17 minute read
Kediri
PENGARUH KEDALAMAN SISTEM RAWAT RATOON TERHADAP BUDIDAYA TANAMAN TEBU DI DESA POJOK KECAMATAN WATES KABUPATEN KEDIRI
Rakhmad Darmawan
Advertisement
Politeknik Pembangunan Pertanian Malang Surel : rakhmaddarmawan56@gmail.com
ABSTRAK: Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengelolaan dan pengaruh kedalaman sistem rawat ratoon pada tanaman tebu di Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri yang mana mayoritas petani 60%-70% adalah petani tebu. Pada umumnya keadaan sekarang petani tebu cenderung ekspensif terhadap pengelolaan tebu keprasan (rawat ratoon) secara berulang kali. Di mana dalam pelaksanaannya lebih ditonjolkan pada minimalisi biaya pembibitan. Keprasan tebu mampu memperbaiki pertumbuhan tebu, di mana tunas tebu dapat tumbuh banyak dan tidak mengambang diatas permukaan tanah. Sehingga perlu mengetahui kedalaman keprasan tebu yang berkualitas agar mampu memaksimalkan produksi budidaya tebu setempat. Di mana kedalaman keprasan tebu berpengaruh terhadap diameter batang umur 21 HSK (Hari Setelah Kultur) dan umur 28 HSK (Hari Setelah Kultur). Pada budidaya tebu dengan sistem rawat ratoon, potongan utuh keprasan tebu banyak dijumpai pada kedalaman keprasan 6-9 cm dan potongan pecah banyak dijumpai pada kedalaman 0-3 cm, sedangkan pada kedalaman 3-6 cm banyak dijumpai tunggul yang terbongkar.
Kata-kata kunci : budidaya tanaman tebu, Desa Pojok Kecamatan Wates Kabupaten Kediri, sistem rawat ratoon
Tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman perkebunan yang ditanam sebagai penghasil gula yang menjadi salah satu sumber karbohidrat. Tanaman ini sangat dibutuhkan yang kebutuhannya setiap tahun semakin meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat juga. Tebu merupakan sumber
288
pemanis utama di dunia, hampir 70 % sumber bahan pemanis berasal dari tebu sedangkan sisanya berasal dari bit gula (M.Maulana Rasyid Lubis, 2015:215). Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan yang memiliki umur tanaman lebih kurang 1 tahun untuk dipanen dan hanya tumbuh di daerah yang memiliki iklim tropis. Di Indonesia, pulau Jawa dan Sumatera adalah wilayah yang banyak membudidayakan tanaman tebu (Ganjar Andaka, 2011:181). Di mana tebu cocok dibudidayakan pada daerah yang memiliki ketinggian tanah sekitar 0 sampai 900 meter diatas permukaan air laut dan curah hujan rata-rata 2000 mm/tahun. Secara morfologi, tanaman tebu dibagi menjadi empat bagian, yaitu bunga, akar, batang dan daun. Bunga tebu merupakan bunga majemuk yang berbentuk terurai di puncak sebuah poros gelagah, dan memiliki akar berbentuk serabut (Anonim dalam Ade Apriliani 2010:24). Tebu memiliki batang tinggi kurus, tumbuh tegak dan tidak bercabang, serta terdiri dari banyak ruas yang setiap ruasnya dibatasi oleh buku – buku, dengan ruas –ruas yang panjang masing - masingnya 10-30 cm. Pada umumnya tinggi batang tanaman tebu bisa mencapai 5 meter bahkan lebih. Kulit batang tebu keras dan memiliki warna bervariasi yaitu ada hijau, kuning, ungu, merah tua atau bahkan kombinasi dari warna – warna tersebut. Bentuk daun tebu berwujud helaian dengan pelepah dan memiliki panjang dapat mencapai 1-2 meter dan lebar 4-8 centimeter, dengan permukaan kasar berbulu. Berdasarkan data dari Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian Indonesia (PUSDATIN) 2016, di Indonesia daerah yang menjadi sentra produksi tebu yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Jawa Timur
289
menjadi peringkat pertama dalam pemasok gula Indonesia yang mampu berkontribusi sebesar 65,21% dari total produksi gula di Indonesia. Daerah Kediri termasuk sentra penyumbang tanaman tebu di Jawa Timur yang terbesar kedua setelah Malang. Dengan dibuktikan pada produksi tebu di Kediri sebesar 13,05 % dari total produksi gula di jawa Timur dan Malang sebesar 26,48% dari total produksi gula di Jawa Timur (PUSDATIN, 2016). Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Kediri menyatakan Kecamatan Wates menempati posisi pertama dalam produksi gula dengan luas areal tanaman tebu 3.275.84 Ha dengan produksi gula mencapai 360.465.60 Ton. Dan di Desa Pojok luas tanah yang ada seluas 752,23 Ha dengan rincian lahan sawah 185,00 Ha, tegal 291,23 Ha dan pekarangan 276,00 Ha (Data BPP Kecamataan wates, diakses 18 Januari 2021). Dengan lahan areal yang begitu luas maka perlu adanya sistem pengelolaan dan penanaman tebu yang dapat mempertahankan hasil produksi tiap tahunnya.
