SKMA edisi Maret-April 2018

Page 1

Media Aesculapius Surat Kabar

Kedokteran dan Kesehatan Nasional Terbit Sejak 1970

No. 01 l XLVIII l Maret-April 2018 ISSN No. 0216-4966 Konsultasi Berhadapan dengan Hemoptisis di Praktik Umum

halaman 3

Rubrik Daerah

Artikel Bebas

Catatan Pengabdian dari Provinsi Seribu Sungai

Inikah Rasanya Jadi Ibu Hamil?

Kontak Kami @MedAesculapius beranisehat.com 0896-70-2255-62

halaman 10

halaman 6

Mengintip Potret Status Gizi Anak Indonesia Pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan program untuk memperbaiki status gizi masyarakatnya. Efektifkah program tersebut dijalankan?

S

tatus gizi seorang anak sangat berpengaruh terhadap perkembangannya sehingga pemenuhan gizi haruslah dilakukan dengan tepat. Dua fase penting dalam pemenuhan gizi pada anak terjadi saat seribu hari pertama kehidupan dan setelahnya. Fase seribu hari pertama kehidupan terhitung sejak anak masih dalam kandungan hingga dua tahun setelah lahir ketika anak masih mendapatkan air susu ibu (ASI). Oleh karena itu, pemenuhan gizi anak sangat dipengaruhi oleh pola konsumsi sang ibu. Fase kedua merupakan fase ketika anak tidak lagi mendapatkan ASI dan faktor-faktor eksternal mulai berperan besar. Berdasarkan Kerangka Teori UNICEF tahun 1997 dan 1998, ada tiga faktor yang memengaruhi status nutrisi. Faktor pertama yang berperan adalah infeksi. Makanan tidak higienis berpeluang menimbulkan infeksi, salah satunya diare pada anak. Diare menyebabkan berkurangnya absorbsi nutrisi yang dibutuhkan dan dapat menurunkan status gizi. Selain infeksi, kualitas dan kuantitas asupan makanan memengaruhi status gizi anak. Kedua faktor tersebut berhubungan erat dengan kondisi ekonomi masyarakat, yaitu rendahnya tingkat sosioekonomi meningkatkan kecenderungan asupan gizi menjadi lebih rendah. Namun, sebenarnya pemerintah dapat melakukan intervensi melalui berbagai cara. Faktor ketiga yang dapat memengaruhi status gizi adalah determinan perilaku dan budaya, terlihat dari waktu yang diluangkan ibu untuk memberi makan anaknya atau karakteristik makan keluarga secara

keseluruhan. “Waktu yang diluangkan ibu untuk memberi makan memengaruhi antusiasme anak untuk makan. Jika ibunya kerja, sementara pembantu atau neneknya yang tidak mengerti cara memberi makan mengurus anak tersebut, status gizinya dapat memburuk,” kata dr. Rina Agustina, M.Sc., Ph.D. selaku Ketua Human Nutrition Research Center IMERI FKUI. Selain itu, faktor budaya yang masih kuat mungkin juga mengurangi kesempatan anak mendapat nutrisi secara adekuat, contohnya pada masyarakat dengan paham paternalisme kuat. Pemerintah telah adit/MA Bergerak sejak Dua Tahun Lalu Pemenuhan gizi secara tidak tepat tentunya mengundang terjadinya permasalahan. Saat ini masalah gizi yang sangat disoroti di dunia, termasuk Indonesia, adalah gizi buruk dan gagal tumbuh (stunting). Angka stunting umumnya dijadikan sebagai indikator kemiskinan suatu negara. Jika ingin menyusul negara-negara maju, tentu Indonesia perlu menekan habishabisan angka ini. Menurut WHO, tahap pertama tata

laksana gizi buruk adalah menemukan dan mengobati underlying disease yang dimiliki. Anak yang mengalami gizi buruk karena terinfeksi misalnya, tidak boleh diberi asupan tinggi zat besi karena akan memperparah kondisi. Selanjutnya, diikuti tahap rehabilitasi yang dilakukan di puskesmas pada minggu ke-2 hingga ke-26 dan follow up pada minggu ke-7 hingga ke-26. Terkait masalah di atas, pemerintah Indonesia telah meluncurkan dua program yang dimulai sejak 2016 lalu, antara lain Program Indonesia Sehat Pendekatan Keluarga (PIS PK) dan Gerakan Masyarakat Sehat (Germas). “PIS PK dan Germas merupakan program yang berjalan sebagai satu kesatuan dalam mengintervensi status gizi masyarakat,” terang Ir. Doddy Izwardy, MA., Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI. PIS PK berfokus pada pemberdayaan puskesmas di daerah-daerah agar memiliki cara intervensi yang lebih kuat untuk memantau kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan oleh PIS PK adalah mengontrol secara rutin kesehatan

Kurang di Awal, Kurang Pula di Akhir Kurang memadainya asupan gizi di masa awal kehidupan bertanggung jawab atas beragam gangguan kesehatan di masa tua. Benarkah demikian?

A

hli gizi di seluruh dunia telah sepakat bahwa status gizi kurang menjadi pintu utama masuknya beragam gangguan kesehatan. Pemenuhan nutrisi yang memadai mutlak dibutuhkan pada pertahanan awal individu dalam menghadapi sejumlah faktor pencetus infeksi dan gangguan pertumbuhan. Dampak gizi kurang dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu dampak jangka pendek dan jangka panjang. Penurunan kemampuan imunitas dan retardasi pertumbuhan menjadi dampak utama jangka pendek yang terjadi setelah seseorang didiagnosis mengalami gizi kurang. Asupan zat besi, seng, dan vitamin A yang rendah dapat menghambat pembentukan awal sel imun (sel T helper 1

dan 2) sehingga meningkatkan kerentanan seseorang terhadap infeksi. Infeksi yang berkelanjutan ini akan berdampak pada penurunan kemampuan sistem pencernaan dalam menyerap nutrisi yang dibutuhkan. Kemampuan penyerapan nutrisi yang turun disertai asupan nutrisi yang rendah pada individu gizi kurang dapat mengakibatkan retardasi pertumbuhan. Sejumlah penyakit metabolik yang muncul saat dewasa diketahui menjadi dampak jangka panjang utama kurangnya pemenuhan gizi saat kecil. “Sesuai Hipotesis Barker, seseorang yang kurang gizi sewaktu masa mudanya, berisiko besar terkena penyakit tidak menular atau noncommunicable disease di masa tuanya,” ujar dr. Rina Agustina, M.Sc., Ph.D., Ketua Human

Nutrition Research Cluster IMERI FKUI. Selain itu, cadangan nutrisi yang kurang dapat mengganggu perkembangan sistem saraf dan mengakibatkan terhambatnya kemampuan kognitif serta motorik, seperti penurunan IQ, memori, kemampuan bahasa, dan perkembangan prestasi di sekolah. Dari beberapa dampak yang telah dijabarkan, dapat diketahui bahwa seluruh faktor pencetus infeksi dan gangguan kesehatan dengan sangat mudah menyerang tubuh saat status gizi kurang. Keseluruhan dampak tersebut juga saling terkait satu sama lain sehingga memerlukan tata laksana secara holistik dan komprehensif. afiahuddin, dina, farah

masyarakat dan mendatangi rumah-rumah untuk memperluas jangkauan pelayanan kesehatan. Germas sendiri merupakan program sistematis untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat di Indonesia melalui pendekatan promotif dan preventif. Contoh kegiatan yang ditargetkan oleh Germas antara lain makan sayur dan buah, peningkatan aktivitas sehari-hari, dan pemeriksaan kesehatan secara rutin. Apakah Penurunan Prevalensi Berarti Kesuksesan? Berdasarkan data Riskesdas, PIS PK dan Germas berhasil menurunkan angka gizi buruk dan stunting di Indonesia. Di Gorontalo, angka stunting mengalami penurunan sebesar 4% setiap tahunnya. Selain itu, jika dilihat dari Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 oleh Kementerian Kesehatan, angka anak dengan kondisi sangat kurus secara nasional menurun dari 3,1% pada tahun 2016 menjadi 2,8% pada tahun 2017. Prevalensi gizi buruk di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 3,4%, menurun daripada dua tahun sebelumnya, yaitu 4,7% dan 3,9%. Sementara itu, prevalensi gizi kurang berada di angka yang lebih tinggi yaitu 14,4%. Penurunan prevalensi ini menunjukkan penanganan status gizi buruk di Indonesia cukup baik. “Indonesia relatif berhasil dalam menangani masalah berat badan kurang,” ujar Wahyu Kurnia Yusrin Putra, S.KM., M.K.M., Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Permasalahan gizi di Indonesia memiliki hubungan dengan adanya masalah bersambung ke halaman 11

SKMA Untuk Anda! Mari bersama membuat SKMA menjadi lebih baik. 1. Apakah konten SKMA bermanfaat/ relevan dengan kondisi kesehatan saat ini? 2. Apakah anda masih membutuhkan SKMA edisi selanjutnya?

!

Jawab dengan format: Nama-Umur_Kota/Kabupaten_Unit Kerja_Jawaban 1_Jawaban 2

Contoh: Rudiyanto_43_Jakarta Pusat_RSCM_Ya_ Ya Kirim melalui WhatsApp/SMS ke 0822 229 229 362 atau mengisi formulir pada bit.ly/surveyskma Lima orang pengisi survei yang beruntung akan mendapatkan cenderamata dari Media Aesculapius


2

JULI

MARET - APRIL 2018

DARI KAMI Setahun telah berlalu, kepengurusan telah berganti. Bersama para pengurus dan penulis baru, Surat Kabar Media Aesculapius siap meningkatkan eksistensi dan jangkauannya dalam menyebarkan berita kesehatan Indonesia. Sebagai pembuka tahun yang baru, negara kita dihebohkan dengan kabar gizi buruk Asmat. Akan tetapi, benarkah hanya Asmat yang sedang berperkara? Mari simak fakta dan dampak gizi buruk pada rubrik Headline. Potret kesehatan Indonesia juga datang dari Sulawesi dan Kalimantan. Para pejuang muda ini bergelut dengan berbagai macam medan di sana demi mewujudkan negeri yang semakin sehat. Keduanya menuangkan ceritanya masing-masing melalui Rubrik Daerah. Berbicara soal potret, Prof. Dr. dr. Endang Basuki, MPH membagikan pengalaman serunya menekuni dunia fotografi dalam Senggang. Tak masalah sibuk dengan urusan seputar kedokteran, selalu ada waktu untuk memenuhi hasratnya mengambil foto-foto cantik. Tahun baru, teknologi baru. Produk terbaru yang menyerupai fungsi anggota gerak kini semakin maju, pasien dengan amputasi tak harus cemas berlebih ketika kembali pada aktivitas sehari-hari. Sistem baru dalam dunia kesehatan juga makin marak, makin memudahkan praktik layanan kesehatan. Simak semuanya dalam Advertorial dan Seputar Kita. Akhir kata, selamat membaca dan menikmati tulisan-tulisan dari kami.

Veronika Renny Pemimpin Redaksi

MA FOKUS Malnutrisi: Rantai yang Harus Diputus Tantangan menghadapi persoalan gizi buruk di negara kita memang menarik perhatian banyak pihak, mulai dari akademisi, tenaga kesehatan, sampai pemangku kepentingan. Di samping itu, ternyata Indonesia memiliki beban baru mengurusi sebagian masyarakat yang sudah bergizi lebih. Dua manifestasi malnutrisi ini, terutama pada balita, mempunyai perbedaan prevalensi yang tidak terlalu besar. Beberapa waktu lalu beberapa balita dilarikan ke rumah sakit akibat berada pada kondisi gizi yang amat buruk. Pemerintah juga menemukan kasus pengonsumsian susu kental manis yang seharusnya merupakan bahan masakan untuk menggantikan ASI. Padahal telah disepakati bahwa sebenarnya angka kecukupan gizi bayi dan balita dapat tercapai jika ASI eksklusif dan MPASI diberikan dengan tepat. ASI eksklusif harus diberikan secara on demand selama enam bulan dengan pemantauan terhadap kecukupannya. Kriteria kecukupan ASI dilihat dari waktu menyusu yang memakan waktu hingga 10-30 menit tiap payudara, frekuensi berkemih bayi sebanyak 6-8 kali sehari, dan adanya peningkatan berat badan sesuai kurva pertumbuhan. Dukungan keluarga, inisiasi menyusui dini, serta kelekatan yang baik perlu diperhatikan dan difasilitasi karena menjadi faktor penunjang penting keberhasilan ASI eksklusif. Sementara itu, MPASI mulai diberikan dengan memenuhi kriteria tepat waktu sesuai perkembangan oromotor, adekuat, aman, dan benar metode. Sayangnya, data yang ada menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat tidak mempraktikkan pemberian MPASI sesuai kriteria, misalnya hanya sekitar 54% bayi yang mendapatkan MPASI tepat waktu di Palembang, sementara masih ada 41% bayi mendapat MPASI di usia 4-6 bulan, bahkan 12% sebelum usia empat bulan di Jakarta. Melihat angka kelahiran Indonesia, tentunya angka tersebut cukup tinggi. Peraturan Menteri Kesehatan No 23 Tahun 2014 menegaskan bahwa setiap keluarga harus paham betul bagaimana mencukupi angka kebutuhan gizi setiap harinya. Wawasan tersebut harus diberikan oleh tenaga kompeten, baik tenaga kesehatan maupun bukan. Dengan demikian, akses terhadap pengetahuan gizi sangat terbuka lebar, apalagi bila dilakukan melalui pendekatan langsung terhadap kelompok tertentu. Namun, sepertinya masih terdapat banyak “titik buta” yang menyebabkan masih tingginya ketidaktahuan atau kekurangsadaran masyarakat akan kondisi nutrisi masing-masing. Persoalan gizi merupakan masalah kronis. Oleh karena itu, penanganannya pun tak cukup hanya menata laksana kasus yang muncul. Perbaikan sudah harus ada sejak sebelum munculnya kasus, bahkan saat masih dalam kandungan. Persoalan gizi juga akan menjadi lingkaran setan bila tak segera diputus melalui pelayanan gizi serta pembekalan adekuat sebab seorang anak kelak menjadi orang tua dan menghadapi tantangan yang sama: memastikan anaknya bergizi seimbang. Mengingat tenaga kesehatan merupakan lini pertama pengamat kondisi gizi masyarakat sekaligus pihak yang harus mengatasi dampak buruk malnutrisi, sewajarnya kita ikut membereskan perkara ini.

KLINIK

MEDIA

AESCULAPIUS

MA KLINIK

Jangan Asal Makan!: Terapi Nutrisi Penyakit Ginjal Kronis Tanpa Hemodialisis Tidak boleh makan enak saat menderita penyakit ginjal kronis? Penyakit ginjal kronis (PGK) atau dahulu dikenal sebagai gagal ginjal kronis merupakan kondisi menurunnya fungsi ginjal secara progresif dalam hitungan bulan hingga tahun. Hal ini ditandai oleh angka laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/min/1,73 m2 dalam kurun waktu minimal tiga bulan. PGK dapat diklasifikasikan berdasarkan LFG, derajat keparahan, dan risiko progresivitasnya. Klasifikasi berdasarkan tingkat LFG adalah PGK G1 (LFG >90 ml/min/1,73 m2), G2 (LFG 60-89 ml/min/1,73 m2), G3a (LFG 45-59 ml/min/1,73 m2), G3b (LFG 30-44 ml/ min/1,73 m2), G4 (LFG 15-29 ml/min/1,73 m2), dan G5 (LFG <15 ml/min/1,73 m2). Sedangkan untuk klasifikasi PGK berdasarkan derajat keparahan dan progresivitasnya, maka penentuannya dikaitkan dengan jumlah kandungan albumin pada urin pasien. Kandungan albumin pada urin antara 30-300 mg/24 jam termasuk kategori A2, kandungan albumin kurang dari kadar A tersebut termasuk kategori A1, dan a/M fion kandungan albumin lebih dari kadar tersebut termasuk dalam kategori A3. Tahap awal PGK umumnya asimtomatik, tetapi apabila telah mencapai stadium 3 atau 4, pasien akan mengeluh lemah, mual, kurang nafsu makan, dan berat badan menurun. Terdapat berbagai tata laksana yang perlu diberikan kepada pasien PGK tanpa hemodialisis. Salah satunya adalah terapi nutrisi yang bertujuan mempertahankan status gizi pasien tetap optimal, mencegah malnutrisi, mengendalikan penyakit metabolik yang dapat menyertai PGK, dan mencegah terjadinya komplikasi seperti gangguan kardiovaskular, gangguan tulang, atau gagal ginjal. Jumlah energi yang harus dikonsumsi dalam sehari adalah sekitar 35 kkal/kgBB dengan tetap mempertimbangkan status gizi pasien atau menggunakan perhitungan berat badan ideal  10%. Kebutuhan karbohidrat adalah 55–65% kalori total yang sebaiknya berupa karbohidrat kompleks, seperti beras berserat tinggi, gandum utuh, biji-bijian, dan lainnya. Karbohidrat dalam bentuk gula sederhana, seperti gula, sirup, dan madu hanya diperbolehkan 10% dari kalori total. Selain itu, jangan lupa pula untuk mengonsumsi serat sebanyak 14 gram/1000 kkal. Kebutuhan lemak adalah <30% kalori total. Contoh lemak yang disarankan adalah lemak tak jenuh seperti minyak zaitun, minyak kanola, atau minyak kacang yang dapat digunakan sebagai dressing pada salad. Lemak jenuh, seperti minyak kelapa sawit yang biasa digunakan untuk

