Masalah Utama Perguruan Tinggi Indonesia dan Kebijakan Impor Dosen Asing
MASALAH UTAMA PT DI INDONESIA Secara umum kualitas perguruan tinggi di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga Asean lainnya. Pemerintah melalui Kemenristekdikti menargetkan pada 2019 mendatang perguruan tinggi Indonesia harus berada pada posisi tiga besar di kawasan ASEAN (Asia Tenggara). Target ini hanya dapat dicapai jika seluruh pemangku kepentingan pendidikan tinggi untuk terus berupaya mengejar ketinggalan itu dengan cepat. Setidaknya ada empat masalah pokok yang dihadapi oleh kampus di Indonesia, yaitu rasio dosen, sarana dan prasarana, mimbar akademik serta Proses Akademik. Pertama; adalah kualitas tenaga pengajar. Jumlah doktor dan profesor perguruan tinggi masih minim. Hanya sebagian kecil saja kampus yang dapat memenuhi 20 persen kuota guru besar. Misal; beberapa kampus besar memiliki 102 doktor dan profesor dari jumlah dosen 1.969. Kedua; Kita juga prihatin jika melihat sarana dan prasarana antara Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dengan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang sangat mencolok terutama di luar Jawa. Akibatnya, kemampuan mayoritas Perguruan Tinggi di Indonesia untuk memenuhi Standar Nasional Dikti menjadi tidak merata. Ada ketimpangan mutu Perguruan Tinggi yang sangat mencolok sehingga mayoritas institusi dan prodi terakreditasi 'C' (BAN-PT). Ketiga , dunia kemahasiswaan yang mendukung kebebasan berekspresi dan mimbar akademik. Sejauh ini beberapa kampus masih membatasi ruang gerak untuk mahasiswanya menggelar kegiatan yang disinyalir masih kontroversi atau berada di luar ideologi kampus. Aksi demonstrasi di dalam kampus dengan isu lemahnya pelayanan birokrasi atau kebijakan kampus yang merugikan mahasiswa. Tak pelak, mahasiswa akan dikenai ancaman oleh pihak perguruan tinggi, seperti beberapa peristiwa yang kita saksikan selama ini di beberapa kampus yang mahasiswanya terancam drop out setelah melakukan aksi demonstrasi dengan tuntutan menolak kenaikan SPP dan pengusutan dugaan korupsi oleh pihak kampus, dsb. Keempat; tuntutan akademik terlalu padat. Padatnya tuntutan itu menyebabkan mahasiswa kekurangan waktu meningkatkan kemampuan di luar kampus dan organisasi. Misal; adanya tuntutan kampus untuk lulus cepat, yaitu 3,5 tahun. Hal itu, hanya akan berdampak pada akreditasi kampus dan indeks prestasi kumulatif (IPK) tinggi mahasiswa. Tapi tidak pada mahasiswanya. Hal itu tidak menjamin mahasiswa tersebut matang secara pengetahuan. Beberapa usulan telah disampaikan kepada pemerintah terkait permasalahan tersebut diatas, antara lain terkait rasio dosen, agar PTN yang memiliki rasio dosen berlebih agar dikerahkan untuk membantu proses perkuliahan di PTS. Selain hal tersebut, mengenai visitasi BAN PT sebaiknya memiliki persepsi yang bisa memaklumi kondisi sarana dan prasarana PTS, tidak harus memaksakan sama dengan kondisi PTN. Apalagi kampus yang ada di daerah di luar pulau Jawa. Selain permasalahan utama tersebut diatas, ada yang tak kalah penting, yaitu masih rendahnya minat terhadap penelitian/riset terutama di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Kegiatan penelitian/riset adalah salah satu hal utama yang akan meningkatkan kualitas dosen yang berimbas pada kemajuan sebuah perguruan tinggi.
Masalah Utama Perguruan Tinggi Indonesia dan Kebijakan Impor Dosen Asing
KEBIJAKAN IMPOR DOSEN ASING Pemerintah berencana mendatangkan dosen dari luar negeri. Setelah terbit Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, peluang mendatangkan dosen itu terbuka. Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengatakan dosen dari luar negeri akan banyak mengajar di Indonesia. Status para pengajar asing ini akan menjadi dosen tetap dalam jangka waktu 1-3 tahun. "Dosen tetap, untuk stay di sini, artinya bisa stay 2-3 tahun kaya di luar negeri," kata Nasir di Komplek Istana, Jakarta, Senin (9/4/2018) seperti dikutip dari financedetik. Perpres itu mengutamakan penggunaan tenaga kerja lokal. Namun menurut Nasir, Indonesia masih butuh dosen dari luar negeri khusus bidang sains, teknologi, dan matematika. "Ada beberapa yang berminat, Australia, Inggris, Jepang, Korsel, Amerika juga ada," ujarnya. Pemanfaatan dosen dari luar negeri juga sejalan dengan fokus pemerintah yang mulai masuk pada penguatan sumber daya manusia (SDM). Selain dari sisi akademis, infrastruktur pun akan segera dilakukan pembenahan. Menurut Nasir, Indonesia memerlukan banyak dosen asing untuk mengajar 4.500 perguruan. Kini total dosen asing yang tercatat mengajar di perguruan tinggi di Indonesia baru sekitar 30 orang. "Kalau kita seribu (dosen asing ke Indonesia) saja, masih sangat kurang," kata dia sesuai dipetik dari Katadata.co.id. Tapi