Majalah Edisi 11 - OKTOBER 2016/Th.23
Majalah Edisi 10 - MARET 2016/ Th.23
AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
SURAT KEPUTUSAN (SK) REKTOR No. 1014/TAHUN 1993 ISSN: 0853-8883 Pelindung: Rektor Universitas Islam Riau Penasehat: Wakil Rektor III Univ. Islam Riau Dewan Pertimbangan: Supriyadi,M.Pd, Zainul Ikhwan, S.P, Saepudin S.P., M.Si, Ida Rifda S.P., M.Si, M. Badri S.P, M.Si, Sobirin Zaini, S.Pi, H. Abdul Hamid, S.P, M.Si, Suhendri, S.E, Wahyu Awaludin, S.H, Saipul Bahri Pakpahan, S.E Dewan Redaksi: Muhtarom, S.Sos, Julisman, S.Pd, Desi Sommaliagustina, S.H, M.H, Abdul Hamid Nasution S.Pdi, Puput Jumantirawan, Agung S.T Pemimpin Umum : Dede Mutiara Yaste Sekretaris Umum : Laras Olivia Pemimpin Redaksi : Dede Mutiara Yaste Redaktur: Laras Olivia Mulya Jamil Widya Septyati Redaktur Pelaksana Majalah : Sustriyanto Redaktur Online Sofiah Perwajahan : Ade Kurniawan Siregar Fotografer: Sustriyanto Reporter: Seluruh Pengurus dan Kru Magang Pemimpin Usaha : Ade Kurniawan Siregar Manajer Keuangan : Sofiah Iklan dan Sirkulasi : Seluruh Pengurus dan Kru Magang
Penerbit: Media Mahasiswa AKLaMASI Universitas Islam Riau. Alamat: Jl Kaharuddin Nasution No 113 Kampus Darussalam Marpoyan PekanbaruRiau 28284. Gedung Sekretariat Kegiatan Mahasiswa Lt.3 HP: 081266804556 / 087790318595 Email: aklamasiuir@gmail.com Website: www.aklamasi.net Facebook: Aklamasi Uir Twitter/ Instagram: @aklamasiuir Percetakan: (Isi di luar tanggung jawab percetakan).
2
AKLaMASI - EDISI 11 -11 OKTOBER 2016 AKLaMASI - EDISI - OKTOBER 2016
BAHARA
Laporan Utama 6-10
Tumpang Tindih Administrasi Beasiswa
Desain Sampul:
Tahun ini UIR menerima surat edaran dari Dikti pada 20 April, total kuotanya 154 untuk BBM dan PPA. Anggaran kuota tahun 2016 lebih banyak diberikan oleh Kopertis ke UIR dibandingkan tahun sebelumnya, namun anggarannya masih sama.
Ade Kurniawan Siregar Tata Letak isi:
Ardian Pratama Dede Mutiara Yaste
Perjalanan 13-15
Dari KontraS,
Kepada Mahasiswa, Untuk Masyarakat
Cawan - 5 Opini - 16 Pemuncak - 18 Data Pemuncak - 19 Fotografi - 20 Almamater - 22
Tahun ini merupakan ajang SeHAMA ke-8, dimana akan ada 29 mahasiswa se-Indonesia yang terpilih, termasuk saya. SeHAMA merupakan pendidikan HAM yang dirancang oleh KontraS khusus mahasiswa dari seluruh Indonesia. Pendidikan ini bagian dari pengembangan wacana HAM, sebagai bentuk kepedulian mahasiswa di tengah lingkungan sosialnya.
English Flash - 23 Munawwarah - 28 Tamu - 29 Resensi - 34 Sastra - 36 Kolom Alumni - 38 Senggang - 39
Feature 24-26
PELABELAN:
SEBUAH DISKRIMINASI ETNIS Budi hanya sebagian kecil orang Indonesia, yang secara personal mengalami diskrimasi. Majalah Historia, sebuah majalah sejarah populer, nomor 10 tahun 2013, mengangkat laporan utama persoalan Tionghoa yang dijadikan sampul majalah, dengan judul Jejak Naga di Nusantara.
Redaksi menerima tulisan berupa surat pembaca, opini, cerpen, puisi, esai, rilis berita, atau liputan juga kritikan dan saran untuk AKLaMASI dari pembaca. Kirimkan ke kantor redaksi atau melalui, e-mail: aklamasiuir@gmail.com Redaksi berhak menyunting selama tidak mengubah maksud tulisan. Tulisan yang masuk jadi hak milik redaksi.
DARI REDAKSI
AKLaMASI GANTI NAKHODA
Dok. AKLaMASI
MUSYAWARAH REDAKSI: Pengurus, Kru , Magang dan Almuni Media Mahasiswa AKLaMASI Universitas Islam Riau (UIR) melakukan musyawarah Laporan Pertanggungjawaban program kerja pengurus lama dan memilih pengurus baru periode 2016-2017, di Aula Gedung Sekretariat Mahasiswa lantai empat, (14/08/2016).
Assalamualaikum wr, wb.. Salam kebenaran!
A
lhamdulillah, rasa syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, atas kuasa-Nya kita masih bisa menikmati segarnya air dan panasnya api. Redaksi mengucapkan selamat datang kepada kawan-kawan baru yang resmi diterima di Universitas Islam Riau (UIR) pada tahun ajaran 2016/2017. Juga redaksi mengucapkan selamat dan sukses untuk wisudawanwisudawati UIR periode ketiga 2016. Redaksi ingin mengabarkan pada pembaca semua, bahwasannya pada 14 Agustus lalu, AKLaMASI adakan
musyawarah redaksi (Musred) yang sempat tertunda sejak Mei lalu. Musred merupakan agenda tahunan untuk pemilihan pengurus baru. Saat itu, terpilihlah Dede Mutiara Yaste sebagai Pemimpin Umum (Pemum) sekaligus Pemimpin Redaksi (Pemred) untuk periode 2016-2017. Menggantikan Wahid Irawan (Pemum) dan Tahnia Dwi Sari (Pemred) periode 2015- 2016. Tahniah Dede. Kita berharap, dengan terpilihnya Dede Mutiara Yaste sebagai pimpinan, bisa membawa AKLaMASI menjadi media mahasiswa yang lebih baik, ber-
prestasi dan aktif dari periode sebelumnya. Bisa memperbaiki segala kesalahan di periode lampau. Selalu ada perubahan-perubahan positif di setiap kepengurusan. Tegas dan harus berani. Pembaca setia, selain di majalah, redaksi juga menyuguhkan berita-berita penting seputar kampus dan rubrik lainnya di website aklamasi.net dan juga di-share di akun Facebook: Aklamasi Uir. Sila kunjungi dan share ya. Oh iya, AKLaMASI juga punya akun Instagram lho, follow ya @aklamasiuir. Pada edisi 11 ini, redaksi mengangkat soal tumpang tindih administrasi beasiswa BBM dan PPA pada rubrik Laporan Utama. Kemudian ada ulasan mengenai Laporan Investigasi pada Rubrik Laporan Khusus. Juga ada menyajikan Fotografi mengenai Festival Budaya Pacu Jalur di Kuantan Singingi-Riau. Masih banyak sebenarnya yang kami tulis, namun ada baik pembaca langsung saja membaca lembar demi lembar yang kami sajikan. Semoga pembaca suka dan membantu dalam menambah wawasan. Jika ada terdapat kekeliruan, redaksi mohon maaf. Silahkan kirimkan kritik dan sarannya ke Kantor Redaksi AKLaMASI, di gedung Sekretariat Mahasiswa lantai 3, atau via email: aklamasiuir@gmail.com. Sekian dulu, sampai jumpa pada edisi 12 yaa.. Red. Wassalamualaikum, Wr, Wb.. Berpikir Merdeka, Menulis Merdeka!
KARTUN
“NABI BARU�
Karya: Ade Jek Manual Sketching on HVS 2016 AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
3
EDITORIAL
beasiswa di uir, minim sosialisasi
B
easiswa merupakan bantuan pendidikan bertujuan untuk meringankan biaya kuliah mahasiswa. Beasiswa dapat diberikan oleh lembaga pemerintah, perusahaan ataupun yayasan.
quran 20 Juz dan Hafiz Al-quran 30 Juz. Namun, sosialisasi tentang beasiswabeasiswa tersebut nihil. Contoh saja, di website tidak ada—uir.ac.id. Buka saja website uir, di home pada kolom akademik, terdapat bagian informasi khusus beasiswa. Setelah mengarahkan kursor dan klik beasiswa, akan ditampilkan tanggal update, judul beasiswa, isi beasiswa dan byline yang kosong. Tanggal update menunjukkan pada 09 Juli 2015 dan sekarang sudah satu tahun lebih, tak ada sedikit pun tampilan website penjelasan informasi tentang beasiswa. Padahal website, merupakan hal yang sering diakses oleh orang-orang jika ingin mengetahui informasi. Namun sayangnya, UIR tak benar-benar mengoptimalkan kegunaannya.
Di Universitas Islam Riau (UIR) tercatat lima sumber beasiswa yang pernah disalurkan ke mahasiswa, yaitu dari Pemerintah Pusat, Pemeriintah Provinsi Riau (Pemprov Riau), Pendidikan Tinggi (Dikti)- Kopertis Wilayah X, Supersemar dan Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI). Semua sumber beasiswa tersebut tentulah ada syarat dan ketentuan yang harus dipengaruhi calon penerimanya. Pemerintah Pusat salurkan beasiswa Bidikmisi. Bidikmisi adalah bantuan untuk lulusan SMA sederajat yang sudah lulus di universitas dan calon mahasiswa tersebut tidak mampu atau miskin. Sama halnya dengan Pemerintah Pusat, Pemprov Riau juga salurkan Bidikmisi ke UIR, namun hanya untuk mahasiswa Program Studi (Prodi) Teknik Perminyakan dan jurusan Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol). UIR yang tergabung dalam Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah X berpusat di Padang, Sumatera Barat, juga mendapat jatah bantuan bea-
siswa. Ada dua jenis beasiswa yang diberikan, yaitu Bantuan Biaya Miskin (BBM) dan Penunjang Prestasi Akademik (PPA). Lalu, pernah ada beasiswa Supersemar yang berasal dari Yayasan Supersemar yang didirikan oleh mantan presiden Indonesia, Soeharto. Tapi tidak rutin disalurkan ke UIR. Beasiswa dari YLPI ada dua, pertama untuk mahasiswa Hafiz Al-
UIR tidak memiliki aturan khusus dalam pengelolaan beasiswa yang disalurkannya. Baik dari segi sosialisasi maupun pendistribusiannya. Beasiswa diinformasikan lewat surat edaran dari universitas yang langsung ditujukan ke pimpinan fakultas. Setelah itu akan turun ke Kaprodi masing-masing fakultas. Terakhir, Kaprodi yang menentukan mahasiswa calon penerima beasiswa. Usulan dari pihak Prodi tiap fakultas tidak akan ditanyakan lagi kelayakannya.â–ĄWidya Iklan
4
AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
Grafis: Dede Mutiara Yaste
CAWAN
NOMOPHOBIA,
WAJAR TAPI TAK NORMAL Oleh: Sustriyanto
Redaktur Pelaksana AKLaMASI
P
ernahkah kalian merasa hampa saat smartphone habis baterai, tertinggal atau habis paket internet? Atau mungkin gelisah saat tak update status dan upload foto di media sosial dalam satu hari? Hati-hati, mungkin kalian terjangkit nomophobia. Menilik aktivitas sehari hari. Hampir setiap orang—terutama remaja dan dewasa—ketika berkegiatan selalu bertemankan smartphone. Mulai bangun tidur, makan, bahkan belajar tak lepas-lepas dari benda elektronik tersebut.
karena kita hidup di era generasi Y. Generasi Y atau biasa disebut dengan Gen Y merupakan generasi yang sangat techn-minded dan berinteraksi lebih banyak melalui gadget. Apalagi didukung layanan-layanan yang serba online—informasi yang begitu cepat. Sehingga semakin sulit lepas darinya—smartphone. Seorang yang Nomophobia sebenarnya hanya ingin peroleh kepuasan dan kemudahan dari gadget yang ia miliki. Contohnya belanja online—beri kepuasan dan kemudahan dalam berbelanja.
Mungkin perilaku itu disebabkan teknologi dari hari ke hari makin berkembang. Vendor-vendor smartphone yang berlomba-lomba sajikan produk murah nan berkualitas. Akibatnya, kita semakin dimanja dan ketergantungan.
Rata-rata pelaku belanja online mengatakan lebih menghemat waktu serta tenaga. Perusahaan jual beli online pun semakin banyak dan produk yang ditawarkan jauh lebih murah dan lengkap dibandingkan perusahaan yang serupa di ‘dunia nyata’.
Nomophobia ialah efek dari ketergantungan terhadap smartphone yang mempengaruhi tingkah laku, seperti menolak lepas dari si telepon pintar. Pertanyaannya, apakah wajar kita mengidap Nomophobia?
Pelayanan jasa online—di beberapa kota besar di Indonesia, sudah mulai banyak bermunculan selain jual beli, seperti ojek dan taxi online.
Nomophobia atau no-mobile-phonephobia adalah sindrom ketakutan jika tidak miliki atau tak dapat mengakses telepon genggam. Istilah ini muncul oleh YouGov pada 2010 di Britania Raya, saat meneliti tentang kegelisahan yang dialami pengguna telepon genggam. Menemukan bahwa pengguna telepon genggam cenderung tak nyaman ketika kehilangan telepon genggamnya, kehabisan baterai dan pulsa atau berada di luar jaringan. Menurut saya, seseorang dikatakan wajar ketika mengidap Nomophobia—
Game online, ternyata juga salah satu alasan seseorang tak bisa terlepas dari smartpone-nya dan mengidap Nomophobia. Ketergantungan game online sebabkan seseorang menjadi terlalu sering berkutat dengan smartphone mereka. Terlalu sering membuka atau menutup smartphone sekadar melihat perkembangan game yang sedang dimainkan. Dari sekian alasan itu, ternyata masih ada alasan paling mendasar untuk jadikan seseorang Nomophobia, ialah takut kehilangan informasi. Media sosial misalnya. Banyak informasi kini diperoleh dari status jaringan media sosial. Contoh sederhananya adalah saat kita menunggu informasi
tentang perkuliahan hari ini, biasanya didapat dari teman yang terhubung dengan media sosial. Atau dengan media sosial mungkin hanya sekadar mencurahkan isi hati, memamerkan foto terbaru dan lainnya—yang hal tersebut merupakan ciri dari generasi Y. Kembali pada pernyataan saya— bahwa Nomophobia itu wajar. Mengingat bahwa kita hidup di era generasi Y dengan segala layanan yang serba online. Meski begitu, sebenarnya Nomophobia itu tak normal. Terlalu sering berkutat dengan smartphone akan berpengaruh pada aktivitas sosial. Membuat kita menjadi kurang peduli dengan lingkungan sekitar, terlalu sibuk dengan urusan gadget. Juga berakibat pada interaksi yang kita lakukan pada orang lain, yaitu secara tatap muka. Kita akan jarang bertemu karena sudah berinteraksi melalui media sosial. Dari segi kesehatan, sebagaimana dilansir dalam dokter.id, Nomophobia dapat berpengaruh pada kesehatan. Smartphone yang digunakan secara berlebihan dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan seperti kanker, carpal tunnel sindrom dan gangguan syaraf pusat. Juga sudah banyak kasus terjadinya kecelakaan yang berhubungan dengan penggunaan ponsel saat berkendaraan. Jadi kesimpulannya adalah gunakan smartphone secara bijak. Punya Nomophobia itu memang wajar tapi juga tak normal. Jangan membiasakan perbuatan-perbuatan yang wajar, tetapi biasakanlah melakukan perbuatan-perbuatan yang normal, karena perbuatan wajar belum tentu itu normal.□ AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
5
a
LAPORAN UTAMA
Foto: Dede Mutiara Yaste
TUMPANG TINDIH,
administrasi Beasiswa Laporan: Dede Mutiara Yaste
Dari total 145 kuota beasiswa BBM dan PPA yang tersedia, 25 formulir PPA sudah dipisahkan BKA terlebih dahulu dengan tujuan membantu keluarga UIR. Formulir tersebut diberikan kepada beberapa karyawan yang memiliki anak berkuliah di UIR. Selebihnya diserahkan pada masing-masing pimpinan fakultas, dan kemudian dieksekusi ketua program studi untuk menentukan mahasiswa yang berhak menerima beasiswa tersebut.
6
AKLaMASI -- EDISI AKLaMASI EDISI 11 11 -- OKTOBER OKTOBER 2016 2016
S
IANG itu jam menunjukan pukul 13.50, tepat pada batas penyerahan syarat beasiswa 28 April 2016. Ruang Badan Kemahasiswaan dan Alumni (BKA) dipenuhi beberapa mahasiswa calon penerima beasiswa. Mereka datang dengan beberapa kertas dalam map biru dan kuning di tangan. Map biru berisikan syarat beasiswa Bantuan Biaya Miskin (BBM) dan dalam map kuning untuk beasiswa Penunjang Prestasi Akademik (PPA). BBM dan PPA merupakan bantuan biaya pendidikan dari Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) dan disalurkan melalui Kopertis wilayah X yang berkantor pusat di Padang, Sumatera Barat. Universitas Islam Riau termasuk salah satu perguruan tinggi yang tergabung dalam Kopertis wilayah X tersebut. BBM diberikan untuk mahasiswa yang terbilang kurang mampu dengan prestasi gemilang. Kemudian, PPA untuk mahasiswa yang betul-betul memperoleh nilai akademis tinggi. Persyaratan masingmasing tidak berbeda jauh, hanya terletak pada surat keterangannya saja. Penerima beasiswa PPA harus melampirkan surat keterangan penghasilan orangtuanya. Sedangkan BBM membuat surat keterangan tidak mampu (SKTM). Kedua surat samasama diperoleh dari kelurahan masingmasing daerah tempat tinggal penerima beasiswa. Di ruangan tersebut ada Amris, Kepala BKA, dibantu satu karyawan sibuk mengecek kelengkapan persyaratan yang diserahkan mahasiswa padanya. “Berdoa saja, semoga beasiswa ini cair,” ujar Amris setiap kali usai mengecek. Usai lakukan cek data, mahasiswa saling bergantian keluar masuk ruangan BKA yang mulai padat. Beberapa mahasiswa menunggu di depan pintu sembari sesekali memantau ke dalam. Ada juga yang sibuk dengan memeriksa kelengkapan persyaratan masing-masing, baik di tangga, beranda serta parkiran depan ruangan BKA. Ada yang sendiri maupun berkelompok dengan beragam ekspresi dan ocehan. Beberapa dari mahasiswa mengantri dengan tenang, panik, dan ada juga yang terlihat mengatur napas usai terburu-buru datang ke BKA. Hingga pukul 16.30, ruangan BKA masih terus didatangi mahasiswa dari berbagai fakultas. Sementara beberapa mahasiswa lain yang melewati ruangan dan gedung itu tampak heran dan penasaran. Bahkan ada yang langsung menanyakan pada mahasiswa yang tengah mengantri.
