Al-Intima' edisi 06

Page 1

Edisi No.006 Tahun 2010 • Infaq Rp 4.900,- (Luar kota tambah ongkos kirim)

Spirit Kebangkitan Dakwah

Walaupun entitas non muslim minoritas di Indonesia, tetap harus terjangkau oleh komunikasi sosial. Di lingkungan umat Islam diperkokoh. Jangan terhambat oleh beda yayasan, beda organisasi, beda partai. Kita harus terbuka. (K.H. Hilmi Aminuddin)



dari redaksi Edisi No.006 Tahun 2010

Majalah Dakwah Islam

Al-Intimã’ Terbit 1 (satu) bulan sekali Infaq Rp 4.900,-

Penerbit Forum Dakwah dan Tarbiyah Islamiyah Bandung Alamat Redaksi Jl. Cilengkrang II No. 48 Kel. Palasari Kec. Cibiru Bandung Telpon (022) 92230564 e-mail mdi.intima@gmail.com Pemimpin Umum Bahruzin Pemimpin Redaksi M. Indra Kurniawan Sidang Redaksi Setiadi Yazid Taufiq Rizqon Ridwan Nurdin Mufti Rifan Fahrani M. Indra Kurniawan Desain Grafis & Tata Letak Widesain Pemasaran, Iklan & Distribusi Peni Rusmustikawati Keuangan Agus Suryana Percetakan Dunia Offset. Redaksi menerima tulisan dari pembaca. Setiap tulisan masuk tidak dikembalikan. Lampirkan foto copy identitas yang masih berlaku. Isi di luar tanggung jawab percetakan.

Allah SWT berfirman: “Maka sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu Telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”(QS. Asy-Syarh, 94: 5-8). Para pembaca budiman, memang sudah menjadi sunnah dalam dakwah, selalu saja ada aral dan rintangan menghadang. Hal ini pun kami alami manakala berniat mengembangkan majalah ini sebagai media pembinaan bagi para aktivis dakwah. Di saat kami bersusah payah dengan segala keterbatasan yang kami miliki, ternyata ada juga ‘penumpang gelap’ yang berniat jahat, dan sempat memecah konsentrasi kami. Ya, dengan sangat menyesal harus kami sampaikan, salah seorang ‘simpatisan dakwah’ yang kemarin baru saja kami beri kepercayaan menjadi petugas distribusi, ternyata berbuat curang dan tidak jujur, sehingga sebagian dana yang kami gunakan untuk membiayai penerbitan majalah ini raib bersama orang yang tidak bertanggung jawab tersebut. Padahal hanya dialah satu-satunya yang di ‘istimewakan’ di tim majalah ini, karena dialah satu-satunya yang mendapat kafalah. Laa haula wa la quwwata illa billah... Kami berhusnudzan kepada Allah SWT, semoga ini menjadi ujian keikhlasan bagi kami jajaran redaksi untuk sungguh-sungguh memantapkan tekad dan beristiqomah mengembangkan dakwah i’lami ini. Para pembaca budiman, kebingungan tim berlanjut ketika sarana yang kami gunakan untuk menyiapkan majalah ini, sebuah laptop/notebook pinjaman, harus kami kembalikan. Namun, Alhamdulillah…sebagai penggantinya ada computer pribadi milik pimpinan umum yang bisa kami gunakan. Namun karena sudah jadul, computer itu kemudian kami up grade, yaa…Alhamdulillah kini bisa kami gunakan dan cukup memadai. Sesudah kesulitan ada kemudahan. Bagaimana pun, musibah yang menimpa kami ini belum seberapa dibandingkan kemudahan demi kemudahan yang Allah SWT berikan kepada kami. Salah satu motivasi yang memperkuat kami adalah perhatian, saran, dan kritik dari Anda para pembaca budiman dan juga dari para agen dan distributor. Salah satu agen yang penuh semangat dan penuh perhatian adalah Al-Akh Jumadi Sanubari Ahmad—Anda dapat bersilaturahim dengan beliau di www.jsattaubah.multiply.com, beliau banyak memberikan saran yang bermanfaat bagi perkembangan kami ke depan. Beliau bersama Kang Taufik Hidayah telah membantu kami memperluas distribusi Al-Intima’ hingga ke luar Jawa, Alhamdulillah…Mudah-mudahan Allah SWT mencatat dukungan beliau berdua sebagai bukti ghirah kepada dakwah Islamiyah yang akan mendapatkan pahala berlipat ganda. Amin…. Para pembaca budiman, tak bosan-bosannya kami mengharap do’a dan dukungan Anda semua, semoga kami bisa sabar dan istiqomah mengelola majalah ini. Akhirnya, kami persilahkan Anda semua menyimak sajian kami pada edisi kali ini yang mengetengahkan tentang: Sinergi Gerakan Islam. Selamat membaca! 1


Redaksi menerika surat pembaca melalui facebook. Kunjungi kami di Facebook: Majalah Dakwah Islam Al-Intima Akmal Sjafril siaaaap insya Allah... ditunggu ya :)

Majalah Dakwah Islam Al-Intima Para pembaca Al-Intima, mohon saran dan kritiknya dong....atau ada usulan tentang isi materi??? Abdul Basit Abdul bisa langganan ga, Saya tinggal di Palembang.Jzk Akmal Sjafril saya usul rubrik khusus ghazwul fikri. :) Dik Muji Trisno qiyadah wa jundiyah

Majalah Dakwah Islam Al-Intima @ Muhammad: Coba hubungi Kadri (081377905883), tapi...beliau tinggal di Tanjung Enim...^_^ ' di Palembang belom ada agen... @ Akmal: Hmm...Kang Akmal pegang rubriknya mau??? @ Dik: Ok.... Akmal Sjafril siap, insya Allah... eh, ini serius apa becanda? :D Bung Jendral kalo bisa ada suplemen khusus utk pelajar.. n jangan serius bgt. Kalo bisa stylenya mirip dengan al izzah dulu.. :) Abdul Rohman An-Nahlawi tambahin halamannya. marojinya juga. al-Intima makin Ilmiah. Majalah Dakwah Islam Al-Intima @ Akmal: Beneran serius kang! Kirim aja ke email kita...ditunggu ya!!! @Bung Jendral:sebetulnya kita sudah rencanakan itu sejak edisi 1...tapi karena ada berbagai keterbatasan... niat itu belum dapat kami realisasikan.... @ Abdul Rohman: Terima kasih atas masukannya...mudahmudahan ke depan ada banyak ustadz yang mau mengirimkan tulisan ilmiahnya ke majalah ini...Pak Abdul bisa menulis??? Kalo ada boleh kirim tulisannya ke Al-Intima...

Zukhruf El Habibah kl bisa agak ditebelin...hehhe..soalnya kl sampai daerah solo, surakrta dsb tuh jatuhnya kan jd mahal, jd kl tebal dikit gpp..mungkin bisa diakalin utk jenis kertasnya.. Joe Ion Di mana bisa mendapatkan majalah tersebut?Ada dijual di Al Hurriyah IPB, ga? Gimana caranya berlangganan? Syukran..^_^ Syamsul Bandung barakallah..=)

Khoiruddin -cak untuk wilayah kaltim.... dmn bisa dptkan? Irwan Tony pak afw ana yg di lubuklinggau kalau memesan langsung 50 - atau 100 jumlah kadernya ngk sebanyak itu,,,jd gimana dong kalu mau tetap langganan Agus Nabigh Al Hudaibi gmana nih, saya yg dah byar langganan 6 bln dr edisi 1 bru di kirim satu kali.mhon ditindaklanjuti dgn serius. Majalah Dakwah Islam Al-Intima @ Joe: untuk wilayah Bogor coba hubungi Taufik Hidayah 083819339955 atau JS Ahmad 085219036775. @Syamsul: Amin.... @ Khoiruddin: Kalo ke Kaltim belom nyampe pak... @ Irwan: Kontak Ibu Peni, Marketing kami pak di 02292230564. @ Agus: Langganan ke siapa pak? Kami belum mengelola langganan dengan sistem pembayaran di muka. Mungkin Bapak berhubungan dengan agen/distributor di daerah ya? Hubungan kami dengan agen/distributor adalah cash/jual putus. Bapak bisa hubungi langsung agen/distribusi tempat Bapak berlangganan....

daftar isi taujih • Al-Imtidad Ad-da'wah.......................................... 4 harakatuna Sinergi Gerakan Islam............................................... 10 Akhlak: Modal Sinergi............................................... 16 lamhah tarikhkhiyyah Lintasan Sejarah Ikhwanul Muslimun ...................... 20 tatsqif • Ghozwatul Fikri.................................................. 26 nasihat • Menahan Pandangan...................................... 30 2

nisaa Rumah Tangga sebagai Cermin Kepribadian Kader Da'wah.................................................................... 33 kisah • Kompromi Rasulullah SAW ................................. 38 misykat • Kasih Sayang Sesama Muslim......................... 40

Al-Intima’ No.006 April - Mei 2010


ed

i al ti or

Hikmah Kelembutan Kelembutan dan ketenangan. Inilah sikap yang kita butuhkan dalam segala urusan. Termasuk di dalamnya adalah dalam urusan dakwah. Seorang du’at, penyeru ke jalan Allah SWT, wajib menghiasi dirinya dengan sikap ini. Sehingga ia dapat selalu berfikir jernih dan tidak mudah terprovokasi atau bertindak sembrono yang dapat merugikan dakwah, diri atau orang lain. Kelembutan dan ketenangan dapat menutup pintu masuk syaithan. Ia akan memadamkan pertikaian, kedengkian, permusuhan, dan perpecahan. Seseorang yang lembut dan tenang jiwanya akan lebih mudah merangkul, mengarahkan, mengkonsolidasi potensi, dan bersinergi demi tegaknya kebenaran. Allah SWT berfirman:”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (QS. Ali Imran, 3: 159). Berkenaan dengan ayat ini Syaikh Ahmad Mushthafa Al-Maraghi berkata, ”...maksud dan tujuan utama diutusnya para Rasul ialah untuk menyampaikan syariat-syariat Allah kepada umat manusia. Hal itu jelas tidak akan tercapai selain mereka bersimpati kepada para Rasul, dan jiwa mereka merasa tenang dengan para Rasul. Semua itu akan terwujud jika Sang Rasul bersikap pemurah dan mulia, melupakan semua dosa yang dilakukan oleh seseorang, serta memaafkan kesalahan-kesalahannya. Rasul haruslah bersifat lemah lembut terhadap orang yang berbuat dosa, membimbingnya ke arah kebaikan, bersikap belas kasih, lantaran mereka sangat membutuhkan bimbingan dan hidayah.” Kelembutan dan ketenangan dapat membuka banyak pintu kebaikan. Dalam kondisi apa pun, seorang du’at hendaknya selalu mengutamakan sikap ini, seperti dicontohkan dan diperintahkan Nabi kita tercinta, Muhammad Rasulullah SAW.

‫ فقالوا‬B ‫ دخل رهط من اليهود على رسول الله‬: ‫ قالت‬B ‫عن عائشة رضي الله عنها ـ زوج النبي‬

B ‫ فقال رسول الله‬: ‫ قالت‬، ‫ وعليكم السام واللعنة‬: ‫ فقلت‬، ‫ ففهمتها‬: ‫ قالت عائشة‬. ‫ السام عليكم‬: ‫ أو لم تسمع ما قالوا ؟ قال‬، ‫ يا رسول الله‬: ‫ فقلت‬. ‫ إن الله يجب الرفق في األمر كله‬، ‫ مه ًال يا عائشة‬: )‫(البخاري ومسلم والنسائي‬

‫ وعليكم‬:‎ ‫ قد قلت‬: B ‫رسول الله‬

Dari Aisyah ra, isteri Rasulullah SAW, berkata: “Sekelompok Yahudi masuk ke rumah Rasulullah saw, mereka mengucapkan: ‫ السام عليكم‬, kematian atasmu!”. Aisyah ra berkata: “Aku memahaminya, lalu aku menjawab: ‫ وعليكم السام واللعنة‬, dan atas kalian semua juga kematian dan kutukan!”. Aisyah berkata: “Maka Rasulullah saw bersabda: ‘Tenanglah wahai Aisyah, sesungguhnya Allah swt mencintai kelembutan dalam segala urusan’”. Lalu aku berkata: “Ya Rasulallah tidakkah engkau dengar apa yang mereka katakan?” Rasulullah saw menjawab: “Aku sudah jawab: ‫ وعليكم‬, dan juga atas kamu semua”.

3


Al-Imtidad Ad-da’wah Oleh: k.h. hilmi aminuddin, lc.

Agar al-imtidadud da’awi (penyebaran pertumbuhan da’wah) semakin berpengaruh dalam perubahan, pembinaan, dan siyaghatu al-binaai al-ijtima’i (penataan struktur kemasyarakatan), tidak cukup hanya kita respon dengan al-imtidadu tanzhimi (penyebaran pertumbuhan struktur dakwah). Begitu pula agar struktur kemasyarakatan ini semakin dekat dengan siyaghatu al-binaai al-Islamiy (tatanan struktur masyarakat islami), tidak cukup hanya kita respon dengan al-imtidadud tanzhimi, memperluas dan memperlebar struktur kita.

R

espon-respon struktural itu harus ditindaklanjuti dengan al-imtidad at-tarbawi (pengembangan pembinaan). Hajman wa waznan, baik kapasitas ataupun bobotnya. Pengembangan tarbiyah yang sudah merupakan pekerjaan kita sehari-hari dan merupakan basis operasional, harus kita kembangkan kapasitas daya tampungnya. Sudah banyak yang menunggu untuk ditarbiyah. Sekarang tidak terbatas pada level mahasiswa, pemuda, atau akademisi. Para professional, pengusaha, praktisi bisnis, banyak yang menunggu untuk ditangani secara tarbawi. Sehingga kapasitas tarbiyah kita harus meningkat. Efeknya, tuntutan kepada pengembangan manhaj tarbiyah pun harus meningkat. Pendekatan tarbiyah untuk pemuda dan mahasiswa berbeda dengan pendekatan tarbiyah kepada alim ulama dan mubaligh. Berbeda pula dengan para professional, praktisi bisnis, dan lain-lain. Oleh karena itu, fann at-tarbawi, penguasaan teknis operasional tarbiyah harus semakin meningkat. Agar kapasitas tarbiyah daya tampungnya semakin luas. 4

Untuk menjaga kapasitas, daya dan bobot tarbiyah, jangan sampai tarbiyah kita berkembang nuansanya menjadi ta’lim, apalagi tabligh. Karena ta’lim itu tazwidul ‘ilm (pembekalan ilmu), dan tabligh itu tazwidul ma’lumat (pembekalan informasi). Sedangkan tarbiyah merupakan tashihul aqidah, tashihul fikrah, tashihul akhlaq, dan tashihul ‘ibadah. Sehingga bobot taujihnya harus sangat menyentuh mafatihul uqul, mafatihul qulub, wa mafatihun nufus. Harus membuka kunci-kunci jiwa, hati, dan akal manusia. Tarbiyah harus lebih menggugah, lebih berkesan, dan lebih membangkitkan. Sebab tarbiyah bukan talqinul ulum. Lapisan pendukung dan simpatisan dakwah menunggu penanganan kita. Kalau mereka merasakannya sama dengan majelis ta’lim umum, bahkan naudzubillah dirasakan sama dengan dakwahtainment, maka itu tidak akan menghasilkan potensi dakwah. Ini harus ditata. Karena tarbiyah itu merupakan kerja pertama dan utama jama’ah dakwah kita untuk membangun potensi SDMnya. Walaupun begitu, tarbiyah, sebagai Al-Intima’ No.006 April - Mei 2010


!

taujih upa-ya manusia, bisa saja— naudzubillah—terjadi infilath tarbawi/falatan tarbawi. Artinya hasil tarbiyah yang tidak terkontrol. Hasil kerja keras dan pengorbanan kita, bisa saja natijahnya jelek. Tidak saesuai dengan yang kita inginkan. Infilat tarbawi biasanya berbentuk: 1. Munculnya tasyaddud, sikap eksklusif, ekstrim, dan merasa benar sendiri. Ini harus dipantau. Padahal kita memiliki pandangan ijabiyah ru’yah (memandang sisi positif). Pada hakekatnya kebaikan itu ada di mana-mana. Cuma ada yang terkonsolidasi oleh kita dan ada yang belum. 2. B ersikap kamaliyat (perfeksionis). Seolah-olah tarbiyah itu targetnya menciptakan insan malaki, manusia berkualitas malaikat. Ini juga bentuk infilat tarbawi, bentuk penyimpangan. 3. Bentuk infilath tarbawi yang lain adalah juz’iyyah. Hanya menukik di sektor tertentu saja. Misalnya ruhiyah saja, sementara fikriyah kurang berkembang. Sehingga pertumbuhan cara berfikirnya ketinggalan. Tidak mampu menghadapi komunikasi fikriyah seperti yang kita jumpai di lapangan setelah musyarokah ini. Atau hanya menukik di bidang fikriyah atau siyasah saja. Padahal yang kita harapkan adalah tarbiyah yang integral dan terpadu. Selain imtidad tarbawi, pertumbuhan dakwah kita juga menuntut imtidad tsaqofy. Kita harus belajar dan belajar, terus menerus. Kita harus mau membaca dan membaca. Baik bacaan yang tertulis di buku-buku, majalah-majalah, surat kabar, radio atau TV. Juga membaca kehidupan masyarakat. Ini semua penting. Sehingga tsaqofah kita berkembang, tidak ketinggalan di segala sektor. Kita bergaul dengan mereka yang

beraneka ragam keyakinan, beraneka ragam latar belakang ideology, pendidikan, budaya, dan bahkan kepentingannya. Supaya kita tidak gagap, kekurangan modal ketika menghadapi mereka, maka tsaqofah kita harus ditingkatkan. Bagi yang masih mempunyai kesempatan belajar formal, silahkan tingkatkan. Apakah S1, S2, S3, kalau ada S4 kita masuki. Bagi yang pendidikan formalnya sudah tertib, maka informalnya harus iqro’, terus membaca. Memang kalau kita tidak pandai memenej waktu, tazwidul tsaqafah (pembekalan wawasan) ini akan merosot. Imtidad tsaqofiy—hazman waznan— harus ditingkatkan. Apalagi ajaran Islam mengajarkan bahwa thalabul ‘ilmi itu minal mahdi ilal lahdi. Menuntut ilmu itu dari bauaian hingga liang kubur. Uthlubul ‘ilma walau bi shin. Walaupun di Cina. Padahal waktu itu dakwah Islam belum sampai ke Cina. Tapi kata Rasul carilah ilmu itu sampai ke negeri Cina. Jama’ah kita ini, di mana pun, terkenal sebagai madrasah, di mana di dalamnya selalu belajar dan meningkatkan diri, sudah menjadi shibghoh yaumiyah, warna keseharian kita. Imtidad fanni, penguasaan teknik operasional sesuai bidang dan tugas kerja kita, baik kerja tanzhimiyah atau kerja professional. Penguasaan teknis secara lebih mengerucut sesuai dengan latar belakang tugas kita semakin penting. Berikutnya adalah imtidad idari. Organisasi kita semakin besar, memerlukan manajerial yang tangguh. Sesuai dengan karakter organisasi jama’ah kita, adalah bukan karakter birokrasi, tapi karakter mutathowwi’in (sukarela). Oleh karena itu kita harus membagi pendelegasian wewenang, tugas-tugas secara lebih merata dan lebih meluas. Mungkin kalau dilihat dari sudut pandang birokrasi—perusahaan atau pemerintahan—organisasi kita

!

...karakter organisasi jama’ah kita bukan birokrasi, tapi mutathowwi’in (sukarela). Oleh

karena itu kita harus membagi pendelegasian wewenang, tugas-tugas secara lebih merata dan lebih meluas 5


amat bengkak. Karena kita ini tidak ada keterkaitan antara penugasan dengan standar gaji. Kalau pun ada, itu sifatnya hanya ta’awun. Itu pun jauh dari standar untuk ma’isyah. Karena kaitannya bukan ma’isyah, tapi lebih kepada muwasholah (penyambung) saja. Karakter organisasi yang mutathowwi’in, sukarelawan ini, tugasnya harus terbagi. Kewenangan didelegasikan di dalam bidang-bidang. Kalau ada pos-pos yang kurang berjalan, kita tingkatkan agar lebih mampu berjalan dan memikul tugas secara lebih baik. Bukan dengan cara ditekel/diambil. Kita berusaha untuk meningkatkan para penjaga pos agar bertugas secara bertahap. Agar terbagi secara baik, terlaksana melalui proses ta’awanu ‘alal birri wat taqwa. Ini karena tanzhim kita adalah tanzhim mutatowwi’in, bukan birokrasi. Karakter organisasi lain, yang terkenal sibuk dan bekerja adalah ketua dan sekretaris. Di organisasi kemasyarakatan itu hal biasa. Mudah-mudahan, insya Allah, itu tidak akan merembes kepada kita. Kita sudah terbagi, semua bekerja, yang penting adalah tanasuq dzaatii. Singkronisasi antar komponen organisasi dalam bidang tertentu, dan singkronisasi antara bidang dengan bidang yang lain. Setiap potensi kader harus termanfaatkan. Dengan begitu semakin meningkat kapasitas, bobot, dan kompetensinya. Selanjutnya al-imtidad al-iqtishodiy (perkembangan ekonomi). Sampai sekarang pembiayaan dakwah kita masih dalam level konvensional melalui tadhiyyah dari ikhwan dan akhwat, dari ta’awun ikhowi yang luar biasa. Tentu berkahnya tidak diragukan. Tapi kalau diakaitkan dengan tugas berat ke depan, pengembangan ekonomi dakwah harus semakin professional. Basis ta’awun dan tadhiyyah harus selalu terpelihara, karena itu adalah modal awal. Tapi kalau modal awal itu tidak berkembang menjadi professional, maka akan banyak pembiayaan-pembiayaan dakwah yang tidak tertangani secara konvensional. Sudah barang tentu, Allahu Ghaniyyun Karim. Semua sumber kekuatan, termasuk 6

sumber ekonomi adalah dari Allah SWT. Tapi Allah memerintahkan kita bekerja. Rasulullah SAW pernah melihat seseorang yang setiap hari nongkrong terus di masjid. Beliau bertanya, “Siapa yang memberi nafkah dia?”. Sahabat menjawab, “Saudaranya”. Kata Rasulullah: “Saudaranya itu lebih baik dari dia”. Umar bin Khattab juga melihat fenomena serupa. Ada orang terus menerus berdo’a di masjid. Kata beliau, “Alaa ta’khudzu fa’san, litahtathibu?” Mengapa kamu tidak ambil kampak, agar kamu mencari kayu. “Fa innas samaa la tumthiru dzahaban wa la fidhdhoh”, sesungguhnya langit tidak akan pernah hujan emas atau perak. Allah akan menurunkan rizki—apalagi rizki untuk dakwah, yang penting kita tampil di hadapan Allah dengan kerja keras. Sudah tentu ini untuk para ikhwan dan akhwat yang mempunyai bakat di bidangnya. Kalau tidak mempunyai bakat jangan di dorong-dorong. Karena ada dua kerugiannya: bisnis rusak, dakwah rusak. Disinilah kemudian peran takafulta’awun. Kita bakatnya berbeda-beda. Ada yang tumbuh dengan bakat ekonomi, bakat politik, bakat budaya, bakat kerja di charity. Dari semua bakat yang tumbuh ini terjadi ta’awun dan takaful, saling menopang. Rasa berbagi dari ikhwah yang sukses ekonominya kepada ikhwan yang menekuni bidang lain harus ditumbuh suburkan. Supaya tidak aka nada komentar dari masyarakat, “Kasihan itu ustadz, dibiarin sama ikhwannya” Walaupun ikhwan akhwat itu ikhlas, tekun menekuni bidangnya walaupun tidak berefek secara ekonomi. Tapi masyarakat yang akan berkomentar. Banyakl komentar itu dating kepada saya. Biasanya selagi masih dapat saya tangani, saya akan tangani sendiri. Kalau tidak, biasanya saya transfer ke ikhwan lain. Tapi kita tentu tidak harus menunggu komentar dari masyarakat. Maka, ikhwah harus mempunyai semangat berbagi. Alhamdulillah, beberapa ikhwah yang ekonominya baik, mempunyai daftar kafalah Al-Intima’ No.006 April - Mei 2010


!

Kita perluas komunikasi sosial kita, lintas partai,

jama’ah, agama, dan etnis. Kita lakukan komunikasi secara luas. Karena keragaman atau pluralitas itu adalah fitrah. untuk ikhwah lain. Kalau kebiasaan ini ditumbuh suburkan, Insya Allah semakin berkah dakwah kita. Perkembangan ekonomi ini, baik kapasitas atau bobotnya harus meningkat. Dari dulu sering saya komentari, Alhamdulillah pertumbuhan ekonomi di liqo’at/halaqoh itu berkah. Tapi pasar itu lebih luas dari halaqoh. Ketika datang ke halaqoh ada yang bawa jilbab, yang ini bawa barang lainnya, insya Allah berkah. Tapi untuk ekonomi dakwah itu kurang. Salah satu yang dibangun Rasulullah SAW setelah hijrah itu adalah pasar. Maka semuanya harus seimbang anatara pertumbuhan tanzhimi, tarbawi, tsaqofi, fanni, idari, dan iqtishady. Berikutnya adalah faktor ijtima’i. Komunikasi sosial kita harus diperluas. Dalam hal komunikasi sosial, tidak perlu memakai taqwim nukhbawi (ukuran kader). Kita perluas komunikasi sosial kita, lintas partai, jama’ah, agama, dan etnis. Kita lakukan komunikasi secara luas. Karena keragaman atau pluralitas itu adalah fitrah. Rasulullah SAW juga mengembangkan hubungan secara luas. Bahkan ada komunikasi sosial yang jarang terungkap dari sirah nabawiyah, yang disampaikan Abu Bakar Shiddiq. Ketika menjadi khalifah pertama, beliau sangat memperhatikan kebijakan dan kebiasaan Rasulullah SAW. Salah satunya, ternyata Rasulullah SAW melakukan komunikasi yang sangat baik dan akrab dengan seorang Yahudi yang buta matanya. Setiap pagi Rasulullah SAW datang mengantar roti dan susu. Orang Yahudi ini sudah tua dan giginya ompong. Kalau diberi roti yang kering dan ada air, roti itu dicelupkan. Kalau tidak ada, dikunyahkan Rasulullah, setelah itu disuapkan kepada orang Yahudi itu. Peristiwa itu hanya diketahui Abu Bakar. Begitu Rasulullah wafat,

Abu Bakar menggantikannya. Karena Yahudi ini buta, ia tidak tahu pada Abu Bakar. Ketika Abu Bakar menyuapkan roti, Yahudi itu berkata, “Siapa kamu?” Abu Bakar menjawab, “Saya biasa datang setiap pagi”—maksudnya menemani Rasulullah. Orang Yahudi berkata, “Tapi rasanya tidak begini, dia lebih halus dan lebih hangat”. Abu Bakar pun menangis. Ini adalah komunikasi lintas agama, dan itu merupakan bentuk riil dari rahmatan lil alamin. Sampai orang Yahudi pun menikmati Islam dalam keyahudiannya. Orang Kristen menikmati Islam dalam kekristenannya. Walaupun entitas non muslim minoritas di Indonesia, tetap harus terjangkau oleh komunikasi sosial. Di lingkungan umat Islam diperkokoh. Jangan terhambat oleh beda yayasan, beda organisasi, beda partai. Kita harus terbuka. Kalau mereka mulutnya usil kepada kita, kita maafkan. Karena kita kader dakwah. Kadang-kadang ada organisasi yang terkontaminasi oleh kepentingan partai tertentu, lalu usil kepada kita. Maka kita harus lebih dewasa meresponnya. Tidak perlu terprovokasi oleh sifat-sifat yang kita yakini bukan sifat asli dari organisasi itu. Sekedar terkontaminasi, terkotori oleh kepentingan partai tertentu. Kita jangan mudah terpancing untuk kemudian ketus atau menjadi cuek kepda organisasi itu. Mereka tetap ikhwan kita, saudara kita seiman. Alaqoh ijtima’i diperluas. Agar kehadiran kita diterima secara baik oleh seluruh komponen masyarakat, lintas partai, agama, dan organisasi. Kalaupun masih ada resistensi, itu bagian kecil dan biasanya berwarna ideologis politik. Dalam berkomunikasi, prinsipnya, “sayyidul qaumi khadimuhum”, selalu berkhidmat. Dalam Islam, khidmat itu sampai ke tingkat “tabassumuka fi wajhika li akhika laka shadaqah”. Murah senyum, 7


Dalam berkomunikasi, prinsipnya, “sayyidul qaumi khadimuhum”, selalu berkhidmat. Dalam Islam, khidmat itu sampai ke tingkat “tabassumuka

fi wajhika li akhika laka shadaqah”.

ramah, santun, itu merupakan modal d a s a r b a g i komunikasi sosial kita. Ini bagian dari tanhidiyah kita menuju mihwar daulah. Agar tingkat resistensi kehadiran kita di tengahtengah pengelolaan kehidupan berbangsa dan bernegara semakin kecil. Karena masyarakat melihat realitas fenomena kesantunan, keramahan, dan keterbukaan kita dalam komunikasi, insya Allah resistensi itu semakin mengecil, ia akan selalu ada, tapi akan bisa kita kurangi. Berikutnya. Imtidad siyasi. Ruang lingkup komunikasi politik harus diperluas. Kemampuan berkomunikasi politik sangat besar pengaruhnya. Komunikasi politik itu mencari kemungkinan-kemungkinan di tengah ketidakmungkinan. Mencari titik temu bersama. Kita kelola dengan baik, supaya tidak ada benturan yang tidak perlu. Kita memerlukan peluang dan ruang pertumbuhan. Untuk menjamin keamanan, ruang dan peluang pertumbuhan, kita harus mengurangi komplikasi-komplikasi politik dengan pihak manapun agar kita mencapai posisi yang aman, bahkan sampai ke posisi dominan. Peluang-peluang kita terbuka banyak. Itu harus kita manfaatkan untuk lebih mengokohkan dakwah dan memperbesar dakwah. Terakhir, imtidad i’lami. Pertumbuhan di sektor media massa. Memang beberapa faktor yang mencuat dan dianggap kendala adalah pembiayaan. Tapi ‘ala kulli hal, masalah i’lam (media) ini perlu dikemas secara baik. i’lam yang paling mendasar dalam gerakan dakwah ini adalah performance dari setiap diri kita. Setiap kita harus memancarkan sum’ah thayyibah (aroma yang baik) bagi jama’ahnya. Itulah modal dasar i’lam. Di tahun 50-an Sayyid Qutb pernah didatangi banyak aktivis Islam. Mereka 8

mengeluh tentang i’lam. Ada yang berbicara kurang modal, ada yang berbicara masalah keamanan. Ada yang mengeluh majalahmajalahnya sering dibredel, diberangus, dicabut izinnya, atau kantornya digerebek. Sayyid Qutb berkata, “I’lam asasi adalah anfusuhum”. Media utama adalah diri kader itu sendiri. Mrengelola i’lam ini terkadang gamang. Apakah ini tidak termasuk riya, apa tidak merusak zuhud kita, merusak tawadhu kita? Kalau kita mengumumkan hal-hal yang terkait dengan pribadi, milik kita atau orang lain secara pribadi, itu baru bermasalah. Tapi kalau terkait dengan kepentingan publik, yang kita kerjakan, itu justru diperlukan. Untuk merangsang orang lain mengikuti, membantu, dan mendukungnya. Sikap-sikap kita yang membela umat harus ditampilkan. Bahkan itu bisa wajib, karena mendukung eksisistensi dakwah kita, pertumbuhan dakwah kita. Faktor-faktor tadi secara simultan bergerak, tumbuh, mutawazin, berkembang. Insya Allah dakwah ini bukan hanya berkembang, tapi pengaruhnya, suaranya mudah didengar. Komentarnya mudah diikuti. Kritiknya mudah diterima. Karena kapasitas dan bobot tanzhimi, tarbawi, tsaqofy, fanni, idari, iqtishady, ijtima’i, siyasi, dan i’lami terkelola, terkemas secara baik, simultan dan seimbang. Insya Allah ini akan menjadi modal agar dakwah dan jama’ah kita berpengaruh. Jika berbicara didengar, Jika bertindak terasa. Insya Allah jama’ah dakwah kita semakin berbobot. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan taufiq, ri’ayah, inayah. Memberikan tamkin kepada kita. Sehingga semakin mendekatkan diri kita kepada ridha Allah sampai pada li i’laillahi kalimatillahi hiyal ‘ulya. Al-Intima’ No.006 April - Mei 2010


9


Dunia Islam kini menyaksikan lahirnya berbagai harakah, tandzim, jama’ah dan firqah Islamiyah yang beraneka ragam. Terdapat bermacam-macam madrasah pemikiran, yang masing-masing memiliki manhaj tersendiri dalam berkhidmat dan berjuang menegakkan Islam di muka bumi, sesuai dengan penentuan sasaran, prioritas dan tahapannya. 10

Al-Intima’ No.006 April - Mei 2010


harakatuna Yusuf Qaradawi dalam bukunya Fiqhul Ikhtilaf menyatakan bahwa tidaklah menjadi masalah adanya beberapa kelompok dan jama’ah yang berjuang untuk menegakkan Islam, apabila hal itu merupakan ta’addudu tanawwu’ (perbedaan yang bersifat variatif) bukan ta’addudu ta’arudh (perbedaan yang bersifat kontradiktif). Syarat lainnya, antar semua pihak ada hubungan kerja dan koordinasi. Sehingga saling menyempurnakan dan menguatkan. Dalam menghadapi masalah-masalah asasi dan keprihatinan bersama harus mencerminkan satu barisan, laksana bangunan yang kokoh. Tetapi pada kenyataannya—seperti diungkapkan Fathi Yakan dalam Aids Haraki—ta’addudiyah (berbilangnya harakah, tandzim, jama’ah dan firqah Islamiyah) yang ada kini tidak melahirkan kecuali semakin memuncaknya permusuhan. Ia menghembuskan nafsu hasad dan dengki kepada sesama, yang pada akhirnya mengakibatkan saling bertengkar dan saling intai kelemahan, yang seharusnya saling memahami dan saling menutupi kesalahan. Realita yang diungkapkan Fathi Yakan diamini Anis Matta, menurutnya saat ini, antar anggota harakah kerap terjadi pergesekan, baik langsung maupun tidak. Yang langsung—misalnya—tampak dalam persaingan antar kelompok harakah di kampus, sekolah, masjid, dan berbagai instansi lainnya yang sudah tersentuh dakwah, untuk saling menonjolkan diri dan mengambil peran yang lebih dominan. Sementara yang tidak langsung adalah melalui bias pencitraan tidak proporsional tentang harakah lain yang dilakukan elit satu harakah terhadap pengikutnya. Yang satu sering membid’ahkan yang lain, yang lain menuduh antek Yahudi, yang satu lagi menuduh terlalu keras, sementara yang lain lagi menuding terlampau toleran. Proses itu, secara bawah sadar, akan menciptakan identifikasi picik bahwa kita benar dan mereka salah, dan pada gilirannya—secara bawah sadar pula—akan menimbulkan kesadaran naïf bahwa mereka adalah lawan kita. Para aktivis dakwah hendaknya mewaspadai fenomena ini. Jangan sampai ekses negative ta’aduddiyah tumbuh subur tak terkendali sehingga memungkinkan musuh-musuh Islam memanfaatkannya untuk menghancurkan harakah Islam itu sendiri. Sudah saatnya para aktivis dakwah di berbagai harakah, tandzim, jama’ah dan firqah Islamiyah saling bersinergi. Berupaya mendekatkan persepsi, menyatukan hati, membersihkan diri dari ta’asshub (fanatisme) serta membina suasana penuh ukhuwah, kerjasama dan saling memahami.

