Pengembangan dan Penyebarluasan Ilmu Pengetahuan pada Generasi Digital

Page 1

Pengembangan dan Penyebarluasan Ilmu Pengetahuan pada Generasi Digital

Potret sehari-hari menunjukkan bahwa dalam menjalankan tugas belajarnya, banyak dari peserta didik memandang bahwa pendidikan merupakan kewajiban formal dan acara rutine yang harus diikuti setiap hari. Mereka datang, duduk, mendengarkan, mencatat apa yang diterangkan guru atau dosen, kemudian pulang. Sesampainya di rumah, apa yang telah didengarkan dan dicatat di sekolah atau kampus terlupakan. Catatan pelajaran baru akan dibuka kembali jika ada ulangan, dan kalau perlu ketika ulangan mencontek. Di dalam kelas mereka merasa terpaksa harus duduk diam mendengarkan guru atau dosen ceramah, bahkan ketika diberi kesempatan untuk bertanya, tidak tahu apa yang harus ditanyakan. Demikian pula ketika ditanya oleh guru atau dosen mereka tidak tahu bagaimana menjawabnya. Namun jika guru atau dosen tidak berada di tempat dan ada peluang untuk berbicara bebas, mereka akan melakukan apa saja bahkan berteriak-teriak, berbicara dengan teman-teman lainnya tentang hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan pelajaran. Seolah-olah mereka baru terbebas dari belenggu atau penjara. Ketika mendengar lonceng berbunyi tanda waktu untuk pulang atau selesainya perkuliahan mereka girang sekali seakan-akan terbebas dari siksaan. Peserta didik tidak terbiasa terlibat aktif dalam proses belajar di kelas dan sangat pasif. Guru atau dosenpun kurang memahami bagaimana caranya agar peserta didik mengalami proses belajar yang optimal. Peserta didik kurang dilatih tentang cara-cara efektif untuk memperoleh pengetahuan, menguasainya, mengolah dan mengembangkan pengetahuan, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya, pemahaman pengetahuan mereka sangat minim, belajar menjadi tidak bermakna. Prose belajar dan Pembelajaran merupakan jantung dari proses pengembangan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan. Melalui proses belajar dan pembelajaran adalah upaya penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan pada peserta didik yaitu sebagai kontribusi terhadap perkembangan intelektual, ketrampilan, sikap, moral dan religi dari setiap individu sebagai anggota masyarakat.


Selama ini asumsi-asumsi yang melandasi program-program pendidikan sering kali tidak sejalan dengan hakekat belajar, hakekat orang yang belajar, dan hakekat orang yang mengajar. Dunia pendidikan, lebih khusus lagi dunia belajar, didekati dengan paradigm yang tidak mampu menggambarkan hakekat belajar dan pembelajaran secara komprehensif. Praktek-praktek pendidikan dan pembelajaran sangat diwarnai oleh landasan teoretik dan konseptual yang tidak akurat. Pendidikan dan pembelajaran hanya mengagungkan pada pembentukan aspek-aspek kognitif dengan sedikit ketrampilan. Sistem pendidikan yang dianut bukan lagi pengembangan dan penyebarluasan ilmua pengetahuan, melainkan suatu upaya pembutaan kesadaran yang disengaja dan terencana yang menutup proses perubahan dan perkembangan. Pengembangan ilmu pengetahuan di masa mendatang sama pentingnya dengan upaya pengembangannya di masa sekarang. Terjaminnya peningkatan penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan pada generasi mendatang tentu harus dirancang strateginya hari ini. Ini juga yang akan menjamin kuat dan kokohnya bangsa di hari esok. Tercapainya misi dan tujuan pendidikan berkaitan erat dengan pengembangan, penguasaan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan. Pengalaman belajar yang mendidik tidak sebatas mengacu pada hasil akhir, namun lebih pada proses keterbentukan berbagai pengetahuan, kemampuan, sikap dan nilai yang tersurat dan tersirat sebagai tujuan utuh pendidikan. Namun, penguasaan ilmu pengetahuan oleh generasi kita sejak lebih dari 14 tahun lalu sampai sekarang belum tampak peningkatan berarti. Walau tentunya belum tentu benar mutlak dan pasti mengandung galat, berdasar tes terstandardisasi internasional, kenyataannya generasi kita berada di peringkat hampir terbawah. Misalnya keadaan ini dapat disimak dari tes internasional semacam Programme for International Student Assessment (PISA) atau Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). Paradigma pembelajaran yang mendidik yaitu pembelajaran yang membuahkan bukan saja dasar-dasar penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga sekaligus menumbuhkan karakter yang kuat serta penguasaan kecakapan hidup (soft skills), sehingga tampil sebagai manusia yang penuh kasih terhadap sesama (compassion) serta menjunjung tinggi etika di samping trengginas dalam bekerja. Untuk terjaminnya keberlanjutan pengembangan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan di Indonesia pada masa mendatang membutuhkan solusi yang harus dipikirkan hari ini. Kebijakan dan peta rencana jangka panjang (30 tahun) bagi generasi mendatang perlu disiapkan sekarang. Kekuatan ekonomi negara di masa sekarang dan mendatang bergantung pada tingkat kepandaian generasi muda sekarang. Artinya, ilmu pengetahuan berguna serta dibutuhkan dalam pembangunan negara. Hal ini juga sudah jamak ditekankan pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan di bidang pendidikan dalam berbagai pernyataannya. Hanya saja, penekanan pada sisi kebergunaan ilmu pengetahuan ini sering berlebihan dan tak utuh. Masyarakat – generasi muda kita kerap berpandangan bahwa tujuan belajar ilmu pengetahuan hanya untuk kebergunaannya semata yangh bersifat jangka pendek. Kenyataannya, pelajar, mahasiswa belajar ilmu pengetahuan karena terpaksa. Alasan belajar ilmu-pengetahuan sekedar akan diujikan. Akibatnya, kesungguhan belajar atau penguasaan ilmu pengetahuan direduksi menjadi untuk sekedar alasan karir, perbaikan nasib dan ekonomi. Akibatnya, pengembangan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan kerap kontra produktif.

Pengembangan dan Penyebarluasa Ilmu Pengetahuan pada Generasi Digital Page 2


Peserta didik (baca: pelajar, mahasiswa) dijadikan sebagai objek, bukan sebagai subjek pengembang ilmu pengetahuan. Kondisi yang ada seringkali tak berpihak pada pengembangan kepribadian peserta didik. Nuansanya keras dan jauh dari suasana yang sejatinya mengayomi, mengajak, merangkul, dan melibatkan. Akibatnya, tertanam pemahaman peserta didik bahwa belajar ilmu pengetahuan merupakan keharusan dan beban yang dipikul, menyusahkan, jauh dari citra kenikmatan. Kebijakan terkait pendidikan dalam lingkup pengembangan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan terjebak pada formalitas belaka. Hampir tak pernah melibatkan teori dan konsep belajar yang sebenarnya. Perlu penyadaran bahwa kepandaian utuh peserta didik akan efektif tercapai hanya jika menyala gairah belajar dari dorongan diri, bukan pemaksaan dari luar. Peserta didik sejatinya memandang belajar ilmu pengetahuan sebagai berkat, bukan beban. Mendengar kata sains sejatinya membuat mata mereka berbinar-binar, bukan helaan nafas panjang. Ekonomi berbasis ilmu pengetahuan tak cukup disokong pekerja terampil semata, tetapi harus digerakkan oleh manusia yang percaya diri, gemar bernalar, dan “menggilai� ilmu pengetahuan, sampai kasmaran berilmupengetahuan. Pandangan pengajar-pendidik, peserta didik, terhadap ilmu pengetahuan dari sudut kebergunaannya semata perlu dilengkapkan. Sisi kebergunaan, keindahan, dan kebermainan dari ilmu pengetahuan perlu disemaikan secara berimbang. Dalam sejarahnya, ilmu pengetahuan dipelajari karena keindahannya. Jauh sebelum ilmu pengetahuan berguna, dimanfaatkan, dan punya nilai komersial, manusia mempelajarinya untuk memuaskan hasrat ingin tahu dan merasakan keindahannya. Bahkan dalam peradaban lebih dari 2000 tahun silam sampai era Pencerahan, di Timur maupun di Barat, keindahan seni dan ilmu pengetahuan menyatu. Pengembangkan ilmu pengetahuan menyatu dengan pengembangan spiritualitas. Pengembangan jiwa dan karakter pelajar di masa itu tidak dipertentangkan dengan pengembangan ilmu pengetahuan apalagi dengan peningkatan kecakapan kognitifnya seperti bernalar. Citra ilmu pengetahuan yang juga penting disemaikan ialah unsur kebermainannya. Hampir semua ilmuwan sedikit banyak kegiatan berilmu-pengetahuannya dipicu oleh hasrat bermain. Citra ilmu pengetahuan yang sudah sempurna, formal, kantoran, dan elite, harus dilengkapi dengan citra kembarannya yaitu bermain sebagai kegiatan yang lucu, konyol, dan manusiawi. Bermain dalam berilmu-pengetahuan merupakan sikap yang baik. Melalui bermain, manusia sungguh-sungguh melakukan kegiatannya berdasar dorongan intrinsik sejati, berintegritas penuh, dan tanpa pamrih. Ketiadaan unsur kebermainan ini yang menanduskan tradisi berilmu-pengetahuan hari ini. Berdasarkan uraian tersebut diatas, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan pendidikan di negeri ini perlu membincangkan rangkaian kebijakan tentang pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan pada generasi muda. Langkah ini untuk menjamin keberlanjutan pengembangan ilmu pengetahuan di beberapa generasi mendatang.

Pengembangan dan Penyebarluasa Ilmu Pengetahuan pada Generasi Digital Page 3


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.