LAPORAN RISET SEGMENTASI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENONTON FILM 2017
1
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
2
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
LAPORAN RISET SEGMENTASI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENONTON FILM BADAN EKONOMI KREATIF 2017
3
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
TIM PENYUSUN PENGARAH:
Dr. Ing. Abdur Rohim Boy Berawi, M.Sc. PENANGGUNG JAWAB:
Dr. Ir. Wawan Rusiawan, M.M. TIM STUDI:
Dian Permanasari, MIDEC. Wignyo Parasian Atikah Nur Pajriyah Raharja Bayu Try Nugraha Abdi M. Harry Kurniawan Joko Bramantio Nurhani Yatimah Ismayanti Dyna Herlina, M.Sc. Kurniawan Adi, Ph.D. Firly Annisa, MA Bheti Krisindawati, S.I. Kom.
4
TIM PENYUSUN
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
Tim Penyusun
|
Kata Sambutan
|
Daftar Isi
5
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
SALAM SEJAHTERA,
G
eliat industri perfilman di Indonesia telah bergaung sejak zaman perjuangan, bahkan sebelum Republik Indonesia dikumandangkan oleh para proklamator negara. Kita tentunya masih mengingat film-film legendaris lokal pertama seperti Loetoeng Kasaroeng, Eulis Atjih, Lily van Java dan Setangan Berlumur Darah yang mulai bermunculan pada pada tahun 1926 dan berlanjut hingga tahun 1931, yang menghasilkan sebanyak 21 judul film selama kurun waktu tersebut. Pada periode yang sama, jumlah bioskop meningkat dengan pesat, tercatat sebanyak 227 bioskop hingga tahun 1936. Sejarah juga mencatat adanya Festival Film Indonesia (FFI) I yang diadakan pada tanggal 30 Maret hingga 5 April 1955, setelah sebelumnya pada 30 Agustus 1954 terbentuk PPFI (Persatuan Perusahaan Film Indonesia). Kita patut mengenang jasa para sutradara visioner seperti Usmar Ismail yang berhasil mengangkat nama Indonesia di panggung internasional dengan karyakaryanya seperti film Jam Malam, yang dinobatkan menjadi film terbaik dalam Festival Film Asia II di Singapura. Kini, pada era modern Indonesia, industri perfilman kita tentunya sudah lebih jauh melangkah dan beberapa film nasional modern pun telah menorehkan rekor tersendiri. Film seperti Ada Apa Dengan Cinta 2, Rudi Habibie, dan yang terbaru Warkop DKI Reborn menjadi tonggak sejarah baru dengan mencatatkan rekor jumlah penonton terbanyak dalam sejarah perfilman Indonesia. Ada Apa Dengan Cinta
2 bahkan mewakili Indonesia di Singapore International Film Festival (SGIFF) 2016 bersama dengan 12 film Indonesia lainnya—sebuah pencapaian terbaru untuk jumlah film nasional yang berhasil ditayangkan di festival film tertua dan paling prestisius di Asia Tenggara dan sekitarnya ini. Namun, industri perfilman Indonesia masih memiliki tantangan berat yang harus diselesaikan oleh semua pemangku kepentingan di subsektor Film, Animasi dan Video. Salah satunya yakni pertumbuhan jumlah penonton yang relatif rendah dan minimnya basis data yang memadai untuk mengukur selera konsumen. Oleh karena itu, kehadiran Buku Riset Segmentasi Pasar dan Pengambilan Keputusan Penonton Film ini diharapkan dapat menjadi solusi dari tantangan tersebut. Buku ini juga diharapkan dapat memberikan data dan informasi yang dapat digunakan oleh para praktisi film dalam memahami pasar penonton film di Indonesia. Saya mengucapkan selamat dan terima kasih sebesar-besarnya kepada Tim Penyusun Buku Riset Segmentasi Pasar dan Pengambilan Keputusan Penonton Film yang telah dibentuk oleh Direktur Riset dan Pengembangan Badan Ekonomi Kreatif Indonesia. Semoga buku ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh para pelaku perfilman di tanah air dalam rangka mendukung peningkatan kualitas film yang dihasilkan.
JAKARTA, 2017 DEPUTI RISET, EDUKASI, DAN PENGEMBANGAN BADAN EKONOMI KREATIF
6 DR. ING. ABDUR ROHIM BOY BERAWI, M.SC.
KATA SAMBUTAN
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
6M
Penonton Warkop DKI Reborn
7
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
KATA SAMBUTAN
PROLOG
5
KAJIAN
9
Tim Penyusun
4
Latar Belakang (pendahuluan)
10
Kata Sambutan
6
Metode Penelitian
18
Daftar Isi
8
a. Metode Kuantitatif
19
b. Metode Kualitatif
20
KESIMPULAN
29
ANALISIS
21
Kuantitatif
22
Kualitatif
29
8
DAFTAR ISI
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
Latar Belakang (pendahuluan)
|
Metode Penelitian a. Metode Kuantitatif b. Metode Kualitatif
9
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
LATAR BELAKANG
D
efinisi Film menurut buku laporan Analisis Klasifikasi Ekonomi Kreatif merupakan suatu karya seni gambar bergerak yang memuat berbagai ide atau gagasan dalam bentuk audio visual, serta dalam proses pembuatannya menggunakan kaidah-kaidah sinematografi. Film merupakan salah satu dari enam belas subsektor Ekonomi Kreatif (Ekraf) yang menjadi cakupan pengembangan pemerintah Indonesia terpenting pada saat ini berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan
Usaha Indonesia (KBLI). Seiring dengan adanya perubahan kelembagaan pada Ekonomi Kreatif, klasifikasi ruang lingkup subsektor Film, Animasi dan Video terbagi menjadi sembilan subsektor. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, kontribusi PDB industri film terhadap PDB Ekraf nasional pada tahun 2015 mencapai hingga 1.355 miliar rupiah—sebuah jumlah yang cukup fantastis dan berpotensi untuk menjadi sumber pendapatan negara yang berkelanjutan.
1.355 6,67 miliar rupiah
persen
37.359
Kontribusi PDB subsektor Film, Animasi dan Video terhadap PDB Ekraf nasional (852 triliun rupiah) pada tahun 2015
Laju pertumbuhan PDB subsektor Film, Animasi dan Video (2015)
Penyerapan TK di subsektor Film, Animasi dan Video (2015)
orang
10
KAJIAN
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
[PERSPEKTIF] FILM BOX OFFICE HOLLYWOOD TERTINGGI SEPANJANG MASA
No.
Nama Film
Bujet Produksi (dolar AS)
Pendapatan Box Office (dolar AS)
1
Avatar (2009)
237 juta (US$ 237mn)
2,7 milyar (US$ 2.7bn)
2
Titanic (1997)
200 juta(US$ 200mn)
2,1 milyar (US$ 2.1bn)
3
Star Wars: Episode VII - The Force Awakens (2015)
306 juta (US$ 306mn)
2 milyar (US$ 2bn)
4
Jurassic World (2015)
150 juta(US$ 150mn)
1,6 milyar (US$ 1.6bn)
5
Marvel’s The Avengers (2012)
220 juta(US$ 220mn)
1,518 milyar (US$ 1.518bn)
6
Furious 7 (2015)
190 juta (US$ 190mn)
1,516 milyar (US$ 1.516bn)
7
Avengers: Age of Ultron (2015)
316 juta (US$ 316mn)
1,4 milyar (US$ 1.4bn)
8
Harry Potter and the Deathly Hallows Part 2 (2011)
250 juta (US$ 250mn)
1,3 milyar (US$ 1.3bn)
9
Frozen (2013)
150 juta(US$ 150mn)
1,287 milyar (US$ 1.287bn)
10
Beauty and the Beast (2017)
160 juta (US$ 160mn)
1,234 milyar (US$ 1.234bn)
Bujet Produksi (dolar AS)
Pendapatan Box Office (dolar AS)
Sumber: www.filmsite.org, www.boxofficemojo.com. Diakses November 2017.
*Tidak disesuaikan dengan inflasi
Dari data box office di atas kita bisa melihat potensi dahsyat yang bisa dihasilkan dari kreativitas para pelaku usaha di subsektor Film, Animasi dan Video.
7,76 persen
Permintaan dunia akan video meningkat secara signifikan pada tahun 2014
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
11
KAJIAN
[PERSPEKTIF] PERBANDINGAN DENGAN FILM INDONESIA TERLARIS SEPANJANG MASA
No.
Nama Film
Jumlah Penonton
1
Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1 (2016)
6.858.616
2
Laskar Pelangi (2008)
4.719.453
3
Habibie & Ainun (2012)
4.583.641
4
Pengabdi Setan (2017)
4.141.090
5
Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 2 (2017)
4.083.190
6
Ada Apa Dengan Cinta? 2 (2016)
3.665.509
7
Ayat-ayat Cinta (2008)
3.654.777
8
My Stupid Boss (2016)
3.052.657
9
Danur: I Can See Ghost (2017)
2.736.157
10
Ada Apa dengan Cinta? (2002)
2.700.000
Jumlah Penonton (orang) Sumber: filmindonesia.or.id. Diakses November 2017.
MENGENAI PASAR BIOSKOP DI INDONESIA
Saat ini, jaringan bioskop di Indonesia didominasi oleh satu perusahaan besar yaitu PT Sejahtera Raya Nusantara (Subentra Nusantara) sejak tahun 1990 (Sen, 2012). Perusahaan tersebut mengontrol dua jaringan bioskop besar: Studio 21 and Empire XXI.
12
KAJIAN
136 bioskop
Jumlah bioskop dalam jaringan Studio 21 & XXI
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
31
4-6
Jumlah sebaran bioskop di seluruh Indonesia
dari setiap bioskop yang ada
kota
layar/ studio
Pada tahun 2006 mulai muncul jaringan bioskop CGV Blitz yang beroperasi di Jakarta lalu merambah ke kota besar lain. Selanjutnya, pada tahun 2014 jaringan bioskop Cinemaxx juga lahir dan bergerak melebarkan studionya ke beberapa kota di Indonesia. Ketiga jaringan bioskop tersebut (XXI, CGV Blitz dan Cinemaxx) saat ini menguasai pasar film bioskop.
MENGENAI PENONTON BIOSKOP INDONESIA
18
7
Jumlah penonton yang pergi ke bioskop secara teratur di Indonesia
Jumlah penonton bioskop dibandingkan dengan total jumlah penduduk Indonesia
juta
persen
13
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
KAJIAN
0,24
1,49
2,72
Indeks konsumsi film di Indonesia
Indeks konsumsi film di Jepang
Indeks konsumsi film di India
persen
persen
persen
MENGENAI SALURAN (OUTLET) MENONTON FILM DI INDONESIA
Secara tradisional, saluran konsumsi film di Indonesia dilakukan pertama-tama melalui bioskop, kemudian diturunkan / dikonversi menjadi hiburan rumah seperti DVD, Bluray, unduh, rental, televisi berbayar dan televisi gratis. Eksklusivitas film di bioskop menciptakan waktu jeda (window time) yang cukup panjang antara pemutaran di bioskop dan pemutaran di media lain sehingga penonton bersedia membayar untuk menonton di bioskop. Namun, kebiasaan tersebut kini telah berubah. Penonton sekarang dapat mengakses film yang sama melalui berbagai media pada waktu yang hampir bersamaan. Di Indonesia, media yang
tersedia kini mencakup layanan internet berbayar, saluran televisi berbayar, DVD/ VCD, bioskop alternatif, festival film, program televisi gratis, teknologi peer sharing dan situs web tidak berbayar. Fenomena ini mendorong terjadinya fragmentasi khalayak. Terdapat tiga perspektif untuk mempelajari fragmentasi khalayak. Pertama, pendekatan mediacentric berusaha untuk mengetahui jumlah total penonton dari berbagai produk atau saluran. Kedua, pendekatan user-centric berusaha untuk mengetahui pilihan media dari tiap konsumen media. Ketiga, pendekatan audience-centric meneliti fragmentasi berdasarkan data pelacakan piranti lunak tertentu (Webster and Ksiazek, 2012: 39). Secara sederhana, penelitian ini menggunakan pendekatan kedua.
FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPUTUSAN MEMILIH FILM
Thurau et al. (2001) mengajukan model untuk menjelaskan faktor-faktor yang menentukan keberhasilan inovasi jasa, dalam hal ini film bioskop. Ia membangun modelnya berdasarkan ulasan literatur. Ada tiga faktor utama menurut Thurau, yaitu sifat film, kualitas struktur, dan komunikasi yang berkaitan dengan film. Sifat film
14
KAJIAN
mencakup genre dan simbolisasi. Kualitas struktur ditentukan oleh orang yang terlibat (bintang film, sutradara, produser), biaya, asal negara, durasi, bahasa. Faktor ketiga, komunikasi berhubungan dengan iklan, publisitas, ulasan film, penghargaan dan komunikasi dari mulut ke mulut.
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
KERANGKA KONSEP KEBERHASILAN FILM BIOSKOP
Variabel Situasional
Sifat Layanan
Komunikasi
Pencarian Kualitas Semu
Komunikasi Penyedia Jasa
Keputusan Beli Konsumen
Kualitas Pengalaman
Komunikasi dengan Konsumen lain dan Agensi Bisnis
Kepuasan Konsumen
Sumber: Thurau (2001)
Variabel Pemasaran lain Biaya
Keuntungan
Pendapatan
Variabel Pemasaran Lain : Distribusi, Penetapan Harga, Penentuan Waktu
Selebihnya, penelitian yang dilakukan oleh Dyna Herlina (2012) di Yogyakarta juga mengungkapkan faktor-faktor yang memengaruhi keputusan konsumen memilih film di bioskop. Faktor tersebut yakni:
Komunikasi Pemasaran: iklan (poster, baliho, televisi), cuplikan film (website, televisi)
Sumber informasi netral: berita, sinopsis (website, koran, majalah), ulasan film (koran, majalah, website, radio) dan word of mouth (pembicaraan langsung, jejaring sosial, forum perbincangan di internet).
Karakteristik film: informasi genre (website, aplikasi, koran, majalah), sutradara (nama sutradara, popularitas dan kualitas), karya saduran (remake, komik, serial televisi, novel), sekuel, genre (drama, laga, horror), asal negara (Indonesia, Korea, Hollywood), aktor (nama, popularitas), produksi ulang, rumah produksi (major studio, independent distributor).
15
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
KAJIAN
Konten: alur, lokasi, akting, musik, cerita, objectionable content, teknologi (animasi, efek visual, 3D)
9 Faktor Terpenting Pemilihan Film oleh Penonton Indonesia Berdasarkan Penelitian oleh Dyna Herlina S (2012, 2013)*:
Kemudahan: jadwal pemutaran (koran, website, aplikasi) dan judul.
6 Faktor Terpenting Pemilihan Film oleh Penonton Indonesia Berdasarkan Penelitian Saiful Munjani Research and Consulting (Oktober 2015)*:
Sinopsis dan ulasan film
Cerita
Nama sutradara dan aktor / aktris
Nama sutradara dan aktor / aktris
Genre
Genre
Film adaptasi atau bukan (buku,
Film adaptasi atau bukan (buku,
novel, kisah nyata, dll.)
novel, kisah nyata, dll.)
Alur cerita
Word-of-mouth
Sumber informasi netral (teman /
Trailer
keluarga, situs ulasan film, wordof-mouth, dll.) Jadwal pemutaran Efek visual
16
Konten sensitif
KAJIAN
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
KENDALA TERBESAR INDUSTRI PERFILMAN INDONESIA
1. Fragmentasi Penonton Film Pada saat ini, khalayak media mengalami proses fragmentasi (Webster and Ksiazek, 2012: 39). Khalayak tidak lagi dengan mudah dibagi berdasarkan segmentasi demografis, geografis, dan psikografis. 2. Fragmentasi Saluran Menonton Film Selain medium legal yang makin bervariasi (bioskop, televisi kabel berbayar, situs web streaming dll), jalur
illegal juga marak dan merajalela (DVD gelap, situs web bajakan dll). 3. Minimnya Ketersediaan Data Hingga saat ini, belum ada data yang memadai untuk mengukur dan memahami proporsi dan kecenderungan penonton mendapatkan dan mengkonsumsi film di tiap saluran. Fragmentasi pasar film di Indonesia belum terpetakan.
