21 minute read

Budidaya Tanaman Padi Sawah di Lahan Bukaan Baru Desa

Next Article
Nganjuk

Nganjuk

BUDIDAYA TANAMAN PADI SAWAH DI LAHAN BUKAAN BARU DESA FATUBA’A KECAMATAN TASIFETO TIMUR KABUPATEN BELU-NTT

Petrus Manek

Advertisement

Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel: petrusmanek@gmail.com

ABSTRAK: Tanaman padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan sumber bahan makanan pokok sebagian besar masyarakat indonesia. Tanaman padi memerlukan banyak air untuk keberlangsungan hidupnya. Ketersediaan air baku pertanian semakin terbatas. Meningkatnya aktivitas manusia di rumah tangga menyebabkan semakin besarnya volume air limbah yang dihasilkan dari waktu ke waktu. Air limbah domestik memiliki kandungan unsur hara makro dan mikro yang bisa berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Dengan adanya budidaya tanaman padi sawah pada bukaan lahan sawah yang baru,dapat mengetahui berbagai hal maupun kendala untuk memperoleh hasil yang baik,serta pengaruh pemberian air terhadap pertumbuhan tanaman padi serta mengetahui pengaruh antara penggunaan pupuk dan tanpa pupuk pada perlakuan. terhadap pertumbuhan tanaman padi sawah (Oryza sativa L). Faktor kedua adalah penggunaan pupuk yang sesuai anjuran. Dengan penerapan ini dapat memberikan pengaruh yang optimal pada pada roduksi tanaman yang maksimal. Karena tanaman padi telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa komoditas ini telah turut mempengaruhi tatanan politik dan stabilitas nasional. Selain sebagai makanan pokok lebih dari 95% penduduk, padi juga menjadi sumber mata pencaharian sebagian besar petani di pedesaan. Perhatian khusus harus diberikan untuk meningkatkan hasil per satuan luas dengan menerapkan perbaikan teknologi dalam teknik budidaya tanaman.

Kata-kata kunci: budidaya, tanaman padi sawah

247

Budidaya tanaman padi sawah merupakan suatu usaha untuk memperoleh bahan makanan pokok, tetapi juga merupakan sumber pendapatan yang menyediakan lapangan kerja bagi sebagian besar penduduk. Peningkatan produksi tanaman padi sawah ditujukan untuk mencukupi kebutuhan pangan keluarga, meningkatkan pendapatan petani, dan mendukung kemandirian pangan. Peningkatan produksi padi di Indonesia diupayakan dengan menanam padi varitas unggul tahan wereng dan menggunakan pupuk mineral sesuai dosis anjuran, sehingga pada tahun 1984 Indonesia berhasil mencapai swasembada beras. Pada kenyataannya petani menggunakan pupuk di atas dosis anjuran atau berlebihan (high input). Akhir-akhir ini disadari bahwa masukan pupuk tinggi ini dapat merusak lingkungan (this technology have no longer sustainable and not environmentally friendly). Pencetakan sawah bukaan baru ditujukan untuk meningkatkan luas panen dan produksi padi. Teknologi yang dikembangkan adalah sistem pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan. Oleh karena itu, usaha tani pada sawah bukaan baru harus dilakukan secara tepat antara lain masukan pupuk berdasarkan hasil analisis tanah dan kebutuhan tanaman, terjangkau oleh petani, dan dengan pengolahan tanah yang intensif. Pengolahan tanah intensif pada sawah bukaan baru antara lain melalui pelumpuran.

SAWAH BUKAAN BARU

Sawah bukaan baru dapat didefinisikan dari dua aspek, yaitu dimensi waktu dan sifat tanahnya (Agus dan Prasetyo 2007). Berdasarkan dimensi waktu, sawah bukaaan baru adalah sawah

248

tersebut dicetak kurang dari 10 tahun terakhir, semenjak sawah tersebut dibuka/dicetak. Berdasarkan sifat tanah, sawah bukaan baru dicirikan oleh belum terbentuknya lapisan tapak bajak. Menurut asalnya, sawah bukaan baru dapat berasal dari lahan kering atau lahan basah.

