Surat Kabar Media Aesculapius (SKMA) edisi Januari-Februari 2020

Page 1

Media Aesculapius Surat Kabar

Kedokteran dan Kesehatan Nasional Terbit Sejak 1970

Januari-Februari 2020 / Edisi 05 / Tahun XLIX / ISSN 0216-4996

@MedAesculapius |

beranisehat.com |

ASUHAN KESEHATAN

IPTEK

RUBRIK DAERAH

Tangani Osteoporosis sebelum Terlambat

Seluk-beluk Terapi Sel Punca di Indonesia

Mencari Pengalaman di Jayapura

hlm

4

hlm

7

hlm

0896-70-2255-62

10

Menyongsong Indonesia Sehat 2020: Segudang Evaluasi dan Aspirasi

T

Mengawali 2020 dengan ulasan pencapaian kebijakan kesehatan 2019 dan harapan besar untuk pemimpin baru.

ahun baru identik dengan resolusi. Capaian resolusi tahun sebelumnya dapat dijadikan evaluasi untuk menyusun kembali resolusi di tahun yang baru. Pada tahun 2019, sejumlah kebijakan kesehatan telah dilaksanakan. Tak sedikit kebijakan yang menuai kritik, namun tak sedikit pula kebijakan yang patut diapresiasi. Dalam mengawali 2020, diperlukan perencanaan yang matang dengan mempertimbangkan evaluasi kepengurusan 2019 demi kesehatan Indonesia yang lebih baik. Evaluasi Kementerian Kesehatan 2019 Kendati demikian, beberapa pihak menilai masih banyak faktor yang bisa ditingkatkan dari usaha promotif dan preventif Kemenkes, salah satunya sosialisasi kegiatan. Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH., MMB, FINASIM, FACP, FACG, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, merasa bahwa fokus pemerintah lebih berorientasi kepada BPJS Kesehatan padahal tindakan promotif dan preventif merupakan hulu dari permasalahan kesehatan nasional. Ari menambahkan bahwa angka kesakitan yang masih tinggi juga menjadi salah satu permasalahan kesehatan nasional. “Angka kesakitan Indonesia pada beberapa penyakit, seperti TBC, HIV, dan kematian akibat diare pada anak masih termasuk besar di dunia. Begitu pula dengan parameter kesehatan lainnya, seperti stunting dan maternal mortality rate yang berarti masih terdapat masalah dalam hal-hal tersebut,” jelas Ari. Tak hanya usaha promotif dan preventif, Kemenkes juga berhasil merealisasikan

kemandirian produksi alat kesehatan nasional dan sumber daya manusia kesehatan. Tercatat Indonesia mampu memproduksi 24 jenis alat kesehatan dan 33 bahan baku obat dalam negeri di tahun 2019. Akan tetapi, angka tersebut dirasa masih kurang karena hanya mencakup 15% bahan baku obat. Kemenkes juga sukses menjalankan program Nusantara Sehat. Hingga tahun 2019, program tersebut berhasil mendistribusikan 8.974 tenaga kesehatan ke 1.661 puskesmas di daerah terpencil Indonesia. Meskipun demikian, Nila merasa masih banyak yang belum terealisasi dan perlu ditingkatkan. gita/MA Evaluasi BPJS Kesehatan 2019 Tak hanya Kemenkes, BPJS Kesehatan turut memegang andil besar dalam menjaga ekosistem kesehatan Indonesia. Sejumlah pencapaian berhasil diraih pada tahun 2019, seperti akses pelayanan kesehatan masyarakat yang semakin tinggi melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). “(Di tahun 2019) ada positifnya juga bahwa semakin banyak orang yang bisa berobat dengan BPJS,” ungkap Ari. Selaras dengan pernyataan tersebut, Kepala Humas BPJS Kesehatan, Mohammad Iqbal Anas Ma’ruf, S.Si, Apt. menyebutkan bahwa

jumlah kepesertaan JKN telah mencapai 221 juta jiwa terhitung hingga September 2019. Selain itu, Iqbal menuturkan bahwa BPJS Kesehatan telah melakukan pembersihan data penerima bantuan iuran (PBI) JKN bersama dengan Kementerian Sosial dan Kementerian Dalam Negeri. “Dari 27,4 juta data yang ditemukan oleh BPKP, dibersihkan hingga ada 5,2 juta yang diganti oleh orang baru,” terangnya. Pembersihan tersebut mencakup penghapusan data-data peserta yang tercatat ganda maupun sudah meninggal untuk mengetahui jumlah peserta JKN secara aktual. Dampaknya, angka kepesertaan JKN per kelasnya dan angka iuran BPJS secara total dapat diketahui secara pasti. Rencana Kebijakan Kesehatan 2020 Pada tahun 2020, Kemenkes berencana fokus pada empat isu kesehatan, yakni stunting, JKN, harga obat dan alat kesehatan yang tinggi serta pemanfaatan alat kesehatan produksi lokal yang rendah. Dari angka 30,8%, penekanan angka stunting ditargetkan turun menjadi 19% pada tahun 2024. Kementerian Kesehatan juga akan memudahkan perizinan dan meningkatkan kontrol kualitas farmasi dan alat-alat kesehatan. Hal tersebut diharapkan dapat memajukan industri farmasi dan alat kesehatan Indonesia sehingga harga obat dapat ditekan dan penggunaan alat kesehatan domestik meningkat.

Promotif dan Preventif: Taktik Jitu Wujudkan Indonesia Sehat Karena mencegah lebih baik daripada mengobati Pelayanan kesehatan tidak terlepas dari unsur promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif. Menurut World Health Organization (WHO), promosi kesehatan merupakan proses pemberdayaan masyarakat melalui literasi kesehatan untuk meningkatkan perilaku hidup sehat. Sementara itu, tindakan preventif kesehatan merupakan upaya pencegahan dan deteksi dini penyakit untuk mengurangi beban penyakit dari faktor risiko terkait. Kompleksnya permasalahan kesehatan di Indonesia ditambah beban finansial yang kian memberat seharusnya menyadarkan semua pihak bahwa sistem kesehatan nasional membutuhkan perubahan besar. Penyakitpenyakit katastropik, seperti penyakit jantung, gagal ginjal, dan diabetes menduduki peringkat

teratas sebagai penyakit dengan klaim dana terbesar. Padahal, masalah tersebut dapat diatasi dengan sistem pencegahan dan promosi kesehatan yang baik.Pelayanan promotif dan preventif dapat dilakukan melalui halhal sederhana, namun krusial. “Kita bilang di Kemenkes yuk kita kembalikan promotif preventif. Tidak ada jalan lain. Promotif dan preventif, tidak bisa lagi kuratif,” tegas Nila. Hal tersebut direalisasikan melalui program Germas oleh Kemenkes yang bertujuan untuk membudayakan pola hidup sehat. Germas mengajak masyarakat untuk berolahraga, mengonsumsi sayur dan buah, melakukan cek kesehatan rutin, dan menjaga kebersihan lingkungan. Selain Germas, promosi kesehatan dan pencegahan penyakit juga dapat dilakukan

oleh dokter keluarga dan kader kesehatan. Dokter keluarga akan mendatangi masyarakat dan melakukan cek kesehatan serta edukasi berkala. Kader kesehatan sendiri berperan dalam menggerakkan perilaku hidup sehat, menangani masalah kesehatan umum sekaligus membantu tenaga profesional dalam pelayanan kesehatan melalui deteksi dini penyakit. Sejatinya, berbagai penyakit dapat dicegah melalui perilaku hidup sehat yang mudah dilakukan, namun sering kali diremehkan. Oleh karena itu, demi mewujudkan Indonesia sehat, sistem promotif dan preventif harus dilakukan secara holistik yang melibatkan kerja sama lintas sektor dan masyarakat. catra, jonathan, gaby, amanda

BPJS Kesehatan tak mau ketinggalan untuk terus melakukan inovasi dan pembenahan program yang telah dijalankan. Pembenahan pada sistem rujukan berjenjang ditanggapi dengan memberlakukan sistem fingerprint. Sistem tersebut diharapkan mampu memutus birokrasi berbelit dalam proses rujukan. Misalnya, pasien hemodialisis (HD) dapat langsung kontrol ke klinik HD tanpa harus kembali ke FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama). Terkait pengelolaan biaya, efisiensi sangat diperlukan. Menurut Iqbal, biaya bisa naik 4,6 kali lipat jika banyak pasien dirujuk ke rumah sakit. Untuk itu, FKTP tidak boleh lalai dan upaya kesehatan masyarakat harus dibangun. Secara umum, ada banyak kebijakan yang sudah baik pada tahun 2019, namun tak sedikit pula kebijakan yang masih memerlukan banyak evaluasi. Program yang sudah baik selayaknya diteruskan sementara yang kurang baik sepatutnya dibenahi. Semoga pemimpin baru mampu menemukan solusi terbaik dari seluruh persoalan kesehatan yang ada. Sejatinya, kesehatan nasional merupakan masalah multidimensi sehingga jelas bahwa diperlukan komitmen kuat dari berbagai pihak dan sektor untuk meningkatkan kualitas kesehatan

Indonesia di tahun 2020. Terakhir, peran serta aparat penegak hukum dan dukungan penuh masyarakat juga diperlukan dalam mengatasi masalah kesehatan di Indonesia.

bersambung ke halaman 11

SKMA untuk Anda! Mari bersama membuat SKMA menjadi lebih baik.

!

1. Apakah konten SKMA bermanfaat/ relevan dengan kondisi kesehatan saat ini? 2. Apakah anda masih membutuhkan SKMA edisi selanjutnya? Jawab dengan format: Nama-Umur_Kota/Kabupaten_Unit Kerja_ Jawaban 1_Jawaban 2 Contoh: Rudiyanto_43_Jakarta Pusat_RSCM_Ya_Ya Kirim melalui WhatsApp/SMS ke 0896-702255-62 atau mengisi formulir pada bit.ly/ surveyskma Lima orang pengisi survei yang beruntung akan mendapatkan cenderamata dari Media Aesculapius


2

JANUARI - FEBRUARI 2020

DARI KAMI Pembaca yang budiman, tidak terasa tahun 2019 telah berakhir. Lembaran baru tahun 2020 telah dibuka. Tahun 2019 merupakan tahun yang penuh dengan kontroversi dan berita menarik. Tak tenggelam di tengah sibuknya berbagai kegiatan, kami tetap siap menghadirkan berita-berita kesehatan dari berbagai wilayah. Di tengah pergantian tahun ini, tentu banyak harapan serta target baru telah dicanangkan. Salah satu target yang dinanti-nanti oleh tenaga kesehatan di seluruh Indonesia adalah kebijakan Kementerian Kesehatan di tahun 2020. Simak ulasan lengkapnya bersama dengan Menteri Kesehatan RI periode 2014 - 2019 hanya di rubrik Headline. Bahasan berikutnya membicarakan penanganan penyakit yang dikenal sebagai si pencuri penglihatan, yaitu glaukoma. Glaukoma harus dapat dideteksi lebih awal supaya kualitas penglihatan pasien dapat dimaksimalkan dengan baik. Mari kita baca tata cara penanganan holistik pada pasien glaukoma dalam rubrik MA info. . Terapi sel punca baru-baru ini menjadi buah bibir pembicaraan karena dianggap sebagai obat “dewa� yang mampu menyembuhkan segala macam penyakit. Apakah memang sel punca sangat bermanfaat? Simak ulasan menarik mengenai sel punca di artikel IPTEK. Cerita seru juga datang dari timur Indonesia . Dokter satu ini menikmati pengabdiannya di Jayapura dan ingin bercerita pengalamannya selama mengabdi. Langsung saja simak ceritanya dalam Rubrik Daerah.. Selamat membaca dan tetap semangat dalam berkarya!

KLINIK

MEDIA

AESCULAPIUS

ASUHAN KESEHATAN I

Cognitive Stimulation Therapy: Perawatan Praktis Demensia Ringan Meningkatkan kemampuan kognitif pasien dengan cara yang mudah dan menyenangkan.

Reyza Tratama Pemimpin Redaksi

MA FOKUS

Menilik Arah Kebijakan Kesehatan Indonesia 2020 Tahun 2019 merupakan salah satu tahun yang bersejarah bagi Indonesia karena merupakan tahun dimana pemilihan umum serentak digelar. Banyak perdebatan yang muncul dan membuat panas suasana negeri. Setelah pemilu telah selesaipun, masalah seperti silih berganti hadir, termasuk di bidang kesehatan. Banyak masyarakat Indonesia terkejut mendengar berita tentang tingginya angka kematian panitia penyelenggara pemilu di Indonesia. Kematian ini diduga akibat kelelahan dalam pekerjaan akibat perhitungan suara yang terlalu memakan waktu. Kontroversi dan perdebatan sangat meledak, terutama tentang pemeliharaan dan jaminan kesehatan para panitia penyelenggara. Terpilihnya pucuk pimpinan pemerintahan dalam periode baru menjadi harapan baru dan segar bagi semua pihak dan kalangan, tidak terkecuali oleh kalangan pakar dan tenaga kesehatan di Indonesia. Arah kebijakan baru sangat dinanti dan diharapkan mampu memberikan angin segar terhadap masalahmasalah di tahun 2019. Di tahun 2020 ini, pemerintah telah mencanangkan kebijakan yang berfokus terhadap stunting, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), harga obat dan alat kesehatan yang tinggi, dan pemanfaatan alat kesehatan produksi lokal yang rendah. Pemerintah telah mematok angka stunting di kisaran 19% pada tahun 2024. Tentu saja hal ini merupakan target yang besar mengingat angka stunting di Indonesia masih berada di level 30.8%. Diperlukan langkahlangkah yang komprehensif dari segala sektor, baik pemerintah, dunia pendidikan, dan swasta untuk menurunkan angka stunting ini. Kebijakan lain yang telah dibuat oleh pemerintah adalah memudahkan perizinan dan meningkatkan kontrol kualitas farmasi dan alat-alat kesehatan. Kebijakan ini dianggap dapat menekan harga obat dan alat kesehatan di Indonesia. Selain itu, industri obat dan alat kesehatan dalam negeri dapat mendapatkan keuntungan dari kebijakan ini sehingga penggunaan alat kesehatan domestik dapat meningkat. Namun, kebijakan ini perlu dibarengi dengan pengawasan yang holistik mengenai pengadaan serta kualitas obat dan alat kesehatan yang dibuat. Selain beberapa kebijakan yang baru akan dibuat tersebut, terdapat beberapa kebijakan di tahun sebelumnya dan perlu dipertahankan, seperti fokus pendekatan kesehatan keluarga indonesia berbasis kebijakan promotif dan preventif. Sudah menjadi rahasia umum bahwa penyakit tidak menular dan kronik, seperti diabetes mellitus dan hipertensi, membawa beban yang cukup besar untuk BPJS Kesehatan. Pembenahan sudah dilakukan seperti sistem rujukan berjenjang dengan memberlakukan sistem fingerprint dan pengelolaan biaya sudah dilakukan untuk memperbaiki masalah yang sudah muncul. Namun, langkah promotif dan preventif yang dilakukan dapat menekan angka insidensi penyakit tidak menular tersebut sekaligus merupakan langkah paling efisien dalam membentuk masyarakat Indonesia sehat.