KESIMPULAN:
•
Perlu dikembangkan penelitian yang dapat mengetahui proporsi (outlet) yang dipilih penonton dalam menonton film, faktor apa saja yang memengaruhi penonton dalam memilih film, dan segmen apa saja yang terbentuk. Tujuan penelitian adalah untuk memberikan data dasar yang dapat digunakan oleh praktisi film dalam memahami pasar penonton film di Indonesia. Data ini dapat
digunakan untuk menyusun strategi produk, distribusi, dan promosi agar sebuah judul film dapat diminati oleh penonton film nasional. •
Perlu dilakukan penelitian eksploratif dengan pendekatan kualitatif untuk menangkap kompleksitas faktor yang memengaruhi proses keputusan pemilihan film di bioskop.
17
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
KAJIAN
METODE PENELITIAN
P
enelitian ini dikerjakan dengan metode penelitian campuran, khususnya metode triangulasi. Untuk menjalankan hal ini, maka akan dipilih metode triangulasi sekuensial. Peneliti menggunakan metode kuantitatif yang kemudian diikuti oleh metode kualitatif dengan penekanan pada metode kuantitatif, sedangkan metode kualitatif digunakan untuk memperdalam dan memberikan konteks pada temuan kuantitatif (Morgan, 1998 dalam Sale et al. 2002: 49).
RUMUSAN MASALAH: Pertanyaan yang hendak dijawab oleh penelitian ini
1
Proporsi saluran (outlet) film yang dipilih oleh konsumen dalam menonton?
2
Faktor yang memengaruhi keputusan penonton dalam memilih film?
3
Segmentasi penonton bioskop yang terbentuk berdasarkan faktor tersebut?
BATASAN PENELITIAN:
Jaringan XXI
• • • •
CGV Blitz
Cinemaxx
Penelitian dilakukan di tiga kota: Jakarta, Bandung dan Surabaya. Bioskop yang digunakan dalam penelitian ini adalah bioskop Jaringan 21, Cinemaxx, dan CGV Blitz. Perinciannya: Jakarta (Jaringan XXI, Cinemaxx, CGV Blitz), Bandung (Jaringan XXI, CGV Blitz), Surabaya (Jaringan XXI dan CGV Blitz) Konsumen film yang disurvei adalah pengunjung bioskop Jaringan 21, Cinemaxx, dan CGV Blitz. Periode survei penelitian: Oktober hingga November 2016
18
KAJIAN
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
a. METODE KUANTITATIF
Metode pengambilan data kuantitatif yang dipilih adalah survei dengan angket tertutup. Angket ini dikembangkan dari penelitian serupa yang pernah dilakukan oleh Dyna Herlina S (2012) ditambah dengan masukan dari pengelola bioskop dan tim peneliti.
Alat pengambilan data kuantitatif dibagi menjadi 3 bagian, yaitu sebagai berikut. 1. Blok 1 mengenai karakteristik demografis responden. 2. Blok 2 mengenai pilihan saluran (outlet) menonton film oleh responden 3. Blok 3 mengenai faktor yang digunakan dalam menentukan keputusan memilih film di bioskop.
RANGKUMAN PENYEBARAN RESPONDEN
Keterangan
%
XXI
Cinemaxx
CGV Blitz
Jumlah
70%
15%
15%
100%
60%
840
180
180
1.200
Jakarta
15%
255
0
45
300
Bandung
25%
425
0
75
500
Surabaya
100%
1.520
180
100%
2.000
Penguasaan Pasar Nasional Konsentrasi Penonton
Total Responden
Kota
METODE ANALISIS DATA
Data kuantitatif yang terkumpul dianalisis menggunakan beberapa metode sebagai berikut. 1. Blok I dan Blok II diolah menggunakan teknik deskriptif kuantitatif 2. Blok III diolah menggunakan teknik analisis faktor dan segmentasi.
Semua teknik analisis kuantiatif dilakukan dengan piranti lunak SPSS 21.0. Data dari blok III diolah dengan Exploratory Factor Analysis (EFA).
19
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
KAJIAN
b. METODE KUALITATIF
Tahap kedua penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan perbincangan kelompok terfokus (Focus Group Discussion / FGD). Peserta perbincangan kelompok terfokus didapatkan melalui responden yang ditemui oleh surveyor yang bertemu di lapangan saat membagikan kuesioner. Setiap
surveyor diminta untuk mendapatkan dua hingga tiga responden yang bersedia menjadi peserta. Meski telah menyatakan kesediaan, tidak semua responden hadir pada saat pelaksanaan yang dilakukan serentak di tiga kota. Di masing-masing kota diselenggarakan dua diskusi secara berurutan dengan peserta masing-masing sebanyak lima hingga tujuh orang.
RANGKUMAN RESPONDEN FGD
Kota
Jumlah Responden
Tanggal Interview
Usia Responden
Stastus Pekerjaan
Jakarta
16
27 NOV 2016
20-21 tahun
Mahasiswa & Profesional Muda
Bandung
11
27 NOV 2016
Surabaya
13
27 NOV 2016
Total
60
Tahap analisis data kualitatif: transkripsi, analisa konten (indeksasi, penyimpanan, pengambilan, dan intrepretasi), penulisan laporan (Bloor, 2002: 59).
20
KAJIAN
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
Kuantitatif
|
Kualitatif
21
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
KUANTITATIF
K
2.000
uesioner dibagikan kepada 2.000 responden. Responden harus mengisi sendiri pertanyaan dari kuesioner yang telah disiapkan oleh Tim Penyusun. Dari 2.000 kuesioner yang terkumpul, terdapat 1.970 kuesioner yang dinyatakan sahih untuk diolah lebih lanjut.
responden Jumlah responden yang terlibat
KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN JENIS USIA
18-22TH 23-27TH
Detil Informasi: 38 Tahun: 7% 28-32TH
33-37 Tahun: 7%
17TH 33-37TH
28-32 Tahun: 11%
38
TH
23-27 Tahun: 22% 18-22 Tahun: 40% 17 Tahun : 13%
KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN PENDIDIKAN ( SEDANG ATAU SUDAH SELESAI )
1%
3%
33%
59%
6%
SMP
SMP
SMA
S1
S2
22
ANALISIS
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
KARAKTERISTIK FREKUENSI MENONTON FILM INDONESIA DALAM SATU BULAN TERAKHIR
85%
9%
3%
TIDAK MENJAWAB
1-2 kali
2%
3-4 kali
5-6 kali
1%
> 6 kali
KARAKTERISTIK RATA- RATA PENDAPATAN PENONTON DALAM SATU BULAN TERAKHIR
Detil Informasi: > 9 juta: 7% 7-9 juta: 5% 5-7 juta: 6% 3-5 juta: 25% 1-3 juta: 18% < 1 juta : 30% Tidak Menjawab: 9%
23
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
ANALISIS
PERSENTASE SALURAN
Salah satu konsekuensi semakin luasnya pertumbuhan digital media adalah terjadinya fragmentasi penonton. Fragmentasi penonton menawarkan metode-metode baru untuk memahami fenomena ini, dan dugaan mengenai konsumsi media di masa depan mengenai loyalitas penonton dan perhatian publik melalui digital media.
INTERNET BERBAYAR
TELEVISI BERBAYAR
41.6%
54.2%
58.2%
45.7%
Penggunaan Internet Berbayar:
Penggunaan Televisi
Tidak: 1.146 (58,2%)
Berbayar / Berlangganan:
Ya: 820 (41,6%)
Tidak: 45,7%
Tidak menjawab: 3
Ya: 54,2%
Definisi Layanan Internet Berbayar: Netflix, HBO Demand, Google Play atau Itunes.
