2 minute read
Quiet Quitting
Beberapa tanda quiet quitting yang sering terjadi diantaranya adalah tidak menghadiri rapat, meninggalkan kantor lebih awal, mengurangi produktivitas, dan kurangnya antusiasme saat bekerja.
Mengutip dari teambuildingcom, ada 6 faktor yang memicu quiet quitting.
Advertisement
Beban Kerja Berlebihan
Hal ini dapat terjadi di lingkungan kerja yang sangat kompetitif, karena dengan begitu karyawan akan menekan dirinya bekerja berlebihan untuk bersaing dan membuktikan diri Akibatnya, tak jarang dari mereka yang akhirnya kelelahan.
Salah satu keluhan umum dari orang yang melakukan quiet quitting adalah karena "melakukan pekerjaan dua hingga tiga karyawan" Orang-orang yang melakukan quiet quitting umumnya adalah karyawan yang dulu bersemangat, namun karena terlalu terbebani dan bekerja terlalu keras hingga kelelahan.
Seringkali, peningkatan beban kerja ini terjadi sebagai akibat dari pergantian staf.
Ketika satu karyawan pergi, anggota tim lainnya mengambil peran kosong tersebut sampai karyawan baru tiba. Karyawan dapat menjadi lelah dan frustrasi ketika menunggu lama untuk anggota tim pengganti atau pergantian yang sering
Pekerjaan yang berlebihan ini juga dapat diakibatkan oleh seorang karyawan yang mengambil kelonggaran untuk anggota tim lainnya dan kurangnya akuntabilitas dalam kelompok
Suasana yang terlalu kompetitif juga dapat menciptakan kondisi ini. Karyawan mungkin merasa perlu melakukan pekerjaan ekstra, untuk bersaing dengan rekan kerja, atau untuk membuktikan diri.
Kompensasi yang didapat tidak sesuai
Salah satu argumen quiet quitting adalah "hanya melakukan pekerjaan di mana Anda dibayar"
Banyak pekerja yang melakukan quiet quitting merasa bahwa mereka melakukan terlalu banyak pekerjaan dengan bayaran yang terlalu kecil.
Suasana yang terlalu kompetitif juga dapat menciptakan kondisi ini. Karyawan mungkin merasa perlu melakukan pekerjaan ekstra, untuk bersaing dengan rekan kerja, atau untuk membuktikan diri.
Akar masalah yang sebenarnya adalah karyawan merasa tidak dihargai terhadap pekerjaan yang dilakukan. Akibatnya, karyawan mengurangi produktivitas kinerjanya
Selain uang, masalah lainnya adalah kurangnya penghargaan Ketika tidak diberikan penghargaan karena bekerja ekstra, karyawan merasa atasan tidak menghargai pengorbanan dan usaha yang sudah dilakukan
Akibatnya, karyawan merasa dimanfaatkan.
Batasan yang tidak jelas
Quiet quitting terkadang merupakan reaksi terhadap keseimbangan kehidupan kerja yang buruk, dan pengabaian terhadap batasan pekerjaan dan kehidupan pribadi. Inilah yang disebut "batas-batas yang kabur", karena seseorang seringkali masih diributkan dengan urusan pekerjaan meski sudah berada di luar jam kerja atau bahkan saat libur.
Hal ini terkadang muncul jika rekan kerja atau atasan terusmenerus menelepon atau mengirim e-mail di luar jam kerja, dan mengharapkan karyawan untuk menjawab
Mungkin juga terjadi ketika urusan pekerjaan mengganggu liburan atau waktu istirahat
Karyawan yang merasa bahwa perusahaan tidak menghormati waktu pribadi akan menggunakan cara ekstrem dan menetapkan batasan tersebut, salah satunya melakukan quiet quitting.
Karyawan yang merasa bahwa perusahaan tidak menghormati waktu pribadi akan menggunakan cara ekstrem dan menetapkan batasan tersebut, salah satunya melakukan quiet quitting.
Kurangnya Dukungan
Karyawan bisa membatasi bahkan menurunkan kinerja dan mengambil sikap quiet quitting ketika mereka merasa atasan tidak memikirkan kepentingan terbaik atau tidak efektif dalam meringankan beban karyawan.
Harapan yang Tidak Jelas
Quiet quitting juga dapat timbul apabila karyawan merasa atasan memiliki harapan yang tidak realistis dan menuntut hal yang tidak masuk akal Mereka yang melakukan quiet quitting merasa perusahaan meminta terlalu banyak di luar jobdesc pekerjaan tanpa melakukan diskusi sebelumnya. Karyawan tersebut akhirnya bekerja pada posisi yang sama sekali berbeda dari apa yang mereka terima dan harapkan, atau mengambil peran ganda.
Komunikasi yang Buruk
Terkadang, quiet quitting terjadi karena seorang karyawan tidak tahu cara mengungkapkan masalah mereka, atau takut untuk mengkomunikasikannya
Karyawan mungkin menganggap atasannya akan mengabaikan kekhawatiran mereka, tidak menjelaskan masalah ini secara memadai, atau salah berasumsi bahwa atasan sudah mengetahuinya
Kemungkinan juga karyawan tersebut takut akan konflik dan tidak pernah mengangkat masalah, kemudian diam-diam menarik diri alih-alih memberanikan diri untuk mengungkapkan masalah.
(Syifa)
Tak terasa sudah 2 tahun A & O Magazine telah dikunjungi lebih dari 3.500 kali serta mendapat lebih dari 360 "like" di facebook. Edisi kali ini adalah rekapitulasi tema besar edisi
A&O Magazine selama 2 tahun. Berbeda dengan edisiedisi sebelumnya, edisi kali ini menampilkan tema-tema pilihan A&O dalam bentuk video