Tidak semua mahasiswa mengantri dapat beasiswa, ada yang hanya sekadar menemani temannya saja. Seperti Dame, mahasiswa semester empat Program Studi (Prodi) Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi (Penjaskesrek) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), yang hanya membantu temannya menyiapkan berkas persyaratan. Namun ia juga mengeluhkan mahasiswa yang layak menerima beasiswa di Prodinya. “Di Penjas yang dapat rata-rata mereka atlet semua, kami mahasiswa yang biasa-biasa saja walau miliki Indeks Prestasi Komulatif (IPK) di atas 3.00 tidak dapat,” ungkapnya. Di antara calon penerima beasiswa itu, tidak terlihat Nikmal, padahal ia sudah mendapat formulir. Namun, saat mempersiapkan syarat beasiswa, formulirnya tidak ditandatangani Muspita. SEHARI sebelumnya, Nikmal, mahasiswi semester enam Prodi Seni Drama Tari dan Musik (Sendratasik) FKIP UIR, mendatangi Muspita di ruangannya—yang saat itu menjabat Wakil Dekan III FKIP—dengan membawa formulir PPA, akan meminta tanda tangan Muspita sebagai pengesahan syarat beasiswa. Saat itu, Muspita tampak kebingungan. Ia mempertanyakan darimana Nikmal peroleh formulir tersebut. Karena menurut Muspita, jatah kuota yang dianggarkan untuk Prodi Sendratasik oleh pihak fakultas sudah ditentukan sebanyak dua orang. Dengan sedikit terbata-bata, Nikmal mengatakan bahwa formulir tersebut diperolehnya dari Ulil—salah seorang pegawai Tata Usaha (TU) FKIP. “Kamu siapanya Pak Ulil?” tanya Muspita. “Saya saudaranya Pak,” jawab Nikmal terus terang. Muspita menyarankan Nikmal melapor terlebih dahulu ke Kepala Prodi (Kaprodi) Sendratasik, untuk memastikan formulir yang diperoleh tersebut disahkan atau tidak. “Seharusnya formulir itu dikumpulkan ke Kaprodi dulu, baru ke WD III. Kalau datang sendiri-sendiri seperti itu, semua orang bisa,” ungkap Muspita tegas. Usai diminta Muspita untuk mengkonfirmasikan soal formulir tersebut, Nikmal bergegas meninggalkan ruangan. Di luar ruangan Kru AKLaMASI sempat meminta nomor teleponnya, dan ia berikan. Saat dikonfirmasi terkait Nikmal, Yahya Erawati—Kaprodi Sendratasik menjelaskan memang pernah ada mahasiswa yang menjumpainya untuk minta tanda
tangan formulir beasiswa dan itu hanya sekali sewaktu Yahya berada di Lembaga Penjamin Mutu (LPM) Pendidikan UIR, namun yang dimaksud Yahya adalah mahasiswa bukan mahasiswi. “Saat saya tanyakan dapat formulir darimana, mahasiswa tersebut bilang dari TU. Saya lupa nama pegawainya siapa, karena pada saat itu saya sibuk dengan berkas-berkas saya juga. Saya kurang tahu juga itu soal Nikmal,” terangnya. Yahya membenarkan bahwa kuota untuk Prodi Sendratasik dapatkan beasiswa hanya dua orang. Terdiri dari PPA dan BBM. “Kami dari Prodi melihat dan memperhatikan calon penerima, tidak hanya kurang mampu tapi juga melihat IPK serta loyalitasnya terhadap kampus, seperti mengikuti kegitan kampus selain belajar,” jelas Yahya. Lalu Yahya menuturkan cerita pencariannya terhadap mahasiswa yang berhak menerima beasiswa. Pernah ada mahasiswa semester empat yang mengadu pada nya mengenai kondisi salah seorang temannya. “Orangtua mahasiswa ini tidak mampu, bapaknya sudah tidak ada, dan ibunya penjual koran. Selama ini, uang kuliahnya ia peroleh dari sumbangan teman-temannya. Setelah saya melihat sendiri, mahasiswa tersebut berhak menerima bantuan beasiswa. Juga satu lagi, setelah melalui penilaian yang dibantu oleh dosen, maka ada satu lagi mahasiswi yang termasuk berhak menerimanya,” tutur Yahya. Menyangkut formulir yang didapat Nikmal, Ulil Syafri—Karyawan TU— saat dijumpai di meja kerjanya, membantah keterangan yang diberikan Nikmal tersebut karena ia tak mengenal Nikmal. Ulil mengakui dapat formulir PPA dari pihak BKA, namun ia berikan pada saudaranya, seorang mahasiswa bukan mahasiswi yang berkuliah pada salah satu Prodi di FKIP. “Mungkin yang dimaksud bukan Ulil tapi Dahmayulis SE, karena orang sering manggil dia Uli,” terang Ulil. Saat dikonfirmasi, Dahmayulis SE yang akrab dipanggil Uli juga membatah keterkaitannya dengan Nikmal. Ia mengaku tidak pernah mengurus atau mendistribusikan beasiswa kepada siapapun di FKIP. Mencoba melakukan verifikasi lebih lanjut pada Nikmal soal pegawai TU FKIP yang disebutnya tersebut. Melalui via phone namun tak dijawab Nikmal. Juga mencoba menjumpainya di fakultas, namun ia menghindar dan tidak mau berkomentar. AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
7
LAPORAN UTAMA
KUMPULKAN persyaratan, Amris tengah sibuk cek satu per satu data mahasiswa penerima beasiswa di ruangan BKA (28/04) di Gedung Sekretariat Mahasiswa UIR lantai 1. Foto: Sofiah
TIDAK hanya Prodi Sendratasik, Muspita juga menghadapi kasus yang sama dari Prodi Penjaskesrek. Mahasiswa yang datang minta tanda tangan Muspita, juga tidak ditandatangani dan menyarankan hal yang sama dengan Nikmal, yaitu menjumpai Kaprodinya terlebih dahulu. “Biasanya ada pemberitahuan dari Prodi ke saya, ada mahasiswa sekian, mohon tandatangani. Saya ingin informasi yang pastinya, kalau dua ya dua, jangan lebih,” ungkapnya. Muspita mengatakan setiap mahasiswa yang datang meminta tanda tangan di luar dari yang ditetapkan, haruslah melapor ke Kaprodi masing-masing terlebih dahulu. Lalu, setelah disahkan maka akan ditandatanganinya. Jika ia tetap menandatangani formulir yang tidak jelas datangnya tersebut, maka menurutnya administrasi beasiswa akan tumpang tindih, karena pihak Prodi sudah diberikan kewenangan untuk menentukan siapa yang berhak menerima. Kaprodi pun dalam menentukan calon penerima tidak sendirian, ia akan dibantu dosen dan mahasiswa. Muspita menghimbau pihak terkait, untuk melakukan administrasi dengan tuntas.
8
AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
Jika kuota yang diberikan ke FKIP hanya 16 mahasiswa melalui pimpinan fakultas, maka jangan sampai keluar lagi dari tempat atau pihak lain. “Itu tidak bersih namanya. Jadi kalau seperti ini, saya tanyakan ke mahasiswa yang bersangkutan, dapat dari mana formulirnya. Susah dia menjawabnya kan seperti Nikmal tadi,” jelas Muspita sambil tertawa simpul di balik meja kerja dengan berkas bertumpuk. Kejadian tidak transparan seperti itu diakui Muspita hampir tiap tahun terjadi di FKIP dan dari berbagai Prodi. Muspita menyarankan jika ada yang ingin menitipkan mahasiswa calon penerima beasiswa agar dimasukkan dalam kuota, sampaikan saja dengan baik-baik. “Misalkan anaknya berkuliah di Penjas, maka langsung saja titipkan ke Prodi Penjas tersebut. Kasih tahu Kaprodinya ‘Tolong anak saya’ dalam tanda kutip, sehingga formulir beasiswa tersebut tetap keluar dari Prodinya,” ujar Muspita. Jika ada mahasiswa yang memperoleh formulir beasiswa dari pihak di luar Prodi, mungkin langsung dari BKA, karena di sanalah sumber informasi beasiswa
didapatkan. Muspita juga berencana akan melakukan konfirmasi ke pihak BKA, mengenai total kuota yang sebenarnya untuk FKIP. Ia berharap jika ada titipan, bagusnya langsung ke Prodi, supaya jelas dan hal tersebut tidak terjadi lagi. “Kalau misalnya saya tanda tangani, maka besokbesok akan terjadi lagi. Kalau ada yang marah sama saya, silahkan marah. Tidak apa marah sekali, asalkan ke depannya lebih baik dan transparan lagi,” tuturnya. Muspita juga mengungkapkan bahwa pemberitahuan beasiswa baru diterima dua hari yang lalu, sedangkan pengumpulan persyaratan tersebut pada 28 April, esok hari. “Mahasiswa belum sempat diseleksi, tiba-tiba waktunya habis,” tutupnya. Saat dikonfirmasi mengenai mahasiswa FKIP yang mendapatkan formulir di luar Prodi, Amris membenarkan masalah tersebut. Ia mengatakan bahwa memang ada formulir yang diasingkan untuk para pegawai kampus yang anaknya kuliah di UIR. Sekitar 25 formulir ia pisahkan di luar kuota untuk setiap fakultas. “Tujuannya membantu keluarga UIR dan juga pihak fakultas untuk salurkan
beasiswa ke mahasiswa. Dimana, 25 kuota itu diberikan untuk setiap pegawai yang anaknya berkuliah di UIR. Jadi kami menyalurkan lebih awal dan sisanya itu ditargetkan untuk masing-masing fakultas,” terangnya. Usai dibagikan ke fakultas-fakultas, masing-masing pihak Prodi yang akan mencari siapa mahasisawa yang berhak menerima. Namun, menurut Amris, kuota yang diberikan tersebut masih belum terpenuhi oleh pihak fakultas. Beasiswa untuk anak pegawai UIR sendiri itu tidak ada. “Misalnya anak saya kuliah di UIR kemudian dapat beasiswa, hal seperti itu tidak ada. Namun, yang ada hanyalah keluarga yayasan (YLPI) saja, itu namanya beasiswa khusus,” terang Amris. SEBANYAK 25 formulir yang dipisahkan tersebut ialah formulir untuk beasiswa PPA. Karena yang dibantu tersebut anak pegawai UIR, tidak mungkin yang diberikan BBM. Karena pegawai tersebut hanya perlu mengeluarkan slip gaji untuk memenuhi persyaratan dan bukan surat keterangan tidak mampu. Setiap tahun selalu ada formulir yang dipisahkan, namun akan didistribusikan kepada orang yang berbeda menurut periode beasiswa tersebut, satu orang satu semester. Jika dilihat berdasarkan prestasi akademik, mahasiswa yang memiliki IPK meningkat tahun berikutnya, akan dapat lagi beasiswa yang sama. Contohnya seperti semester ini memiliki IPK 3,20 dan semester depan dapat 3.50. Tapi kalau turun, tidak bisa mendapat beasiswa lagi untuk periode selanjutnya. Soal penyebaran informasi beasiswa, Amris mengatakan sengaja tidak dipublikasikan atau diumumkan ke mahasiswa. “Misalnya Fakultas Psikologi total mahasiswanya 600, sedangkan kuota yang diberikan hanya 16, takutnya para dosen dikejar-kejar mahasiswa dan mereka mengeluh ke saya; bapak hanya berikan 16 orang, saya yang dikejar-kejar ratusan mahasiswa jadinya,” tutur Amris. “Kami inginnya, tapi pihak fakultas harus juga mau, tapi kami juga belum sosialisasikan. Jadi gini, setiap mahasiswa harus ditanyakan terlebih dahulu, kamu mau beasiswa? Kalau mau, lengkapi dulu persyaratannya dan kasih sama kami, dan formulirnya kami tahan dulu. Namun sekarang ini, biasanya pihak fakultas hanya menanyakan kamu mau beasiswa, kalau mau ini formulirnya dan lengkapi ya,” tutur Amris. UNIVERSITAS Islam Riau tidak memiliki aturan khusus dalam pengelolaan
MENGANTRI mahasiswa penerima beasiswa tengah menunggu di depan pintu ruangan BKA di Gedung Sekretariat Mahasiswa UIR untuk mengantarkan persyaratan beasiswa pada Amris, (28/04). Foto: Sofiah
beasiswa yang disalurkan pihak pemberi beasiswa. Baik dari segi sosialisasi maupun pendistribusiannya. Yang ada hanya menetapkan jumlah kuota per fakultas saja. Beasiswa diinformasikan lewat surat edaran dari universitas yang langsung ditujukan ke pimpinan fakultas. Setelah itu akan turun ke Kaprodi masingmasing fakultas. Terakhir, Kaprodi yang menentukan mahasiswa calon penerima beasiswa. Usulan dari pihak Prodi tiap fakultas tidak akan ditanyakan lagi kelayakannya. Terkait sosialisasi beasiswa tidak diumumkan di setiap majalah dinding (mading) atau website, Amris beralasan karena kuota sedikit. “Seperti di FKIP, jumlah kuota hanya 16 orang namun mahasiswa beribu-ribu orang. Mungkin kalau ada 100 kuotanya, masih bisalah diumumkan di mading atau website. Ada sesuatu yang perlu kita jaga. Jika kita umumkan, maka ada baiknya dan ada juga buruknya. Bukannya kami tidak mau diklaim oleh mahasiswa, makanya kami serahkan ke pihak fakultas untuk mencari calon-calon
penerima beasiswa tersebut,” ungkapnya. PROSEDUR standar yang harus dilakukan pihak universitas apabila ingin mendapatkan beasiswa untuk mahasiswanya dari pemberi beasiswa, yaitu harus melaporkan hasil belajar mahasiswa yang mendapat beasiswa sebelumnya dengan tuntas. Sedikit saja terjadi kesalahan, akan sulit beasiswa tersebut didapatkan kembali. Tiap tahun, UIR memiliki beberapa macam beasiswa dari berbagai sumber yang akan didistribusikan kepada mahasiswa. Begitu menurut Nurman, Wakil Rektor (WR) I Bidang Akademik UIR saat dijumpai di ruangannya. Mengenai beasiswa yang dijatahkan untuk pegawai UIR oleh BKA, menurut Nurman, diberikan langsung kepada karyawan maupun dosen yang anaknya kuliah di UIR. “Persoalan pendistribusian beasiswa kepada anak karyawan UIR tidaklah menjadi masalah, tidak semua pegawai UIR itu mampu ekonominya,” katanya.□ AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
9
LAPORAN UTAMA
LAMBATNYA DISTRIBUSI, JADI KENDALA PEMENUHAN SYARAT Laporan: Dede Mutiara Yaste tersebut, biar langsung menandatangani buku tabungannya masing-masing. Sekalian mengecek persyaratannya, apa sudah sesuai atau belum,” katanya. Namun masalah buku tabungan yang dikirim ke UIR, harus dikembalikan ke Dikti, meski tidak terpakai semuanya. “Jadi jika hanya terpakai 127 maka sisanya 27 harus dikembalikan. Jika tidak dikembalikan, maka kami akan dituntut oleh Kopertis wilayah X. Maka kami sampaikan ke pihak fakultas agar mahasiswa yang bersangkutan langsung mengantarkan, biar langsung bisa menandatangani buku tabungan BTN ini,” terang Amris. Waktu pengumpulan berkas penerima beasiswa dari dikti tersebut paling lambat sekitar tanggal 30 April, dan UIR melakukan penutupan berkas pada 28 April 2016.
C
ALON penerima beasiswa yang sudah mendapatkan formulir, namun tidak menyerahkan syaratnya dengan lengkap, namun sudah diisi, maka tidak bisa digantikan dan terpaksa dibatalkan. Amris menerangkan, syarat penerima beasiswa diseragamkan untuk tahun 2016 yaitu IPK penerima BBM batasnya 2,75 dan PPA 3.00. Apabila mahasiswa hanya memenuhi batas saja, tetap diterima. Semua fakultas dapat, kecuali Fakultas Agama Islam (FAI), karena FAI berada di bawah naungan Kementerian Agama bukan Dikti. Tahun ini UIR menerima surat edaran dari Dikti pada 20 April, total kuotanya 154 untuk BBM dan PPA. Anggaran kuota tahun 2016 lebih banyak diberikan oleh Kopertis ke UIR dibandingkan tahun sebelumnya, namun anggarannya masih sama. Amris memprediksi, jika surat pemberitahuan adanya beasiswa diedarkan pada Jumat pagi (22/04), dan berharap bahwa Sabtu (23/04) sudah tiba di tangan mahasiswa tiap fakultas. Sehingga pada Minggu (24/04) bisa dibaca mahasiswa, apakah yang harus diurus terlebih dahulu. Menurutnya, persyaratan yang diminta secara keseluruhan tidak terlalu sulit. Banyak mahasiswa yang mengeluhkan persoalan formulir yang lambat diterima. “Keterlambatan tersebut mungkin karena
10
AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
Foto: Sofiah
saya langsung memberikannya ke Dekan, lalu masing-masing dekan buat surat dulu ke WD III, selanjutnya WD III membuat surat ke Prodi masing-masing, sehingga prosesnya agak lama,” terang Amris. Berdasarkan data yang diterima dari Amris, total yang mengembalikan sebanyak 127 formulir yang terdiri dari 63 BBM dan 64 PPA dari semua fakultas. Masalah banyaknya formulir yang tidak dikembalikan ke BKA, Amris mengatakan mungkin kesulitan mahasiswa dalam memenuhi surat-surat keterangan penghasilan dan tidak mampu serta keterangan dari fakultas. Karena jika masalah Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) itu sifatnya permanen, tidak perlu diurus lagi. Periode 2016, mahasiswa calon penerima beasiswa BBM maupun PPA mengantarkan formulir beasiswa langsung ke BKA. Berbeda dari tahun sebelumnya, mahasiswa hanya menyerahkan syarat beasiswa melalui pihak fakultas, lalu, di BKA hanya mengambil buku tabungan. Amris mengatakan saat ini buku tabungan dibuat oleh Bank Tabungan Negara (BTN) cabang Padang karena pihak yang memberikan beasiswa yaitu Kopertis Wilayah X dan sudah bekerjasama dengan BTN. “Kopertis meminta untuk dibuat langsung di sana, jadi untuk membuatnya setiap mahasiswa wajib mengantarkan kepada kami persyaratan beasiswa
BEBERAPA hari usai pengumpulan syarat beasiswa, formulir beasiswa tersebut masih tertumpuk di atas meja Amris. Terlihat juga buku tabungan BTN yang masih bersisa, Amris mengatakan jumlah kuota yang diminta dan yang menyerahkan tidak sesuai. Ia sudah meminta izin atas keterlambatan mengirimkan formulir tersebut ke Kopertis di Padang karena beberapa kendala. Amris mengatakan keterlambatan tersebut karena harus mendata satu-satu nama calon penerima beasiswa dan juga menunggu proses penandatangan formulir asli oleh rektor. “Jadi, jumlah kuota yang masuk sama yang dianggarkan, seperti di Pertanian sekian dan yang mengembalikan hanya sekian, dan hal yang seperti itu masih belum kami data,” tuturnya. Buku tabungan BTN yang tidak terpakai akan dikembalikan ke Kopertis. Sedangkan formulir beasiswa yang tidak dikembalikan para mahasiswa tidak bisa dikembalikan, karena sudah dicoret masing-masing mahasiswa. Formulir yang tidak dikembalikan tepat pada waktu penyerahan akhir sudah dicoret. Formulir tersebut akan hangus dan tidak bisa digantikan mahasiswa lain. Amris juga ceritakan, ada salah seorang mahasiswa datang pada batas pengumpulan formulir ke padanya, 28 April. Mahasiswa tersebut mengatakan padanya bahwasannya ia tidak bisa melengkapi persyaratan beasiswa, karena baru dapatkan formulirnya satu hari sebelum batas pengumpulan persyaratan.□
AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
a
PERJALANAN
Dok. Pribadi
Dari KontraS, Kepada Mahasiswa, Untuk Masyarakat Laporan: Ardian Pratama
“Kita harus lebih takut pada rasa takut itu sendiri, karena rasa takut menghilangkan akal sehat dan kecerdasan kita.”
- Munir Said Thalib -
12
AKLaMASI -- EDISI AKLaMASI EDISI 11 11 -- OKTOBER OKTOBER 2016 2016
15
P
ada 28 juli, Haris Azhar, Koordinator Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), mengeluarkan sebuah testimoni ke publik melalui laman Facebook KontraS. Testimoni itu dipublikasi empat jam sebelum eksekusi terpidana mati kasus penyelundupan Narkoba skala besar, Freddy Budiman. Haris Azhar ungkapkan pertemuannya dengan Freddy di Lapas Nusa Kambangan pada 2014 silam. Freddy bercerita banyak mengenai penangkapan dan keterlibatan aparatur negara dengan dirinya kepada Haris. “Saya bukan bandar, saya adalah operator penyeludupan Narkoba skala besar. Kalau saya ingin selundupkan narkoba, saya tentunya acarain (atur) itu, saya telepon polisi, BNN (Badan Narkotika Nasional), Bea Cukai dan orang-orang yang saya telpon itu semuanya nitip (menitip harga). Menurut Pak Haris, berapa harga (modal) Narkoba yang saya jual di Jakarta yang pasarannya 200.000 – 300.000 itu? Hanya 5000 perak,” terang Freddy pada testimoni tersebut. Freddy melanjutkan lagi. “Dan kenapa hanya saya yang dibongkar? Ke mana orang-orang itu. Dalam hitungan saya selama beberapa tahun kerja menyeludupkan narkoba, saya sudah memberi uang 450 Miliar ke BNN. Saya sudah kasih 90 Milyar ke pejabat tertentu di Mabes Polri. Bahkan saya menggunakan fasilitas mobil TNI bintang 2, di mana si jendral duduk di samping saya ketika saya menyetir mobil tersebut dari Medan sampai Jakarta dengan kondisi di bagian belakang penuh barang narkoba. Perjalanan saya aman tanpa gangguan apapun.” Testimoni tersebut membuat institusi terkait kebakaran jenggot. Haris Azhar pun dilaporkan atas pencemaran nama baik. Tapi, KontraS tak tinggal diam. Mereka mengajak masyarakat untuk menyuarakan pembongkaran kasus tersebut melalui testimoni itu. Sehingga muncullah gebrakan #SayaPercayaKontraS, yang mana hashtag itu merupakan pendekatan sosial yang diambil KontraS kepada masyarakat untuk mendukung pernyataan Haris Azhar. KontraS sendiri merupakan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang berfokus pada kasus-kasus pelanggaran HAM yang ada di Indonesia. Dimana mereka menangani masalah penculikan dan penghilangan orang secara paksa serta menangani berbagai bentuk kekerasan (oleh negara). Organisasi ini dibentuk semasa pemerintahan otoritarian masih berkuasa. Selain akronim, KontraS bermakna “Kontra Soe-
harto”, yang saat itu menjadi simbol kekuasaan orde baru.
langsung pada permasalahan dan prakteknya.
Perjalanan KontraS tak pernah semulus jalan di Perumahan Cendana. Banyak tekanan dan ancaman pernah mereka alami, entah itu pesan singkat atau pesan “berat”. Puncaknya ialah ketika Said Munir Thalib—pendiri KontraS, diracun ketika ia mengudara ke Belanda pada 2004 silam. Hingga saat ini kasus itu masih mandek. Sejak itu KontraS aktif berkobar mengkampanyekan penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang tak kunjung selesai.
Seperti yang kami lakukan di Gereja Katedral Jakarta, pembelajaran kebebasan beragama dan hak atas suatu keyakinan kami dengarkan langsung dari pengalaman Satrio Abdillah Wirataru selaku badan pekerja KontraS yang menggarapi kasus-kasus kekerasan terhadap kaum minoritas. Ia paparkan bahwa keyakinan merupakan suatu hak yang tak bisa diganggu oleh individu ke individu, apalagi negara. Di sana kami langsung berinteraksi dan mendengar langsung bagaimana kaum minoritas sering mendapat pembedaan perlakuan.
Pada tahun 2009, KontraS telah menggagas sebuah program pendidikan di bidang HAM. Program itu bertajuk SeHAMA (Sekolah Hak Asasi Manusia Untuk Mahasiswa). SeHAMA merupakan pendidikan HAM yang dirancang oleh KontraS khusus mahasiswa dari seluruh Indonesia. Pendidikan ini bagian dari pengembangan wacana HAM, sebagai bentuk kepedulian mahasiswa di tengah lingkungan sosialnya. Menempatkan mahasiswa tidak sekadar agen perubahan sosial, namun dengan daya intelektualitasnya mampu memajukan peradaban bangsa yang berprinsip pada nilai-nilai demokrasi dan HAM. Tahun ini merupakan ajang SeHAMA ke-8, dimana akan ada 29 mahasiswa seIndonesia yang terpilih, termasuk saya. Sejak 2009, program SeHAMA berjalan tanpa ada suatu kehebohan. Ajang tahunan itu kini menjadi lebih bombastis dari biasanya. Badan pekerja KontraS juga mengeluarkan tenaga lebih untuk tahun ini—tentunya dari testimoni itu. Dari Pekanbaru, saya menuju Jakarta pada 30 juli. Saya tak sendiri, bersama seorang rekan asal Pekanbaru, saya datangi Wisma kontraS, tempat pemalaman selama pelatihan.
Kelas tak Biasa Esoknya, di Kedai Cikini—warung kopi klasik di Jakarta, KontraS membuka kelas pertama dengan santai, minum kopi dan musik. Nur Hidayati Direktur Eksekutif WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) dan Dewi Kartika Wakil Ketua Sekjen KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria), dirujuk sebagai pendidik dengan materi Hak atas Lingkungan Hidup dan Reforma Agraria. Saya ketahui akhirnya bahwa pelatihan ini bukanlah semacam pelatihan formal. Haris Azhar yang sering tampil di media saat itu, datang dan mengatakan lembaganya mengusung konsep pendidikan yang tak seperti biasanya, lebih tepatnya belajar
Pengenalan sejarah atas pelanggaran HAM masa lalu juga kami dapatkan langsung di Panti Jompo Waluyo Sejati Abadi, Jakarta Pusat. Kebanyakan penghuni panti jompo di sana adalah para korban pelanggaran HAM masa lalu, terkhusus tahun 1965/66. Para lansia (lanjut usia) banyak cerita bagaimana negara menghilangkan hak-hak mereka sebagai warga negaranya. Seperti Lukas Tumiso (76) simpatisan PKI (Partai Komunis Indonesia) yang dikekang hidupnya selama empat tahun di penjara dan sepuluh tahun dibuang ke Pulau Buru, Maluku, tanpa pengadilan. Sampai sekarang pun negara belum melakukan pertanggung jawaban terhadap merekamereka yang tua itu. Kami juga belajar dan berdiskusi di Kedutaan besar Kanada dan Swiss, bagaimana menangani kasus-kasus pelanggaran HAM dan penyelesaiannya serta advokasi terhadap korban. Satu topik yang sering dibahas, yaitu hukuman mati. Banyak penelitian gagal menunjukkan adanya bukti yang meyakinkan bahwa hukuman mati membuat efek jera dan efektif dibanding jenis hukuman lainnya. Survei yang dilakukan PBB pada 1998 dan 2002 tentang hubungan antara praktek hukuman mati dan angka kejahatan pembunuhan menunjukkan, praktek hukuman mati lebih buruk daripada penjara seumur hidup dalam memberikan efek jera pada pidana pembunuhan. Dan acap kali vonis hukuman mati sering meyalahi aturan dan kesalahan penetapan tersangka. Seperti yang dialami Claude Jones, pria tak bersalah atas kasus pembunuhan. ia dituduh membunuh seorang pemilik kedai minum pada 1989 dan dieksekusi mati pada tahun 2000. lain lagi dengan Sakae Menda, pria asal Jepang yang diketahui tidak bersalah atas pembunuhan seorang pendeta dan istrinya setelah ia mendekam di penjara selama 34 tahun—menjelang eksekusi mati. AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
13
PERJALANAN
macam teori dan aplikasi, kami dibentuk per kelompok untuk investigasi. Kelompok ini akan melakukan peliputan investigasi dan membuat laporan serta menyusun draft advokasi yang bisa dilakukan. Saya mendapat kelompok yang akan bertugas di wilayah penggusuran lahan Muara Angke, Jakarta Utara. Saya juga diamanahkan sebagai ketua investigasi. Di dalam kelompok saya ada Geril, Ega, Novi, Sabri dan Rico. Kami berenam akan dibimbing oleh Fitri, seorang paralegal, yaitu pembantu pengacara yang berpraktik dan melayani klien dalam masalah hukum, ia hanya sebagai konsultan di bidang hukum. Selain bertugas di sana, Fitri juga merupakan korban penggusuran pada tahun 2012. Fitri memberikan kami semacam mini-tour di sana. Dari jalan sore itulah kami dapati ragam masalah yang cukup kompleks; tak adanya struktur RT/RW di sana, tak ada ganti rugi penggusuran, penyewaan rumah susun yang mahal (relokasi), terbatasnya jatah rumah susun, sampai susahnya mendapatkan air bersih. Untuk itu kami membuat job desk supaya memudahkan peliputan. Saya dan Geril bertugas melakukan wawancara dan mencari data fakta lapangan. Sabri dan Novi bertugas memetakan wilayah dan kondisi sosial masyarakat. Serta Ega dan Rico bertugas menganalisis data dan dokumentasi.
ROBOHAN RUMAH Bekas penggusuran pemukiman liar di Muara Angke, Jakarta Utara (13/08) Foto: Dokumen pribadi
Untuk itu pemerintah Kanada dan Swiss menghapuskan poin hukuman mati dari daftar hukuman mereka. Kebijakan yang mereka ambil untuk menggantikan hukuman setimpal adalah maksimal hukuman seumur hidup serta pelayanan sosial.
SeHAMA. Memang beberapa kali kelas digelar di kantor KontraS, namun proses pembelajaran tak kalah menarik di luar kantor.
Itulah segelintir kelas yang kami ikuti di
Setelah dua minggu dibekali berbagai
14
AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
Lakukan Investigasi
Poin utama yang menjadi permasalahan di Muara Angke adalah tempat tinggal. Banyak warga yang belum jelas data kependudukannya. Alasan penggusuran belum jelas. Menurut masterplan tata ruang wilayah provinsi DKI Jakarta, rencananya Muara Angke akan dijadikan pusat pengolahan ikan, yang diantaranya terdiri dari: pengeringan dan pengelolaan ikan, industri pengolahan ikan, pasar grosir, pelelangan ikan, dan perumahan percontohan nelayan. Hal itu jadi kontroversial di masyarakat. Niatan penggusuran dikaitkan dengan isu sering terjadinya banjir di daerah itu, namun semenjak penggusuran, banjir tak kunjung lenyap. Dan tak ada tampak pengolahan tanah untuk antisipasi banjir. Malah yang ada pembangunan perluasan industri perikanan dan pelabuhan. Masyarakat yang terkena gusur pun tidak mendapat ganti rugi, jikalau ingin tinggal di rumah susun pemerintah daerah, mereka harus menyewa. Jarang diantara mereka mengambil resolusi itu, karena tak ada biaya. Sehingga warga memban-
VISUALISASI PUISI Peserta SeHAMA8 menggelar aksi di Tugu Tani, Jakarta Pusat. (20/08) Foto: Dokumen pribadi
gun pemukiman liar kembali. Penulisan laporan pada kasus Muara Angke, selesai kami kerjakan selama empat hari dan dipresentasikan di kantor KontraS. Hasilnya cukup bagus menurut juri penilai—badan pekerja KontraS. Kami dinobatkan laporan investigasi terbaik ke-2 dari lima kelompok.
Aksi di Akhir Sesi Selama tiga minggu kami mengenal dan belajar HAM, kami juga diharuskan melakukan suatu aksi berupa kampanye penyadaran terhadap masyarakat. Seperti yang saya tulis sebelumnya, KontraS menginginkan mahasiswa tidak sekadar sebagai agen perubahan sosial namun juga dengan daya intelektualitasnya mampu memajukan peradaban bangsa. Untuk itu kami membuat persiapan dan konsep aksi yang akan dilakukan pada penutupan SeHAMA di hari ke-20. “Sudah puluhan tahun kasus-kasus pelanggaran HAM berat belum tuntas dibereskan. Untuk itu saya mengajukan konsep aksi Masih Berjuang, karena kita (mahasiswa) dan korban sampai saat ini masih berdiri untuk keadilan HAM,” seru
Adlun Fiqri, Mahasiswa Universitas Khairun Ternate. “Dan juga karena perjuangan itu sendiri belum selesai.” “Saya juga ingin kita adakan mimbar bebas, semacam panggung bebas. Jadi setiap kita bebas tampil di muka umum untuk menyampaikan pendapatnya,” tambah Gerry Pindonta Ginting, Mahasiswa Universitas Diponegoro. Banyaknya opsi yang terkumpul, membuat aksi itu menjadi semakin menarik, dan tentunya kami—peserta SeHAMA—antusias membuat persiapan; properti, strategi dan performa diri. Diketahui aksi itu nantinya akan dilaksanankan di Tugu Tani, Menteng, Jakarta Pusat. Esok, di Tugu Tani, Kepolisian Resor sudah berjaga di sekitaran. Membincang kepada kami untuk tidak membuat tindakan anarkis dan tidak mengganggu arus lalu lintas. Melalui Koordinator Aksi—Anggar, agar pihak kepolisian juga tidak menghalangi aksi, dan kesepakatan diterima. Kami berjajar di tepi bundaran sembari menggenggam karton yang ditulis besar #MasihBerjuang. Masing-masing
kepala dibaluti dengan perban yang tak terputus hingga ke kepala terakhir. Diam untuk beberapa waktu, menunggu respon masyarakat, dan dimulai dengan tampilan pertama orasi Kabut Asap oleh Latif asal Riau. Kemudian dilantunkan puisi Kau ini Bagaimana, atau Aku harus Bagaimana—Gus Mus—oleh Dan dari Banten, yang menyinggung para penguasa. Saya sendiri mendapat kesempatan ketiga untuk mementaskan teater puisi bersama Sabri. Tangan kiri saya memegang pisang yang ditancap setangkai pohon, serta dilumuri cairan merah— tampak darah. Sedang Sabri dilumuri di sekujur tubuh mendekap saya. Dimulai saya duduk di pinggir jalan, membaca puisi dan melangsungkan visualisasinya. Sabri tampil sebagai “negara”, tampak mengalir dengan gerakan saya, menghalangi dan menahan saya—pohon—untuk terus tumbuh ke atas. Pada akhirnya saya lepas dari cengkraman itu dan mencampakkan pisang itu ke jalan. Pohon pun bisa melawan dan terus tumbuh menentang hambatan, “Tapi, kami ingat. Kami tumbuh sebelum kau pernah berdiri.”□ AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
15
OPINI
MEDIA SOSIAL Foto: Istimewa
DAN OPINI PUBLIK Oleh Dr. Abdul Aziz, S.Sos., M.Si
M
edia Sosial (Medsos) adalah saluran pergaulan sosial di dunia maya (internet). Para pengguna (user) Medsos dapat berkomunikasi, berinteraksi, berkirim pesan, dan berbagi (sharing), serta membangun jaringan (networking). Sebagai salah satu media komunikasi, media sosial tidak hanya dimanfaatkan untuk berbagi informasi dan inspirasi, tapi juga ekspresi diri (Self expression), "pencitraan diri" (Personal branding), dan ajang ‘curhat’ bahkan keluh-kesah serta sumpah serapah. Social Media gantikan posisi media massa mainstream dan situssitus berita sebagai sumber informasi utama. Menurut hasil studi Pew Research Center seperti dikutip Journalists Resource, sebanyak 63% pengguna Facebook dan Twitter di Amerika Serikat mengakui, mereka dapatkan berita di jejaring sosial. Mereka melihat platform media sosial terpopuler setelah Facebook itu menjadi sumber berita. Studi terhadap publik di Indonesia juga menunjukan hasil serupa. Menurut hasil riset Edelman Trust Barometer 2016, media sosial dan mesin pencari (Google, Bing, Yahoo) kini jadi sumber informasi paling banyak digunakan publik di Indonesia dalam mencari berita, jauh tinggalkan televisi, koran dan majalah (www.romelteamedia.com). Lalu bagaimanakah tingkat kredibilitas atau keterpercayaan media sosial tersebut? Accuracy (Keakuratan) selalu muncul dalam teori-teori kredibilitas media. Akurasi merupakan faktor terpenting dalam kredibilitas media. Makin tidak akurat, maka kian tidak kredibel. Media cetak (koran, suratkabar, tabloid, majalah) memiliki tingkat akurasi lebih tinggi dibanding media online. Akurasi butuh proses. Di media cetak (printed media), berita tidak langsung dikonsumsi publik, tapi melalui proses editing, layout, proof reading, dan cetak sebelum menyebar. Bahkan, sering kali layouter turut tambahkan akurasi pemberitaan. Di media cetak, editing berita dilakukan secara berulang atau berlapis. Karena proses panjang itulah, me-
16
AKLaMASI- -EDISI EDISI11 11- -OKTOBER OKTOBER2016 2016 AKLaMASI
dia cetak lebih kredibel dari pada media online yang utamakan kecepatan dan sering kali abaikan akurasi. Tak jarang, media online menyebarkan berita palsu, hoax. Flanagin dan Metzger (2000) jelaskan, media konvensional (cetak) jalani proses verifikasi serta check and re-chek sebelum sampai ke publik. Media cetak mampu menyajikan berita lebih akurat, lengkap dan mendalam. Karena wartawan dan editor (Redaksi) memiliki waktu lebih panjang untuk cek kesalahan, akurasi, dan informasi latar (background information) untukkelengkapan berita. Disebabkan proses yang ‘rumit’, karya jurnalistik cetak lebih dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan (Kredibilitas dan akuntabilitas). Penggunaan bahasa jurnalistik diberlakukan secara ketat, karena keterbatasan halaman, space. Hal paling penting, media cetak memiliki keunggulan dalam pemenuhan etika jurnalistik banding media online. Media cetak dianggap lebih mampu mencegah informasi yang tidak etis. Fakta menunjukkan, media online sering utamakan kecepatan meski tidak akurat dan khususnya itu terjadi di Indonesia. Berorientasi trafik atau jumlah pengunjung (visitors) yang berakibat menggejalannya jurnalis mengumpan klik (click bait journalism). Efek terhadap Opini Publik Seperti halnya media massa konvensional, media sosial sudah barang tentu dapat memengaruhi pendapat si pengguna (user). Efek kognitif ini bisa jadi lebih tinggi ketimbang efek lainnya (afektif dan behavior). Namun efek terhadap pendapat pengguna ini lebih bersifat individual atau personal. Menurut Dan Nimmo, opini personal terdiri atas kegiatan verbal dan non verbal yang menyajikan citra dan interpretasi individual tentang objek tertentu. Biasanya dalam bentuk isu yang diperdebatkan orang. Opini dapat dinyatakan secara aktif maupun secara pasif atau latent. Proses terbentuknya opini publik sering dimulai dari opini personal meski
DEKAN Fakultas Ilmu Komunikasi UIR harus melalui proses bertahap (opini kelompok- opini massa). Tidak setiap opini personal bisa jadi opini publik. Opini publik adalah pendapat kelompok masyarakat atau sintesa sebuah pendapat dan diperoleh dari suatu diskusi sosial dari pihak- pihak yang miliki kaitan kepentingan. Dalam menentukan opini publik, yang dihitung bukanlah jumlah mayoritasnya (numerical majority), namun mayoritas yang efektif (effective majority). Subyek opini publik adalah masalah baru yang kontroversial, di mana unsur-unsur opini publik adalah: pernyataan yang kontroversial, mengenai suatu hal yang bertentangan, dan reaksi pertama atau gagasan baru. Apabila unsur-unsur ini dimiliki oleh konten media sosial, bisa saja informasi ini akan memengaruhiopini publik. Sungguh merupakan sikap yang arif, apabila kita sebagai user media sosial tidak mudah terpengaruh oleh isi media online. Penting juga kita menyadari bahwa sumber informasi bukanlah media sosial satu-satunya, tetapi kita harus senantiasa perkaya diri dengan sejumlah rujukan alternatif yang lebih kredibel baik dari segi medianya maupun narasumber informasinya. Lebih-lebih di kalangan para akademisi, kita sendirilah yang harus menjadi gate keeper untuk berbagaikonten media sosial dan senantiasa waspada dengan berbagai hoax yang mewabah di dunia maya. Bukan sebaliknya jadi provokator yang aktif, suka menghasut dan menghujat sesama anak bangsa. Allah berfirman: “Hai orang-orang beriman, jika datang ke padamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti. Agar kamu tidak menimpakan suatu musibah pada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS.49:6). Wallahualam.□
INVANSI
MEDIA SOSIAL
M
Foto: Istimewa
edia sosial sebagai penghubung komunikasi antara satu individu dengan individu lainnya, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok lainya. Media sosial menjadi alat komunikasi seseorang kepada seluruh manusia di seluruh penjuru dunia, baik untuk kepentingan pribadi, bisnis, politik dan kepentingan lainnya. Dalam media sosial, komunikasi dua arah menjadi sangat interaktif, hal ini yang mendasari banyaknya media massa kontemporer menggunakan media sosial sebagai media untuk mempromosikan dan membagikan link berbagai informasi, berita maupun hiburan yang baru dibahas, ditayangkan, ditulis oleh media massa kepada masyarakat luas. Media sosial sangat mudah diakses oleh siapapun dan di manapun, hanya menggunakan media elektronik yang terkoneksi ke jaringan internet, maka kita akan dapat dengan mudah mengakses media sosial apapun. Dalam satu genggaman kita akan mendapatkan jutaan bahkan tidak terhingga hitungan informasi yang didapat. Mahasiswa selaku agen perubahan, kontrol sosial yang menyuarakan kebenaran dengan cara melakukan demontrasi menuntut keadilan, perubahan dan kontrol terhadap pemerintah, akhir-akhir ini sering menggunakan media sosial sebagai media atau alat membagikan, memberitahukan dan untuk mendapatkan dukungan atas apa yang dilakukan dan disuarakan. Namun tidak sedikit yang menggunakan media sosial sebagai alat untuk berbuat kejahatan. Sangat banyak kita jumpai kasus-kasus kejahatan yang berawal dari media sosial, mulai dari
Zakaria Juniarto Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi
penipuan hingga kasus kriminal berat yang menghilangkan nyawa seseorang. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki masyarakat yang mayoritas berpendidikan rendah. Hal ini membuat negara Indonesia, terutama masyarakatnya dijadikan sasaran empuk oleh para pencipta atau penemu dan platform teknologi-teknologi terbaru seperti smartphone atau telpon pintar, yang mana setiap hari kita lihat di pasaran semakin banyak beredar. Berbagai merek dan teknologi canggih dengan beragam harga yang ditawarkan. Tanpa kita sadari saat ini masyarakat kita secara tidak langsung dijajah oleh bangsa asing dan kaum-kaum kapitalis melalui media sosial dengan cara menyebarkan trend-trend terbaru yang sangat menyimpang dengan budaya timur. Sehingga penggeseran budaya saat ini sangat terlihat jelas, terutama di kalangan remaja.
Akhir-akhir ini kita sangat banyak menjumpai foto-foto di salah satu media sosial (Instagram) yang sangat tidak pantas di lakukan oleh remaja-remaja timur, seperti foto coret-coret dan koyak-mengoyak baju yang dilakukan siswa-siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) ketika selesai menggelar Ujian Nasional (UN). Mereka melakukan hal tersebut hanya untuk mendapat pujian dan dibilang "hits" atau kekinian. Padahal hal tersebut merupakan contoh rusaknya moral bangsa yang ditularkan melalui media sosial, sehingga siswa-siswi, remaja di daerah lain meniru apa yang mereka anggap "kekinian". Contoh tersebut hanya sebagian kecil pengaruh dan invansi media sosial terhadap perilaku masyarakat, remaja-remaja di Indonesia untuk menghilangkan nilai-nilai Pancasila di kehidupan sehari-hari bangsa ke depannya, yang sengaja diciptakan oleh orang-orang atau penjajah yang ingin merusak moral bangsa Indonesia.â–Ą
AKLaMASI - EDISI 11 11 - OKTOBER 2016 AKLaMASI - EDISI - OKTOBER 2016
17
PEMUNCAK
BELAJAR
DAN BERORGANISASI Foto: Istimewa
Oleh: Sofiah
S
yabdan Dalimunthe mahasiswa Universitas Islam Riau (UIR) Fakultas Teknik (FT) Jurusan Teknik Informatika. Adalah pemuncak universitas tingkat fakultas. Indeks Prestasi Komulatif (IPK) 3,98. Menyelesaikan masa studi genap pada empat tahun. Ia adalah anak dari pasangan Agusman Dalimunthe dan Nur Kholimah. Berdarah Batak-Jawa. Keluarga tinggal di Aer Molek, Indragiri Hulu, Riau. Anak kedua dari dua bersaudara. Orangtua bekerja sebagai wirausaha. Berjualan pakaian dan buah-buahan. Latar belakang sekolah; Sekolah Dasar (SD) 004 Aer Molek, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 01 Aer Molek, dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Aer Molek dengan jurusan Teknik Komputer Jaringan (TKJ). Motivasi ia memilih jurusan tersebut ketika SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dengan jurusaan TKJ (Teknik Komputer Jaringan) mengenai hardware, dan dirasa sudah menguasainya, maka ia ingin mencoba software. “Orangtua saya dulunya menyuruh untuk memilih jurusan lain seperti akuntansi, matematika, namun sayanya waktu itu tidak ingin menjadi guru, dan saya juga kurang mahir di matematika,” tambahnya. Sekarang ia bercita-cita untuk menjadi dosen di UIR, dikarenakan adanya niat untuk melanjutkan studi. “Dapat tawaran dari rektor UIR, berupa surat rekomendasi, nantinya untuk melanjutkan studi ke Korea,” jelasnya. Selain belajar mendalami ilmu di kampus. Syabdan mengikuti beberapa organisasi di kampus, yaitu Himpunan Mahasiswa Teknik Informatika (Himatif), Forum Studi Islam Fakultas Teknik (FSI-FT), UKMI Al-Kahfi. Tujuan ia masuk organisasi, untuk membuka suatu potensi yang
18
AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
ada pada dirinya. Misalnya, yang tadinya tidak berani sekarang jadi berani. Dalam artian berani yang positif, berani untuk berbicara di depan umum. Semua punya potensi, tapi kalau hanya diam (Masuk kuliah terus pulang) itu yang menjadikan tidak tau. “Padahal sebenarnya kita bisa ini itu dan bla bla bla. Ketika masuk dan ikut dalam sebuah organisasi, jadi kita tau. Dan bisa melakukan yang kita bisa,” tegas Syabdan. Pengalaman berkesan selama di UIR ia ceritakan, ketika saya berada di organisasi, senior-senior yang berada di organisasi luar biasa. Mulai dari segi berkomunikasi, cara pandang, dan berfikirnya. Dari situ saya terkesan harus ikut organisasi. Ia utarakan harapannya, agar kita jangan hanya belajar di dalam kelas saja. Ikutlah berorganisasi. Karena dengan berorganisasi, bakal terbuka potensi diri kita. Tapi ingat ketika berorganisasi, bahwa tujuan awal kita kuliah. Itu adalah amanah yang penting. Dan jika diabaikan, maka tidak menutup kemungkinan selesai kuliahnya lama. “Saya teringat kata-kata senior, ‘Jika kalian ingin pulang ke rumah, jangan lurus saja, tapi lihatlah ke kanan dan ke kiri’ di situ saya simpulkan, bahwasannya jangan hanya belajar, coba ikutlah ini dan itu. Agar mengetahui sesuatu, bahwa kuliah ini tidak hanya sekadar di kelas. Tapi juga ada event-event lain. Selain itu ia juga mengutip tulisan dalam buku Ibrahim El-Fikih “Mereka yang berprestasi itu, tidak dapat mempertahankan prestasinya dengan cara yang sama,” Dari situ ia gali, bahwa memang benar, saat semester satu dan dua itu tidak sama. Dan harus mengubah cara-cara untuk mempertahankan prestasi. Ia memberikan tips, agar belajarlah yang kamu suka, karena jika kamu suka maka kamu akan belajar. Jangan lupa berdoa mulai dari diri sendiri dan juga doa orangtua.□
DATA PEMUNCAK PARA PEMUNCAK WISUDAWAN TINGKAT MAGISTER, FAKULTAS DAN UNIVERSITAS PADA WISUDA KE-70 DAN PASCA SARJANA KE-33 UNIVERSITAS ISLAM RIAU 24 SEPTEMBER 2016 PEMUNCAK UNIVERSITAS (PASCASARJANA) Nama: Darliati Tempat/Tanggal Lahir: Pekanbaru, 8 April 1990 NPM: 134220014 Program Studi: Manajemen Agribisnis IPK: 3,61 Predikat Kelulusan: Sangat memuaskan Nama Orangtua: Hj. Arli Berti, S.Pd
FAKULTAS HUKUM Nama: Luki Andriantoni Tempat/Tanggal Lahir: Tenggarong, 10 Mei 1995 NPM: 121010256 Program Studi: Ilmu Hukum IPK: 3,86 Predikat Kelulusan: Dengan Pujian Nama Orangtua: Masri Samsi FAKULTAS AGAMA ISLAM Nama: Nur Hidayah Tempat/Tanggal Lahir: Rempak, 7 Juli 1994 NPM: 122410107 Program Studi: Pendidikan Islam IPK: 3,64 Predikat Kelulusan: Dengan Pujian Nama Orangtua: Samsul FAKULTAS TEKNIK Nama: Syabdan Dalimunthe Tempat/Tanggal Lahir: Sirong-birong, 15 Maret 1995 NPM: 123510583 Program Studi: Teknik Informatika IPK: 3,98 Predikat Kelulusan: Dengan Pujian Nama Orangtua: Agusman Dalimunthe FAKULTAS PERTANIAN Nama: Salamah Sari Wulanningsih Tempat/Tanggal Lahir: Serang, 30 Agustus 1994 NPM: 124110078 Program Studi: Agroteknologi IPK: 3,93 Predikat Kelulusan: Dengan Pujian Nama Orangtua: Taryadi FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI Nama: Ilmi Husni Tempat/Tanggal Lahir: Teluk Mesjid, 11 Oktober 1994 NPM: 129110140 Program Studi: Ilmu Komunikasi IPK: 3,73 Predikat Kelulusan: Dengan Pujian Nama Orangtua: Abd. Muthalib
PEMUNCAK UNIVERSITAS (SARJANA) Nama: Syabdan Dalimunthe Tempat/Tanggal Lahir: Sirong-birong, 15 Maret 1995 NPM: 123510583 Program Studi: Teknik Informatika IPK: 3,98 Predikat Kelulusan: Dengan Pujian Nama Orangtua: Agusman Dalimunthe FAKULTAS EKONOMI Nama: Flowerentia Tarmi Tempat/Tanggal Lahir: Pekanbaru, 16 Juni 1994 NPM: 125310731 Program Studi: Akutansi IPK: 3,92 Predikat Kelulusan: Dengan Pujian Nama Orangtua: Adek Akhri FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN Nama: Riska Novitasari Tempat/Tanggal Lahir: Pasir Putih, 22 Juli 1994 NPM: 126510313 Program Studi: Pendidikan Biologi IPK: 3,92 Predikat Kelulusan: Dengan Pujian Nama Orangtua: Saiful Barhri FAKULTAS SOSIAL DAN ILMU POLITIK Nama: Jefrinaldi Tempat/Tanggal Lahir: Ujungbatu, 1 Januari 1993 NPM: 127310029 Program Studi: Ilmu Pemerintahan IPK: 3,78 Predikat Kelulusan: Dengan Pujian Nama Orangtua: Mazril
FAKULTAS PSIKOLOGI Nama: Wanda Safitri Tempat/Tanggal Lahir: Duri, 22 April 1994 NPM: 128110122 Program Studi: Psikologi IPK: 3,73 Predikat Kelulusan: Dengan Pujian Nama Orangtua: Agus Supeno Pada wisuda ke-70 ini, terdiri dari 55 lulusan Fakultas Hukum, 11 lulusan Fakultas Agama Islam, 107 lulusan Fakultas Teknik, 43 lulusan Fakultas Pertanian, 114 lulusan Fakultas Ekonomi, 633 lulusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 110 lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 44 lulusan Fakultas Psikologi, 14 Lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi dan 45 lulusan Pascasarjana.
1919 AKLaMASI - EDISI 11 - AGUSTUS 2016 17 AKLaMASI -- EDISI EDISI 11 11 -- OKTOBER OKTOBER 2016 201631 AKLaMASI 19
F O T O G R A F I ....................... Me m ac u J al u r di Tepian Kuantan
P
acu Jalur adalah lomba dayung jalur atau perahu dalam sebutan masyarakat setempat. Merupakan agenda tahunan yang dilaksanakan setiap bulan Agustus, yang pada tahun ini pada tanggal 25 hingga 28. Selain sebagai tradisi daerah Kuansing dan sekitarnya, juga sebagai perayaan kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Pada sejarahnya, jalur atau perahu ini awalnya hanya kendaraan penyeberangan penduduk sekitar Sungai Kuantan yang mengapit dua kecamatan, yaitu kecamatan Hulu Kuantan dan kecamatan Cerenti. Kecamatan
20
AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
Hulu Kuantan terletak di hulu sungai sedangkan Cerenti berada di hilir sungai Kuantan. Dari tahun ketahun jalur yang menjadi kendaraan penyeberangan tersebut ber-transformasi, di hias dan diukir agar terlihat lebih indah. Dan seiring perkembangan zaman, jalur pun dijadikan suatu perlombaan adu cepat. Karena menjadi agenda yang hanya diadakan satu tahun sekali, jumlah penonton yang menyaksikan Pacu Jalur terbilang sangat ramai. Tribuntribun penonton merata penuh. Pasar sekitar lokasi pun sesak, sulit melintas. Di seberang sungai, kedai-kedai
makanan mendominasi. Untuk harga tiket tribun, Jeri, salah seorang penjual tiket masuk mengatakan untuk hari pertama dan terakhir harga tiket setiap orang seharga Rp50.000, sedangkan untuk hari kedua dan ketiga seharga Rp.40.000. “Kalau dibandingkan dari tahun lalu, harga taiket masuk meningkat dari Rp35.000 menjadi Rp40.000 hingga Rp50.000 untuk tahun ini.� tambahnya. Tahun ini Pacu Jalur diikuti oleh 198 regu pemain. 165 regu berasal dari desa-desa di Kabupaten Kuantan Singingi. Sedangkan 33 regu lainnya berasal *Teks dan Foto: Sustriyanto
dari Kabupaten Indragiri Hulu yang masih berdekatan. Setiap perlombaan dimulai sekitar pukul satu siang atau ba’da Zuhur hingga selesai pada pukul lima sore harinya. Vincenzo Sultanto, adalah seorang pelatih dari salah satu regu asal Indragiri Hulu. Jalur Putri Bungsu Dubalang Hitam adalah grup dibawah naungannya. Kami menjumpainya untuk sekadar mengulik informasi seputar Pacu Jalur. Ia mulai berbagi. “Dalam perlombaan Pacu Jalur, ada yang namanya
pancang, yaitu pembatas dua arena yang menjadi lintasan jalur. Jarak pancang perlombaan dari start hingga finish sejauh 800 meter atau sekitar 133 meter lebih dari satu pancang ke pancang lainnya.” katanya seraya memulai. Jumlah pemain pada setiap perahu bermacam-macam tergantung panjang perahunya. Jika panjang perahu sekitar 30 meter, maka jumlah total pemain pada umumnya sekitar 49 orang, terdiri dari 46 orang tukang dayung atau anak pacu, satu tukang tari, satu timboruang dan satu tukang onjai.□
AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
21
ALMAMATER
Melirik Prodi Kriminologi dan Perminyakan di UIR Oleh: Laras Olivia
U
niversitas Islam Riau (UIR) miliki sembilan fakultas, dan 31 program studi (Prodi). Di antaranya terdapat jurusan Perminyakan dan Kriminologi yang belum banyak dibuka di universitas seluruh Indonesia. Teknik Perminyakan hanya dimiliki dua universitas di Sumatera. Tingkat Sarjana (S1) di UIR dan Diploma (D3) di Palembang. Perminyakan UIR dapatkan SK dari Dikti pada 1986 dan mulai terakreditasi pada 1999. Nurman M.Si Wakil Rektor I UIR katakan, kondisi Riau kaya akan ladang minyak dan kurangnya sumber daya manusia (SDM) untuk mengelola jadi alasan jurusan tersebut didirikan. “Kala itu dosen-dosen pengajar didatangkan dari Chevron dan Institut Teknologi Bandung (ITB),” ungkapnya. Meski fenomena perusahaan minyak sering lakukan pengurangan SDM, namun bagi Nurman itu tidak msalah, prospek kerja sarjana Perminyakan UIR masih cukup besar, karena masyarakat butuh untuk jangka panjang. Ira Herawati MT, Kepala Prodi Perminyakan katakan tenaga ahli hanya dikuasai asal pulau Jawa. Sedangkan Masyarakat Riau hanya bekerja sebagai tenaga pendukung. Mengenai kuantitas dan kualitas, Perminyakan miliki 12 tenaga pengajar dan setiap tahunnya akan ada dosen berangkat lanjutkan S3. Pada sistem belajarnya, mahasiswa Perminyakan harus selesaikan 148 Sistem Kredit Semester (SKS). Yang mana 140 SKS ialah pilihan wajib dan selebihnya mata kuliah bebas. Mata
22
AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
Ilustrasi: Laras Olivia kuliah bebas merupakan mata kuliah dalam hal mempelajari dan mengasah soft skill mahasiswa, seperti manajemen industri dan sebagainya. “Lulusan perminyakan, ke depannya miliki banyak peluang untuk kerja di mana saja—baik di Migas maupun tidak, kurikulum baru disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan mahasiswa dan jangan takut masuk Perminyakan meskipun kondisinya tengah lesu, minyak adalah SDA yang tak pernah habis dan akan terus dibutuhkan,” lanjut Ira. Ridho-mahasiswa Teknik Perminyakan angkatan 2014 mengatakan, masuk jurusan perminyakan merupakan pilihan yang tepat, karena hanya UIR yang menyediakan Strata Satu di Sumatera. Disamping itu prospek kerja bisa dibilang besar apalagi di Riau. Setelah sekian lama berdiri, Teknik Perminyakan pernah menancapkan kuku di tingkat kompetisi dan kegiatan—lingkup nasional maupun internasional, melalui mahasiswa yang dikirim untuk ikut serta dalam berbagai lomba. Diantaranya, Kegiatan Oil and Gas Intellectual Competition (OGIP) 2016 yang menjadi 1st Runner Up Mud Innovatiom Competition tingkat International dalam kegiatan Oil and Gas Festival 2013, Juara 2 tingkat Nasional Pland Of Development (POD) competition dalam rangka Symposium IATMI 2014. Selain itu, dosendosen aktif dalam mengikuti jurnal paper International. Pada Desember 2016 nanti, akan ada dua orang dosen yang berangkat ke Republik Tiongkok. Selain jurusan Perminyakan, UIR juga mempunyai jurusan Kriminologi yang bisa dikatakan langka di Indo-
nesia. Kriminologi mempelajari ilmu yang strategis, berbeda dengan Ilmu Hukum yang berkiblat pada Undangundang. Jika ada permasalahan di masyarakat, para Kriminolog akan mempelajari seluk-beluk penyebab masalah itu, agar masalah tersebut tidak terulang kembali. “Jurusan Kriminologi lahir di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UIR. Karena hanya ada di Universitas Indonesia (UI), UIR pun bekerjasama dengan pakar UI untuk membangun jurusan Kriminologi di UIR dengan mendatangkan dosen-dosen dari UI untuk berdiskusi,” ujar Kasmanto Rinaldi, S.H M.Si–Kepala Prodi Kriminologi. Jurusan Kriminologi UIR sudah 11 tahun berdiri. Saat itu didirikan oleh Dr. Syahrul Akmal Latif, M, sebagai dosen senior di Kriminologi UIR. Seiring berjalannya waktu, sudah banyak peminat Ilmu Kriminologi. “Setiap tahun Jurusan Kriminologi adakan kuliah lapangan ke luar kota, seperti ke Lembaga Permasyarakatan (LP) Medan, Polisi Daerah (Polda) Bali, Nusa Kambangan, Lombok,” terang Kasmanto. Ada dua konsentrasi yang dipelajari, Penegakan Hukum, dan Kejahatan Pembangunan serta Industrialisasi. Ilmu Kriminologi bersifat lebih fleksibel dan dekat dengan aspek sosial masyarakat. Sedangkan Ilmu Hukum adalah ilmu yang berdasar pada UU. “Kurikulum Kriminologi disiapkan sesuai kejadian yang baru-baru terjadi—kekinian, itu karena dinamika kejahatan yang terus berkembang, Kriminologi akan terus memperbaharui kurikulumnya dan menyesuaikan dengan UI,” tegas Kasmanto. Terkait dengan kuantitas dan kualitas, mahasiswa Kriminologi yang awalnya hanya 14 orang sekarang semakin meningkat. Alumni Kriminologi banyak yang telah bekerja di bidang ilmunya masing-masing dan dua alumninya juga tengah melanjutkan magister (S2) di Malaysia dan UI. “Saya masuk Kriminologi karena tertarik mempelajari hal-hal berbau kriminal, apalagi jurusan ini hanya ada dua di Indonesia. Peluang kerja setelah lulus dirasa cukup luas, karena masyarakat sangat membutuhkan orang-orang seperti kami,” ujar Mutia Soraya—Mahasiswa Kriminologi, semester delapan. □
UIR Builds New Rectorate Building In The Front Campus Park
ENGLISH FLASH
By: Sofiah
READY to be occupied in early 2017.