D

emensia merupakan kumpulan gejala berupa perubahan pada pola pikir pasien. Gangguan pola pikir yang dialami dapat menganggu memori jangka pendek, kemampuan berpikir, kemampuan berbicara, dan kemampuan motorik. Perubahan pola pikir pada demensia biasanya disertai dengan penurunan kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif yang dimaksud adalah kemampuan otak untuk berpikir, mengingat, memecahkan masalah, dan berkomunikasi. Perawatan terhadap demensia sangat penting, terutama bagi pasien yang masih menderita demensia stadium awal atau demensia ringan. Demensia ringan adalah demensia normal yang terjadi karena proses penuaan terutama ditandai dengan penurunan kemampuan kognitif. Walaupun sering dianggap remeh, ternyata demensia ringan perlu mendapatkan perawatan yang tepat agar tidak bertambah parah. Oleh sebab itu, National Institute for Health and Care Excellence (NICE) merekomendasikan program cognitive stimulation therapy sebagai perawatan praktis terhadap pasien demensia ringan. Cognitive stimulation therapy merupakan sebuah terapi praktis untuk meningkatkan kemampuan memori dan kognitif pasien demensia ringan. Terapi ini dilakukan dalam kelompok kecil yang dipimpin oleh seorang perawat atau instruktur terapi dan terdiri atas 14 sesi yang dilakukan selama 7 minggu secara berkelanjutan. Masing-masing sesi

MEDIA AESCULAPIUS

akan membawakan tema yang berbeda-beda sehingga memicu pengalaman multisensorik yang menyenangkan. Dalam pelaksanaannya, cognitive stimulation therapy menekankan pada prinsip perawatan yang menyenangkan. Setiap sesi dilakukan dengan mengikuti pola yang sama, tetapi tema yang dibawakan berubah-ubah. Pola yang sama tersebut menyiratkan pengembangan kemampuan kognitif secara kontinyu yang dikemas secara praktis dan menyenangkan. Sebelum memulai setiap sesi, instruktur akan menawarkan beberapa tema aktivitas yang akan dilakukan kelompok, seperti mendiskusikan berita, bermain tebak kata, mendengarkan musik, atau kegiatan memasak. Masing-masing tema tersebut mengandung inti kegiatan yang berfungsi untuk meningkatkan kemampuan kognitif, misalnya kegiatan mengukur bahan makanan yang akan digunakan untuk kegiatan memasak. Cognitive stimulation therapy harus dilakukan secara konsisten. Selain itu, terapi ini juga sangat bergantung pada keadaan lingkungan yang mendukung. Keadaan lingkungan yang positif perlu dibangun dalam kelompok kecil yang menjalani terapi ini agar didapatkan hasil yang maksimal. Oleh sebab itu, instruktur memiliki peran penting dalam membangun suasana yang nyaman sekaligus membangun kemampuan kognitif pasien dengan cara yang menyenangkan. elvan

Pelindung: Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis M. Met. (Rektor UI), Dr. dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP (Dekan FKUI) Penasihat: Dr. Arman Nefi, S.H., M.M. (Direktur Kemahasiswaan UI), dr. Affan Priyambodo Permana, SpBS(K) (Koordinator Kemahasiswaan FKUI) Staf Ahli: Seluruh Kepala Bagian FKUI/RSUPNCM, Prof. Dr. Ma’rifin Husein (CHS), dr. Muki Reksoprodjo, dr. Boen Setiawan, dr. Sudarso, dr. E. Oswari, DPH, Prof. Dr. Arjatmo Tjokronegoro, PhD, dr. Hapsara, DPH (Kemenkes RI), dr. Fahmi Alatas, Prof. dr. Marwali Harahap, SpKK, Prof. Dr. Umar Fahmi Achmadi, MPH Pembantu Khusus: Seluruh Alumni Aesculapius dan Media Aesculapius

Pemimpin Umum: Maria Isabella. PSDM: Dewi Anggraeni, Reyza Tratama, Yusuf Ananda, Teresia Putri. Pemimpin Produksi: Shafira Chairunnisa. Tata Letak dan Cetak: Idzhar Arrizal. Ilustrasi dan Fotografi: Kristian Kurniawan. Staf Produksi: Kania Indriani, Fiona Muskananfola, Devi Elora, Nathaniel Aditya, Anthonius Yongko, Irfan Kresnadi, Teresia Putri, Hansel T. Widjaja, Itsna Arifatuz Z., Kelvin Gotama, Skolastika Mitzy, Meutia Naflah G., Dewi Anggraeni, Bagus Radityo Amien, Arlinda Eraria Hemasari, Robby Hertanto, Anyta Pinasthika, Gabriella Juli Lonardy, Herlien Widjaja, Dinda Nisapratama. Pemimpin Redaksi: Veronika Renny Kurniawati. Wakil Pemimpin Redaksi: Levina Putri Siswidiani. Redaktur Senior: Rifka Fadhilah, Shierly Novitawati, Irma Annisa, Hiradipta Ardining, Tommy Toar, Farah Vidiast, Phebe Anggita Gultom, Clara Gunawan. Redaktur Desk Headline: Reyza Tratama. Redaktur Desk Klinik: Renata Tamara. Redaktur Desk Ilmiah Populer: Tiffany Rosa. Redaktur Desk Opini & Humaniora: Vannessa Karenina. Redaktur Desk Liputan: Aisyah Rifani. Reporter Senior: Puspalydia Pangestu, Salma Suka Kyana Nareswari, Camilla Sophi Ramadhanti. Reporter Junior: Joanna Erin, Fadlika Harinda, Abdillah Y Wicaksono, Maria Isabella, Nadhira Najma, Stefanus Sutopo, Nur Afiahuddin, Dina Fitriana, Farah Qurrota, Afiyatul M., Nathalia Isabella, Rayhan Farandy, Yuli Maulidiya, M. Ilham Dhiya, Filbert Liwang, Alexander Kelvyn. Pemimpin Direksi: Trienty Batari. Finansial, Sirkulasi, dan Promosi: Angela Kimberly, Koe Stella Asadinia, Tiara Grevillea, Felix Kurniawan, Elizabeth Melina, Faya Nuralda Sitompul, Jevi Septyani Latief, Heriyanto Khiputra, Tania Graciana, Novitasari Suryaning Jati, Rahma Maulidina Sari, Aisyah Aminy Maulidina, Ainanur Aurora, Yusuf Ananda, Agassi Antoniman, Alice Tamara, Safira Amelia, Syafira Nurlaila, Lowilius Wiyono, Jeremy Rafael, Iskandar Geraldi. Buku: Reganedgary Jonlean, Husain Muhammad Fajar Surasno, Nadira Prajnasari Sanjaya, Roberto Bagaskara, Tiroy Junita, Indah Fitriani, Sabrina Tan, Gilbert Mayer C, Marie Christabelle, Andi Gunawan K., Bunga Cecilia. Alamat: Media Aesculapius BEM IKM FKUI. Gedung C lantai 4, Rumpun Ilmu Kesehatan, Kampus UI Depok. E-mail: medaesculapius@gmail.com, Rek. 157-0004895661 Bank Mandiri Cabang UI Depok, website: beranisehat.com Alamat Redaksi/Sirkulasi: Media Aesculapius PO BOX 4201, Jakarta 10042, Harga Langganan: Rp18.000,00 per enam edisi gratis satu edisi (untuk seluruh wilayah Indonesia, ditambah biaya kirim Rp. 5.000,00 untuk luar Jawa), fotokopi bukti pembayaran wesel pos atau fotokopi bukti transfer via Bank Mandiri dapat dikirim ke alamat sirkulasi. MA menerima kiriman naskah dari pembaca untuk rubrik MA Klinik (khusus untuk dokter dan staf pengajar), Asuhan Keperawatan (khusus untuk perawat dan mahasiswa keperawatan) Sepuki, Suma, Suduk, Kolum, Arbeb, Kesmas, Seremonia, dan Konsultasi (berupa pertanyaan). Kirimkan email permohonan penulisan ke redaksima@yahoo.co.id dan kami akan mengirimkan spesifikasi rubrik yang Anda minati.

Kirimkan kritik dan saran Anda:

redaksima@yahoo.co.id

Website Media Aesculapius

beranisehat.com

Dapatkan info terbaru kami: @MedAesculapius


MEDIA

KLINIK

AESCULAPIUS

JANUARI - FEBRUARI 2020

3

ASUHAN KESEHATAN II

Merawat Sariawan yang Membuat Hari Jadi Berawan Sariawan datang dan pergi tanpa memberi tanda pasti kapan akan menyakiti. Bagaimana menanganinya?

S

ariawan atau aphthous stomatitis rekuren merupakan ulkus jinak yang umumnya ditemukan di daerah mulut. Walaupun penyebab sariawan masih belum jelas, sariawan dapat dibagi menjadi tiga jenis dan pembagian ini menjadi dasar untuk tindakan perawatannya. Ketiga jenis itu adalah tipe A – episode singkat yang muncul beberapa kali dalam setahun, tipe B – episode yang muncul tiap bulan dan bertahan 3-10 hari, dan tipe C – sariawan kronik dengan nyeri sakit. Belum ada systematic review yang menilai penggunaan obat topikal pada sariawan, tetapi sebuah literature review oleh Guallar et al (2014) menjelaskan bahwa pengobatan topikal

umumya digunakan pada tipe A dan B dengan dua varian utama: antiseptik atau antiinflamasi dan kortikosteroid topikal. Jenis antiseptik yang paling umum digunakan adalah obat kumur atau gel klorheksidin 0,2% tiga kali per hari atau gel triklosan tiga kali perhari, sedangkan antiinflamasi yang dapat digunakan adalah amlexanox 5% dua hingga empat kali per hari. Sementara itu, kortikosteroid pilihan utama adalah krim triamsinolon asetonid 0,1%, fluosinolon asetonid 0,025-0,05%, atau klobetasol proprionat 0,025%. Triamsinolon umumnya diberikan sebagai pilihan pertama pada lesi ringan, sedangkan klobetasol pada lesi yang berat sebagai alternatif dari terapi sistemik. Pemberian obat topikal berkisar tiga hingga

sepuluh kali per hari dengan waktu pemberian tiga sampai lima menit. Hal terpenting yang harus diperhatikan dalam merawat sariawan adalah penggunaan obat topikal yang benar. Pasien harus berkumur terlebih dahulu, kemudian mengaplikasikan krim/gel dalam jumlah kecil pada lesi. Pasien harus menghindari makan dan minum selama minimal tiga puluh menit untuk memastikan obat bekerja. Terapi sistemik diberikan pada pasien yang tidak membaik dengan terapi topikal. Meskipun terdapat macam-macam pilihan terapi sistemik, kortikosteroid berupa prednison oral 25 mg/ hari masih menjadi pilihan dan terbukti efektif. Namun, efek samping jangka panjang yang

ditimbulkan menjadikan beberapa pilihan alternatif harus dipertimbangkan. Manajemen lain yang harus diperhatikan dalam menangani sariawan adalah nutrisi dan kesehatan gigi mulut. Beberapa laporan studi menyatakan bahwa defisiensi vitamin B12 juga meningkatkan insidensi sariawan, sehingga dapat dipertimbangkan pemberian vitamin B12 jika ditemukan defisiensi sebagai usaha untuk mengurangi sariawan. Di samping itu, gigi yang membusuk dapat menjadi faktor risiko terjadinya sariawan sehingga pasien diharapkan menjaga kebersihan gigi dan mulut. Usahakan mengurangi trauma pada mukosa mulut serta mengenali faktor pemicu yang menyebabkan sariawan (a.l. stress dan alergi makanan). kelvyn

TIPS DAN TRIK

Andal Periksa Tanda Rangsang Meningeal Sariawan datang dan pergi tanpa memberi tanda pasti kapan akan menyakiti. Bagaimana menanganinya?

M

eningitis mungkin merupakan penyakit yang masih terdengar asing di telinga masyarakat Indonesia karena prevalensinya yang tidak terlalu tinggi. Namun, penyakit ini tidak dapat disepelekan, terutama oleh dokter umum, karena penyakit ini yang merupakan salah satu kegawatdaruratan di bidang neurologi. Salah satu pemeriksaan yang mudah dilakukan dan membantu dalam menegakkan diagnosis meningitis adalah tanda rangsang meningeal. Cara untuk melakukan pemeriksaan tanda rangsang meningeal cukup sederhana. Pasien hanya perlu berbaring dalam posisi supinasi di tempat tidur dalam posisi mendatar tanpa alas kepala. Terdapat beberapa tanda yang dapat diperiksa yakni kaku kuduk, tanda Brudzinski I, tanda Lasegue, tanda Kernig, dan tanda Brudzinski II. Cukup mudah untuk melakukan pemeriksaan kaku kuduk. Caranya adalah pemeriksa meletakkan tangan kirinya di bawah kepala pasien, sedangkan tangan kanan pemeriksa diletakkan di dada untuk mencegah diangkatnya badan pasien saat diperiksa. Kepala kemudian difleksikan hingga dagu menyentuh dada. Selama melakukan fleksi, pemeriksa memerhatikan ada atau tidaknya tahanan selama fleksi kepala. Apabila dagu tidak mencapai dada dan terdapat tahanan, maka penilaian kaku

kuduk dinyatakan positif. Tanda Brudzinski I dapat dinilai bersamaan dengan pemeriksaan kaku kuduk. Saat melakukan fleksi kepala, dokter dapat

mengamati kedua tungkai pasien. Hasil dikatakan positif apabila kedua tungkai akan menekuk pada bagian panggul. Sebelum memeriksa tanda Lasegue, kedua tungkai perlu diluruskan terlebih dahulu. Pemeriksa kemudian memfleksikan salah

A

arfian/M

satu tungkai pasien pada persendian panggul, tetapi lutut tetap ekstensi dan tungkai lainnya harus dipastikan tetap dalam keadaan ekstensi. Normalnya, fleksi tungkai pada panggul dapat terangkat hingga 70° sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Apabila sebelum 70° dirasakan nyeri dan tahanan, tanda Lasegue dinyatakan positif. Hasil positif tanda Lasegue juga dapat ditemui pada penyakit isialgia, iritasi pleksus lumbosakral, dan rangsang selaput otak. Tanda Kernig dan Brudzinski II dapat diperiksa secara bersamaan. Pertama, salah satu tungkai pasien difleksikan pada panggul hingga membentuk sudut 90° dengan telapak kaki masih ada di dasar ranjang. Jika ditemukan fleksi tungkai kontralateral di panggul dan siku, maka tanda Brudzinski II positif. Tungkai yang difleksikan pada panggul tadi kemudian diekstensikan pada persendian lutut hingga mencapai sudut 135°. Tanda Kernig positif bila terdapat tahanan dan nyeri sebelum mencapai sudut tersebut. Tidak semua kasus meningitis dapat memberi hasil positif pada setiap pemeriksaan ini. Jika mendapatkan salah satu hasil positif, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lain untuk menegakkan etiologi dari kasus pasien. filbert

JASA PEMBUATAN BUKU Media Aesculapius menyediakan jasa penyusunan buku yang sangat fleksibel baik dalam hal desain cover dan isi, ukuran dan tebal buku, maupun gaya penulisan termasuk menyunting tulisan anda. Tak terbatas hingga penyusunan saja, kami siap melayani distribusi buku anda. Adapun buku yang pernah kami buat: buku biografi tokoh, buku pemeriksaan fisik berbagai departemen, buku jurnal, dan Kapita Selekta Kedokteran.

Hubungi Hotline MA: 0896-70-2255-62 (SMS/WhatsApp)


4

KLINIK

JANUARI - FEBRUARI 2020

MEDIA

AESCULAPIUS

MA INFO

Atasi Glaukoma: Si Pencuri Penglihatan Penyakit mata yang satu ini tidak hanya mencuri perhatian, tetapi juga mencuri penglihatan

G

laukoma merupakan penyakit mata penyebab kebutaan terbanyak kedua setelah katarak. Penyakit ini kian mencuri perhatian sebab jumlahnya terus meningkat. Jumlah pasien baru glaukoma pada tahun 2017 mencapai 80.548 atau hampir 3 kali jumlah pasien tahun 2015. Glaukoma ditandai dengan kerusakan saraf penglihatan. Glaukoma dapat bersifat akut dan kronis, tetapi pada sebagian besar kasus glaukoma bersifat kronis dan progresif. Faktor risiko utama kebutaan pada glaukoma adalah tekanan intraokular tinggi. Faktor risiko lain meliputi usia dan genetik. Berdasarkan kondisi sudut iris dengan kornea mata, glaukoma dibedakan menjadi glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Glaukoma sudut terbuka bersifat kronis, sementara glaukoma sudut tertutup dapat bersifat kronis maupun akut. Glaukoma yang bersifat akut menimbulkan nyeri dan mata merah sehingga lebih mudah terdiagnosis, sementara glaukoma kronis tidak menimbulkan gejala. Diagnosis Glaukoma Pemeriksaan glaukoma sangat direkomendasikan sebagai salah satu bagian pemeriksaan mata komprehensif. Komponen terpenting yang perlu diketahui pada pemeriksaan glaukoma adalah jenis glaukoma serta tingkat keparahan glaukoma. Hal ini berguna untuk memberikan pendekatan yang tepat dalam mencegah kebutaan. Pemeriksaan mata yang dibutuhkan meliputi

tajam penglihatan, pupil, tekanan intraokular, saraf optik, fundus, lapang pandang, kornea, konjungtiva dan segmen anterorior mata. Pemeriksaan lapang pandang dan ketajaman penglihatan bertujuan untuk menilai fungsi penglihatan yang mungkin mar thin menurun pada /MA glaukoma. Pada kasus akut, pemeriksaan konjungtiva dan kornea dapat menilai peradangan yang terjadi. Pemeriksaan kornea yang menunjukkan edema dapat juga mengindikasikan adanya peningkatan tekanan intraokular pada kasus kronis. Sementara itu, pemeriksaan struktur mata lain bertujuan untuk mengetahui jenis glaukoma yang terjadi. Salah satu pemeriksaan terpenting adalah pemeriksaan saraf optik. Pemeriksaan saraf optik menilai tingkat kerusakan saraf serta membantu menentukan tujuan terapi. Penanganan Glaukoma Penanganan glaukoma dibedakan

berdasarkan jenis glaukoma. Pendekatan penanganan glaukoma sudut terbuka dibagi menjadi tiga tingkat keparahan, yaitu tahap awal, moderat atau lanjut, dan tahap akhir. Tingkat tersebut dibedakan berdasarkan tingkat penglihatannya selain ditemukan kerusakan saraf optik. Sementara itu, penanganan glaukoma sudut tertutup dibedakan berdasarkan terhalangnya pupil atau tidak. Penanganan glaukoma sudut terbuka tahap awal dapat menggunakan obat atau trabekuloplasti. Trabekuloplasti merupakan prosedur operasi laser untuk membentuk celah pada anyaman trabekula mata sehingga tekanan menurun. Pada tahap lanjut, selain pemberian obat dan trabekuloplasti, dapat dilakukan trabekulektomi atau pengangkatan trabekula serta cyclophotocoagulation. Pada tahap akhir, penanganan dapat berupa pemberian obat, cyclophotocoagulation, serta rehabilitasi. Obat-obat yang digunakan dalam

penanganan glaukoma berupa obat tetes mata. Obat-obat yang direkomendasikan meliputi tetrasiklin untuk anestesi, prednisolon sebagai antiinflamasi, ofloksasin atau azitromisin sebagai antiinfektif, timolol dan latanopros untuk menurunkan tekanan intraokular, pilokarpin untuk konstriksi pupil, serta atropin untuk pelebaran pupil. Penanganan glaukoma sudut tertutup pada dasarnya dapat menggunakan terapi penurunan tekanan intraokular, konstriksi pupil, iridotomi laser, atau iridektomi. Iridotomi adalah prosedur untuk membuat celah di iris, sementara iridektomi adalah prosedur pengangkatan iris. Pada kasus selain pupil yang terhalang, penanganan glaukoma dapat menggunakan prosedur yang telah disebutkan ditambah dengan prosedur iridoplasti laser. Iridoplasti adalah prosedur untuk memperbesar sudut iris-kornea yang mengecil. Pencegahan Upaya pencegahan glaukoma dilakukan dengan deteksi dini melalui skrining. Setiap individu yang berusia di bawah 40 tahun disarankan untuk melakukan skrining setiap 2-4 tahun, sementara individu berusia di atas 40 tahun disarankan melakukan skrining setiap 2 tahun. Pada individu dengan riwayat keluarga glaukoma, skrining disarankan dilakukan setiap tahun. wira

ASUHAN KESEHATAN III

Tangani Osteoporosis Sebelum Terlambat Patah tulang akibat osteoporosis menjadi salah satu penyebab morbiditas dan mortilitas di Indonesia

O

steoporosis adalah kondisi dimana tulang pasien rapuh sehingga mudah terjadi patah tulang. Kondisi ini akan berkembang secara perlahan dalam hitungan tahun dan biasanya baru akan terdiagnosis saat terjadi patah tulang. Kasus patah tulang yang paling sering dialami terjadi pada tulang panggul, tulang pergelangan tangan, dan tulang belakang. Manifestasi klinis lain yang dapat dilihat pada pasien dengan osteoporosis adalah postur mereka yang cenderung kifosis. Mengobati osteoporosis tidak aya /M hanya secara farmakologi saja, namun A diperlukan juga modifikasi gaya hidup. Pengobatan ini diberikan berdasarkan beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, risiko patah tulang individu tersebut, dan riwayat patah tulang sebelumnya. Perubahan gaya hidup pun mencakup diet yang seimbang, olahraga secara teratur, tidak merokok, dan tidak mengonsumsi alkohol. Pasien dengan osteoporosis harus melakukan konseling tentang seluruh kegiatan mereka dalam kehidupan sehari-hari untuk memperlambat progresi pengeroposan tulang. Hal yang perlu diperhatikan adalah anjurkan pasien untuk olahraga seperti bersepeda atau berenang paling tidak 30-60 menit per hari. Kedua, jaga asupan kalsium pasien 1000 – 1500

mg per hari. Ketiga, kenali berbagai penyakit dan obat-obatan yang dapat menimbulkan osteoporosis. Keempat, anjurkan pasien untuk tidak mengangkat barang berat. Kelima, hindari berbagai hal yang membuat penderita terjatuh seperti lantai licin, obat-obatan sedatif, dan obat antihipertensi yang menimbulkan hipotensi ortostatik. Keenam, pada penderita yang memerlukan glukokortikoid maka berikan dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin. Dalam mengobati pasien osteoporosis di Indonesia, bifosfonat diberikan sebagai terapi lini pertama. Akan tetapi, obat ini belum ditunjang oleh asuransi BPJS. Selain diberikan bifosfonat, pasien juga biasanya diberikan suplemen kalsium, vitamin D, dan asam zoledronic. Tak hanya itu, terapi farmakologi mencakup juga raloksifen, flouride, estrogen, kalsitonin, strontium ranelat, fitoestrogen, dan hormon paratiroid. Penelitian menunjukkan efikasi agen teraupeutik antifraktur yang paling efektif adalah estrogen untuk kasus patah tulang belakang dan hormon paratiroid pada pasien dengan patah tulang

JASA TERJEMAHAN Kabar Gembira! Media Aesculapius menyediakan jasa terjemahan IndonesiaInggris dan Inggris-Indonesia dengan waktu pengerjaan singkat (3 x 24 jam) serta hasil terjamin. Tidak hanya jasa terjemahan, kami juga menyediakan jasa pembuatan slide presentasi dan poster ilmiah sesuai kebutuhan Anda.

Mariska Andrea Siswanto Mahasiswa Tingkat 3 FKUI No HP: 08113111654 nonvertebra. Apabila terjadi fraktur tulang terutama tulang panggul maka dapat dilakukan tindakan pembedahan. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan pada terapi bedah adalah penderita osteoporosis yang lanjut usia sebaiknya segera dilakukan untuk menghindari imobilisasi dan komplikasi berkelanjutan. Kedua, asupan kalsium harus tetap dipantau sehingga terjadi mineralisasi kalus yang sempurna. Ketiga, meskipun sudah dilakukan terapi bedah, namun pengobatan farmakologi dengan bifosfonat, kalsitriol, atau terapi pengganti hormonal harus tetap diberikan. mariska

Hubungi Hotline MA: 0896-70-2255-62 (SMS/Whatsapp)


MEDIA

Ilmiah Populer

AESCULAPIUS

JANUARI - FEBRUARI 2020

5

KESMAS

Sinyal Bahaya Kanker Payudara: Ancaman Wanita Indonesia Sebagai upaya pencegahan, deteksi dini kanker payudara terus disosialisasikan

D

telah menderita kanker payudara memiliki risiko tinggi terkena kanker payudara di payudara lainnya. Selain itu, kanker payudara dapat disebabkan oleh faktor genetik, perubahan hormonal, gaya hidup, serta pola makan. Sel kanker akan terus berkembang apabila sistem kekebalan atau imunitas tubuh tidak berfungsi dengan baik. Kanker payudara dapat menyerang pria dan wanita, namun kecenderungan wanita

A

h/M

ina

sak

alam beberapa waktu terakhir, penyakit kanker payudara banyak menyerang wanita di Indonesia. Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan pada tahun 2018 kanker payudara menjadi kasus kanker yang paling banyak terjadi yang mencapai 58.256 kasus atau 16,7% dari total kasus kanker. Menurut Kemenkes per 31 Januari 2019, angka kejadian kanker payudara sebanyak 42,1 orang per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian sebanyak 17 orang per 100.000 penduduk. Prevalensi kanker payudara yang terus meningkat ini memerlukan penanganan dan pencegahan agar tidak terus meningkat setiap tahunnya. Kanker payudara merupakan penyakit dimana sel kanker terbentuk dan berkembang pada jaringan payudara. Payudara tersusun atas dua jaringan utama yaitu kelenjar dan jaringan pendukung. Sel kanker dapat menyerang kelenjar penghasil susu (lobulus), saluran susu (duktus), atau jaringan ikat pada payudara. Faktor risiko utama kanker payudara adalah riwayat kanker sebelumnya. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa seorang wanita yang

menderita kanker payudara jauh lebih tinggi daripada pria. Gejala klasik payudara adalah adanya benjolan yang ditemukan di daerah payudara ataupun ketiak. Gejala klasik ini seringkali tidak dirasakan oleh penderitanya sehingga banyak perempuan yang tidak menyadari dan mengabaikan deteksi dini payudara. Hasil dari sebuah penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan keterlambatan pemeriksaan awal kanker payudara adalah minimnya perilaku deteksi dini kanker payudara. Keterlambatan dalam menyadari kanker payudara menyebabkan kanker payudara baru dideteksi oleh dokter pada stadium lanjut. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan RI berupaya untuk mengimbau kepada wanita Indonesia agar melakukan deteksi dini kanker payudara. Pelaksanaan deteksi dini terus dilakukan dan disosialisaikan. Sampai tahun 2015, deteksi dini sudah terlaksana di 32 provinsi, 207 kabupaten, dan 717 puskesmas. Kemenkes juga giat dalam memberikan pelatihan pada tenaga kesehatan mengenai deteksi dini kanker payudara. Pada tahun 2017, Kemenkes telah berhasil melakukan deteksi dini kanker payudara kepada 3,1 juta wanita. Pemeriksaan payudara klinis (Sadanis) merupakan deteksi dini yang

dianjurkan oleh Kemenkes RI. Sadanis dilakukan setidaknya setahun sekali. Tidak hanya itu, deteksi dini juga dapat dilakukan dengan Sadari (Periksa Payudara Sendiri). Sadari dapat dilakukan sendiri setiap hari ke 7-10 setelah menstruasi pertama. Hal ini dikarenakan pada saat menstruasi, bentuk payudara cenderung berubah dari biasanya sehingga pemeriksaan dilakukan setelah masa menstruasi saat payudara telah kembali normal. Sadari dan Sadanis merupakan bentuk upaya pencegahan untuk menemukan gejala klasik kanker payudara sejak awal sebelum mencapai stadium lanjut. Peribahasa ‘mencegah lebih baik daripada mengobati’ merupakan peringatan yang tepat untuk mendongkrak kesadaran wanita dalam deteksi dini kanker payudara. Setiap wanita wajib waspada terhadap kanker payudara. Kanker payudara dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia. Periksa payudara dengan rutin dan sedini mungkin. Kanker dengan stadium awal akan lebih mudah dan murah untuk ditangani. Dengan deteksi dini yang dilakukan, hal ini dapat mengurangi angka kematian penduduk Indonesia akibat kanker. lidia