Mengapa harus bersinergi? Dalil dari Al-Qur’an Taujih Rabbani dalam Al-Qur’an dengan jelas dan tegas menekankan kewajiban bersinergi. Allah azza wa jalla menyeru orang-orang beriman agar memelihara persatuan dan kesatuan. Firman-Nya: Berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah bercerai berai, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah,

orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayatayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.(QS. Ali Imran, 3: 103) “Janganlah kalian seperti orang-orang yang berpecah belah dan bertikai setelah datang sejumlah petunjuk kepada mereka.” (QS. Ali Imran, 3: 105) Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al11


Hujurat, 49: 10) Bahkan lebih jauh, Al-Qur’an menegaskan bahwa berbantah-bantahan akan menyebabkan kegagalan dan hilangnya kekuatan: Taatlah kepada Allah dan rasul-Nya, janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gagal dan hilang kekuatan. Bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Anfal, 8: 46) Tanpa penafsiran yang ngejlimet ayatayat di atas dapat kita fahami dengan terang, bahwa Allah SWT menyeru setiap kita untuk selalu bersatu padu. Dalil dari Sunnah Seperti halnya Al-Qur’an, sunnah nabawiyah pun menegaskan tentang pentingnya bersinergi; saling mendukung dan bersatu padu. Rasulullah SAW bersabda,

‫ا مْ ُل ْؤ ِم ُن ل ِ ْل ُم ْؤ ِمنِ َكال ْ ُب ْن َيا ِن يَ ُش ُّد َب ْع ُض ُه َب ْع ًضا َو َش َّب َك َب نْ َي‬ ‫َأ َصابِ ِع ِه‬

“Orang mukmin terhadap orang mukmin yang lain bagaikan bangunan yang sebagiannya menyangga sebagian yang lain.” (HR Bukhari dan Muslim)

‫ا مْ ُل ْسلِ ُم َأ ُخو ا مْ ُل ْسلِ ِم اَل يَ ْظلِ ُم ُه َو اَل ُي ْسلِ ُم ُه‬

“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain, ia tidak meremehkannya, tidak menghinakannya, dan tidak menyerahkannya (kepada musuh).” (HR Muslim)

‫َم َث ُل ا مْ ُل ْؤ ِم ِن َني ِفي َت َو ِّاد ِه ْم َو َت َر ُاح ِم ِه ْم َو َت َعاطُ ِف ِه ْم َم َث ُل‬ ‫جْال َ​َس ِد إِ َذا ْاش َت َكى ِم ْن ُه ُع ْض ٌو َت َد َاعى لَ ُه َسائ ِ ُر‬ ‫جْال َ​َس ِد بِا َّلس َه ِر َو حْال َُّمى‬

“Perumpamaan kaum Muslimin dalam cinta, kekompakan, dan kasih sayang bagaikan satu tubuh, jika salah satu anggota tubuhnya mengeluh sakit, maka seluruh anggota tubuh juga ikut menjaga dan berjaga.” (HR Bukhari)

Dalil dari realita Realita kompleksitas dan beratnya problematika dakwah kontemporer juga menjadi dalil yang kuat guna mendorong setiap kita mau bersinergi. Abu Ridho menandaskan bahwa krisis yang tengah melanda umat Islam saat ini tidak lagi terkonsentrasi pada aspek-aspek tertentu dalam kehidupan umat, melainkan menyentuh keseluruhannya. Hampir dalam semua segi kaum muslimin mengalami kemunduran. Hasan Al-Banna mengungkapkan bahwa secara politik kaum muslimin terjajah oleh musuh-musuhnya, sementara rakyatnya terpecah belah dalam intrik-intrik kepartaian. Dalam bidang ekonomi system

Realita kompleksitas dan beratnya problematika dakwah kontemporer juga menjadi dalil yang kuat guna mendorong setiap kita mau bersinergi 12

Al-Intima’ No.006 April - Mei 2010


harakatuna riba merajalela, perusahaan-perusahaan asing menguasai hampir seluruh sektor ekonomi dan mengeksploitasi sumber daya alamnya. Dalam bidang pemikiran, berbagai isme telah merancukan ideology, aqidah, kesadaran, dan pola pikir puteraputera bangsanya. Dalam bidang sosial, dekadensi moral dan hedonisme telah mencabut akar keluhuran budi pekerti dan rasa kemanusiaan yang mereka warisi dari pendahulu-pendahulu mereka. Sementara demam kebaratbaratan telah merubah gaya hidup dalam semua sisinya secara begitu cepat, secepat aliran bisa ular yang menjalar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah, dan akhirnya mengeruhkan ketenangannya. Dalam bidang yang sama mereka dikuasai oleh undang-undang bumi (buatan manusia) yang belum pernah terbukti mampu menghentikan langkah-langkah congkak para kriminalis, mencegah kezhaliman, dan—di atas itu semua— takkan pernah sanggup mengungguli perundang-undangan langit yang telah diletakkan oleh Sang Maha Pencipta, Raja di raja dan Pemilik semua jiwa manusia. Dalam bidang pendidikan, bangsabangsa muslim dililit oleh system pendidikan barat yang terbukti gagal membangun generasi penerus yang akan mengemban amanah kebangkitan di masa datang. Selanjutnya, dalam bidang kejiwaan ia telah dijangkiti oleh keputusasaan yang membinasakan, kemalasan dan apatisme, kepengecutan dan kerendahdirian, sikap tidak jantan, egoisme, dan kebakhilan, yang semua itu telah berhasil mengikis semangat berkorban dan menyeret umat Islam keluar dari barisan para mujahidin menuju barisan orang-orang yang lengah dan lalai. Oleh karena itu, setiap kita harus sadar, bahwa upaya memajukan Islam dan umat Islam mustahil hanya diemban oleh satu harakah, tandzim, jama’ah atau firqah Islamiyah tertentu. Ia pun mustahil

dilakukan hanya dengan satu bentuk pendekatan dakwah; apakah tabligh saja, taklim saja, tarbiyah (pendidikan) saja, tatsqif (penyebaran wawasan) saja, amal khidami (pelayanan) saja, iqtishadi (ekonomi) saja, siyasah (politik) saja, jihad saja, dlsb. Terlebih lagi, gerakan Islam saat ini menghadapi tantangan yang cukup berat. Realita dakwah gerakan Islam kontemporer sangat berbeda dengan realita dakwah gerakan Islam pertama di masa lalu yang dimotori oleh Rasulullah SAW, 1. Dakwah Islam pertama merupakan suatu tatanan yang menghimpun seluruh kekuatan kaum muslimin, sedangkan gerakan Islam kontemporer hanya menghimpun sebagian dari mereka. 2. Gerakan Islam pertama di masa lalu merupakan jama’atul muslimin, sedangkan gerakan Islam kontemporer hanyalah merupakan jama’ah minal muslimin. Inilah realitas yang menjadikan dakwah Islam pertama bergerak terpadu menghadapi jahiliyah, sedangkan gerakan Islam kontemporer berada dalam situasi yg sulit. Disamping dituntut untuk menghadapi gerakan jahiliyah kontemporer, ia juga dipaksa mengambil sebuah sikap yang sesungguhnya sulit, atas basis luas bangsa-bangsa muslim yang tidak tunduk padanya. Kondisi seperti ini banyak dimanfaatkan oleh tatanantatanan jahiliyah. Langkah Menuju Sinergi Mewujudkan sinergi antar gerakan Islam mungkin bukan perkara mudah, tapi bukan berarti tidak mungkin diwujudkan. Oleh karena itu setiap kita harus mulai mencoba melangkah melakukan upaya pendekatan menuju sinergi. Langkah tersebut bisa kita mulai dengan upaya-upaya berikut: 1. Memahami ikhtilaf 2. Melakukan hiwar haraki untuk mendekatkan persepsi 3. Bekerjasama dalam masalah yang disepakati Memahami ikhtilaf Yusuf Qaradawy memaparkan beberapa langkah menuju tercapainya saling pengertian antar gerakan Islam dalam 13


...frekuensi dialog bilateral antar harakah Islam perlu ditingkatkan, kalau toh tidak menghasilkan kesepakatan akhir, minimal memudahkan proses saling memahami dan mengerti antar sesama harakah Islam. menyikapi ikhtilaf yang terjadi di antara mereka. Pertama, bahwa untuk masalah-masalah furu’ perbedaan pendapat adalah sebuah kemestian dan rahmat. Kemestian itu terjadi karena tabiat agama Islam memang memberi peluang terjadinya perbedaan pendapat. Dalam kitab al-Arbain, Imam An-Nawawi meriwayatkan hadits dari Daruquthni, “Sesungguhnya Allah SWT telah membuat ketentuan-ketentuan, janganlah kamu melanggarnya; telah mewajibkan sejumlah kebaikan, janganlah kamu abaikan; telah mengharamkan banyak hal, janganlah kamu melanggarnya; telah mendiamkan banyak masalah sebagai rahmat bagimu, bukan karena lupa, janganlah kamu mencarinya.” Meminjam istilah Qaradawi, ada ‘kawasan kosong syariat’ yang sengaja Allah ta’ala sediakan. Kedua, dengan mengikuti manhaj pertengahan dan meninggalkan sikap berlebih-lebihan dalam beragama. Meruncingnya ikhtilaf terjadi karena satu atau kedua belah pihak mengambil sikap berlebihan dalam beragama. Sikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam pelaksanaan agama sering menyebabkan seseorang memandang rendah dan mencerca mereka yang tidak mengikutinya. Maka tak heran jika Rasulullah mencela sikap ini, “Jauhkan dari kamu sikap berlebih-lebihan dalam agama. Karena orang sebelum kamu hancur hanya sebab berlebih-lebihan dalam agama.” (HR. Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah, Al-Hakim, Ibnu Huzaimah dan Ibnu Hibban dari Ibnu Abbas). Ketiga, mengutamakan muhkamat bukan mutasyabihat. Ayat muhkamat memberi kepastian, sedang ayat mutasyabihat tanpa ilmu yang mendalam akan membuat seseorang yang mengikutinya mempertentangkan ayat yang satu 14

dengan lainnya. Dari Abdullah bin Amr ra, ia berkata, “Rasulullah saw pernah keluar mendatangi dan mengecam serta mengingkari para sahabat yang sedang berbantah-bantahan tentang masalah taqdir.” Keempat, tidak memastikan dan tidak menolak dalam masalah-masalah ijtihadiyah. Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah pernah ditanya tentang orang yang mengikuti sebagian ulama dalam masalah ijtihadiyah, apakah ia harus dihindari atau diingkari? Beliau menjawab, “Segala puji milik Allah. Orang yang dalam masalahmasalah ijtihadiyah mengamalkan sebagian pendapat ulama, tidak boleh diingkari dan dihindari. Demikian pula orang yang mengamalkan salah satu dari dua pendapat, tidak boleh dikecam. Jika dalam suatu masalah terdapat dua pendapat, maka bagi orang yang telah nampak mana yang lebih kuat boleh beramal sesuai dengannya. Tapi jika tidak, ia boleh mengikuti sebagian ulama yang dapat dipercaya dalam menjelaskan mana yang lebih kuat (rajah) di antara dua pendapat.” Kelima, menelaah perbedaan pendapat para ulama. Dengan penelaahan yang jernih akan Nampak dalil-dalil yang melandasi perbedaan itu. Kemudian akan diketahui bahwa lautan syariah itu amat dalam dan luas. Akan Nampak kebenaran ungkapan, “Siapa yang tidak mengetahui ikhtilaf ulama, maka dia bukan ulama. Siapa yang tidak mengetahui ikhtilaf para fuqaha, maka hidungnya belum mencium bau fiqh.” Melakukan hiwar haraki (dialog antar gerakan Islam) untuk mendekatkan persepsi Anis Matta mengatakan bahwa frekuensi dialog bilateral antar harakah Islam perlu Al-Intima’ No.006 April - Mei 2010


ditingkatkan, baik resmi maupun tidak resmi. Hiwar haraki yang sistematis, kalau toh tidak menghasilkan kesepakatan akhir, minimal akan memudahkan proses saling memahami dan mengerti antar sesama harakah Islam. Dalam konteks realitas kita, menurutnya, hiwar haraki itu membutuhkan dua hal: keluasan wawasan dan kematangan jiwa dalam menyikapi perbedaan. Pada beberapa kasus, aspek kematangan jiwa sering lebih dibutuhkan. Pasalnya, ada banyak konflik yang terjadi bukan disebabkan perbedaan sudut pandang, melainkan ketidakmatangan jiwa para peserta dialog. Bekerjasama dalam masalah yang disepakati Sungguh sangat elok jika para aktivis pergerakan Islam mampu duduk dalam satu majelis untuk merumuskan agenda bersama, menggarap masalah-masalah besar yang dihadapi ummat seraya mengesampingkan pertentanganpertentangan kecil di antara mereka. Marilah kita bekerjasama dalam menanamkan nilai-nilai keimanan dan Al-Qur’an pada jiwa generasi muda, dan membuang jauh-jauh perdebatan filsafat serta ilmu Kalam dan pengaruh ajaran-ajaran lain yang menimbulkan kebingungan dan pertentangan. Marilah kita bekerjasama dalam membentengi generasi muda dari wabah atheisme dan segala ‘pengantar’nya berupa keraguan dan syubhat yang menggerogoti aqidah dan mengotori pemikiran. Marilah kita bekerjasama dalam memperkuat keimanan umat kepada akhirat dan keyakinan akan balasan. Marilah kita usir segala syubhat yang berusaha mendangkalkan aqidah yang agung ini, atau segala bentuk syahwat yang menggoda manusia sehingga melalaikannya dari keyakinan ini. Mengapa kita tidak bekerjasama dalam meningkatkan pengajaran rukun-rukun amaliah Islam kepada kaum muslimin dan mencari cara yang terbaik untuk mendakwahkannya kepada mereka. Mengapa kita tidak bekerjasama dalam memperjelas, memperkokoh, dan

menyampaikan pilar-pilar keimanan yang enam dalam akal dan hati kaum muslimin dengan bahasa yang sederhana sesuai dengan kesederhanaan Islam. Marilah kita bekerjasama dalam mensosialisasikan makarimul akhlaq pada diri generasi muda dan tua. Marilah kita bekerjasama dalam mengusir segala kerendahan dan kenistaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan. Marilah kita bekerjasama dalam memelihara, mengaplikasikan, dan melindungi syariah dari permainan orangorang yang ingin mengubah hal-hal yang qath’i (tegas dan gamblang) menjadi halhal yang zhanni (samar-samar); hal-hal yang muhkamat menjadi hal-hal yang mutasyabihat. Marilah kita bekerjasama dalam mengajarkan ‘alfabeta’ Islam dan dasardasar aqidah, ibadah, akhlak dan adab yang tidak diperselisihkan oleh para ulama. Kita pun perlu bekerjasama menyampaikan dakwah Islam kepada semua penduduk bumi dengan bahasa yang mereka pahami, agar mereka dapat mengenal Islam secara benar dan tidak menjadi korban kejahatan musuh-musuh Islam yang merusak gambaran agama yang hanif ini. Mengapa kita tidak bekerjasama menggarap pekerjaan yang sangat besar ini serta mempersiapkan para da’i dan dana yang memadai? Mengapa para pemikir dan aktivis Islam tidak melupakan perselisihan mereka mengenai masalah-masalah juz’iyyah ijtihadiyah, untuk kemudian menyatukan barisan dan front mereka dalam menghadapi kekuatan-kekuatan besar yang bersepakat menghancurkan mereka? Kenapa harus berputar pada masalah yang diperselisihkan yang menyebabkan kita lalai mengerjakan masalah lain yang kita sepakati yang jumlahnya jauh lebih banyak?  Maraji Fiqhul Ikhtilaf, DR. Yusuf Qaradawi Aids Haraki, Fathi Yakan Dari Gerakan ke Negara, H.M. Anis Matta Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Hasan Al-Banna Waqfah Tarbawiyah, Lembaga Pengkajian Da’wah Islamiyah Madah Tarbiyah, Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah Islamiyah

15


Akhlak: Modal Sinergi

Sinergi antar gerakan Islam akan mudah diwujudkan, jika masing-masing gerakan, kalangan elit maupun pengikutnya, memiliki modal akhlak yang sama, berdiri di atas landasan moral yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya.