S
ince 2015, the constructions in Islamic University of Riau has been being built intensively. One of them is rectorate building in the front campus park. The construction was expected by vice rector for planning and cooperation—Sugeng Wiyono, ready to be occupied in early 2017 with spending the fund about 29 billion. “InsyaAllah in 2017—before the new rector election, we hope this place is ready to be occupied, so that we can enjoy it. Because we do not know, whether we still can be the rector or vice rector,” said Sugeng. Sugeng also explained that the construction of rectorate building is useful to restore the function of old building to the initial construction, as the library. “If these rooms are empty, students can use it as meeting room, as a place to read, you can read and study in condition where there are facilities inside, AC, wifi and if possible there will be computers too,” he explained. The construction in the front park makes green open space in UIR decrease. About that, Sugeng said that
photographer: Sofiah
some of the green areals will be maintained. “Like pool in front of the Faculty of Communication Science, there will be park there, behind C building of FKIP, and beside Rusunawa—there are still shady trees there. Also, there will be shady trees around floating canteen. While, the trees in front of rectorate should not be felled. Normally, the park near the front gate was used by lecturer of Physical Education and Sport (Penjas) as practice and discussion place. However, since the construction was begin, they can not do the activities there anymore. The head of study program of Penjas—Drs. Zulrafli, M.Si said that they choose that park because in UIR, there are lack of places to do the activities— like gymnastics and sports practice. “The rectorate construction is good, but we hope the location of the park is arranged neatly, so that we still can do the activities there. For now, we have not f elt disturbed by this construction activity. Maybe, if Students Activity Center (PKM) building and volleyball sports hall are handed over
from province government to UIR, so maybe we will not use that park anymore,” He explained. Besides Penjas, students of Dance Dramatic Arts and Music (Sendratasik) also use that park as practice place. Like what Vera Yuniwati said— Sendratasik student— 6th semester, the pavilion as practice place always full and there is replacement system applied, so that it needs long time to wait for that. “Students are required to create works, and for that we need many places to practice. Sometimes we are being casted out when practicing in front of faculty, so our one and only place is park then. If that park was build for rectorate building, so where can we practice? It is impossible to practice on the road,” She said. Vera hopes that campus provides pavilion or wide park as practice places for Sendratasik students and also other students for creating works. “We really need wide places and keeping our privacy.” She closed. □ Translated by Widya Septyati
AKLaMASI AKLaMASI--EDISI EDISI11 11--OKTOBER OKTOBER2016 2016
23
FEATURE
PELABELAN:
SEBUAH DISKRIMINASI ETNIS Oleh Laras Olivia
Ilustrasi: Ade Kurniawan Siregar Dede Mutiara Yaste
24
AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016 AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
S
ejak duduk di bangku sekolah dasar pada zaman Orde Baru Soeharto, Budi mendapat perlakuan diskriminasi sebagai orang Indonesia. Di sekolah, seorang guru suka mengolok-olok dengan sebutan Cina. Ini membuatnya merasa tak nyaman. Sewaktu ia kecil, Soeharto melarang semua hal, yang bersangkutan dengan Tionghoa dengan Instruksi Presiden (Inpres) No 14 tahun 1967. Keagamaan, kepercayaan, adat istiadat termasuk perayaan Imlek, penggunaan bahasa Mandarin, bukubuku dan majalah serta apapun itu yang berbasis “Cina” tidak diperbolehkan. Besar di Bukittinggi, Sumatera Barat. Budi adalah seorang penganut agama Buddha, bermarga Tionghoa “Ahok” sama seperti Basuki Tjahaya Purnama, Gubernur Jakarta. Ia lebih akrab dipangggil Budi oleh orang- orang sekitar. Rentang tahun 1998-2000 Budi dan kawankawan mendirikan Vihara Dharma Metta Arama di Pekanbaru. Budi hanya sebagian kecil orang Indonesia, yang secara personal mengalami diskrimasi. Majalah Historia, sebuah majalah sejarah populer, nomor 10 tahun 2013, mengangkat laporan utama persoalan Tionghoa yang dijadikan sampul majalah, dengan judul Jejak Naga di Nusantara. Ceritanya macam- macam, mulai dari soal kedatangan orang Tionghoa ke Nusantara, budaya, ekonomi politik, olahraga, bahasa maupun kuliner. Hampir di setiap segi kehidupan mereka di Indonesia, Tionghoa hampir selalu menjadi “sang liyan”. Walau mereka lahir dan besar di Indonesia, mereka tetap dianggap bukan orang “pribumi”. Dalam bidang ekonomi, walau sudah ratusan tahun lalu memulai aktivitas dagang di Nusantara, sejak masa Kongsi Dagang Belanda (VOC), mereka kerap dimanfaatkan untuk kepentingan pihak berkuasa. Untuk urusan politik, orang- orang Tionghoa kerap dibatasi. Pada 25 September 1932, didirikan Partai Tionghoa Indonesia, karena setelah Partai Komunis Indonesia dilarang, tidak ada ada yang mau menerima orang Tionghoa sebagai anggota.
Ketika terjadi kekerasan 1998 orang Tionghoa, jadi sasaran. Rumah mereka dirusak, perempuan diperkosa. Tapi benarkah persoalan Indonesia- Tionghoa hanya sebatas diskriminasi? Apakah setelah Soeharto tumbang, masalah terhadap etnis Tionghoa turut hilang? Ariel Heryanto dalam kajian terbarunya soal orang Indonesia berlatar Tiongh o a , b u k u Identitas dan Kenikmatan mencatat perlakuan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa tak hanya sebatas keadilan atau pengakuan bagi mereka sebagai korban, namun ada dua hal persoalan lebih besar yang bisa diangkat. Pertama, perlunya mengenali sifat fiktif etnisitas yang telah begitu luas diterima sebagai sesuatu yang alami. Kedua, menemukan kembali sejarah yang kaya dan memukau tentang modernitas awal dan interaksi antar etnik di Hindia Belanda. Begini penjelasannya. Perubahan secara “radikal” ini bermula sesudah tahun 1966. Banyak mereka yang dituduh ‘komunis’ ditahan dan disiksa, terlebih- lebih dinistakan sepanjang hidup. Begitu pula orang Tionghoa. Seperti kekerasan pada 1998, tubuh yang dilukai maupun jendela yang dipecah dalam kekerasan anti-Tionghoa, bukan karena tubuh atau etnis atau jendela milik Tionghoa. Tapi, karena dilukai dan dirusak, mereka jadi Tionghoa atau “Cina” tepatnya “di-Tionghoa-kan”. Luka dan kerusakan itu menjadi semacam stempel atau materai yang diterapkan pada sejumlah besar tubuh dan jendela untuk menandai secara pasti bahwa pemiliknya adalah ‘Cina’. Anehnya, banyak dari kalangan Tionghoa sendiri yang tidak menyadari itu. “Seharusnya kita tidak lagi memandang ke belakang, apalagi masamasa diskriminasi seperti itu. Apalagi sebagai orang media, kalian harus
melihat ke depan, jangan tertinggal dan melihat ke belakang. Apa yang terjadi sekarang ini, seperti yang kita lihat tidak ada lagi pelarangan dan Kong Hu Cu sudah disahkan sebagai agama ke-6.” Kata Sonika, lima bulan lalu di ruang rapat lantai dua sekolah Metta Maitreya. Sonika berusia 50-an, berbadan tegap, rapi, dan memakai kacamata. Sonika sudah mengajar selama 33 tahun, di sekolah Metta Maitreya dan kini sebagai dosen di Universitas Riau (UR) mengajar keagamaan Buddha. Ia juga menjadi ketua yayasan Prajnamitra Maitreya, serta Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI). Pada tahun 60-an, ada ketentuan pemerintah untuk melakukan penyelesaian kewarganegaraan China. Dulu dinamakan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI), sekarang sudah beralih ke akta kelahiran. Tahun 1996 peraturan ini dicabut. UU 12 tahun 2006, menyatakan bahwa warga Indonesia punya kewarganegaraan yang sama, jadi tidak ada lagi diskriminasi. Pada masa Orde Baru, semua yang berbau Cina (Tiongkok) tidak diizinkan, bisa dibilang bagian dari diskriminasi. “Seperti saya dulu yang bermarga Li, kenapa saya harus punya nama Indonesia? Karena jika tidak, maka segala urusan akan dipersulit seperti masuk kerja dan perguruan tinggi.” Sonika beranggapan hal tersebut merupakan bagian peraturan dari negara, tapi terkesan diskriminasi. “Kepribadian orang lah yang hidup di Indonesia, bukan namanya.” ucap Sonika. Secara budaya, ‘ke-Tionghoa-an’ dipandang asing secara politis dan moral dianggap berbahaya bagi jati diri Indonesia sebagaimana yang dibayangkan secara resmi. Namanama Tionghoa untuk orang, organisasi, dan bisnis harus di Indonesiakan. Bahasa Mandarin, media massa, dan organisasi Tionghoa dibubarkan dan dinyatakan terlarang. Karena dulu ada pelarangan nama Tionghoa, Budi tidak memberikan nama Tionghoa kepada anak- anaknya. “Sampai hari ini mereka tidak punya nama Chinese,” ujar Budi. Walau besar di lingkungan Minang, Budi juga pasif dalam berbahasa Tionghoa, termasuk istri dan anak- anaknya. Surat kabar Kedaulatan Rakyat AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
25
menulis bahwa di tahun 1990, di kotakota di Provinsi Jawa Tengah, lagu Mandarin tak boleh diperdengarkan dalam perayaan malam Tahun Baru Lunar (dikenal sebagai malam Tahun Baru Imlek). Semua ini dilakukan dengan dalih negara Orde Baru bertekad membaurkan minoritas kedalam tubuh politik Indonesia, dengan membersihkan unsur asingnya (yaitu ‘ke-Tionghoa-an’). Meskipun begitu, program pembauran Orde Baru memang dirancang untuk gagal, karena suksesnya program ini bermakna runtuhnya kepentingan sponsornya sendiri. Menghapuskan identitas Tionghoa dalam program pembauran yang mujarab berarti meninggalkan pembagian kerja berdasar ras. Sejak awal abad XX pemerintah Hindia Belanda membuat semacam kelompok ras seperti staatsblad nomor 130 tahun 1917, tentang pencatatan sipil untuk golongan Asia Timur Tionghoa. Staatblad No 75 tahun 1920 tentang pencatatan sipil untuk golongan pribumi beragama Islam. Staatblad No 75 tahun 1926 tentang pencatatan sipil terhadap golongan Pribumi beragama Kristen dan Regelment No 75 tahun 1933 tentang pencatatan sipil untuk golongan Eropa. Masa Jepang pihak Kempetai
mengeluarkan semacam tanda pengenal orang Tionghoa, saat ini mirip Kartu Tanda Penduduk (KTP). Ke-Tionghoa-an di Indonesia hadir dalam kehidupan sosial secara material dalam KTP yang ditandai secara khusus, makanan khas, penggunaan bahasa, atau perayaan beberapa festival. Berlawanan dengan pemahaman umum, fiksi itu sesungguhnya mendahului dan menciptakan yang nyata. Budi juga mengalami kondisi dimana segala aktivitas orang Tionghoa dibatasi. Pada masa itu menjadi pegawai negeri, mencalon sebagai camat, lurah tidak diperbolehkan. Di KTP warga keturunan Tionghoa juga diberi tanda dan kode tertentu. “Namun sekarang sudah tidak ada lagi,” tuturnya. Baik sosok etnisitas sebagai sebuah fiksi sebagaimana diperkenalkan oleh pemerintahan kolonial Belanda maupun kehidupan campur- aduk yang meriah di Indonesia telah dihapus dari sejarah resmi bangsa Indonesia, juga pada penulisan sejarah popular dan jurnalistik. Setiap kali terjadi ketegangan politik dalam elite rezim, atau terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi, maka pemerintah akan memicu kekerasan massal anti-Tionghoa, yang memberikan tiga keuntungan.
Pertama, hal ini akan mengalihkan kemarahan publik agar tidak tertuju pada elite yang sedang memerintah. Kedua, hal ini memastikan etnis minoritas yang kaya ini—yang tak memiliki perwakilan di pemerintahan akan terus bergantung pada bantuan perlindungan dari individu pejabat tertentu di pemerintahan, sekaligus terus meningkatkan ongkos pemerasan yang harus mereka bayar untuk bantuan tersebut. Ketiga, lingkaran kekerasan massa anti-Tionghoa yang dirancang ini membuat aparat keamanan memiliki alasan untuk menjelek- jelekkan, menahan, atau menghukum tokoh- tokoh oposisi baik dari kalangan elite sendiri atau dari komunitas pribumi yang aktif secara politis. Tokoh-tokoh tersebut dituduh mendalangi apa yang tampak dipermukaan sebagai kerusuhan antiTionghoa. Strategi ini tidak selalu berhasil meyakinkan semua orang. Namun, di bawah kendali ketat negara, media massa tak memiliki pilihan kecuali menyampaikan versi resmi berita dan penjelasannya terkait kekerasan massa yang terjadi secara berkala.□ (Reporter: Sofiah, Ade Kurniawan S, Sustriyanto)
Iklan
26
AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
IKLAN
AKLaMASI - EDISI 11 -11 OKTOBER 20162016 31 AKLaMASI - EDISI - OKTOBER
27
BMT:
MUNAWWARAH
INSTRUMEN PEMBERDAYAAN BERBASIS SYARIAH UNTUK MASYARAKAT PESISIR Oleh: Boy Syamsul Bakhri
K
eterbelakangan dan kemiskinan bukan lah cerita baru dan menjadi indikator ketertinggalan masyarakat pesisir. Itu disebabkan tiga hal, yaitu; kemiskinan struktural, super-struktural, dan kultural. Kemiskinan struktural; disebabkan karena pengaruh faktor atau variabel eksternal di luar individu. Kemiskinan superstruktural yang disebabkan karena variabel- variabel kebijakan makro yang tidak begitu kuat berpihak pada pembangunan nelayan. Sedangkan kemiskinan kultural disebabkan karena variabel- variabel yang melekat dan jadi gaya hidup.
28
Mengenal Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) BMT miliki dua fungsi utama: Pertama, Baitul Maal (Rumah Harta) yaitu menerima titipan dana zakat, infak, dan sedekah serta mengoptimalkan distribusi sesuai peraturan dan amanah. Kedua, Baitul Tamwil (Rumah Pengembangan Harta), lakukan pengembangan usaha- usaha produktif dan investasi dalam tingkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan. Sebagai lembaga keuangan, BMT bertugas menghimpun dana dari masyarakat yang percayakan dananya disimpan dan disalurkan pada masyarakat yang mampu menciptakan pekerjaan. Sedangkan sebagai lembaga ekonomi, BMT berhak melakukan kegiatan ekonomi, seperti mengelola kegiatan perdagangan, industri, pertanian, perikanan, dan sektor lainnya. Berdasarkan uraian tadi, dapat dilihat bahwa tata kerja BMT harus dirumuskan secara sederhana, sehingga mudah untuk didirikan dan ditangani para nasabah yang sebagian berpendidikan rendah. Aturan dan mekanisme kerjanya dibuat dengan fleksibel, efisien dan efektif. Sehingga mudahkan nasabah untuk manfaatkan fasilitasnya. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa BMT miliki peluang cukup besar dan ikut berperan mengembangkan ekonomi yang berbasis pada ekonomi ker-
AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
lakukan dengan penyaluran dana kementerian pelaksana kegiatan yang disalurkan ke daerah melalui dinas sektor pelaksana kegiatan kabupaten/ kota untuk dijadikan modal BMT. Dengan dijadikannya dana pemberdayaan masyarakat pesisir sebagai modal, maka akan terdapat banyak BMT yang bergerak dalam sektor unggulan, dalam hal ini bidang kelautan dan perikanan yang memberikan pinjaman tanpa agunan. Dengan sistem ini, diharapkan masyarakat tidak lagi melihat program pemberdayaan sebagai proyek amal. Selain itu, juga dilakukan pembinaan dan pengawasan langsung pada kelompok sasaran melalui penyediaan bantuan teknisi. Peran umum BMT adalah melakukan pembinaan dan pendanaan berdasarkan sistem syariah. Peran ini menegaskan arti penting prinsip- prinsip syariah dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Sebagai lembaga keuangan syariah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat kecil, maka BMT punyai tugas penting dalam mengemban misi keIslaman dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, BMT diharapkan mampu berperan aktif dalam memperbaiki kondisi perekonomian sekarang. BMT setidaknya juga berperan melepas ketergantungan pada rentenir. Foto: Istemewa
LKMS/ BMT Sebagai Salah Satu Solusi. Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) kini telah jadi wacana global yang diyakini banyak pihak menjadi metode alternatif atasi masalah perekonomian, terutama soal kemiskinan. Di berbagai negara berkembang telah dicoba mengembangkan lembaga keuangan mikro syariah pada berbagai program pembangunan. Kondisi ini tunjukkan bahwa lembaga keuangan mikro syariah punya peran penting dalam perekonomian, khususnya mendukung usaha mikro. LKMS tak jauh beda dengan perbankan syariah. LKMS merupakan lembaga intermediasi seperti bank pada umumnya, akan tetapi bergerak di industri mikro, kecil dan menengah. LKMS alami perkembangan pesat dibandingkan dengan berbagai lembaga keuangan syariah maupun konvensional di Indonesia. LKMS dikenal masyarakat seperti Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) yang alami perkembangan
sejak tahun 1995. Munculnya BMT dapat jadi solusi masyarakat kecil (menengah ke bawah) untuk dapatkan bantuan modal.
akyatan. Hal ini disebabkan karena BMT ditegakkan di atas prinsip syariah yang berikan kesejukan dan ketenangan, baik bagi pemilik maupun pengguna dana. Dengan perhatian dari pemerintah dalam membangun ekonomi maritim cukup besar, maka ini harus jadi peluang besar untuk maksimalkan peran BMT dalam memobilisasi tabungan masyarakat ke sektorsektor produktif seperti sektor perikanan. BMT; lembaga keuangan mikro syariah unik karena miliki banyak instrumen pembiayaan yang dapat digunakan. Hal ini berbeda dengan perbankan konvensional yang didominasi instrumen hutang sebagai pembiayaan. Akibat masifnya penggunaan instrumen hutang berbasis bunga ini maka nelayan akan sangat dibebani penyediaan likuiditas saat hutang jatuh tempo. Ada strategi dalam ekonomi syariah yang dapat digunakan bersama untuk dukung perekonomian mandiri. Strategi tersebut ialah upaya agar masyarakat mampu bekerja dan ciptakan lapangan pekerjaan. Dengan memberikan kesempatan serta akses untuk peroleh dana secara mudah dan cukup luas, bagi mereka yang berminat dan mampu untuk ciptakan usaha. Strategi ini miliki dua tujuan utama, yaitu mengurangi pengangguran dan mendorong perekonomian dari sektor mikro, kecil dan menengah. Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan; bagaimana mereka melangsungkan usaha tanpa jaminan yang akan timbulkan resiko kerugian? Upaya meminimalisir resiko dilakukan dengan pembuatan sistem yang baik dan mekanisme pengawasan sekaligus pembinaan nilai-nilai Islam pada masyarakat. Program pemberdayaan masyarakat pesisir bisa di-
Kepala Program Studi Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam
TAMU
AL AZHAR
MELAYU:
BUDAYA TERBUKA DAN MERANGKUL Oleh: Ardian Pratama
A
Ilustrasi: Dede Mutiara Yaste
l Azhar, seorang Budayawan Melayu, lahir di Dalu Dalu, Rokan Hulu, Riau, pada 17 Agustus 1961. Ayahnya, Idrus Tintin, adalah seorang tokoh seniman sekaligus budayawan melayu, yang memberi banyak pengaruh pada pergerakannya. Tokoh masyarakat ini selain Ketua Umum Dewan Pengurus Harian Lembaga Adat Melayu Riau, ia juga menulis puisi, cerpen, esai, terjemahan, dan naskah drama. Pada 29 April lalu, dua wartawan Aklamasi—Ardian Pratama dan Wahid Irawan—mendatanginya di Sekretariat Lembaga Adat Melayu Riau untuk bincangbincang soal budaya Melayu.□
AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016 AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
37 29
TAMU Menurut bapak, apa itu Melayu? Aduh, luas sekali... Pada dasarnya Melayu itu tergantung; jika melihat kawasannya, semua di pulau Sumatera, di luar Jawa dan Papua. Dalam konsep bahasa; semua yang menggunakan bahasa Melayu dan logat-logatnya yang bervariasi, itu Melayu. Itu satu! Kemudian jika dipertajam lagi secara konsep, semua yang beragama Islam, gunakan bahasa dan aplikasikan adat-istiadat Melayu; itu lah Melayu. Dari penjelasan tersebut, apakah budaya Melayu tidak kooperatif terhadap budaya luar? Melayu itu sangat terbuka, seperti terbukanya kawasan Melayu ini dari laut dan dari darat. Contoh, sejarah transmigrasi, para pejabat di Riau ini menjumpai datuk-datuk adat yang ada di Riau guna meminta izin. Datukdatuk mengizinkan tanah Riau untuk jadi tempat transmigrasi. Kenapa? Karena orang Melayu sudah terbiasa sejak beribu tahun lalu menghadapi, bertemu, berkawan dengan orang luar. Melayu ini kebudayaannya adalah kebudayaan archipelago, artinya tanah air, kepulauan. Orang-orang melayu itu menyatukan pengertian tanah dan air. Tidak ada satu pun perkampungan Melayu yang tidak berada di tepi sungai. Kalau mau tahu, apa perbedaan antara Melayu dengan Jawa: Jawa itu budayanya kontinental, budaya darat yang terpusat. Solid, kuat, dan tertutup terhadap budaya lain. Karena di Jawa lah dikenal wong sabrang. Boleh orang wong sabrang itu ke sana, tapi statusnya tetap sama (wong sabrang). Kalau Melayu tidak. Jika mau menghormati nilai-nilai adat dan budaya se-tempat, maka kamu sudah menjadi orang Melayu. Soeman Hs itu adalah Hasibuan. Batak. Kenapa ia diabadikan untuk nama perpustakaan? Karena bagi orang Melayu di Riau, Soeman itu bukan orang lain lagi. Sebab Soeman itu sudah mempraktekkan adat budaya Melayu di Riau. Status Soeman dengan Imam Munandar; sama. Namun ia diabadikan jadi nama jalan (di Harapan Raya). Imam Munandar itu, karena dia pernah jadi penguasa di Riau, Sebagai gubenur, rasa terima kasih orang Mel-
30
AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
ayu di Riau ini, maka diberilah nama jalan. Tapi kalau Soeman Hs tidak. Ia luluhkan dirinya ke dalam Melayu. Bahasa yang ia gunakan ialah Bahasa Melayu dan bahkan ia ajarkan ke banyak orang. Kesantunannya sangat mencerminkan Melayu. Ia terapkan betul. Karena itu orang Melayu mengatakan: “Dia bukan orang Batak, bukan orang Mandailing, bukan orang Tapanuli Selatan. Tapi, orang mana? Orang Bengkalis menyebutnya Bengkalis, Orang Pekanbaru menyebutnya Pekanbaru, Orang Rokan menyebutnya Rokan.” Artinya orang Melayu. Mudahkan untuk jadi Melayu? Tapi jika seandainya saya di Jawa, pandai bahasa Jawa; becakap Kromo Inggil. Maka akan dibilang: “Al Azhar itu wong sabrang yang bisa ngomong kita.” Jadi wong sabrang itu ada pemisahan (ada garis). Tapi di melayu disebut orang kita batak, orang kita tionghoa, orang kita jawa. Orang kita itu artinya bagian dari dirinya. Itu konsep melayu terhadap orang lain. Coba kamu lihat tari persembahan; makan sirih, atau pergi ke rumah orang melayu di kampung-kampung. Dia tidak kenal dengan kita, hanya datang untuk bertamu. Maka yang dihidangkan ialah sirih. Disambut dengan ramah. Makan sirih itu adalah makan kehormatan. Tanda keputihan hati menyambut orang. Walaupun (barangkali) orang itu akan membunuh dan merampas hak-haknya, tapi tetap saja disajikan. Nah, jika ada yang mengatakan adanya indikasi tertutup pada Melayu, itu tidak benar. Ndak ada itu! Tetapi, kebaikan itu sering disalah artikan orang. Dianggap orang Melayu ini loyo. Makanya seperti yang terjadi sekarang, bahwa tanah-tanah Melayu itu diambil. Lalu pemerintah menempatkan jutaan hektar pada investor. Jadi kita bisa melihat, heterogennya Masyarakat Riau ialah sebagai penanda bahwa Melayu itu terbuka. Tidak pernah terjadi benturan atau konflik antar etnik. Pernah nggak orang melayu menyerang orang Batak? Tidak ada. Karena itu menabrak budaya Melayu itu sendiri. Lain hal jika orang luar itu justru melecehkan marwah Melayu. Nah,
itu masuklah ke dalam hukum Islam: dayus. Minsalnya, jika kamu seorang suami, istri kamu diganggu di depan kamu dan kamu diam saja. Itu namanya dayus. Kalau orang Melayu tidak terbuka, bahasanya tidak akan menjadi lingua franca di Nusantara. Jadi, apa yang sekarang didengang-dengungkan sebagai multikulturalisme, orang Melayu sudah praktekkan sejak ratusan tahun lalu. Orang Jawa, Minang, Bugis dan Batak bukan baru datang, tapi sudah lama, sudah berabad-abad. Apakah kita (pendatang) sudah menggunakan bahasa Melayu, menerapkan adat istiadat melayu, sudah bisa dikatakan orang melayu? Ya, karena Melayu itu ada konsep darah dan budaya. Apabila salah satu konsep itu dimiliki, maka dia dianggap bagian dari Melayu. Soeman Hs itu contohnya. Dia sudah bukan orang lain. Laksemana Raja di Laut, yang dinyanyikan Iyet Bustami, itu adalah orang Bugis. Daeng Tuagek, orang Bugis. Tapi dia meluluhkan dirinya dalam budaya Melayu. Bahkan jadi datuk Laksemanadia di Bukit Batu. Datuk Laksemana itu pangkat kehormatan, diberikan kekuasaan dia. Itu bukan di tahun 2000-an, tapi sudah lama sekali. Salah satu Pendiri Media Mahasiswa AKLaMASI: Zainul Ikhwan, dia adalah Nasution. Coba tanyakan, pernah nggak kami menganggapnya orang Batak? Kalau kalian susah mencari contoh, tu Zainul Ikhwan. Kenapa? Karena ia juga turut memperjuangkan apa kata hati orang melayu dan menganggap Bumi Melayu ini adalah negeri dia. Ia melihat negerinya ini ter-dzhalim-i, dan ia peka terhadap itu. Ia terjun ke dalam susah dan senangnya orang-orang Melayu. Karena itu Zainul Ikhwan sudah melayu dan menjadi bagian yang menyatu dengan reformasi Melayu di Riau. Ketika orang-orang di Riau ini merasa terhina akibat perusahaan membakar sebuah kampung di Rohul sana, ndak hanya sedikit orang yang bergerak, satu diantaranya adalah Zainul Ikhwan. “Orang membakar kampungku,” dia mengatakan bahwa itu kampungnya. Seluruh Riau ini kampungnya. Yang dia juga ikut merasakan sakit dan senangnya sebagai anak kampung itu. Boleh tanya! Dia berdiri paling depan.
Membela marwah yang dicederai dengan pembakaran sebuah kampung di Bumi Melayu oleh buruh-buruh sebuah perkebunan. Silahkan tanya pada Zainul Ikhwan, apa dia pernah merasa terhambat karirnya, hanya karena dia gunakan ‘Nasution’? dia biasa aja, datang kesini, datang ke mana-mana, ndak ada hambatan. Itu dia, karena dia meluluhkan diri. Ya, cukup banyak teman-teman saya yang orang Jawa di Riau ini, yang dia bicara dalam bahasa setempat, seperti di Rokan Hulu. Dia coba bicara di dalam bahasa Pasir Pangarayan itu, meskipun karena dia baru dua generasi di sini. Bapaknya yang datang sebagai trans dulu dari Jawa, kemudian dia lahir di Rohul. Nah, dia bicara dalam bahasa Rohul, meski detus-detus Jawa itu masih terasa. Tapi orang-orang di kampung saya menganggapnya sudah bagian dari mereka. Bahkan pada tingkat usaha pun untuk berbahasa seperti orang Melayu (berbahasa Melayu) itu sudah memberikan penghormatan yang tinggi, mengapresiasikan dan merangkulnya. Budaya Melayu itu adalah budaya yang merangkul. Ya, bukan budaya yang membuat pagar, tapi dia budaya yang merangkul. Hanya saja persoalannya ada orang yang mau dirangkul, ada orang yang tak mau dirangkul. Ibarat kita datang ke sebuah rumah. Pintu sudah dibuka orang lebar-lebar, lalu kita masuk ke rumah orang; “silahkan datang,” tapi kita tetap menganggap diri kita orang lain. Yang salah siapa? Tuan rumah? atau yang datang? Karena itu visi Riau 2020, menjadikan Riau sebagai Pusat Kebudayaan Melayu. Itu bukan tugas orang-orang yang darahnya Melayu saja, tapi semua orang yang mengaku sebagai Penduduk Riau. Yang kita mau usung adalah kebudayaan Melayu. Mengapa kebudayaan Melayu? Pertama, ini memang bumi Melayu, secara historis. Yang kedua, kebudayaan melayu itu kebudayaan yang terbuka. Kebudayaan yang damai. Yang nilainya memiliki nilai- nilai luhur. Jangankan suku bangsa lagi, agama saja berbeda pun tetap dihargai. Karena Melayu itu Islam, dan Islam itu menyatakan prinsip hidup Rasullullah itu kan begitu. Kata Yahudi berkali-kali muncul dalam Al- Quran. Ketika Rasullullah ke Yastrip (waktu itu sebelum
menjadi Madinnah), Rasullullah itu berdagang juga dengan orang Yahudi. Orang Yahudi di sana dilindunginya. Lihat Al- Quran “Lakum dinukum waliyadin,” artinya, bagimu agamamu, bagiku agamaku. Tapi, antara kamu yang berbeda agama denganku, tidak perlu ada permusuhan. Dalam praktek kehidupan sehari-hari. Itu Melayu. Karena apa? Melayu itu dia sudah punya pengalaman keterbukaan itu, selama ribuan tahun. Karena dia hidup di air, pintunya kan Selat Malaka. Mereka tidak membangun jauh di darat. Tapi mereka jadikan sungai sebagai transportasi. Jadi antara darat, antara tanah dengan air. Nah, itu dia konsep Melayu. Indonesia tanah airku. Tanah dan air itu nyatu lho. Itu konsep Melayu. Tanah dan air itu tidak dua benda yang terpisahkan. Tapi menyatu. Menjadi Melayu itu sebuah pilihan yang ikhlas, bukan keterpaksaan. Maksud keterpaksaan ialah karena kita berada di Riau, kita harus melayu. Aturan itu berdasarkan di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Artinya, di mana kamu berada, pelajari aturan- aturan yang datang dari kebiasaan-kebiasaan setempat. Junjung dan hormati itu. Di mana kamu mencari makan, di situ kamu membangun. Itu prinsip supaya kamu menyatu dengan lingkungan. Nah, beda yang tidak ikhlas itu. Saya pergi ke Jogja, saya pelajari bahasa Jogja, lalu saya terapkan untuk keuntungan pribadi. Itu tidak ikhlas. Jadi kita juga harus pelajari kebudayaan manapun, bukan hanya kebudayaan Melayu. Kita datang menjunjung langit di bumi tempat di mana kita berada. Juga dengan sebuah keikhlasan. Jadi, kita memang kontrak mati dengan tempat itu. Bahwa jika empat tahun kemudian kita ternyata oleh dinas sudah harus dipindahkan, kan nggak ada ruginya. Cuma kalau soal pekerjaan, saya tak usah sebut siapa dan di mana. Seorang tokoh reformasi tahun 98, dia masuk ke sebuah perusahaan di Riau, bekerja. Setelah itu dia telah menjadi tim menejer—bukan menejer. Kemudian dia dimutasi ke daerah lain. Begitu dia tiba di sana, yang ditanyakan pertamatama ialah “Kamu orang mana? Ngapain kamu di sini merintah-merintah kami?” dan itu tak pernah terjadi di sini. Yang punya alam Riau dengan segala isinya adalah Allah. Itu dalam persepsi Melayu.
