6 minute read

O V E R T H I N K I N G & R U M I N A S I

Next Article
VERTHINKING

VERTHINKING

“Kamu itu bertahun-tahun yang dipikir ituuuuu aja

Kenapa sih nggak bisa move on!?” Apakah anda pernah berpikir tentang sesuatu secara terus-menerus tanpa menemukan jalan keluar?

Advertisement

Anda tidak sendiri. Menurut majalah Forbes tahun 2023, sekitar 52% orang yang berusia

45-55 tahun dan bahkan 73% orang yang berusia antara 2535 tahun cenderung overthinking. Ini berarti bahwa overthinking bisa dialami oleh siapa saja, dimana saja, dan pada usia berapa saja

Ruminasi adalah suatu kondisi dimana seseorang merenungkan dan memikirkan suatu atau berbagai masalah atau peristiwa secara berulang-ulang, tanpa solusi yang pasti, sehingga lebih banyak memunculkan pikiran negatif Kok mirip kayak overthinking? Ruminasi memang istilah ilmiah dari overthinking.

Menurut Klinger (1975), ruminasi dapat disebut sebagai salah satu cara untuk mencapai tujuan Di satu sisi, ruminasi memiliki sisi positif Penelitian Mohr dkk pada tahun 2004 menunjukkan bahwa ruminasi dapat meningkatkan kesadaran dalam bekerja serta meningkatkan komitmen kerja.

Meski demikian, penelitian yang sama juga menunjukkan bahwa orang yang melakukan ruminasi memiliki kecenderungan memberikan komitmen kerja yang berlebihan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ruminasi memiliki banyak segi negatif, diantaranya meningkatkan

Kalau akibat dari ruminasi bisa sebanyak dan sefatal yang disebutkan dalam tulisan ini, mengapa banyak orang yang melakukannya? Ada beberapa hal yang dapat menjadi penyebab ruminasi. Karena ruminasi lebih ke gangguan pola pikir, tulisan ini mencoba mengupas penyebab dan solusi ruminasi dari segi pola pikir

All or Nothing

The winner takes it all Ini bukan judul lagu yang dipopulerkan oleh grup musik Abba pada tahun 1980

Jargon ini adalah prinsip hidup yang dimiliki banyak orang. Banyak orang berlomba untuk menjadi yang terbaik. Banyak orang hanya mau jadi pemenang dan tidak ingin jadi pecundang Sisi positif dari prinsip hidup macam ini adalah seseorang menjadi terpacu untuk berprestasi dan selalu memberikan yang terbaik. Sisi negatif dari prinsip hidup macam ini adalah ketika seseorang menekan diri sendiri terus-menerus tanpa jeda untuk selalu berprestasi

Ia tidak bisa mentoleransi kesalahan dan kekalahan diri. Bagi orang dengan prinsip ini, kesalahan dan kekalahan adalah aib dan memalukan. Dalam tahap yang ekstrim, jika ia melakukan kesalahan dan bahkan kalah, orang dengan prinsip ini akan menghukum dirinya sendiri Lebih lanjut, orang macam ini merasa tidak pantas menerima pujian, perhatian, kasih, dsb jika ia merasa bahwa ia tidak memiliki segalanya, sesuai dengan standar yang dibuatnya sendiri Pada situasi ketika ia merasa sebagai pecundang, individu dengan prinsip ini rentan terhadap ruminasi. Jika ia merasa bahwa ia tidak memiliki segalanya, ia merasa rendah diri dan menuntut orang lain yang menurutnya tidak memiliki segalanya sesuai standar dirinya sendiri untuk berlaku

“sepantasnya”. Dengan kata lain, orang macam ini tidak segan mempermalukan dan bahkan menghukum orang lain yang menurut standarnya tidak berlaku

“sepantasnya”

Terkesan berlebihan dan mengerikan? Banyak orang yang memiliki pola pikir macam ini

Orang macam ini berpikir kaku

Dalam istilah bahasa inggris, pola pikir ini dapat dikategorikan sebagai black and white thinking.

Dalam pola pikir jenis ini, semua dikategorikan dengan kaku dan sangat jelas Misalnya, menang berarti jika x, y, dan z Oleh karena itu, maka a, b, c, atau bahkan x-1 adalah kalah. Menang-kalah, baik-buruk, etis-tidak etis, dsb semua masuk dalam kategori yang sangat kaku dan tidak dapat diganggu gugat. Tidak mengherankan jika orang macam ini seringkali berlaku ekstrim dan tidak toleran, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.

Bagaimana cara menghindari atau minimal meminimalisir pola pikir macam ini? Tingkatkan toleransi

Misalnya, jika ruminasi terjadi karena berpikir bahwa anda bukan orang yang sukses, coba cari kategori sukses menurut anda. Jika kategori sukses menurut anda adalah tingkat pendidikan, akses finansial, dsb, coba cari orang yang menurut media sukses, namun tidak memiliki kategori yang sesuai dengan yang anda miliki Misalnya, Mark Zuckerberg dan Steve Jobs bisa sukses walau tanpa memiliki ijasah perguruan tinggi. Sukses tanpa akses finansial misalnya

Bunda Theresa, dsb Lewat cara ini, anda dapat mentoleransi hal baru yang tidak masuk dalam kategori anda dalam hal sukses Selain itu, anda dapat memperluas kategori anda. Lewat cara ini, anda akan mengetahui bahwa ada berbagai kategori tentang sukses. Lakukan cara ini terus-menerus hingga pada akhirnya anda dapat menghormati orang lain bukan karena dia pemenang dan bukan pecundang, tapi karena orang lain adalah sesama manusia

Perfektionis

Orang yang perfektionistis juga memiliki sifat dan kecenderungan yang sama seperti orang yang memiliki prinsip pemenang atau pecundang Kedua tipe ini sama- sama sulit merasa puas atas apapun pencapaian mereka serta memiliki standar yang sangat tinggi atas banyak atau bahkan segala hal.

Orang yang perfektionistis juga memiliki sifat dan kecenderungan yang sama seperti orang yang memiliki prinsip pemenang atau pecundang. Kedua tipe ini sama- sama sulit merasa puas atas apapun penHal yang membedakan kedua tipe ini adalah, meski memiliki standar yang sangat tinggi, orang yang memiliki prinsip pemenang atau pecundang (all or nothing) belum tentu perfektionis dalam banyak hal. Selain itu, walaupun kemungkinannya sulit, orang yang memiliki prinsip pemenang atau pecundang memiliki kemungkinan untuk merasa cukup jika memang yang ia inginkan telah diraih, misalnya sukses dalam karir, keluarga, dan finansial capaian mereka serta memiliki standar yang sangat tinggi atas banyak atau bahkan segala hal

Individu yang perfektionis pada dasarnya sulit dipuaskan dan selalu merasa kekurangan Setiap kali ia dapat mencapai standarnya sendiri, ia akan mencari standar lain untuk diraih Walaupun memiliki standar adalah hal yang wajar bagi manusia pada umumnya, standar yang dimiliki orang yang perfektionis cenderung sangat tinggi dan sangat kaku Tidak mengherankan jika tipe ini rentan terhadap ruminasi karena ia cenderung memikirkan segala hal yang tidak sesuai dengan standarnya yang sangat tinggi tsb.

Tipe individu ini juga memiliki kesulitan dalam hal bersosialisasi.

Bedanya individu ini dengan tipe pemenang atau pecundang adalah tipe ini tidak mentoleransi orang lain karena ketidaksempurnaan orang lain Dengan demikian, individu tipe ini cenderung tidak puas baik dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain.

Untuk merubah hal ini tentu saja tidak mudah Hal yang dapat dilakukan adalah dengan mempertanyakan standar Individu jenis ini memiliki kecenderungan yang tidak realistis dalam meraih standar tinggi dalam waktu sesingkat-singkatnya Dengan mempertanyakan standar, individu ini dapat mengetahui apakah standar yang dimilikinya realistis atau tidak. Misalnya, ingin memiliki kemampuan bahasa asing dalam waktu 3 bulan. Perlu dipertanyakan berapa banyak waktu yang dimiliki per hari untuk belajar bahasa, apakah ada kegiatan lain selain belajar bahasa, apakah kemampuan belajar bahasa pada dasarnya baik, apakah kebutuhan finansial tercukupi selama belajar bahasa ataukah ada hal lain yang harus dilakukan, dsb. Dengan mempertanyakan standar, individu dapat belajar untuk mengembangkan strategi penetapan tujuan yang realistis

Distimia

Bawaannya sedih, murung, dan tidak bersemangat Selalu berpikiran jelek atau negatif. Hal ini dapat terjadi berhari-hari dan bahkan bertahun-tahun. Jika anda mengalami hal ini kemungkinan anda menderita distimia Gejala yang dialami oleh penderita distimia mirip dengan depresi, meski tidak separah depresi Beda lainnya, depresi terjadi dalam beberapa waktu tertentu.

Sedangkan distimia lebih ke kondisi yang stabil

Penderita gangguan distimia juga memiliki potensi untuk berpikir secara berlebihan Ketidakpuasan yang dialami oleh penderita telapak tangan. distimia bukan karena kecenderungan perfektionis, namun karena cenderung berpikiran negatif. Untuk dapat mengatasi hal ini juga bukan hal yang mudah Merubah pola pikir dari pikiran negatif ke pikiran positif tidak semudah membalikkan

Hal yang perlu diperhatikan adalah keuntungan apa yang diperoleh karena cenderung berpikiran negatif? Misalnya, karena cenderung berpikiran negatif, anda jadi mempersiapkan diri dan karena itu tidak banyak mengalami masalah. Atau, karena cenderung berpikiran negatif, anda mempersiapkan mental anda jika anda mengalami hal yang buruk, anda tidak merasa kaget Dengan mengetahui sisi positif dari pola pikir ini, paradoksnya, anda dapat mengenali hal positif. Selain itu, untuk mengembangkan pola pikir baru, anda dapat berlatih bersyukur. Latihan bersyukur dapat dilakukan lewat doa, menulis diari, atau hal lainnya yang dapat dilakukan sehari-hari Carilah minimal 1 hal yang dapat membuat anda bersyukur hari ini. Lakukan secara ajeg dan, jika memungkinkan, tingkatkan jumlah hal yang membuat anda bersyukur dalam jangka waktu tertentu

Misalnya, setelah 1 tahun anda melakukan latihan tsb, di tahun kedua, cari minimal 3 hal yang dapat membuat anda bersyukur. Lakukan seterusnya untuk dapat menyeimbangkan pola pikir negatif dan positif

Pusat Dunia

Ada jenis orang yang cenderung mengaitkan segala sesuatu, terutama hal yang buruk, dengan dirinya sendiri Sama seperti jenis pola pikir lainnya, jenis ini sulit merasa puas akan dirinya sendiri

Selain itu, tipe ini juga rentan dengan ruminasi.

Sama seperti tipe distimia, cara untuk mengatasi pola pikir ini juga dengan mencari tahu keuntungan dari pola pikir ini Misalnya, dengan sering merasa disebut-sebut bos sebagai contoh buruh, anda jadi lebih rajin bekerja. Atau, karena sering merasa diomongin kolega, anda lebih teliti dalam bekerja.

Selain mencari tahu sisi positif dari pola pikir ini, ada baiknya juga mencari tahu batas kemampuan anda Seringkali karena merasa dicap negatif, tipe ini akan melakukan apa saja untuk keluar dari cap negatif tsb. Tidak jarang, orang ini akan melakukan hal-hal di luar batas kemampuannya agar tidak kena cap negatif lingkungan

Cara untuk mengetahui batas kemampuan diri dapat dilakukan dengan mempertanyakan hal-hal yang terkait dengan cap negatif tsb. Misalnya, apakah memang kata-kata negatif tsb ditujukan ke saya? Apakah memang hasil kerja saya seburuk yang dibicarakan?

Apakah kinerja seperti ini sudah

CUKUP atau memang ada yang

PENTING dan GENTING untuk diperbaiki? Apakah waktu kerja yang saya berikan sudah cukup?

Apakah keahlian saya sudah cukup dan sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan pada umumnya?

Dengan mempertanyakan hal-hal tsb, anda dapat merasionalisasikan perasaan anda, apakah sesuai realitas atau tidak (Christi)

This article is from: