Al-Intima' edisi 03

Page 1

Spirit Kebangkitan Dakwah

www.al-intima.com

Edisi No.003 Tahun 2009 • Infaq Rp 4.900,- (Luar kota tambah ongkos kirim)

Mengawal

Perubahan

tawjih

4

Ahdaful Musyarokah

lamhah tarikhkhiyyah

22

Sejarah Perjuangan Nabi Bagian Dua (Fase Madinah)

harakatuna

8

Mengawal Perubahan

‘aqidatuna

26

Mengenal Asal-Usul Agama Kristen

harakatuna

12

harakatuna

14

nasihat

30

tazkiyah

34

Mengawal Perubahan

Melestarikan Nilai-nilai Ramadhan

Mengawal Perubahan Syafaqah

qur’anuna

16

nisaa

36

Tafsir Surah Ali Imran Ayat 104 Takwin Baitul Islam

fiqh

20

kisah

39

Menghalalkan dan Mengharamkan adalah Hak Allah Beristirahat dengan Shalat



dari redaksi Edisi No.003 Tahun 2009

Spirit Kebangkitan Dakwah

Edisi No.003 Tahun 2009 • Infaq Rp 4.900,-

www.al-intima.com

Mengawal

Perubahan

tawjih

4

lamhah

22

Ahdaful Musyarokah Sejarah Perjuangan Nabi Bagian Dua (Fase Madinah)

harakatuna

8

Mengawal Perubahan

‘aqidatuna

26

Mengenal Asal-Usul Agama Kristen

harakatuna

12

harakatuna

14

nasihat

30

tazkiyah

34

Mengawal Perubahan

Melestarikan Nilai-nilai Ramadhan

Mengawal Perubahan Syafaqah

qur’anuna

16

nisaa

36

Tafsir Surah Ali Imran Ayat 104 Takwin Baitul Islam

fiqh

20

kisah

39

Menghalalkan dan Mengharamkan adalah Hak Allah Beristirahat dengan Shalat

Majalah Dakwah Islam

Al-Intimã’ Terbit 1 (satu) bulan sekali Infaq Rp 4.900,-

Penerbit Forum Dakwah dan Tarbiyah Islamiyah Bandung Alamat Redaksi Jl. Cilengkrang II No. 48 Kel. Palasari Kec. Cibiru Bandung Telpon (022) 71196663 e-mail mdi.intima@gmail.com Pemimpin Umum / Redaksi M. Indra Kurniawan Sidang Redaksi Setiadi Yazid Taufiq Rizqon Ridwan Nurdin Mufti Rifan Fahrani M. Indra Kurniawan Ali Akbar, Putra Akbar Desain Grafis & Tata Letak Widesain Pemasaran, Iklan & Distribusi Ali Akbar Sandi Mulyadi Keuangan Agus Suryana Percetakan Dunia Offset. Redaksi menerima tulisan dari pembaca. Setiap tulisan masuk tidak dikembalikan. Lampirkan foto copy identitas yang masih berlaku. Isi di luar tanggung jawab percetakan.

Segala puji milik Allah yang dengan karunianya sempurnalah segenap kebaikan. Salawat dan salam semoga dilimpahkan Allah kepada pengajar kebaikan, yang menunjukkan manusia kepada kebenaran, pemimpin dan imam kita, panutan dan kekasih kita, Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan benar hingga hari kiamat nanti. Kami hadir kembali di hadapan Anda dengan membawa semangat dan tekad baru. Majalah Al-Intima’ ini harus menjadi majalah yang berkualitas. Menjadi pengobar semangat kaum muslimin, khususnya para mujahid yang senantiasa bersabar mengarungi medan dakwah, bertekad memperbaharui amalnya dengan pemahaman dan keikhlasan. Senantiasa berjihad, berkorban, taat, dan mengokohkan tekadnya. Seraya membersihkan fikrahnya, menyuburkan ukhuwah dan tsiqah pada qiyadahnya. Edisi ke 3 ini muncul setelah melalui ‘perjuangan panjang’. Ada halangan dan rintangan, tapi itu kecil di hadapan Allah, dan kita bertawakkal pada Allah. Kami bekerja menerbitkan majalah ini dengan semangat dakwah. Mengedepankan nasyrul fikrah, sebelum kasbul ma’isyah. Apa yang kami lakukan adalah kerja dakwah. Laksana langkah-langkah para muassis di masa lalu yang penuh pengorbanan. Seperti semangat para murabbi yang telah membimbing kita, menyisihkan waktu, tenaga, dan pikirannya tanpa mengharap pamrih. Do’akan kami agar tetap istiqomah. Allahu Akbar walillahil hamd.... Tema yang diangkat pada edisi kali ini adalah tentang mengawal perubahan. Bukan kajian lengkap tentang perubahan, tapi paling tidak dapat menyegarkan kembali tekad kita untuk berkontribusi di dalamnya. Untuk tema ini kami tampilkan tulisan Akh Kadir Syamsudin dan tulisan Ustadz Tate Qomarudin, Lc. Sebelum itu Anda dapat menyimak taujih KH. Hilmi Aminuddin tentang Ahdaful Musyarokah. Jangan lewatkan pula kajian tafsir Qur’an Ust. Drs. H. Saefuddin ASM, nasihat dari Drs. H. Ahmad Yani, dan renungan tazkiyatu nafs Akh M. Indra Kurniawan, S.Ag. Oh ya pembaca budiman, ada kabar gembira yang perlu kami sampaikan. Salah seorang kontributor majalah AlIntima, Ukhti Ilin Ratna Tiara kini telah menggenapkan setengah din-nya. Beliau dipersunting Akhunal karim Raizal Arifin, dan telah melaksanakan aqad sekaligus walimatul ursy pada Ahad, 4 Oktober 2009 yang lalu. Mohon do’a dari seluruh pembaca semoga mereka berdua mendapat curahan barokah dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Barokallahu laka wa baroka alaika wa jama’a bainakuma fi khoir.... Akhirnya, kami persilahkan Anda segera menyimak sajian Al-Intima’ edisi kali ini. Semoga bermanfaat! 1


Surat Pembaca kami akan perluas pemasaran majalah ini. Mohon do’anya. Atau kawan-kawan siap jadi agen? Mau langganan gimana caranya? - Zulkarnaen Umar Afwan untuk mendapatkan majalah ini dimana ya? - Suci Nurani Amalia Saya di Jogja, bisa gak langganan? - Doni Priasani Kalo ane di Bekasi, bisa beli dimana ya?? Fatahillah Bulak Kapal ada gak ya ?? Atau di radio Dakta ?? - Calon Camat Untuk Denpasar bisa di dapatkan di mana? - Dendi Surya Agung Nugraha

Ada edisi on line gak? - Ida Nurul Chasanah Webnya sudah ada…tapi masih dalam tahap penataan, Bu….mohon do’anya mudah-mudahan segera tergarap.

Buat kawan-kawan yang berada di luar kota Bandung/luar Jawa, dengan sangat menyesal kami sampaikan bahwa untuk saat ini kami baru bisa melayani wilayah Kab. Bandung, Bandung Barat, Cimahi, Ciamis, Garut, Subang, Sumedang, Cianjur, dan Kokab Sukabumi. Insya Allah ke depan

2

Al-Intima’ No.003 Nopember 2009


ed

i al ti or

Memahami Bencana Bencana demi bencana datang silih berganti. Bertubi-tubi. Tsunami, wabah penyakit, kecelakaan-kecelakaan transportasi, longsor, banjir, gempa. Belum kering air mata karena suatu ujian dan cobaan, tiba-tiba ujian dan cobaan yang lain datang menghampiri. Bagi seorang muslim kejadian demi kejadian ini hendaknya menjadi bahan muhasabah. Allah SWT berfirman: “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan pada dirimu melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (QS. Al-Hadid, 57: 22)

Dari ayat di atas kita memahami bahwa musibah adalah ketentuan Allah yang pasti memiliki maksud. Karenanya manakala kita mengalami musibah dan cobaan, hal pertama yang harus dilakukan adalah segera mengingat Allah Sang Penentu segala sesuatu. Kita harus waspada, jangan-jangan bencana ini datang sebagai peringatan Allah SWT atas dosa-dosa yang kita kerjakan. “Dan sesungguhnya kami timpakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), Mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. As-Sajdah, 32: 21)

Ya, agar kita kembali ruju’ kepada Allah SWT dan mengingat kerusakan yang ditimbulkan oleh ulah tangan manusia, di darat maupun di lautan. “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum, 30: 41).

Bencana ini adalah ujian sekaligus teguran keras dari Allah agar kita tadharru, tunduk dengan kerendahan hati di hadapan Allah SWT. Namun sayang, banyak manusia tidak mampu memahami ini. Mungkin karena hati mereka demikian keras? “Dan sesungguhnya kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri. Maka Mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan kami kepada mereka, bahkan hati mereka menjadi keras, dan syaitanpun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. Al-An’am, 6: 42-43)

Akhirnya marilah kita renungkan firman Allah berikut ini, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang turun (kepada mereka), janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya yang telah diturunkan Al Kitab kepadanya, berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hadid, 57: 16)

Wallahu a’lam. 3


!

taujih

‫المشاركة‬

Ahdaful “Sejak awal, musyarokah kita - keterlibatan kita dalam pemerintahan - sama sekali bukan ditujukan untuk kemenangan zhahir saja yang cenderung diisi dengan al-kibr dan alkibriya’, merasa besar dan sombong.”

4

Al-Intima’ No.003 Nopember 2009


‫اهداف‬

Musyarokah Oleh: k.h. hilmi aminuddin, lc.

K

ita bermusyarokah untuk mencapai kemenangan sejati, yang dide­fi­nisikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal:

‫ما الزم احلق قلوبنا‬

Kemenangan sejati yang paling ­ endasar dan substansial adalah jika m kebenaran tetap bersemayam di hati kita. Tidak terkontaminasi oleh racun-racun kehidupan, tidak tergoda oleh imingiming apapun bentuknya, yang membuat hati kita diisi oleh nilai-nilai lain selain nilai kebenaran yang bersumber dari Allah SWT. Kemenangan sejati juga adalah jika kita berhasil menegakkan kedaulatan Allah di dalam diri kita. Berhasil menegakkan kedaulatan Allah di dalam keluarga kita. Berhasil menegakkan kedaulatan Allah di rumah kita, di bangsa kita dan di negeri kita. Sehingga orientasi hidup bangsa kita adalah mardhotllah, ridho Allah semata. Oleh karena itu pertama-tama yang harus kita pastikan adalah ahdaful musyarokah (tujuan-tujuan musyarokah) kita. Jangan sampai berpesong sedikitpun. Al-Musyarokah littauhiidi wal binaa’i (‫)المشاركة للتوحيد والبناء‬

Musyarokah kita bertujuan untuk berkon­ t­ ribusi dalam mempertahankan p ­ ersatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berkontribusi untuk membangun ­bangsa dan negara ini sehingga mencapai kesejahteraan, kejayaan serta kedamaian dengan bangsa-bangsa lain dalam pergaulan internasional. Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Persatuan dan kesatuan bangsa ini jangan sampai dirongrong, dirusak, ­dicerai­beraikan oleh agenda-agenda yang diprogram dari luar yang menghendaki perpeca­han. Kita harus menjadi junudullah (prajurit-prajurit Allah) terdepan dalam memper-

tahankan persatuan dan kesatuan bangsa dan negeri ini. Karena negeri ini adalah anugerah besar dari Allah - ba’da al-iman, setelah iman - yang harus kita syukuri dengan memberdayakan, menjayakan dan mengunggulkannya. Sehingga mampu memberi kontribusi positif dalam pergaulan antar bangsa dalam kehidupan global. Al-Musyarokah littaqwiyah wat tatsbiti (‫)المشاركة للتقوية والتثبيت‬

Selain mempersatukan dan membangun, berdaya kohesif dan menjadi penerus pembangunan bangsa dan negara ini, musyarokah kita juga harus berkontribusi dalam mewujudkan negara yang kuat dan kokoh. Jangan menjadi negeri yang dilecehkan dan dideskreditkan tetangga-tetangganya. Jangan menjadi negara dan bangsa yang sama sekali tidak diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain, bahkan menjadi beban dalam pergaulan internasional. Untuk menjadi faktor taqwiyah wa tastbit, memperkuat dan mengokohkan kehidupan berbangsa dan bernegara ini, modalnya hanya satu: bersyukur! Negeri ini menghendaki para kader, pemimpin, pejuang, dan mujahid yang pandai bersyukur. Allah sudah memberikan banyak sekali karunia-Nya kepada negeri ini. Namun banyak potensi yang belum terolah, sehingga terbengkalai dan mubadzir. Bahkan banyak potensi yang diekploitasi oleh kekuatan-kekuatan asing. Ini karena kelemahan dan kebodohan kita, terjebak oleh kepentingan-kepentingan pribadi dan kelompok, sehingga kekayaan yang diberikan oleh Allah ini tergadaikan kepada negeri asing dengan amat sangat murah Kita harus waspada dan berani mengevaluasi kebijakan-kebijakan lama yang menyiksa bangsa ini. Berani mengevaluasi seluruh produk-produk konstitusi, perundang-undang­an, perda-perda, perjanjian-perjanjian dengan luar negeri yang 5


melemahkan bangsa ini, yang menjadikan bangsa ini terpuruk. Kekayaan melimpah ruah, bukan dinikmati oleh rakyat. Tapi hanya dinikmati oleh sekelompok tertentu. Bahkan mengalir setiap hari ke negeri-negeri asing. Bukan dalam kerjasama yang saling menguntungkan. Tapi kerjasama yang timpang yang mengandung unsur pelecehan, penipuan, dan konspirasi kepada bangsa ini. Semua ini harus dihentikan. Al-Musyarokah lit taghyiiri wat tajdiidi (‫)المشاركة للتغيير و التجديد‬

Kita tidak ingin bangsa ini statis, jumud dan mandeg. Oleh karena itu tujuan musyarokah kita yang ketiga adalah al-musyarokah lit taghyiir wat tajdiid. Musyarokah kita, kontribusi kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah melakukan perubahan dan pembaharuan. Setiap hari Allah SWT memberikan pelajaran kepada kita bagaimana ciptaan-ciptaannya selalu berubah dan memperbaharui diri. Selalu tumbuh dan berkembang. Lahirnya seorang anak dimulai dengan jeritan tangis yang merupakan symbol kehidupan dan mulai berfungsinya organ-organ utama tubuh, terutama paru-paru dan jantung. Mula-mula matapun tidak bisa melihat, tulang-tulangnya lembek dan lemah. Tapi dari hari ke hari kita lihat matanya semakin berbinar terang. Pertama-tama yang ia tahu ­hanya ibunya. Kemudian akhirnya mulai bisa ­tahu ayahnya. Berkembang mulai bisa membedakan warna dan ukuran-ukuran. Bahkan membedakan manfaat-manfaat. Dan mulai bisa membedakan mana yang berbahaya dan mana yang tidak.

dan rontok. Tumbuhlah daun-daun muda berkembang menghijau. At-taghyiir wat tajdiid adalah sunnatullah. Kalau bangsa ini tidak mau berubah, statis, dan mandeg, berarti bangsa ini melawan sunnatullah. Kita kader-kader dakwah harus mendorong agar bangsa ini mengikuti sunnatullah. Mengikuti fitrahnya yaitu fitrah perubahan dan pembaharuan. Semuanya harus berubah, mustahil t­ idak berubah. Jika tidak mau berubah, dia akan menjadi korban perubahan. Akan digilas oleh perubahan. Makanya kalau kita tidak mau menjadi korban perubahan, kita harus menjadi pelopor perubahan dan pembaharuan. Semangat perubahan dan pembaharuan adalah bagian penting dari gerakan ­dakwah. Dari sejak awal dalam manhaj takwiniyah kita tekankan bahwa harakatud dakwah (gerakan dakwah) adalah harakatut taghyiir (gerakan perubahan) dan harakatut tajdiid (gerakan pembaharuan). Kader-kader dakwah harus menjadi :

‫ُر ْو ٌح َج ِد ْيدَ ٌة ت َْسرِي ِفي َج َس ِد ا ُأل َّم ِة‬

Menjadi jiwa, semangat, moral baru, dan kekuatan baru yang mengalir di tubuh umat ini. Kita harus menjadi innovator perubahan dan pembaharuan di segala sector kehidupan. Jangan sampai bangsa ini tertinggal akibat segan berubah karena malas. Atau bahkan takut berubah, akibat mempertahankan kepentingankepentingan pribadi atau kepentingankepentingan kelompok/golongan. Karena perubahan dan pembaharuan berarti dinamisasi. Perubahan dan pembaharuan berarti repositioning segenap potensi bangsa. Dengan musyarokah ini kita melakukan redinamisasi repositioning kita; politik, social, financial, budaya, sains dan teknologi. Kita harus mencapai posisi-posisi baru yang lebih maju, berdaya guna, dan berdaya saing. Juga lebih memberikan manfaat, bukan saja kepada bangsa ini, tapi juga bermanfaat kepada kemanusiaan. Karena bangsa muslim ini mengemban misi utama rahmatan lil’alamin.

!

