Media Aesculapius Surat Kabar
Kedokteran dan Kesehatan Nasional Terbit Sejak 1970
Harga Rp3.000,00
No. 05 l XLVIII l Juli-Agustus 2017 ISSN No. 0216-4966 Tips dan Trik Terampil Mengumpulkan Spesimen Pap Smear
Kesmas
Dilematik Pemberian ASI Eksklusif bagi Ibu Pekerja
halaman 3
Advertorial Atasi Obesitas dengan “Gastric Ballon Pill”
halaman 5
Kontak Kami @MedAesculapius beranisehat.com 082-229-229-362
halaman 7
Praktik Kedokteran dan Praktik Tradisional: Sinergiskah? Praktisi pengobatan tradisional yang merambah kompetensi seorang dokter secara ilegal akhir-akhir ini semakin marak. Konfrontasi yang terjadi antara dua layanan kesehatan ini menimbulkan pertanyaan, dapatkah keduanya berjalan sinergis?
K
asus Jeng Ana yang membaca dan menginterpretasikan hasil MRI di suatu acara talk show membuat tak hanya kalangan dokter, tetapi juga khalayak umum gempar. Usut punya usut, wanita yang bernama asli Ina Sofiana ini ternyata adalah seorang pengobat tradisional yang kliniknya telah didatangi oleh sederet artis papan atas. Berangkat dari kasus ini, banyak orang mulai mempertanyakan, sebenarnya sejauh manakah batas kewenangan dari seorang pengobat tradisional? Bagaimanakah posisi pengobatan tradisional dalam dunia medis? Pengakuan dan Pembatasan terhadap Pengobatan Tradisional Prof. Dr. Ilham Oetama Marsis, SpOG(K), Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), menyatakan bahwa pengobatan tradisional sudah diatur dalam UndangUndang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 pasal 61 ayat 1. Dalam undang-undang tersebut dipaparkan bahwa masyarakat sebenarnya tidak harus selalu menjalani pengobatan konvensional semata, tetapi boleh memilih pengobatan tradisional sebagai alternatif. Pengobatan tradisional ini terbagi menjadi dua, yaitu metode tradisional dengan intervensi, seperti pemijatan, dan nonintervensi, misalnya jamu. Keduanya diatur pula dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1076 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional. Menurut dr. Abidinsyah Siregar,
DHSM, M.Kes., Ketua Direktorat Jenderal Kementerian Kesehatan untuk Bina Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer periode 2011-2013, menggarisbawahi bahwa hanya sejumlah kecil atau sekitar lima belas persen dari total masyarakat yang mengeluh sakit, tetapi hanya lima persen di antaranya yang benarbenar membutuhkan obat. Dalam kapasitas inilah pengobatan tradisional bergerak untuk membantu sebagian besar sisanya yang sebetulnya belum sakit itu. Dengan demikian, kapasitas pengobatan tradisional bagi masyarakat adalah membantu secara promotif dan preventif. Kompetensi praktik pengobatan tradisional adalah sesuatu yang didapatkan secara turuntemurun dan bersifat empiris. Yusti irun/MA Ariyani mengungkapkan bahwa sebagai langkah untuk memberikan suatu standar layanan yang terarah hingga mengurangi risiko terjadinya sesuatu yang tidak dikehendaki, organisasi atau himpunan profesi pengobat tradisional bersama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Kesehatan telah menyusun berbagai atribut standardisasi bagi pendidikan kompetensi pengobatan tradisional. “Dengan adanya kurikulum dan standar kompetensi, diharapkan semua
pihak penyelenggara pendidikan kompetensi pengobat tradisional dapat memberikan keluaran sesuai dengan kompetensi yang diharapkan,” ujar Ketua Pengawas Perkumpulan Para Pemijat Pengobatan Indonesia tersebut. Mungkinkah Keduanya Berdampingan dan Saling Melengkapi? Menurut Marsis, sepanjang belum ada bukti-bukti medis dalam pengobatan tradisional yang dilakukan, tentu pengobatan ini tidak sinergis dengan pengobatan kedokteran. Namun, sebagai dokter, salah adanya ketika ia melarang pasien memilih pengobatan tradisional. “Pengobatan tradisional ini baik, sepanjang dia diawasi oleh negara dan dibina oleh negara sehingga tidak merugikan masyarakat,” ungkapnya. Hal lain yang sangat krusial adalah edukasi pasien. Seorang dokter harus memiliki waktu untuk memberikan penjelasan atas penyakit pasiennya. Pasien harus tahu mengenai diagnosis dan prognosis penyakitnya, pengobatan yang diterima, serta hasil pengobatan tersebut. Dengan demikian, pasien mengerti survival rate yang dimilikinya. Jika pada akhirnya pasien memilih pengobatan tradisional, setidaknya ia sudah memiliki gambaran mengenai sejauh apa hasil yang dapat ia harapkan.
Kesehatan Tradisional Makin Dirangkul dan Diregenerasi
M
Keanekaragaman biologis dan kultural Indonesia salah satu yang tertinggi di dunia. Salah satu implikasinya adalah keberagaman metode kesehatan tradisional di negara ini. Bagaimana generasi berikutnya dipersiapkan untuk memanfaatkan, mengelola, dan membuktikannya?
enurut dr. Abidinsyah Siregar, DHSM, M.Kes., tenaga kesehatan tradisional yang mendapatkan ilmunya melalui proses pewarisan ilmu secara empiris (turun-menurun) kini dapat bekerja dengan pengakuan dari asosiasi pengobat terkait dan kepemilikan Surat Izin Praktik Tenaga Kesehatan Tradisional (SIPTKT) dari dinas kesehatan kota/ kabupaten setempat. Beragam asosiasi pengobat yang dimaksud, misalnya ASPETRI untuk pengobat tradisional, PAKSI untuk pengobat akupunktur, HIDAMI untuk dokter spesialis akupunktur medik, dan PDHMI untuk dokter yang mendalami saintifikasi obat-obatan herbal. Sementara itu, perizinan bagi tenaga
kesehatan tradisional komplementer agaknya lebih ketat diatur oleh pemerintah. Sebelum berpraktik, ia harus menjalani pendidikan formal terlebih dahulu. Abidinsyah menyatakan, “Program pendidikan kesehatan tradisional pada tingkat diploma tiga maupun spesialisasi sudah tersedia di Indonesia, seperti pendidikan D3 bidang akupunktur maupun herbal”. Kurikulum jenjang diploma ini mengintegrasikan pengetahuan mendalam tentang bidang bersangkutan, misalnya titik-titik pada meridian atau beragam jenis jamu, dengan ilmu biomedik. Selain itu, program spesialisasi akupunktur dan herbal juga tersedia bagi dokter yang tertarik mengembangkan keilmuannya di bidang
tersebut. “Sedang dipersiapkan sebuah kurikulum mengenai kesehatan tradisional Indonesia (Kestraindo) untuk jenjang pendidikan strata satu,” paparnya. Hal ini juga tercatat dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja dari Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Tradisional tahun 2016. Kurikulum ini mirip dengan pendidikan traditional chinese medicine di Cina yang telah diakui secara resmi. Abidinsyah berharap bahwa kesehatan tradisional dapat tampil untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Dokter juga diharapkan tidak menutup diri dari keragaman potensi penyehat asli Indonesia ini. erin, lika, stef
Sebaliknya, Abidinsyah berpendapat bahwa pengobatan tradisional dapat dibuat sinergis terhadap pengobatan konvensional. Pengalamannya di Rumah Sakit Dharmais dan rumah sakit lain di seluruh Indonesia yang telah sukses mengintegrasikan program pengobatan herbal dalam pelayanan kesehatan mendukung pernyataan tersebut. Salah satu aplikasi yang direkomendasikan Abidinsyah adalah sebagai komplemen tata laksana konvensional, seperti pada penderita kanker stadium lanjut di Rumah Sakit Dharmais, Jakarta. Pengobatan herbal dapat digunakan untuk mendukung pasien agar kuat menghadapi sederet kemoterapi dan radioterapi. Contoh lainnya adalah pembentukan griya sehat, yaitu klinik bersama antara praktisi kesehatan konvensional dan tradisional yang mengedepankan sisi promotif dan preventif. Penerapan ini sebelumnya harus didasari suatu pembagian peran yang tegas antara pengobat tradisional dan dokter. Pengobatan tradisional juga akan memperkuat upaya kesehatan konvensional di ranah promotif dan preventif yang selama ini tidak banyak berjalan. “Tidak dapat dipungkiri bahwa pengobatan tradisional berperan paling banyak di ranah ini. Hampir semua orang pernah dipijat jika merasa pegal-pegal atau tidak enak badan misalnya”, ujar Yusti. Oleh karena itu, kedua metode pengobatan ini dapat berjalan bersama dengan dengan tetap memperhatikan bersambung ke halaman 11
SKMA Untuk Anda! Mari bersama membuat SKMA menjadi lebih baik.
!
1. Apakah konten SKMA bermanfaat/ relevan dengan kondisi kesehatan saat ini? 2. Apakah anda masih membutuhkan SKMA edisi selanjutnya? Jawab dengan format: Nama-Umur_Kota/Kabupaten_Unit Kerja_Jawaban 1_Jawaban 2
Contoh: Rudiyanto_43_Jakarta Pusat_RSCM_Ya_ Ya Kirim melalui WhatsApp/SMS ke 0822 229 229 362 atau mengisi formulir pada bit.ly/surveyskma Lima orang pengisi survei yang beruntung akan mendapatkan cenderamata dari Media Aesculapius
2
JULI - AGUSTUS 2017
JULI
DARI KAMI Salam sejahtera bagi kita semua, Konflik dalam dunia kesehatan antara pengobat konvensional alias dokter serta tenaga medis lainnya dan pengobat tradisional seakan tidak terdapat titik temunya. Baru-baru ini, menguak kasus seorang pengobat tradisional yang “melampaui” batas kewenangan dan keahliannya. Karena kasus tersebut, dunia kesehatan dan publik kembali diingatkan ketidakselarasan antara keduanya. Namun, benarkah keduanya tidak akan bisa bekerja secara sinergis demi kepentingan pasien? Berbagai argumen dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Direktorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI untuk Bina Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer, serta Asosiasi Perkumpulan Para Pemijat Pengobatan Indonesia (AP3I) kami sajikan sebagai berita utama. Seperti apa dan bagaimana pandangan mereka terhadap kasus ini? Cemas sebenarnya adalah bentuk perlindungan diri dari usaha tidak menyenangkan yang terjadi di lingkungan sekitar. Akan tetapi, cemas yang berlebihan bisa menjadi berbahaya, terutama bagi anak dan remaja. Lantas, bagaimanakah cara mengenali gangguan cemas pada anak dan remaja? Simak jawaban langsung dari ahlinya, Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ(K), dalam rubrik MA Klinik. Alpha Hydroxy Acid (AHA) dan Beta Hydroxy Acid (BHA), keduanya digunakan untuk masalah kulit. Meskipun demikian, benarkah keduanya memiliki cara kerja yang sama? Perbaharui informasinya dalam rubrik Artikel Bebas. Anak memang mengalami tumbuh kembang yang pesat hingga beranjak dewasa. Namun, seringkali kita lupa bahwa orang dewasa pun juga menua. Mari senantiasa bersyukur dan hargai orang tua kita seperti yang disampaikan pada Kolom Umum. Kesibukan profesi kadangkala menjadi “alasan” sulitnya dokter berolahraga. Namun, hal itu seharusnya bukan menjadi masalah jika dapat mengatur waktu dengan baik. Pastikan Anda menyimak kisah inspiratif dr. Kyat Sidharta, Sp.An dalam rubrik Senggang. Akhir kata, kami mengucapkan selamat membaca edisi JuliAgustus 2017 ini dan semoga bermanfaat!
Puspalydia Pangestu Pemimpin Redaksi
Jangan abaikan gangguan cemas pada anak dan remaja. Yuk, kenali gejalanya!
R
asa cemas merupakan respons natural dari otak terhadap suatu stimulus yang dianggap sebagai ancaman atau bahaya. Respons ini telah dimiliki seorang anak sejak usia dini. Rasa cemas yang normal bersifat adaptif, yang berarti individu akan merasakan beberapa gejala kognitif dan somatik ketika dihadapkan dengan situasi yang dianggap membahayakan diri. Akan tetapi, rasa cemas ini dapat bersifat maladaptif ketika gejala-gejala tersebut timbul secara hebat, persisten, dan dengan frekuensi yang berlebihan sehingga mengganggu fungsi kerja. Hal inilah yang disebut dengan gangguan cemas. Pada anak dan remaja, prevalensi seumur hidup untuk gangguan cemas diketahui mencapai 15–20%. Gejala klinis yang timbul secara umum cukup mirip dengan dewasa. seperti keringat dingin dan palpitasi yang disebabkan oleh meningkatnya susunan saraf otonom. Gejala lain yang timbul, antara lain perasaan tidak nyaman, napas pendek, serta tangan berkeringat atau dingin. Gangguan cemas dapat diklasifikasikan menjadi berbagai macam. Akan tetapi, gangguan cemas yang khas dan cukup sering ditemukan pada anak dan remaja adalah gangguan cemas perpisahan, yang prevalensinya mencapai 2.8% pada anak dan 8% pada remaja di dunia. Gangguan cemas perpisahan umumnya terjadi pada anak dengan usia minimal enam tahun. Gangguan cemas perpisahan terjadi ketika anak harus berpisah dengan individu yang penting bagi dirinya, misalnya orang tua, sehingga menimbulkan cemas yang berlebihan yang ditandai dengan adanya hendaya atau distress, yang juga disertai dengan gejala klinis, seperti palpitasi, keringat dingin, dan muntah. Sang anak dengan gangguan kecemasan ini memiliki persepsi yang negatif tentang perpisahan dengan individu yang penting baginya, seperti jika ia ditinggal, akan terjadi hal-hal yang berbahaya pada orang tuanya atau takut bahwa orang tuanya tidak akan kembali lagi. Selain itu, ia juga merasa akan terjadi halhal berbahaya pada dirinya apabila ditinggal oleh orang tuanya. Gangguan cemas perpisahan ini dapat terjadi bahkan ketika ia ditinggal di rumah atau sewaktu pergi ke sekolah karena takut berpisah dengan orang tuanya. Di samping itu, anak juga dapat mengalami kesulitan A
/M
P
engobatan konvensional mulai berkembang sejak abad ke-18 dan semakin modern di abad ke-21 ini, sementara pengobatan tradisional sudah ada sejak zaman dahulu kala yang kemudian digunakan secara turun-temurun. Namun, kesinambungan pengobatan konvensional dan tradisional di masyarakat ternyata belum selaras. Masih banyak orang yang sulit menaruh kepercayaan pada dokter atau pengobatan konvensional. Padahal, pengobatan konvensional hingga modern saat ini sudah berlandaskan evidencebased medicine. Lantas, apakah yang menyebabkan demikian? Pertama, pendidikan masyarakat yang masih tergolong rendah membuat masyarakat masih percaya akan hal-hal berbau mistis dan belum mengerti perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Kedua, adat istiadat setempat yang begitu kuat sehingga mempengaruhi nilai budaya seseorang. Ketiga, pengobatan konvensional cenderung mahal sementara keadaan ekonomi masyarakat masih menengah ke bawah yang akhirnya terpaksa untuk beralih ke pengobatan alternatif yang dikira lebih murah. Keempat, faktor psikologis dari individu itu sendiri yang cenderung lebih nyaman dengan pengobatan tradisional dibandingkan pengobatan konvensional. Kelima, kasus malpraktik yang masih marak terjadi sehingga pasien trauma dan beralih ke pengobatan lain. Terlepas dari berbagai poin tersebut, pengobat tradisional pun juga harus tahu batasannya seputar usaha promotif dan preventif, bukanlah kuratif, serta tahu kapan harus merujuk dan meyakinkan pasien untuk menjalani pengobatan konvensional. Di sisi lain, adalah tugas para tenaga kesehatan untuk “memenangkan hati” pasien agar mau mengikuti pengobatan konvensional. Meskipun demikian, tidaklah bijak apabila dokter menjatuhkan dan menjelekkan pengobatan tradisional. Bagaimana pun pengobatannya, pasien harus memiliki kepercayaan untuk sembuh. Oleh karena itu, seorang dokter harus dapat bersikap baik dan benar dengan meyakinkan pasien serta menyelaraskan keduanya tanpa menghakimi pilihan pasien. Selain itu, tentu saja semuanya tidak lepas dari peranan pemerintah sebagai juru kunci untuk meningkatkan keselarasan keduanya. Dengan kerjasama yang baik antarpihak, niscaya tingkat kesehatan penduduk Indonesia akan semakin baik dari waktu ke waktu.
AESCULAPIUS
Kenali Gangguan Cemas pada Anak dan Remaja
put
Menilik Persepsi Masyarakat, Tantangan Dunia Kesehatan Masa Kini
MEDIA
MA KLINIK
ter
MA FOKUS
KLINIK
MEDIA AESCULAPIUS
untuk tidur ketika tidak dekat dengan orang tuanya, serta mengalami mimpi buruk berulang Narasumber: terkait perpisahan Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ(K) dengan orang tuanya. Departemen Kesehatan Jiwa Gangguan FKUI-RSCM cemas lainnya yang sering terjadi pada anak dan remaja antara lain gangguan cemas fobia spesifik dan sosial (10% pada anak; 7% pada remaja) serta gangguan panik dan agorafobia (1% pada anak; 2-3% pada remaja dengan gangguan panik; dan 3-4% pada remaja dengan agorafobia). Selain itu, gangguan cemas menyeluruh juga dapat dijumpai pada anak dan remaja. Pada gangguan cemas fobia spesifik, diagnosisnya dapat ditegakkan ketika memenuhi kriteria tertentu, antara lain rasa cemas yang timbul pada saat usia perkembangan, derajat kecemasan yang berlebih, dan kecemasan tersebut bukan termasuk bagian dari gangguan yang menyeluruh. Pada gangguan cemas sosial, anak merasa cemas yang berlebih ketika berada dalam situasi sosial tertentu (misalnya berbicara di depan umum) sehingga menyebabkan anak untuk menghindari kegiatan tersebut (avoidance behavior). Pada anak yang usianya masih enam bulan sampai dua belas bulan, rasa cemas memang seringkali timbul ketika bertemu dengan orang baru. Hal yang perlu diperhatikan adalah ketika kecemasan ini terjadi secara persisten dan berulang setiap kali anak tersebut bertemu dengan orang baru. Pada gangguan panik pada anak dan remaja, diagnosisnya dapat ditegakkan ketika ada setidaknya tiga kali serangan panik dalam sebulan yang ditandai dengan rasa cemas yang mencekam (agitasi), rasa tercekik, sesak napas, serta palpitasi. Serangan panik tersebut dapat terjadi dalam kondisi di mana ada pemicu atau pun secara spontan. Sementara untuk gangguan cemas menyeluruh, rasa cemas timbul secara persisten terhadap hal-hal yang akan terjadi di masa depan, disertai dengan ketegangan motorik dan meningkatnya aktivitas saraf otonom. Pada anak dengan gangguan cemas menyeluruh, biasanya terjadi gangguan somatik yang cukup prominen dan diperlukan penenangan yang rutin. Penatalaksanaan gangguan cemas mencakup terapi farmakologi dan psikoterapi. Pada anak dan remaja, terapi lebih terfokus pada psikoterapi yang sangat bergantung pada kondisi tiap individu. Jika gangguan cemas sudah berat, anticemas dan antidepresan juga dapat diberikan.
Pelindung: Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis M. Met. (Rektor UI), Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K) (Dekan FKUI) Penasihat: Dr. Arman Nefi, S.H., M.M. (Direktur Kemahasiswaan UI), dr. Akhmadu Muradi, Sp.B(K)V, Ph.D (Koordinator Kemahasiswaan FKUI) Staf Ahli: Seluruh Kepala Bagian FKUI/RSUPNCM, Prof. Dr. Ma’rifin Husein (CHS), dr. Muki Reksoprodjo, dr. Boen Setiawan, dr. Sudarso, dr. E. Oswari, DPH, Prof. Dr. Arjatmo Tjokronegoro, PhD, dr. Hapsara, DPH (Kemenkes RI), dr. Fahmi Alatas, Prof. dr. Marwali Harahap, SpKK, Prof. Dr. Umar Fahmi Achmadi, MPH Pembantu Khusus: Seluruh Alumni Aesculapius dan Media Aesculapius
Pemimpin Umum: Aisya Aminy M. PSDM: Gabriella Juli Lonardy, Clara Gunawan, Elizabeth Melina, Herlien Widjaja. Pemimpin Produksi: Skolastika Mitzy Benedicta. Wakil Pemimpin Produksi: M. Idzhar Arrizal. Tata Letak dan Cetak: Dewi Anggraeni Kusumoningrum. Ilustrasi dan Fotografi: Meutia Naflah Gozali. Staf Produksi: Irfan Kresnadi, Teresia Putri, Hansel T. Widjaja, Itsna A. Z., Shafira Chairunissa, Kristian Kurniawan, Kelvin Gotama, Bagus Radityo Amien, Arlinda Eraria Hemasari, Robby Hertanto, Anyta Pinasthika, Gabriella Juli Lonardy, Herlien Widjaja, Aditya Indra, Nobian Andre, Vanya Utami Tedhy, Zharifah Fauziyyah, Dhiya Farah, Kartika Laksmi, Dinarda Ulf Nadobudskaya, Fatira Ratri Audita, Dinda Nisapratama. Pemimpin Redaksi: Puspalydia Pangestu. Wakil Pemimpin Redaksi: Farah Vidiast. Redaktur Senior: Andy William, Elva Kumalasari, Nadia Zahratus Sholihat, Ferry Liwang, Rifka Fadhilah, Shierly Novitawati, Irma Annisa, Hiradipta Ardining, Tommy Toar. Redaktur Desk Headline: Veronika Renny Kurniawati. Redaktur Desk Klinik: PClara Gunawan. Redaktur Desk Ilmiah Populer: Phebe Anggita Gultom. Redaktur Desk Opini & Humaniora: Levina Putri Siswidiani. Redaktur Desk Liputan: Farah Vidiast. Reporter Senior: Jimmy Oi Santosos, Fidinny Izzaturahmi Hamid, Sukma Susilawati, Yasmina Zahra Syadza, Teuku Abdi Zil Ikram, Salma Suka Kyana Nareswari, Camilla Sophi Ramadhanti. Reporter Junior: Joanna Erin, Fadlika Harinda, Abdillah Y Wicaksono, Aisyah Rifani, Maria Isabella, Nadhira Najma, Renata Tamara, Reyza Tratama, Stefanus Sutopo, Tiffany R, Vannessa Karenina. Pemimpin Direksi: Roberto Bagaskara. Finansial, Sirkulasi, dan Promosi: Koe Stella Asadinia, Al Syarif Hidayatullah, Tiara Grevillea, Felix Kurniawan, Elizabeth Melina, Faya Nuralda Sitompul, Jevi Septyani Latief, Heriyanto Khiputra, Tania Graciana, Novitasari Suryaning Jati, Rahma Maulidina Sari, Aisyah Aminy Maulidina, Catharina Nenobais, Hardya Gustada, Dyah Ayu, Wilton Wylie Iskandar, Fahmi Kurniawan, Ainanur Aurora, Yusuf Ananda, Agassi Antoniman, Alice Tamara, Angela Kimberly Tjahjadi, Safira Amelia, Trienty Batari. Buku: Husain Muhammad Fajar Surasno, Nadira Prajnasari Sanjaya, Indah Lestari, Laksmi Bestari, Apri Haryono Hafid, Fadhli Waznan, Tiroy Junita, Indah Fitriani, Reganedgary Jonlean, Sabrina Tan, Gilbert Mayer C. Alamat : Media Aesculapius BEM IKM FKUI. Gedung C lantai 4, Rumpun Ilmu Kesehatan, Kampus UI Depok. E-mail: medaesculapius@gmail.com, Rek. 157-00-04895661 Bank Mandiri Cabang UI Depok, website: beranisehat.com Alamat Redaksi/Sirkulasi : Media Aesculapius PO BOX 4201, Jakarta 10042, Harga Langganan: Rp 18.000,00 per enam edisi gratis satu edisi (untuk seluruh wilayah Indonesia, ditambah biaya kirim Rp. 5.000,00 untuk luar Jawa), fotokopi bukti pembayaran wesel pos atau fotokopi bukti transfer via Bank Mandiri dapat dikirim ke alamat sirkulasi. MA menerima kiriman naskah dari pembaca untuk rubrik MA Klinik (khusus untuk dokter dan staf pengajar), Asuhan Keperawatan (khusus untuk perawat dan mahasiswa keperawatan) Sepuki, Suma, Suduk, Kolum, Arbeb, Kesmas, Seremonia, dan Konsultasi (berupa pertanyaan). Kirimkan email permohonan penulisan ke redaksima@yahoo.co.id dan kami akan mengirimkan spesifikasi rubrik yang Anda minati.
Kirimkan kritik dan saran Anda:
redaksima@yahoo.co.id
Website Media Aesculapius
beranisehat.com
Dapatkan info terbaru kami: @MedAesculapius
MEDIA
AESCULAPIUS
KLINIK
JULI
JULI - AGUSTUS 2017
3
KONSULTASI
Campuran Gel Biasa dan Lidocaine Ampul untuk Kateterisasi, Benarkah?
Gel biasa yang dicampur dengan lidocaine ampul biasanya menjadi solusi pengganti ketidaksediaan xylocaine gel untuk kateterisasi. Namun, bolehkah campuran ini digunakan? Pernyataan: Saat ini saya baru bertugas di RSUD tipe C di layanan IGD, suatu waktu ada pasien pria dengan retensi urin yang direncanakan pemasangan foley catheter, tetapi disana tidak tersedia gel xylocaine. Selama ini, penggunaan gel xylocaine diganti dengan gel biasa untuk EKG yang ditambahkan dengan lidocaine. Apakah metode ini sebenarnya dibenarkan? Apabila tidak, bagaimana cara menyiasatinya? - dr. R, Padang Jawaban: etensi urin adalah sebuah keadaan dimana seseorang tidak mampu melakukan mikturisi atau mengeluarkan urin secara disadari. Retensi urin dikatakan akut ketika keadaan tidak bisa mengeluarkan urin terjadi secara tibatiba dan biasanya diiringi dengan rasa sakit. Sementara itu, retensi urin kronik biasanya tidak diiringi dengan rasa sakit dan biasanya diasosiasikan dengan peningkatan volume urin residu. Manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh retensi urin biasanya berupa berkurangnya frekuensi mikturisi, pengosongan vesika urinaria yang tidak lampias, atau inkontinensia vesika urinaria yang terjadi secara terus menerus. Pada dua studi kohort yang dilakukan di Amerika Serikat, insidensi retensi urin diestimasikan terjadi pada 4.5-6.8 laki-laki per seribu laki-laki (pada usia 43-80 tahun) dan angka ini akan meningkat seiring
R
dengan bertambahnya umur. Sayangnya, insidensi retensi urin pada wanita belum terdokumentasi secara baik. Klasifikasi dari retensi urin bermacammacam, tetapi klasifikasi yang paling sering digunakan adalah berdasarkan penyebab dari retensi idzhar/MA urin. Berdasarkan penyebab, retensi urin dapat digolongkan menjadi retensi urin obstruktif, infeksi dan inflamasi (seperti prostatitis dan urethritis), farmakologis (biasanya berasal dari golongan antikolinergik), neurologis, dan penyebab lain (misalnya komplikasi pascaoperasi, akibat kehamilan, dan lain sebagainya). Apabila ditemukan pasien dengan retensi urin, manajemen pertama yang perlu diberikan secara cepat dan menyeluruh adalah dekompresi vesika urinaria dengan cara kateterisasi. Salah satu jenis kateterisasi yang biasanya digunakan adalah dengan menggunakan kateter transuretra dan
jenis kateterisasi ini biasanya lebih mudah dilakukan. Apabila kateterisasi uretra gagal dilakukan atau dikontraindikasikan, pasien harus segera dirujuk untuk mendapatkan kateterisasi dengan teknik yang lebih sulit. Kateterisasi yang cepat dan menyeluruh untuk mengosongkan vesika urinaria dapat menimbulkan komplikasi, berupa hematuria, hipotensi, atau diuresis pascaobstruksi. Akan tetapi, tidak ada bukti atau studi yang menunjukan bahwa kateterisasi secara bertahap dapat menurunkan peluang timbulnya komplikasi sehingga kateterisasi secara cepat dan menyeluruh tetap direkomendasikan. Salah satu persiapan penting sebelum melakukan kateterisasi adalah mengadministrasikan obat anastesi topikal yang biasanya dalam bentuk gel lidokain atau xylocaine. Namun, pada tempat-tempat terpencil, kondisi yang tidak ideal seringkali terjadi. Peralatan yang substandar, obat-obatan yang tidak lengkap menyebabkan seorang dokter harus dapat memutar otak agar dapat menata laksana pasien dengan baik. Salah
Narasumber: dr. Ponco Birowo, Sp.U(K), PhD. Divisi Urologi Departemen Bedah FKUI-RSCM satu hal yang biasanya terjadi adalah tidak tersedianya gel lidokain atau xylocaine. Hal ini biasanya disiasati dengan mencampurkan gel biasa, contohnya gel untuk EKG, dengan obat lidokain dalam bentuk ampul. Mencampurkan obat lidokain ampul dengan gel biasa sebenarnya dapat saja dilakukan. Namun, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Obat lidokain ampul belum tentu dapat tercampur dengan gel biasa dengan baik jika tidak dicampur menggunakan mesin, sehingga efektivitas dari campuran gel dan obat lidokain ini belum tentu sama dengan gel xylocaine. Oleh karena itu, alternatif lain yang dilakukan adalah menggantikan peran obat lidokain dengan pemberian obat analgetik suppositoria. Selain itu, pemberian gel xylocaine biasanya berada dalam keadaan steril untuk mencegah kemungkinan adanya infeksi, sehingga pemberian gel biasa yang dicampur obat lidocaine ampul yang sifatnya tidak steril ini harus disertai dengan pemberian antibiotik profilaksis. reyza Kirimkan pertanyaan Anda seputar medis ke redaksima@yahoo.co.id. Pertanyaan Anda akan dijawab oleh narasumber spesialis terpercaya.
TIPS DAN TRIK
Terampil Mengumpulkan Spesimen Pap Smear Ambil spesimen pap smear dengan tepat, hasil skrining kanker serviks pun semakin akurat
K
anker serviks masih menjadi momok bagi kaum wanita sehingga skrining rutin sangat penting dilakukan. Salah satu skrining kanker serviks yang cukup mudah dan efektif adalah pap smear. Pemeriksaan pap smear dapat menunjukkan lesi prekanker dan menentukan stadium kanker serviks. Walaupun sedikit tidak nyaman bagi pasien, prosedur ini dapat dilakukan dalam waktu singkat. Pap smear dianjurkan bagi wanita berusia 21 tahun atau lebih. Interval skrining dilakukan setiap tiga tahun sekali pada usia 21-29 tahun dan lima tahun sekali pada usia 30-65 tahun. Setelah usia 65 tahun, skrining dihentikan jika hasil sudah negatif. Prosedur dapat dilaksanakan jika wanita tidak berhubungan seksual, douching, menggunakan tampon, krim atau kontrasepsi di vagina 24-48 jam sebelumnya, serta tidak sedang menstruasi ataupun mengalami servisitis. Hal-hal tersebut dapat memengaruhi hasil bacaan sitologi. Setelah memperkenalkan diri, menanyakan identitas pasien, menjelaskan prosedur, dan mendapatkan persetujuan pasien, maka prosedur siap dilakukan. Peralatan yang diperlukan adalah ranjang ginekologi dengan penyangga kaki, spekulum bivalve, spatula Ayre, sikat kecil (cytobrush), lubrikan, lampu sorot, kaca objek, alkohol 90%, dan sarung tangan. Pasien diminta untuk berbaring dalam
posisi litotomi. Usai cuci tangan dan mengenakan sarung tangan, dokter dapat menginspeksi bagian genitalia eksterna. Lumuri spekulum dengan lubrikan. Gunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri (tidak dominan) untuk melebarkan labia minora. Masukkan spekulum sambil memegang bagian gagangnya pada sumbu horizontal menggunakan tangan kanan, kemudian putar gagang spekulum 90o sehingga menghadap ke bawah. Lebarkan spekulum sampai dapat menginspeksi serviks dengan jelas. Fiksasi dengan mengunci baut spekulum. Pengambilan spesimen meutia/MA ektoserviks dilakukan dengan memasukkan ujung tumpul spatula menuju ostium uteri externum dan putar 360o searah jarum jam dengan penekanan ringan. Sementara itu, spesimen endoserviks didapat dengan memasukkan cytobrush dengan hati-hati sampai ostium uteri externum dan memutar
sebanyak lima kali searah jarum jam. Jangan gunakan cytobrush atau sikat lainnya pada pasien hamil. Usahakan spatula dan cytobrush tidak menyentuh lubrikan saat sedang dikeluarkan. Jangan lupa keluarkan pula spekulum dengan membuka kunci baut spekulum, serta mempersilahkan pasien untuk berpakaian kembali. Segera oleskan spesimen pada kaca objek yang sudah dilengkapi label identitas pasien. Fiksasi apusan dengan merendam kaca objek dalam larutan alkohol 90% selama 20-30 menit, kemudian angkat dan biarkan kering. Masukkan spesimen ke dalam wadah transpor dan kirim ke laboratorium Patologi Anatomi untuk pemeriksaan sitologi. Prosedur ini memiliki komplikasi berupa infeksi, tetapi jarang terjadi. Selain itu, dapat pula muncul bercak darah sehingga dokter perlu memberitahu pasien bahwa bercak darah segera setelah prosedur usai adalah hal normal karena selama proses pengambilan spesimen pasien dapat saja mengalami perdarahan kecil. renata
JASA PEMBUATAN BUKU Media Aesculapius menyediakan jasa penyusunan buku yang sangat fleksibel baik dalam hal desain cover dan isi, ukuran dan tebal buku, maupun gaya penulisan termasuk menyunting tulisan anda. Tak terbatas hingga penyusunan saja, kami siap melayani distribusi buku anda. Adapun buku yang pernah kami buat: buku biografi tokoh, buku pemeriksaan fisik berbagai departemen, buku jurnal, dan Kapita Selekta Kedokteran.
Hubungi Hotline MA: 082-229-229-362 (SMS/WhatsApp)
4
JULI - AGUSTUS 2017
JULI
KLINIK
MEDIA
AESCULAPIUS
MA INFO
Dunia Tak Lagi Berputar: Tepat Tegakkan Diagnosis BPPV Ketika pasien datang mengeluhkan dunianya yang berputar, bagaimanakah cara diagnosis dengan tepat?
B
enign paroxysmal positional vertigo adalah kelainan telinga bagian dalam yang dicirikan dengan episode vertigo posisional berulang. BPPV merupakan penyakit yang relatif umum terjadi, dengan prevalensi yang mencapai 2,4%. Kunjungan pasien dengan keluhan pusing (dizziness) di Amerika Serikat mencapai angka 5,6 juta per tahun, dan 17-42% penyebabnya adalah BPPV. Di Indonesia, seorang dokter umum harus bisa mendiagnosis dan menata laksana BPPV dengan tepat. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan yang memadai mengenai penyakit ini, termasuk bagaimana mendiagnosis dengan benar. Pada tahun ini, American Academy of Otolaryngology—Head and Neck Surgery Foundation mengeluarkan panduan klinis manajemen BPPV, yang mencakup diagnosis BPPV. Panduan klinis tersebut ditujukan untuk pasien berusia di atas 18 tahun. Pasien dengan BPPV mengeluhkan sensasi berputar (dirinya atau lingkungannya) tanpa adanya gerakan nyata yang dipicu perubahan posisi kepala relatif terhadap gravitasi. Keluhan ini dapat muncul ketika melakukan kegiatan sehari-hari, seperti berguling di kasur atau menunduk. BPPV umumnya ditemukan dalam dua varian, antara lain BPPV kanal semisirkular posterior dan lateral. Diagnosis BPPV Kanal Semisirkular Posterior
Diagnosis BPPV kanal posterior ke satu sisi. Pasien kemudian dibaringkan ditegakkan dengan melakukan anamnesis sedemikian rupa sehingga kepala mengenai episode vertigo yang “menggantung” di tepi tempat terjadi dan pemeriksaan fisik. tidur (tetap ditopang) Pemeriksaan fisik yang positif dengan ekstensi leher ketika vertigo berkaitan dengan 20°. Perhatikan mata gerakan nistagmus torsional pasien, dan lihat dan upbeating yang terjadi adanya nistagmus, karena manuver Dixyaitu gerakan mata Hallpike. Selain itu, yang involunter terdapat periode laten dan cepat. Gerakan antara selesainya nistagmus pada manuver dengan pasien BPPV onset vertigo kanal dan nistagmus. posterior Vertigo dan adalah nistagmus akan yang meningkat bersifat dan hilang upbeat dalam waktu 60 (mengarah detik setelah onset ke dahi) dan nistagmus. torsional dengan Manuver Dix-Hallpike kutub atas mata merupakan baku emas dalam diagnosis berputar ke arah telinga. kelvin/MA BPPV kanal posterior. Manuver Tanyakan pula apakah pasien ini tidak dilakukan untuk pasien merasakan vertigo. dengan keterbatasan fisik, seperti Ketika nistagmus telah mereda sindroma Down, kifoskoliosis, penyakit (atau jika tidak ditemukan), pasien kembali serebrovaskular, dan obesitas tingkat lanjut. didudukkan dan nistagmus kembali Setelah memberikan penjelasan pada diperhatikan. Jika manuver pada sisi ini pasien, manuver Dix-Hallpike dilakukan hasilnya negatif, manuver dilakukan pada dengan memposisikan pasien duduk sisi yang lain. Diagnosis dapat ditegakkan tegak, dan kepala pasien dihadapkan 45° jika pasien memiliki riwayat vertigo
posisional dan Manuver Dix-Hallpike memicu nistagmus yang upbeat dan torsional. Diagnosis BPPV Kanal Semisirkular Lateral BPPV kanal lateral merupakan varian tersering berikutnya (5-15%). Varian ini dapat dicurigai jika pasien memiliki riwayat BPPV dan manuver Dix-Hallpike memberikan hasil horizontal atau negatif. Pemeriksaan fisik yang selanjutnya dapat dilakukan adalah supine roll test. Uji ini juga tidak dilakukan untuk pasien dengan keterbatasan fisik. Pasien berbaring dengan posisi kepala yang netral. Kemudian kepala pasien diputar ke satu sisi sebesar 90°. Perhatikan keberadaan nistagmus. Pasien dengan BPPV kanal lateral dapat menunjukkan nistagmus geotropik (nistagmus mengarah ke bumi/ telinga paling bawah) atau apogeotropik (nistagmus mengarah ke telinga paling atas). Ketika nistagmus telah mereda (atau jika tidak ditemukan), kepala dikembalikan ke posisi netral dan perhatikan kembali keberadaan nistagmus. Perlakuan yang sama kembali dilakukan untuk sisi lainnya. Riwayat yang sesuai serta hasil pemeriksaan fisik yang positif sudah cukup untuk mendiagnosis dua varian tersering BPPV ini. Bahkan, petunjuk klinis yang dirujuk memberikan rekomendasi untuk tidak melakukan pemeriksaan radiologis dan vestibular jika kedua syarat tadi telah terpenuhi. abdillah
ASUHAN KESEHATAN
Tata Laksana Nyeri pada Pasien Hernia Nukleus Pulposus
N
Mari simak kembali tata laksana nyeri punggung bawah akibat hernia nucleus pulposus berikut!
yeri punggung bawah, yang merupakan satu dari keluhan tersering pasien datang ke dokter, salah satunya disebabkan oleh hernia nukleus pulposus (HNP). Pada kasus HNP yang seringkali menekan ruas tulang belakang vertebra L4-L5 ini, gejala nyeri punggung bawah juga disertai dengan nyeri menjalar pada paha karena distribusi dari dermatom. HNP terjadi pada satu hingga dua persen populasi dan paling sering menyerang populasi usia tiga puluh sampai lima puluh tahun. Penyakit yang berhubungan dengan riwayat trauma, kurangnya olahraga, dan bekerja saat malam hari ini dapat ditegakkan diagnosisnya melalui anamnesis, pemeriksaan neurologi, dan pemeriksaan dewi/MA radiologi. Dalam menata laksana nyeri punggung bawah pada pasien HNP, diperlukan terapi nonfarmakologis dan terapi farmakologis. Terapi nonfarmakologis meliputi terapi fisik pasif dan modifikasi gaya hidup. Terapi
fisik pasif yang bertujuan untuk mengurangi gejala nyeri punggung bawah akut dapat dilakukan dengan mengompres daerah nyeri dengan air hangat atau dingin dan menggunakan beberapa modalitas, seperti ultrasound, iontophoresis, dan unit TENS (transcutaneous electrical nerve stimulator). Terapi ultrasound merupakan metode pemberian gelombang ultrasound pada bagian yang nyeri untuk mendorong terjadinya penyembuhan jaringan, sedangkan iontophoresis merupakan metode pemberian steroid melalui kulit untuk menghasilkan efek anti inflamasi di bagian yang nyeri menggunakan arus listrik bertenaga rendah. Selain itu, unit TENS merupakan metode yang menggunakan stimulasi listrik untuk mengganggu impuls nyeri yang dikirimkan ke otak sehingga sensasi nyeri punggung bawah berkurang. Beberapa modifikasi gaya hidup, yang juga berperan untuk pengondisian tulang belakang, seperti tirah baring, diet seimbang, dan latihan fisik juga perlu dilakukan. Tirah baring yang dilakukan selama satu hingga dua hari dapat mengistirahatkan
tulang belakang, sementara diet membantu menurunkan berat badan sehingga mengurangi tekanan ke punggung bawah sehingga menurunkan gejala nyeri. Beberapa latihan fisik dengan intensitas ringan dapat menghindari kekambuhan dan mengurangi intensitas nyeri, seperti peregangan, penguatan otot, dan latihan aerobik. Pasien juga harus menghindari konsumsi alkohol walaupun memberikan efek depresan terhadap nyeri. Beberapa obat-obatan yang digunakan dalam terapi farmakologis HNP, antara lain asetaminofen, obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS), dan obat antinyeri narkotika. OAINS yang sering digunakan adalah ibuprofen, natrium diklofenak, dan etodolak. Obat antinyeri narkotika yang paling sering diberikan pada pasien HNP adalah kodein, propoksifen, hidrokodon, dan oksikodon. Selain itu, dapat pula diberikan relaksan otot yang memiliki efek sedatif dan steroid oral. Terapi operatif pasien HNP perlu dilakukan jika pasien mengalami HNP derajat tiga atau empat, gejala terjadi secara rekurens dan tidak ada perbaikan, atau setelah terapi konservatif selama enam hingga dua belas minggu. Terdapat beberapa pilihan terapi operatif yang dapat diberikan, antara lain distektomi, distektomi perkutan, laminektomi, dan spinal fusion atau sacroiliac joint fusion. Rehabilitasi medik juga memegang peran penting dalam melatih ruang gerak, fleksibilitas, dan kekuatan pasien HNP. vannessa.
JASA TERJEMAHAN Kabar Gembira! Media Aesculapius menyediakan jasa terjemahan IndonesiaInggris dan Inggris-Indonesia dengan waktu pengerjaan singkat (3 x 24 jam) serta hasil terjamin. Tidak hanya jasa terjemahan, kami juga menyediakan jasa pembuatan slide presentasi dan poster ilmiah sesuai kebutuhan Anda.
Hubungi Hotline MA: 082-229-229-362 (SMS/Whatsapp)
MEDIA
Ilmiah Populer
AESCULAPIUS
JULI
JULI - AGUSTUS 2017
5
KESMAS
Dilematik Pemberian ASI Eksklusif bagi Ibu Pekerja
B
Banyak ibu yang bekerja sulit memberikan ASI eksklusif bagi si kecil. Apa masalahnya dan bagaimanakah solusi yang tepat?
eragam manfaat ASI, baik pada ibu maupun pada si kecil, sudah banyak disampaikan melalui berbagai media. Akan tetapi, angka pemberian ASI eksklusif di Indonesia nyatanya masih tergolong rendah. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2012, cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan masih fluktuatif, misalnya pada tahun 2002, cakupan pemberian ASI eksklusif menunjukkan angka 40% lalu turun menjadi 32% pada tahun 2007. Selanjutnya, pada tahun 2012, cakupan pemberian ASI eksklusif kembali naik secara signifikan menjadi 42%. Di sisi lain, laporan dinas kesehatan provinsi tahun 2013 menunjukkan rata-rata cakupan pemberian ASI eksklusif mencapai 54,3%. Meskipun demikian, angka tersebut masih jauh dari target nasional sebesar 80%. Salah satu tantangan terbesar pemberian ASI eksklusif di Indonesia adalah keterbatasan waktu sang ibu dan fasilitas untuk menyusui yang belum memadai, terutama bagi ibu yang bekerja. World Health Organization (WHO) merekomendasikan agar bayi diberikan ASI eksklusif selama enam bulan, dilanjutkan dengan pemberian ASI dan makanan pendamping ASI (MPASI) sampai usia dua tahun. Di sisi lain, berdasarkan survei Badan Pusat Statistik
(BPS) tahun 2013, pekerja wanita menduduki 38% angkatan kerja dan 25 juta jiwa di antaranya berada pada usia reproduktif. Pemberian ASI eksklusif secara rutin oleh ibu dengan waktu kerja delapan jam tentu akan sulit dilakukan, apalagi jika disertai minimnya kesempatan untuk memerah ASI, tidak tersedianya ruang laktasi, dan kurangnya pengetahuan mengenai manajemen laktasi pada ibu bekerja. Meski sudah diimbau oleh pemerintah, ruang laktasi masih minim ditemukan di beberapa daerah, seperti Klaten, Purwokerto, kelvin/MA Banjarnegara, dan Palembang. Sebagian besar kantor, baik instansi pemerintah maupun swasta, belum menyediakan ruang laktasi yang memadai bagi pegawai perempuan yang sedang
menyusui. Tempat-tempat umum, seperti terminal, stasiun, dan puskesmas juga masih ada yang belum dilengkapi dengan ruang laktasi. Padahal, ruang laktasi sangat diperlukan dalam mendorong pemberian ASI eksklusif. Ruang laktasi berperan dalam memfasilitasi ibu menyusui, memerah ASI, dan menyimpan ASI. Jika hal-hal tersebut tidak dilakukan secara rutin, produksi ASI ibu dapat menurun. Penyediaan ruang laktasi sendiri harus memenuhi beberapa standar tertentu, misalnya harus dilengkapi dengan pendingin udara, meja, kursi, dan kulkas, untuk menunjang suasana yang bersih dan nyaman. Oleh karena itu, masalah yang sering menjadi kendala utama penyediaan ruang laktasi adalah biaya.
Selain minimnya ketersediaan ruang laktasi, kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif juga merupakan penyebab utama rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia. Banyak ibu yang masih memberikan susu formula pada anaknya yang berusia di bawah dua tahun karena menganggap susu formula memiliki nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ASI. Anjuran budaya dan tuntutan lingkungan sekitar juga tak jarang membuat ibu memberikan MPASI sebelum anak berusia enam bulan dengan harapan dapat menambah nilai gizi dari ASI. Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan sektor industri untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi ibu-ibu menyusui. Alokasi anggaran yang cukup diperlukan untuk menyediakan ruang laktasi yang memadai di setiap fasilitas umum dan tempat kerja. Selain itu, program sosialisasi mengenai pentingnya ASI eksklusif dan manajemen laktasi hendaknya disusun lebih inovatif dan efektif agar dapat meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif secara signifikan, khususnya pada ibu bekerja. abdillah
INFO OBAT
Terbinafin: Sembuh dan Tetap Sembuh Lebih Lama Sembuh dari infeksi jamur dan mencegahnya kembali? Terbinafin mungkin jawabannya.
D
ermatofitosis atau ring worm disebabkan oleh jamur golongan dermatofita (Trycophyton, Epidermophyton, dan Microsporum) yang menyerang jaringan berkeratin. Secara klinis, penyakit ini diklasifikasikan berdasarkan lokasinya, di antaranya tinea pedis, tinea capitis, dan tinea unguium. Selain menghindari kelembaban di lokasi infeksi, tata laksana yang dapat dilakukan adalah memberikan obat antifungal. Salah satu antifungal terbaik yang dapat dipilih adalah terbinafin. Terbinafin merupakan alilamin sintetik yang diindikasikan untuk dermatofitosis A dan infeksi jamur irun/M mukokutan lainnya. Obat ini tersedia dalam bentuk oral maupun topikal, dan di Indonesia dijual dengan nama dagang Interbi, Lamisil, dan Termisil. Individu yang hipersensitif, menderita penyakit hati yang aktif atau kronik, dan sedang menyusui dikontraindikasikan. Selain itu, penggunaan terbinafin oral untuk wanita hamil dan penderita gangguan ginjal atau hati memerlukan perhatian yang khusus. Sebetulnya, terbinafin tidak berbeda jika dibandingkan dengan obat antifungal lain dalam hal mencapai kesembuhan mikologis di akhir terapi. Namun, alilamin seperti terbinafin, butenafin, dan naftifin
terbukti memiliki efikasi yang lebih baik dibandingkan antifungal lain. Salah satu komponen dalam penilaian efikasi ini adalah sustained cure, yaitu keadaan sembuh yang dipertahankan setidaknya selama empat belas hari. Bagaimana terbinafin dapat lebih baik dalam mempertahankan kesembuhan? Efek ini diduga disebabkan oleh sifat fungisida dan keratinofiliknya. Komponen utama membran sel jamur adalah ergosterol. Zat ini berperan dalam fluiditas dan integritas membran. Selain itu, ergosterol memiliki sifat menyerupai hormon yang dapat memicu pertumbuhan jamur. Penghambatan ergosterol tentunya akan mengganggu kehidupan jamur. Oleh karena itu, ergosterol dijadikan sebagai target obat-obat antifungal, termasuk terbinafin dan obat antifungal lain, seperti azol. Azol menghambat biosintesis ergosterol melalui inhibisi 14Îą-demethylase. Tidak seperti azol, terbinafin membunuh jamur dengan menghambat skualen epoksidase yang terlibat dalam biosintesis ergosterol. Akibatnya, proses sintesis membran sel menurun karena ergosterol yang menurun. Selain itu, pertumbuhan jamur secara keseluruhan juga menurun karena ketiadaan peran hormonal ergosterol. Selain penurunan ergosterol, inhibisi
enzim skualen epoksidase akan menyebabkan akumulasi skualen. Adanya akumulasi zat toksik menyebabkan terbinafin tergolong sebagai fungisida, bukan fungistatik seperti azol. Sifat fungisida berperan dalam pencegahan kambuh/relapse, sehingga kesembuhan dapat dipertahankan lebih lama. Selain sifat fungisidanya, sifat keratinofilik terbinafin juga berperan dalam mempertahankan kesembuhan. Sifat ini membuat terbinafin terdeposisi pada jaringan berkeratin yang baru terbentuk. Terbenafin dapat bertahan berminggu-minggu hingga berbulan-bulan di jaringan ini sehingga dapat mencegah munculnya infeksi baru untuk beberapa waktu walau pemberiannya dihentikan. Terbinafin oral terdistribusi secara ekstensif di cairan dan jaringan perifer, seperti di kuku, rambut, stratum corneum kulit, dan air susu ibu. Interaksi obat yang signifikan belum ditemukan dan terbinafin tidak mempengaruhi sistem P450. Namun, pemberian bersama rifampisin dapat menurunkan konsentrasi terbinafin dan pemberian bersama simetidin memberikan efek sebaliknya. Metabolisme terbinafin terjadi di hati untuk dikonversi metabolit inaktif. Karena ekskresinya melalui urin, dosis untuk penderita gangguan ginjal perlu disesuaikan. Dosis terbinafin oral untuk dewasa adalah 250 mg satu kali sehari dengan durasi tergantung penyakit antara 2-12 minggu. Krim terbinafin 1% dapat diberikan satu hingga dua kali sehari selama 1-2 minggu. Durasi ini lebih singkat dibandingkan clotrimazol yang memerlukan waktu 2-4
minggu. Penggunaan terbinafin tergolong aman. Efek samping sediaan oralnya jarang terjadi, yaitu gangguan saluran pencernaan dan pusing. Namun, dapat pula terjadi efek samping yang fatal, yaitu gagal hati dan sindrom Stevens-Johnson. Iritasi lokal, rasa terbakar, dan eritema dapat muncul dalam penggunaan sediaan topikalnya. Terbinafin terbukti merupakan salah satu antifungal terbaik untuk masalah dermatofitosis dan infeksi jamur mukokutan lainnya. Namun, seperti antifungal lain, hasil yang diharapkan pada akhir terapi adalah kesembuhan mikologis. Oleh karena itu, pemilihan antifungal kembali disesuaikan dengan availabilitas dan pertimbangan ekonomisnya. abdillah Nama generik : Terbinafin Nama dagang : Interbi ÂŽ, Lamisil ÂŽ Termisil ÂŽ Indikasi : dermatofitosis dan infeksi jamur mukokutan lainnya Kontraindikasi : hipersensitivitas, penyakit hati aktif atau kronik, gangguan hati atau ginjal, dan ibu hamil Cara pemberian : oral (dewasa) 250 mg satu kali sehari selama 2-12 minggu (tergantung penyakit). krim 1% satu hingga dua kali sehari selama 1-2 minggu Sediaan : oral dan topikal
6
JULI - AGUSTUS 2017
JULI
Ilmiah Populer
MEDIA
AESCULAPIUS
ARTIKEL BEBAS
Kulit Wajah Halus Bersama AHA dan BHA Walaupun Alpha Hydroxy Acid (AHA) dan Beta Hydroxy Acid (BHA) saling “bersaudara”, bagaimanakah perbedaan keduanya bekerja pada kulit?
S
etiap wanita mendambakan kulit wajah mulus, bebas jerawat, kerutan, dan flek hitam. Sayangnya, paparan sinar matahari (UVA dan UVB) dan polusi udara di perkotaan sulit dihindari. Akibatnya, kulit cepat menua ditandai dengan kulit kasar, kusam, berkerut, hingga pigmentasi kulit (melasma). Berbagai produk perawatan kulit berlomba-lomba mengatasi masalah ini, seperti pembersih wajah, pelembab, eksfoliasi, dan lainnya yang mengandung AHA dan BHA. Dalam dunia dermatologi, asam hidroksi ini sudah lama digunakan untuk mengatasi masalah kulit, seperti jerawat, keratosis, psoriasis, penuaan dini, dan lainnya. Mari kenal lebih dekat dengan kedua asam hidroksi “bersaudara” ini. Alpha Hydroxy Acid (AHA) Senyawa ini sempat berjaya pada era 1990-an sebelum ditemukannya laser pada awal tahun 2000-an. Kini, AHA kembali populer di kalangan pecinta produk perawatan kulit karena diketahui dapat mencerahkan dan meremajakan kulit. Asam yang larut dalam air ini dapat ditemukan dengan mudah pada bahan makanan sehari-hari, seperti tebu (asam glikolat), susu (asam laktat), jeruk (asam sitrat), apel (asam malat), dan lainnya. Konon, Cleopatra menggunakan anggur merah, yang juga mengandung AHA, sebagai rahasia kecantikan wajahnya. Asam glikolat dan asam laktat adalah dua jenis AHA yang sering dimanfaatkan pada produk kecantikan. Saat dioleskan di permukaan kulit, AHA bekerja dengan mengganggu ikatan antarsel pada lapisan teratas (stratum korneum) epidermis kulit sehingga sel-sel kulit yang
kusam dan kasar terkelupas dan merangsang pertumbuhan sel baru. Kulit menjadi lebih halus, kerutan dan bekas jerawat lebih tersamarkan, serta epidermis pun menebal untuk mempertahankan kelembaban kulit. AHA juga mampu bekerja pada lapisan dermis untuk memperbaiki tanda-tanda penuaan kulit dengan cara meningkatkan asam hialuronat, glikosaminoglikan, serat elastin, kolagen, dan ketebalan dermis. Kulit akis/MA menjadi lebih lembab, elastis, dan tampak lebih muda. Tidak hanya itu, asam glikolat diketahui memiliki efek antiinflamasi pada jerawat dengan membunuh bakteri Propionibacterium acnes. Asam laktat juga diketahui mengandung zat disinfektan yang berguna dalam pembersih wajah untuk kulit berjerawat. Tentu saja, efek yang didapat bergantung pada konsentrasi AHA. Sebuah studi memperlihatkan asam laktat 5% hanya bekerja pada epidermis, sedangkan asam laktat 12% bekerja pada epidermis dan dermis. Pada studi lainnya, asam glikolat 8% menunjukkan perbaikan tanda-tanda penuaan kulit, seperti hiperpigmentasi dan kulit kasar. AHA pada konsentrasi tinggi memang memberikan efek signifikan, tetapi berpotensi menimbulkan iritasi kulit. Saat lapisan kulit terluar yang bersifat protektif
terbuang, kulit menjadi lebih mudah terbakar sinar matahari. Paparan sinar matahari setelah pengelupasan kulit (peeling) dapat menimbulkan hiperpigmentasi. Bahkan seseorang dengan kulit sensitif dapat mengalami kemerahan dan sensasi terbakar setelah aplikasi AHA. Oleh karena itu, Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat menetapkan standar maksimum penggunaan AHA pada kosmetik, yaitu 10% pada pH 3,5 atau lebih, serta dianjurkan untuk menghindari sinar matahari dan mengaplikasikan tabir surya SPF tinggi. Penggunaan AHA dengan konsentrasi hingga 30% dan pH sampai 3 hanya diperbolehkan pemberiannya oleh tenaga profesional. Beta Hydroxy Acid (BHA) BHA atau lebih dikenal sebagai asam salisilat sudah digunakan untuk mengobati kelainan kulit sejak 2000 tahun yang lalu. Selain bisa didapatkan secara alamiah dari kulit pohon willow, sweet birch, dan daun wintergreen, asam salisilat dapat diproduksi secara sintetis. Aspirin (asam asetilsalisilat) merupakan obat pereda nyeri dan demam dengan menghambat sintesis prostaglandin. Sebagai
anggota keluarga salisilat, penggunaan topikal asam salisilat menunjukkan efek antiinflamasi pada konsentrasi 0,5-5%. Berbeda dengan “saudaranya”, BHA bersifat larut dalam lemak sehingga mampu bekerja pada kulit dengan menembus lapisan lipid epidermis dan folikel sebasea – folikel rambut yang terhubung ke kelenjar lemak. Bahkan, BHA mampu mengurangi sebum di wajah. Hal ini membuat BHA cocok digunakan oleh orang dengan kulit berminyak dan komedo terbuka maupun tertutup. Pada konsentrasi rendah (0,5-10%), BHA digunakan untuk kulit berjerawat. Pada konsentrasi tinggi (20-30%), BHA dimanfaatkan untuk eksfoliasi superfisial pada wajah sehingga stratum korneum epidermis menipis tanpa terjadi penebalan epidermis. Dalam produk kecantikan, konsentasi BHA yang dianjurkan adalah sekitar 1-2% pada pH 3-4. BHA memiliki efek iritasi yang lebih rendah daripada AHA. Studi membuktikan aplikasi asam glikolat untuk jangka waktu pendek membuat kulit lebih sensitif terhadap radiasi ultraviolet, sedangkan asam salisilat tidak demikian. Asam salisilat berpotensi mengurangi iritasi kulit dengan efek antiinflamasi miliknya. Dengan demikian, penggunaan BHA relatif aman. Walaupun “bersaudara”, sifat AHA dan BHA bagaikan dua sisi mata uang. Bagi seseorang dengan kulit kering dan rusak akibat sinar matahari, AHA dapat menjadi solusi baginya. Bagi seseorang dengan kulit berminyak, berjerawat, atau berkomedo, BHA lah yang cocok untuknya. Diantara AHA dan BHA, manakah yang menunjang kebutuhan kulit Anda? renata
SEGAR
Teka Teki Silang MENDATAR 1.Pengukuran aktivitas jantung 2.Pembentuk warna pada uji MDA 4. Alat kontrasepsi 7. Salah satu jenis asam lemak 9. Molekul adhesi 10. Abnormalitas lenggang kaki (B. Inggris) 13. Flacon 14. Asam lemak golongan omega 3 15. Salah satu lipid-lowering agent 16. Campuran makanan dan hasil sekresi lambung MENURUN 1. Senyawa dari asam arahidonat 2. Tumor dari sel germinal 3. Zat tidak aktif pada sediaan 4. Pemicu emesis 5. Otot untuk pergerakan ke arah inferior 6. Inflamasi pada kulit 7. Modalitas radiologi 8. Pemanis buatan 10. Organ pencernaan 11. Organ limfatik 12 Emfisema merupakan salah satu contoh dari…
idzhar/MA
MEDIA
AESCULAPIUS
IPTEK
Ilmiah Populer
Mampukah Sel Punca Digunakan untuk Terapi Gagal Jantung?
P
Jantung dulu dipercaya sebagai organ yang tidak mampu beregenerasi menjadi sel baru. Bagaimana dengan sekarang?
enyakit jantung dan pembuluh darah masih menjadi pembunuh nomor satu dunia. Setiap tahunnya, penyakit ini merenggut lebih banyak jiwa dibandingkan penyakit lainnya, seperti kanker, HIV, dan diabetes. Kondisi kronik penyakit ini dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung. Gagal jantung ditandai dengan melemahnya sistem kardiovaskular dan otot jantung atau kakunya otot jantung sehingga jantung tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen di dalam tubuh. Berbagai cara telah dilakukan untuk menemukan pengobatan gagal jantung, mulai dari pembedahan hingga transplantasi jantung. Bedah jantung telah menjadi pusat pengobatan setiap masalah besar pada jantung. Selain itu, kesuksesan terapi medis dan pembedahan penyakit jantung iskemik akut dan kronik telah berkontribusi meningkatkan angka hidup pasien dengan penyakit jantung kongestif hingga umur delapan puluh tahun. Transplantasi jantung dijadikan baku emas untuk pengobatan penyakit jantung kongestif stadium akhir. Lebih dari lima puluh persen pasien yang telah menerima transplantasi mampu bertahan hidup hingga sepuluh tahun. Di samping itu, kualitas kehidupan setelah transplantasi jantung menjadi sangat baik. Namun, tindakan ini merupakan terapi yang membutuhkan donor jantung. Padahal, donor jantung yang ada belum cukup untuk memenuhi permintaan. Lebih darah seratus ribu pasien di Amerika Serikat setiap tahunnya tidak memiliki pilihan pengobatan. Terapi sel punca (stem cell) mulai dikembangkan selama beberapa dekade terakhir untuk pengobatan gagal jantung.
miokardium yang rusak. Sel punca adalah kumpulan sel tidak Sel punca embrionik dan sel punca terspesialisasi yang memiliki karakteristik pluripoten yang diinduksi dapat khusus sehingga dapat dibedakan dengan dimanfaatkan untuk menciptakan sel jantung sel lain yang ada di dalam tubuh. Sel ini baru. Namun, sel jantung yang dibuat mampu berdiferensiasi secara alami dan menggunakan sel punca menyerupai sel tanpa batas waktu melalui pembelahan sel jantung bayi. Oleh sebab itu, agar dapat menjadi sel yang lebih spesifik dan dapat berfungsi pada jantung dewasa, sel yang berfungsi dalam mengganti sel yang rusak. baru tersebut harus “matang” sehingga Selain mampu di klon, sel punca juga dapat dapat bertahan menjadi jantung yang memperbanyak dirinya. Pada percobaan terus berdetak. Komunitas ilmiah telah pertama, hasilnya menunjukkan terapi ini menghasilkan teknologi untuk membuat sel aman dan efektif. jantung yang belum matang. Akan tetapi, Sel punca dipercaya memiliki manfaat sangat sedikit sel pada miokardium yang jantung yang berasal iskemik, dari sel induk terutama dalam terintegrasi neovaskularisasi ke dalam dan efek jaringan parakrin. jantung Di samping normal efeknya dalam sebagai regenerasi sel sel jantung otot jantung, sel matang. punca diketahui Harvard menghambat Stem Cell sintesis sitokin itzna/MA Institute (HSCI) telah proinflamasi, seperti mengembangkan suatu cara untuk TNF-α dan interleukin-6. Selain itu, sel punca mengambil sel jantung yang baru dan juga diketahui dapat menyekresi sitokin, stabil sehingga dapat digunakan sebagai kemokin, dan faktor pertumbuhan yang berfungsi menghambat apoptosis dan fibrosis terapi yang efektif. Para peneliti juga sel otot jantung dan sel endotel, memperbesar mengembangkan cara menggunakan matriks kontraktilitas, serta mempromosikan ekspresi jantung untuk memandu pematangan dan memperpanjang kelangsungan hidup sitokin antiinflamasi, seperti interleukin-10. sel jantung yang berasal dari sel induk Sel punca telah menunjukkan perbaikan setelah implantasi. Matriks jantung ini fungsi jantung melalui regulasi proliferasi berbentuk seperti lembaran musik untuk fibroblas dan sintesis kolagen tipe I dan tipe orkestra jantung, yang berfungsi untuk III. Suatu studi menunjukkan hasil yang menyelaraskan detak jantung antar sisi. memuaskan saat sel punca yang berasal dari aisyah sumsum tulang dicoba untuk diberikan pada
ADVERTORIAL
Atasi Obesitas dengan “Gastric Balloon Pill”
O
Ketika obesitas tak dapat lagi diatasi dengan modifikasi gaya hidup dan terapi farmakologis, gastric balloon pill lahir sebagai inovasi untuk menurunkan berat badan dengan lebih mudah.
besitas atau berat badan lebih telah menjadi salah satu masalah kesehatan yang menimpa dunia. Hingga saat ini, sebanyak 2,8 juta jiwa meninggal karena obesitas. Berbagai komplikasi timbul akibat obesitas turut meningkatkan morbiditas, seperti gangguan metabolik, tekanan darah, trigliserida, kolestrol, dan resistensi insulin. Peningkatan indeks massa tubuh (IMT) akan menyebabkan peningkatan risiko komplikasi pada pasien obesitas. Oleh sebab itu, diperlukan cara untuk mengatasi hal tersebut. Berbagai hal dilakukan untuk mengatasi obesitas, mulai dari olahraga, perubahan gaya hidup, hingga konsumsi obat penurun berat badan. Hal ini menunjukkan bukan hal yang mudah untuk mengatasi obesitas. Apabila masih belum teratasi dan komplikasi mulai terjadi, metode invasif seperti operasi pun menjadi pilihan. Akan tetapi, selain invasif, keefektifan operasi untuk obesitas pun masih belum terbukti bila dibandingkan dengan metode pengobatan lainnya. Kini, inovasi baru seperti gastric balloon pill hadir sebagai alternatif untuk mengatasi obesitas tanpa cara invasif. Gastric balloon pill digunakan untuk pasien obesitas dengan IMT 30–40kg/m2 yang gagal mencapai target berat badan ideal dengan pengaturan pola makan dan olahraga saja. Seperti namanya, alat ini memiliki bentuk seperti kapsul yang terhubung dengan kateter dengan ketebalan satu milimeter dan dimasukkan ke dalam lambung melalui cara ditelan.
Saat di lambung, kapsul akan terbuka dan balon dikembangkan melalui kateter yang tersambung sehingga mengisi ruang lambung. Dalam pemakaiannya, pengaturan pola makan dan olahraga tetap harus dilanjutkan. Sudah sejak lama, gastric balloon atau intragastric balloon menjadi salah satu pilihan untuk mengatasi obesitas. Prinsip kerja alat ini adalah mengurangi ruangan lambung, meningkatkan rasa kenyang, dan mengurangi keinginan pasien untuk makan. Sebelum adanya inovasi gastric balloon pill, intragastric balloon dipasang melalui endoskopi dan pasien dalam keadaan tersedasi. Gastric balloon pill akan lebih memudahkan pasien karena pemasangannya hanya dengan ditelan. Setelah ditelan, fluoroskopi dilakukan untuk memastikan bahwa kapsulnya sampai di lambung. Saat ini, sudah ada dua merk dagang yang memasarkan gastric balloon pill yakni ElipseTM dan Obalon Gastric Balloon® yang sudah dipatenkan oleh Food and Drug Administration (FDA). Pada tahun 2017, terdapat dua studi yang menyatakan bahwa kedua alat ini mampu menurunkan IMT secara signifikan serta menurunkan perkembangan komorbiditas terkait. Salah satu studi yang menguji ElipseTM gastric
balloon pill menyatakan bahwa pada saat balon sudah dikeluarkan, terjadi rata-rata penurunan berat badan sebesar 50,2% dan total penurunan berat badan sebesar 14,6% pada dua belas pasien. Pada studi yang sama, setelah dua belas bulan diketahui bahwa ratarata penurunan berat badan terjadi sebesar 17,6% dan total penurunan berat badan sebesar 5,9%. Selain itu, tidak ditemukan efek samping signifikan dari kedua alat tersebut. Sayangnya, gastric balloon pill masih belum bisa dipakai sebagai pengganti operasi, melainkan hanya sebagai pencegah pasien obesitas morbid dari operasi. Pasalnya, gastric balloon pill ini hanya bisa bertahan empat hingga enam bulan di dalam lambung, tergantung pada produsen dagangnya. Setelah empat hingga enam bulan, balon harus terput/MA dikeluarkan dari lambung. Obalon Gastric Balloon® memerlukan bantuan endoskopi dalam pengeluarannya, sementara ElipseTM gastric balloon akan pecah sendiri di dalam lambung dan diekskresikan melalui feses. Selain itu, alat ini juga masih belum hadir di Indonesia. Harganya pun masih terbilang tinggi, Obalon Gastric Balloon®diketahui dibanderol dengan rentang harga $6.000 – $8.000 atau setara dengan enam sampai delapan juta rupiah. nadhira
JULI
JULI - AGUSTUS 2017
7
JOURNAL READING
Angka Harapan Hidup Pasien HIV/ AIDS dengan Antiretroviral Kombinasi
T
anpa adanya pelayanan kesehatan yang efektif dan sesuai, virus HIV akan terus memberikan efek yang serius dan dramatis, salah satunya adalah penurunan angka harapan hidup. Pada pasien dengan HIV di Afrika, antara tahun 1990 dan 2000, terjadi penurunan angka harapan hidup menjadi 49,5 tahun. Pada tahun 2006, virus HIV dan penyakit AIDS membuat angka harapan hidup terjun drastis sebanyak dua puluh tahun. Ini adalah sebuah tantangan dan masalah yang cukup serius. Namun, mulai tahun 1996, penggunaan obat antiretroviral kombinasi (cART) secara luas diketahui telah meningkatkan prognosis pasien dengan HIV sehingga menurunkan laju mortalitas dan memperbaiki angka harapan hidup. Sebuah meta-analisis oleh Teeraananchai S, et al (2016) dilakukan untuk melihat sejauh mana angka harapan hidup pasien dengan HIV yang melakukan terapi antiretroviral kombinasi. Penelitian dilakukan menggunakan basis data Medline melalui jejaring pencarian PubMed. Jurnal yang dipilih dibatasi dengan syarat berbahasa Inggris dan dipublikasi diatas Desember 2015. Kriteria inklusi dari jurnal yang sudah dipilih adalah merupakan studi kohort dari pasien dengan HIV yang berusia lebih dari empat belas tahun, menggunakan tiga macam obat antiretroviral yang dikombinasikan, dan melaporkan secara sistematis angka harapan hidup pada umur pasien ketika memulai terapi cART menggunakan estimasi tabel kematian ringkas. Data tersebut kemudian diambil dan dimasukan ke database oleh seorang reviewer dan dianalisis menggunakan STATA 14. Berdasarkan studi tersebut, ditemukan bahwa penambahan angka harapan hidup keseluruhan pasien dengan HIV yang tinggal di negara-negara dengan penghasilan tinggi adalah 43.3 tahun dan 32.2 tahun pada pasien yang berusia 20 tahun dan 35 tahun. Pada negara-negara berpenghasilan menengahrendah, penambahan angka harapan hidup keseluruhan pasien dengan HIV adalah 28.3 tahun dan 25.6 tahun pada pasien yang berusia 20 tahun dan 35 tahun. Studi ini juga melihat perbandingan penambahan angka harapan hidup pada pasien HIV sesuai jenis kelamin dan didapatkan penambahan 22.9 tahun pada pria dan 33 tahun pada wanita. Perbandingan angka harapan hidup sesuai jenis kelamin ini hampir sama, baik di negara berpenghasilan tinggi maupun negara berpenghasilan menengah-rendah. Gambaran yang diberikan dari hasil studi ini dapat memberikan kesimpulan bahwa angka harapan hidup pasien dengan HIV setelah menggunakan terapi antiretroviral kombinasi meningkat seiring bertambahnya waktu. Selain itu, studi ini menyarankan untuk memonitor angka harapan hidup sebagai salah satu penilaian penting terhadap pengaruh perubahan guideline terapi cART terhadap hasil jangka panjang terhadap pasien. reyza Referensi: Teeraananchai S, Kerr S, Amin J, Ruxrungtham K, Law M. Life expectancy of HIVpositive people after starting combination antiretroviral therapy: a meta-analysis. HIV Medicine. 2017;18(4):256-266.
8
JULI - AGUSTUS 2017
OPINI & HUMANIORA
JULI
MEDIA
AESCULAPIUS
SUARA MAHASISWA
Kesehatan: Sebuah Eksklusivitas dalam Kacamata Masyarakat Indonesia Isu kesehatan masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat kita, padahal kesehatan adalah hak seluruh masyarakat Indonesia.
B
eberapa waktu lalu, Indonesia dihadapkan pada kontroversi isu penggunaan hak angket DPR terhadap KPK. Sebagian pihak menyetujui penggunaan hak angket tersebut karena merasa perlu adanya pengawasan terhadap kinerja KPK, sedangkan sebagian lagi menentang kebijakan tersebut karena menganggap bahwa penggunaan hak angket tersebut cacat hukum dan ada pihak tertentu yang ingin mengancam jalannya proses pemberantasan korupsi. Hak angket DPR dan kedudukan berbagai lembaga negara, termasuk KPK, merupakan objek kajian ilmu sosial. Namun, mahasiswa dan guru besar yang turut serta melakukan aksi di depan gedung DPR-MPR untuk menentang hak angket tersebut tidak terbatas dari bidang sosial m itz politik. Bahkan y/ M A mahasiswa ITB, yang hampir semua berasal dari jurusan eksakta, menjadi salah satu sumber massa terbesar. Beragamnya latar belakang massa menunjukkan bahwa independensi KPK adalah kepentingan seluruh kalangan masyarakat. Aksi di depan gedung DPR-MPR kemarin membuat saya merasa senang sekaligus sedih. Senang karena banyak orang yang peduli terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia, tetapi sedih karena isu-isu kesehatan jarang mendapat perhatian yang sama. Kesehatan sebagai Kebutuhan Dasar Seluruh Manusia Peningkatan kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu agenda prioritas pemerintah sebagaimana tercantum dalam Nawa Cita. Untuk melihat ada tidaknya perubahan dalam kesejahteraan masyarakat, pemerintah melalui lembaga-lembaga menggunakan suatu indikator dengan kesehatan selalu sebagai salah satu poin utamanya. Statistik Kesejahteraan Rakyat, yang dirilis setiap tahunnya oleh Badan Pusat Statistik (BPS), menggunakan kesehatan sebagai salah satu indikatornya. Indeks Kesejahteraan Rakyat (IKraR) yang dikeluarkan oleh Strategic Alliance for Poverty Alleviation (SAPA) atau Aliansi Strategis Melawan Kemiskinan memiliki 22 indikator; lima di antaranya terkait dengan kesehatan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan indeks komposit untuk mengukur kapabilitas dasar manusia pada bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi juga menggunakan kesehatan sebagai salah satu tolok ukurnya. Kedudukan penting kesehatan sebagai indikator kesejahteraan dan pembangunan manusia dapat dipahami karena kesehatan adalah prasyarat dasar bagi seluruh aktivitas manusia. Tanpa fisik yang sehat, seseorang tidak dapat beraktivitas dengan optimal, bahkan mungkin tidak dapat beraktivitas sama sekali. Selain itu, keadaan sakit berpengaruh besar terhadap perekonomian
suatu keluarga, baik karena hilangnya pendapatan akibat ketidakmampuan bekerja maupun besarnya pengeluaran untuk berobat. Eksklusivitas Isu Kesehatan Kita lihat bahwa beberapa waktu lalu, dunia kesehatan sempat dihadapkan pada isu-isu yang dapat berdampak besar ke seluruh lapisan masyarakat, seperti rokok dan BPJS. Melihat kondisi ini, sudah selayaknya isu-isu ini mendapat perhatian penuh dari seluruh masyarakat, bukan hanya dari kalangan yang bergerak di bidang kesehatan. Namun sayangnya, seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, isu kesehatan seakan-akan eksklusif milik praktisi, mahasiswa, dan LSM kesehatan. Ketika saya terlibat dalam pergerakan menolak World Tobacco Process & Machinery (WTPM), sebuah pameran rokok dunia yang hendak menjadikan Indonesia sebagai konsumen, hampir seluruh unsur gerakan berasal dari kalangan kesehatan. Demikian pula ketika saya terlibat dalam pergerakan menolak RUU Pertembakauan yang bertujuan meningkatkan produksi dan secara tidak langsung, konsumsi rokok Indonesia, serta mengancam upaya kesehatan pemerintah, saya kembali mendapati kondisi serupa. Seakan-akan masalah kesehatan yang dipersoalkan, dalam hal ini pengendalian rokok, tidak memberikan dampak apapun bagi rakyat Indonesia. Saya iri dengan pergerakan terkait isu hak angket kemarin yang mampu melibatkan berbagai kalangan, baik sebagai promotor maupun massa aksi. Saya iri dengan pergerakan terkait isu pembangunan pabrik semen Kendeng yang tidak hanya
Melati Ariena P.R. Staf Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2017
mengundang perhatian mahasiswa dan praktisi bidang terkait, melainkan juga berbagai elemen masyarakat dengan latar belakang bervariasi. Saya menantikan saat di mana perencanaan pergerakan di isu kesehatan ramai oleh masyarakat dari berbagai kalangan dan dibahas di grup Whatsapp. Saya menantikan saat di mana pemerintah melalui berbagai kementerian dan lembaga lainnya bergerak secara sinkron, bukan menghambat satu sama lain dalam mengupayakan kesejahteraan rakyat Indonesia dengan kesehatan sebagai salah satu elemennya. Saya menantikan saat di mana pemerintah bersama segenap jajarannya dan segenap rakyat Indonesia dari seluruh elemen masyarakat bergerak serentak memperjuangkan isu-isu kesehatan karena kesehatan adalah kebutuhan dasar seluruh umat manusia.
KOLUM
Mereka Juga Bertambah Tua, Sadarkah Kita? Terkadang ada masa di mana kita lupa, bahwa kita bukan satu-satunya yang mengalami kesulitan ketika bertambah usia.
1992 Ia lahir dengan selamat, tanpa cacat cela. Tangisannya yang kencang mengundang tangis haru sepasang insan yang kelak ia panggil dengan sebutan “papa” dan “mama.” Di balik nama yang ia sandang, tersimpan sejuta doa dan harapan yang senantiasa mengiringi kehidupannya. Sulit untuk dipercaya, tetapi makhluk berbobot 3,5 kg itu mampu memberikan seribu ton kebahagiaan hanya dengan hadir di dunia. 1997 Di sore hari yang cerah, ia duduk di pangkuan ayahnya. Menunjuk sana-sini dengan tanda tanya berhamburan di akhir setiap kalimatnya. Sang ayah berusaha merangkai kata, mengisi kepala kecil itu dengan informasi yang mudah dicerna. Rasa bangga membuncah dalam dadanya, bahagia menjadi orang yang paling dipercaya untuk mengenalkan dunia. 2002 Ia berdiri di atas panggung dengan senyuman yang cerah. Untuk kesekian kali, ia menjadi murid berprestasi di sekolahnya. Di tengah keramaian, sang ibu menyaksikan dengan senyuman bangga. Rasa syukur mengalir deras dalam dadanya, bahagia memiliki buah hati yang giat berusaha. Ia percaya suatu saat sang buah hati akan
menjadi manusia hebat yang berguna bagi bangsa dan negara. 2007 Di dalam kamar, ia menangis tersedusedu. Berbagai perasaan bercampur dalam dadanya dengan pola tak tentu. Perasaan kurang cantik, kurang pintar, dan tidak dicintai membuat otaknya serasa buntu. Sang ibu masuk dan duduk di sisi anaknya yang berbaring telungkup dan kini membisu. Dengan mengelus-elus kepalanya, Ia meminta putrinya menceritakan segala kekhawatirannya tanpa rasa ragu. Ia memeluknya dengan erat, menyampaikan bahwa semua ini akan berlalu. Bahwa apa pun yang terjadi, cinta ayah dan ibunya akan mengiringinya sepanjang waktu. 2012 Kehidupan mahasiswa kedokteran mulai terasa berat baginya. Merantau ke ibukota, meninggalkan keluarga dan kampung halamannya, ternyata bukan perkara mudah. Berusaha menjadi yang terbaik adalah tujuan awalnya. Namun, bertahan hidup dan lulus tepat waktu kini cukup baginya. Ayah dan ibunya rutin menelepon untuk menanyakan kabar dan memberi semangat padanya. Namun, hanya memikirkan harapan dan target yang mereka letakkan di pundaknya saja sudah membuat kepalanya ingin pecah.
2013 Waktu liburan sudah tiba, namun berbagai macam urusan terus menerpanya. Penelitian, skripsi, tugas angkatan, tugas badan kemahasiswaan, dan sebagainya. Meski sudah dijelaskan, orangtuanya terus mendesaknya agar pulang dengan segera. Di telepon, ayahnya bahkan marahmarah dan ibunya pun terdengar kecewa. Rasa bersalah dan rasa tertekan mulai memenuhi hati dan kepalanya. Tidakkah mereka mengerti bahwa tantangan yang ia hadapi sedemikian banyaknya? 2014 Tahun ini ia akhirnya berhasil meluangkan waktu untuk pulang ke kota asalnya. Banyak perubahan yang telah terjadi, tetapi yang menohok hatinya adalah perubahan pada orangtuanya. Kaki ayahnya yang dulu dapat memangkunya dengan kokoh kini mulai sering sakit, bahkan membuatnya berjalan terpincang-pincang. Tangan ibunya yang dulu dapat memeluknya dengan
erat sekarang mulai terasa lemah, bahkan membuatnya tak mampu memotong kuku sendiri tanpa bantuan orang lain. Di dalam kamar yang dulu menjadi tempatnya menangisi kegalauan masa mudanya, ia kembali menangis. Menangisi keegoisannya yang hanya sibuk mengeluh tanpa menanyakan keadaan orangtuanya. Menangisi dirinya yang tidak dapat memaklumi perubahan mental orangtuanya yang mulai bertambah tua. Menangisi tahun-tahun yang berlalu tanpa sempat mencurahkan kepedulian dan kasih sayang yang cukup untuk kedua orangtuanya. Ia keluar dari kamar dan memohon maaf dari kedua orangtuanya. Mereka mengelus kepalanya dengan lembut, sambil mengatakan sesuatu yang akan ia ingat sepanjang hidupnya. kris/MA “Mama dan papa sudah memaafkan kamu, tapi tolong jangan lupakan kami. Jangan terlalu sibuk menjadi dewasa tanpa mengingat bahwa kami di sini juga bertambah tua.” vannessa
MEDIA
AESCULAPIUS
OPINI & HUMANIORAJULI
JULI - AGUSTUS 2017
9
SUKA DUKA
Dr. dr. Budi Wiweko, SpOG(K): Konsisten Menginspirasi Negeri Menurutnya, inilah kunci keberhasilan hidupnya: 8C “Commitment, Competence, Collaboration, Communication, Creative, Consistence, Coordination, dan Crazy”
D
r. dr. Budi Wiweko, SpOG (K), yang kerap disapa Iko, memiliki segudang prestasi yang dapat dibanggakan, terutama dalam bidang riset. Predikat dosen teladan nasional pun diraihnya pada tahun 2015 silam. Iko lahir di Jakarta, 15 Agustus 1971. Didikan keras dan disiplin oleh keluargalah yang membuatnya menjadi tangguh seperti sekarang ini. Sejak mengenyam pendidikan dokter umum, Iko telah aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan. Bahkan, alumni Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) angkatan 1990 ini pernah menjadi wakil ketua senat mahasiswa termuda di masanya. Ia juga turut terlibat menjadi pengurus di Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Universitas Indonesia (ISMKI). Dalam waktu dekat ini, Iko berencana maju dalam pertarungan memperebutkan kursi Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) periode 2017-2022 mendatang. Setelah lulus menjadi dokter umum, Iko melanjutkan studinya dengan menekuni Ilmu Obstetri dan Ginekologi di FKUI pada tahun 2001. Sejak saat itu pula, beliau mulai mendalami bidang riset. Beberapa penelitiannya menyandang hasil terbaik saat beliau masih mengenyam pendidikan dokter spesialis. Selain mendapat penghargaan sebagai lulusan terbaik Ilmu Obstetri dan Ginekologi FKUI, Iko juga mendapatkan penghargaan dokter kebidanan terbaik di Asia Pasifik dari Asia and Oceania Federation of Obstetrics and Gynaecology (AOFOG). Tak hanya prestasi nasional, manajer riset FKUI ini juga telah memiliki 27 penelitian terpublikasi internasional. Salah satu penemuannya yang telah dipatenkan adalah Indonesian Kalkulator of Oocytes (IKO), yaitu
kalkulator yang digunakan untuk “meramal” umur biologis perempuan Indonesia dan metode simpan beku ovarium untuk penderita kanker. Di sela-sela kesibukannya, anak keempat dari enam bersaudara ini masih sempat meluangkan waktu melakukan hobinya, yaitu bermain tenis dan fotografi. Apa yang membuat Iko dapat menjadi sukses seperti sekarang ini? “Saya tidak pernah berpikir negatif karena itu hanya membuang energi. Bahkan dengan musuh saja harus tetap berpikir positif,”ujar pria yang sejak kecil bercita-cita menjadi dokter. Menurutnya, kompetitor tidak perlu ditakuti. Ia juga menekankan bahwa penting bagi seseorang untuk mampu bekerja sama dengan orang lain. “Kerja sama yang baik dapat terjadi jika terjadi komunikasi yang baik dan selalu berpikir positif,” tuturnya. Iko selalu mendorong dan menularkan semangatnya kepada orang lain dengan cara mencontohkan aktivitas kesehariannya. Komitmen dan konsisten sangat sulit dilakukan pada kebanyakan orang. “Di dunia ini banyak orang yang memulai tetapi sedikit yang mengakhiri.Karena inkonsistensi inilah banyak yang berakhir dengan seremonial,”lanjutnya. Ikoberusaha menjaga konsistensi dan stamina. Memang, menciptakan dan membangun sesuatu tidaklah mudah dan perlu komitmen yang kuat. “Ketika menghadiri konferensi, saya selalu duduk di paling depan. Saya selalu datang pertama karena saya ingin menyerap ilmu sebanyak-banyaknya”, paparnya. “Selain itu, kita harus berani bertanya dan berkomentar,” tambah dokter yang pernah mengerjakan penelitiannya di Kyoge Medical College, Jepang itu.
Selain mengikuti berbagai konferensi baik di dalam maupun di luar negeri, Iko juga mendirikan beberapa organisasi bersama temantemannya, seperti organisasi bayi tabung Indonesia Perhimpunan Fertilisasi In Vitro Indonesia (PERFITRI), dan juga membantu mendirikan Perhimpunan Fertilitas Endokrinologi Reproduksi Indonesia (PERFERI). Dalam skala Asia Pasifik, ia juga aktif dalam Asian Pasific Inisiative on Reproduction (ASPAIR). Tahun 2008-2009 silam, Iko menciptakan biomarker untuk menilai ovarian aging. Dokter yang telah menempuh pendidikan S3 di FKUI ini juga mengembangkan Klinik Yasmin, yakni klinik bayi tabung Indonesia. Di kala mengalami penurunan semangat dan dilanda rasa bosan, Iko mengatasinya dengan bertemu temanteman satu pikiran dan berdiskusi bersama
aisyah/MA
mereka. Semua prestasi yang telah diraihnya bukan tanpa bantuan kedua orang tuanya. Ayahnya selalu memotivasi dirinya untuk berjuang keras mencari ilmu, mengajarinya cara berinteraksi, dan menghargai orang lain. aisyah
RESENSI
Dokter Bedah Saraf Juga Manusia Pasien mungkin hanya akan melihat mereka sebagai dewa. Namun dokter juga manusia, dengan segala kegagalan dan cerita di balik kehidupannya.
D
dokumen penerbit/MA
o No Harm: Stories of Life, Death, and Brain Surgery merupakan otobiografi dari Henry Marsh, seorang dokter bedah saraf berkewarganegaraan Inggris. Buku ini mengantarkan Marsh memperoleh Anugerah PEN/Ackerley tahun 2015, yakni sebuah penghargaan untuk otobiografi Inggris terbaik. Marsh menuangkan pengalaman dan pandangan hidup selama ia menjalani profesinya sebagai dokter bedah saraf. Ketertarikan Marsh dalam bidang kedokteran muncul ketika ia bekerja sebagai seorang porter di sebuah rumah sakit. Tak pernah terbesit sedikitpun dibenaknya untuk menjadi seorang dokter, apalagi seorang
dokter bedah saraf, karena latar belakang profesi dan pendidikan keluarganya yang jauh berbeda. Setelah menyelesaikan pendidikan kedokteran dan memperoleh gelar dokter, ia menjatuhkan pilihan hidupnya menjadi dokter bedah. Bedah saraf dipilihnya setelah dirinya terpukau menyaksikan operasi clipping aneurisma di mana prosesnya terlihat elegan, sulit, berbahaya, dan penuh makna. Selama menjadi seorang dokter, penulis memahami bahwa pasien menaruh rasa percaya yang begitu besar kepada dokternya, yang justru membuatnya menjadi cemas jika terjadi kegagalan. Akan tetapi, semakin mendekati masa pensiunnya, penulis semakin mampu menerima kegagalan dan memahami bahwa dokter adalah manusia biasa yang dapat berbuat kesalahan. Kematian bukanlah merupakan kegagalan terbesar di bidang bedah saraf. Kerap kali, penulis mengalami kegagalan yang lebih parah, di mana pasien malah menjadi cacat atau bahkan menjadi vegetatif. Oleh karena itu, hal yang penting untuk dipertimbangkan bukanlah mengenai mampu atau tidaknya seorang dokter melakukan operasi, melainkan memutuskan apakah sebaiknya pasien perlu dioperasi atau tidak, demi tidak mencelakakan pasien. Pengalaman penulis sebagai keluarga
pasien membantunya menjadi dokter yang lebih baik. Kegamangan besar ia alami ketika anaknya yang masih berumur tiga bulan menderita papiloma pleksus koroidea. Lebih dalam lagi, penulis juga menjelajahi konsep kematian. Seperti apa kematian yang baik? Apakah kedokteran modern memungkinkan kematian yang baik itu untuk terjadi atau malah menjauhkannya? Buku ini berhasil membawa pembacanya menuruti pemikiran penulis melalui suka duka kehidupan seorang dokter bedah saraf. Kegagalan, kematian, dan keputusasaan dituliskan sedemikian rupa sehingga mengundang rasa sedih dan pikiranpikiran yang mendalam. Pembaca dapat ikut tersenyum ketika penulis menceritakan pasiennya yang pulih, serta ikut merasakan frustrasi penulis terhadap pasien dan manajemen rumah sakit. Bab-bab pada buku ini diberi judul berupa nama penyakit yang relevan dan menarik. Istilah-istilah kedokteran yang muncul minimal dan diikuti penjelasan yang cukup jelas untuk orang awam. Namun, ada kalanya muncul istilah dan singkatan yang tidak dijelaskan. Kejadian-kejadiannya juga tidak disusun secara kronologis, sehingga walaupun menjadi lebih menarik, pembaca dapat menjadi bingung mengenai runtutan waktu dalam realitas hidupnya. abdillah
JASA PEMBUATAN SYMPOSIUM HIGHLIGHT Media Aesculapius menyediakan jasa pembuatan Symposium Highlight. Symposium highlight adalah peliputan sebuah seminar atau simposium, yang kemudian hasilnya akan dicetak dalam sebuah buletin, untuk dibagikan pada peserta seminar. Simposium yang telah kami kerjakan antara lain PIT POGI 2010, ASMIHA 2011, ASMIHA 2016, ASMIHA 2017, JiFESS 2016, JiFESS 2017, dan lain-lain. Hubungi Hotline MA: 082-229-229-362 (SMS/Whatsapp)
10
JULI - AGUSTUS 2017
JULI
Liputan
MEDIA
AESCULAPIUS
RUBRIK DAERAH
Cerita Kesehatan dari Sumba Timur Akankah umbu pergi menyehatkan Sumba?
P
ulau Sumba mungkin masih terdengar asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Tidak jarang pulau ini salah dikenali sebagai Sumbawa di NTB. Padahal, Pulau Sumba memiliki keunikan tersendiri yang membuatnya tidak kalah bersaing dengan pulau lainnya. Ada empat kabupaten di pulau ini, yaitu Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, dan Sumba Barat Daya. Salah satu kabupaten terbesarnya adalah Sumba Timur dengan pusat pemerintahan di Kota Waingapu. Sumba Timur memiliki tiga rumah sakit yang terletak di Kota Waingapu, beserta Puskesmas dan layanan kesehatan lainnya. Bersama, mereka melayani 190 ribu jiwa di
wilayah yang luasnya mencapai 7.000 km2. Kondisi geografis yang luas dengan jarak antara pemukiman penduduk dan pusat kesehatan yang jauh menjadi tantangan besar bagi pelayanan kesehatan. Jarak dari desa ke kota bisa mencapai 150 km dengan kondisi jalan dan bukit berkelok, padang terhampar luas, serta sumber penerangan yang masih mengandalkan cahaya alam. Penyakit yang diderita masyarakat Sumba Timur cukup bervariasi. Malaria masih dapat dijumpai di beberapa kecamatan endemis, tetapi di Kota Waingapu kejadiannya sudah jarang. Penyakit infeksi dan noninfeksi lainnya, seperti TB, HIV, DM, dan hipertensi dapat ditemui pula di
dokumentasi pribadi
sini. Sementara itu, kasus cedera kepala berat dan stroke hemoragik masih memiliki tingkat mortalitas tinggi akibat ketiadaan fasilitas dan dokter untuk menangani. Morbiditas penyakit yang seharusnya sudah dapat diobati, seperti katarak dan fraktur, juga belum tertangani secara optimal akibat masalah serupa. Di tengah kondisi kesehatan yang masih kurang, keakraban dan kedekatan anggota masyarakat Sumba menjadi salah satu penawar. Tidak jarang, orang sakit atau celaka datang diantar masyarakat satu kampung. Mereka bahkan tidak segan untuk meminjamkan kendaraannya demi membawa tetangga mereka yang sakit. Ketika ada kerabat dari desa yang perlu dirawat di rumah sakit, kerabatnya di kota tidak segan untuk membiarkan rumahnya ditempati sementara. Kedekatan antarwarga juga memudahkan identifikasi pasien, terutama ketika ada pasien kecelakaan tanpa identitas. Berbagai upaya dilakukan pemerintah dan dinas kesehatan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Sumba Timur. Pertama, dokter dan tenaga kesehatan menggunakan jejaring WhatsApp (WA) untuk mengefisienkan rujukan pasien. Pasien yang hendak dirujuk akan diberitahu melalui grup whatsapp sehingga dokter di rumah sakit dapat mempersiapkan segala fasilitas sambil menunggu pasien tiba. Mutu rumah sakit juga terus ditingkatkan dengan pembangunan fasilitas dan akreditasi, misalnya, RSUD Umbu Rara Meha di tahun
dr. Dwi Rendra Hardi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Angkatan 2011 2017 ini baru saja dianugerahi akreditasi Paripurna dari KARS dan menjadi RS pertama di NTT dengan akreditasi tertinggi KARS tersebut. Beberapa pengembangan rumah sakit yang sedang dilakukan adalah unit hemodialisis, kamar operasi baru, serta PICU dan NICU yang sudah akan segera difungsikan. Pemerintah juga berusaha menghadirkan dokter-dokter spesialis melalui tawaran insentif dan fasilitas yang menarik. Taufiq Ismail dalam puisinya Beri Daku Sumba menggambarkan kerinduannya pada luas dan keindahan tanah Sumba. Kenyataannya, bukan hanya keindahan alamnya yang belum banyak tergali, melainkan pelayanan kesehatannya pun masih perlu dikembangkan. Maukah umbu pergi menyehatkan Sumba?
SEPUTAR KITA
Sperm Cryopreservation: Kemajuan Teknologi Preservasi Fertilitas Kemajuan teknologi preservasi fertilitas menjadi penting, terutama untuk cancer survivor yang ingin memiliki keturunan. Simpan beku sel sperma menjadi salah satu andalannya. Efektifkah?
I
ndonesian Reproductive Medicine Research and Training Center (INAREPROMED) bekerja sama dengan IMERI FKUI mengadakan sebuah pertemuan ilmiah yang membahas Pengembangan Pusat Preservasi Fertilitas Indonesia “Indonesia Ferti-Protect” pada 11-12 Juli 2017. Pertemuan ilmiah yang diadakan di Teaching Theater Lantai 6 Gedung IMERI FKUI, Jakarta ini secara umum membahas tentang pentingnya melakukan preservasi fertilitas, khususnya bagi survivor kanker. Manajemen dan tata laksana yang diberikan kepada pasien kanker, seperti radioterapi dan kemoterapi, bersifat toksik terhadap pembentukan sel gamet. Padahal memiliki keturunan tetap menjadi salah satu prioritas dari pasien kanker. Salah satu hal penting dalam preservasi fertilitas di Indonesia adalah pengembangan fasilitas penyimpanan sel gamet sebelum sel tersebut digunakan. Untuk sel sperma sendiri, penyimpanan sel dapat dilakukan melalui metode cryopreservation atau simpan beku. Preservasi sel sperma menggunakan metode simpan beku ini dijelaskan dalam salah satu presentasi yang berjudul Patient Preparation and Technique of Sperm Preservation oleh Dr. dr. Silvia W. Lestari, M.Biomed. “Cryopreservation sel gamet yang
pertama kali dilakukan ternyata bukan pada manusia, melainkan pada hewan. Untuk sel sperma sendiri, cryopreservation pertama kali dilakukan pada tahun 1960-an,” terang Silvia. Teknik simpan beku ini sendiri bisa dilakukan pada dua spesimen, antara lain sel sperma dan jaringan testis. Simpan beku untuk sel sperma merupakan sebuah proses penyimpanan yang dilakukan pada suhu -1960 C. Setelah dibekukan, semua aktivitas biologis sel sperma akan berhenti sampai dilakukan proses pencairan. Sumber sperma yang diambil untuk simpan beku ini ada tiga, yaitu sperma dari ejakulasi, epididimis, dan testis. Hal pertama yang dilakukan adalah mengambil sperma dari hasil ejakulasi yang biasanya dibantu dengan proses induksi terlebih dahulu. Apabila tidak berhasil melakukan ejakulasi, barulah sperma diambil dari epididimis dan apabila gagal juga, langkah selanjutnya adalah mengambilnya dari testis. Proses simpan beku sel sperma sendiri menggunakan sebuah bahan kimia atau agen yang dinamakan cryoprotective agents (CPAs) yang berfungsi untuk melindungi sel sperma dari kerusakan atau kristalisasi saat dibekukan. Agen ini terbagi menjadi dua, yaitu permeating CPAs dan nonpermeating CPAs. “Permeating CPAs lebih baik digunakan karena bahan kimianya bisa
kelvin/MA
keluar dan masuk sel sehingga lebih menyeluruh perlindungannya dibandingkan nonpermeating CPAs yang melindungi luar sel saja,” jelas Silvia. Meskipun proses tersebut sangat membantu, tetap saja ada efek buruk terhadap sel sperma yang disimpan, yaitu efek langsung dan efek fisik yang berhubungan dengan pembentukan es. Efek langsung terhadap sel sperma biasanya berhubungan dengan penurunan suhu dan dapat berupa berkurangnya motilitas sperma, kerusakan pada perinuclear theca,
berkurangnya aktivitas mitokondria, dan sebagainya. Selain proses simpan beku sel sperma, saat ini telah dikembangkan proses simpan beku jaringan testis. Proses penyimpanan jaringan testis sendiri cukup penting, terutama untuk penderita kanker pada masa anak-anak dan belum mengalami pubertas yang ingin melakukan preservasi fertilitas. “Namun, proses ini sendiri masih dalam tahap pengembangan dan penelitian pada hewan uji,” ujar Silvia. reyza
MEDIA
Liputan
AESCULAPIUS
SEPUTAR KITA
JULI
JULI - AGUSTUS 2017
11
Mengulas Antiplatelet sebagai Agen Pencegah Stroke Berulang Aspirin sudah lama dikenal untuk mencegah stroke berulang. Mampukah cilostazol menandingi aspirin?
“
Penyebab stroke iskemik di negaranegara Asia didominasi oleh small vessel occlusion (SVO), sedangkan di negaranegara barat oleh kardioemboli,” jelas Yu Sung Wook, MD, PhD, profesor di bidang neurologi asal Korea sebagai perwakilan peneliti dari Prevention of Cardiovascular Events in Ischemic Stroke Patients with High Risk of Cerebral Hemorrhage (PICASSO), saat membuka presentasi berjudul “Optimal Antithrombotic Therapy for Small Vessel Disease.” Acara yang dimotori oleh PT Otsuka Indonesia ini digelar di Hotel Double Tree by Hilton Jakarta pada hari Rabu, 21 Juni 2017. Pada sesi awal, Yu memaparkan beberapa penelitian mengenai strok. Berdasarkan studi di Jepang oleh Hata dkk. pada tahun 2005, dari 410 pasien yang pertama kali mengalami stroke, terdapat 18% pasien stroke lakunar yang mengalami strok berulang berupa intracerebral hemorrhage (ICH) setelah sepuluh tahun. Beberapa studi kohort menyatakan sekitar 60% pasien dengan SVO memiliki cerebral microbleeding (CMB). “CMB secara signifikan meningkatkan risiko stroke iskemik berulang dan ICH,” pungkas Yu. Monoterapi antiplatelet pada pasien strok terbukti dapat mencegah stroke berulang, tetapi penggunaan dual antiplatelet therapy (aspirin dan clopidogrel)
justru meningkatkan risiko perdarahan dan kematian. Sebuah studi di Cina membandingkan efikasi serta keamanan aspirin dan cilostazol dalam mencegah stroke berulang dengan hasil tidak ada perbedaan di antara keduanya. Pada studi lainnya, diketahui tingkat kejadian stroke iskemik tidak berbeda antara aspirin dan cilostazol, tetapi kejadian stroke hemoragik berkurang secara signifikan (60%) dengan cilostazol dibandingkan dengan agen antiplatelet lainnya. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, PICASSO ingin membandingkan efikasi (diukur dengan kejadian kardiovaskular) dan keamanan (diukur dengan perdarahan serebral) aspirin dan cilostazol dalam menurunkan kejadian stroke hemoragik pada pasien yang pernah mengalami gejala stroke iskemia dalam 6 bulan. Subjek penelitian yang berasal dari Korea Selatan, Filipina, dan Hongkong tersebut ada yang mengonsumsi aspirin 100 mg sekali sehari dan cilostazol 100 mg dua kali sehari. Kriteria demografi PICASSO dari 1.500 sampel tersebut adalah 11% berusia 65 tahun, 89% hipertensi, 95% pernah mengalami stroke iskemik, 60% memiliki microbleed multipel, dan 46% memiliki Fazeka’s score 2. Hasil penelitian menunjukkan angka kejadian kardiovaskular pada cilostazol
renata/MA renata/MA
adalah 4,27% dan aspirin 5,44%. Hal tersebut membuktikan hipotesis “cilostazol tidaklah lebih inferior dibandingkan aspirin dalam mencegah kejadian kardiovaskular” dapat diterima (p 0,004), meskipun cilostazol juga tidak menunjukkan superioritas dibandingkan aspirin. Sembilan pasien dari kelompok cilostazol dan delapan belas pasien dari kelompok aspirin mengalami perdarahan serebral sehingga tidak ada perbedaan diantara keduanya dalam hal keamanan.
Hasil tersebut gagal membuktikan hipotesis “cilostazol lebih superior dibandingkan aspirin dalam mencegah perdarahan serebral” (p 0,09). Pada kelompok cilostazol, terjadi peningkatan kejadian infark miokard (sebelas pasien) sehingga menimbulkan kekhawatiran. “Namun, karena angka kejadiannya rendah dan interval kepercayaannya lebar (HR 4,6; 95% CI 0,9921,27), diperlukan penelitian lanjutan,” papar Yu. renata
RUBRIK DAERAH
Pengabdian Seumur Hidup Seorang Dokter Daerah Jiwa dan otak memang harus sejalan untuk bisa menjadi dokter tetapi jiwa adalah hal yang pertama kali harus dibangun. Karenanya, kita bisa ikhlas melayani pasien.
dr. Muhammad Ridwan Dokter Puskesmas Barugaya Kepulauan Selayar
P
ulau Selayar adalah satu dari gugusan pulau lainnya di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Meskipun alamnya kaya akan kelapa dan ikan, fasilitas kesehatan pelayanan primer dapat dikatakan masih jauh dari kata memadai. Hal tersebut disampaikan oleh dr. Muhammad Ridwan, salah satu dokter umum senior di Kepulauan Selayar yang sudah berpengalaman menangani berbagai penyakit di sana. “Kabupaten Selayar selalu saja kekurangan tenaga dokter umum di puskesmas karena sedikit yang ingin menetap di sini. Biasanya, setelah dua tahun melaksanakan program internship, mereka ingin bersekolah lagi dan akhirnya pindah,” papar pria yang gemar bersepeda setiap pagi dan sore hari selama 30 menit itu. Dokter yang biasa disapa Ridwan ini tidak hanya berpraktik di rumahnya, yaitu di Jalan Dr. Muchtar No.15, Kota
Benteng, Ibukota Kabupaten Kepulauan Selayar, tetapi juga melayani pasiennya setiap hari di Puskesmas Barugaya, desa yang berjarak 10 km ke arah utara dari Kota Benteng, Ibukota Kabupaten Kepulauan Selayar. Walaupun sudah pensiun sekitar dua tahun yang lalu, beliau tetap dikontrak untuk membantu di puskesmas tersebut karena tidak ada tenaga dokter umum di daerah tersebut. Selain itu, pria kelahiran Benteng, Selayar 2 April 1955 ini juga menangani pasien hansel/MA BPJS di Klinik Polres Kepulauan Selayar dan pembuatan surat keterangan sehat dalam rangka pembuatan SIM. Pengalamannya sebagai dokter umum sangat mengesankan. Dahulu ketika belum ada dokter spesialis, beliau pernah melakukan operasi sesar dan laparotomi di rumahnya. Kasus yang sering ditemuinya baik saat berpraktik di rumah maupun di puskesmas antara lain ISPA, gastroenteritis, diare, disentri, dermatitis, konjungtivis, dan TBC. Menurut Ridwan, puskesmas di daerah yang lebih terpencil sering tidak ada dokternya sehingga puskesmas tersebut tidak ada aktivitas sama sekali dan baru akan berjalan kembali jika sudah ada dokternya. “Lebih sering tidak ada dokternya daripada ada,” tambah alumni Fakultas Kedokteran Hasanuddin Makassar angkatan 1977 tersebut. Fasilitas kesehatan seperti obat-
obatan sudah cukup baik dan lengkap karena banyaknya anggaran dari pemerintah pusat. Pemerintah kabupaten memberikan insentif kepada dokter umum sebesar 3,5 juta per bulan.“Hampir semua rumah sakit yang ada di Selayar sudah tipe C, sehingga sudah lumayan banyak dokter spesialisnya,” tuturnya. Kendala yang ada tidak seberat dulu sehingga kasus yang sulit ditangani dapat mudah dirujuk, walaupun kadang proses perujukan ke Kota Makassar terkendala kondisi cuaca dan musim saat itu.
Menurut Ridwan, masalah lain yang perlu mendapat perhatian adalah ialah tunjangan dari pemerintah pusat untuk tenaga medis maupun paramedis karena sudah sepuluh tahun kurang diperhatikan. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan profesi lainnya. “Selain itu, yang perlu diperbaiki adalah sirkulasi dokter umum setiap tahunnya agar tepat dan lancar sehingga selalu tersedia dokter di puskesmas. Walaupun wajah dokter puskesmas berubah setiap tahun, yang terpenting adalah kehadiran dokter tersebut cepat diganti agar tidak perlu menunggu lama,” tambah pria yang sejak kecil ingin menjadi dokter tersebut. aisyah
Praktik Kedokteran...
sambungan dari halaman 1
penghormatan terhadap kompetensi dan kewenangan masing-masing. Tentu dengan adanya pembatasan peran pengobat tradisional untuk berkarya dalam bidang promotif dan preventif saja, segala kasus yang menunjukkan gejala perberatan maupun kasus-kasus yang terlihat rumit dan jelas merupakan kompetensi dokter (contoh: infeksi, neoplasma stadium lanjut) harus segera dirujuk oleh seorang pengobat tradisional kepada dokter. Pasien juga harus disadarkan bahwa pengobatan tradisional hanya bersifat membantu proses penyehatan, bukan mengobati secara langsung. “Kalau tidak, bisa kena hukum atau dicabut izinnya,” ujar Abidinsyah dengan tegas. Meski melalui pendekatan yang berbeda, baik tata laksana kedokteran maupun pengobatan tradisional memiliki tujuan yang sama, yakni meningkatkan derajat kesehatan pasien. Oleh sebab itu, sudah saatnya dokter membuka diri. ”Jika dokter Indonesia menutup diri dari kekayaan Indonesia dalam kesehatan tradisional, artinya sama saja dengan menghentikan aset biodiversitas kita yang terbesar kedua di dunia setelah Brazil”, tegas Abidinsyah. erin, lika, stef
12
JULI - AGUSTUS 2017
Liputan
JULI
MEDIA
AESCULAPIUS
SEREMONIA
Berbagi Bersama Penghuni Panti Sosial
AMSA Indonesia-Kaohsiung Medical University Selenggarakan Pertukaran Pelajar
dokumen pribadi
Pada Minggu, 18 Juni 2017, telah berlangsung acara Annual Breakfasting & Charity Day (ABCD) yang diadakan oleh Asian Law Student Association (ALSA) serta Leo Clubs Jakarta Monas di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3. Asian Medical
Student’s Association (AMSA) dan Center for Indonesian Medical Student’s Activities (CIMSA) turut terlibat dalam pemeriksaan tekanan darah dan GCU, serta pemaparan materi berjudul “Permasalahan Gizi Pada Lansia” dan “Non-Communicable Disease.” tiffany
dokumen pribadi
Sebanyak dua belas mahasiswa fakultas kedokteran yang menjadi perwakilan Asian Medical Students Association (AMSA) Indonesia melakukan pertukaran pelajar dengan Kaohsiung Medical University (KMU), Taiwan.
Kegiatan ini berlangsung dari tanggal 26 Juni – 2 Juli 2017. Dalam kegiatan tersebut, perwakilan AMSA Indonesia berkesempatan untuk menjalani beberapa pelatihan medis di KMU serta mempelajari kultur Taiwan. nadhira
SENGGANG
Menantang Diri Lewat Olahraga hingga Traveling “Meluangkan waktu di sela-sela kesibukan sebagai dokter bukanlah suatu hal yang mudah. Namun, dengan perencanaan, persiapan, dan manajemen waktu yang baik, semuanya menjadi mungkin.”
P
dokumen pribadi
rinsip inilah yang selalu diterapkan dr. Kyat Sidharta, Sp.An dalam menjalankan berbagai kegiatannya. Bermain bulu tangkis, tenis, diving, fotografi, hingga traveling ia lakoni di samping kesibukannya sebagai dokter anestesi. Hal ini juga didukung dengan kepribadiannya yang mudah tertarik dan memiliki banyak keinginan untuk mempelajari suatu hal. Meskipun begitu, karena kendala waktu dan preferensi, ia mengakui tidak semua kegiatan masih dilakukan. Bulu tangkis termasuk salah satu kegiatan yang masih rutin Kyat lakukan hingga saat ini. Ketertarikannya terhadap kok dan raket sudah dimulai sejak ia duduk di bangku SD. Tidak mainmain, ia pun bergabung dengan klub Jaya Raya yang diketahui melahirkan atlit-atlit bulu tangkis Indonesia, seperti Susy Susanti, Tony Gunawan, Markis Kido, dan Hendra Setiawan. Alasannya sederhana, ia ingin memiliki teman untuk bermain dan kebetulan orang tua dapat memfasilitasi. Kyat juga pernah mengikuti kejuaraan daerah, meskipun saat itu ia hanya berhasil masuk 16 besar. Sebagai seorang olahragawan, Kyat juga pernah mengalami cedera. Cedera tulang belakang yang dialaminya saat SMP membuat ia tidak dapat bermain leluasa sehingga perlahan motivasinya turun. Ketika SMA, Kyat memutuskan untuk keluar dari klub karena aktivitas hariannya semakin padat. Ia pun tidak lagi menyentuh raket hingga tamat dari bangku kuliah. Setelah lulus, Kyat sempat belajar bermain tenis walaupun akhirnya berhenti dan kembali lagi bermain bulu tangkis karena baginya tenis kurang menantang. Di usianya yang sudah mencapai kepala lima, stamina Kyat untuk bermain bulu tangkis tidak
seperti dulu lagi. Walaupun begitu, setiap seminggu sekali ia selalu menyempatkan diri bermain bersama sesama rekan dokter dan karyawan di Rumah Sakit Mitra Keluarga, tempat ia bekerja. “Bulu tangkis adalah olah raga yang membutuhkan speed dan power sehingga usia tua cukup menghambat permainan. Kita juga harus berhati-hati agar tidak terkena serangan jantung,” tutur Kyat. Bagi Kyat, bulu tangkis merupakan salah satu sarana untuk “melarikan diri” sejenak dari segala kepenatan pekerjaan. “Dengan berlari, memukul bola keras-keras, dan berteriak, saya dapat melepaskan semua ketegangan,” ujarnya. Traveling juga menjadi sarana Kyat untuk melepas penat bersama keluarga. Momen traveling turut dimanfaatkan pula untuk diving jika kondisi memungkinkan. Kebetulan, kedua anaknya juga memiliki ketertarikan yang sama. “Saat diving, saya dapat melihat sebuah dunia yang berbeda,” kata Kyat. Setelah mengunjungi Bali, Lombok, dan beberapa tempat lainnya, ia menetapkan target selanjutnya adalah Raja Ampat. Keseriusan Kyat terhadap diving diperlihatkan lewat kegigihannya mengambil kursus teori dan praktik selama tiga bulan demi mendapatkan lisensi. Baginya, diving bukanlah suatu permainan, melainkan sebuah kegiatan yang berisiko sehingga pelaksanaannya membutuhkan SOP tertentu. “Hobi adalah sebuah keharusan, bahkan syarat agar hidup kita seimbang. Lebih baik lagi, jika hobi yang kita miliki dilakukan dengan serius dan penuh semangat. Untuk para mahasiswa kedokteran, jalankanlah hobi kalian, tetapi jangan lupa dengan idealisme kalian sebagai pelajar, yaitu belajar,” pesan Kyat di akhir pertemuan. isabella