P

aling tidak ada 6 modal akhlak yang menjadi syarat terwujudnya sinergi antar gerakan Islam. DR. Yusuf Qaradawi menjelaskan hal ini dalam Fiqhul Ikhtilaf, berikut ringkasannya: 1. Ikhlas karena Allah dan terbe-bas dari hawa nafsu. Menurut beliau, se-ringkali perselisihan antar kelompok atau pribadi nampak secara lahiriah sebagai perselisihan ilmiah atau mengenai masalah-masalah pemikiran semata-mata. Tetapi sesungguhnya perselisihan tersebut timbul karena faktor egoisme dan memperturutkan hawa nafsu yang dapat menyesatkan seseorang dari jalan Allah. Seringkali perselisihan itu terjadi karena faktor-faktor pribadi dan popularitas, sekalipun dibalut dengan kepentingan Islam atau jama’ah dan lain sebagainya yang tidak diketahui bahkan oleh manusia itu sendiri. Banyak perselisihan timbul hanya karena si Zaid menjadi pemimpin atau karena si Umar menjadi komandan, kemudian para pengikut masing-masing mengira sebagai perselisihan mengenai prinsip dan pemahaman. Padahal ia merupakan perselisihan memperebutkan kepemimpinan atau jabatan. Tarbiyah Islamiah senantiasa menempa agar setiap mu’min menjadikan tujuannya hanyalah mencari ridha Allah, bukan ridha 16

makhluk, kebahagiaan akhirat, bukan kemaslahatan duniawi. Mengutamakan apa yang ada di sisi Allah, bukan apa yang ada di sisi manusia. “Apa yang di sisimu akan lenyap, sedangkan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Sesungguhnya kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. AnNahl, 16: 96). 2. Meninggalkan fanatisme terhadap individu, madzhab dan golongan. Seseorang bisa berlaku ikhlas sepenuhnya kepada Allah dan berpihak hanya kepada kebenaran jika ia dapat membebaskan dirinya dari fanatisme terhadap pendapat orang, madzhab, dan golongan. Dengan kata lain, ia tidak mengikat dirinya kecuali dengan dalil. Jika dilihatnya ada dalil yang menguatkan maka ia segera mengikutinya, sekalipun bertentangan dengan madzhab yang dianutnya atau perkataan seorang Imam yang dikaguminya atau golongan yang diikutinya. Sebab, kebenaran lebih berhak untuk diikuti daripada pendapat si Zaid atau si Umar. Allah tidak memerintahkan kita beribadah mengikuti perkataan seorang ulama atau Imam tertentu, tetapi Allah memerintahkan kita agar beribadah sesuai dengan apa yang terdapat di dalam kitab-Nya dan sunnah Nabi-Nya. Al-Intima’ No.006 April - Mei 2010


harakatuna Seseorang harus melepaskan dirinya dari fanatisme terhadap pendapatnya sendiri, mazhab, kelompok, atau partai. AlQur’an menceritakan beberapa contoh dari orang-orang fanatik ini sebagai kecaman terhadap mereka dan peringatan kepada kaum muslimin agar tidak mengikuti jejak langkah mereka. Firman Allah tentang Bani Israil: Apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kepada Al Quran yang diturunkan Allah,” mereka berkata: “Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami”. Lalu mereka kafir kepada Al Quran yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Quran itu adalah (Kitab) yang hak; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. “ (QS. Al-Baqarah, 2: 91). Firman Allah tentang orang-orang Musyrik: Apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”. (QS. Al-Baqarah, 2: 170) Diantara akhlak meninggalkan fanatisme terhadap individu, madzhab dan golongan ialah sikap melihat kepada perkataan bukan kepada orang yang mengatakannya. Hendaknya ia punya keberanian untuk mengkritik diri sendiri, mengakui kesalahan, menerima dengan lapang dada kritik orang lain. Ia tidak

Seorang mu’min, seperti dikatakan oleh para salaf, lebih keras mengadili diri sendiri ketimbang mengadili penguasa yang zalim atau teman yang bakhil. Ia senantiasa menuduh

dirinya sendiri.

segan meminta nasehat dan evaluasi dari orang lain, memanfaatkan ilmu dan hikmah yang dimiliki orang lain, memuji orang yang tidak sependapat jika memang pendapatnya baik, dan membelanya apabila dia dituduh dengan tuduhan yang batil atau dilecehkan dengan tidak benar. 3. Berprasangka baik kepada orang lain. Diantara akhlak dasar yang penting dalam pergaulan sesama aktivis Islam ialah berprasangka baik kepada orang lain dan mencopot kacamata hitam ketika melihat amal-amal dan sikap-sikap mereka. Akhlak dan pandangan seorang mu’min tidak boleh didasarkan pada prinsip memuji diri sendiri dan menyalahkan orang lain. Allah melarang kita menganggap diri suci. Firman-Nya: “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. (QS. AnNajm, 53: 32) Seorang mu’min—seperti dikatakan oleh para salaf—lebih keras mengadili diri sendiri ketimbang mengadili penguasa yang zalim atau teman yang bakhil. Ia senantiasa menuduh dirinya sendiri. Tidak memberikan toleransi kepada dirinya dan tidak mencari-cari dalih atas kesalahankesalahannya. Ia senantiasa dihantui rasa kurang melaksanakan perintah-perintah Allah dan menunaikan hak-hak hamba Allah. Di samping itu ia senantiasa mencarikan alasan bagi kesalahan-kesalahan makhluk Allah, terutama para saudaranya dan orang-orang yang berjuang bersamasama untuk membela agama Allah. Ia senantiasa mengatakan apa yang diucapkan oleh sebagian salaf yang shalih: “Aku mencarikan ‘udzur (alasan) bagi kesalahan saudaraku sampai tujuh puluh alas an, kenudian aku katakana lagi: barangkali dia punya alas an lain yang tidak aku ketahui”. Diantara cabang iman yang terbesar ialah: Berprasangka baik kepada Allah dan manusia. Kebalikannya ialah: Berprasangka buruk kepada Allah dan hamba Allah. 17


4. Tidak menyakiti dan mencela. Diantara faktor penyambung hubungan ialah sikap tidak menyakiti dan mencela orang yang berbeda pendapat serta meminta ma’af kepadanya sekalipun dia salah dalam anggapan Anda. Bisa jadi dia yang benar dan Anda yang salah, sebab dalam masalah ijtihad tidak ada kepastian tentang kebenaran salah satu dari kedua pendapat yang diperselisihkan. Dalam hal ini yang bisa dilakukan adalah tarjih. Sedangkan tarjih itu sendiri tidak berarti sebuah kepastian. Orang yang keliru dalam masalahmasalah ijtihadiyah juga tidak boleh dicela sama sekali. Kesalahannya harus dimaafkan bahkan mungkin saja dia memperoleh pahala dari Allah sebagaimana ditegaskan dalam hadits Nabi. Bagaimana mungkin kita mencela dan menyakiti orang yang melakukan ijtihad yang telah diberi pahala oleh Allah, sekalipun hanya satu pahala? Demikianlah manhaj para salaf dalam berbeda pendapat menyangkut masalah ijtihadiyah. Mereka tidak saling mencela atau menyakiti, tetapi saling memuji, sekalipun tetap berbeda pendapat. 5. Menjauhi jidal dan permusuhan sengit. Di lapangan dakwah Islam kita saksikan adanya orang-orang yang tidak punya perhatian kecuali perbantahan dalam segala hal. Mereka tidak punya kesiapan untuk menerik pendapatnya sedikitpun. Mereka hanya menginginkan agar orang

menjauhi jidal dan permusuhan sengit... di

lain mengikuti pendapatnya. Mereka merasa selalu benar sedangkan orang lain senantiasa salah. Diantara mereka ada yang mengecam fanatisme kepada madzhab tetapi mereka sendiri membuat madzhab baru dan menyerang orang lain yang tidak sepaham dan tidak mau mengikutinya. Diantara mereka ada yang mengharamkan taqlid tetapi mereka sendiri menuntut orang lain agar mengikutinya. Atau melarang taqlid kepada ulama terdahulu, sementara mereka sendiri bertaqlid kepada ulama sekarang. Diantara mereka ada yang melakukan konfrontasi demi masalah-masalah furu’iyah (cabang) dan sektoral. Padahal para salaf sendiri pernah memperselisaihkannya, tetapi tidak sampai menimbulkan keruhnya hubungan sesama saudaranya. Rasulullah SAW mengecam keras perbantahan dan menganjurkan ummatnya agar menjauhinya. Dari Abu Umamah ra bahwa Nabi SAW bersabda: “Aku menjamnin istana di pinggir sorga bagi orang yang meninggalkan perbantahan sekalipun dia benar…” (HR. Abu Dawud). “Tidaklah sesat suatu kaum setelah mendapatkan petunjuk, kecuali karena mereka melakukan perbantahan.” (HR. Turmudzi) Perbantahan dan perdebatan yang paling dibenci ialah perbantahan di sekitar AlQur’an yang sesungguhnya diturunkan Allah untuk member kata putus terhadap apa yang diperselisihkan oleh manusia. Jika Al-Qur’an dijadikan sumber perselisihan maka ukuran dan pedoman apa lagi yang akan dijadikan rujukan oleh manusia? Ibnu Amer berkata: “Aku dan saudaraku pernah duduk dalam sebuah majelis yang lebih aku sukai daripada onta merah. Saat itu aku dan saudaraku datang. Namun ada beberapa orang sahabat Rasulullah SAW duduk di salah satu pintunya. Kami tidak ingin memisahkan tempat duduk

lapangan dakwah Islam kita saksikan orang-orang yang tidak punya perhatian kecuali berbantahan dalam segala hal...

18

Al-Intima’ No.006 April - Mei 2010


harakatuna mereka, sehingga kami duduk terpisah di sudut. Tiba-tiba mereka menyebutkan satu ayat Al-Qur’an dan memperdebatkannya sehingga suara mereka semakin keras. Mendengar ini Rasulullah SAW langsung keluar dalam keadaan marah dan merah mukanya. Seraya menaburkan pasir kepada mereka, Rasulullah SAW bersabda: “Dengan inilah ummat-ummat sebelum kalian binasa. Mereka menentang para Nabi mereka dan mempertentangkan sebagian isi Al-Kitab dengan sebagian yang lain. Sesungguhnya Al-Qur’an tidak diturunkan sebagiannya mendustakan sebagian yang lain. Tetapi justru sebagiannya membenarkan sebagian yang lain. Apa yang telah kamu ketahui darinya hendaklah kamu amalkan dan apayang belum kamu ketahui hendaklah kamu kembalikan (tanyakan) kepada orang yang mengetahuinya.” (Hadits nomor 6702 dari Al-Musnad [1/174-175]. Syakir berkata: sanadnya shahih). 6. Dialog dengan cara yang lebih baik. Allah SWT berfirman: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl, 16: 125). Dalam ayat ini terdapat perbedaan ungkapan antara apa yang dituntut dalam melakukan nasehat (mau’izhah) dan apa yang dituntut dalam melakukan bantahan (jidal). Dalam melakukan mau’izhah cukup dengan cara yang baik (hasanah), tetapi dalam melakukan jidal tidak dibenarkan kecuali dengan cara yang lebih baik (ahsan). Ada dua cara dalam jidal. Pertama, ialah cara yang baik dan yang kedua cara yang lebih baik. Kita diperintahkan untuk mengikuti yang lebih baik. Mau’izhah—biasanya—ditujukan kepada orang-orang yang menerima dan sudah komit dengan prinsip dan fikrah. Mereka tidak memerlukan kecuali nasehat yang meningatkan, memperlembut

hati, menjernihkan kekeruhan dan memperkuat tekad mereka. Sedangkan jidal—biasanya—ditujukan kepada orangorang yang menentang, yang seringkali membuat orang yang berselisih pendapat dengan mereka tidak sabar sehingga mengeluarkan ungkapan kasar dan sikap kaku. Maka dengan bijaksana Al-Qur’an memerintahkan kita agar mengambil cara yang lebih baik dalam berdialog dengan mereka, agar memberikan hasil yang baik. Diantara caranya ialah berdialog dengan memilih ungkapan-ungkapan yang lembut dan sejuk. Al-Qur’an dalam menghadapi orang-orang Yahudi dan Nasrani menggunakan ungkapan yang menyiratkan makna pendekatan antara mereka dan kaum muslimin. Seperti ungkapan ‘Ahlul Kitab’ atau orang-orang yang diberi Al-Kitab. Bahkan kepada orang-orang musyrik penyembah berhala, Al-Qur’an tidak menggunakan ungkapan, “Wahai orangorang musyrik”, tetapi memanggil mereka dengan, “Wahai manusia”. Di dalam AlQur’an tidak terdapat seruan kepada orangorang musyrik dengan menggunakan ungkapan kemusyrikan atau kekafiran kecuali di dalam surat Al-Kafirun. Itu pun karena tujuan khusus yaitu memupus harapan kaum musyrikin dalam merayu kaum muslimin agar bersedia mengalah sedikit dalam masalah aqidah mereka, aqidah tauhid. Oleh sebab itu ayat tersebut mengulang-ulang masalah tauhid dengan beberapa ungkapan sebagai peneguhan. Sekalipun demikian surat tersebut diakhiri dengan sebuah ayat yang mencerminkan, puncak toleransi: “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.” Diantara cara dialog yang baik ialah menekankan pada ‘titik pertemuan’ dan ‘faktor kesepakatan’ antara Anda dan mitra dialog Anda. Cara ini adalah cara Qur’ani yang harus kita kenali dan terapkan. Perdebatan-perdebatan para Rasul dengan kaum mereka, sebagaimana diceritakan di dalam Al-Qur’an, memperjelas sikap ini. Sikap lembut, sopan, dan menggunakan ungkapan yang sejuk dalam dakwah dan dialog.  19


Lintasan Sejarah

Al-Ikhwanul Muslimun

Kemunculan komunitas gerakan dakwah di sepanjang masa adalah sunnatullah dan sunnatuddakwah, seperti diungkapkan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits, “Akan senantiasa ada thoifah (golongan) yang dzohirina ‘ala al-haq (menegakkan kebenaran) hingga akhir kiamat (apapun tantangan yang mereka hadapi)”.

S

alah satu gerakan dakwah dari sekian banyak gerakan dakwah yang eksis di abad ini adalah gerakan AlIkhwan Al-Muslimun. Kontribusinya dalam melakukan syiar Islam ke seluruh penjuru bumi tidak dapat dipungkiri begitu saja. Bahkan pengaruh mereka kini sudah merambah ke lebih dari 70 negara di dunia dengan kerja dakwah yang cukup signifikan. Perjalanan sejarah jama’ah ini melewati tujuh marhalah (sebagian penulis sejarahnya ada yang menyebut empat marhalah), yaitu : Marhalah Qoblal Nasy’atiddakwah (sebelum 1928). Hasan Al-Banna dilahirkan di desa AlMahmudiyah Kecamatan Damanhur. Sejak duduk di sekolah dasar Hasan 20

sudah mengenal dan aktif berorganisasi. Setelah tamat dari sekolah Al-Muallimin, dia melanjutkan ke Universitas di Kairo. Disana dia melihat kondisi Kairo sangat berbeda dengan kondisi kampungnya. Fenomena kemungkaran dan kerusakan terlihat dimana-mana. Maka timbulah keinginannya untuk merubah kondisi di Kairo ini khususnya, dan kondisi Mesir umumnya. Bahkan bukan hanya itu, dia juga melihat kondisi negeri-negeri muslim di luar Mesir kondisinya tidak jauh berbeda, negeri-negeri muslim umumnya dikuasai oleh penjajah, sementara diantara mereka tidak tumbuh rasa persatuan. Kedua fenomena ini menyebabkan Hasan Al-Banna sering merenung memikirkannya dan bahkan dibuat tidak bisa tidur karenanya. Ia kemudian melakukan usaha dengan membuka dialog atau kontak dengan para ulama yang ada di Mesir ketika itu, guna membicarakan permasalahan ummat Islam yang dicermatinya tersebut. Diantara ulama yang dijumpainya adalah Syekh Rasyid Ridho, seorang ulama besar di Mesir. Ia juga melakukan dialog dengan para ketua partai, diantaranya adalah Timur Basya.Dari hasil pertemuan dengan para tokoh tersebut, terbentuklah suatu front yang terdiri dari beberapa ulama, yang kemudian menerbitkan sebuah majalah yang diberi nama Al-Fath. Majalah ini dipimpin oleh Muhibbuddin Al-Khatib. Selama beberapa lama majalah ini memuat pemikiran-pemikiran Islam serta menangkis serangan-serangan pemikiran sesat. Namun, terbitnya majalah tersebut, belum memuaskan Hasan Al-Banna. Sebab, tulisan di majalah ini hanya dibaca oleh segelintir orang terpelajar. Al-Banna kemudian mencoba mengadakan kontak dengan mahasiswa AlAl-Intima’ No.006 April - Mei 2010


lamhah tarikhkhyiyyah Azhar sehingga berhasil mengumpulkan beberapa mahasiswa Al-Azhar untuk melakukan beberapa aktivitas dakwah, diantaranya adalah mengadakan tabligh di masjid-masjid. Namun ini pun tidak membuatnya merasa puas. Ia kemudian terjun ke masyarakat untuk melihat kondisi umat Islam yang sesungguhnya di Mesir, dengan melakukan kunjungan ke daerah-daerah ketika beliau libur, guna mencari tahu kondisi yang sesungguhnya di lapangan. Setiap pelosok Mesir beliau kunjungi, dan ini terus beliau lakukan selama kurang lebih empat tahun. Marhalah Nasyatul Jama’ah (1928-1936) Setelah Hasan Al-Banna menyelesaikan sekolahnya di Darul Ulum, ia diangkat menjadi guru di sebuah Sekolah Dasar di Ismailiyah. Disana ia kembali mencari orang yang dapat diajak berdialog mengenai kondisi ummat Islam. Dengan orang-orang tersebut akhirnya Hasan AlBanna membentuk suatu jama’ah yang kemudian dikenal dengan Al-Ikhwan AlMuslimun (IM). Ini terjadi pada tahun 1928. Awalnya, mereka kerap berkumpul di rumah Hasan Al-Banna pada malam hari guna memperbincangkan berbagai masalah-masalah dakwah. Setelah diusulkan beberapa nama bagi jama’ah yang hendak mereka bentuk tersebut, akhirnya disepakati nama Al-Ikhwan AlMuslimun. Anggota awal gerakan ini ada 7 orang yaitu : Hafidz Abdul Hamid, Ahmad Al-Hushori, Fuad Ibrohim, Ismail Izz, Abdurrohman Hizbulloh, Zakky AlMagribi, serta Hasan Al-Banna sebagai ketua. Marhalah ini disebut marhalah nasy’atul jama’ah karena Hasan Al-Banna berhasil mendirikan organisasi yang manhajnya berbeda dengan berbagai organisasi yang ada saat itu, termasuk Syubanul Muslimin (yang ia menjadi anggota di dalamnya ketika masih kuliah di Kairo). Dakwah di Ismailiyah dimulai oleh

Hasan Al-Banna di warung-warung kopi kepada kaum buruh, karena disana belum ada masjid. Ismailiyah saat itu merupakan daerah industri yang terdapat banyak pekerja dan perusahaan asing, diantaranya Qonaf Suez. Hari demi hari ajakan Hasan Al-Banna kepada kaum buruh tersebut mendapat sambutan yang menggembirakan. Hasan Al-Banna melakukan ceramah di warung-warung kopi ini dalam waktu 15-20 menit dan memilih tema-tema yang tidak menyinggung perasaan mereka dan memperhatikan waktu mereka yang padat karena bekerja seharian. Berkat ajakan ini akhirnya mereka sepakat untuk mendirikan masjid dengan menggunakan dana sumbangan masing-masing pribadi dan dengan meminta sumbangan kepada orang-orang Inggris yang ada disana yang menjadi direktur pada perusahaan-perusahaan tersebut. Oleh wakil pemerintah Inggris dibantu, dan dibangunlah masjid disana. Hasan AlBanna juga berhasil menyadarkan para pelacur bahkan mereka ini setelah sadar berhasil membangun sebuah ma’had yang disebut Ma’had lil Banat yang diberi nama “Al Hiro”. Dakwah IM menimbulkan perubahan yang sangat drastis terhadap diri para buruh di Qonaf Suez tersebut. Kalau sebelumnya mereka tidak disiplin, mereka kini menjadi sangat disiplin. Para buruh ini juga terlihat tidak mau tunduk kepada perintah atasannya yang notabene adalah orang-orang Inggris. Melihat gelagat ini, pemerintah Inggris memanggil Hasan Al-Banna dan menanyakan masalah ini, karena dia yang memilih imam masjid di perusahaan tersebut (seorang mahasiswa Al-Azhar). Orang Inggris tersebut berkata, “Kamu bukan menunjuk orang ini sebagai Imam Masjid, tapi pada hakekatnya kamu telah menunjuk orang ini sebagai jenderal. Semua orang yang keluar dari masjid itu memiliki disiplin tinggi dan mereka tidak

Dakwah di Ismailiyah dimulai oleh Hasan Al-Banna di warung-warung kopi kepada kaum buruh, karena di sana belum ada masjid 21


lamhah tarikhkhyiyyah takut terhadap orang-orang Inggris yang ada di perusahaan”. Kedutaan Inggris yang berada disana meminta kepada Raja Farouk yang saat itu memimpin Mesir untuk memindahkan Hasan Al-Banna dari Ismailiyah ke Kairo, dengan harapan agar dakwahnya mati dan tidak berkembang kembali. Raja Farouk segera memenuhi permintaan Inggris dan dipindahkanlah Hasan Al-Banna dari Ismailiyah ke Kairo. Ternyata dengan pindahnya ia ke Kairo, dakwah justru semakin berkembang dan menyebar. Marhalah Ta’sis (1936-1941) Marhalah ta’sis diawali dengan pindahnya Hasan Al-Banna ke Kairo, dia mendirikan Ha’iah Ta’sisiyah lil jama’ah dan mendirikan Maktab Al-Irsyad. Pada marhalah ini IM resmi menjadi sebuah lembaga dengan struktur yang rapi. Pada masa ini, IM berhasil mendirikan berbagai proyek ekonomi, pendidikan dan sosial. Salah satu proyek yang mereka miliki adalah pabrik baja, pabrik tembaga, dan lain-lain. Saat itu seluruh Mesir hampir dikuasai oleh pengaruh IM melalui berbagai syu’bah yang ada. Marhalah Taghyir (1941-1948) Pada masa marhalah tagyir, IM tidak lagi menggunakan uslub terbuka yang pada waktu awal-awal berdirinya sering digunakan. Pada masa ini keanggotaan baru tidak lagi diumumkan secara terbuka, sehingga tidak semua orang dapat mendaftar masuk menjadi anggotanya. IM melakukan perubahan-perubahan bentuk rekruitmen. Model perekrutan baru tersebut dijelaskan dalam Risalatut Ta’lim. IM kemudian membentuk Janah Asykari (sayap militer) yang disebut dengan Tandzim khos. Pimpinan Janah Asykari yang pertama bernama Abdurrohman Assindi. Adapun Jamal Abdul Naser, ia termasuk anggota tandzim khos yang

22

berjanji setia langsung kepada Hasan AlBanna. Kedudukannya di Janah Asykari adalah sebagai pelatih. Namun berikutnya Allah SWT membongkar niatnya yang buruk. Adapun tujuan pembentukan tandzim khos ini adalah: a. Mengadakan serangan atau melakukan operasi militer terhadap Inggris. b. Membebaskan Palestina dari Israel. Marhalah Mihnah (1948-1967) Pada tahun 1948 terjadi perang di Palestina, dimana Israel hampir mengalami kekalahan. Namun pasukan IM kemudian ditarik oleh pemerintah Raja Farouq dan setelah itu mereka dijebloskan ke dalam penjara. Pada waktu itu jumlah anggota IM hampir mencapai setengah juta orang dengan jumlah syu’bah sebanyak 2000 buah. Akan tetapi Allah SWT ingin menguji anggota IM dengan memenjarakan mereka, terutama para qiyadahnya. Seluruh asset IM kemudian disita, termasuk gedung Maktab Irsyad yang kemudian dilelang oleh pemerintah. Anggota IM yang tidak dipenjarakan hanya beberapa orang saja. Termasuk diantaranya adalah Hasan AlBanna, yang sengaja tidak dipenjarakan untuk mengelabui negara-negara di dunia bahwa pemerintahan Raja Farouq memberikan kebebasan kepada rakyatnya, khususnya IM dengan bukti pemimpinnya dibiarkan bebas merdeka. Marhalah mihnah itu dimulai dari pembubaran IM pada tahun 1948. Setahun setelah itu Hasan Al-Banna dibunuh, yaitu pada 12 Pebruari 1949. Pembunuhan tersebut merupakan makar dari Raja Farouq dan Perdana Menteri Mahmud Fahmi AnNakhrosyi, mereka itulah yang membunuh Hasan Al-Banna melalui mukhobarot (intelegent). Hari pembunuhan tersebut bertepatan dengan hari ulang tahun Raja Farouq. An-Nakhrosyi ingin memberikan hadiah kepada Raja Farouq dengan membunuh Hasan Al-Banna.

Hasan Al-Banna dibunuh pada 12 Pebruari 1949, bertepatan dengan ulang tahun Raja Farouq, An-Nakhrosyi memberikan hadiah kepada Raja Farouq dengan membunuh Hasan Al-Banna. Al-Intima’ No.006 April - Mei 2010


Penembakan terhadap Hasan Al-Banna terjadi pada malam hari tanggal 11 Pebruari 1949. Sebenarnya lukanya pada waktu itu tidak begitu parah, namun ketika dibawa ke rumah sakit Ia tidak boleh diobati dan dirawat, sehingga terjadi pendarahan dan akhirnya menemui kesyahidannya. Ketika itu terjadi kegoncangan pada tubuh IM. Karena pada umumnya IM berada di penjara, maka tidak ada yang mengantarkan jenazah Hasan Al-Banna kecuali lima orang wanita yang diiringi panser. Karena para Qiyadah berada di penjara dan kondisi sangat rawan, kurang lebih dua tahun IM kosong dari kepemimpinan, tidak memiliki Mursyid Aam. Ada beberapa usaha yang dilakukan oleh orang-orang terdekat Hasan Al-Banna, diantaranya adalah Syaik Munir Fallah untuk mengembalikan kondisi IM. Di dalam penjara, ada beberapa orang yang terlihat pantas menggantikan Hasan AlBanna, misalnya Sholeh Asymawi yang menjabat Wakil Jama’ah pada masa Hasan Al-Banna, Abdul Hakim Abidin yang menjabat sebagai Sekretaris Jama’ah, dan yang ketiga adalah Abdurrahman AlBanna, kakak dari Hasan Al-Banna. Inilah orang-orang yang berada dalam penjara dan pantas menggantikannya menjadi Mursyid Amm. Sementara yang diluar penjara dan terlihat mampu menggantikan Hasan Al-Banna adalah Syaikh Munir Falah dan Syaikh Hasan Bakuri, Syaikh Al-Azhar. Ketika orang-orang IM dipenjarakan, Syaikh Hasan Bakuri ini ditugaskan keluarga-keluarga yang ada diluar penjara. Munir telah berusaha untuk mencari siapa yang tepat untuk menjadi pemimpin. Sebab mereka sangat memerlukan seorang pemimpin, sehingga ia mengadakan kontak dengan mereka yang ada didalam penjara. Setelah mereka dihubungi Munir Falah, Sholeh Asymawi mengatakan, “Saya akan mencalonkan diri saya tapi itu semua terserah Jama’ah, saya tidak akan bersikeras.” Sementara Abdul Hakim Abidin yang merupakan menantu Hasan Al-Banna mengatakan, “Saya tidak akan

mencalonkan diri saya, saya serahkan kepada Jama’ah”, dan Abdurrahman Al-Banna mengatakan, “Saya akan mencalonkan diri saya” karena ia merasa berhak untuk itu. Sementara Hasan AlBakuri tidak mau mencalonkan dan kalaupun ditunjuk ia tidak mau. Terjadilah ketidak-sepakatan dalam hal siapa yang akan menjadi pengganti Mursyid Amm. Akhirnya, disepakati memilih orang yang berada diluar mereka. Disepakatilah untuk memilih Hasan AlHudaibi sebagai Mursyid Amm pada bulan Oktober 1951. Saat dipilihnya Mursyid Aam itu, Raja Farouq sudah meninggal dunia. Di kerajaan, sebelumnya ada perubahan struktur dan ada peluang untuk mengadakan revolusi. Yang banyak berperan dalam revolusi tersebut adalah Tandzim Khos, termasuk di dalamnya adalah Jamal Abdul Nasser. Ia menarik orang-orang yang berada di dalam tandzim khos agar berwala’ kepada Jamal Abdul Nasser dan bukan kepada Jama’ah IM. Maka terjadilah revolusi pada tanggal 23 Juli 1952, tidak lama setelah terbunuhnya Hasan Al-Banna. Sebelumnya, Raja Farouq melihat adanya tanda-tanda akan digulingkan, melarikan diri ke luar Mesir dan akhirnya meninggal. Kekosongan ini diisi oleh Jamal Abdul Nasser dan Muhammad Najib menjadi perdana menterinya. Dengan adanya perubahan ini, jama’ah IM diberi kebebasan kembali untuk melakukan aktifitas dan seluruh barangbarang miliknya dikembalikan. Ketika Jamal Abdul Nasser berhasil memimpin revolusi, ia meminta kepada Hasan Hudaibi, agar mengirimkan tiga orang ikhwan untuk menjadi menteri yang salah satu syaratnya adalah diantara tiga orang tersebut satu diantaranya Hasan Badhowi. Hasan Hudaibi kemudian memilih Sholeh Asmawi dan Abdul Hakim Abidin, tapi kemudian tidak disetujui oleh Jamal Abdul Naser. Tanpa disepakati oleh Hasan Al-Hudaibi, Jamal Abdul Nasser menunjuk Hasan Al-Bakuri sebagai menteri wakaf yang kemudian dalam waktu yang tidak terlalu lama kemudian diumumkan pemecatan Hasan Al-Bakuri 23


dari jabatannya. Jamal Abdul Nasser kemudian meminta IM untuk tidak berpolitik dan hanya melakukan aktifitas keagamaan saja. Hasan Al-Hudaibi menolak dan kemudian terjadilah perbedaan arah antara IM dan Jamal sejak saat itu. Pada Januari 1954 akhirnya Jamal mengumumkan pembubaran IM dan seluruh kekayaan disita serta anggotanya dipenjarakan oleh Jamal Abdul Nasser, termasuk Hasan AlHudaibi. Tak lama berselang, terjadi peperangan antara Mesir dengan Israel yang berakhir dengan kekalahan Mesir. Akibat kekalahan Mesir, gurun Sinai diserahkan ke Israel. Tak lama setelah itu Jamal Abdul Nasser wafat dan digantikan oleh Anwar Saddat (melalui revolusi tidak berdarah). Pada saat itu, terjadi pula perdamaian antara pemerintah Mesir dengan Inggris dengan syarat Inggris meninggalkan Mesir. Marhalah Shohwah (1967-1981) Setelah adanya hukuman gantung terhadap tokoh-tokoh IM, aktifitas IM boleh dikatakan vakum. Pada masa pemerintahan Saddat, seluruh tokohtokoh organisasi politik yang ditahan dibebaskan kembali, termasuk diantaranya tokoh-tokoh IM seperti Hasan Al-Hudaibi, meskipun aktifitas IM sendiri tetap masih dilarang. Fase ini disebut marhalah Shohwah, terjadi tahun 1967-1981. Kepemimpinan Hasan Hudaibi sampai dengan 1973. Ia berhasil menjaga asholah dakwah dan jama’ah dengan menulis sebuah buku berjudul Nahnu Du’at laisa Qudhot yang menolak faham pengkafiran yang muncul di sebagian kecil kalangan pemuda Ikhwan. Nopember 1973 Hudaibi wafat dan digantikan oleh Umar Tilmitsani, saat itu Mesir masih dipimpin oleh Anwar Saddat. Berkat upaya Umar Tilmitsani berdialog dengan pemerintah, IM akhirnya diperbolehkan kembali melakukan aktifitas-aktifitas dakwah, bahkan diberi

kesempatan untuk mengikuti Pemilu di Mesir. Dengan aktifnya kembali IM, banyak orang yang berhasil direkrut, diantaranya adalah para mahasiswa di berbagai universitas di Mesir. Ketika IM mulai bangkit kembali, terjadilah pembunuhan atas Anwar Saddat dan kedudukan Presiden kemudian digantikan oleh Husni Mubarok. Pembunuhan Anwar Saddat dihubunghubungkan dengan IM, maka terjadilah penangkapan besar-besaran terhadap anggota IM, yang berakibat banyaknya anggota IM melarikan diri ke berbagai negeri. Husni Mubarok memandang dengan perginya tokoh-tokoh IM ke luar Mesir, berarti IM sudah mati dan tidak membahayakan lagi. Namun, dengan izin Allah, deportasi besar-besaran ini justru berakibat tersebarnya dakwah IM keberbagai belahan bumi. Pada masa Mubarok, terdapat suasana keterbukaan. Meskipun IM bukan merupakan partai resmi, namun anggota-anggotanya diperkenankan menjadi anggota DPR. Semua ini berkat kemampuan Umar Tilmitsani mengadakan lobby dan dialog. Tahun 1985, di bulan Ramadhan, Umar Tilmitsani wafat. Beliau kemudian digantikan oleh Abdul Hamid Abu Nasr. Marhalah Amal Alami (1981-1990). Tahun 1981 hingga tahun 1990 an disebut sebagai masa al ‘amal alam islami. Karena sampai tahun 1990 an itu IM dapat melebarkan pengaruh dakwahnya secara internasional. Banyak organisasi, partai politik, kelompok keagamaan yang terpengaruh, mendukung, atau bermitra dengan IM. Hingga saat ini meskipun IM mengalami berbagai tribulasi dalam setiap pergantian pemimpin (mulai dari Raja Farouq, Jamal Abdul Nasser, Anwar Saddat hingga Husni Mubarok), namun aktivitas dakwah mereka terus bergulir dan semakin kokoh. 