MEDIA AESCULAPIUS

menggoreng, lemak hewani (gajih), susu full cream, atau santan sebaiknya digunakan Narasumber: dalam jumlah terbatas Dr. dr. Inge Permadhi, MS, SpGK(K) atau dikurangi Departemen Ilmu Gizi asupannya. FKUI-RSCM Jumlah protein yang harus dikonsumsi penting diperhatikan karena protein dapat memperberat kerja ginjal. The European Society for Clinical Nutrition and Metabolism (ESPEN) 2006 merekomendasikan pasien PGK dengan LFG 25-70 mL/min mengonsumsi protein kurang lebih sebanyak 0,55-0,60g/kgBB. Jika LFG <25 mL/min, kebutuhan protein adalah dapat sama saja (0,55-0,60 g/kgBB) atau 0,28 g/ kgBB ditambah asam amino esensial (AAE) atau AAE ditambah ketoanalog. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dua per tiga total protein yang dikonsumsi sebaiknya protein dengan nilai biologis tinggi (protein hewani), seperti ikan, daging (rendah lemak), ayam (tanpa kulit), atau putih telur. Selain makronutrien, asupan mikronutrien juga perlu diperhatikan pada beberapa kondisi tertentu. Asupan natrium berhubungan dengan risiko penyakit penyerta PGK seperti hipertensi. Rekomendasi untuk asupan garam adalah sekitar 1,8–2,5 g/hari. Makanan yang banyak mengandung garam diantaranya makanan kaleng, makanan yang sudah diawetkan, makanan cepat saji, atau berbagai jenis saus termasuk kecap. Asupan kalium tidak dibatasi kecuali terdapat hiperkalemia. Kalium banyak terdapat pada buah dan sayuran seperti pisang, kiwi, jeruk, atau kentang. Rekomendasi asupan kalium adalah 1.500– 2.000 mg/hari. Asupan fosfat dibatasi apabila pasien mengalami hiperfosfatemia. Makanan yang banyak mengandung fosfat adalah kacang-kacangan, susu dan produknya, serta daging merah. Rekomendasi asupan fosfat adalah 600–1.000 mg/hari. Sumber makanan yang tinggi kalsium umumnya juga mengandung fosfat. Pada PGK, kebutuhan kalsium dapat diberikan sesuai angka kecukupan gizi (AKG). Melihat banyaknya aturan mengenai pola makanan pasien PGK tanpa hemodialisis, tenaga kesehatan harus mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pasien PGK dengan mengenal makanan yang dapat dikonsumsi dan dihindari pasien agar dapat mencegah malnutrisi dan menurunkan progresivitas penyakit ginjalnya. nath

Pelindung: Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis M. Met. (Rektor UI), Dr. dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP (Dekan FKUI) Penasihat: Dr. Arman Nefi, S.H., M.M. (Direktur Kemahasiswaan UI), dr. Affan Priyambodo Permana, SpBS(K) (Koordinator Kemahasiswaan FKUI) Staf Ahli: Seluruh Kepala Bagian FKUI/RSUPNCM, Prof. Dr. Ma’rifin Husein (CHS), dr. Muki Reksoprodjo, dr. Boen Setiawan, dr. Sudarso, dr. E. Oswari, DPH, Prof. Dr. Arjatmo Tjokronegoro, PhD, dr. Hapsara, DPH (Kemenkes RI), dr. Fahmi Alatas, Prof. dr. Marwali Harahap, SpKK, Prof. Dr. Umar Fahmi Achmadi, MPH Pembantu Khusus: Seluruh Alumni Aesculapius dan Media Aesculapius

Pemimpin Umum: Maria Isabella. PSDM: Dewi Anggraeni, Reyza Tratama, Yusuf Ananda, Teresia Putri. Pemimpin Produksi: Shafira Chairunnisa. Tata Letak dan Cetak: Idzhar Arrizal. Ilustrasi dan Fotografi: Kristian Kurniawan. Staf Produksi: Kania Indriani, Fiona Muskananfola, Devi Elora, Nathaniel Aditya, Anthonius Yongko, Irfan Kresnadi, Teresia Putri, Hansel T. Widjaja, Itsna Arifatuz Z., Kelvin Gotama, Skolastika Mitzy, Meutia Naflah G., Dewi Anggraeni, Bagus Radityo Amien, Arlinda Eraria Hemasari, Robby Hertanto, Anyta Pinasthika, Gabriella Juli Lonardy, Herlien Widjaja, Dinda Nisapratama. Pemimpin Redaksi: Veronika Renny Kurniawati. Wakil Pemimpin Redaksi: Levina Putri Siswidiani. Redaktur Senior: Rifka Fadhilah, Shierly Novitawati, Irma Annisa, Hiradipta Ardining, Tommy Toar, Farah Vidiast, Phebe Anggita Gultom, Clara Gunawan. Redaktur Desk Headline: Reyza Tratama. Redaktur Desk Klinik: Renata Tamara. Redaktur Desk Ilmiah Populer: Tiffany Rosa. Redaktur Desk Opini & Humaniora: Vannessa Karenina. Redaktur Desk Liputan: Aisyah Rifani. Reporter Senior: Puspalydia Pangestu, Salma Suka Kyana Nareswari, Camilla Sophi Ramadhanti, Joanna Erin, Fadlika Harinda, Abdillah Y Wicaksono, Maria Isabella, Nadhira Najma, Stefanus Sutopo. Reporter Junior: Nur Afiahuddin, Dina Fitriana, Farah Qurrota, Afiyatul M., Nathalia Isabella, Rayhan Farandy, Yuli Maulidiya, M. Ilham Dhiya, Filbert Liwang, Alexander Kelvyn. Pemimpin Direksi: Trienty Batari. Finansial, Sirkulasi, dan Promosi: Angela Kimberly, Koe Stella Asadinia, Al Syarif Hidayatullah, Tiara Grevillea, Felix Kurniawan, Elizabeth Melina, Faya Nuralda Sitompul, Jevi Septyani Latief, Heriyanto Khiputra, Tania Graciana, Novitasari Suryaning Jati, Rahma Maulidina Sari, Aisyah Aminy Maulidina, Ainanur Aurora, Yusuf Ananda, Agassi Antoniman, Alice Tamara, Safira Amelia, Syafira Nurlaila, Lowilius Wiyono, Jeremy Rafael, Iskandar Geraldi. Buku: Reganedgary Jonlean, Husain Muhammad Fajar Surasno, Nadira Prajnasari Sanjaya, Roberto Bagaskara, Tiroy Junita, Indah Fitriani, Sabrina Tan, Gilbert Mayer C, Marie Christabelle, Andi Gunawan K., Bunga Cecilia. Alamat: Media Aesculapius BEM IKM FKUI. Gedung C lantai 4, Rumpun Ilmu Kesehatan, Kampus UI Depok. E-mail: medaesculapius@gmail.com, Rek. 157-0004895661 Bank Mandiri Cabang UI Depok, website: beranisehat.com Alamat Redaksi/Sirkulasi: Media Aesculapius PO BOX 4201, Jakarta 10042, Harga Langganan: Rp18.000,00 per enam edisi gratis satu edisi (untuk seluruh wilayah Indonesia, ditambah biaya kirim Rp. 5.000,00 untuk luar Jawa), fotokopi bukti pembayaran wesel pos atau fotokopi bukti transfer via Bank Mandiri dapat dikirim ke alamat sirkulasi. MA menerima kiriman naskah dari pembaca untuk rubrik MA Klinik (khusus untuk dokter dan staf pengajar), Asuhan Keperawatan (khusus untuk perawat dan mahasiswa keperawatan) Sepuki, Suma, Suduk, Kolum, Arbeb, Kesmas, Seremonia, dan Konsultasi (berupa pertanyaan). Kirimkan email permohonan penulisan ke redaksima@yahoo.co.id dan kami akan mengirimkan spesifikasi rubrik yang Anda minati.

Kirimkan kritik dan saran Anda:

redaksima@yahoo.co.id

Website Media Aesculapius

beranisehat.com

Dapatkan info terbaru kami: @MedAesculapius


MEDIA

AESCULAPIUS

KLINIK

JULI

MARET - APRIL 2018

3

KONSULTASI

Berhadapan dengan Hemoptisis di Praktik Umum

Pertanyaan: Bagaimana menangani kasus hemoptisis pada setting praktik umum? dr. A – Jakarta

H

emoptisis atau batuk darah merupakan manifestasi klinis penyakit saluran napas berupa keluarnya darah atau dahak yang bercampur dengan darah. Kondisi ini sering dijumpai pada praktik sehari-hari dan dapat menimbulkan kematian pada kasus yang parah. Saat ini belum ada data resmi banyaknya kasus hemoptisis di Indonesia. Penting untuk membedakan darah yang berasal dari saluran napas dan saluran cerna karena tata laksana keduanya tentu berbeda. Darah yang berasal dari saluran cerna biasanya berwarna merah keruh dan bersifat asam karena pengaruh asam lambung, sedangkan darah dari saluran napas berwarna merah segar atau berupa gumpalan dan bersifat basa. Pasien dengan hemoptisis sebaiknya dianggap sebagai kondisi yang mengancam kehidupan sehingga perlu diberikan penanganan yang tepat, efektif, dan cepat. Hemoptisis dapat terjadi karena perdarahan dari sirkulasi bronkial atau pulmoner. Etiologi dari hemoptisis itu beragam mulai dari penyakit saluran napas, penyakit pada parenkim paru, hingga kelainan pada darah. Hemoptisis karena penyakit pernapasan dapat terjadi pada penyakit infeksi seperti tuberkulosis, bronkitis akut, bronkioektasis, pneumonia, maupun keganasan pada paru. Kasus batuk

darah di Indonesia sendiri kebanyakan karena tuberkulosis. Batuk darah juga dapat disebabkan oleh hipertensi pulmoner atau kelainan pembekuan darah. Hipertensi pulmoner dapat disebabkan oleh gangguan jantung atau tromboembolisme pulmoner, sedangkan kelainan pembekuan darah disebabkan oleh abnormalitas faktor pembekuan darah. Pengelompokan hemoptisis didasarkan pada volume darah yang dibatukkan oleh pasien dalam 24 jam. Volume darah kurang dari 200 ml dalam 24 jam dikelompokkan dalam hemoptisis tidak masif. Apabila volume darah lebih dari 200 ml dalam 24 jam atau setiap kali batuk pasien mengeluarkan darah sebanyak 50 ml atau lebih, ini termasuk dalam kelompok hemoptisis masif. Pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyebab hemoptisis didasarkan pada anamnesis langsung pada pasien dan pemeriksaan fisik sesuai organ yang terkena. Apabila pasien mengalami hemoptisis masif, perlu diperhatikan kondisi umum apakah merupakan kondisi kegawatdaruratan dalam bidang paru

atau tidak. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaan laboratorium dan foto toraks untuk mencari etiologi hemoptisis. Umumnya, hemoptisis diakibatkan oleh perdarahan pada paru. Sebelum melakukan tata laksana, ketika mendapati pasien hemoptisis, penting untuk melakukan evaluasi ketat apakah perdarahan sudah berhenti atau masih berlanjut, kemudian segera mencari tahu etiologi yang mendasarinya. Pasien perlu diedukasi untuk membatukkan darahnya dan tidak menahan batuk tersebut karena ditakutkan akan menjadi gumpalan yang dapat menyumbat saluran napas. Di samping itu, pasien juga perlu ditenangkan agar perdarahan yang

itsna/MA

Narasumber: dr. Fathiyah Isbaniah, Sp P(K), M.Pd Ked Departemen Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FKUI-RS Persahabatan

terjadi tidak semakin parah. Selanjutnya, menjaga saluran napas tetap terbuka dengan memosisikan pasien berbaring dalam posisi Trendelenburg agar dapat melakukan aspirasi apabila ada tanda sumbatan pada saluran napas dan dapat memasang pipa endotrakea. Transfusi darah hanya dilakukan apabila perdarahan yang terjadi hebat dan menyebabkan hemoglobin darah turun. Tata laksana selanjutnya bergantung pada penyebab hemoptisis, misalnya pada tuberkulosis perlu diberikan obat antituberkulosis (OAT). Apabila hemoptisis terjadi berulang atau termasuk dalam hemoptisis masif, pasien harus dirujuk segera. Penanganan selanjutnya adalah bronkoskopi untuk mengetahui asal terjadinya pendarahan. Apabila lokasi pendarahan sudah ditemukan, dapat segera dilakukan pembedahan oleh dokter bedah toraks. Hemoptisis yang tidak tertangani dengan baik atau berlangsung kronis dapat menyebabkan terjadinya asfiksia akibat sumbatan saluran napas, anemia, dan hipovolemia.

Kirimkan pertanyaan Anda seputar medis ke redaksima@yahoo.co.id. Pertanyaan Anda akan dijawab oleh narasumber spesialis terpercaya.

TIPS DAN TRIK

Tepat Mengambil Spesimen untuk Pemeriksaan Infeksi Bakteri Teknik yang salah dapat menyebabkan hasil pemeriksaan terkontaminasi atau negatif

P

emeriksaan infeksi bakteri diperlukan untuk menegakkan etiologi kasus infeksi bakteri. Namun, terkadang kita lupa bahwa teknik pengambilan spesimen sangat memengaruhi hasil pemeriksaan. Teknik yang tidak tepat dapat menyebabkan kontaminasi sampel, bahkan dapat berujung tidak menemukan patogen, sehingga perlu diperhatikan kualitas dan teknik pengambilan yang tepat. Agar dapat memperoleh spesimen yang tepat, terdapat tiga hal yang perlu

kania/MA

diperhatikan diantaranya teknik pengambilan (swab, aspirasi, dan kerokan), waktu pengambilan (sebelum terapi diberikan dan sedekat mungkin dengan puncak mula penyakit, misal pengambilan spesimen saat sepsis dilakukan pada puncak demam), dan lokasi pengambilan (harus berada pada lokasi patogen berada, misal swab pseudomembran orofaring pada difteri sebab pseudomembran merupakan lokasi patogen berada). Apabila ketiga hal tersebut sudah terpenuhi, hal selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah teknik pengambilan. Pada kultur darah, diperlukan dua botol kultur dengan volume masing-masing 20 ml yang diperoleh dari titik yang berbeda dengan jeda waktu 30-60 menit. Pada swab tenggorok, lidah ditekan dengan tongue depressor kemudian dilakukan swab dari belakang ke depan pada bagian posterior faring tanpa menyentuh dinding buccal. Swab dimasukkan ke dalam medium Stuart. Sedangkan untuk spesimen dari saluran genital, sekret vagina diambil pada kasus vaginitis dan vaginosis bakterialis (vaginitis akibat Trichomonas perlu pemeriksaan langsung di bawah mikroskop). Sementara itu, swab endoserviks dipilih apabila dicurigai servisitis. Seluruh

sekret vagina harus dikeluarkan dari ostium serviks terlebih dahulu. Pada kasus kelainan kulit, morfologi lesi perlu diperhatikan sebelum menentukan metode pengambilan. Pengambilan spesimen pada lesi vesikel atau bula yang belum pecah dilakukan dengan jarum berdiameter kecil pada syringe tuberkulin, sedangkan pada vesikel, bula, atau ulkus yang sudah pecah diambil dengan swab dasar vesikel. Sementara itu, pada spesimen yang akan diambil sendiri oleh pasien (misalnya feses, sputum, atau urin), dokter perlu menjelaskan teknik pengambilan sampel menggunakan gambar atau alat peraga lainnya agar pasien memahami betul caranya. Pasien juga diajarkan mengenai higienitas tangan untuk mencegah terkontaminasinya wadah pengambilan dari bakteri di tangan pasien. Terakhir, ada beberapa hal yang perlu dicermati dalam proses pengambilan spesimen. Pada spesimen dengan kecurigaan infeksi anaerob, ambil satu spesimen tambahan (misal untuk kultur darah, spesimen diambil di tempat terpisah) untuk ditranspor dalam media anaerob. Teknik swab tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan anaerob. Tidak semua bakteri perlu ditegakkan diagnosisnya melalui pemeriksaan mikrobiologi, misalnya infeksi sifilis dan demam tifoid dapat dengan uji serologi. kelvyn

