Media Aesculapius Surat Kabar
Kedokteran dan Kesehatan Nasional Terbit Sejak 1970
Harga Rp3.000,00
No. 05 l XLVIII l Mei-Juni 2017 ISSN No. 0216-4966 Artikel Bebas
Suara Mahasiswa
Si Kembar Vitamin E: Serupa tapi Berbeda
Altruisme dalam Pergerakan Mahasiswa Kedokteran
halaman 6
Rubrik Daerah
Tanggap Cepat Atasi Gigitan Ular Berbisa
halaman 8
Kontak Kami @MedAesculapius beranisehat.com 082-229-229-362
halaman 11
Wajib Kerja: Solusi Terbaik Pemerataan Dokter Spesialis? Ditetapkannya WKDS sebagai solusi pemerataan dokter spesialis baru-baru ini menuai pro dan kontra. Apakah kebijakan ini dapat menyelesaikan masalah pemerataan dokter spesialis yang ada?
is/
MA
RI dengan dibentuknya Komite Penempatan WKDS. Namun, solusi ini bersifat sementara, harus dicari penyelesaian yang komprehensif sesuai pasal 26 ayat 1-5 UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 dan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah.” Usman menjelaskan bahwa proporsi dokter spesialis saat ini masih sangat timpang. “Tidak hanya dokter spesialis, dokter umum juga tidak merata. Jakarta kini rasionya 1:700. Namun, di Papua, rasionya bisa 1:10.000,” terang Usman. Oleh karena itu, WKDS diharapkan bisa menjadi sebuah solusi dalam pemerataan dokter spesialis. Dokter spesialis yang mengikuti program ini akan mendapatkan insentif dari pemerintah berkisar 23-30 juta rupiah. Pemerintah daerah juga wajib memberikan tambahan insentif. Selain itu, pemerintah akan memastikan bahwa dokter spesialis yang mengikuti WKDS ini mendapatkan jasa layanan dan tempat tinggal. Rumah sakit tipe C yang menjadi tempat wajib kerja dokter spesialis dipilih berdasarkan pengajuan dan permintaan ak
P
emerataan dokter spesialis di Indonesia masih jauh dari kata cukup. Kebutuhan dokter spesialis di Indonesia dikatakan masih sangat tinggi. Selain jumlah yang kurang, dokter spesialis yang ada juga terpusat di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, dan hampir semua ibu kota provinsi. Pemerataan dokter spesialis belum dirasakan pada sebagian wilayah Indonesia bagian timur, seperti Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara. Perhimpunan dan kolegium dokter spesialis menyarankan kepada pemerintah untuk merancang suatu pola distribusi yang baik dan adil bagi pemenuhan hak masyarakat melalui Program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS). Usulan tersebut kemudian disetujui oleh Kementerian Kesehatan dalam bentuk disahkannya Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2017 tentang Program WKDS. WKDS merupakan sebuah program wajib kerja untuk dokter spesialis dengan cara penempatan dokter spesialis di daerah terpencil selama minimal satu tahun. Kewajiban ini dibentuk dalam rangka pengabdian dokter spesialis secara profesional kepada masyarakat yang sangat dihargai pemerintah. Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kementerian Kesehatan RI, drg. Usman Sumantri, M.Sc., menjelaskan, “Berbeda pengertiannya dalam Konvensi ILO, ‘wajib’ di sini dalam artian untuk pemerataan distribusi dan pelayanan ini didukung oleh kolegium, IDI, perguruan tinggi, Kemenristekdikti RI, dan Kemenkes
kebutuhan dokter spesialisnya. Nantinya, tim dari Kemenkes RI akan melakukan visitasi untuk melihat apakah rumah sakit layak dan sanggup menerima dokter spesialis. Setelah dinilai layak, akan dibuatkan rekomendasi yang dianalisis kembali oleh Kemenkes RI sebelum akhirnya ditetapkan. Dasar Pemilihan Spesialisasi yang Dikirim Walaupun baru disahkan pada tanggal 12 Januari, hingga saat ini sudah ada dua rombongan dokter spesialis yang mengikuti program ini. Sekitar 70 orang telah dikirim pada gelombang pertama. Tidak semua dokter spesialis terlibat dalam program ini. Menurut Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. dr. Ilham Oetama Marsis, SpOG(K), WKDS hanya diberlakukan untuk lima spesialis besar karena dirasa paling dibutuhkan, meskipun mungkin selanjutnya dapat secara bertahap untuk semua bidang spesialis. Dasar pemilihan lima spesialisasi di atas adalah empat di antaranya, yang terdiri atas bedah, anak, penyakit dalam, serta obstetri
Wajib Kerja untuk Spesialis di Negara Lain Indonesia baru-baru ini menetapkan kebijakan wajib kerja bagi lulusan dokter spesialis. Adakah program serupa di negara lain?
M
ewajibkan dokter untuk bekerja di daerah tertentu ternyata telah diterapkan di berbagai negara dengan kebijakan yang berbeda-beda. Umumnya, kebijakan ini berada di bawah regulasi pemerintah dan dilaksanakan untuk memeratakan persebaran dokter di seluruh bagian negara tersebut. Di Malaysia, setelah menjalani 2 tahun housemanship, meutia/MA istilah yang menyerupai ko-asistensi di Indonesia, lulusan dokter bekerja berbasis kontrak dengan pemerintah selama 2 tahun sebagai medical officer di berbagai lokasi rumah sakit
pemerintah di Malaysia. Jika dokter tersebut tidak menyelesaikan wajib kerja, ia dianggap melanggar Medical Act 1981. Menurut pasal 14 peraturan ini, pelanggaran akan berakibat pada penarikan surat registrasi dokter tersebut. Wajib kerja di Malaysia tersebut hanya diperuntukkan kepada lulusan dokter umum, bukan dokter spesialis. Wajib kerja bagi lulusan dokter umum juga dapat ditemukan di berbagai negara lain, seperti Australia, Turki, Thailand, Vietnam, dan Pakistan. Lain halnya dengan India yang melibatkan dokter spesialis dalam aturan wajib kerjanya. Negara ini mewajibkan lulusan dokter umum dan dokter spesialis untuk bekerja di daerah
terpencil dengan total waktu satu tahun. Akan tetapi, tidak semata-mata semua dokter harus mengikuti keduanya. Jika setelah lulus sebagai dokter umum ia telah menjalani wajib kerja, ia tak perlu ikut kembali ketika telah menyelesaikan pendidikan spesialis. Sebaliknya, apabila karena alasan tertentu dokter tersebut tidak menyelesaikan kewajiban kerja sebelumnya, ia perlu memenuhi ‘hutang’ tersebut setelah menjadi spesialis. Tampil beda, Indonesia memberikan kewajiban bagi dokter umum dan dokter spesialis untuk mengabdi ke masyarakat dalam bentuk internship dan wajib kerja. Harapannya, akses kesehatan dapat berubah menjadi lebih baik. Hal ini bergantung pada seluruh pihak terkait dan proses jalannya program anyar ini. reyza, aisyah, tiffany
dan ginekologi, merupakan spesialisasi dasar yang dibutuhkan dalam sebuah rumah sakit. Selain empat bidang dasar tersebut, anestesi juga menjadi salah satu spesialisasi yang dikirim karena merupakan salah satu spesialisasi yang menjadi penyokong, terutama dalam melakukan pembedahan. “Baru tahun depan kita tambahkan patologi klinik atau radiologi sesuai kebutuhan. Jadi, baru lima yang dikirim sesuai yang paling penting itu apa, belum semua karena kebutuhan mendasarnya itu,” terang Usman. WKDS Bukan Tanpa Kontroversi Persatuan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB) menganggap bahwa penerapan WKDS sebagai solusi pemerataan dokter spesialis di Indonesia merupakan bentuk pemaksaan dan tidak sesuai dengan hak asasi manusia (HAM). PDIB berpegangan pada Konvensi ILO Nomor 105 Tentang Penghapusan Kerja Paksa yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UndangUndang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2009. Menurut konvensi ini, tidak boleh lagi ada pelaksanaan kerja paksa atau wajib kerja dalam segala bentuk. “Kata ‘wajib’ pada dokter yang tidak dibiayai pendidikannya oleh pemerintah adalah kata yang melanggar hak asasi,” terang PDIB. Dalam WKDS ini, pemerintah juga tidak memberikan batasan waktu yang jelas terhadap seberapa lama dokter spesialis bersambung ke halaman 11
SKMA Untuk Anda! Mari bersama membuat SKMA menjadi lebih baik.
!
1. Apakah konten SKMA bermanfaat/ relevan dengan kondisi kesehatan saat ini? 2. Apakah anda masih membutuhkan SKMA edisi selanjutnya? Jawab dengan format: Nama-Umur_Kota/Kabupaten_Unit Kerja_Jawaban 1_Jawaban 2
Contoh: Rudiyanto_43_Jakarta Pusat_RSCM_Ya_ Ya Kirim melalui WhatsApp/SMS ke 0822 229 229 362 atau mengisi formulir pada bit.ly/surveyskma Lima orang pengisi survei yang beruntung akan mendapatkan cenderamata dari Media Aesculapius
22
KLINIK
MEI - JUNI 2017
DARI KAMI Salam sejahtera bagi kita semua, Sejak disahkannya Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2017, program wajib kerja dokter spesialis (WKDS) resmi diterapkan di Indonesia. Hadirnya program yang telah diterapkan sejak Januari ini diharapkan dapat menjawab isu kurangnya dokter spesialis di pelosok Indonesia. Namun, benarkah WKDS adalah solusi terbaik untuk memeratakan persebaran dokter? Ataukah hal tersebut hanya merupakan wujud kerja paksa yang bertentangan dengan Konvensi ILO? Silahkan simak dalam sajian utama kami mengenai WKDS. Pandangan dari Kementerian Kesehatan RI, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), serta Persatuan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB) kami paparkan untuk melengkapi informasi topik tersebut. Kasus demam berdarah dengue sudah tak asing lagi kita temui di Indonesia. Penyakit ini acapkali menimbulkan komplikasi, salah satunya perdarahan aktif saluran cerna pada pasien anak. Mari kenali gejala dan penanganannya langsung dari ahlinya pada rubrik Konsultasi. Pada edisi kali ini, kami hadirkan rubrik baru untuk Anda, mengenai kisah dokter internship dari ujung Timur Indonesia. Berada di pelosok bukan berarti minim fasilitas dan pengalaman. Penasaran kisahnya? Pastikan Anda membaca kisahnya pada rubrik Daerah. Kisah dokter saraf yang menjadi penggalak neurointervensi pertama di Indonesia juga tak kalah serunya. Beliau telah “melahirkan” kelompok studi yang telah diikuti sekitar 28 neurointervensionis dari seluruh Indonesia. Kisah dr. Fritz Sumantri Usman Sr, Sp.S, FINS berikut dapat Anda kupas pada rubrik Suka Duka. Pada edisi ini pula, kami juga sajikan pengetahuan baru tentang penanganan pasien Obstructive Sleep Apnea dengan Inspire® Upper Airway Stimulation di rubrik Advertorial. Akhirnya, kami mengucapkan selamat membaca edisi Mei-Juni 2017 ini dan semoga bermanfaat!
Puspalydia Pangestu Pemimpin Redaksi
MA FOKUS
WKDS bagi Dokter Spesialis Baru: Sebuah Berkah atau Petaka? Dalam Undang-Undang No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan pada pasal 28 ayat (1), disebutkan bahwa dalam keadaan tertentu, pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada tenaga kesehatan di daerah khusus di wilayah NKRI. Hal ini menjadi dasar diterbitkannya Peraturan Presiden No 4 Tahun 2017 yang mengatur tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS). WKDS adalah penempatan dokter spesialis di rumah sakit milik pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal-hal yang mendukung pemerian pelayanan kesehatan spesialistik, seperti sarana, prasarana, dan peralatan spesialistik di rumah sakit dikatakan menjadi tanggungan bagi pemerintah daerah yang mengusulkan kebutuhan dokter spesialis tersebut. Persiapan pelaksanaan WKDS ini diklaim pemerintah telah dilakukan secara matang. Kesejahteraan peserta WKDS pun telah diatur dalam Perpres No 4 tahun 2017 tersebut, di mana disebutkan bahwa peserta WKDS berhak mendapatkan surat izin praktik, tunjangan, dan fasilitas tempat tinggal atau rumah dinas yang diberikan oleh Pemerintah daerah. Akan tetapi, apabila peserta WKDS tidak menunaikan kewajiban tersebut, peserta yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi, berupa teguran lisan, teguran tertulis, hingga pencabutan Surat Izin Praktik. Tak ada jalan bagi peserta WKDS untuk menghindar atau “kabur” dari kewajiban ini. Bertambahnya masa tugas di daerah diharapkan dapat memberikan kematangan ilmu dan praktik bagi dokter spesialis baru. Di sisi lain, hal ini juga diharapkan dapat menyelesaikan tuntutan masyarakat akan kebutuhan dokter spesialis yang belum tersebar merata. Semoga peserta dan pelaksana mendapatkan manfaat dari pelaksanaan program WKDS, sembari terus mengevaluasi program yang telah berlangsung kurang lebih enam bulan ini.
MEDIA
AESCULAPIUS
MA KLINIK
Karsinoma Sel Skuamosa Laring: Diagnosis Dini, Selamatkan Suara
T
Suara serak, benarkah hanya infeksi saluran napas biasa?
he American Cancer Society melaporkan, sepertiga dari seluruh pasien karsinoma sel skuamosa (KSS) laring meninggal pada tahun 2006 di Amerika. Di Indonesia sendiri, KSS laring dilaporkan mencapai satu persen dari seluruh keganasan di bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL). Seseorang dikatakan menderita KSS laring ketika ditemukan tumor pada pita suaranya. Di Indonesia sangat sulit untuk menemukan KSS laring dalam stadium yang masih awal. Delapan puluh persen pasien datang ke IGD sudah dalam keadaan sesak dan terdapat obstruksi jalan napas atas. Hal ini terjadi karena tumor yang tumbuh di plica vocalis membuat gejala awal KSS laring sangat mirip dengan gejala awal /MA irun infeksi saluran napas atas biasa, yaitu hanya berupa suara serak. Oleh karena itu, kebanyakan penderita KSS awal hanya didiagnosa menderita influenza atau flu biasa. Seperti keganasan pada umumnya, penyebab KSS laring juga bersifat multifaktorial. Rokok merupakan faktor risiko yang memiliki andil paling utama dalam memicu timbulnya KSS laring. Dari seluruh pasien KSS laring, sembilan puluh persen di antaranya adalah perokok yang sudah merokok lebih dari lima belas tahun lamanya. Selain itu, penyebab kanker laring yang sedang marak di dunia medis saat ini adalah infeksi human papiloma virus tipe high risk. Zat-zat yang terkandung di dalam rokok akan dianggap tubuh sebagai jejas. Jejas ini akan melewati saluran napas, tempat di mana terdapat plica vocalis. Selanjutnya, zat-zat ini akan merusak mukosa plica vocalis yang tersusun atas epitel sel skuamosa. Tumor pada daerah ini disebut dengan karsinoma sel skuamosa. Jika sudah terjadi penebalan epitel akibat tumor, tumbukan akan menjadi kasar dan menyebabkan timbulnya suara serak sebagai gejala awal. Kabar buruknya, tumor ini dapat tumbuh hingga menutup jalan napas dan menyebabkan kematian akibat sumbatan jalan napas atas tanpa harus bermetastasis. Kabar baiknya, jika ditemukan pada stadium awal, pasien dengan tumor ini dapat sembuh dan suara pasien masih dapat dipreservasi. Oleh karena itu, diagnosis dini yang tepat merupakan ujung tombak yang akan menentukan prognosis pasien dengan KSS laring. Jika pasien telah mengalami suara serak lebih dari dua belas minggu dan tidak kunjung hilang, harus dilakukan pengamatan pita suara dengan menggunakan kaca laring atau kamera endoskopi. Jika ditemukan massa berwarna
MEDIA AESCULAPIUS
Narasumber: Dr. dr. Fauziah Fardizza, Sp.THT-KL(K) Departemen Telinga Hidung Tenggorok FKUI-RSCM
merah dan berbenjolbenjol, harus dicurigai massa tersebut adalah tumor. Jika telah curiga ada tumor, lakukan biopsi. Biopsi dilakukan di kamar operasi dengan prosedur laringoskopi direk, yang hasil patologi anatominya merupakan diagnosis pasti. Selain itu, dapat juga dilakukan diagnosis penunjang berupa CT scan untuk melihat penyebaran ke Kelenjar Getah Bening (KGB) leher. Penentuan adanya KGB ini bertujuan untuk memperhitungkan prognosis pasien. Apabila sudah mengenai KGB, hal ini berarti sudah ada metastasis regional dan prognosis pasien akan langsung menurun sebanyak lima puluh persen. Tata laksana untuk KSS laring dibedakan berdasarkan stadium tumornya. Stadium tumor ditentukan dengan ukuran tumor (T), KGB yang terlibat (N), dan metastasis jauh (M). Bila ukuran tumor T1, dapat dilakukan penatalaksanaan berupa radioterapi saja atau hanya perlu dilakukan kordektomi, yaitu mengangkat sebagian dari pita suara. Pada prosedur ini, masih mungkin yang diangkat hanya lamina proprianya saja, sehingga suara masih dapat dipreservasi, walaupun kualitas suara tidak akan sebagus orang pada umumnya. Pada ukuran T2, yaitu ketika tumor sudah mencapai bagian muskular plica vocalis, seluruh pita suara akan diangkat hingga mencapai komponen muskularnya, bila hanya mengangkat salah satu sisi dari pita suara maka teknik ini disebut dengan hemikordektomi. Selanjutnya, pada beberapa kasus T3 masih dapat dilakukan prosedur parsial laringektomi, yaitu mengangkat sebagian laring yang terlibat tumor dengan mempreservasi tulang hioid dan kartilago tiroid, yang nantinya akan menjadi laring yang baru (neolaring). Jika tumor sudah mengenai tulang rawan krikoid, tiroid, aritenoid, dan/atau tulang hioid, yaitu ketika mencapai stadium T4, harus dilakukan total laringektomi, suatu prosedur pengangkatan mulai dari tulang hioid hingga kartilago krikoid. Pasien yang telah menjalani laringektomi tidak mampu lagi bernapas melalui hidung. Selain itu, pasien dengan total laringektomi tidak dapat menggunakan suaranya seperti orang normal karena seluruh struktur laring termasuk pita suaranya telah diangkat. Untuk dapat berbicara kembali, pasien harus berlatih menggunakan suara perut, menggunakan prosthesis suara yang disebut provox atau dengan menggunakan electrolaring. Walaupun diagnosis dini telah berhasil dilakukan, kebanyakan pasien yang menderita KSS laring menolak untuk dioperasi karena takut suaranya akan hilang atau berubah. Namun, hal yang penting untuk disampaikan kepada pasien adalah semakin dini tata laksana dilakukan, preservasi suara semakin mungkin dilakukan. Setelah operasi memang ada kemungkinan suara pasien akan berubah, tetapi setidaknya pasien masih dapat berbicara.
Pelindung: Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis M. Met. (Rektor UI), Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K) (Dekan FKUI) Penasihat: Dr. Arman Nefi, S.H., M.M. (Direktur Kemahasiswaan UI), dr. Akhmadu Muradi, Sp.B(K)V, Ph.D (Koordinator Kemahasiswaan FKUI) Staf Ahli: Seluruh Kepala Bagian FKUI/RSUPNCM, Prof. Dr. Ma’rifin Husein (CHS), dr. Muki Reksoprodjo, dr. Boen Setiawan, dr. Sudarso, dr. E. Oswari, DPH, Prof. Dr. Arjatmo Tjokronegoro, PhD, dr. Hapsara, DPH (Kemenkes RI), dr. Fahmi Alatas, Prof. dr. Marwali Harahap, SpKK, Prof. Dr. Umar Fahmi Achmadi, MPH Pembantu Khusus: Seluruh Alumni Aesculapius dan Media Aesculapius
Pemimpin Umum: Aisya Aminy M. PSDM: Gabriella Juli Lonardy, Clara Gunawan, Elizabeth Melina, Herlien Widjaja. Pemimpin Produksi: Skolastika Mitzy Benedicta. Wakil Pemimpin Produksi: M. Idzhar Arrizal. Tata Letak dan Cetak: Dewi Anggraeni Kusumoningrum. Ilustrasi dan Fotografi: Meutia Naflah Gozali. Staf Produksi: Irfan Kresnadi, Teresia Putri, Hansel T. Widjaja, Itsna A. Z., Shafira Chairunissa, Kristian Kurniawan, Kelvin Gotama, Bagus Radityo Amien, Arlinda Eraria Hemasari, Robby Hertanto, Anyta Pinasthika, Gabriella Juli Lonardy, Herlien Widjaja, Aditya Indra, Nobian Andre, Vanya Utami Tedhy, Zharifah Fauziyyah, Dhiya Farah, Kartika Laksmi, Dinarda Ulf Nadobudskaya, Fatira Ratri Audita, Dinda Nisapratama. Pemimpin Redaksi: Puspalydia Pangestu. Wakil Pemimpin Redaksi: Farah Vidiast. Redaktur Senior: Andy William, Elva Kumalasari, Nadia Zahratus Sholihat, Ferry Liwang, Rifka Fadhilah, Shierly Novitawati, Irma Annisa, Hiradipta Ardining, Tommy Toar. Redaktur Desk Headline: Veronika Renny Kurniawati. Redaktur Desk Klinik: PClara Gunawan. Redaktur Desk Ilmiah Populer: Phebe Anggita Gultom. Redaktur Desk Opini & Humaniora: Levina Putri Siswidiani. Redaktur Desk Liputan: Farah Vidiast. Reporter Senior: Jimmy Oi Santosos, Fidinny Izzaturahmi Hamid, Sukma Susilawati, Yasmina Zahra Syadza, Teuku Abdi Zil Ikram, Salma Suka Kyana Nareswari, Camilla Sophi Ramadhanti. Reporter Junior: Joanna Erin, Fadlika Harinda, Abdillah Y Wicaksono, Aisyah Rifani, Maria Isabella, Nadhira Najma, Renata Tamara, Reyza Tratama, Stefanus Sutopo, Tiffany R, Vannessa Karenina. Pemimpin Direksi: Roberto Bagaskara. Finansial, Sirkulasi, dan Promosi: Koe Stella Asadinia, Al Syarif Hidayatullah, Tiara Grevillea, Felix Kurniawan, Elizabeth Melina, Faya Nuralda Sitompul, Jevi Septyani Latief, Heriyanto Khiputra, Tania Graciana, Novitasari Suryaning Jati, Rahma Maulidina Sari, Aisyah Aminy Maulidina, Catharina Nenobais, Hardya Gustada, Dyah Ayu, Wilton Wylie Iskandar, Fahmi Kurniawan, Ainanur Aurora, Yusuf Ananda, Agassi Antoniman, Alice Tamara, Angela Kimberly Tjahjadi, Safira Amelia, Trienty Batari. Buku: Husain Muhammad Fajar Surasno, Nadira Prajnasari Sanjaya, Indah Lestari, Laksmi Bestari, Apri Haryono Hafid, Fadhli Waznan, Tiroy Junita, Indah Fitriani, Reganedgary Jonlean, Sabrina Tan, Gilbert Mayer C. Alamat : Media Aesculapius BEM IKM FKUI. Gedung C lantai 4, Rumpun Ilmu Kesehatan, Kampus UI Depok. E-mail: medaesculapius@gmail.com, Rek. 157-00-04895661 Bank Mandiri Cabang UI Depok, website: beranisehat.com Alamat Redaksi/Sirkulasi : Media Aesculapius PO BOX 4201, Jakarta 10042, Harga Langganan: Rp 18.000,00 per enam edisi gratis satu edisi (untuk seluruh wilayah Indonesia, ditambah biaya kirim Rp. 5.000,00 untuk luar Jawa), fotokopi bukti pembayaran wesel pos atau fotokopi bukti transfer via Bank Mandiri dapat dikirim ke alamat sirkulasi. MA menerima kiriman naskah dari pembaca untuk rubrik MA Klinik (khusus untuk dokter dan staf pengajar), Asuhan Keperawatan (khusus untuk perawat dan mahasiswa keperawatan) Sepuki, Suma, Suduk, Kolum, Arbeb, Kesmas, Seremonia, dan Konsultasi (berupa pertanyaan). Kirimkan email permohonan penulisan ke redaksima@ yahoo.co.id dan kami akan mengirimkan spesifikasi rubrik yang Anda minati.
Kirimkan kritik dan saran Anda:
redaksima@yahoo.co.id
Website Media Aesculapius
beranisehat.com
Dapatkan info terbaru kami: @MedAesculapius
MEDIA
AESCULAPIUS
KLINIK
JULI
MEI - JUNI 2017
3
KONSULTASI
Yuk, Kenali Perdarahan Saluran Cerna pada Demam Berdarah Dengue Pasien Anak! Pernyataan: Bagaimana tatalaksana perdarahan aktif saluran cerna pada pasien anak dengan demam berdarah Dengue? Sebab kasus ini sering dijumpai namun sulit ditatalaksana. - dr. E, di Landak
D
engue adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh flavivirus yang penyebarannya ditransmisikan melalui nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopicta. Gejala awal dari penyakit ini dapat berupa demam, sakit kepala berat, nyeri otot dan sendi, mual dan muntah, nyeri mata, dan kemerahan pada kulit. Penyakit ini memiliki masa inkubasi 3-14 hari, dilanjutkan masa simtomatik yang diawali dengan demam, kemudian nyeri otot, sendi, dan mata, yang berlanjut selama 2-7 hari, disertai puncak muatan viral. Demam kemudian menurun lalu meningkat kembali (terlihat dengan grafik temperatur berbentuk pelana). Total demam akan berlangsung 5-7 hari. Kemudian, pada hari ketiga atau keempat dapat timbul kemerahan berupa bintik-bintik merah sebesar ujung jarum yang tidak hilang dengan penekanan kulit (ptekiae) yang berlangsung selama 1-5 hari. Nodus limfatik kadang membesar pada penyakit ini. Salah satu gejala kritis pada penyakit ini adalah perdarahan masif, yang merupakan komplikasi akibat reaksi komplemen terhadap kompleks virus Dengue-antibodi sehingga terjadi kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas vaskular. perdarahan pada DBD bisa juga terjadi
melalui mekanisme gangguan agregasi trombosit maupun gangguan koagulasi, akibat reaksi antigen virus dengue dengan antibodinya. Dengue adalah salah satu penyakit yang tersebar oleh nyamuk yang paling signifikan pada manusia, dan penyakit yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus ini merupakan salah satu penyebab kematian terbesar pada anak di beberapa negara-negara di Asia. Perdarahan pada infeksi virus Dengue dapat terjadi pada taraf ringan hingga berat sehingga kadang memerlukan perawatan kedaruratan. Perdarahan hebat umumnya diakibatkan Koagulasi Intravaskular Diseminata atau KID (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation) yang diakibatkan oleh peningkatan permeabilitas hansel/MA yang dramatis dari dinding pembuluh darah, dan kegagalan multiorgan, seperti disfungsi hati dan ginjal, hipoksia yang berhubungan dengan syok yang berat dan berkepanjangan, serta asidosis metabolik yang disertai dengan trombositopenia. Adanya aktivasi koagulasi yang luas sebagai reaksi dari kebocoran plasma mengakibatkan pembentukan fibrin
intravaskular dan oklusi pembuluh darah kecil. Akibatnya, dapat timbul trombosis dalam skala cukup besar. Peningkatan penggunaan trombosit ini pada KID dapat menyebabkan semakin menurunnya jumlah trombosit dan faktor pembekuan sehingga mempermudah kejadian perdarahan hebat. Perdarahan berat pada infeksi virus Dengue umumnya dapat terjadi pada saluran cerna, dengan manifestasi seperti hematemesis, hematokesia, dan melena. Perdarahan samar pada saluran cerna yang terjadi bersama hemokonsentrasi umumnya sulit untuk didiagnosis dan dideteksi. Namun, adanya perdarahan internal atau tersamar pada saluran cerna harus dicurigai apabila pada evaluasi klinis telah diberikan cairan secara adekuat tetapi terjadi beberapa kondisi, antara lain syok refrakter (syok yang tidak bisa diatasi dengan pedoman syok pada umumnya) disertai hemoglobin dan hematokrit yang rendah atau menurun, tekanan darah sistolik dan diastolik yang meningkat atau normal
Narasumber: dr. Ari Prayitno, SpA(K) Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM tetapi dengan denyut nadi masih cepat, dan penurunan hematokrit lebih dari 10% selama pemberian cairan. Berbeda dengan perdarahan masif saluran cerna dengan etiologi selain Dengue, tata laksana perdarahan saluran cerna pada DBD tetap memerlukan pemasangan pipa nasogastrik tetapi tidak memerlukan bilasan lambung, karena berbeda patogenesis dan patofisiologinya. Bilasan lambung selain tidak bermanfaat untuk mencegah kejadian perdarahan saluran cerna atas lainnya, juga dapat memicu perdarahan baru akibat terlepasnya bekuan-bekuan darah yang seharusnya dapat menutupi dan memperbaiki kebocoran pada pembuluh darah tersebut. Kunci utama tata laksana perdarahan masif saluran cerna pada DBD anak adalah dengan mencegah atau mengatasi syok yang terjadi, termasuk pemberian oksigenisasi dan cairan yang cukup, mengatasi gangguan keseimbangan asam basa yang terjadi dan pada keadaan tertentu diperlukan transfusi darah segar, Fresh Frozen Plasma (FFP) atau suspensi trombosit dengan indikasi. Kirimkan pertanyaan Anda seputar medis ke redaksima@yahoo.co.id. Pertanyaan Anda akan dijawab oleh narasumber spesialis terpercaya.
