Membangun Sikap Kritis Dalam Menyikapi Berita di Media Massa Kekinian Yusrin Ahmad Tosepu yusrintosepu@gmail.com
Kajian Materi Matakuliah Media Massa dan Masyarakat SERI1. ISSUE 4. Sifat Kritis Masyakarat dan Media Massa Cenderung Partisan
Membangun Sikap Kritis Dalam Menyikapi Berita di Media Massa Kekinian
“Berita media massa dapat dikatakan bermanfaat atau sebaliknya, semua tergantung pada sikap pembaca dalam menyikapi suatu berita. Jika mereka membaca suatu berita dan menganggapnya sebagai suatu kebenaran, tanpa mencari data dari media lain, artinya mereka belum masuk ke dalam pola berpikir kritis.” Yusrin Ahmad Tosepu Media massa merupakan penyumbang informasi terbesar di era modern ini. Media massa khususnya media online dan elektronik yang paling banyak dibaca/ditonton masyarakat kekinian. Media massa menyajikan berita berupa informasi yang masih perlu dicermati dengan kritis. Di media massa, penyaji berita lebih mengedepankan pada aspek judul yang menarik, agar pembaca merasa tertarik dengan berita yang disajikan. Akan tetapi, hal ini yang sering kali membuat pembaca awam merasa percaya dengan kebenaran suatu berita. Sering kali masyarakat atau pembaca terlalu cepat mengambil simpulan dari judul berita di media massa. Hal ini berdampak pada tindakan masyarakat yang bergerak ke arah negatif. Mereka yang tidak berpikir kritis, menganggap suatu judul di media massa sebagai fakta. Akibatnya, mereka kemudian menyampaikan berita tersebut kepada orang lain, dan orang lain sebagai penerima berita, akan menyampaikan berita tersebut kepada orang lainnya. Hal tersebut terus terjadi berulang, hingga akhirnya berita di media massa tersebut menyebar luas. Masyarakat harus berpikir kritis dalam menyikapi suatu berita yang beredar di media massa. Sikap kritis mengantarkan kita kepada kejernihan berpikir. Sikap kritis justru membuat kita bisa melihat sesbuah informasi dengan jernih. Hal ini dimksudkan, yakni agar kita bisa memilah informasi mana yang laik untuk dibaca dan disebar. Karena semua itu informasi membanjir. Kita harus memilah agar kita tidak terjebak dengan informasi yang menyesatkan dan atau tidak bermanfaat sama sekali. Akan tetapi, kritis tak bisa berjalan sendiri, ia perlu dibarengi dengan curious. Kalau kita hanya punya sikap kritis tanpa upaya untuk mencari tahu, kepala bisa puyeng. Kekuatan media massa ini digambarkan oleh Malcolm X dengan pernyataan bahwa “the media’s the most powerfull entity on earth. They have the power to make the innocent guilty and to make the guilty innocent, and that’s power. Because they control the minds of the masses”. Media massa merupakan entitas terkuat di muka bumi karena kemampuannya dalam membentuk dan mengendalikan kesadaran massa. Dengan kekuatan tersebut, media massa bahkan mampu menentukan apa yang baik dan apa yang buruk bagi masyarakat seperti halnya seorang dokter yang mengobati pasiennya. Media massa memiliki kemampuan untuk memengaruhi masyarakat melalui berita atau tayangan siarannya. Kekritisan masyarakat sangat diperlukan dalam mengonsumsi berita atau siaran media massa. Karena konten yang dihadirkan terkadang memuat sesuatu kurang berkualitas. Hal tersebut diperlukan agar masyarakat mampu menganalisa informasi untuk meminimalisasi efek negatif dari berita ataupun tayangan yang tidak bermutu. Jika tidak diimbangi dengan sikap kritis terhadap berita/tayangan media massa kekinian maka dikhawatirkan masyarakat akan mudah terpengaruh dengan hal-hal buruk yang dihadirkan oleh media massa. Satu hal yang menjadi perhatian masyarakat Indonesia sekarang ini adalah pemberitaan media massa kekinian khususnya dalam konteks politik jelang pilpres 2019. Harus diakui bahwa media massa merupakan salah satu kekuatan politik penting yang mempengaruhi proses politik. Seri 1. Issue 4
1
Membangun Sikap Kritis Dalam Menyikapi Berita di Media Massa Kekinian
Keberadaan media massa, terutama pers bebas dianggap sebagai salah satu pilar dalam demokratisasi di Indonesia. Media massa yang demikian bebas diharapkan mampu memberikan akses informasi yang beragam bagi kebutuhan masyarakat. Setiap saat curahan informasi sedemikian masif, mencoba mengambil alih ruang publik dan membentuk kesadaran massa. Tak terkecuali informasi politik terkait kontestasi antar parpol maupun kandidat capres/cawapres yang diusungnya. Dalam konteks politik, adalah wajar jika setiap kandidat capres/cawapres berkepentingan untuk berkomunikasi dengan massa dalam kerangka sosialisasi gagasan maupun membentuk citra guna menarik dukungan massa. Media massa berkewajiban untuk menjembatani kesenjangan intensitas interaksi