JASA PEMBUATAN BUKU Media Aesculapius menyediakan jasa penyusunan buku yang sangat fleksibel baik dalam hal desain cover dan isi, ukuran dan tebal buku, maupun gaya penulisan termasuk menyunting tulisan anda. Tak terbatas hingga penyusunan saja, kami siap melayani distribusi buku anda. Adapun buku yang pernah kami buat: buku biografi tokoh, buku pemeriksaan fisik berbagai departemen, buku jurnal, dan Kapita Selekta Kedokteran.

Hubungi Hotline MA: 0896-70-2255-62 (SMS/WhatsApp)


4

KLINIK

JULI

MARET - APRIL 2018

MEDIA

AESCULAPIUS

MA INFO

Hadapi Sifilis pada Ibu Hamil dengan Mudah Mulai 2017, tidak perlu bingung menghadapi sifilis pada ibu hamil dengan panduan World Health Organization (WHO) berikut ini.

S

ifilis adalah infeksi menular seksual oleh bakteri Treponema pallidum. Pada ibu hamil, transmisi antara ibu dengan fetus dapat menyebabkan bayi lahir dengan sifilis kongenital. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 350.000 kelahiran bermasalah akibat sifilis, termasuk 143.000 kematian janin, 62.000 kematian neonatus, dan 102.000 infeksi kongenital. Hal ini menjadikan sifilis sebagai penyakit menular seksual dengan beban penyakit yang berat pada ibu hamil. Atas dasar itu, WHO memberikan panduan untuk mengurangi insidensi sifilis, terutama pada ibu hamil. Sejak 2017, WHO telah merekomendasikan agar semua ibu hamil mendapatkan pemeriksaan sifilis pada kunjungan kontrol kehamilan (antenatal care) pertama, baik pada daerah dengan prevalensi sifilis rendah (<5%) maupun tinggi. Selain itu, pada daerah dengan kondisi terbatas (a.l. cakupan skrining rendah, follow-up yang sulit, atau keterbatasan kapasitas laboratorium), WHO merekomendasikan pemeriksaan di tempat praktik dibandingkan pemeriksaan laboratorium standar. Ada empat strategi pemeriksaan skrining dan diagnostik yang dapat dilakukan pada berbagai kondisi klinis yang terbagi dalam strategi A,B,C, dan D. Keempatnya menentukan penggunaan modalitas pemeriksaan yang digunakan, yakni Rapid Syphilis Test (RST) dan Rapid Plasma Reagin (RPR).

Strategi A ditujukan pada daerah dengan prevalensi sifilis tinggi (≼5%), tetapi tidak memungkinkan untuk pemeriksaan bertahap RST-RPR. Oleh karenanya, pemeriksaan yang diutamakan adalah RST on-site. Sayangnya, metode ini memiliki kelemahan yakni tidak membedakan sifilis sebelumnya yang tertangani dan tidak tertangani. Dengan demikian, ibu hamil yang sudah pernah terkena sifilis dapat diobati lagi tanpa harus melakukan uji RST apabila risiko reinfeksi dianggap tinggi. Strategi B diterapkan pada kondisi klinis yang tidak memungkinkan pemeriksaan RST sehingga dilakukan pemeriksaan RPR. RPR hampir sama dengan RST, tetapi hasil pemeriksaan negatif perlu diulang dalam satu bulan untuk mengonfirmasi pasien dengan diagnosis sifilis awal yang mana klinis menunjukkan sifilis, tetapi dengan hasil RPR negatif. Strategi C digunakan pada kondisi terdapat RST dan RPR di daerah prevalensi tinggi dengan kondisi terbatas. Pemeriksaannya berupa RST dan dilanjutkan dengan RPR. Strategi D digunakan pada kondisi ideal (kapasitas laboratorium mencukupi, followup mudah, dan kepatuhan pasien tinggi). Pemeriksaan RPR/VDRL dilakukan terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan TPPA/TPHA untuk mengonfirmasi hasil pemeriksaan pertama. Prinsipnya adalah apabila kondisi

tidak memungkinkan untuk pemeriksaan bertahap (RST diikuti RPR), utamakan pemeriksaan RST on-site. Apabila sumber daya tidak memungkinkan untuk melakukan RST, pemeriksaan yang harus dilakukan adalah RPR on-site. Apabila tidak ditemukan kondisi penyulit (yakni pasien memiliki kepatuhan yang tinggi dan laboratorium mampu melakukan pemeriksaan), strategi pemeriksaan laboratorium seperti RPR dan TPHA-TPPA harus tetap diutamakan. WHO merekomendasikan injeksi Benzathine Penisilin G 2,4 juta unit secara intramuskular satu kali setiap hari selama sepuluh hari untuk sifilis awal. Apabila Penisilin tidak memungkinkan, dapat digunakan beberapa obat dengan perhatian khusus, diantaranya Eritromisin 500 mg per oral empat kali sehari selama empat belas hari, Seftriakson 1 gram intramuskular sekali sehari selama sepuluh hingga empat belas hari, atau Azitromisin 2 gram sekali per oral. Pada sifilis laten (lebih dari dua tahun) atau sifilis dengan tahapan tidak diketahui, dapat diberikan Penisilin G 2,4 juta unit intramuskular satu kali setiap hari selama tiga minggu berturut-turut atau Penisilin Prokain 1,2 juta unit intramuskular satu kali sehari selama dua puluh hari. Ketika Penisilin tidak dapat digunakan, dapat

menggunakan Eritromisin 500 mg per oral empat kali sehari selama 30 hari. Perlu diingat bahwa Eritromisin dan Azitromisin tidak melewati plasenta sehingga janin tidak terobati. Segera setelah dilahirkan, perlu segera dilakukan pengobatan sifilis pada bayi. kelvyn

i

A

/M

ar

h dz

ASUHAN KESEHATAN

Difteri: Cepat Tangani dan Cegah Penyebarannya Kejadian luar biasa (KLB) difteri telah memakan banyak korban. Apa yang harus kita lakukan?

D

ifteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium dyphteriae pada saluran pernapasan atas dengan ciri khas berupa selaput keabuan di nasofaring yang sulit dilepaskan dan mudah berdarah. Jika kondisi sudah parah, pasien dapat mengalami bull neck, stridor, dan penyumbatan saluran napas. Toksin difteri yang masuk ke sistemik bisa menyebabkan komplikasi berupa miokarditis dan paralisis otot dalam dua hingga tujuh minggu sejak mula penyakit. Komplikasi inilah sebagai penyumbang angka kematian tertinggi akibat difteri. Oleh sebab itu, penanganan yang cepat dan tepat sangat diperlukan. Terdapat beberapa tata laksana bagi pasien difteri, diantaranya Antidifteri Serum (ADS), antibiotik, atau trakeostomi/intubasi bergantung keadaan pasien. Dosis ADS yang diberikan adalah 40.000 unit melalui injeksi intramuskular atau intravena secepatnya. Sebelum pemberian ADS, tes kulit dilakukan untuk melihat adakah reaksi hipersensitivitas terhadap serum kuda ADS. Antibiotik Penisilin Prokain diberikan pada pasien difteri dengan dosis 50.000 unit/kgBB intramuskular setiap hari selama tujuh hari. Oksigen tidak perlu diberikan apabila tidak ada

obstruksi saluran pernapasan. Namun, jika pasien tampak gelisah dan ditemukan tanda obstruksi, segera lakukan trakeostomi. Trakeostomi dilakukan secepat mungkin oleh ahli berpengalaman. Metode ini lebih dipilih dibandingkan kateter hidung atau nasofaring karena keduanya membuat anak tidak nyaman dan berpotensi menyebabkan obstruksi saluran napas. Intubasi orotrakeal dapat menggantikan trakeostomi ketika tidak dapat dilakukan, tetapi berpotensi menyebabkan terlepasnya membran sehingga tidak mengurangi obstruksi. Perawatan penunjang untuk kasus difteri diantaranya pemberian Parasetamol pada demam ≼39o C.

