10 minute read
C. Konsep Merdeka Belajar
melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang lain; bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda. 2. Critical Thinking and Problem Solving, Yang dimaksud masalah di sini ada dua macam, masalah yang sifatnya akademis dan otentik. Masalah akademis tentu saja masalah yang terkait pada ranah kognisi yang mereka jalani. Masalah otentik lebih kepada masalah yang sering mereka jumpai sehari-hari di sekitar mereka. Siswa dituntut mampu menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk berusaha menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dengan mandiri, siswa juga memiliki kemampuan untuk menyusun dan mengungkapkan, menganalisa, dan menyelesaikan masalah. 3. Communication, Di abad 21, siswa yang mampu bertahan adalah yang bisa berkomunikasi dengan berbagai cara, baik tertulis maupun verbal. Siswa dituntut untuk memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia. Siswa diberikan kesempatan menggunakan kemampuannya untuk mengutarakan ide-idenya, baik itu pada saat berdiskusi dengan teman-temannya maupun ketika menyelesaikan masalah dari gurunya. Siswa tidak boleh lagi anti ICT, mereka harus biasa dengan komunikasi yang berteknologi. Demikian juga gurunya. 4. Collaboration, Ternyata juga, hidup di abad 21 tidak bergantung lagi pada persaingan.
Justru, orang-orang sukses di abad ini adalah orang-orang yang bisa bekerja sama atau berkolaborasi dengan berbagai kepentingan. Siswa harus mampu kemampuannya dalam kerjasama berkelompok dan kepemimpinan; beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggungjawab; bekerja secara produktif dengan yang lain; menempatkan empati pada tempatnya; menghormati perspektif berbeda. Siswa juga menjalankan tanggung jawab pribadi dan fleksibilitas secara pribadi, pada tempat kerja, dan hubungan masyarakat; menetapkan dan mencapai standar dan tujuan yang tinggi untuk diri sendiri dan orang lain; memaklumi kerancuan.
Advertisement
C. Konsep Merdeka Belajar Ada 4 (empat) Inisiatif Perubahan Konsep Kebijakan Merdeka Belajar untuk Pendidikan Indonesia yang lebih baik, berikut konsep "Merdeka Belajar" yang disampaikan langsung oleh Mendikbud RI. Bapak Nadiem Anwar Makarim, sebagai berikut:
1. USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional)
Semangatnya Undang-Undang Sisdiknas itu sudah jelas, bahwa murid itu dievaluasi oleh guru, dan kelulusan itu ditentukan melalui suatu penilaian yang dilakukan oleh sekolah. Pada saat ini, yang terjadi adalah dengan adanya USBN, semangat kemerdekaan sekolah itu menentukan penilaian yang tepat untuk anak-anak itu tidak terjadi (tidak optimal) karena dia harus mengikuti soal-soal yang berstandar artinya kebanyakan pilihan ganda, kebanyakan format yang hampir sama dengan UN pada saat ini.
Kurikulum 2013 semangatnya berdasarkan kompetensi, kompetensi-kompetensi dasar pada Kurikulum 2013 itu sangat sulit hanya dites dengan pilihan ganda, karena itu tidak cukup untuk mengetahui berbagai macam kompetensi. Jadi ke mana arah kebijakan? Untuk tahun 2020, USBN akan diganti, dikembalikan kepada esensi Sisdiknas, kepada semua sekolah
untuk menyelenggarakan ujian sekolahnya sendiri. tentunya mengikuti kompetensikompetensi dasar yang sudah ada di kurikulum kita
Ini tidak berarti bahwa sekolah yang belum nyaman merubah tes kelulusannya dari USBN sebelumnya harus berubah, ini ditekankan tidak memaksakan sekolah untuk merubah tes kelulusannya, kalau sekolah itu masih belum siap untuk melakukan perubahan, kalau sekolah ingin menggunakan format seperti USBN tahun sebelumnya, dipersilahkan. Bagi sekolah-sekolah yang ingin melakukan perubahan, bagi sekolah sekolah yang ingin melakukan penilaian yang lebih holistik diperbolehkan, sehingga ini menciptakan kesempatan bagi sekolah-sekolah melakukan penilaian di luar yang hanya pilihan ganda, seperti essay, portofolio, dan penugasan-penugasan lain seperti tugas kelompok, karya tulis, dan lain-lain.
