan dapat diterima dan dijalaninya dengan baik. Oleh karena itu, seorang pendidik harus siap memenuhi aspek kebutuhan pendidika, baik kebutuhan belajar maupun kebutuhan di masa mendatang, dan siap mengantisipasi setiap perubahan yang ada. Seorang pendidik harus mampu membuat materi pelajaran yang tadinya sulit menjadi mudah diajarkan, mudah dipelajari, dan terukur pencapaiannya oleh setiap peserta didik. Dalam konteks itu pula, seorang pendidika bukan sekadar memindahkan materi pelajaran ke peserta didik, tapi juga memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada setiap anak untuk mengembangkan potensi yang sudah ada dalam diri mereka. Potensi tersebut sudah dimiliki sejak lahir dan setiap orang memilikinya. Pendidikan sebagai upaya menuntun agar potensi yang bersemayam dalam diri peserta didik keluar dan berkembang menjadi kompetensi. Dengan demikian, makna pendidikan adalah memberikan pelayanan kepada setiap anak agar kekuatan-kekuatan yang tersembunyi dalam diri anak dapat 'dikeluarkan', dikembangkan, dan diberdayakan. Hasilnya, anak menjadi semakin siap, tangguh, dan matang dalam menghadapi persoalan kehidupan. Pematangan itu terus terjadi tanpa jeda. Ia berkembang sejalan dengan pengalaman yang dilalui. Setiap fase berjalan seiring dengan napas dan keberadaannya sebagai manusia, setiap perkembangan langsung dimanfaatkan dalam kehidupan.
Sejatinya, esensi peradaban yang harus dibangun dan dikembangkan oleh seorang pendidik adalah sinergi iman, ilmu, amal, karya (ilmiah, teknologi, institusi pendidikan, dan lainnya), dan budaya yang memberi nilai tambah (added value) kemaslahatan bagi kemanusiaan. Peradaban tidak lahir dalam ruang hampa (nilai). Peradaban dibangun oleh seorang pendidika yang memiliki keyakinan (iman) yang kuat bahwa Allah itu Maha Beradab, memiliki dan mengembangkan ilmu, mengamalkan ilmu yang dikuasainya, dan mewariskannya kepada generasi masa depan dalam bentuk legasi budaya dan karya nyata. Intinya, peradaban hidup yang dapat dibangun seorang pendidik adalah peradaban ilmu, seni budaya, dan peradaban sistem kehidupan yang dibangun atas dasar iman, ilmu, dan amal saleh (karya nyata dan bermaslahat) bagi umat manusia. Penutup Hubungan pendidikan dengan peradaban itu saling berkaitan. Peradaban hidup yang bermutu adalah peradaban yang dibangun oleh pendidikan. Membangun peradaban harus dimulai dengan membangun pemikiran masyarakat yang diselenggarakan melalui pendidikan, meskipun tidak berarti kita berhenti membangun bidang-bidang lain. Artinya, pembangunan ilmu pengetahuan hendaknya dijadikan prioritas bagi seluruh gerakan kehidupan. Oleh karena itu, membangun peradaban harus dimulai dari pembangunan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Masyarakat dengan peradaban yang maju, cenderung memiliki pendidikan yang maju, demikian sebaliknya. Bahkan lebih luas dapat disimpulkan bahwa masyarakat dengan pendidikan yang maju, meniscayakan masyakatnya terbebaskan dari kemiskinan, paling tidak dari kebodohan. Selain itu, pendidikan juga harus didukung oleh pengajar yang berkualitas baik, media yang mendukung pembelajaran, peran orang tua, sekolah, lingkungan dan masyarakat supaya pendidikan benar benar dapat membangun peradaban hidup yang lebih baik. Semoga bermanfaat. Salam Pendidikan tinggi Indonesia ! Referensi Alparslan Acikgence, Scientific Thought And Its Burdens, An Essay in the History and Philosophy of Science, Fatih University Publications, 2000. Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, alih bahasa Ibrahim Husein, Jakarta, Bulan Bintang, 1979. Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi dalam Islam Sejarah dan Peranannya dalam kemajuan ilmu pengatahuan, Logos Publising House, Jakarta, 1994. Edwin Hung, The Nature of Science: Problem and Perspectives (Belmont, California, Wardsworth, 1997) Ninian Smart, Worldview, Crosscultural Explorations of Human Belief, (New York: Charles Sribner‘s sons, n.d). Oliver Leaman, ―Scientif and Philosophical Enquiry: Achievement and Reaction in Muslim History‖, dalam Farhad Daftary (ed), Intellectual Traditions in Islam, I.B Tauris, London-New York in association with The Institute of Ismaili Studies, 2000. Thomas F Wall, Thinking Critically About Philosophical Problem, A Modern Introduction, Wadsworth, Thomson Learning, Australia, 2001.
Joy A. Palmer, 50 Pemikir Paling Berpengaruh Terhadap Dunia Pendidikan Modern, (Jakarta, Laksana: 2010), h. 25 Paulo Preire, Pendidikan Kaum Tertindas (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2008) http://www.hukumpedia.com/negara/guru-membangun-peradaban-bangsa-hk525f9f03b76b4.html http://pramitaseishin.blogspot.com/p/pendidikan-dan-peradaban-bangsa.html http://mobelos.blogspot.com/2013/10/pengertian-pendidikan-definisi.html http://priendah.wordpress.com/2009/09/04/peran-pendidikan-dalam-membangun-bangsa/
Perkembangan Pendidikan Tinggi Di Indonesia Perkembangan perguruan tinggi di Indonesia dalam dasawarsa terakhir tumbuh secara signifikan. Dalam website resmi DIKTI, jumlah perguruan tinggi di Indonesia mencapai 4.259 unit dengan rincian sebagai berikut : Akademik 1.097 unit, Politeknik 228 unit, Sekolah Tinggi 2.303 unit, Institut 122, dan Universitas 509 unit. Perguruan tinggi ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Walaupun jumlah terbanyak masih berada di Pulau Jawa yang mencapai 1.708 unit. Jumlah Perguruan Tinggi di Indonesia mencapai 4388 PT. Jumlah ini lebih banyak dari Perguruan Tinggi di Eropa. Lebih dari 50 persennya adalah Perguruan Tinggi swasta. Jumlah ini menampung sekitar 7 Juta mahasiswa dan 250 ribu dosen. Jumlah Perguruan Tinggi menunjukkan betapa masifnya pendidikan tinggi di Indonesia. Namun jumlah tersebut memiliki disparitas yang besar. Karena kurang jelasnya perbedaan misi diantara universitas yang ada, apakah universitas riset, universitas yang komprehensif, atau institusi yang berfokus pada pengajaran seperti politeknik atau akademi. Sehinggaperan universitas sebagai pengembangan ekonomi menjadi tidak jelas. Walaupun harus diakui tidak sedikit universitas unggulan di Indonesia yang terakreditasi intenasional. Hal ini menunjukkan walaupun dari jumlah ada banyak sekali disparitas kualitas yang luar biasa, tapi ada berapa yang unggul. Baik negeri maupun swasta. Tidak sedikit universitas yang sudah mampu dengan hasil penelitian dan inovasi yang akhirnya mampu menggerakan ekonomi. Hal itu saja tidak cukup dalam menggerakan pembangunan ekonomi nasional. Perguruan Tinggi di Indonesia harus mewujudkan mission differentiation. Melalui hal tersebut dapat dikembangkan beberapa kebijakan untuk mereformasi sistem pendidikan tinggi dan penelitian. Sebagai contoh beberapa negara seperti India, Thailand dan Malaysia, telah mengkategorikan insititusi pendidikan tinggi sesuai misi yang diembannya. Seperti riset universty atau institution of national of comprehensive university.
Pemerintah, kemerinstekdikti dan seluruh pemangku kepentingan dunia pendidikan tinggi Indonesia harus berpacu menyesuaikan laju perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Hal tersebut penting agar kualitas pendidikan tinggi tetap terjaga dan bisa mencetak lulusan yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha masa depan. Sistem di perguruan tinggi harus mampu memanfaatkan perkembangan teknologi. Kompetensi dan produktivias para dosen harus terus ditingkatkan. Jika masih memakai caracara lama, pendidikan tinggi nasional akan ketinggalan. Pemerintah melalui Kemeristekdikti telah mengembangkan regulasi dalam memanfaatkan perkembangan teknologi TIK di antaranya terkait pengurusan pembukaan program studi dan pengajuan guru besar. Dengan memanfaatkan sistem berbasis teknologi waktu telah dipangkas menjadi jauh lebih singkat. Selain meningkatkan sistem dan regulasi, pada era perkembangan teknologi informasi dan komunkasi yang cepat ini, dibutuhkan sentuhan inovasi yang mampu mendorong perubahan lebih maju, khsusnya dalam proses pembelajaran, manajemen tata kelolah, pelayanan, dan fasilitas dan sarana utama dan penunjang pendidikan. Perguruan tinggi di tuntut menghasilkan inovasi. Inovasi sangat penting untuk meningkatkan daya saing suatu bangsa pada segala bidang. Program studi di perguruan tinggi juga harus berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pemebelajaran dan penelitian, Hal lain yang dilakukan pemerintah guna meningkatkan kinerja dan kualitas kampus swasta adalah mendorong PTS untuk melakukan merger. Penggabungan (merger) menjadi solusi terakhir jika PTS yang bermasalah tak mampu memperbaiki diri, baik dari sisi pengelolaan keuangan maupun kesiapan infrasturktur lainnya. Kualitas PTS saat ini terbilan rendah, jumlah PTS yang telah terakreditasi institusi A sebanyak 26 PTS dari jumlah keseluruhan 3154 PTS. Dengan dinamika dan warna-warni yang selama ini disumbangkan oleh dunia pendidikan terhadap kehidupan bangsa, masih belum bisa dikatakan bahwa dunia pendidikan kita berprestasi di atas rata-rata. Mungkin juga perkembangan dunia pendidikan kita dapat dibilang standart. Meskipun dalam Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional 2003 telah dinyatakan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Hal tersebut masih belum bisa dikatakan sebagai acuan atau pedoman untuk menghasilakan sumber daya manusia yang memiliki kualitas terbaik, akan tetapi dengan dikeluarkannya pernyataan tersebut dapat menjadi suatu upaya untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Perguruan tinggi tidak hanya bernuansa memberikan penelitian serta pendidikan saja, juga harus membentuk suatu sikap dalam bertindak secara mandiri. Hal yang dijelaskan tadi dapat berupa menghindari segala tindakan kekerasan (violence) seperti aksi pemukulan atau penganiayaan dan tindakan ketidak jujuran akademis (academic dishonesty) seperti kasus penjiplakan (plagiarism), perjokian, dan cheating. Prospek Pendidikan Tinggi Di Indonesia Perkembangan pendidikan tinggi di Indonesia ternyata juga banyak didukung oleh partisipasi aktif perguruan tinggi swasta yang jumlahnya jauh lebih banyak dari jumlah perguruan tinggi negeri. Jumlah perguruan tinggi berkembang sangat pesat di Indonesia. Peningkatan pertumbuhan itu dimulai sejak 2005. Pada tahun 2005, ada 2.408 perguruan tinggi yang tercatat di Indonesia. Jumlah ini meningkat dua kali