Januari 1954 Jamal Abdul Nasser mengumumkan pembubaran IM, seluruh kekayaannya disita dan anggotanya dipenjarakan termasuk Hasan Al24

Hudaibi.

Al-Intima’ No.006 April - Mei 2010


25


i r GGhhaazzw k i F i r k i l F w u l a u t t t Ghazwatul Fikri a u a a l w t z w u a l FFikikrri i GGhhaz

Latar Belakang

Ghazwul fikri (perang pemikiran) adalah perang gaya baru yang dilancarkan kaum imperialis kepada kaum muslimin, dilatarbelakangi kecemasan mereka terhadap ruh Islam yang senantiasa menghidupkan semangat perlawanan atas keinginan busuk mereka untuk menguasai kaum muslimin yang wilayahwilayahnya penuh dengan sumber kekayaan alam. Perang militer yang mereka lancarkan kepada kaum muslimin hanya membuahkan kelelahan tiada ujung. Karena bisa jadi bangsa muslim dapat mereka kuasai, kekayaannya bisa mereka keruk sedemikian rupa, tapi perlawan pasti selalu bergelora membuat mereka tidak bisa duduk tentram di bumi kaum muslimin. “Selama Al-Qur’an ini masih ada, Eropa tidak akan sanggup menguasai wilayah timur, bahkan Eropa sendiri tidak akan tenteram…”, demikian ungkapan William Edward Gladstone (1809-1898) seorang Perdana Menteri Inggris pada masa Ratu Victoria. Selain Al-Qur’an, ukhuwah Islamiyah adalah kekuatan kaum muslimin yang lain yang dianggap mengancam kepentingan imperialis , Pastor Simon pernah berkata, “Persatuan Islam yang merupakan cita-cita dan impian bangsa berkulit coklat, mendorong mereka untuk menolak dan membebaskan diri dari kekuasaan Eropa…” Mereka takut kalau umat Islam bisa bersatu dan berada dalam satu pemerintahan, hal ini dapat kita ketahui dari perkataan seorang perwira dan penulis Inggris yang bernama Edward Lawrence (18881935), “Bahaya yang sebenarnya tersembunyi pada system Islam, kemampuannya untuk menyebar dan vitalitasnya. Hal ini merupakan tembok penghalang satu-satunya dari penjajahan Eropa…”, kemudian dia menambahkan, “Bila umat Islam bersatu di bawah satu pemerintahan, mereka bisa menjadi malapetaka bagi dunia!” Demikianlah kedengkian mereka terhadap Islam dan kaum muslimin. Karenanya mereka merumuskan langkah-langkah sebagai upaya memusnahkan kekuatan inti (baca: iman, ruh jihad, ma’nawiyah, semangat persatuan, dlsb) yang ada pada kaum muslimin. Bukan dengan kekuatan fisik atau militer. Tetapi dengan serangan pemikiran.

un

k o n sum e ris m zionis e sekularism me e pluralisme lisme me libera is ital e kap ism

Tujuan ghazwul fikri Tujuan ghazwul fikri adalah Ifsadul Akhlak (merusak akhlak) dan Tahthimul fikrah (menghancurkan fikrah). Sehingga umat Islam menyeleweng dari akhlak dan fikrah islamiyah kepada akhlak dan fikrah jahiliyyah. Tujuan lainnya adalah Idzabahusy syakhshiyyah (larutnya kepribadian) yang dapat meneyebabkan kaum muslimin kembali kepada kekafiran atau memiliki pola fikir yang sama dengan mereka. Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka Telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah (QS. 4: 89) Lebih jauh lagi musuh-musuh Islam mengharapkan agar kaum muslimin murtad (ar-riddah) dari agamanya.

sm

e

26

Al-Intima’ No.006 April - Mei 2010


tatsqif Allah SWT telah mengingatkan kaum muslimin dengan firman-Nya, Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mentaati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi (QS. 3: 149). Sebahagian besar ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS. 2: 109) Seluruh tujuan diatas diarahkan agar kaum muslimin tidak lagi berpihak kepada Islam dan beralih loyalitasnya kepada kaum kuffar (alwalaa-u lil-kaafirin). Target minimal ghazwul fikri adalah menjauhnya kaum muslimin dari ajaran Islam. Dalam salah satu konferensi kristenisasi, Samuel Marinus Zwemer pernah dikritik seorang supervisor kristenisasi tentang upaya kristenisasi di kawasan Timur Tengah dan Afrika yang dianggapnya gagal, “Meskipun sudah banyak uang yang dihamburkan dan tenaga yang dicurahkan, namun tidak seorang pun ummat Islam yang masuk Kristen…” Zwemer menanggapi kritikan itu dengan perkataannya, “Tujuan kita bukan mengkristenkan umat Islam, ini tidak akan sanggup kita laksanakan. Tetapi target kita adalah menjauhkan bangsa muslim dari Islam. Ini yang harus kita capai, walaupun mereka tidak bergabung dengan kita…”

pengikutnya; bukankah pada masa lalu kaum muslimin berhasil menundukkan dua kerajaan besar, Persia dan Romawi. Mereka pun pernah menyeberangi lautan dan sampai di Spanyol? Agar hal serupa tidak terulang, Islam harus dibendung, jangan sampai ia menyebar dan eksis di sebuah negeri. Para pendengki itu berusaha sekuat tenaga menmunculkan citra negative tentang Islam dan menggambarkan pengikutnya dengan gambaran yang sangat jelek. Diantara upaya-upaya tersebut adalah:

Target minimal ghazwul fikri adalah menjauhnya kaum

muslimin dari ajaran Islam.

Target dan Sarana Ghazwul Fikri Berdasarkan penelitian terhadap sejarah dan berbagai peristiwa masa lalu dapat kita simpulkan bahwa target dan tujuan ghazwul fikri itu ada dua: Pertama, mencegah ruh Islam menyebar ke pelosok bumi. Musuh-musuh Islam mengetahui keunggulan ajaran Islam secara teori, mereka pun melihat fakta bagaimana Islam mempengaruhi para

1. Menyebarkan berbagai kebohongan tentang Syariat Islam Mereka menyebar isu tentang ketidakotentikan Al-Qur’an sebagai firman Allah. Mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah buatan Muhammad. Pada masa lalu isu seperti ini pernah dilontarkan George Sale melalui kata pengantar terjemah Al-Qur’an yang diterbitkannya tahun 1736; atau ungkapan Richard Bell yang mengatakan bahwa Muhammad telah menyadur ayat-ayat Injil. Tuduhantuduhan ini bukanlah sesuatu yang baru, kaum musyrikin pada masa lalu pun pernah melakukannya, Mereka berkata: "Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan, Maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang." (QS. 25: 5). Sesungguhnya kami mengetahui bahwa mereka berkata: "Sesungguhnya Al Quran itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)". padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam, sedang Al Quran adalah dalam bahasa Arab yang terang (QS. 16: 103). Ada juga diantara mereka yang menyebut Islam itu hanyalah hasil jiplakan dari bergabagai agama dan hukum masa lalu. 27


me

hedonisme

kapitalisme

zionisme

komunisme sekularisme

pluralisme

beralisme

lisme e ism ital e

ism

Al-Intima’ No.006 April - Mei 2010

libera

un

kap

zionisme

hedonisme

rasisme

fasisme zionisme konsumerisme fasisme

sekularisme

pluralisme

rasisme

kapitalisme

konsumerisme

28

yang diyakini oleh sementara orang bodoh, dan hal inilah yang menghalangi mereka untuk menerima kekuasaan asing tersebut.” 4. Menampilkan berbagai keistimewaan Islam sebagai kelemahannya Masalah talak dan poligami yang dianggap sebagai rahmat dan kemurahan Allah kepada para hamba-Nya, mereka lukiskan kepada masyarakat dunia sebagai bentuk kebobrokan, kebiadaban dan pelecehan seks kepada kaum wanita yang dibolehkan Islam. Sementara mereka sesungguhnya telah memperlakukan wanita sebagai alat pengeruk kekayaan. Disamping itu ada hal yang ironis, di satu sisi mereka mencela poligami, tapi di sisi yang lain mereka mensahkan hubungan antar lelaki yang sudah kawin dengan seorang wanita atau lebih asalkan suka sama suka. 5. Menuduh Islam merusak daya cipta dan kecerdasan Seorang orientalis Perancis pernah berkata, “Agama Muhammad adalah semacam penyakit lepra yang mewabah dan dapat memusnahkan ummat manusia secara dahsyat. Siapa yang menganut Islam ia akan ditimpa penyakit lemah dan malas…Kuburan Muhammad bagaikan tiang listrik yang mengalirkan arus kegilaan ke dalam jiwa orang-orang Islam. Hal inilah yang menyebabkan mereka melakukan halhal aneh; seperti mengulangi kata-kata “Allah” tanpa batas, dan menghidupkan kebiasaan lama seperti membenci daging babi, alkohol dan musik…” Tuduhan bahwa Islam menyebabkan seseorang malas dan lemah adalah tuduhan yang mengada-ada. Dengan jelas di dalam Al-Qur’an banyak sekali disebutkan perintah untuk beramal yang menunjukkan bahwa Islam menyuruh umatnya untuk giat bekerja dan beramal, Barangsiapa yang mengerjakan amalamal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya he walau sedikitpun (QS. 4: 124). do ni Bahkan Nabi Muhammad sm sendiri bersabda, “Kiranya e m ko

Syariat Islam adalah produk masa lalu yang sudah tidak relevan lagi pada masa kini. Lontaran-lontaran dusta itu mereka kemas dengan bahasa-bahasa ilmiah; disampaikan dalam forum-forum yang mentereng atau dicetak dalam buku-buku yang lux. Mereka menyebut penegakan syariat sebagai Arabisasi / Arabisme. Mereka pun menyebut orang-orang yang berpegang teguh kepada syariat sebagai kaum bodoh; anti pembaharuan, fundamentalis, literalis, konservatif, dlsb. 2. Mengangkat segi-segi kelemahan yang menimpa kaum muslimin dan membebankannya kepada Islam Agar kaum muslimin menjauh dari Islam dan tidak mengenal keistimewaan agamanya, musuh-musuh Islam mencoba membebankan kepada Islam berbagai kekeliruan dan penyimpangan yang dilakukan sebagian muslimin. Mereka menggambarkan kejelekan, keterbelakangan dan keterpurukan bangsa muslim kepada seluruh masyarakat dunia sehingga terbentuk opini dan citra yang negative tentang Islam. 3. Memberikan gambaran bahwa Islam agama kekerasan dan pertumpahan darah Musuh-musuh Islam menakut-nakuti manusia dengan mengatakan bahwa islam adalah agama kekerasan yang membolehkan pertumpahan darah; memotong tangan pencuri, merajam pezina, menghukum mati pembunuh, dll. Mereka pun menggambarkan konsep jihad dengan penuh kebencian. Mereka menuduh umat Islam suka berperang demi harta rampasan. Untuk mencemarkan pemahaman tentang jihad mereka pun tidak segan melakukan kebohongan dengan membentuk kelompok-kelompok Islam yang kemudian menebar syubhatsyubhat tentang jihad. Diantaranya mereka memunculkan Mirza Ghulam Ahmad yang menentang konsep jihad. Dia berkata, “Sejak remaja aku sudah mencurahkan tenaga, baik dengan lisan maupun tulisan untuk memalingkan hati umat Islam agar mengabdi dengan ikhlas kepada pemerintahan Inggris. Aku menyerukan untuk menghapus ide jihad


sme

fasisme

hedonisme

fasisme zionisme

sme

rasisme

konsumerisme liberalisme

konsumerisme

Contoh praktek ghazwul fikri Guna mencapai tujuan di atas, musuhmusuh Islam melakukan programprogram sebagai berikut: 1. Menyebarkan perbedaan pendapat dan keraguan tentang akidah di kalangan ummat Islam. Mereka sebarkan gagasan-gagasan baru dengan cara menyimpangkan pengertian-pengertian hadits atau ayat-ayat Al-Qur’an. Misalnya memunculkan ide bahwa semua agama adalah benar; rukun Islam dan rukun iman harus direkontruksi; pendapat orang yang mengakui ada nabi setelah nabi Muhammad harus dihargai, dll. 2. Menyuguhkan berbagai teori dan ide yang berlawanan dengan Agama. Mereka memunculkan ide sekularisme, nasionalisme, komunisme, marxisme, teori evolusi, isu HAM, dlsb. Semuanya mereka tawarkan sebagai sesuatu yang modern dan maju. Sementara agama mereka rendahkan sedemikian rupa dengan terus terang ataupun dengan zionisme

hedonisme

kapitalisme

kapitalisme

liberalisme hedonisme

di tanganku ini ada biji korma, sementara aku tahu sebentar lagi kiamat akan terjadi, tetap aku akan menanamkannya…” Hal ini karena dalam Islam setiap amal sekecil apa pun pasti akan mendapatkan balasannya. Dalam Islam, dunia dianggap sebagai ladang tempat beramal, dan akhirat adalah tempat memperoleh hasil. Jadi bagaimana mungkin menyebut Islam sebagai agama kemalasan? Islam tidak pernah menghalangi daya cipta ummatnya. Cukuplah menjadi bukti bahwa ilmuwan di kalangan muslim sangatlah banyak dan ini pun diakui oleh kalangan mereka sendiri. Sebutlah misalnya Az-Zahrawi, Ibnu Nafis, Ibnu Haytsam, Ibnu Sina, Al-Biruni, dll. Kedua, menghancurkan Islam dari dalam. Hal ini dilakukan dengan cara memunculkan ‘orang-orang dalam’ agar melakukan tindakan destruktif seperti disebutkan di atas, yang dapat menjauhkan umat Islam dari agamanya.

rasisme

pluralisme

sekularisme

komunisme

erisme

fasisme

kon s u me ris m zion e sek rism isme u la e pluralisme

komunisme

tatsqif bahasa diplomatis ilmiah. 3. Membentuk organisasi-organisasi sempalan berbaju Islam yang sejatinya bertujuan membuat onar di tengah masyarakat muslim. 4. Bergerak melalui gerakan-gerakan terselubung, contohnya gerakan Freemasonry. Gerakan ini menyebarkan konsep kebebasan beragama, menolak aturan-aturan berdasarkan agama, menyeru kepada toleransi semu, kebebasan, persamaan hak, dll. Alat Ghazwul Fikri 1. Pers dan media massa baik cetak maupun elektronik (al-I’lam) 2. Pendidikan, yakni dengan menyelenggarakan pendidikan dengan kurikulum yang sesuai dengan tujuan mereka untuk menjauhkan ummat dari agama (at-Ta’lim) 3. Penerbitan brosur, bulletin, majalah, dan sejenisnya (al-Mathbu’at) 4. Hiburan tradisional dan modern (al-tarfihiyat) 5. Klub-klub seni dan budaya, hobi, dll (alindiyaat) 6. Olah raga.(ar-riyadhat) 7. Yayasan-yayasan, lembaga, forum, dll (almuassasat). Memberantas ghazwul fikri 1. Meningkatkan interaksi umat dengan AlQur’an dan Hadits Nabi. Menghidupkan forum-forum keilmuan, terutama pendalaman terhadap ilmu diniyah agar tidak tertipu propaganda-propaganda ilmiah yang dilancarkan musuh-musuh Islam. 2. Menggairahkan dakwah kepada masyarakat luas (pelajar, mahasiswa, buruh, pekerja, professional, birokrat, militer, politisi, dll.) dalam rangka melakukan nasyrul fikrah islamiyah shahihah. 3. Membangun dan mengembangkan pers, lembaga pendidikan, media, hiburan islami, klub seni, budaya, hobi, olah raga, yayasanyayasan, dlsb yang diwarnai nilai-nilai Islam Demikianlah sekelumit tentang ghazwul fikri. Mudah-mudahan hal ini menyadarkan kita bahwa pertarungan antara al-haq dan al-batil akan senantiasa terjadi. Oleh karena itu tak ada alasan bagi kita untuk bersantai-santai sementara makar musuh selalu mengintai. Laa haula wa laa quwwata illaa bi-Llaah...  Maraji’ Ghazwul Fikri, DR. Abdul Shabur Marzuq • Syarah Rasmul Bayan Tarbiyah, Jasiman, Lc. • Makalah Tastqif Centre, Yayasan Harapan Ummat

