Media
Surat Kabar
No. 06 l XLVI l Mei-Juni 2014
Aesculapius PERANGKO BERLANGGANAN KP JAKARTA PUSAT 10000 NO. 3/PRKB/JKP/DIVRE IV/2014
Kedokteran dan Kesehatan Nasional
Terbit Sejak 1970
Harga Rp3.000,00
Artikel Bebas Asam Basa Tereduksi, Bukan Sembarang Pelepas Dahaga halaman 6
Tips Dan Trik Ekstirpasi Lipoma, Bedah Minor Milik Semua halaman 3
ISSN No. 0216-4966
Seputar Kita
Ketika Pemerintah Bicara Obesitas
halaman 11
Kontak Kami @SKMAesculapius beranisehat.com 021-31930364
Dokter Layanan Primer: Solusi atau Polusi? Pengesahan UU Pendidikan Kedokteran yang memperkenalkan dokter layanan primer mengundang kontroversi. Akankah program ini menyisihkan dokter praktik umum di Indonesia?
M
isteri kalimat “dokter layanan primer (DLP) setara spesialis” yang tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran terjawab sudah. UU tersebut menyatakan bahwa yang dimaksud dengan dokter adalah dokter, dokter layanan primer, serta dokter spesialis-subspesialis. DLP sengaja diusung sebagai strata baru pendidikan kedokteran dengan tujuan memfasilitasi pembentukan dan peningkatan mutu dokter di layanan kesehatan primer Indonesia. Selama ini, dipegang oleh dokter atau yang sehari-hari lebih dikenal dengan istilah dokter umum, jenjang layanan primer seolah terbengkalai. Hal tersebut disebabkan rendahnya apresiasi dan kepercayaan masyarakat terhadap tenaga kesehatan nonspesialistik. Padahal, tingkat layanan primer merupakan fondasi pelayanan kesehatan. Dirasa tidak cukup mematahkan stigma yang telah melekat melalui penguatan pendidikan dokter saja, DLP pun dipopulerkan sebagai alternatif. Asal mula pengembangan DLP tersebut disampaikan oleh Prof. Dr. dr. med. Akmal Taher, SpU(K) selaku Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Indonesia dalam seminar Jakarta Meeting in Family Medicine di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Jakarta, awal Maret silam. Lantas apa yang membedakan DLP dan dokter? Dalam panduan Standard for Training
Primary Care Physician for ASEAN Region, kompetensi yang harus dimiliki DLP, antara lain keterampilan dalam berkomunikasi dan menjaga hubungan. Di samping itu, aplikasi pengetahuan dan keterampilan sebagai pelaksana profesi, pemahaman
vanya/MA
kesehatan populasi dalam konteks layanan primer, peran dalam profesi dan etik kedokteran, serta
berorganisasi dan dimensi hukum dalam praktik kedokteran pun perlu dikuasai. Seperti yang disampaikan Kepala Divisi Kedokteran Keluarga Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI, dr. Dhanasari Vidiawati Sanyoto, MSc, CM-FM, “Secara konkret yang membedakan DLP dengan dokter umum adalah pendekatan biopsikososiokultural yang peduli mutu dan biaya. Hal tersebut masih sangat sedikit dilaksanakan pada layanan primer di Indonesia.” Meski dicanangkan setara spesialis, proses meraih gelar DLP terbilang unik. Lama pendidikan hanya perlu ditempuh dalam 2,5-3 tahun. Dokter peserta pendidikan DLP juga tidak perlu meninggalkan praktik karena adanya program pendidikan jarak jauh melalui fasilitas internet. Ditambah lagi, transfer SKS bisa dilakukan oleh peserta program diploma ataupun magister kesehatan keluarga. Semua sarana tersebut mendukung percepatan peralihan dokter yang sudah ada menjadi DLP. Dalam hal materi yang dipelajari, pendidikan DLP menggunakan konsep work place-based. Artinya, calon DLP yang berniat untuk ditempatkan di daerah perkotaan akan memperoleh materi pembelajaran yang berbeda dengan yang memilih daerah pedesaan. Bahan ajaran tersebut dimasukkan dalam kurikulum yang terbagi menjadi tiga tahap, yaitu pengayaan, magang, dan praktik. Dhanasari mengatakan, FKUI telah menyatakan kesiapannya sebagai pionir pelaksana program pendidikan dokter
Selayang Pandang Dokter Keluarga
K
onsep layanan primer semakin berkembang dalam beberapa dekade terakhir seiring kian kompleksnya masalah kesehatan. Menurut World Organization of Family Doctors (WONCA) dalam buku panduannya, layanan primer saat ini lebih dari sekadar kontak pertama dengan pasien yang berakhir dengan pengobatan atau rujukan ke ahli dan fasilitas yang sesuai. Suatu layanan primer yang baik harus berkesinambungan, tidak berhenti begitu saja saat pasien dinyatakan sembuh. Pelayanan juga harus bersifat komprehensif, berorientasi pada komunitas, dan memperhatikan aspek fisik, psikologi, sosial, dan budaya tiap
individu yang berkontribusi terhadap kesehatan sambil berkoordinasi dengan praktisi kesehatan lainnya. yang tidak kalah penting adalah kualitas layanannya; harus tetap terjaga dengan pertimbangan biaya yang efektif. Biarpun banyak praktisi kesehatan yang terlibat dalam sistem layanan primer ini, WONCA menilai bahwa dokter keluarga memiliki kompetensi paling sesuai untuk menjalankan seluruh fungsi tersebut. Dokter keluarga atau family physician telah menjadi sebuah spesialis di bidang kedokteran sejak tahun 1969 di Amerika Serikat dengan nama family medicine specialty sebagai jawaban atas penurunan pelayanan dokter praktik umum akibat berlebihnya jumlah dokter spesialis yang ada.
American Academy of Family Physicians menyatakan bahwa layanan yang diberikan dokter keluarga dilakukan di strata primer dan menjadi lini terdepan pelayanan kesehatan seluruh lapisan masyarakat, tanpa peduli status ekonomi atau sosialnya. Berbeda dengan spesialis lainnya, dokter keluarga memiliki kemampuan untuk menangani penyakit pasien segala umur dan jenis kelamin secara menyeluruh. Layanan menyeluruh ini berarti bahwa dokter keluarga tidak hanya fokus untuk mendiagnosis dan menangani penyakit, tetapi juga promosi kesehatan dan pencegahan penyakit secara rutin di komunitas misalnya melalui penggalakkan skrining, imunisasi, check-up rutin, dan konseling. edwin
layanan primer. Selain itu, beberapa fakultas kedokteran lain dengan akreditasi A pun rupanya berencana memulai program pada tahun ini. Sebut saja Fakultas Kedokteran Univesitas Hasanuddin dan Universitas Negeri Sebelas Maret. Bukan Tanpa Konsekuensi Di lain pihak, keberadaan DLP tersebut justru menimbulkan masalah. Pada hakikatnya, tujuan pendidikan dokter adalah menghasilkan dokter yang melakukan pelayanan primer dengan pendekatan keluarga dan mampu bersaing secara global. Menurut Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), Prof. dr. Menaldi Rasmin, SpP(K), apabila program DLP ini tetap dilanjutkan, akan menimbulkan dampak yang buruk bagi pendidikan kedokteran di Indonesia. “Pendidikan dokter di dunia adalah dokter dan dokter spesialis,” tegas Menaldi. Keberadaan DLP membuat dokter di Indonesia secara global menjadi lebih rendah. Terlebih lagi, pada 2015 mendatang ketika Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dibuka, Indonesia harus membuka pintu bagi semua dokter dari negara ASEAN lainnya untuk menggantikan dokter (umum) Indonesia yang tidak berdaya, sebab mereka bukan DLP. Bila dokter tetap melakukan praktik, maka bisa saja dianggap melanggar undang-undang dan jalur hukum telah siap menunggu. Menurut Menaldi, ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan untuk mencegah dampak negatif kemunculan DLP. bersambung ke halaman 11
Pojok MA “Katanya sejawat, lahan orang kok diembat?”
22
MEI-JUNI 2014
DARI KAMI Assalamualaikum wr wb, Salam semangat! Puji syukur SKMA dapat kembali hadir di tengah-tengah pembaca yang kian bersahabat. Di edisi Mei-Juni 2014 ini, perkenankan kami menghadirkan ragam berita seputar kedokteran dan kesehatan yang bermanfaat lagi memperluas pikiran. Topik utama yang diangkat kali ini ialah soal rancangan dokter layanan primer. Ini adalah gebrakan yang boleh dibilang baru dalam dunia kedokteran Indonesia yang tentunya sayang jika perkembangannya dilewatkan. Bagaimana kabar kelanjutan regulasi berpraktik dokter Indonesia di masa mendatang? Apa saja perbaikan ke depan yang tampak menjanjikan? Bagaimana dengan tantangan-tantangan yang akan dihadapi? Simak ulasan lebih lanjut di halaman terdepan kami. Rubrik kami yang lain pun enggan ketinggalan menyajikan kabar-kabar terbaiknya. Di rubrik Tips dan Trik, hadir langkah demi langkah melakukan bedah minor ekstirpasi lipoma yang sejatinya mudah dilakukan di layanan kesehatan mana pun. Rubrik Artikel Bebas membahas air basa tereduksi yang diyakini membawa khasiat untuk berbagai penyakit. Bongkar rahasianya di halaman enam. Di bagian Opini dan Humaniora, karya salah satu sosok legendaris dokter ahli forensik diulas dalam rubrik Resensi. Buku bertajuk Indonesia X-Files tersebut siap membuat Anda tercengang dan terpesona akan kelihaian almarhum Mun’im berpikir dan bertutur. Turut hadir, di bagian Liputan ulasan informasi mengenai rancangan kebijakan pemerintah terkait kontrol obesitas yang dipaparkan di depan ratusan mahasiswa kedokteran dari berbagai penjuru wilayah dalam Jakarta Conference. Semoga SKMA semakin memuaskan keingintahuan Anda akan berita dunia kedokteran dan kesehatan di Nusantara dengan segala perkembangannya. Kami membuka kesempatan bagi Anda bergabung dalam penulisan artikel di rubrik Tips dan Trik, Askep, Suara Mahasiswa, Kolum, Iptek, Kesmas, dan Sepuki. Terbuka pula bagi Anda yang memiliki kritik, saran, dan masukan yang membangun untuk melayangkan pesan ke email redaksi kami. Akhir kata, selamat membaca! Wassalamualaikum wr wb,
Halida Umi Balkis Pemimpin Redaksi
MA FOKUS
Bersiap Hadapi Perkembangan Pendidikan Kedokteran Indonesia
M
enambah masa studi demi gelar baru mungkin bukan perkara ringan bagi sebagian orang. Meski diiming-iming kedudukan setara spesialis dengan beragam kemudahan proses studi, program pendidikan dokter layanan primer (DLP) tidak serta-merta disambut hangat seluruh pihak. Terlebih jika lingkup kerjanya tidak jauh berbeda dengan profesi yang dijalani sebelumnya. Walaupun diusung atas niatan meningkatkan respek masyarakat, penyelenggaraan DLP masih dihiasi pro dan kontra. DLP memang diajukan agar kualitas dan kesejahteraan dokter sebagai ujung tombak layanan kesehatan primer meningkat. Hal tersebut diajukan sebab intervensi dari segi pendidikan kedokteran dasar saja dirasa tidak cukup. Namun, DLP disangsikan menjadi solusi yang tepat mengingat justru persaingan ketatlah yang berpotensi meningkat. Dikhawatirkan, timbul kompetisi tidak sehat terlebih era MEA semakin dekat. Pada praktiknya, penerapan DLP tidak hanya menghantui dokter baru lulus. Dokter yang sudah lama berpraktik pun akan dilibatkan dengan penyesuaian masa studi DLP atau setidaknya ujian penyetaraan. Penting bagi dokter maupun calon dokter mengikuti perkembangan regulasinya. Kebijakan apapun yang nantinya diambil dan diterapkan, hendaknya dihadapi penuh persiapan. Praktik dokter sejatinya tidak perlu diganggu gugat, asalkan peran yang dijalankan sesuai kompetensi yang telah jauh dirancang. Jika kelak terdapat perubahan atau penambahan, kita sendiri yang dapat mengukur sejauh mana penerapan kompetensi kita.
KLINIK
MEDIA AESCULAPIUS
MA KLINIK
Deteksi Dini Autisme, Mengapa Tidak?
A
utism spectrum disorder atau gangguan spektrum autisme (GSA) merupakan suatu gangguan perkembangan pada anak. Istilah ‘spektrum’ merujuk pada kondisi GSA yang menunjukkan manifestasi klinis dalam rentang sangat luas. Sebagian anak dengan GSA menampilkan gejala-gejala yang lebih ringan, sementara sebagian lagi menunjukkan gejalagejala lebih berat. Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders V (DSM V, 2013), GSA ditandai oleh: 1. Defisit menetap dalam berbagai konteks sosial, termasuk komunikasi dan interaksi. Hal ini ditandai oleh kegagalan menjalin komunikasi verbal timbal balik atau merespon suatu interaksi sosial. Anak biasanya mengalami abnormalitas dalam kontak mata, serta defisit pemahaman dan penggunaan bahasa tubuh. Bahkan, beberapa anak sampai kehilangan kemampuan ekspresi wajah dan komunikasi nonverbal. Anak GSA juga mengalami kesulitan menyesuaikan perilaku dalam berbagai konteks sosial. Selain itu, minimnya ketertarikan anak terhadap berbagai situasi, emosi, atau afeksi juga menjadi penanda GSA. 2. Adanya pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas dan berulang, seperti pola perilaku stereotipik, ekolalia, perilaku ritualistik, minat yang terbatas pada objek atau benda tertentu, preokupasi dengan objek atau benda tertentu, hipersensitivitas atau hiposensitivitas terhadap rangsang sensorik tertentu, serta minat yang tidak wajar terhadap aspek sensori yang datang dari lingkungan sekitarnya. 3. Gejala-gejala pada umumnya sudah mulai timbul dalam periode awal perkembangan, yaitu saat anak berusia sekitar 2 tahun. Umumnya, kemampuan perkembangan anak tidak sesuai dengan seusianya. 4. Gejala di atas menimbulkan hendaya yang bermakna secara klinis dalam aspek sosial, pekerjaan, atau fungsi sehari-hari anak saat ini. Center for Disease Control and Prevention (CDC’s) - Autism and Developmental Disabilities Monitoring Network Surveillance Year 2010 di Amerika Serikat melaporkan bahwa
vanya/MA
MEDIA AESCULAPIUS
Narasumber: Dr. dr. Tjhin Wiguna, MIMH, SpKJ(K) Divisi Psikiatri Anak dan Remaja FKUI/RSCM
prevalensi GSA sebesar 21,9 per 1000 anak berusia 8 tahun. Dalam laporan tersebut, mereka juga menyatakan bahwa estimasi bergantung pada jenis kelamin dan etnik. Anak laki-laki tercatat mengalami GSA dengan jumlah lebih banyak dibandingkan anak perempuan. Selain itu, dilaporkan pula bahwa 31% anak dengan GSA mengalami disabilitas intelektual (IQ<70), 23% anak memiliki borderline IQ. Sisanya, anak dengan GSA mempunyai rentang intelektual normal atau di atas normal. Hingga kini, prevalensi di Indonesia masih belum diketahui dengan pasti. Namun, beberapa pakar telah melaporkan adanya peningkatan angka kejadian GSA dalam satu atau dua dekade terakhir. Dewasa ini, deteksi dini dapat dilakukan melalui pengisian kuesioner Checklist for Autism in Toddlers (CHAT). Kuesioner ini dapat mendeteksi GSA pada anak berusia 18 – 36 bulan. Pengisian kuesioner dilakukan dengan observasi dan pengajuan pertanyaan kepada orang tua atau pengasuh yang mengeluh atau mencurigai adanya satu atau lebih gejala, seperti keterlambatan bicara, gangguan komunikasi atau interaksi sosial, serta perilaku yang berulang-ulang. CHAT terdiri dari 2 bagian, yaitu: A. Sembilan buah pertanyaan yang diajukan pada orang tua atau pengasuh dengan jawaban Ya atau Tidak: 1. Senang diayun-ayun, diguncang-guncang 2. Tertarik memperhatikan anak lain 3. Suka memanjat tangga 4. Suka main ciluk-ba, petak umpet 5. Bermain pura-pura membuat minuman 6. Meminta dengan menunjuk 7. Menunjuk benda 8. Bermain dengan benda kecil 9. Memberikan benda untuk menunjukkan sesuatu B.
Lima pengamatan perilaku anak, yang dijawab dengan jawaban Ya atau Tidak 1. Anak memandang mata pemeriksa 2. Anak melihat ke benda yang ditunjuk 3. Bermain pura-pura membuat minum 4. Menunjuk benda yang disebut 5. Menumpuk kubus
Jika jawaban tidak pada pertanyaan A5, A7, B2-4, anak berisiko tinggi menderita autis. Pada pertanyaan A7 dan B4, jawaban tidak menunjukkan risiko rendah autis. Sedangkan bila terjawab tidak pada 3 atau lebih pertanyaan A1-4, A6, A8-9, B1, dan B5, kemungkinan terdapat gangguan perkembangan lain. Mengingat GSA merupakan suatu gangguan menetap dan berdampak terhadap perkembangan anak, deteksi dini merupakan salah satu usaha mencegah perburukan fungsi lebih jauh. Oleh sebab itu, melalui CHAT, pusat layanan primer ataupun sekunder dapat berperan lebih banyak dalam usaha deteksi dini anak dengan GSA. Harapannya, anak penderita GSA dapat segera ditangani untuk mendapat hasil yang terbaik.
Pelindung: Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis M. Met. (Rektor UI), Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K) (Dekan FKUI) Penasihat: Prof. Dr. Bambang Wibawarta, S.S., M.A. (Direktur Kemahasiswaan UI), dr. Eka Ginanjar, SpPD, FINASIM (Koordinator Kemahasiswaan FKUI) Staf Ahli: Seluruh Kepala Bagian FKUI/RSUPNCM, Prof. Dr. Ma’rifin Husein (CHS), dr. Muki Reksoprodjo, dr. Boen Setiawan, dr. Sudarso, dr. E. Oswari, DPH, Prof. Dr. Arjatmo Tjokronegoro, PhD, dr. Hapsara, DPH (Kemenkes RI), dr. Fahmi Alatas, Prof. dr. Marwali Harahap, SpKK, Prof. Dr. Umar Fahmi Achmadi, MPH Pembantu Khusus: Seluruh Alumni Aesculapius dan Media Aesculapius
Pemimpin Umum: Tiara Kemala Sari. PSDM: Damar Upahita, Juniarto Jaya Pangestu, Teguh Hopkop, Amajida Fadia Ratnasari, Arief Dimas Dwiputro, Fildzah Hilyati. Pemimpin Produksi: Annisaa Yuneva. Wakil Pemimpin Produksi: Arief Dimas Dwiputro, Karin Nadia Utami. Tata Letak dan Cetak: Eiko Bulan Matiur. Ilustrasi dan Fotografi: Rosyid Mawardi. Website: Selvi Nafisa Shahab, Andrew John WS. Staf Produksi: Reiva Wisdharilla Meidyandra Doni, Setyo Budi Premiaji Widodo, Johny Bayu Fitantra, Hafizh Ahmad Boenjamin, Stephanie Wijaya, Inda Tasha Bastaman, Andreas Michael S, Nanda Lucky Prasetya, Muhammad Reza Prabowo, Theresia Rini, Edo Rezaprasga, Meivita Sarah Devianti, Aditya Indra, Nobian Andre, Vanya Utami Tedhy, Zharifah Fauziyyah, Dhiya Farah, Kartika Laksmi. Pemimpin Redaksi: Halida Umi Balkis. Wakil Pemimpin Redaksi: Herdanti Rahma Putri. Redaktur Senior: Alia Nessa, Ayesya Nasta Lestari, Davrina Rianda, Imam Tongku Padesma, Ireska Tsaniya Afifa, Karina Maharani Pramudya, Oviliani Wijayanti, Juniarto Jaya Pangestu, Nadim Marchian Tedyanto, Tiara Kemala Sari. Redaktur Desk Headline: Patria Wardana Yuswar. Redaktur Desk Klinik: Paulina Livia Tandijono. Redaktur Desk Ilmiah Populer: Zatuilla Zahra Meutia. Redaktur Desk Opini & Humaniora: Amajida Fadia Ratnasari. Redaktur Desk Liputan: Ade Irma Malyana Artha. Reporter Senior: Arief Kurniawan, Jusica Putri, Nabila Aljufri, Alima Mawar Tasnima, Berli Kusuma. Reporter Junior: Andy William, Edwin Wijaya, Elva Kumalasari, Ferry Liwang, Fidinny Hamid, Nadia Zahratus Sholihat, Rusfanisa, Sukma Susilawati, Yasmina Zahra Syadza. Pemimpin Direksi: Dwitya Wilasarti. Wakil Pemimpin Direksi: Laksmi Bestari. Finansial: Diadra Annisa Setio Utami, Ali Haidar, Raymond Surya, Dita Gemiana, Ervandy Rangganata, Damar Upahita, Indra Wicaksono, Fatimah Sania, Hardya Gustada, Wilton Wylie Iskandar, Fahmi Kurniawan, Nurul Istianah. Sirkulasi dan Promosi: Anita Tiffany, Naela Himayati Afifah, Danny Darmawan, Rineke Twistixa Arandita, Teguh Hopkop, Febrine Rahmalia, Ryan Reinardi Wijaya, Dyah Ayu, Catharina Nenobais. Buku: Fildzah Hilyati, A. Krishna Ernanda, Herliani Dwi Putri Halim, Hanifah Rahmani Nursanti, Eka Adip Pradipta, F. Nikodemus Hosea, Elvina J. Yunasan, Indah Lestari. Alamat : Jl. Salemba Raya 6 Jakarta 10430, Telp/Fax. (021) 31930364, e-mail: redaksima@yahoo.co.id, Rek. 6691592 BNI Capem UI Salemba, website: beranisehat.com Alamat Redaksi/Sirkulasi : Media Aesculapius PO BOX 4201, Jakarta 10042, Harga Langganan: Rp 18.000,00 per enam edisi gratis satu edisi (untuk seluruh wilayah Indonesia, ditambah biaya kirim Rp. 5.000,00 untuk luar Jawa), foto kopi bukti pembayaran wesel pos atau foto kopi bukti transfer via BNI dapat dikirim ke alamat sirkulasi. MA menerima kiriman naskah dari pembaca untuk rubrik MA Klinik (khusus untuk dokter dan staf pengajar), Asuhan Keperawatan (khusus untuk perawat dan mahasiswa keperawatan) Sepuki, Suma, Suduk, Kolum, Arbeb, Kesmas, Seremonia, dan Konsultasi (berupa pertanyaan). Kirimkan email permohonan penulisan ke redaksima@yahoo.co.id dan kami akan mengirimkan spesifikasi rubrik yang Anda minati.
Kirimkan kritik dan saran Anda:
redaksima@yahoo.co.id
Website Media Aesculapius
beranisehat.com
Dapatkan info terbaru kami: @SKMAesculapius
KLINIK
MEDIA AESCULAPIUS
JULI
MEI-JUNI 2014
3
KONSULTASI
Mengenal Lebih Dekat Sklerosis Multipel Pertanyaan: Sklerosis multipel memang jarang ditemui di Indonesia. Namun, penyakit ini sangat menurunkan kualitas hidup penderitanya. Mengingat gejala yang tidak khas, bagaimana penegakan diagnosis untuk sklerosis multipel dan bagaimana tata laksana farmakologis serta nonfarmakologisnya? dr. TK di Lampung Sklerosis multipel (SM) adalah peradangan kronis sistem saraf pusat yang diakibatkan kerusakan mielin. Akibat kerusakan mielin, terdapat gangguan kemampuan serabut saraf untuk menghantarkan pesan dari atau menuju ke otak. SM termasuk penyakit degeneratif yang dikarakteristikkan dengan bercak kecil demielinasi pada otak dan medula spinalis. Penyakit ini dapat terjadi mulai dari usia 10 hingga 99 tahun dengan kelompok paling rentan adalah dewasa muda yaitu 22-39 tahun. Manifestasi klinis SM beragam sesuai dengan daerah yang mengalami gangguan. Gejala yang dialami pasien SM juga dipengaruhi oleh perjalanan penyakit. Pada awalnya, setiap peradangan yang terjadi berangsur mereda sehingga memungkinkan regenerasi selaput mielin. Oleh karena itu, pada awalnya timbul episode disfungsi neurologis yang berulang kali membaik.
Lambat-laun, peradangan menyebabkan mielin akhirnya menghilang. Sebagai konsekuensinya, impuls-impuls listrik yang berjalan sepanjang saraf menjadi lambat dan berujung pada kerusakan saraf. Ketika semakin banyak saraf yang terpengaruh, pasien akan mengalami gangguan progresif pada fungsi yang dikontrol oleh sistem saraf tersebut. Dampaknya, timbul tanda-tanda seperti gangguan penglihatan, kemampuan berbicara, berjalan, menulis, atau ingatan. Seiring berjalannya waktu, pada pasien dapat pula ditemui disfungsi sawar otak serta degenerasi saraf kronis. Secara klinis, timbul akumulasi progresif seperti masalah penglihatan lebih lanjut, kelemahan pada otot, penurunan daya vanya/MA
indra, depresi, kesulitan koordinasi dan berbicara, rasa sakit, bahkan kelumpuhan. Disfungsi sawar darah otak dapat dicegah dengan pemberian natalizumab, zat yang menghambat alfa(4)-integrin. Selain itu, dapat diberikan fibronectin containing the CS1 region (FN-CS1) dan senyawa
Narasumber: Dr.dr.Iris Rengganis, SpPD, K-AI, FINASIM Staf pengajar Divisi Alergi Imunologi Klinik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM organik yang diperlukan monosit untuk melakukan adhesi dengan Vascular Cell Adhesion Molecule type 1 (VCAM-1). Berdasarkan progresivitas dan tingkat gangguan fungsional pada pasien, SM dapat digolongkan ke dalam empat jenis, yaitu benign multiple sclerosis, relapsing remitting multiple sclerosis, secondary chronic progressive, dan primary progressive. Sekitar 20% penderita mengalami benign multiple sclerosis atau SM jinak. Pada SM jenis ini, penderita mampu menjalani kehidupan seperti orang sehat tanpa bergantung kepada orang lain. Setelah satu atau dua kali serangan, pasien dapat kembali pulih total tanpa perburukan dan tanpa menimbulkan kecacatan pemanen. Serangan-serangan yang diderita pun umumnya tidak berat sehingga seringkali pasien tidak menyadari dirinya menderita SM. Relapsing remitting multiple sclerosis adalah jenis SM klasik yang sering kali timbul pada akhir usia belasan hingga dekade ketiga. SM ini diawali dengan suatu serangan hebat yang kemudian membaik meski tidak sembuh secara sempurna, atau yang dikenal sebagai kesembuhan semu. Jenis ini dapat bersifat inaktif selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Sementara itu, pada SM jenis secondary chronic progressive, awalnya pasien mengalami keluhan hilang timbul yang berkembang lebih lanjut. SM tipe ini cenderung mengarah pada ketidakmampuan yang bersifat progresif dan acap kali disertai
kekambuhan terus menerus. Tipe terakhir, SM primary progressive, ditandai dengan serangan-serangan kecil dengan gejala-gejala yang terus memburuk tanpa pernah disertai serangan berat. Tingkat progresivitasnya beragam pada tingkatan yang paling parah. Pasien SM jenis ini dapat berakhir dengan kematian. Diagnosis SM ditegakkan dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan neurologis. Pemeriksaan penunjang yang disarankan adalah menggunakan alat visual, auditory, dan somatosensory evoked potentials, MRI, serta pungsi lumbal. Tata laksana pasien SM dengan relaps akut adalah steroid. Untuk mencegah kekambuhan, pasien perlu diberi imunoglobulin intravena. Pada pasien SM kronik progresif dapat diberi terapi imunosupresan. Selain itu, terapi simtomatis lain juga diberikan untuk meringankan gejala SM. Pasien juga hendaknya menjalani fisioterapi untuk mengonservasi fungsi tubuh yang masih baik. Tidak kalah perlu, lakukan edukasi pasien untuk selalu menerapkan perilaku hidup sehat dengan olah raga yang sesuai dan diet gizi seimbang.
Kirimkan pertanyaan Anda seputar medis ke redaksima@yahoo.co.id. Pertanyaan Anda akan dijawab oleh narasumber spesialis terpercaya.
TIPS DAN TRIK
Ekstirpasi Lipoma, Bedah Minor Milik Semua
B
Berani tangani lipoma, saatnya tunjukkan kompetensi kita!
erasal dari proliferasi jinak sel lemak, lipoma merupakan tumor yang kerap ditemui pada dewasa, terutama pada kelompok usia di atas 40 tahun. Secara makroskopik, lipoma berbentuk jaringan lemak homogen berwarna kekuningan yang dilingkupi kapsul fibrosa dan trabekula. Sebagai salah satu jenis tumor jaringan lunak yang banyak ditemui, penanganan lipoma dengan teknik ekstirpasi merupakan kompetensi bedah minor yang harus dikuasai oleh dokter umum. Sayangnya, masih kerap ditemui dokter umum yang tidak mengetahui teknik ekstirpasi sehingga berakhir dengan merujuk pasien ke tenaga spesialistik. Padahal, jika teknik ekstirpasi dipelajari dengan baik, tindakan intervensi ini dapat dilakukan dengan mudah di pusat pelayanan primer mana pun. Ekstirpasi lipoma diindikasikan untuk pasien lipoma dengan kompresi massa ke struktur sekitar. Selain itu, tindakan ini juga diindikasikan untuk menangani lipoma yang membutuhkan evaluasi histologi jaringan, atau lipoma yang mengalami pembesaran hingga melebihi diameter 5 cm. Di samping itu, ekstirpasi lipoma dapat dilakukan dengan indikasi kosmetik jika memang mengganggu penampilan fisik pasien. Kontraindikasi tindakan berlaku bagi pasien yang tidak stabil dan pasien dengan lokasi anatomis lipoma yang tidak memungkinkan proses eksisi, misalnya pada lipoma intraspinal. Setelah memastikan tidak ada
kontraindikasi, langkah selanjutnya adalah utuh beserta dengan kapsulnya dan palpasi mempersiapkan alat-alat operasi minor jaringan sekitar untuk memastikan lipoma berupa skalpel, gunting, needle holder, pinset, terangkat secara utuh. Jika ruang bekas dan hemostat. adanya tumor cukup besar, lakukan jahitan Pertama-tama, pada permukaan kulit dalam dengan benang vikril 3/0 atau 4/0. target, buat gambar garis batas lipoma dan Terakhir, jahit kulit dengan jahitan interrupted tandai garis eksisi yang berbentuk linear menggunakan benang nilon 4/0 atau 5/0. untuk diameter tumor kurang dari 5 cm Setelah tindakan selesai, edukasi pasien atau elips untuk diameter tumor lebih untuk mengganti dari 5 cm. Bersihkan kulit dengan larutan perban setiap hari povidon iodin atau klorheksidin, lalu pasang atau jika perban duk mengelilingi daerah operasi. Langkah tampak kotor dan selanjutnya adalah melakukan anestesi basah. Selamat lokal menggunakan lidokain 1-2% dengan mencoba! atau tanpa kombinasi epinefrin. Lakukan davrina anestesi infiltrasi dalam bentuk diamond shape, mengelilingi daerah operasi. Setelah dipastikan zat anestesi bekerja, lakukan insisi kulit mengikuti garis eksisi. zharifah/MA Pastikan insisi tidak melewati garis batas tumor. Bebaskan tumor secara tumpul dari jaringan lemak sekitar. Setelah sebagian terbebas, jepit bagian tengah kapsul lipoma dengan hemostat dan lakukan traksi secara lembut untuk mengangkat lipoma. Untuk mempermudah pengangkatan, jaringan di sekitar lipoma dapat dipisahkan dengan menggunakan gunting atau skalpel nomor 15. Waspadai cedera saraf dan pembuluh darah yang berada di bagian bawah tumor. Selanjutnya, angkat lipoma secara
JASA PEMBUATAN BUKU Media Aesculapius menyediakan jasa penyusunan buku yang sangat fleksibel. Baik dalam hal desain, ukuran dan tebal buku, maupun gaya penulisan. Tak terbatas hingga penyusunan saja, kami siap melayani distribusi buku Anda! Adapun buku yang pernah kami buat: buku biografi tokoh, buku pemeriksaan fisik berbagai departemen, dan Kapita Selekta Kedokteran.
More Info: Sekretariat MA Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jalan Salemba Raya 6, Jakarta Pusat (Kampus FKUI) Telp. 021 31930364 Contact Person: Fildzah Hilyati (0857 1752 3717)
42
KLINIK
MEI-JUNI 2014
MEDIA AESCULAPIUS
MA INFO
Bidik Tepat Atasi Demam Tifoid Ketika demam bukan sekadar gejala.
G
ejala demam sering menjadi acuan bagi klinisi dalam menegakkan diagnosis. Pemahaman pola demam penting untuk menentukan etiologinya. Misalnya, pola demam remiten lebih dari seminggu merupakan pola khas infeksi Salmonella typhi. Sebagai negara beriklim tropis, Indonesia rentan terhadap bermacam-macam penyakit infeksi. Tidak mengherankan jika Indonesia termasuk negara endemik demam tifoid. Demam ini dapat terjadi di segala usia, terutama pada rentang usia 12-30 tahun. Diagnosis demam tifoid dapat diperoleh melalui anamnesis, tanda dan gejala klinis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan laboratium penunjang. Diagnosis definitif demam tifoid membutuhkan isolasi S. typhi dari darah, urin, tinja, ataupun sumsum tulang. Jika didapati pasien baru saja pulang dari daerah endemik, tanda, gejala, dan pola demam yang dialami dapat mengarahkan kemungkinan tifoid. Infeksi S. typhi berawal dari makanan atau minuman yang terkontaminasi, dengan takaran infeksi 103-106 unit koloni. Kondisi keasaman lambung yang kurang optimal dapat meningkatkan risiko infeksi S. typhi, misalnya pada anak di bawah 1 tahun atau pengguna obat golongan antasida. Faktor lain seperti berkurangnya integritas usus pascaoperasi juga membuat tubuh rentan terhadap demam tifoid.
Ketika sudah mencapai usus halus, S. typhi berpenetrasi ke lapisan mukosa usus melalui sel M (phagocytic microfold) di dalam lapisan Peyer. Kemudian bakteri ini akan difagosit oleh makrofag jaringan. Alih-alih dihancurkan, bakteri ini malah menginfeksi makrofag dengan cara memodifikasi lipopolisakarida yang ada di permukaan bakteri. S. typhi mejadi mampu bertahan dan bereplikasi di dalam makrofag. Selanjutnya, bakteri tersebarkan melalui jalur limfatik menuju jaringan retikuloendotel seperti liver, limpa, nodus limfatik, dan sumsum tulang. Masa inkubasi S. typhi rata-rata 10-14 hari dengan rentang 3-21 hari. Gejala utama yakni demam mencapai 38,8â&#x20AC;&#x201C;40,5oC yang dapat berlangsung hingga empat minggu jika tidak diobati. Ketika demam mencapai puncak, gejala dapat disertai bradikardi. Gejala lain yang sering dijumpai adalah pusing, menggigil, batuk, berkeringat, malaise, mialgia, dan artralgia. Pada pemeriksaan fisik ditemukan rose spots di dada dan perut pada akhir minggu pertama. Tanda ini akan menghilang tanpa bekas setelah 2-5 hari. Selain itu dapat pula ditemukan coated tongue, splenomegali, nyeri abdomen, hepatomegali, dan epistaksis. Apabila tidak ditata laksana dengan tepat, demam tifoid dapat menimbulkan komplikasi berupa perdarahan atau perforasi gastrointestinal. Komplikasi neurologis dialami 2-40% pasien, meliputi meningitis,
sindrom Guillain Barre, neuritis, serta gejala neuropsikiatri seperti delirium. Berdasarkan Typhoid Fever Guideline 2012 terbitan Washington State Department of Public Health, tata laksana demam tifoid terbagi dua, yaitu terapi empiris dan terapi lanjutan. Terapi empiris demam tifoid dewasa yakni antibiotik seftriakson 1-2 g per hari intravena atau azitromisin 1 g per hari melalui oral. Setelah hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan positif tifoid, penggunaan antibiotik dapat disesuaikan. Jenis antibiotik lini pertama berupa golongan florokuinolon yakni siprofloksasin 500 mg per oral selama 5-7 hari atau golongan penisilin berupa amoksisilin 1 g per hari selama 14 hari. Pada kasus resisten obat, dapat dilakukan uji resistensi untuk memilih antibiotik yang tepat. Rujuk rawat inap dianjurkan pada pasien yang disertai gejala
diare atau pasien dengan penurunan kondisi. Hal tersebut dilakukan agar memudahkan klinisi melakukan terapi rehidrasi serta terapi suportif lainnya. Pencegahan demam tifoid dapat dilakukan dengan mengonsumsi makanan sehat, mencuci tangan, dan menjaga sanitasi lingkungan. Skrining rutin Salmonella juga diperlukan untuk mendeteksi adanya kecenderungan pembawa sifat (carrier). Selain itu, vaksinasi oral atau parenteral dapat menjadi pilihan terutama bagi orang yang akan bepergian ke tempat endemik berat ataupun petugas laboratorium. rusfanisa
farah/MA
ASUHAN KEPERAWATAN
Nurullah Agustya Mahasiswa Tingkat III Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
D
emensia merupakan gangguan neurologis yang acap kali dialami pasien lansia. Penyakit degeneratif ini ditandai dengan penurunan fungsi kognitif, perubahan kepribadian, serta melemahnya kemampuan membuat keputusan. Sebab pasien mengalami penurunan daya ingat, pasien sulit mengingat kejadian sebelumnya. Bahkan penderita demensia dapat mengalami kesulitan mengenal keluarga dan dirinya sendiri. Lansia dengan demensia akan mengalami gangguan mengenal tempat sehingga mudah tersesat di jalan. Terkadang, pasien juga merasa depresi dan mulai terjadi penarikan diri. Hal tersebut dapat berujung pada defisit perawatan diri. Gejala pikun pada demensia sering dianggap normal oleh masyarakat. Namun bagi perawat, pikun pada lansia patut dicurigai sebagai demensia. Oleh karena itu, identifikasi dini perlu dilakukan agar perawat dapat memberikan perlakuan yang sesuai. Dalam menangani demensia, perawat harus memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan keadaan pasien. Misalnya, dengan memberi label nama pada setiap benda dan memasang foto orang terdekat pasien di dinding kamar. Hal itu akan memberikan rangsangan kognitif pada pasien. Perawat juga dapat memberikan petunjuk arah untuk mencegah pasien tersesat. Selain memberi label, alat bantu seperti kalender dengan angka besar-besar dapat digunakan. Kalender ini bertujuan untuk
Bekal Pamungkas Merawat Demensia
Lazim dianggap penyakit rutin orang sepuh, demensia sering diabaikan. Padahal dengan perawatan yang tepat, pasien demensia dapat menjadi lebih mandiri.
menstimulasi pasien dalam mengingat hari dan tanggal. Pasien juga sebaiknya dianjurkan menggunakan jam meja untuk memperbaiki orientasi waktunya. Dalam rangka merangsang kemampuan kognitif pasien, langkah yang dapat diterapkan sebagai latihan terhadap pasien antara lain sebagai berikut: 1. Anjurkan pasien duduk dan letakkan alat peraga di depannya dengan jarak pandang yang jelas, gunakan kaca mata bila perlu. 2. Mintalah pasien menyebutkan benda yang ditunjuk. 3. Tutup alat peraga selama 5 menit, kemudian minta pasien untuk mengulangi kembali. 4. Latih secara teratur 15-20 menit sehari agar dapat mempertahankan tingkat daya ingat pasien. Bila perlu, keluarga juga diajak untuk turut terlibat dalam latihan ini. Pasien juga dapat dibantu untuk melakukan kegiatan sehari-hari dengan disusunkan jadwal harian. Jadwal tersebut berisi kegiatan-kegiatan rutin yang sebelumnya telah disepakati oleh pasien. Dengan demikian, diharapkan perlahanlahan pasien dapat melakukan rutinitasnya karena terbiasa melakukan sesuai jadwal.
Jangan lupa memberikan apresiasi kepada pasien atas kemampuan mengingatnya. Penggunaan kata yang sederhana dan singkat dapat membantu dalam berkomunikasi dengan lansia demensia. Apabila terjadi perubahan suasana hati mendadak saat perawatan, perawat harus mengevaluasi diri karena kemungkinan terdapat sikap atau tindakan yang tidak disukai pasien. Hal ini dapat mempengaruhi susana hati pasien, sehingga tindakan tersebut sebaiknya tidak diulangi. Sebagai orang yang mengasuh dan memberikan perawatan, perkenalan diri dengan pasien pun pantang luput di setiap tindakan. Hal ini membantu pasien mengenali siapa yang merawatnya sehingga ia dapat lebih membuka diri dan tidak merasa nobian/MA terancam. Pasien sebaiknya dipanggil dengan sebutan nama agar identitas dirinya terbentuk dan realita diri dapat terbangun. Memang bukan perkara mudah untuk menyampaikan informasi kepada pasien demensia. Oleh sebab itu, perawat dituntut untuk sabar dalam mengingatkan kembali segala informasi kepada pasien. rusfanisa
JASA TERJEMAHAN KABAR GEMBIRA! Media Aesculapius menyediakan jasa terjemahan Indonesia-Inggris/Inggris-Indonesia. Waktu pengerjaan singkat (4 x 24 jam) dengan hasil terjamin. Harga terjemahan yang kami tawarkan: Jurnal Ing â&#x20AC;&#x201C; Ind : Rp30.000,00/halaman Ind â&#x20AC;&#x201C; Ing : Rp40.000,00/halaman Textbook Ing â&#x20AC;&#x201C; Ind : Rp25.000,00/halaman Ind â&#x20AC;&#x201C; Ing : Rp35.000,00/halaman
More Info: Sekretariat MA Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jalan Salemba Raya 6, Jakarta Pusat (Kampus FKUI) Telp. 021 31930364 Contact Person: Hardya Gustada (0813 8668 6655)
MEDIA AESCULAPIUS
KESMAS
D
Ilmiah Populer
JULI
MEI-JUNI 2014
5
NTD: Musuh Bersama yang Terlupakan
ewasa ini, neglected tropical diseases (NTD) masih menjadi masalah yang mengancam negara kita. Lima dari tujuh belas jenis NTD masih endemis di Indonesia. Penyakit-penyakit itu antara lain ialah kecacingan, skistosomiasis, filariasis, frambusia, dan lepra. NTD cenderung ditemukan pada negaranegara dengan kondisi ekonomi rendah dengan target populasi penduduk miskin. Sejatinya, Indonesia tidaklah semiskin itu. Menurut Bank Dunia, Indonesia menduduki peringkat ke-16 negara dengan ekonomi terbesar, setara dengan Belanda. Bahkan, Indonesia diprediksi menjadi penyumbang lebih dari 50% pertumbuhan ekonomi dunia. Hanya saja, masalah utama muncul sebab terdapat kesenjangan pendapatan yang besar di masyarakat. Sekitar 111 juta penduduk Indonesia hidup dengan pendapatan kurang dari $2 per hari. NTD memang jarang menimbulkan mortalitas. Namun, penyakit ini berpotensi menyebabkan morbiditas yang tinggi. Bagi penderitanya, NTD tidak hanya menghambat produktivitas, tetapi juga mengakhiri kehidupan mereka sebagai manusia normal. Stigma sosial menyebabkan penyakit ini ditakuti. Ditambah dengan kondisi sanitasi lingkungan dan perilaku yang buruk, NTD semakin sulit dieradikasi.
Potret Prevalensi NTD di Indonesia Indonesia merupakan negara kedua di dunia dengan tingkat infeksi kecacingan melalui tanah (soil-transmitted helminthiasis, STH) tertinggi setelah India. Bahkan, 31 dari 33 provinsi termasuk area yang endemik STH. Infeksi STH berkaitan erat dengan morbiditas manusia. Pada anak, STH dapat mengganggu proses tumbuh kembang dan berhubungan erat dengan minimnya prestasi di sekolah. Selain STH, NTD lain yang masih endemis adalah skistosomiasis. Penyakit ini
satu-satunya negara yang endemik terhadap seluruh spesies cacing penyebab filariasis, yaitu W. bancrofti, B. malayi, dan B. timori. Ketiga cacing ini dapat ditransmisikan oleh 23 jenis vektor nyamuk di Indonesia. Parasit ini dapat menyumbat aliran limfe, yang kemudian menyebabkan pembesaran kaki sehingga menyerupai kaki gajah. Deformitas inilah yang menyebabkan morbiditas, penurunan produktivitas, serta stigma sosial. Frambusia merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi T. pertenue. Jika tidak diobati, akan muncul lesi pada kulit di seluruh tubuh. Di Indonesia, penyakit kronis ini dapat ditemukan
masih dapat ditemukan di tiga daerah, yaitu Lembah Lindu, Napu, dan Bada di Sulawesi Tengah. Sebanyak 125 juta penduduk Indonesia juga berisiko terinfeksi filariasis limfatik. Prevalensi tertinggi terdapat di Papua, NTT, dan Maluku. Indonesia juga merupakan
pada 18 provinsi dan sering menyerang anak di bawah 15 tahun. Infeksi bakteri lainnya yang tergolong NTD adalah lepra, yang disebabkan oleh M. leprae. Meskipun lepra sudah tereliminasi dalam skala nasional, penyakit ini masih dijumpai
kartika/MA
pada beberapa provinsi di Pulau Jawa. Sebagai tambahan, 70% insiden kasus lepra di Indonesia merupakan tipe multibasiler yang diasosiasikan dengan disabilitas dan transmisi yang lebih tinggi. Upaya Pemangku Kebijakan dalam Eliminasi NTD Tampak bahwa NTD mengakibatkan morbiditas yang tinggi bagi penderitanya. Ironisnya, penyakit ini sesungguhnya dapat disembuhkan, bahkan beberapa di antaranya dapat sepenuhnya dieradikasi. Oleh karena itu, pada Januari 2012 diadakan pertemuan besar antara WHO dan pemangku kepentingan lainnya yang menghasilkan Deklarasi London. Deklarasi ini bertujuan mengontrol serta mengeliminasi 10 NTD pada 2020. Dengan berpedoman pada panduan tersebut, Pemerintah Indonesia telah membuat serangkaian rencana untuk memberantas NTD. Salah satunya dengan mengadakan Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) pada daerah endemis. Selain itu, dilakukan pula pengendalian vektor dan perbaikan sanitasi. Dengan memutus satu rantai penularan, diharapkan perlahan prevalensi NTD semakin turun. Dengan dukungan dana dari berbagai pihak, Indonesia berjuang menepati janji untuk mengeliminasi NTD sesuai target waktu. andy
INFO OBAT
Lawan Adiksi Nikotin dengan Vareniklin Ketika niat saja tidak cukup, obat menjadi alternatif membebaskan diri dari adiksi nikotin.
M
erokok merupakan penyebab utama berbagai penyakit serius seperti kanker paru, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), hingga penyakit jantung koroner. Penyakit-penyakit ini seharusnya dapat dicegah dengan tidak merokok. Akan tetapi, berhenti merokok ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal tersebut salah satunya disebabkan kandungan nikotin dalam rokok menyebabkan adiksi. Efek adiksi ini memberikan gejala putus nikotin seperti pusing, mual, lapar, dan depresi ketika seorang perokok mencoba berhenti. Tidak heran, pecandu rokok sulit berpaling walau sudah memupuk motivasi dalam diri. Oleh karena itu, bantuan seperti nicotine replacement therapy maupun terapi farmakologis terkadang diperlukan. Vareniklin merupakan agonis parsial selektif reseptor asetilkolin nikotinik subtipe α4β2 sentral. Efek agonis parsial vareniklin pada reseptor α4β2 menghasilkan efek seperti nikotin sehingga gejala putus nikotin dapat diatasi. Bahkan, seandainya orang tersebut kembali merokok, reseptor α4β2 yang memiliki afinitas lebih tinggi terhadap vareniklin akan menghambat nikotin dan mengurangi kemungkinan adiksi. Penggunaan vareniklin dapat meningkatkan keberhasilan berhenti merokok sampai empat kali lipat dibandingkan plasebo. Obat ini tersedia dalam bentuk tartrat dan dikonsumsi per oral setelah makan. Bioavailabilitasnya lebih dari 90% sebab vareniklin diabsorbsi sempurna oleh usus. Penyerapan sediaan tablet maupun larutan tidak jauh berbeda dan tidak dipengaruhi
pemberian bersama makanan. Konsentrasi maksimum dalam plasma umumnya tercapai dalam 3-4 jam secara oral dengan keadaan tunak empat hari setelah pemberian dosis berulang. Solubilitas dan permeabilitas obat yang tinggi menyebabkan vareniklin mampu menembus sawar darah otak. Fraksi bebas dalam plasma yang mencapai 88-93% membuat volume distribusi vareniklin mencapai 415 L. Jumlah tersebut tidak dipengaruhi oleh usia konsumen. Obat yang beredar kemudian tidak dimetabolisme secara oksidatif dalam hati dan kebanyakan diekskresikan melalui urin dalam keadaan utuh. Sebab jalur ekskresi melibatkan kerja filtrasi
adit/MA
glomerulus, dosis vareniklin pada pasien gagal ginjal perlu disesuaikan. Klirens total (CL/F) setelah administrasi oral obat dengan waktu paruh 24 jam ini berhubungan linear terhadap klirens oleh ginjal (CLR). Rata-rata CLR berkisar antara 88-155 ml/menit untuk dosis tunggal dan 92-143 ml/menit pada dosis berulang. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, waktu paruh obat menjadi semakin panjang sebagai penanda peningkatan pajanan vareniklin secara sistemik. Fungsi ginjal merupakan faktor yang paling berperan dalam farmakokinetik vareniklin. Namun, hal tersebut juga dipengaruhi oleh derajat kerusakan. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal ringan (CLCR > 50 dan < 80 ml/ menit), tidak terdapat dampak yang bermakna. Akan tetapi jika gangguan fungsi ginjal lebih parah (CLCR < 50 ml/ menit), konsentrasi sistemik vareniklin dapat meningkat 1,5 sampai 2,1 kali. Di samping itu, obat yang dikontraindikasikan untuk penderita hipersensitif terhadap vareniklin dan anak di bawah usia 18 tahun ini juga disekresikan secara aktif oleh tubulus melalui human organic cation transporter, terutama hOCT2. Simetidin yang merupakan substrat dari hOCT2
dapat menginhibisi pengambilan vareniklin secara parsial, meski tidak bermakna secara klinis. Vareniklin juga tidak memengaruhi farmakokinetik digoksin dan warfarin sebagai obat kardiovaskular yang paling umum digunakan pada perokok. Rekomendasi dosis awal yang digunakan adalah 0,5 mg/hari selama tiga hari. Dosis kemudian ditingkatkan menjadi 0,5 mg dua kali sehari selama empat hari. Konsumsi obat dilanjutkan sampai 1 mg dua kali sehari selama 12 minggu pada perokok dewasa. Namun, jika pasien memiliki gangguan fungsi ginjal yang parah, diperlukan pengurangan dosis hingga 1 mg/hari. Efek samping yang paling umum terjadi adalah rasa mual. Akan tetapi, hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian obat bersama air dan makanan, atau pembagian dosis. Efek samping lain yang dikhawatirkan adalah peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan perubahan suasana hati yang bahkan dapat menimbulkan keinginan bunuh diri. Oleh karena itu, jika timbul perasaan depresi atau suasana hati yang mudah berubah, pasien harus segera berkonsultasi dengan dokter. andy Nama generik Varenicline Nama dagang Champix® Indikasi Adiksi nikotin pada dewasa Kontraindikasi Hipersensitivitas Harga Rp. 275.150/ pack (28’s)
62
MEI-JUNI 2014
ARTIKEL BEBAS
Ilmiah Populer
MEDIA AESCULAPIUS
Air Basa Tereduksi, Bukan Sembarang Pelepas Dahaga Khasiat mata air ajaib kini dapat diperoleh kapan saja dan di mana pun Anda berada. Substansi jernih penyembuh segala penyakit hadir dalam air basa tereduksi.
R
ibuan orang dari berbagai pelosok dunia berduyun-duyun menghampiri air zamzam Mekah, wonder water di Jerman dan holy water Lourdes di Perancis setiap harinya. Mereka mengais harapan akan keberkahan dan kesembuhan fisik dari sumber air yang konon sakti tersebut. Mungkin Anda sendiri pernah meneguk salah satu dari air ajaib ini dan merasakan aliran energi positif merasuk ke dalam tubuh. Anda pun bertanya-tanya, apa sebenarnya yang ada di dalam sumber air ini? Benarkah kekuatan gaib yang menyebabkan khasiat bagi mereka yang berpenyakit? Mata Air Ajaib, Sains atau Gaib? Terkesan ajaib, memang. Hanya dengan meneguk air putih, para penderita kanker dan sejumlah penyakit berat lainnya dapat lepas dari deritanya. Namun, ternyata sains berperan di balik ampuhnya air ini dalam pengobatan berbagai penyakit. Kehebatan khasiat yang dimiliki air ajaib mengundang perhatian sejumlah peneliti di Jepang untuk menguak kandungan di dalamnya. Rupanya, sifat air yang basa merupakan jawaban dari keistimewaan setiap mata air ajaib di penjuru dunia. Puluhan tahun lamanya sejumlah ilmuwan Jepang berupaya untuk menggarap teknologi serupa. Dengan menerapkan filosofi khasiat air basa, akhirnya mesin elektrolisis medis penghasil air basa tereduksi (ABT) dipatenkan pada 1974. Berkat kegigihan mereka, mata air ajaib dapat diperoleh dari dapur Anda setiap hari. Kini, distributor mesin elektrolisis dan air
ABT tersebar di penjuru dunia. Melalui proses elektrolisis, adanya arus magnet dan hantaran mineral pada air dapat mereduksi proton di air biasa menjadi ion hidrogen yang aktif. Air yang kaya akan ion hidrogen ini mampu menetralisisasi efek radikal bebas yang bersifat destruktif dalam tubuh. Proses elektrolisis yang terjadi juga merupakan pereduksi molekul-molekul air. Air keran biasa yang terdiri dari 16-20 molekul akan dipecah menjadi kluster mikro yang terdiri dari 3-5 molekul. Dengan sifat
molekulnya yang amat farah/MA kecil, ABT dapat diserap sel tubuh secara optimal. Kemampuannya menghidarasi sampai ke setiap sel tubuh memungkinkan ABT untuk membilas dan membuang segala zat sisa agar tidak berakumulasi di tubuh.
Sehat dengan ABT Dengan pola hidup di era serba instan sekarang ini, corak regulasi tubuh manusia menjadi kurang teratur. Konsumsi protein, karbohidrat, dan lemak eksesif yang tidak dibarengi dengan konsumsi vitamin dan mineral membuat tubuh bekerja terlalu keras untuk memetabolisme ketiga makronutrien tersebut. Belum lagi paparan sinar ultraviolet (UV) dan polusi. Berbagai faktor tersebut menyumbangkan stres oksidatif bagi tubuh. Jika Anda mendengar kata stres oksidatif, tentu kita membayangkan sejumlah komponen radikal bebas menari-nari di dalam tubuh menyebabkan pembusukan dan penuaan dini. Efek radikal bebas dan stres oksidatif inilah awal mula dari penuaan, diabetes, dislipidemia, penyakit jantung, kanker, katarak, serta penyakit degeneratif lainnya. Kita memang tidak bisa luput dari radikal bebas. Namun, setidaknya kita dapat mengurangi efeknya dengan konsumsi ABT. ABT akan menambah efek baik dari vitamin sehingga radikal bebas penyebab sifat asam juga akan dinetralisasi dengan sifat antioksidan ABT. ABT juga dipercaya ampuh menjaga ketahanan fisik. Pola makan manusia di masa modern ini berpotensi dalam meningkatkan kadar asam dalam tubuh. Padahal, pH normal tubuh kita seharusnya berkisar di angka 7,0. Tubuh yang cenderung bersifat asam akan memicu terjadinya alergi dan berbagai penyakit autoimun. Pada orangorang yang memiliki alergi, kadar mineral antioksidan mereka sangat rendah sehingga tidak bisa menangkal agen-agen inflamasi yang ada. Untuk menstabilkan reaksi mereka
terhadap alergen, ion kalsium memiliki peran besar. Dalam hal ini, ABT dapat memberi asupan ion kalsium yang akan menangkal alergi. Efek lain ABT terhadap sistem imun juga menyeimbangkan kerja sel Th1 dan Th2, yang juga mencegah terjadinya alergi. Rutin mengonsumsi ABT juga memunginkan seseorang memperoleh bentuk tubuh yang ideal. Sifat protektifnya yang dapat menangkal lipid dan kolesterol membuat materi-materi ini sukar untuk berakumulasi di dalam sistem tubuh. Suplementasi ABT juga dapat menginduksi ekspresi gen CYP7A yang akan mengaktivasi cholesterol 7a-hydroxylase, agen yang bertanggung jawab dalam proses evakuasi kolesterol dari sistem tubuh. Khasiat ABT tidak hanya dapat dirasakan dalam tegukan. Di kulit pun, ABT memberikan efek positif. Luka akibat radiasi ultraviolet yang berlebihan dapat pulih jika mandi atau disemprotkan ABT. Partikel antioksidan ABT juga akan memasuki poripori tubuh dan beraksi menetralkan efek radikal bebas yang berbahaya. Glutation peroksidaselah yang menjadi dasar mekanisme di balik khasiat tersebut. Cara sehat yang praktis? Dengan menganut tiga karakteristik air yang memiliki sifat anitoksidan tinggi, bersifat basa, serta memiliki struktur kluster mikro, ABT mampu memberikan manfaat kesehatan yang tidak terhitung jumlahnya. Terapi penyembuhan dan pencegahan penyakit yang praktis juga aman ini membuat ABT menjadi pilihan potensial bagi miliaran jiwa di seluruh dunia. Percaya atau tidak, khasiat mata air ajaib semakin dekat dengan genggaman. fidi
SEGAR
Teka-Teki Silang Mendatar 2. Proses pengeluaran sel telur dari ovarium 4. Epitelium bagian luar blastosista 5. Depan 8. Ketua IDI masa jabatan 2012-2015 9. Membran terdalam dari 4 membran ekstraembrionik 12. Pacemaker pada jantung 13. Satuan dasar sistem saraf 15. Rumah sakit kanker nasional 19. Gen yang terlibat dalam memicu sifat-sifat kanker 20. Attention Deficit and Hyperactivity Disorder 21. Konsultan Penyakit Tropis dan Infeksi 22. Nama belakang menteri kesehatan era Kabinet Gotong Royong
laksmi
Menurun 1. Kelenjar yang berperan dalam peningkatan kadar kalsium darah. 3. Metode dalam radiologi yang menggunakan medan magnetik. 6. RSUP Jawa Barat 7. Selaput paru 10. Bapak genetika 11. Kriteria penentuan patogen sebagai penyebab suatu penyakit. 14. Pembuangan ampas metabolisme 16. Salah satu program pengendalian DBD untuk membasmi jentik nyamuk 17. Singkatan, hormon yang berperan dalam osmoregulasi 18. Bentuk bakteri penyebab antraks
MEDIA AESCULAPIUS
IPTEK
Ilmiah Populer
JULI
MEI-JUNI 2014
7
EBM
Regimen Capsaicin, Alternatif Mudah Tangani Hipertensi Antitrombotik Makan sehat, aman, tetapi tetap ramah lidah? Ini dia jawabannya. Optimal untuk Sindrom Koroner Akut
H
ipertensi merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular yang menjadi momok di masyarakat. Penyakit ini dapat bermuara ke berbagai komplikasi yang fatal seperti stroke, penyakit jantung koroner, dan gagal ginjal. Penanganan dengan terapi farmakologis saja tidak cukup karena perubahan gaya hidup adalah hal utama dalam pengendalian hipertensi. Saat ini, pedoman utama pola makan sehat bagi penderita hipertensi adalah Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH). Pola makan ini mengutamakan sumber-sumber nutrisi rendah natrium, gula, daging, dan lemak, disertai konsumsi buah, sayur, dan gandum. Bagi orang Indonesia yang kurang terbiasa dengan pola makan demikian, diet DASH terkadang cukup menyulitkan. Hasilnya, kepatuhan pasien dalam menjalani diet dapat menurun. Capsaicin hadir sebagai alternatif diet terapi pada pasien hipertensi di Indonesia. Substansi aktif yang menyebabkan rasa pedas pada cabai ini, selain akrab di lidah orang-orang Asia, juga memiliki khasiat antihipertensi. Temuan ini dikemukakan oleh Yang dkk dalam Journal of Cell Metabolism, yang kemudian turut diteliti oleh ilmuwanilmuwan lain. Mekanisme apa yang mendasari efek anti hipertensi pada capsaicin? Ternyata, zat ini berperan dalam pelebaran pembuluh darah yang kemudian diikuti dengan menurunnya tekanan darah. Pada pembuluh darah, komponen yang menjadi pintu masuk untuk capsaicin adalah reseptor kanal Transient Receptor Potential Vaniloid 1 (TRPV1). Reseptor ini peka terhadap suhu dan gaya mekanis,
sehingga kanal inipun peka terhadap panas yang dihasilkan oleh capsaicin. Pengikatan capsaicin pada TRPV1 menginduksi masuknya ion kalsium ke dalam pembuluh darah. Masuknya ion kalsium ini akan mengaktivasi enzim endothelial nitric oxide synthase (eNOS). Selanjutnya, terbentuklah nitrit oksida (NO), yang sudah dikenal dengan efek vasodilatasinya. NO bahkan menjadi salah satu agen utama dalam menangani tekanan darah tinggi. Pada penderita hipertensi, disfungsi endotel menyebabkan kurangnya produksi NO. Kondisi tekanan darah tinggi pun dapat semakin memburuk. Namun, pada studi yang juga dilakukan oleh Yang dkk, ditemukan bahwa pemberian capsaicin selama enam bulan kepada penderita hipertensi mampu meningkatkan jumlah reseptor TRPV1 pada pembuluh darah. Pemberian capsaicin juga dapat meningkatkan fosforilasi eNOS. Dampak akhirnya produksi NO dalam tubuh penderita nobian/MA hipertensi pun meningkat. Temuan yang Menyisakan Kontroversi Di balik penemuan ilmiah yang menggembirakan ini, beberapa kontroversi tentang efek capsaicin belum membuat beberapa pihak yakin terhadap khasiatnya dalam menurunkan tekanan darah. Efek
vasodilatasi oleh capsaicin dikatakan tidak dapat terjadi secara instan, melainkan muncul pada pemberian rutin selama beberapa bulan. Temuan lain yang masih mengganjal adalah efek simpatetis temporer berupa kenaikan denyut jantung segera setelah pemberian capsaicin. Untungnya, kenaikan denyut jantung ini hanya terjadi temporer. Satu lagi pertanyaan yang masih mengusik yakni kurangnya bukti absolut untuk melihat efek antihipertensi oleh capsaicin pada manusia. Namun, sebuah studi epidemiologi terhadap penduduk Cina cukup mendukung teori yang ada. Penduduk Cina Timur Laut yang gemar mengonsumi makanan pedas memiliki prevalensi hipertensi yang lebih rendah, yakni 10-14% dibadingkan dengan warga Cina Barat Daya yang memiliki selera pangan berbeda. Walaupun bukan pilihan utama terapi hipertensi, temuan bahwa capsaicin memiliki efek menurunkan tekanan darah dapat menjadi angin segar bagi masyarakat Indonesia yang banyak menggemari makanan pedas dan mengandung rempah. Di sela-sela diet DASH, boleh jadi di masa mendatang cabai dapat disisipkan untuk memberi cita rasa lebih sekaligus membuat pasien tetap aman dari ancaman hipertensi. fidi
ADVERTORIAL
Jinakkan Asma dengan Termoplasti Bronkial
J
Sebab kontraksi otot polos saluran napas, ratusan juta orang harus tabah dengan keluhan mengi. Ada kalanya, obat rutin pun belum cukup membantu meredakan gejalanya.
alan napas adalah salah satu komponen yang cukup mahal, termoplasti bronkial penting dalam menjaga tanda vital agar hanya direkomendasikan apabila terapi tetap normal. Dalam prinsip pertolongan farmakologis seperti penggunaan agonis pertama, jalan napas bahkan menjadi salah β2 dan kortikosteroid tidak menunjukkan satu komponen yang perlu diperhatikan respon yang baik. di awal. Permasalahan jalan napas dapat Mekanisme yang ditawarkan oleh berakibat bermacam-macam gangguan. Salah termoplasti bronkial menggunakan prinsip satunya manifestasinya adalah sesak napas transmisi suhu setinggi 650C melalui yang mengarah gelombang radiofrekuensi dari lempeng pada diagnosis elektroda yang melapisinya. Untuk penyakit asma. menghantarkan suhu ini ke saluran napas, Serangan asma tindakan yang dilakukan terbilang yang sewaktucukup rumit yaitu waktu dapat terjadi insersi kateter pada penderita bronkoskopi ke membuat terapi saluran napas. kuratif seperti agen Dengan suhu panas agonis β2 kerja cepat ini, diharapkan dan kortikosteroid terjadi apoptosis inhalasi menjadi lini dan autofagi sel-sel zharifah/MA utama untuk meredakan otot polos sehingga gejala. Hingga saat ini, ketebalan lapisan upaya preventif utama adalah otot polos dapat menghindari pajanan alergen. dikurangi. Namun, terkadang hal itu tidak Sejarah cukup. Sepuluh persen dari seluruh perkembangan penderita asma adalah penderita asma termoplasti berat yang membutuhkan terapi lebih. bronkial telah Termoplasti bronkial adalah salah satu dimulai sejak pilihan terapi untuk mengendalikan asma, 2004. Pada awalnya, terutama asma berat. Target terapi ini adalah percobaan untuk menilai efek perlakuan reduksi otot polos saluran napas sehingga suhu terhadap otot polos dilakukan pada efek bronkokonstriksi akibat kontraksi otot anjing. Penelitian ini member hasil bahwa polos dapat dihindari. Terapi yang telah suhu 550C memberi efek minor terhadap dipatenkan Food and Drug Administration reduksi otot polos, sedangkan suhu 650C (FDA) pada September 2011 ini menjadi dilaporkan sebagai suhu paling efektif yang terobosan baru terapi nonfarmakologis asma. dapat mengurangi 50% lapisan otot polos Karena sifatnya yang invasif dan biayanya saluran napas.
Mulai 2005, terapi dilakukan pada pasien yang menerima operasi reseksi lobus. Berdasarkan pemeriksaan histologis, kerusakan jaringan seperti eritema dan edema pada jaringan sekitar saluran napas dilaporkan minimal. Penelitian lain membuktikan bahwa pasien yang menerima terapi termoplasti bronkial memiliki puncak laju aliran ekspirasi pagi yang lebih tinggi. Tentunya, efek terhadap gejala asma pun dinilai. Hasilnya, pada pengamatan selama 12 minggu setelah terapi, pasien dapat bebas dari gejala asma. Keseluruhan terapi ini membutuhkan tiga sesi tindakan yang berselang 3-6 minggu antartindakan. Dalam setiap sesi, dibutuhkan waktu 30-60 menit untuk memberikan waktu yang cukup bagi suhu panas untuk mengurangi jumlah sel otot polos. Tiap sesi terapi menargetkan bagian saluran napas yang berbeda-beda. Sesi pertama dan kedua menargetkan lobus bawah paru kanan dan kiri, sedangkan sesi ketiga menargetkan lobus bagian atas dari kedua sisi. Dengan prosedurnya yang invasif dan membutuhkan keahlian khusus, termoplasti bronkial masih menimbulkan efek samping. Dilaporkan 8,4% pasien yang menerima terapi ini mengalami komplikasi setelah diberi tindakan. Komplikasi tersering adalah infeksi pada hari pertama hingga ketujuh pascaterapi. Komplikasi lain seperti atelektasis dan peradangan pleura juga pernah dilaporkan terjadi, hanya dalam frekuensi kejadian sangat kecil. Secara keseluruhan, pasien asma memberi respon yang baik terhadap terapi ini. fidi
S
indrom koroner akut merupakan penyakit yang akan meningkatkan risiko mortalitas jika tidak ditangani dengan baik. Regimen standar terapi adalah dual antiplatelet (DAPT) yang merupakan kombinasi aspirin dengan golongan thienopyridine, umumnya klopidogrel. Regimen ini memang cukup efektif. Namun, masih terdapat risiko rekurensi trombosis setelah intervensi koroner perkutan. Obat-obat alternatif baru mulai bermunculan, dari golongan antikoagulan (rivaroxaban, apixaban) sampai inhibitor P2Y12 yang baru (prasugrel, tikagrelor). Akan tetapi, belum ada penelitian yang membandingkan seluruh obat baru tersebut dengan regimen standar. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian untuk membandingkan efikasi obat baru tersebut dengan regimen standar. Sebuah studi meta-analisis yang dilakukan Ye et al mengambil data dari lima regimen obat PJK yang dibandingkan dengan regimen standar secara randomized controlled trial, yaitu TRITON-TIMI 38 dan TRILOGY ACS (prasugrel dan aspirin versus DAPT), PLATO (tikagrelol dan aspirin versus DAPT), APPRAISE 2 (apixaban dan DAPT versus DAPT), serta ATLAS ACS2-TIMI (rivaroxaban dan DAPT versus DAPT). Terdapat 64.476 pasien yang dilibatkan dengan rata-rata usia antara 61-67 tahun. Sebagian pasien mendapatkan regimen baru dan sisanya mendapat regimen standar. Hasil klinis yang dinilai adalah major adverse cardiac events (MACE) dan pendarahan berat akibat trombolisis pada infark miokard (TIMI). Secara keseluruhan, regimen antitrombotik baru menunjukkan MACE yang lebih sedikit dibandingkan DAPT (OR=0,860; 95% CI, 0,803 hingga 0,921; p<0,001) dengan heterogenitas yang cukup signifikan. Urutan efikasi berbagai regimen dalam menurunkan risiko MACE adalah: 27% pada rivaroxaban 5 mg dua kali sehari, 26,5% untuk rivaroxaban 2,5 mg dua kali sehari, 23,5% untuk tikagrelor, 14,5% untuk prasugrel, 8,5% untuk apixaban, dan 0% untuk DAPT tradisional. Tampak bahwa kombinasi rivaroxaban dan DAPT menunjukkan pengurangan risiko MACE yang paling signifikan. Akan tetapi, rivaroxaban juga meningkatkan risiko pendarahan akibat TIMI, sehingga pemakaiannya terbatas. Seluruh regimen baru ini memiliki risiko pendarahan akibat TIMI yang lebih tinggi dibandingkan DAPT standar. Meskipun begitu, keuntungannya lebih signifikan daripada kekurangannya. Secara kumulatif, keuntungan klinis berbagai regimen adalah: 35,0% pada tikagrelor, 30,0% pada prasugrel, 21,0% pada rivaroxaban 2,5 mg dua kali sehari, 8,0% pada rivaroxaban 5 mg dua kali sehari, 5,0% pada apixaban, dan 1,5% pada DAPT standar. Dengan demikian, regimen yang paling optimal untuk PJK adalah kombinasi tikagrelor dengan aspirin. andy (Ye Y, Xie H, Zeng Y, Zhao X, Tian Z, Zhang S. Optimal oral antithrombotic regimes for patients with acute coronary syndrome: a network meta-analysis. PLoS One. 2014; 9(3): 1-8.)
82
OPINI & HUMANIORA
MEI-JUNI 2014
MEDIA AESCULAPIUS
SUARA MAHASISWA
Dilematika Pendonoran Organ Donor organ kini: rela atau dagang?
D
unia kesehatan kian tunduk pada hukum ekonomi. Seakan berpatok pada aturan ‘jika barang terbatas, tetapi permintaan besar, harga jual akan mahal’, jual-beli organ tubuh mulai dilirik sebagai peluang usaha baru. Beruntung meski menurut akal sangat menguntungkan, bisnis ini tidak lantas dilegalkan lantaran pro dan kontra yang tidak kunjung henti tertuai dari berbagai kalangan di seluruh negara. Pemerintah Cina sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar dunia sempat menetapkan kebijakan terkait jual-beli organ. Kebijakan tersebut tercantum dalam Undang-Undang tahun 1984 tentang Pemanfaatan Mayat dan Organ Tubuh Mayat Tahanan yang Dieksekusi. Tertoreh dalam sejarah bahwa bahwa pada masa itu organ manusia yang diperoleh dapat dijual secara komersil langsung kepada resipien ataupun penadah. Dalam hal ini, penadah selanjutnya akan memasarkan ‘komoditas’ tersebut dengan harga berlipat ganda di Eropa dan Amerika Serikat. Pemerintah Cina kemudian membatasi penjualan organ manusia untuk memenuhi permintaan dalam negerinya saja. Sementara sebagai bisnis, tindakan tersebut tidak pernah dilegalkan. Di Tanah Air tercinta, jual-beli organ manusia justru tengah marak dan tidak lagi tersembunyi. Banyak situs di dunia maya yang menawarkan penjualan organ manusia dengan angka menyentuh miliaran rupiah. Mirisnya, tidak jarang pendonor sendiri yang menjualnya. Bisa jadi, ‘tidak ada hal yang
KOLOM UMUM
gratis di dunia ini’ adalah prinsip yang dianut sebagian besar orang di zaman yang serba sulit ini. Jika menilik asal mulanya, donor organ manusia mulai dilirik semenjak transplantasi organ pertama di dunia dilakukan pada 1954. Kala itu, khalayak berbahagia menyambut harapan bahwa organ sehat dari satu manusia −terlepas dari diberi secara cumacuma atau dengan imbalan− dapat
adit/MA
menyelamatkan nyawa manusia lain yang membutuhkan. Sayangnya, dewasa ini aksi donor yang seharusnya dilakukan atas dasar kemanusiaan justru ternodai oleh tujuan mencari untung semata. Kriminalitas di Balik Jual-Beli Organ Tingginya permintaan organ manusia membuat sebagian orang di berbagai belahan
dunia memilih peran sebagai pemasok dalam bisnis ini. Oleh mereka, organ manusia dipandang sebagai komoditas layaknya narkoba yang untuk mendapatkannya sering dihalalkan segala cara termasuk menipu, mengancam, bahkan membunuh. Tercatat berberapa kasus perampasan nyawa demi kepentingan bisnis baru ini, diantaranya adalah kasus yang terjadi di Moldova. Wanita muda diculik, dibius, lalu dibedah untuk diambil organ tubuhnya sementara jasadnya dibiarkan dalam bak mandi berisi es atau dibuang ke jalanan. Di belahan dunia lain, pada 2004 silam terkuak kerja sama antara komisi otoritas transplantasi pemerintah India dengan pelaku perdagangan manusia. Sejenak berselang, di negara yang sama pada empat tahun berikutnya, terkuak ‘pemerasan’ darah tahanan yang dilakukan tiga kali seminggu untuk dijual. Tidak jauh dari tanah air, kasus dugaan penjualan organ terjadi pada dua orang tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Lombok Timur di Malaysia. Dugaan diperkuat dengan penemuan jahitan tidak wajar pada jasad. Apa Kabar Peran Negara? Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan tercantum larangan transplantasi organ secara komersial. Peraturan tersebut turut menyatakan bahwa transplantasi organ yang dilakukan harus disertai persetujuan pihak pendonor atau
Nadia Zahratus Sholihat Mahasiswa Tingkat II FKUI ahli waris untuk donor organ. Larangan bisnis organ manusia juga tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981. Akan tetapi, ancaman hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda hingga tiga ratus juta rupiah tampaknya tidak membuat jera pelaku bisnis jual-beli organ manusia. Tidak tersedianya lembaga legal khusus yang memfasilitasi pendaftaran calon pendonor dan pertemuan antara pendonor dengan penerima organ mengakibatkan minimnya stok organ. Patut disesalkan bahwa kesempatan inilah yang dimanfaatkan oleh para calo organ manusia. Organ tubuh tidak sepantasnya diperjualbelikan. Jangan sampai hati nurani yang menjadikan manusia sebagai mahluk yang paling sempurna dikendalikan oleh uang. Regulasi saja tentu tidak cukup mengentaskan seluruh bisnis ilegal perdagangan organ. Sebagai kompensasinya, tiap individu harus membentengi diri dari hasutan ‘kaya instan’ bisnis tersebut. Sejatinya seluruh tubuh manusia adalah titipan Tuhan. Maka pantaskah kita memperjualbelikan apa yang sebenarnya bukan milik kita? Mari bantu cegah penyimpangan donor organ semampu kita bisa.
Tak Berguna
Kata seorang bijak, universitas pertama dibuka saat orang-orang menemukan kebebasan dalam pikirannya. Juga saat orang-orang itu mengajarkan hal yang ‘tak berguna’ di zamannya.
M
kartika/MA
ungkin ada benarnya. Kenyataannya, jauh sebelum Eropa membuka pendidikan tinggi formal, para filsuf Yunani kuno sudah gemar berkumpul di bawah pohon rindang guna membuat risalah sederhana tentang berbagai hal (yang pastinya ‘tak berguna’). Plato memang tidak mengajari warga Piraeus yang proletar itu soal menangkap ikan,
tetapi orang tua itu mengajarkan banyak hal lain kepada mereka mengenai keagungan, kesederhanaan, juga kerendahhatian. Dalam konteks yang sedikit berbeda, kita kenal Cipto dan Soetomo. Juga Soedirohusodo. Konon, salah satunya pernah berdiri di atas meja, berteriak tentang sesuatu yang “asing” dalam dunia kedokteran, bahkan mendendangkan nyanyian revolusi Prancis pada malam-malam di STOVIA yang ribut. Padahal, semua itu nihil hubungannya dengan berbagai hal ‘berguna’ yang diajarkan kepada mereka siang harinya. *** Batavia, 20 Mei 1908. Saat itu Soetomo menghentikan nyanyian ributnya untuk sementara waktu. Dengan lantang, ia berteriak sembari berdiri di atas meja anatomi di depan koleganya. “Kita akan merintis suatu persaudaraan nasional, tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, maupun kepercayaan,” ujarnya. Adakah semua itu diajarkan sang guru? Saya sangsi tidak. Andai kata sang gubernemen mengetahui apa yang dilakukan para inlandsche di bangunan tua itu, entah apa yang akan dilakukannya. Menjebloskan mereka satu per satu ke dalam bui, mungkin. Yang jelas, ia akan memanggil sang guru dan membentaknya sebab mengajarkan hal yang ‘tak berguna’. Sedangkan kita tahu, ‘sang guru’ bahkan tidak pernah menyinggung soal kearifan Socrates, apalagi mengajarkan halhal yang ‘tak berguna’ seperti yang dilakukan
Soedirohusodo, Cipto, maupun Soetomo. Saya pernah dimaki seorang kolega lantaran melakukan hal-hal ‘tak berguna’ tersebut. Ia teguh pada prinsipnya, pasien mustahil sembuh hanya dengan kita bicara terlalu banyak kepada mereka. Saya enggan berbantahan. Bagaimanapun juga, pemikir Yunani kuno pun teguh akan prinsipnya. Bukankah pemikiran dibangun atas semangat kebebasan yang juga dilandasi oleh nilai-nilai ‘tak berguna’? *** “Universitas akan goyah bila ia jadi mall.” Saya membaca fragmen terakhir itu di sebuah majalah beberapa waktu yang lalu. Dan sama halnya seperti esai cerdas yang diutarakan penyair itu, kita seakan kehilangan sesuatu yang tidak ada harganya saat ini. Waktu terus berjalan; zaman akhirnya berubah. Mereka yang tertinggal di belakang akan jadi sejarah dan saat kita mengunjunginya, ia sudah jadi kertas lapuk yang menguning. Akademi yang pernah berdiri di Athena itu juga; kita dapat menyaksikannya sebagai puing-puing dan kerangka yang tidak lagi berharga. Kita memang tidak mungkin bertemu Socrates untuk menanyakan sebuah sesal padanya. Yang kita ingat, ia tersenyum saat minum racun. Kendati idealnya harus berasumsi sikapnya tanpa sesal, saya masih terlalu sangsi. Sebuah pilihan yang baik
Arief Kurniawan Mahasiswa Tingkat IV FKUI memang tidak selalu memberi dampak yang baik pula. Satu hal yang mereka ajarkan kepada kita: hal-hal itulah yang membawa perubahan di zamannya. Saya ingat soal Soetomo dan kawan-kawannya, yang mungkin kita bisa bayangkan sejenak akan jadi apa negara ini jika 20 Mei 1908 tidak seperti saat itu. Dan saya juga ingat keluhan beberapa orang rekan tentang betapa susahnya menjadi dokter di zaman ini. Beberapa dari mereka bahkan memilih urung karena tidak kuat membayar sesuatu yang dianggap ‘berguna’ oleh universitas. Saya pernah bertemu seorang dokter yang membuat pasiennya bahagia karena halhal ‘tak berguna’ yang dilakukannya. Saya lantas bertanya, siapa yang mengajarinya? Dokter itu tersenyum seraya berkata, “tidak ada”. Sang guru kerap kali sebatas mengajarinya hal-hal yang ‘berguna’ untuk mengobati pasien, tidak jauh beda dengan universitasnya. Terkadang, dalam sebuah diam, kita dapat mengetahui bahwa sesuatu yang ‘tak berguna’ itulah yang kadang-kadang justru berharga.
MEDIA AESCULAPIUS
OPINI & HUMANIORA JULI
MEI-JUNI 2014
9
SUKA DUKA
dr. Wibisana Widiatmaka, SpF(K), DFM: Cita Rasa Pengungkap Fakta Berawal dari ketertarikan pada cerita kriminal yang tidak nyata, ia berlanjut dengan terjun langsung mengungkap kebenaran dalam realita.
P
ada awalnya, tidak pernah terbersit dalam benak WW, sapaan akrab dr. Wibisana Widiatmaka, SpF(K), DFM, untuk menjajal pendidikan kedokteran pascatamat bangku SMA. Akan tetapi, naluri pria kelahiran Cirebon yang sejak kecil bersekolah di Jambi ini lantas membimbingnya mengejar titel mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), kampus yang diidam-idamkan banyak orang kala itu. Jauh dari orang tua tidak membuat tekadnya goyah. Ujian saringan masuk pada 1963 berhasil ia taklukkan dan WW pun resmi meraih gelar dokternya enam tahun kemudian. Setelah berhasil meraih titel dokter, WW kembali dihadapkan pada pilihan. Kali ini ialah menentukan bidang spesialisasi yang akan ia tekuni. Meski pada era itu kurang diminati lantaran dianggap ‘lahan kering’, ayah dua anak ini mantap menjatuhkan pilihannya pada bidang spesialisasi forensik. Rupanya, ketertarikan tersebut bermula dari kenangan masa kecilnya. “Dulu, saya membaca majalah Intisari yang salah satu rubriknya memuat cerita kriminal true story. Saya selalu tertarik membaca true story tersebut. Saya suka cara kerja forensik yang selalu mencari fakta dan kebenaran dari setiap kasus,” tuturnya sembari tersenyum. Forensik untuk Kebaikan “Tidak ada kriteria khusus untuk menjadi dokter forensik, yang penting bisa mengungkap fakta,” ungkap dokter yang tengah memasuki dekade kelima dalam kiprah perjalanan kariernya tersebut. “Untuk itu, diperlukan ketelitian saat mengobservasi setiap kasus. Jangan pernah meremehkan ataupun membedakan kasus,” imbuhnya. WW mengatakan, kasus kematian
RESENSI
adit/MA
yang ditangani dokter forensik adalah kematian yang diduga mengandung unsur pidana atau dianggap tidak wajar. Di sanalah peran dokter forensik dalam menegakkan kebenaran. Dengan bekal ilmu yang diketahui, ahli forensik dapat mengidentifikasi sebab kematian. Dalam ritme kerjanya. Untuk mengungkap penyebab kematian, seorang dokter forensik diperkenankan melakukan oautopsi asalkan disertaiberacuan permohonan tertulis dari pihak kepolisian. Meski tak sedikit kasus kematian yang telah ditangani, ranah kerja kedokteran forensik tidak hanya berkutat pada kasus mati, tetapi juga mencakup kasus pasien hidup. “Kasus perkosaan atau penusukan
dengan korban yang masih hidup juga termasuk cakupan forensik, tepatnya forensik klinik. Mereka periksa karena butuh bukti untuk di pengadilan,“ jelas WW. Berperan sebagai saksi ahli dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) telah menjadi keseharian pria berwajah teduh ini. Ia berujar, “Fakta yang kami paparkan tak lain dan tak bukan demi keadilan semata. Kepuasan tersendiri jika sudah berbuat hal baik.” Lebih dari Sekadar “Baik” dengan Mengajar Selain menangani kasus, penggemar seri kisah detektif karya Sir Arthur Conan Doyle dan novel kriminal Agatha Christie ini juga masih aktif mengajar mahasiswa. Meski telah memasuki masa pensiun, WW masih
Menyibak Tabir Kematian dari Meja Otopsi
internet
Tanpa suara bukan berarti mustahil ditelusuri kebenarannya.
Judul
: Indonesia X-Files, Mengungkap Fakta dari Kematian Bung Karno sampai Kematian Munir Genre : Fiksi Sejarah Penulis : dr. Abdul Mun’im Idries, SpF Penerbit : Noura Books, PT Mizan Publika Anggota IKAPI Dimensi Buku: xxiii + 334 halaman; 13 x 20,5 cm Cetakan ke: I, Juni 2013
M
elakoni profesi sebagai dokter spesialis forensik membuat almarhum dr. Abdul Mun’im Idries, SpF senantiasa dikelilingi segudang pengalaman. Sejak awal mengabdi pada 1987, Mun’im terlibat dalam berbagai penguakan misteri kematian rakyat jelata, hingga tekateki kematian tokoh negara yang tidak jarang masih menyisakan tanya. Indonesia X-Files berisi rekam jejak Mun’im yang dikisahkan langsung dari tangan pertama. Di saat banyak orang memilih bungkam terkait peristiwa berdarah
dalam sejarah, dengan kelihaiannya Mu’nim mampu mengungkapkan berbagai fakta mengejutkan di dalamnya. Hal initu tentu menjadi nilai tambah yang jarang dapat ditemukan di buku-buku lainnya. Informasi eksklusif terkait kematian empat mahasiswa dalam kerusuhan Trisakti (Mei, 1998) dan Marsinah pada rezim orde baru, merupakan contoh kisah yang hanya bisa diperoleh dari buku ini. Tidak banyak yang tahu bahwa terdapat kejanggalan dalam visum et repertum (VeR) Marsinah yang kala itu merupakan pemimpin aktivis buruh. Misalnya, penyebab kematian Marsinah yang tidak dicantumkan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Nganjuk selaku pembuat VeR tersebut. Meskipun hal yang dipaparkan seakan hendak menuai kontroversi, dalam bukunya Mun’im tampak berupaya mengutarakan fakta sesuai data yang ada. Terkait kematian Soekarno, Mun’im menyatakan hal tersebut disebabkan penyakit ginjal dan jantung. Dinyatakan pula kondisi tersebut diperparah oleh depresi mendalam lantaran hilangnya atensi dan eksistensi sang proklamator saat dijauhkan dari rakyatnya. Dengan berani, ia pun menyatakan ketidaksetujuannya terkait rumor keterlibatan Soeharto dalam kematian presiden pertama RI tersebut. Buku unik ini menawarkan pula fakta
menarik terkait kematian tokoh-tokoh tersohor lain. Kematian De Guzman yang terjun dari helikopter, kematian Nazrudin direktur PT. Putra Rajawali Banjaran, hingga kematian yang paling kontroversial beberapa tahun silam, yakni kematian Munir yang diduga diracuni di atas pesawat, turut dipaparkan dengan apik. Di samping memaparkan fakta, buku ini menjadi amat menarik sebab turut mengajak pembaca memandang suatu kisah dari kaca mata seorang dokter forensik. Penceritaan peristiwa yang begitu detail membuat pembaca seolah-olah berada di lokasi kejadian. Selipan ilmu forensik dalam keempat babnya juga menjadi nilai tambah. Tidak ketinggalan, teori klinis begitu kental terasa terutama pada bab ‘Kasus Kedokteran Forensik’, ‘Mengungkap Kejahatan Narkoba’, serta ‘Kekerasan Seksual dan Kejahatan terhadap Anak’. Sayangnya, penggunaan bahasa dalam buku ini terkesan kaku. Ilustrasi yang tersedia pun kurang mumpuni sehingga pembaca mungkin menemui kesulitan dalam memahami beberapa istilah, seperti ragam bentuk pistol dan peluru. Meski demikian, validitas fakta yang diungkap sendiri oleh Mun’im siap menjadi magnet yang memperkaya karsa dan rasa para pembaca. nadia
semangat berbagi ilmu dan pengalaman kepada anak didiknya. Cerita menarik buah sepak terjangnya di dunia forensik selama puluhan tahun serta kisah-kisah yang ia dapatkan dari buku dan film menjadi magnet tersendiri bagi mahasiswa saat WW mengajar. Walaupun telah pensiun, jabatan dosen luar biasa memungkinnya untuk tetap mengajar selama tiga tahun belakangan. Berbagi wawasan memang merupakan hal yang disukainya. Namun, hal tersebut bukan berarti tanpa tantangan. Dokter yang juga mempunyai hobi di bidang fotografi ini pun berbagi cerita, “Saya pernah menderita hernia nucleus pulposus sehingga harus menjalani operasi yang dilakukan dari arah tenggorokan. Akibatnya, pita suara saya terganggu dan suara saya jadi tak enak didengar. Untung setelah rehabilitasi kondisinya membaik, tetapi hal ini sempat menyulitkan saya saat mengajar.” Tidak berpuas dengan ilmu di kandang sendiri, WW pun berpengalaman menjajal cita rasa forensik ala luar negeri. Ia pernah mengantar rombongan dokter spesialis dan residen ke Universitas Tzu Chi di Taiwan untuk mengikuti simulasi bedah menggunakan ‘silent mentor’ selama empat hari. “Pengalaman yang sungguh menarik karena kadaver yang dibekukan dapat dicairkan (defrost) sehingga kondisi tubuh masih segar seperti baru meninggal. Jadi pengawetan yang digunakan tidak melulu pakai formalin,” kenang dokter yang juga pernah mengikuti pelatihan ’Diploma in Forensic Medicine’ di Belanda ini. Dengan memodifikasi berbagai ilmu yang didapatnya, WW turut mengembangkan departemen forensik di tempat kerjanya. nadia
JASA PEMBUATAN SYMPOSIUM HIGHLIGHT Media Aesculapius menyediakan jasa pembuatan symposium highlight. Symposium highlight adalah peliputan eksklusif sebuah seminar atau simposium menjadi buletin yang siap dibagikan kepada peserta seminar. Pengalaman simposium yang telah dikerjakan antara lain ASMIHA 2011, PIT POGI 2010, PIT PERDOSKI 2009, dan lain-lain.
More Info: Sekretariat MA Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jalan Salemba Raya 6, Jakarta Pusat (Kampus FKUI) Telp. 021 31930364 Contact Person: Diadra Annisa (0856 5405 1155)
10 2
INSTITUSI
S
Liputan
MEI-JUNI 2014
MEDIA AESCULAPIUS
Sadar Bervaksinasi Bersama In Harmony Health Clinic Upaya preventif memang belum terlalu populer dalam praktik medis. Meski demikian, sekelompok dokter ini tidak berhenti berjuang dengan ‘rumah kecil’-nya di bilangan Salemba Bluntas, Jakarta.
ejak pertengahan 2011 silam, dr. Kristoforus Hendra, SpPD menggagas klinik yang aktif beroperasi melayani masyarakat sekitar. Klinik tersebut dikenal dengan nama In Harmony Health Clinic. Bangunannya tidak mewah, hanya berisi satu ranjang berseprai putih dilengkapi peralatan medis yang tersusun rapi. Di dinding ruangan tampak beberapa pajangan jadwal imunisasi. Menurut Kristo, saat ini banyak masyarakat belum menyadari pentingnya vaksinasi. Tidak hanya itu, data Clinical Infectious Disease pada 2007 melaporkan jutaan orang meninggal karena sakit di tengah maraknya perkembangan vaksinasi yang dilakukan belakangan. Padahal penyakit yang mereka derita sebenarnya dapat dicegah melalui vaksinasi. “Saat ini vaksin bukan hanya untuk anak-anak, melainkan juga dibutuhkan oleh orang dewasa. Vaksin juga mulai digunakan tidak hanya untuk penyakit menular, tetapi kini sedang dikembangkan untuk penyakitpenyakit degeneratif seperti kanker,” ungkap Kristo. Dalam sepak terjangnya, In Harmony Health Clinic mengemban visi menjadi salah satu pionir klinik vaksinasi dengan tujuan utama membangun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengebalan ketahanan tubuh dengan vaksin. Meski terlihat kecil dan sederhana, klinik ini telah dikenal luas oleh masyarakat, baik yang bertempat tinggal di dekat klinik maupun yang berasal dari luar
SEPUTAR KITA
elva/MA
Jakarta. Menggalang pasien dari berbagai kalangan, prinsip yang terus diusung klinik vaksinasi ini adalah pantang melewatkan edukasi terhadap pasien. Kristo menyatakan, edukasi sangat penting diberikan sebelum melakukan tindakan. Hal ini perlu dilakukan guna meningkatkan kesadaran dan pemahaman pasien terhadap kondisi diri serta latar belakang pemberian vaksin.
In Harmony Health Clinic menyediakan berbagai vaksinasi yang diperlukan. Bekerja sama dengan rekanannya, Kristo menyiapkan fasilitas yang diperlukan terutama untuk vaksinasi dan imunisasi anak juga dewasa. Namun, hal tersebut bukan tanpa tantangan. Stok vaksin yang relatif cepat habis membuat Kristo perlu melengkapi persediaannya hingga berburu ke luar negeri. Di samping vaksinasi, fasilitas lain
yang cukup populer adalah pengobatan alternatif yaitu traditional Chinese medicine (TCM). Pengobatan alternatif dipilih sebagai salah satu metode yang mencuat di tengah maraknya masyarakat yang mencari solusi kesehatan lain. Klinik ini menawarkan rekomendasi TCM diimbangi dengan perawatan medis yang sesuai. Kombinasi TCM dan perawatan medis yang disajikan diharapkan dapat mencapai hasil yang aman dan optimal. Tidak puas hanya berkutat di satu tempat, klinik yang juga menyediakan layanan hipnoterapi ini kini telah mengepakkan sayapnya ke beberapa lokasi, diantaranya di Plaza Duta Merlin, Jl. Gajah Mada, Jakarta Pusat, dan Jl. Percetakan Negara IVB No 48, Jakarta Pusat. Selain itu, klinik ini juga mengadakan ekspansi dengan bergabung dengan klinik vaksinasi lainnya dan membuka kesempatan bagi rumah sakit, klinik, maupun praktik dokter pribadi untuk menjalin kemitraan. Misi ke depan yang sedang berusaha dicapai Kristo dkk adalah membangun jaringan klinik vaksin terbesar di Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi karakter masyarakat Indonesia yang kebanyakan belum mengetahui keberadaan serta manfaat klinik pelayanan vaksin. Oleh karena itu, rencana ekspansi klinik diusahakan dapat menjangkau pelosok nusantara sehingga masyarakat dapat memperoleh informasi mengenai vaksin secara merata dan mendapat edukasi dengan baik. elva
Tantangan Baru Pendidikan Kedokteran Indonesia
Beda sistem kesehatan, beda pula masalahnya. Aral apa yang siap melintangi pendidikan kedokteran di era Jaminan Kesehatan Nasional terkini?
D
ies Natalis UI ke-64 Tingkat Fakultas Kedokteran yang diadakan di Aula FKUI pada 5 Maret 2014 silam mengusung tema yang berani dan lain dari acara serupa sebelumnya. Acara yang diselenggarakan ikatan alumni (Iluni) ‘89 ini bertajuk “Tantangan Pendidkan Kedokteran di Era Sistem Jaminan Kesehatan Nasional”. Membeludaknya jumlah dokter dan mahasiswa kedokteran yang belum mengerti benar perihal sistem Jaminan
berli/MA
Kesehatan Nasional (JKN) menjadi pencetus diangkatnya tema ini. Turut hadir narasumber kawakan dunia kedokteran diantaranya Prof. Dr. dr. Akmal Taher, SpU(K) dan Prof. dr. Budi Sampurna, DFM, SH, SpF(K) dari Kementrian Kesehatan, Dr. dr. C.H. Soejono, SpPD-KGer, MEpid, FACP, FINASIM, selaku Direktur Utama Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH sebagai pakar regulasi kesehatan.
Dalam presentasinya, Hasbullah menganalogikan kondisi kesehatan Indonesia dengan situasi klinis yang sering dijumpai dokter. “Di dalam praktik medis, ini (JKNred) bagaikan terapi. Setelah melakukan berbagai analisis klinis, sistem JKN pun menjadi drug of choice untuk permasalahan kesehatan di Indonesia,” ujar Hasbullah. Sistem ini, menurut Hasbullah, hanya akan berjalan dengan pembayaran single payer. Dengan kata lain pembayaran tidak lagi dilakukan oleh masing-masing individu. “Walaupun sudah punya drug of choice, masalahnya kini adalah dosisnya kurang. Bayarannya kurang,” tambah Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia tersebut. Jika bayaran dokter terlalu kecil, ditakutkan desain awal jaminan kesehatan tidak bisa berjalan dengan baik. JKN juga membawa tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan dokter maupun spesialis. Tantangan pertama adalah jumlah dokter, yang jika dilihat dari rasio, saat ini sudah mencukupi. “Yang perlu dilakukan sekarang hanyalah penambahan produksi dokter untuk mensubstitusi dokter yang pensiun. Jumlah dokter yang terlalu banyak tidaklah efisien,” jelas Hasbullah. Salah satu komponen penting dalam JKN adalah gatekeeper yang dipegang oleh dokter layanan primer. Di berbagai
negara, dokter spesialis bisa saja menjadi gatekeeper, tergantung penerimaan di masyarakat. Di awal era JKN ini gatekeeper masih dipegang oleh dokter umum. Meski kompetensinya sudah terumuskan, belum ada standar kualitas terukur sebagai patokan minimal. Hal itu kembali menjadi tantangan bagi pendidikan kedokteran baik institusi pendidikan maupun profesi untuk menjamin kualitas lulusan FK dan senantiasa menjaga kualitas dokter dengan resertifikasi. Lain dokter umum, lain pula dokter spesialis. Masalah pada tingkat spesialisasi bukanlah kualitas, melainkan kuantitas. “Kalau tahun depan tidak tercukupi, ya impor saja,” ujar Hasbullah. “Jika ingin tetap orang Indonesia sendiri yang melayani, ya produksilah secukupnya,” tambahnya. Persoalan lain yang juga menghadang adalah masalah hukum. Dokter yang tidak melakukan pendidikan layanan primer dilarang memberikan pelayanan primer dalam sistem JKN. Aturan yang mengharuskan adanya pendidikan dokter layanan primer oleh institusi pendidikan tidak mungkin menghasilkan jumlah dokter yang cukup dalam sepuluh tahun ke depan. “Harus ada uji materi untuk UU Pendidikan Kedokteran. Alhasil, bisa jadi dokter tidak berani berpraktik padahal pasien banyak,” tutup Hasbullah. berli
MEDIA AESCULAPIUS
Liputan
JULI
MEI-JUNI 2014
11
SEPUTAR KITA
Ketika Pemerintah Bicara Obesitas
Obesitas kian subur bertumbuh di Bumi Pertiwi. Risiko dan komplikasi pun kian mengancam. Regulasi apa yang disusun pemegang kebijakan?
K
ematian akibat penyakit tidak menular telah mendominasi sejak 1995. Kini, obesitas marak menghantui masyarakat dan menimbulkan kekhawatiran. Kondisi ini membutuhkan perhatian khusus dan penanganan yang cepat dari pemerintah, termasuk intervensi dan regulasi dalam pengendaliannya. Sabtu, 3 Mei 2014 lalu, Jakarta Conference digelar sebagai rangkaian dari agenda tahunan Liga Medika FKUI 2014. Bertempat di Auditorium Perpustakaan Universitas Indonesia, Depok, acara ini dipadati mahasiswa fakultas kedokteran dari berbagai universitas di Indonesia untuk duduk bersama berdiskusi perihal isu obesitas secara global. Turut hadir beberapa pakar kesehatan perwakilan dari World Health Organization (WHO), Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI, dan para ahli dari RSCM-FKUI. Dalam kesempatan tersebut, perwakilan Kemenkes RI, Dr. Ekowati Rahajeng, SKM, M.Kes memaparkan salah satu upaya pengendalian penyakit tidak menular yakni dengan menangani faktor risiko dari penyakit tersebut. Faktor risiko terkait
INFO SPESIALISTIK
Neurologi FKUI-RSCM: Spesialisasi Favorit dengan Akreditasi A
“S
emester lalu kami mendapatkan 25 pendaftar, dan angka tersebut diproyeksikan akan meningkat mengingat neurologi menjadi daya tarik belakangan ini.” ungkap dr. Diatri Nari Lastri, Sp.S(K), Ketua Departemen Neurologi FKUI-RSCM. Tidak heran jika departemen neurologi menjadi sorotan para calon dokter spesialis, terlebih dengan akreditasi yang sudah disandangnya. “Penentuan kapasitas residen yang diterima sesuai dengan peraturan kolegium, yaitu jumlah staf dikali tiga lalu dibagi jumlah semester. Saat ini, departemen neurologi memiliki 22 orang staf dan ada 8 semester,” papar Diatri. Para pendaftar dengan usia maksimal 35 tahun untuk jalur reguler dan maksimal 45 tahun untuk jalur perluasan harus memiliki IPK ≥ 2,75 (akumulasi sarjana kedokteran dan profesi) guna memenuhi syarat administrasi. Tidak hanya itu, nilai TOEFL ≥ 500 yang diperoleh dari LIA Pramuka atau LBI-UI menjadi pelengkap wajib syarat kelulusan. Calon peserta boleh melamar program studi yang sama maksimal dua kali. Khusus bagi kandidat perempuan, terdapat ketentuan tambahan berupa perlu menunda kehamilan selama satu tahun pertama masa pendidikan. Jika persyaratan telah terpenuhi, calon peserta akan dipanggil untuk melakukan seleksi berupa ujian tulis, ujian lisan, tes psikologi, dan tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) untuk
fenomena obesitas adalah perilaku dan gaya hidup yang berlaku di masyarakat. “Contoh pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan membiasakan makan buah dan sayur sehari-hari, misalnya dengan menyelipkan menu buah saat seminar atau meeting,” ujarnya. Pendekatan lain yang kini sedang dilakukan adalah mencanangkan kebijakan kepada hotel-hotel di Indonesia untuk menyediakan cemilan rendah karbohidrat serta menghimbau kantin di kampus dan tempat umum untuk menjual sayuran dan buah. Kebijakan konkret yang telah dilakukan kementrian kesehatan adalah mengarahkan perbaikan gizi dengan meningkatkan mutu gizi perorangan dan masyarakat menurut UU No. 36 tahun 2009 serta menerapkan standar pelayanan minimal (SPM) untuk seluruh Indonesia. Fiksasi pengaturan hukum menjadi penting mengingat sistem pemerintahan di Indonesia bersifat desentralisasi. Hal yang dikhawatirkan ialah meski kebijakan telah dicanangkan secara nasional, tidak menutup kemungkinan adanya kontra pemerintah daerah terhadap kebijakan tersebut sehingga program tidak berjalan dengan baik. Dengan
vanya/MA
elva/MA
adanya kebijakan konkret ini, program yang termasuk dalam standar pelayanan minimal akan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Kebijakan lain yang juga mendukung penurunan tingkat obesitas yaitu regulasi pencantuman label makanan pada pangan olahan dan pangan siap saji. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 30 tahun 2013. Di samping fakta kandungan nutrisi makanan, regulasi ini juga mengharuskan label makanan untuk
menyisipkan pesan kesehatan. “Contoh pesan kesehatan yang bisa ditulis misalnya, konsumsi gula >50 g, natrium melebihi 2000 mg, dan lemak >67 mg berisiko meningkatkan diabetes, hipertensi, dan stroke pada seseorang,” ujar Ekowati. Saat ini, obesitas dan penyakit tidak menular lainnya belum termasuk dalam indikator kinerja kunci departemen kesehatan. Wacana tersebut baru akan dilangsungkan mulai 2015 dengan harapan penurunan angka obesitas di Indonesia sebanyak 10 persen. elva
Dokter Layanan Primer...
sambungan dari halaman 1
penerimaan peserta sesuai kapasitas, baik jalur reguler maupun perluasan. Para peserta didik nantinya akan mengikuti modul pengetahuan dasar dan jaga magang bersama residen senior di semester pertama. Pada semester kedua hingga keempat, peserta akan menjalani rotasi di bangsal setiap 3 bulan sesuai dengan modul yang sudah ditentukan dan dilanjutkan dengan rotasi di poliklinik. Setelah itu, peserta pun memasuki tahap mandiri dengan praktik di RSUD Natuna, Riau, atau RS Zaenal Abidin, Aceh, pada semester ketujuh dan kedelapan. “Bagi yang sudah mantap dengan pilihannya (spesialisasi saraf.red) dapat memperoleh lembar persyaratan dan formulir pendaftaran di CHS FKUI yang terletak di Gedung Makmal lantai 2,” tutur Diatri. yasmina
Pertama, agar pendidikan kedokteran tidak dianggap sebagai pendidikan yang rendah, lakukan penguatan pendidikan menggunakan Perkonsil Kedokteran No. 12 tahun 2013. Menurut Perkonsil tersebut, dokter yang lulus, yang sebelumnya telah lulus sebagai sarjana kedokteran, memiliki kedudukan setingkat dengan magister. Oleh karena itu, hasil yang diterima juga harus setingkat dengan magister. “Kita kembalikan istilah dokter layanan primer sebagai dokter yang bertugas untuk melakukan pelayanan primer,” tutur Menaldi. “DLP bukan sebagai pendidikan formal, tetapi lebih sebagai penyegaran, pengayaan,” tambahnya. Selain itu, DLP dapat dimasukkan menjadi spesialisasi baru dengan syarat minimal 7 semester dan 70% materi tidak tumpang tindih dengan cabang lain. “Dalam pendidikan kedokteran, gunakan benchmarking yang universal supaya dokter di Indonesa bukan hanya diakui, tetapi juga diterima oleh global,” ujar Menaldi. Status DLP di Indonesia diharapkan dapat diperjelas dengan perbaikan regulasi sehingga mencegah dampak buruk bagi dokter di Indonesia. Akan lebih baik jika program tersebut dapat mempersiapkan dokter Indonesia agar lebih mantap menghadapi MEA. Dengan demikian, kesejahteraan dan eksistensi dokter di Indonesia dapat tetap terjaga sehingga mampu bersaing sehat dalam MEA 2015. Maju terus dokter Indonesia! ferry, sukma
Saya yang bertandatangan di bawah ini, Nama: Pekerjaan: Alamat Lengkap (untuk pengiriman):
FORMULIR BERLANGGANAN
Telepon/HP: Email: memohon untuk dikirimi Surat Kabar Media Aesculapius selama kurun waktu (beri tanda silang): 1. Enam edisi (GRATIS 1 edisi): Rp18.000,00 2. Dua belas edisi (GRATIS 2 edisi): Rp36.000,00 Biaya kirim ke luar pulau Jawa Rp5.000,00 per enam edisi. Cara pembayaran: 1. Wesel pos ke Redaksi MA FKUI 2. Transfer ke rekening Media Aesculapius di BNI Capem UI Depok No. 0006691592 Mohon untuk menyertakan bukti pembayaran baik bukti transfer maupun fotokopi wesel pos dengan formulir berlangganan ke MA. Pemohon,
( ) Nama Lengkap
12 2
Liputan
MEI-JUNI 2014
MEDIA AESCULAPIUS
SEREMONIA
FESS Course: Ragam Teknik Telaah Kegelapan Maksila
The 8th Annual Scientific Meeting of Indonesian Society of Hypertension
yasmina/MA
P
Tampak dr. Nani Hersunarti, SpJP(K), FIHA (tengah) berfoto bersama sebelum memukul gong pembukaan acara.
ertemuan ilmiah tahunan kembali digelar IDI bersama Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (Perdoski), dan Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi) pada 7-9 Maret 2014. Mengusung tema Optimizing Hypertension Management in Primary and Referral Care for Morbidity and Mortality Reduction, acara yang dilengkapi simposium dan lokakarya ini sukses mengguncang Hotel Ritz Carlton, Jakarta. yasmina
B
Antusias, dr. Ramiza Ramza Ramli mempresentasikan materi teknik operasi sinus maksilaris.
aditya/MA
ertempat di Hotel Grand Hyatt Jakarta, 7 Maret 2014 lalu, para pakar THT dari Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, dan Amerika duduk bersama dalam acara FESS COURSE, salah satu rangkaian agenda 10th Jakarta International Functional Endoscopic Sinus Surgery (JiFESS). Pada sesi acara tersebut, mereka berkesempatan menyajikan presentasi seputar variasi teknik Endoscopic Sinus Surgery, kesulitan dan risiko selama dan pascaoperasi, serta beberapa hasil penelitian terbaru perihal operasi sinus maksilaris. elva
SENGGANG
Pesona Goyangan Tangan Berbuah Kehangatan Jika banyak orang memilih praktis membeli pakaian hangat di beragam waralaba asing pusat perbelanjaan, dokter yang satu ini memilih membuat desainnya sendiri. Bahkan, baju impian dirajutnya sendiri dengan kedua tangan.
I
alah dr. Widya Sarkawi, SpS, wanita berdarah Minang yang kini menjabat sebagai Pejabat Sementara (PJS) Direktur Utama Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP). Meski kerap disibukkan dengan tumpukan dokumen di meja kerjanya, ibu tiga anak yang akrab disapa Widya ini masih sempat meluangkan waktunya menghasilkan berbagai karya. Pakaian, hiasan, hingga selimut adalah buah dari keterampilan merajut yang dikuasainya. Mula Widya berkecimpung dengan dunia rajutan diawali saat ia duduk di bangku sekolah dasar. Kala itu, sekolah Widya dikepalai seorang suster dari Belanda yang senang mengajarkan murid kelas dua dan tiga merajut. Ketika libur panjang, Widya kecil dan teman-temannya ditugaskan membuat kreasi seni merajut yang harus dikumpulkan saat liburan usai. Dari sanalah kreativitas Widya dan teman-temannya ditantang. Awalnya, Widya berpikir merajut bukanlah hal yang lumrah. Namun seiring berjalannya waktu, ia mulai menikmatinya. Cuaca dingin kampung halamannya di Bukittinggi memotivasi Widya membuat karya rajutan. Terlebih lagi bahan baku yang digunakan Widya saat itu didatangkan langsung dari Belanda dengan warna-warni yang begitu menarik. Alhasil tidak hanya mendalami teknik merajut, Widya pun
belajar menjadi ahli menjahit, menyulam, mengkristik, dan quilting. Hingga kini, istri dr. Dicky Fakhri, SpBT-KV ini kian asyik tenggelam dalam kegemarannya merajut. Tidak hanya di rumah, ia sering membawa benang dan jarum rajut saat berpergian, berkutat dengan kemacetan Jakarta, juga saat berada di kantor. Waktu luang yang tersedia diisinya dengan produktif merajut. “Merajut membuat saya tidak stres, hidup ini terasa nyaman dengannya,” ujar Widya. Saat mengawali kariernya di RSPP dengan jumlah pasien yang belum membeludak, ia memanfaatkan kekosongan waktu dengan merajut di ruangannya. Namun, alih-alih pamer kepada rekanannya, dirinya malah merahasiakan kegiatan tersebut. “Awalnya saya masih malu merajut karena kesannya untuk nenek-nenek dan takut dikira tidak ada kerjaan,” kenangnya sambil tertawa. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Perlahan tapi pasti ia
zharifah/MA
mulai menularkan hobi merajut pada sejawat, perawat, juga sekretarisnya. Malahan, di tempat kerjanya kini dikenal ‘Geng Crochet’ yang diketuai Widya. Dengan antusias, Widya turun tangan membagikan ilmu dan teknik yang diperlukan. Kehangatan buah karya Widya tidak hanya dirasakan suami dan anak-anaknya. Keluarga besar dan kerabatnya juga kerap diberi hasil rajutannya cuma-cuma. Berbekal sanjungan dari penikmat karyanya, alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini berencana membuka sekolah kursus merajut di Ibu Kota dan membuat situs pernak-pernik rajutan.
Ada kisah unik yang masih diingat betul oleh putri ke-6 dari 8 bersaudara ini. Saat mengusir kebosanannya dengan merajut di pesawat, seorang pramugari maskapai asing mendatanginya dan minta diajari cara merajut. Widyapun dengan senang hati tidak menolak. “Saya merasa banyak masyarakat Indonesia yang masih kurang menghargai seni merajut, berbeda dengan orang luar negeri yang sangat antusias dengan kegiatan ini. Di sisi lain, kualitas benang rajut Indonesia juga perlu ditingkatkan agar dapat menarik minat masyarakat akan seni merajut,” pesan Widya. yasmina