INFO OBAT

Cemaran Karsinogen di Metformin: Berbahayakah? “Permen”-nya penderita DM tipe 2 ini dicurigai mengandung zat karsinogenik, apakah benar?=

D

alam beberapa tahun belakangan, terdapat beberapa obat yang ditarik peredarannya karena mengandung cemaran karsinogen N-nitrosodimetilamin (NDMA) yang melebihi batas aman. Pada 12 Juli 2018, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) menarik valsartan dari peredaran. Beberapa merek ranitidin injeksi juga ditarik dari peredaran per 4 Oktober 2019 lalu oleh BPOM RI dengan alasan yang sama. Terbaru, pada Desember 2019, Food & Drugs Administration (FDA) Amerika Serikat dikabarkan tengah menginvestigasi kadar NDMA dalam metformin. Investigasi ini dilakukan setelah melihat laporan tingginya kadar NDMA pada beberapa negara, contohnya Singapura. Singapura telah menarik 3 dari 46 merek obat metformin yang beredar di negaranya. Melihat tindakan negara-negara lain, BPOM kini juga melakukan investigasi terhadap kandungan NDMA di dalam metformin yang beredar di Indonesia. Meski begitu, beberapa negara lain seperti Kanada dan Inggris tidak menemukan adanya cemaran NDMA dalam metformin yang melebihi batas aman, namun mereka tetap akan melakukan investigasi terkait hal ini.

Apa itu NDMA? NDMA adalah kontaminan yang umum ditemukan pada air dan makanan, termasuk daging panggang, daging yang menggunakan pengawet yang mengandung sodium nitrit, produk susu, dan sayursayuran. Pada kadar yang rendah, NDMA tidak dianggap membahayakan. Di Amerika Serikat, batas aman konsumsi NDMA ialah 96 nanogram per hari. Jika dikonsumsi melebihi kadar tersebut, NDMA bersifat genotoksik dan meningkatkan risiko kanker apabila orang tersebut terpapar NDMA dalam periode yang cukup panjang. Akan tetapi, orang yang mengonsumsi obat yang mengandung NDMA dibawah batas aman konsumsi setiap hari selama 70 tahun diperkirakan tidak akan mengalami peningkatan risiko kanker. Terdapat beberapa alasan ditemukannya NDMA dalam obat-obatan. Proses pembuatan obat, struktur kimia obat, ataupun penyimpanan dan pengemasan obat dapat menjadi sumber munculnya NDMA dalam obat. Selain itu, NDMA juga fia ar

A

M

n/

Penggunaan Metformin Selama Ini Metformin adalah obat antihiperglikemik oral golongan biguanid yang sudah sangat familiar bagi para dokter maupun penderita DM tipe 2 di Indonesia. Mekanisme utama obat ini adalah mengurangi produksi glukosa

hati (glukoneogenesis) dan meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. Metformin mampu menurunkan kadar HbA1c sebesar 1—2%. Saat ini di Indonesia, metformin tersedia dalam bentuk oral dengan dosis 500—1000 mg per tablet. Obat ini dapat dikonsumsi dalam rentang 500—3000 mg/hari dengan frekuensi pemakaian 1—3 hari sekali tergantung kebutuhan pasien. Metformin dikonsumsi saat atau setelah makan. Selain itu, metformin juga tersedia dalam bentuk kombinasi tetap dengan beberapa obat antihiperglikemik lainnya, misalnya sulfonilurea, tiazolidinedion, dan inhibitor DPP-IV. Obat ini menjadi pilihan pertama pada sebagian besar kasus DM tipe 2. Alasannya ialah harga yang murah dan obat ini tidak memiliki efek samping hipoglikemia seperti yang ditemukan pada obat antihiperglikemik lainnya. Metformin juga bersifat protektif untuk sistem kardiovaskular karena terbukti menurunkan kejadian penyakit kardiovaskular pada penderita DM tipe 2. Meski demikian, metformin juga tetap memiliki beberapa efek samping. Efek samping gastrointestinal berupa mual, muntah, dan diare menjadi efek samping yang paling umum dikeluhkan. Metformin juga meningkatkan risiko terjadinya asidosis laktat dan defisiensi vitamin B12. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal ginjal kronis, riwayat penyakit liver, riwayat asidosis laktat, kecenderungan hipoksemia, dan dehidrasi.

dapat terbentuk di dalam tubuh seiring dengan metabolisme makanan dan obatobatan tertentu. Rekomendasi Penggunaan Metformin Saat Ini Terkait investigasi metformin yang sedang berlangsung, FDA dan agensi kesehatan di negara-negara lainnya, termasuk BPOM RI, mengimbau pasien pengidap DM tipe 2 yang sedang menggunakan metformin untuk tetap melanjutkan penggunaannya. Penting untuk diperhatikan bahwa risiko menghentikan kontrol hiperglikemik jauh lebih berbahaya dibandingkan risiko terhadap paparan NDMA yang relatif tidak berbahaya. Hingga berita ini diterbitkan, BPOM RI masih mengevaluasi metformin yang beredar di Indonesia karena produk yang beredar di Indonesia belum tentu sama dengan negara lain. Oleh karena penggunaannya yang vital bagi penderita DM tipe 2, metformin tetap dianjurkan untuk dikonsumsi secara normal hingga ada temuan lebih lanjut dari BPOM RI. billy


6

JANUARI - FEBRUARI 2020

ILMIAH POPULER

MEDIA

AESCULAPIUS

ARTIKEL BEBAS

Kontroversi Diet Ketogenik: Tepatkah? Banyak cara diupayakan seseorang untuk menurunkan berat badan termasuk diet ketogenik

K

elebihan berat badan menjadikan seseorang seringkali tidak percaya diri. Selain turunnya rasa percaya diri, kekhawatiran akan timbulnya penyakit metabolik dan hipertensi semakin meningkat terutama pada individu obesitas. Hal ini dapat mempengaruhi kondisi psikologis seseorang hingga memicu intervensi diet yang ekstrem seperti diet ketogenik. Diet ketogenik adalah mengurangi konsumsi karbohidrat—biasanya kurang dari 50 gram per hari—dan meningkatkan konsumsi protein serta lemak. Seseorang yang menjalani diet ketogenik cenderung mengkonsumsi lebih banyak lemak karena lebih mudah ditingkatkan daripada protein. Pada awalnya, diet ini digunakan untuk terapi pada pasien epilepsi. Keton yang dihasilkan sebagai pengganti glukosa pada diet ini dikatakan memiliki efek neuroprotektif. Pada diet ketogenik, rendahnya karbohidrat menyebabkan tubuh manusia kekurangan glukosa. Hal ini dapat menurunkan sekresi insulin secara signifikan. Glikogen yang tersimpan dipecah dan tubuh dipaksa untuk mengubah strategi metabolismenya. Sistem saraf pusat terutama otak tidak dapat menjadikan asam lemak sebagai sumber nutrisinya. Oleh karena itu, setelah 3-4 hari kekurangan karbohidrat, otak akan mencari sumber nutrisi lain. Proses metabolik yang kemudian terjadi adalah glukoneogenesis dan ketogenesis, sehingga zat keton menjadi sumber energi

utama menggantikan glukosa. Keton bersifat asam dan berasal dari pemecahan lemak. Ketika produksi keton meningkat, tubuh dapat mengalami ketoasidosis yang dapat mengancam jiwa karena penurunan pH darah secara cepat dan drastis dapat memicu berbagai komplikasi. Diet ketogenik masih menjadi kontroversi di dunia kesehatan. Beberapa peneliti menyebutkan tidak ada keuntungan metabolik untuk menurunkan berat badan dengan diet rendah karbohidrat. Sebagian lain mengatakan bahwa diet rendah karbohidrat lebih efektif pada 3-6 bulan pertama dibandingkan dengan diet gizi seimbang. Di samping menurunkan berat badan, diet ketogenik dapat menurunkan kadar trigliserida serum, kolesterol total, dan meningkatkan HDL (high dense lipoprotein). Perbaikan profil lipid ini disebabkan oleh penurunan sintesis kolesterol endogen akibat rendahnya kadar glukosa darah dan

berkurangnya produksi insulin. Di balik segala manfaat diet ketogenik, terdapat efek samping yang perlu dipertimbangkan seperti kram otot, sesak nafas, perubahan kebiasaan sistem pencernaan, pusing, lelah yang dikenal dengan keto flu. Selain itu, peningkatan konsumsi lemak disinyalir memicu jalur inflamasi yang berujung pada munculnya stres oksidatif. Seseorang yang menjalani diet ketogenik perlu memperhatikan kadar glukosa darah dan keton sebanyak satu atau dua kali dalam sebulan. Beberapa kondisi yang menjadi kontraindikasi diet ketogenik adalah pankreatitis, sirosis hati, gangguan metabolisme lemak, defisiensi karnitin atau piruvat kinase. Sementara vina/MA itu, penggunaan diet ini untuk pasien diabetes mellitus baik tipe 1 maupun 2 masih menjadi perdebatan.

Selain diet ketogenik, banyak jenis diet lain yang dilakukan untuk mengurangi berat badan seperti diet rendah kalori, rendah protein, dan rendah lemak. Prinsip pengurangan berat badan adalah keseimbangan energi negatif dengan cara konsisten mengurangi pemasukan energi daripada pengeluaran energi. Strategi mengubah kualitas atau kuantitas asupan makanan pun menjadi perdebatan. Menurut studi yang dilakukan oleh Universitas Stanford, kedua hal tersebut memiliki peran yang sama bergantung pada individu. Terapi diet yang ideal bagi seseorang dengan berat badan berlebih atau obesitas didasarkan pada keamanan, efikasi, nutrisi yang cukup, terjangkau, dan kepatuhan. Pilihan diet yang paling ideal masih menjadi kontroversi. Hal yang penting dalam menjalani diet jenis apapun adalah harus disertai dengan edukasi yang cukup, motivasi, modifikasi gaya hidup seperti memperbanyak olahraga. Perlu juga untuk menentukan tujuan penurunan berat badan yang realistis. Diet dikatakan sukses bukan ketika berat badan turun dalam waktu singkat, melainkan turun dalam jangka lama dan stabil. Meskipun menunjukkan penurunan berat badan dalam jangka pendek, diet ketogenik meningkatkan morbiditas dan mortalitas dalam jangka panjang. Persentase kebutuhan gizi yang sudah terstandar harus tetap harus selalu diperhatikan. lila

SEGAR

Ayo Uji Pengetahuanmu di Bidang Kesehatan! Pilihlah jawaban yang paling tepat! 1. Penyakit menular tertua yang diketahui saat ini adalah... a. flu b. hepatitis B c. lepra/kusta 2. Pada tahun 1796, vaksin pertama di dunia berhasil dikembangkan. Penemu vaksin pertama adalah... a. Alexander Fleming b. Edward Jenner c. Louis Pasteur 3. Hari AIDS sedunia jatuh pada tanggal... a. 10 Desember b. 1 Desember c. 1 November 4. Dalam sejarah manusia, salah satu tragedi terbesar yang pernah terjadi adalah wabah/kematian hitam. Selain wabah hitam, terdapat istilah wabah/ kematian putih (white plague). Wabah putih adalah penyakit ... a. tuberkulosis b. kusta c. pes

5. Phobia merupakan kondisi ketakutan yang berlebihan terhadap sesuatu. Acrophobia adalah ketakutan terhadap... a. kucing b. ketinggian c. ruang sempit 6. Transplantasi merupakan teknik memindahkan organ dari individu ke individu lain sebagai salah satu cara pengobatan yang ada saat ini. Organ tubuh manusia yang pertama kali berhasil ditransplantasi adalah... a. hati b. pankreas c. ginjal 7. Louis Pasteur adalah seorang tokoh penting yang berjasa di bidang mikrobiologi, seperti pengembangan beberapa vaksin dan teknik pasteurisasi. Di antara vaksin berikut, vaksin yang tidak pernah dikembangkan oleh Louis Pasteur adalah... a. polio b. anthrax c. rabies

8. Manusia memiliki dua ginjal. Setiap ginjal manusia memiliki ... nefron. a. 500.000 b. 2.000.000 c. 1.000.000 9. Willem Einthoven, peraih Nobel di bidang kedokteran dan penemu elektrokardiogram, merupakan dokter kelahiran... a. Yogyakarta b. Surabaya c. Semarang 10. Transfusi darah antarmanusia pertama di dunia yang berhasil dilakukan digunakan dalam kasus... a. perdarahan saat persalinan b. korban perang dunia c. hemofilia