secara langsung antara para capres/cawapres dengan konstituennya yang demikian tersebar dan dalam jumlah yang besar. Persoalannya kemudian, sejauh mana media massa itu berpegang pada fakta-fakta objektif dan menghadirkan kebenaran bagi masyarakat? Apakah media massa dapat menjaga independensinya dari berbagai penetrasi kepentingan? Termasuk dalam konteks politik, mampukah media massa menjaga posisinya sehingga bersifat nonpartisan? Hubungan kepentingan di antara dua kekuatan ini dalam perkembangannya tidak hanya melahirkan kontrak-kontrak komersial yang bersifat profesional, seperti periklanan dalam bisnis biasa. Seringkali, hubungan ini menjadi memiliki dimensi politis dimana antara politisi dengan parpol pengusungnya kemudian memiliki hubungan afiliatif dengan media massa, baik karena tendensi politik dari media massa itu sendiri maupun konflik status dimana pemilik media massa juga merangkap pemain yang terlibat urusan politik dalam pilpres. Meski perlu dibuktikan lebih jauh, namun setidaknya realitas menyiratkan adanya potensi tendensius itu lebih besar pada sekelompok media massa tertentu. Hubungan afiliatif media massa dengan figure politisi maupun parpol pengusungnya berdampak pada objektifitas informasi, bahkan potensi politisasi pemberitaan media. Perburuan rating dan keuntungan tidak lagi menjadi satu-satunya motivasi, tetapi sangat dimungkinkan insentif politik lain dari pembelaan media massa terhadap kelompok politik tertentu. Hipotesis Mutz & Reeves (2005) tentang media massa dan kepentingan politik setidaknya menjelaskan bahwa penggambaran politik di media massa memiliki kecenderungan untuk menyederhanakan, kecenderungan untuk menyalahkan pihak tertentu, menempatkan politik selalu negatif, maupun sebaliknya. Potensi sikap partisan media massa dalam politik itulah yang harus mendorong masyarakat bersikap kritis melihat dan atau membaca berita media massa. Langkah tersebut adalah bagian dari upaya agar masyarakat kritis terhadap informasi politik. Media massa menjadi agen pembentuk citra politik, larut dalam skenario pertarungan opini yang acapkali tendensius dan berpotensi menyemai keresahan massa. Pertarungan ide, program dan konsep pembangunan yang seharusnya menjadi arus utama pemberitaan para figure calon presiden dan wakil presiden justru tidak muncul. Media massa harus menyadari perannya sebagai bagian dari pilar demokrasi yang penting. Kedudukan ini menempatkan media massa pada posisi tanggungjawab yang besar dalam menyampaikan informasi dan tayangan yang objektif dan konstruktif termasuk dalam proses politik. Dalam konteks kontestasi pilpres, netralitas dan objektifitas media massa akan Seri 1. Issue 4
2
Membangun Sikap Kritis Dalam Menyikapi Berita di Media Massa Kekinian
menampilkan postur media massa sebagai sumber informasi penting bagi publik atas rekam jejak, visi misi, program dan pembangunan yang diusung oleh tiap kandidat pasangan capres/cawapres. Keberhasilan pilpres 2019 mendatang sebagai sarana bagi publik untuk mengartikulasikan pilihan politiknya dalam memilih pemimpin yang akan menentukan perjalanan negeri ini akan sangat dipengaruhi oleh sikap media massa. Netralitas, objektif serta berorientasi pada kepentingan nasional menempatkan media massa sebagai sarana pendidikan politik yang penting bagi publik. Hal itu dapat terjadi jika ada kesadaran internal bagi para pelaku industri media massa untuk melihat kepentingan bangsa yang lebih luas. Selain persoalan media massa, seluruh stakeholder yang terkait dengan kesuksesan pilpres juga harus mengambil peranan. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), KPU, maupun Bawaslu serta masyarakat dapat menjalankan peran pengawasan potensi politisasi media massa untuk kepentingan tertentu yang dapat mencederai azas free and fair competetion dalam proses politik pilpres. Begitu pula dengan kandidat pasangan capres/cawapres serta parpol pengusung dan tim pemenangan hendaknya dapat memanfaatkan momentum sesuai dengan aturan perundangundangan serta bergerak pada upaya kompetisi yang kualitatif, tidak hanya mengandalkan teknikteknik pencitraan, tetapi lebih berbobot pada isu program dan konsep pembangunan nasional. Dilain sisi, sikap kritis masyarakat menyikapi pemberitaan/penyiaran berita politik di media massa. Hal tersebut diperlukan agar masyarakat mampu menganalisa informasi untuk meminimalisasi efek negatif dari berita ataupun tayangan yang tidak bermutu agar masyarakat mampu menganalisa informasi yang didapat serta dapat meminimalisasi efek negatif dari pemberitaan/penyiaran media massa partisan tersebut.
Seri 1. Issue 4
3