TIPS DAN TRIK
Manuver Leopold, Pemeriksaan Sederhana nan Bermanfaat Pada trimester kedua, maneuver Leopold merupakan salah satu pemeriksaan yang dilakukan pada ibu hamil. Sudah tahukah caranya?
M
asa kehamilan merupakan salah satu masa yang paling krusial dalam kehidupan seorang perempuan sehingga tidak mengherankan jika segala upaya dilakukan agar kehamilannya jauh dari masalah dan proses persalinan berlangsung lancar. Salah satu upaya tersebut adalah dengan melakukan pemeriksaan antenatal secara rutin. Pada saat usia kehamilan memasuki trimester dua, terdapat pemeriksaan antenatal yang penting untuk dilakukan, yaitu manuver Leopold. Manuver ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai posisi dan ukuran fetus sehingga dokter dapat menilai adekuat tidaknya pertumbuhan fetus serta idzh kemungkinan persalinan ar/M A pervaginam. Pemeriksaan ini tergolong sederhana tetapi dapat memberikan manfaat besar jika dilakukan dengan teknik yang benar dan tepat. Sebelum manuver Leopold dilakukan, pasien disarankan untuk buang air kecil terlebih dahulu. Setelah itu, minta pasien
untuk berbaring dalam posisi telentang dengan kedua kaki ditekuk. Jika dokter berada dalam ruangan yang pendingin udaranya dinyalakan, sebelum menyentuh pasien, kedua telapak tangan saling digosokkan terlebih dahulu agar suhu tangan dokter naik. Hal ini bertujuan untuk mencegah kontraksi otot abdomen. Terdapat empat manuver yang dilakukan pada pemeriksaan Leopold dan setiap manuvernya memiliki tujuan masingmasing. Manuver pertama bertujuan untuk menentukan bagian fetus di daerah fundus. Pemeriksa berdiri di samping pasien dengan posisi menghadap kepala pasien. Letakkan kedua telapak tangan pada abdomen, kemudian lakukan palpasi di bagian gravid uterus dengan menggunakan
ujung-ujung jari. Manuver kedua bertujuan untuk menentukan bagian fetus yang terletak di sisi kiri kanan abdomen ibu. Masingmasing tangan diletakkan di sisi kiri atau kanan abdomen, kemudian lakukan palpasi. Selanjutnya, manuver ketiga bertujuan untuk menentukan presentasi janin. Pada manuver ini, pemeriksa menghadap ke arah kaki pasien. Letakkan permukaan telapak tangan di ujung simfisis pubis, lalu palpasi. Alternatifnya adalah dengan menggunakan teknik Pawlik grip, yaitu ibu jari dan jari telunjuk salah satu tangan diletakkan di ujung bawah abdomen dalam posisi seakanakan “mencengkram�. Walaupun begitu, teknik ini tidak dianjurkan karena sering menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien. Terakhir, manuver keempat bertujuan untuk memeriksa fleksi atau ekstensi dari kepala fetus dengan anggapan kepala fetus telah memasuki pintu atas panggul. Dengan posisi pemeriksa tetap menghadap ke arah kaki pasien, letakkan telapak tangan pada masing-masing sisi gravid uterus, lalu identifikasi bagian depan dan belakang fetus. Gunakan satu tangan untuk menyusuri setiap sisi tubuh fetus hingga menemukan cephalic prominence. Hal yang terpenting adalah lakukan pemeriksaan ini dengan senyaman mungkin, baik bagi pasien maupun pemeriksa. Ibu nyaman, kehamilan aman. isabella
JASA PEMBUATAN BUKU Media Aesculapius menyediakan jasa penyusunan buku yang sangat fleksibel baik dalam hal desain cover dan isi, ukuran dan tebal buku, maupun gaya penulisan termasuk menyunting tulisan anda. Tak terbatas hingga penyusunan saja, kami siap melayani distribusi buku anda. Adapun buku yang pernah kami buat: buku biografi tokoh, buku pemeriksaan fisik berbagai departemen, buku jurnal, dan Kapita Selekta Kedokteran.
Hubungi Hotline MA: 082-229-229-362 (SMS/WhatsApp)
42
KLINIK
MEI - JUNI 2017
MEDIA
AESCULAPIUS
MA INFO
Krisis Hiperglikemia: Kondisi Akut yang Berbahaya bagi Penyandang Diabetes
K
Krisis hiperglikemia merupakan kegawatdaruratan di bidang metabolik endokrin yang harus dikenali dan ditangani dengan tepat. hiperglikemia adalah menekan ketogenesis dan memperbaiki osmolaritas plasma. Prinsip-prinsip tata laksana awal KAD dan SHH, antara lain penggantian cairan dan garam yang hilang, pemberian insulin untuk menekan lipolisis dan glukoneogenesis, mengatasi stres metabolik yang menjadi pencetus KAD dan SHH, serta mengembalikan keadaan fisiologi normal. Oleh karena itu, terdapat enam hal yang perlu diberikan pada pasien dengan krisis hiperglikemia. Pertama, pemberian larutan garam fisiologis untuk mengatasi dehidrasi. Pada jam pertama diberikan 1-2 liter, pada jam kedua diberikan 1 liter, pada jam ketiga dan keempat 0,5 liter, pada jam kelima dan keenam 0,25 liter, kemudian dilanjutkan sesuai kebutuhan. Jika ion natrium lebih dari normal, ganti dengan NaCl 0,45%. Pada kondisi-kondisi khusus (gagal jantung, gagal ginjal, dan kehamilan), pemberian cairan perlu disesuaikan dengan robby/MA
risis hiperglikemia merupakan kondisi yang dapat terjadi pada ketoasidosis diabetikum (KAD), maupun pada status hiperglikemia atau hiperosmolar (SHH), sebagai komplikasi akut dari diabetes. Ada trias manifestasi klinis utama KAD, yaitu hiperglikemia (lebih dari 250 mg/dl), ketosis, dan asidosis metabolik. Berbeda dengan KAD, SHH biasanya terjadi tanpa disertai defisiensi insulin yang berat sehingga gangguan asam basa yang terjadi tidak seberat seperti pada KAD. Namun, akumulasi dekompensasi metabolik berkepanjangan pada SHH menyebabkan hiperglikemia yang terjadi lebih ekstrim peningkatannya (biasanya lebih 600 mg/dL). Beberapa faktor pencetus, seperti berhenti memakai insulin, infark miokard, strok akut, pankreatitis akut, infeksi, dan gangren pedis, dapat menyebabkan terjadinya KAD dan SHH. Pada pasien dapat dijumpai poliuria, polifagi, sesak nafas, penurunan berat badan akibat dehidrasi, mual dan muntah, yang kadang disertai dengan penurunan kesadaran. Risiko KAD pada diabetes melitus tipe satu adalah 1-10% per pasien per tahun, dan dapat meningkat jika kontrol metabolik buruk atau pernah mengalami episode KAD sebelumnya. Tujuan tata laksana awal krisis
keadaan pasien. Kedua, pemberian insulin untuk menurunkan kadar hormon glukagon. Terapi insulin biasanya dimulai setelah dua jam rehidrasi yang adekuat. Pasien diberikan bolus insulin IV 0,1 U/kgBB, dilanjutkan dengan pemberian drip insulin IV 0,1 U/kgBB/jam. Jika glukosa darah <200 mg/dL, kecepatan drip insulin dikurangi menjadi setengahnya disertai dengan pemberian cairan dekstrosa. Jika penurunan gula darah tidak mencapai target, drip insulin perlu ditingkatkan. Jika gula darah stabil pada rentang 200-300 mg/dL selama dua belas jam, perlu dilakukan drip insulin 1-2 U/jam disertai dosis koreksi setiap sebelum makan. Jika kondisi umum sudah membaik dan masukan makanan sudah adekuat, penggantian insulin dengan cara subkutan basal bolus setelah hasil keton negatif perlu dipertimbangkan. Ketiga, administrasi kalium untuk mengembalikan kadar ion K+ serum yang menurun drastis selama pengobatan KAD
menjadi normal. Drip kalium dengan dosis 25 mEq/6 jam dimulai bersamaan dengan drip insulin. Syarat pemberian kalium, antara lain tidak ditemukannya gelombang T yang lancip dan tinggi pada EKG, tidak ada gagal ginjal, dan jumlah urin cukup adekuat. Keempat, admistrasi glukosa intravena yang mengandung dextrose 5% bila kadar glukosa mencapai kurang dari 200 mg/ dL. Penurunan kadar glukosa ini dapat terjadi setelah rehidrasi 2 jam pertama dan pemberian insulin. Kelima, pemberian bikarbonat untuk menaikkan pH yang sebelumnya cenderung asam. Indikasi pemberian bikarbonat adalah komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam. Meskipun demikian, pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada pH kurang dari 6,9. Tata laksana keenam adalah pengobatan suportif. Pengobatan suportif pada krisis hiperglikemia, meliputi antibiotik yang adekuat sesuai indikasi, oksigenasi ketika pO2 < 80 mmHg, dan heparin jika ada koagulasi intravaskular diseminata atau jika ada status hiperkoagulabilitas (osmolaritas darah lebih dari 380 mOsm/L). Makanan dapat diberikan secara oral atau enteral jika tidak ada kontra indikasi. vannessa
ASUHAN KESEHATAN
Serangan Asma Akut Berat pada Pasien? Ini Penanganannya!
A
Yuk, baca dan ingat kembali tata laksana pada serangan asma akut berat berikut.
sma adalah penyakit inflamasi kronis pada saluran pernapasan yang ditandai dengan peningkatan respon saluran pernapasan, hipersekresi mukus, dan keterbatasan aliran udara yang reversibel. Pada serangan asma klasifikasi berat, terjadi keterbatasan aliran udara yang parah dan air trapping, kondisi dimana udara terperangkap di dalam alveoli. Frekuensi pernapasan pada pasien dengan serangan asma akut berat dapat mencapai tiga puluh kali per menit dan pulsasi nadinya dapat mencapai 120 kali per menit. Oleh karena itu, perlu penanganan yang tepat pada pasien tersebut agar tidak terjadi gagal napas. Hal yang pertama dilakukan ketika terjadi serangan asma akut berat adalah memberikan suplementasi oksigen secepat mungkin agar saturasi oksigen dapat mencapai sembilan puluh persen atau lebih. Saat pasien mengalami asma, tubuh akan mengalami hipoksia. Suplementasi oksigen akan membantu mengurangi ketidakseimbangan ventilasi/perfusi dan vasokonstriksi pulmonal, serta meningkatkan
bronkodilatasi. Kemudian, pasien harus diberikan bronkodilator aksi cepat, seperti salbutamol yang termasuk dalam kelas obat short-acting beta2-agonist (SABA). Salbutamol diadministrasikan menggunakan nebuliser secara oral sebanyak 5 mg dan jika membaik diteruskan setiap 4-6 jam. Jika secara oral masih belum membaik, dapat digunakan SABA intravena. Efek bronkodilator dari SABA akan mengurangi kerja pernapasan dan resistensi saluran pernapasan. Pasien juga harus diberikan kortikosteroid sistemik untuk menekan inflamasi yang terjadi pada saluran pernapasan. Kortikosteroid yang dapat diberikan, yakni kelvin/MA prednisolon tablet 40-50 mg. Apabila pasien membaik, prednisolone diteruskan setiap enam jam selama tiga hingga sepuluh hari. Obat-obat tambahan, seperti magnesium sulfat secara intravena, serta heliox dengan nebuliser dapat diberikan pada pasien yang tidak respon pada terapi lini pertama. Ventilasi tekanan positif noninvasif
dapat diberikan apabila terapi agresif dengan SABA dan kortikosteroid masih tidak menghasilkan efek yang signifikan pada pasien dan pasien tidak segera membutuhkan intubasi. Ventilasi noninvasif dapat diberikan dengan menggunakan sungkup hidung atau muka dengan tekanan positif secara kontinu ataupun bilevel. Akan tetapi, jika pasien sudah mengalami gejala-gejala seperti gagal napas, hipoksia berat, dan hiperkapnia progresif disertai dengan asidosis, intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik harus segera dilakukan. Sebagai tenaga kesehatan, hal yang harus selalu dilakukan adalah monitor kondisi pasien secara berkala untuk mengetahui kebutuhan penyesuaian dalam terapinya. Keseimbangan cairan tubuh pasien juga perlu diperhatikan karena pasien bisa saja mengalami dehidrasi akibat agitasi, peningkatan kerja napas, dan takipnea. Pasien dengan ventilasi mekanik juga memiliki risiko tinggi hipotensi sehingga kebutuhan cairan tubuh harus diperhatikan. Tidak lupa, edukasi pada pasien tentang bagaimana mencegah terjadinya serangan asma untuk menghindari pemicunya (misalnya alergen) serta menjaga gaya hidup sehat penting untuk dilakukan. Pasien juga harus diajarkan bagaimana mengatasi serangan asma secara mandiri. Selain itu, pastikan bahwa pasien dapat menggunakan inhaler dengan benar. nadhira
JASA TERJEMAHAN Kabar Gembira! Media Aesculapius menyediakan jasa terjemahan IndonesiaInggris dan Inggris-Indonesia dengan waktu pengerjaan singkat (3 x 24 jam) serta hasil terjamin. Tidak hanya jasa terjemahan, kami juga menyediakan jasa pembuatan slide presentasi dan poster ilmiah sesuai kebutuhan Anda.
Hubungi Hotline MA: 082-229-229-362 (SMS/Whatsapp)
MEDIA
Ilmiah Populer
AESCULAPIUS
JULI
MEI - JUNI 2017
5
KESMAS
Sigap Tangani Katarak, Terhindar dari Kebutaan
K
Masih ada masyarakat yang masih menyepelekan bahaya katarak. Bagaimana pemerintah menyikapi hal ini?
atarak merupakan salah satu gangguan mata yang hingga saat ini masih menjadi momok bagi bangsa Indonesia, terutama penduduk lanjut usia. Pada orang lanjut usia, protein kristalin yang berfungsi untuk menjaga kejernihan lensa mengalami denaturasi sehingga lensa menjadi buram dan tidak dapat berfungsi optimal dalam proses refraksi cahaya. Penurunan penglihatan hingga kebutaan dapat terjadi pada penderita katarak yang terlambat ditangani. Hal ini tentu berdampak pada menurunnya kualitas hidup seseorang. Di Indonesia, angka penderita kebutaan mencapai 0,9% dan sebanyak 1,8% disebabkan oleh katarak. Jumlah ini tertinggi dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya. Diperkirakan jumlah kasus katarak di Indonesia akan semakin meningkat seiring dengan bertambah banyaknya penduduk usia lanjut. Katarak merupakan penyakit yang bersifat progresif sehingga perlahan tapi pasti, penglihatan akan mengalami gangguan. Walaupun begitu, kebutaan akibat katarak dapat dicegah melalui operasi. Pemerintah Indonesia telah berupaya agar pelayanan operasi katarak dapat dinikmati oleh seluruh kalangan. Biaya operasi katarak kini sudah tidak terlalu mahal dan bahkan
mendapat jaminan dari BPJS. Sarana dan prasarana pelayanan kesehatan di Puskesmas dan rumah sakit telah disiapkan untuk prosedur operasi katarak ini. Sayangnya, akses masyarakat di daerah terpencil untuk menuju pelayanan kesehatan mata masih terbatas. Selain itu, jumlah sumber daya manusia yang dapat melakukan operasi katarak masih belum memadai. Kementerian Kesehatan memperkirakan setiap tahunnya kasus kebutaan akibat katarak akan bertambah 0,1% atau kurang lebih 250.000 orang per tahun. Di sisi lain, jumlah operasi katarak yang dilakukan baru mencapai 180.000 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan antara jumlah penderita katarak dengan ketersediaan sarana prasarana serta sumber daya manusia untuk operasi. Oleh karena itu, diperlukan perhatian dan penanganan lebih lanjut lebih dari pemerintah. Ada dua hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah. Pertama, pemerintah perlu mengatasi kesenjangan antara jumlah penderita dengan ketersediaan sarana dan sumber daya manusia. Penyusunan Rencana Strategi dan Aksi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan serta pembentukan Komite Mata Nasional oleh Kementerian Kesehatan tahun 2016
merupakan langkah awal yang baik untuk menangani permasalahan ini guna mencapai target Vision 2020. Selain itu, pemerintah perlu membangun mitra dengan pihak swasta, terutama terkait pelaksanaan operasi katarak. Salah satu kendala selama ini adalah hanya rumah sakit pemerintah yang menyediakan pelayanan operasi katarak gratis atau dengan biaya terjangkau karena adanya BPJS, sementara sumber daya manusia terbatas. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika operasi katarak baru dapat dilakukan berbulan-bulan berikutnya, sedangkan progresivitas teresia/MA katarak terus terjadi. Harapannya, melalui kerja sama dengan pihak swasta, biaya operasi katarak di rumah sakit swasta dapat diturunkan dan sumber daya manusia
tercukupi sehingga penanganan katarak segera dilakukan. Kedua, kesadaran masyarakat akan kesehatan mata perlu ditingkatkan. Banyak masyarakat Indonesia masih beranggapan bahwa kehilangan penglihatan, terutama karena katarak di usia lanjut, bukanlah suatu masalah. Hampir sebagian masyarakat masih menganggap bahwa kebutaan akibat katarak adalah hal yang tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, edukasi mengenai katarak dan penanganannya penting diberikan bagi masyarakat. Masyarakat perlu memahami bahwa kebutaan akibat katarak dapat dihindari bila penanganannya segera dan tepat. isabella
INFO OBAT
Atasi Nyeri pada Orofaring dengan Benzydamine Bekerja sebagai antiinflamasi, anastesi, dan antimikroba, benzydamine memang bukan obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) biasa
S
pektrum radang tenggorokan dapat meliputi faringitis, tonsilitis, dan laringitis. Penyakit ini biasanya bersifat akut dan dapat sembuh dengan sendirinya tetapi masih menjadi salah satu penyakit yang sering dikeluhkan pasien. Agen penyebab perlu diketahui sebelum mengobati penyakit ini. Namun, 50-95% penyebab radang tenggorokan adalah virus sehingga peresepan antibiotik perlu diperhatikan karena dapat meningkatkan resistensi. Nyeri lokal dan inflamasi yang dirasakan dapat diatasi melalui obat kumur, spray, hingga tablet hisap (lozenges). Obat-obatan ini dijual bebas untuk mengatasi radang tenggorokan. Salah satu jenis obat tersebut adalah benzydamine. Benzydamine tergolong obat topikal yang telah digunakan secara luas untuk menangani nyeri dan inflamasi pada orofaring, terapi periodontal, radiomukositis, hingga iritasi tenggorokan akibat intubasi. Di Indonesia, terdapat dua jenis sediaan, yakni obat kumur benzydamine 0,15% dan tablet hisap benzydamine 3 mg. Tidak ada perbedaan efikasi yang signifikan di antara keduanya. Konsentrasi tertinggi di plasma, sebesar 37,8 ng/ml, tercapai dalam dua jam setelah mengonsumsi tablet hisap benzydamine. Tidak perlu khawatir, konsentrasi ini tidak cukup untuk memberikan efek sistemik maupun menimbulkan interaksi obat. Benzydamine yang masuk ke sistemik melalui mukosa oral akan dieksresikan bersama urin dalam bentuk metabolit inaktif atau bentuk konjugasi. Walaupun termasuk dalam golongan OAINS, benzydamine tidak berpengaruh signifikan terhadap prostaglandin. Benzydamine diketahui memiliki tiga efek farmakodinamik, yakni sebagai antiinflamasi,
anastesi lokal, dan antimikroba. Sebagai agen antiinflamasi, benzydamine menginhibisi pembentukan sitokin proinflamasi, seperti tumor necrosis factor-α (TNF-α), interleukin-1β (IL-1β), dan monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1), tanpa mengganggu pembentukan faktor antiinflamasi, seperti IL-6 dan IL-8. Selain itu, benzydamine juga menginhibisi jalur mitogen–activated protein kinase (MAPK) yang berperan pada kemotaksis monosit. Sebagai anastesi lokal, benzydamine memblok konduksi saraf secara reversibel sehingga nyeri dapat reda dengan cepat. Hal ini terjadi lantaran struktur kimia benzydamine yang mirip dengan obat anastesi lokal, berupa cincin aromatik (hidrofobik) yang terhubung ke grup amin tersier (hidrofilik) melalui rantai alkil pendek. Melalui kristian/MA percobaan klinis, efek anastesi pada penggunaan topikal benzydamine di mukosa oral selama enam puluh detik lebih unggul dibandingkan kontrol (Cetylpyridinium hydrochloride 0,025%) dan obat kumur plasebo. Efek tersebut bertahan cukup lama, yakni lebih dari
sembilan puluh menit. Sebagai agen antimikroba, benzydamine menunjukkan aktivitas bakterisidal pada Minimal Inhibitory Concentration (MIC) 3201280 µg/ml. Benzydamine juga dapat bersifat fungsistatik pada MIC 6,25-5 µg/ml dan fungisidal pada MIC 0,2 mg/ml terhadap Candida albicans dan non-albicans. Konsentrasi obat kumur benzydamine terbukti tiga puluh kali lebih besar daripada MIC pada Candida sp. Sebanyak 10-15 ml (pada orang dewasa) atau 5-10 ml (pada anak-anak lebih dari 6 tahun) benzydamine dapat dikumur selama minimal tiga puluh detik setiap 1,5-3 jam. Terkadang, administrasi obat kumur benzydamine pada anak yang masih kecil cukup sulit sehingga tablet hisap benzydamine dapat menjadi solusinya. Satu tablet hisap benzydamine dapat dikonsumsi setiap dua jam, hingga maksimum dua belas tablet hisap sehari. Penggunaan benzydamine tidak disarankan lebih dari tujuh hari. Penggunaan lokal benzydamine menyebabkan konsentrasinya tinggi pada area inflamasi dibandingkan di darah. Tentu saja, hal ini menguntungkan karena efek samping sistemiknya semakin minimal.
Tidak seperti OAINS lain, benzydamine tidak menimbulkan iritasi lambung. Adapun rasa baal dan sensasi tertusuk pada mulut adalah dua efek samping yang sering dilaporkan pasien. Padahal rasa baal inilah yang sebenarnya berperan dalam meredakan rasa nyeri. Jika mengalami sensasi tertusuk, pasien disarankan untuk mengencerkan obat kumur benzydamine dengan air (1:1). Efek samping lainnya yang tergolong jarang adalah sulit menelan, haus, mulut kering, peningkatan produksi saliva, dan hipersensitivitas. Oleh karena itu, penggunaan benzydamine tidak disarankan pada pasien dengan hipersensitivitas benzydamine. Benzydamine harus digunakan dengan hati-hati pada pasien gangguan fungsi ginjal, hamil, sedang menyusui, dan porfiria. renata Nama generik : Benzydamine Nama dagang : Tantum Verde ®, Tantum Losenges ® Indikasi : meringankan nyeri dan inflamasi pada mulut dan tenggorokan (tonsilitis, sakit tenggorokan, post ekstraksi gigi, kelainan periodontal) Kontraindikasi : hipersensitivitas Cara pemberian : 0-15 ml (dewasa) atau 5-10 ml (anak) dikumur selama 30 detik. Satu tablet dihisap setiap 2 jam, maksimal 7 tablet/hari Sediaan : obat kumur, tablet hisap Rentang harga : Rp 28.464,00/botol (60 ml), Rp 43.509,00/ botol (120 ml), Rp 20.998,00/6 buah
62
MEI - JUNI 2017
Ilmiah Populer
MEDIA
AESCULAPIUS
ARTIKEL BEBAS
Si Kembar Vitamin E: Serupa tapi Berbeda Tokoferol dan tokotrienol, keduanya merupakan senyawa antioksidan yang akrab disapa dengan vitamin E. Lantas, mengapa beda popularitas keduanya luar biasa?
V
itamin E sudah dikenal akan khasiat antioksidannya yang kuat. Vitamin E mampu menetralisasi radikal bebas secara langsung dengan menyumbangkan hidrogen dari cincin kromanolnya. Berkat efek antioksidan tersebut, vitamin E dipercaya mampu mencegah kanker, melindungi tulang, jantung, mata, ginjal dan saraf dari penyakit-penyakit lainnya berdasarkan beberapa literatur yang hingga kini efeknya masih dalam penelitian lebih lanjut. Kiprah vitamin E sejatinya dimulai pada tahun 1922 ketika α-tokoferol ditemukan oleh Herbert Evans dan Katherine Bishop sebagai komponen vital yang dibutuhkan dalam reproduksi. Penelitian tentang vitamin E terus berkembang hingga akhirnya pada tahun 1964, ilmuwan menemukan senyawa tokotrienol sebagai vitamin E lainnya, kembaran tokoferol. Hingga saat ini, terdapat delapan isoform vitamin E alami, yaitu α-, β-, γ-, dan δ-tokoferol dan α-, β-, γ-, dan δ-tokotrienol. Tokoferol dan tokotrienol, keduanya memang menyandang nama senyawa vitamin E yang sama. Akan tetapi, popularitas antara keduanya sangatlah berbeda. Ketertarikan yang superior terhadap tokoferol terbukti dari minimnya publikasi ilmiah terkait tokotrienol dengan jumlah kurang dari tiga persen dari seluruh publikasi ilmiah mengenai vitamin E. Sebenarnya, hal ini sangat wajar bila dikaitkan dengan dominansi α-tokoferol di tubuh. Bukan tidak beralasan, α-tokoferol dianggap sebagai bentuk dominan vitamin E dalam tubuh karena protein transfer α-tokoferol di hati mengikat α-tokoferol bebas dengan kuat
SEGAR
yang paling lama di antara delapan isoform sehingga laju degradasinya pun rendah dan vitamin E. Namun, bila berbicara mengenai kadarnya dapat dipertahankan lebih lama di bioavalabilitas, γ-tokotrienol-lah yang plasma. menjadi juaranya. Senyawa tokotrienol ini Terlepas dari hal tersebut, mungkin mampu diserap dengan sangat cepat oleh ada benarnya kata pepatah lama, bahwa saluran cerna. mutiara dibalik lumpur bersinar lebih Manfaat tokotrienol juga ditemukan indah daripada yang lainnya. Meskipun lebih baik dibandingkan tokoferol dalam kalah popular, beberapa penelitian terbaru mencegah progresivitas kejadian menunjukkan bahwa tokotrienol beberapa penyakit. Pada telah terbukti memiliki kasus penyakit efek antioksidan kardiovaskular, dan antiinflamasi misalnya, yang jauh lebih suplementasi besar dibandingkan tokotrienol dengan memiliki potensi α-tokoferol. untuk mencegah Terdapat tiga kejadian kemampuan aterosklerosis tokotrienol dengan yang menurunkan total membuatnya kolesterol, LDL, dikatakan dan total lipid. Tak memiliki efikasi hanya itu, bila yang lebih dibandingkan baik daripada dengan tokoferol. tokoferol, Pertama, tokotrienol tokotrienol memiliki mampu akis/MA keuntungan terapeutik menghambat yang lebih besar dalam mengatasi trombosis enzim HMG-CoA reduktase sehingga dapat platelet. menurunkan kadar kolesterol. Kedua, Manfaat penggunaan α-tokotrienol atau tokotrienol mampu mengurangi aktivasi faktor transkripsi NF-κB dan STAT6 sehingga γ-tokotrienol pada terapi penyakit neurologis juga ditemukan adanya efek perlindungan menurunkan intensitas peradangan. Tak secara signifikan dalam model penelitian hanya itu, tokotrienol juga memiliki efek poten yang lebih baik dibandingkan tokoferol pra-klinis dari cedera akibat glutamat dan penyakit Parkinson. Selain itu, tokotrienol dalam proteksi terhadap radiasi. Di sisi lain, juga terbukti meningkatkan jumlah osteoblas, tokoferol memang memiliki waktu paruh
deposisi mineral, aktivitas formasi tulang; dan menurunkan jumlah osteoklas, erosi tulang, dan aktivitas resorpsi tulang sehingga mencegah degenerasi densitas mineral tulang sehingga menimbulkan efek protektif pada tulang. Sayangnya, penelitian mengenai tingkat keamanan penggunaan tokotrienol masih sangat terbatas. Kembarannya, tokoferol telah memiliki catatan keamanan yang adekuat terkait efek samping penggunaan jangka panjang serta batas toleransi dosis maksimal bagi tubuh terhadapnya. Namun tidak demikian pada tokotrienol. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan keamanan tokotrienol dalam penggunaan kronik dan berapa dosis maksimal yang dapat ditoleransi oleh tubuh. Sebelumnya, hal ini terlewatkan karena asumsi tokotrienol sebagai kembaran tokoferol, yang seharusnya memiliki catatan yang tidak terlalu berbeda. Namun, setelah satu per satu rahasia tokotrienol terkuak, senyawa ini nyatanya sangat berbeda dari tokoferol. Dengan keberhasilan tokotrienol dalam fungsi proteksi dan prevensi berbagai penyakit pada model pra-klinis, minat terhadap tokotrienol kini mulai meningkat. Diharapkan ke depannya, bahasan mengenai tokotrienol dapat menjadi lebih dalam sehingga manfaat-manfaat terpendam lainnya dapat dipergunakan bagi kepentingan-kepentingan di masa depan. Bagaimana? Rasanya cukup mengejutkan melihat begitu banyak manfaat tersembunyi dibalik rendahnya popularitas tokotrienol. Entah kejutan lagi yang mampu diberikan oleh tokotrienol, sampai bertemu di dekade mendatang! fadlikaharinda
Apa yang Janggal dari Adegan-Adegan Film Berikut Ini?
Pasien Kejang
Pasien Buta
Seorang pasien mengalami kecelakaan dan mendadak kejang saat sedang terbaring di rumah sakit. Perawat : “Dok, Tn. A mengalami kejang!” Dokter : “Segera berikan diazepam, Sus!” Sang perawat kemudian menyuntikkan diazepam ke dalam tabung infus pasien.
Seorang perempuan terjatuh dan terbentur di bagian oksipital, lalu menjadi buta kortikal. Beberapa tahun kemudian, kekasihnya yang meninggal akibat kanker menulis surat bahwa ia akan memberikan matanya pada sang kekasih yang buta. Pasien tersebut pun melakukan transplantasi mata dan akhirnya bisa melihat kembali.
USG Seorang wanita ingin menjebak seorang pria agar mau menikahinya dengan pura-pura hamil. Sang pria tidak percaya dan ingin memastikan pernyataan wanita tersebut dengan pemeriksaan USG. Sang wanita kemudian berkomplot dengan seorang dokter untuk membuat pernyataan palsu. Pria : “Saya ingin memeriksakan kandungan wanita ini dengan USG.” Dokter : “Oh, jangan Pak. Saat ini si Ibu belum boleh di USG karena radiasi sinar Rontgen dapat menyebabkan kecacatan pada janin.”
Diadaptasi dari Novel Koas Racun oleh dr. Andreas Kurniawan vannessa
itsna/MA
MEDIA
AESCULAPIUS
IPTEK
Ilmiah Populer
DMOAD: Obat Atasi Osteoartritis yang Tak Kunjung Terwujud
O
Disease-modifying osteoarthritic drugs (DMOAD) sampai sekarang masih terus dikembangkan. Seperti apakah DMOAD itu?
steoartritis (OA) adalah penyakit artritis terbanyak dengan temuan klinis berupa nyeri sendi serta kerusakan jaringan sendi yang progresif. Tata laksana untuk pasien OA saat ini berfokus pada perbaikan nyeri dan fungsi sendi sedangkan proses kerusakan jaringan sendi tetap berlangsung. DMOAD merupakan obatobatan yang sedang dikembangkan untuk memperlambat atau bahkan menghentikan kerusakan yang progresif ini. Berdasarkan targetnya, DMOAD dibagi ke dalam tiga kelompok. DMOAD yang Bekerja pada Kartilago Sintesis matrix metalloprotease (MMP) yang dicetuskan oleh sitokin dan kemokin dapat menyebabkan kerusakan kartilago. MMP menghidrolisis kolagen dan memotong matriks ekstraseluler, jaringan ikat, dan fibrinogen. Inhibisi MMP dilakukan melalui pengikatan situs aktif oleh protein regulator, yaitu tissue inhibitors of metalloproteinase (TIMP). Sayangnya, uji klinis inhibitor MMP hanya sampai di fase III karena memiliki efek samping sindrom muskuloskeletal. Sindrom ini mencakup pembengkakan sendi dan kekakuan sendi. Efek ini disebabkan oleh adanya gugus pengikat seng pada obat. Selain MMP, kerusakan kartilago dapat ditimbulkan oleh agen lain. Suatu peptidase bernama ADAMTS diduga terlibat dalam patogenesis OA melalui degradasi aggrecan (suatu komponen matriks ekstraseluler
kartilago). Pengujian inhibitor ADAMTS baru mencapai fase I. Kartilago juga dapat dirusak oleh nitric oxide (NO) yang merupakan radikal bebas. Oleh karena itu, inhibisi NO dapat memberi proteksi terhadap progresi OA walaupun, menurut penelitian, hanya untuk OA ringan dan jangka pendek. Tidak hanya mencegah kerusakan, induksi perbaikan kartilago juga dapat dilakukan. Hal ini sedang diusahakan melalui injeksi intraartikular BMP-7 (faktor pertumbuhan) yang bersifat proanabolik dan antikatabolik. Suplementasi glukosamin irun/MA dan kondroitin, sebagai komponen kartilago, telah terbukti dapat memperlambat progresi OA. Keduanya menurunkan kerusakan kartilago melalui penurunan aktivitas MMP dan faktor inflamasi, serta peningkatan produksi komponen proteoglikan oleh glukosamin. DMOAD yang Bekerja pada Jalur Inflamasi Proses inflamasi dapat memengaruhi patologi OA secara langsung dan tidak langsung. Oleh karena itu, obat-obatan yang memiliki jalur inflamasi sebagai targetnya sedang dikembangkan. Likofelon, suatu penghambat kompetitif COX dan 5-lipoksigenase, ditemukan pada uji klinis fase III dapat mengurangi kerusakan matriks kartilago. Namun, uji klinis ini tidak menggunakan plasebo. Inhibitor
sitokin, seperti canakinumab (inhibitor IL-1β) dan adalimumab (antibodi TNF-α) sedang dikembangkan untuk memperlambat progresi OA. DMOAD yang Bekerja pada Tulang Subkondral Tulang subkondral juga mengalami kerusakan akibat OA. Bisfosfonat (misalnya alendronat) dapat menurunkan aktivitas osteoklas sehingga diduga dapat menurunkan resorpsi tulang terutama di area subkondral. Namun, belum ada bukti yang menunjukkan manfaat bisfosfonat bagi pasien OA. Berbeda dengan bisfosfonat, stronsium ranelat dapat menurunkan progresi OA berdasarkan hasil uji klinis fase III. Stronsium ranelat dapat meningkatkan aktivitas osteoblas dan menurunkan aktivitas osteoklas. Agen lain yang dapat menurunkan aktivitas osteoklas adalah kalsitonin dan terbukti dapat mempertahankan volume kartilago namun berefek terhadap penyempitan rongga sendi (penanda progresi OA) yang tidak signifikan. -----Sayangnya, hingga kini belum ada bukti yang memadai agar DMOAD dapat digunakan dalam praktik sehari-hari. Salah satu faktor penyebab sulitnya pengembangan DMOAD adalah bahwa OA merupakan penyakit sendi yang heterogen sehingga memiliki respon terapi yang berbeda-beda. Meskipun demikian, beberapa obat terbukti memiliki kemampuan memperlambat progresi OA sehingga uji klinis dan pengembangan lebih lanjut diharapkan mampu mewujudkan DMOAD yang efektif. abdillah
ADVERTORIAL
Tidur Tenang dengan Inspire® Upper Airway Stimulation Kini pasien dengan Obstructive Sleep Apnea (OSA) tak lagi harus memasang masker khusus setiap malam untuk menjaga pola pernapasannya. Inspire® Upper Airway Stimulation (UAS) hadir dengan berbagai manfaat dan kenyamanan untuk pasien OSA.
O
bstructive Sleep Apnea (OSA) merupakan masalah tidur yang tidak bisa dianggap remeh. OSA menjadi hal yang serius karena pola pernapasan yang dapat berhenti tiba-tiba saat tidur. Ketika tidur, terjadi relaksasi otot lidah dan jaringan lunak lain sehingga menghalangi saluran napas. Salah satu gejala OSA yang paling sering ditemukan adalah mendengkur. Saat ini, tata laksana OSA di Indonesia meliputi positive airway pressure (PAP), Bi-level PAP, dan tindakan bedah. Efektivitas PAP dan Bi-level PAP tergantung idzhar/MA dari keinginan dan kepatuhan pasien untuk menggunakan masker. Inspire® UAS hadir sebagai solusi bagi pasien gagal terapi PAP atau Bi-level PAP. Pasien yang dinyatakan gagal terapi PAP adalah ketika terapi PAP tidak mampu mengeliminasi OSA pada pasien. Inspire® juga hadir sebagai instrumen yang lebih nyaman lewat eliminasi penggunaan masker khusus, seperti pada PAP atau Bi-level PAP, yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan saat tidur. Selain itu, Inspire® merupakan terapi non-invasif yang meminimalisasi rasa sakit dan waktu pemulihan yang lama akibat tindakan bedah. Inspire® telah diterima oleh FDA dan teruji klinis efektif sebagai alat terapi OSA moderat hingga berat yang dapat merangsang jalan napas agar tetap terbuka
saat tidur. Selain itu, Inspire® adalah sebuah implan stimulator saraf yang terdiri atas beberapa komponen, seperti generator pulse, lempeng stimulasi, dan lempeng sensasi. Ketiga komponen ini diimplan ke dalam tubuh pasien, bersama dengan komponen eksternal, yang terdiri atas programmer untuk klinisi dan programmer untuk pasien, yang disebut remote pasien. Pada komponen internal, lempeng sensasi akan mendeteksi pola pernapasan. Selanjutnya, generator pulse akan mempertahankan saluran napas tetap terbuka dengan memberikan stimulasi ringan pada saraf hipoglossus. Stimulasi ini berfungsi untuk mengontrol pergerakan lidah saat inspirasi. Pada komponen eksternal, klinisi akan menyesuaikan pengaturan melalui programmer klinisi, sedangkan pasien hanya memiliki peran dalam menyalakan instrumen ketika akan tidur dan mematikan instrumen sesaat setelah bangun tidur melalui remot pasien. Indikasi pemasangan Inspire® adalah pasien OSA dengan apnoea-hypoapnoea index (AHI) yang lebih besar atau sama dengan 20-65, dan pasien gagal atau intoleran terhadap terapi PAP atau bi-level PAP. Di sisi lain, kontraindikasi dari pemasangan implan ini adalah pasien hamil atau sedang merencanakan kehamilan, pasien yang akan
menjalani pemeriksaan MRI, dan pasien yang mengalami kolaps palatum molle konsentrik. Prosedur implan dilakukan dalam keadaan teranestesi. Setelah prosedur dilakukan, pasien dapat langsung pulang di hari yang sama. Biasanya, pemulihan berlangsung paling lama dua minggu. Setelah tiga sampai empat minggu pemasangan implan, pasien akan datang kembali untuk penyalaan implan, pembuatan beberapa pengaturan, dan pemerian edukasi untuk menyalakan serta mematikan implan. Setelah penggunaan beberapa bulan, pasien akan berkunjung kembali dan diminta tinggal semalam di laboratorium untuk dipelajari pola pernapasan saat tidur agar pengaturan implan dapat disesuaikan. Setelah penyesuaian dilakukan, pasien hanya perlu kontrol satu hingga dua kali setahun. Banyak orang bertanya bagaimana rasa stimulasi yang ditimbulkan Inspire®. Jawabannya, alat ini diprogram untuk memberikan stimulasi tanpa membuat pengguna bangun dari tidur. Pengguna hanya akan merasakan kontraksi halus pada otot-otot lidahnya. Hal lain yang harus diingat oleh pengguna Inspire® adalah pemeriksaan radiologi dengan modalitas MRI dilarang, sebab medan magnet yang ditimbulkan MRI dapat merusak komponen implan dan mengakibatkan kerusakan jaringan sekitar. Sebagai alternatif, pemeriksaan radiologi CT scan dan ultrasound dapat dilakukan. Berkat segala kenyamanan yang ditawarkan, Inspire® terbukti mengurangi derajat keparahan dan meningkatkan kualitas hidup penderita OSA. joannaerin
JULI
MEI - JUNI 2017
7
JOURNAL READING
Bisa Artropoda: Sumber Antimikroba Alami
K
eberadaan mikroba resisten meningkatkan kebutuhan klinisi akan antibiotik yang ampuh untuk membasmi mikroba tersebut. Salah satu sumber antibiotik yang belum dimanfaatkan dengan baik adalah bisa dari artropoda, sekelompok hewan yang terdiri atas serangga, laba-laba, kalajengking, dan kaki seribu. Ada sebuah review oleh Fratini, Cillia, Turchi, dan Felicioli yang membahas hal ini secara mendalam. Komponen aktif yang cukup dominan dalam aktivitas antimikroba dari bisa artropoda adalah peptida antimikrobial (AMP), yakni polipeptida dengan panjang beragam dan muatan positif dua hingga sembilan. Muatan positif ini kemudian berinteraksi dengan permukaan bermuatan negatif dari mikroba sehingga menembus membran sel tersebut melalui gugus kepala bilayer fosfolipid. Dari keanekaragaman serangga dengan bisa, penekanan dalam review ini diberikan pada lebah, tawon, dan semut. Ketiga jenis serangga yang cukup dekat dengan manusia ini ternyata memiliki komponen aktif dalam bisanya yang cukup ampuh dalam menangkal bakteri walaupun bisa mentahnya juga memiliki efek sitotoksik pada manusia. AMP yang cukup dominan dan ampuh dalam bisa-bisa serangga ini, antara lain mellitin pada lebah; anoplin, eumenitin, dan paulistin pada tawon; dan ponerisin dan pilosulin pada semut. Hal yang cukup mempersulit pemanfaatan zat-zat dari serangga ini adalah efek sitotoksisitas terhadap eritrosit dan mastosit manusia. Di sisi lain, terdapat beragam bisa dari artropoda lain yang memiliki beberapa manfaat, seperti hadrurin dan beberapa jenis pandinin yang bahkan mampu membunuh Mycobacterium tuberculosis yang resisten multipel obat (MDR-TB); likosin-1 yang dapat menginhibisi tumor; likocityn, sitoinsektotoksin 1a yang dapat membunuh patogen intraseluler; dan VdTx dari beragam spesies laba-laba, yang bersifat antagonis terhadap reseptor kolinergik nikotinik. Namun, beberapa jenis komponen bisa kalajengking seperti hadrurin, dan bisa laba-laba seperti latroeggotoksin IV, memiliki margin of safety yang sempit antara dosis terapeutik dan toksik sehingga pengembangan mereka sebagai obat dalam harus memperhatikan dampak toksik tersebut. Sayangnya, hanya komponen bisa kelabang yang tampaknya tidak bersifat sitotoksik. Walaupun beberapa komponen bisa artropoda masih harus didetoksifikasi untuk dipakai sebagai obat dalam, beberapa komponen bisa lain tampak menjanjikan sebagai antimikroba, baik sebagai obat baru dalam menghadapi bakteri “biasa” yang sulit ditangani, atau pun target menakjubkan, seperti Mycobacterium tuberculosis dan patogen-patogen intraseluler. stefanus Fratini F, Cillia G, Turchi B, Felicioli A. Insects, arachnids, and centipedes venom: a powerful weapon against bacteria. A literature review. 2017. Toxicon: doi: 10.1016/j.toxicon.2017.02.020
82
MEI - JUNI 2017
OPINI & HUMANIORA
MEDIA
AESCULAPIUS
SUARA MAHASISWA
Altruisme dalam Pergerakan Mahasiswa Kedokteran Maukah kita mengorbankan sedikit waktu untuk kembali menjadi agen perubahan?
K
edokteran merupakan salah satu dari dimensi ilmu pengetahuan yang menjunjung tinggi nilai altruisme. Istilah altruisme pertama kali digulirkan oleh seorang filsuf Perancis, Auguste Conte. Ia berpendapat bahwa altruisme merupakan lawan dari egoisme, yakni sebuah tindakan yang dilakukan semata-mata hanya untuk kepentingan diri sendiri. Altruisme didefinisikan sebagai suatu motivasi yang mendorong seseorang untuk memberikan manfaat bagi orang lain. Altruisme menjadi penting dalam dunia kedokteran karena ia menjiwai setiap nilai luhur yang diusung oleh profesi ini, seperti empati dan rela berkorban bagi orang lain. Nilai tersebut tentu tidak dapat muncul dengan sendirinya. Nilainilai tersebut diinternalisasi secara perlahan dan konsisten sejak menjadi mahasiswa. Sejak dini, mahasiswa kedokteran sudah dipaparkan dengan nilai-nilai altruisme dengan berbagai metode, salah satunya melalui pergerakan mahasiswa. Sejarah telah menjadi saksi bisu pergerakan mahasiswa, terutama mahasiswa kedokteran, dalam merintis perubahan bagi bangsa ini. Satu abad yang lalu, mahasiswamahasiswa School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) bergetar hatinya ketika melihat bangsa ini tidak berada pada kondisi terbaiknya. Mereka mampu merasakan kondisi bangsa yang amat terpuruk hingga mereka rela meluangkan tenaga, waktu, dan pikiran mereka untuk membangun bangsa ini dengan mendirikan Boedi Oetomo pada tahun 1908. Terhitung sejak saat itu, semakin banyak mahasiswa kedokteran yang rela mengesampingkan urusan pribadinya demi suatu perkara yang lebih besar, seperti pada
KOLUM
tahun 1966, 1974, dan 1998. prososial yang memiliki tujuan besar Dewasa ini, mahasiswa kedokteran meningkatkan kesejahteraan kelompok dihadapkan dengan kondisi serupa. Berbagai manusia yang lebih luas. Sayangnya, masalah kesehatan yang tak kunjung usai menurut beberapa penelitian, mahasiswa merundung negeri ini. Dalam situasi seperti kedokteran ternyata malah mengalami ini, peran mahasiswa sebagai “social control”, penurunan empati selama menjalani proses “agent of change”, dan “iron stock” kembali pembelajaran. Hal ini merupakan sebuah dipertanyakan. Predikat-predikat tersebut tamparan keras bagi wajah pergerakan adalah amanah yang disematkan pada mahasiswa kedokteran masa kini. Beberapa pundak mahasiswa, termasuk mahasiswa kesimpulan yang dapat kedokteran. Mahasiswa kedokteran ditarik dari realitas berkewajiban mengkritisi, pergerakan mahasiswa mengontrol, serta kedokteran menginisiasi sebuah sekarang adalah perubahan untuk sudah tidak menyelesaikan masalahbanyak mahasiswa masalah kesehatan yang kedokteran yang ada. Dengan demikian, cukup berempati mahasiswa kedokteran terhadap kondisi harus mulai bergerak! sekitar, tidak banyak Gerakan-gerakan yang termotivasi tidak akan muncul untuk bergerak apabila tidak ada dan berkorban mahasiswa yang demi sebuah tujuan memiliki kepekaan yang besar, serta dan kepedulian tidak banyak terhadap situasi yang berhasil dan kondisi menginternalisasi nilai kartikaMA negeri ini. Gerakanaltruisme di dalam diri gerakan tidak akan terbentuk apabila tidak mereka. ada mahasiswa yang rela berkorban dan Mahasiswa kedokteran memerlukan meluangkan waktunya demi bangsa ini. nilai altruisme karena altruisme merupakan Gerakan-gerakan ini tidak akan muncul bahan bakar untuk menginisiasi pergerakan apabila tidak terdapat jiwa altruisme dalam mahasiswa yang bermuara pada perubahan diri seorang mahasiswa, terutama mahasiswa nyata. Salah satu cara untuk memenuhi kedokteran. kebutuhan ini adalah dengan menghidupkan Menurut hipotesis empati-altruisme, kembali semangat pergerakan mahasiswa di empati menjadi salah satu faktor penentu kalangan mahasiswa kedokteran. Pergerakan utama untuk memunculkan motivasi mahasiswa yang sarat akan nilai-nilai
Eghar Anugrapaksi Kepala Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2017
pengorbanan, kepekaan sosial, dan empati terhadap masyarakat dapat menjadi salah satu metode untuk menumbuhkan altruisme mahasiswa kedokteran. Apabila semangat tersebut sudah terpantik, niscaya pergerakan akan lahir dari rahim sebuah semangat bernama altruisme. Dimulai dari embrioembrio pergerakan yang didasari semangat altruisme inilah perubahan akan muncul. Permasalahan akan terurai. Kesehatan akan terjamin. Kesejahteraan akan terwujud. Pergerakan mahasiswa membutuhkan sosok mahasiswa yang altruisme. Jalan perjuangan ini membutuhkan mahasiswa yang mau mengesampingkan ambisi pribadi untuk kepentingan masyarakat yang lebih besar, mahasiswa yang bersedia untuk meluangkan waktu belajarnya untuk negaranya, dan mahasiswa yang bersedia untuk menjawab pekikan ini dengan lantang; “Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia!”
Sakit Itu Baik!
Masalah selalu saja datang, tubuh pun tak kuasa bertahan lebih lama. Pernahkah terlintas pertanyaan di benak, “Sudah siapkah kita untuk sakit?” Air mulai jatuh dari langit. Tetesannya menepi dan berjalan perlahan di jendela kamar. Langit mendadak mendung, tetesan itu pun berganti dengan derasnya air yang menghujam bumi. Engsel jendela yang sedari dulu sudah bermasalah membuatnya terus bergoyang diterpa angin. Sudah seharian aku terbaring di atas ranjang sembari ditemani segelas air dan obat. Aku menarik selimut hingga melingkupi tubuhku agar mata ini dapat beristirahat ─ istirahat dari padatnya kehidupan perkuliahan dan organisasi. Aku sakit. -----Dalam gelap, aku mendengar seseorang berkata kepadaku. Wujudnya tak bisa kugambarkan dengan jelas tetapi suaranya tegas dan menenangkan. Ia memulai perkataannya, “Sejatinya, tubuh manusia diciptakan sempurna oleh Sang Pemilik Alam. Bahkan Tuhan sendirilah yang mengatakan dalam Kitab Suci bahwa kita diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Setiap individu telah dibekali mekanisme untuk mencegah mereka dari sakit, yaitu sistem imun. Imun memegang prinsip bahwa sebagai seorang protektor, ia wajib hadir dalam setiap ancaman. Tugasnya sederhana, yaitu hanya melawan objek asing yang masuk tubuh melalui bermacam mekanisme. Sistem inilah yang menjaga tubuh kita selalu sehat. Lantas, mengapa kita masih bisa sakit? Apakah imun
gagal mempertahankan fungsinya menjaga kekebalan tubuh kita?” Sebagai mahasiswa kedokteran, aku hanya mengiyakan perkataannya. Toh, apa yang aku dapatkan selama modul imunologi dengan apa yang dikatakannya tidak bertentangan. Ia melanjutkan. “Coba kita lihat diri kita. Setiap hari, kita dihadapkan pada tugas bahkan masalah yang tak kunjung selesai. Belum lagi rutinitas yang padat dan tidak diimbangi dengan istirahat yang cukup. Sering kali kita berhasil kritstianMA
melewatinya dan menemukan solusinya. Namun, ada kalanya apa yang kita harapkan justru tidak terjadi. Kondisi inilah yang kita definisikan sebagai gagal. Imun juga bisa gagal walaupun hanya bersifat sementara. Sebenarnya imun sedang belajar memahami kondisi yang dihadapinya. Imun sedang beradaptasi, menyesuaikan diri. Jadi, imun tidak gagal, melainkan hanya butuh waktu untuk kemudian menyelesaikan
masalah yang dihadapinya.” Tiba-tiba ia terdiam. Kemudian, pertanyaan ini muncul darinya: Lantas, sudahkah kita belajar dari imun? Aku terbangun. Sosok dalam gelapku kini telah menghilang. Aku pandangi langitlangit kamarku yang berwarna putih, kosong. Hatiku mulai merenungkan perkataannya. Tanpa sengaja kedua kelopak mataku kembali mengatup lalu sosok itu hadir kembali. “Belajar untuk memandang setiap persoalan yang dihadapi bukanlah sesuatu yang butuh untuk disesali maupun dikeluhkan. Orang lain mungkin mengatakan kita sedang gagal, padahal ini adalah waktu kita untuk merefleksikan diri, mengenai apa yang salah dalam strategi kita selama ini. Jangan-jangan semuanya terjadi karena sikap kita sendiri yang kurang disiplin dan kurang fokus pada apa yang kita hadapi. Jadikan kegagalan kali ini bukan sebagai halangan, melainkan sebagai pengalaman sehingga ketika ada masalah yang sama di masa depan, kita dapat menyelesaikannya dengan lebih cepat.
Afid Briliana Putra Mahasiswa FKUI Tingkat 1 Ingatlah, pengalaman adalah guru yang paling berharga. Memang benar pengalaman dapat berasal dari orang lain tetapi kali ini kita beruntung. Kita sendirilah yang menjadi saksi dalam pengalaman itu.” Mataku terbuka dan kamarku kini kembali terang. Nampaknya hujan lupa pamit ketika aku tadi terlelap. Tangan pun spontan memegang dahi, oh, demamku juga sudah turun. Ponselku bergetar, di layar terlihat pemberitahuan menumpuk. Temanteman tahu aku sedang sakit dan mereka berinisiatif menyelesaikan tugas-tugas organisasiku. Aku pun cukup menuntaskan tugas kuliah saja. Sakit kali ini ternyata membantuku melakukan refleksi diri dan mengurangi sedikit beban di pundak.
MEDIA
OPINI & HUMANIORA
AESCULAPIUS
JULI
MEI - JUNI 2017
9
SUKA DUKA
dr. Fritz Sumantri Usman Sr, Sp.S, FINS: Penggalak Neurointervensi Pertama di Indonesia “Suatu hari nanti, saat menengok ke belakang, hal-hal buruk sudah berlalu dan yang ada keindahan saja.” Nama Lengkap: dr. Fritz Sumantri Usman Sr, Sp.S, FINS Tempat dan Tanggal Lahir: Jakarta, 16 Agustus 1971 Riwayat Pendidikan: - Program Pendidikan Dokter Umum, Universitas Trisakti (1990 - 1997) - Program Pendidikan Dokter Spesialis-I Neurologi, FKUI (2001 - 2005) - Department Interventional Neurology and Stroke Sir Ganga Ram Hospital, New Delhi, India (2007 - 2008) Riwayat Pekerjaan: - RS Fatmawati Jakarta(2010 – sekarang) - RS Mitra Keluarga Bekasi Timur (2011 – sekarang) - RS Columbia Asia Jakarta ( 2017 sekarang)
S
dokumen pribadi
ebelumnya, ia mengenyam pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti pada tahun 1997. Berbekal motivasi kuat untuk menjadi seorang dokter spesialis, dr. Fritz Sumantri Usman Sr, Sp.S, FINS memutuskan untuk menjalani pendidikan spesialis saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ia memililh neurologi dengan pertimbangan saat itu persaingan untuk menjadi spesialis saraf tidak terlalu ketat dan ia menemukan bahwa dirinya lebih baik bekerja di bidang yang mengandalkan skill. Fritz sukses menjadi seorang neurolog pada usia 24
Jabatan: Ketua Pokdi Neurologi Intervensi PP Pedossi (2011 - sekarang) tahun. Tidak berhenti di situ saja, ia lalu memutuskan untuk mendalami bidang neurointervensi yang menarik perhatiannya. Mengejar Ilmu ke Negeri India Setelah enam bulan menjalani PTT di Tapaktuan, Aceh Selatan pada tahun 2006, berbekal sebuah surat rekomendasi, Fritz pun berangkat ke India pada tahun 2007 untuk mendalami bidang neurointervensi. Sempat terbesit keraguan dalam benaknya,
apakah benar inilah yang ia inginkan, dengan risiko pasien meninggal saat tindakan. Perbedaan kultur dan sistem pengajaran berupa hospital-based, membuat tahun-tahun pertamanya di India terasa begitu berat. “Dulu saya menghindari pekerjaan dengan beban yang terlalu berat, dengan tidak masuk spesialis yang sering jaga malam tetapi malah mendapat batunya di sini,” kenang pria yang mengenyam pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti pada tahun 1997 tersebut. Walaupun demikian, ia bersyukur karena mendapat tutor yang profesional dan adil kepada murid-muridnya. Tantangan Membangun Neurointervensi di Indonesia Tidak terasa setahun berlalu, saatnya Fritz kembali ke Indonesia membawa ilmu baru. Namun ternyata, angan tak seindah kenyataan. Tidak semua pihak menyambut baik kehadiran neurointervensi. Meskipun demikian, Fritz tidak ambil pusing dengan hal tersebut dan tetap berjuang. Hingga akhirnya, pada tahun 2009 terbentuklah kelompok studi (Pokdi) neurointervensi dibawah Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Selama setahun setelah kembali ke Indonesia, Fritz masih belum juga mendapatkan pasien. Prosedur neurointervensi pertama dilakukan di RS Sentosa Bandung pada tahun 2009, dengan kedua pasien merupakan saudara Fritz dan istrinya dari Jakarta. “Kalau tidak seperti itu, tidak ada yang mau,” ungkap pria yang sehari-hari praktik di RS Fatmawati sejak tahun 2010 itu. Pada 2008, Fritz sempat
bekerja di salah satu rumah sakit swasta dengan gaji yang cukup besar. Lantaran tidak diizinkan melakukan neurointervensi, ayah dari tiga anak ini memutuskan untuk mengundurkan diri. Walaupun pendapatannya saat itu langsung menurun drastis, Fritz tidak pernah menyesali langkah beraninya itu. “Jika saya tidak keluar, mungkin perkembangan neurointervensi tidak akan sepesat saat ini. Saya bersyukur itu bukan suatu langkah yang salah dalam kehidupan saya,” ujarnya. Perlu waktu lima tahun untuk membuat neurointervensi benar-benar diakui di Indonesia. “Dalam membangun neurointervensi itu memang berat dan pahit tetapi awal jauh lebih pahit daripada sekarang,” ujar ketua Pokdi Neurointervensi ini. Berbagai hal Fritz lakukan untuk mengeksiskan neurointervensi, mulai dari menulis jurnal hingga membangun komunitas (Pokdi) yang heterogen dan kompak. Berkat ketabahan dan kegigihannya, berawal dari satu neurointervensionis pada tahun 2008, kini telah ada sekitar 28 neurointervensionis tersebar dari Sabang hingga Merauke. Hingga saat ini, berbagai kasus sulit sudah pernah ditangani para neurointervensionis Indonesia, termasuk membuka stenosis 98% dengan balon terkecil di dunia. Kisah Fritz membuktikan bahwa tidak ada sesuatu yang dapat digapai dengan instan, dan jangan pernah takut untuk melangkah. Menurut Fritz, satu hal yang membuat seseorang hebat adalah ketika gagal, ia mampu bangkit dan menjadi lebih hebat daripada itu. renata
RESENSI
Konspirasi di Balik Dunia Kesehatan Ketika nyawa manusia dipermainkan dalam konspirasi dan korupsi dunia kesehatan, apakah yang akan kamu lakukan?
dokumen penerbit/MA
Judul Sutradara Pemeran Tahun
J
: The Constant Gardener : Fernando Meirelles : Ralph Fiennes, Rachel Weisz, Danny Huston, Bill Nighy : 2005
ustin Quayle, seorang diplomat Inggris yang ditugaskan di Kenya, Afrika, adalah seorang penyuka kedamaian. Ia tidak tertarik terlibat dalam keributan, hingga satu peristiwa mengubah keseluruhan hidupnya. Kematian istrinya, Tessa, yang begitu misterius
mendorong Justin menyelidiki penyebabnya. Ternyata, hal tersebut justru membawanya kepada kenyataan-kenyataan baru yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya. Dalam proses penyelidikan, Justin menemukan kenyataan mengenai pekerjaan Tessa yang sebenarnya, disertai bukti-bukti yang mengarahkan bahwa kematian istrinya disebabkan oleh aliansi tertentu yang takut akan sepak terjang Tessa untuk mengungkap kebusukan mereka. Aliansi gabungan dari beberapa pihak tersebut ternyata secara diamdiam melakukan uji coba vaksin baru terhadap warga Kenya yang miskin. Sayangnya, vaksin tersebut memiliki efek samping yang berbahaya. Walaupun paham benar dengan efek samping tersebut, mereka menolak menarik vaksin dari peredaran karena sudah menghabiskan biaya yang besar. Geram, Tessa berusaha melaporkan malpraktik tersebut pada Pemerintah Inggris. Betapa kagetnya Tessa setelah mengetahui bahwa Pemerintah Inggris ternyata juga merupakan salah satu aliansi tersebut. Demi menjaga rahasia, Tessa dan koleganya pun dibunuh. Akankah Justin melanjutkan perjuangan istrinya mengungkap “kebusukan” ini? Risiko apa yang menantinya jika dia “sekali lagi”
mengikuti jejak Tessa? Skenario film bergenre politik thriller ini dibuat berdasarkan buku dengan judul yang sama yang ditulis John le Carre. Berangkat dari kisah nyata di Kano, Nigeria, di mata tenaga kesehatan, film ini membuka mata bahwa dunia kesehatan pun tidak luput dari konspirasi politik pihak-pihak pencari keuntungan semata. Bahkan demi keuntungan, nyawa manusia tidak lagi dianggap berharga. Walaupun demikian, film ini mengajarkan bahwa meskipun sulit dan membutuhkan pengorbanan, kebenaran akan selalu terungkap pada akhirnya. Film ini berhasil mengemas tema yang rumit menjadi cerita yang menarik dan mengandung pesan yang mudah dipahami. Kita dapat menemukan berbagai warna seperti cinta, pengkhianatan, dan pengorbanan membaur menjadi satu di sepanjang alur cerita sehingga tidak membosankan. Film ini cocok ditonton berbagai kalangan, kecuali anak-anak karena tema yang tergolong berat. Dengan adanya film ini, diharapkan masyarakat dan tenaga kesehatan terketuk hatinya untuk memperjuangkan kemanusiaan meskipun mendapat tekanan dari pihak yang bertentangan. isabella
JASA PEMBUATAN SYMPOSIUM HIGHLIGHT Media Aesculapius menyediakan jasa pembuatan Symposium Highlight. Symposium highlight adalah peliputan sebuah seminar atau simposium, yang kemudian hasilnya akan dicetak dalam sebuah buletin, untuk dibagikan pada peserta seminar. Simposium yang telah kami kerjakan antara lain PIT POGI 2010, ASMIHA 2011, ASMIHA 2016, ASMIHA 2017, JiFESS 2016, JiFESS 2017, dan lain-lain. Hubungi Hotline MA: 082-229-229-362 (SMS/Whatsapp)
10 2
Liputan
MEI - JUNI 2017
MEDIA
AESCULAPIUS
RUBRIK DAERAH
Jejak Sebentar di Bintuni: Kisah Dokter Internship dari Ujung Timur Indonesia “Ketika keterbatasan yang ada mengajarkanmu untuk lebih bersyukur atas segala hal.”
S
ejak masa kuliah, menjejakkan kaki di tanah Papua sudah menjadi keinginan tersendiri. Setelah tersemat gelar dokter di depan nama, tibalah masa internship yang ditunggu-tunggu. Akhirnya, setelah melihat wahana yang dibuka dan mencoba mencari tahu lebih lanjut, Bintuni menjadi “lirikan” kami. Perjalanan untuk sampai ke Bintuni hanya dapat ditempuh melalui perjalanan darat dari Manokwari. Setengah perjalanannya berupa jalan mulus dan pemandangan indah sementara setengah lainnya adalah jalan panjang berlumpur, naik turun, dan tidak terlalu lebar. Akses dalam Bintuni sendiri disokong oleh kendaraan umum bernama AMB (Angkutan Masyarakat Bintuni), lengkap dengan pendingin udara dan alunan musik gratis khas Papua. Aku langsung terpana saat dibawa orientasi rumah sakit di hari pertama kedatangan kami. Meskipun rumah sakit di sini adalah tipe D, fasilitas yang tersedia ternyata cukup lengkap, seperti CT scan, beberapa ventilator, mesin gene Xpert, dan ruang bersalin yang tidak kalah dengan yang ada di rumah sakit swasta. Bukan hanya itu, statusnya yang telah terakreditasi dan adanya beberapa dokter spesialis di sini turut memberikan nilai tambah pada rumah sakit ini. Puskesmas yang ada pun tak kalah memukau, di mana ruangannya luas, rapi, bersih, terang, dan dilengkapi pendingin udara.
SEPUTAR KITA
Hal yang tak boleh luput diceritakan adalah RS Apung Bintuni. Sebuah kapal yang “disulap” menjadi rumah sakit apung ini dilengkapi ruang pemeriksaan, alat USG, ekokardiografi, dan ruang operasi. Kapal ini setiap bulannya bertugas membawa para dokter menyusuri distrikdistrik teluk Bintuni. Adanya RS Apung Bintuni ini diharapkan dapat menjadi solusi atas sulitnya akses menuju Bintuni yang seringkali harus dicapai melalui transportasi air. Satu hal penting yang perlu disorot dari pelayanan kesehatan di Bintuni adalah betapa masyarakat Bintuni sangat dimanjakan oleh pelayanannya. Tidak hanya pengobatan gratis tanpa harus mengurus BPJS tetapi juga adanya program langsung ke lapangan, seperti pelayanan posyandu, pemberian obat filariasis, pengadaan kelas ibu hamil, active case finding tuberkulosis, pemeriksaan infeksi menular seksual di daerah lokalisasi, dan penjemputan pasien yang “bandel” berobat. Perawat IGD di sini pun telah memiliki sertifikat BTCLS dan sangat cekatan melayani pasien. Kasus yang ditemui di Bintuni pun
beraneka rupa. Bintuni kini telah berstatus sebagai daerah preeliminasi malaria. Selain itu, penyakit yang juga dikaitkan dengan Papua adalah HIV dan penyakit infeksi menular seksual. Penyakit lain yang sering ditemui mungkin tidak jauh beda dengan penyakit yang ada di kota. Hanya saja, kerapkali pasien datang dalam keadaan yang membuat kami geleng-geleng kepala, misalnya tidak jarang pasien dengan Hb dibawah lima masih berjalan santai dan datang hanselMA hanya dengan keluhan pusing. Tantangan yang dihadapi cukup beragam, mulai dari karakteristik pasien yang bervariasi hingga sulitnya memastikan pasien memahami instruksi dokter. Hal yang lebih rumit adalah berhadapan dengan kepercayaan setempat mengenai “swanggi”. Swanggi didefinisikan sebagai pembunuh, baik makhluk kasar maupun halus, pembunuh bayaran atau bukan, dan berkeliaran di mana-mana. Hal inilah yang membuat pasien sangat takut untuk dirujuk. Pun bersedia, tidak jarang pasien yang hendak dirujuk tersebut ditemani oleh belasan koleganya, lengkap dengan parang bergelantungan di
Atikah Sayogo Putri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Angkatan 2011 pinggangnya, untuk menghalau swanggi yang katanya akan datang. Meskipun banyak memberiku kejutan, Bintuni ini tetaplah daerah yang masih butuh banyak perbaikan dari segala sisi. Infrastruktur vital, seperti listrik, masih belum dapat menyokong kehidupan dengan optimal. Pengadaan sarana dan prasarana di fasilitas kesehatan juga masih butuh perhatian. Jejakku di Bintuni memang masih sebentar tetapi aku telah banyak belajar darinya. Kota kecil dengan ritme hidup yang lambat, sedikit banyak telah mengajarkanku untuk menikmati segala proses yang ada, baik yang indah maupun yang membuatku mengelus dada. Aku menyadari bahwa ternyata peran seseorang disini dapat terasa sekali manfaatnya. Keterbatasan yang ada juga mengajarkanku untuk lebih bersyukur atas segala hal yang bisa kudapatkan.
Antara Dokter dan Keamanan Pasien di Era JKN
Melalui JKN, keamanan pasien diharapkan dapat meningkat. Salah satu kendaraan untuk mencapainya adalah profesionalisme dokter. Bagaimanakah keadaannya kini?
M
elalui sesi berjudul “Profesionalisme Dokter dan Kaitannya dengan Keamanan Pasien dalam Era JKN” di Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) VI yang diselenggarakan oleh PAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia) Banten, dr. Hadiwijaya, MPH, MHKes membahas tentang profesionalisme dokter dan patient safety. Bertempat di Concert Hall Gedung D Universitas Pelita Harapan, Tangerang, acara ini diselenggarakan pada hari Sabtu dan Minggu, 6-7 Mei 2017 lalu.Sesi ini dimoderatori oleh dr. Agus Kristanto, SpPD. Dalam presentasinya, Hadiwijaya menggarisbawahi bahwa pemahaman hukum oleh dokter mengenai profesionalitas dan keamanan pasien sangatlah penting. “Keamanan pasien patut kita pertahankan karena keamanan pasien juga berarti keamanan dokter,” tuturnya. Terdapat berbagai tantangan dalam menjalankan profesionalitas ini yang dapat berasal dari dalam negeri, seperti pemberitaan mengenai malpraktik di media massa yang tidak sesuai dengan kenyataan, ataupun luar negeri. Contohnya adalah tuntutan profesionalisme dokter Indonesia dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Lebih jauh, Hadiwijaya mengutip pemberitaan dari detik HEALTH bahwa sekitar delapan puluh persen dokter yang diadukan ke Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) disebabkan oleh terjadinya miskomunikasi. Miskomunikasi dapat terjadi akibat beragam faktor, misalnya kurangnya waktu yang dialokasikan untuk menangani per pasien. Hal ini berkaitan dengan tidak dibatasinya jumlah pasien yang diterima dokter dalam sistem JKN. Faktor lainnya adalah komunikasi dokter-pasien yang masih kurang nyambung. Ada tiga aspek yang dimiliki profesi kedokteran, yaitu keberadaan sertifikasi yang memvalidasi kemahiran, adanya organisasi profesi, dan otonomi dalam bekerja. Ada pun sikap yang harus dimiliki dokter sebagai seorang profesional adalah profesionalisme yang meliputi kejujuran dan integritas, kepedulian, penghormatan kepada pasien, rasa keharusan untuk peduli, serta pengabdian berkelanjutan yang tetap memerhatikan kompetensi, pengetahuan, dan keterampilan teknisnya. “Dokter diberi kepercayaan sebagai penolong pasien. Sejatinya, dokter memiliki kontrak dengan pasien untuk berkomitmen demi kepentingan pasien, termasuk bersikap jujur dan menghormati hak-hak pasien sebagai upaya altruistik,” ujarnya. Selain itu, dokter juga berkewajiban untuk memerhatikan harapan kesembuhan pasien dan menyesuaikannya dengan upaya yang akan ia lakukan. Keamanan pasien sendiri dapat diartikan sebagai bebasnya pasien dari cedera, baik
dokumentasi panitia
sengaja maupun tidak. Pengecualian dapat diberikan dalam situasi kedaruratan. Kejadian yang tidak disengaja dapat berupa gagal atau salah merencanakan, melakukan tindakan yang merugikan, atau pun tidak melakukan tindakan yang justru akhirnya merugikan pasien. Namun, definisi ini tidak mencakup kejadian yang kerugiannya digagalkan, baik melalui keberuntungan,
pencegahan oleh staf lain, ataupun pencegahan oleh dokter itu sendiri karena menyadari tindakannya salah. Pada akhirnya, presentan kembali mengingatkan hadirin untuk meningkatkan komunikasi dokter-pasien sebagai salah satu cara untuk meningkatkan keamanan pasien dan menjaga profesionalitas dokter. stefanus
MEDIA
Liputan
AESCULAPIUS
JULI
MEI - JUNI 2017
11
SEPUTAR KITA
“Kenali Asthma-COPD Overlapping Syndrome (ACOS) dan Terapinya” Bukan hanya asma tetapi juga PPOK. Bagaimana penanganan yang tepat bagi pasien yang mengalami keduanya?
S
eringkali ditemukan pasien dengan gejala yang tumpang tindih antara asma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)/chronic obstructive pulmonary disorder (COPD). Kondisi ini disebut sebagai asthmaCOPD overlapping syndrome (ACOS). Oleh karena itu, diagnosis yang baik diperlukan dalam menentukan apakah pasien tersebut mengalami ACOS atau tidak sehingga terapi yang tepat dapat ditentukan. Itulah penjelasan singkat dari dr. Telly Kamelia, SpPD-KP, FINASIM mengenai topik yang dibawakannya dengan judul Terapi pada Asthma-COPD Overlapping Syndrome (ACOS). Topik tersebut merupakan salah satu dari rangkaian simposium pada acara Kursus Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran dengan tema yang diangkat tahun ini, yaitu Current Updates on General Practitioner (CUGP) 2017. Tema ini diangkat agar dokter umum mendapatkan ilmu pengetahuan terkini dan meningkatkan keterampilan yang telah dimilikinya sehingga pelayanan primer dapat menjadi lebih baik. Rangkaian simposium ini bertempat di Assembly Hall 1 dan 2, Jakarta Convention Centre (JCC) pada tanggal 12 – 13 Mei 2017, yang dilanjutkan dengan workshop pada tanggal 14 Mei 2017.
Acara ini diselenggarakan oleh Continuing Medical Education/Continuing Professional Development (CME/CPD) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), salah satu unit dari divisi Manajer Kerja Sama, Ventura, dan Hubungan Alumni FKUI. Prevalensi ACOS di dunia cukup tinggi, yakni antara 10-20%. Akan tetapi, di Indonesia masih belum ada data yang memadai. Selain itu, diketahui bahwa prevalensinya juga meningkat seiring dengan pertambahan usia. Pada kelompok usia lanjut, prevalensinya lebih tinggi dibandingkan kelompok usia muda. ACOS juga diketahui memiliki prevalensi yang lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan wanita. Pada ACOS, terjadi keterbatasan aliran udara yang persisten serta penurunan fungsi paru. Eksaserbasi juga lebih sering dialami oleh pasien ACOS dibandingkan dengan pasien asma atau PPOK saja. Perlu diingat bahwa pada asma terjadi peningkatan eosinofil yang lebih dominan dibandingkan dengan neutrofil, sedangkan pada PPOK, yang terjadi adalah sebaliknya. Di sisi lain, pada ACOS terjadi peningkatan neutrofil yang lebih dominan dibandingkan dengan eosinofil. Faktor risiko terjadinya ACOS merupakan gabungan dari faktor
risiko asma dan PPOK. Untuk membedakan asma dan PPOK, dokter dapat menggunakan spirometri atau peak flowmeter. Pada pasien asma, spirometri akan menunjukkan hasil normal setelah pasien tersebut diberikan terapi, sedangkan pada pasien PPOK, hasil pada spirometri menunjukan perbaikan tetapi tidak selalu kembali normal. “Kalau begitu, ACOS bagaimana? ACOS menunjukkan hasil pertengahan, yaitu pada spirometri akan terlihat perbaikan hasil yang tidak juga kembali normal tetapi tidak seberat PPOK,” ujar Telly. Selain itu, kriteria mayor dan minor juga bisa digunakan untuk menegakkan diagnosis ACOS. Untuk terapi lini pertama pada pasien ACOS, dapat diberikan bronkodilator
nadhira/MA
(long acting beta agonist atau long acting muscarinic agent) dan kortikosteroid inhalasi dalam dosis rendah. Telly menambahkan, “Jangan lupa, tujuan dari terapi ini tidak hanya memberikan obat saja tetapi juga memperbaiki faktor risikonya.” Faktor risiko yang bisa diperbaiki, antara lain berhenti merokok, perbaikan lingkungan, evaluasi gizi, serta olahraga untuk meningkatkan kapasitas paru. nadhira
RUBRIK DAERAH
Tanggap Cepat Atasi Gigitan Ular Berbisa Berani hadapi gigitan ular berbisa? Simak artikelnya berikut ini!
Anisa Aprilia Adha Mahasiswa Tingkat III Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
L
angkah pertama pada setiap kasus yang dilaporkan sebagai gigitan ular adalah memastikan apakah penyebabnya ular berbisa atau bukan. Hal ini penting, sebab gigitan ular berbisa memerlukan tata laksana yang cepat dan tepat karena dapat mengancam jiwa dan menimbulkan kecacatan. “Venom” atau bisa ular, terdiri atas dua puluh atau lebih komponen sehingga pengaruhnya tidak dapat disimpulkan sebagai akibat dari satu jenis toksin saja. Ciri khas ular berbisa dapat terlihat dari kepala yang berbentuk persegi panjang, adanya gigi taring kecil, serta ditemukannya luka halus berbentuk lengkungan pada area gigitan. Bila identifikasi ular sulit dilakukan, penilaian gejala klinis pascagigitan dapat dilakukan. Umumnya, penderita akan mengalami pembengkakan dan nyeri tekan di lokasi gigitan dalam tiga puluh menit hingga 24 jam. Kemudian, gejala sistemik dapat
muncul, seperti hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, mual, menggigil, hipersalivasi, muntah, nyeri kepala, hingga pandangan kabur. Selain itu, beberapa gejala khas dari gigitan ular berbisa dapat dijumpai, antara lain perdarahan di berbagai organ vital atau petechiae, gejala keracunan pada saraf, seperti kejang atau kelemahan saraf, gejala keracunan pada jantung dan aliran darah, serta sindrom kompartemen di sekitar tempat gigitan. Berbeda ular, berbeda pula gejala yang ditimbulkan. Pada gigitan kobra, penderita tidak mengalami pembengkakan tetapi dalam lima belas menit pertama akan muncul gejala sistemik yang disertai kelemahan otot wajah dan bibir. Pada kondisi ini, kematian dapat terjadi dalam 24 jam pascagigitan. Gigitan ular Vipiridae dapat menimbulkan efek sistemik yang jauh lebih cepat, yaitu dalam lima menit pascagigitan disertai dengan gejala perdarahan organ yang cukup menonjol. Tujuan utama dari penatalaksanaan kasus gigitan ular berbisa adalah menghalangi dan memperlambat absorbsi bisa ular, menetralkan bisa ular di sirkulasi darah, serta mengatasi efek lokal dan sistemik. Terapi suportif dan profilaksis diperlukan jika penderita menunjukkan gejala-gejala ganguan neurologis, gangguan koagulasi berat, hiperkalemia, perdarahan, dan hipotensi. Sebelum dibawa ke pusat pengobatan, korban gigitan ular berbisa sebaiknya dibaringkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan. Daerah gigitan tidak boleh dimanipulasi. Penderita dilarang berjalan dan
meminum minuman yang mengandung alkohol. Bila gejala sudah muncul sementara belum ada anti bisa ular, bagian proksimal dan distal area gigitan perlu diikat untuk menahan aliran limfe, bukan aliran vena/ arteri sehingga mitzy/MA tekanan yang diberikan tidak boleh melebihi 20 mmHg. Setelah tiba di pusat pengobatan, segera lakukan tata laksana jalan napas, fungsi
pernapasan, dan sirkulasi. Beri penderita infus cairan kristaloid. Lakukan balutan ketat dan luas di atas luka gigitan dan imobilisasi pasien dengan bidai pada luka gigitan. Selanjutnya, lakukan pemeriksaan darah untuk memeriksa adanya pembekuan darah. Segera berikan serum anti bisa ular (SABU), yaitu serum kuda yang dikebalkan. Pemberian SABU berpedoman pada aturan Departemen Kesehatan RI tahun 2001, yakni berdasarkan beratnya keracunan akibat bisa, zona pembengkakan/kemerahan, dan kemunculan gejala sistemik. Respons yang diharapkan adalah perbaikan gejala, tekanan darah yang kembali normal, serta hilangnya efek neurotoksik dalam tiga puluh menit dan efek hemolisis dalam beberapa jam.
Setahun Berjalannya...
sambungan dari halaman 1
harus mengikuti program wajib kerja. Hal ini ditakutkan dapat memberikan ketidakjelasan dan kebingungan bagi para dokter spesialis yang akan mengikuti WKDS karena mereka tidak mengetahui seberapa lama mereka akan ditempatkan. Permasalahan lain pada WKDS adalah pemerintah dianggap hanya memberlakukan aturan wajib kerja pada profesi dokter saja. Padahal, kebutuhan akan profesi di bidang selain dokter juga ada dan banyak. “Ketentuan WKDS ini hanya berlaku pada profesi dokter spesialis. Hal ini melanggar hak asasi karena hanya mewajibkan satu profesi saja,” jelas PDIB. Benarkah Menjadi Solusi Terbaik? WKDS memang merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk memeratakan persebaran dokter spesialis di Indonesia. Namun, tampaknya program ini perlu diawasi dan dievaluasi secara periodik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan, melindungi hak dokter spesialis sebagai tenaga profesional, dan tentunya memenuhi harapan berbagai pihak. reyza, aisyah, tiffany
12 2
Liputan
MEI - JUNI 2017
MEDIA
AESCULAPIUS
SEREMONIA
CUGP 2017: Pameran Kesehatan bagi Dokter Umum
Ayo! Berlari untuk Sehatnya Wanita Penganyam Flores
renata/MA
itsna/MA
Jakarta Convention Center mendadak dipenuhi oleh dokter umum di hari Jumat-Sabtu, 12-13 Mei 2017. Mereka menghadiri Current Updates for General Practitioner (CUGP) 2017 yang diselenggarakan oleh Continuing Medical Education/Continuing Professional Development (CME/CPD) FKUI. Selain
simposium, peserta dapat mengunjungi pameran kesehatan yang dipenuhi oleh stan dari berbagai departemen di FKUI untuk mengenalkan program studi spesialis kepada dokter umum. Terdapat juga stan dari perusahaan-perusahaan farmasi dan alat kesehatan. abdillah
Pada Sabtu, 29 April 2017, telah berlangsung “3rd Annual CC5K 2017” yang merupakan acara hasil kolaborasi dari dua komunitas, yaitu Canirunners dan Du’Anyam. Acara yang terbuka untuk umum ini mengangkat tema #lariuntukibu, dengan tujuan meningkatkan kesehatan ibu-ibu
penganyam di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Start dimulai di Kolese Kanisius Jakarta pada pukul 06.00 WIB yang kemudian peserta berlari mengelilingi area Menteng. Terakhir, sebagai tanda terima kasih, peserta mendapatkan medali dan gelang anyaman. renata
SENGGANG
Hobi Fotografi: Cinta Lama yang Bersemi Kembali “Baru mendalami selama kurang dari tiga tahun terakhir, fotografi ternyata merupakan hobi terpendam dokter ini sejak kecil.”
S
dokumen probadi
ejak duduk di bangku sekolah dasar, dunia fotografi ternyata bukan merupakan sesuatu yang asing bagi dr. Boyke Budiman Sumantri, SpU. Dokter spesialis urologi yang saat ini bertugas di RSUD Tangerang, Banten tersebut mengaku sudah tertarik dengan fotografi sejak tahun 1968, ketika ia sedang menjalani sebagian masa sekolah dasarnya di Amerika. Melalui kegiatan ektrakurikuler fotografi yang ada di sekolahnya tersebut, ia jadi tertarik untuk mendalami bidang fotografi. Sayangnya, saat kembali ke Indonesia, Boyke tidak sempat meluangkan waktunya untuk mendalami bidang fotografi lebih lanjut karena memilih untuk fokus mengejar cita-citanya sebagai dokter. Ketertarikannya pada bidang fotografi kemudian terlupakan dalam waktu yang lama, dan baru teringat kembali menjelang masa pensiunnya. Berawal dari ajakan rekan sesama dokter, ia masuk ke sebuah komunitas yang bernama “Paradox”, yakni sebuah komunitas fotografi yang beranggotakan para dokter. Di komunitas tersebut, Boyke mulai kembali memelajari fotografi. Menurut Boyke, mendalami fotografi dan menjadi seorang dokter sama-sama memiliki nilai seni. “Bekerja sebagai dokter itu ‘kan punya nilai seni, ya. Nah, fotografi juga sama tetapi dengan cara merekam ciptaan Tuhan. Kalau kita melihat sesuatu yang baik dan bagus, mengapa tidak direkam?” ujar dokter kelahiran Makassar, 11 Juni 1957 itu. Dokter yang semasa mudanya sempat hobi melukis tersebut memilih fotografi untuk dijadikan hobi karena tidak menghabiskan waktu terlalu banyak, terutama di tengah kesibukannya sebagai dokter. Boyke mengaku tidak menyediakan waktu khusus untuk hunting foto. Menurutnya, objek yang bagus bisa ada di mana saja dan kapan saja, tergantung cara pandang masing-masing orang.
Untuk sementara ini, objek yang paling menarik bagi Boyke untuk diabadikan dalam foto adalah pemandangan dan human interest. Salah satu pengalaman yang tak terlupakan bagi Boyke selama menjalani hobinya adalah ketika ia sedang mengabadikan foto di suatu pantai. Saat itu, kameranya sempat rusak karena terkena percikan ombak. Untungnya, kamera tersebut dapat kembali berfungsi setelah diservis. Dalam menjalani hobinya di bidang fotografi, Boyke juga memiliki beberapa prinsip dan pertimbangan sebelum merekam suatu objek. Jika objek yang akan ia abadikan adalah manusia, Boyke pasti selalu ingat untuk meminta informed consent pada orang yang akan ia foto. Menurut Boyke, informed consent sangat penting, terutama jika ingin mengunggah hasil foto tersebut di media sosial. Ia juga mengaku sebagai orang yang tidak pernah mencampurkan hobi fotografinya dengan profesi dokter yang kini ia jalani. Menurutnya, ada beberapa hal dalam profesinya yang tidak bisa dijadikan objek fotografi demi menjaga privasi pasien. Boyke menuturkan bahwa salah satu hal yang membuat ia senang menekuni bidang fotografi adalah kepuasan yang diperoleh ketika ada yang menghargai karyanya, baik melalui komentar pujian, maupun tanda “like” pada foto yang ia unggah di akun instagram-nya. Meskipun begitu, ia mengaku tidak pernah menargetkan penghargaan khusus untuk foto-foto hasil jepretannya tersebut. “Niat fotografi saya hanya sebagai hobi. Kalau ada yang mau menghargai, ya saya bersyukur” ujar Boyke. Ketika ditanya mengenai cita-cita selanjutnya di bidang fotografi, Boyke mengaku tidak punya cita-cita khusus. “Saya hanya ingin, fotografi bisa membuat diri dan keluarga saya bahagia. Itu saja.” tandasnya. vannessa