/MA

irun

Selain itu, pastikan pasien mendapatkan makanan dan minuman yang cukup. Apabila pasien sulit menelan, makanan dapat diberikan melalui pipa nasogastrik. Pemantauan kondisi pasien, terutama status respiratorik, dilakukan oleh perawat minimal tiga jam sekali dan dokter dua kali sehari. Pasien harus segera ditolong bila terjadi obstruksi jalan napas sehingga pasien harus ditempatkan dekat dengan perawat untuk dapat terdeteksi secepatnya. Difteri merupakan salah salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Beberapa pencegahan terhadap penularan difteri diantaranya pasien harus dirawat di dalam ruangan terisolasi dengan tenaga kesehatan yang sudah diimunisasi, pemberian Eritromisin kepada seluruh anggota keluarga yang tinggal serumah dengan pasien, dan seluruh anggota keluarga serumah maupun teman sekolah yang kontak dengan pasien dianjurkan melakukan usap tenggorok untuk menemukan karier. erbe

JASA TERJEMAHAN Kabar Gembira! Media Aesculapius menyediakan jasa terjemahan IndonesiaInggris dan Inggris-Indonesia dengan waktu pengerjaan singkat (3 x 24 jam) serta hasil terjamin. Tidak hanya jasa terjemahan, kami juga menyediakan jasa pembuatan slide presentasi dan poster ilmiah sesuai kebutuhan Anda.

Hubungi Hotline MA: 0896-70-2255-62 (SMS/Whatsapp)


MEDIA

AESCULAPIUS

Ilmiah Populer

JULI

MARET - APRIL 2018

5

KESMAS

Kejadian Luar Biasa Difteri: Pelajaran Bersama bagi Masyarakat dan Pemerintah Ketika terjadi immunity gap, pemerintah dan masyarakat yang menanggung risikonya.

P

ada tahun 2017, terdapat 954 kasus kejadian luar biasa (KLB) difteri di 170 kabupaten/kota di Indonesia. Dari 954 kasus tersebut, terdapat 44 kasus kematian akibat difteri. Munculnya KLB difteri ini berkaitan erat dengan adanya immunity gap. Terdapat kelompok dalam suatu daerah yang rentan terkena difteri karena tidak mendapat imunisasi atau imunisasinya belum lengkap. Dalam mengatasi permasalahan ini, pemerintah melakukan strategi Outbreak Respons Immunization (ORI). ORI merupakan prosedur yang harus dilakukan jika terjadi KLB penyakit yang dapat dicegah oleh imunisasi. ORI difteri dilakukan sebanyak tiga kali. Putaran pertama dilakukan pada pertengahan bulan Desember 2017, putaran kedua dilakukan pada bulan Januari 2018, dan putaran ketiga enam bulan setelah putaran kedua. Sampai saat ini, ORI difteri terbukti efektif menurunkan KLB difteri di beberapa kabupaten/kota di Indonesia. Meskipun demikian, ORI difteri sebenarnya tidak harus dilakukan jika masyarakat mau diimunisasi sesuai anjuran pemerintah. Imunisasi difteri dimulai sejak usia dua, tiga, dan empat bulan. Pada usia dua tahun, lima tahun, dan usia sekolah dasar dilakukan imunisasi ulang untuk meningkatkan

kekebalan tubuh. Vaksin difteri yang diberikan adalah vaksin DPT-HB-Hib yang terbukti aman dan memiliki efikasi tinggi. Tingkat kekebalan yang bersifat protektif dapat terbentuk pada bayi yang telah memperoleh tiga dosis vaksin DPT-HB-Hib. Vaksin tersebut sangat efektif melindungi diri dari kematian akibat difteri. Meskipun demikian, efektivitas melindungi gejala penyakit secara keseluruhan hanya berkisar hanselMA 70-90%. Hasil sebuah penelitian menunjukkan terbentuknya titer antibodi sebesar <0,01 IU/ml setelah dosis pertama dan 0,05-0,08 IU/ml setelah dosis kedua. Kemudian setelah diberikan tiga dosis, titer

antibodi yang terbentuk sebesar 1,5-1,7 IU/ ml. Titer antibodi yang telah terbentuk tersebut kemudian mengalami penurunan hingga menjadi 0,03 IU/ml di usia 15-18 bulan sehingga dibutuhkan booster. Setelah pemberian booster, titer antibodi yang terbentuk sebesar 6,7-10,3 IU/ml. Berdasarkan penelitian di Jakarta dan Bandung, hasil serologi pada anak yang diberikan vaksin DPTHB-Hib pada usia 12-24 bulan menunjukkan adanya anti-D sebesar 99,7%. Didapati pula anti-T sebesar 100% dan HBsAg sebesar 99,5%. Dengan demikian, imunisasi DPT harus diberikan tiga kali dan diberikan kembali saat anak berusia 15-18 bulan sebagaimana anjuran pemerintah. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat

disimpulkan bahwa imunisasi DPT penting untuk dilakukan. Pemerintah menjamin ketersediaan vaksin difteri untuk imunisasi rutin dan ORI. Bio Farma sebagai BUMN yang memproduksi vaksin pun telah berkomitmen untuk mendukung pemerintah dalam pemenuhan vaksin difteri. Di awal tahun 2018, dilaporkan terdapat empat belas kasus KLB difteri di sebelas kabupaten/kota di Indonesia. Hingga saat ini, belum ada laporan kasus kematian akibat difteri. Selain itu, dari laporan tersebut dapat diketahui bahwa terjadi penurunan kasus KLB difteri di awal tahun 2018 setelah dilakukan ORI putaran pertama. Hingga saat ini, terdapat 85 kabupaten/kota dari 170 kabupaten/kota yang tidak lagi melaporkan kasus baru difteri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa KLB difteri di 85 kabupaten/kota tersebut sudah berakhir. Diperlukan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi dan mencegah terulangnya KLB difteri. Masyarakat perlu menyadari pentingnya imunisasi difteri. Ketidaksediaan untuk diimunisasi tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga orang-orang di sekitar. Di sisi lain, pemerintah perlu lebih menggalakkan kembali sosialisasi tentang imunisasi difteri. yulimaulidiya

INFO OBAT

Tiazid: Lawan Hipertensi Melalui Kerja Ginjal Seberapa efektifkah? Hipertensi sering kali dijumpai di kalangan masyarakat. Lalu, obat apa yang dapat mengatasinya dan bagaimana?

G

Diuretik ini bekerja dengan menghambat pompa Na+-K+ di permukaan luminal sel epitel tubulus distal sehingga menurunkan penyerapan kembali NaCl ke dalam tubuh. Secara tidak langsung, tiazid juga meningkatkan penyerapan kembali ion kalsium. Hal ini disebabkan penghambatan kerja pompa natrium dan kalsium di membran luminal epitel tubulus distal mampu meningkatkan kerja pompa ion natrium kalsium di membran basolateral sehingga secara keseluruhan penyerapan kalsium meningkat. Walaupun jarang menyebabkan hiperkalsemia, kondisi ini dapat menutupi adanya hiperkalsemia patologis misalnya pada hiperparatiroid, kanker, atau sarkodiosis. Sifat dari tiazid ini juga dapat dimanfaatkan untuk mencegah pembentukan batu saluran kemih akibat akumulasi kalsium dalam urin. Selain itu, kerja tiazid dapat dipengaruhi sekresi prostaglandin dan dapat dihambat oleh obat antiinflamasi nonsteroid seperti Ibuprofen. Obat ini tidak memberikan efek yang signifikan pada kondisi hemodinamik ginjal rp te

A

M ut

injal berperan dalam mengatur kadar cairan tubuh sehingga dapat memengaruhi tekanan darah. Salah satu anti hipertensi yang bekerja di ginjal adalah golongan diuretik yakni tiazid. Obat ini pertama kali ditemukan pada 1957 setelah dilakukan percobaan untuk mengembangkan obat yang lebih poten dibanding penghambat karbonik anhidrase. Tiazid memiliki mekanisme kerja dengan menghambat penyerapan garam NaCl di tubulus distal ginjal dan tidak meningkatkan ekskresi natrium bikarbonat (NaHCO3) seperti penghambat karbonik anhidrase. Meskipun begitu, terdapat beberapa obat golongan tiazid yang masih mempertahankan sifat penghambat karbonik anhidrase. Tiazid memiliki stuktur dasar gugus sulfonamid. Semua obat golongan ini dapat diberikan secara oral, tetapi memiliki mekanisme metabolisme yang berbedabeda. Klorotiazid merupakan “induk� dari semua obat golongan tiazid dan satu-satunya yang dapat diberikan secara parenteral. Karena sifatnya yang kurang larut dalam lemak, Klorotiazid perlu diberikan dalam dosis yang besar. Hal ini berbeda dengan Hidroklorotiazid yang lebih poten dan dapat diberikan dalam jumlah yang lebih kecil. Tiazid dikeluarkan dari dalam tubuh melalui mekanisme ekskresi asam organik. Zat-zat lain dengan mekanisme ekskresi menyerupai tiazid adalah asam urat sehingga penggunaan tiazid dapat menyamarkan kadar asam urat yang diekskresikan dan seolah-olah terjadi peningkatan ekskresi asam urat dalam urin.

karena situs kerjanya berada di dalam tubulus ginjal. Inhibisi transpor ion natrium dan kalium tidak memengaruhi aliran darah ginjal (renal blood flow), akan tetapi tingkat filtrasi glomerulus sedikit menurun akibat peningkatan tekanan intratubular. Karena bekerja di tubulus distal dan telah melalui kompleks jukstaglomerular, tiazid tidak memengaruhi mekanisme umpan balik tubuloglomerular. Selain digunakan pada hipertensi, tiazid juga diindikasikan pada gagal jantung, nefrolitiasis pada kondisi hiperkalsiuria idiopatik, dan diabetes insipidus nefrogenik. Toksisitas yang diakibatkan tiazid hampir sama dengan efek toksisitas diuretik lainnya, yaitu alkalosis metabolik dan hiperurisemia. Selain itu, tiazid juga dapat menimbulkan hiperglikemi akibat stimulasi kanal ion kalium dependen ATP. Stimulasi tersebut menimbulkan hiperpolarisasi sehingga apabila terjadi pada sel beta pankreas dapat menghambat pelepasan insulin. Selain hiperglikemia, tiazid juga dapat meningkatkan LDL dan

kolesterol total dalam serum sebanyak 5-15%. Hiponatremia juga dapat terjadi setelah konsumsi tiazid karena aktivasi hormon antidiuretik. Kemudian, perlu diingat bahwa tiazid dapat menimbulkan reaksi alergi pada pasien yang alergi terhadap obat sulfa karena kemiripan struktur molekulnya sehingga dokter harus menanyakan riwayat alergi obat pasien. Beberapa interaksi obat pada konsumsi tiazid diantaranya penurunan efek antikoagulan, agen urikosurik, sulfonilurea, dan insulin. Tiazid juga dapat meningkatkan efek obat anestesi, diazoksid, glikosida digitalis, serta vitamin D. Oleh karena itu, dibutuhkan penyesuaian dosis apabila pasien mengonsumsi tiazid bersama dengan obatobatan tersebut. ilham

Nama generik : Tiazid Indikasi : Hipertensi, gagal jantung, nefrolitiasis pada kondisi hiperkalsiuria idiopatik, diabetes insipidus nefrogenik. Kontraindikasi : hipersensitivitas, hiperkolesterolemia, uremia, gangguan hati Cara pemberian : awal 12,5 mg, dapat dinaikkan hingga 2550 mg sekali sehari, oral bersama dengan makanan Sediaan : tablet


6

JULI

MARET - APRIL 2018

Ilmiah Populer

MEDIA

AESCULAPIUS

ARTIKEL BEBAS

Inikah Rasanya Jadi Ibu Hamil? Setiap wanita mendambakan waktunya menjadi ibu. Namun, kehamilan ternyata cukup memusingkan karena tubuh menjadi tidak nyaman. Sebenarnya, apa yang terjadi?

H

amil dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai mengandung janin dalam rahim karena sel telur dibuahi oleh spermatozoa. Hadirnya makhluk hidup tambahan membuat terjadinya berbagai perubahan fungsi untuk menyesuaikan keadaan tersebut. Berbagai fungsi sistem organ tubuh ibu pun akan beradaptasi dengan caranya masing-masing. Saat hamil, sering kali ibu mengeluhkan jantungnya berdebar, perasaan lemas, letih, lesu, dan lunglai. Keluhan tersebut mengarah kepada anemia. Apakah bayi mengonsumsi darah ibu sehingga ibu kekurangan sel darah? Setelah janin menempel pada rahim, terjadi pelepasan sinyal untuk mempersiapkan adaptasi yang dibutuhkan pada masa kehamilan. Saat hamil, rerata tekanan darah arteri atau mean arterial pressure (MAP) harus tetap stabil agar pertukaran nutrisi antara ibu dan janin tetap terjaga baik. Salah satu bentuk kompensasi tubuh adalah dengan meningkatkan volume darah per pompa jantung sekitar 30-40% dari semula. Saat usia kehamilan mencapai 28 minggu, hal tersebut didukung pula dengan terjadinya kenaikan denyut jantung 10-15 denyut per menit. Peningkatan volume pompa jantung tersebut kemudian difasilitasi oleh hemodilusi atau pengenceran darah dengan cara penurunan keluaran urin oleh ginjal melalui produksi hormon aldosteron serta estrogen. Kenaikan kadar aldosteron

dipicu oleh vasodilatasi akibat peningkatan volume curah jantung melalui aktivasi jaras renin-angiotensin-aldosteron sementara kenaikan kadar estrogen didukung oleh produksi hormon tersebut pada plasenta. Konservasi air menyebabkan peningkatan volume darah hingga 30-40%. Namun, kenaikan volume tersebut tidak diiringi dengan kenaikan jumlah sel darah

anthon/MA

merah yang seimbang. Peningkatan aktivitas produksi sel darah merah oleh sumsum tulang hanya mampu menghasilkan 1520% sel darah merah tambahan karena laju produksi eritrosit yang sangat rendah. Oleh karena itu, darah pada ibu hamil akan sangat encer dengan kepadatan sel darah merah yang rendah. Hal ini menjadi jawaban atas keluhan-keluhan seperti anemia atau yang disebut dengan anemia fisiologis. Hemodilusi merupakan salah satu kompensasi dari produksi faktor penggumpalan darah yang meningkat seiring pertambahan usia kehamilan sebagai persiapan menjelang persalinan. Keberadaan faktor tersebut dalam jumlah besar dapat menyebabkan darah ibu mudah menggumpal bila tidak diiringi dengan pengenceran darah oleh tubuh. Peningkatan volume darah juga berguna dalam membantu ibu mengompensasi perdarahan saat melahirkan dan masa nifas. Volume darah akan kembali normal setelah delapan minggu dari persalinan. Ibu hamil juga kerap kali mengeluh pembengkakan pada kedua kaki terutama pada ibu dengan jumlah cairan ketuban yang besar dan kehamilan kembar. Hal ini karena posisi supinasi atau berbaring mengakibatkan penurunan tekanan darah akibat berkurangnya aliran balik pembuluh darah vena (venous return) ke jantung akibat desakan dari perbesaran rahim ibu

menekan aorta. Penurunan aliran balik tersebut meningkatkan tekanan osmotik di area tungkai sehingga cairan dalam darah akan cenderung keluar ke jaringan dan menimbulkan bengkak pada kaki ibu hamil. Oleh sebab itu, ibu hamil disarankan agar berbaring menyamping ketika tidur. Keluhan lain selama kehamilan dapat disebabkan oleh peningkatan kadar hormon progesteron. Hormon ini memiliki beberapa efek samping, diantaranya penurunan aktivitas gerak pada saluran cerna, penurunan laju penyerapan makanan, dan penurunan kekuatan katup kerongkongan bawah sehingga sering menyebabkan naiknya kembali makanan dari lambung ke kerongkongan atau yang disebut dengan GER (gastroesophageal reflux). Gangguan ini ditandai dengan sensasi terbakar pada kerongkongan. Seiring dengan pertambahan usia kehamilan, GER akan semakin sering terjadi akibat lambung yang terdesak perbesaran rahim. Mual dan muntah juga menjadi salah satu keluhan selama kehamilan. Hal ini disebabkan stimulasi berlebih terhadap pusat pengaturan muntah pada otak yang sensitif terhadap rangsang kimiawi. Reseptor kimiawi tersebut menjadi lebih sensitif pada kondisi dimana kadar hormon estrogen, progesteron, dan human chorionic gonadotropin (hCG) plasma cukup tinggi yang terjadi saat kehamilan. fadlika

