SKMA Edisi Juli-Agustus 2014

Page 1

Media

Surat Kabar

Aesculapius PERANGKO BERLANGGANAN KP JAKARTA PUSAT 10000 NO. 3/PRKB/JKP/DIVRE IV/2014

Kedokteran dan Kesehatan Nasional

No. 06 l XLVI l Juli-Agustus 2014

Terbit Sejak 1970

Tips dan Trik

Advertorial

Pantau Gula Darah Tanpa Tusukan Jarum

Cek Darah Mudah, Murah, dan Berkualitas

halaman 7

Harga Rp3.000,00

ISSN No. 0216-4966 Suara Mahasiswa Pasien Membeludak, Dokter Jangan Tersedak

Kontak Kami

halaman 3

halaman 8

@SKMAesculapius beranisehat.com 021-91924815

Siaga MERS-CoV di Tanah Suci K

Isu wabah MERS-CoV yang kian memanas sontak membuat kerepotan petugas kesehatan, terlebih, perusahaan penyelenggara haji dan umrah di Nusantara. Bahayakah ancaman yang ditimbulkan?

ekhawatiran merebak di kalangan masyarakat Indonesia ketika pemerintah Arab Saudi menaruh perhatian khusus pada Middle East Respiratory Syndrome - Corona Virus (MERSCoV). Virus yang ditemukan sejak April 2012 di daerah Timur Tengah ini menyita begitu banyak perhatian masyarakat tanah air terkait latar belakang agama yang mayoritas muslim. Lebih dari 200.000 penduduk pulang-pergi ke Arab Saudi setiap tahunnya untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah. Dengan keberadaan MERS-CoV, wajar bila timbul kepanikan. Apalagi dengan terdengarnya korban meninggal akibat virus tersebut. Namun, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), melalui seminar “Wabah Virus MERS” akhir Mei silam, menyatakan bahwa ketakutan tersebut sesungguhnya berlebihan. Para ahli respirologi dan mikrobiologi, di antaranya dr. Erni Juwita Nelwan, SpPD, K-PTI, FINASIM; dr. Ceva Wicaksono Pitoyo, SpPD, K-P, FINASIM, K-IC; dan dr. Fera Ibrahim, MSc, PhD, SpMK (K), memberikan keterangan yang menjawab berbagai kebingungan seputar MERS-CoV. Berkenalan dengan MERS-CoV Asal-muasal istilah “MERS” dihubungkan dengan lokasi kasus pertama serangan virus ini, yaitu Timur Tengah, beserta kumpulan gejala klinis organ penapasan yang disebabkannya. Di lain sisi, “CoV” merujuk pada identitas famili dalam taksonomi virus, yaitu Coronaviridae. Sekelompok dengan SARS, MERS-CoV tergolong ke dalam betacoronavirus. Oleh karena materi genetiknya berupa RNA, virus yang menyerupai mahkota ini tidak

memiliki mekanisme pengoreksian ketika bereplikasi. Akibatnya, MERS-CoV sangat mudah bermutasi.”Virus RNA kerap bereplikasi dan tidak ada pengoreksian selayaknya virus DNA sehingga analisis molekuler memperlihatkan adanya variasi dan bisa saja virus ini berubah nantinya,” jelas dr. Fera Ibrahim, MSc, PhD, SpMK (K), Kepala

Departemen Mikrobiologi FKUI. Studi molekuler berbagai isolat MERS-CoV mengelompokkan virus ini menjadi kelompok A dan B dengan 3 jalur genotipe berbeda. MERS-CoV yang ditemukan akhir-akhir ini masuk dalam kelompok B, sementara yang diisolasi dari pasien pertama termasuk kelompok A. Lima bulan sejak ditemukan kasus

MERS di Jazirah Arab, MERS-CoV diidentifikasi sebagai etiologi dari penyakit baru tersebut. Selama dua tahun, cakupan infeksi virus ini terus berekspansi hingga ke wilayah Mesir, Tunisia, Jerman, Inggris, juga Amerika Serikat. Seluruh kasus yang ditemukan dikonfirmasi berkaitan dengan perjalanan dari Timur Tengah. MERS-CoV juga telah menyebar sampai ke Benua Asia, di

antaranya Malaysia dan aditya/MA Filipina. Walau demikian, kabar terakhir dari Litbangkes menyatakan, per 19 Mei 2014 belum ditemukan kasus MERS di Indonesia. Metode penularan MERS-CoV masih simpang-siur. Kecurigaan utama jatuh pada kelelawar dan unta sebagai perantara. Pasalnya, reseptor dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) yang merupakan

Simpang-Siur soal Vaksin Tidak hanya untuk balita, pemberian vaksin juga diperlukan dalam mencegah ragam penyakit saat hendak bepergian ke daerah tertentu. Akan tetapi, vaksinasi kerap dihubungkan dengan beragam mitos sehingga angka cakupannya naik-turun.

D

i tengah gegap gempita pembicaraan Middle East Respiratory Syndrome – Corona Virus (MERS-CoV), ada ruang terbuka untuk kemungkinan pengembangan vaksin virus ini. Walaupun hingga kini penularannya tergolong lambat untuk menjadi suatu wabah layaknya SARS yang menghebohkan, MERS-CoV masih menimbulkan pertanyaan-pertanyaan di kalangan para ahli, misalnya cara penularannya dan peluang mutasi menjadi jenis yang lebih berbahaya.

Jika vaksin MERS-CoV akhirnya tersedia, tentunya jemaah haji bisa mengembuskan napas lebih lega tanpa takut terinfeksi virus tersebut. Namun, vaksinasi tersebut bisa saja terhalang mengingat maraknya gerakan antivaksin di Indonesia. Memuncak pada 2011 dan 2012 di Indonesia, gerakan antivaksin memiliki imbas negatif yang signifikan. Pejuang vaksin yang juga aktif di media sosial, dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K), memaparkan contoh bahaya gerakan antivaksin. “Waktu saya ke Aceh tahun 2012, ada dua tokoh Salamah yang memberikan presentasi (antivaksin.red) di masjid. Akhirnya didengarkan oleh ratusan orang di Lhokseumawe termasuk mahasiswa FK di sana. Cakupan vaksin hepatitis B yang awalnya 85% turun menjadi 25% setelah presentasi itu,” tutur Piprim. Vaksin itu haram. Alasan tersebutlah

yang sering kali digunakan untuk menolak vaksin. Padahal, informasi tersebut tidak benar. Walaupun tiga jenis vaksin, yaitu vaksin polio injeksi, rotavirus, dan meningitis, memakai enzim tripsin babi (E93) dalam proses pembuatannya, hasil akhir ketiga vaksin tersebut dipastikan tidak mengandung unsur babi. Sebab, enzim tersebut hanya berfungsi sebagai katalisator dan tidak akan lolos dari ultrafiltrasi. “Jika masih mengandung katalisator, berarti hasil akhir vaksin itu tidak jadi,” jelas Piprim. Untuk itu, Piprim mengimbau agar masyarakat tidak mudah terpengaruh isu yang tidak bertanggung jawab. Apalagi tenaga kesehatan seperti dokter maupun mahasiswa kedokteran. “Di dunia ini yang namanya kebenaran itu harus ada buktinya. Kita di dunia kedokteran harus berpegang kepada evidence based medicine dan kebenaran itu,” tegasnya. rusfanisa, andy, yasmina.

tempat penempelan sel target infeksi, juga ditemukan pada kelelawar dan unta yang positif MERS-CoV. Akan tetapi, belum jelas penularannya melalui kontak tidak langsung yakni dengan memakan daging unta atau kontak langsung dengan menyentuh atau berada di sekitar unta. Potensi penularan dengan kontak antarmanusia pun belum dapat dipastikan. Kendati cukup banyak korban jiwa yang sudah berjatuhan akibat virus ini, dr. Erni Juwita Nelwan, SpPD, K-PTI, FINASIM, pakar penyakit tropik dan infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, mengatakan bahwa kasus MERS-CoV semestinya tidak menimbulkan kekhawatiran yang tidak perlu. Secara kumulatif, mortalitas akibat MERS-CoV memang meningkat. Namun, jika dibandingkan, keseluruhan kasus yang ada, baik yang terindentifikasi maupun tidak, rasio kematian malah relatif turun. Kasus-kasus fatal cenderung terjadi pada orang dengan riwayat komorbiditas, seperti diabetes dan imunodefisiensi. Jika terjangkit pun sebenarnya penyakit ini akan sembuh sendiri karena bersifat self-limited, asalkan kondisi umum dan daya tahan tubuh tetap dijaga semaksimal mungkin. “Jadi bukan serta-merta kalau seseorang terinfeksi virus ini akan mendapatkan kondisi buruk dan secara singkat tidak tertolong,” tegas Erni. Imbauan Bagi Jemaah Hingga saat ini, belum ada pencegahan khusus terhadap MERS. Vaksinasi tambahan untuk calon pengunjung Jazirah Arab pun belum tersedia. Intinya, metode yang dapat dilakukan oleh semua pihak, bersambung ke halaman 11

Pojok MA “Ancaman infeksi bertambah, anjuran vaksinasi dibantah. Tanya kenapa?”


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
SKMA Edisi Juli-Agustus 2014 by Berani Sehat - Issuu