Aturan kebiasaan sehari- hari yang sudah turun- temurun, bahwa ini milik Allah, akui. Orang Melayu sadar dan tau itu. Kita nggak pernah bisa memilih mau jadi orang apa, di lahirkan sebagai anak siapa. Mengapa Melayu erat kaitannya dengan agama Islam? Islam itu, rahmatan lil alamin. Jadi Islam itu masuk ke alam ini, menebarkan damai. Bukan menebarkan permusuhan dan kebencian. Coba, Islam masuk, di mana masuknya Islam itu? Melalui istana- istana. Orang Melayu adalah orang yang mematuhi pemimpinnya. Nah, raja- raja, sultan- sultan di masa lampau adalah pemimpin pada orang- orang Melayu. Begitu istana itu memeluk Islam, ketaatan orang Melayu kepada pemimpinannya ini, menyebabkan mereka juga belajar kepada Islam dan Islam yang diajarkan oleh para pendakwah Islam ke alam Melayu ini, adalah Islam rahmatan lil alamin. Melayu tidak mencari musuh. Rahmatan lil alamin itu kan rahmat bagi alam semesta, datang membawa kedamaian. Itu satu. Yang kedua, orang Melayu ini dekat dengan alam, dan an alam adalah guru pertama mereka. Sekolah mereka adalah alam. Lalu kemudian Islam datang membawa kitab. Datang membawa ilmu (AlQuran). Nah, sebagai orang yang mempelajari alam, dia melihat bahwa sebagian dari pengetahuan, mereka peroleh dari alam, itu ternyata bersesuaian dengan ajaran Islam. Meskipun bahasanya berbeda. Riau ini dulu kan ke-Maharajaan Malaka. Nah, raja yang Islam pertama di Malaka itu adalah Paraneswara. Begitu dia sudah Islam, maka ketaatan kepada pemimpin tadi itu dengan mudah bisa tersebar. Apalagi ajaran Islam itu faktanya adalah ajaran damai, rahmatan lil alamin. Kalau hukum-hukum di adat Melayu, berlawanan dengan ajaran AlQuran, maka kebudayaan Melayu mengatakan tinggalkan. Jadi apabila saraq (sarak) atau hukum-hukum syariah, apabila ada praktek kehidupan sehari-hari itu berlawanan, maka ikuti saraq. Itulah tempat Islam. Sehingga dikatakan “Adat sebenar adat, adat yang diadatkan, dan adat yang teradatkan.” Pertama, adat sebenar adat; bagi AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
31
TAMU orang melayu adalah Al- Quran dan hadist, yang kalau dialih, dia akan layu. Karena ia patokan paling utama. Kedua, adat yang diadatkan; Itu aturan-aturan yang diciptakan atas dasar kemufakatan. “Adat tegak karena mufakat, adat berubah karena sepakat.� Misalnya; pergantian pemimpin, aturannya berubah. Yang dulu begini, sekarang begitu. Ketiga, adat yang teradatkan; Yang tercipta karena kebiasaan-kebiasaan. Sumbernya ndak tahu kita, dari mana tidak bisa ditelusuri. Dalam bahasa kita disebut dengan tradisi. Misalnya, kenapa orang melayu main gasing? Siapa yang menciptakannya? Jadi kita tidak mengetahuinya lagi. Tapi dia menjadi kebiasaan berpola di tengahtengah masyarakat. Itu dia tradisi, kebiasaan sosial yang berpola. Bagaimana kalau itu ditinggalkan? Kalau itu ditinggalkan, tidak ada hukum yang dilanggar. Kalau itu terus dilaksanakan juga tidak ada hukum yang dilanggar. Karena itu tergantung pada masyarakat. Mungkin suatu ketika masyarakat sangat menggemarinya, tapi pada suatu kali dia ternyata sudah punya kegemaran yang lain dan menciptakan kebiasaan- kebiasaan yang lain pula. Nah ini masuk ke tiga jenis adat tadi (Adat sebenar adat, adat yang diadatkan, dan adat yang teradatkan). Nah, pakaian Melayu misalnya, kenapa kita pakai pakaian Melayu? Karena pakaian melayu identik dengan Islam. Ya, baju Melayu itu baju kurung. Hakekatnya kan baju kurung, baik laki-laki maupun perempuan. Kenapa begitu? Karena prinsip dasarnya dikurung oleh sarak, dikurung oleh adat. Dia tidak membuka aurat, dia tidak jarang kainnya, dan juga tidak ketat. Karena prinsipnya mengurung aurat. Kalau dia longgar, tapi jarang. Auratkan nampak juga. Kalau dia tertutup tapi ketat, lekuk tubuh nampak juga. Makanya baju kurung. Prinsipprinsip itu yang di anut. Secara historis, wilayah yang disebut Melayu ini, dulu kan luas ya, Malaysia, Singapura, Brunei. Perkataan Melayu pertama kali ada di dalam catatan tertulis, dari Itsing pada masa Sriwijaya. Seorang pengembara Budha. Nah, dia pergi ke Sriwijaya itu, lalu menyebutkan kata ‘Moloyou’, dan
32
AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
itu Melayu tentunya. Kawasannya, kalau kita berpatokan pada catatan Itsing, Kemudian Ibnu Batutah juga datang ke sana, kawasan yang di sebut Moloyou itu memang luas, yang meliputi nusantara ini. Ada orang Malaysia itu menganggap yang disebut melayu itu adalah semua pemakai rumpun bahasa Astronesia, karena itu sampailah pulaupulau di laut Pasifik di sana, masuk juga sebagai kepulauan Melayu. Karena bahasanya Astronesia rumpunnya. Tapi kemudian itu bergeser, yang orang Jawa tentu tidak mau dikatakan Melayu dalam pengertian budaya, karena mereka punya bahasa sendiri, yang berbeda dari bahasa Melayu. Meskipun rumpunnya masih Astronesia. Rumpun itu kan terdiri dari bermacam- macam pohonkan? Jadi akarnya sama, tapi muncul batangnya berbeda-beda. Jadi untuk melihat keluasan Melayu itu, ya dari bahasa. Kalau mau tau kawasan-kawasan inti Melayu itu, Kalimantan bagian barat, Sumatera hampir semuanya, Thailand bagian selatan hingga Singapura, Filiphina bagian selatan, Kepulauan Maluku dan Brunei. Nah, cuma sekarang orang lebih suka mengidentikkan sebutan teritorialnya dibandingkan dengan sebutan kultural. Contohnya: "Awak orang mana?", "Bengkalis". Bengkalis itu kan menunjuk tempat, teritorialkan? Kalau budaya tentu Melayu. Nah, orang lebih suka menunjukkan kepada teritorial, wilayah administrasi dan tempat, dibanding budaya. Akibatnya, Melayu terasa seperti menyempit sekarang. Tapi itu ada alasannya? dan Mengapa orang lebih menyebut teritorial dari pada secara budaya ? Ee, apa ya alasannya? Saya kira karena... tapi ini dugaan ya, saya belum mempelajarinya dengan mendalam. Saya kira karena merasa bahwa kita sudah dengan sendirinya, jadi kita menunjuk saja. Secara implisit, saya Melayu, mengucapkan saya orang Tambusai, berarti ada kata Melayu, karena saya bicara dengan sesama Melayu. Kalau sudah sama-sama kita, tentu kita menunjuk kepada entitas yang lebih kecil, yang membedakan. Kira-kira begitu. Nah, kita tinjau budaya Melayu ini,
tertutup atau terbuka? Lihat sejarahnya. Bahwa ada orang-orang berdarah Melayu yang sempit, itu hal yang logis saja. Karena kemelayuan itu sejak orde baru itu kan dikikis. Ekspresi- ekspresi budaya Melayu itu dikikis. Terutama dengan adanya penyeragaman bentuk pemerintahan terkecil kita, yaitu desa. Desa itu kan istilah Jawa, melalui UU No. 5, 1970, seluruh Indonesia ini diseragamkan menjadi desa. Maka tak ada istilah 'kampung' lagi. Pemimpin desa itu kalau dulu namanya Wali desa. Kemudian menjadi Kepala Desa. Sebelumnya kan 'Penghulu'. Apa beda penghulu dengan Kepala Desa? Kalau kepala ambil kepalanya saja, badannya mana? Tapi kalau penghulu, dia berada di hulu, di ujung sana dan dia mengalir ke hilir. Dia sumber. Nah, makanya orang kampung memanggilnya penghulu. Sedangkan di masa orde baru itu diseragamkan. Kepala desa dipilih secara demokratis. Sementara memilih pemimpin dalam konsep Melayu itu; lihat alur, patut dan layaknya. Alurnya, ada ndak kira-kira darah semangat kepemimpinan pada dirinya? Patutnya, dia beretika tidak? Etikanya, etika yang mencerminkan pemimpin atau tidak? Layaknya, pemikirannya, kecerdasan intelektualnya seperti apa? Kapabel dia atau tidak? Jadi lengkapkan? Otaknya ditengok, etika penampilannya ditengok, dan juga bakatnya dilihat. Inilah orang yang dikatakan didulukan selangkah, ditinggikan seranting. Kenapa hanya selangkah didulukan? Sebab kalau dia terpesong, dia salah jalan, senang menariknya. Jadi dia bukan diletakkan di langit ke tujuh. Tapi hanya selangkah didahulukan. Seranting ditinggikan, bukan sedahan. Karena jarak dari suatu ranting dengan ranting lain dekat. Jarak dari dahan satu dengan dahan yang lain lebih jauh. Jadi, artinya masyarakat bisa langsung mengawasinyakan? Pemimpin itu hadir di tengah masyarakat. Dekat. Begitu intinya. Jadi, saya simpulkan pertama; merangkul dan kebudayaan Melayu itu tidak menyebut mereka itu sebagai orang lain, tapi kita. Masuk ke persoalan bahasa, Bahasa Indonesia itu dari Bahasa Melayu,
Ilustrasi: Laras Olivia
kalau menurut bapak sendiri? Ya, itukan sudah dinyatakan dalam rumusan Sumpah Pemuda, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. Dibalik sidang- sidang para pemuda dalam Kongres Pemuda. Bahasa Indonesia itu yang mana? Itulah Bahasa Melayu Riau. Jadi secara historis, memang dari Bahasa Melayu. Strukturnya, bukan ucapannya. Sebab ucapannya di Kepulauan Riau (Kepri) dan di Riau daratan berbeda. Perbedaannya berada pada huruf- huruf vokal di akhir kata. Di Kepri "Nak kedmane?" Sedangkan di Riau "Nak ke mana?" Tapi kemudian bahasa itu berkembang. Tapi ada permasalahan dalam persoalan bahasa ini. Yang diambil menjadi Bahasa Indonesia itu hanya bunyi, aturan atau tata bahasa. Aspek nilai, itu tidak. Artinya Bahasa Melayu Riau itu ditarik menjadi Bahasa Indonesia hanya pada aspek fungsi komunikasinya. Padahal dalam Bahasa Melayu, bahasa itu sekurang-kurangnya memiliki dua fungsi. Fungsi komunikasi, satu lagi fungsi yang mencerminkan akal budi, kesantunan, adab. Nilai itu, tidak dibawa ke dalam Bahasa Indonesia.
Karena itulah banyak pepatahpepitih, peribahasa, sindiran, pantun di dalam Bahasa Melayu. Namanya figuratif atau kias. Bukan menyembunyikan maksud yang sebenarnya. Tapi memelihara kesantunan. Bagaimana orang berubah tanpa dia tersinggung. Berubah dengan tersinggung itu dalam kajian etika disebut etika heteronom. Berubah karena tekanan. Bahasa Melayu menganjurkan etika otonom. Perubahan dari dalam diri sendiri. Nah, ajar Melayu itu peribahasaperibahasa Melayu yang berkaitan dengan budi. Ia menjurus ke pada karakter dan etika yang otonom. Fungsi itu di dalam Bahasa Melayu, untuk budi pekerti, namun tidak diadopsi oleh Bahasa Indonesia. Setidaknya dipraktekan dalam berbahasa Indonesia hari ini. Kalau misalkan Arab Melayu lebih digalakkan bagaimana? Nah, itu tulisan. Jadi itu bukan bahasa ya. Tulisan itukan teknologi, yang menyimbol-nyimbolkan bunyi bahasa. Sudah menjadi kurikulum muatan lokal sejak tahun 1980-an di Riau.
Lalu, itu berkembang. Sebelumnya hanya dipelajari sebagai huruf. Itu simbol konkret dari Kemelayuan dalam arti yang luas. Karena huruf Arab Melayu ini bukan hanya dipakai oleh Melayu Riau, tapi dipakai oleh Melayu dalam arti yang luas. Menggalakkannya sebagai teknologi huruf Arab Melayu ini, menurut saya tidak ada masalah sekarang. Hanya saja itu bukan huruf yang hidupkan sekarang. Kalau kita belajar huruf Melayu, untuk apa coba. Yang kita pelajari itu kan teknologi. Teknologi menulis. Cara menyimbolkan bunyi-bunyi bahasa. Kalau sekarang digunakan untuk apa? Paling untuk penelitian yang berminat pada naskah- naskah Melayu. Tapi, seandainya kita kembangkan minat itu, ada tidak pustaka yang menyimpan naskah-naskah itu? Nah, kita harus menempuh paling tidak sepertiga dunia ini, untuk melacak naskahnaskah itu. Mahal sekali penelitian itu. Siapa yang baca? Jadi itu hanya sebagai identitas saja. Menghidupkannya kembali, saya ndak tahu, mungkin di generasi mendatang. Tapi kalau di generasi saya, itu saya katakan hampir mustahil. Tapi, ia tetap harus ki ta lestarikan. Sebagai penanda sejarah kita, sebagai identitas budaya.â–Ą AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
33
RESENSI
Cinta tak Kenal Batas Identitas Oleh: Laras Olivia Gambar: internet
F
ilm yang disutradarai oleh Kabir Khan ini banyak meraih pendapatan luar biasa hingga disebut sebagai film India terlaris kedua setelah “PK” (2014). Bajrangi Bhaijaan merupakan film Bollywood yang dirilis ketika menyambut hari raya Idul Fitri 2015. Film yang dibintangi Salman Khan ini mampu menguras air mata penonton sejak awal hingga akhir meski aslinya bergenre drama komedi. Senyuman Harshaali Malhotra, pemeran Munni alias Shahida, membuat film ini begitu memikat untuk ditonton. Ditambah eksotisme New Delhi dan keindahan alam Kashmir, rasanya tidak cukup sekali mengulang film ini. Alur cerita Bajrangi Bhaijaan sangatlah sederhana, yaitu misi menyelamatkan seorang gadis Pakistan yang tertinggal di India. Sangat sederhana sekali. Kemudian peran karakter si gadis tersesat, Shahida, adalah sebagai penghubung antara konflik yang ditampilkan oleh Kabir Khan. Berbeda dengan Salman Khan dan Kareena Kapoor yang sangat familiar karena kerap kali mengikuti film-filmnya, kehadiran Nawazuddin Siddiqui sangat mencuri perhatian. Ia memerankan karakter seorang reporter dari Pakistan—Chand Nawab. Ia menjadi seorang reporter yang berjasa karena mendokumentasikan perjalanan Pawan dan Munni. Hingga film dokumenternya diterima banyak industri media dan membuka mata warga India – Pakistan. Film ini bercerita tentang Pawan. Dalam perjalanannya mencari orang tua Shahida, Pawan atau Bajrangi menunjukkan kebaikan dan kepolosan hatinya yang dilatarbelakangi ketaatan terhadap ajaran Hindu. Namun di sisi lain, pandangan Bajrangi terhadap muslim dan Pakistan perlahan berubah. Dia bisa merasakan kebaikan dari muslim Pakistan pada diri wartawan Chand Nawab, kondektur bus, hingga Maulana Shahab imam mesjid Jami’atul Huda yang melindunginya dari kejaran polisi. Kareena Kapoor meskipun peran nya tidak besar di film ini tapi mampu membuat fans nya bangga, berperan sebagai seorang guru yang jatuh cinta terhadap Pawan dan mendukung Pawan
34
AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
untuk mengembalikan Munni ke Pakistan meskipun dia seorang Hindu. Kita kembali ke sejarah lagi bahwa perang antara India dan Pakistan telah berlangsung empat periode. Diawali pada tahun 1947 yang berakhir pada pembagian wilayah Kashmir untuk kedua negara, dan terakhir pada tahun 1999. Sebagian besar, hasil peperangan kedua negara berujung pada pembagian atau pelepasan wilayah. Salah satunya adalah lepasnya provinsi East Pakistan dan berdiri sendiri sebagai negara yang kini dikenal sebagai Bangladesh. Sedangkan seting Kashmir yang digunakan dalam film ini sebagian besarnya diambil di teritori India. Salah satu kunci kesuksesan Bajrangi Bhaijaan sendiri terletak pada pengangkatan isu-isu yang masih relevan hingga kini, seperti pada lingkup agama di India serta konflik eksternal dengan Pakistan. Dari informasi yang saya dapat, “Bajrangi Bhaijaan” sendiri memiliki rating sangat tinggi di stasiun tv lokal sebagai film yang paling sering ditonton bahkan mengungguli “3 idiots” (2009). Ini semua kembali pada apa yang disajikan dalam “Bajrangi Bhaijaan” memang masih kental dengan permasalahan yang kini dihadapi, khususnya di India. Masalah yang saya maksud tersebut tidak lain berhubungan dengan India yang dikenal multi-religion dan konflik dengan Pakistan yang dilatarbelakangi SARA. Namun yang paling esensial adalah pesan yang disampaikan film tersebut soal cinta, kedamaian dan persatuan. Antara India dan Pakistan, antara Hindu dan Islam yang kerap berkonflik di sana. Bahkan menjadi sindiran bagi seluruh dunia soal perdamaian dan persahabatan. Kebudayaan dari dua negara yaitu Pakistan dan India dipaparkan begitu jelas. Dimana ketika di India orang-orang mengenakan pakaian khas mereka dengan ritual-ritual ibadahnya serta tempat ibadah. Terlihat pula ritual seperti color run yang kini dikenal, dan memang berasal dari India. Umat muslim di Pakistan terlihat mengenakan jubah-jubah dan jilbab bagi wanitanya. Di film itu diperlihatkan cara orang muslim beribadah dan tempat-tempat ibadah tidak luput dari sorotan kamera.
Alur film ini mengajarkan kasih sayang tidak membedakan agama, suku dan negara. Di film ini kita akan dibuat tertawa terpingkal. Dan di ending film ini pasti akan membuat kita tersentuh hingga menangis. Penghujung film ini yang sangat mengharukan, bertemunya masyarakat Pakistan dan India di perbatasan negara mereka, demi mengantarkan Salman Khan pulang ke India tanpa visa. Fakta - fakta menarik tentang film Bajrangi Bhaijaan : Film Bajrangi Bhaijaan diproduksi oleh Rumah Produksi SKF ( Salman Khan Films), yang didirikan Salman pada tahun 2014 lalu. Tercatat, baru 2 film yang sudah SKF produksi. Sebagian keuntungan film ini telah disumbangkan kepada petani miskin di India. Kisah film ini ditulis oleh K.V. Vijayendra Prasad, yang mana salah satu karyanya yang paling terkenal yaitu Baahubali. Sebenarnya, Vijayendra mengharapkan Hrithik Roshan yang membintangi film ini, sehingga dia menawarkan kerja sama bagi hasil dengan Rakesh Roshan, ayah Hrithik yang juga pemilik Filmkraft Production. Namun sayang, Rakesh menolak kerja sama ini, dan memang dia dikenal tak pernah sekalipun bekerja sama dengan siapapun dalam hal pembuatan film. Klimaks adegan film ini diambil di lembah gunung Thajiwas Glacier (tinggi 10.000 kaki di atas permukaan laut), daerah Sonamarg, Kashmir dengan sebanyak kira - kira 7000 orang dilibatkan.□
Produksi : Salman Khan Films Kabir Khan Films Sutradara : Kabir Khan Rilis : 17 Juli 2015
Gambar: internet
RESENSI
IDENTITAS DAN KENIKMATAN
DALAM BUDAYA LAYAR Oleh: Laras Olivia
B
uku ini berbic a r a soal identitas dan kenikmatan. Dalam bingkai budaya layar; internet, televisi, film, media sosial Indonesia. Mencoba melihat Indonesia dekade pertama abad 21 setelah kejatuhan rezim diktator Soeharto selama 30 tahun (1966- 1998). Ada delapan bab yang membahas persoalan Indonesia mutakhir, terutama budaya layar. Konteks historis ditampilkan untuk tak melupakan masa lalu dan melihat kaitan kajian budaya populer yang berkait kelindan dengan kondisi hari ini. Beberapa bagian bab itu merentang persoalan mulai dari film-film bertema Islam, peristiwa terorisme negara pembunuhan 1965-1966, minoritas etnis Tionghoa, K-pop dan kaum muda perempuan dan politik jalanan. Kenapa kajian budaya populer lamban berkembang di kalangan akademisi di Indonesia? Ariel Heryanto menyebut tiga persoalan. (1) Persoalan ekspansi industrialis. Di Indonesia dapat dilacak lebih dari 100 tahun lalu untuk industrialisasi dan sejarah budaya populer ke masa penjajahan Belanda akhir abad ke 19. Produk budaya populer mengandalkan produksi, distribusi dan penggandaan besar-besaran. Yang jadi masalah ialah catatan sejarah itu dihapus oleh rezim diktator yang berkuasa. (2) Kuatnya pandangan dominan dalam kajian-kajian Indonesia. Kajian dimaksud masalah negara- bangsa dan modernisasi, militerisme, pelanggaran HAM, korupsi, konflik etno-religius dengan kekerasan. Para peneliti kerap memberi perhatian besar pada budaya ‘tradisional’ atau ‘avant garde’ dan adiluhung yang lebih menarik perhatian. (3) Bias maskulin yang terlalu mendominasi dunia akademis. Hal-hal yang berbau militer, perang, korupsi dipandang sebagai kegiatan laki-laki. Perempuan yang dianggap kelas dua cukup hanya soal hiburan, menonton sinetron. Saya akan batasi beberapa tema yang diangkat oleh buku ini. Karena keterbatasan saya akan persoalan yang diangkat.