lipat dalam kurun sepuluh tahun. Sampai bulan Maret 2017 jumlah perguruan tinggi mencapai 4.264 di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 97 persen atau sekitar 4.100 perguruan tinggi dikelola oleh swasta. Berdasarkan data di PDPT per 17 April 2018 terdapat total 4600 perguruan tinggi dengan 26984 program studi, yang didominasi oleh prodi-prodi kependidikan dan keguruan sebanyak 5760 prodi. Dominasi prodi kependidikan dan keguruan itu tidak dapat dilepaskan dari adanya keharusan bagi guru untuk sekurangkurangnya mempunyai latar belakang pendidikan sarjana. Situasi ini telah dimanfaatkan secara tidak bertanggungjawab oleh sejumlah perguruan tinggi dengan memberikan pendidikan tinggi yang tidak bermutu, di antaranya dalam bentuk rasio mahasiswa terhadap dosen hingga di atas 400. Seluruh prodi yang mempunyai rasio seperti itu satu per satu telah di non-aktif-kan PDPT-nya. Dalam era persaingan antar bangsa yang amat sengit, di mana mutu akan menjadi penentu maka hal-hal seperti itu tentu amat memprihatinkan. Keberadaan Pendidikan tinggi telah memberikan kontribusi yang cukup significant terhadap pembangunan di Indonesia. Beberapa politisi dan negarawan besar seperti presiden RI pertama (the founding father), sejumlah pejabat negara, pengusaha dan ilmuawan ternama telah dihasilkan oleh perguruan tinggi di Indonesia. Beberapa perguruan tinggi negeri lainnya merupakan perguruan tinggi yang telah aktif berpartisipasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui kegiatan Tri Darma Perguruan Tinggi (pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat). Hasil-hasil penelitian staf akademiknya telah dipublikasikan liwat jurnal ilmiah dan diseminasikan melalui seminar,loka karya dan publikasi media. Arah pengembangan kebijakan pendidikan tinggi Indonesia beberapa tahun mendatang dilatarbelakangi oleh hadirnya globalisasi (MEA 2016), dengan implikasi berupa kebutuhan peningkatan kemampuan berkompetisi bangsa Indonesia dalam masyarakat dunia yang semakin berbasis pengetahuan (knowledge based society). Pendidikan tinggi harus mampu menghasilkan dua hal penting untuk menghadapi era globalisa dan pengetahuan; 1) insan berkarakter dan kreatif yang berbasis pada penguasaan ilmu pengetahuan, dan, 2) inovasi teknologi melalui konvergensi berbagai cabang keilmuan. Inovasi dalam arti teknologi yang telah diwujudkan dalam bentuk kegiatan industri yang menciptakan lapangan kerja sehingga berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Kedua hal ini mustahil diwujudkan tanpa pembangunan budaya mutu di perguruan tinggi. Mutu sendiri secara umum didefinisikan sebagai pemenuhan tuntutan standar; sesuatu disebut bermutu apabila memenuhi standar. Di era yang semakin kompetitif ini, keberlanjutan akan sangat ditentukan oleh mutu. Hal ini juga berlaku bagi perguruan tinggi. Cepat atau lambat perguruan tinggi yang tidak bermutu akan mati karena ditinggalkan oleh masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikannya. Daya beli masyarakat akan terus meningkat dengan semakin menguatnya ekonomi bangsa dan masyarakat juga akan semakin cerdas dalam menilai suatu perguruan tinggi. Kehadiran perguruan tinggi kelas dunia di Indonesia hanya soal waktu saja; sebagian dari mereka (seperti Nottingham University, Monash University dsb) sudah membuka kampus di Malaysia. Waktu bagi perguruan tinggi Indonesia semakin sempit untuk mempersiapkan diri menghadapi kompetisi memperebutkan pangsa pasar. Berbagai kebijakan pendidikan tinggi Indonesia di antaranya adalah untuk mendorong peningkatan mutu perguruan tinggi. Kehadiran Standar Nasional Pendidikan Tinggi dimaksudkan untuk hal tersebut. Setiap perguruan tinggi di Indonesia terikat untuk memenuhi standar ini yang sesungguhnya pemenuhannya merupakan mutu minimum yang harus dimiliki oleh setiap perguruan
tinggi di Indonesia. Standar ini mempunyai dua fungsi penting, pertama menjadi acuan mutu minimum dan kedua menjadi penangkal masuknya PT asing abal-abal. Oleh karena itu betapapun sulitnya untuk dipenuhi namun standar ini tidak mungkin diturunkan. Teasdale (1999) dalam bukunya berjudul "Local Knowledge and Wisdom in Higher Education" menyinggung sejarah kejayaan pusat pendidikan dunia pada abad ke-16. Dikatakan bahwa pusat kejayaan pendidikan tinggi dunia pernah terdapat di kota-kota besar dunia pada waktu itu seperti Bagdad, Istanbul, Cordoba dan Kairo. Pada saat itu tidak sedikit bangsa barat dari Eropa yang datang ke kota-kota tersebut untuk belajar ilmu pengetahuan dan teknologi dengan cara barter yaitu menukar hasil pertanian mereka dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada abad millinium ini pusat kejayaan pendidikan dunia telah berada pada negara-negara berkembang (developed countries) seperti Jepang, Korea Selatan, Singapura, Malaysia, Canada, US, Uni Eropa, Australia dan New Zealand. Realita ini diindikasikan dengan banyaknya hasil-hasil penelitian ilmiah (scientific findings) dalam bidang ilmu pengetahuan dan technology (science dan technology) yang telah dipublikasikan di berbagai media, website inernet dan beberapa jurnal ilmiah yang bereputasi dan terakreditasi secara internasional oleh perguruan-perguraun tinggi di negara tersebut. Lagi pula, negaranegara tersebut diatas maju dalam membangun bangsanya karena mereka berpegang pada paradigma "build nation build schools" yang mengandung pengertian kontekstual yaitu "memajukan bangsa melalui pendidikan". Telah tercatat pula dalam sejarah bahwa pada beberapa dekade yang lalu pendidikan tinggi di Indonesia pernah menjadi kiblat bagi mahasiswa dari negeri jiran seperti Malaysia dan Singapura yang ingin melanjutkan pendidikan tinggi di Indonesia. Banyak mahasiswa asal negeri jiran tersebut yang belajar di beberapa perguruan tinggi ternama di Indonesia. Namun sayangnya, menurut informasi dari beberapa sumber yang dapat dipercaya melansir bahwa dewasa ini ada lebih banyak jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di Malaysia dan Singapura dibandingkan dengan jumlah mahasiswa Malaysia dan Singapura yang belajar di Indonesia. Hal lain yang patut di apresiasi adalah kesadaran masyarakat Indonesia, terutama generasi muda terhadap dunia pendidikan semakin meningkat. Hal ini tercermin dari hasil studi riset yang dilakukan oleh LSP3I (edisi September 2017). Studi tersebut menunjukkan, 42 persen masyarakat Indonesia berusia 18-24 tahun berniat melanjutkan pendidikan dalam satu tahun ke depan. Sementara 18 persen dari seluruh responden akan mengikuti kursus. Menariknya, hasil survei juga menunjukkan sebagian besar responden yang berencana untuk melanjutkan pendidikan akan membiayai pendidikan mereka dengan biaya pribadi. Hanya tiga dari 10 responden berusia 18-24 tahun berharap menggunakan biaya orangtua untuk melanjutkan pendidikan. Hasil studi ini juga mengungkap, pendidikan pun mulai menjadi faktor penting dalam penetapan anggaran pendidikan keluarga. Sebesar 78 persen dari responden secara rutin menyisihkan sekira 8-30 persen dari pendapatan mereka untuk biaya pendidikan keluarga. Mayoritas orangtua pun memilih agar anak-anak mereka dapat masuk ke perguruan tinggi negeri. Hal ini menunjukan adanya kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, terutama menggarisbawahi akan pentingnya pendidikan untuk terus tumbuh. Yang menggembirakan, kesadaran ini berasal dari generasi muda yang notabenenya akan memainkan peran penting di masa mendatang. Tumbuhnya kesadaran masyarakat akan pentingnya melanjutkan
pendidikan ke perguruan tinggi, juga sejalan dengan program dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kualitas dan pemerataan akses penddidikan tinggi. Permasalahan Pendidikan Tinggi Indonesi kekinian Lepas dari banyaknya kelebihan pendidikan tinggi di Indonesia, terdapat juga beberapa kekurangan yang perlu dibenahi. Hal ini mungkin disebabkan oleh program dan kebijakan pendidikan tinggi yang masih perlu di benahi. Adapun kekurangan yang mungkin perlu diperhatikan dan dibenahi secara umum adalah: Pertama,pelayanan jasa pendidikan tinggi baru dinikmati oleh mayoritas kalangan keluarga kelas menengah ke atas atau hanya segelintir kalangan kelas menegah ke bawah yang dapat menikmati jasa pendidikan tinggi. Idealnya, pelayanan jasa pendidikan tinggi tidak menciptakan dikotomi dan disparitas terutama berakaitan dengan akses rekrutmen mahasiswa baru. Pejabat perguruan tinggi harus dapat memfasilitasi mahasiswa yang kurang mampu tapi berprestasi untuk memperoleh susbsidi atau beasiswa yang dapat menunjang studi mahasiswa dari kalangan ekonomi lemah tersebut. Kedua, kurikulum pendidikan tinggi terlalu padat dengan bobot kredit yang kecil (antara 2 sampai 4 sks permata kuliah). Lagi pula, penelitian yang memakan waktu satu sampai dua semester ironisnya hanya dinilai dengan bobot sks yang sangat kecil (sekitar 4 sampai 6 sks) jika dibandingkan bobot sks penelitian mahasiswa di luar negeri. Di negara maju mahasiswa belajar sedikit mata kuliah tapi mendalam (in-depth). Ketiga, kebijakan pendidikan tinggi yang kaku yaitu pendidikan tinggi hanya menawarkan program full-time students dengan bobot mata kuliah yang padat SKS. Pendidikan tinggi seperti ini sangat membebani mahasiswa terutama yang sudah bekerja karena mereka terbebani oleh bobot SKS yang padat (overloading) ditambah dengan tugas-tugas pokok mereka di instansi pemerintah atau swasta. Seharusnya ada alternatif untuk menawarkan program part-time students yang dapat meringankan beban mahasiswa yang sudah bekerja walaupun program pendidikannya relatif lebih lama tapi pasti. Keempat, kebanyakan perguruan tinggi hanya menawarkan on-campus program dan belum menawarkan off-campus progam. Akibatnya, banyak mahasiswa yang kebenaran harus pindah ke kota lain oleh karena tuntutan ekonomi atau tugas kantor terpaksa harus bolos atau berhenti kuliah. Padahal program offcampus (distant learning) mungkin dapat menjadi solusi seperti yang ditawarkan oleh Universitas Terbuka. Kelima, stratafikasi pendidikan tinggi belum banyak menghargai prestasi akademik yang gemilang, misalnya untuk melanjutkan pendidikan S3 seorang mahasiswa harus menyelesaikan pendidikan S2 dulu walaupun mahasiswa yang bersangkutan mendapat nilai Cum-laude. Dengan kata lain pendidikan tinggi kita belum menawarkan program honours seperti kebanyakan perguruan tinggi di luar negeri, yaitu bagi mahasiswa S1 yang mendapat nilai Cum-laude bisa langsung mengambil program S3 (leading to PhD) tanpa melalui pendidikan Magister (S2). Keenam, Program akademik di perguruan tinggi tidak fleksibel karena hanya menawarkan program kuliah dan penelitian (combined course work dan research), idealnya perguruan tinggi juga menawarkan beberapa pilihan program pendidikan misalnya, program research student (mahasiswa peneliti melalui bimbingan), Combined course work (seperti di Indonesia) dan pure course work (jalur mata kuliah tanpa penelitian) yang mungkin cocok untuk praktisi atau pekerja profesional. Melalui program seperti ini mahasiswa diberi kebebasan untuk memilih salah satu jenis jalur pendidikan tinggi yang diinginkan sesuai
dengan minat dan kemampuannya. Program seperti ini sebenarnya sangat fleksibel dan mungkin sangat menguntungkan mahasiswa. Selanjutnya, untuk program combined course work atau kuliah dan setelah itu diikuti dengan tugas akhir kegiatan penelitian, misalnya seperti versi di Indonesia. Program ini sebaiknya direvisi menjadi program yang lebih fleksibel yaitu mahasiswa ditawarkan salah satu dari beberapa alternative program pendidikan tinggi, pertama " program yang bobot sks mata kuliah lebih banyak misalnya 80 % dan bobot penelitian lebih kecil atau sekitar 20 % atau sebaliknya mata kuliah 20 % dan bobot penelitian 80 % dan atau fifty-fity yaitu 50 % bobot mata kuliah dan 50% penelitian. Kemudian, untuk evaluasi program pendidikan seharus bersifat fair dan tidak diskriminatif. Selama ini evaluasi dan assessment pendidikan baru diterapkan secara sepihak. Dengan kata lain, setiap semester hanya mahasiswa yang dievaluasi hasil belajarnya misalnya, melalui mid-semester dan final semester. Seharusnya perguruan tinggi juga melakukan evaluasi kinerja staf dosen (academic performance) misalnya melalui penyebaran angket kepada mahasiswa setiap akhir semester. Angket tersebut harus diisi oleh mahasiswa dengn tujuan untuk memberikan umpan balik atau penilaian mengenai kemampuan mengajar dosen yang bersangkutan. Di samping itu, perguruan tinggi haruslah merancang program orientasi mahasiswa baru yang menekankan pada program orientasi yang bersifat informative dan edukatif karena beberapa waktu yang lalu program orientasi mahasiswa banyak diwarnai oleh kegiatn perpeloncoan yang bersifat kurang mendidik dan mungkin membuka peluang terjadinya tindakan kekerasan dan aksi balas dendam sesama mahasiswa yang berbeda angkatan. Saya kira kini sudah saatnya perguruan tinggi merubah paradigma program orientasi mahasiswa baru, yaitu pertama materi program orientasi mahasiswa baru harus bersifat informatif yakni pemberian informasi yang cukup komprehensif dan lugas mengenai fasilitas pembelajaran yang tersedia dan cara pemamfaatannya serta beberapa informasi penting dan relevan mengenai statuta perguruan tinggi. kedua, program orientasi haruslah bersifat mendidik (edukatif), misalnya memberikan pengenalan materi kepada mahasiswa baru mengenai mekanisme pebelajaran di perguruan tinggi yang jauh beberbeda dengan model pebelajaran di sekolah menengah. Mutu pendidikan tinggi di Indonesia kemungkinan akan lebih berkualitas dan dapat sejajar dengan kualitas pendidikan tinggi khususnya di negara negara asean jika seandainya stake holders pendidikan tinggi termasuk policy makers (pembuat kebijakan) dan decision makers (pengambil keputusan) sebaiknya mereview, mengevaluasi, dan merevisi kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia secara periodic dengan banyak mempertimbangkan feedbacks atau umpan balik dari stakeholders pendidikan. Demikian ulasan ini, semoga bermanfaat. Salam Pendidikan Tinggi Indonesia Sumber : https://www.ristekdikti.go.id/open-53/#DMfSUfeHAfY95Qew.99 http://www. ristekdikti.go.id http://www.dikti.go.id/Archive2007/kpptjp/tetra_h.gi https://forlap.ristekdikti.go.id/ https://yusrintosepu.wixsite.com/lsptigairegvsulawesi
