3 minute read

Cinderella Complex

Dan mereka pun hidup berbahagia selamanya. Kalimat ini adalah kalimat magis yang mampu menghipnotis banyak perempuan.

Bagaimana tidak? Kehidupan setelah pernikahan dianggap sebagai akhir dari sebuah hidup yang bermasalah dan hidup digambarkan sebagai suatu keadaan yang penuh warna-warni dan berbunga-bunga. Adakah hidup yang seperti itu?

Advertisement

Apakah kita cenderung menghindar dari resiko? Atau, apakah kita cenderung berusaha beradaptasi dengan lingkungan atau orang lain, walaupun hal itu merugikan diri sendiri? Apakah kita kesulitan untuk maju, meski kita sangat ingin untuk berkembang?

Wajah rupawan dan kaya Rumah megah, mobil mewah, semua kebutuhan terpenuhi. Siapa yang tidak ingin hidup seperti itu? Terlebih lagi, semua ini tidak harus diperoleh lewat jerih payah sendiri, namun lewat kerja keras orang lain Anehnya, fenomena ini kerap kali dialami oleh perempuan Adalah Dowling, seorang psikoterapis, yang pada tahun 1981 mencetuskan konsep yang dinamakan dengan istilah „cinderella complex“. Istilah ini mengacu pada suatu kondisi dimana seseorang enggan menjadi independen dan butuh orang lain untuk

„menyelamatkannya“ dari kesulitan hidup

Dalam banyak budaya, perempuan seringkali digambarkan sebagai individu yang sopan, penolong, namun kurang mampu mengambil keputusan dan bertanggung jawab secara mandiri terhadap keputusan yang diambilnya. Selain itu, dalam banyak budaya, baik secara implisit maupun eksplisit, perempuan dapat melakukan sesuatu jika sudah ada ijin dari pihak lain yang memiliki otoritas dalam hidupnya, seperti misalnya orang tua atau pasangan. Karena pembiasaan ini, kemungkinan perempuan terbiasa untuk mengandalkan orang lain dalam menjalani hidupnya sendiri. Selain itu, jika perempuan tidak bertindak sesuai dengan pakem sosial ini, ia cenderung dicap sebagai pemberontak, binal, dsb. Dengan demikian, secara sadar dan tidak sadar, perempuan telah terbiasa berada dalam lingkungan yang bersyarat yang hanya menerima seseorang sebagai individu hanya jika mengikuti batas tertentu yang sesuai dengan yang diterima oleh lingkungan. Dalam hal ini, perempuan tumbuh menjadi seseorang yang memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi dan mengedepankan kebutuhan orang lain, meski belum tentu berani mengambil resiko, kurang mampu berkreasi, kurang mampu berpikir di luar pakem, serta kurang mampu bertindak untuk dirinya sendiri.

YANG PERLU DILAKUKAN

ADALAH DENGAN

MEMBUAT LANGKAHLANGKAH MENUJU POLA

PIKIR ATAU POLA

PERILAKU BARU

SEKONGRET, SEREALISTIS, DAN DILAKUKAN DALAM

BATAS WAKTU YANG WAJAR.

Salah satu ciri dari cinderella complex, menurut Dowling, adalah takut menjadi sukses.

Jika anda sering bergurau tidak mau muncul ke publik karena takut terkenal, ketakutan itu seperti itu memang nyata adanya. Masih menurut

Dowling, cinderella complex jugalah yang membuat perempuan enggan mengambil peran sebagai pemimpin atau untuk mengajukan diri dalam promosi jabatan.

Lalu apa yang dapat dilakukan untuk keluar dari lingkaran setan cinderella complex ini?

Hal yang pertama yang dapat dilakukan adalah menyadari bahwa ada bagian dari diri kita yang merasa nyaman di balik perlindungan orang lain.

Apakah kita cenderung menghindar dari resiko? Atau, apakah kita cenderung berusaha beradaptasi dengan lingkungan atau orang lain, walaupun hal itu merugikan diri sendiri? Apakah kita kesulitan untuk maju, meski kita sangat ingin untuk berkembang? (cuplikan)

Kesemua hal ini dapat menunjukkan bahwa kemungkinan ada gejala cinderella complex dalam diri kita. Meski cinderella complex banyak dialami oleh perempuan, fenomena ini juga dapat dialami oleh laki-laki.

Mengetahui konteks dalam hal ini penting, untuk dapat mencari pemecahan masalah. Sebelum mencari pemecahan masalah, ada baiknya dibuat daftar langkah-langkah pemecahan masalah. Patut diketahui bahwa untuk memulai sebuah pola pikir atau pola perilaku baru tidak selalu mudah. Yang perlu dilakukan adalah dengan membuat langkah-langkah menuju pola pikir atau pola perilaku baru sekongret, serealistis, dan dilakukan dalam batas waktu yang wajar.

Misalnya, anda kesulitan dalam mengambil keputusan sendiri. Hal ini terutama terjadi ketika keputusan yang diambil

„ya“, hal berikutnya yang dapat dilakukan adalah berusaha mencari tahu dalam situasi, kondisi, dan terhadap siapa fenomena itu muncul memiliki dampak yang besar. Anda dapat memulai dengan membuat keputusan yang kecil dalam lingkup minimal dalam waktu beberapa bulan. Setelah anda mengambil keputusan tsb dalam waktu beberapa bulan, anda dapat mengevaluasi apakah anda bisa mulai mengambil keputusan yang memiliki dampak menengah. Jika anda masih ragu, anda dapat mulai mengambil keputusan yang memiliki dampak menengah namun hanya dalam bagian tertentu saja. Hal yang patut diingat bahwa dalam mengambil keputusan tentu saja ada resiko yang harus dihadapi. Dalam hal ini, adalah pihak, misalnya lewat media atau bertanya ke orang lain.

Meski demikian, pengambilan keputusan akhir berada di tangan anda. Meski contoh ini masih terbilang garis besarnya saja, mudah-mudahan dapat memberikan gambaran tentang cara merubah pola pikir dan pola perilaku.

Banyak perempuan terbiasa diperlakukan untuk menjadi pengikut Namun, hal ini bukan berarti bahwa perempuan tidak memiliki kemampuan untuk mengambil resiko dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya.

Banyak perempuan terbukti mampu hidup mandiri dan memiliki dampak positif baik wajar jika anda membutuhkan bantuan orang lain dalam menghadapi resiko dari keputusan yang anda ambil

Hal ini bukan berarti bahwa anda sepenuhnya lepas dari tanggung jawab atas resiko dari keputusan yang anda ambil Hal ini hanya berarti bahwa adalah hal yang wajar jika tidak semua hal dapat kita tanggung Untuk mencegah resiko dalam mengambil keputusan, anda dapat mempertimbangkan dengan cara mengumpulkan informasi dan pendapat dari berbagai dalam hidupnya sendiri atau bahkan hidup orang lain. (Christi)

This article is from: