Media edia Aesculapius PERANGKO BERLANGGANAN KP JAKARTA PUSAT 10000 NO. 3/PRKB/JKP/DIVRE IV/2014
Surat Surat Kabar Kabar
Kedokteran Kedokteran dan dan Kesehatan Kesehatan Nasional Nasional Terbit Sejak 1970
No. 05 06 l XLVIII XLVI l Juli-Agustus l Januari-Februari 2014 2017
ma info
info obat
Teliti Hadapi Otitis Media Akut pada Anak
Valdoxan, Antidepresan dengan Efek Samping Minimal
halaman 2
Harga Harga Rp3.000,00 Rp3.000,00
ISSNISSN No. 0216-4966 No. 0216-4966
Kontak Kami
advertorial
halaman 4
Terapi Kejut: Cara Baru Pertahankan Ereksi halaman 5
@MedAesculapius @mediaaesculapius beranisehat.com
Doping: Karena Nila Setitik, Rusak Susu Sebelanga Di antara manfaat dan ilegalitasnya, perlukah doping menjadi perbekalan penting?
B
eberapa waktu lalu tercuat kabar miring yang menodai nilai sportivitas pada pergelaran olahraga terbesar nasional, Pekan Olaharaga Nasional (PON) Jawa Barat 2016. Secara fantastis, diketahui terdapat 12 sampel urine dari atlet yang telah terindikasikan positif zat doping. Ke12 atlet tersebut berasal dari empat cabang olahraga yaitu 8 atlet binaraga, 2 atlet menembak, 1 atlet berkuda, dan 1 atlet angkat berat. Nama-nama atlet tersebut diumumkan langsung oleh Ketua Umum PB PON XIX-Peparnas XV/2016, Ahmad Heryawan, serta didampingi perwakilan KONI Pusat, Kemepora, dan Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) di Bandung pada Senin, 9 Januari 2017 lalu. Temuan ini tercatat sebagai kasus doping terbanyak dibandingkan dengan PON pada tahuntahun sebelumnya. Doping, bagaikan dua sisi mata uang Doping merupakan zat-zat yang menghasilkan efek untuk meningkatkan performa atlet pada kompetisi olahraga. Zat-zat yang termasuk doping umumnya dikelompokkan ke dalam tujuh golongan yaitu stimulan, narkotik analgetik, anabolik androgenik, anabolik nonsteroid, penghalang beta, diuretik, dan hormon peptida dengan masing-masing efek yang berbeda. Menurut dr. Listya Tresnanti Mirtha, Sp.KO, sejatinya zat-zat yang terkandung dalam doping memiliki manfaat terapeutik. “Tenaga kesehatan menggunakan doping dalam dosis tertentu untuk melakukan terapi pada pasien, tetapi para atlet menyalahgunakan doping tersebut dengan mengonsumsinya melebihi dosis yang ditetapkan,” tegas Listya.
Listya menjelaskan terdapat beberapa faktor dibalik kerapnya penggunaan ilegal doping yang dapat berasal dari sisi internal atlet maupun lingkungan. Faktor internal antara lain aspek psikososial, harga diri yang rendah karena kemenangan merupakan satu-satunya tujuan bagi sang atlet yang tidak ingin kalah karena akan mendapat reaksi negatif dari masyarakat, kurangnya pemahaman mengenai bahaya penggunaan doping, serta rasa putus asa apabila latihan yang telah dilakukan tidak kunjung A /M us
bag
membuahkan prestasi. Dari sisi lingkungan, persaingan yang ketat, bonus bagi pemenang dan komersialisasi obat-obatan dari produsen yang tidak diseleksi dengan baik oleh pelatih maupun atlet juga turut andil dalam menciptakan lahan subur penerapan doping pada beragam kompetisi olahraga. Kemesraan atlet dan doping Penggunaan doping di kalangan atlet memang bukan merupakan hal
baru. Dimulai dari ketidaktahuan hingga ketidaksengajaan, doping telah menjadi bagian dari kehidupan para atlet yang ingin mengukir segudang prestasi. Akan tetapi, tidak terlepas dari hakikatnya sebagai suatu zat terapeutik, zat yang terkandung dalam doping yang disalahgunakan ini dapat membahayakan aktivitas para atlet. “Efek samping yang ditimbulkan bergantung pada jenis dan banyaknya jumlah zat doping yang dikonsumsi,” tukas Listya. Selain itu, atlet yang diketahui mengkonsumsi zat doping harus menghadapi konsekuensi yang cukup berat. Bagi peraih medali, maka mereka harus merelakan medalinya ditarik kembali oleh panitia. Bonus yang telah dijanjikan pemerintah untuk pemenang atlet pun tidak dapat diberikan. Konsekuensi ini menurut Rizky Abi
Rachmadi, peraih medali emas pada PON Jawa Barat 2016 cabang baseball dari Provinsi DKI Jakarta, sudah sangat berat dan seharusnya memberikan efek jera bagi para atlet. Sosialisasi dan pemberian sanksi tegas bagi pengguna menjadi fokus penerapan
Menguntai Sejarah Kelam Doping
H
ingga abad ke-19, praktik doping dalam dunia olahraga belumlah dilarang. Sisi kelam dari doping tidak lagi dipandang sebelah mata setelah pebalap sepeda asal Denmark dan Inggris, Knud Jensen dan Tom Simpson, tewas akibat doping amfetamin. Peristiwa tragis inilah yang mencetuskan didirikannya International Olympic Committee Medical Commission guna mengawasi penyalahgunaan zat terlarang dalam pertandingan. Doping pun mulai dipandang sebagai “dosa besar” dalam dunia kompetisi olahraga. Meski begitu, kasus doping masih saja terdengar. Tidak mengherankan, karena
doping mampu meningkatkan performa tubuh secara drastis dalam waktu singkat. Agaknya, hal ini juga setara dengan harga yang harus dibayar akibat efek samping penggunaannya. Misalnya, meskipun steroid anabolik dapat meningkatkan massa otot, penggunaan dalam dosis tinggi dapat menimbulkan berbagai macam permasalahan, seperti infertilitas, perbesaran kelenjar prostat pria, kebotakan pada wanita, gangguan jantung dan pembuluh darah, gangguan pertumbuhan perkembangan pada remaja, serta perilaku agresif. Jika tak dihentikan, penggunaan dalam dosis tinggi yang terus meneurs bahkan dapat berujung pada kematian.
Mengingat efeknya yang begitu berbahaya, praktik doping oleh atlet sangat tidak disarankan. Sebenarnya, menurut dr. Listya Tresnanti Mirtha, Sp.KO, doping tidak selalu memberikan efek negatif karena praktik doping untuk tujuan pengobatan dan diawasi oleh tenaga medis memiliki efek terapeutik. “Penggunaan doping di luar tujuan pengobatan dilarang karena berbahaya bagi kesehatan,” tegas dr. Listya. Jika ingin meraih prestasi, cara yang aman adalah menerapkan gaya hidup sehat dan berlatih secara benar untuk meningkatkan kepercayaan diri. shafira, isabella
regulasi anti-doping di kalangan atlet. Hal ini diamini oleh salah satu atlet PON Jawa Barat 2016 cabang baseball dari Provinsi Banten Azfarhan Munaf. “Sosialisasi mengenai pencegahan penggunaan doping sudah diberikan secara jelas oleh beberapa pelatih, serta diberikan buku panduan yang berisi berbagai zat dan obat-obatan yang perlu dihindari,”ujar Azfarhan. Akan tetapi, diakui Azfarhan, terkadang beberapa obatobatan yang sering dikonsumsi pun dapat mengandung zat doping, seperti parasetamol dengan merek dagang tertentu. Dengan demikian, sangat memungkinkan bagi atlet untuk mengkonsumsi doping tanpa sengaja karena unsur kebiasaan atau ketidaktahuan. Dalam setiap kompetisi, pemeriksaan terhadap penggunaan doping di kalangan para atlet dilakukan pada pemenang pertama, kedua, ketiga, dan ditambah satu orang atlet yang diambil secara acak serta atlet yang dicurigai menggunakan doping. Para atlet diharuskan untuk melapor kepada tim doping pertandingan tersebut selambat-lambatnya satu jam setelah pertandingan berakhir. Apabila atlet tidak melaporkan hal tersebut akibatnya didiskualifikasi. Jika atlet terbukti menggunakan doping, atlet tersebut akan diberikan hukuman berupa denda uang atau diskors (tidak dapat mengikuti pertandingan) selama beberapa waktu tertentu. Namun, atlet yang telah terbukti positif menggunakan doping masih diberikan kesempatan untuk melakukan tes ulang, atau yang disebut sebagai uji coba sampel B. Akan tetapi, biaya yang dikeluarkan untuk uji sampel B di NDTL, New Delhi, India, harus ditanggung sendiri oleh para atlet. Jika setelah sidang dengar pendapat para... bersambung ke halaman 7
Pojok MA Faktor internal dan lingkungan menjadi pemicu kekerapan penggunaan doping di kalangan atlet. Kalau tidak ingin kalah, ya jangan lemah.
arlin/MA