Journey 1997 Tiop - Sarausau

Page 1

tiop.sarausau 1997



Menemukan Kehadiran Desa Tiop dan Sarausau terletak di tepi pantai Teluk Katurai, Pulau Siberut, Kep.Mentawai. Wilayah ini termasuk ke dalam Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Daerahnya cukup subur dengan tanah berawa sehingga untuk pergi ke suatu tempat lebih banyak menggunakan jalur transportasi sungai. Keduanya saling bersebelahan dan dapat ditempuh dalam waktu 15 menit berjalan kaki.



Walaupun bertetangga penduduk kedua kampung berasal dari daerah yang berbeda. Awalnya penduduk Kampung Tiop berasal dari Samantalu. Ketika terjadi peperangan adat menyebabkan sebagian penduduknya menyingkir ke tempat lain, yakni daerah Kampung Tiop ini. Sedangkan penduduk Kampung Sarausau berasal dari berbagai suku di wilayah ini yang dikumpulkan menjadi satu daerah administratif oleh Departemen Sosial. Dari perbedaan asal inilah yang mengakibatkan kedua kampung secara fisik berbeda. ( ditambahain ada bbrp fasum yg menghubungkan aktivitas kedua kampung ini, spt gereja, sekolah, dll)


Kampung Tiop yang merupakan Desa Swasembada masih menganut adat tradisi Mentawai dengan rumah tinggal yang disebut Uma. Bentuk kampung Tiop mengikuti kondisi tanah di kampung yaitu datar memanjang yang dibatasi oleh tebing curam dan teluk. Jalur transportasi memegang peranan penting terhadap orientasi rumah. Massa bangunan rumah menghadap ke arah jalan utama di tengah kampung yang menghubungkan Kampung Tiop dengan Kampung Sarausau. Sedangkan pada bagian kampung yang berada dekat dengan pantai, rumah menghadap ke arah laut.



Sedangkan Kampung Sarausau merupakan proyek Resettlement pemerintah pertama di Mentawai. Area pemukiman berdasar atas jalur sirkulasi menyerupai kompleks perumahan modern. Hal ini berakibat secara fisik, bentuk rumah tinggal di Kampung Tiop berbeda dengan Kampung Sarausau. Orientasi rumah semua menghadap ke arah jalan. Peletakan massa di Kampung Sarassau membentuk pola fishbone (tulang ikan) yaitu adanya jalan utama yang bercabang-cabang menjadi jalan sekunder.



Pada adat Mentawai bangunan rumah tinggal yang disebut Uma memiliki arti yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat Mentawai. Dulu Uma merupakan tempat tinggal bagi masyarakat mentawai komunal. Uma di sini sebagai satu kampung yang dihuni oleh 5-10 keluarga dengan kekerabatan terdekat. Oleh sebab itu, Uma menjadi identitas dari suatu klan/keluarga. Seluruh anggota keluarga besar menggunakan area teras Uma bersama untuk mengadakan upacara adat maupun untuk kehidupan sehari-hari. Ketika itu Uma mempunyai dimensi yang cukup besar.




Selain sebagai simbol klan, letak Uma juga menunjukkan kepemilikan tanah klan di dalam kampung. Di dalam Uma disimpan berbagai peralatan upacara keagamaan dan harta klan. Setelah anggota keluarga tinggal di Lalep di luar Uma, biasanya keluarga Sikerei (dukun/pemuka kampung) yang menghuni dan merawat Uma. Sikerei-lah yang menjalankan tata cara untuk upacara keagamaan.



Kini dengan semakin bertambahnya anggota keluarga, penduduk kampung menganggap Uma tidak lagi mampu menampung semua keluarga. Akhirnya beberapa anggota keluar dari Uma dan membangun Lalep di sekitar Uma. Bahkan jika anggota klan terlalu banyak dan lokasi untuk membuat Lalep di sekitar terbatas, bisa dibuat Uma dan Lalep-lalep di tempat lain dengan klan yang sama. Walau demikian, Lalep ini masih mempunyai keterikatan psikologis dengan Uma. Ketika ada acara yang melibatkan seluruh anggota klan, maka akan diadakan di dalam Uma. Istilah 'Lalep' sendiri awalnya mengacu pada ruang-ruang di dalam Uma yang disekat untuk dipakai oleh masing-masing keluarga. Pada Kampung Sarassau yang merupakan kampung bantuan pemerintah, rupanya pemerintah tidak menyediakan Uma bagi penduduk kampung. Terlebih karena penduduk kampung berasal dari berbagai klan akan cukup kesulitan untuk menyediakan masing-masing Uma. Apalagi dalam mendirikan sebuah Uma, diperlukan persiapan yang cukup panjang dengan ritual tersendiri dan biaya yang tidak sedikit. Pemerintah hanya memberikan bantuan dana untuk mendirikan rumah sehat bagi penduduk. Rumah tinggal ini dibangun dengan dimensi yang tidak terlalu besar, yakni 8x6m dan tata ruang yang disederhanakan.



Walau demikian, penduduk kampung yang heterogen itu pun merasa mempunyai kebutuhan akan adanya Uma sebagai bagian dari adat Mentawai. Sehingga, mereka akhirnya merombak salah satu rumah bantuan Pemerintah menjadi sebuah Uma. Secara bentuk fisik Uma ini berbeda dengan Uma pada umumnya. Namun, itu bukan masalah bagi penduduk kampung. Ketika berlangsung suatu acara pernikahan atau kelahiran maupun kematian, tetap diadakan di teras 'Uma' ini. Di kampung-kampung sekitar pun keberadaan Uma sangat penting di kehidupan bermasyarakat, meski terdapat perbedaan bentuk dimensi dan material. Mereka lebih membutuhkan arti kehadiran Uma di kehidupan berkomunal daripada bentukan fisiknya sendiri. Kehadiran, tidak bicara soal fisik. Kehadiran, bicara soal keterikatan emosi. Ketika ‘ada’ dan ‘hadir’ terasa sangat berbeda, Ketika sejahtera tak lengkap tanpa batin yang terpuaskan, Manakah yang lebih semu; raga atau batin.. ?


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.