Kita harus menjadi inovator perubahan dan pembaharuan di segala sektor kehidupan. Kita lihat pertumbuhan biji-bijian. Bijibiji mulai terbelah merekah, memunculkan tumbuhan kecil. Lalu akarnya menghunjam ke tanah secara bertahap. Sementara batang pohonnya mulai tumbuh berkembang. Berdahan rindang, berdaun hijau, akhirnya berbuah menjadi bermanfaat. Seluruhnya adalah merupakan at-taghyiir wat tajdiid. Daun-daun yang sudah tua, menguning 6

Al-Musyarokah lil ishlahi wal

Al-Intima’ No.003 Nopember 2009


!

taujih ihsani (‫)المشاركة لإلصالح واإلحسان‬ Karena kita mengemban misi rahmatan lil’alamin, maka musyarokah pun tujuannya adalah berkontribusi untuk selalu ishlah (melakukan reformasi). Ishlah berarti perbaikan dan selalu mengajak damai. Musyarokah lil ishlah wal ihsan baru

lurus d ­ a­­-lam fitrahnya. Nilai-nilai fitrah ini adalah nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Al-Qur’an mengokohkannya dengan nilai-nilai syar’iyyah. Sebagai kader dakwah harus ­selalu waspada terhadap kemungkinan berbagai penyimpangan, baik dalam diri maupun

bisa kita gulirkan, kalau kita professional. Mempunyai kafaah muntijah (kesalehan kompetensi dan kemampuan produktif ) dan kafaah ijaabiyah (potensi dan kompentensi yang positif). Kader-kader kita harus menjadi kaderkader unggulan di tengah-tengah pergaul­ an kehidupan berbangsa dan bernegara. Tafawwuq ma’nawiy berbasiskan tafawwuq iimaniiy, keunggulan moral berbasiskan keunggulan iman. Tafawwuq fikri berbasiskan tafawwuq ‘ilmi, keunggulan idealisme berdasarkan keunggulan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan. Begitu juga tafawwuq ‘amaliy berdasarkan tafawwuq manhajiy, keunggulan dalam aktivitas berdasarkan keunggulan metode kerja. Sehingga seluruh lapisan masyarakat mendapatkan sentuhan ishlah wal ihsan dari kita. Seluruh lapisan masyarakat, segenap komponen bangsa, lintas partai, lintas ormas, lintas agama, lintas keyakinan, lintas suku, lintas pulau-pulau yang bertebaran beribu-ribu ini merasakan khuthuwat ishlahiyah dan khuthuwaat ihsaniyah kita.

di tengah-tengah umat dan bangsa ini. Kita harus menjadi unsur muqawwim (yang meluruskan) wat tasdiid (mengarahkan) agar bang­sa ini jangan disorientasi. Seluruh kader dakwah ini harus berusaha dan mampu mengkonsolidasi, mengkoor­ dinasi, dan memobilisasi seluruh ­potensi positif konstruktif di dalam bangsa ini. Siapapun mereka, partai apapun mereka, ormas apapun mereka dan agama apapun mereka, suku bangsa apapun mereka. Penghuni pulau manapun mereka. Kita harus mampu melihat potensi positif dan konstruktif untuk membangun bangsa ini mencapai kesejahteraan, kedamaian dan kejayaannya. Selain itu kita harus selalu berupaya untuk mempersempit ruang gerak, perilaku, dan peran potensi negative destruktif. Agar kehidupan berbangsa dan bernegara ini tidak terprovokasi, terpecah belah, terlemahkan, terkecoh , tergadaikan, bahkan terjual oleh potensi negative destruktif itu. Sehingga kehidupan bangsa kita tetap bersatu, damai, tentram dan bersemangat untuk kerja keras mencapai tujuan-tujuan nasional, yaitu menjadi bangsa dan Negara yang diridhai oleh Allah SWT. Sejak awal, ikhwan dan akhwat ­di­­gem­-­­bleng diantaranya untuk misi amar ma’ruf nahi munkar. Dalam musyarokah lit taqwiim wat tasdiid inilah peran amar ma’ruf nahi munkar harus dilakukan dimanapun antum berada. Apakah di lembaga legislative, eksekutif atau yudikatif. Dalam mengelola jama’ah, kehidupan bermasyarakat, lembaga-lembaga social, pendidikan, kebudayaan, dan perekonomian. Tetap taqwim dan tasdiid merupakan refleksi misi amar ma’ruf nahi munkar kita. 

!

Nilai fitrah adalah nilai kemanusiaan yang universal.

Al-Musyarokah lit taqwiimi wat tasdiidi (‫)المشاركة للتقويم والتسدي‬

Musyarokah kita bertujuan untuk berkontribusi dalam meluruskan dan mengakuratkan tujuan hidup dan perjuangan bangsa ini. Agar bangsa ini tidak menyimpang dari tujuan utamanya. Allah memerintahkan kepada kita agar lurus, sesuai dengan fitrah diciptakannya. ً ‫دلين حن‬ ‫الناس‬ ‫يفا فطرة الل التي فطر‬ ّ ‫فأق ْم وجهك ل‬ َ َّ َ َ َ ِ َّ ِ َ‫َ َ ِ َ ْ َ َ ِ ِ ِ َ ِ ِ ْ َ َ ّه‬ ِ ‫ك ّن َأ ْك َثر‬ ‫عل هْيا ال ت ْبديل لخلق الل ذلك ادلّين القي ول‬ َ ِ َ َ ُ ّ‫َ َ َ َ ِ َ ِ َ ْ ِ ّهَ ِ َ ِ َ ِ ُ ْ َ م‬ َ )٠٣ : ‫ون (الروم‬ ‫الن‬ َ ‫اس ال َي ْع َل ُم‬ ِ َّ

Tidak ada bangsa atau umat atau ­bahkan makhluk yang bisa hidup baik, tenang, ten­tram dan sejahtera kecuali harus

7


harakatuna

Mengawal

Perubahan Oleh: Tate Qomaruddin, Lc.

Rasulullah saw. Bersabda, “Setiap Nabi mempunyai sahabat dan hawari yang selalu berpegang teguh dengan petunjuknya dan mengikuti sunnahnya. Lalu muncullah generasi penganti (yang buruk) yang (hanya) mengatakan apa yang tidak mereka lakukan dan melakukan apa yang tidak diperintahkan. Maka siapa yang berjuang (untuk meluruskan) mereka dengan tangannya maka dia adalah mukmin. Dan barang siapa yang berjuang dengan lidahnya maka ia adalah mukmin. Dan barangsiapa berjuang dengan hatinya maka ia adalah mukmin. Dan tidak ada di belakang itu keimanan sedikit pun.� (Muslim) 8

Al-Intima’ No.003 Nopember 2009


H

adits Rasulullah saw. di atas menegaskan beberapa hal. Pertama, akan selalu terjadi perubahan pada kaum muslimin. Kedua, perubahan itu bisa menuju ke arah yang buruk. Ketiga, seorang mukmin harus berjuang untuk mengawal perubahan ke arah kebaikan dan perbaikan. Dakwah adalah proyek mewujudkan perubahan. Pimpinan proyeknya adalah Rasulullah saw. ordernya dari Allah swt. Oleh karena itu, ketika Rasulullah saw dimi’rojkan ke Sidratul-Muntaha, beliau tidak minta tetap tinggal di sana. Padahal beliau bisa menikmati ibadah, bertemu dengan para ­nabi yang diutus sebelum beliau, dan bahkan m ­ enjadi imam mereka. Beliau tetap turun lagi dan men­jadi penghuni bumi yang sarat dengan berbagai tantangan dan persoalan. Beliau memang mendapat tugas untuk melakukan perubahan, dan Rasulullah saw telah melakukannya dengan sukses. Hal ini dijelaskan dalam ayat-Nya: ْ ْ ً‫لا‬ ْ ‫لقد من الل عل المؤمنني إذ بعث ف‬ ‫سه‬ ِ ‫هيم َر ُسو ِمن َأ ْن ُف‬ ِ ِ َ َ َ ْ ِ َ ِ ِ ْ ُ ْ َ‫َ َ ْ َ َّ ّهَ ُ َ ى‬ ِ‫م‬ ْ ّ‫يتلو عل هْي ْم آياته ويزك‬ ‫ك َتاب‬ ِ ْ‫ه ال‬ ُ ُ‫هيم َو ُي َع ِّل ُم م‬ َ ِ ِ َ ُ َ ِ​ِ َ ِ َ َ َُْ ْ ْ ﴾٤٦١﴿ ‫ني‬ ‫ب‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ض‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ُ ‫َوالْ ِح ْك َم َة َو ِإ ْن َك‬ ٍ ِ ُ ٍ َ‫انوا ِمن َقب ُ َ ِ َ ا‬ “Sungguh Allah telah benar-benar memberi

karunia kepada orang-orang mukmin karena Dia telah mengutus pada mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayatNya, menyucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Quran) dan hikmah (Sunnah), meskipun mereka sebelum itu benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.” (Ali ‘Imran 164)

Proyek perubahan saat ini harus dimulai dengan pembangunan fondasi berupa individu-individu Muslim. Di atas fondasi itu dibangun keluarga-keluarga Islam. Dari keluarga-keluarga islami terbentuklah masyarakat islami. Semua itu merupakan bekal untuk dakwah melakukan perbaikan terhadap pemerintahan agar menjadi pemerintahan yang islami. Tidak hanya sampai di situ saja. Dakwah juga terus bergerak untuk mengembalikan khilafah islamiyyah yang telah dihancurkan oleh orang-orang kafir dengan dukungan antek-anteknya. Dengan begitu umat Islam akan menjadi ustadziyyatul-‘alam, guru peradaban bagi seluruh umat manusia. Atas dasar itu,tidak boleh umat Islam tinggal dan tidak berupaya memberikan pengaruh pada perubahan yang terjadi. Perubahan adalah sunnatullah. Perubah-

Perubahan akan terus bergulir. Jika tidak menuju kebaikan pasti menuju keburukan. Jika

bukan orang baik-baik yang mempengaruhi maka pasti orang-orang buruk yang melakukannya. 9


an akan terus bergulir. Jika tidak menuju kebaikan pasti menuju keburukan. Jika bukan orang baik-baik yang mempengaruhi maka pasti orang-orang buruk yang melakukannya. Tanpa kesertaan orang-orang yang baik, akan muluslah perusakan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk berkontribusi dan mengawal perubahan agar mengarah kepada perbaikan dalam segala sektor, di antaranya: Pertama, mempersembahkan waktu, tenaga, harta untuk kemaslahatan Islam, umat Islam, dan umat manusia pada umumnya. Allah swt. Berfirman: ْ ‫اب َأن‬ ‫ال رْع‬ َ ‫ما كان‬ َ ‫لهل المدينة وم ْن ح ْوله من‬ ْ ِ َ ْ‫َ َ َ أِ ْ ِ ْ َ ِ َ ِ َ َ َ َ مُ ِ َ أ‬ ْ ْ ْ ‫س ِه‬ ِ ‫الل ِ َولاَ َي ْر َغ ُبوا ِب َأ ْن ُف‬ ِ ‫سه َعن َن ْف‬ َ‫ول ّه‬ ِ ‫َي َت َخ َّل ُفوا َعن َر ُس‬ ِ‫م‬ ٌ ‫ۚ ٰذلك بأن ْم يصيب ْم ظمأ و نص‬ ‫ب ولاَ م ْخمصة ف‬ َ َ َ‫َ ِ َ ِ َ ّهَ ُ لاَ ُ ِ هُ ُ َ َ ٌ َ لا‬ ِ‫َ َ َ َ ٌ ي‬ ‫سبيل الل و يطئون م ْوط ًئا يغيظ الكف‬ ‫ون‬ َ ُ ‫ار َولاَ َي َنال‬ َ َّ ُ ْ ٌ ُ ِ َ ِ َ َ ُ َ َ َ‫َ ِ ِ ّهَ ِ َ لا‬ ْ ‫ضيع‬ ‫م ْن عدو ن ْي اًل إ ّل كتب له به عمل صال ٌح إن الل ي‬ ُ ِ ُ َ‫ِ َ ُ ٍّ َ ِ اَ ُ ِ َ َ مُ ِ ِ َ َ َ ِ ۚ ِ َّ ّهَ َلا‬ ﴾٠٢١﴿ ‫ني‬ ِ ‫َأ ْجر الْ ُم ْح‬ َ ‫س ِن‬ َ

“Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah. Dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal

saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyianyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (QS. 9:120)

Ayat di atas memberikan informasi bahwa Allah tidak suka kepada orang yang berdiam diri dan tidak terlibat dalam perjuangan. Allah menyebut perbuatan itu tidak layak. Sebaliknya, kepada orang yang terlibat dalam perjuangan di jalan Allah untuk menyebarkan kebaikan dan hidayah Allah swt. dengan apa pun yang dimilikinya, Allah menjanjikan segala yang dilakukannya akan bernilai amal saleh. Tidak ada yang siasia dari orang yang berjuang di jalan Allah, sekecil apa pun perjuangannya. Kedua, menghadirkan emosi dan semangat yang kuat untuk kejayaan Islam dan umatnya serta memberikan pelayanan kepada masyarakat seluas-luasnya. Berbahagia saat Islam mendapatkan kemenangan-kemenangan dan merasa sedih bila Islam mendapatkan tekanan dan ujian. Ia tidak rela bila Islam dihinakan dan bila kaum Muslimin diinjak-injak. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang tidak peduli dengan urusan kaum Muslimin maka ia tidak termasuk golongan mereka.” Perubahan hanyalah terjadi atas perkenan Allah swt. Manusia hanya bisa merencanakan dan memperjuangkan. Namun sebelum itu semua manusia harus memiliki semangat dan optimisme bahwa perubahan bisa terjadi. Jika dari awal kita sudah pesimis dan mengatakan bahwa keadaan tidak mungkin berubah, berarti kita sudah kalah sebelum bertarung. Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan, “Aku (Allah) tergantung prasangka hamba-Ku terhadap-Ku.”

...banyak orang yang punya semangat menggebu-gebu untuk melakukan perubahan, namun yang keluar dari dirinya hanyalah umpatan, cacian, dan makian terhadap keadaan.

10

Al-Intima’ No.003 Nopember 2009


harakatuna

Ketiga, tidak cukup hanya emosi dan semangat. Karena banyak orang yang punya semangat menggebu-gebu untuk melakukan perubahan, namun yang keluar dari dirinya hanyalah umpatan, cacian, dan makian terhadap keadaan. Emosi dan semangat yang produktif lah yang membawa seseorang untuk berfikir keras dan bekerja cerdas dalam rangka mencari jalan keluar dari segala problem yang merundung umat dan bangsa. Ia rela menjadikan dirinya sebagai bagian dari solusi dan bukannya menjadi masalah. Bahkan bila hal itu membuatnya menjadi “korban”. Keempat, memerintah kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; menyeru manusia kepada jalan Islam dan jalan dakwah dengan cara hikmah dan nasihat yang baik. Itulah sifat yang melekat pada orang beriman dan tidak mungkin terpisahkan. ْ ‫ون‬ ‫المؤمنون والمؤمنات بعضه أ ْولياء بع‬ َ ‫ض ۚ َي ْأ ُم ُر‬ ٍ ْ َ ُ َ ِ َ ُ‫َ ْ ُ ْ ِ ُ َ َ ْ ُ ْ ِ َ ُ َ ْ ُ م‬ ْ‫ه‬ ‫بالم رْعوف وين ْون عن المن َكر ويقيمون‬ ‫الص اَل َة‬ َّ َ ُ ِ ُ َ ِ ْ ُ ْ ِ َ َ َ َ َ ِ ُ َ ْ ِ ٰ ‫ويؤتون الزكاة ويطيعون الل ورسول أ‬ ‫ه‬ ‫ولئك س‬ ُ ُ‫ح م‬ ُ َ‫ي م‬ ْ َ‫َ ُ ْ ُ َ َّ َ َ َ ُ ِ ُ َ ّهَ َ َ َ ُ هَ ُ ۚ ُ َ ِ َ َ ر‬ ٌ ٌ‫يز حكمي‬ ِ َ ‫الل َ َع ِز‬ َ‫الل ُ ۗ ِإ َّن ّه‬ َ‫ّه‬ “Dan orang-orang beriman laki-laki dan orang-orang beriman perempuan sebagian mereka adalah penolong bagi sebagaian lain, mereka memerintah kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar.” (QS. AtTaubah 71)

Dalam kondisi apa pun amar makruf dan nahi munkar tidak boleh diabaikan. Kehadiran aktivis dakwah di parlemen dan juga di eksekutif tidak seharusnya lepas dari perjuangan amar makruf dan nahi munkar. Tidaklah sebuah kaum meninggalkan amar makruf dan nahi munkar melainkan pasti mereka menjadi kaum yan hina. Firman Allah, ٰ ‫لعن الين كفروا م ْن بني إسرائيل ع‬ ‫ان داوود‬ ‫ل لس‬ َ ُ َ ِ َ ِ َ‫ُ ِ َ ّذَ ِ َ َ َ ُ ِ َ ِ ِ ْ َ ِ َ َ ى‬

ْ ‫وعيسى‬ ْ ‫ابن م ْري ٰذلك بما ع‬ ‫ون‬ ُ ‫صوا َو َك‬ َ ‫انوا َي ْع َت ُد‬ َ َ َ ِ َ ِ َ ۚ َ َ‫ِ َ م‬ َ ِ َ ْ ْ ‫انوا‬ ‫﴾ َكانوا يتناهون عن من َكر فعلوه لبئ‬٨٧﴿ ُ ‫س َما َك‬ َ ْ ِ َ ۚ ُ ُ َ َ ٍ ْ ُ َ َ َ َ َ َ َ‫ُ لا‬ ﴾٩٧﴿ ‫ون‬ َ ‫َي ْف َع ُل‬ “Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan ‘Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. (QS. 5:78-79)

Kelima, mengatakan yang benar di depan penguasa yang zalim. Agar mereka tidak semena-mena menjalankan kekuasaan menurut hawa nafsunya. Agar penguasa memimpin dengan penuh keadilan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Rasulullah bersabda,

‫افضل اجلهاد قول كلمة حق عند سلطان جائر‬ “Jihad yang paling utama adalah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim.” (Al-Bukhari).

Dalam hadits lain beliau bersabda,

‫ أمره‬، ‫سيد الشهداء حمزة ورجل قام إلى إمام جائر‬ ‫ فقتله‬، ‫ونهاه‬ “Pemimpin para syuhada adalah Hamzah Bin Abdil-Muthalib dan orang yang berdiri di hadapan penguasa yang zalim seraya memerintahnya (kepada yang makruf) dan mencegahnya (dari yang munkar) lalu ia (penguasa zalim itu) membunuhnya.” (Majma’uz-Zawaid 9: 271)

Jadi, jika ada peluang kita melakukan perubahan maka jangan biarkan dia dikendalikan oleh orang-orang yang menghendaki keburukan dan penyimpangan. Allahu a’lam. 

Kehadiran aktivis dakwah di parlemen dan juga di eksekutif tidak seharusnya lepas dari perjuangan

amar makruf dan nahi munkar.

11


BANGKIT,

TUNTASKAN AGENDA PERUBAHAN!

R

uang gerakan dakwah dari waktu ke waktu membentang semakin lebar. Ibarat bendera, k­ ibarannya bergerak semakin kencang. Jelas kita berhadapan dengan dua kenyataan: semakin luas perkembangan semakin luas fitnah dan tantangan. Kita bisa menetapkan dua peran dalam hal ini, menjadi pengamat yang suka berkomen­tar atau pelaku yang produktif memberikan kontribusi.

Sebagai apapun kita dalam gerakan dakwah ini, pada semua bagian ruangnya terdapat fitnah dan ujiannya masing-masing. Pertanyaan paling tepat bagi aktivis dakwah terhadap kondisi yang dihadapi saat ini bukanlah “siapakah yang telah berprestasi sehingga gerakan dakwah berkembang hari ini?”, melainkan, “siapakah yang bertanggung jawab atas perkembangan dakwah saat ini dan di masa depan?”. Dua pertanyaan tersebut menggambarkan persepsi kita dalam memandang diri. Ketika gerakan dakwah ini kita pandang sebagai kebutuhan, maka sepesat apapun perkembangan yang dicapai tidak membuat kita menun­tut ‘penghargaan’. Karena yang mesti kita adalah fokuskan adalah bagaimana beramal menjawab tuntutan atas perkembangan tersebut. Mari petakan diri, berada pada persepsi seperti apakah diri kita? Inilah saatnya kita diuji dalam memaknai pemahaman 12

oleh Syamsudin Kadir

amal jama’i, ya kerja kolektif kita. Kenyataan menyuguhkan bahwa agenda gerakan dakwah dari waktu ke waktu berkembang berkali lipat. Akan tetapi faktor manusiawi seringkali menjadi jalan masuk syetan melemahkan kita. Terutama saat kita melihat aktivis berubah gaya dan penampilan karena amanah barunya. Kita kemudian membangun pamrih dengan menghitung prestasi. Untuk siapapun yang masih terjebak dalam kungkungan fitnah itu, ”berhentilah dari kungkungan itu, inilah saatnya membuktikan semua komitmen dan pemahaman. Ingatlah, semakin tinggi kedudukan, semakin kencang angin menerpa. Sadarilah bahwa dalam perkembangan dakwah saat ini, semua level mengalami tekanan ‘angin’ yang sama kualitasnya, dalam bentuknya masing-masing”. Jangan pernah ­berhitung secara matematis terhadap amanah yang Allah tetapkan buat kita. Komentar, “antum sih enak, setidaknya amanah antum sekaligus menyelesaikan masalah keluarga antum. Lha ana gimana...” bukanlah komentar yang tepat. Kita harus menye­garkan pemahaman kita tentang tanggung jawab amal. Tidak ada amanah yang enak dan tidak enak. Amanah datang untuk kita tunaikan. Sebagai apapun kita dalam gerakan dakwah ini, pada semua bagian ruangnya terdapat fitnah dan ujiannya masing-masing. Kita tentu masih mengingat pernyataan sejati khalifah Rasulullah saw, Abu Bakar ra., ketika upacara pelantikannya, “Ketahuilah, aku bukanlah orang terbaik di antara kamu, akan tetapi aku hanyalah seorang laki-laki seperti kamu, namun Allah menjadikan aku sebagai orang yang paling Al-Intima’ No.003 Nopember 2009


harakatuna berat bebannya di antara kamu.” Perasaan ini adalah perasaan yang hanya dimiliki oleh ‘jiwa-jiwa yang bersatu’. Ketika keistimewaan-keistimewaan amanah yang semu itu sudah tidak ada lagi, lalu digantikan oleh sifat tawadhu dan persaudaraan (ukhuwah), maka tidak ada yang tersisa dari arti kepemimpinan kecuali tinggal bebannya yang berat. Lalu apa bedanya jenis amanah tersebut di hadapan Allah dengan apa yang saat ini menjadi tanggung jawab kita? Ini adalah gambaran yang seharusnya membuat kita banyak merenung, tidak me­nam­bah daftar pertanggungjawaban di hadapan Allah. Karena semakin tinggi level amanah yang kita emban, hanya akan menyisakan beban yang juga semakin berat. Jika kita bisa komitmen dengan lapang dada dan melihat saudara-saudara kita dengan perasaan cinta karena beratnya beban tersebut, maka gerakan dakwah ini tidak akan terbatasi oleh semua jenis penghalangan. Tuntutan untuk mengambil peran nyata dalam gerakan dakwah adalah sebuah kemutlakan. Perputaran gerakan dakwah dengan segenap perkembangannya menyisakan tanggung jawab yang tidak ringan. Jika kita pernah mendengar atau manggaungkan jargon, “beralih dari medan kata-kata kepada medan amal’, maka sekaranglah saatnya. Inilah masa aqad perdagangan dengan Allah diikrarkan. Siapakah di antara kita yang akan menjawab seruan Allah,

yang kita miliki adalah masa menerapkan semua konsep gerakan yang telah lama kita sistematiskan. Di hadapan kita ada hamparan ruang amal yang sangat luas. Hamparan amal tersebut membutuhkan peran kita semua. Ia membutuhkan sentuhan wama dan rasa yang kental dengan nuanasa penghambaan. Kinilah saatnya masuk ke dalam fase lanjut, tentu tanpa melupakan agenda fase sebelum-sebelumnya. Ini semua kita lakukan bukan saja karena kita menjadi bagian dari gerakan dakwah Islam ini, tapi juga sebagai rasa syukur kepada Allah SWT; karena ternyata Ia masih memberi kita kesempatan untuk hadir dalam jaman kemudahan ini. Untuk itu, kita mesti menebus kesyukuran tersebut dengan berpacu dalam amal gerakan dakwah secara tuntas.

Tuntutan untuk mengambil peran nyata dalam gerakan dakwah adalah sebuah kemutlakan.

“.....Maukah engkau Aku tunjukkan kepada perdagangan yang akan menyelamatkan kalian dari azab yang pedih” (Qs. as-Shof:10).

Siapakah di antara kita yang bersungguhsungguh menggolongkan dirinya ke dalam jaminan Allah, “Sesungguhnya Allah membeli diri dan harta sebagian dari golongan orang-orang yang beriman dengan bayaran surga.......” (Qs. at-Taubah: 111)?

Kita sudah lama mendiskusikan m ­ engenai banyak tema dan agenda gerakan ­dakwah ini. Kini tiba saatnya kita mengamalkan semua pemahaman tersebut. Kini, setiap detik

Saat ini mari meneropong bagian-bagian yang kemarin telah habis-habisan ­kita gunakan dalam ekspansi gerakan. ­Bagianbagian tersebutlah yang perlu mendapatkan perhatian kreatif dari semua yang me­ngaku aktivis gerakan dakwah, baik secara per­orangan maupun secara kolektif. ­Dalam pemaparan awal sudah digambarkan tentang ‘kecemburuan’ yang terjadi di kalang­an aktivis dakwah. Persepsi yang salah terhadap amanah lahir dari pergeseran orientasi hidup (ittijah) kepada materi atau urusan-urusan duniawi. Ini berdampak pada melemahnya keyakinan akan rezki ­Allah. Sebagaimana kita ketahui, sepuluh tahun terakhir, semua potensi kita kerahkan untuk meretas jalan gerakan, bahkan juga mulai ekspansi: sebuah penyikapan turunan sebagai gerakan amal. Sampai-sampai ‘over load’, kemudian perlahan muncul dampak melemahnya ittijah (orientasi hidup). Akibatnya keterikatan terhadap agenda gerakan melemah karena sebagian aktivis disibukkan urusan ma’isyah (mata pencarihan). 13


Mewaspadai Y

usuf Qaradhawi dalam bukunya al-Hall al-Islami: Faridhatun wa Dharuratun, menjelaskan tentang penghalang dan rintangan yang menjadi duri untuk mencapai sasaran dan tujuan gerakan perubahan. Ada banyak faktor. Salah satunya adala faktor internal, rintangan dari dalam komunitas pengemban perubahan itu sendiri. Beliau menyebut rintangan ini sebagai ‘rintangan yang sangat berbahaya ­diantaranya adalah sebagai berikut:

1

Perbedaan pemahaman, sikap, tujuan, yang dapat menghancurkan bangunan kesatuan pemikiran dan perasaan, moral dan sikap pergerakan. Ini merupakan awal kegagalan dan keruntuhan, serta memberi jalan bagi musuh untuk menerobos serta menghancurkan dari dalam. Inilah yang dilarang Allah dan Rasul-Nya, “Dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”(QS. Al-Anfal: 46)

Karena itu, pendiri gerakan Islam modern, Hasan AlBanna sering memperingatkan pengikutnya tentang perbedaan dan perpecahan, “Saya tidak mengkhawatirkan serangan musuh kalian, tetapi saya mengkhawatirkan sesuatu yang berasal dari diri kalian sendiri. Saya tidak mengkhawatirkan kalian dari serangan Inggris, tidak Amerika, Rusia dan lainnya. Saya hanya khawatir dalam diri kalian ada dua perkara: Pertama, jiwa yang kosong dari mengingat Allah, sehingga Allah menjauhi kalian. Kedua, kalian berpecah belah tentang urusan yang ada pada kalian. Janganlah kalian bersepakat, kecuali

Pergerakan yang intens menuntut penggunaan energi yang tidak sedikit. Aktivis dakwah terlihat berkibar di mana-mana, akan tetapi satu fenomena umum yang me­nyertainya adalah melemahnya a­ maliah ubudiyah yaumiyah (amal-amal ibadah harian). Banyak aktivis yang kemudian menyelesaikan amal ibadah hariannya pada level yang pas-pasan. Agenda-agenda peningkatan ruhiyah yang disediakan sebagai backup tidak populer di mata para aktivis, selain energi yang ada memang sudah terserap habis. Akhirnya semangat pencapaian muwashafat (target kualitas), seperti yang pernah bergaung keras, mengalami penurunan. Lalu, apalagi yang membuat kita bertahan menghadapi fitnah dan mihnah jika ibadah kita menjadi hal yang harus dikoreksi? 14

setelah hilangnya kesempatan untuk berselisih.”

2

Cinta dunia. Ini akan membuka lorong-lorong setan jin dan manusia dan akan menerobos ke dalam hati para juru dakwah lalu memasukkan mereka ke dalam permainan jabatan dan kesibukan mencari dunia. Rasulullah saw telah mengingatkan tentang penyakit wahn yang dapat melemahkan setiap individu dan umat , “Akan datang suatu masa kepada kalian dimana bangsabangsa akan memperebutkan kalian layaknya memperebutkan makanan yang dihidangkan.” Rasul ditanya: “Apakah jumlah kita pada saat itu sedi-

Satu gambaran yang juga laten dalam gerakan ini adalah cara pandang terhadap pembinaan diri. Di beberapa tempat, aktivitas yang menuntut waktu dan perhatian seringkali mengalahkan agenda-agenda pembinaan diri. Ada yang izin pertemuan karena amanah di tempat tertentu. Ada yang terlantar karena pembina dan pengelolanya sibuk dengan agendanya masingmasing. Dan semua ini menyebabkan banyak aktivis karbitan. Profil dan style kader sudah sedemikian rapuhnya, akan tetapi lemah dalam penguasaan manhaj gerakan. Inilah kelemahan substansial bagi aktivis. Dampaknya mengancam kelangsungan proses membina dan dibina. Kelemahan-kelemahan tersebut bahkan membuat sebagian aktivis tidak berani menjadi pengelola dan pembina generasi penerusAl-Intima’ No.003 Nopember 2009

5


Rintangan Internal Oleh: M. Indra Kurniawan

kit Ya rasulullah?”, Rasulullah menjawab: “Bahkan jumlah kalian pada saat itu banyak, akan tetapi banyaknya kalian seperti buih di lautan, dan telah tertanam dalam diri kalian al-wahn (kelemahan).” Nabi ditanya: “Apakah al-wahn itu wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Dawud)

3

Cinta pujian/gila popularitas. Senang unjuk diri dan menampakan kekuatan. Qaradhawi mengatakan, anggota gerakan Islam yang seperti ini tidak akan mau bergerak kecuali ditempatkan di bagian inti atau di barisan terdepan. Ia bergerak untuk mencari ketenaran dan sanjungan. Ini adalah malapetaka bagi gerakan perubahan. Seharusnya siapapun menyadari, kadangkala orang yang berambut kusut dan usang

serta tidak memper-hatikan dirinya sendiri lebih mulia menurut Allah, karena kebaikankebaikan yang dilakukannya dengan ikhlash. Kemenangan seringkali dapat diraih berkat bantuan prajurit yang tidak dikenal publik. Rasulullah bersabda, “Bahwasanya Allah SWT mencintai orang yang senantiasa berbuat baik, bertaqwa, dan bersembunyi dalam kebaikannya. Jika hadir, mereka tidak diketahui, jika tidak hadir, orang-orang tidak merasa kehilangan.”

4

Bersikap eksklusif. Sikap ini jelas menjadi rintangan besar bagi proyek perubahan. Antara aktivis dengan masyarakat seolah ada dinding pemisah sehingga menyebabkan masyarakat curiga dan menganggap aktivis sebagai kelompok sesat dan merusak.

nya. Bahkan bisa menghasilkan perasaan minder yang membuat aktivis madek dalam mengikuti agenda pengkaderan. Fenomena terakhir ini mudah-mudahan sekedar rumor, akibat fatalnya ada kader yang meminta turun jenjang. Kita juga harus menyikapi pergeseran dalam adab-adab berpakaian dan berbicara aktivis. Perluasan ruang gerakan ­dakwah berdampak langsung terhadap ­kulturasi dan infiltrasi nilai dan budaya. Ragam style masuk dan berhimpun dalam ruang gerakan hampir dari semua lapisan. Maka kualitas khuluqiyah menjadi target utama yang harus dipelihara. Kasus-kasus di lapangan pada gaya dan prilaku aktivis menjadi agenda yang menuntut penyikapan. Problem lama tentang pencairan hubungan aktivis (ikhwan-akhwat), saat ini seolah me-

5

Sikap jumud. Maksudnya mematenkan satu metode dalam pergerakan dakwah, padahal metode itu sudah melemah pengaruhnya. Seharusnya sebuah gerakan dakwah mampu bersikap fleksibel dalam sarana, uslub, dan bentuk dakwah, karena itu merupakan bukti semangat, segarnya pemikiran, keluasan wawasan, dan kelapangan jiwa. Inilah yang mampu melawan dan memperdaya musuh-musuh dakwah. Metode dan uslub harus sesuai dengan perkembangan zaman, tentu dengan tetap memperhatikan nash dan kaidah Islam. Dunia telah berubah, kehidupan telah berkembang, dan sesuatu yang ada pada zaman dahulu tidaklah selalu sesuai dengan apa yang ada sekarang. 

nemukan momentum untuk semakin menyeruak. Bahkan ada kesan melemahnya sikap menghormati dan menghargai qiyadah. Hal ini mesti dievaluasi secara tuntas oleh setiap aktivis dakwah. Karena, jika ekspansi gerakan tidak mampu mempertahankan ‘ciri khas’ gerakannya, maka terlalu mahal biaya yang kita keluarkan. Mudah-mudahan ini sekedar gambaran siklus normal, yang membutuhkan ‘istirahat seje-nak’ setelah ekspansi besar-besaran. Akan tetapi jika keadaan ini tidak segera disikapi, khawatir akan muncul aktivis yang kebablasan, bahkan bukan tidak mungkin akan ada aktivis yang minta cuti dari gerakan dakwah ini. Mudah-mudahan kita semua mampu melampaui itu semua, sebagai kenyataan yang tak perlu diulang, semoga!  15


Oleh: ustadz DRs. h. saefudin asm.

T a f s i r

Surah Ali ‘Imron Ayat 104

ْ‫ه‬ ْ‫ك ْن منك ْم أُمة يدعون إل الخي ويأمرون بالم ر‬ ‫ن ْو َن‬ ‫ي‬ ‫و‬ ‫وف‬ ‫ع‬ ُ ْ ِ ُ ‫َولْ َت‬ ِ َ َ َ ُ َ ْ ِ َ ُ ُ ْ َ َ ِ ْ‫َّ ٌ َ ْ ُ َ ِ ىَ ْ َ ر‬ )104: ‫ون (آل عمرن‬ َ ‫َع ِن الْ ُم ْن َك ِر َوأُولَ ِئ‬ ُ ُ‫ك م‬ َ ‫ه الْ ُم ْف ِل ُح‬ Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Ali ‘Imron, 3:104)

Kaitan dengan Ayat Sebelumnya 1. Dalam ayat 103, Allah menyeru agar kaum muslimin berpegang teguh pada tali Allah dengan jamaah. Sedangkan dalam ayat 104 Allah memerintahkan agar muslimin membangun jamaah umat yang terdiri dari berbagai satuan tugas. 2. Ayat 103 mencegah tafarruq (bercerai berai), sedangkan ayat 104 ini memberikan bimbingan tentang bagaimana mempersatukan umat, mewujudkan jamaah yang meraih kebahagiaan paripurna. 3. Ayat 103 mengungkapkan bahwa meme­gang teguh agama Allah perlu dilakukan secara berjamaah. Sedangkan ayat 104 ini memberikan bimbingan t­ entang bagaimana cara pengaturan tugas umat ­dalam mewujudkan jamaah yang ­berdasar sya­ri’ah Allah. Tafsir Kalimat

ْ ُ ‫﴿ ولت‬ ﴾ ‫ك ْم أُ ّمة‬ ُ ‫كن ِم ْن‬ ََْ ٌ َ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat

Perkataan ‫ َو ْلت َُك ْن‬terdiri dari tiga kata ‫ َو‬, yang berarti dan ‫ ْل‬yang berarti hendaklah, ُ – ‫ َكان‬yang dan ‫ ت َُكن‬berasal dari ‫يكون – كونا‬ berarti ada, keadaan atau menjadi. Dengan demikian ‫ َو ْلت َُك ْن‬bisa berma’na hendaklah ada, atau hendaklah menjadi. Perkataan ‫ ِم ْن ُك ْم‬menurut al-Zuhayli ‫من‬ 16

َّ ‫ِلل َّت ْب ِع ْيض‬ ‫ألن َما ُذ ِك َر َف ْر ُض ِك َفا َية ال َي ْل َزم ُك َّل األ َّمة وال ي ِل ْيقُ ب ُِك ِّل‬ ‫ ِاح ٍد كالجْ َ هِ ل‬lafazh ‫ من‬berarti sebagian, karena apa yang disebutkan berikut adalah sesuatu yang hukumnya fardlu kifayah. Apa yang diperintahkan dalam ayat ini tidak dapat dilakukan oleh setiap umat dan tidak layak dilakukan setiap individu, seperti yang tidak punya ilmu. Tegasnya ayat ini mengatur pembagian tugas dalam satu kesatuan umat. Namun menurut al-Baydlawi bisa juga difahamai sebagai ‫ من‬bayani atau penjelas yang mengisyaratkan perintah pada satu umat. Yang dimaksud dengan ‫ ُأ َّم ٌة‬adalah ‫جماعة‬ ‫ ُت َربِّ ُط ُهم راب َِط ٌة ُم َع َّي َن َن ٌة جُ ْت ِم ُع ُهم‬kelompok yang terikat oleh ikatan yang jelas sehingga terhimpun satu kesatuan. ﴾‫ي‬ ِ ْ‫ون ِإ ىَل الْ َخ ر‬ َ ‫﴿ َي ْد ُع‬

menyeru ke jalan al-Khair

َ ‫ َيدْ ُع‬berasal dari – ‫دَعا – يدعو‬ Perkataan ‫ون‬ ‫ دعوة‬berarti mengajak, menyeru, memanggil. َ ْ‫ خ‬menurut al-Thabari, ‫اخلير‬ Sedangkan ‫ال ْي ِر‬ ‫ يعني إلى اإلسالم وشرائعه التي شرعها اهلل لعباده‬al-khair ialah al-Islam dan syari’ahnya yang telah di tetapkan Allah untuk hamba-Nya. Dengan demikian mengajak pada ­alKhair adalah berda’wah menyeru manusia pada al-Islam, mengajar mereka untuk memahami dan melaksanakan syari’ahnya. Jelaslah bahwa al-Khair itu yang telah dianggap Al-Intima’ No.003 Nopember 2009


qur’anuna

benar dan baik oleh syar’ah, ­walau bisa jadi anggota masyarakat ada yang menganggapnya tidak baik. Namun al-Zuhayli memahamai al-Khair sebagai ‫اس ِفي الدِّ ْين والدُّ نْيا‬ ِ ‫الح ال َّن‬ ُ ‫َما ِف ْيه املَ ْن َف َعة َو َص‬ segala yang mengandung manfaat dan kemaslahatan bagi manusia, baik dalam kehidupan duniawi maupun ukhrawi, baik dalam urusan keduniaan ataupun keagamaan. Cara berda’wah dikemukakan dalam ayat lain: ‫ك ِبالْ ِح ْكم ِة والْم ْو ِع َظ ِة الْحس َن ِة‬ ‫ادع إل سب‬ َ ‫يل َر ِّب‬ ِ ِ َ َ‫ْ ُ ِ ى‬ َ َ َ َ َ ْ ْ ‫ض َّل‬ ‫وجادله با ّلتي هي َأح‬ َ ‫س ُن ِإ َّن َر َّب‬ َ ‫ك ُه َو َأ ْع َل ُم ِب َمن‬ َ ْ َ ِ ِ َ ِ ُ‫َ َ ِ ْ م‬ ‫يل و ُهو َأ ْع َلم ِبالْمه َت ِدين‬ ‫ع ْن سب‬ َ َ َ ِ ِ‫َ َ ِ ه‬ ْ ُ ُ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Qs.16:125.

Berdasar ayat di atas metoda berda’wah yang mesti digunakan antara lain: (1) alHikmah yaitu cara yang dapat dimenger­ti oleh akal, dianggap indah rasa dan difahami secara rasio dan sesuai dengan iman. (2) al-Mau`izhah yaitu pengajaran, bimbingan dan menjawab berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat. (3) al-Mujadalah yaitu berdebat, berdiskusi dan adu argumentasi. Orang yang dapat menjalankan tugas dak­ ­wah semacam ini tentu saja adalah orang yang berilmu. Tidak mungkin orang awam tanpa ilmu dapat menjalankan tugas da’wah secara baik. Inilah komponen umat yang tugasnya tafaqquh fi al-Din, sebagaimana tersurat pada firman-Nya: ‫وما َكان المؤمن‬ ‫ون لِي ْن ِفروا َكا َّف ًة َف َل ْولاَ َن َفر ِم ْن ُك ّل‬ ِ َ َ ُ َ َ ُ ِ ْ ُ ْ َ ْ ْ َ ْ‫ه‬ ْ ‫م‬ ‫ة‬ ‫ن ْم َط‬ ‫دلين ولِي ْن ِذروا َقوم مُه ِإ َذا‬ ّ ‫ائ َفة لِي َت َف َّق ُهوا ف ا‬ ِ ِ ُ ٍ ‫ِفر َق‬ َ ُ ُ َ ِ ِ‫ي‬ َ ٌ ِ

ْ ْ ْ‫رجعوا إل ه‬ ‫ون‬ َ ‫يم لَ َع َّل مُه َي ْح َذ ُر‬ ِ َِ ُ َ َ

Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiaptiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. Qs.9:122 ْ‫ه‬ ْ‫﴿ ويأمرون بالم ر‬ ﴾ ‫ن ْو َن عن الْم ْن َكر‬ ِ ‫ع‬ َ ‫وف َو َي‬ ِ ُ َ ْ ِ َ ُ ُ َْ َ ُ ِ َ memerintah yang ma’ruf dan melarang yang munkar.

Ibn al-Jauzi menandaskan ‫و اما املعروف‬ ‫ فهو ما يعرف كل عاقل صوابه وضده املنكر‬al-Ma’ruf adalah apa yang telah diakui kebenaran dan kebaikan oleh orang yang berfikir jernih berakal sehat. Sedangkan al-Munkar adalah lawan dari al-Ma’ruf. Al-Khair mesti dilakukan dengan da’wah, tidak bisa langsung dengan perintah. Sedangkan al-Ma’ruf semestinya diberlakukan dengan perintah. Perintah bisa mengandung unsur pemaksaan. Oleh karena itu amar ma’ruf nahy munkar hanya bisa dilaksanakan oleh yang memiliki kekuasaan. Amar ma’ruf dan nahy munkar hanya bisa diterapkan pada yang dikuasai. ﴾ ‫ون‬ َ ‫﴿ َوأُولَ ِئ‬ ُ ُ‫ك م‬ َ ‫ه الْ ُم ْف ِل ُح‬

mereka itulah orang yang meraih kebahagiaan.

Tegasnya jika umat menginginkan hidupnya sukses mesti terhimpun menjadi umat yang baik terdiri dari tiga satuan tugas ­yaitu yang berda’wah, yang amar ma’ruf dan nahy munkar. Kaum muslimin yang seakidah itu harus terhimpun dalam umatan wahidah, yang masing mempunyai tugas serta tanggung jawab sesuai dengan kemampuan, kekuasaan dan kewenangannya. Komponen umat berdasarkan ayat ter-

Tidak mungkin orang awam tanpa ilmu dapat menjalankan tugas da’wah secara baik. Inilah komponen umat yang tugasnya tafaqquh fi al-Din... 17


qur’anuna sebut terdiri dari: Pertama, adalah da’i, ulama, c­ en­dekiawan, anggota parlemen, dlsb yang bertanggung jawab menyeru pada al-Khair yaitu apa-apa yang dapat membawa kemaslahatan hidup bermasyarakat dan beragama. Kedua, adalah umara, eksekutif—mulai dari presiden hingga lurah—bertanggung jawab memerintah yang ma’ruf, yaitu segala sesuatu yang dianggap baik oleh manusia dan sesuai dengan ajaran syari’ah Islam. Komponen ketiga adalah aparat ­hukum, kepolisian, tentara, pengacara, yang bertang­ g­ ung jawab menegakkan keadilan dan memberantas kemunkaran. Seluruh rakyat termanage oleh ketiga komponen besar tersebut. Tidak satu pun individu muslim yang tidak terlibat pada tanggung jawab da’wah ilal-khair, amar ma’­ruf dan nahy munkar. Jika tidak, maka ancaman Allah akan datang. Rasulullah SAW bersabda:

‫والَّذي ن َْف ِسي ِب َي ِد ِه َل َت ْأ ُم ُر َّن ِبالمْ َ ْع ُر ْو ِف َو َل َت ْن َه ُو َّن َع ِن‬ ُ ‫المْ ُ َك ِر َأو َليو ِش َك َّن‬ ‫اهلل َأ ْن َي ْب َع َث َع َل ْي ُك ْم ِع َقا ًبا ِم ْن ُه ُث َّم‬ ُْ ْ َ ‫تَدْ ُع ْو َن ُه َف‬ .‫اب َل ُك ْم‬ ُ ‫ال ُي ْست َ​َج‬ Demi Dzat yang diriku di bawah kekuasaanNya, sungguh kalian wajib amar ma’ruf dan nahy munkar, jika tidak demikian, pasti Allah akan menurunkan siksaan atasmu, lalu sesudah itu kalian berdu’a yang tidak diterima atau tidak diperkenankan Allah SWT. Hr. Tirmidzi dari Hudzaifah

Hadits ini mengancam, betapa b­ erat a-kibat yang dipikul jika amar ma’ruf dan nahy munkar tidak dijalankan. Allah m ­ enurunkan siksa, dan du’a tidak terkabul. Dalam surat al-Maidah 78 juga ditandaskan, mengapa ­Allah mengutuk Bani Israel di masa lalu? Penyebabnya ialah karena mereka tidak mau amar ma’ruf dan nahy munkar. Perhatikan firman-Nya: Telah dila`nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan `Isa putera Maryam. Yang demikian itu,

disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. Qs.5:78-79 Tidak ada istilah berpangku tangan, bagi kaum muslimin jika melihat kemunkaran. Kemunkaran harus tetap diberantas, walau pelakunya sahabat kita, kawan atau atasan. Persahabatan, golongan korp, atau kolega, jangan menghalangi nahy munkar. Pada ayat 3:104 ini ditandaskan bahwa orang yang muflihun adalah orang yang yadu’na ilal-khair, ya’muruna bil-ma’ruf dan yanhauna anil-munkar.

Beberapa Ibrah

1. Setiap individu bertanggung jawab untuk mewujudkan umat yang meraih kebaha­gia­an paripurna. Umat merupakan kumpulan individu. Individu merupakan bagian dari umat. 2. Karena individu tidak mampu melaksana­kan segala tugas, maka dalam kesatuan umat mesti terwujud satuan tugas, yang masing-masing memiliki tanggung j­ awab sesuai kapasitasnya. 3. Umat yang bakal meraih kebahagiaan paripurna adalah yang berda’wah ke jalan kemaslahatan, amar ma’ruf dan nahy munkar. 4. Setiap muslim yang berada di ekskutif bertugas amar ma’ruf; yang berada di legislative atau parlemen bertugas da’wah al-Khair, dan yang berada di badan yudikatif atau keamanan dan pertahanan bertanggung jawab nahy munkar. 5. Menegakkan agama Allah merupakan tanggung jawab setiap individu metodanya antara lain (1) da’wah ilal al-Khair berlaku ke semua sasaran, baik ke sesama, bawahan maupun atasan. (2) amar ma’ruf sasarannya pada yang dibawah kekuasaan, (3) nahy munkar mesti diterapkan sasarannya pada orang yang berlaku menyimpang, dan di bawah kekuasaan. 

Tidak ada istilah berpangku tangan, bagi kaum muslimin jika melihat kemunkaran. 18

Al-Intima’ No.003 Nopember 2009


19


fiqh

Menghalalkan dan Mengharamkan adalah

Hak Allah

D

alam pandangan Islam, tidak ada orang—sehebat dan setinggi apa pun kedudukannya yang memiliki wewenang menetapkan halal dan haram kecuali Allah SWT. Jika ada orang berbuat seperti itu—merasa diri berhak menentukan halal dan haram—berarti ia telah melampaui batas dan melanggar hak Ketuhanan. Sedangkan orang-orang yang meridhai dan mengikutinya dihukumi telah berbuat syirik. ْ ْ ْ ‫دل‬ ‫األية‬... ُ ‫الل‬ ّ ‫أ ْم له شركاء شرعوا له من ا‬ ّ ‫ين َما لَم يأ َذن ب ِه‬ ِ ِ َ ِ ُ‫َ َ مُ ُ َ َ ُ َ َ ُ َ م‬ ۚ َ‫َ ْ ْ ِ ه‬ ﴾١٢﴿

“Apakah mereka mempunyai sembahansembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. Asy-Syura: 21)

Al-Qur’an mencela ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) karena memberikan wewenang menghalalkan dan mengharamkan kepada pendeta dan rahib mereka. Allah SWT mengungkapkan hal ini dalam firman-Nya: ْ ‫سيح‬ ‫اتخذوا أحباره ورهبان ْم أ ْربا ًبا م ْن دون الل والم‬ َ ِ َ ْ َ ِ َ‫َّ َ ُ َ ْ َ َ مُ َ ُ ْ َ هَ ُ َ َ ِ ُ ِ ّه‬ ً ٰ‫ه‬ ْ ‫ابن م ْر‬ ‫ل إ ّاَل هو‬ َ َ ‫اح ًدا لاَ إ‬ ِ ‫ي َو َما أُ ِم ُروا ِإ ّاَل لِ َي ْع ُب ُدوا ِإ َلا َو‬ َ َ‫َ َ م‬ ٰ‫ه‬ َۚ ُ ِ ِ ۖ ْ ﴾١٣﴿ ‫ون‬ َ ‫ُسب َح‬ َ ‫ش ُك‬ ِ ْ‫ان ُه َع َّما ي ُ ر‬

Al-Qur’an mencela ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) karena memberikan wewenang menghalalkan dan mengharamkan kepada pendeta dan rahib mereka. 20

Al-Intima’ No.003 Nopember 2009


Para fuqaha biasanya menghindari memberi fatwa karena khawatir terjatuh pada kesalahan dalam menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal. “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan” (QS. At-Taubah: 31).

Ketika mendengar ayat ini dibacakan Rasulullah SAW, Adi bin Hatim berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Yahudi dan Nasrani tidak menyembah pendeta dan rahib mereka.” Beliau menjawab: “Benar, akan tetapi ketika para pendeta dan rahib mereka mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram, mereka mengikutinya saja. Itulah bentuk penyembahan Yahudi dan Nasrani kepada pendeta dan rahib mereka.” (HR. Tirmidzi)

Kaum musyrikin pun dicela Al-Qur’an ka­rena mereka berani mengharamkan dan menghalalkan sesuatu, ْ ْ ْ ‫ك ْم ِم ْن ِرز ٍق َفجع ْل مُت ِم ْن ُه حرا ًما‬ ُ َ‫الل ُل‬ َ‫ُق ْل َأ َر َأي مُت َما َأ ْن َز َل ّه‬ َ َ ْ َ َ ً‫اَلا‬ ْ ْ ‫ون‬ ُ َ‫آلل ُ َأ ِذ َن ل‬ ُ َ‫الل ِ َت ْف ر‬ َ‫كم ۖ َأم َع ىَل ّه‬ َ‫َو َحل ُق ْل ّه‬ َ ‫ت‬

Katakanlah: ‘Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal’. Katakanlah: ‘Apakah Allah Telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah ?’ (QS. Yunus: 59).

ٌ ‫ك ِذب ٰ َه َذا ح اَلل‬ ُ ‫س َن ُت‬ ِ ْ‫ف َأل‬ َ ْ‫ك ُم ال‬ ِ ‫َولاَ َت ُقولُوا لِ َما َت‬ ُ ‫ص‬ َ َ ٌ ‫و ٰهذا حر‬ ‫ال‬ ‫ون‬ ّ ‫ام لتفتوا عل الل الكذب إن‬ ُ َ‫ين َي ْف ر‬ َ ‫ت‬ َ ِ َ‫َ َ َ َ َ ِ َ ْ رَ ُ َ ىَ ّهَ ِ ْ َ ِ َ ۚ ِ َّ ذ‬ ﴾٦١١﴿ ‫ون‬ ‫عل الل الكذ‬ َ ‫ب لاَ ُي ْف ِل ُح‬ َ ِ َ ْ ِ َ‫َ ىَ ّه‬ Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta ‘Ini halal dan Ini haram’, untuk

mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengadaadakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (QS. An-Nahl: 116)

Berdasarkan ayat-ayat dan hadits di atas para ahli fiqh Islam menegaskan bahwa hanya Allah sajalah yang berhak menghalalkan dan mengharamkan, baik melalui kitab-Nya maupun melalui lisan Rasul-Nya, sedangkan tugas mereka hanyalah menjelaskan hukum Allah terhadap apa yang dihalalkan dan diharamkan-Nya. Para fuqaha biasanya menghindari memberi fatwa karena khawatir terjatuh pada kesalahan dalam menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal. Imam Syafi’i menyebutkan dalam kitabnya al-Umm bahwa Qadhi Abu Yusuf, murid Abu hanifah, berkata: “Saya mendapati guru-guru kami dari para ahli ilmu tidak menyukai memberi fatwa dengan mengatakan: ‘Ini halal dan ini haram’, kecuali jika terdapat nash secara jelas dalam kitab Allah azza wa jalla, bukan penafsiran. Sementara itu seorang tokoh tabiin, arRabi’ bin Khaitsam berkata: “Jauhkanlah dirimu dari menjadi orang yang mengatakan: ‘Sesungguhnya Allah telah menghalalkan ini atau meridhainya’ padahal Allah berkata kepadanya, ‘Aku tidak menghalalkan ini dan tidak meridhainya’. Atau menjadi orang yang mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah telah mengharamkan ini’ tetapi kemudian Allah menjawab, ‘Engkau telah berdusta, Aku tidak mengharamkannya dan tidak melarangnya.” Ibrahim an-Nakha’i menceritakan dari para sahabatnya, bahwasanya mereka apabila memfatwakan sesuatu atau melarang sesuatu, mereka berkata, ‘Ini makruh (tidak disukai), dan ini tidak apa-apa.’ Adapun untuk mengatakan: “Ini halal dan ini haram”, maka ini merupakan persoalan yang amat besar!”  21


lamhah tarikhkhyiyyah

Sejarah Perjuangan Nabi Bagian II (Periode Madaniyyah)

622 M: Mekkah semakin tidak kondusif untuk dakwah Islam, bahkan kafir Quraisy memutuskan untuk segera membunuh Rasulullah SAW. Beliau kemudian memerintahkan sahabatnya hijrah ke Madinah, karena di sana telah terbentuk basis massa pendukung Islam. Rasul pun akhirnya pergi berhijrah bersama Abu Bakr dan tiba di Madinah pada 12 Rabiul Awwal tahun ke 13 Bi’tsah. Tahun ini kemudian dijadikan tahun pertama perhitungan kalender Islam pada masa kekuasaan Umar bin Khattab. Setelah tiba di Madinah Nabi mulai meletakkan dasar-dasar pembangunan masyarakat Madinah. Dalam Fiqhus Sirah Muhammad Al-Ghazaly disebutkan ada 3 hal yang

Madinah (sulhul Madinah), berisi kesepakatan untuk hidup berdampingan secara damai antara umat Islam dengan kaum Yahudi serta musyrikin dengan hak dan kewajiban yang sama. Dengan 3 pilar tersebut kedudukan kaum muslimin semakin mantap. Hal lain yang perlu dicatat adalah Rasulullah SAW mendirikan pasar Madinah sebagai pembangunan basis perekonomian. Selain itu, dalam rangka menjaga keamanan daulah Islamiyah, Rasulullah mengirim sariyyah dengan tugas patroli mengawasi lalu lintas kafilah yang bergerak dari Mekkah ke Syam dan sebaliknya. Hal ini menurut Muhammad Al-Ghazaly untuk memperlihatkan kekuatan kaum muslimin dan memberi per-

...Rasulullah SAW mendirikan pasar Madinah sebagai pembangunan basis perekonomian. dibangun Nabi Muhammad SAW dalam rangka penegakan daulah Islamiyah: 1. Memperkokoh hubungan umat Islam dengan Allah, hal ini ditandai dengan membangun masjid sebagai pusat peribadatan dan penggemblengan ruhani. 2. Memperkokoh hubungan intern ummat Islam, yakni dengan mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar. Dengan ini jama­’ah muslimin semakin solid dan kuat. 3. Mengatur hubungan umat Islam dengan non muslim. Untuk itu Rasulullah SAW melakukan penandatanganan Piagam 622M Hijrah ke Madinah

22

624 M Perang Badr Al-Kubra

ingatan kepada musyrikin Quraisy. 624 M: Tersiar kabar bahwa sebuah kafilah dagang kaum musyrikin berangkat meninggalkan Syam. Rasulullah kemudian diikuti sahabat-sahabatnya bermaksud menghadang kafilah tersebut untuk memberikan pukulan telak kepada penduduk Mekkah. Akan tetapi kafilah Abu Sufyan berhasil menyelamatkan diri, dan Allah memiliki rencana lain: Perang Badar! Perang ini menjadi shiraaul wujud (pertempuran eksistensi) bagi kaum muslimin. Dalam perang ini kaum musyrikin Quraisy kalah telak, sePerang 625 M Uhud

627 M Perang Ahzab/Khandaq

Al-Intima’ No.003 Nopember 2009


mentara eksistensi kaum muslimin semakin diperhitungkan masyarakat Arab pada saat itu. Tepatnya bulan Syawal, Yahudi Bani Qunaiqa mulai berulah, yakni terjadinya insiden pelecehan seorang muslimah yang menimbulkan keributan dan terbunuhnya seorang muslim. Berawal dari peristiwa inilah terjadinya ketegangan antara kaum Muslimin dengan kaum Yahudi. Setelah dikepung selama 15 hari akhirnya Yahudi pergi ke Adzraat di daerah Syam. 625 M: Setelah kekalahan di Badr ­kaum musyrikin bermaksud melakukan balas den­dam. Maka pada pertengahan Syawal mereka bergerak mendekati Madinah. Kemudian terjadilah perang Uhud. Pada perang ini kaum muslimin sempat berhasil memukul mundur orang-orang Quraisy, akan tetapi keadaan berbalik setelah beberapa orang pasukan muslimin tidak menjalankan komando Nabi.

liter untuk menjaga keamanan Madinah terjadilah perang Ahzab (Khandaq), dima­na Yahudi Bani Quraidhah, Arab Badui yang dimotori Bani Ghatafan dan musyrikin Quraisy bersatu padu hendak menyerang Madinah. Akan tetapi rencana busuk mereka itu digagalkan Allah SWT dengan menimpakan kesulitan dan perpecahan di antara mereka. 628 M: Pada bulan Dzulqa’dah tahun ke 6 hijriyah Rasulullah pergi menuju Makkah untuk melaksanakan umrah. Akan tetapi dihalang-halangi kaum Musyrikin. Kemudian dilakukan negosiasi. Juru runding dari kaum muslimin adalah Utsman bin Affan. Sempat terjadi peristiwa bai’aturidwan menyusul kabar terbunuhnya Utsman. Tapi tenyata Uts­man hanya sempat tertahan saja. Berikutnya kaum Quraisy mengutus Suhail bin Amr untuk melakukan perjanjian dengan ­Rasulullah, yang kemudian dikenal dengan perjanjian Hudaibiyyah.

Perang Badar! Perang ini menjadi shiraaul wujud (pertempuran eksistensi) bagi kaum muslimin. ‘Kekalahan’ muslimin di Uhud memunculkan keberanian kelompok-kelompok yang dengki kepada kaum muslimin (Arab Badui dan Yahudi). Bani Asad mencoba menyerang Madinah, akan tetapi berhasil dipatahkan oleh kaum muslimin di bawah pimpinan Abu Salamah. Beberapa saat setelah itu Bani Hudzail pun melakukan hal yang sama. Begitu pula Yahudi Bani Nadzir mulai berulah (merencanakan pembunuhan Nabi) sampai akhirnya diusir d ­ ari Madinah. 627 M: Setelah beberapa kali operasi mi628 M Perjanjian Hudaibiyah

Perang 629 M Mu’tah

Isi perjanjian tersebut adalah tentang kesepakatan gencatan senjata selama 10 tahun dan harus batalnya maksud kaum muslimin berumrah ke Makkah tahun ini. Perjanjian ini menimbulkan tanda tanya mayoritas para sahabat. Tapi sebenarnya, perjanjian Hudaibiyah ini adalah kemenangan gemilang. Karenan langkah politis Nabi ini semakin memacu percepatan dakwah Islam. Jumlah kaum muslimin pasca perjanjian ini melonjak tajam. Sebagai gambaran tentang hal ini Ibnu Hisyam menyebutkan ungkapan Az-Zuh-

630 M Futuh Makkah

haji wada’ 631 M Perang Tabuk 632 M Wafat RasuL SAW

23


lamhah tarikhkhyiyyah ri bahwa pada saat keberangkatan ke Hudaibiyyah Rasulullah hanya diikuti sekitar 1400 orang. Tapi 2 tahun kemudian pada peristiwa futuh Makkah Nabi diikuti sekitar 10.000 orang. Pada masa-masa ini terjadi ketegangan dengan orang-orang Yahudi yang ­merasa tidak tenang melihat pertumbuhan kekuatan kaum muslimin. Mereka bersama Bani Ghathafan berencana melancarkan tindakan subversive. Maka sekembalinya dari Hudaibiyyah, kaum muslimin segera menuju Khaibar pada 7 hijriyah. Khaibar pun akhirnya dapat dikuasai kaum muslimin. Inilah benteng terakhir orang-orang Yahudi di Madinah. Bertepatan runtuhnya Khaibar, kaum Muhajirin dari Habasyah pulang. Kekuatan kaum muslimin terus berkembang, dakwah Islam semakin gencar dilakukan. Rasulullah mulai memperkenalkan Islam ke luar negeri melalui surat-surat dakwahnya, diantaranya beliau mengirim surat kepada Kisra (Raja Persia), Kaisar Romawi, Najasyi raja Habasyah, dll.

sedangkan Bani Tsaqif melarikan diri dan berlindung di benteng-benteng, beberapa ­bulan kemudian mereka menyatakan diri masuk Islam. 631 M: Terdengar kabar bahwa Romawi berencana menyerang Madinah, m ­ aka Rasul­ullah memobilisasi pasukan untuk men­cegah niat mereka. Dalam suasana musim panas kaum muslimin keluar dari Madinah menuju ke Tabuk. Mereka menempuh perjalanan panjang sejauh 800 km dari Madinah. Tapi ternyata orang-orang Romawi mengurungkan niatnya. Eksistensi dakwah Islam terus menguat, orang–orang berdatangan ingin mendengar dakwah ini, diantaranya adalah datangnya utusan Nasrani Najran yang akhirnya menyatakan takluk kepada daulah Islam dan bersedia membayar jizyah. 632 M: Tahun ke 10 hijriyah ­Rasulullah melakukan Haji wada. Sepulang dari ­Mak­kah Nabi berencana melakukan penyerangan Romawi karena telah membunuh Farwah bin Umar Al-Judzami, seorang kepa-

Rasulullah mulai memperkenalkan Islam ke luar negeri melalui surat-surat dakwahnya... 629 M: Menjelang akhir tahun 7 hijriyah kaum muslimin melakukan umrah sesuai perjanjian Hudaibiyah. Disini kaum muslimin melakukan mudzaharah, show of force ­untuk memperlihatkan kekuatan. Pada tahun inilah Hubail bin Amr, utusan Nabi ke penguasa Bashra dibunuh. Peristiwa ini mencetuskan Perang Mut’ah. Dalam perang ini 3.000 pasukan kaum muslimin berhadapan dengan 200.000 orang pasukan Romawi dan Nasrani Arab. ­Perang berakhir seri, tidak ada yang menang maupun yang kalah. 630 M: Berawal penyerangan ­Quraisy terhadap Bani Khuza’ah (sekutu kaum muslimin), terjadilah peristiwa Futuh Makkah. Bersama 10.000 pasukan, Rasulullah memasuki Makkah dan menguasainya. Berhalaberhala dihancurkan. Pada hari itu semua penduduk Mekkah memeluk Islam. Kabilah Hawazin dan Kabilah Tsaqif menyerang kaum muslimin, maka terjadilah Perang Hunain. Bani Hawazin menyerah 24

la daerah Romawi yang masuk Islam. Akan tetapi hari-hari terakhir bulan Shafar ­tahun 11 Hijriyah, Rasulullah mulai menderita sakit. Akhirnya pada usia 63 tahun Rasulullah wafat. Marhalah Madaniyah adalah Marhalah pengokohan dakwah. Karakteristik yang menonjol pada fase ini adalah adanya: 1. Al-Qa’idatu al-ijtima’iyyah, pembentukan dan pemantapan kaidah-kaidah kemasyarakatan. 2. Al-Qa’idatu al-ardhiyyah, penentuan tegaknya teritorial yang kuat dan berwibawa. 3. Al-Quwwatul qudratu ‘alal hamiyah, memperkuat kemampuan pertahanan, perlindungan dan pengayoman untuk me­me­lihara kemashlahatan umat. 4. Tandzimu daulah, penataan pilar-pilar negara yang kokoh. 5. Ad-Da’watu syamilah, menyebarkan nilai-nilai secara sempurna dengan pola komunikasi dan publikasi.  Al-Intima’ No.003 Nopember 2009


25


’aqidatuna

MENGENAL ASAL-USUL

AGAMA KRISTEN Sekilas Tentang Perjalanan Dakwah Nabi Isa alaihissalam. Ajaran Kristen yang kita kenal saat ini selalu dinisbatkan kepada sosok Nabi Isa (Yesus [Latin]). Sejarah kemunculannya memang tidak dapat dipisahkan dari sejarah gerakan dakwah beliau bersama para pengikutnya. Isa alaihissalam lahir dari perawan Maryam tanpa bapak. Kelahirannya adalah mukjizat yang menjadi tanda kebesaran Allah ta’ala (lihat QS. Maryam, 19: 16-34). Para sejarawan berselisih pendapat mengenai tahun kelahiran Nabi Isa. Di dalam Injil Matius 2: 1 disebutkan bahwa kelahiran Isa adalah pada masa Herodes, jadi paling lambat kelahirannya terjadi pada 4 SM, tahun matinya Herodes. Sedangkan Injil Lukas menghubungkan kelahiran Isa dengan masa sensus penduduk di zaman Kirenius wali negeri di Syiria. Ini berarti Isa lahir pa-

da 6 atau 7 M, sewaktu Yudea dan Samaria langsung diperintah oleh Roma. Pada usia 12 tahun Isa mempelajari Taurat dari para pendeta Yahudi. Allah ta’la menjadikannya pandai menulis dan menguasai Taurat serta dibekalinya dengan Injil (QS. Ali Imran, 3: 48). Saat ia menginjak usia 28-30 tahun semakin nampaklah kecemerlangannya. Ia berdakwah kepada para pendeta Yahudi agar mereka konsekwen berpegang teguh pada Taurat. Pada masa itu banyak sekali pendeta-pendeta yang telah menyimpang dari ajaran Musa. Pendeta Yahudi dan para pengikutnya ini kemudian mendustakan Nabi Isa dengan penuh kesombongan (QS. Al-Baqarah, 2: 87). Allah mengaruniakan pada putera Maryam ini beberapa mukjizat (QS. Al-Maidah, 5: 110). Beliau dapat menghidupkan orang yang sudah mati dengan izin Allah, menyembuhkan orang yang berpenyakit