BUDIDAYA TANAMAN TEBU DESA POJOK KECAMATAN WATES KABUPATEN KEDIRI
Tanaman tebu (Saccharum officinarum) termasuk dalam jenis rumput-rumputan (family graminae) yang dapat tumbuh di berbagai kondisi tanah dan iklim. Menurut Notojoewono dalam Rahmawati (1994), tebu semula dikatakan berasal dari India di sekitar Sungai Gangga dan ada lagi yang mengatakan dari Kepulauan Pasifik Selatan atau Irian. Tanaman tebu memiliki fase pertumbuhan yaitu pada umur 3 sampai 8 bulan dan fase pemasakan pada umur 9 sampai
290
12 bulan yang ditandai dengan tebu mengeras dan berubah warna menjadi kuning pucat (Widiyoutomo, 1983). Berikut cara pembudidayaan tanaman tebu. 1. Syarat Tumbuh Tanaman Tebu a. Kesesuaian Iklim
Tanaman tebu dapat tumbuh di daerah tropik beriklim panas dan daerah subtropik yang memiliki iklim sedang, yaitu antara 35oLS dan 39o LU. Adapun unsur – unsur penting iklim bagi pertumbuhan tanaman tebu, yaitu sinar matahari, curah hujan, angin, suhu, dan kelembaban udara. b. Sinar Matahari
Radiasi dari sinar matahari sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman tebu dan penting dalam proses fotosintesis yang menghasilkan gula. Hal ini cuaca yang berawan pada siang maupun malam hari dapat menghambat pembentukan gula. Pada siang hari, cuaca berawan menghambat proses fotosintesis, sedangkan pada malam hari menyebabkan naiknya suhu yang bisa mengurangi akumulasi gula karena meningkatnya proses pernafasan. c. Curah Hujan
Berdasarkan kebutuhan air pada setiap fase pertumbuhannya, maka secara ideal curah hujan yang diperlukan adalah 200 mm per bulan selama 5 – 6 bulan berturutan, 2 bulan transisi dengan curah hujan 125 mm per bulan, dan 4 – 5 bulan berturutan dengan curah hujan kurang dari 75 mm tiap bulannya. d. Angin
291
Angin dengan kecepatan kurang dari 10 km/jam adalah baik bagi pertumbuhan tebu karena dapat menurunkan suhu dan kadar CO2 di sekitar tajuk tebu sehingga fotosintesis tetap berlangsung dengan baik. Kecepatan angin yang lebih dari 10 km/jam dan disertai hujan lebat dapat menyebabkan tanaman tebu yang sudah tinggi roboh. e. Suhu
Suhu dapat mempengaruhi pertumbuhan menebal dan memanjang tanaman tebu. Suhu optimal untuk pertumbuhan tebu berkisar antara 24 – 30 oC.
f. Kelembaban Udara
Kelembaban udara tidak banyak berpengaruh pada pertumbuhan tebu asalkan kadar air cukup tersedia di dalam tanah, optimumnya kurang dari 80%. g. Kesesuaian Lahan Tanah yang baik untuk tanaman tebu yaitu tanah dengan solum dalam (>60 cm), lempung (baik yang berpasir dan lempung liat). Derajat keasaman (pH) tanah berkisar antara 5,5 – 7,0 merupakan pH paling sesuai untuk pertumbuhan tebu. Tanah dengan pH di bawah 5,5 kurang baik bagi tanaman tebu karena dengan keadaan lingkungan tersebut sistem perakaran tidak dapat menyerap air maupun unsur hara dengan baik, sedangkan tanah dengan pH tinggi (di atas 7,0) sering mengalami kekurangan unsur
P karena mengendap sebagai kapur fosfat, dan tanaman tebu akan mengalami “chlorosis” daunnya, karena unsur Fe yang diperlukan untuk pembentukan daun tidak cukup tersedia. 2. Persiapan Lahan Budidaya Tebu
292
Sebelum budidaya tebu dilakukan, lahan harus dipersiapkan. Pastikan tanah sudah memenuhi syarat pertumbuhan dengan pH antara 5,7-7. Prinsip dalam lahan budidaya tanaman tebu yaitu membuat got-got untuk pembuangan dan penampungan air. Di mana hal ini lebih tepat untuk kriteria lahan sawah. Langkah awalnya adalah membolak-balikkan tanah dengan cara pembajakan agar gembur dan udara dapat masuk dengan baik. Kemudian membuat parit atau got agar pembuangan air dapat lancar. 3. Persiapan Bibit
Untuk menghasilkan rendemen yang tinggi, perlu adanya kriteria bibit yang harus memiliki mutu baik. Bibit tebu yang baik yaitu memiliki daya tumbuh 90%, tingkat kemurnian >95%, batang dalam kondisi sehat dan normal sesuai varietas. Berikut macam-macam bibit
tebu, yaitu: a. Rayungan, bibit yang mata tunasnya telah tumbuh. Cocok untuk perairan yang cukup b. Bagal, bibit yang mata tunasnya belum tumbuh. Cocok ditanam di lahan sawah maupun tegalan c. Lonjoran, bibit yang belum dipotong-potong menjadi stek d. Beberan, bibit bagal yang disemaikan terlebih dahulu sampai keluar tunasnya e. Bibit pucuk, bibit yang diambil dari ujung batang dengan 2-3
ruas.
4. Penanaman
Setelah persiapan bibit tebu sudah ada dan siap tanam, sebaiknya perlu menentukan waktu tanam terlebih dahulu. Di mana bulan Mei, Juni, dan Juli adalah waktu tanam yang tepat dalam budidaya tebu. Hal ini disebabkan
293
karena umur tebu sekitar 12 bulan bertepatan dengan tahun berikutnya dimana pabrik gula sedang giling. Bibit yang sudah siap tanam harus diletakkan sesuai dengan jenisnya. Jika menanam bibit berupa rayungan, maka saat penanaman bibit harus diletakkan dengan posisi miring. Selain bibit rayungan, diletakkan dalam posisi mendatar dengan mata tunas di samping. Kemudian, bibit ditutup tanah agar tidak bergeser. 5. Pemeliharaan Budidaya Tebu
Adapun pemeliharaan yang harus diperhatikan untuk mendukung pertumbuhan tebu, yaitu : a. Penyulaman
Penyulaman pertama yaitu saat bibit tebu yang berumur 1 minggu setelah tanam dan tidak tumbuh atau mati, maka harus diganti dengan bibit baru. Penyulaman kedua dapat dilakukan pada waktu 4 minggu setelah penyulaman pertama. b. Pemberian air
Tanaman tebu memerlukan air yang cukup pada masa pertumbuhannya selama 4-5 bulan. Setelah umur 5 bulan, tebu semakin sedikit air yang akan dibutuhkan. 1) Penyiraman dilakukan setiap 3 hari sekali sampai tanaman berumur 2 minggu. Kemudia penyiraman menjadi 2 kali seminggu, saat tanaman tebu mencapai 2-4 minggu. 2) Waktu tanaman berumur 4-6 minggu, penyiraman dilakukan seminggu sekali. Terakhir, umur 6-16 minggu, penyiramannya menjadi sebulan sekali. 3) Jika waktu tanamnya sekitar bulan Juni, maka bertepatan setelah 16 minggunya, sudah masuk musim penghujan sehingga tidak perlu melakukan penyiraman lagi. c. Pemeliharaan Got
294
Tujuan tahap ini yaitu untuk menjaga drainase tetap baik. Pemeliharaannya berupa pembersihan got, perbaikan dinding got yang rusak dan pendalaman got. d. Pembumbunan
Pembumbunan yaitu penimbunan tanah pada tiap lubang tanam yang telah dibuat. 1. Pembumbunan dilakukan 4 kali yaitu pada saat umur 1 bulan, 2,5 bulan dan umur 3-3,5 bulan 2. Pembumbunan terakhir yaitu pada saat tanaman umur 4-5 bulan. Pembumbunan harus dilakukan untuk menjaga bagian batang bawah sampai akar tetap kuat menopang tanaman tebu yang semakin tinggi. e. Pemupukan
Ada 4 hal penting yang harus diperhatikan dalam pemupukan agar tanaman tebu, yaitu: 1. Jenis pupuk, dosis pupuk, waktu pemupukan, dan cara pemupukan harus dilakukan secara tepat. 2. Pupuk yang digunakan harus mengandung unsur N, P, dan K. unsur N bisa diperoleh dari pupuk ZA dan urea. Unsur P didapat dari pupuk TSP dan unsur K bisa diperoleh dari pupuk KCl dan
ZK.
