Pendidikan ala lobi politik birokrat

Page 1

Sisi lain pendidikan kita kekinian dicemari birokrat ‘pelobi pemerintah’ yang memanfaatkan posisi mereka di sekolah dengan imbalan kesempatan untuk menghasilkan uang melalui korupsi dan pungutan liar. Dengan adanya tradisi semacam ini, usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan cenderung terhalang oleh kekuatan politik dan social. Pemerintah terus meningkatkan angaran nasional untuk pendidikan. Namun hanya ada sedikit kemajuan telah dibuat, pendidikan justru menjadi penghambat utama bagi pembangunan nasional. Hal ini juga memunculkan isu apakah pendidikan yang buruk menyebabkan kemajuan negara yang lamban menuju demokratisasi. Indonesia cenderung mengalami kualitas pengajaran yang rendah, hasil belajar yang buruk, fasilitas yang tidak memadai dan masalah disiplin. Dengan 64 juta siswa, 340.000 sekolah dan lembaga belajar lainnya dan 3,9 juta guru. Pertumbuhan pendidikan Indonesia terbesar keempat di dunia, dengan anggaran tahun 2017 sebesar Rp 414,5 triliun ($31,1 miliar), masih jauh di atas Rp346,6 triliun yang dialokasikan untuk infrastruktur. Jika di telisik lebih dalam, Ini bukan hanya masalah pendanaan yang salah arah, defisit sumber daya manusia, struktur insentif yang buruk dan manajemen yang buruk. Ini adalah cerminan dominasi elit politik, birokrasi dan aparatur negara, yang mengatur pendidikan kita di negeri ini. Pada saat yang sama, Persatuan Guru Indonesia (PGRI), khususnya di tingkat daerah, telah menjadi saluran politik melalui elit politik local untuk memobilisasi suara, dengan asumsi bahwa guru memiliki pengaruh yang kuat pada jaringan keluarga dan sosial. Seharusnya pemerintah dan seluruh elemen pendidikan harus terus berusaha meningkatkan sumber daya manusia untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas. Pendidikan kita harus mampu menciptakan siswa yang cerdas dan


kompetitif yang dapat bersaing untuk pekerjaan dalam ekonomi yang semakin terglobalisasi. Tentunyan di barenggi dengan dukungan politik yang kuat pula! Statistik pemerintah menunjukkan bahwa meskipun 97 persen anak-anak di negara tersebut terdaftar di sekolah dasar, angka itu turun menjadi 77 persen untuk sekolah menengah pertama, 60 persen untuk sekolah menengah atas. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa 55 persen anak-anak Indonesia tidak dapat sepenuhnya memahami apa yang mereka baca, dan skor bahasa Inggris tetap berada di antara yang terendah di Asia. Lebih dari separuh anggaran pendidikan hanya digunakan untuk pelatihan guru, dan sedikit pelatihan dalam jabatan, dan mengabaikan kebutuhan siswa untuk mengembangkan literasi budaya dan kewarganegaraan yang memungkinkan mereka belajar dan berpikir untuk diri mereka sendiri. Indonesia kekurangan ulasan aktif oleh guru dan umpan balik di kelas dari siswa selama proses pembelajaran, dan cenderung lebih mengandalkan hafalan daripada pertanyaan untuk mengembangkan nalar.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.