Nabi Isa memiliki 12 orang murid. Bersama muridmuridnya inilah beliau menyerukan tauhid, sifat zuhud, mencintai Allah dan mencintai sesama. 26

Al-Intima’ No.003 Nopember 2009


kusta, membuat burung hidup dari tanah liat, dll. Nabi Isa memiliki 12 orang murid. Bersama murid-muridnya inilah beliau menyerukan tauhid, sifat zuhud, mencintai Allah dan mencintai sesama. Perhatikanlah ayat Injil berikut ini: “Maka datanglah seorang ahli Taurat; setelah didengarnya bagaimana mereka itu berbalah-balah sedang diketahuinya bahwa Yesus sudah memberi jawab yang baik, lalu ia pun menyoal dia, katanya: ‘Hukum yang manakah dikatakan yang terutama sekali?” Maka jawab Yesus kepadanya: “Hukum yang terutama inilah: ‘Dengarlah olehmu, hai Israil, Adapun Tuhan kita, Ialah Tuhan yang Esa.” “Maka hendaklah Engkau mengasihi Allah Tuhanmu dengan sebulat-bulat hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan sepenuh akal budimu, dan dengan segala kuatmu.” Dan yang kedua inilah: “Hendaklah engkau mengasihi sesamamu manusia seperti dirimu.” Maka tiadalah hukum lain, yang lebih besar daripada kedua hukum ini”

Injil Markus Fs. 12 ayat 28-31 Pada tahun 33 M diadakan perayaan Paskah tahunan di Bait Allah (Baitul Maqdis). Maksud dari perayaan ini adalah untuk memperingati diselamatkannya bangsa Israel dari penindasan Raja Fir’aun. Akan tetapi perayaan ini sudah jauh dari maksud semula, karena telah berubah menjadi pesta perniagaan yang diwarnai perjudian. Bahkan pintu gerbang Bait Allah dipasang patung burung elang sebagai lambang kebesaran kekaisaran Romawi. Hal ini amat menghina dan mengotori kesucian Bait Allah. Oleh karena itu Isa bersama para pengikutnya menyerbu Bait Allah dan memporak-porandakan arena perniagaan tersebut. Kerusuhan ini menimbulkan kema-

rahan penguasa Romawi. Pasukan Romawi kemudian merangsek ke Bait Allah dan berupaya menangkap Isa beserta pengikutnya. Tetapi mereka telah menyingkir dan bersembunyi di bukit Gesmani. Orang-orang Yahudi karena kedengkian mereka, menyebarkan isu bahwa Isa akan melakukan pemberontakan kepada Romawi dan mengangkat dirinya sebagai raja Yahudi. Maka terjadilah upaya penangkapan Isa, dan terjadilah peristiwa kontroversial: penyaliban Isa. Al-Qur’an menentang anggapan bahwa Isa telah disalib, karena yang sebenarnya terjadi adalah tentara Romawi menangkap orang yang salah, dan mereka pun berada dalam keraguan (lihat QS. AnNisa, 4: 157).

Kelahiran Agama Kristen Sebelum dijelaskan bagaimana kelahiran agama Kristen, kita harus mengetahui terlebih dahulu kondisi sosial budaya bangsa Yahudi sebelum masa Nabi Isa: 1. Aqidah orang-orang Yahudi telah terkontaminasi kepercayaan Paganisme Babilonia, karena sekitar 50 tahun (586-535 SM) bangsa Yahudi berada di pengasingan di Babilonia yang masyarakatnya menyembah berhala. 2. Pada tahun 334 SM, Alexander raja Yunani menguasai bangsa Yahudi dan menyebarkan faham Filsafat yang kemudian mempengaruhi pemikiran orang-orang Yahudi. 3. Bangsa-bangsa yang menaklukan orangorang Yahudi adalah penganut politeisme. Ini pun berpengaruh kepada aqidah bangsa Yahudi. Nabi Isa menyampaikan misi dakwahnya hanya selama tiga tahun. Sedangkan pengaruh kepercayaan paganisme sudah mengakar di masyarakat. Maka terjadilah penyimpangan pemahaman terhadap ajaran yang dibawanya, hal ini dilakukan oleh Paulus (Salus) orang Tarsus yang mengaku telah bertemu Yesus (Isa) dan diangkat se-

Orang-orang Yahudi karena kedengkian mereka, menyebarkan isu bahwa Isa akan melakukan pemberontakan... 27


bagai rasulnya. Ia kemudian mengajarkan ajaran Isa yang t­ elah dicampur adukkan dengan filsafat Yunani dan Paganisme.

Ajaran Paulus Paulus mengajarkan doktrin sebagai berikut: 1. Konsep Tuhan Anak, ia mengatakan bahwa Allah mempunyai anak sulung (I Korintus 8: 6; Kolose 1: 5; dan 1 Timotius) 2. Inkarnasi, menurut Paulus Yesus telah melakukan inkarnasi di bumi melalui benih Daud (Roma 1: 3-4; Galatia 4: 45; Kolose 1: 15; dan Ibrani 1: 3) 3. Dosa Waris, bahwa manusia seharusnya hidup kekal di sorga. Tapi karena kesalahan Adam manusia diletakkan di bumi. Dosa yang telah diperbuat Adam itu terus dipikul oleh keturunannya (Roma 5: 12-18; 1 Korintus 15: 21-26). 4. Penyaliban dan Penebusan, bahwa Yesus menyerahkan dirinya untuk berkorban menebus dosa manusia hingga mati di tiang salib. Orang yang beriman kepadanya akan beroleh hidup kekal di sorga (Roma 5: 18; 6: 10-11, II Korintus 15: 14, 1 Timotius 2: 6) 5. Konsep Kebangkitan, bahwa Yesus itu setelah disalib dan dikuburkan tiga hari dibangkitkan dari kematiannya (Roma 6: 4-18; 10: 9; I Korintus 15: 17-20; II Timotius 2: 8) 6. Naik ke Langit, bahwa Yesus setelah kebangkitannya naik ke langit dan bersemayam di sebelah kanan Tuhan Bapa (Efesus 1: 19-20; Kolose 3: 1) 7. Tuhan Yesus, bahwa setiap orang harus percaya bahwa Yesus adalah Tuhan (Roma 10: 9) Doktrin-doktrin ini dengan mudah diterima oleh masyarakat setempat yang sebelum­nya memang memiliki sistem kepercayaan seperti itu. Padahal seluruh kepercayaan itu hanyalah dusta belaka sebagaimana dikatakan Paulus sendiri dalam suratnya kepada Jemaat di Roma 3: 7 yang

berbunyi sebagai berikut: “Tetapi jika kebenaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliaanNya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa?”

Mengenal Injil versi Kristen Injil yang ada pada kaum Kristiani saat ini bukanlah Injil asli. Ia hanyalah berisi kisah perjalan dakwah Nabi Isa (Yesus) yang ditulis oleh orang-orang setelahnya: 1. Injil Matius (65 M) 2. Injil Markus (61 M) 3. Injil Lukas (95 M) 4. Injil Yahya (100 M) Masih banyak Injil yang lainnya, yang menurut catatatan sejarah mencapai 80 versi. Akan tetapi selain yang empat di atas tidak diakui oleh gereja dan sudah dimusnahkan pada abad ke 2 (180 M). Diantaranya ialah: Injil Petrus, Injil Kopty, Ibrani, Barnaba, dan surat-surat kiriman Barnaba. Injil Matius dan Markus sebenarnya tidak menunjukkan pendirian yang sama dengan ajaran Paulus, tapi karena tidak menentang ajaran Paulus dibiarkan juga beredar dan diakui oleh gereja; isinya pun sudah dirubah dan ditambah disesuaikan dengan ajaran Paulus. Konsili Nicea Tiga abad setelah ‘peristiwa penyaliban’ pe­ngikut ajaran Nabi Isa berkembang dengan beragam corak pemahaman. Terjadi bentrokan diantara mereka terutama antara kalangan Pro Monotheisme dengan Pro ajaran Paulus yang paganis. Peperangan ini sampai mengancam keutuhan kerajaan Roma. Atas usulan Konstantin diadakanlah Muktamar di Nicea pada tahun 325 M yang dihadi­ri sekitar 2048 orang dengan pendiriannya masing-masing. Terjadi perdebatan yang sengit dan tak ada titik temu. Akhirnya Konstan­tin yang cenderung pada pa-

Terjadi bentrokan diantara mereka terutama antara kalangan Pro Monotheisme dengan Pro ajaran Paulus yang paganis. 28

Al-Intima’ No.003 Nopember 2009


’aqidatuna Penentuan 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus pun sesungguhnya mengambil dari kelahiran Mihras—yang menurut kaum paganis dianggap sebagai putra Tuhan dan cahaya dunia

ganis memanggil 318 orang yang berfaham Paulus dan menyatakan dukungannya. Setelah itu muktamar dilanjutkan, sementara itu peserta lainnya melakukan walk out. Di dalam muktamar ini banyak dipilih doktrin-doktrin dan syiar–syiar ibadah secara voting (tanggal paskah, peranan uskup, dan tentu saja tentang ketuhanan Yesus). Setelah itu diadakanlah revisi terhadap Injil. Sementara injil-injil lain yang bertentangan dimusnahkan. Dan orang yang berani membaca injil terlarang itu akan di cap sebagai heretic (berlaku bid’ah). Tapi belakangan ditemukan injil-injil lain yang terlarang, misalnya ditemukan lembaranlembaran di Qumran dekat Yudea pada tahun 1950 dan lembaran-lembaran Koptik ditemukan di Nag Hammadi tahun 1945 yang isinya bertentangan dengan injil-injil yang diakui.

Pengaruh Paganisme Ajaran Kristen banyak juga terpengaruh oleh paganisme, dan itu semakin menguat setelah konsili Nicea yang diprakarsai Konstantin. Perlu diketahui, sebelum ‘menganut’ ajaran Kristen Konstantin berkedudukan sebagai pendeta tertinggi Pemuja Matahari (Sol Invictus). Maka tidak heran jika banyak sekali simbol-simbol paganis yang dipakai oleh ajaran Kristen. Contoh: cakram matahari Mesir kuno dijadikan lingkaran halo para santo katolik. Pitogram Isis menyusui Horus (yang kelahirannya dianggap mirip dengan Nabi Isa) menginspirasi pitogram Maria yang

menyusui bayi Yesus, altar yang berada di gereja dengan upacaranya diambil dari ritus pagan. Simbol-simbol atau ikon-ikon yang digunakan Kristen tidak ada sama sekali yang asli. Penentuan 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus pun sesungguhnya mengambil dari kelahiran Mihras—yang menurut kaum paganis dianggap sebagai putra Tuhan dan cahaya dunia—yang juga dikubur ­dalam makam batu dan dibangkitkan dalam 3 hari. 25 Desember juga adalah hari kelahiran Osiris, Adonis dan Dyonisus, dewa-dewa kaum paganis. Pengikut Isa (Yesus) menghormati hari Sabat sebagai hari beribadah, tetapi Konstantin telah menjadikan hari Minggu sebagai hari beribadah, sebagaimana dijadikan hari beribadah oleh kaum paganis untuk menyembah dewa matahari. Perhatikanlah bahwa nama hari minggu/Sunday diambil dari kata sun-day (hari matahari). Dari uraian ringkas di atas kita dapat mengetahui bahwa ajaran Kristen sesungguhnya bukanlah ajaran Nabi Isa yang asli. Bahkan ia sesungguhnya berasal dari fikiran dan filsafat manusia yang dikuasai hawa nafsu. Wajarlah kemudian banyak sekali kerancuan di dalamnya. Wallahu a’lam.  Maraji 1. Perbandingan Agama, Agus Hakim: CV. Diponegoro 2. Rangkaian Cerita dalam Al-Qur’an, Bey Arifin: PT. AlMa’arif 3. Metamorfose Kristen, Masyhud SM: Modus vol. I No. 9/Th. II/ 2004 4. The Da Vinci Code, Dan Brown: Serambi

ٰ‫ه‬ ٰ‫ه‬ ّ ‫لقد َكفر‬ ‫ون لَيم ّس ّن‬ ‫الين قالوا إن الل ثالث ثلثة وما م ْن إل إ ّل إل واحد وإن ل ْم ينتوا عما يقول‬ َ َ َ َ َ ُ ُ َ َّ َ ُ َ‫َ َ ْ َ َ ذَ ِ َ َ ُ ِ َّ ّهَ َ َ ِ ُ َ اَ َ ٍ ۘ َ َ ِ ِ َ ٍ ِ اَ ِ َ ٌ َ ِ ٌ ۚ َ ِ ْ َ َ ْ ه‬ ْ‫ه‬ ٌ ‫الين كفروا من ْم عذ‬ }72 : ‫اب َألِميٌ {المائدة‬ َ ِ َ‫ّذ‬ َ َ ُ ِ ُ َ َ

“Sungguh, telah kafir orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga, padahal tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Tuahn Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa azab yang pedih. (Al-Maidah, 5:72) 29


Oleh: Drs. H. Ahmad Yani Ketua Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Dakwah (LPPD) Khairu Ummah Jakarta

Melestarikan Nilai-Nilai Ramadhan

Setelah Ramadhan berlalu, bukan berarti berlalu pula suasana ketaqwaan kepada Allah swt. Justeru ada tugas berat bagi kita untuk membuktikan keberhasilan ibadah Ramadhan itu dengan peningkatan ketaqwaan kepada Allah swt. karenanya bulan sesudah Ramadhan adalah Syawwal yang artinya peningkatan. Disinilah letak pentingnya melestarikan nilai-nilai Ibadah Ramadhan.

S

ekurang-kurangnya, ada lima nilai ibadah Ramadhan yang harus kita lestarikan, paling tidak hingga Ramadhan tahun yang akan datang. Pertama, tidak gampang berbuat dosa. Ibadah Ramadhan yang kita kerjakan dengan sebaik-baiknya membuat kita mendapat­kan jaminan ampunan dari dosa-dosa yang kita lakukan selama ini. Karena itu semestinya setelah melewati ibadah Ramadhan kita tidak gampang lagi melakukan perbuatan yang bisa bernilai dosa, apalagi secara harfi­yah Ramadhan artinya membakar, yakni membakar dosa. Kalau dosa itu kita ibaratkan seperti pohon, maka bila sudah dibakar, pohon itu tidak mudah tumbuh lagi, bahkan bisa jadi mati, sehingga dosa-dosa itu tidak mau kita lakukan lagi. Dengan demikian, jangan sampai ­dosa yang kita tinggalkan pada bulan ­Ramadhan hanya sekadar ditahan-tahan untuk selanjutnya dilakukan lagi sesudah Ramadhan berakhir dengan kualitas dan kuantitas yang lebih besar. Kalau demikian jadinya, ibarat pohon, hal itu bukan dibakar, tapi hanya ditebang cabang-cabangnya sehingga satu cabang ditebang tumbuh lagi tiga, empat bahkan lima 30

cabang dalam beberapa waktu ­kemudian. Dalam kaitan dosa, sebagai seorang muslim jangan sampai kita termasuk orang yang bangga dengan dosa, apalagi kalau mati dalam keadaan bangga terhadap dosa yang dilakukan, bila ini yang terjadi, maka sangat besar resiko yang akan kita hadapi dihadapan Allah swt, sebagaimana firman-Nya: ْ ْ‫ه‬ ‫نا لاَ ُت َف َّتح لَ مُه‬ ‫الين كذبوا ب‬ ّ ‫إن‬ ِ ‫آي‬ ْ ‫ات َنا َو‬ َ ‫بوا َع‬ ُ َ‫اس َت ْك ر‬ ُ َ ِ ُ َّ َ َ ِ َ‫ِ َّ ذ‬ ‫ون الْج َّن َة ح َّت ٰى ي ِلج الْجم ُل ف‬ ‫أ ْبواب السماء و يدخل‬ َ َ َ ُ ُ ْ َ َ‫َ َ ُ َّ َ ِ َ لا‬ ِ‫َ َ َ َ ي‬ ٰ ِ ْ ْ ‫ني‬ َ ِ‫اط َو َك َذل‬ ِ ‫سم ال ِخي‬ َ ‫ك َنج ِزي الْ ُمج ِر ِم‬ ۚ َ ْ ّ َ

Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekalikali tidak akan dibukakan pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka bisa masuk ke dalam syurga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan (QS Al A’raf ,7:40).

Kedua nilai ibadah Ramadhan yang harus kita lestarikan adalah hati-hati dalam bersikap dan bertindak. Selama beribadah Ramadhan, kita cenderung berhati-hati dalam melakukan sesuatu, hal itu karena kita Al-Intima’ No.003 Nopember 2009


nasihat ••• tidak ingin ibadah Ramadhan kita menjadi sia-sia dengan sebab kekeliruan yang kita lakukan. Secara harfiyah, Ramadhan juga berarti mengasah, yakni mengasah ketajaman hati agar dengan mudah bisa membelah atau membedakan antara yang haq dengan yang bathil. Ketajaman hati itulah yang akan membuat seseorang menjadi sangat berhati-hati dalam bersikap dan bertingkah laku. Sikap seperti ini merupakan sikap yang sangat penting sehingga dalam hidupnya, seorang muslim tidak asal melakukan sesuatu, apalagi sekadar mendapat nikmat secara duniawi. Kehati-hatian dalam hidup ini menjadi amat penting mengingat apapun yang kita lakukan akan dimintai p ­ ertanggungjawaban dihadapan Allah swt, karenanya apa yang hen­dak kita lakukan harus kita pahami secara baik dan dipertimbangkan secara matang, sehingga tidak sekadar ikut-ikutan dalam melakukannya, Allah SWT berfirman: ‫الس ْمع والْبصر والْ ُف َؤاد‬ ‫و تقف ما ل ْيس لك به عل ٌم إن‬ َ َ َ َ َ َ َ َّ َّ ِ ۚ ْ ِ ِ ِ َ َ َ َ َ ُ ْ َ َ‫َ لا‬ ً‫لا‬ ٰ ‫كل أ‬ ﴾٦٣﴿ ‫ان ع ْن ُه م ْس ُئو‬ ‫ولئك ك‬ َ َ َ َ َ ِ َ ُ ُّ ُ

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya (QS Al Isra, 17:36).

orang yang selalu berlaku jujur, baik jujur dalam perkataan, jujur dalam berinteraksi dengan orang, jujur dalam berjanji dan segala bentuk kejujuran lainnya. Dalam kehidupan masyarakat dan bangsa kita sekarang ini, kejujuran merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Banyak kasus di negeri kita yang tidak cepat selesai bahkan tidak selesai-selesai karena tidak ada kejujuran, orang yang bersalah sulit untuk dinyatakan bersalah karena belum bisa dibuktikan kesalahannya dan mencari pembuktian memerlukan waktu yang panjang, padahal kalau yang bersalah itu mengaku saja secara jujur bahwa dia bersalah, tentu dengan cepat persoalan bisa selesai. Sementara orang yang secara jujur mengaku tidak bersalah tidak perlu lagi untuk diselidiki apakah dia melakukan kesalahan atau tidak. Tapi karena kejujuran itu tidak ada, yang terjadi kemudian adalah saling curiga mencurigai bahkan tuduh menuduh yang membuat persoalan semakin rumit. Ibadah puasa telah mendidik kita untuk berlaku jujur kepada hati nurani kita yang sehat dan tajam, bila kejujuran ini tidak mewarnai kehidupan kita sebelas bulan mendatang, maka tarbiyyah (pendidikan) dari ibadah Ramadhan kita menemukan kegagalan,

Secara harfiyah, Ramadhan juga berarti mengasah, yakni mengasah ketajaman hati agar dengan mudah bisa membelah atau membedakan antara yang haq dengan yang bathil.

•••

Nilai ibadah Ramadhan ketiga yang harus kita lestarikan dalam kehidupan sesudah Ramadhan adalah bersikap jujur. Ketika kita berpuasa Ramadhan, kejujuran mewarnai kehidupan kita sehingga kita tidak berani makan dan minum meskipun tidak ada orang yang mengetahuinya. Hal ini karena kita yakin Allah swt yang memerintahkan kita berpuasa selalu mengawasi diri kita dan kita tidak mau membohongi Allah swt dan tidak mau membohongi diri sendiri karena hal itu memang tidak mungkin, inilah kejujuran yang sesungguhnya. Karena itu, setelah berpuasa sebulan Ramadhan semestinya kita mampu menjadi orang-

meskipun secara hukum ibadah puasanya tetap sah. Keempat yang merupakan nilai ibadah Ramadhan yang harus kita lestarikan adalah memiliki semangat berjamaah. Kebersamaan kita dalam proses pengendalian diri membuat syaitan merasa kesulitan dalam menggoda manusia sehingga syaitan menjadi terbelenggu pada bulan Ramadhan. Hal ini diperkuat lagi dengan semangat yang tinggi bagi kita dalam menunaikan shalat yang lima waktu secara berjamaah sehing31


nasihat ••• ga di bulan Ramadhan inilah mungkin sha- ­menahan diri dari hal-hal yang tidak perlu, lat berjamaah yang paling banyak kita lak- ­misalnya ada orang yang mengatakan: sanakan, bahkan melaksanakannya juga di “saya lebih baik tidak makan daripada tidak masjid atau mushalla. merokok”, padahal makan itu pokok dan Disamping itu, ibadah Ramadhan yang merokok itu tidak perlu. “ mem­bu­at kita dapat merasakan lapar dan Kemampuan kita mengendalikan diri dahaus, telah memberikan pelajaran kepada ri hal-hal yang tidak benar menurut Allah kita untuk memiliki solidaritas sosial kepa- dan Rasul-Nya merupakan sesuatu yang da mereka yang menderita dan mengalami amat mendesak, bila tidak, kehidupan ini berbagai macam kesulitan, itupun sudah ki- akan berlangsung seperti tanpa aturan, tak ta tunjukkan dengan zakat yang kita tunai- ada lagi halal dan haram, tak ada lagi haq kan. Karena itu, semangat berjamaah kita dan bathil, bahkan tak ada lagi pantas dan sesudah Ramadhan ini semestinya menja- tidak pantas atau sopan dan tidak. Yang jedi sangat baik, apalagi kita menyadari bah- las, selama manusia menginginkan sesuawa kita tidak mungkin bisa hidup sendiri- tu, hal itu akan dilakukannya meskipun tian, sehebat apapun kekuatan dan potensi dak benar, tidak sepantasnya dan sebagaidiri yang kita miliki, kita tetap sangat me- nya. Bila ini yang terjadi, apa bedanya kemerlukan pihak lain. Itu pula sebabnya, da- hidupan manusia dengan kehidupan binalam konteks perjuangan Allah swt mencin- tang, bahkan masih lebih baik kehidupan tai hamba-hamba-Nya yang berjuang seca- binatang, karena mereka tidak diberi pora berjamaah, yang saling kuat menguatkan tensi akal, Allah swt berfirman: ْ sebagaimana firman-Nya: ٌ ً ‫ن َك ِثريا من الجن و‬ ‫النْس لَ مُه ُق ُلوب‬ َ َ‫َولَ َق ْد َذ َر ْأ َنا لِ َج َه ّم‬ ِ ِ ْ‫ِ َ ْ ِ ِّ َ إ‬ ْ ۖ ْ ٌ ٌ‫ه آذان‬ ْ ‫يبصرون‬ ‫يفقهون با وله َأع‬ َ‫با َولَ مُ َ لا‬ َ ِ‫لاَ َ ْ َ ُ َ هِ َ َ َ مُ ْ ينُ لاَ ُ ِ ُ َ ه‬ ْ ٰ ٰ ‫ه‬ ‫النعام بل ه َأ‬ ‫يسمعون‬ َ ‫ك َك‬ َ ‫ض ّ ُل أُولَ ِئ‬ َ ‫با أُولَ ِئ‬ ُ ُ‫ك م‬ ۚ َ ُ‫أْ ْ َ ِ َ ْ م‬ ۚ َ ِ‫َ ْ َ ُ َ ه‬ ﴾٩٧١﴿ ‫ون‬ ِ ‫الْ َغ‬ َ ‫اف ُل‬

ٌ ‫إن الل يحب الين يقاتلون ف سبيل ص ًفا كأن ْم بني‬ ‫ان‬ َ َ ّ َ ِ ِ‫ِ َّ ّهَ َ ُ ِ ّ ُ ّذَ ِ َ ُ َ ِ ُ َ َ ِ ه‬ َ ْ ُ ُ َ‫ّه‬ ِ‫ي‬ ٌ ‫م ْرص‬ ﴾٤﴿ ‫وص‬ ُ َ

Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam satu barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh (QS Ash Shaf, 61:4)

Nilai ibadah Ramadhan kelima yang harus kita lakukan sesudah Ramadhan berakhir adalah melakukan pengendalian diri. Puasa Ramadhan adalah pengendalian diri dari hal-hal yang pokok seperti makan dan minum. Kemampuan kita dalam mengendalikan diri dari hal-hal yang pokok semestinya membuat kita mampu mengendalikan diri dari kebutuhan kedua

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayatayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai (QS Al A’raf, 7:179).

•••

...semangat berjamaah kita sesudah Ramadhan ini semestinya menjadi sangat baik... dan ketiga, bahkan dari hal-hal yang kurang pokok dan tidak perlu sama sekali. Namun sayangnya, banyak orang telah dilatih untuk menahan makan dan minum yang sebenarnya pokok, tapi tidak dapat 32

Dengan demikian, harus kita sadari bahwa Ramadhan adalah bulan pendidikan dan latihan, keberhasilan ibadah Ramadhan justeru tidak hanya terletak pada amaliyah Ramadhan yang kita kerjakan dengan baik, tapi yang juga sangat penting adalah bagaimana menunjukkan adanya peningkatan taqwa yang dimulai dari bulan Syawal hingga Ramadhan tahun yang akan datang.  Al-Intima’ No.003 Nopember 2009


33


Oleh: M. Indra Kurniawan, S. Ag.

Syafaqah S

yafaqah artinya lembut dan halusnya perasaan. Dalam makna positif syafaqah diartikan sebagai sikap jiwa yang selalu ingin berbuat baik dan menyantuni orang lain serta penuh kasih sayang. Sikap seperti ini digambarkan Allah SWT dalam QS Ali Imran: 159, ”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang bertawakkal kepada-Nya.”

Syafaqah itu diperintahkan oleh Nabi Rasulullah SAW adalah teladan terbaik dalam hal ini, dalam kondisi apa pun syafaqah selalu tertanam dalam hatinya yang mulia. Banyak contoh mengenai hal ini, salah satunya adalah saat berkecamuk perang Uhud dimana kondisi kaum muslimin dalam keadaan terdesak, Rasullah sendiri luka-luka, pipinya pecah dan beberapa giginya rontok akibat tombak kaum musyrikin, beliau tetap menghiasi dirinya dengan syafaqah. Beliau menolak ketika diminta mengutuk dan menyumpahi kaum musyrikin. Beliau malah berdo’a: ”Ya Allah ber34

ilah hidayah kepada kaumku, sebab mereka itu tidak mengerti...” Demikianlah, syafaqah menjadi ciri hati seorang mu’min. Sikap ini berlaku umum, bukan hanya diantara sesama mu’min. Thabrani meriwayatkan bahwa pada suatu saat Rasulullah bersabda di hadapan para sahabat: ”Tidak sempurna iman kalian kecuali kalian berkasih sayang.” Mendengar hal itu salah seorang sahabat berkata: ”Kami semua telah berkasih sayang..”. Rasulullah kemudian menjelaskan: ”Sesungguhnya yang kumaksud bukanlah hanya berkasih sayang antara salah seorang kalian kepada sahabatnya (sesama mu’min), akan tetapi berkasih sayang ’aamah (secara umum)” Sementara mereka yang berhati kejam dinilai oleh Nabi kita sebagai orang yang paling jauh dari Allah SWT. Beliau bersabda: ”Sesungguhnya manusia yang paling jauh dari AllahYang Maha Tinggi adalah orang yang berhati kejam (al-’aasi-l qolbi)”. (HR. Thabrani)

Jadi, tidak alasan bagi kita untuk tidak menghiasi diri dengan syafaqah, terlebih lagi jika kita renungkan firman Allah berikut ini, ”Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (QS. Al-Anbiya: 107).

Al-Intima’ No.003 Nopember 2009


tazkiyah Menempatkan Syafaqah dalam sikap yang positif Lembut dan halusnya perasaan harus ditempatkan dalam sikap yang positif, contohnya adalah: 1. Menyayangi anak Suatu saat salah seorang sahabat yang bernama Al-Aqra bin Habis At-Tamimi melihat Rasulullah menciumi cucunya dengan penuh kasih sayang, ia lalu berkata di hadapan Nabi bahwa dirinya memiliki 10 orang anak, dan tak pernah satu pun diciumnya. Nabi kemudian bersabda: ”Siapa yang tidak menyayangi, tentu tidak akan disayangi...” Menyayangi anak—sebagai bukti adanya syafaqah—tentu harus diwujudkan pula dengan tindakan-tindakan lain seperti memberinya gizi yang cukup (2: 233), memberi pendidikan yang baik sebagaimana diperintahkan Nabi, ”Tidak ada pemberian yang paling utama yang diberikan seorang ayah kepada anaknya dari memberikan didikan yang baik (HR. Tirmizi), dlsb. 2. Santun dalam berbicara Rasulullah SAW bersabda kepada istrinya, Aisyah r.a., ”Sesunggunya diantara kelompok manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah ta’ala adalah mereka yang dijauhi manusia untuk menghindari kejahatannya”. Hadits ini diriwayatkan Bukhari, berkaitan dengan keheranan Aisyah ra. ketika melihat Rasulullah berbicara dengan lemah lembut kepada seseorang yang disebut oleh Rasullah sebagai bi’sa akhul ’asyirah (saudara kerabat yang buruk). 3. Peka terhadap kesulitan orang lain Seorang muslim harus dapat merasakan suka duka yang dialami saudara-saudaranya, karena mereka hakekatnya adalah satu tubuh yang saling menguatkan. Ibnu Abbas dalam suatu riwayat d ­ ari Baihaqi pernah diceritakan sejenak meninggal­kan i’tikafnya, karena dia pernah mendengar Nabi bersabda: ”Barangsiapa pergi untuk berusaha mencukupi kebutuhan saudaranya dan berhasil, itu lebih baik daripada beri’tikaf di masjid selama sepuluh tahun. Dan barangsiapa beri’tikaf sehari dengan niat ingin memperoleh ­keridhoan Allah, baginya Allah akan menjadikan ti-

ga parit lebih jauh dari dua ufuk Ttimur dan Barat yang akan memisahkannya dari neraka”. Begitulah syafaqah diwujudkan dalam sikap yang positif. Sementara itu sifat mudah tersinggung, cepat marah, mudah kecewa juga lahir dari kelembutan dan kehalusan perasaan. Akan tetapi ini adalah syafaqah yang negatif yang harus kita jauhi.

Hikmah bersifat halus Hikmah bersifat halus dan lembut yang paling nyata adalah seperti yang disebutkan firman Allah SWT dalam Qur’an surat Ali Imran ayat 159 di atas. Kelembutan akan membuat orang mendekat, sedangkan bersikap keras dan berhati kasar akan membuat orang menjauh. Jadi sifat lemah lembut apa pun a­ lasannya haruslah diutamakan, bahkan ketika ­kita ber­­ha­dapan dengan orang paling ingkar sekalipun. Allah SWT berfirman, ”Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut’. (QS. Thaha: 44)

Ayat ini adalah perintah Allah kepada Musa dan Harun untuk berdakwah k­ epada Fir’aun yang terkenal dengan kesombongannya yang luar biasa, yakni mengaku sebagai tuhan. Kalau kepada orang sebejad Fir’aun saja harus berlemah lembut, apalagi kepada saudara kita sesama muslim? Tapi tentu saja ini bukan berarti menghilangkan sikap tegas dan keras pada orang yang ingkar dan melecehkan agama Allah. Harus difahami bahwa tegas dan kerasnya seorang muslim, juga karena adanya syafaqah. Mereka berjihad hanyalah untuk menyeru manusia kepada khaliq, berorientasi pada akhirat yang kekal serta menegakkan keadilan dan membebaskan manusia dari kezaliman. Mereka berdakwah dan beramar ma’ruf nahi munkar karena cinta dan kasih sayang yang tertanam dalam diri-diri mereka. Inilah syafaqah....mudah-mudahan kita dapat memahaminya.  Daftar Bacaan 1. Akhlak Seorang Muslim, Muhammad Al-Ghazaly 2. Etika Islam, Miftah Faridl 3. Kurikulum Tarbiyah Islamiyah II, Tim Raudhotul Jannah

35


nisaa

I

Takwin

Baitul Muslim

slam diturunkan Allah SWT ke muka bumi untuk menata seluruh dimensi kehidupan manusia. Setiap ajaran yang digariskan agama ini tidak ada yang bertentangan dengan fitrah manusia. Unsur hati, akal dan jasad yang terdapat dalam diri manusia senantiasa mendapatkan ‘khithab ilahi’ secara proporsional. Oleh karena itu, Islam melarang ummatnya hidup membujang laiknya para pendeta, yang hidupnya hanya diarahkan untuk memuaskan dimensi jiwa. Sementara kehidupan berkeluarga dijauhinya karena dianggap akan menghalangi dirinya menuju kepuasan batin. Anggapan seperti itu jelas merupakan bentuk penyimpangan dari fitrah manusia. Berkeluarga dalam Islam merupakan sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk, kecuali malaikat tentunya. Bahkan ditekankan bahwa nikah adalah sunnah Rasulullah SAW yang harus diikuti oleh ummat ini.