Kunci Jawaban: 1.c; 2.b; 3.b; 4.a; 5.b; 6.c; 7.a; 8.c; 9.c; 10.a

wira/MA


MEDIA

ILMIAH POPULER

AESCULAPIUS

IPTEK

7

JOURNAL READING

Seluk Beluk Terapi Sel Punca di Indonesia Sel punca dilansir menjadi solusi berbagai penyakit terminal

T

erapi sel punca telah digaungkan sejak etik. Permasalahan etik pada sel punca beberapa tahun lalu. Sel punca atau embrionik menyebabkan banyak peneliti yang stem cell yang memiliki kemampuan beralih untuk mengembangkan penelitiannya untuk berkembang menjadi sel spesifik pada sel punca dewasa (adult stem cells). Sel berbagai jaringan tubuh telah banyak diteliti punca dewasa diambil dari berapa sumber antara untuk menjadi solusi penyakit kronik dan lain tali pusat, sumsum tulang, darah tepi, dab progresif yang sampai saat ini belum ditemukan jaringan lemak. pengobatannya. Sel punca bertindak sebagai Dalam pengambilan sel sistem perbaikan internal dan diyakini punca dewasa digunakan dapat digunakan untuk mengisi atau teknologi terbaru untuk memperbaharui jaringan yang rusak akibat mendapatkan iPSCs penyakit. (induced pluripotent Banyak studi dipublikasikan mengenai stem cell) dengan potensi sel punca sebagai terapi. Prosedur memasukkan 4 gen : terapi sel punca dapat dibagi menjadi Oct3/4, Sox2, c-Myc autologous (menggunakan sel punca dari dan Klf4 sebagai faktor pasien sendiri) dan alogenik (menggunakan transkripsi ke dalam sel punca donor). Prosedur autologous fibroblas. Fibroblas tersebut Hannah/MA lebih banyak digunakan untuk mengurangi nantinya dapat diprogram ulang risiko penolakan sistem imun dari tubuh menjadi suatu sel yang menyerupai sel punca pasien. Namun, beberapa kasus seperti pasien embrionik. Teknologi ini menghindari bahaya dengan luka bakar luas atau penyakit sistemik yang akan terjadi pada kehidupan fetus saat mengharuskan pemilihan prosedur alogenik. pengambilan sel punca embrionik. Pada awalnya, sel punca yang dikembangkan Terapi sel punca memungkinkan untuk adalah sel punca embrionik atau embrionic stem penyakit seperti cedera tulang belakang, cells (ESCs). Sel punca ini diambil dari inner penyakit neurodegeneratif, gagal jantung, cell mass (ICM) blastokista. Sebelum lapisan ruptur tendon, dan diabetes tipe I. Pada kasus germinal berdiferensiasi, sel punca tersebut diabetes tipe I dimana sel beta pankreas untuk termasuk ke dalam jenis pluripoten yang memproduksi insulin, sel punca dapat dirancang dapat berdiferensiasi menjadi semua jenis sel. untuk melakukan regenerasi terhadap selPerkembangan sel punca embrionik kemudian sel yang rusak tersebut. Dalam sebuah studi, menimbulkan beberapa masalah seperti disebutkan bahwa terapi sel punca lebih aman gangguan pertumbuhan fetus dan permasalahan daripada transplantasi pankreas.

Sel Punca di Indonesia Perkembangan terapi sel punca di Indonesia ditanggapi serius oleh pemerintah. Pemerintah melalui Permenkes Nomor 32 Tahun 2014 menunjuk RSUPN dr. Cipto Mangunkusomo sebagai Rumah Pusat Pengembangan Pelayanan Medis, Penelitian dan Pendidikan Bank Jaringan & Sel Punca. Pusat pengembangan dan penelitian tersebut telah mengembangkan metode prosesing dan ekspansi sel punca mesenkimal alogenik yang berasal dari jaringan lemak dan tali pusat hasil limbah operasi liposuction dan bedah sesar. Kemudian pada tahun 2016, standar prosedur operasional (SPO) terapi sel punca untuk kasus patah tulang malunion (gagal sambung), defek tulang, lumpuh akibat cedera tulang belakang, osteoarthritis, diabetes melitus tipe 2, kaki diabetes, dan glaukoma telah disahkan. Hingga kini, terdapat lima buah laboratorium kultur sel untuk penerapan aplikasi klinis pada lima bidang unggulan yang terdiri dari neuromuskuloskeletal, kardiovaskular, metabolik endokrin, integumen, dan visual. Tantangan perkembangan sel punca masa depan adalah memahami dengan baik prosedur terapi yang diterima secara global, mencari solusi untuk penolakan sel imun pada transplantasi sel punca dari donor, dan risiko kanker. Di balik tantangan yang ada, terapi sel punca membawa kesempatan besar untuk mengurangi biaya terapi pada banyak kegagalan organ. Lila

ADVERTORIAL

Jantung Harmonis Bersama MultiPoint Pacing Sama halnya dengan tongkat golf, ada lokasi optimal untuk pacu jantung pasien gagal jantung.

T

JANUARI - FEBRUARI 2020

erapi resinkronisasi jantung atau cardiac resynchronization therapy (CRT) adalah terapi alat pacu jantung yang digunakan pada pasien gagal jantung. Terapi ini bekerja dengan cara menghantarkan arus listrik ke jantung agar mengkoordinasikan kembali kontraksi kedua ventrikel. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kontraksi otot dan volume darah yang dipompa oleh jantung agar dapat menurunkan tingkat kematian, menurunkan durasi rawat inap, dan meningkatkan kualitas hidup dari pasien gagal jantung. Namun, masih terdapat beberapa pasien yang tidak merespons terhadap terapi ini. Oleh karena itu, terapi resinkronisasi jantung dengan MultiPoint Pacing (MPP) menjadi alternatif baru untuk pasien yang tidak merespons sebelumnya dengan metode alat pacu jantung konvensional yaitu biventricular pacing (BVP). Meskipun penyebab dari pasien tidak merespons terhadap terapi CRT beragam, salah satu faktor utama adalah lokasi dari penempatan elektroda. Sama halnya dengan raket badminton atau tongkat golf, terdapat lokasi yang optimal untuk menghasilkan pukulan yang sempurna. Terapi CRT yang konvensional dengan BVP dilakukan dengan menempatkan satu elektroda bipolar untuk memacu ventrikel kanan dan kiri. Metode yang baru dengan menggunakan MPP dapat meningkatkan jumlah lokasi pacu jantung dengan menggunakan elektroda quadripolar,

sehingga menghasilkan empat lokasi tambahan. Dengan menambah jumlah lokasi pacu, sel otot jantung ventrikel dapat menerima arus listrik secepat mungkin dan kontraksi yang dihasilkan dapat lebih terkoordinasi. Metode MPP juga menambah opsi lokasi pacu, sehingga dokter dapat mengevaluasi lokasi terbaik untuk menghantarkan arus listrik. Sehingga, lokasi pacu tidak saling bertumpukan dan kontraksi antar sel otot jantung dapat lebih tersinkronisasi. Keuntungan yang diberikan oleh terapi CRT dengan MPP dibandingkan dengan metode konvensional adalah menghasilkan efek yang lebih baik pada kontraksi otot jantung, dinilai dari fraksi ejeksi. Pada efek jangka panjang, keuntungan yang diberikan adalah memberikan kemajuan pada pemulihan struktur ventrikel kiri jantung. Studi yang dilakukan oleh Niazi dkk telah membuktikan keamanan dan keberhasilan dari terapi CRT dengan MPP untuk pasien gagal jantung. Namun, kerugian yang muncul adalah penghamburan daya baterai yang dihasilkan oleh metode ini. Studi yang sama membandingkan efektivitas dari metode MPP dengan BVP. Pasien gagal jantung menerima implan alat terapi CRT yang dipasang dengan metode BVP. Kondisi pasien dievaluasi dalam waktu 3 bulan untuk menentukan apakah pasien merespons terhadap terapi CRT. Kemudian, pasien diacak untuk menerima metode MPP atau tetap dengan metode BVP. Dalam 9 bulan, evaluasi terakhir

dilakukan kepada semua pasien. Hasilnya adalah persentase pasien yang merespons terhadap terapi CRT ditemukan lebih besar menggunakan metode MPP (87%) dibandingkan metode BVP (75%). Tingkat konversi 100% juga ditemukan pada metode MPP, yaitu pasien yang sebelumnya Sakinah/MA merespons pada evaluasi 3 bulan menjadi merespons terhadap terapi pada evaluasi 9 bulan. Salah satu faktor yang dapat menurunkan tingkat respons CRT adalah riwayat penyakit otot jantung iskemik karena adanya jaringan parut yang dapat menghambat arus listrik. Namun, pada studi ini, meskipun jumlah pasien dengan riwayat penyakit otot jantung iskemik ditemukan lebih banyak pada kelompok MPP, tingkat respons masih lebih tinggi dibandingkan dengan metode BVP. Hal ini mendukung keuntungan dari metode MPP yaitu dapat menentukan lokasi pacu yang cocok meskipun adanya jaringan parut. Di Indonesia, metode MPP masih terbilang baru dan baru ada satu pasien yang menjalani terapi dengan metode ini. Metode MPP diperkenalkan di Indonesia oleh Rumah Sakit Columbia Asia, Jakarta pada April 2019. Mariska

Tepat Kenali Keparahan Duchenne Muscular Dystrophy dengan Biomarker Inovasi untuk meningkatkan angka harapan hidup

J

urnal yang ditulis oleh Ropars, et al1 berusahan menilai salah satu metode terbaru biomarker yang digunakan untuk diagnosis Duchenne muscular dystrophy (DMD). DMD merupakan degenerasi otot progresif yang disebabkan oleh infiltrasi lemak dan atrofi menyebabkan hilangnya ambulasi sekitar usia 10-15 tahun. Kelemahan dimulai pada daerah proksimal otot pinggul dan bahu lalu meluas secara progresif ke otot yang lebih distal Selama beberapa dekade terakhir, kemajuan dalam pengobatan DMD telah berkembang pesat dan meningkatkan angka harapan hidup. Metode obyektif, noninvasif diperlukan untuk secara efektif untuk memantau perkembangan penyakit dan mengevaluasi efektivitas terapi baru yang potensial. Ukuran kekuatan, tes fungsi waktunya, dan skala yang mengevaluasi fungsi motorik secara luas digunakan untuk memantau perkembangan penyakit dan keparahan pada pengaturan klinis dan penelitian. Sebagian besar studi pengukuran mMRI telah mengklaim hasil inovasi mereka menjadi ukuran hasil yang sensitif dan obyektif. Namun, untuk pengukuran yang valid secara klinis, harus ada hubungan langsung antara perubahan otot yang diukur pada MRI dan hilangnya kekuatan atau fungsi. Hubungan ini kemudian diteliti oleh Ropars, et al1 dalam bentuk systematic review. Jurnal ini bertujuan untuk menilai bukti hubungan antara MRI otot dan tingkat keparahan penyakit pada DMD Metode yang digunakan adalah pencarian jurnal melalui PubMed, Cochrane, Scopus, dan Web of Science yang kemudian menghasilkan beberapa temuan. Ropars, et al1 melakukan penelusuran terhadap tujuh belas dari 1.629 studi yang telah diidentifikasi. Sebagian besar pasien yang dimasukkan memiliki usia ratarata 8,9 tahun. Sebagian besar penelitian mengevaluasi otot tungkai bawah. Korelasi sedang sampai sangat baik ditemukan antara pengukuran MRI dan fungsi motorik. Korelasi terkuat ditemukan untuk pengukuran MRI kuantitatif seperti fraksi lemak atau rata-rata T2. Korelasi lebih kuat untuk otot kaki bagian bawah seperti m. soleus. Satu studi crossectional melaporkan bahwa perubahan m. soleus ratarata T2 sangat berkorelasi dengan perubahan fungsi motorik. Temuan dari tinjauan sistematis ini menunjukkan bahwa pengukuran MRI dapat digunakan sebagai biomarker tingkat keparahan penyakit pada pasien DMD. Jurnal ini mengusulkan pedoman untuk membantu dokter dalam memilih pengukuran MRI dan otot yang paling tepat untuk dievaluasi. Studi yang mengeksplorasi otot tungkai atas, tahaptahap lain penyakit, dan sensitivitas pengukuran terhadap perubahan juga perlu untuk dilakukan sebagai bentuk studi lanjut. Elvan

Referensi: Ropars J, Gravot F, Salem DB, et al. A biomarker of disease severity in Duchenne muscular dystrophy? A systematic review. Neurology. 2019 Dec 31; 94: 1-17.


8

JANUARI - FEBRUARI 2020

OPINI & HUMANIORA

MEDIA

AESCULAPIUS

SUARA MAHASISWA

Gender Incongruence: Mengubah Nama Mengatasi Masalah? Menilik peran edukasi seksualitas komprehensif dalam membangun masyarakat yang sehat

G

ender identity disorder (GID), atau lebih akrab dikenal sebagai “penyakit” waria, adalah kondisi seseorang yang mengalami ketidaknyamanan akibat ketidaksesuaian antara jenis kelamin biologis dan identitas gender sosialnya. Keadaan tersebut mendorong seseorang berusaha mengubah jenis kelamin. Fenomena yang menimpa 1% populasi dunia ini tidak lagi dianggap sebagai penyakit mental. GID pada tahun 2018 resmi menyandang status baru dalam International Classification of Diseases (ICD) ke-11 sebagai kondisi kesehatan seksual sekaligus berganti nama menjadi gender incongruence (GI). Pergeseran klasifikasi GID menjadi GI tidak terjadi secara tiba-tiba. Pada tahun 2009, Perancis memulai rangkaian perubahan ini dengan mengeluarkan GI dari kondisi psikiatrik. Pada tahun 2013, Asosiasi Psikiater Amerika (APA) menyusul Perancis dengan merilis Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) V. Tiga tahun kemudian, Denmark melakukan hal serupa. Teranyar, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi mengeluarkan GI sebagai penyakit dalam ICD. Perubahan tersebut tentu menuai pro dan kontra. Tindakan WHO tersebut seolah sejalan dengan kaum liberalis dan pelaku LGBT (lesbian, gay, bisexual, & transgender). Mereka yang mendukung perubahan tersebut merasa mulai mendapat keadilan dan kesetaraan. Pasalnya,

selama ini kaum tersebut kerap kehilangan hak asasi di dunia. Di beberapa negara, mereka bahkan dapat dipersekusi secara legal oleh aparat penegak hukum. Kaum konservatif dunia sebaliknya mengambil sisi kontra terhadap pergeseran ini. Indonesia sebagai salah satu negara konservatif turut sepakat dengan pandangan tersebut, apalagi beberapa tahun terakhir Indonesia gencar membahas tindakan sosial dan hukum untuk GI serta

kondisi seksual lain yang dilabeli LGBT tersebut. S e t i a p tindakan memang perlu menimbang terlebih dahulu manfaat dan mudaratnya. Namun, prinsip tersebut tidak mudah diterapkan dalam masalah ini. Publik melontarkan pertanyaan seberapa bermanfaat kebijakan WHO tersebut bagi pelaku

GI dan semua orang. Tidak sedikit dari mereka menyangsikan perubahan ini. Menanggapi hal tersebut, WHO tidak semata-mata mengeluarkan GI sebagai penyakit dalam menentukan kebijakan ini. Perubahan tersebut didasarkan oleh berbagai observasi dan penelitian. Penggolongan GI sebagai penyakit cenderung menimbulkan stigma daripada solusi. Perubahan ini diharapkan dapat mengurangi kejadian diskriminatif atau perilaku persekusi. Jika ditilik lebih jauh, apakah benar kebijakan WHO tersebut mampu menyelesaikan masalah? Hal serupa pernah terjadi pada status homoseksualitas. Faktanya, diskriminasi tetap menimpa pelaku homoseksualitas walaupun berbagai lembaga kesehatan di dunia telah mengubah statusnya dari penyakit menjadi kondisi biasa. Stigma tetap melekat pada perilaku yang sudah lama dianggap menyimpang itu. Tampaknya, meniadakan diskriminasi hanya dengan mengubah nomenklatur hanya angan semata. Kaum konservatif akan selalu ada. Sebagian dari mereka bahkan merasa kebijakan tersebut diwujudkan akibat tuntutan keras kaum LGBT. Selain itu, banyak orang turut mengkritisi cepatnya perubahan yang terjadi. Bagaimana mungkin sesuatu yang sudah lama dianggap sebagai penyakit dapat secepat dan sesederhana itu berubah? Kebijakan-kebijakan seperti ini akan selalu menimbulkan polemik. Kegaduhan semacam ini adalah respons yang wajar dari tindakan yang mendobrak cara berpikir atau bahkan moralitas

Reynardi Larope Susanto Ketua BEM IKM FKUI 2020

banyak orang. Namun, sebelum berbicara moralitas orang lain, alangkah baiknya kita melihat moralitas diri sendiri. Kita mungkin saja secara tidak sadar memiliki stigma atau bahkan perilaku diskriminatif terhadap GI. Perbedaan pendapat GI sebagai penyakit atau sebaliknya adalah hal wajar, tetapi pelaku GI tetaplah manusia yang harus dihormati seutuhnya. Entah kebijakan WHO tersebut benar atau salah, menjauhi diri dari tindakan diskriminatif atau semena-mena lebih bijak daripada menghampiri pusaran kegaduhan nomenklatur diskriminatif. wira

KO L U M

Mi Pangsit dan Penggaris Besi

A

lkisah, ada seorang anak SD berusia 9 tahun yang selalu bersikap nakal hingga tak satupun nasihat orang tua dan guru-gurunya yang ia dengar. Setiap hari, ia mengikuti kelas tanpa sedikitpun mengurungkan niat untuk belajar atau memerhatikan penjelasan gurunya. Suatu ketika, guru matematika memberikan ujian secara mendadak. Seisi kelas terlihat begitu sunyi selama ujian berlangsung hingga anak tersebut memecahkan keheningan karena merupakan siswa pertama yang berhasil menyelesaikan ujian tersebut. Tentu hal ini sangatlah mengejutkan guru dan siswa lainnya. Seminggu telah berlalu sampai pada waktunya pengumuman hasil ujian. Sayangnya, anak tersebut tidak lulus. Saat itu pula, sang guru meminta anak tersebut membuka telapak tangan kanannya secara lebar dan memukulnya sebanyak sepuluh kali dengan sebuah penggaris besi. Seketika rasa sakit yang luar biasa tersebut menjalar melalui saraf-saraf telapak tangannya dan ia pun menangis. Lalu, ia menceritakan semua kejadian tersebut kepada ibunya dengan harapan ia akan dihibur oleh ibunya. Namun sebaliknya, ibunya segera mengambil sebuah penggaris besi sambil memintanya untuk membuka telapak tangan kirinya. Ibunya lantas melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan gurunya kepadanya saat di sekolah.

Sebuah kisah tentang lingkaran kebiasaan “Ibu sangat kecewa dengan komitmen belajarmu yang rendah di sekolah. Ibu bukan merasa kecewa karena melihat hasil ujianmu tetapi karena melihat kekecewaan gurumu itulah. Ibu jadi percaya kalau kamu sangat mengecewakan. Ibu tidak menyesal telah menghukummu.” Waktu pun berlalu, anak tersebut mulai sadar dan memerhatikan gurunya dengan sepenuh hati selama pelajaran. Ia berjuang keras melawan hasrat bermain selama pelajaran. Ikhtisar yang penting bagi anak tersebut untuk belajar mengasosiasikan nilai ujian jelek dengan kekecewaan guru telah mendorong keberhasilan anak tersebut dalam ujian berikutnya. Ia sedikit tersenyum cemas sembari melihat pandangan gurunya yang setengah takjub dan sinis. “Nak, Ibu kembali senang melihatmu telah memberikan yang terbaik untuk tidak mengecewakan orang lain. Ayo, Ibu akan ajak kamu pergi makan ke tempat mi pangsit favoritmu. Ibu tak akan membatasi kamu untuk makan dua mangkuk mi jika itu yang kamu mau sebagai hadiahmu,” ucap ibunya setelah mendengar keberhasilan anaknya. Dua mangkuk mi pangsit pun dilahap habis oleh anak tersebut. Sama halnya dengan penggaris besi dan mi pangsit, ganjaran dan hukuman adalah dua aspek penting yang perlu dilibatkan pada setiap tindakan yang kita lakukan. Hal

ini bukan mengajarkan tentang kekerasan kepada anak dengan penggaris besi atau kelemahlembutan dengan mi pangsit. Penggaris besi dan mi pangsit hanya perumpamaan. Bentuknya bisa apa saja asalkan berbentuk ganjaran dan hukuman. Kedua hal ini penting karena mampu mewujudkan angan-angan menjadi realita. Namun, sekali lagi, penyampaian kedua tindakan tersebut perlu disertai pemikiran bijak dan kepedulian untuk mengembangkan diri. Kondisi ini kelak memberikan momentum tepat untuk melibatkan tujuan bersama antara kita dan lawan bicara kita dalam sebuah visi besar. Ini bukanlah berarti ganjaran dan hukuman dapat mengubah segalanya tetapi lebih menekankan efek keduanya ke dalam sifat dasar semua manusia yaitu “setiap tindakan mengharapkan adanya ganjaran timbal balik”. Ganjaran akan memperkuat intensitas tindakan, sebaliknya hukuman akan melemahkannya. Tanpa disadarinya, anak tersebut telah dilatih untuk menerima gagasan bahwa hukuman dengan penggaris besi berhubungan dekat dengan kekecewaan guru kepadanya. Ini mendorong pemahamannya untuk mengaitkan hukuman yang diberikan oleh ibunya ketika ia menyadari sesuatu yang salah dari pandangan guru terhadapnya. Akibat ganjaran mi pangsit, anak ini akan

Andrea LAurentius Mahasiswa Tingkat IV Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia semakin menguatkan tindakan belajarnya hingga menjadi sebuah kebiasaan jangka panjang. Siklus ganjaran dan hukuman yang terus diulang akan membentuk sebuah tindakan menjadi kebiasaan hingga lama kelamaan dapat menjadi gaya hidup. Oleh karena itu, ingatlah untuk selalu menghadiahkan diri kita setelah menyelesaikan tugas yang dilakukan untuk tujuan jangka panjang. Alam bawah sadar akan turut mengasosiasikan tindakan tersebut setimpal dengan ganjaran yang diterima sehingga lingkaran kebiasaan dalam usaha mengejar mimpi terbentuk dengan sendirinya.


MEDIA

OPINI & HUMANIORA

AESCULAPIUS

SUKA DUKA

JANUARI - FEBRUARI 2020

9

Prof. Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ(K): Meneropong ke Dalam Aspek Jiwa Tidak cukup sekadar pintar untuk menjadi dokter yang baik

C

ita-cita menjadi dokter bukanlah impian pertama Prof. Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ(K) kala beliau dulu bersekolah. Sebelumnya, dokter yang juga merupakan Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) ini sempat bermimpi untuk menggeluti bidang teknik komputer karena ketertarikan beliau pada pesatnya perkembangan era komputer pada masa itu. Namun, karena masalah ekonomi keluarga, Tjhin tidak dapat mengejar impian tersebut. Akhirnya, Tjhin menerima tawaran untuk dibiayai kuliah oleh seorang konselor di Fakultas Kedokteran UKRIDA. Setelah lulus kuliah, Tjhin mengikuti semacam crash program untuk menjadi pegawai negeri dan ditempatkan di daerah transmigrasi pedalaman Sintang, Kalimantan Barat. Tentunya, hidup di daerah yang cukup terpencil saat itu tidak sepenuhnya nyaman. Ibaratnya, hanya sekadar memikirkan makan saja sulit. Namun,di sanalah beliau belajar apa artinya “bertahan”. Lantas, mengapa memilih psikiatri? Ternyata, justru di pedalaman Sintang inilah, ketertarikan Tjhin terhadap dunia psikiatri muncul. Pada saat itu, beliau merasa dokterdokter di daerah hanya fokus mengobati secara fisik saja. Masalah kejiwaan belum sepenuhnya mendapat perhatian. Di samping itu, Tjhin juga sudah tertarik ke arah pediatrik sejak kuliah sehingga beliau juga cukup prihatin terhadap

kondisi anak-anak di sana. “Aspek kejiwaan anak-anak ini tidak dilihat padahal kalau diperhatikan sebenarnya masalahnya banyak, misalnya masalah gaya hidup, alkoholisme, masalah perilaku, dan sebagainya. Akan tetapi, sayangnya tidak ada penanganan khusus untuk itu,” cerita Tjhin. Hal inilah yang mendorong beliau untuk tergerak menekuni bidang psikiatri anak karena mungkin selama ini orang tua hanya terfokus pada kondisi fisik anaknya saja tanpa mengetahui pentingnya kesehatan jiwa yang tidak kasatmata. Keinginannya untuk mempelajari psikiatri beliau wujudkan dengan mencoba mengajukan perpindahan ke sebuah rumah sakit jiwa di Kalimantan, tepatnya di Singkawang. Alhasil, Tjhin berhasil diizinkan untuk pindah ke rumah sakit jiwa tersebut. Namun sayangnya, tidak semuanya berjalan mulus. Program yang harusnya beliau selesaikan selama 2 tahun ternyata harus menempuh waktu 3,5 tahun untuk diselesaikan. “Itu benar-benar pengalaman yang tidak terlupakan sih,” canda Tjhin. Setelah kembali ke Jakarta, Tjhin mengambil fellowship di bagian psikiatri anak di FKUI karena beliau memang ingin memfokuskan diri menangani psikiatri anak. Dari seseorang yang awalnya tidak bercitacita menjadi dokter, tidak disangka-sangka ternyata Tjhin menikmati hidupnya sebagai dokter psikiatri anak. Selama praktik, beliau pun mendapat banyak pengalaman yang berkesan.

Memang tidak semua kasus berhasil ditangani, namun yang penting adalah bagaimana dokter mau berusaha memahami pasien lebih dari sebatas penyakit fisik dan memulihkan jiwa mereka. Satu pengalaman yang cukup beliau ingat adalah kasus seorang remaja yang kala itu menderita depresi berat karena dirinya gemuk. Akibat bentuk tubuhnya, ia diejek oleh temantemannya. Remaja tersebut pun merasa minder, tidak mau pergi sekolah, menyalahkan Tuhan, dan hampir bunuh diri. Melalui konseling, anak ini belajar untuk menerima dirinya dan berserah kepada Tuhan. Seiring waktu, kondisi jiwa dan spiritualnya pun pulih tanpa perlu mengonsumsi obat. “Bisa menolong anak-anak dari kesulitan, menolong remaja mendapat insight bahwa apa yang mereka pikirkan belum tentu benar dan dapat berubah menjadi lebih baik, menurut saya itu sangat berarti,” ujar Tjhin. Selain sebagai klinisi, Tjhin juga aktif sebagai staf pengajar. Dari masa kuliah, beliau memang sudah suka mengajar bahkan bekerja sampingan sebagai guru. “Di Kalimantan dulu, saya sering membantu mengajar anak-anak di sana,” cerita Tjhin. Selain itu, Tjhin juga memiliki ketertarikan di bidang riset. Sejak SMA, beliau mengaku memang suka bergelut dengan angka sehingga analisis data dan hitung-menghitung dalam riset menjadi sesuatu yang sangat beliau nikmati. Terakhir, Tjhin berpesan bahwa menjadi

Narasumber:

Prof Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ(K) Psikiater Anak dan Remaja, Departemen Psikiatri FKUI/ RSCM

dokter haruslah berwawasan luas, dalam arti, terus mengembangkan ilmu tetapi juga menikmati hobi dan aspek hidup lainnya. “Kedokteran itu art dan science,” pungkasnya di akhir wawancara. “Jadi dalam menjalani dunia kedokteran, tetaplah belajar untuk menikmati hidup.” jessica

RESENSI

Joker: Tawa atau Tangis? Membawa genre psychological thriller, film Joker sukses menyita perhatian dunia