Jadi ini, memberikan kemerdekaan bagi guru-guru penggerak di seluruh Indonesia untuk menciptakan konsep-konsep penilaian yang lebih holistik yang benar-benar menguji kompetensi dasar kurikulum kita. bukan hanya pengetahuan atau hafalan saja. Bagi yang telah menganggarkan budget untuk USBN dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas guru dan kualitas pembelajaran, dan di beberapa daerah sudah anggaran ini. Tahun 2020 bagi sekolah-sekolah yang ingin menciptakan asesmen yang lebih holistik, ini adalah kesempatan. Jadi, bagi guru-guru penggerak, kepala sekolah kepala sekolah penggerak, mohon ini jangan disia-siakan kesempatan ini. Namun ini juga bukan pemaksaan bagi sekolah-sekolah dan guru-guru yang belum siap, yang masih ingin mengikuti format yang sebelumnya, silahkan.
2. Ujian Nasional (UN)
Ada beberapa hal, isu, apa masalah dengan UN pada saat ini berdasarkan survei dan diskusi dengan berbagai macam orang tua, siswa, guru-guru, dan kepala sekolah: a Materi UN yang terlalu padat, sehingga cenderung fokusnya adalah mengajarkan materi, menghafal materi, dan bukan kompetensi pelajaran.
Padahal, maksudnya UN adalah untuk mengakses sistem pendidikan, yaitu, sekolahnya. geografinya. maupun sistem pendidikannya secara nasional. Dan UN ini hanya menilai satu aspek, yaitu kognitifnya.
bahkan tidak semua aspek kognitif kompetensi dites, lebih banyak ke penguasaan materinya dan belum menyentuh karakter siswa secara lebih holistik. Jadi, apa perubahan yang akan dilakukan? Untuk 2020. UN akan dilaksanakan seperti tahun sebelumnya, dan bagi banyak orang tua yang sudah investasi banyak untuk anaknya, belajar untuk mendapatkan nilai terbaik di UN.
Di tahun 2021 UN akan diganti menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter. Yang pertama adalah penyederhanaan asesmen ini, secara nasional kita membutuhkan tolak ukur, tidak bisa sama sekali kita tidak punya tolak ukur, tapi apa yang diukur dan siapa yang diukur? Itu yang akan diubah. Asesmen kompetensi minimum
adalah kompetensi yang benar-benar minimum, di mana bisa dipetakan sekolah-sekolah dan daerah-daerah berdasarkan kompetensi minimum. Apa itu materinya? Bagian kognitif, materinya ada 2 yakni literasi dan numerasi. Literasi bukan hanya kemampuan membaca, literas adalah kemampuan menganalisa suatu bacaan, kemampuan mengerti/memahami konsep di balik tulisan tersebut, itu yang penting.
Dan yang kedua, numerasi adalah kemampuan menganalisa, menggunakan angka-angka dan matematika. Ini adalah 2 hal yang akan menyederhanakan asesmen kompetensi yang dilakukan mulai tahun 2021, ini bukan berdasarkan mata pelajaran lagi, bukan berdasarkan penguasaan konten/materi, ini berdasarkan kompetensi minimum/dasar yang dibutuhkan murid-murid untuk bisa belajar apapun materinya, apapun mata pelajarannya. Dan yang terakhir aka nada survei karakter, luar biasa pentingnya. saat ini secara nasional, data yang kita punya hanya data kognitif, kita tidak mengetahui kondisi ekosistem di dalam sekolahnya murid kita, kita tidak mengetahui apakah azas-azas pancasila itu benar-benar dirasakan oleh siswa-siswi se-Indonesia.
Kita akan menanyakan survei-survei untuk mengetahui di ekosistem sekolahnya, bagaimana implementasi gotong-royong? Apakah level toleransinya sehat dan baik di sekolah itu? Apakah well being atau kebahagiaan anak itu sudah mapan? Apakah ada bullying yang terjadi kepada siswa-siswi di sekolah itu. Survei ini akan menjadi suatu panduan buat sekolahnya, dinas, Kemdikbud. Survei karakter ini akan menjadi tolak ukur untuk bisa memberikan umpan balik (feed back) kepada sekolah-sekolah untuk melakukan perubahan-perubahan yang akan menciptakan siswa-siswi yang lebih bahagia, dan juga lebih kuat azas-azas Pancasila-nya di dalam lingkungan sekolahnya. Kemudian, kapan asesmen kompetensi ini dilakukan? Yang tadinya di akhir jenjang akan diubah di tengah jenjang, dengan 2 alasan: alasan pertama, kalau dilakukan di tengah jenjang, ini memberikan waktu untuk sekolah dan guru untuk perbaikan sebelum anak itu lulus dani jenjang itu. Alasan kedua, karena dilakukan di tengah jenjang,tidak bisa digunakan sebagai alat seleksi untuk siswa-siswi kita, tidak lagi menimbulkan stress di orang tua dan anak anak, karena ini adalah formative assessments, formati artinya harus berguna bagi sekolah, berguna bagi guru untuk memperbaiki dirinya.
Asesmen kompetensi dan survei karakter ini bukan hanya mengikuti ide-ide Kemdikbud sendiri, tapi dibantu organisasi-organisasi di dalam dan luar negeri, dan banyak bantuan seperti OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). dan World Bank juga agar asesmen kompetensi ini kualitasnya sangat baik, agar kualitasnya setara dengan kualitas internasional, tapi juga penuh dengan kearifan lokal, jadi kita gotongroyong untuk menciptakan asesmen kompetensi yang lebih baik.
Untuk menekankan saja, bahwa literasi dan numerasi bukan mata pelajaran bahasa atau matematika, tapi kemampuan murid-murid menggunakan konsep itu untuk menganalisa sebuah materi. Seperti contoh pada suatu paragraf dan diagram mengenai climate change atau masalah lingkungan hidup kita, dan dari situlah murid-murid akan harus bisa menggunakan Higher Order Thinking (berpikir tingka Untuk menekankan saja, bahwa literasi dan numerasi bukan mata pelajaran bahasa atau matematika, kemampuan murid-murid menggunakan konsep itu untuk menganalisa sebuah
materi. Seperti contoh suatu paragraf dan diagram mengenai climate change ata? masalah lingkungan hidup kita, dan dari situlah murid-murid akan harus bisa menggunakan Higher Order Thinking (berpikir tingkat tinggi). menggunakan daya analisa dia untuk menjawab pertanyaannya. Contoh seperti matematika, menganalisa itu berdasarkan contextual intelligence (kecerdasan kontekstual), bahwa ia bisa mengaplikasikan konsep matematika itu di dalam suatu situasi baik abstrak maupun konkret.
3. RPP (Rencana Program Pembelajaran)
Didedikasikan untuk para guru-guru, yang tadinya RPP ada 13 komponen yang begitu padat dan menjadi beban bagi guru-guru, akan diubah menjadi format yang jauh lebih sederhana. Cukup 1 halaman saja untuk RPP. Yang tadinya 13 komponen menjadi 3 komponen inti yakni tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen/penilaian pembelajaran. Nanti akan diberikan contoh-contoh RPP yang 1 halaman saja sudah cukup. Karena yang penting mengenai RPP bukan hanya penulisannya
Sebenarnya esensi RPP (lesson plan) adalah proses refleksi daripada guru itu. Pada saat ia menulis suatu RPP. dilaksanakan di kelas, besoknya dia kembali kepada RPP itu untuk melakukan refleksi, melihat tercapai nggak apa yang saya maksudkan, dari situlah pembelajaran terjadi. Bukan hanya menulis 10 halaman sekedar buat administrasi. Mohon bantuan Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu untuk mengkomunikasikan ini kepada semua pengawas di bawah Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu, agar mengerti esensinya ini, dan agar ini dilakukan tapi tidak menjadi beban yang terlalu berat, karena esensinya adalah proses itu terjadi, tu yang penting. Tentunya akan diberikan contoh-contoh RPP yang singkat tapi kualitasnya bagus juga. Jadi. RPP cukup 1 halaman.
4. Zonasi
Zonasi sangat penting dan Kemdikbud mendukung penuh inisiatif zonasi ini. Ada beberapa daerah yang mengalami kesulitan. Tidak semua daerah siap untuk kebijakan Zonasi yang sangat rigid, sebelumnya jalur zonasi minimal 80%. jalur prestasi 15% dan perpindahan 5%. Jadi, Kemdikbud ingin menciptakan kebijakan yang bisa melaksanakan esensi/semangat zonasi yaitu pemerataan bagi semua murid untuk bisa mendapatkan kualitas yang baik, tetapi juga mengakomodir perbedaan-perbedaan situasi di daerah. Jadi, arahan kebijakan kedepannya adalah sedikit kelonggaran diberikan di zonasi. Yang tadinya jalur prestasi hanya 15%, sekarang jalur prestasi diperbolehkan sampai dengan 30%. Jadi bagi orang tua yang sangat semangat mendorong anaknya untuk mendapatkan angka/prestasi yang baik, ini menjadi kesempatan anaknya mencapai sekolah yang mereka inginkan. Tetapi tetap yang 70% mengikuti 3 kriteria (zonasi 50%, jalur afirmasi atau pemegang KIP minimal 15%, dan jalur perpindahan 5%) dan untuk yang 30% jalur prestasi. Ini suatu kompromi di antara aspirasi Kemdikbud untuk mencapai pemerataan tapi juga aspirasi orang tua yang ingin anaknya yang berprestasi bisa mendapatkan choice/pilihan di mana sekolan yang ia diinginkan.
Tentunya. zonasi bukan berarti pemerataan, tidak cukup hanya dengan zonasi. Dampak yang lebih besar lagi adalah pemerataan kuantitas dan kualitas guru, itu yang lebih banyak dampaknya kepada pemerataan pendidikan. Itu dibutuhkan dukungan Bapak-bapak dan Ibu-ibu Kepala Dinas semua untuk segera melakukan evaluasi, paling tidak dari jumlah kuantitas guru, kalau ada sekolah-sekolah yang banyak sekali guru berkumpul di sekolah itu, untuk dilakukan distribusi yang lebih adil bagi siswa-siswi di dalam sekolah yang kekurangan guru. Dan ini tentunya, Kemendikbud tidak bisa melakukan ini tanpa bantuan Kepala Kepala Dinas Mohon support Bapak-bapak, untuk ini menjadi prioritas nomor 1, untuk sekolah-sekolah yang kekurangan guru, mohon dilakukan distribusi yang baik dem) siswa-siswi kita.
III. Kualitas Pendidikan: HOTS dan Capaian Hasil Pembelajaran Siswa
Upaya peningkatan kualitas pendidikan melalui proses peningkatan kualitas pembelajaran. Memastikan kegiatan pembelajaran terlaksana dengan baik dalam rangka mewujudkan suatu standar pendidikan yang bermutu terlebih dalam konteks melihat hasil pembelajaran siswa dan sekaligus mengevaluasi pendekatan pembelajaran yang bersifat HOTS karena akan dikaitkan dengan asesmen internasional melalui PISA.
Salah satu prioritas penting dalam RPJMN 2020-2024 adalah pemerataan layanan pendidikan berkualitas dan kegiatan prioritas ditekankan pada peningkatan kualitas pengajaran dan pembelajaran. Kegiatan konkrit peningkatan kualitas pengajaran dan pembelajaran dilaksanakan di masing-masing unit kerja kementerian sehingga setiap sekolah/madrasah melakukan upaya secara bersama-sama dalam rangka memenuhi beberapa target dan sasaran yang ditetapkan dalam RPJMN.
Sebagai rujukan dari tidak adanya asesmen individu siswa yang dapat dijadikan referensi maka akan menggunakan PISA. Sejauh ini kemampuan anak-anak Indonesia dari sisi membaca, matematika, dan sains masih terus menerus diupayakan melalui kerja keras karena level kemampuannya masih di bawah 2.
Capaian PISA Indonesia dalam dua decade masih bersifat fluktuatif dan masih berada di level bawah hal ini dapat diidentifikasi melalui: (1) kemampuan guru-guru perlu ditingkatkan terkait dengan subject content knowledge dan pedagogical skills; (2) dalam praktik pembelajaran belum sepenuhnya berbasis HOTS karena dalam PISA critical thinking dan analysis skill sangat dominan; (3) pendekatan/metode dalam pembelajaran masih berbasis expository learning approach bukan discovery-inquiry learning approach yang berbasis HOTS.
Melalui studi McKinsey belum ada perubahan yang signifikan dari cara guru mengajar dan masih lebih banyak pada expository learning approach dimana waktu yang digunakan oleh guru seperti ceramah lebih banyak sehingga guru kurang memberikan ruang bagi siswa untuk membentuk atau menumbuhkan analytic skill dan critical thinkingnya. Sehingga kombinasi antara teacher direct instruction dengan inquiry based teaching akan lebih baik untuk hasil belajar siswa.