29


ُّ ‫ َغ‬Menahan ِ‫ض الْبَ َصر‬ I

Pandangan

bnul Qayyim berkata bahwa pandangan mata kepada yang haram akan melahirkan lintasan pikiran, lintasan pikiran melahirkan ide, sedangkan ide memunculkan nafsu, lalu nafsu melahirkan kehendak, kemudian kehendak itu menguat hingga menjadi tekad yang kuat dan biasanya diwujudkan dalam amal perbuatan (zina). Makna Menahan Pandangan ُّ ‫( غ‬gadhdhul Secara bahasa, ‫َض البَ َص ِر‬ bashar) berarti menahan, mengurangi atau menundukkan pandangan. Namun bukan berarti menutup atau memejamkan mata hingga tidak melihat sama sekali. Juga bukan berarti menundukkan kepala ke tanah saja, karena bukan itu yang dimaksud. Lagipula hal seperti itu tidak akan mampu dilaksanakan. Tetapi yang ُّ ‫( غ‬gadhdhul bashar) adalah dimaksudِ‫َض البَ َصر‬ menjaga pandangan dan tidak melepas kendalinya hingga menjadi liar. Pandangan yang terpelihara adalah apabila seseorang tidak memandang aurat orang lain, tidak mengamat-amati kecantikan/kegantengannya, tidak berlama-lama memandangnya, dan tidak memelototi apa yang dilihatnya. Dengan ُّ ‫( غ‬gadhdhul bashar) adalah kata lain ‫َض البَ َص ِر‬ menahan pandangan dari apa yang diharamkan oleh Allah swt dan rasul-Nya . Dalil Kewajiban Menahan Pandangan 1. Al-Quran: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya. (An-Nur [24]: 30-31). 30

Para ulama tafsir menyebutkan bahwa kata min dalam min absharihim maknanya adalah sebagian. Hal ini menegaskan bahwa yang diharamkan oleh Allah swt hanyalah pandangan yang disengaja, sedangkan pandangan tiba-tiba tanpa sengaja adalah dimaafkan. Atau untuk menegaskan bahwa kebanyakan pandangan itu halal, yang diharamkan hanya sedikit saja. Berbeda dengan perintah memelihara kemaluan yang tidak menggunakan kata min karena semua pintu pemuasan seksual dengan kemaluan adalah haram kecuali yang diizinkan oleh syariat saja (nikah). Larangan menahan pandangan didahulukan dari menjaga kemaluan karena pandangan yang haram adalah awal dari terjadinya perbuatan zina. 2. Hadits Rasulullah saw:

‫ َع ْن نَ َظ ِر‬B ‫ول ال َّل ِه‬ َ ‫َع ْن َج ِري ِر بْنِ َع ْب ِد ال َّل ِه َق َال َس َأل ْ ُت َر ُس‬ .)‫ال ْ ُف َج َاءةِ َف َأ َم َرنِي َأ ْن َأ ْص ِر َف َب َص ِري (رواه مسلم‬ Dari Jarir bin Abdillah ra berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah saw tentang pandangan tiba-tiba (tanpa sengaja), lalu beliau memerintahkanku untuk memalingkannya. (HR. Muslim).

Maksudnya jangan meneruskan pandanganmu, karena pandangan tibatiba tanpa sengaja itu dimaafkan, tapi bila diteruskan berarti disengaja.

‫ َو َال َت ْنظُ ُر‬،‫(( َال يَ ْنظُ ُر ا َّلر ُج ُل إِلَى َع ْو َرةِ ا َّلر ُج ِل‬ ‫ َو َال ُي ْف ِضي ا َّلر ُج ُل إِلَى‬،ِ‫ا مْ َل ْر َأ ُة إِلَى َع ْو َرةِ ا مْ َل ْر َأة‬

‫ َو َال ا مْ َل ْر َأ ُة إِلَى ا مْ َل ْر َأةِ ِفي‬،‫ا َّلر ُج ِل ِفي ال َّث ْو ِب ال ْ َو ِاح ِد‬

‫ (رواه مسلم وأحمد وأبو داود‬.))‫ال َّث ْو ِب ال ْ َو ِاح ِد‬ .)‫والترمذي‬

Seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat Al-Intima’ No.006 April - Mei 2010


nasihat ••• laki-laki lain, dan seorang perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain. Seorang laki-laki tidak boleh bersatu (bercampur) dengan laki-laki lain dalam satu pakaian, dan seorang perempuan tidak boleh bercampur dengan perempuan lain dalam satu pakaian. (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud & Tirmidzi).

،‫ َال ُت ْت ِب ِع ا َّلن ْظ َر َة ا َّلن ْظ َر َة؟ َف ِإ َّن لَ َك ا ُأل ْولَى‬،‫يَا َعلِ ُّي‬ ِ ‫اآلخر ُة (رواه الترمذي وأبو داود وحسنه‬ َ ‫َولَ ْي َس ْت لَ َك‬ )‫األلباني‬

Wahai Ali, jangan kamu ikuti pandangan pertama dengan pandangan berikutnya, karena yang pertama itu boleh (dimaafkan) sedangkan yang berikutnya tidak. (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud dan di-hasan-kan oleh Al-Bani). )‫(متفق عليه‬

))‫ َو ِزنَ ُاه َما ا َّلن َظ ُر‬،‫((ال ْ َع ْي َنا ِن َت ْزن ِ َيا ِن‬

Dua mata itu berzina, dan zinanya adalah memandang. (Muttafaq ‘alaih).

Penyebab Mengumbar Pandangan Diantara faktor-faktor yang menyebabkan seseorang mengumbar pandangannya adalah: 1. Mengikuti hawa nafsu dan ajakan syaithan 2. Jahil (tidak tahu) terhadap akibat negatif mengumbar pandangan, diantaranya bahwa mengumbar pandangan itu penyebab utama zina. 3. Hanya mengandalkan dan mengingat ampunan Allah swt dan lupa terhadap ancaman siksa-Nya. 4. Melihat atau menyaksikan media yang porno atau berbau pornografi baik cetak, elektronik, atau internet. 5. Tidak menikah atau menunda pernikahan bagi mereka yang sebenarnya telah siap untuk menikah. 6. Sering berada di tempat-tempat bercampur-baurnya laki-laki dan perempuan, seperti pasar atau mall. 7. Merasakan kelezatan semu ketika memandang yang haram sebagai akibat dari lemahnya iman dan tidak ha-

dirnya keagungan Allah swt dalam hatinya. Karena orang yang merasakan keagungan-Nya pasti akan bersedih kalau berbuat maksiat kepada-Nya. 8. Godaan dari lawan jenis berupa pakaian yang membuka aurat, ucapan, atau gerakan tubuh yang menarik perhatian. Akibat Negatif Memandang yang Haram 1. Rusaknya hati. Pandangan yang haram dapat mematikan hati seperti anak panah mematikan seseorang atau minimal melukainya. Seorang penyair berkata: Kau ingin puaskan hatimu dengan mengumbar pandanganmu Suatu saat pandangan itu pasti kan menyusahkanmu. Engkau tak kan tahan melihat semuanya, Bahkan terhadap sebagiannya pun kesabaranmu tak berdaya. Atau seperti percikan api yang membakar daun atau ranting kering lalu membesar dan membakar semuanya: Segala peristiwa bermula dari pandangan, dan api yang besar itu berasal dari percikan api yang kecil.

2. Terancam jatuh kepada zina. Ibnul Qayyim berkata bahwa pandangan mata yang haram akan melahirkan lintasan pikiran, lintasan pikiran melahirkan ide, sedangkan ide memunculkan nafsu, lalu nafsu melahirkan kehendak, kemudian kehendak itu menguat hingga menjadi tekad yang kuat dan biasanya diwujudkan dalam amal perbuatan (zina). Penyair berkata: Bermula dari pandangan, senyuman, lalu salam,.. Lantas bercakap-cakap, membuat janji, akhirnya bertemu.

3. Lupa ilmu. Maksudnya Allah SWT menjadikannya pelupa. Contoh: rontoknya hafalan qur’an atau hafalan yang lainnya. 4. Turunnya bala’ Amr bin Murrah bercerita tentang dirinya: “Aku pernah memandang seorang perempuan yang membuatku terpesona, kemudian mataku menjadi buta. Ku harap itu menjadi kafarat penghapus dosaku.”

5. Merusak sebagian amal. 31


nasihat ••• Hudzaifah ra berkata: “Barangsiapa membayangkan bentuk tubuh perempuan di balik bajunya berarti ia telah membatalkan puasanya.”

6. Menambah lalai terhadap Allah swt dan hari akhirat. 7. Rendahnya mata yang memandang yang haram dalam pandangan syariat Islam.

‫ ((لَ ِو َّاط َل َع َأ َح ٌد‬:B ‫ َق َال َر ُس ْو ُل الل ِه‬:‫َع ْن َأبِي ُه َري ْ َر َة َق َال‬ ‫ َما‬،‫ َف َخ َذ ْف َت ُه بِ َح َصاةٍ َف َف َق ْأ َت َع ْي َن ُه‬،‫ِفي َب ْي ِت َك َولَ ْم َت ْأ َذ ْن لَ ُه‬ )‫اح)) (متفق عليه‬ ٌ ‫َك َان َع َل ْي َك ُج َن‬ Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah saw bersabda: “Jika seseorang melongok ke dalam rumahmu tanpa izinmu, lalu kau sambit dengan kerikil hingga buta matanya, tak ada dosa bagimu karenanya.” (Muttafaq ‘alaih).

Manfaat Menahan Pandangan Diantara manfaat menahan pandangan adalah: 1. Membebaskan hati dari pedihnya penyesalan, karena barangsiapa yang mengumbar pandangannya maka penyesalannya akan berlangsung lama. 2. Hati yang bercahaya dan terpancar pada tubuh terutama mata dan wajah, begitu pula sebaliknya jika seseorang mengumbar pandangannya. 3. Terbukanya pintu ilmu dan faktor-faktor untuk menguasainya karena hati yang bercahaya dan penuh konsentrasi. Imam Syafi’i berkata:

ِ ‫َش َك ْو ُت إ ىَِل َوِكيْ ٍع ُس ْوَء ِحف‬ ِ ‫فَأَ ْر َش َد يِن ىَإل َ�ت ْر ِك ال َْم َع‬, ‫ْظي‬ ‫اصي‬ ِ ‫ َوُ�ن ْوُر اهللِ الَ ُ�ي ْهـ َدي لِ َع‬, ‫َوأَ ْخَ�ب َريِن بِأَ َّن ال ِعـل َْم نُ ْـوٌر‬ ‫اصي‬

Kuadukan kepada Waki’, guruku, tentang buruknya hafalan Arahannya: “Tinggalkanlah ma’siat.” Diberitahukannya bahwa ilmu itu cahaya, Dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada pelaku maksiat.

َّ ‫ْس ُه َع ِن‬ ِ ‫الش َه َو‬ ‫ َوأَ َك َل ِم َن‬،‫ات‬ َ ‫ َوَك َّف َ�نف‬،‫بَ َص َرُه َع ِن ال َْم َحا ِرِم‬ َْ‫ح‬ ِ ‫الال‬ .‫استُ​ُه‬ َ ‫ مَْل خُْت ِط ْئ فِ َر‬-‫َل‬ “Siapa yang menyuburkan lahiriahnya dengan mengikuti sunnah, menghiasi batinnya dengan muraqabah, menundukkan pandangannya dari yang haram, menahan dirinya dari syahwat, dan memakan yang halal maka firasatnya tidak akan salah.”

5. Menjadi salah satu penyebab datangnya mahabbatullah (cinta Allah swt). Al-Hasan bin Mujahid berkata:

ُّ ‫غ‬ .ِ‫ِث ُح َّب اهلل‬ ُ ‫َض البَ َص ِر َع ْن محَ​َا ِرِم اهللِ ُ�ي ْور‬ “Menahan pandangan dari apa yang diharamkan Allah swt akan mewarisi cinta Allah”.

Faktor-faktor Penyebab Mampu Menahan Pandangan Di antara faktor yang membuat seseorang mampu menahan pandangannya adalah: 1. Hadirnya pengawasan Allah dan rasa takut akan siksa-Nya di dalam hati. 2. Menjauhkan diri dari semua penyebab mengumbar pandangan. 3. Meyakini semua bahaya mengumbar pandangan. 4. Meyakini manfaat menahan pandangan. 5. Melaksanakan pesan Rasulullah saw untuk segera memalingkan pandangan ketika melihat yang haram. 6. Memperbanyak puasa. 7. Menyalurkan keinginan melalui jalan yang halal (pernikahan). 8. Bergaul dengan orang-orang shalih dan menjauhkan diri dari persahabatan akrab dengan orang-orang yang rusak akhlaqnya. 9. Selalu merasa takut dengan su’ul khatimah ketika meninggal dunia. Semoga Allah SWT membimbing kita menjadi orang yang senantiasa menahan pandangan. 

4. Mempertajam firasat dan prediksi Syuja’ Al-Karmani berkata:

َّ ‫ َوغ‬،‫ َوبَا ِطنَ ُه بِ َد َوا ِم ال ُْم َراَ�قبَ ِة‬،‫السنَّ ِة‬ ‫َض‬ ُّ ‫َم ْن َع َم َر ظَا ِه َرُه بِاِّ�تبَ ِاع‬ 32

Al-Intima’ No.006 April - Mei 2010


nisaa

Rumah Tangga sebagai

Cermin Kepribadian Kader Dakwah Masyarakat Islam bagaikan bangunan kokoh. Usrah (keluarga) bukan saja sebagai sendi terpenting dalam bangunan tersebut, tetapi juga menjadi unsur pokok bagi eksistensi umat Islam secara keseluruhan. Oleh sebab itu, agama Islam memberikan perhatian khusus dalam masalah pembentukan keluarga ini.

P

erhatian terhadap pembentukan usrah tersebut tercermin dalam beberapa hal, yaitu: Pertama, AlQur’an menjabarkan cukup terinci tentang pembentukan keluarga ini. Ayatayat tentang pembinaan keluarga termasuk paling banyak jumlahnya dibandingkan dengan ayat-ayat yang menjelaskan masalah lain. Al-Qur’an menjelaskan tentang keutamaan menikah, perintah menikah, pergaulan suami-istri , menyusui anak, dan sebagainya. Kedua, sejak dini As-Sunah telah mengajarkan takwinul usrah yang shalihah dengan cara memilih calon mempelai yang shalihah. Rasulullah SAW bersabda, “Pilihlah tempat untuk menanam benihmu karena sesungguhnya tabiat seseorang bisa menurun ke anak”

Rasulullah SAW suami teladan Rasulullah SAW sejak masa remaja sudah terkenal sebagai orang yang bersih dan berbudi mulia. Ketika beliau menginjak umur 25 tahun menikahi Khadijah binti Khuwalid. Sejak saat itulah beliau mengarungi kehidupan rumah tangga bahagia penuh ketenteraman dan ketenangan. Rasulullah SAW sangat menghormati wanita, lebih-lebih istrinya. Beliau bersabda, “Tidaklah orang yang memuliakan wanita kecuali orang yang mulia dan tidaklah yang menghinakannya kecuali orang yang hina”. Menghormati istri adalah kewajiban suami. Al-Qur’an berkali-kali memerintahkan agar menghormati dan berbuat baik terhadap istri. Perbuatan baik ini tidak terbatas pada perlakuan sopan terhadap istri saja 33


tapi mencakup ketabahan dan kesabaran ketika menghadapi kemarahan istri sebagai kasih sayang atas kelemahannya. Rasulullah SAW menyatakan, “Wanita itu diciptakan dari tulang rusuk, bila kamu luruskan (dengan keras) maka berarti mematahkannya”. (Al-Hadits) Rasulullah SAW sangat sayang terhadap istri-istrinya. Beliau amat marah bila mendengar seorang wanita dipukul suaminya. Pernah datang seorang wanita mengadu kepada Rasulullah SAW bahwa suaminya telah memukulnya. Maka beliau berdiri seraya menolak perlakuan tersebut dengan bersabda, “Salah seorang dari kamu memukul istrinya seperti memukul seorang budak, kemudian setelah itu memeluknya kembali, apakah dia tidak merasa malu?” Beliau pernah didatangi 70 wanita dan mengadu bahwa mereka dipukuli sua-mi. Rasulullah SAW berpidato seraya berka-ta, “Demi Allah, telah banyak wanita berdatangan kepada keluarga Muhammad untuk mengadukan suaminya yang sering memukulnya. Demi Allah, mereka yang suka memukul istri tidaklah aku dapatkan sebagai orang-orang yang terbaik di antara kamu sekalian.” Rasulullah SAW merupakan contoh in-

dah dalam kehidupan rumah tangganya. Beliau sering bercanda dan bergurau dengan istri-istrinya. Dalam satu riwayat diceritakan beliau balapan lari dengan Aisyah, terkadang beliau dikalahkan dan pada hari lain beliau menang. Beliau senantiasa menegaskan pentingnya bersikap lembut dan penuh kasih sayang kepada istrinya. Kita banyak menjumpai hadits yang seirama dengan hadits berikut, “Orang mukmin yang paling sempurna adalah yang paling baik akhlaqnya dan paling lembut pada keluarganya”. Riwayat lain, “Sebaikbaik di antara kamu adalah yang paling baik pada keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku”. Di antara bukti keteladanan beliau dalam menghormati istri adalah menampakkan sikap lembut, penuh kasih sayang, tidak mengkritik hal-hal yang tak berguna dikritik, memaafkan kekeliruannya, dan memperbaiki kesalahannya dengan lembut dan sabar. Bila ada waktu senggang beliau ikut membantu istrinya dalam mengerjakan kewajiban rumah tangganya, Aisyah pernah ditanya tentang apa yang pernah dilakukan Rasulullah SAW di rumahnya. Beliau menjawab, “Rasulullah mengerjakan tugas-tugas rumah tangga,

Rasulullah SAW senantiasa menyebut-nyebut kebaikan Khadijah selama hidupnya sehingga ini pernah membuat Aisyah cemburu kepada Khadijah yang telah tiada.

34

Al-Intima’ No.006 April - Mei 2010


nisaa dan bila datang waktu shalat dia pergi shalat.” Rasulullah SAW memiliki kelapangan dada dan sikap toleran terhadap istrinya. Bila istrinya salah atau marah, beliau memahami betul jiwa seorang wanita yang sering emosional dan berontak. Beliau memahami betul bahwa rumah tangga adalah tempat yang paling layak dijadikan contoh bagi seorang da’i, yaitu rumah tangga yang penuh kecintaan dan kebahagiaan. Kehidupan rumah tangga harus dipenuhi gelak tawa ceria, kelapangan dada, dan kebahagiaan agar tidak membosankan. Bila terpaksa harus bertindak tegas, beliau lakukan itu disertai dengan kelembutan dan kerelaan. Sikap keras dan tegas untuk mengobati keburukan dalam diri wanita sedangkan kelembutan dan kasih sayang untuk mengobati kelemahan dan kelembutan dalam dirinya. Khadijah sebagai istri teladan Khadijah binti Khuwailid adalah seorang wanita bangsawan Quraisy yang kaya. Dia diberi gelar wanita suci di masa jahiliyah, juga di masa Islam. Banyak pembesar Quraisy berupaya meminangnya, akan tetapi beliau selalu menolak. Beliau pedagang yang sering menyuruh orang untuk menjualkan barang dagangannya keluar kota Mekkah. Ketika beliau mendengar kejujuran Muhammad SAW, ia menyuruh pembantunya dan meminta Muhammad menjualkan barang dagangannya ke Syam bersama budak laki-laki bernama Maisyarah. Nabi Muhammad menerima permohonan itu dengan mendapatkan keuntungan besar dalam perjalanan pertama ini. Setelah mendengar kejujuran dan kebaikan Muhammad, Khadijah tertarik dan meminta kawannya, Nafisah binti Maniyyah, untuk meminangkan Muhammad. Beliau menerima pinangan itu dan terjadilah pernikahan ketika beliau menginjak 25 tahun sedang Khadijah berumur 40 tahun. Khadijah sebagai ummul mukminin telah menyiapkan rumah tangga yang nyaman bagi Nabi SAW. Sebelum beliau

diangkat menjadi Nabi dan membantunya ketika beliau sering berkhalwat di gua Hira, Khadijah adalah wanita pertama yang beriman kepadanya ketika Nabi mengajaknya masuk Islam. Khadijah adalah sebaik-baik wanita yang mendukung Rasulullah SAW dalam melaksanakan dakwahnya baik dengan jiwa, harta, maupun keluarganya. Perikehidupannya harum semerbak wangi, penuh kebajikan, dan jiwanya sarat dengan kehalusan. Rasulullah SAW pernah menyatakan dukungan ini dengan sabdanya, ”Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang ingkar, dia membenarkanku ketika orangorang mendustakanku dan dia menolongku dengan hartanya ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa. Allah mengaruniai aku anak darinya dan mengharamkan bagiku anak dari selainnya”. (H.R. Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya) Khadijah amat setia dan taat kepada suaminya, bergaul dengannya, siap mengorbankan kesenangannya demi kesenangan suaminya dan membesarkan hati suaminya di kala merasa ketakutan setelah mendapatkan tugas kenabian. Beliau gunakan jiwa dan semua harta miliknya untuk mendukung Rasul dan kaum Muslimin. Pantaslah kalau beliau dijadikan sebagai istri teladan pendukung risalah dakwah Islamiyah. Khadijah mendampingi Nabi SAW selama seperempat abad, berbuat baik kepadanya di saat beliau gelisah, menolongnya di waktu-waktu sulit, membantunya dalam menyampaikan risalah, ikut serta merasakan penderitaan yang pahit pada saat jihad, dan menolongnya dengan jiwa dan hartanya. Rasulullah SAW senantiasa menyebutnyebut kebaikan Khadijah selama hidupnya sehingga ini pernah membuat Aisyah cemburu kepada Khadijah yang telah tiada. Dengan ketaatan dan pengorbanan yang luar biasa ini, pantas kalau Allah SWT menyampaikan salam lewat malaikat Jibril seperti yang pernah diungkapkan Rasulullah SAW dalam sebuah hadits, “Jibril datang kepada Nabi lalu berkata, wahai Rasulullah, ini Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah, 35


nisaa makanan dan minuman, apabila datang kepadamu sampaikan salam dari Tuhannya dan beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di surga, terbuat dari mutiara yang tiada suara gaduh di dalamnya dan tiada kepenatan.” (H.R Bukhari) Itulah sekelumit tentang sosok Khadijah sebagai seorang istri yang layak dijadikan teladan bagi wanita-wanita sekarang dalam mendukung suami melaksanakan kewajiban dakwah dan menyampaikan risalah Islam . Ciri-ciri rumah tangga kader dakwah 1. Sendi bangunan keluarga kader dakwah adalah taqwallah. Taqwa merupakan sendi yang kuat untuk bangunan usrah Islamiyah. Memilih istri harus sesuai dengan taujih Rasulullah, yaitu mengutamakan sisi agama. 2. Kebahagiaan rumah tangga bukanlah berdasarkan atas kesenangan materi saja tapi kebahagiaan hakiki harus muncul dari dalam jiwa berupa ketaqwaan kepada Allah SWT. Bila taqwa telah menjadi sendi utama, maka kekurangan material apapun akan menjadi ringan. Dengan taqwa akan memunculkan tsiqah antara keduanya sehingga akan melahirkan ketenteraman dan ketenangan. Dengan ketaqwaan, hubungan antara suami dan istri serta anak-anaknya akan menjadi indah karena semua akan sadar akan tanggung jawabnya dan hak-haknya. 3. Rumah yang dibangun untuk keluarga kader dakwah seharusnya sederhana, mengutamakan dharuriyyat (prioritas), mengurangi hal-hal yang tersier, dan

36

tidak ada israf. 4. Dalam masalah pakaian dan makanan hendaknya menjauhi israf, mewahmewahan, tapi justru harus menekankan masalah kesederhanaan, kebersihan, menghindari yang haram. Rumah tangga kader dakwah lebih mengutamakan memperbanyak sedekah untuk fakir dan miskin. Dalam hal makanan harus selalu halal dan baik, menjauhi yang haram dan yang syubhat 5. Dalam masalah belanja rumah tangga haruslah menjadi contoh . Dalam hal ini kita harus: a. mencari rezki yang halal dan baik serta menjauhi yang haram. Sebab, semua daging yang lahir dari barang haram maka api neraka lebih berhak untuk membakarnya. b. Perlu ada kesepakatan antara suami dan istri dalam menentukan anggaran belanja rumah tangga, untuk apa saja penggunaan anggaran tersebut. Yang jelas, pengeluaran tidak boleh melebihi penghasilan c. Mencukupkan diri dengan hal-hal yang dharuriyyat (primer) dan menjauhi hal-hal yang sifatnya kamaliyat (tersier) semampu mungkin. d. Memperhatikan hak Allah SWT seperti menunaikan zakat, menunaikan ibadah haji kalau sudah mampu. Dalam rumah tangga diutamakan bila mampu menyediakan kotak khusus untuk sedekah. Wallahu a’lam.  Sumber: Taujihat Ri’ayah Ma’nawiyah 1424 H

Al-Intima’ No.006 April - Mei 2010


37


’’kisah

Kompromi Rasulullah SAW

Rasulullah SAW kemudian mengirim delegasinya kepada Uyainah bin Hishin dan Al-Harits bin Auf Al-Murri. Kedua-duanya adalah komandan pasukan dari Ghatafan. Lewat delegasi itu beliau menawarkan 1/3 hasil panen kota Madinah, dengan syarat mereka berdua bersedia menarik pasukan meninggalkan Madinah. Terjadilah suatu perundingan damai antara beliau dengan mereka, dan akhirnya ditulislah sepucuk surat perjanjian. Namun belum sampai ditandatangani, beliau terlebih dahulu memanggil Sa’ad bin Muadz dan Sa’ad bin Ubadah. Kepada mereka Rasulullah mengemukakan rencana tersebut, dan meminta masukan mereka berdua. Berkatalah keduanya: “Ya Rasul Allah, apakah ini suatu perintah yang anda ingin supaya kami melaksanakannya, ataukah ini sesuatu yang diperintahkan 38

Allah yang mesti kami laksanakan, ataukah sesuatu yang ingin anda lakukan untuk kebaikan kami?” Rasul menjawab: “Sesungguhnya ini adalah sesuatu yang ingin saya lakukan untuk kebaikan kalian. Demi Allah, saya lakukan ini, tak lain karena saya lihat seluruh bangsa Arab telah membidikkan anak-anak panah mereka dari satu busur (maksudnya: bersatu mengeroyok), dan telah mengepung kalian dari segala penjuru. Oleh karena itu, aku ingin menghancurkan kekuatan mereka yang tertuju terhadap kalian sedapat mungkin…” Namun kaum Anshar menolak usulan tersebut, mereka lebih memilih tindakan lain yang didasarkan pada upaya meningkatkan kepercayaan diri pasukan kaum muslimin dan memperkuat ketangguhannya. Al-Intima’ No.006 April - Mei 2010


Ibnu Ishak menceritakan sebuah kisah tentang tindakan yang pernah diambil Rasulullah SAW tatkala cobaan dan situasi genting terasa semakin berat. Saat itu, menjelang perang Ahzab, bangsa Arab telah siap bersatu mengeroyok dan mengepung kaum muslimin dari segala penjuru.

Pelajaran penting

Potongan kisah berharga ini mengajarkan kepada kita beberapa hal: 1. Kisah ini menggariskan tentang keleluasaan gerak dalam perjuangan dakwah. Bagaimana seorang pemimpin harus berupaya sedapat mungkin mencari berbagai alternatif langkah sebagai upaya memperoleh kebaikan dan kemaslahatan bagi dakwah. 2. Pentingnya bertindak cepat bagi penyelamatan dakwah, meskipun boleh jadi langkah yang diambil itu bukan langkah maksimal yang menentukan, tapi— meskipun begitu—ia merupakan langkah maju dalam perjalanan menuju kemenangan. 3. Kebolehan ‘berkompromi’ dengan musuh dakwah asal tidak mengorbankan hal yang bersifat prinsip. Penawaran 1/3 hasil panen kota Madinah kepada Uyainah bin Hishin dan Al-Harits bin Auf Al-Murri, jelas-jelas merupakan bentuk kompromi, dan itu sah-sah saja dalam upaya mencari cara untuk menyerang musuh atau memporak-porandakan barisan mereka. Seandainya tindakan itu sesuatu yang terlarang atau bahkan dianggap kelemahan dan dosa, tentu Rasulullah tidak akan menjadikannya sebagai salah satu alternatif. 4. Kedudukan syuro amat penting dalam sebuah gerakan dakwah. Tentu saja hal itu dilakukan dalam hal-hal yang tidak ada ketetapan nash Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Pertanyaan Sa’ad bin Muadz dan Sa’ad bin Ubadah kepada Nabi SAW menunjukkan hal ini. Mereka sudah siap tunduk kepada usulan Nabi, jika itu memang ketetapan kenabian atau perintah dari Allah SWT. 5. Seorang pemimpin hendaknya tidak bersikap otoriter. Ia harus mau mendengar saran dan usulan dari pihak lain, termasuk dari bawahannya. Demikianlah. Semoga Allah senantiasa menerangi jalan perjuangan kita dengan lentera cahaya Al-Qur’an, sunnah, dan ilmu para salafu shalih. Amin….  39


misykat Kasih Sayang Sesama Muslim ‫ َم ْن َك َان ال َّل ُه َو َر ُسو ُل ُه َأ َح َّب إِلَ ْي ِه مِمَّا‬:‫َث َال ٌث َم ْن ُك َّن ِفي ِه َو َج َد بِ ِه َّن َح َال َو َة ا ِإل مْ َيا ِن‬ ‫ود ِفي ال ْ ُك ْف ِر َب ْع َد َأ ْن َأن ْ َق َذ ُه ال َّل ُه ِم ْن ُه‬ َ ‫ َو َأ ْن يَ ْك َر َه َأ ْن يَ ُع‬،‫ َو َأ ْن ُي ِح َّب ا مْ َل ْر َء َال ُي ِح ُّب ُه إِ َّال ل ِ َّل ِه‬،‫ِس َو ُاه َما‬ ‫َك َما يَ ْك َر ُه َأ ْن ُي ْق َذ َف ِفي ا َّلنا ِر‬

“Ada tiga hal yang apabila seseorang mendapatkan dalam dirinya, niscaya ia akan merasakan manisnya iman: hendaklah Allah dan Rasulnya lebih ia cintai daripada dirinya sendiri; hendaklah ia tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah; hendaklah ia benci kepada kekufuran seperti bencinya untuk dilemparkan ke dalam neraka setelah Allah menyelamatkannya daripadanya.” (Muttafaqun ‘Alaih)

‫ون َوا ُّلش َه َد ُاء‬ َ ‫ون ِفي َجلاَ لِي لَ ُه ْم َم َنابِ ُر ِم ْن ُنو ٍر يَ ْغ ِبطُ ُه ْم ا َّلنب ُِّي‬ َ ُّ‫ا مْ ُل َت َحاب‬

“Orang-orang yang saling mencintai karena kemuliaan-Ku (Allah) akan berada di atas mimbar dari cahaya pada hari kiamat di mana para nabi dan syuhada iri kepada mereka.” (HR at-Tirmidzi)

‫ا مْ ُل ْؤ ِم ُن ل ِ ْل ُم ْؤ ِمنِ َكال ْ ُب ْن َيا ِن يَ ُش ُّد َب ْع ُض ُه َب ْع ًضا َو َش َّب َك َب نْ َي َأ َصابِ ِع ِه‬

“Orang mukmin terhadap orang mukmin yang lain bagaikan bangunan yang sebagian menyangga sebagian yang lain.” (HR Bukhari dan Muslim)

‫ا مْ ُل ْسلِ ُم َأ ُخو ا مْ ُل ْسلِ ِم اَل يَ ْظلِ ُم ُه َو اَل ُي ْسلِ ُم ُه‬

“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain, ia tidak meremehkannya, tidak menghinakannya, dan tidak menyerahkannya (kepada musuh).” (HR Muslim)

‫َم َث ُل ا مْ ُل ْؤ ِم ِن َني ِفي َت َو ِّاد ِه ْم َو َت َر ُاح ِم ِه ْم َو َت َعاطُ ِف ِه ْم َم َث ُل جْال َ​َس ِد إِ َذا ْاش َت َكى ِم ْن ُه ُع ْض ٌو َت َد َاعى لَ ُه َسائ ِ ُر جْال َ​َس ِد بِا َّلس َه ِر َو حْال َُّمى‬

“Perumpamaan kaum Muslimin dalam cinta, kekompakan, dan kasih sayang bagaikan satu tubuh, jika salah satu anggota tubuhnya mengeluh sakit, maka seluruh anggota tubuh juga ikut menjaga dan berjaga.” (HR Bukhari)

‫ول ال َّل ِه َق َال إِ َذا لَ ِقي َت ُه َف َسلِّ ْم َع َل ْي ِه َوإِ َذا َد َع َاك َف َأ ِج ْب ُه‬ َ ‫َح ُّق ا مْ ُل ْسلِ ِم َع َلى ا مْ ُل ْسلِ ِم ِس ٌّت ِق َيل َما ُه َّن يَا َر ُس‬ ‫ات َفاتَّب ِْع ُه‬ َ ‫َوإِ َذا ْاس َت ْن َص َح َك َفان ْ َص ْح لَ ُه َوإِ َذا َع َط َس َف َح ِم َد ال َّل َه َف َس ِّم ْت ُه َوإِ َذا َم ِر َض َف ُع ْد ُه َوإِ َذا َم‬ “Hak seorang Muslim atas seorang Muslim yang lain ada enam.” Ada yang bertanya, ‘Apa saja ya Rasululllah?’ Beliau menjawab, bila kamu berjumpa dengannya ucapkan salam, jika ia mengundangmu penuhilah, jika ia meminta nasihat kepadamu nasihatilah, jika ia bersin dan memuji Allah hendaknya kamu mendoakannya, dan jika ia sakit jenguklah, dan jika ia mati antarkanlah jenazahnya….” (HR Muslim)

40

Al-Intima’ No.006 April - Mei 2010




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.