PROFIL LSP3I Lembaga Studi Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan Indonesia (Institute for Policy Research and Development study Indonesian Education), disingkat LSP3I, adalah organisasi non profit pendidikan yang bergerak di bidang KAJIAN, STUDI & RISET yang berdiri sejak Mei 2008 di Jakarta. Awalnya berbentuk yayasan, kemudian dalam perkembangannya berubah menjadi perkumpulan pada 5 Juli 2008. LSP3I berasaskan Pancasila dan pembukaan UUD 1945. Tujuannya mewujudkan tatanan pendidikan Indonesia yang berpegang kepada nilai-nilai pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global, baik dalam rumusan hukum maupun dalam pelaksanaannya. Untuk mencapai tujuannya, LSP3I melakukan usaha-usaha sebagai berikut: 
Melakukan pengkajian terhadap kebijakan-kebijakan ( policies ) dan atau hukum ( laws and regulations ), penerapannya, serta dampaknya terhadap kehidupan sosial, ekonomis, dan budaya , masyarakat;

Mengembangkan gagasan dan konsepsi atau alternatif kebijakan atas pendidikan yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat;

Melakukan Kajian, studi dan riset secara terencana, terarah, dan berkesinambungan dalam berbagai bentuk bagi pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan; Menyebarluaskan informasi berkenaan dengan gagasan, konsep, dan kebijakan pendidikan.
FUNGSI & TUJUAN LSP3I Fungsi
Menjadi pusat Riset, Kajian, Studi, dan penerapannya khsususnya seluruh aspek pendidikan tinggi dan ICT Pendidikan. Menjadi pusat informasi Kajian, Studi, Penelitian dan pengabdian yang interaktif dengan masyarakat sesuai dengan perkembangan isu-isu pendidikan tinggi dan ICT pendidikan terbaru.
Tujuan
Meningkatkan kualitas kegiatan Kajian, Studi, Penelitian dalam rangka pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan Indonesia Mengembangkan dan meningkatkan kualitas jurnal hasil-hasil penelitian, artikel ilmiah dan perkembangan metode riset terbaru. Menciptakan iklim dan budaya meneliti di lingkup pendidikan tinggi dengan berbagai pelatihan metodologis baik pada tingkat pemula maupun lanjutan. Mendorong kreativitas, inovasi, dan produktivitas dalam meneliti melalui berbagai kajian penelitian kompetitif nasional.
LSP3I mempunyai empat kegiatan utama sebagai berikut:
Studi kebijakan dan/atau hukum yang berdampak pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan; KAJIAN, STUDI, RISET dalam berbagai bentuknya; Pendidikan dan pelatihan; Penerbitan dan penyebaran informasi Pendidikan. Penerbitan LSP3I ditujukan untuk masyarakat umum, organisasi/lembaga pendidikan, para akademisi, pendidik (dosen/guru), pengambil kebijakan dan yang berkepentingan lainnya.
Penerbitan LSP3I terdiri dari:
Buku, Jurnal, Prosiding, Artikel, dan Kertas Kerja ; merupakan hasil studi yang disiapkan oleh LSP3I mau pun hasil terjemahan sejumlah naskah instrumen internasional dan atau buku IPTEKS pendidikan. Observasi ; merupakan hasil laporan terhadap aktifitas, kegiatan, operasional pendidikan dengan menggunakan parameter hukum, aturan, mekanisme, prosedur, undang Undang pendidikan. Observasi yang menjadi fokus di sini adalah yang berkaitan dengan kasus-kasus dan pelanggaran kegiatan, aktifitas dan operasional Pendidikan. Buletin ; merupakan media untuk mengkomunikasikan kegiatan, aktifitas serta peristiwa-peristiwa pendidikan secara reguler kepada masyarakat umum. Buletin ini diberi nama EDUCATION.
Visi Pusat Kajian Studi LSP3I Visi Pusat Kajian dan Studi LSP3I adalah menjadi pusat kajian yang memiliki komitmen tinggi terhadap kajian dan studi pendidikan sekaligus menjadikan pusat pencerahan keilmuan yang kompeten dan terdepan. Misi Pusat Kajian dan Studi LSP3I
Melakukan kajian dan studi terhadap dinamika pendidikan, perubahan sosial dan politik dalam konteks pendidikan di tingkat nasional. Melakukan kajian dan studi terhadap dinamika bidang pendidikan di tingkat daerah dalam proses implementasi otonomi daerah dan desentralisasi Mendeseminasikan hasil-hasil penelitian melalui laporan berkala dan jurnal ilmiah yang terakreditasi Melakukan pengabdian pada masyarakat dan pemberdayaan yang bersifat mandiri melalui kerjasama / kemitraan dengan berbagai lembaga pemerintah, swasta dan organisasi non – pemerintah lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri. Merekomendasikan hasil-hasil penelitian sebagai saran bahan pengambilan keputusan. Melakukan kajian-kajian pendidikan tinggi, perwujudan pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan serta tegaknya hukum (rule of law di bidang pendidikan).
Tujuan Pusat Kajian dan Studi LSP3I
Membangun iklim akademis di lingkup pendidikan tinggi yang kondusif bagi pengembangan keilmuan, kreatifitas dan inovasi baru; Menumbuhkan berbagai gagasan di atas semangat keterbukaan, kebersamaan, kritik membangun dan partisipatif aktif agar dapat memperoleh empati dari berbagai strata kelembagaan/organisasi/intititusi kependidikan dan memiliki nilai tawar atau jual kerjasama kemitraan dalam koridor peningkatakan dan pengembangan mutu pendidikan tinggi serta; Meningkatkan profesionalisme dosen dalam kegiatan pembelajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang bermutu; Mempublikasikan hasil-hasil penelitian melalui jurnal ilmiah nasional dan internasional yang terakreditasi; Menstimulasi dan mendorong kuantitas dan kualitas hasil-hasil penelitian; Melakukan penelitian, studi, kajian yang bersifat mandiri maupun kerjasama/kemitraan dengan berbagai lembaga pemerintah, swasta dan organisasi non-pemerintah lainnya.
Manfaat Pusat Riset, Kajian dan Studi LSP3I 1. Eksternal 1. Pusat Kajian dan studi ini dapat menjadi center of exellence dalam melakukan penelitian, studi, kajian untuk dapat memberikan kontribusinya seoptimal, mulai dari optimalisasi peran dan fungsi lembaga pendidikan tinggi, sumberdaya manusia yang pada gilirannya lembaga/organisasi/institusi
pendidikan tinggi tersebut dapat memberikan hasil yang maksimal bagi para pengguna dan atau para pemangku kepentingan lainnya. 2. Pusat Kajian dan studi ini dapat menjadi mitra kerjasama aplikatif bagi pengembangan pendidikan Indonesia melalui penelitian, konsultasi, penyediaan data dan informasi yang relevan dan lain sebagainya; 3. Bagi masyarakat secara luas, Pusat Kajian dan studi ini ditujukan sebagai agent yang akan menyerap, mengagregasikan dan mengartikulasikan aspirasi mereka, sekaligus memberikan ideide dan pemikiran konstruktif yang diperlukan masyarakat dan para pemangku kepentingan pendidikan tinggi. 2. Internal 1. Mewadahi dan menopang program pemerintah di bidang pendidikan tinggi yang terkait dalam meningkatkan kualitas, kualifikasi dan akreditasi pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat; 2. Menyediakan satu sumber akses informasi bagi para dosen dan mahasiswa yang berminat melakukan penelitian dan kajian-kajian IPTEKS bidang Pendidikan; 3. Membantu menumbuhkembangkan atmosfir akademis pendidikan tinggi serta pemberdayaan institusi/lembaga pendidikan tinggi yang mencakup pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat; 4. Mengoptimalkan peran dan fungsi institusi/lembaga pendidikan tinggi khususnya di bidang penelitian dan pengabdian pada masyarakat melalui dukungan kegiatan operasional di bidang riset, studi, kajian di bidang pendidikan tinggi dan ICT Pendidikan. Bidang Kegiatan Kajian, Studi, Penelitian 1. Berbagai penelitian yang bersifat monodisiplin maupun multidisiplin baik dilakukan sendiri atau pun bekerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintah dan non-pemerintah dari dalam dan luar negeri. 2. Pengembangan Masyarakat Berbagai kegiatan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang bersifat monodisiplin maupun multidisiplin baik dilakukan sendiri maupun kerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintah dan swasta dari dalam dan luar negeri. 3. Pertemuan Ilmiah Pertemuan ilmiah diadakan baik dalam skala regional, nasional maupun internasional dalam berbagai bentuk, seperti diskusi bulanan, seminar, workshop, konferensi dan sebagainya secara berkala. 4. Penerbitan Penerbitan karya ilmiah akan dilakukan secara berkala baik melalui jurnal ilmiah maupun bulletin. Oleh karena itu, pembentukan Jurnal Ilmiah yang terakreditasi dengan melakukan pembinaan disiplin ilmu tertentu dalam rangka aktivitas Pusat kajian ini merupakan suatu keharusan. 5. Pelatihan & Pengembangan a) Pelatihan Metodologi Penelitian, kajian kebijakan, layanan, otonomi, pengembangan bidang Pendidikan; b) Pelatihan dan pengembangan bagi tenaga pendidik (guru/dosen), manajemen pendidikan, sistem perencanaan dan pengembangan pendidikan;
c) Pelatihan di bidang pendidikan dan organisasi/lembaga pendidikan. d) Pelatihan dan pengembangan berbagai permasalahan actual dan factual pendidikan serta pemecahan masalah. 6. Dokumentasi & Informasi a) Penyelidikan, pencarian dan pengumpulan berbagai berita atau sumber-sumber keterangan serta pengiriman dokumentasi sebagai bahan-bahan koleksi, buku-buku, jurnal serta laporan penelitian, abstrak penelitian maupun bentuk dokumentasi elektronik maupun cetak. b) Semua sumber informasi dapat dijadikan sebagai bahan promosi baik untuk kepentingan lembaga LSP3I maupun konsumsi masyarakat umum. Lingkup Kegiatan 1. Pendidikan 2. ICT Bidang Pendidikan 3. Kebijakan Pendidikan 4. Hukum, Aturan, Prosedur, Mekanisme, Undang-Undang Bidang Pendidikan 5. Pengabdian Kemasyarakatan 6. Manajemen, Administrasi Pendidikan 7. Hubungan Internasional (Kerjasama Pendidikan Antar Negara) 8. Dinamika Pendidikan Lokal dan Nasional, Regional, Internasional 9. Pengembangan pendidikan tinggi Nasional dan Daerah Tugas pokok dan Fungsi Riset, Riset, Kajian LSP3I 1. Melakukan riset, studi, kajian, dalam rangka peningkatan dan pengembangan Pendidikan tinggi Indonesia, penguatan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi berbasis pendidikan; 2. Melakukan penelitian untuk mengembangkan konsep kebijakan, mutu pendidikan, pembangunan, peningkatan dan pengembangan Pendidikan tinggi Indonesia pendidikan tinggi skala local, regional, dan nasional; 3. Menjalankan administrasi lembaga Untuk meningkatkan peran aktif dan fungsi LSP3I dalam bidang riset, studi, kajian. LSP3I mempunyai program sebagai berikut: 1. Peningkatan dan pengembangan pendidikan tinggi (manajemen tata kelolah, SDM, pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat) 2. Memperkuat fungsi institusi/kelembagaan pendidikan tinggi dalam pengelolaan penelitian dan media publikasi hasil penelitian 3. Memperluas jejaring kerjasama dan kemitraan pendidikan khsusunya lembaga/intitusi pendidikan tinggi di segala aspek. 4. Berperan aktif di bidang organisasi profesi yang menunjang kegiatan riset, studi, kajian LSP3I. 5. Membantu pemerintah dalam merumuskan dan melaksanakan program dan kebijakan pengembangan, peningkatan dan pembangunan manajemen tata kelolah, SDM dan mutu pendidikan tinggi Salam Pendidikan Tinggi Indonesia !