Dalam rangka meningkatkan produksi pangan khususnya beras, banyak kendala yang dihadapi, salah satunya adalah masalah ketersediaan lahan, jumlah penduduk terus bertambah, dan fragmentasi lahan yang menyebabkan luasan lahan sawah per rumah tangga petani semakin sempit. Tekanan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian (permukiman perkotaan, infrastruktur, dan kawasan industri) terus meningkat. Beberapa alasan mengapa sawah bukaan baru dewasa ini menjadi penting dan perlu ditingkatkan hasilnya: 1. Beras merupakan sumber makanan pokok di Indonesia dan sangat strategis, baik ditinjau dari segi sosial, ekonomi, dan politik. 2. Kebutuhan akan beras terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang siknifikan. 3. Peningkatan produksi padi atau beras harus di persiapkan untuk menuju kemandirian pangan. 4. Pencetakan sawah bukaan baru dan peningkatan produksi harus dipandang sebagai sentra lumbung-lumbung beras baru untuk masa mendatang yang berorientasi pada peningkatan produksi beras nasional.

249

PENGOLAHAN TANAH

Pengolahan tanah sawah ditujukan untuk membentuk bidang datar dan berlumpur. Alat yang digunakan adalah: cangkul, bajak sapi, dan rotary hand tracktor. Ada perbedaan yang mendasar pada cara pengolahan tanah di sawah bukaan baru yang berasal dari lahan kering dengan sawah bukaan baru yang berasal dari lahan rawa. Pada sawah bukaan baru yang berasal dari lahan kering, pengolahan tanah sebaiknya dilaksanakan dengan intensif mengunakan mesin/hand tracktor. Tujuannya adalah agar dapat terbentuk struktur lumpur dengan cepat dan mempercepat terjadinya lapisan kedap (plough pan layer). Pengolahan tanah yang dianjurkan adalah (Anonymous 1997 dan Bhagat et al 1994) : 1. Pada sawah bukaan baru yang berasal dari lahan kering, pengolahan tanah terdiri atas 2x kali cangkul dan 1x garu atau tergantung pada kebiasaan setempat. 2. Pada sawah bukaan baru yang berasal dari lahan rawa, pengolahan tanah terdiri atas 2x cangkul ringan (kedalaman 15 cm) dan 1x garu. 3. Sebelum dilakukan pencangkulan atau pembajakan kondisi tanah harus basah dengan cara diairi (land soaking).

Pelumpuran Pengolahan tanah kedua pada tanah sawah atau penggaruan adalah proses penghalusan tanah, pelumpuran, meratakan permukaan tanah agar tinggi genangan air sama, dan mempermudah penanaman padi dengan cara tanam pindah (transplanting system) (Adachi, 1990 dan Anonymous, 1977). Penggaruan bisa dilakukan dengan tenaga ternak atau mesin.

250

BENIH

Untuk mendapatkan hasil panen padi sawah, baik sawah lama atau bukaan baru, diperlukan pemilihan benih padi yang unggul. Benih yang akan ditanam harus berlabel, kalau memungkinkan benih dengan kelas ES (Extension Seed) atau yang berkelas lebih tinggi lagi seperti SS (Stock Seed) dan FS (Foundation Seed). Sebelum disemai sebaiknya ada perlakuan benih (Seed treatment) seperti direndam dahulu dengan air garam untuk mendapatkan benih yang bernas atau berkualitas baik dan dicampur dengan fungisida.

PENANAMAN

Pada umumnya penanaman ada 2 cara, yaitu: Sistem pindahan atau tapin dan sistem tabur benih langsung atau tabela. 1. Sistem Pindahan atau Tapin (transplanting system)

Sistem tanam pindah umumnya dapat dilaksanakan baik pada lahan sawah bukaan baru yang berasal dari lahan kering maupun yang berasal dari lahan rawa... Kebutuhan benih pada sistem tanam pindah 25 – 30 Bibit tanaman padi siap ditanam pindahkan saat berumur antara 18 – 25 hari dengan 2-3 bibit per lubang. Penanaman bibit yang berumur lebih dari 25 hari, akan mengurangi jumlah anakan padi. Bibit dapat juga ditanam saat berumur 12 – 15 hari (tanam muda) dengan 1 – 2 bibit per lubang. 2. Sistem Tabela

Sistem tabur benih langsung (tabela) biasanya dilaksanakan pada tahun-tahun awal pencetakan sawah bukaan baru. Alasan utama petani melaksanakan sistem tabela adalah lahan belum bersih dari

251

sisa perakaran, menghemat waktu dan biaya pengerjaan, dan sulit tenaga kerja. Ada beberapa kekurangan dari cara tanam dengan sistem tabela adalah kebutuhan benih lebih banyak dan sulit melakukan penyiangan.