‫َحدَّ َث َنا َس ِعيدُ ْب ُن َأبِى َم ْر مَ َي َأخْ َب َرنَا ُم َح َّمدُ ْب ُن َج ْع َف ٍر‬ َّ ‫َأخْ َب َرنَا ُح َم ْيدُ ْب ُن َأبِى ُح َم ْي ٍد‬ ُ ِ‫الطو‬ ‫يل َأ َّن ُه َس ِم َع َأن َ​َس‬ ُ ‫ َي ُق‬d ‫ْب َن َما ِل ٍك‬ َ ‫ول َجا َء َث‬ ِ ‫ال َث ُة َر ْه ٍط ِإ َلى ُب ُي‬ ‫وت‬

َ ُ‫ َي ْس َأل‬H ‫َأ ْز َو ِاج ال َّنب ِِّى‬ ‫ َف َل َّما‬H ‫ون َع ْن ِع َبا َد ِة ال َّنب ِِّى‬ ‫ُأخْ ِب ُروا َك َأن َُّه ْم َت َقا ُّلوهَ ا َف َقالُوا َو َأ ْي َن ن َْح ُن ِم َن ال َّنب ِِّى‬ َ ‫ َق‬. ‫ َقدْ ُغ ِف َر َل ُه َما َت َقدَّ َم ِم ْن َذ ْن ِب ِه َو َما َت َأخَّ َر‬H ‫ال‬ َ ‫ َو َق‬. ‫َأ َحدُ ُه ْم َأ َّما َأنَا َف ِإنِّى ُأ َص ِّلى ال َّل ْي َل َأ َب ًدا‬ َ ‫ال‬ ‫آخ ُر َأنَا‬

Sa’id bin Abu Maryam menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja’far mengabarkan kepada kami Humaid bin Abu Humaid At-Thawil mengabarkan kepada kami bahwasanya ia mendengar Anas bin Malik ra berkata: “Ada tiga orang yang mendatangi rumah-rumah Istri Nabi SAW menanyakan ibadah Nabi SAW. Maka tatkala diberitahu, mereka merasa seakan-akan (ibadahnya) tidak berarti (sangat sedikit). Mereka berkata: ‘Di mana posisi kami dari Nabi SAW, padahal beliau telah diampuni dosadosanya baik yang lalu maupun yang akan datang’. Salah satu dari mereka berkata: ‘Saya akan qiamullail selama-lamanya.’ Yang lain berkata: ‘Aku akan puasa selamanya.’ Dan yang lain berkata: ‘Aku akan menghindari wanita, aku tidak akan pernah menikah.’ Lalu datanglah Rasulullah SAW seraya bersabda: ‘Kalian yang bicara ini dan itu, demi Allah, sungguh aku yang paling takut dan yang paling takwa kepada Allah. Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku sholat, aku tidur dan aku juga menikah. Barang siapa yang benci terhadap sunnahku maka ia tidak termasuk golonganku.’ (HR Al-Bukhari).

Urgensi Pembentukan Keluarga Muslim Faktor-faktor yang mendasari urgensinya pembentukan keluarga dalam Islam sebagaimana berikut:

1. Perintah Allah SWT

َ ‫ َو َق‬. ‫َأ ُصو ُم الدَّ ْه َر َو َال ُأفْطِ ُر‬ َ ‫ال‬ ‫آخ ُر َأنَا َأ ْع َتز ُِل ال ِّن َسا َء‬ َ ‫ َف َق‬H ِ َّ‫ول الله‬ ُ ‫ َف َجا َء َر ُس‬. ‫ال َأ َت َز َّو ُج َأ َب ًدا‬ َ ‫َف‬ ‫ال ( َأ ْن ُت ُم‬ ُ ‫ين ُق ْل ُت ْم َك َذا َو َك َذا َأ َما َواللهَّ ِ ِإنِّى َألخْ َش‬ ِ َّ‫اك ْم للِه‬ َ ‫الَّ ِذ‬

Membentuk dan membangun keluarga merupakan perintah yang telah ditetapkan Allah SWT dalam beberapa Firman-Nya. Hikmahnya adalah tiada lain agar teralisir kesinambungan hidup dalam kehidupan dan agar manusia berjalan selaras dengan fitrahnya.

)‫رواه البخاري‬، 7/2-547 ‫(حتفة‬

‘Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan

ُ ‫َو َأ ْت َق‬ ُ‫ َو ُأ َص ِّلى َو َأ ْر ُقد‬، ‫ َل ِك ِّنى َأ ُصو ُم َو ُأفْطِ ُر‬، ‫اك ْم َل ُه‬ ) ‫ َف َم ْن َر ِغ َب َع ْن ُس َّن ِتى َف َل ْي َس ِم ِّنى‬، ‫َو َأ َت َز َّو ُج ال ِّن َسا َء‬

36

Al-Intima’ No.003 Nopember 2009


perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.(QS 4 :1) ‘Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.’ 2. Membangun mas’uliah (rasa tanggung jawab)dalam diri seorang Muslim.

Sebelum seorang berkeluarga, seluruh aktivitas hidupnya hanya fokus kepada perbaikan diri. Mas’uliahnya terpusat pada ucapan, perbuatan dan tindakan yang terkait dengan dirinya sendiri. Akan tetapi setelah membangun mahligai rumah tangga, ia tidak hanya bertanggungjawab terhadap dirinya saja. Ia juga harus bertanggungjawab terhadap keluarganya; bagaimana mendidik dan memperbaiki istrinya agar menjadi wanita yang memahami dan melaksanakan hak serta kewajiban rumah tangganya, bagaimana mendidik anak-anaknya agar menjadi generasi rabbani dan qurani. Perhatikanlah beberapa hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda :

َ ‫ َق‬H ‫َع ْن َقتا َد َة َع ْن َأن ٍَس ْب ِن َما ِل ٍك َأ َّن ال َّنب َِّي‬ ‫ال إ َِّن‬ َ ‫اهلل َت َعا َلى َسا ِئ ٌل ُك َّل َر ٍاع َع َّما ْاس َت ْر َعا ُه َح ِف َظ َذ ِل َك‬

‫ غَ رِ ْي ٌب ِم ْن‬.‫تى ُي ْس َأ َل ال َّر ُج ُل َع ْن َأ ْه ِل َب ْي ِت ِه‬ َّ ‫َأ ْم َض َّي َع ُه َح‬ ‫َح ِد ْي ِث َقتاد َة َل ْم َي ْر ِو ِه إ اَِّل ُمعا ُذ َع ْن َأب ِْي ِه‬ ‘Sesungguhnya Allah Ta’ala akan meminta pertanggung jawaban kepada setiap pemimpin atas apa yang dipimpinnya, apakah ia menjaga kepemimpinannya atau melalaikannya, sehingga seorang lakilaki ditanya tentang anggota keluarganya’. Hadits Gharib dalam Hilayatul Auliya, 9/235, diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam Isyratun Nisaa’, hadits no 292 dan Ibnu Hibban dari Anas dalam Shahihul Jami’ , no.1775; AsSilsilah Ash- Shahihah no.1636

َ ‫َع ْن َعا ِئ َش َة َر ِض َى اللهَّ ُ َع ْن َها َقا َل ْت َق‬ :H ‫ال ال َّنب ُِّى‬ ‫َخ ْي ُر ُك ْم َخ ْي ُر ُك ْم َأل ْه ِل ِه َو َأنَا َخ ْي ُر ُك ْم َأل ْه ِلى‬ Dari Aisyah ra, berkata: ‘Nabi SAW bersabda: ‘Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik pada kelurganya dan aku paling baik bagi keluargaku.’ (HR Imam Al-Baihaqi)

َ ‫ َق‬: ‫ال‬ َ ‫ َق‬، d ‫وعن َأبي هريرة‬ : H ‫ال َر ُسول اهلل‬ ِ ، ‫أح َس ُن ُه ْم خُ ُلق ًا‬ ‫وخ َيا ُر ُك ْم‬ َ ‫(( ْأك َم ُل املُؤ ِم ِن‬ ْ ‫ني إميَان ًا‬ ‫خياركم ِل ِن َسا ِئهِ ْم )) رواه الترمذي‬ ‘Dari Abu Hurairah ra berkata: ‘Rasulullah SAW bersabda: ‘Mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya dan yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.’ (HR Imam At-Tirmidzi, hasan shahih). 3. Langkah Penting Membangun Masyarakat Muslim

Keluarga muslim merupakan batu bata atau institusi terkecil dari masyarakat muslim. Seorang muslim yang membangun dan membentuk keluarga, berarti ia telah mengawali langkah penting untuk berpartisipasi membangun masyarakat muslim. Berkeluarga merupakan usaha untuk menjaga kesinambungan kehidupan masyarakat dan sekaligus memperbanyak anggota baru masyarakat.

َ ‫ َق‬d ‫أنس‬ ُ ‫ان َر ُس‬ َ ‫{ َك‬: ‫ال‬ ‫ َي ْأ ُم ُرنَا‬H ِ َّ‫ول الله‬ ٍ ‫َعن‬ ُ ‫ َو َي ُق‬، ‫يدا‬ : ‫ول‬ ً ‫ َو َي ْن َهى َع ْن ال َّت َب ُّت ِل ن َْه ًيا َش ِد‬، ‫بِا ْل َبا َء ِة‬ ‫ َف ِإنِّي ُم َكا ِث ٌر ب ُِك ْم الأْ َ ْن ِب َيا َء َي ْو َم‬. ‫َت َز َّو ُجوا ا ْل َولُو َد ا ْل َو ُدو َد‬ ‫و َل ُه شَ ا ِه ٌد ِع ْن َد َأبِي‬. َ َ‫ َو َص َّح َح ُه ا ْب ُن ِح َّبان‬، ُ‫ا ْل ِق َيا َم ِة } َر َوا ُه َأ ْح َمد‬ ِ ‫ َوا ْبنِ ِح َّبانَ ِم ْن َح ِد‬، ‫ َوال َّن َسا ِئ ُّي‬، ‫َدا ُود‬ ‫يث َم ْع ِق ِل ْبنِ َي َس ٍار‬ Dari Anas ra berkata: ‘Rasulullah SAW memerintahkan kami ‘ba-ah’ (mencari persiapan nikah) dan melarang membujang dengan larangan yang sesungguhnya seraya bersabda: ‘Nikahi wanita yang banyak anak dan yang banyak kasih sayang. Karena aku akan berlomba dengan jumlah kamu terhadap para nabi pada hari kiamat.’ HR Imam Ahmad, dishahihkan Ibnu Hibban. Memiliki ‘syahid’ pada riwayat Abu Dawud, 37


nisaa An-Nasaai dan Ibnu Hibban dari hadits Ma’qil bin Yasaar. 4. Mewujudkan Keseimbangan Hidup

Orang yang membujang dianggap belum menyempurnakan sisi lain kei­ma­­nan­nya. Ia hanya memiliki setengah ­keimanan. Bila ia terus membujang maka akan terjadi ketidak seimbangan dalam hidupnya, kegersangan jiwa dan keliaran hati. Untuk menciptakan keseimbangan dalam hidupnya, Islam memberikan terapi dengan melaksanakan salah satu sunnah Rasul yaitu membangun keluarga yang sesuai dengan rambu-rambu ilahi. Rasulullah SAW bersabda:

َ ‫ َق‬: ‫ال‬ َ ‫َع ْن َأن ٍَس ْب ِن َما ِل ٍك َق‬ ِ ‫ال َر ُس ْو ُل ا‬ ‫ ِإ َذا‬: H ‫هلل‬ َ ِ‫َت َزوج ا ْلعبدُ َف َق ِد است َْكم َل ِنص َف الدِّ ي ِن َف ْلي َّتق‬ ‫اهلل‬ ْ َ ْ َ ْ ْ َ َ َّ ِ ‫ِفى ال ِّن ْص‬ ‫ َر َوا ُه ال َْب ْي َه ِقي‬.‫ف ا ْل َبا ِقى‬ Dari Anas bin Malik ra berkata: ‘Rasulullah SAW bersabda: ‘Apabila seseorang menikah maka ia telah menyempurnakan setengah agama. Hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam setengahnya.’ HR Imam Al-Baihaqi

Menikah juga menjaga keseimbangan emosi, ketenangan pikiran dan kenyamanan hati. Rasulullah SAW bersabda:

َ ‫ال َق‬ َ ‫َع ْن َع ْب ِد اللهَّ ِ َق‬ ُ ‫ال َل َنا َر ُس‬ ‫ َيا َم ْع َش َر‬H ِ َّ‫ول الله‬ َّ ِ ‫الش َب‬ ‫اب َم ِن ْاست َ​َطاعَ ِم ْن ُك ُم ا ْل َبا َء َة َف ْل َي َت َز َّو ْج َف ِإ َّن ُه َأ َغ ُّض‬ ‫ِالص ْو ِم‬ َّ ‫ِل ْل َب َص ِر َو َأ ْح َص ُن ِل ْل َف ْر ِج َو َم ْن َل ْم َي ْس َتطِ ْع َف َع َل ْي ِه ب‬ ‫رواه مسلم‬.‘ ‫ِجا ٌء‬ َ ‫َف ِإ َّن ُه َل ُه و‬

Dari Abdullah berkata: ‘Rasulullah SAW bersabda kepada kami: ‘Wahai para pemuda, barang siapa dari kalian yang memiliki kemampuan, maka hendaklah ia menikah. Karena sesungguhnya menikah itu akan menundukkan pandangan dan memelihara farji (kemaluan). Barang siapa yang tidak mampu maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu merupakan benteng baginya. ‘ (HR Imam Muslim) 

38

S

etelah beberapa saat, Ustadz Hasan Al-Banna berkata, “Apakah engkau tidur, wahai Umar?” Ust. Umar Tilmisani menjawab, ­“Belum.” Beberapa saat kemudian, pertanyaan itu terulang lagi dan jawaban sama pun terulang. Ust. Umar Tilmisani berkata dalam ­hati, “Apabila beliau bertanya lagi, maka tidak akan saya jawab.” Ustadz Hasan Al-Banna menyangka Umar telah tidur. Maka beliau keluar dari kamar dengan mengendap-ngendap sambil menenteng sandalnya. Beliau menuju kamar mandi untuk memperbarui wudhu. Setelah itu menuju ke ujung ruangan, kemudian menggelar sajadah, lalu melaksanakan shalat tahajud. Sepenggal berita yang disampaikan ­Ustadz Umar Tilmisani di atas mengandung teladan yang berharga bagi kita. Inilah Hasan Al-Banna, profil Da’i yang menjadikan Muhammad SAW sebagai contoh teladan dalam gerak langkah hidupnya.

Mewakafkan waktu untuk perjuangan Islam Dari penggalan berita di atas diungkapkan bahwa Ustadz Hasan Al-Banna menghadiri muktamar di Manzilah Daqliyah. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa beliau adalah orang yang tidak pernah berhenti bergerak memperjuangkan Islam. Beliau Al-Intima’ No.003 Nopember 2009


’’kisah

Beristirahat dengan Shalat

Ustadz Hasan Al-Banna menghadiri muktamar di Manzilah Daqliyah. Setelah muktamar selesai dan waktu tidur tiba, beliau yang ditemani Ustadz Umar Tilmisani menuju kamar tidur yang memiliki dua tempat tidur. Keduanya merebahkan diri di tempat tidur masing-masing. c­ urahkan waktu, tenaga dan pikiran untuk kepentingan dakwah. Spirit semacam inilah yang juga harus kita miliki. Sehingga ungkapan: “Dakwah tiada henti” tidak hanya jadi jargon dan kata-kata mentereng tapi kosong dalam implemen­tasi.

yang tak pernah ditinggalkan kapan, dimana, dan apapun kondisinya selama mampu menjalan­kannya. Terlebih lagi para pejuang dakwah yang amat butuh dukungan dan pertolongan Allah SWT.

Keikhlasan beribadah dan syafaqah Pelajaran lain yang dapat kita ambil adalah Ustadz Hasan AlBanna tanpa rekayasa telah meKeikhlasan beribadah memang nunjukkan keikhlasannya dalam beribadah—wallahu a’lam. Beliakan menyegarkan jiwa, au berusaha agar ibadah yang disedangkan ibadah yang dibarengi lakukannya tidak diketahui orang. Selain itu peristiwa ‘tahajud’ ini riya akan menyempitkan dada. ­menunjukan sikap syafaqahnya / kelemahlembutannya. Beliau tidak mau mengganggu Ustadz Umar Taqorub ila-Llah Tilmisani dan membiarkannya beristiraDari penggalan berita diatas, kita pun da- hat, karena mengetahui kepenatannya berpat mengetahui bahwa taqorub ila-Llah te- aktivitas. lah menjadi karakter dan kebiasaan Ustadz Keikhlasan beribadah memang akan meHasan Al-Banna. Kepenatan aktivitas ti- nyegarkan jiwa, sedangkan ibadah yang didak menjadikan beliau merasa berhak un- barengi riya akan menyempitkan dada. Dan tuk terburu-buru beristirahat. Ia lebih se- syafaqah (kelemahlembutan) menunjukkan nang beristirahat dengan bentuk lain. Ber- jiwa penyayang dan sifat sabar. istirahat dengan shalat. Berkhalwat menUstadz Hasan Al-Banna telah mengajarcurahkan kerinduannya kepada Rabb se- kan nilai-nilai mulia ini dengan amalnya. mesta alam. Bukan hanya bicara. Mudah-mudahan kiBegitulah seharusnya seorang Da’i, taqo- ta dapat memetik pelajaran dari hamba rub ilaLlah menjadi karakter dan kebiasa- yang berteladankan Muhammad Rasululannya. Qiyamulail menjadi kerinduannya lah ini. 

’’

39


40

Al-Intima’ No.003 Nopember 2009




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.