3. Untuk pupuk TSP, sebaiknya diberikan sebelum penanaman.
Caranya dengan membuat lubang pupuk yang kedalamannya sama dengan jarak tanaman tebu. Misal, 10 cm lubang untuk pupuk, maka jarak pemberian pupuk harus 10 cm dari tanaman. 4. Dosis pupuk harus memperhatikan aturan yang ada di kemasan atau aturan wadahnya. f. Penyiangan
295
Penyiangan yang dimaksud adlah pembersihan gulma yang dapat dilakukan dengan tenaga manusia dan bahan kimia. Apabila menggunakan tenaga manusia, pembersihan gulma harus 4 kali dengan selang waktu 3 minggu setelah tanam, dan bahan kimia yang dipakai adalah herbisida dengan komposisi Diuron 3 kg atau Gesapax 3 kg dan ditambahkan 2,4-D Garam Amida 1,5 liter yang kemudian dilarutkan dalam 1 liter air. Itu adalah dosis untuk
kebutuhan 1 ha. Penyiangan tidak hanya pembersihan gulma, tetapi juga pengelupasan daun kering yang disebut klentek. Pengklentekan dilakukan agar menurunkan kelembaban dan meringankan beban tanaman sehingga tanaman tidak roboh. g. Hama dan Penyakit
Hama merupakan hewan pengganggu tanaman dengan cara memakan bagian tanaman atau dengan cara menghisapnya. Dengan menanam varietas tebu tahan lama, kebersihan kebun terjamin, dan rotasi tanaman, maka tebu akan terhindar dari hama yang ada. Sedangkan penyakit merupakan gangguan yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan disebabkan oleh mikroorganisme yang merugikan. Cara mencegahnya yaitu dengan memilih bibit yang sehat, sterilisasi pisau pemotong bibit, menanam varietas tebu tahan penyakit, dan jika perlu pemberian nematisida waktu pengolahan lahan. Jika tanaman tebu terlanjur terkena penyakit, maka potong bagian ataupun seluruh tanaman kemudian dibakar agar tidak menulari tanaman tebu lainnya. 6. Pemanenan
Proses pemanenan biasanya dilakukan saat memasuki bulan kering yaitu sekitar bulan 4 sampai bulan 10. Untuk memanen tebu,
296
kita dapat menggali dan mengeluarkan tanah di sekitar tanaman tebu dengan kedalaman sekitar 20 cm. Jika ingin menanam tebu kembali, maka sisakan 3 ruas pada bagian batang tebu. Jika tidak, maka dapat mencabutnya sampai bagian akar. Saat memanen, buang bagian pucuk dari tanaman tebu dan ikat batang-batang tebu yang dipanen menjadi satu (biasanya sekitar 20-30 batang). Dengan langkah budidaya tanaman tebu seperti di atas, adapun sistem pengelolaan produksi usaha tanaman tebu di Indonesia pada umumnya terdapat tiga model, yaitu: 1. Milik pemerintah, dalam hal ini milik BUMN (Badan Usaha
Milik Negara) yang dikelola oleh PTPN (PT 13 Perkebunan
Nusantara) yang dibentuk dalam Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1996 Tanggal 14 Februari 1996. 2. TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi), yaitu progam intensifikasi penanaman tebu dalam rangka menunjang industri gula Indonesia yang dilakukan melalui Intruksi Prediden No. 9 tahun 1975.