PENGAIRAN DAN TATA AIR

Air merupakan unsur utama dalam budi daya tanaman padi sawah. Pada sawah bukaan baru yang berasal dari lahan kering, pengairan dapat bersumber dari air sungai, check dam, dan air hujan yang ditampung di embung buatan. Pembuatan saluran irigasi diusahakan jangan terlalu dalam, sehingga air dapat diatur masuk ke petakan sawah. Menurut Anonymous 1997 dan Sukristiyonubowo et al. 2009, pengaturan tinggi genangan yang dianjurkan meliputi: 1. Saat tanam sampai tanaman berumur 21 hari setelah tanam (HST), tinggi genangan air sebaiknya macak-macak atau sekitar 1– 3 cm.

2. Setelah 21 HST, pemupukan ke dua urea dan KCl diberikan, dan dilakukan penggenangan dengan tinggi air (pounding water layer) antara 5 – 7 cm. Kondisi ini dibiarkan sampai tanaman berumur 35 atau 42 HST, saat tanaman berada dalam fase menjelang keluar bakal bunga (primordia). 3. Lalu air dibuang dan dibiarkan antara 3 – 7 hari dan setelah waktu tersebut dilakukan pemupukan urea dan KCl yang ke III, berikutnya digenangi lagi dengan tinggi air antara 5 cm sampai periode pemasakan (ripening phase) atau 15 hari menjelang

panen.

252

PEMBENAH TANAH

Pada umumnya sawah bukaan baru yang berasal dari lahan kering mempunyai kandungan bahan organik tergolong rendah, pH bersifat masam dan kandungan besi (Fe), mangan (Mn) serta Al (aluminium) tinggi. Agar dicapai efisiensi pemupukan tinggi dan produktivitas padi dapat ditingkatkan, maka tanah yang bermasalah tersebut perlu ditambahkan bahan pembenah tanah. Artinya tanah harus disehatkan terlebih dahulu melalui penambahan pembenah tanah seperti kapur dan bahan organik (kotoran hewan dan jerami) yang dikomposkan. Dosis anjuran untuk kapur dolomit sebanyak 1 –2 t/ha, dan bahan organik dalam bentuk kompos sebesar 1 – 2 t/ha. Dolomit dan kompos ini diberikan seminggu sebelum tanam dengan cara disebar merata (Sukristiyonubowo et al. 2011a, 2011b).

PEMUPUKAN

Karakteristik tanah pada sawah bukaan baru yang ber pH masam biasanya sangat miskin hara, terutama unsur hara P (fosfor), K (kalium) dan bahan organik. Penambahan unsur hara dapat dilakukan dengan memberikan pemupukan dengan mempertimbangkan ratio kebutuhan hara pada tanaman padi. Unsur hara dibagi menurut tingkat kebutuhan tanaman, yaitu: unsur hara makro primer, unsur hara makro sekunder dan unsur hara mikro. Berikut jenis unsur hara menurut tingkat kebutuhannya. 1. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman padi meliputi: Hara makro primer : N, P, dan K. Hara makro sekunder: Ca, Mg, dan S.

Hara mikro: Zn, Cu, B, dll.

253

2. Pupuk yang mengandung hara makro, adalah ; nitrogen (N) adalah urea (45 % N), ZA (N dan S). Pupuk yang mengandung unsur fosfor (P) adalah SP-18 (18 % P2O5) atau SP-36 (36 %

P2O5), dan pupuk yang mengandung unsur kalium (K) adalah

KCl (60 % K2O). Unsur Ca dan Mg dipenuhi lewat penambahan dolomit dan unsur hara S (Sulfur) dipenuhi oleh pupuk ZA atau pupuk majemuk. 3. Sumber hara N (nitrogen) lainnya adalah air hujan, jerami padi, pupuk kandang, kompos dan pupuk organik lainnya. Sumber P lainnya adalah pupuk organik, pupuk kandang dan kompos.

Untuk K dapat berasal dari jerami padi, air irigasi, dan kompos.

Pupuk yang dipasarkan dapat digolongkan menjadi 2, yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal adalah pupuk yang mengandung satu jenis unsur hara saja, misalnya urea, SP 36,

KCl. Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung dua atau lebih unsur hara dalam pupuk.

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN

Identifikasi hama dan penyakit Pengamatan hama dan penyakit sebaiknya dilaksanakan secara berkala untuk mengindentifikasi dan menduga jenis hama yang mungkin menyerang, sehingga bisa cepat melakukan tindakan pencegahan. Cara mendeteksi hama yang praktis dan mudah dilakukan adalah Pengamatan langsung lahan. Pengendalian hama dan penyakit Pencegahan dan pengendalian dilakukan sedini mungkin dengan cara identifikasi jenis hama dan penyakit tanaman. Cara ini akan lebih memudahkan dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan

254

hama dan penyakit tanaman. Tindakan pencegahan dan pemberantasan hama dan penyakit dilakukan dengan cara: 1. Mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT) dilakukan dengan menerapkan metode pengendalian hama terpadu (PHT). 2. Pemilihan jenis pestisida (insektisida dan fungisida) buatan yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat serangannya, baik jenis, konsentrasi dan waktu penyemprotannya. Hama dan penyakit tanaman padi yang umum dan menyebabkan penurunan dan mutu hasil panen antara lain: 1. Hama yang umum menyerang: penggerek batang (sundep dan beluk), walang sangit, wereng, dan tikus.Penyakit yang umum menyerang : bercak daun coklat (Brown leaf spoted), patah leher malai atau Neck blast (Pyricularia oryzae), hawar daun cendawan (Rhizoctonia sp.), hawar daun bakteri, busuk batang (Helmithosporium) dan tungro (virus) 2. Pencegahan serangan penyakit hawar daun dan hawar daun bakteri dapat dilakukan dengan pemilihan varietas padi yang resisten, memperjarang jarak tanam dan melakukan sistem pengairan intermiten dimana secara periodik lahan sawah dibiarkan dalam kondisi kering. Penyakit tersebut tidak dapat berkembang dengan baik pada kelembapan di bawah 60%.

PANEN DAN PASCAPANEN

1. Panen dilakukan ketika malai padi sudah merata menguning. 2. Ciri-ciri umum yang dapat digunakan untuk menentukan panen adalah:

255

a. Butir padi yang berwarna kuning lebih lebih dari 90%. b. Daun berwarna kuning atau mengering c. Biji padi atau gabah mengeras, sulit pecah bila ditekan dengan ibu jari, kadar air gabah kering panen berkisar 22%. d. Panen dapat dilakukan dengan menggunakan sabit e. Agar hasil panen yang diperoleh memiliki kualitas yang baik dan untuk mengurangi kehilangan hasil akibat proses pengeringan dan penyimpanan yang dilakukan. 3. Pada umumnya agar menghasilkan beras yang berkualitas tinggi, kadar air gabah dalam penyimpanan adalah 14 %. 4. Penyimpanan dapat menggunakan karung atau dalam bentuk curahan dengan alas penyimpanan yang telah diberi kayu.

Apabila sudah disimpan selama kurang lebih tiga bulan, pengeringan kembali dilakukan.

PENUTUP Simpulan

Pengelolaan sawah bukan baru, khususnya yang ber pH masam harus dilakukan dengan baik dan benar, mulai dari pengolahan tanah, penggunaan benih sampai dengan panen dan prosessing. Teknologi pengelolaan sawah bukaan baru ini dihasilkan melalui serangkaian penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian, Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia. Hasil-hasil penelitian didemplotkan sebagian telah atau disosialisasikan ke petani di beberapa daerah melalui kerjasama dengan Direktorat Jenderal Sarana dan Prasarana Pertanian. Buku yang membahas budi daya sawah bukaan baru ini

256

belum sempurna dan perlu disempurnakan lagi. Buku ini diharapkan dapat membentu petani, PPL, praktisi dan Dinas Pertanian dalam mengelola lahan sawah bukaan baru.

Saran

Diharapkan tulisan ini dapat membantu petani untuk mampu mengatasi tingkat kesuburan tanah pada lahan sawah bukaan baru. Agar petani mampu menerapkan sistem aplikasi pupuk yang tetap sesuai dosis yang di terepkan dan produksi yang di hasilkan dapat meningkat maksimal.

DAFTAR RUJUKAN

Adachi, K. 1990. Effect of rice-soil puddling on water percolation. I: 146-151. In: Proceedings of the transactions of the 14th international congress on soil science Agus, F. 2007. Pendahuluan. Hal. 1-4 dalam Agus, F., Wahyunto dan Santoso, D. (eds.). Tanah Sawah Bukaan Baru. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Departemen Pertanian.

Anbumozhi, V., E. Yamaji, and T. Tabuchi. 1998. Rice crop growth and yield as influenced by changes in ponding water depth, water regime and fertigation level. Agricultural Water Management, 37: 241-253.

Anonymous. 1977. Bercocok Tanam Padi, Palawija dan Sayur. BIMAS, Departemen Pertanian. 280 p. Anonymous. 2005. Teknologi sawah bukaan baru areal irigasi Batang Hari.

257

http://www.bbp2tp.litbang.deptan.go.id. 22 Januari 2009 Anonymous. 1997.

Bhagat, R.M., S.I. Bhuiyan, and K. Moody. 1994. Water, tillage and weed interactions in lowland tropical rice: a review. Agricultural Water Management 31: 165-184.

Bhuiyan, S.I. 1992. Water management in relation to crop production: case study on rice. Outlook Agriculture 21: 293299 BPS. 2002. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik.

Jakarta. BPS. 1993-2003. Statistik Indonesia. Biro Pusat

Statistik. Jakarta.

Prasetyo, B.H. 2007. Genesis tanah sawah bukaan baru. Hal. 2551 dalam F. Agus, Wahyunto, dan D. Santoso (eds.). Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Sukristiyonubowo dan Fadli Yaffas. 2011. Laporan Akhir Peningkatan Produksi Sawah Bukaan Baru di Kabupaten Merauke. Kerjasama Direktorat Perluasan Areal, Direktorat Jendral Pengelolaan Lahan Dan Air dengan Balai Besar Litbang Sumber daya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian. 39 halaman (Tidak dipublikasikan).

Sukristiyonubowo dan M. Husni 2012. Laporan Akhir Peningkatan Produksi Sawah Bukaan Baru Di Kabupaten Bangka Selatan. Kerjasama Direktorat Perluasan Areal, Direktorat Jendral

258

Pengelolaan Lahan Dan Air dengan Balai Besar Litbang Sumber daya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian.

Sukristiyonubowo, Fadhly Y, and A. Sofyan. 2011b. Plot Scale nitrogen balance of newly opened wetland rice at Bulungan District. International Research Journal of Agricukture science and Soil Science 1(7): 234 – 241.

259

EFISIENSI PENGGUNAAN PESTISIDA ORGANIK DARI EKSTRAK BAWANG PUTIH DAN DAUN PEPAYA DALAM MENGATASI HAMA KUTU DAUN PERSIK PADA TANAMAN CABAI DI DESA PACET KECAMATAN PACET KABUPATEN MOJOKERTO

Qorinatul Aulia

Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel : qorinaaulia78@gmail.com

ABSTRAK: Pestisida merupakan substansi sintetik yang berfungsi sebagai pembasmi hama pada tanaman yang dinilai praktis. Dampak negatif pestisida dapat berpengaruh pada lingkungan dan kesehatan manusia. Alternatif pengganti pestisida kimia adalah pestisida organik. Tanaman yang berpotensi dalam penggunaan pestisida organik adalah ekstrak bawang putih dan daun pepaya. Kandungan belerang yang tinggi, senyawa sulfur dan polisulfan pada tanaman bawang putih serta bahan aktif papain pada pepaya sangat efektif membunuh kutu daun persik pada tanaman cabai. Pestisida organik juga merupakan inovasi baru ramah lingkungan yang menjadi pendukung go green untuk pertanian organik pada Desa Pace, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto.

Kata-kata kunci: daun pepaya, ekstrak bawang putih, hama kutu daun persik, pestisida organik, tanaman cabai

Pestisida merupakan substansi kimia serta unsur lain yang difungsikan untuk mengendalikan berbagai hama. Awalnya, petani menggunakan pestisida organik dalam pembasmian hama, akan tetapi sejak ditemukannya dikloro difeniltrikloroetan (DDT) tahun 1939, penggunaan pestisida organik lambat laun beralih pada pestisida kimia. Penggunaan pestisida kimia yang tidak sesuai takaran

260

menimbulkan dampak negatif dari segi lingkungan maupun dari segi kesehatan manusia (Djojosumarto, 2008).

Pestisida kimia menjadi kunci praktis untuk mendapatkan hasil yang instan serta cepat dalam pemeliharaan tanaman. Limbah pertanian yang dihasilkan juga memiliki dampak yang sangat buruk dari penggunaan pestisida kimia yang terpapar langsung. Pestisida akan merujuk pada sasaran tertentu misalnya tanaman dan tanah yang dapat terbawa oleh gerakan air, gerakan angin atau udara. Residu pestisida juga dapt terbawa dalam rantai makanan (Untung:1991). Tanah yang terkontaminasi dengan pestisida kimia lambat laun akan kehilangan unsur hara yang terkandung. Paparan pestisida kimia yang semakin sering digunakan akan mengakibatkan hama semakin resisten. Selain itu, buah dan sayuran yang terkontaminasi pestisida kimia sangat berbahaya dan dapat mengakibatkan kanker (Astuti dan Widyastuti, 2016; Yan et al., 2018; Costa et al., 2020).

Desa Pacet berada pada ketinggian 600 mdpl yang memiliki curah hujan yang cukup tinggi tiap tahun, dengan kondisi tersebut membuat kelebaban wilayah mencapai 98% setiap musim penghujan. Hal ini menyebabkan perkembangbiakan hama penyakit semakin cepat, sehingga petani gegabah untuk memberantas hama tersebut menggunakan pestisida kimia yang di nilai praktis. Hama yang paling dominan adalah kutu daun persik, kutu ini merupakan hama yang paling merusak tanaman. Tanaman yang terinfeksi kutu daun ditandai dengan tunas muda yang sudah menggulung. Kutu daun persik juga dapat menghasilkan cairan berupa madu yang terasa manis, hal ini dapat mengundang datangnyaa semut. Dengan demikian tanaman cabai akan menghitam dan menurunkan kualitas panen.

261

Strategi alternatif untuk menanggulangi masalah tersebut dengan menerapkan sistem pertanian organik. Sistem pertanian organik dilakukan tanpa menggunakan bahan kimia baik dari pupuk ataupun pestisida. Kosep awal pertanian organik sendiri yaitu dengan memanfaatkan limbah tanaman serta kotoran hewan (Winarno,2004). Konsep ini sangat sesuai untuk Desa Pacet Kabupaten Mojokerto yang berada pada daerah pegunungan yang dekat dengan sumber air.

Salah satu pestisida alami yang memiliki efek yang sangat baik untuk membunuh hama serta penyakit adalah ekstrak dari bawang putih serta daun papaya. Menurut Ratna (2009), konsentrasi ekstrak bawang putih merupakan elemen yang paling berpengaruh terhadap kematian hama kutu daun persik (Myzus persicae Sulz) karena kandungan belerang serta sulfur yang tinggi. Penelitian Susilowati (2005), menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun papaya juga berpengaruh besar efektifitasnya sebagai insektisida tanaman cabai

Menurut Astuti dan Widyastuti (2016), pestisida organik memiliki keunggulan yang sangat mendukung proyek go green karena lebih ramah lingkungan, hama tidak akan resisten karena pestisida mengandung bahan alami serta limbah pada pestisida organik mudah terdegradasi secara alami. Kardinan dan Ruhnayat (2003), mengidentifikasi terdapat lebih dari 1500 jenis tanaman yang berdampak buruk terhadap serangga kutu daun persik. Tanaman yang potensial terinfeksi adalah cabai.

HAMA KUTU DAUN PERSIK TANAMAN CABAI

262

Meilin Araz (2014, hlm. 7-8), menyatakan jenis hama yang sangat berpengaruh merusak tanaman cabai adalah kutu daun dan trips. Kutu daun menyerang tunas tanaman muda secara bergelombol. Kutu daun dapat hidup dengan menghisap cairaan yang terdapat pada tanaman cabai yang diekstrak pada tubuhnya sehingga meneluarkan cairan manis seperti madu dan mendatangkan kumpulan semut. Hal ini menjadi faktor tanaman menghitam serta kekurangan cairan sehingga daun menjadi layu dan mati.

Kutu daun persik yang menyerang tanaman cabai merupakan jenis dari Myzus persicae. Selain menyerang dengan menghisap cairan pada daun, hama ini dapat mengundang beberapa penyakit secara tidak langsung. Hama ini dapat menjadi faktor utama pembawa virus, cairan manis yang di ekstrak dari tubuuhnya berwarna kuning kehijauan akan mengundang kumpulan semut serta cendawan yang mengakibatkan timbulnya jelaga hitam pada permukaan daun Phebiola Winawati Kwartinosa Bima (2009) Myzus persicae Sulz disebut aphis tembakau, aphis cabai dan aphis hijau. Hama ini tergolong musuh utama pada petani karena pemakan segala tanaman. Penurunan kualitas tani akan terpengaruh dari timbul atau tidaknya hama ini. hama ini akan ditemukan saat bersembunyi di bawah permukaan daun (Pracaya 2009, hlm. 96).

Kutu daun persik akan melindungi diri dengan bersembunyi pada permukaan bawah daun dan pada gulungan daun muda atau pucuk daun tanaman. Kutu daun ini akan mengakibatkan daun muda terekskresi embun jelaga (Cao et al:2018). Menurut Macedo et al. (2003), kutu daun yang menginfeksi tanaman berdampak pada penurunan kemampuan tanaman untuk proses fotosintesis. Hal

263

terserbut terjadi karena sel mesofil tertutup oleh embun jelaga sehingga cahaya matahari menuju ke kloroplas terhambat.

PENGGUNAAN PESTISIDA ORGANIK DARI EKSTRAK BAWANG PUTIH

Menurut Agnetha (2005), kandungan yang terdapat pada bawang putih yang berupa Allicin (Sulfur) yang tinggi mengakibatkan rusaknya membran sel larva yang mengakibatkan pertumbuhan larva terhambat dan berakibat larva mati. Adanya kandungan alkaloid merupakan bagian zat tumbuhan sekunder terbesar yang seringkali beracun sehingga dijadikan alternatif dalam bidang pengobatan (Harborne:1987). Kandungan lain dalam bawang putih yang mengancam kematian larva adalah flavonoid. Zat ini akan bekerja sebagai inhibitor pernafasan. Flavonoid akan merangsang untung mengganggu system metabolism energy yang terkandung dalam mitokondria dengan menghambat system pengangkutan elektron (Agnetha:2005).

Kandungan bahan aktif ekstrak bawang putih berkorelasi positif dengan peningkatan mortalitas kutu daun persik. Konsentrasi yang diduga dari konsentrat zinnia hingga 60% bawang putih, menunjukkan bahan aktif bawang putih memiliki senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, fenol hampir sama dengan bahan aktifnya pada daun pepaya. Penggunaan ekstrak bawang putih dapat mengontrol Myzus persicae. Cosmos dan Dapat digunakan sebagai pestisida alami. Iqbal Tunggu. Dll (2011) berpikir ekstrak tumbuhan dapat digunakan sebagai pencegahan pengganti pestisida sintetis kutu daun persik, aman bagi lingkungan dan manusia.

264

PENGGUNAAN PESTISIDA ORGANIK DARI EKSTRAK

DAUN PEPAYA

Menurut penelitian konno dalam julaily et al., (2013), tanaman papaya mengandung getah yang memiliki enzim sistein protase misalnya papain dan kimopapain. Dalam getah papaya juga mengandung senyawa golongan alkaloid, papain, asam amino non protein, terpenoid, dan flavonoid yang akan membasmi serangga pemakan tanaman. Kandungan kimia alami dalam tanaman papaya ini akan membasmi serangga penganggu tanpa merusak tanaman, dengan demikian pestisida ini sangat disarankan untuk perkembangbiakan tanaman.

Papain adalah enzim yang paling kuat yang diproduksi di seluruh bagian tanaman pepaya kecuali bagian biji dan akarnya. Papain merupakan suatu zat atau enzim yang dapat diperoleh dari sari tanaman pepaya dan buah papaya. Getah pohon pepaya mengandung papain hingga 10%, papain 45%, dan lisozim 20% (Winarno, 1986). Papain termasuk hidrolase yang mengkatalisis hidrolisis substrat melalui molekul air dan hidrolase berdampak pada organisme yang mengganggu tanaman seperti penolakan makanan paparan racun dan gangguan fisiologis serangga. Saponin dan alkaloid dapat menyebabkan keracunan lambung saat senyawa tersebut masuk ke dalam tubuh serangga organ pencernaan yang akan terganggu alkaloid juga dapat menghambat pertumbuhan serangga terutama 3 hormon utama pada serangga yaitu hormon otak hormon ekdison dan hormon pertumbuhan kurangnya perkembangan hormon yang dapat

265

menyebabkan kegagalan dalam metamorforsis. Flavonoid merupakan senyawa kimia dalam daun pepaya yang dapat berperan sebagai penekan pernafasan yang kuat atau racun pernafasan. Flavonoid mempunyai cara kerja yaitu masuk ke tubuh ulat melalui sistem pernafasan, yang akan menyebabkan penurunan fungsi syaraf dan merusak sistem pernafasan, serta menyebabkan ulat tidak dapat bernafas dan akhirnya mati (Robinson, 1995) . Flavonoid juga dapat menghambat pemberian makan serangga (antifeeding). Saat senyawa tersebut masuk ke dalam tubuh serangga, organ pencernaannya akan terganggu. Senyawa ini juga dapat bekerja dengan memblokir reseptor rasa di mulut serangga. Hal ini mencegah serangga memperoleh rangsangan rasa, sehingga mereka tidak dapat mengenali makanan. Akibatnya serangga tersebut mati kelaparan.

PENUTUP

Simpulan

Penggunaan pestisida organik dari ekstrak bawang putih dan daun papaya merupakan alternatif pengganti pestisida kimia untuk membasmi hama kutu daun persik pada tanaman cabai. Pada daerah Pacet, Mojokerto yang berada pada ketinggian 600 mdpl, sangat sesuai untuk mengoptimalkan pertanian organik karna berada di daerah pegunungan dekat sumber mata air. Kandungan belerang yang tinggi, senyawa sulfur dan polisulfan pada tanaman bawang putih serta bahan aktif papain pada pepaya sangat efektif membunuh kutu daun persik pada tanaman cabai. Inovasi ini sangat dibutuhkan masyarakat untuk meminimalisir dampak pestisida kimia yang mengancam kerusakan alam dan kesehatan manusia.

266

Saran

Diharapkan tulisan ini dapat memberikan gambaran pada petani di Desa Pacet, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto perihal keefektifan penggunaan pestisida alami dari ekstrak bawang putih dan daun papaya untuk membasmi hama kutu daun persik pada tanaman cabai. Penulis berharap dari gambaran perihal bahan aktif yang terkandung dari ekstrak bawang putih dan daun papaya untuk pestisida organic pengganti pestisida kimia, sebaiknya diterapkan pada Desa pacet yang berada pada daerah dataran tinggi untuk mendukung pertanian organic yang sejahtera untuk mengurangi kerusakan lingkungan daan menjaga kesehatan manusia.

DAFTAR RUJUKAN

Agnetha, A.Y. 2005. Efek Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L) sebagai Larvasida Nyamuk Aedes sp, Skirpsi, Universitas Brawijaya.

Astuti W., Catur Rini Widyastuti. 2016. Pestisida Organik Ramah Lingkungan Pembasmi Hama Tanaman Sayur. Rekayasa. 14(2) : 115-120.

BSN (Badan Standar Nasional). 2004. Sistem Pangan Organik. \My20%Documents\sni_organik.htm.

267

Cao H, Zhan-Feng Z, Xiao-Feng W, Tong-Xian L. 2018. Nutrition versus defense: Why Myzus persicae (green peach aphid) prefers and performs better on young leaves of cabbage. PLoS ONE 13(4): 196-219. (https://doi.org/10.1371/journal. pone. 0196219 diakses : 28 Januari 2021).

Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya, Agromedia pustaka, Jakarta.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalis Tumbuhan, terbitan kedua, Bandung: ITB.123129.

Iqbal, M.F., M. H. Kahloon, M. R. Nawas dan M. I. Javaid. 2011. Effektiveness of Some Botanical Ekstracts on Wheat

Aphids. Adaptive Research Farm, Gujranwala, Pakistan. The Journal of Animal & Plant Scienses, 2(1): 2011 Page 114-115. ISSN: 1018-7081.

Julaily, N., Mukarlina, dan Setyawati T. R. 2013. Pengendalian Hama pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Menggunakan Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.). Jurnal Protobiont, 2(3): 171-175.

Kardinan, A. dan Ruhnayat, A., (2003), Mimba Budidaya dan Pemanfaatannya, Jakarta: Penebar Swadaya.

268

Macedo TB, Bastos CS, Higley LG, Ostlie KR, Madhavan S. 2003. Photosynthetic response to soybean aphid (Homoptera: Aphididae) injury. J Econ Entomol 96(1): 188-193.

Meilin, Araz. (2014). Hama dan Penyakit pada Tanaman Cabai Serta Pengendaliannya. Jambi : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. (http://jambi.litbang.pertanian.go.id diakses: 24 januari 2021)

Phebiola Winawati Kwartinosa Bima (2009) Pengaruh Insektisida Nabati Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L.) terhadap Mortalitas Kutu Daun Persik (Myzus persicae Sulz) Tanaman Cabai Merah. S1 thesis, UAJY.

Pracaya. (2011). Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta : Penebar Swadaya.

Ratna, P.W.K.B. 2009. Pengaruh Insektisida Nabati Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Mortalitas Kutu Daun (Myzus persicae Sulz) Tanaman Cabai Merah. Skripsi. Fakultas Teknobiologi Program.

Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, Hal 191-216, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung.

Susilowati, Eka Yuni. 2005. Identifikasi Nikotin dari Daun Tembakau Kering dan uji Efektifitas Ekstrak Daun Tembakau sebagai Insektisida Penggerek Batang Padi.(http://lib.unses.ac.id/, diakses: 27 Januari 2021).

269

Untung, K. 1991. Dasar-dasar Pengelolaan Hama Terpadu. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Winarno, F.G. 1986. Enzim Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Winarno, F.G. 2004. Pangan Organik dan Pengembangannya di Indonesia.(http://www.kompas.com/kompascetak/0211/04/ip tek/pang30.htm, diakses : 27 Januari 2021).

270

This article is from: