Journey 96.04 Bena Nage

Page 1

bena.nage 1996.2004





Bena Nage Dua kampung ini sama-sama terletak di kabupaten Ngadha, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pulau Flores. Keduanya merupakan kampung adat yang dihuni oleh etnis Ngada (salah satu etnis tertua di Flores). Secara peletakan massa dan bentuk kampung cukup mirip satu dengan yang lain, yaitu deretan rumah saling berhadapan yang disatukan oleh sebuah ruang terbuka di tengah-tengah. Dilihat dari kondisi geografis, keduanya berada di kawasan dataran tinggi yang diapit oleh pegunungan. Penduduk etnis Ngadha percaya bahwa mereka adalah anak alam. Di kedua sisi kampung terdapat 2 gunung, yaitu Inerie dan Surulaki. Menurut mitos setempat, kedua gunung ini merupakan orang tua mereka.



Dalam keyakinan etnis Ngada mereka percaya setiap benda berwujud mempunyai jiwa. Termasuk rumah sebagai tempat mereka tinggal. Mereka memanusiakan rumah. Setiap rumah dianggap sebagai satu jiwa yang juga merupakan bagian dari alam. Sesungguhnya yang dimaksud dengan rumah adat bagi etnis Ngada adalah sebuah ruang kecil tempat mereka melakukan aktivitas utama seharihari di dalam rumah seperti makan, memasak, berkumpul dengan keluarga dan istirahat. Rumah ini disebut dengan One yang secara fisik berbentuk persegi dengan masing-masing sisi terdiri atas 7 bilah papan. One hanya boleh dimasuki oleh pemilik rumah dan anggota keluarga inti. Untuk masuk ke dalam One, terdapat sebuah tangga yang dipasang pada tahap terakhir pembangunan rumah adat. Setelah tangga ini dipasang, dianggap rumah adat sudah siap dihuni. Di setiap bagian dari One biasanya dihiasi ukir-ukiran dengan makna khusus.


Di sisi luar One, merupakan teras dalam yang disebut dengan Teda One dimana kerabat dan tamu diterima di bagian ruang ini. Sedangkan untuk aktivitas siang hari, mereka menggunakan teras luar yang berbatasan langsung dengan ruang kampung. Selain untuk menenun kain adat seharihari, mereka menggunakan ruang yang disebut Teda Wawa ini ketika berlangsung acara bersama yang melibatkan seluruh warga kampung. Dari perbedaan ketinggian lantai dan derajat keterbukaan ruang, terlihat bahwa One terletak pada hierarki tertinggi. Pemilik rumah berkuasa di dalamnya. Rumah adat juga dianggap sebagai perwakilan si kepala keluarga. Warga lain tidak bisa sembarangan memasuki rumah adat, demi penghormatan terhadap kepala keluarga.



Bagi etnis Ngada Tuhan menciptakan seorang pria dan wanita untuk hidup berpasangan dan menjadi satu keluarga. Mereka menganggap rumah yang mempunyai jiwa juga perlu pendamping. Oleh sebab itu, mereka membangun sebuah rumah induk yang disebut Sakapu'u dan Sakalobo. Rumah induk ini dapat dibedakan dari rumah adat lain dari ornamen yang terletak di bagian wuwungan atap. Untuk Sakapu'u yang mewakili klan wanita di wuwungan atap terdapat miniatur rumah adat. Sedangkan pada Sakalobo yang mewakili klan pria terdapat ornamen boneka orang-orangan. Dilihat dari dimensi rumah induk ukuran Sakapu'u biasanya lebih besar dibanding Sakalobo. Hal ini menunjukkan adanya sistem Matrilineal.




Salah satu hal yang menarik di kedua kampung ini adalah adanya sebuah ruang terbuka di tengah kampung. Ruang tengah kampung ini diapit oleh deretan massa rumah adat. Setiap rumah adat berorientasi ke ruang tengah membentuk suatu bentuk kampung linear. Hal ini memperlihatkan kesetaraan satu dengan yang lain. Di ruang tengah ini terletak ornamen simbol pasangan pria dan wanita berupa Ngadhu dan Bhaga. Ngadhu berbentuk payung (biasanya terdapat senjata di bagian payung). Bila dilihat dari posisinya Ngadhu selalu berada di depan Bhaga. Simbol ini melambangkan seorang pria yang wajib menjaga dan melindungi wanita. Bhaga berbentuk rumah adat dengan ukuran lebih kecil dengan bukaan di sisi muka. Simbol ini melambangkan seorang wanita yang berperan di dalam kehidupan rumah tangga.



Di depan Ngadhu terdapat sebuah batu yang disebut Peo. Selain itu, di ruang tengah juga terletak batu megalit yang merupakan makam dari warga kampung yang telah meninggal. Walaupun mereka sudah meninggal, namun oleh warga kampung dianggap mereka masih bagian dari kampung. Kini, makam hanya berupa batu berbentuk salib, namun tetap diletakkan di ruang tengah kampung. Di ruang tengah ini sering digunakan penduduk kampung ketika ada acara bersama yang melibatkan seluruh warga kampung. Walaupun agama Katholik sudah masuk ke dalam kehidupan etnis Ngadha, mereka masih menjalankan adat istiadat dan kepercayaan mereka terhadap alam. Meski oleh pemerintah telah menetapkan Bena sebagai kampung konservasi, secara adat mereka tetap menghormati Kampung Nage sebagai tempat mengadakan acara upacara adat tahunan. Di Nage terdapat Nabe Tegu yaitu kumpulan batu megalitik berukuran besar. Seluruh etnis Ngadha yang berada Flores akan berkumpul di sini. Nabe Tegu sendiri merupakan makam nenek moyang klan Tegu. Ngadhu, Bhaga dan megalit, ketiganya sangat berarti penting bagi warga kampung. Oleh warga kampung, benda tersebut dihormati dengan cara menjadi bagian dari kehidupan mereka sehari. Para ibu menjemur hasil panen, para bapak menambatkan hewan kurban, dan anak-anakpun bermain-main tanpa merasa takut.



Berdasar program pemerintah yang menetapkan Kampung Bena sebagai kampung konservasi, kondisi fisik kampung seakan-akan 'dibekukan' seperti bagaimana adanya. Pemerintah daerah melarang adanya perubahan atau perkembangan kampung. Sedangkan, Kampung Nage sebagai kampung adat mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan kebutuhan masa kini walaupun ada nilai-nilai yang tetap dipertahankan. Kampung Bena tidak menerima adanya perkembangan budaya. Dalam kehidupan seharihari, mereka masih mempertahankan gaya hidup masyarakat adat. Mereka mendapat penghasilan dari bidang pariwisata. Sebaliknya Kampung Nage sudah mengenal adanya produk-produk teknologi modern seperti seng dan panel tenaga surya. Dalam perkembangan kampungnya pun muncul 'Rumah Sehat', cara membangun rumah yang lebih sederhana dengan layout masyarakat masa kini. Walaupun di Kampung Nage mulai masuk unsur modern, nilai-nilai utama tetap dipertahankan. Ruang tengah kampung tetap menjadi orientasi rumah. Dengan demikian setiap rumah adat dapat saling melihat dan saling menjaga. Dari konsep ini terlihat pentingnya sebuah kebersamaan sebagai satu keluarga besar, yaitu alam, kampung dan setiap individu.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.