Model seperti ini adalah bentuk kerjasama anatara petani dengan pabrik, dimana kebutuhan petani seperti, pupuk dan pestisida dipinjami oleh pabrik terlebih dahulu. Namun dengan kesepakatan harus menjual tebu ke pabrik tersebut. 3. Milik petani sendiri, model seperti ini umumnya seluruh unsur pengelolaan ditanggung oleh petani sendiri. Baik tanah, bibit, pupuk, pestisida dan keperluan yang lain. Sistem pengelolaan produksi tanaman tebu yang terjadi di Desa Pojok Kecamatan Wates mayoritas yaitu sistem pengelolaan tanaman tebu dilakukan oleh pemilik tanah sendiri, kemudian dapat juga dilakukan oleh penyewa lahan. Yang mana dikerjakan oleh para
297
pekerja maupun petani sendiri secara bebas dengan proses pengelolaan tanaman tebu mulai dari proses budidaya dan penjualannya. Di dalam proses budidaya tanaman tebu secara garis besar dibagi menjadi 2 cara yaitu budidaya tanaman tebu baru (Plant Cane) dan budidaya tanaman tebu keprasan (Ratoon Cane) (Khaerudin dalam Wahyu K Sugandi. dkk, 2016:257). Secara historis Kabupaten Kediri merupakan daerah tebu, yang mana mampu menggambarkan sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai seorang petani tebu. Khususnya di Desa Pojok Kecamatan wates hampir 80% masyarakatnya adalah petani tebu. Sehingga tebu menjadi penopang hidup di masyarakat. Dengan luasnya areal sawah dan tegal yang ditanami tebu, di Kediri terdapat banyak pabrik gula mulai dari gula pasir hingga gula jawa/ gula merah sebagai penunjang usaha tani masyarakatnya. Selain itu petani juga tidak ketinggalan dengan sistem dan teknik dalam budidaya tanaman tebu yang semakin praktis dan modern yaitu dengan penerapan sistem rawat ratoon pada tanaman tebu. Keadaan petani tebu di Kabupaten Kediri khususnya di Desa Pojok Kecamatan Wates ini mayoritas petaninya lebih menerapkan sistem rawat ratoon dalam budidaya tanaman tebunya. Dengan sistem rawat ratoon ini dirasa lebih praktis dan petani lebih berhemat dalam pengeluaran pada saat penanaman bibit. Hal ini karena petani tidak perlu untuk mengeluarkan uang untuk membeli bibit tebu baru. Pada dasarnya sistem rawat ratoon ini memanfaatkan dan mengolah tunggul tebu yang ada agar dapat tumbuh tunas yang banyak. Sehingga dengan teknik pengeprasan/rawat ratoon yang baik dan berkualitas akan menghasilkan tanaman tebu yang lebih banyak dan melimpah.
298
PENGARUH KEDALAMAN SISTEM RAWAT RATOON
Tanaman tebu dengan sistem rawat ratoon (tebu keprasan) adalah tanaman tebu yang bibitnya berasal dari sisa tanaman yang telah dipanen sebelumnya, di mana tunggul-tunggul tabu dipelihara kembali hingga menghasilkan tunas baru yang akan tumbuh menjadi tanaman tebu selanjutnya. Dengan rawat ratoon ini pertumbuhan tunas dari rumpun tebu akan lebih banyak sehingga dapat meningkatkan produktivitas, serta mampu memberikan keuntungan lebih bagi para petani yaitu dapat menghemat biaya benih karena petani tidak perlu membeli bibit baru dan menghemat biaya pengolahan tanah. Namun pada keadaan sekarang, di mana sistem keprasan ini dipraktekkan lebih dari yang direkomendasikan sehingga menyebabkan penurunan produksi dan kualitas tebu. Budidaya tebu dengan sistem rawat ratoon yaitu dilakukan pengeprasan dengan memotong sisa batang tebu yang masih di dalam permukaan tanah dengan menggunakan cangkul atau arit. Kemudian dalam pengeprasan agar tunggul/bekas tanaman tebu tidak mudah terbongkar maka sebaiknya lahan diairi terlebih dahulu. Semua tanaman tebu harus dikepras walaupun terdapat tunas yang sudah tumbuh, hal ini dilakuan agar umur tanaman seragam, karena jika ada tunas yang dibiarkan tumbuh maka akan memiliki tingkat kematangan yang berbeda-beda sehingga susah menentukan waktu tebang yang tepat. Dalam perawatannya tanaman tebu sistem rawat ratoon sama halnya dengan pembibitan tanaman baru. Namun, pada sistem rawat ratoon tebu ada proses pemotongan akar atau sering disebut dengan
299
pedot oyot berguna untuk merangsang pertumbuhan akar baru. Akar baru lebih efektif dalam penyerapan unsur hara dari pada akar yang lama, karena akar baru haus akan makanan sehingga dapat mempercepat penyerapan unsur hara dalam proses pertumbuhannya. Pemotongan akar dilakukan dengan mencangkul kedua sisi juringan yang bermanfaat untuk merangsang pertumbuhan akar baru dan menggemburkan tanah, sehingga akar lama akan menjadi bahan organik bagi tanah. Setelah dilakukan proses tersebut, proses perawatan selanjutnya sama dengan tanaman tebu baru, yaitu penyulaman, pemberian air, pemeliharaan got, pembumbunan, pemupukan, dan penyiangan. Keberadaan pertanaman tebu pada saat ini didominasi dengan sistem rawat ratoon yang terus berulang kali dan memiliki kecenderungan produktivitas yang menurun seiring dengan bertambahnya periode ratoon. Pada umumnya sistem rawat ratoon tanaman tebu ini hanya dianjurkan pada 3-4 kali pengulangan, dan setelahnya menggunakan pembibitan baru lagi. Di mana pernanaman tebu dengan sistem rawat ratoon yang diusahakan terus menerus akan mengalami penurunan kandungan bahan organik tanah sampai dengan 50%, karena seiring bertambahnya periode akan semakin banyak penggunaan pupuk kimia untuk mempertahankan hasil produksi. Selain itu menurut Lisyanto (2007:76) masalah yang timbul yaitu pada perlakuan keprasan tebu dengan cara manual adalah masalah ketersedian tenaga kerja untuk pengolahan lahan tebu yang semakin sedikit dari tahun ke tahun yang menimbulkan persoalan lain yaitu rendahnya keseragaman atau kualitas hasil pengeprasan.
300
Menurut Sutardjo dalam Arzal Bili. dkk (2016:995), untuk mencapai hasil keprasan yang baik maka kedalaman kepras sangat penting untuk diperhatikan agar tunas tanaman tebu yang tumbuh tidak mengambang diatas permukaan tanah. Jika kedalam keprasan ini tidak tepat maka tebu akan mengambang dan dapat berpeluang besar tebu akan roboh ketika sudah tumbuh besar, selain itu kedalaman keprasan yang tidak tepat juga dapat membuat tunggul tebu bisa terbongkar dan akan mengakibatkan tebu tidak tumbuh. Tebu keparsan memiliki pertumbuhan pangkal tebu yang terdapat di bawah permukaan tanah setelah penebangan. Pada pangkal batang tebu memiliki ruas batang yang semakin pendek dan meruncing dengan cepat. Mata tunas yang terdapat pada pangkal batang pertama tumbuh menjadi batang kedua dan mata tunas pada pangkal batang kedua berkembang menjadi batang ketiga. Pertumbuhan tersebut berlangsung berurutan terus-menerus dan memiliki posisi selangseling sesuai dengan posisi mata tunas pada pangkal batang tebu. Penelitian Koswara dalam Arzal Bili. dkk (2016:996), menyatakan kedalaman keprasan memiliki pengaruh terhadap jumlah tunas yang dihasilkan. Dengan kedalaman keprasan 6 dan 9 cm mampu menghasilkan jumlah tunas yang nyata lebih banyak dibandingkan dengan kedalaman kepras 0 dan 3 cm pada umur 4 bulan. Di mana kedalaman kepras 6 dan 9 cm mampu menghasilkan rata-rata 15,99 dan 15,95 tunas permeter juring, sedangkan pada kedalaman kepras 0 dan 3 cm hanya menghasilkan 14,28 dan 14,72 tunas permeter juringnya. Sedangkan perbedaan diameter batang dan tinggi tunas tebu hanya tampak berbeda pada awal pertumbuhan.
301
PENUTUP
Simpulan
Di Desa Pojok Kecamatan Wates Kabupaten Kediri yang termasuk daerah tebu memiliki sistem pengelolaan tebu yang mayoritas tebu milik petani sendiri dengan seluruh unsur pengelolaan ditanggung oleh petani sendiri. Selain itu juga petaninya menerapkan sistem rawat ratoon (tebu keprasan) dalam budidaya tanaman tebu, karena lebih praktis dan dapat menghemat biaya produksi. Dalam sistem rawat ratoon ini kedalaman dari keprasan memiliki pengaruh terhadap jumlah tunas yang dihasilkan. Kedalaman keprasan 6 dan 9 cm ini mampu menghasilkan jumlah tunas lebih banyak dengan ratarata 15,99 dan 15,95 tunas permeter juring, dibandingkan dengan kedalaman kepras 0 dan 3 cm yang hanya menghasilkan rata-rata 14,28 dan 14,72 tunas permeter juring.
Saran
Diharapkan tulisan ini dapat memberikan informasi bagi petani guna dalam pengelolaan tanaman tebu dengan sistem keprasan (Rawat Ratoon). Penulis berharap apa yang ditulis di atas merupakan bentuk pemikiran yang belum sepenuhnya mengalami uji coba. Atas dasar itu, pemikiran yang telah ditulis diharapkan dapat menambah pengetahuan petani untuk lebih meningkatkan ketarmpilan dalam mengelola lahan pertaniannya.
DAFTAR RUJUKAN
Apriliani, Ade. 2010. “Pemanfaatan Arang Ampas Tebu Sebagai Adsorben Ion Logam Cd, Cr, Cu, dan Pb dalam Air Limbah”.
302
Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi, Kimia, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Arzal Bili, Syafriandi, dan Mustaqimah. 2016. Pengaruh Kedalaman Keprasan Tebu dengan Menggunakan Mesin Kepras Traktor Roda Dua Terhadap Kualitas Keprasan dan Pertumbuhan Tunas. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah, 1 (1): 995-1001.
BPP Kecamatan Wates. 2020. Programa Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Wates 2020. Kediri: BPP Kecamatan
Wates.
BPS Provinsi Jawa Timur. 2018. Luas Areal Perkebunan Tebu di
Jawa Timur (Ha), 2006- 2017 (https://jatim.bps.go.id/statictable/2018/11/12/1396/luasareal-perkebunan-tebu-di-jawa-timur-ha-2006-2017.html , diakses:17 Januari 2021).
Ganjar Andaka. 2011. Hidrolisis Ampas Tebu Menjadi Furfural dengan Katalisator Asam Sulfat. Jurnal Teknologi, 4 (2): 180188.
Ir. Sitty Ahra. 2019. Teknik Budidaya Tebu (http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/89479/TeknikBudidaya-Tebu/ , diakses:18 Januari 2021).
Lisyanto dkk. 2007. Mekanisme dan Torsi Pengeprasan Tunggul Tebu Menggunakan Pisau Bajak Piring Yang diPutar. Jurnal Keteknikan Pertanian, 21 (1): 75-88.
303
M. Maulana Rasyid Lubis, Lisa Mawarni dan Yusuf Husni. 2015. Respons Pertumbuhan Tebu (Sacharum officinarum L.) terhadap Pengolahan Tanah pada Dua Kondisi Drainase. Jurnal Online Agroekoteknologi, 3 (1): 214-220.
Pusdatin, Kementan. 2016. Statistik Pertanian. Jakarta: Pusdatin Kementan RI.
Rahmawati, G. 1994. Analisis Tebu Tertinggal di Kebun pada Pabrik Gula Subang, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. 122 hal.
Wahyu K Sugandi, Radite P A Setiawan, dan Wawan Hermawan. 2016. Kinerja Unit Pemotong Serasah Tebu Tipe Reel. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, 4 (2): 256-263.
Widiyoutomo. 1983. Sarana Transportasi Tebu dalam Majalah Gula Indonesia Vol. lX Maret. 1983.
304