Dalam satu diskusi soal musik, dengan tuan rumah Akademi Kesenian Musik Riau (AKMR). Satu kelompok dengan nama Pribumi Nusantara, menarik perhatian saya. Bukan pada penampilan mereka, yang menggelitik saya bertanya-tanya adalah pemilihan nama kelompok itu. Siapa itu makhluk pribumi? Apakah ada yang namanya orang atau penduduk nonpribumi? Selama rezim diktator Soeharto, orang yang di-non-pribumikan ialah mereka berkulit kuning, bermata sipit. Pandangan seperti itu sulit kita terima, bukan hanya menyesatkan tapi juga tak berdasar. Apa sih patokan dan bagaimana mendefinisikannya? Atau jangan- jangan yang namanya ‘pribumi’ atau ‘murni’ sebenarnya tidak ada. Kita semua hibrid. Sudah bercampur baur. Pembagian seperti itu mungkin hanya ada dalam fiksi. Ia bukan sesuatu yang benar-benar ada dalam kehidupan. Identitas ini bisa hadir hanya dalam bentuk KTP. Kebijakan pemerintah Soeharto mengharuskan orang Tionghoa ganti nama jadi Indonesia, larang perayaan kebudayaan imlek, barongsai dan Agama Khonghucu. Untuk produk budaya populer banyak karya orang Tionghoa tidak diakui oleh negara. Menurut Ariel Heryanto persoalannya adalah karya tersebut tak dianggap sebagai pelopor kebudayaan Nasional. Karena bukan Indonesia. Sarjana yang khusus menaruh minat pada bidang kajian film di Indonesia, Khrisna Sen yang pernah menulis buku kuasa dalam sinema. Sen dalam buku Ariel Heryanto ini mengingatkan imigran Tionghoa telah letakkan landasan industri film pada tahun 1930an dan modal Tionghoa jadi tulang punggung industri film sepanjang sejarahnya (2006). Bahkan, menurutnya, produser pemodal dan distributor juga sumber tenaga kreatif sinema seperti sutradara dan penata kamera. Ironis seluk-beluk orang Indonesia- Tionghoa jarang tampil sebagai pokok utama dalam film mereka, bahkan sebelum lenyapnya kehadiran mereka dituntut oleh kebijakan pemerintahan Orde Baru (Orba). Sen memberi satu contoh film dengan judul Putri Giok (1980), yang bercerita soal keluarga Indonesia- Tionghoa. Namun kehadirannya hanya untuk di
IKLAN
jelek -jelekkan sehingga perlu dihapus. Berikutnya ialah soal budaya populer terutama film dalam Islam. Kesuksesan film Ayat- ayat Cinta baik dari segi jumlah penonton yang mampu undang penonton lebih tiga juta orang. Kemunculannya pasca bubarnya pemerintahan Soeharto, semacam menemukan identitas bagi kaum Muslim di Indonesia. Kehadiran film pasca tumbangnya Soeharto juga menimbulkan pro dan kontra. Baik dari sang sutradara, produser dan penulis novel Ayat-Ayat Cinta: Habiburrahman El Shirazy. Ketidakselarasan ini karena muatan dalam film. Habiburrahman ingin film tersebut representasikan Islam tanpa cacat. Sedang Hanung terlalu muak akan gambaran seperti itu, terutama sosok Fahri serba suci menurutnya tidak masuk akal. Kajian soal film Islam sendiri, Ariel tak lupa menautkannya dengan persoalan lebih besar ketika Orba berkuasa. Islam sebagai kekuatan politik di masa Soeharto, dikontrol sangat ketat. Partai-partai politik Islam diharuskan melebur dalam ideologi Pancasila versi rezim Soeharto, dengan satu kekuatan yaitu PPP. Ketika 90-an sadar akan kekuasaannya mulai goyah, Soeharto mulai rangkul kekuatan- kekuatan politik Islam sebagai sekutu. Ketika hampir 18 tahun kejatuhan Soeharto, Islam muncul sebagai kekuatan yang mencari identitas melalui film. Film bertema Islam di Indonesia selama ini cukup merasa puas dalam kekayaan materi, kepuasan individu dalam mengejar akhirat. Sebagian peneliti menelaah fenomena ini Islam sudah dijinakkan kapitalisme. Heryanto menulis daripada menyisipkan persoalan ini ke salah satu kategori, semisal ‘komodifikasi atau komersialisasi’ versus ‘Islamisasi’. Ia lebih menyinggung bahwa Islam sedang mencoba menemukan bentuk. Kajian budaya populer adalah kajian menarik. Buku ini seperti oase di tengah gurun, di tengah kakunya kajian akademis di bidang politik maupun budaya. Seperti halnya buku-buku bagus selalu menimbulkan rangsangan.□
AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
35
SASTRA
Singa yang Baik Oleh: Ernest Hemingway
P
ada suatu ketika, hiduplah seekor singa di Afrika bersama sekumpulan singa lainnya. Sekumpulan singa itu semuanya adalah singa yang jahat. Setiap hari mereka memakan zebra, rusa, dan segala jenis kijang. Kadangkala singa jahat juga memakan manusia. Mereka memangsa orang Swahilis, Umbulus dan Wandorobos dan teristimewa mereka menyukai pedagang Hindu untuk mereka makan. Semua pedagang Hindu sangat gemuk dan lezat untuk seekor singa. Tetapi, singa ini sangat kita cintai karena dia begitu baik, punya sayap pada punggungnya. Karena ia mempunyai sayap pada punggungnya, singa-singa lain dibuat riang olehnya. “Lihat dia dengan sayap pada punggungnya,” begitu mereka akan berkata lalu tertawa terbahak-bahak. “Lihat apa yang dia makan,” begitu mereka akan berkata karena singa yang baik hanya makan pasta dan scampi (sejenis udang besar) karena dia betulbetul baik. Singa jahat akan meraung dengan keras dan memakan pedagang Hindu lainnya dan istri-istri mereka akan minum darahnya, lap-lap-lap dengan lidah mereka menyerupai kucing yang besar. Mereka hanya akan berhenti untuk menggeram atau meraung dengan keras kepada singa baik dan mengacaukan sayap pada punggungnya. Mereka sangat jahat dan memang singa yang nakal. Tapi singa baik akan duduk dan melipat sayap di punggungnya dan bertanya dengan sopan, jika dia boleh mempunyai seorang Negro atau seorang Amerika yang dia selalu minum sebagai pengganti dari darah pedagang Hindu. Suatu hari dia menolak untuk makan delapan ternak Masai dan cuma makan beberapa tagliatelli dan minum segelas pomodoro. Hal ini membuat singa jahat sangat
36
AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
Ilustrasi: Wahid Irawan
marah dan satu dari singa betina itu, yang paling keji diantara mereka dan belum pernah dapat meminum darah pedagang Hindu sekalipun mengenai kumisnya ketika ia mengusap wajah di rumput. Ia berkata, “Kau siapa hingga kau pikir kau lebih baik dari kami? Darimana kau datang, singa pemakan pasta? Apa yang kau lakukan disini?” singa betina menggeram dan mereka semua mengaum tanpa tertawa. “Ayahku tinggal di kota dimana ia bisa berdiri di bawah menara jam dan melihat ke bawah pada ratusan burung merpati, yang jadi subjeknya. Ketika mereka terbang, mereka membuat bunyi seperti sebuah sungai deras. Ada begitu banyak tempat di kota ayahku daripada di seluruh Afrika dan ada empat kuda perunggu besar yang dihadapi dia dan mereka semua memiliki satu kaki di udara karena mereka takut akan dia. Di kota ayahku para pria berjalan kaki atau naik kapal dan tidak ada kuda
yang benar-benar berani memasuki kota karena takut pada ayahku.” “Bapakmu pasti Griffon,” kata singa betina dengan keji, menjilati kumisnya. “Kau seorang pembohong,” kata satu singa diantara mereka. “Tidak ada singa begitu di kota.” “Beri aku sepotong pedagang Hindu,” kata singa jahat lainnya. “Sapi Masai ini juga baru dibunuh.” “Kau betul-betul pembual yang ulung dan anak seorang Griffon,” kata singa yang paling keji dari semua singa betina. “Saat ini kupikir aku akan membunuhmu dan memakanmu, punggung dan semua.” Hal ini membuat singa baik benarbenar takut karena ia dapat melihat mata kuning mereka, ekor mereka yang naik turun dan darah yang lengket pada kumisnya. Dan dia mencium napasnya yang sangat bau karena ia tidak pernah menggosok giginya sekalipun. Singa bet-
PUISI Penumpang
Ilustrasi: Ardian Pratama
ina juga memiliki potongan pedagang Hindu tua dibawah cakarnya. “Jangan bunuh aku,” kata singa baik. “Ayahku adalah seekor singa bijaksana dan selalu menghargai dan semua yang kukatakan adalah benar.” Seketika singa betina jahat melompat ke arahnya. Dia terbang ke udara dengan sayap dan mengitari kelompok singa jahat sekali, mereka semua mengaum dan menatapnya. Dia melihat ke bawah dan berpikir, “Apa yang membuat singa ini begitu liar.” Ia memutari mereka sekali lagi untuk membuat mereka mengaum lebih keras. Lalu ia menukik rendah sehingga ia bisa melihat dengan mata singa betina jahat yang naik pada kaki belakangnya untuk coba menangkapnya. Tapi ia melupakan cakarnya. “Adios,” katanya, dengan bahasa Spanyol yang indah, yang jadi kebiasaan singa. “Aurevoir,” dia memanggil mereka dengan logat Perancis. Mereka semua mengaum dan menggeram dalam dialek singa Afrika. Kemudian singa baik berputar lebih tinggi dan lebih tinggi dan mengarah menuju Venesia. Dia hinggap di Piazza dan semua orang senang melihatnya. Dia terbang sejenak dan mencium ayahnya di kedua pipi dan melihat kuda-kuda masih memiliki kaki dan Basilika tampak lebih indah dari gelembung sabun. Campanile adalah tempat merpati sering terbang kesana membuat sarang untuk bermalam. “Bagaimana dengan Afrika?” kata ayahnya. “Begitu liar, yah,” balas singa baik. “Kita punya malam yang terang disini,” kata ayahnya. “Aku melihatnya,” jawab singa baik layaknya anak yang patuh.
“Kau tampak kesusahan dimata kecilku,” ayahnya memintanya menceritakan persoalan kepadanya. “Kemana kau akan pergi sekarang, anakku?” “Bar Harry,” balas singa baik. “Ingatkan aku pada Cipriani dan ceritakan padanya aku akan kesana dalam beberapa hari kedepan melihat tagihanku,” kata ayahnya. “Baik, yah,” kata singa baik dan dia terbang rendah dengan enteng dan berjalan ke Bar Harry pada empat kaki-cakarnya. Tidak ada yang berubah pada Cipriani. Semua temannya tetap disana. Tapi dia melihat perubahan kecil pada dirinya sendiri sekembalinya dari Afrika. “Seorang Negro, Senor Barone?” tanya Tuan Cipriani. Tapi singa baik telah terbang ke seluruh jalan dari Afrika dan Afrika mengubahnya. “Kau punya sandwhich-sandwich pedagang Hindu?” ia bertanya. “Tidak, tapi aku bisa carikan.” “Sembari kau mengirim ke mereka, buatkan aku minuman martini.” Ia melanjutkan, “Dengan Jenewer Gordon.” “Mantap,” kata Cipriani. “Benar-benar mantap”
seandainya dapat kurumuskan kesedihan kita tubuh kita mungkin tak segamang ini menimang dendam tentang masa lalu, sisa waktu, dan semua yang dilucuti penumpang yang lelah hanya singgah, menunggu perjalanan lain ke laut juga, barangkali kita akan sampai menyicip angin pantai, dan rasakan debur ombak pada jantung yang kerap tersadai oleh sesuatu yang tak pernah ingin kita bahasakan Pekanbaru, 2016
Sebuah Pesan ke ujung ngalau itu jua aku merenung di bebatuan rapuh, di antara buluh peluh berpacuan menuruni tubuh suaraku menggaung pada lekuk-lekuk goa ditinggalkan, mengarungi awang-awang kosong yang sejuk, sibuk memanggilmu halimun entah dari mana, bertapa di celah rambut juga daun-daun gugur menyepah sepatu hingga dingin menyelinap dan menyelimuti meredupkan segala ingatan tapi benarkah tak sampai pesanku serupa angin atau udara yang membelai rambutmu Pekanbaru, 2016
Sekarang semua wajah-wajah singa memandang kagum padanya dan ia tahu ia berada di rumah walau ia tahu akan berkelana lagi. Ia terlihat begitu bahagia.□
Ernest Miller Hemingway lahir pada 21 Juli 1899-2 Juni 1961 menulis novel dan cerpen. Semasa mudanya sempat jadi wartawan. Tahun 1954 ia menerima nobel sastra untuk novelnya The Old Man and The Sea. Diterjemahkan oleh Wahid Irawan
Reky Arfal—Menetap di Pekanbaru. Mahasiswa jurusan Ilmu Hukum UIN SUSKA. Bergiat di Komunitas Paragraf, juga koordinator Malam Puisi Pekanbaru. Beberapa puisinya diterbitkan di Riau pos dan Indopos, dan termaktub dalam beberapa antologi. AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016 AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
45 37
KOLOM ALUMNI
PELAKU KORUPSI
Tidak Mengenal Gender Oleh Desi Sommaliagustina, SH, MH
38
AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
dilihat dari UU 31 tahun 1999 jo Undang-undang 20 tahun 2001 adalah delik yang berkaitan dengan kerugian negara, delik pemberian sesuatu atau janji kepada Pegawai Negeri / PN (penyuapan), delik penggelapan dalam jabatan, delik perbuatan pemerasan, delik perbuatan curang, delik benturan kepentingan dalam pengadaan, delik gratifikasi. Jenis-jenis korupsi tersebut dapat dilakukan oleh perempuan maupun laki-laki, sebagaimana contohnya yang telah dilakukan oleh sejumlah nama di atas serta nama lain yang tidak tercantum. Tidak adanya kaitan antara pelaku korupsi dengan gender pernah pula disampaikan oleh politisi perempuan yang berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Eva K. Sundari, yang menyatakan bahwa korupsi tidak “ber-gender”. Artinya, apabila memiliki kekuasaan, baik perempuan maupun laki-laki mempunyai peluang yang sama untuk lakukan korupsi. Sementara itu, seseorang dapat dikatakan telah melakukan tindakan korupsi apabila telah memenuhi empat unsur. Pertama, niat melakukan korupsi (desire to act). Kedua, kemampuan untuk berbuat korupsi (ability to act). Ketiga, peluang atau kesempatan untuk melakukan korupsi (opportunity to do corruption). Keempat, target adanya sasaran untuk dikorupsi (suitable target). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pelaku korupsi sejatinya memang tidak berkaitan dengan jenis kelamin maupun orientasi seksual seseorang. Tapi, jika seseorang memiliki kekuasaan atau posisi strategis maka peluang untuk korupsi sangat besar. Hal ini misalnya jika ditilik dari istilah korupsi itu sendiri. Secara terminologi, kata ‘korupsi’ berasal dari bahasa Latin corruptio atau dalam Webster Student Dictionary berasal dari corruptus. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.
Sedangkan Bibit Samad Rianto, mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam bukunya ‘Koruptor Go To Hell’ (2009), menyatakan bahwa korupsi adalah perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan publik yang merugikan negara atau masyarakat. Jika ditilik dari pengertian di atas, perilaku korupsi memang tidak berkaitan dengan jenis kelamin maupun orientasi seksual. Penyebab korupsi sebagaimana disebutkan oleh KPK dalam website resminya (www.kpk.go.id). Terdapat beberapa hal, yakni; penegakan hukum tidak konsisten, penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang, rendahnya pendapatan penyelenggara negara, budaya memberi upeti, imbalan jasa dan hadiah, budaya permisif (tidak adanya; kontrol sosial, mengingatkan, melaporkan), tidak diterapkannya nilai-nilai agama dan etika. Jika ditilik dari penyebabnya, posisi pertama; berkaitan dengan penegakan hukum. Soerjono Soekanto mengatakan, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi penegakan hukum seperti undang-undang, penegak hukum, sarana atau fasilitas, masyarakat, dan kebudayaan. Kelima faktor tersebut saling berkaitan, karena ia merupakan esensi dari penegakan hukum. Termasuk dalam hal memberikan hukuman yang menimbulkan efek jera terhadap pelaku korupsi yang tidak mengenal jenis kelamin ini. □
Foto: Facebook
Korupsi jadi persoalan serius di banyak negara, termasuk Indonesia. Sebagian kalangan di Indonesia mengaitkan korupsi dengan gender, seperti; korupsi dan perempuan. Lord Acton dalam sebuah adagium menyebutkan “Power Tends to Corrupt”, maksudnya manusia yang miliki kekuasaan cenderung menyalahgunakannya. Jika ditilik adagium tersebut, akan terlihat bahwa ia sama sekali tidak membedakan gender pelaku korupsi. Namun ia menyebutkan kata “manusia” secara universal. Artinya, setiap manusia baik yang berkelamin laki-laki maupun perempuan yang memiliki kekuasaan sangat rentan lakukan korupsi. Pun, fakta empiris yang terjadi mengungkapkan bahwa korupsi dapat dilakukan baik oleh kedua gender tersebut. Buktinya kita bisa dengan mudah menemukan; dari gender laki-laki, sebut saja Irjen Djoko Susilo, Luthfi Hassan Ishaaq, Muhammad Nazaruddin, dan lainnya dengan kasus beragam. Lalu, juga ada ber-gender perempuan yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan divonis bersalah oleh pengadilan. Kasusnya pun terbilang besar dan menyita perhatian publik. Misalnya yang dilakukan oleh Mindo Rosalina Manulang. Ia merupakan anak buah pemilik serta Direktur Marketing Grup Permai. Ia divonis dua setengah tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta dalam kasus suap Wisma Atlet. Kemudian, Angelina Sondakh, mantan Anggota Badan Anggaran DPR tersebut terjerumus dalam kasus korupsi di Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Pemuda dan Olahraga. Ia harus mendekam di penjara selama 12 tahun setelah majelis kasasi yang dipimpin Artidjo Alkostar memperberat hukumannya dari semula empat setengah tahun menjadi 12 tahun penjara. Selain itu, masih terdapat namanama lain yang terlibat kasus korupsi. Pelakunya berkelamin laki-laki atau pun perempuan. Sedangkan jenis-jenis korupsi jika
*Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Riau. Menetap di Pekanbaru. Menulis artikel hukum, persoalan sosial, sastra dan kebudayaan.
SENGGANG
TEBAK GAMBAR
CARI ENAM PERBEDAAN!
Cari dan lingkari enam perbedaannya, kemudian scan/ foto, lalu upload ke Instagram/Facebook dengan keterangan “Tebak Gambar Majalah AKLaMASI UIR Edisi 11” , juga sertakan Hashtage #aklamasiuir #tebakgambaraklamasi. Ada hadiah menarik untuk tiga orang pemenang. **Syarat Pemenang: 1. Mahasiswa UIR 2. Follow dan add akun Instagram, Twitter, dan Facebook AKLaMASI
Episode 16:
Beasiswa dari Saudara PARODI SI AKLA Gambar dan Teks: Ade Kurniawan Siregar
AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016
39
Grafis: Dede Mutiara Yaste
AKLaMASI - EDISI 11 - OKTOBER 2016