Media Aesculapius Surat Kabar
Kedokteran dan Kesehatan Nasional Terbit Sejak 1970
No. 06 l XLVIII l November-Desember 2017 ISSN No. 0216-4966 MA Info
Cepat Tanggapi Anafilaksis, Hindari Bahaya Maut halaman 4
IPTEK
Kontak Kami
Rubrik Daerah
Kisah Pengabdian di Ujung Utara Sulawesi
Orthokeratologi: Mata Bebas Kacamata Tanpa Operasi
@MedAesculapius beranisehat.com 082-229-229-362
halaman 11
halaman 7
Empat Tahun JKN Diberlakukan: Pelega atau Alat Politis Belaka? Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah diberlakukan sejak 2014 dan dianggap telah mampu membantu semua masyarakat Indonesia memperoleh akses kesehatan. Namun, benarkah JKN saat ini berjalan tanpa ada masalah?
S
emenjak pemberlakuannya pada 1 Januari 2014, kini program JKN telah berjalan hampir lima tahun. Program ini merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang merupakan tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), lembaga transformasi PT Askes (Persero). JKN diselenggarakan dengan mekanisme asuransi kesehatan sosial wajib agar seluruh penduduk Indonesia terlindung dalam sistem asuransi dan memperoleh kebutuhan dasar kesehatan yang layak. Pesertanya meliputi kelompok penerima bantuan iuran (PBI) yang merupakan golongan kurang mampu serta peserta bukan PBI. Iuran peserta PBI dibayarkan oleh pemerintah. Di sisi lain, peserta bukan PBI membayar iuran sesuai dengan persentase upah untuk pekerja penerima upah atau sejumlah nominal tertentu bagi peserta bukan penerima upah dan PBI. BPJS Kesehatan membayar fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan sistem kapitasi dan membayar fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan dengan sistem paket INA-CBG. Masalah JKN yang Tiada Habisnya Jika dilihat dari segi pencapaian peserta, selama empat tahun ini jumlah peserta yang terdaftar program JKN sebenarnya cukup menggembirakan. Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, dr. Kalsum Komaryani, MPPM, menjelaskan bahwa hingga bulan
November 2017, cakupan populasi Indonesia yang telah terdaftar dalam program JKN mencapai 71% atau setara dengan 183.579.086 jiwa. Hanya saja, BPJS lebih fokus pada peserta tidak idzhar/MA mampu. Proporsi peserta pekerja penerima upah juga bertambah, tetapi pertambahannya bersifat linear dan tidak progresif. Menurut Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH., Dr.PH, salah satu masalah yang ada adalah aspek kepemimpinan. BPJS kurang tepat dalam melihat program yang seharusnya dikerjakan. Berdasarkan naskah roadmap, diminta agar pekerja formal didahulukan. Terdapat kemungkinan bahwa BPJS tidak menjalankan hal tersebut karena sulitnya meyakinkan pihak pemberi kerja. Kurangnya pekerja formal yang mengikuti program JKN ini menyebabkan proporsi kepesertaan kurang berimbang, yaitu golongan bukan penerima upah sebagai proporsi terbanyak memiliki gaji yang tidak tetap sehingga pembayaran iuran tidak selalu rutin serta nilai iuran yang dibayarkan pun lebih kecil. Masalah lain dari BPJS adalah transparansinya yang tidak sesuai dengan Undang-Undang SJSN. BPJS tidak membagi data klaim pada pemerintah atau Dewan
Jaminan Sosial Nasional yang berperan sebagai pengawas eksternal. Kondisi ini dapat berhubungan dengan persepsi politis mengenai kinerja BPJS yang tidak efisien. Pemerintah juga tidak menaikkan besaran kapitasi Rp8.000,00 per peserta per bulan selama empat tahun, padahal inflasi yang terjadi mendekati dua puluh persen. Kapitasi yang tidak meningkat ini dianggap merugikan pihak rumah sakit dan tenaga kesehatan. Selain itu, bayaran kapitasi atau pun INA-CBG hampir tidak berbeda, baik antara RS pemerintah dan RS swasta, maupun antara puskesmas dan praktik dokter/klinik. Padahal, puskesmas dan RS pemerintah telah memperoleh gaji tetap dari pemerintah ditambah anggaran operasional dan investasi. Oleh karena itu, kerja sama dengan pihak swasta yang sebenarnya memiliki potensi yang besar belum dimanfaatkan secara optimal. Anggaran yang saat ini dimiliki Kementerian Kesehatan RI mencapai lima persen dari total APBN, hampir setengah anggaran tersebut digunakan untuk pembayaran PBI. “Dibilang cukup, kami pastinya masih berhitung terus karena biaya kesehatan seharusnya bisa membiayai aktivitas pembangunan kesehatan. Namun, anggaran ini sudah sesuai dengan undang-
Menuju Jaminan Kesehatan Semesta 2019
M
Target jaminan kesehatan semesta (UHC) semakin di depan mata. Sejauh manakah upaya pemerintah dalam memperluas kepesertaan dan meningkatkan pengumpulan iuran?
eskipun kinerja BPJS terbilang seumur jagung, target besar Universal Health Coverage (UHC) pada 2019 membuat Indonesia terus mencari cara kreatif untuk mengatasi rendahnya kepesertaan dan kepatuhan membayar iuran. “Indonesia pasti akan banyak belajar dari negara yang sistem asuransi kesehatannya sudah mapan, seperti Jerman, Belanda, Perancis, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Thailand,” tutur dr. Kalsum Komaryani, MPPM dengan optimis. Usaha tersebut diwujudkan dalam uji percobaan sejak 2016, ketika Indonesia bekerja sama dengan Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) untuk mengadopsi sistem jaminan sosial yang
sudah diterapkan Jepang, berupa jimukumiai dan sharoushi. Jepang sendiri pernah mengalami masalah klasik yang mirip Indonesia sekitar tahun 1961 dan berhasil mengatasinya dengan sistem ini. Adopsi tersebut terwujud dalam kemitraan dengan empat bank BUMN, kantor pos, maupun minimarket (jimukumiai) untuk memudahkan peserta dalam melakukan pembayaran. Kemudahan ini diharapkan mampu menghindari keterlambatan pembayaran iuran dan denda. BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan juga merekrut kader JKN-KIS dan agen penggerak jaminan sosial Indonesia (perisai/sharoushi) untuk secara langsung melakukan sosialisasi, merekrut peserta, mengingatkan kewajiban membayar iuran, dan mengumpulkan iuran peserta.
Berkat adanya kader JKN-KIS dan perisai yang menjadi ujung tombak BPJS di lapangan, peserta yang tadinya menunggak akhirnya membayar iuran teratur, meskipun kondisi geografis yang berupa kepulauan juga menjadi halangan besar terhadap akses pembayaran ini. Sejauh ini, telah ada kurang lebih 1.600 kader JKN-KIS dan 60 perisai. Diharapkan pada tahun 2018 nanti BPJS telah memiliki empat ribu agen asuransi. Sistem jaminan kesehatan di Jepang yang dikenal paling efisien di dunia ini berdampak pada tingkat harapan hidup masyarakat yang meningkat drastis dari 40-50 tahun (1935-1936) menjadi 80-90 tahun (2010). Mari berharap Indonesia mampu mengikuti jejak keberhasilan Jepang! renata, reyza, tiffany
undang yang mensyaratkan anggaran kesehatan mencapai lima persen APBN,” imbuh Kalsum. Hanya saja, anggaran kesehatan lima persen tersebut masih mencakup biaya untuk lembaga lain, seperti BKKBN, Badan POM, serta pemerintah daerah sehingga Kementerian Kesehatan RI hanya mendapat jatah sekitar setengahnya saja. Menanggapi hal tersebut, Hasbullah melihat bahwa anggaran untuk subsidi JKN masih belum realistis dan sangat kurang. Menurutnya, pemerintah dirasa telah menganaktirikan subsidi untuk kesehatan dibandingkan dengan subsidi untuk hal lainnya, seperti bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik. Dalam hal ini, diperlukan kemampuan untuk meyakinkan Kementerian dan DPR guna memenangkan situasi politik yang membela tunjangan kesehatan negeri ini. JKN: Juru Selamat Masyarakat Indonesia? Seiring dimulainya tahun kelima berjalannya JKN, meskipun dengan banyak masalah yang seakan tidak ada habishabisnya, sistem kesehatan nasional ini telah banyak membantu masyarakat Indonesia untuk mendapatkan akses kesehatan yang memadai, terutama masyarakat tidak mampu. “Efek JKN lebih bagus pada masyarakat yang tidak mampu. Mereka yang dulu tidak mampu berobat karena punya penyakit kronis sekarang disubsidi iurannya bersambung ke halaman 11
SKMA Untuk Anda! Mari bersama membuat SKMA menjadi lebih baik. 1. Apakah konten SKMA bermanfaat/ relevan dengan kondisi kesehatan saat ini? 2. Apakah anda masih membutuhkan SKMA edisi selanjutnya?
!
Jawab dengan format: Nama-Umur_Kota/Kabupaten_Unit Kerja_Jawaban 1_Jawaban 2
Contoh: Rudiyanto_43_Jakarta Pusat_RSCM_Ya_ Ya Kirim melalui WhatsApp/SMS ke 0822 229 229 362 atau mengisi formulir pada bit.ly/surveyskma Lima orang pengisi survei yang beruntung akan mendapatkan cenderamata dari Media Aesculapius
2
JULI
NOVEMBER - DESEMBER 2017
DARI KAMI Salam sejahtera bagi kita semua, JKN telah berjalan selama empat tahun. Evaluasi tentunya terus dilakukan oleh pemerintah, khususnya BPJS sebagai penyelenggara JKN. Ada berbagai sisi positif dari sistem JKN ini, seperti semakin banyak masyarakat yang datang berobat dan dapat ditangani sejak dini. Namun, tak dapat dipungkiri, masih banyak masalah dan kekurangan yang perlu diperhatikan dan diperbaiki. Untuk menambah wawasan Anda seputar pelaksanaan JKN, kami lengkapi dengan wawancara dari Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, dr. Kalsum Komaryani, MPPM. Tak ketinggalan, tanggapan dari salah satu perintis konsep JKN yang juga Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI, Pof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH., Dr.PH mengenai evaluasi JKN juga disajikan dalam topik utama edisi kali ini. Preeklamsia masih menjadi momok bagi para ibu hamil di Indonesia karena memberikan dampak buruk, baik bagi ibu hamil maupun bagi sang bayi. Saat ini, diagnosis preeklamsia telah diperbaharui untuk memudahkan dan mempercepat clinical sense para dokter sehingga kasus preeklamsia dapat segera ditangani. Simak penjelasannya oleh dr. M Adya F. Dilmy, Sp.OG, B.Med.Sc, dalam Rubrik MA Klinik. Beban kerja dokter selama ini terkenal cukup berat. Tidak sesuai dengan waktu kerja maksimum empat puluh jam per minggu, seorang dokter kerapkali bekerja melebihi aturan jam kerja tersebut. Akibatnya, banyak dokter yang kelelahan dan tidak dapat melayani secara maksimal hingga dapat merugikan pasien. Mari simak potret pengabdian dokter di Indonesia dalam Rubrik Suara Mahasiswa. Teknologi yang semakin maju juga memberikan manfaat dalam dunia kedokteran di Indonesia. Salah satunya, penderita kelainan refraksi yang selama ini menggunakan alat bantu penglihatan berupa kacamata, kini dapat memanfaatkan metode koreksi penglihatan Ortho-K. Penasaran seperti apa dan bagaimana? Kami sajikan ulasannya dalam Rubrik Iptek. Fasilitas penunjang medis ternyata masih belum merata di seluruh pelosok Indonesia. di Provinsi Gorontalo, Sulawesi Utara, misalnya, hanya satu rumah sakit yang memiliki fasilitas CT scan. Untuk menyeimbangkan hal tersebut, anamnesis dan pemeriksaan fisik harus diasah lebih tajam agar dapat membuat diagnosis dan memberikan tata laksana dini. Ikuti kisah lengkapnyanya dalam Rubrik Daerah. Akhir kata, kami mengucapkan selamat membaca edisi NovemberDesember 2017 ini dan semoga bermanfaat!
Puspalydia Pangestu Pemimpin Redaksi
MA FOKUS Sudahkah Anda Tahu Mengenai Aplikasi Mobile JKN? Diresmikan tanggal 1 Januari 2014, Indonesia menerapkan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sudah banyak desas desus, keluh kesah, dan berbagai evaluasi terkait pelaksanaan JKN yang sudah berlangsung selama empat tahun ini. Tentunya, BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara terus memperbaiki dan melakukan berbagai inovasi demi meningkatkan kepuasan berbagai pihak, baik pihak pemberi maupun pihak penerima layanan kesehatan. Salah satu terobosan terbaru yang diluncurkan oleh BPJS Kesehatan dalam pelayanan ke peserta JKN adalah aplikasi Mobile JKN. Dengan inovasi terbaru ini, peserta dipermudah untuk mengurus administrasi kesehatan melalui aplikasi mobile JKN dengan bermodalkan email dan nomor handphone yang sudah didaftarkan di sistem tanpa perlu repot-repot datang ke kantor BPJS Kesehatan. Beragam fitur yang dapat dipergunakan oleh peserta, antara lain informasi seputar BPJS, layanan pencarian data kepesertaan, pencarian peta lokasi fasilitas kesehatan, informasi dan notifikasi seputar tagihan peserta, serta kemudahan pendaftaran menjadi peserta. Aplikasi Mobile JKN yang baru diluncurkan tahun ini memang masih memiliki banyak kekurangan, seperti aplikasi yang terkadang error, proses loading yang lama, atau kesalahan sistem dan perlu di-update terus menerus. Namun, patut dihargai bahwa aplikasi yang sudah diunduh satu juta kali tersebut merupakan wujud nyata dari komitmen BPJS Kesehatan dalam memberikan akses dan pelayanan yang optimal bagi peserta. Dengan demikian, diharapkan jumlah peserta yang tertarik mendaftar dan membayar iuran dapat meningkat. Pelaksanaan JKN yang masih seumur jagung ini tentunya membutuhkan segala kritik dan saran yang membangun agar dapat memenuhi ekspektasi seluruh pihak. Namun, sebagai masyarakat yang baik, sudah selayaknya untuk terus membantu, mendukung, dan mengapresiasi segala usaha pemerintah demi mewujudkan layanan kesehatan yang terjamin kualitasnya bagi seluruh rakyat Indonesia.
KLINIK
MEDIA
AESCULAPIUS
MA KLINIK
Kenali Diagnosis Terbaru Preeklamsia
P
reeklamsia merupakan suatu kumpulan beberapa gejala (sindrom) yang dapat mempengaruhi seluruh sistem organ dan khusus terjadi pada kehamilan. Dulu, keadaan ini ditandai dengan adanya hipertensi dan proteinuria. Namun, pada jurnal terbaru, defini preeklamsia sendiri kini lebih dari sekedar gejala hipertensi dan proteinuria. Epidemiologi preeklamsia di Indonesia sekitar lima persen. Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (IGD RSCM) sendiri, preeklamsia berat dan kelahiran prematur merupakan kasus yang paling sering ditemukan. Preeklamsia pada awalnya dikenal dengan hanya dua model stadium patofisiologi. Dengan semakin banyak penelitian preeklamsia, kini stadium patofisiologi dibagi menjadi empat stadium. Stadium pertama, fase prakonsepsi (sebelum terjadi kehamilan), yaitu fase ketika kehamilan perlu dipersiapkan baik dari segi nutrisi dan kualitas sperma yang dapat menjadi faktor risiko preeklamsia. Stadium dua terjadi pada setengah trimester satu sampai setengah dari trimester kedua. Patologi yang ditemukan pada stadium ini adalah penempelan plasenta yang diyakini kurang bagus pada dinding endometrium ibu. Pada stadium ini belum terdapat gejala dan tanda preeklamsia. Stadium ketiga, terjadi stres oksidatif pada endotel sebagai respons terhadap hipoksia akibat perfusi darah yang tidak adekuat. Stres oksidatif ini menyebabkan disfungsi endotel ibu. Hal inilah yang menjadi penyebab utama dari preeklamsia. Jika fungsi pembuluh darah terus-menerus memburuk, iskemik dan infark akan terjadi pada organ yang diperdarahi, baik otak, mata, paru, perut, hati, ginjal, dan organ lainnya. dewi/MA Hipertensi akibat vasokonstriksi pembuluh darah merupakan gejala yang paling umum terlihat pada preeklamsia. Manifestasi lainnya yang ditimbulkan adalah edema paru, kardiomiopati, edema otak, trombositopenia, penurunan kesadaran, cedera ginjal akut, hematoma, dan ruptur hepar. Oleh karena itu, gejalanya bukan terbatas pada hipertensi dan proteinuria saja. Hipertensi merupakan gejala awal pada preeklamsia. Walaupun seorang ibu hamil mengalami hipertensi dan tidak terdapat proteinuria, tetapi memiliki gejala lainnya, seperti yang telah disebutkan, kondisi ini sudah dapat didiagnosis sebagai preeklamsia. Bahkan, hipertensi, cedera ginjal akut, dan edema paru merupakan kriteria preeklamsia berat. Jika preeklamsia tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi, seperti eklamsia dan suatu sindrom yang dikenal dengan sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme leves, and low platelet levels). Eklamsia disebabkan oleh preeklamsia yang semakin memburuk. Manifestasi eklamsia berupa berupa kejang tonik-klonik yang pada akhirnya dapat membahayakan, baik ibu
MEDIA AESCULAPIUS
maupun janin. Diagnosis pada preeklamsia dapat ditegakkan jika kehamilan terjadi lebih dari dua puluh minggu dan diikuti dengan gejala-gejala, Narasumber: seperti tekanan dr M Adya F Dilmy, SPoG, BMSc darah ≼ 140/90 Departemen Obstetri Ginekologi mmHg, FKUI-RSCM dengan/tanpa proteinuria, atau tanpa proteinuria dengan adanya gejala lainnya, seperti trombositopenia, peningkatan SGOT/SGPT, perburukan fungsi ginjal, edema paru, dan gangguan penglihatan. Pada tahun 2013, gejala proteinuria tidak secara absolut diperlukan. Gejala preeklamsia jarang muncul pada usia kehamilan dua puluh minggu, biasanya akan muncul pada minggu ke-34. Pencegahan preeklamsia dapat dilakukan dengan cara menghindari faktor-faktor risikonya seperti kehamilan pada usia muda dan gizi kurang. Di Inggris, sudah terdapat pemeriksaan biomarker untuk skrining faktor risiko preeklamsia yang dilakukan pada trimester pertama. Hasil pemeriksaan skrining ini berupa kecenderungan risiko tinggi, sedang, atau ringan. Setelah itu, pasien dapat diintervensi dalam hal gaya hidup, nutrisi, farmakologi, dan mungkin di masa yang akan datang dikembangkan juga stem genetic. Selain itu, yang sedang dalam tahap penelitian, beberapa obat seperti aspirin, metformin, vitamin D, dan kalsium dapat dijadikan pencegahan preeklamsia. Kalsium dan aspirin diketahui pada penelitian tersebut efektif dalam mencegah sindrom ini. Sayangnya, di Indonesia skrining tersebut belum dikembangkan. Prinsip penatalaksanaan kegawatan preeklamsia adalah dengan primary survey, yaitu menjaga airway, breathing, dan circulation, memberikan magnesium sulfat, dan kontrol hipertensi. Tata laksana definitifnya adalah dilahirkannya janin jika terjadi perburukan. Peran dokter umum pada preeklamsia lebih pada tahap prakonsepsi, yakni konseling ibu hamil dan penanganan darurat jika muncul gejala-gejala preeklamsia. Hingga saat ini, penelitian mengenai preeklamsia masih dikembangkan.
Pelindung: Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis M. Met. (Rektor UI), Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K) (Dekan FKUI) Penasihat: Dr. Arman Nefi, S.H., M.M. (Direktur Kemahasiswaan UI), dr. Akhmadu Muradi, Sp.B(K)V, Ph.D (Koordinator Kemahasiswaan FKUI) Staf Ahli: Seluruh Kepala Bagian FKUI/RSUPNCM, Prof. Dr. Ma’rifin Husein (CHS), dr. Muki Reksoprodjo, dr. Boen Setiawan, dr. Sudarso, dr. E. Oswari, DPH, Prof. Dr. Arjatmo Tjokronegoro, PhD, dr. Hapsara, DPH (Kemenkes RI), dr. Fahmi Alatas, Prof. dr. Marwali Harahap, SpKK, Prof. Dr. Umar Fahmi Achmadi, MPH Pembantu Khusus: Seluruh Alumni Aesculapius dan Media Aesculapius
Pemimpin Umum: Aisya Aminy M. PSDM: Gabriella Juli Lonardy, Clara Gunawan, Elizabeth Melina, Herlien Widjaja. Pemimpin Produksi: Skolastika Mitzy Benedicta. Wakil Pemimpin Produksi: M. Idzhar Arrizal. Tata Letak dan Cetak: Dewi Anggraeni Kusumoningrum. Ilustrasi dan Fotografi: Meutia Naflah Gozali. Staf Produksi: Irfan Kresnadi, Teresia Putri, Hansel T. Widjaja, Itsna A. Z., Shafira Chairunissa, Kristian Kurniawan, Kelvin Gotama, Bagus Radityo Amien, Arlinda Eraria Hemasari, Robby Hertanto, Anyta Pinasthika, Gabriella Juli Lonardy, Herlien Widjaja, Aditya Indra, Nobian Andre, Vanya Utami Tedhy, Zharifah Fauziyyah, Dhiya Farah, Kartika Laksmi, Dinarda Ulf Nadobudskaya, Fatira Ratri Audita, Dinda Nisapratama. Pemimpin Redaksi: Puspalydia Pangestu. Wakil Pemimpin Redaksi: Farah Vidiast. Redaktur Senior: Andy William, Elva Kumalasari, Nadia Zahratus Sholihat, Ferry Liwang, Rifka Fadhilah, Shierly Novitawati, Irma Annisa, Hiradipta Ardining, Tommy Toar. Redaktur Desk Headline: Veronika Renny Kurniawati. Redaktur Desk Klinik: PClara Gunawan. Redaktur Desk Ilmiah Populer: Phebe Anggita Gultom. Redaktur Desk Opini & Humaniora: Levina Putri Siswidiani. Redaktur Desk Liputan: Farah Vidiast. Reporter Senior: Jimmy Oi Santosos, Fidinny Izzaturahmi Hamid, Sukma Susilawati, Yasmina Zahra Syadza, Teuku Abdi Zil Ikram, Salma Suka Kyana Nareswari, Camilla Sophi Ramadhanti. Reporter Junior: Joanna Erin, Fadlika Harinda, Abdillah Y Wicaksono, Aisyah Rifani, Maria Isabella, Nadhira Najma, Renata Tamara, Reyza Tratama, Stefanus Sutopo, Tiffany R, Vannessa Karenina. Pemimpin Direksi: Roberto Bagaskara. Finansial, Sirkulasi, dan Promosi: Koe Stella Asadinia, Al Syarif Hidayatullah, Tiara Grevillea, Felix Kurniawan, Elizabeth Melina, Faya Nuralda Sitompul, Jevi Septyani Latief, Heriyanto Khiputra, Tania Graciana, Novitasari Suryaning Jati, Rahma Maulidina Sari, Aisyah Aminy Maulidina, Catharina Nenobais, Hardya Gustada, Dyah Ayu, Wilton Wylie Iskandar, Fahmi Kurniawan, Ainanur Aurora, Yusuf Ananda, Agassi Antoniman, Alice Tamara, Angela Kimberly Tjahjadi, Safira Amelia, Trienty Batari. Buku: Husain Muhammad Fajar Surasno, Nadira Prajnasari Sanjaya, Indah Lestari, Laksmi Bestari, Apri Haryono Hafid, Fadhli Waznan, Tiroy Junita, Indah Fitriani, Reganedgary Jonlean, Sabrina Tan, Gilbert Mayer C. Alamat : Media Aesculapius BEM IKM FKUI. Gedung C lantai 4, Rumpun Ilmu Kesehatan, Kampus UI Depok. E-mail: medaesculapius@gmail.com, Rek. 157-0004895661 Bank Mandiri Cabang UI Depok, website: beranisehat.com Alamat Redaksi/Sirkulasi : Media Aesculapius PO BOX 4201, Jakarta 10042, Harga Langganan: Rp 18.000,00 per enam edisi gratis satu edisi (untuk seluruh wilayah Indonesia, ditambah biaya kirim Rp. 5.000,00 untuk luar Jawa), fotokopi bukti pembayaran wesel pos atau fotokopi bukti transfer via Bank Mandiri dapat dikirim ke alamat sirkulasi. MA menerima kiriman naskah dari pembaca untuk rubrik MA Klinik (khusus untuk dokter dan staf pengajar), Asuhan Keperawatan (khusus untuk perawat dan mahasiswa keperawatan) Sepuki, Suma, Suduk, Kolum, Arbeb, Kesmas, Seremonia, dan Konsultasi (berupa pertanyaan). Kirimkan email permohonan penulisan ke redaksima@yahoo.co.id dan kami akan mengirimkan spesifikasi rubrik yang Anda minati.
Kirimkan kritik dan saran Anda:
redaksima@yahoo.co.id
Website Media Aesculapius
beranisehat.com
Dapatkan info terbaru kami: @MedAesculapius
MEDIA
KLINIK
AESCULAPIUS
JULI
NOVEMBER - DESEMBER 2017
3
TIPS DAN TRIK
Mari Berantas Kanker Serviks Sejak Dini Skrining mudah dan murah untuk deteksi lesi prekanker serviks.
I
nspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) merupakan metode skrining kanker serviks atau kanker leher rahim yang umum digunakan. Selain karena lebih mudah, IVA memberikan keluaran yang instan apabila dibandingkan dengan pemeriksaan PAP smear. Skrining kanker serviks berkala bermanfaat untuk mendeteksi lesi prakanker serviks lebih dini sehingga dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas kasus kanker serviks. Menurut suatu studi, sensitivitas dan spesifitas IVA mencapai 71.8% dan 79.4%. Sesuai namanya, IVA dilakukan dengan inspeksi visual langsung terhadap serviks pascapemulasan asam asetat 3-5%. Sebelum memulai prosedur, tindakan aseptik dan antiseptik harus dilakukan untuk mencegah transmisi mikroba patogen ke saluran genitalia atas ataupun operator. Prosedur IVA diawali dengan pemasangan spekulum cocor bebek. Penerangan juga menjadi komponen penting yang perlu diperhatikan untuk memudahkan observasi serviks. Prosedur IVA harus dihentikan bila ditemukan penampakan kanker serviks dan/ atau regio sambungan skuamo kolumnar (SKK) tidak dapat diidentifikasi. Setelah spekulum terpasang, lakukan inspeksi umum dan identifikasi. Perhatikan
apakah terdapat servisitis, ektopion, tumor, ovula Naboti, laserasi, dan kanker serviks. Selanjutnya, lakukan identifikasi ostium uteri, regio SKK, dan zona transformasi. Regio SKK merupakan area yang disusun oleh epitel kolumnar yang bertransformasi menjadi skuamosa. SKK ini diidentifikasi dengan melihat adanya perubahan penampakan warna dimana area kolumnar tampak lebih merah dan area skuama lebih pucat. Adapun zona transformasi didefinisikan sebagai area antara SKK lama dan baru. Setelah teridentifikasi, lakukan pemulasan asam asetat dan observasi ada tidaknya lesi putih. Pertama, celupkan kapas steril dalam cairan asam asetat 3-5%. Selanjutnya, kapas dioleskan pada porsio serviks di regio transformasi SSK. Diamkan selama satu menit agar asam asetat terserap maksimal. Kemudian, periksa apakah terdapat perubahan warna menjadi keputihan di sekitar area pulasan. Perhatikan pula ketebalan plak putih yang terbentuk. Perubahan warna tersebut dikenal dengan sebutan acetowhite lesion yang khas untuk menandakan gambaran diagnostik lesi prakanker serviks. Prosedur IVA paling baik dilakukan pada akhir periode menstruasi karena pelvis
irun/MA
masih terdilatasi sehingga observasi dapat dilakukan dengan lebih mudah dan jelas. Perdarahan (fluksus) yang ditemukan dapat dikendalikan dengan menggunakan swab steril. Begitu pula bila ditemukan adanya
debris. Setelah selesai mengobservasi, bersihkan kembali area pulasan asam asetat dengan swab steril untuk menghilangkan cairan asam asetat dari porsio serviks dan vagina. Setelah itu, spekulum dapat dilepaskan. Prosedur IVA diakhiri dengan pemeriksaan bimanual rutin untuk menilai adanya massa pada adneksa. Terakhir, semua swab dibuang pada tempat sampah medis dan spekulum didekontaminasi dengan dicelupkan dalam larutan klorin 0.5% selama sepuluh menit. lika
TIPS DAN TRIK
Terampil Gunakan Tonometer Schiotz
T
Sudahkah Anda paham bagaimana menggunakan alat pengukur tekanan intraokular ini?
onometer Schiotz adalah salah satu alat tonometer indentasi yang digunakan untuk mengukur tekanan intraokular, salah satunya pada pasien glaukoma. Glaukoma adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada saraf mata. Di Indonesia, glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua setelah katarak. Oleh karena itu, penting bagi dokter untuk dapat mendeteksi penyakit ini sebelum komplikasi dapat terjadi. Prinsip kerja tonometer Schiotz adalah menekan bola mata dengan beban yang dipasang pada tonometer. Dengan adanya beban pada bola mata, kornea akan memberikan tekanan berlawanan dari dalam yang besarnya akan terukur oleh tonometer. Namun, angka pada skala busur tonometer Schiotz tidak menunjukkan besar tekanan intraokular yang sebenarnya. Hasil yang didapat pada busur harus dikonversikan ke dalam besaran mmHg pada tabel konversi yang sudah tersedia. Sebelum menggunakan tonometer, pasien harus diberikan anestesi lokal dalam bentuk obat tetes mata untuk mengurangi rasa sakit saat tonometer diletakkan langsung pada bola mata. Setelah obat diteteskan, dokter dapat mengkalibrasi tonometer
menggunakan lempeng bulat yang ada pada kotak tonometer. Alat sudah terkalibrasi apabila jarum menunjukkan angka ‘0’ pada skala busur Schiotz. Kemudian, bersihkan tapak konkaf pada tonometer dengan menggunakan swab alkohol. Selanjutnya, persilakan pasien untuk berbaring terlentang dengan kepala disanggah bantal. Dokter memosisikan diri di belakang kepala pasien dengan tangan sejajar kepala pasien. Minta pasien untuk mengangkat salah satu ibu jari sejajar tengah wajah dan memfokuskan pandangan pada ibu jari tersebut. ak
is/MA
Apabila mata yang akan diperiksa adalah mata sebelah kanan, minta pasien untuk mengangkat ibu jari tangan kiri dan begitu pula sebaliknya. Untuk memastikan mata pasien tetap terbuka selama tes tonometri dilakukan, tahan kelopak mata pasien dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk pemeriksa. Ibu jari diletakkan di kelopak mata, dan telunjuk diletakkan di bawah mata. Lakukan secara perlahan dan pastikan bola mata tidak tertekan. Dengan tangan yang lain, letakkan tonometer Schiotz dengan hati-hati pada permukaan kornea sampai jarum menunjukkan angka pada skala busur. Jika jarum menunjukkan angka 2 atau kurang, ganti beban 5.5 g yang semula sudah terpasang dengan beban 7.5 g dan lakukan prosedur yang sama. Setelah angka terbaca pada skala busur, angkat tonometer dan baca hasilnya pada tabel konversi. Ingatkan pasien untuk tidak menggosok mata setelah tes tonometri selesai. Tidak lupa, teteskan juga antibiotik pada pasien setelah prosedur selesai untuk mencegah terjadinya infeksi pada mata. Apabila hasil tekanan intraokular menunjukkan hasil yang tinggi, pasien harus dirujuk untuk melakukan pemeriksaan konfirmasi dengan menggunakan tonometri aplanasi. Pasien juga harus dirujuk pada dokter spesialis mata untuk penanganan selanjutnya. nadhira
JASA PEMBUATAN BUKU
Media Aesculapius menyediakan jasa penyusunan buku yang sangat fleksibel baik dalam hal desain cover dan isi, ukuran dan tebal buku, maupun gaya penulisan termasuk menyunting tulisan anda. Tak terbatas hingga penyusunan saja, kami siap melayani distribusi buku anda. Adapun buku yang pernah kami buat: buku biografi tokoh, buku pemeriksaan fisik berbagai departemen, buku jurnal, dan Kapita Selekta Kedokteran.
Hubungi Hotline MA: 082-229-229-362 (SMS/WhatsApp)
JULI
4
NOVEMBER - DESEMBER 2017
KLINIK
MEDIA
AESCULAPIUS
MA INFO
Cepat Tanggapi Anafilaksis, Hindari Bahaya Maut Menurut Standar Kompetensi Dokter Indonesia, anafilaksis tergolong penyakit yang harus dapat didiagnosis dan ditangani sampai tuntas oleh para lulusan dokter umum. Sudahkah Anda menguasainya?
A
nafilaksis merupakan reaksi sistemik akut yang disebabkan oleh kondisi alergi berat akibat paparan alergen dan berpotensi membahayakan nyawa. Pada anak-anak dan remaja, makanan menjadi pemicu terbanyak reaksi anafilaktik. Selain makanan, gigitan serangga dan obat juga dapat menimbulkan reaksi ini. Sebuah studi dari USA, Inggris, dan Australia menunjukkan insidensi anafilaksis per tahunnya sebanyak 7-50 kasus per 100.000 orang. Jumlah ini meningkat selama beberapa dekade terakhir, tanpa diketahui apa penyebabnya. Manifestasi klinis anafilaksis dapat dijumpai pada kulit, saluran respirasi, saluran gastrointestinal, dan sistem kardiovaskular. Munculnya gejala ini disebabkan oleh pelepasan mediator-mediator inflamasi, terutama histamin oleh sel mast dan basofil. Pelepasan ini dapat diinduksi oleh reaksi imunologi, yaitu melalui immunoglobulin E (IgE) atau terjadi secara spontan. Diagnosis Anafilaksis Penegakkan diagnosis anafilaksis didasarkan pada pengamatan klinis terhadap gejala yang timbul. Kemunculan dua atau lebih tanda klinis pada beberapa sistem organ secara tiba-tiba setelah paparan terhadap alergen menjadi pertanda bahwa pasien mengalami reaksi anafilaktik.
berhadapan dengan pasien syok anafilaktik adalah menghentikan paparan alergen. Periksa sirkulasi, pernapasan, jalan udara, dan kulit pasien, lalu telepon bantuan medis. Setelah itu, injeksikan epinefrin 1 mg/ mL secara intramuskular ke bagian midanterolateral paha. Adapun dosisnya adalah 0,01 mg/ kg dengan dosis maksimum 0,5 mg untuk dewasa dan 0,3 mg untuk anak-anak. Perhatikan waktu pemberian dan ulangi A /M dalam 5-15 menit jika a n its tidak ada reaksi perbaikan. Sambil menunggu bantuan datang, letakkan pasien dalam posisi terlentang dan kedua ekstremitas bawah dinaikkan (posisi Trendelenburg). Setelah bantuan datang, berikan oksigen bertekanan tinggi (6-8 liter/menit) dan 1-2 Tata Laksana Awal Anafilaksis L cairan NaCl 0,9%. Dosis pemberian cairan Langkah awal yang harus dilakukan jika Pada kulit dapat dapat ditemukan gangguan, seperti urtikaria akut, angioedema, dan pembengkakan sistem mukosa. Dispnea, batuk, stridor, dan mengi merupakan tanda-tanda gangguan respirasi akut yang dijumpai pada pasien. Gangguan sistem gastrointestinal umumnya berupa kram dan muntah. Sementara itu, pada sistem kardiovaskular, gangguan yang dialami adalah hipotensi dan kolaps. Pasien anak digolongkan mengalami hipotensi jika tekanan sistoliknya kurang dari 70 mmHg (usia 1 bulan – 1 tahun), 70 mmHg + [2 x usia] (usia 1-10 tahun), dan 90 mmHg (usia 11-17 tahun) atau penurunan tekanan sistolik lebih dari 30%. Pada pasien dewasa, seseorang dikatakan hipotensi apabila tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan tekanan sistolik lebih dari 30%.
intravena ini adalah 5-10 mL/kg pada 5-10 menit pertama untuk dewasa dan 10 mL/kg untuk anak-anak. Jika diindikasikan, lakukan resusitasi kardiopulmonar. Jangan lupa, pantau selalu tekanan darah, denyut nadi, status respirasi, dan oksigenasi pasien secara teratur dalam interval tertentu. Penanganan Setelah Fase Akut Setelah penanganan fase akut secara adekuat, pasien dapat dirujuk ke ahli alergi untuk diagnosis dan terapi lebih lanjur. Salah satu pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan serum triptase. Serum triptase merupakan penanda dari degranulasi sel mast dan bermanfaat dalam mengonfirmasi diagnosis anafilaksis karena dapat memberi nilai tambah ketika hasil pemeriksaan fisik tidak meyakinkan. Pemeriksaan seperti skin prick test dan pengukuran kadar IgE dapat dilakukan seandainya pasien belum mengetahui penyebab alerginya. Untuk pasien tertentu, dokter juga perlu mempertimbangkan peresepan obat-obat emergensi syok anafilaktik dengan bekal edukasi larangan penyalahgunaan obat. Walaupun demikian, hal yang terpenting ialah ingatkan pasien untuk menghindari sumber alerginya. Dengan menghindari alergen, reaksi anafilaktik dapat dicegah dan bahaya maut bisa dihindari. isabella
ASUHAN KESEHATAN
Perawatan Komprehensif Pasien dengan Lupus Ringan Karena lupus tidak hanya memerlukan obat.
L
upus eritematosus sistemik merupakan penyakit autoimun inflamatorik kronik yang melibatkan berbagai sistem tubuh dan menimbulkan manifestasi klinis yang bervariasi. Manifestasi yang dapat muncul dimulai dari gejala-gejala ringan, misalnya ruam kulit, ulkus mulut, dan artritis, hingga gangguan organ-organ utama, seperti jantung, paru, ginjal, sistem saraf pusat, sistem hematologi, dan sistem gastrointestinal yang dapat mengancam nyawa. Penyakit lupus yang bersifat kronik membuat pasien memerlukan pemantauan seumur hidupnya. Penyakit lupus ringan yang dimaksud adalah lupus yang tidak mengancam nyawa dan tidak menyebabkan gangguan ireversibel pada organ tertentu. Manifestasi klinis yang sering muncul pada lupus ringan, antara lain ruam kemerahan pada kulit, nyeri otot, dan nyeri sendi. Hal pertama yang perlu dilakukan sebelum memulai perawatan adalah edukasi dan konseling. Kompleksitas penyakit lupus dan penanganannya memerlukan
dokter untuk menyampaikan informasi yang lengkap mengenai penyakit tersebut dan membantu menyediakan dukungan sosial bagi pasien. Beberapa hal lain yang penting untuk dianjurkan kepada pasien lupus, antara lain meminimalisasi pajanan matahari, menggunakan tabir surya, dan rutin berolahraga. Di samping pentingnya edukasi kepada pasien, manajemen diet yang bergizi seimbang juga diperlukan untuk mencegah atau mengatasi terjadinya obesitas, osteoporosis, hipertensi, dan hiperlipidemia. Pemeriksaan kesehatan rutin, seperti kesehatan gigi, mata, dan ginekologi juga penting dalam pemantauan penyakit ini. Jika pasien belum diimunisasi, perlu dilakukan imunisasi untuk mencegah infeksi yang dapat meningkatkan kormorbiditas. Pasien lupus umumnya meutia/MA sangat mudah mengalami ruam kemerahan di kulit ketika terpajan sinar ultraviolet. Oleh karena itu, dokter perlu menekankan pada pasien agar melindungi diri dari pajanan matahari dengan
mengenakan pakaian tertutup, menggunakan tabir surya minimal SPF 15 ketika di luar ruangan, dan tidak berjemur di bawah matahari. Jika ruam merah muncul, sediaan glukokortikoid topikal perlu diaplikasikan ke kulit pasien. Pada area wajah yang cenderung sensitif terhadap steroid dan rentan mengalami atrofi, sebaiknya digunakan steroid berkekuatan menengah. Penggunaan agen antimalaria jangka panjang merupakan lini utama pengobatan lupus. Agen antimalaria yang umum digunakan adalah hidroksiklorokuin yang dapat memberikan efek protektif dengan mencegah dan mengurangi ruam kemerahan di kulit, nyeri otot dan sendi, serta mengurangi keletihan. Dosis hidroksiklorokuin yang digunakan adalah 200-400 mg per hari. Pemeriksaan oftalmologi perlu dilakukan setiap 6-12 bulan untuk memonitor adanya kerusakan makular yang merupakan efek samping agen antimalaria. Pada pasien tertentu, glukokortikoid oral dosis rendah dapat digunakan untuk meredakan gejala yang dialami. Agen glukokortikoid yang digunakan umumnya adalah prednison dengan dosis kurang dari 10 mg per hari. Pemeriksaan kadar glukosa darah tiap 3-6 bulan serta pemeriksaan kadar kolesterol dan densitas tulang setiap tahun perlu dilakukan untuk memantau efek samping dari penggunaan glukokortikoid. vannessa
JASA TERJEMAHAN Kabar Gembira! Media Aesculapius menyediakan jasa terjemahan IndonesiaInggris dan Inggris-Indonesia dengan waktu pengerjaan singkat (3 x 24 jam) serta hasil terjamin. Tidak hanya jasa terjemahan, kami juga menyediakan jasa pembuatan slide presentasi dan poster ilmiah sesuai kebutuhan Anda.
Hubungi Hotline MA: 082-229-229-362 (SMS/Whatsapp)
MEDIA
AESCULAPIUS
Ilmiah Populer JULI
NOVEMBER - DESEMBER 2017
5
KESMAS
Benang Kusut Pelayanan Kesehatan Jiwa di Indonesia Bertahun-tahun menyusun strategi ulung, Indonesia tak kunjung bebas pasung.
K
esehatan jiwa merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang menjadi sorotan di Indonesia beberapa waktu terakhir. Gangguan kejiwaan memiliki cakupan yang cukup luas dengan beragam manifestasi sehingga jumlah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Indonesia cukup banyak. Data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional dengan manifestasi berupa gejala depresi dan kecemasan pada usia lima belas tahun ke atas mencapai empat belas juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Disisi lain, prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia, mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. ODGJ merupakan kelompok masyarakat yang memerlukan perhatian khusus kelvin/MA agar dapat
diberdayakan. Beberapa upaya telah dilakukan pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kualitas hidup ODGJ, antara lain menerapkan sistem pelayanan kesehatan jiwa yang komprehensif, terintegrasi, dan berkesinambungan di masyarakat, menyediakan sarana, prasarana, dan sumber daya yang diperlukan untuk pelayanan kesehatan jiwa di seluruh Indonesia, serta menggerakkan masyarakat untuk melakukan upaya preventif, promotif, dan deteksi dini gangguan jiwa. Penerbitan Undang-undang nomor 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa merupakan bentuk komitmen terhadap kondisi kesehatan jiwa. Aturan ini memuat peran serta masyarakat dalam melindungi dan memberdayakan ODGJ dalam bentuk bantuan, seperti tenaga, dana, fasilitas, dan pengobatan; perlindungan terhadap tindakan kekerasan; serta pengawasan
penyelenggaraan pelayanan di fasilitas kesehatan. Sayangnya, pelaksanaan undang-undang tersebut belum berjalan dengan baik di lapangan. Kendala utamanya adalah masih tingginya stigmatisasi dan diskriminasi terhadap ODGJ. Data pemerintah terbaru menunjukkan 18.800 ODGJ saat ini masih dipasung di Indonesia. Alasan tingginya kasus pemasungan hingga saat ini adalah adanya stigma yang menganggap ODGJ adalah aib yang harus disembunyikan dari lingkungan luar. Survei yang dilakukan Human Rights Watch pada beberapa panti sosial di Pulau Jawa dan Sumatera menunjukkan bahwa penyandang kesehatan jiwa tidak diperlakukan layak oleh petugas. Di sejumlah tempat, ODGJ dirantai atau dikurung dengan dalih agar tidak menyakiti diri sendiri dan orang lain. Beberapa tempat layanan kesehatan jiwa juga ditemukan dalam kondisi kotor dan jumlah penghuni yang terlalu banyak. Selain itu, mereka ditinggalkan oleh keluarga di tempat tersebut dan ditahan dalam waktu lama tanpa alasan jelas. Hingga saat ini, sistem birokrasi BPJS dalam pelayanan kesehatan jiwa masih kurang efektif. Peraturan BPJS
yang mengharuskan pasien mengambil sendiri obatnya ke pusat layanan dinilai memberatkan ODGJ karena banyak pasien ODGJ dengan keadaan tertentu tidak memungkinkan untuk mengambil obat sendiri. Petugas di beberapa panti cukup kesulitan menemani pasien yang sedang kambuh untuk mengambil obatnya di rumah sakit jiwa terdekat. Oleh karena itu, kampanye dan sosialisasi tentang kesehatan jiwa perlu lebih digalakkan baik oleh pemerintah maupun masyarakat agar stigmatisasi dan diskriminasi terhadap ODGJ dapat dihapuskan. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pelayanan kesehatan jiwa perlu dilakukan secara rutin oleh pemerintah, terutama di daerah terpencil, untuk memastikan pelayanan telah diberikan sesuai prosedur yang berlaku tanpa adanya tindakan pelanggaran undang-undang, seperti pemasungan. Sistem BPJS untuk pelayanan kesehatan jiwa sebaiknya dikembalikan seperti sebelum masa BPJS, yaitu pengobatan bagi penyandang gangguan kejiwaan dilakukan melalui kunjungan dokter ke panti-panti sosial. Dengan demikian, akses pengobatan menjadi lebih mudah bagi ODGJ. vannessa
INFO OBAT
Pitavastatin: Ampuh Atasi Dislipidemia pada Diabetes Melitus
Agen dislipidemia golongan statin telah banyak digunakan selama bertahun-tahun dalam memerangi dislipidemia pada Diabetes Melitus (DM). Tahukah Anda bahwa Pitavastatin ternyata memiliki potensi penurunan kadar kolesterol yang lebih tinggi dibandingkan dengan Atorvastatin dan Simvastatin?
S
aat ini, Indonesia menduduki posisi ke-4 dengan angka prevalensi tertinggi Diabetes Mellitus (DM) di dunia setelah India, Cina, dan Amerika Serikat. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan jumlah penderita DM, khususnya DM tipe 2, akan meningkat signifikan hingga 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. DM merupakan penyakit degeneratif dengan berbagai komplikasi khususnya pada vaskuler, seperti penyakit jantung, yang akan memperburuk kesehatan penderita dan dapat berakibat fatal. Oleh karena itu, pada tahun 2014, American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan setiap orang dengan diabetes untuk menggunakan statin. Alasan dari penggunaan statin ini adalah untuk mengontrol faktor risiko dislipidemia sehingga menurunkan risiko terkena komplikasi penyakit jantung akibat DM. Salah satu obat yang sudah sering digunakan untuk mengontrol kadar kolesterol adalah golongan statin. Mekanisme kerja dari golongan statin adalah menghambat enzim HMG-CoA reduktase yang berperan dalam sintesis kolesterol endogen. Pitavastatin merupakan salah satu obat yang termasuk ke dalam golongan ini. Obat yang memiliki nama generik Pitavastatin Calcium ini beredar dengan nama dagang Livalo. Pitavastatin digunakan untuk menurunkan kadar serum kolesterol total, LDL-C, apolipoprotein B, dan trigliserida, serta untuk meningkatkan kadar HDL-C sehingga diindikasikan untuk terapi dislipidemia.
Agen penurun kadar lipid ini bekerja sebagai inhibitor kompetitif enzim HMGCoA reduktase di hepar. Penurunan kadar kolesterol hasil sintesis endogen di hepar mengakibatkan terjadinya peningkatan ekspresi reseptor LDL sebagai mekanisme kompensasi tubuh. Akibatnya, semakin banyak LDL yang dikatabolisme dari pembuluh darah menuju ke jaringan. Mekanisme inilah yang menyebabkan turunnya kadar LDL pada pembuluh darah sehingga terjadi penurunan risiko terbentuknya plak pada pembuluh darah. Pitavastatin diadministrasikan secara per oral dan biovailabilitasnya mencapai 51% serta mencapai kadar maksimum pada plasma setelah satu jam. Selain itu, pivastatin dapat dimakan bersamaan dengan makanan atau pun tidak, pagi atau pun malam, keduanya tidak menimbulkan perubahan yang signifikan pada jumlah obat yang terabsorbsi dan efek yang dihasilkan. Setidaknya 99% obat ini akan terikat dengan protein plasma. Kemudian, obat ini akan mengalami metabolisme di hepar melalui reaksi glukoronidasi dan menghasilkan metabolit, yaitu pivastatinlactone. Eksresinya 79% melalui feses dan 15% melalui urin dan waktu paruhnya sekitar dua belas jam.
Efek samping pivastatin meliputi pusing, sakit kepala, spasme otot, miopati, hingga rhabdomiolisis. Sebagian besar orang yang mengonsumsi obat ini tidak mengalami efek samping yang serius. Meskipun demikian, penggunaan pivastatin tetap harus diperhitungkan agar lebih besar manfaat yang didapat dibandingkan risiko yang diderita. Selama bertahun-tahun, simvastatin dan atorvastatin merupakan salah satu obat golongan statin yang cukup banyak digunakan. Namun, terbukti jumlah penurunan kadar LDL-C yang dihasilkan dari penggunaan pitavastatin (2 mg dan 4 mg) lebih signifikan dibandingkan dengan atorvastatin (10 mg dan 20 mg) dan simvastatin (20 mg fiona/MA dan 40 mg. Pitavastatin juga tidak menyebabkan perpanjangan interval QTc. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kurogi, K, et. Al (Intl. J. Cardiol, 2013), kadar HbA1c pada pasien yang diberikan atorvastatin lebih tinggi dibandingkan pada pasien yang menerima pitavastatin pada bulan ke 6, 12, dan 30 pengobatan. Pada studi ini juga dibuktikan bahwa peningkatan kadar HDL-C pada pemberian pitavastatin lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian
atorvastatin. Pada Jakarta Diabetes Meeting 2017 juga dipaparkan sebuah studi yang menunjukkan bahwa proporsi jumlah pasien yang mencapai target penurunan LDL-C dan non HDL-C pada pemberian pivastatin 4 mg stabil dan bahkan sedikit meningkat dibandingkan pada pemberian atorvastatin 20 mg yang mengalami penurunan proporsi pencapaian target pada pengobatan minggu ke-44. Walau terbilang cukup aman, Pitavastatin dikontraindikasikan absolut untuk pasien dengan penyakit hepar, peningkatan kadar serum transaminase yang persisten, ibu hamil, dan ibu yang sedang menyusui. Pitavastatin masuk ke dalam kategori X berdasarkan FDA Pregnancy Category. erin Nama generik : Pitavastatin Calcium Nama dagang : Livalo Indikasi : diabetes melitus Kontraindikasi : gangguan hati, peningkatan kadar serum transaminase yang persisten, ibu hamil, dan ibu menyusui Cara pemberian : Satu tablet (4 mg) sehari bersama dengan makan ataupun tidak, pagi ataupun malam Efek samping : pusing, sakit kepala, spasme otot, miopati, rhabdomiolisis Sediaan : tablet
6
I
JULI lmiah
NOVEMBER - DESEMBER 2017
Populer
MEDIA
AESCULAPIUS
ARTIKEL BEBAS
A
Menolak Pikun dengan Kurkumin
lzheimer adalah salah satu gangguan neurodegeneratif yang umumnya ditemukan pada lansia. Sekitar 46 juta jiwa di dunia menderita alzheimer dan lebih dari separuhnya berada di Asia. Adapun Indonesia tercatat sebagai negara penyumbang kasus nomor empat terbanyak di dunia dengan peningkatan jumlah kasus setiap tahunnya. Orang dengan alzheimer mengalami penurunan fungsi otak yang kemudian memengaruhi emosi dan daya ingat seseorang. Hal inilah yang sering disebut-sebut sebagai pikun dalam masyarakat. Neuropatologi alzheimer dapat definisikan sebagai toksisitas akibat penumpukan plak amiloid-β ekstraseluler dan filamen helix berpasangan intraseluler yang mengandung protein tau. Hal tersebut diperkirakan karena gangguan metabolisme atau klirens amiloid-β dan hiperfosforilasi tau. Selain itu, ada juga dugaan penyebab lain, seperti stres oksidatif, radikal bebas, dan reaksi inflamasi abnormal pada otak. Seiring meningkatnya prevalensi alzheimer, kebutuhan akan perkembangan farmakoterapi yang efektif pun meningkat. Hingga saat ini, tata laksana alzheimer bersifat simtomatik dan tidak memodifikasi perjalanan penyakit. Oleh karena itu, berbagai studi terhadap manfaat senyawasenyawa alami pun diteliti dengan harapan mampu mengobati alzheimer. Kurkumin merupakan senyawa polifenol berwarna kekuningan yang banyak terkandung dalam bahan alam seperti kunyit
dan temulawak. Kunyit sendiri pertama kali ditemukan di India sejak sekitar 2500 tahun yang lalu. Menurut sejarah, diduga kunyit pertama kali digunakan sebagai pewarna dalam kosmetik dan bumbu makanan. Kini, kunyit merupakan rempah-rempah umum yang digunakan dalam masakan Asia, utamanya India. Di Indonesia sendiri, kunyit digunakan sebagai rempah-rempahan khas pada hidangan nasi kuning dan kari. Kurkumin telah terbukti memiliki efek antikarsinogenik, antioksidan, dan antiinflamasi. Kurkumin sudah digunakan dalam manajemen beberapa penyakit seperti fibrosis kistik, hemoroid, ulkus gastrik, kanker kolon, kanker payudara, aterosklerosis, penyakit hati, dan artritis. Kini, kurkumin juga sudah digunakan pada manajemen demensia dan brain injury. Studi in vitro terbaru membuktikan bahwa kurkumin juga memiliki efek neuroprotektif dan dapat meningkatkan fungsi kognitif yang dapat membantu dalam menunda atau mencegah penyakit, neurodegeneratif, seperti alzheimer. Selain karena efek antioksidan dan antiinflamasinya, kurkumin juga mampu memengaruhi metabolisme amiloid-β yang dapat mengurangi risiko demensia dan memodifikasi perjalanan penyakit alzheimer. Kurkumin bekerja dengan menghambat pembentukan amiloid-β dari protein prekursor amiloid dan agregasi amiloid-β dalam membentuk plak. Selain itu, kurkumin
juga mengurangi hiperfosforilasi protein mikrotubular otak tau, mengikat Cu, menurunkan kolesterol, menurunkan pembentukan dan aktivitas mikroglial, menghambat aktivitas asetilkolinesterase, dan memediasi jaras sinyal insulin. Meskipun studi in vitro yang dilakukan di beberapa negara telah membuktikan manfaat kurkumin dalam manajemen alzheimer, hasil uji klinis kurkumin masih belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Hal ini terjadi karena rendahnya bioavailabilitas oral kurkumin. Untuk itu, dilakukan berbagai pendekatan untuk menemukan metode administrasi paling baik serta pembuatan analog yang dapat memberikan efek neuroprotektif dan dapat mencapai otak dengan mudah. Selain bioavailabilitasnya yang rendah, kendala lain yang ditemukan pada uji klinis kurkumin adalah efikasinya yang rendah. Hal ini kemudian dikaitkan dengan
pendeknya periode administrasi kurkumin. Selain itu, kebanyakan subjek penelitian sudah berada dalam status neuropatologis mayor sehingga pemberian kurkumin dinilai cukup terlambat untuk dapat memberikan efek yang diharapkan, hal ini dikarenakan banyak neuron yang sudah degenerasi. Kurkumin tidak dianjurkan pada pasien dengan riwayat obstruksi duktus biliaris karena kurkumin dapat menstimulasi sekresi cairan empedu. Selain itu, kurkumin juga tidak direkomendasikan pada pasien dengan riwayat batu vesika urinaria, ikterik obstruktif, dan kolik bilier akut. Suplementasi kurkumin 20-40 mg dilaporkan meningkatkan kontraksi vesika urinaria pada orang sehat. lika terput/MA
SEGAR
Teka Teki Silang: Ayo Asah Ingatanmu! MENDATAR 1. Salah satu hormon glukokortikoid 3. Golongan obat dapaglifozin 5. Virus penyebab kanker serviks 6. Vitamin yang dalam keadaan defisiensi menyebabkan neural tube defect 10. Obat diabetes mellitus yang tidak menyebabkan hipoglikemia 13. Proses pembentukan glukosa dari senyawa non-karbohidrat 14. Salah satu obat antitiroid 15. Hormon yang dihasilkan oleh jaringan adiposa MENURUN 2. Salah satu obat untuk hipotiroid 4. Obat yang dapat menyebabkan malformasi gigi dan tulang pada janin 7. Istilah untuk sperma yang memiliki morfologi sperma normal <4% 8. Hormon yang dihasilkan oleh medula kelenjar adrenal 9. Isi pil KB yang dapat menghambat ovulasi 11. Salah satu asam amino esensial 12. Produk sel B pankreas
aisyah/MA
MEDIA
AESCULAPIUS
IPTEK
Ilmiah Populer JULI
NOVEMBER - DESEMBER 2017
Orthokeratologi: Mata Bebas Kacamata Tanpa Operasi
Terlepas dari manfaatnya, kacamata tidak jarang mengganggu penampilan dan aktivitas sehari-hari. Tidak mengherankan jika para pengguna kacamata berlomba menjalani prosedur laser. Namun, kehadiran orthokeratologi memungkinkan mata bebas dari kacamata tanpa operasi.
K
acamata merupakan alat bantu penglihatan bagi penderita kelainan refraksi, termasuk miopia. Miopia atau rabun jauh merupakan kondisi mata tidak dapat melihat objek pada jarak jauh dengan jelas akibat pemanjangan aksial bola mata atau perubahan kurvatur kornea sehingga cahaya jatuh di depan retina. Data beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan drastis prevalensi penderita miopia di seluruh dunia, tidak terkecuali di Asia. Hampir setengah penduduk Asia Timur menderita miopia dan sembilan puluh persennya adalah pelajar. Oleh karena progresi miopia tergolong cepat, terutama pada anak-anak, upaya pengontrolan sangat dibutuhkan untuk menghambat progresinya. Salah satu alternatif terapi yang patut dipertimbangkan adalah orthokeratologi lowi/PPAB MA (Ortho-K). Ortho-K adalah metode koreksi penglihatan yang bersifat reversibel. Pemakaiannya sama seperti lensa kontak, yaitu diletakkan pada permukaan kornea. Akan tetapi, jika lensa kontak digunakan saat seseorang berkegiatan sehari-hari dan dilepas saat tidur, Ortho-K justru sebaliknya. Cara kerja Ortho-K dipengaruhi oleh bentuk lensa. Bentuknya berupa reverse geometry, yaitu kurvatur bagian tengah lebih datar dibandingkan perifer menyebabkan
terjadinya pembentukan ulang kornea melalui pemberian tekanan positif pada bagian tengah kornea dan tekanan negatif pada bagian midperifer. Penekanan ini menyebabkan redistribusi epitel kornea sehingga kornea menjadi datar pada bagian tengah dan tajam di bagian midperifer. Hal ini memungkinkan penderita miopia untuk tidak menggunakan kacamata saat siang hari. Namun, pada penderita miopia yang disertai astigmatisme, penempatan lensa tidak cukup hanya di bagian tengah kornea karena adanya perbedaan kurvatur antara aksis panjang dan pendek. Oleh karena itu, jika klinisi menjumpai kasus seperti ini, sebaiknya ia memberikan toric orthokeratology lens yang memiliki kurvatur asferis lebih dari dua, tetapi struktur lainnya sama seperti Ortho-K untuk penderita miopia saja. Penggunaan Ortho-K jangka panjang terbukti mampu menurunkan progresi miopia secara efektif. Akan tetapi, penggunaan jangka panjang juga meningkatkan risiko keratitis. Mikroorganisme yang paling banyak terlibat dalam kejadian ini adalah Pseudomonas dan Acanthamoeba. Hal ini dikarenakan tekanan yang dihasilkan lensa reverse geometry berpotensi menurunkan transmisi oksigen dan redistribusi epitel kornea yang terjadi menimbulkan gangguan pada epitel. Dampaknya, kornea rentan terhadap infeksi. Infeksi juga bisa disebabkan luka pada
kornea akibat pemakaian lensa Ortho-K yang tidak tepat. Selain rentan terhadap infeksi, pemakaian Ortho-K juga dapat menurunkan stabilitas lapisan air mata karena menyebabkan degradasi komponen lipid air mata dan kerusakan lapisan mukoprotein. Efek samping ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kualitas lensa, desain, dan bentuk kornea. Walaupun demikian, produksi air mata tidak mengalami gangguan. Ketidakteraturan permukaan kornea menjadi salah satu efek samping yang patut dipertimbangkan. Pemilihan dan pemakaian lensa Ortho-K secara tepat harus dilakukan untuk meminimalisasi efek samping. Klinisi juga harus mengajarkan prosedur pembersihan lensa sehabis pakai. Pasien yang menggunakan lensa orthokeratologi juga dianjurkan melakukan pemeriksaan mata secara rutin sehingga gangguan mata yang terjadi dapat dideteksi sedini mungkin. Pemeriksaan corneal surface regularity index (SRI) dan tear breakup time (TBUT) merupakan pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menilai efek pemakaian Ortho-K. Terlepas dari berbagai efek sampingnya, Ortho-K mampu menghambat progresi miopia, menurunkan risiko pelepasan retina dan cairan vitrous, glaukoma, serta degenerasi makula. Pencegahan berbagai kelainan mata ini diharapkan mampu menurunkan risiko kebutaan. Dengan penglihatan yang sehat, kualitas hidup masyarakat meningkat pula. isabella
ADVERTORIAL
EZSCAN: Skrining Diabetes dengan Kelenjar Keringat
I
Kemajuan teknologi kini telah melahirkan EZSCAN yang memungkinkan skrining diabetes menggunakan cara yang jauh lebih praktis.
ndonesia merupakan negara dengan penyakit diabetes tertinggi ketujuh di dunia menurut Atlas International Diabetes Federation (IDF) 2015. Prevalensi ini juga cenderung meningkat dari tahun ke tahun, yaitu dari 5,7% di tahun 2007 menjadi 6,9% di tahun 2013. Bahkan, Indonesia menempati peringkat kedua dunia untuk persentase kematian akibat diabetes. Identifikasi dini pasien DM tipe 2 diharapkan dapat mencegah terjadinya komplikasi yang berbahaya. Tentunya, skrining ke seluruh penduduk Indonesia masih mustahil untuk dilakukan. ilham/PPAB MA Saat ini, alat skrining yang digunakan adalah pengukuran glukosa darah dan HbA1C. Sayangnya, pemeriksaan tersebut memerlukan pengambilan darah yang invasif dan puasa sebelum pengambilannya. Kerugian-kerugian tersebut dapat diatasi dengan alat bernama EZSCAN yang memanfaatkan patofisiologi diabetes sebagai alat skrining. Sejak awal perjalanan penyakit, neuropati diabetik merupakan komplikasi yang mulai muncul. Kerusakan saraf yang menginervasi kelenjar keringat akan menyebabkan penurunan fungsi kelenjar. Penurunan fungsi tersebut dapat diukur dengan oleh EZSCAN. Alat ini bersifat noninvasif dan memiliki kemampuan menilai fungsi kelenjar keringat sehingga dapat digunakan untuk skrining DM tipe 2. Bagaimana EZSCAN bekerja? Di kulit, serat saraf otonom kecil menginervasi
kelenjar keringat ekrin. Kelenjar ini akan menunjukkan respons abnormal pada individu dengan kontrol glikemik yang buruk jika dirangsang secara elektrik. Beberapa elektroda ditempelkan pada area yang mengandung banyak kelenjar keringat, seperti dahi, sisi palmar tangan, dan sisi plantar kaki. Kemudian, arus DC â&#x2030;¤4V dialirkan dan EZSCAN mengukur konduktansi elektrokimia kulit berdasarkan reaksi elektrokimia klorida pada keringat dengan elektroda nikel. Prinsipnya, ion klorida pada keringat akan diekstraksi dan menghasilkan arus. Arus yang terukur sebanding dengan konsentrasi klorida yang bereaksi dengan elektroda nikel. Konduktansi yang terukur kemudian diramu oleh suatu algoritme bersama data lain untuk menghasilkan skor EZSCAN. Data lain tersebut, yakni jenis kelamin, umur, indeks massa tubuh, dan tekanan darah sistolik. Skor EZSCAN berkisar antara 0-100 persen, di mana semakin besar nilainya, berarti disfungsi kelenjar semakin tinggi. Skor inilah yang kemudian dapat diinterpretasikan untuk skrining. Nilai ambang yang disarankan adalah lima puluh persen, walaupun beberapa penelitian menunjukkan perlunya penyesuaian angka ini untuk setiap populasi. Selain skrining, studi awal
juga menunjukkan bahwa nilai ini dapat menunjukkan progresi penyakit. Sensitivitas EZSCAN sebagai alat skrining DM tipe 2 masih dapat diterima, yakni 72%, dan spesifisitas sebesar 56%. Jika dibandingkan dengan metode lain, EZSCAN cukup baik sebagai alat skrining DM tipe 2 karena sensitivitas EZSCAN lebih tinggi dibandingkan HbA1c dengan ambang 6,1% (63,2%) dan gula darah puasa dengan ambang 126 mg/dL (55,7%), meskipun spesifisitasnya terbilang lebih rendah jika dibandingkan alat skrining lain (masingmasing 97,4% dan 100%). Selain itu, jika dibandingkan dengan pemeriksaan gula darah sewaktu dengan glukometer, EZSCAN memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik. Namun, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan hal ini. Selain sensitivitas dan spesifisitasnya yang cukup baik, EZSCAN memiliki beberapa keunggulan, seperti hasil yang dapat diperoleh dalam waktu singkat (hanya sekitar tiga menit) tidak invasif, tidak memerlukan tenaga ahli untuk mengerjakan pemeriksaannya, serta belum ada laporan terkait masalah keamanan dalam penggunaannya. Jika ditinjau dari segi biaya, penggunaan berulang EZSCAN dalam jangka waktu tertentu tentu saja akan mengompensasi biaya awal yang dikeluarkan. Melalui penelitian lebih lanjut, ke depannya EZSCAN diharapakan dapat menjadi alat skrining DM tipe 2 yang akan kita temui sehari-hari. Kita tunggu saja! abdillah
7
JOURNAL READING
Asetaminofen Pranatal dan Risiko Attention-Deficit/ Hyperactivity Disorder
A
setaminofen adalah obat pilihan bagi wanita hamil yang mengalami demam atau rasa nyeri. Namun, salah satu bahaya yang ditimbulkan adalah asetaminofen dapat menembus barier plasenta. Beberapa studi terdahulu menyatakan penggunaan asetaminofen pada masa pranatal terbukti dapat menyebabkan beberapa gangguan perkembangan sistem saraf pada anak, salah satunya adalah Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD). Sebuah studi kohort prospektif oleh Ystorm E, et al (2017) menggunakan data populasi kelahiran di Norwegia untuk menganalisis hubungan antara penggunaan asetaminofen saat kehamilan dengan ADHD pada bayi yang lahir. Berbeda dengan studi terdahulu, studi ini dapat menyesuaikan indikasi penggunaan asetaminofen dan gejala ADHD pada orangtua serta mengestimasi efek ADHD dari penggunaan asetaminofen prakonsepsi oleh ayah pada bayi yang lahir. Berdasarkan data dari Norwegian Mother and Child Cohort Study (MoBa), sebanyak 112.973 anak dan orangtua menjadi subjek pada studi ini, termasuk 2.246 anak yang telah didiagnosis ADHD. Baik ayah maupun ibu diwajibkan untuk mengisi kuesioner self-report pada usia kehamilan delapan belas minggu. Selain itu diwajibkan juga pada usia kehamilan lanjut dan setelah kelahiran. Informasi mengenai diagnosis ADHD pada anak didapatkan dari Norwegian Patient Registry (NPR). Data diolah dengan menghitung hazard ratio (HR) untuk ADHD dengan menggunakan model Cox proportional hazard. Hasilnya menunjukkan bahwa bayi yang terpapar asetaminofen pada masa pranatal selama 1, 2, dan 3 trimester memiliki peningkatan risiko terkena ADHD masingmasing 17%, 39%, dan 46%. Penggunaan asetaminofen oleh ibu sebelum kehamilan, yang digunakan sebagai kontrol negatif, menunjukkan bahwa tidak ada efek ADHD pada bayi. Pada ibu yang mengonsumsi asetaminofen saat kehamilan lebih dari tujuh hari, terjadi peningkatan risiko bayi ADHD seiring bertambahnya waktu paparan. Sama halnya dengan ayah yang menggunakan asetaminofen dalam enam bulan prakonsepsi, terdapat peningkatan risiko bayi terkena ADHD yang berbanding lurus dengan lama penggunaan asetaminofen. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan asetaminofen oleh ibu selama masa kehamilan dalam jangka panjang memiliki hubungan dengan ADHD pada bayi. Hal ini berlaku bahkan setelah disesuaikan dengan faktor perancu, yaitu indikasi penggunaan asetaminofen dengan gejala ADHD pada orangtua. Peningkatan risiko ADHD pada bayi terlihat pada ibu yang mengonsumsi asetaminofen pada masa kehamilan dan pada ayah yang mengonsumsi asetaminofen saat prakonsepsi. Untuk benar-benar memastikan hubungan kausal tersebut, pengaruh asetaminofen dalam menyebabkan ADHD perlu diteliti lebih lanjut. nadhira Referensi: Ystrom E, Gustavson K, Brandlistuen RE, Knudsen GP, Magnus P, Susser E, et al. Prenatal exposure to acetaminophen and risk of ADHD. Pediatrics. 2017 Oct 30;140(5):e20163840. Available from: http:// pediatrics.aappublications.org/content/ early/2017/10/26/peds.2016-3840
8
O
JULIPINI
NOVEMBER - DESEMBER 2017
& HUMANIORA
MEDIA
AESCULAPIUS
SUARA MAHASISWA
Potret Pengabdian Dokter di Indonesia
B
Mulai dari tertidur hingga meninggal setelah jaga, seberapa beratkah beban kerja dokter di Indonesia?
eberapa bulan lalu, masalah beban kerja dokter kerap menjadi sorotan. Kejadian Gubernur Jambi, Zumi Zola, yang menegur keras perawat dan dokter yang tertidur saat jaga malam di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden Mahatter sempat menjadi polemik panas di awal pembuka tahun. Beberapa pekan lalu, media sosial kembali menuai keributan setelah beredar kabar meninggalnya seorang dokter spesialis anastesi yang kelelahan pascajaga malam berturut-turut. Dua kejadian tersebut merupakan potret dari beban kerja dokter di Indonesia. Hal tersebut mengingatkan masyarakat mengenai masalah beban kerja dokter yang terjadi di Indonesia. Permasalahan ini tidak dapat dianggap sepele. Selain berhubungan dengan kesejahteraan dokter, masalah ini juga berkaitan erat dengan pelayanan kesehatan. Tenaga kerja yang tidak optimal akan menghasilkan pelayanan kurang maksimal. Pelayanan yang tidak optimal dapat meningkatkan resiko ancaman terhadap keselamatan pasien. Sampai saat ini, Indonesia belum memiliki peraturan yang memuat jam kerja dokter secara spesifik. Aturan mengenai hal tersebut masih diatur oleh pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam pasal tersebut, tertulis bahwa waktu kerja maksimum setiap tenaga kerja adalah tujuh jam sehari untuk enam hari kerja atau delapan jam sehari untuk lima hari kerja. Realitanya, dokter seringkali berkerja melebihi aturan jam kerja tersebut. Tidak
KOLUM
D
sedikit dokter yang sudah bekerja di rumah sakit juga melakukan praktik kerja di klinik demi mencukupi kehidupan seharihari. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 512/ MENKES/PER/IV/2007, seorang dokter dapat memiliki Surat Izin Praktik (SIP) di tiga tempat yang berbeda. Hal tersebut tentu saja akan menambah beban dan jam kerja dokter. Pasalnya, seorang dokter yang wajib kerja di rumah sakit masih bisa bekerja di dua tempat yang lain dalam satu hari. Tidak mengherankan jika hal tersebut menyebabkan dokter bekerja secara berlebihan. Masalah beban kerja dokter tidak terlepas dari kurangnya tenaga dokter di Indonesia. Berdasarkan perhitungan Konsil Kedokteran Indonesia tahun 2016, satu dokter menangani 2.270 penduduk. Angka tersebut memang lebih tinggi daripada rasio ideal yang ditetapkan oleh World Health Organization, yaitu 1:2.500. Akan tetapi, jumlah tersebut terhitung lebih sedikit jika dibandingkan dengan negara yang lebih maju. Di Amerika, misalnya, seorang dokter bertanggung jawab atas 390 pasien. Namun, rata-rata dokter di Amerika masih bekerja melebihi empat puluh jam dalam kurun waktu seminggu. Lantas, bagaimana dengan Indonesia yang setiap dokter harus menangani 2.270 penduduk? Selain itu, penyebaran tenaga dokter yang tidak merata juga menjadi salah satu faktor jam kerja dokter berlebihan. Kebanyakan dokter di Indonesia lebih memilih untuk bekerja di perkotaan. Tidak
heran, ada beberapa daerah yang mengalami kelebihan dokter, sedangkan beberapa daerah lainnya seringkali tidak memiliki sumber daya dokter yang cukup. Akibatnya, beban dokter yang berada di daerah tersebut menjadi semakin berat dan jam kerjanya semakin lama. Jam kerja dokter memegang pengaruh yang cukup besar terhadap kinerja dokter. Jam kerja dan waktu jaga malam yang panjang dapat menyebabkan dokter menjadi kelelahan dan tidak fokus. Selain itu, kebiasaan jaga malam membuat dokter mengalami gangguan tidur. Kondisi tersebut membuat performa dokter menjadi tidak maksimal dan dokter menjadi rentan terhadap penyakit dan juga stres. Tidak hanya itu, berdasarkan studi penelitian, resiko terjadinya kesalahan penanganan medis, kesalahan diagnosis, dan kecelakaan saat kerja juga meningkat seiring lamanya dokter bekerja. Kondisi dokter yang tidak baik menyebabkan dokter dapat membuat kesalahan dalam melakukan tindakan. Hal ini tentu dapat menurunkan kualitas pelayanan. Padahal, kualitas pelayanan dokter sangatlah penting karena berkaitan erat dengan keselamatan pasien. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat segera menindaklanjuti masalah tersebut. Masalah jam kerja dokter
Afiyatul Mardiyah Mahasiswa FKUI Tingkat II tidak hanya memengaruhi kesejahteraan dokter, tetapi juga pelayanan kesehatan di Indonesia. Jam kerja profesi dokter tidak bisa disamakan dengan profesi lainnya sehingga diperlukan aturan khusus mengenai hal tersebut. Masalah kurangnya tenaga dokter dan penyebaran dokter yang tidak merata di Indonesia juga perlu diselesaikan agar beban dokter di suatu daerah tidak berlebihan.
kris
tian
/MA
Dia atau Aku
Sejak lahir, aku dan dia selalu bersama. Kami, takkan terpisahkan.
ia adalah temanku sejak kecil. Entah sejak kapan, kami sudah bersama. Kami selalu berbagi semua hal bersama, mulai dari makanan, sekolah, hingga pakaian. Ya, sedekat itu hubungan Aku dan Dia. Dari berbagai aspek, kami begitu mirip sehingga orang bilang kami separuh jiwa masing-masing. Oh ya, aku teringat saat kami tengah bermain di padang ilalang dekat rumah waktu sekolah dasar. Sejak saat itu, aku tahu ada satu hal yang berbeda di antara kami. Dia sangat suka memandang langit. Katanya, langit membuat Dia bisa bermimpi. Aku.. tidak suka bermimpi. Bagiku, langit terlalu menyilaukan. Terduduk di hamparan ilalang dan dibelai angin, bukankah lebih menyenangkan? Terlepas dari itu, kami menghargai pilihan masingmasing dan menjalani hari-hari yang menyenangkan bersama. Namun, menginjak usia sepuluh tahun, Dia mulai meninggalkanku. *** Aku adalah seorang pemimpi. Ibu bilang, aku adalah anak yang imajinatif. Sejak kecil, aku bercita-cita menjadi seperti Thomas Alfa Eddison. Menciptakan hal-hal baru yang tidak terpikirkan sebelumnya tentunya berasal dari mimpi dan imajinasi bukan?
Akan tetapi, entah kenapa orang-orang tidak pernah mengerti apa yang Aku sampaikan. Sulit bagiku untuk bercerita, bahkan kepada Ibu dan Ayah. Beruntungnya, Aku memiliki Dia. Tanpa ku sadari, Dia selalu ada di sisiku. Dia selalu mau mendengarkan mimpi dan keluh kesahku. Hari Sabtu lalu adalah hari ulang tahunku yang ke-10. Pesta ulang tahunku berlangsung meriah. Teman-teman sekelas datang membawa hadiah. Anehnya, saat itu Dia tidak datang ke pesta ulang tahunku. Selang beberapa lama, sekolah kami menggelar upacara kelulusan. Berbeda dengan yang lainnya, Aku melanjutkan pendidikan dengan homeschooling. Senin sampai Kamis, guru bergantian datang ke rumah mengajariku,
hansel/MA
sedangkan Jumat adalah hari dimana Aku dan Ibu pergi ke tempat paman berhati baik di tempat Ibu bekerja. Saat pertama bertemu Paman aku sempat merasa takut tetapi kemudian aku terbiasa berbincang dengan paman. Entah kenapa, rasanya begitu menyenangkan. Paman memanggilku Jejer, sebuah plesetan dari namaku Jerry. Paman selalu memberi oleh-oleh sebungkus permen kapsul manis buatan Paman sendiri. Setiap habis makan, Ibu mengizinkanku untuk memakan sebutir permen dari Paman. Hampir satu tahun sudah aku rutin mengunjungi Paman. Sejak saat itu, Aku semakin jarang melihat Dia. Menurut Ibu, Dia sudah pindah ke luar kota. Tibatiba aku teringat, aku belum pernah tau Dia tinggal dimana. Anehnya, Mbak Lina mengaku belum pernah bertemu Dia. Ah, tidak mungkin kan? Mbak Lina sudah bersama kami bahkan sejak sebelum Ayah dan Ibu bercerai empat tahun lalu dan selama empat tahun ini Dia dan Aku sering sekali bermain bersama di kamarku. *** Sudah lama aku tidak pernah masuk ke kamar Ibu. Dulu, kepalaku selalu dipenuhi bising dan rasa sakit setiap kali mencoba masuk kamar Ibu. Kini, bising dan sakit itu telah hilang. Aku lihat telepon genggam Ibu tergeletak di meja rias dengan galeri video
Fadlika Harinda Mahasiswa Tingkat III FKUI sedang terbuka di layar. Sejenak Aku iseng mengintip apa isinya, selagi Ibu sedang di kamar mandi. Ah! Ini ada video saat Aku dan Dia di padang ilalang. Di video itu aku tengah menengadah, memandang langit biru yang begitu cerah di tengah padang ilalang. Angin berhembus kencang. Di tengah deru angin, aku mendengar Ibu memanggilku untuk segera kembali pulang. “Jerry, sedang apa duduk sendiri di sana? Ayo pulang,” kata Ibu dengan senyum manis yang membuatku berlari memeluknya saat itu. Cermin dihadapanku menampakkan deras sungai mengaliri wajahku. Kini aku sudah mengerti. Dia, diriku yang lainnya, kami hidup dalam tubuh yang sama. Lantas, jiwa ini milik siapa? Ibu berkata, “Jiwa bukan milik Dia atau Kamu. Baik Dia dan Kamu, keduanya itu Kamu. Jiwamu, Jerry.”. Mata hati yang kelabu untuk empat tahun lamanya kini kembali murni. Sedari dulu, yang selalu ada untukku, memahami, dan mendengarkanku bukan Dia, tapi Ibu.
MEDIA
AESCULAPIUS
JULI OPINI & HUMANIORA
NOVEMBER - DESEMBER 2017
9
SUKA DUKA
Dr. Affan Priyambodo, Sp.BS: Menyeimbangkan Semangat Idealisme dengan Refleksi Diri Berbekal semangat dan idealisme, ia meniti jalannya hingga sampai ke titik ini dan terus merentangkan sayapnya untuk mengejar masa depan.
M
Nama Lengkap dr. Affan Priyambodo Permana, Sp.BS Pendidikan • 2006: Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia • 2014: Spesialis Bedah Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jabatan • Konsultan Bedah Saraf RSCM • Staf Departemen Bedah Saraf FKUIRSCM • Supervisor Medik Departemen Gawat Darurat RSCM • Staf Kemahasiswaan FKUI Publikasi Terbaru • 2013: Neurosurgery Emergency Cases in Cipto Mangunkusumo Hospital: Review of Integrated Neuroemergency Team at a glance (Indonesian Neurosurgical Congress)
enjadi dokter bukanlah pilihan utama Affan ketika ia lulus SMA. Sama seperti teman-temannya, Affan tertarik untuk mengambil jurusan teknik. Namun, dorongan orang tua, terutama ibunya yang adalah seorang perawat, membuatnya melabuhkan pilihan pada sekolah kedokteran. “Saya sempat mengalami gangguan adaptasi karena dunia kedokteran yang serba teratur, tidak sesuai dengan jiwa pemberontak dalam diri saya,” tutur pria kelahiran Tembagapura, 7 Januari 1981 ini. Walaupun demikian, hal tersebut tidak menghalanginya untuk aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan. Berkat keaktifannya itu, mantan ketua Senat Mahasiswa ini akhirnya dapat beradaptasi dengan dunia kedokteran. Setelah menyelesaikan pendidikan kedokteran, Affan berkesempatan untuk mengikuti PTT di Teluk Bintuni, Papua. Semangatnya untuk mengabdi dan meningkatkan kesehatan masyarakat di tanah kelahirannya pun berkobar. Akan tetapi, semangatnya itu berbenturan dengan kenyataan pahit bahwa pencanangan program kesehatan saja tidak cukup untuk memperbaiki kehidupan masyarakat, sebab politik dan ekonomi juga turut berpengaruh di dalamnya. Meskipun demikian, Affan tetap berusaha dengan segenap hatinya. Keinginannya untuk mencari tantangan mendorong Affan untuk mendaftar program spesialis bedah saraf di FKUI selesai menjalani PTT. Ia mengaku, kehidupan
sebagai seorang residen bedah saraf sempat membuatnya sulit meluangkan waktu bagi keluarganya. “Oleh karena itu, penting bagi anggota keluarga untuk mengetahui dan mendukung segala keputusan yang kita ambil,” jelas Affan. Pahit manisnya kehidupannya sebagai seorang dokter bedah saraf membuat Affan tidak pernah berhenti untuk merefleksikan diri. “Di balik heningnya ruang operasi, sebenarnya saya tidak pernah berhenti merefleksikan diri. Apakah prosedur yang saya lakukan tepat, sudah cukupkah ilmu saya, apakah ini pilihan terbaik bagi pasien, merupakan pertanyaan-pertanyaan yang sering saya tanyakan kepada diri saya sendiri selama operasi,” tutur Affan. Tidak semua pertanyaan ini bisa ia temukan jawabannya. Namun, ia percaya ada campur tangan Tuhan di baliknya. Affan menyadari bahwa menjadi seorang ahli bedah tidak hanya cukup memiliki pengetahuan dan keterampilan tangan yang baik, tetapi juga harus memiliki keteguhan hati. Bedah saraf bukan hanya berbicara soal keyakinan diri, tetapi juga berbicara mengenai keseimbangan antara keraguan dan pilihan untuk terus maju. Dalam menjalani sebuah prosedur yang memiliki risiko tinggi, kegagalan operasi bedah saraf tentu tidak dapat dihindari. Menyikapi hal ini, Affan memilih untuk belajar dari kesalahannya dan tidak larut dalam kesedihan. Semangat untuk terus berkarya tidak pernah padam dalam diri Affan. Di tengah
kesibukannya sebagai dokter bedah, ia menyempatkan diri untuk terlibat dalam upaya pengembangan pelayanan Unit Gawat Darurat RSCM dan Departemen Anatomi FKUI. Bekerja sama dengan departemen lain di RSCM, Affan berusaha membuat pelayanan stroke terpadu. Ia menyadari pentingnya peran ilmu anatomi dalam bedah yang mendasari keputusannya untuk membangun kerja sama dengan Departemen Anatomi FKUI. Ia berharap kerjasama ini dapat membantu meningkatkan kompetensi mahasiswa. Selain aktif di kegiatan klinik, Affan juga aktif dalam memantau kegiatan kemahasiswaan di FKUI. Baginya, melihat jiwa-jiwa muda dengan segala idealisme dan semangat yang dimilikinya merupakan kebanggaan tersendiri. “Orang muda dengan semangat idealismenya dan orang tua dengan kebijaksanaannya. Oleh karena itu, saya mengharapkan antara orang muda dan orang tua terjalin komunikasi yang baik,” ungkap Affan. Affan berpesan kepada generasi muda agar terus menjaga semangat idealisme mereka. Perwujudan semangat mereka bisa dilakukan dalam berbagai bentuk dan semua bentuk tersebut sama baiknya. Ia berharap di tengah arus globalisasi ini, mahasiswa kedokteran bisa tetap sadar dan bangga bahwa dirinya adalah warga negara Indonesia. isabella
RESENSI
One Flew Over The Cuckoo’s Nest: Ketika Rumah Sakit Jiwa Lebih Mengerikan Dari Penjara
O
ne Flew Over The Cuckoo’s Nest merupakan film keluaran tahun 1975 yang diangkat dari sebuah novel berjudul sama. Film ini mengisahkan kehidupan pasien dan profesional kesehatan di dalam sebuah rumah sakit jiwa di Amerika. Aktor kawakan Jack Nicholson berperan sebagai karakter utama Randall
‘Mac’ McMurphy, seorang pria yang dianggap “berbahaya” tetapi tidak gila. Film yang dikemas dengan apik ini tidak hanya mampu menghibur para penontonnya, tetapi juga mampu menggugah hati dan pikiran penonton tentang keadaan pasien dengan gangguan jiwa pada masa itu. Tak heran, para kritikus film di Rotten Tomatoes memberikan nilai tinggi untuk film ini, yaitu sebesar 95%. Film ini bercerita tentang seorang pria bernama Mac yang pindah dari penjara ke sebuah rumah sakit jiwa. Dengan latar tahun 1963, film ini menggambarkan kondisi rumah sakit jiwa pada masanya. Inti cerita dari film ini adalah tentang Mac dan Suster Ratched, perawat di rumah sakit jiwa tersebut yang awalnya nampak baik tetapi ternyata memperlakukan pasiennya dengan kejam. Kehadiran Mac yang selalu membuat onar dan melawan Suster Ratched lantas membawa beberapa perubahan pada pasien yang tinggal di sana. Banyak adegan cukup mengerikan yang ditampilkan dalam film ini. Salah satunya adalah adegan di mana Mac harus menjalani terapi elektrokonvulsif karena perilaku buruknya. Perlakuan tidak etis yang dilakukan oleh para penyedia kesehatan terhadap pasien, serta adegan yang menunjukkan adegan bunuh diri salah satu tokoh dengan kondisi bersimbah darah
cukup menggelisahkan untuk disaksikan. Namun, di sanalah letak menariknya. Dipadukan dengan sandiwara menarik dari para pelakon, One Flew Over The Cuckoo’s Nest mampu memberikan pesan moral yang mengena di hati penonton, yakni tidak semua hal yang dianggap baik oleh para profesional kesehatan juga dianggap baik oleh pasien. Apa yang dilakukan para profesional kesehatan dalam film ini, baik dokter maupun perawat, mungkin memang ditujukan untuk kebaikan pasien. Namun, nyatanya mereka hanya melihat dan memperlakukan para pasien sebagai sebuah objek. Mereka lupa bahwa para pasien dengan gangguan jiwa ini masih memiliki perasaan, sama seperti orang normal lainnya. Film ini memang terbilang cukup “berat” dengan segala pesan moral yang disampaikannya. Akan tetapi, tak seperti film-film sejenisnya yang membosankan dengan jalan cerita yang rumit dan dialog yang terlalu banyak, One Flew Over the Cuckoo’s Nest dapat membuat kita betah menonton film yang berdurasi 2 jam 14 menit ini. Jalan ceritanya juga mudah dimengerti dan tidak terlalu banyak percakapan yang membuat mengantuk. Benar-benar satu film yang wajib ditonton, terutama bagi kita yang berkecimpung di dunia kesehatan. nadhira
JASA PEMBUATAN SYMPOSIUM HIGHLIGHT Media Aesculapius menyediakan jasa pembuatan Symposium Highlight. Symposium highlight adalah peliputan sebuah seminar atau simposium, yang kemudian hasilnya akan dicetak dalam sebuah buletin, untuk dibagikan pada peserta seminar. Simposium yang telah kami kerjakan antara lain PIT POGI 2010, ASMIHA 2011, ASMIHA 2016, ASMIHA 2017, JiFESS 2016, JiFESS 2017, dan lain-lain. Hubungi Hotline MA: 082-229-229-362 (SMS/Whatsapp)
10
JULI
NOVEMBER - DESEMBER 2017
Liputan
MEDIA
AESCULAPIUS
RUBRIK DAERAH
Lika Liku Perjuangan Meraih Gelar Dokter, Susah atau Mudah?
K
etika masih duduk di bangku sekolah dasar, guru kerapkali melontarkan pertanyaan seputar cita-cita ingin jadi apa bila besar nanti pada para muridnya. Tak jarang, banyak yang menjawab dengan lantang ingin menjadi dokter. Profesi dokter memang dipandang sebagai profesi yang menjanjikan. Banyak yang berpendapat bahwa keuntungan menjadi dokter ibarat sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui, di mana pekerjaan pasti terjamin, pendapatannya pun pasti mencukupi. Namun, dibalik itu semua, proses menjadi dokter tidaklah mudah. Salah satu penyebabnya adalah masa pendidikan yang lebih lama dibanding profesi lain. Tahap pertama dalam pendidikan dokter adalah program sarjana kedokteran yang membutuhkan waktu 3,5-4 tahun. Pada tahap ini, sistem yang digunakan adalah sistem blok atau sistem modul, bukan sistem kredit semester, seperti kuliah pada umumnya. Contohnya, dalam satu modul membahas sistem pernafasan, di dalamnya akan dipelajari struktur, fungsi dasar, penyakit, dan obat-obatan untuk sistem pernafasan. Setiap semester dapat dibagi menjadi beberapa modul yang akan berlangsung
selama 6-7 minggu, yang sudah termasuk ujian teori dan ujian praktikum. Selain itu, masih ada teori keterampilan klinik dasar (KKD). Pada modul KKD ini, mahasiswa berlatih keterampilan menangani pasien, termasuk melakukan berbagai pemeriksaan terhadap pasien, menafsirkan hasil pemeriksaaan menjadi diagnosis, dan memberikan tindakan kepada pasien. Setelah itu, di akhir modul KKD akan ada OSCE (Objective Structured Clinical Examination), di mana mahasiswa harus berhadapan dengan “pasien”, berupa manekin atau seseorang yang berpura-pura menjadi pasien dan juga dokter yang mengawasi di ruangan yang sama. Hal lain yang menjadi perbedaan kuliah kedokteran dengan jurusan lain adalah penggunaan metode Problem Based Learning (PBL), di mana mahasiswa akan dibagi menjadi kelompok kecil berisi 10-15 orang untuk mendiskusikan suatu kasus yang biasanya berkaitan dengan blok yang sedang dipelajari pada saat itu. Di beberapa universitas, ada ujian lisan yang dinamakan Student Oral Case Analysis (SOCA). Pada ujian SOCA ini, setiap mahasiswa akan diuji tingkat pemahaman mahasiswa dengan
diberikan suatu kasus yang harus dijelaskan secara lisan. Setelah menyelesaikan program sarjana kedokteran, mahasiswa akan meraih gelar sarjana kedokteran (S.Ked). Kemudian, mahasiswa akan melanjutkan tahapan berikutnya, yakni program profesi dokter. Sarjana kedokteran yang mengikuti program ini disebut dengan dokter muda atau lebih populer dengan panggilan coass (co-assistant). Program ini biasanya berlangsung selama dua tahun di rumah sakit, puskesmas, atau pun tempat pelayanan kesehatan lainnya, di mana para dokter muda bisa terjun langsung menangani pasien sungguhan. Tahap terakhir yang harus dilalui adalah Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD). UKMPPD ini merupakan ujian nasional yang harus dilalui oleh seluruh calon lulusan dokter, berupa ujian tulis dan OSCE. Apabila lulus dari ujian ini, mahasiswa baru dapat meraih gelar dokter melalui ikrar sumpah dokter yang mirip seperti “wisuda kedua”. Akan tetapi, untuk dapat melaksanakan praktik kedokteran sendiri, seorang dokter harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dari Konsil Kedokteran Indonesia dan Surat Izin Praktik
Fatin Camilla Azhary Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (SIP) dari Ikatan Dokter Indonesia. SIP bisa didapatkan setelah memiliki STR, tetapi untuk mendapatkan STR, lulusan dokter baru harus melalui program internship terlebih dahulu selama satu tahun. Dengan demikian, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk bisa menjadi dokter dan melakukan praktik, yaitu sekitar 6,5-7 tahun. Waktu tersebut terbagi atas 3,5-4 tahun program sarjana kedokteran 3,5-4 tahun, 2 tahun program profesi dokter, ditambah 1 tahun program internship. Waktu tersebut tentu tidaklah sebentar. Oleh karena itu, kesiapan mental, fisik, maupun finansial yang baik juga diperlukan dalam meniti perjalanan panjang ini sehingga bisa terasa lebih mudah dan menyenangkan.
SEPUTAR KITA
Resusitasi Cairan: Lebih dari Sekadar Mengejar Volume Peningkatan volume plasma yang diinginkan tak akan pernah tercapai tanpa penggunaan jenis cairan yang tepat.
“
Kalau ada pasien datang dengan syok hemoragik, dari awal kita tetap harus mulai dengan penilaian airway, setelah itu baru kita nilai sirkulasinya, yang pada tahap ini barulah kita berpikir untuk resusitasi cairan serta memilih cairan yang akan digunakan,” tutur dr. Dita Aditianingsih, Sp.An-KIC yang membuka sesi Resusitasi Cairan pada simposium Emergency in Daily Clinical Practice (EIDCP) 2017. Simposium ini merupakan rangkaian acara yang diselenggarakan oleh Pelantikan Lulusan Dokter (PLD) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tanggal 4-5 November 2017 di Hotel Aryaduta, Jakarta. Sebelum memilih cairan yang akan digunakan untuk resusitasi, penting untuk mengetahui kontrol fisiologis tubuh terhadap cairan. Lapisan glikokaliks yang ada di endotel pembuluh darah merupakan lapisan proteoglikan yang menjadi barier. Dalam keadaan intak, semua cairan yang diberikan pada pasien, secara fisiologis, akan tetap berada di intravaskuler dan hanya sedikit yang berpindah ke interstisial atau ke intrasel. Dengan demikian, rusaknya lapisan glikokaliks akan menghilangkan barrier yang dapat menahan cairan agar tidak bocor ke jaringan interstisial. Melihat pada pasien trauma, proses trauma itu sendiri akan menimbulkan reaksi inflamasi yang akan merusak lapisan
glikokalis endotel. Apabila pasien diberikan cairan yang tidak terkontrol jenis dan jumlahnya, jumlah cairan yang berpindah ke interstisial akan melebihi cairan di vaskular. Akibatnya, tekanan darah pasien tetap rendah sementara badan pasien menjadi edema. Cairan yang komponen dasarnya adalah air atau gula akan mengisi seluruh bagian tubuh, mulai dari intravaskuler, interstisial, hinggal intrasel. Begitu pula dengan yang komponen dasarnya berupa saline atau ringer laktat (kristaloid isotonik), cairan ini awalnya akan mengisi intravaskuler lalu dalam 15-30 menit akan berpindah ke interstisial. Cairan yang berbasis koloid atau darah akan tetap tinggal di intravaskuler. Kristaloid selalu menjadi lini pertama pada guideline, sebab harganya murah dan efek sampingnya paling sedikit. Kristaloid normal saline merupakan cairan yang sangat hipertonik. Pemberian yang terlalu berlebihan pada pasien dapat mengakibatkan asidosis metabolik dan koagulopati dilusional yang hanya akan memperburuk kondisi pasien, terutama apabila pasien mengalami trauma. Oleh karena itu, evaluasi menjadi hal yang krusial untuk dilakukan. Jika dengan kristaloid, Mean Arterial Pressure (MAP) pasien tidak kunjung naik dan pasien sudah menunjukkan tanda-tanda edema, pemberian kristaloid harus dihentikan dan
erin/MA
segera beralih ke koloid. “Satu-satunya koloid yang direkomendasikan adalah albumin 5% karena memiliki kemiripan dengan fisiologis plasma,” jelas ahli anestesiologi ini. Hal yang penting untuk diingat adalah jika pasien memang syok karena perdarahan, transfusi harus dilakukan. Pemberian cairan kristaloid atau koloid hanya dilakukan di awal. Dita menekankan bahwa pemberian transfusi tidak boleh hanya berfokus pada pemberian PRC saja, tetapi harus diimbangi
dengan pemberian komponen-komponen darah, seperti faktor koagulasi. Salah satu alat yang saat ini sering digunakan untuk memonitor resusitasi cairan adalah USG IVC yang digunakan untuk melihat kolaps atau tidaknya IVC pada saat inspirasi dan ekspirasi. “Resusitasi cairan adalah lini pertama yang harus dikerjakan, tetapi pemilihan cairan yang diberikan juga harus tepat,” tutur Dita sekaligus menutup sesinya. erin
MEDIA
AESCULAPIUS
Liputan
JULI
NOVEMBER - DESEMBER 2017
11
SEPUTAR KITA
Siap menjadi Sehat dan Bahagia di Masa Tua! Masa tua perlu disiapkan. Sudah siap?
I
ndonesia tergolong ke dalam negara berstruktur tua, dengan proporsi lansia (lanjut usia) sebesar delapan persen (22 juta jiwa). Hal ini tentunya merupakan suatu tantangan bagi tenaga kesehatan, sebab lansia memerlukan pelayanan yang komprehensif dalam menghadapi masalah-masalah kesehatannya. Terlebih lagi, populasi lansia diperkirakan akan naik menjadi dua belas persen pada tahun 2030. Minggu, 5 November 2017, di Auditorium Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia, Islamic Medical Science Festival-Jakarta Islamic Medical Update (IMSF-JIMU 2017) hadir untuk memberikan pencerahan mengenai geriatri. Tema yang kali ini dibawakan oleh FSI FKUI bersama FULDFK (Forum Ukhuwah Lembaga Dakwah Fakultas Kedokteran Indonesia) dan PROKAMI (Perhimpunan Tenaga Profesi Kesehatan Muslim Indonesia) adalah “Mengoptimalkan Kesehatan Fisik dan Spiritual dalam Menyongsong Masa Tua yang Bahagia.” Seminar dan talkshow ini dihadiri mahasiswa kesehatan, tenaga kesehatan, dan masyarakat umum. Di antara serangkaian seminar dan talkshow yang diadakan, Prof. Dr. dr. Siti Setiati, SpPD (K), M.D., M.Epid, FINASIM, PhD memberikan sebuah seminar bertajuk “Kerentaan: Tetap Sehat dan Bugar di Usia Senja.” Pada seminar ini, beliau menyampaikan mengenai apa saja
karakteristik geriatri dan bagaimana kiat menua yang sukses. “Jika menua adalah hal positif, artinya umur panjang harus disertai dengan kesempatan untuk hidup sehat, aman, dan tetap berpartisipasi sosial,” ujarnya. Istilah pasien geriatri berbeda dengan lansia, di mana geriatri adalah lansia dengan penyakit. Geriatri didefinisikan WHO sebagai individu lebih dari enam puluh tahun dengan dua atau lebih masalah kesehatan atau dengan disabilitas. Pasien geriatri memiliki karakteristik tertentu. Mereka memiliki banyak penyakit (umumnya tidak menular) sehingga memerlukan banyak obat. Beliau menjelaskan, “Polifarmasi dapat terjadi akibat doctor-shopping,’ yaitu perginya pasien ke dokter yang berbedabeda sehingga masing-masing memberikan obat.” Pada pasien geriatri juga dapat dijumpai perburukan status nutrisi karena pola makan yang cenderung menurun. Akibatnya, mereka menjadi rentan mengalami malnutrisi. Selain itu, beberapa penyakit dapat bermanifestasi berupa gejala yang tidak khas, misalnya serangan jantung yang tidak menyebabkan nyeri dada dan keganasan yang asimtomatik. Akibat karakteristik tersebut, pasien geriatri dapat mengalami masalah-masalah lain yang cukup serius, seperti depresi, kesulitan bergerak, dan kerentaan (frailty). Kerentaan adalah sindrom kelemahan
itsna/MA
pada lansia yang membuatnya sulit untuk beradaptasi dengan penyakit akut. Untungnya, kerentaan ini masih dapat diperbaiki. Menua dengan sehat dan sukses dicirikan oleh tiga hal, yaitu bebas penyakit dan kecacatan, memiliki kemampuan fisik dan kognitif yang baik, serta memiliki partisipasi sosial dan produktivitas yang tinggi. Untuk mencapainya, dapat dilakukan upayaupaya tertentu, di antaranya memastikan asupan nutrisi yang cukup, memperbanyak
serat, menghindari garam dan lemak jenuh, beraktivitas fisik minimal 150 menit per minggu, dan menjaga pola makan. Idealnya, masa tua yang bahagia tidak diusahakan sendirian. “Menua yang sukses merupakan tanggung jawab pribadi dan membutuhkan solidaritas antar-generasi,” jelas Siti. Selain intervensi sejak usia muda, lingkungan yang ramah lansia juga sangat diperlukan untuk mencapai impian ini. Bagaimana? Sudah siapkah menangani dan menjadi lansia yang bahagia? abdillah
RUBRIK DAERAH
Kisah Pengabdian di Ujung Utara Sulawesi
dr. Irvin Rembrant Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Angkatan 2011
S
ebagai salah satu daerah yang tidak menghasilkan dokter, Provinsi Gorontalo merupakan provinsi yang menerima bantuan tenaga kesehatan melalui program Internship. Provinsi yang terdiri atas satu kota dan lima kabupaten ini menargetkan seluruh rumah sakitnya dapat turut menjadi wahana untuk dokter Internship. Pemerintah daerah mengakui bahwa bantuan tenaga dokter sangat diperlukan, mengingat masih ada puskesmas dan pustu di beberapa daerah yang tidak memiliki dokter atau pun tenaga medis. Melalui rubrik ini, penulis hendak berbagi informasi tentang masalah kesehatan secara umum di daerah Kabupaten Boalemo, khususnya dua daerah tempat penulis bertugas, yaitu Kecamatan Paguyaman dan Kecamatan Tilamuta. Pada kedua kecamatan
ini, masalah kesehatan yang paling sering ditemukan adalah sindrom dispepsia. Hal ini erat kaitannya dengan profesi mayoritas yang merupakan petani dan nelayan, yang pola makannya tidak menentu, serta budaya masyarakat setempat yang gemar mengonsumsi ‘rica’ (cabai) dalam porsi besar di setiap makanannya. Selain itu, kasus terkait saluran gastrointestinal yang sering ditemukan, antara lain kasus hematemesis dan melena. Hampir setiap hari, minimal ada lima pasien dengan keluhan BAB hitam cair yang datang ke IGD RSUD Tani dan Nelayan. Pasienpasien yang datang umumnya mengaku mengonsumsi rutin obat-obatan steroid dan OAINS yang dijual bebas di pasar. Di setiap pasar yang penulis datangi, obat-obatan ini dijual dengan mengiming-iming pembeli melalui pengeras suara bahwa dengan obat tersebut mereka tidak perlu lagi ke dokter. Kasus lain yang juga sering dijumpai adalah penyakit degeneratif, seperti hipertensi, DM tipe 2, dislipidemia, dan hiperurisemia. Fakta menariknya, banyak pasien hiperurisemia di kabupaten ini memiliki kegemaran yang sama, yaitu mengonsumsi sayur kangkung yang sangat tinggi di masyarakat. Hal ini dikarenakan hanya sayur kangkung yang selalu tersedia di pasar tradisional setempat. Di samping itu, kasus gawat darurat yang sering penulis jumpai adalah kasus Kecelakaan Lalu Lintas (KLL). Terletak di tepi jalan raya Trans Sulawesi, Puskesmas Kecamatan Paguyaman setidaknya mendapatkan 2-3 pasien KLL setiap hari.
Karena terbatasnya fasilitas radiologi, penegakkan diagnosis pada pasien-pasien KLL ini membutuhkan ketelitian tinggi, terutama pada kasus penurunan kesadaran. Mengingat Gorontalo merupakan provinsi dengan konsumsi miras tertinggi kedua di Indonesia, dokter perlu lebih cermat membedakan penyebab penurunan kesadaran akibat intoksikasi alkohol atau murni akibat trauma. Kecelakaan kerja juga cukup banyak dijumpai, terutama di kawasan industri. Kasus paling berkesan yang penulis jumpai sewaktu jaga malam adalah seorang buruh yang datang karena tangan kanannya masuk ke mesin penggiling batu/pasir. Modalitas radiologi dan laboratorium sederhana yang hanya tersedia di rumah
sakit sangat menuntut klinisi ak is/ MA di puskesmas dan praktik pribadi untuk menajamkan keterampilan klinisnya. Saat ini, di provinsi Gorontalo, hanya ada satu rumah sakit yang memiliki fasilitas CT scan, yaitu RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe yang letaknya 105 km dari RSUD Tani dan Nelayan yang ditempuh selama tiga jam perjalanan dengan menggunakan ambulans.
Empat Tahun JKN...
sambungan dari halaman 1
oleh pemerintah sehingga mereka bisa berobat,” terang Hasbullah. Sejak diimplementasikannya JKN, masyarakat tidak mampu lebih memerhatikan kesehatannya. Selain itu, JKN juga sudah menargetkan penurunan penyakit-penyakit kronis yang selama ini dianggap sebagai akar masalah pembiayaan yang dilakukan BPJS. “Sudah dari tahun lalu, di puskesmas sudah ada Program Indonesia Sehat dengan pendekatan keluarga sebagai penilaian awal terhadap penyakit, terutama penyakir kronis. Selain itu, skrining IVA juga sudah digalakkan sebagai salah satu usaha early case finding,” papar Kalsum. Empat tahun berjalan, JKN telah banyak mendapatkan apresiasi karena tujuannya yang mulia, yaitu memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan hak memperoleh pelayanan kesehatan. Di sisi lain, masih banyaknya evaluasi dan kekurangan serta adanya target cakupan peserta mencapai 95% pada tahun 2019 mengindikasikan bahwa BPJS dan Kementerian Kesehatan RI selaku penyelenggara dan regulator JKN harus terus mengintrospeksi diri serta memperbaiki kinerjanya sebab kenyamanan pasien dan kesejahteraan tenaga kesehatanlah yang menjadi taruhannya. renata, reyza, tiffany
12
JULI
NOVEMBER - DESEMBER 2017
Liputan
MEDIA
AESCULAPIUS
SEREMONIA
Mother and I: Menjunjung Seribu Hari Pertama Kehidupan
dokumen pribadi
P
ada hari Sabtu, 28 Oktober 2017, Kampung Lio yang berada di Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok diramaikan oleh lima puluh ibu yang menghadiri acara Mother and I. Acara ini diselenggarakan oleh Asian Medical Students Association – Universitas Indonesia (AMSA-
UI) yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu hamil dan memaksimalkan seribu hari pertama kehidupan anak. Setiap ibu mendapatkan pemeriksaan tekanan darah, berat badan, tinggi badan, dan edukasi mengenai kesehatan dirinya serta janin yang dikandungnya. erin
Dirgahayu PERKI: Enam Puluh Tahun Berkarya dan Mengabdi
vannessa/MA
P
ada Sabtu, 18 November 2017, Perhimpunan Kardiologi Indonesia (PERKI) mengadakan perayaan ulang tahunnya yang ke-60 di Ayana Midplaza Jakarta. Dihadiri oleh anggota PERKI dari seluruh Indonesia beserta keluarga, acara yang diketuai oleh dr. Radityo Prakoso,
SpJP(K) ini dimeriahkan dengan penampilan drama musikal yang menceritakan sejarah berdirinya PERKI. Dalam perayaan ini juga dibagikan penghargaan aryasatya kepada lima belas orang yang berjasa dalam berdirinya PERKI. Acara lalu ditutup dengan penampilan band Koes Plus. vannessa
SENGGANG
dr. Bambang Gunawan, SpOG: Giat Melestarikan Budaya Bangsa Kecintaannya terhadap keris membawanya pada semangat baru untuk melestarian beragam kekayaan bangsa. Penasaran bagaimana kisahnya?
B
erbudaya luhur. Itulah kesan pertama dari penampilan beliau yang memiliki nama lengkap dr. Bambang Gunawan, SpOG. Balutan batik dan kemeja hitam mengesankan ketegasan ketertarikan beliau terhadap budaya Indonesia. Kecintaan beliau ini tidak hanya pada budaya saja, tetapi juga pada kekayaan alamnya. Bambang, yang lahir di Desa Alian, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah ini, merasakan ikatan yang kuat terhadap budaya tradisional. Dari kakeknya, Bambang mengenal budaya tradisional Jawa, termasuk keris. “Keris adalah senjata tradisional Jawa yang masing-masing liukannya sarat makna filsafat,” tuturnya. Ragam makna filsafat ini membuat UNESCO memberikan gelar oral and intangible heritage bagi salah satu kebudayaan Indonesia ini. Pada tahun 2010, Bambang berkolaborasi dengan Basuki, seorang dosen dari Institut Seni Indonesia (ISI), Surakarta, untuk membangun sebuah wahana pelestarian budaya Indonesia. Wahana ini terdiri atas tiga bagian. Pertama, penyelamatan beragam benda sejarah, khususnya artefak budaya dan fosil-fosil temuan warga di tepian Sungai Bengawan Solo yang diampu oleh Museum Sangiran. Kedua, revitalisasi budaya melalui publikasi-publikasi dan kerjasama dengan pemerintah dan organisasi non-pemerintah. Terakhir, keberlanjutan mahakarya budaya dengan keberadaan sebuah besalen, yakni tempat pembuatan keris. Besalen ini kaya akan karya-karya dengan kualitas tertinggi sehingga terkenal bermutu, bahkan hingga
dokumen pribadi
dokumen pribadi
kancah internasional. Kompleks yang dibangun oleh Bambang dan kawan-kawan ini dinamai Padepokan Brojobuwono. Berkat karya beliau ini, apresiasi datang dari
berbagai pihak, seperti Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Sultan Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X. Beliau juga mewakili Indonesia dalam World Culture
Forum dan International Heritage Festival 2013 lalu di Mexico City. Selain itu, beliau juga berkontribusi dalam mengembangkan desa kelahirannya, Alian, sebagai destinasi wisata, konservasi, dan pusat ekonomi kreatif. Kini, terdapat sebuah pemandian dengan air hangat, berbelerang, dan bermineral. “Kandungan air ini sulit dijumpai”, ujar Bambang dengan antusias. Selain itu, Bambang juga mendirikan taman dan pusat pengembangbiakan kupu-kupu, serta taman rusa Bawean, spesies rusa yang kini langka. Semua ini beliau harapkan dapat memberikan trickle-down effect bagi perekonomian masyarakat desanya. Bambang kini telah pensiun sejak 2015 silam. Kini, beliau berencana pulang ke kampung halamannya yang jauh dari bising dan keramaian. Pencapaian beliau hingga kini tentunya menuai pengorbanan yang tidak sedikit. Kebudayaan memang, dikutipnya dari Prof. Sutardjo, adalah “sebuah jalan sepi”. Bahkan, di antara tokohtokoh dunia perkerisan, hanya segelintir orang yang menganggap keris sebagai suatu warisan budaya yang serius. Namun, berat kecintaannya yang mendalam pada warisan budaya ini, beliau tetap keukeuh meniti perjalanan pelestarian budaya Indonesia, khususnya budaya Jawa. Dengan demikian, Bambang merasa ia telah meneruskan semangat almamaternya, FKUI, yang memiliki banyak alumnus yang punya pemikiran out of the box. stefanus