MEDIA PORTABLE DVD/VCD
Penggunaan Media Portable:
24
58%
Tidak: 41,9%
41.9%
Tidak menjawab: 2
Ya: 58% Definisi Media Portable: DVD/VCD, Blue Ray, dan HD DVD
ANALISIS
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
BIOSKOP ALTERNATIF
FESTIVAL FILM
23%
16%
76.8%
83.8%
Penggunaan Bioskop Alternatif:
Penggunaan Festival Film:
Tidak: 1.512 orang (76,8%)
Tidak: 1.650 (83.8%)
Ya: 454 orang (23%)
Ya: 315 (16%)
Definisi Bioskop Alternatif: Kinosaurus,
Tidak menjawab: 5
Paviliun 28, Moviebox, Kinekuru, Wisma
Definisi Festival Film: Festival Film
Jerman, Goethe Institute, dll.
Indonesia, Singapore Media Fest, dll.
PROGRAM TELEVISI
85.7% 14.2% Penggunaan Program Televisi: Tidak: 280 (14,2%) Ya: 1.688 (85,7%) Definisi Program Televisi: Bioskop Trans TV, Big Movies Global TV dll.
25
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
ANALISIS
PEER SHARING
WEBSITE TIDAK BERBAYAR
17.2%
52.8%
82.8%
47.2%
Penggunaan Peer Sharing:
Penggunaan Situs Web Tak Berbayar:
Tidak: 1.631 (82,8%)
Tidak: 929 (47,2%)
Ya: 338 (17,2%)
Ya: 1.040 (52,8%)
Tidak menjawab: 1
Definisi Situs Web Tak Berbayar: ganool.tv,
Definisi Peer Sharing: Bittorent, The Pirate
nontonfilm323.com, dll.
Bay, dll.
FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPUTUSAN BERDASARKAN SURVEI*:
1. Komunikasi Pemasaran:
4. Genre: Genre website, genre
poster film, baliho, dan iklan
koran, genre aplikasi, genre
televisi
koran, genre majalah
2. Informasi: Sinopsis website,
5. Sutradara: nama sutradara,
Sinopsis koran, Sinopsis
popularitas sutradara
majalah, ulasan koran, ulasan majalah, dan ulasan radio 3. Word of Mouth: rekomendasi teman, sosial media, dan
26
1
2
6. Sekuel 7.
Genre yang disukai: horor, drama, laga
forum
ANALISIS
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
8. Asal Negara: Hollywood dan
12. Konten yang dihindari:
Korea
kekerasan, seks
9. Popularitas pemain film
13. Konten: animasi, efek visual, tiga dimensi
10. Karya adaptasi: novel dan 14. Jadwal: hari libur, malam
serial
libur, jadwal koran, jadwal 11. Konten: alur, lokasi, akting,
web, jadwal aplikasi
musik.
*Nilai KMO Bartlett 0.801
SEGMENTASI PENONTON
Melalui analisis kluster dapat diidentifikasi dua segmen penonton bioskop:
64.2% 35.8% Kluster 1: 1.224
Kluster 2: 683
Terdapat tiga faktor yang paling membedakan kedua kluster berikut yaitu: ulasan koran, genre majalah, dan ulasan majalah. Secara sederhana, segmen responden kluster 1 adalah pembaca media massa konvensional (koran dan majalah) yang lebih intensif daripada kluster 2.
27
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
ANALISIS
KUALITATIF
P
erbincangan kelompok terfokus (FGD) dilakukan dengan melibatkan 40 penonton film dari ketiga kota yang disurvei. Keempat puluh peserta perbincangan secara demografis sama dengan responden survei. Berikut adalah rangkuman demografis dari para responden: • • • •
Rata-rata usia Tingkat pendidikan Tingkat ekonomi Status pekerjaan
40
penonton Jumlah responden yang terlibat
: umur 23-32 tahun : SMA – S1 : menengah bawah (<5 juta rupiah / bulan). : Mahasiswa – Pekerja Baru.
Faktor terpenting dalam memilih kegiatan menonton film:
1 Waktu
2 Uang
3 Aspek Sosial (Jalan-jalan, kencan, dll.)
STRATEGI PEMUTUSAN PILIHAN FILM:
28
ANALISIS
EVALUATIF Apakah biaya yang dikeluarkan (waktu dan uang) sepadan dengan apa didapat (hiburan atau renungan)? Contoh: Film horor Indonesia dinilai buruk karena tidak memberi hasil / nilai yang sepadan.
menurut mereka film tersebut akan bisa ditonton di situs internet atau televisi jika dibandingkan dengan film-film Hollywood, yang dipersepsi akan kehilangan kualitas tontonannya di layar yang lebih kecil dan tata suara yang lebih sederhana.
KOMPARATIF Apakah menonton film di bioskop lebih baik daripada menonton film di media (televisi, komputer, tablet, ponsel) atau saluran lain (saluran televisi, situs streaming, layanan berbayar, mengunduh berkas, dll.) pada waktu yang ditentukan? Film Indonesia, bagi sebagian penonton, tidak terpilih dalam strategi ini karena
ANTISIPATIF Apakah alur cerita yang diantisipasi sepadan dengan hasil yang didapat? Film Indonesia dipersepsikan tidak memberikan nilai yang sepadan karena alur cerita, nilai produksi, dan pengalaman menonton dianggap tidak sebagus film Hollywood yang mampu memberikan wawasan dan kualitas yang lebih bagus.
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
Temuan dalam perbincangan dengan penonton akan dikelompokkan ke dalam ketiga tema tersebut secara berurutan di bawah ini:
FRAGMENTASI Film Indonesia dipersepsikan tidak cukup menarik bagi penonton dikarenakan mereka merasa film Indonesia dalam beberapa bulan saja sudah dapat ditonton di televisi, dan pilihan saluran menonton film cukup banyak dan bisa diakses sesuai kehendak penonton.
PENCARIAN INFORMASI Dalam hal informasi, film Indonesia kalah bersaing dengan film Barat karena pencaritahuan informasi susah didapat. Ulasan dari wartawan dan kritikus tidak banyak, tidak cepat, tidak lengkap, dan tidak mudah dicari.
WAKTU DAN HARGA TIKET Film atau kegiatan menonton film Indonesia dipersepsikan tidak sebanding dengan jumlah uang dan waktu yang harus dikeluarkan.
29
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
ANALISIS
30
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
31
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
Poin 1 Kegiatan menonton semakin terpecah ke banyak saluran, dengan peringkat sebagai berikut:
Program Televisi Gratis
Televisi Berbayar
Website Gratis
Bioskop Alternatif
Peer Sharing
Festival Film
Layanan Internet Berbayar
Poin 2 Terdapat 44 faktor yang diperhatikan oleh konsumen sebelum memilih film. Faktor tersebut dikelompokan menjadi empat belas faktor berikut:
Komunikasi Pemasaran (poster film, baliho, iklan televisi)
32
K E S I M P U LA N
Informasi
Word of Mouth
Genre
Sutradara
(sinopsis website, sinopsis koran, sinopsis majalah, ulasan koran, ulasan majalah, ulasan radio)
(rekomendasi teman, sosial media, forum)
(genre website, genre koran, genre aplikasi, genre koran, genre majalah)
(nama sutradara, popularitas sutradara)
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
Sekuel
Konten (alur cerita, lokasi, akting, musik) alur cerita / konten adalah faktor terpenting yang dijadikan indikator dalam memilih film
Genre yang disukai
Asal Negara Pembuat Film
(horor, drama, laga)
(Hollywood, Korea Selatan)
Konten yang dihindari
Konten lainnya
Jadwal
(animasi, efek visual, tiga dimensi)
(hari libur, malam libur, jadwal koran, jadwal web, jadwal aplikasi).
(kekerasan, seks)
Popularitas pemain film
Karya adaptasi (novel dan serial)
Poin 3 Terdapat 2 kluster (dua segmen penonton bioskop) yang terpicu oleh ketersediaan sumber daya, yaitu UANG dan WAKTU:
Kluster 1 berjumlah 1.224 (64.2%)
Kluster 2 berjumlah 683 (35.8%)
Kluster ini mempertimbangkan media massa konvensional (koran dan majalah) dalam mencari informasi
Kluster ini bergantung kepada media digital
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
33
K E S I M P U LA N
34
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
35
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017
36
B E K R A F LA P R I S E T S E G M E N TA S I D A N P E N G A M B I LA N K E P U T U S A N P E N O N TO N F I L M 2017