Kementerian Ristek Dikti hanya bisa menganggarkan untuk kebutuhan 200 dosen asing tahun ini. Menurut Rektor UGM Panut Mulyono menyatakan keberadaan dosen asing itu menguntungkan. Misanya mendatangkan pendonor riset asing, mengingat dana riset dari pemerintah sangat terbatas. Dengan adanya dosen asing, diharapkan ada kerja sama yang menguntungkan kampuskampus di Indonesia. "Dengan adanya tokoh profesor asing berkolaborasi dengan dosen di Indonesia, mereka dapat membuat proposal riset yang dananya itu diharapkan bisa datang dari lemnbaga-lembaga donor di luar negeri," kata Panut seperti dikutip dari antaranews.com, Kamis (11/4/2018). Tapi rencana pemerintah ini dinilai belum siap. Anggota Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia (FRI) Prof Asep Saefudin meminta pemerintah tidak terburu-buru mendatangkan dosen asing. Sebab aturan tersebut perlu diiringi konsep yang matang dan dibuat untuk pengembangan sistem inovasi dan riset di Indonesia. Dengan begitu ketahuan prioritas bidang yang memerlukan dosen asing. "Karena bila sekadar transfer ilmu, tentu dosen-dosen kita umumnya mumpuni," tegas Asep kepada Republika, Kamis (12/4/2018). Pengembangan riset, menurut Asep juga perlu konsep yang matang. Sebab kultur riset yang selama ini berjalan tidak didukung fasilitas, sistem penggajian dan model ketenagakerjaan dosen seperti sistem professorship. "Dengan adanya dosen asing pun saya tidak yakin semua persoalan itu bisa selesai," kata rektor di Universitas Al-Azhar Indonesia ini. Sehingga, kebijakan terkait dosen asing tidak malah memberi persoalan baru bagi pendidikan tinggi dan riset di Indonesia.
https://www.facebook.com/KajianStudiRiset/ ttps://yusrintosepu.wixsite.com/lsptigairegvsulawesi
Masalah Utama Perguruan Tinggi Indonesia dan Wacana Impor Dosen Asing
Menanggapi rencana pemerintah mendatangkan 200 dosen asing ke Indonesia, ada beberapa hal yang patut di pertimbangkan dan perhatikan oleh pemerintah, yaitu dosen asing yang akan didatangkan ke Indonesia harus diseleksi ketat. Seleksi ini menyangkut pertimbangan dana, tujuan perguruan tinggi, kualitas, karakter dan pemikirannya. Pertimbangan pertama terkait anggaran, tentu saja anggaran yang akan disiapkan untuk mengapresiasi kinerja dosen tersebut akan lebih besar dari dosen dalam negeri. Artinya, bila memang mendatangkan dosen asing tetap jadi pilihan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi menjadi kelas dunia, ukuran dana juga perlu dipertimbangkan, jangan sampai kualitas dosen lokal lebih baik dari luar negeri namun dalam hal pembayaran kali. Hal lain yang perlu dipertimbangkan terkait tujuan perguruan tinggi dosen asing tersebut mengajar. Dalam hal ini kampus dengan status badan hukum yang dinilai telah mandiri lebih cocok sebagai tempat mengajar dosen tersebut dibanding kampus layanan atau satker bahkan di daerah terpencil. Pertimbangannya kualitas mahasiswa di kampus berbadan hukum akan memudahkan asimilasi dosen asing dibanding kampus yang jauh. Di samping itu bila ukurannya untuk meningkatkan kualitas, tentu kampus berbadan hukum tinggal beberapa langkah untuk menuju kampus dunia dibanding kampus di daerah yang masih harus membangun dari nol. Pertimbangan lain, dosen asing harus mengenal karakter masyarakat Indonesia menyesuaikan bukan memaksakan. Tentu dalam hal ini dosen asing yang mengajar minimal harus memiliki kemampuan berbahasa Indonesia, akan lebih baik bila memiliki pengalaman di Indonesia. Hal Ini penting untuk meningkatkan kualitas, karena interaksi dengan mahasiswa dan dosen lain akan lebih hidup. Juga untuk menghormati bangsa Indonesia yang menjunjung nilai Pancasila dan kearifan lokal. Dalam hal ini juga pemerintah harus menyeleksi ketat terkait pemikiran atau ideologi dosen tersebut. Jangan sampai kehadirannya memang meningkatkan kualitas pendidikan namun karakter mahasiswa berubah. Hal ini penting mengingat mahasiswa merupakan salah satu kader bangsa di masa depan. Bila memang masih bisa dipertimbangkan, opsinya lebih memperkuat peranan dosen dalam negeri. Tentu dalam hal ini dosen dinaikkan gajinya dengan diberikan berbagai tuntutan dalam hal pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Kemudian diberikan sanksi bagi yang tidak mampu memenuhi indikator dan ukuran tersebut, termasuk bila perlu melarang dosen negeri mengajar di swasta kecuali untuk pembinaan. Bukan hal yang mustahil, jika menyimak data jumlah dosen hingga ratusan ribu di Indonesia, hal tersebut masih bisa dikejar apabila Kemenristekdikti fokus melaksanakannya. Sebagai contoh untuk riset dan inovasi, tidak serta merta memanfaatkan dosen atau kampus asing, dengan melibatkan lebih jauh berbagai balai dan perguruan tinggi hal tersebut dapat terwujud. SALAM PENDIDIKAN TINGGI INDONESIA !