Kampus di Era Digital : Persaingan dan Tantangan Era digitalisasi telah menuntut setiap perguruan tinggi di manapun, termasuk di Indonesia, agar mampu mempersiapkan diri mengantisipasi munculnya berbagai perguruan tinggi asing dengan model ―cyber class‖. Teknologi digital dan komunikasi yang tumbuh berkembang dengan akselerasi tinggi, dapat memunculkan bentuk-bentuk pendidikan tinggi baru dengan teknik proses pembelajaran melalui internet (dikenal dengan istilah Virtual University). Adanya kecenderungan perubahan yang begitu cepat tersebut, selayaknya segera diantisipasi oleh setiap perguruan tinggi di Indonesia, dengan melakukan langkah-langkah pembenahan yang strategis menuju Perguruan Tinggi yang entrepreneurship dengan semangat bersaing yang dijiwai oleh ruh Tri Darma PT. Diperlukan suatu pola manajemen yang sanggup menggalang segenap potensi internal dan eksternal untuk mencapai tujuan kampus sebagai ―Centre of Excellen‖. Era Globalisasi adalah masa dimana dunia berada dalam fenomena pasar bebas dunia, dan terjadi aliran bebas dari modal, teknologi, orang dan barang serta informasi. Suka atau tidak suka, mau tidak mau, globalisasi akan terus berlangsung. Tidak ada aturan apapun dari negara manapun yang dapat mencegah globalisasi (Thurow, 1996). Transmisi informasi dengan kecepatan elektromagnetik telah memperlancar terjadinya globalisasi serta meningkatkan intensitas kompetisi (Lodge, 1995). Kompetisi bernilai positif bagi pemainnya hanya bila ia dapat memenangkannya, setidak-tidaknya harus dapat bertahan agar tidak sampai terpental dari permainan tersebut. Tidak mengikuti kompetisi globalisasi berarti keterpurukan, mungkin bahkan sampai pada kesirnaan dan non eksistensi (Besari, 2001). Jadi satu-satunya pilihan adalah ikut kompetisi serta berusaha untuk tetap bertahan dalam permainan tersebut sampai jauh dimasa datang.
Kaku (1997) menyatakan bahwa perkembangan sains dan teknologi dalam abad XXI ini akan merupakan sinergi dari Revolusi Quantum, Revolusi Bio-molekuler dan Revolusi Komputer, yang akan memungkinkan manusia menjadi pengatur kinerja (choreographer) dari bahan (matter), kehidupan (life) dan kecerdasan (intelligence). Dalam jangka pendek, suatu jenis baru negara unggulan akan muncul, yakni -the virtual state-, negara yang akan sangat berpengaruh di dunia, tetapi tidak berbentuk negara super power tradisional, namun lebih mirip Singapura atau Hongkong. Suatu negara kecil, dengan militer sedikit, langka sumberdaya alam, pertanian atau manufaktur, namun sangat kuat dalam memainkan keterampilan manajerial, finansial dan kreatifitas dalam mengontrol aset diberbagai penjuru dunia. Mereka akan menjadi negara ―kepala‖ -head nations- yang mencipta produk dan mengendalikan jasa. Sedang yang lain hanya akan menjadi negara ―tubuh‖ -body nations- yang memproduksi barang-barang bekerjasama dengan negara kepala atau virtual states tadi (Roserance, 1999). Dan kini, kita sudah berada dalam fajar era baru dimana puncak-puncak kecerdasan manusia dipelosokpelosok bumi saling tersambungkan berkat teknologi digital: -The Age of Networked Intelligence-. Era digital yang melahirkan ekonomi baru, politik baru, masyarakat baru. Cara berbisnis akan berubah, tata cara pemerintahan harus disesuaikan termasuk tata cara pengelolaan Perguruan Tinggi, dan setiap individu akan bisa meningkatkan potensi dirinya. Era yang membuka harapan baru yang luas, tetapi juga ancaman baru menghadang. Sisi gelap era digital yang berwujud potensi kesenjangan sosial, pelanggaran hak pribadi, hak cipta, pengang-guran, dampak terhadap keluarga, nilai moral akan muncul (Tapscott, 1996). Sekalipun sebuah modernisasi ditandai dengan kecepatan arus informasi, globalisasi dan ekonomi digital tidak akan pernah dapat dilepaskan oleh pengaruh besar teknologi. Keampuhan teknologi itu kemudian mendulang sukses mengintegrasi tradisi perdagangan yang bersifat abstraksi, berubah ke dalam bentuk yang lebih sempurna, universal dan spasio-temporal (mampu menembus ruang dan waktu). Inovasi tidak lagi terbatas pada sektor teknologi tinggi, namun lebih jauh saat ini telah menjadi fenomenaglobal yang mempengaruhi semua sektor kehidupan. Era-baru globalisasi yang ter-afirmasi dalam ―alirandata‖ dan informasi yang menghasilkan lonjakan perubahan yang massif. Bagaimana sebuah informasi mampu menggerakkan segala bidang kehidupan. Hanya dengan teknologi, maka berbagai persoalan networking (jaringan) mampu menciptakan ―kuantum computer‖, di-reverse menjadi platform digital global yang dapat kembali dipergunakan pada proses belajar-mengajar, mencari pekerjaan, tetapi lebih jauh dalam membangun koneksitas e-commerce lintas batas, sehingga menciptakan pasar tenaga kerja yang lebih global. Teknologi adalah proses-control sehingga Informasi bisa ditransmisikan di seluruh dunia dalam sekejap mata, namun bisa menjadi gangguan. Teknologi mampu menggabungkan, mengkonversi atau menyajikan informasi dalam berbagai bentuk, dapat dieksplorasi sekaligus dimanipulasi, dan lebih jauh dapat ―disengajakan‖ untuk membentuk persepsi, memanipulasi pikiran, dan mengarahkan perilaku untuk mendapatkan reaksi yang diinginkan. Implikasi bagi Perguruan Tinggi ? Berbagai lembaga pendidikan tinggi menganggap persaingan di era global dan ekonomi digital ini merupakan tantangan yang harus diraih dan dijadikan sebuah peluang untuk mendukung pengembangan dan kemajuan pendidikan tinggi Indonesia. Tidak banyak perguruan tinggi yang siap menghadapi kondisi ini, hanya PT yang didukung dengan infrastruktur yang memadai, system yang efisien dan efektif dan pengendalian manajemen yang baik memungkinkan untuk bersaing dan memenangkan persaingan ini.
Karena itu PT harus melakukan evaluasi desain dan merencanakan ulang system yang selama ini telah berjalan untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan ekonomi global dan persaingan digital saat ini. Perguruan tinggi Indonesia harus mempersiapkan diri menghadapi perubahan era digital disruption yakni era keterkejutan dengan teknologi digital. Kesiapan kampus dalam hal ini sumber daya manusia (SDM) dan teknologi, harus pula didukung oleh regulasi pemerintah. Perguruan Tinggi harus menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Perguruan tinggi di Indonesia tidak hanya terfokus pada formalitas seperti akreditasi atau sekadar mengejar angka sertifikasi dosen saja. Namun hal yang lebih utama adalah membangun budaya akademik. Persaingan dalam dunia pendidikan dengan masuknya perguruan tinggi asing ke Indonesia sehingga perguruan tinggi di Indonesia harus bersiap. Dengan masuknya perguruan tinggi asing, maka perguruan tinggi Indonesia juga harus bisa bekerja sama dalam berbagai bidang. Di era digital, pendidikan tinggi tidak bisa hanya membahas persoalan yang dihadapi lingkup Indonesia saja, melainkan secara global sehingga penting bagi perguruan tinggi untuk bisa bersaing. Keunggulan sebuah perguruan tinggi tidak hanya dinilai dari jumlah gedung, fasilitas atau jumlah dosen dan mahasiswa yang dimiliki. Hal utama adalah dapat menghasilkan SDM yang memiliki kompetensi dan berdaya saing tinggi di tingkat nasional maupun global. Selain itu juga dapat menghasilkan dan mengaplikasikan iptek bagi masyarakat. Perguruan tinggi dituntut untuk dalam memproduksi SDM terdidik yang berkualitas, terampil, dinamis, dan menjadi learner yang mampu belajar, serta mengejar hal-hal baru. Bahkan menjadi garda terdepan dalam menghadapi perkembangan zaman. Di era digital dikenal istilah era disrupsi yaitu evolusi atau perubahan masyarakat bergeser dari aktivitas yang awalnya dilakukan di dunia nyata, ke dunia maya atau digitalisasi. Fenomena ini berkembang pada perubahan pola dunia bisnis. Era ini, menuntut lembaga pendidikan tinggi untuk dapat menciptakan iptek yang inovatif, adaptif, kompetitif sebagai konsep utama daya saing dan pembangunan bangsa di era industri 4.0. World Economic Forum (WEF), menyebut Revolusi Industri 4.0 adalah revolusi berbasis Cyber Physical System yang secara garis besar merupakan gabungan tiga domain yaitu digital, fisik, dan biologi. Ini ditandai dengan munculnya fungsi-fungsi kecerdasan buatan (artificial intelligence) dalam teknologi industri yang semakin pintar menyaingi manusia, eranya mobile super computing, intelligent robot, selfdriving cars, neuro-technological brain enhancements, bahkan genetic editing (manipulasi gen)," papar Nasir. Pendidikan tinggi harus makin dipacu dengan berbasis teknologi sehingga perguruan tinggi dapat memberikan dampak responsif terhadap perkembangan revolusi industri 4.0. Para pengelola perguruan tinggi dituntut mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi jika tidak ingin tergulung oleh era digital disruption. Perkembangan teknologi digital sangat cepat sehingga tidak terhindarkan lagi untuk diterapkan di segala bidang. Selain Sistem informasi, kompetensi dan produktivias para dosen harus terus ditingkatkan. Program studi harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan zaman. Era Digital akan mengubah bentuk pendidikan Melalui internet, buku-buku dan informasi langka bisa diakses oleh jutaan manusia. Lokasi belajar sudah menembus dinding-dinding kelas. Dengan akses terbuka ke dunia informasi, murid bisa melampaui guru yang masih terpaku pada pola belajar masa lampau. Teknologi baru telah mengubah peran dosen menjadi motivator dan fasilitator bagi mahasiswanya, tidak lagi menjadi pengulang fakta. Objek ilmu pengetahuan
bisa diperoleh dengan menjelajahi situs di cyberspace. Mahasiswa ketika berada dimana saja bisa mengikuti kuliah secara interaktip dari seseorang guru besar tersohor tentang topik yang aktual. Mahasiswa juga bisa memutar ulang kuliah-kuliah yang terlewat, diwaktu luangnya. Ujian bisa dilakukan sewaktu-waktu. Kurikulum bisa lebih responsip kepada kebutuhan dan minat mahasiswa. Juga bisa diubah sesuaikan kepada kebutuhan dunia usaha yang senantiasa berubah cepat. Dan pesertanya adalah mahasiswa murni maupun pegawai dan pekerja yang tersebar diberbagai tempat terpisah. Di Indonesia pun bisa diamati, bahwa disaat ambruknya sektor riil akibat krisis moneter, justru amino belajar di berbagai universitas dan akademi malahan meningkat. Walhasil era digital membuka peluang yang luas bagi sektor pendidikan, namun juga ancaman bagi institusi yang berlambat-lambat menyesuaikan diri. Universitas tradisional memang tidak akan lenyap, tetapi mereka pasti harus mengubah diri untuk bisa bertahan. Universitas dengan metode tatap-muka tidak lagi memonopoli sektor pendidikan tinggi. Dia harus memberi tempat kepada sistem pendidikan tinggi alternatip melalui internet, yang akan semakin banyak peminatnya. Agar dapat bersaing, perguruan tinggi harus mampu menciptakan inovasi dalam tata kelolah kampus yang berorientasi pada: 1. Kesadaran mutu : Perbaikan mutu yang berkelanjutan dari para lulusan, dosen, system pembelajaran, penelitian, pengabdian masyarakat. 2. Kesadaran kepuasan konsumen : Mahasiswa, dosen dan seluruh civitas akademika, masyarakat pengguna, pemerintah, dunia usaha dan industry. 3. Kesadaran kompetisi : Kiat-kiat wirausaha harus dielaborasi untuk mengefektifkan aset manusia dan material yang ada dalam rangka memperluas pasar dengan ―menjual‖ produk pendidikan baru, merangsang proyek penelitian yang relevan dengan kebutuhan konsumen, memacu kerjasama baru baik lokal, nasional dan internasional, merangkul investor dan donatur baru. Sasaran meliputi : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8.
Mahasiswa : Meningkatkan kualitas mahasiswa Sumber Daya Manusia : Kualitas dosen Akademik : Pemanfaatan teknologi Informasi, relevansi kurikulum terhadap dunia usaha dan industry. Sarana dan Prasarana : Peningkatan perangkat dan prasarana fisik dengan optimalisasi pemanfaatan, kreatifitas dan memakai metoda baru dan teknologi baru Perbaikan Pelayanan : Meningkatkan kualitas pelayanan dengan sistem peralatan elektronik. Penggalangan Sumber Dana dan Kerjasama : Peningkatan anggaran dan pendapatan dengan menggali sumber dana baru selain dari mahasiswa yang selama ini jadi sumber pemasukkan utama. Membangun Core business baru Penumbuhan Jiwa Kewirausahaan : Kalangan dosen dan mahasiswa Organisasi : Pembenahan organisasi diarahkan pada pencapaian tujuan dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki seoptimal mungkin.
Taka ada kata terlambat untuk melakukan perubahan, dan perubahan itu sendiri merupakan sesuatu yang sifatnya dinamis. Setiap adanya ―perubahan‖ hendaknya dipandang sebagai suatu peluang baru.
Apakah saat ini Media Sosial ikut berperan dalam dunia pendidikan? Iya tentu, ini dapat dilihat dari banyaknya metode baru dalam dunia pendidikan yang banyak menggunakan media pembelajaran yang diambil dari media sosial. Kegiatan belajar pun menjadi lebih mudah saat media sosial digunakan dalam dunia pendidikan. Melalui media sosial pelajar dapat lebih kreatif dan mandiri dalam belajar, dengan demikian kualitas pelajar pun dapat meningkat, dengan meningkatnya kualitas pelajar tentu mutu pendidikan pun semakin baik. Dalam dunia pendidikan media sosial pun ikut berperan penting dalam peningkatan kualitas pelajar. Para guru/dosen, murid/mahasiswa bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, forum dan dunia virtual. Mengadakan kelas virtual adalah salah satu cara untuk memanfaatkan social media ke arah yang positif. Menerapkan e-learning dan mempermudah sistem administrasi, kedua hal ini juga dapat dilakukan. Manfaat Jejaring Sosial Untuk Pendidikan Jaringan sosial semacam Facebook, Twitter serta YouTube telah cepat menjadi bagian dari hidup seharihari. Salah satu pernyataan mengapa sosial media sangat terkenal itu disebabkan karena si pemakai menggunakannya untuk berinteraksi di jaringan internet. Guru/dosen, Pelajar dan juga mahasiswa sebagai pengguna setia sosial media.
Berikut ini sejumlah kegunaaan dari pemakaian media sosial untuk pendidikan : 1. Kemampuan Beradaptasi Dengan jejaring sosial siswa akan mampu belajar cara mengembangkan kemampuan teknis dan sosial yang dibutuhkan mereka dalam menghadapi era digital sekarang ini. Mereka akan menemukan cara beradaptasi dan bersosialisasi dengan sahabatnya di jejaring sosial, serta kemampuan memanajemen pertemanan mereka. 2. Perluasan Jaringan Pertemanan Dengan jejaring sosial para siswa bisa menambah jaringan pertemanannya tanpa harus bertemu langsung sehingga mereka dengan mudah menciptakan suatu komunitas yang bermanfaat bagi mereka, entah itu dalam diskusi pelajaran maupun hal-hal lain yang bisa memberikan kontribusi positif bagi mereka para siswa. 3. Termotivasi Dengan terbentuknya komunitas pertemanan yang luas, ini akan mampu memotivasi para siswa dalam mengembangkan diri dari materi atau masukan teman-teman baru mereka yang terhubung secara online. 4. Meningkatkan Kepedulian Saling sapa didalam situs jejaring sosial secara perlahan akan meningkatkan kualitas persahabatan, perhatian dan empati sesama teman yang saling terhubung secara online. Sapaan kepada teman lainnya membuat teman yang disapa merasa diperhatikan, berbagi photo, berbagi video, berbagi cerita, ini akan meningkatkan rasa kepedulian satu sama lain walaupun mereka tidak pernah bertemu secara nyata. Bentuk-bentuk perhatian seperti ini mampu mempererat tali persahabatan diantara teman dalam jejaring sosial maka secara alami mereka akan menjaga kualitas pertemanan mereka. Hal yang sederhana namun memberikan efek yang sangat baik dalam membentuk suatu komunitas yang saling menjaga persahabatan sesama teman. 5. Menciptakan Komunitas Tidak sedikit pelajar atau mahasiswa ditantang untuk bisa menyesuaikan diri dengan konsep pembelajaran yang baru serta tugas-tugas khusus. Sosial Media menolong memusatkan pengetahuan yang kolektif di seluruh kelas untuk mengadakan kegiatan belajar serta berkomunikasi menjadi lebih efisien. Jutaan pelajar dimanapun berada sedang mendalami faktor yang sama saat ini. Jaringan kelompok belajar tidak wajib terbatas pada ruang lingkup sekolah/kampus yang sama. Dalam faktor ini, pelajar/mahasiswa terdorong untuk menjadi ‗ahli‘ dalam keterlibatan pada sudut pandang internet. Tidak hanya belajar untuk berinteraksi dengan sesama orang, namun pelajar juga belajar dalam pemakaian sosial media tersebut. Jejaring Media social dapat dimanfaatkan untuk berkolaborasi serta saling memberikan trik-trik pelajaran tertentu. Mengundang guru/dosen yang memakai media sosial untuk bergabung dengan kelompok belajar jadi bisa memberi masukan
6. Melanjutkan Pembahasan Pelajaran Mengawali jaringan kelompok belajar kolaboratif bisa menghemat waktu serta tenaga. Bagi pelajar yang tidak bisa menghadiri kelas tertentu, tidak akan khawatir ketinggalan pelajaran sebab sekarang sosial media semacam Periscope, Skype, SnapChat bisa menolong pelajar. Para pelajar bisa memakai Google Hangout untuk memfasilitasi mereka ketika sedang belajar kelompok. Pelajar yang ingin mengajukan pertanyaan terhadap ahli, bisa menggunakan Twitter, Jelly yang dirancang untuk membangun koneksi melewati pertukaran pertanyaan dan jawaban antar pemakai. 7. Mengatur Sumber Pembelajaran Sosial Media bisa menolong untuk menjaga semua informasi supaya terorganisir serta mudah diakses. Dengan sosial media, maka data yang pelajar miliki bakal aman, dengan syarat memakai tools semacam Pinterest danTumblr. Apabila dokumen yang diperlukan tidak ada atau belum diposting ke sosial media, gunakan saja Google Drive, Box/Dropbox untuk mengumpulkan materi pembelajaran. Tidak hanya itu, pelajar juga bisa memakai layanan share konten semacam Google Docs untuk tugas kelompok. Fitur tersebut menolong pelajar dalam mengorganisir kelompok serta tugas menjadi lebih mudah. 8. Mendukung Materi Pembelajaran Media sosial bisa menolong mengidentifikasikan konten tambahan untuk memperkuat dan memberikan kebutuhan bagi para pelajar. Aplikasi YouTube menyediakan video bagi pelajar dengan cara audio visual ketika diperlukan untuk memperjelas materi pembelajaran. Sosial media memungkinkan pelajar mengirimkan bermacam-macam dokumen semacam video, reminder, voice note, foto, data serta lainnya. 9. Bertambahnya Wawasan Para pelajar yang memakai media sosial dengan cara langsung saling memberikan serta menerima beragam informasi. Mereka memberikan cara dan caraa, proyek DIY (Do It Yourself) serta informasi yang berguna untuk bahan bahan pelajaran. Performa mereka untuk mengakses, menganalisa, menahan serta share informasi kian meningkat seiring berlangsungnya zaman. Bahkan mereka tidak sadar telah mengembangkan performa mereka tersebut. 10. Performa Marketing Media Sosial Berkembangnya media sosial menciptakan ‗dunia‘ marketing yang baru, dimana dibutuhkan para profesional atau bisa disebut pakar untuk membangun lapangan kerja. Ketika para pemakai media sosial bergabung dalam lingkup tersebut, maka dengan cara langsung mereka memberikan kepandaian mereka itu. Sosial media dengan cara tidak langsung mempersiapkan para pekerja muda untuk menjadi pelaku dari marketing yang hebat. Memanfaatkan jejaring sosial semacam facebook untuk kepentingan pembelajaran Melalui blog, sesama guru/dosen, guru/dosen dan murid/mahasiswa, guru/dosen dan siapa pun yang memiliki kepedulian terhadap dunia pendidikan bisa saling berinteraksi tanpa dibatasi sekat ruang dan waktu. Blog bisa dioptimalkan untuk unjuk kinerja guru/dosen dalam menyajikan berbagai persoalan dan
pernak-pernik dunia pendidikan, sehingga mesin pencari makin ramah terhadap masalah-masalah pendidikan yang hingga saat ini masih menyisakan banyak problem dan tantangan. Memotivasi murid/mahasiswa agar mau memanfaatkan internet sebagai sumber pembelajaran Murid/mahasiswa pun bisa diajak ikut-serta untuk memanfaatkannya. Tentu saja, dibutuhkan keteladanan dan pendampingan sang guru/dosen. Bagaimana mungkin kita bisa memotivasi murid/mahasiswa kalau sang guru/dosen tidak pernah bersentuhan dengan ruang maya. Jika pendidik dan peserta didik samasama bisa hadir di ruang maya, mereka bisa berinteraksi secara intens, sehingga berbagai masalah yang terkait dengan pembelajaan bisa terjembatani. Murid/mahasiswa terpacu untuk melakukan ―browsing‖ materi pembelajaran untuk menumbuhkembangkan potensi dirinya, sementara itu sang guru/dosen juga akan terpacu untuk meng-upgrade diri dengan mengikuti berbagai perkembangan informasi sesuai dengan bidang keilmuan yang digelutinya. Facebook dan twitter dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran Melalui facebook, misalnya, seorang guru/dosen bisa membuat group tertutup untuk kelas-kelas yang diajarnya. Pada wall group bisa di-update status yang berkaitan dengan materi pembelajaran, seperti tugas-tugas, pembahasan materi, acara kelas, dan semacamnya Mengatur waktu agar seorang guru/dosen bisa eksis ngeblog dan berjejaring sosial tanpa harus mengganggu aktivitas mengajar Seorang guru/dosen merupakan agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Dengan menguasai empat kompetensi seperti itu, guru/dosen diharapkan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam memangku jabatan sebagai pendidik dan pengajar profesi. Blog dan jejaring sosial bisa dimanfaatkan untuk mengoptimalkan kompetensi profesional guru/dosen. Jika eksitensi blog guru/dosen terus hadir di ranah virtual, bukan mustahil dunia pendidikan kita akan semakin kaya berkat sentuhan para guru/dosen dalam menyajikan postingan-postingan terbaik. Usia guru/dosen bukan sebuah halangan untuk belajar memanfaatkan piranti TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) Di era digital, Guru/dosen dituntut untuk meningkatkan literasi TIK-nya. Usia bukan halangan untuk berinternet ria. Atmosfer seperti ini yang perlu terus ditumbuhkan sehingga sang pendidik mampu mendesain pembelajaran secara secara aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Mengakrabi piranti TIK juga sangat dipengaruhi oleh kebiasaan dan budaya. Kelebihan Bermedia Sosial 1. Penggunaan sosial media dapat membentuk suatu komunitas yang aman, karena sangat dimungkinkan adanya pengawasan dari guru/dosen, dengan memonitor dan memoderatori isi sosial media. Sehingga hal-hal yang berbahaya terkait dengan sosial media dapat dihindari. 2. murid/mahasiswa dapat memberikan kritik dan komentar pada masing-masing tugas kelas atau matakuliah. Kerja kelompok dapat lebih mudah, dan mereka dapat bertanya pada guru/dosen serta memulai diskusi, sehingga semangat bekerjasama dapat ditingkatkan.
3. Dapat digunakan sebagai sarana untuk lebih memperkenalkan sekolah atau kampus pada calon murid/calon mahasiswa. Sekolah atau Kampus dapat Memanfaatkan Jejaring Sosial Media 1. Menyebarkan informasi yang berkaitan dengan sekolah atau kampus melalui twitter atau facebook. 2. Guru/dosen dapat membagikan bahan-bahan pelajaran dan tugas-tugas melalui blog. Murid/mahasiswa juga dapat menuliskan tugas-tugas mereka di blog. 3. Meningkatkan kebanggaan pada sekolah atau kampus dengan membuat facebook page, sehingga dapat berbagi berbagai hal seperti foto-foto kegiatan, informasi tentang sekolah atau kampus, bahkan dapat juga menjual merchandise sekolah atau kampus secara online. 4. Sekolah atau kampus dapat memanfaatkan blog maupun facebook untuk mempromosikan diri. 5. Sekolah atau kampus dapat berhubungan dengan orangtua murid/mahasiswa melalui sosial media, sehingga orangtua selalu mendapatkan informasi terkini. 6. Alumni sekolah atau kampus dapat selalu terhubung dan kemudian berkembang, dan lain sebagainya Saran Media sosial dapat berperan dalam meningkatkan kualitas pelajar, dengan cara menjadikannya sebagai tempat penyalur bakat serta menjadi sarana informasi bagi pelajar. Manfaat dari media social adalah; Kemampuan Beradaptasi, Perluasan Jaringan Pertemanan, Termotivasi, Meningkatkan Kepedulian Media sosial memiliki banyak manfaat, tapi juga harus mempertimbangkan dampak negatifnya yang harus dihindari. Gunakan jejaring social media dengan cerdas. Pelajar/mahasiswa sudah seharusnya menggunakan jaringan internet secara bijak sehingga kita tidak menjadi orang yang mencandu akan jejaring social untuk mendukung aktifitas dan kegiatan belajar dan hal hal lain yang bermanfaat. Semoga bermanfaat. Salam Pendidikan Indonesia !
Style dan tipe Dosen di Kampus Dosen Bahagia, Mahasiswa Enjoy: Nikmatilah Perjuangan. Rasakan kebahagian. Hasil Nampak ketika Proses telah Usai. Kuliah itu proses waktu yang harus dimanfaatkan dengan baik. Mahasiswa harus selalu berpikiran logis, kritis dan kreatif agar bisa menempatkan diri dalam situasi dan kondisi yang tak pernah pasti. Tulisan Ini berdasar hasil pengalaman dan pengamatan selama saya menjadi mahasiswa dan juga berprofesi Sebagai Dosen Sebelum lanjut membahas style dan tipe dosen, saya teringat pernyataan teman dosen yang mengomentari isi skripsi mahasiswa bimbingannya, katanya "Saya bingung baca isi skripsimu, tulisanmu luar biasa ilmiah." Pujian tadi diteruskan dengan kalimat lain "saking ilmiahnya, saya juga bingung kamu sebenarnya sedang membahas apa ?." Teman kuliah saya waktu S2 pernah mengalami hal demikian, ketika saat itu ia ujian hasil penelitian tesis, salah satu pengujinya sempatkan melontarkan penyataan ―penelitian kamu ini tidak bunyi. Latar belakang dan tinjauan pustaka tidak nyambung dengan pembahasan. Tulisanya mutar mutar sampai pusing bacanya.‖ Di lain waktu, dosen itu bilang "Tanda kamu expert tentang sesuatu adalah ketika kamu menyampaikan hal tersebut ke orang lain dengan bahasa yg sederhana tapi tetap ilmiah".
Tadi sekadar prolog saja. Dari sedikit pengalaman dan pengamatan pribadi selama kuliah dan mengajar maupun dari diskusi lepas dengan mahasiswa, ada beberapa tipikal dosen, yang pasti ada di kampus. Hasil pengamatan ini hanya perspektif pribadiku saja. 1. Tipe dosen dengan tingkat keilmuan biasa biasa saja, ada beberapa ciri-cirinya: a. Memberi nilai pelit b. Absen itu mutlak c. Textbook d. Killer e. Minim karya tulis f. ―Rajin‖ di kampus 2. Dosen dengan tingkat keilmuan luar biasa, cirinya kebalikan dosen pas-pasan: a. Murah nilai b. Absen bebas c. Asyik d. Karya banyak e. Susah dicari Coba diperhatikan, dosen yang selera humornya baik, murah senyum, wajahnya selalu cerah, dan seterusnya biasanya dosen itu pintarnya luar biasa. Dosen yang lebih menghargai perbedaan pendapat dan berpikiran terbuka terhadap hal-hal baru pasti bukan dosen yg pas-pasan, saking luasnya ilmu yang dia miliki. Jika sedang kuliah, keluar dari mulut beliau segala buku A-B-C sampe buku primbon pun tak terlewatkan. Semua tokoh disebut, sampai yang belum pernah kita dengar pun ada. Penyakit dosen-dosen hebat ini cuma satu yaitu, kalau pengen ketemuan susahnya setengah mampus, full aktifitas. Kalau dapat bimbingan skripsi dosennya model gini siap-siap butuh kesabaran tingkat tinggi. Susah ditemuin, kapan rampung skripsinya yach? Jaman now masih ada dosen ngomong keras, kasar, hobi ngasih cap dan merasa diri paling benar, ada baiknya membaca dan belajar lagi ! berarti ilmu belum luar biasa. Masalah utamanya, mereka yang ilmunya pas-pasan cenderung kurang bisa berkomunikasi. Sedangkan tipe dosen luar biasa pasti bisa menyampaikan sesuatu secara lemah lembut. Dosen yang notabenya pendidik dan pengajar serta gelarnya bederet, harus bisa memilih diksi kalimat yang pas saat berkomunikasi dengan rekan sejawat, mahasiswa, masyarakat biasa, dan seterusnya. Luasnya keilmuan yang dimiliki seseorang, akan seiring dengan keterbukaan pikiran dan penerimaan orang tersebut terhadap perbedaan. Simak cerita, Waktu sedang observasi ilmiah ke sebuah desa, dosen pernah berpesan: "Kamu kan kuliah, lawan bicaramu mungkin petani biasa yang pendidikannya paling tinggi hanya SMA. Maka sebaiknya kamu yang turun menyesuaikan bahasamu, jangan petani yang disuruh naik bahasanya, konslet jadinya." Seorang Dosen yang tidak pas-pasan akan bisa memahami segala perbedaan tersebut. Dia mengajar untuk memahamkan dan membimbing bukan sekedar memberikan ilmu yang berujung nilai di atas kertas. Andai semua dosen memiliki tipikal luar biasa seperti itu, sudah tentu apa yg dikhawatirkan, Roem Topatimasang bahwa "Sekolah Itu Candu", bisa diminimalisir. Karena para terdidik lambat laun akan merubah paradigmanya sesuai pemahaman yang dimiliki.
Sekarang kita bahas dosen jaman now dengan gaya mengajar yang unik ; Dosen dengan motto Kuliah Kapan Saja, Di Mana Saja Entah karena dosennya sedang ke luar kota, atau mahasiswanya yang berhalangan sehingga tidap sempat mengikuti kelas perkuliahan, dosen memberi kebebasan mengikuti pelajaran lewat layanan streaming. Teknologi yang sudah sangat maju, percuma kalau nggak dimanfaatkan. Dengan live streaming, mahasiswa bisa mengikuti pelajaran dosen. Dosen Mengajar dan Belajar Sambil Nonton Film atau Baca Novel Jaman now, hal yang berbeda bakal terjadi di dunia perkuliahan. Ada beberapa dosen yang malah mengajakmu nonton film atau membaca novel bahkan komik di kelas. tapi nggak asal nonton atau baca novel saja, tapi ada tugas analisis yang harus dilakukan mahaiswa sepanjang kegiatan tersebut. Makin. Diskusi di Kafe or Warung Kopi alias Warkop Beberapa dosen ada juga yang membagi kelas kuliahnya menjadi kelompok-kelompok kecil untuk saling berdiskusi. Tapi, diskusinya nggak hanya di ruang kelas or di kampus. Sering juga para dosen unik ini mengajak mahasiswanya nongkrong di kafe or warung kopi sambil mendiskusikan materi perkuliahan sambil ditemani laptop dan segelas kopi lengkap dengan kuenya. Suasana belajar jadi terasa lebih menyenangkan, diskusi juga dijamin berjalan lebih interaktif. Tipikal dosen versi pengalaman dan pengamatan pribadi serta pendapat dan penilaian mahasiswa Membahas gaya dan tipe dosen masa kini pastinya akan ada banyak pendapat yang ada di dalam otak mahasiswa tentang sosok dosen yang mungkin bagi sebagian orang menganggap mereka adalah pusat atau gudangnya ilmu, namun di sisi lain ada pula yang merasa hidupnya dipersulit hanya karena dia seorang dosen. Dan yang lebih fatal lagi kadang-kadang kata-kata dosen yang sangat tidak manusiawi diucapkan untuk mahasiswa. Mahasiswa jangan terkejut jika berhadapan dengan dosen yang kasar dan sikapnya sering berubah-ubah dan tak konsisten, saran saya tidak usah dipikirkan tentang dosen tersebut, meskipun dia dosen walimu atau ketua jurusan sekalipun. Ingatlah, masih banyak dosen lain yang lebih peduli bahkan lebih manusiawi. Dibalik semua cerita tentang perdosenan, ternyata di mata mahasiswa, dosen itu sudah memiliki tipe dan ciri khasnya masing-masing antara dosen yang satu dengan yang lainnya. Dari diskusi lepas yang sering saya lakukan dengan mahasiswa, pada umumnya mereka memiliki penilian tersendiri tentang gaya dan tipe dosen. Ada dosen itu kalau mengajar cenderung membosankan dan bawaannya ingin tidur. Ada juga dosen membuat seluruh mahasiswa yang ada di kelas menjadi bersemangat dan antusias, karena proses mengajarnya diselipkan sebuah humor-humor segar yang terkadang memicu tawa dari ruangan kelas, sehingga terkesan tidak kaku. ibaratnya belajar sambil bermain dan sungguh mengasyikkan. Ada pula dosen protagonis adapula antagonis, atau biasa disebut dosen tipe killer, sok berkuasa dan sok pintar. Padahal dalam kenyataannya tipe dosen semacam ini tidak ada apa-apanya. Dosen yang tak berkembang dan tak pernah membaca buku lagi. Makanya untuk itu dia bergaya dan sok ilmuwan palsu. Karena dosen juga manusia, pastilah terdapat banyak kelemahan dan kesalahan. Pastinya sudah terbayang bukan bagaimana suasana kelas jika yang mengajar adalah dosen dengan tipe angker seperti ini. Sunyi senyap, mungkin karena terlalu diamnya, suara jangkrik pun bisa terdengar. Namun, kamu tidak boleh terlalu terbawa suasana, agar lebih rileks, karena jika kamu menerima pelajaran dalam kondisi tegang dan ketakutan, maka bisa dipastikan pelajaran yang diajarkan tidak akan tercerna dengan baik. Maka santai
saja untuk menghadapi dosen seperti ini. Anggap saja itu sebuah ‗musibah dan cobaan‘. Semoga kamu kuat menghadapinya. Ada juga dosen yang gaya dan tipenya bak Mario Teguh yang mengajar layaknya seorang pencerah dan motivator, dilengkapi dengan berbagai kalimat-kalimat motivasinya yang indah dan menyentuh kalbu. Sehingga bisa membuat hati mahasiswa terhibur dan bisa melupakan segala masalah dan duka. Sungguh kamu beruntung, jika mendapatkan dosen tipe seperti ini. Dijamin mahasiwa yang sebelumnya merasa mempunyai banyak masalah, jadi merasa tidak terjadi apa-apa. Keunggulan dari dosen yang memiliki tipe ini, karena di satu sisi mentransfer ilmu, di sisi lain menjadi penyemangat bagi jiwa-jiwa yang membutuhkan pencerahan dan motivasi. Mahasiswa harus bersyukur sekali bisa diajar oleh dosen dengan tipe yang satu ini, selain mendapatkan ilmu, semangat akan kembali muncul dan tentunya hidupmu akan merasa jauh lebih tenang dan bermakna, meskipun nasibmu lagi tidak beruntung. Selain dosen ala Mario Teguh, adapula dosen yang digandrunggi mahasiswa, yaitu gaya dan tipe dosen yang selalu menyayangi mahasiswanya dan tidak mempersulit. entah itu mulai dari memberikan kisi-kisi ujian UAS, mengganti ujian akhir dengan take home, sedikit memberikan tugas, dan masih banyak lagi yang bagi kebanyakan mahasiswa serasa menang ―hadiah‖ karena senangnya diampu dengan dosen yang satu ini. Tidak heran jika dosen dengan tipe ini juga menjadi idola di kalangan mahasiswa. Dia dianggap sebagai ―pembela dan dewa penyelamat‖, ketika mahasiswa mengalami masalah dalam studinya. Terlebih sifat mahasiswa jaman now yang dominan tidak suka bersusah payah. Namun, bukan berarti gaya dan tipe dosen seperti ini jarang memberikan tugas. Karena ilmu itu diperoleh tidak hanya di dalam ruang kelas ketika berkuliah, namun di luar perkuliahan juga, mahasiswa bisa untuk belajar dan menuntut ilmu. Memang tipe dosen semacam ini dikagumi dan dihormati oleh mahasiswa dan diidolakan orang-orang terdidik, tetapi dia seringkali tidak disukai di kalangan dosen itu sendiri, terutama oknum dosen yang sok berkuasa ketika berhadapan dengan mahasiswa. Satu lagi adalah gaya dan tipe dosen yang unik dan menarik bagi mahasiswa, dan biasanya paling ditunggu-tunggu mengenai cerita apalagi yang akan disampaikan ketika kuliah akan berlangsung. Dosen dengan tipe yang gemar menceritakan pengalamannya, entah itu pengalaman ketika studi, pekerjaan, sehari-hari, dan lain sebagainya. Di sela-sela mengajar, sering diselipkan berbagai macam pengalamannya yang tujuannya sekedar sharing, namun terkadang saking menarik dan asyiknya mahasiswa dan dosennya lupa dengan inti pelajaran yang menjadi pokok bahasan. Kata mahasiwa, dosen tipe ini berwatak baik dan sangat sayang kepada mahasiswanya, meskipun kadangkala mahasiswa tak pernah merasakan bentuk kasih sayang itu. Bagi dosen tipe ini, mengajar baginya seperti mendidik dan menyayangi anak kandungnya sendiri. Ada pula tipe dosen pejuang dan serius. tipe pejuang di sini adalah dosen yang paling hobbi memberikan mahasiswanya tugas-tugas, ditambah lagi dengan deadline yang ditentukan, sungguh bisa terbayang kepanikan dan pusingnya para mahasiswa karena tugas yang menumpuk. Apalagi untuk mahasiswa tingkat akhir yang mereka lagi disibukkan dengan berbagai kegiatan dan tugas lain. Jika kamu berhadapan dengan dosen dengan tipe yang satu ini, siapkanlah terlebih dahulu mental dan fisikmu. Agar bisa bertempur dengan setumpuk tugas yang diberikan. Jadi jangan heran, jika mahasiswa yang berhadapan dengan dosen tipe ini memiliki mood yang susah ditebak akibat stress dan beban kerja karena tugas terasa berlebih. Mahasiswa akan beruntung jika bertemu dengan tipe dosen seperti ini karena nilai ujian juga sangat memuaskan, karena kamu telah belajar sambil menyelesaikan tugas-tugas yang diberikannya. Bahkan kadangkala UAS saja tak pernah dilaksanakan oleh dosen tipe ini. Hanya mahasiswa malas saja yang menghindar dengan tipe dosen seperti ini.
Itulah tipe-tipe dosen yang mungkin sebagian besar mahasiswa menemukannya di kampus. Meskipun dosen memiliki tipe yang beraneka ragam, tujuan mereka tetap mulia yaitu memberikan mahasiswanya ilmu yang bermanfaat bagi masa depannya. Tetap hargai dan hormati para dosen, meskipun hatimu sering terluka karena sikap dan perilakunya yang menyakitkan jiwa. Semoga Bermanfaat. Salam Pendidikan tinggi Indonesia! HIDUP MAHASISWA, BAHAGIALAH DOSEN, JAYALAH KAMPUS !
Gaya Mengajar Dosen Jaman Now (Menelisik sisi lain dunia perdosenan) Berkembangnya teknologi pada era modern ini banyak sekali memunculkan peralatan teknologi super canggih baik perangkat leras (hardware) maupun perangkat lunak (software-aplikasi) baru dan menciptakan fasilitas yang bersifat lebih modern untuk mempermudah pekerjaan kita khususnya di bidang pendidikan. Akan tetapi banyak orang yang tidak menyadari bahwa saat ini untuk membuat materi pembelajaran ataupun mendapatkan bahan materi pembelajaran sangatlah mudah sekali. Tidak perlu waktu, biaya, tenaga yang besar. Cukup terkonkesi dengan internet dan gunakan mesin pencari ―mbah‖ google semua kebutuhan yang dicari pastinya ada tersedia. Istilah yang popelar sekarang di sebut ERA DIGITAL yang melahirkan pula ERA PENGETAHUAN. Informasi pengetahuan yang begitu luas dan mudah di akses telah melahirkan gelombang IPTEKS yang menglobal. Gelombang yang menglobal ini merupakan sebuah kado khusus bagi para dosen di tanah air untuk memanfaatkan saran dan fasilitas di era digitalisasi sekarang ini untuk lebih meningkatkan kualitas pembelajarannya. Dosen selalu di indentikan dengan seseorang yang memiliki pengetahuan yang luas yang biasanya melahirkan "kebijaksanaan". Seorang yang selalu mengupdate pengetahuannya, tangguh, tekun dalam mempelajari banyak hal, memiliki koleksi buku lebih banyak dari koleksi yang dimiliki masyarakat pada
umumnya, dan menyediakan waktu yang cukup untuk membaca buku. Dosen juga identik dengan menulis karya ilmiah, bahkan dosen kekinian tidak lepas dari laptop dan koneksi internet, digunkan untuk mengakses data dan informasi yang berkaitan bidang ilmu dan pendidikan yang digelutinya. Di era ini, sudah menunjukkan gejala ―kegilaan‖ dengan tumbuhberkembangnya inovasi disegala bidang akibat dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Bagaimana dengan dunia dan dosen dan kampus kita, apakah sudah menunjukkan ―kegilaan-kegilaan‖. Dosen yang mampu menerapkan penggunaan ICT yang bisa menggerakkan hati mahasiswa untuk semangat belajar. Dosen yang dapat melahirkan inovasi dan difusi teknologi untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi kita??? Menurut saya, dosen yang bijaksana tak ubahnya harus seperti seorang arsitek yang sebelum membangun sebuah gedung terlebih dahulu melakukan survei dan meneliti keadaan tanah, hal ini bertujuan untuk mengetahui tempat itu bisa menopang bangunan yang akan didirikan. Jadi seorang dosen haruslah tidak menciptakan metode pembelajaran yang menurutnya baik untuk dirinya sendiri, tetapi terlebih untuk peserta didiknya. Seorang dosen haruslah membuat metode pembelajaran yang menarik, dinamis, interaktif dan atraktif yang cukup baik, yang dapat memadukan antara metode, proses dan media yang digunakan. Dosen haruslah menciptakan suatu metode pembelajaran yang menyelaraskan perkembangan dan kemajuan ICT. Hal ini sudah menjadi tuntutan dan kebutuhan yang sepatutnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di perguruan tinggi. Sekaranglah saatnya dosen harus HIJRAH pembelajaran karena sudah menjadi obsolute untuk di laksanakan. Penerapan ICT dalam proses pembelajaran kekinian di ibaratkan penambahan sumber cahaya yang dapat menerangi ruang agar lebih terang benderang. Mahasiswa di ibaratkan burung burung di kutub yang selalu berhijrah dari tempat yang kurang mengandung makanan dan kesehatan baginya, mereka melintasi benua untuk mencari tempat yang lebih menyehatkan dan menyegarkan. Mahasiswa jaman now sangat tertarik pada metode pembelajaran yang interaktif, dinamis dan atraktif yang tentunya memanfaatkan media ICT. Realitas kampus kekinian, dosen dalam aktifitasnya tak terlepas dari Laptop. Baik dosen maupun mahasiswa menenteng laptop dan pakai slide presentasi alias power point dalam setiap penyajian matakuliah maupun tugas mahasiswa. Sudah ―Hi-Tech‖ gitu. Kapur tulis dan OHP sudah disingkirkan jauhjauh dari peradaban, sudah menjadi barang antik di jaman now. Sudah berganti dengan whiteboard yang kinclong dan LCD yang bisa menampilkan gambar full color dan bisa gerak-gerak. Belum lagi fasilitas internet yang tersedia di kampus. Dosen dan mahasiswa dimudahkan dalam mencari literatur. Cukup buka mbah Google, apa yang kita cari langsung ada di depan mata. Komunikasi pun jadi sangat mudah, bisa pakai jejaring sosial, email, blog, dll. Mau menulis artikel atau opini tidak perlu repot-repot bikin mading atau pengumuman yang ditempel, cukup satu klik, semua orang di dunia bisa tahu. Dosen sudah pada pintar plus cerdas membuat materi pembelajaran dengan menggunakan aplikasi virtual, perpaduan teks, suara, gambar dan video. Begitupun dengan mahasiswa, mereka juga sudah pintarm membuat makalah dan presentasi yang menarik dan interaktif. Semua bahan dan materi yang dibutuhkan dosen dan mahasiswa banyak tersebar di internet. Mau cari animasi video juga sudah komplit di Youtube. Dosen nggak perlu kaget lagi mikir ―kok bisa ya mahasiswa bisa mengerjakan makalah, satu hari bisa kelar. Ukuran dulu emang sungguh luar biasa. Di jaman now uda biasa! Pola pembelajaran berbasis SCL (student center learning), hampir semua kampus sudah menerapkan itu. Mahasiswa membuat makalah, diskusi, tanya jawab, dosen hanya sebagai fasilitator. Dengan dukungan
fasilitas, teknologi ICT dan metode membuat system pembelajaran sedemikian canggih. Bagaimana realitas yang terjadi, apakah semuanya seperti itu adanya??!!?!?!? Ada fakta yang menarik. Di suatu kelas, sang dosen masuk, mempersiapkan media belajar, kelas tenang dan perkuliahan pun di mulai. Mahasiswa mendengarkan, sesekali mencatat, tapi selebihnya mulai tidak fokus. Di akhir kuliah, sang mahasiswa menyodorkan flasdisk mencopy file presentasi dosen. Budaya mahasiswa jaman now, cukup copy file materinya, nanti tinggal di pelajari sendiri. Lantas, apa yang terjadi berikutnya? Kemudian mahasiswa pulang ke rumah, sibuk mengerjakan aktivitas lain (main facebook-an, kongkow di cafÊ/warkop, mall dll) dan akhirnya, file materi presentasi tadi pun tidak tersentuh. Hanya di tumpuk, dijadikan koleksi secara rapi di folder-folder. Sebenarnya alasan hobi mahasiswa menkoleksi file presentasi dosen tidak lain adalah untuk menyenangkan plus menangkan hati karena bahan materi kuliah sudah dimiliki, walaupun, entah baca nya kapan?. Bahkan semua Hand-out hardkopi pun tidak ketinggalan dikopi semua. Demikian terus-menerus, sampailah menjelang UAS atau UTS ukuran file sudah membesar di level Megabyte. Besok ujian, mulai lah di buka tabungan file tadi. Di buka satu per satu PPT dan mata langsung kaget di PPT pertama. slide-nya ada 125 slide per PPT. Binggung dan galau pastinya, mana besok ada ujian 2 mata kuliah, ya sudah , strategi SKS (sistem kebut semalam) pun gagal total. Begitupula dengan tugas presentasi, disampaikan kepada mahasiswa bahwa minggu depan penyajian presentasi, materi dan panduannya ada di laman website dosen. Acara presentasi, dilanjutkan dengan diskusi‖ jelas salah satu dosen di akhir kuliah. Esok hari lagi, sampai hari kelima belum juga di garap. Pas hari ke enam, salah satu mahasiswa mulai gelisah dan sms ke teman sekelompoknya, menanyakan kapan tugas kelompok di kumpul. Dengan sigap karena dikejar tayang, berkumpul-lah mereka dan semua membawa komplit laptop dan modem masing-masing. Mereka pada serius mencari bahan di internet, dan akhirnya ketemu juga makalah yang mereka cari, sama persis apa yang diharapkan alias persis dengan materi tugas kelompoknya. Mereka download lalu lanjut mengedit makalah tersebut, triknya hanya mengganti slide pertama, lalu diisi dengan judul dan nama anggota kelompok, di baca sebentar, dan besoknya mulai tampil. Tibalah di hari H penyajian tugas presentasi dari masing masing kelompok. Setidaknya 4 atau lima kelompok dengan topik berbeda mempresentasikan hasil kerjanya. Dan mulailah diskusi. Apa yang terjadi? Karena materi kurang matang, jadi diskusi ya ala kadarnya plus apa adanya. Mahasiswa yang presentasi ngomongnya ngawur, tidak paham benar isi materi alias nggak tau isinya, jawab pertanyaan pun nggak nyambung plus nggak tentu arah. Kondisi ini, di perparah dosennya yang gak OK banget, harusnya menjelaskan sekaligus meluruskan yang sebenarnya dari presentasi mahasiswi, malah justru keasyikan sibuk nanya STB mahasiswa, sampai lupa menjelaskan materi yang sebenarnya dari presentasi tadi. Inilah kisah SCL jaman now hanya sekedar contoh, yang pastinya ―tidak terjadi‖ di kampus kita tercinta. Bahwa hakikatnya belajar adalah suatu kebutuhan, dan tiap elemen baik mahasiswa atau dosen harus mengetahui perannya masing-masing. Ini bukan masalah siapa yang bertanggungjawab dan tanggungjawab siapa, solusi semuanya ada di tiap elemen, introspeksi dan memperbaiki diri masingmasing. Gaya Mengajar Dosen Jaman now Dalam proses perkuliahan, yang memberi nilai dari setiap matakuliah adalah dosen. Dosen adalah penentu nilai hasil perkuliahn yang tentunya berdasarkan pada aturan akademik yang telah ditetapkan kampus. Salah satu alasan yang membuat mahasiswa rajin masuk kuliah ataupun tidak tergantung pada
gaya mengajar dan metode pembelajaran dosen. Sudah menjadi ketetapan obsulut alias mutlak adanya setiap dosen sebelum mengajar ke mahasiswanya terlebih dahulu harus menguasai materi perkuliahan, walaupun tidak di pungkiri pada kenyataannya masih ada beberapa dosen yang belum menguasai sepenuhnya mata kuliah yang akan dia ajarkan. Alhasil mahasiswa pun menjadi tidak begitu mengerti dan memahami materi yang dikuliahkan. Alhasil, di suatu waktu, ada mahasiswa yang curhat kepada saya perihal gaya mengajar beberapa dosenya. Ia mengatakan, bahwa mereka sangat bangga pada sosok dosen yang bersikap tegas, disiplin, konsisten, bijak dan berwibawa. Dosen yang suka canda, tapi candaan yang mengandung nilai-nilai akademis. Mereka juga lebih senang pada dosen dengan gaya mengajar yang atraktif yang dipadukan dengan penggunaan media interaktif. Sifat dan gaya mengajar dosen bermacam-macam. Ada dosen yang sangat konsisten dan ada pula dosen yang membuat mahasiswa sebagai ‗kelinci percobaan‖,. Mahasiswa kadang binggung untuk mengikuti selera dosen seperti itu. Bahkan ada dosen yang mengajar mata kuliah yang ―lumayan penting‖ (anggaplah matakuliah keahlian) tetapi yang diajarkan di kelas kadang melenceng jauh dari materi yang ada dalam silabus, SAP, dan GBPP mata kuliah tersebut. Ada pula dosen super inkonsisten alias sangat membinggungkan. Serajin apapun mahasiswa kuliah bersamanya, tetap nilai tidak pernah bagus alias nilai rata kanan – rata-rata bertebaran nilai D dan C. Mahasiswa kadang binggung, apakah mereka yang bodoh alis malas belajar ataukah dosennya yang terlalu pintar. Entahlah.., hanya Tuhan yang tahu. Hal lain pula yang dialami oleh mahasiswa lainnya, katanya ada dosennya yang kalau mengajar selalu super sibuk dengan sesuatu yang tidak berkaitan dengan perkuliahan. Dosen ini asyik keluar masuk ruangan, dan sama sekali kurang menghargai alias kurang peduli dengan suasana perkuliahan yang sedang berlangsung, dan paling anehnya lagi tugas pribadinya dikerjakan di ruangan pada saat mengajar. Heemmm‌, padahal kantin kampus masih buka ! Gaya mengajar dosen sangat berpengaruh terhadap semangat mahasiswa mengikuti perkuliahan. Gaya mengajar dosen sangat berpengaruh besar pada keaktifan mahasiswa dalam perkuliahan, dan pastinya berpengaruh pula pada materi kuliah yang diajarkan dan juga akhirnya akan berimbas pada nilai mata kuliah mahasiswanya. Ada dosen yang professional menjalankan tugas, fungsi dan tanggungjawabnya, tak sedikit pula dosen yang amatiran dan terkadang ambigu dalam melakansankan tugas, fungsi dan tanggungjawabnya. Setiap dosen mempunyai gaya mengajarnya masing-masing. Ada beberapa gaya mengajar dosen yang mungkin pernah kita temui di kampus; Ada dosen yang mengajar dengan gaya yang bisa dibilang gaya kebut. Mengajar sangat terburu-buru sehingga banyak sekali mahasiswa yang ketinggalan dan tidak mengerti akan materi yang diajarkan. Dosen seperti ini sudah sangat menguasai materi, sehingga ketika mengajar dia sudah tidak membawa satupun jenis buku panduan. Menjelaskan materi hanya dengan mengandalkan materi yang ada diotaknya. Ada juga dosen gaul. Sangat mengerti perasaan setiap mahasiswanya dan membawa kelas ke suasana yang menyenangkan. Kadang tidak mewajibkan mahasiswa untuk mencatat, karna menurutnya mencatat itu adalah kesadaran diri bagi setiap mahasiswa itu sendiri. Juga tidak memonopoli pembicaraan tentang materi yang diajarkan. Gaya mengajarnya selayaknya berbicara bersama teman. Membiarkan mahasiswanya aktif dalam memberikan pendapat mengenai materi, dan menampung semua pemikiran para mahasiswanya. Menurut mahasiswa, gaya mengajar dosen seperti ini sangat mengagumkan, karena mereka bisa menuangkan pendapatnya dan dosen tersebut sangat menghargai setiap pendapat itu. Proses perkuliahan bersifat dialogis dengan diskusi aktif tetapi tetap kondusif, sehingga setiap mahasiswa tertarik untuk mempelajari dan memahami materi yang diajarkan.
Ada pula dosen jadul alias tidak up-to-date terhadap perkembangan zaman. Kalau mengajar masih doyan menggunakan OHP. Model perkuliahan bersifat monologis alias satau arah. Dia hanya menjelaskan, menjelaskan dan menjelaskan. Dan di akhir perkuliahan barulah beliau bertanya kepada mahasiswanya "Apakah ada yang ingin bertanya atau apakah ada yang mau ditanyakan?". Gaya mengajar dosen seperti ini, dijamin banyak sekali mahasiswa yang tidak masuk, dan mahasiswa kurang mengerti bahkan tidak mengerti apa yang sudah diajarkan dosen tersebut. Satu hal yang pasti, dosen tersebut selalu memberikan hasil fotocopy-an setiap materi yang dia ajarkan. Tetapi bagaimanapun gaya mengajar dosen yang kita temui harus kita hargai, tanpa mereka, mahasiswa tidak akan bisa mendapatkan sebuah pelajaran dalam hidup yang penuh makna ini. Para dosen sama halnya dengan guru yaitu pahlawan tanpa tanda jasa. Apabila mahasiswa menemui dosen yang kurang atau tidak memenuhi kriteria, maka dari diri mahasiswa sendiri harus berusaha mengantisipasinya dengan belajar sendiri secara giat, sehingga bisa menguasai materi dengan belajar mandiri apabila cara dosen tidak menarik atau kurang bisa di terima. Tetap semangat. Salam Pendidikan tinggi Indonesia !