J

dokumen penerbit

Judul : Joker Genre : Drama, Psychological Thriller Durasi : 122 menit Rating : R (17 tahun ke atas) Sutradara : Todd Philips Penulis naskah : Todd Philips, Scott Silver Studio Produksi : DC Films, Village Roadshow Pictures

oker bukan tokoh yang asing bagi seseorang yang mengikuti sepak terjang film superhero. Joker merupakan musuh sejati Batman yang membuat kekacauan di Kota Gotham. Film ini menceritakan awal mula seorang badut menjadi psikopat yang dikenal sebagai “Joker”. Seperti kata pepatah “Tidak ada manusia yang terlahir jahat”, ternyata Joker memiliki masa lalu kelam dan berhubungan dengan kesehatan mental yang menarik untuk dibahas. Film dimulai dengan menceritakan seorang badut pembawa papan iklan bernama Arthur Fleck yang tinggal bersama ibunya. Kehidupan Arthur kacau balau ditambah penyakit mental yang mengharuskannya konsultasi kepada psikiater ketika kondisi ekonominya semakin terjepit. Penyakit mental yang dideritanya adalah skizofrenia dan pseudobulbar affect (PBA). Dia kerap berdelusi dengan skenario hidup ciptaannya sendiri. Selain itu, PBA membuatnya sering kali mengeluarkan ekspresi yang berbeda dengan perasaan sebenarnya. Hal ini membuat Arthur harus membawa kartu yang menjelaskan penyakit tersebut apabila mendadak dia tertawa tidak pada tempatnya. Penyakit mental tersebut tidak dapat diterima masyarakat sehingga Arthur mendapat banyak cemooh dan perundungan. Dengan penyakitnya, Arthur harus berjuang dua kali, yaitu mengatasi penyakit dan berusaha menjadi “orang normal” di tengah masyarakat yang tidak

memiliki kepedulian terhadap kesehatan mental. Perjuangan tersebut gagal karena lingkungan masyarakat justru menjadi musuhnya. Arthur merasa terbuang dari pergaulan dan sakit hati atas kejahatan diterimanya. Lantas, pada suatu hari, Arthur dirundung tiga pebisnis muda dalam perjalanan pulang menggunakan kereta bawah tanah. Semua perasaan menderita yang tertahan selama ini meledak sehingga dia menembak mati ketiga pebisnis muda tersebut. Setelah kejadian penembakan tersebut, Arthur berubah menjadi sosok psikopat dalam balutan riasaan badut yang akhirnya dikenal sebagai “Joker”. Film ini berjalan dengan suasana yang gelap dan penuh penderitaan. Penonton juga akan dibuat berdebar-debar menebak hal apa yang akan dilakukan oleh Joker selanjutnya. Oleh karena itu, banyak orang mengatakan film ini memiliki dampak cukup besar bagi psikologis penontonnya, terutama memunculkan perasaan depresif. Namun, dampak yang dibawa penonton pulang bergantung dari individu masing-masing. Dibalik semua itu, film ini berhasil mengajarkan masyarakat tentang pentingnya kesadaran akan kesehatan mental. Pelajaran tentang empati juga ditekankan pada film ini di mana setiap harinya kita harus mencoba memahami orang lain dengan lebih baik dan menjauhi perundungan hanya karena orang tersebut jauh dari definisi “normal” yang kita buat sendiri. lila

JASA PEMBUATAN SYMPOSIUM HIGHLIGHT Media Aesculapius menyediakan jasa pembuatan Symposium Highlight. Symposium highlight adalah peliputan sebuah seminar atau simposium, yang kemudian hasilnya akan dicetak dalam sebuah buletin, untuk dibagikan pada peserta seminar. Simposium yang telah kami kerjakan antara lain PIT POGI 2010, ASMIHA 2011, ASMIHA 2016, ASMIHA 2017, JiFESS 2016, JiFESS 2017, dan lain-lain. Hubungi Hotline MA: 0896-70-2255-62 (SMS/Whatsapp)


10

LIPUTAN

JANUARI - FEBRUARI 2020

MEDIA

AESCULAPIUS

R UBRIK DAERAH

Mencari Pengalaman di Jayapura Kalau Kau Mengabdi Di Tanah Papua Dengan Hati, Maka Tanah Papua Akan Memberikanmu Segalanya

M

encari pengalaman menjadi jawaban serta tujuan awal saya mengabdi dan melakukan internship di Papua. Lokasi tempat saya mengabdi lebih tepatnya berada di RSUD Abepura. Dari 163 mahasiswa yang lulus di FKUI April 2018, hanya dua orang yang pergi internship ke Papua. Selain itu, dari dua orang tersebut, hanya saya yang berasal dari luar Papua. Salah satu topik yang dibawakan dalam simposium ini adalah “Tata Laksana Resusitasi Neonatus Terintegrasi”, dengan dr. Rosalina Dewi Roeslani, SpA(K) sebagai pembicara. Materi yang dibahas berfokus pada Algoritma Resusitasi Neonatus IDAI 2017. Sesampainya saya pertama kali ke Jayapura, saya tidak merasakan hal menakutkan yang sering dinasehatkan orang sebelum berangkat. Perkataan orang-orang seperti masih banyak perang suku, banyak orang membawa tombak di jalan, terdapat pembunuhan terhadap orang luar Papua, banyak yang meninggal karena malaria, penduduknya masih primitif, tidak bisa bahasa Indonesia, banyak kasus pemukulan dokter, dan sebagainya. Karakteristik kota Jayapura itu mirip seperti kota Depok atau kota Pekanbaru yang bangunannya tersusun sepanjang satu jalan utama. Perbedaannya, kota Jayapura memiliki geografis pegunungan, sehingga jalanannya berkelok dan naik turun. Di kota ini, ada juga banyak merk dan brand modern serta restoran

yang biasa ditemui di Jakarta. Walaupun disini tidak ada minimarket, Papua memiliki toko swalayan sendiri yang tersebar di sepanjang kota. Harga bahan pokok pun tidak jauh berbeda dengan di Jakarta. Akan tetapi, harga beberapa barang seperti perangkat elektronik lebih mahal 10-50% dari harga di Jakarta akibat ongkos kirim logistik ke Papua yang cukup besar. Mayoritas masyarakat Jayapura juga sama sekali jauh dari kata primitif. Jangan heran apabila melihat banyak masyarakat yang memiliki mobil dan jalanan yang padat seperti Jakarta. Betul bahwa secara fisik, penampilan masyarakat papua berbeda dengan kebanyakan orang Indonesia yang tinggal di Kawasan Indonesia Barat dan Tengah. Masyarakat Papua punya kulit yang hitam, rambut keriting, bicara keras, dan bibir merah karena banyak makan pinang. Akan tetapi, banyak juga dari masyarakat papua yang menggunakan barang dan pakaian dari merk ternama. Bahkan, sekitar 90 persen dari penduduk di Jayapura bisa bahasa Indonesia. Sebagian orang yang tidak dapat bahasa Indonesia adalah orang tua yang telah lama

tinggal di daerah pegunungan dan baru datang ke Jayapura. Setelah saya berinteraksi dengan pasien, perawat, dan berbagai pegawai di rumah sakit, barulah saya dapat menyimpulkan berbagai karakteristik demografis masyarakat disini. Suku yang dominan di Jayapura adalah suku asli Papua, Batak, Toraja, Bugis, Madura, dan Jawa. Suku asli Papua dibagi lagi menjadi banyak suku berdasarkan tempat asalnya, seperti suku Wamena, Biak, Serui, Jayapura, dan masih banyak lagi. Masing-masing suku punya marga masing-masing. Karena sudah merupakan generasi kedua atau ketiga, banyak penduduk di Jayapura yang merupakan campuran dari sukusuku tersebut. Berdasarkan pengamatan saya, terdapat tiga karakter utama yang dimiliki masyarakat Papua, yaitu bicara keras, polos, dan penuh hormat. Dalam kesehariannya, masyarakat Papua terbiasa berbicara dengan suara lantang dan keras sehingga sering diartikan sebagai marah-marah. Selain itu, sebagian besar masyarakat Papua memiliki niat baik dan mau ikut aturan. Salah satu contoh kasus adalah seorang ibu menyisihkan hasil penjualan ubi kayunya demi membawa tetangganya untuk berobat ke rumah sakit. Tak hanya itu, orang Papua juga memiliki rasa hormat yang tinggi pada orang yang berbuat baik pada dirinya. Seringkali saya mendapat berbagai balasan buah tangan dari hasil kebun dari pasien saya. Selama internship saya di Jayapura, saya mendapat banyak pengalaman dan pengetahuan

Nama: dr. Febri Bahari Jabatan: Dokter Intern di Departemen Urologi RSCM Kontak: dr.febribahari@gmail.com

mengenai kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat. Terlepas dari kepenatan bekerja sebagai dokter internship, sebenarnya kota Jjayapura menawarkan tempat berlibur yang sangat banyak, mulai dari pantai, bukit, pemandangan, laut, hingga tempat nongkrong untuk sekedar minum kopi dan mengerjakan laporan kasus.

SEPUTAR KITA

Selamatkan Generasi Emas Indonesia dengan Resusitasi Neonatus

K

Kalau kau mengabdi di tanah Papua dengan hati, maka tanah Papua akan memberikanmu segalanya

ejadian gawat darurat pada neonatus merupakan hal yang cukup sering terjadi. Kondisi ini memunculkan tantangan tersendiri dalam diagnosis serta tata laksananya dan terkadang pengetahuan tenaga kesehatan maupun peralatan rumah sakit setempat belum sepenuhnya memadai. Hal inilah yang mendasari simposium Neonatal Emergency Management (NEMO). Simposium tersebut diadakan pada Minggu, 19 Januari 2020, bertempat di Aula Gedung A RSCM Lantai 8. Salah satu topik yang dibawakan dalam simposium ini adalah “Tata Laksana Resusitasi Neonatus Terintegrasi”, dengan dr. Rosalina Dewi Roeslani, SpA(K) sebagai pembicara. Materi yang dibahas berfokus pada Algoritma Resusitasi Neonatus IDAI 2017. Tahap awal resusitasi merupakan tahap persiapan yang mencakup konsultasi antenatal, persiapan alat, serta briefing tim resusitasi. Tim resusitasi akan dipimpin oleh seorang ketua yang mengatur jalannya resusitasi dan pembagian tugas. Persiapan yang baik adalah tahap yang krusial untuk menjalankan resusitasi neonatal yang efektif. “Tetaplah tenang dan ikuti alurnya,” pungkas Rosalina. Setelah bayi lahir, dua hal yang harus diperhatikan adalah pernapasan dan tonus otot

devi/MA

bayi. Jika kondisi bayi baik, lakukan perawatan rutin dengan menghangatkan dan keringkan bayi. Jika berat lahir bayi kurang dari 1500 gram, bayi perlu dibungkus dengan plastik bening tanpa dikeringkan, kemudian dipasangkan topi. Namun, jika salah satu parameter tersebut ternyata tidak baik, pertama-tama tetap lakukan langkah awal, yaitu menghangatkan bayi. “Suhu adalah hal paling awal yang harus diperhatikan, karena dari penelitian, hipotermia akan memberikan morbiditas dan mortalitas yang tinggi,” tegas Rosalina. Lalu keringkan, bersihkan jalan napas jika perlu, stimulasi dan posisikan

kembali, selanjutnya diikuti dengan penilaian napas dan denyut jantung lagi. Dalam 60 detik, langkah awal, observasi kembali, serta penentuan terapi oksigen yang akan diberikan sudah harus selesai dilakukan. Jika bayi bernapas, tapi tampak sesak atau merintih, harus diberikan continuous positive airway pressure (CPAP) dengan PEEP (positive end-expiratory pressure) 7 cmH2O. Namun, jika tidak terdapat distres napas dan terjadi sianosis sentral, pertimbangkan suplementasi oksigen. CPAP dikatakan gagal apabila PEEP sudah lebih

dari 8 cmH2O dan FiO2 >40% (fraction of inspired oxygen), sehingga dokter perlu beralih ke intubasi. Sebaliknya, jika bayi tidak bernapas atau terlihat megap-megap, dan/atau denyut jantung di bawah 100x/menit, langkah berikutnya adalah memberikan ventilasi tekanan positif (VTP). Selanjutnya, perhatikan pengembangan dada dan denyut jantung. Apabila dada tidak mengembang adekuat, coba untuk evaluasi kembali dengan memperhatikan posisi dan obstruksi. Namun, jika dada mengembang tapi denyut jantung tidak meningkat, tekanan dapat dinaikkan, atau jika tetap tidak membaik, dapat dipertimbangkan melakukan intubasi. Kompresi dada dilakukan apabila setelah VTP 30 detik, denyut jantung tetap di bawah 60x/ menit. Setelah VTP dan kompresi dada efektif selama 1 menit, namun denyut jantung lagi-lagi masih di bawah 60x/menit, pertimbangkan pemberian obat-obatan seperti adrenalin disertai dengan bolus intravena. “Secara etik, setelah resusitasi 10 menit, jika jantung tetap tidak terdengar, kita dapat menghentikan resusitasi,” ujar Rosalina. Penghentian resusitasi juga dapat dilakukan apabila bayi diketahui menderita sindrom letal, misalnya sindrom Patau, setelah diskusi dan disetujui oleh orang tuanya. jessica


MEDIA

LIPUTAN

AESCULAPIUS

JANUARI - FEBRUARI 2020

11

SEPUTAR KITA

Berkenalan dengan Meningitis TB dan Bagaimana Mengenalinya Meski sudah memasuki era millenial, ancaman TBC masih menghantui masyarakat Indonesia

J

umlah penderita infeksi tuberkculosis (TBC) di Indonesia kian meningkat. Kuman TBC tidak hanya menyerang paruparu, namun bisa menyebar hingga ke jaringan lain seperti otak. Sayangnya, banyak masyarakat di era sekarang yang belum mengetahui betul bagaimana manifestasi dari penyakit tuberkulosis. Hal ini dapat menyebabkan keterlambatan diagnosis dan tatalaksana penyakit, yang akhirnya meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas akibat TBC. Setelah sukses menyelenggarakan acara ke-10 di bulan lalu, Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) bekerjasama dengan Eikjman Oxford Clinical Research Unit (EOCRU) dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo kembali mengadakan Seminar Awam yang . Acara ini dilakukan pada Selasa, 14 Januari 2019 di Aula RSUI, Depok dengan mengusung topik “TBC dan Infeksi Otak di Era Millenial”, Penyakit TBC sendiri dapat menyerang semua orang dari berbagai usia dan latar belakang. Kegiatan kali ini bertujuan meningkatkan kesadaran para kawula muda dan keluargakeluarga muda untuk bersama-sama memerangi kuman TBC serta mengedukasi masyarakat yang belum mengetahui bahaya dari kuman TBC. Kegiatan ini juga menjadi wadah peluncuran

resmi dari “Sore Sehat”, sebuah media edukasi kesehatan yang dijalankan melalui aplikasi Whatsapp. Acara ini dimulai tepat pukul 9 pagi dan berlangsung selama 4 jam. Secara umum terdapat empat sesi presentasi interaktif, dimana setiap sesi masing-masing dibawakan oleh dokter-dokter spesialis. Mereka berusaha untuk mengupas topik seminar sesuai keahlian masing-masing. Salah satunya adalah topik “Meningitis TB: Apa, Mengapa, dan Bahaya yang Mengancam” yang dibawakan oleh dr. Darma Imran, SpS (K). TB Meningitis adalah salah satu bentuk dari tuberkulosis ekstra paru, dimana kuman TBC sudah berhasil mencapai area selaput pembungkus otak. Siapa sangka, tingkat mortalitas TB meningitis terbilang cukup tinggi. “Menurut data, mortalitas akibat TB meningitis bisa mencapai 50% pada pasien yang menjalani pengobatan selama 9-12 bulan”, tegas Darma. Penanganan yang tepat dan cepat tentu diperlukan untuk mencegah kondisi pasien TB agar cepat kembali sembuh. Ada beberapa gejala yang disebabkan oleh meningitis TB. Gejala tersebut meliputi lumpuh, gangguan memori, kejang, dan gangguan kesadaran. Terkadang, pasien meningitis TB terlihat rewel, gelisah dan agresif. Kondisi tersebut

devi/MA

dinamakan delirium, suatu spektrum gangguan kesadaran yang seringkali luput dari pemahaman orang awam. “Jadi, gangguan kesadaran tidak selalu berbentuk seperti orang yang sedang koma; kita juga harus sadari bentuk gangguan kesadaran lain seperti delirium ini”, terang Darma. Untuk benar-benar memastikan apakah seseorang terkena meningitis TB, dibutuhkan pemeriksaan lanjutan seperti analisa darah, pungsi lumbal, aspirasi cairan otak maupun foto radiologi. Oleh sebab itu, masyarakat diharapkan untuk bisa mengenali gejala-gejala meningitis

TB sehingga bisa segera merujuk pasien ke dokter. “Pada akhirnya, masyarakat dan petugas kesehatan sama-sama bertanggungjawab dalam menangani kasus meningitis TB di Indonesia” pesan Darma. Selain narasumber diatas, terdapat tiga orang dokter spesialis lain yang juga diundang untuk mengisi seminar, diantaranya dr. Gatut Priyonugroho, Sp.P, dr. Achmad Rafli, Sp.A, dan dr. Adityo Susilo, Sp.PD-KPTI. Leo

R UBRIK DAERAH

Tantangan Menjadi Dokter di Tanah Sumba Ketika pengobatan medis harus bersaing dengan pengobatan tradisional

Nama: Felix Kurniawan Jabatan: Dokter Internship RS Karitas Waitabula - Puskesmas Watukawula, Sumba Barat Daya, NTT Alamat Rumah: Serpong, Tangerang Selatan, Banten Kontak: 08170708023 / felixkurniawan85@ gmail.com

K

etika mendengar kata Sumba, apa yang pertama kali muncul dalam benak anda? Ya, kebanyakan orang mungkin membayangkan destinasi wisata dengan keindahan alam yang tengah naik daun hinggga kalangan turis mancanegara itu. Namun yang menjadi pertanyaan berikutnya, apakah naiknya pamor sektor pariwisata di pulau ini berbanding lurus dengan aspek-aspek lainnya, khususnya di bidang kesehatan? Sumba merupakan salah satu dari tiga pulau besar yang membentuk provinsi Nusa Tenggara

Timur (NTT) yang terdiri atas empat kabupaten, yaitu Sumba Barat Daya, Sumba Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, dan Sumba Timur. Saat ini saya tengah menjalani internship di RS Karitas Waitabula yang terletak di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), satu-satunya rumah sakit operasional yang berada di kabupaten tersebut. Predikat tersebut tentunya tidak otomatis membuat RS Karitas sebagai rumah sakit dengan fasilitas di satu kabupaten. RS Karitas masih tegolong RS tipe D, yang tentunya masih kurang untuk menjadi pusat rujukan kabupaten. Selain itu, menurut Badan Pusat Statistik Provinsi NTT, Kabupaten SBD memiliki tingkat pendidikan paling rendah dibanding kabupaten lain. Masyarakat setempat masih banyak yang menaruh kepercayaan pada adat setempat. Fasilitas kesehatan yang terbatas ditambah dengan kondisi masyarakat yang demikian mempersulit penerapan pelayanan kesehatan yang ideal. Keyakinan terkait pernyataan tersebut semakin diperkuat dengan pengalaman yang saya alami sendiri saat jaga IGD. Malam itu, seorang remaja laki-laki usia 16 tahun datang ke IGD setelah terlibat dalam kecelakaan motor. Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis, pasien dicurigai mengalami fraktur tulang pergelangan tangan kiri. Kami melakukan rontgen wrist AP/lateral untuk mengonfirmasi kecurigaan tersebut. Hasilnya rontgen ternyata sesuai dengan dugaan saya. Saya pun berniat mengedukasi pasien

untuk dirawat inap untuk dapat diobservasi dan diberikan tatalaksana suportif untuk membantu penyembuhannya. Selain karena fraktur jenis ini umumnya tidak memerlukan operasi, dokter spesialis orthopedi pun hanya ada satu orang di seluruh provinsi NTT dan tempat praktek beliau berjarak 1 jam perjalanan dari Sumba dengan pesawat terbang. Saat saya melakukan edukasi, pihak keluarga menolak untuk dirawat dengan alasan lebih memilih untuk diterapi oleh tukang urut atau dukun di kampungnya. Meski saya sudah

Menyongsong... catra, jonathan, gaby, amanda

berulang kali menjelaskan kondisi pasien, keluarga tetap teguh pada keputusannya untuk menolak perawatan medis. Saya pun terpaksa ‘merujuk’ pasien ke tukang urut dan hanya dapat berharap bahwa pasien dan keluarganya dapat segera mengikuti saran saya untuk melakukan pengobatan secara konvensional. Pengalaman ini mengingatkan saya bahwa sebagai dokter saya harus bisa melihat pasien secara menyeluruh, mulai dari aspek medis, lingkungan, sosio-ekonomi, adat istiadat hingga faktor di luar pasien seperti ketersediaan fasilitas kesehatan. Setelah mempertimbangkan seluruh aspek tersebut, saya akan dapat mengedukasi pasien dengan lebih baik dan tajam sehingga pasien pun bersedia diajak bekerjasama untuk menyelesaikan masalah-masalah medisnya. Pengalaman saya menjadi dokter internship jauh dari kota besar juga melatih kreativitas saya dalam mengambil keputusan di tengah keterbatasan dan hambatan yang saya alami.

sambungan dari halaman 1

“Penyebab sekunder dari permasalahan gizi buruk berhubungan dengan pola asuh yang tidak tepat, ketersediaan pangan yang rendah, kualitas sanitasi yang buruk, serta akses terhadap pelayanan kesehatan yang kurang memadai,” terang Wahyu. Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa kurangnya implementasi dan koordinasi program di tingkat daerah membuat program-program yang dicanangkan pemerintah belum berjalan secara optimal. Program dalam mengatasi gizi buruk sebenarnya sudah spesifik dan sensitif, namun optimalisasi semua program tersebut memerlukan bantuan sektor nonkesehatan. Penanganan masalah gizi yang mengikutsertakan sektor nonkesehatan bisa jadi justru meningkatkan cakupan intervensi. Oleh karena itu, koordinasi lintas sektor juga perlu digalakkan kembali. “Peningkatan koordinasi lintas sektor nonkesehatan dibutuhkan karena masalah gizi serta kesehatan secara umum sangat dipengaruhi oleh sektor tersebut,” tambahnya. afiahuddin, dina, farah


12

JANUARI - FEBRUARI 2020

LIPUTAN

MEDIA

AESCULAPIUS

SEREMONIA

Waspadai Kekerasan Seksual di

Universitas Indonesia Peduli Banjir

Sekitar Kita

B

anjir yang melanda beberapa titik di Jabodetabek pada awal tahun 2020 menjadi masalah yang cukup besar. Menanggapi hal tersebut, Universitas Indonesia (UI) menerjunkan Tim UI Peduli sebagai upaya tanggap darurat terhadap bencana banjir. Tim UI Peduli melakukan kegiatan UI Peduli Banjir

dokumen penyelenggara

dengan turun langsung ke tiga titik lokasi banjir pada tanggal 3-4 Januari 2020. Ketiga titik lokasi tersebut ialah Cipinang dan Kampung Melayu, Cimanggis, serta Universitas Borobudur. elvan

billy/MA

M

enanggapi kasus kekerasan seksual yang kerap terjadi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengadakan seminar awam dan media bertema “Waspadai Kekerasan Seksual di Sekitar Kita: Dalam Tinjauan Medis” pada 10 Januari 2020 di IMERI UI. Seminar ini diisi oleh dr. Gina

Anindyajati, SpKJ, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, dan dr. Hanny Nilasari, SpDV(K). Dalam kata sambutannya, Ari mengatakan bahwa wawasan mengenai kekerasan seksual dari sisi medis perlu diketahui masyarakat awam billy

SENGGANG

Bernyanyi untuk Jiwa Kerja perlu, hobi jangan lupa

Ns.

Putu Alfio Andhika, S.Kep. yang biasa disapa dengan Putu atau Alfi (panggilan kecilnya), lahir di Jakarta, 26 April 1994. Beliau merupakan anak tunggal yang berasal dari keluarga sederhana dengan darah campuran Bali, Jawa, dan Sunda. Motivasi untuk melanjutkan kuliah di jurusan keperawatan muncul karena kakak sepupunya yang juga seorang perawat. Dengan pilihannya sendiri, setelah lulus dari bangku SMA, dia melanjutkan pendidikan di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Putu merasa bahwa menjadi perawat tidaklah mudah. Selama 24 jam bertugas memantau kondisi klien, banyak sekali hal yang sudah dikorbankan oleh serorang perawat. Melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif dan bekerja secara tulus dan ikhlas merupakan hal yang selayaknya perawat lakukan. Kedua kewajiban tersebut apabila dijalankan dengan baik dapat meminimalisasi pandangan negatif masyarakat awam terhadap profesi perawat. Saat menjalani profesi, Ns. Putu membagi waktunya dengan mengikuti kegiatan paduan suara di kampusnya, Paduan Suara Mahasiswa Universitas Indonesia Paragita. Kegiatannya yang padat sebagai tenaga kesehatan tidak menurunkan semangatnya untuk terus menjalankan hobinya sebagai seorang penyanyi. “Bernyanyi itu santapan jiwa,” ujar Putu. Bagi Putu, mengikuti kegiatan bernyanyi sambil praktik justru memberi kesenangan tersendiri. Putu mengatakan bahwa di dalam Paragita,

Nama Lengkap Ns. Putu Alfio Andhika S.Kep Jabatan Ners Lulusan Program Studi Profesi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Alamat Email putuandhika@gmail.com

dokumen penerbit-

ia merupakan anggota tertua di angkatannya. Akan tetapi, hal itu tidak mengganggu keinginan dan semangat Putu untuk terus bernyanyi. Bernyanyi dalam sebuh paduan suara merupakan pengalaman yang sangat indah dan menenangkan jiwa. Hal ini sangat membantu menenangkan pikiran, apalagi sebagai seorang tenaga kesehatan yang dituntuk untuk selalu siap dalam setiap kondisi. Hobi Putu dalam bernyanyi juga disalurkan melalui keikutsertaannya dalam berbagai konser musik. Salah satu yang terbaru adalah konser Achipelago Singers. Konser tersebut

merupakan persiapan Archipelago Choir dalam rangka perlombaan ke Busan, Korea Selatan pada bulan September lalu. Kemampuan Putu dalam bernyanyi juga semakin diasah dengan banyaknya perlombaan atau konser yang dilalui. Walaupun sibuk dalam berbagai perlombaan dan konser, Putu juga tidak melupakan pekerjaannya yang terpenting, yakni sebagai tenaga kesehatan. Bekerja sebagai seorang perawat sembari bernyanyi di kala senggang menjadi keasyikan tersendiri. Tidak jarang, Putu menghibur pasien dengan menyanyikannya lagu-lagu yang menenangkan hati. Hobi Putu ini menjadi

sebuah hal yang patut ditiru—Hobi yang tidak hanya sebagai penyisi waktu luang, tetapi juga menunjang pekerjaan dan mampu bermanfaat bagi sesama. “Memang terkadang kita hanya memandang hobi sebagai kerjaan iseng aja. Tapi, hobi itu bisa jadi punya banyak manfaat lho,” tegas Putu. “Mencari hobi yang benarbenar cocok memang tidak mudah. Apalagi kalo kita sibuk sama pekerjaan. Oleh sebab itu, pandangan tentang hobi hanya sebagai kerjaan iseng udah harus dimaknai lain. Coba pandang itu sebagai sebuah seni yang mungkin bisa sangat bermanfaat bagi orang lain,” tambahnya. Hobi Putu dalam bernyanyi inilah yang kemudian membawanya untuk lebih apik lagi dalam memaknai hidup. “Terkadang memang kita sangat perlu bernyanyi untuk jiwa kita sendiri,“ pungkasnya. elvan


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.