4 minute read

Jejak-Jejak Karya Sang Maestro

Cukup banyak seniman Indonesia yang mampu menyihir banyak orang, bahkan sampai ke penjuru dunia, di antaranya Raden Saleh, Basoeki Abdullah, Affandi, Soedjojono dan masih banyak lagi. Mereka hadir membawa aliran masing-masing.

Advertisement

SENIMAN ELITIS

Sebagian orang menganggap Basoeki Abdullah sebagai seniman sombong dan elitis. Ia tipe pelukis pemilih, perfeksionis, dan terlalu tinggi bagi kalangan marjinal, hingga ia sulit dijangkau. Pria kelahiran Solo, Jawa Tengah, 1915 ini dianggap sebagai sosok pelukis yang paling dikenal di Indonesia, karena telah memberi warna dalam praktik, dan wacana seni rupa modern Indonesia.

Ia termasuk pelukis yang sering menerima pesanan melukis potret tentang sosok seseorang. Order tersebut ia dapati bukan hanya karena tampangnya yang rupawan. Bukan pula hanya karena pandai bergaul dengan berbagai kalangan. Bukan juga hanya karena kemampuan menjadikan modelnya “lebih indah” dari aslinya. Tapi karena ia juga ahli merayu.

Basoeki Abdullah menempuh pendidikan di Eropa. Basoeki Abdullah sekolah seni rupa di Academie Voor Beeldende Kunsten, di Den Haag, Belanda. Hingga gaya hidupnya seperti orang Eropa, selain menyukai musik tradisional Jawa. Ia pun gemar musik jazz dan klasik.

Salah satu lukisan yang menarik karya Basoeki Abdullah adalah Nyai Roro Kidul. Nyai Roro Kidul adalah topik lukisan yang sangat penting dalam sejarah Basoeki Abdullah. Lukisan ini membuat namanya melambung dan abadi.

BAPAK SENI RUPA INDONESIA MODERN

Sindoedarsono Soedjojono merupakan pelukis legendaris di Indonesia. Ia dijuluki sebagai Bapak Seni Rupa Indonesia Modern. Julukan tersebut diberikan, karena Sudjojono adalah senimaan pertama Indonesia yang memperkenalkan modernitas seni rupa Indonesia dengan konteks kondisi faktual bangsa Indonesia.

Sebagai seorang kritikus seni rupa, ia dianggap memiliki jiwa nasionalis. Soedjojono sering mengecam Basoeki

Abdullah, sebagai pelukis tidak nasionalistis. Karena hanya melukis keindahan Indonesia sekadar untuk memenuhi selera pasar turis. Dua pelukis ini pun kemudian dianggap sebagai musuh bebuyutan.

Sengketa ini mencair ketika Ciputra, pengusaha penyuka seni rupa, mempertemukan Soedjojono, Basoeki Abdullah, dan Affandi dalam pameran bersama di Pasar Seni Ancol, Jakarta.

Lukisan Sudjojono banyak menjadi lokesi Istana Kepresidenan salah satunya bertajuk Mengungsi. Sebagian masyarakat pencinta seni tentu sudah mengenal baik lukisan ini. Akan tetapi mungkin hanya segelintir orang saja yang mengetahui latar belakang peristiwa yang mengilhami seorang Sudjojono melahirkan karya yang sangat luar biasa ini.

Lukisan Mengungsi dengan gaya realis dan latar belakang peristiwa bersejarah yang dikenal dengan Agresi Militer Belanda ke-2 yang terjadi di Yogyakarta. Peristiwa yang dialami oleh Sudjojono dan keluarganya, lalu dituangkan di atas kanvas.

ROMANTISISME JAWA

Raden Saleh adalah pelukis Indonesia beretnis Arab-Jawa yang mempionirkan seni modern Indonesia yang saat itu Hindia Belanda. Lukisannya merupakan perpaduan romantisme yang sedang populer di Eropa saat itu dengan elemen-elemen yang menunjukkan latar belakang Jawa sang pelukis.

Tokoh romantisme Delacroix dinilai memengaruhi karya-karya Raden Saleh. Saat romantisme berkembang di Eropa di awal abad 19, Raden Saleh tinggal dan berkarya di Prancis. Ciri romantisme muncul dalam lukisan-lukisan Raden Saleh yang mengandung paradoks.

Konon, melalui karyanya ia menyindir nafsu manusia yang terus mengusik makhluk lain. Misalnya dengan Berburu Singa, Rusa, Banteng, dan lain-

lain. Salah satu karya fenomenal yang dibuatnya saat ia di tanah air adalah lukisan Penangkapan Diponegoro (1857) yang merupakan respons atas lukisan karya Nicolaas Pieneman berjudul “Penaklukan Diponegoro”. Lukisan ini diberikan Raden Saleh ke Raja Belanda saat itu, Willem III.

Lukisan Pieneman menekankan menyerahnya Pangeran Diponegoro yang berdiri dengan wajah letih dan dua tangan terbentang. Di latar belakang Jenderal de Kock berdiri berkacak pinggang menunjuk kereta tahanan seolah memerintahkan penahanan Diponegoro.

EKSPRESIONIS AFFANDI

Berkat gaya ekspresionis atau abstrak, Affandi Koesoema menjadi pelukis Indonesia yang paling terkenal di dunia internasional. Seringkali lukisannya sangat sulit dimengerti oleh orang lain, terutama oleh orang yang awam tentang dunia seni lukis. Namun bagi pencinta lukisan hal demikianlah yang menambah daya tariknya.

Dalam berkarya lebih sering menumpahkan langsung cairan cat dari tube-nya kemudian menyapu cat itu dengan jarijarinya, bermain dan mengolah warna untuk mengekspresikan apa yang ia lihat dan rasakan tentang sesuatu.

Dalam keseharian, ia sering mengatakan bahwa dirinya adalah pelukis kerbau, julukan yang diakunya karena dia merasa sebagai pelukis bodoh. Mungkin karena kerbau adalah binatang yang dianggap dungu dan bodoh. Sikap sang maestro yang tidak gemar berteori, dan lebih suka bekerja secara nyata ini dibuktikan dengan kesungguhan dirinya menjalankan profesi sebagai pelukis yang tidak cuma musiman pameran.

Ketika republik ini diproklamasikan pada 1945, banyak pelukis ambil bagian. Gerbong-gerbong kereta dan tembok-tembok ditulisi antara lain “Merdeka atau mati!”. Saat itulah, Affandi mendapat tugas dari Soekarno untuk membuat poster - yang menggambarkan seseorang yang dirantai tetapi rantainya sudah putus.

Dari situ lahirlah poster berjudul Bung, ayo bung. Yang dijadikan model saat itu adalah pelukis Dullah. Sementara katakata yang dituliskan di poster “Bung, ayo bung” merupakan usulan dari penyair Chairil Anwar.

Selain dalam negeri ia banyak mengadakan pameran tunggal di India, Inggris, Eropa, dan Amerika Serikat. Pelukis yang produktif, Affandi telah melukis lebih dari dua ribu lukisan.

This article is from: