2 minute read
Suara Milenial
Suara Milenial
Tidak Ada Alkitab untuk Pelajaran Alkitab Kami
Perjalanan saya tidak berjalan seperti yang saya bayangkan. Karena suatu masalah dengan dokumentasi, saya ditahan saat masuk ke sebuah negara asing. Sukar dipercaya, saya bahkan dipenjarakan selama sepekan, sampai kesalahpahaman diselesaikan. Sebelum meninggalkan rumah, saya percaya bahwa Allah ingin saya melakukan perjalanan ini. Meskipun segalanya tidak sesuai dengan rencana semula, saya menyadari bahwa Ia masih ada bersama saya. Saya percaya bahwa Ia akan menjadikan segalanya demi kebaikan sekali lagi, jadi saya meminta janji itu sebelum naik ke truk polisi.
Sementara sedang diproses, saya harus menunggu di sebuah ruangan yang dingin. Seorang wanita muda yang hanya mengenakan kaus berdiri tidak jauh dari saya. Karena saya mengenakan baju hangat dan mantel, maka saya berikan mantel saya padanya. Kami memulai percakapan dan saya memberitahunya bahwa saya seorang Kristen. Ia bertanya: “Apakah menurut Anda Allah mengasihi saya?”
Ia telah mengalami banyak situasi sulit dan ketika ia mengajukan pertanyaan itu, saya melihat kesempatan untuk membagikan keyakinan saya. Saya memberitahukan tentang Paulus dan Silas di penjara, dan ia meminta saya bernyanyi. Saya menyanyikan beberapa lagu pujian dan melihat matanya berlinang air mata.
Setelah itu, semua barang-barang kami diambil, dan kami diberikan sebuah seragam. Kemudian seseorang menuntun kami ke sebuah sel yang sangat kecil.
Tidak ada jendela, tetapi Anak Kebenaran bersinar bahkan di sel yang suram itu.
Ketika sarapan disajikan pada pukul 5 pagi, saya bertanya kepada teman baru saya itu apakah saya bisa berdoa. Itulah yang pertama dari banyak doa. Seiring waktu berjalan saya senang melihat bahwa, ia mau juga berdoa bersama.
Selnya dingin. Kami mengenakan kaus lengan pendek, dan selimut kami tipis. Tidak ada yang kami lakukan kecuali menunggu seseorang memanggil kami. Saya berharap sudah pergi saat Sabat tiba, tetapi Sabat berlalu, dan tidak seorang pun yang datang menjemput saya. Saya memikirkan Yohanes Pembaptis dan pastilah ia merasa kesepian dan terlupakan.
Sementara berbaring di dipan, merenungkan kisah Yohanes, saya menyadari bahwa dinding sel kami ditulisi banyak ayat Alkitab dan doa-doa. Saya mengerti bahwa, sama seperti saya saat itu, orang lain sebelum saya juga bergantung pada Alkitab untuk mengatasi keputusasaan.
Di masa-masa tergelap, ketika tampaknya segala sesuatu diambil dari kita, saya menyadari ada satu hal yang tidak bisa diambil siapa pun— iman saya.
Sepekan setelah ditahan, saya pergi. Tetapi sebelum pergi, saya memeluk teman baru saya itu. Tentunya saya tidak merencanakan pertemuan ini tetapi merasa Allah telah menggunakan saya menjadi berkat bagi seseorang. Kasih Yesus—terutama kesediaan-Nya untuk memberikan hidup-Nya bagi satu orang saja—menjadi semakin nyata bagi saya.
Banyak orang di seluruh dunia mengalami ketidakadilan untuk berbagai alasan berbeda. Mereka kehilangan rumah mereka, pakaian mereka, dan sering kali harapanharapan mereka.
Saat dipanggil dengan angka dan mengenakan seragam penjara yang kotor, saya tiba-tiba menyadari betapa berartinya bagi seseorang bila saya memanggil nama mereka saja dan menawarkan sedikit rasa nyaman.
Ketika Yohanes merana di penjara, ia diberitahukan bahwa Yesus sedang melakukan mukjizat (Lukas 7: 22). Melalui kesaksian ini, saya bisa membagikan belas dan kasihan Allah kepada seseorang yang telah lupa bahwa ia juga dikasihi. Suatu mukjizat dimulai di dalam sel-sel tanpa jendela itu.
Sementara tahun baru mulai, sekarang setelah saya bisa memegang Alkitab saya kembali, saya lebih bertekad daripada sebelumnya untuk mengukir ayat-ayat indah itu dalam hati saya, yang telah memberikan saya kekuatan dan membuat saya juga berbagi pengharapan dengan orang yang sedang bergumul lainnya.
Carolina Ramos mengajar bahasa Inggris dan pendidikan musik di River Plate Adventist University di Argentina.