SEGAR

M

fadlika/MA

edia Aesculapius (MA) mengucapkan selamat atas terpilihnya Maria Isabella (Pemimpin Umum), Veronika Renny (Pemimpin Redaksi), Shafira Chairunnisa (Pemimpin Produksi), dan Trienty Batari Gunadi Purba (Pemimpin Direksi) sebagai jajaran Pengurus Harian MA tahun 2018-2019. Di bawah kepemimpinan yang baru ini, semoga MA dapat terus berkembang dan menjadi yang terdepan dalam menyebarkan informasi kesehatan dan kedokteran ke seluruh pelosok Indonesia. Terima kasih juga kami haturkan kepada jajaran Pengurus Harian MA 2017 yang telah mengantarkan MA selangkah lebih maju.


MEDIA

IPTEK

AESCULAPIUS

Ilmiah Populer

Serum Wajah dengan Vitamin C: Apakah Bermanfaat?

Serum wajah dengan harga selangit menjanjikan manfaat kesehatan dan kecantikan vitamin C bagi kulit. Namun, adakah khasiatnya?

K

ecantikan wanita tentu erat kaitannya dengan kesehatan kulit. Saat ini, kebanyakan wanita menggunakan produk-produk perawatan yang dijual bebas di pasaran demi menjaga kesehatan kulitnya. Saat ini, banyak produsen mengandalkan vitamin C untuk melengkapi formula produknya. Vitamin C cukup terkenal sebagai antioksidan kuat bagi kulit. Ia mampu melindungi kulit dari penuaan dini, gangguan sistem imun, dan pembentukan kanker akibat sinar deviMA UV. Sebagai komponen antipenuaan, vitamin C bekerja dengan meningkatkan produksi kolagen, menstabilkan benang kolagen, dan menurunkan laju degradasi kolagen. Vitamin C juga dikenal dengan efek mencerahkan wajah dan mencegah pembentukan bintik hitam pada kulit dengan mengurangi produksi melanin kulit. Selain itu, vitamin

C bekerja sama dengan vitamin E untuk memberikan perlindungan bagi kulit dengan menangkal radikal bebas. Rentetan manfaat yang diberikan vitamin C ini membuat ia tampak menggiurkan bagi industri perawatan kulit. Sebuah studi menunjukkan fakta menarik bahwa vitamin C dari makanan dan suplemen yang kita konsumsi nyatanya sampai di kulit dan melakukan kerja yang diharapkan dalam jumlah sangat sedikit. Alasan ini menyebabkan kebutuhan vitamin C topikal menjadi populer. Namun, kendala yang masih dipertanyakan adalah sifat vitamin C yang larut air. Bagaimana mekanisme vitamin C yang diaplikasikan secara topikal dapat menembus sel yang bersifat lipofilik? Jawabannya ada pada kondisi di mana vitamin C itu terlarut. Pada pH yang kurang dari 3.5, permeabilitas terhadap membran molekul ini meningkat secara signifikan. Agar dapat memperbaiki kestabilan molekul vitamin C dan membentuk suasana pH yang cukup rendah, kebanyakan produk menambahkan asam ferulat. Selain kondisi asam, solusi lainnya adalah dengan menggunakan bentuk molekul derivat vitamin C (asam askorbat) teresterifikasi seperti ascorbyl-6-palmitate dan maP yang bersifat lipofilik.

Hingga saat ini, khasiat vitamin C sebagai manajemen kanker kulit masih kontroversial. Sebuah studi in vitro menyimpulkan bahwa hasil bermakna diperoleh melalui injeksi vitamin C intravena dalam dosis terapeutik. Vitamin C secara teoritis memang memiliki banyak manfaat. Namun, studi lain menunjukkan bahwa aplikasi vitamin C topikal (dalam bentuk derivat esterifikasi L-askorbat) rutin tidak meningkatkan kadar asam L-askorbat dalam kulit. Sangat disayangkan studi klinis terhadap tingkat efikasi dari penggunaan vitamin C topikal dibandingkan dengan oral masih terbatas sehingga kontroversi akan khasiatnya pun belum kunjung usai. Beberapa peneliti berpendapat bahwa menemukan konsentrasi yang tepat dalam setiap penggunaan berperan penting dalam hasil klinis yang diberikan. Meskipun demikian, pada kebanyakan kasus kadar vitamin C yang lebih dari 8% dalam suatu formula dikatakan bermakna klinis. Adapun konsentrasi >20% nyatanya tidak meningkatkan signifikansi biologis dan menimbulkan iritasi kulit. Tantangan lain bagi peneliti adalah bagaimana menemukan bentuk molekul vitamin C yang paling stabil dengan permeabilitas tinggi untuk menunjang optimalisasi manfaat yang mampu diberikan molekul satu ini. fadlika

ADVERTORIAL

Mengembalikan Gaya Berjalan dengan BiOM® Ankle System

A

Tidak hanya secara fisik menggantikan anggota tubuh, BiOM® hadir sebagai “mimikri” kaki sesungguhnya

mputasi merupakan pengangkatan terjadi perubahan gaya berjalan. sebagian atau seluruh anggota gerak Perangkat BiOM® Ankle System dapat tubuh melalui operasi. Ia kerap menyediakan propulsi bionik alami dan menjadi momok di kalangan masyarakat. tersedia secara komersial untuk orang-orang Padahal, sering kali amputasi adalah satuyang diamputasi. Bionik adalah ilmu untuk satunya tindakan yang dapat dilakukan membangun sistem buatan yang didasarkan apabila anggota tubuh kehilangan fungsinya atas karakteristik yang ditemukan pada dan jika tidak dihilangkan dapat menjadi alam dan kehidupan. Prostesis BiOM® berbahaya. Amputasi menyebabkan dibuat tidak hanya dengan meniru anatomi perubahan fungsional dan kosmetik yang anggota tubuh, melainkan juga fisiologinya. signifikan. Hal ini mendorong diciptakannya Berdasarkan studi klinis oleh The Center kaki dan tangan buatan yang dikenal sebagai for Restorative prostesis. and Regenerative Di Indonesia, prostesis sering digunakan Medicine, oleh pasien rehabilitasi pascaamputasi. Departemen Prostesis konvensional adalah alat pasif Veteran Amerika yang dibentuk sesuai kontur Serikat, BiOM® anggota badan yang diamputasi dapat digunakan dengan mempertimbangkan untuk berjalan dengan estetika. Tantangan utama posisi, kecepatan, dan energi bagi pengguna prostesis adalah metabolik yang sama seperti pengendalian gerakan karena anggota tubuh biologis prostesis yang digunakan utuh. masih bersifat pasif dan tidak Dengan teknologi memiliki fungsi gerak. Pengguna akis/MA robotika yang meniru prostesis konvensional membutuhkan otot betis dan tendon Achilles, waktu beberapa minggu hingga bulan untuk BiOM® menghasilkan gaya dorong ke depan menyesuaikan diri. pada setiap langkah pemakai sehingga dapat Meski terbuat dari bahan ringan, menormalkan baik gaya berjalan maupun pengguna prostesis konvensional harus pengeluaran energi saat BiOM® digunakan. mengeluarkan energi lebih banyak ketika BiOM® menyediakan teknologi bergerak dibandingkan orang normal karena unik berupa propulsi bionik yang dapat sistem mengembalikan energi lebih sedikit mengembalikan kekakuan dan kekuatan dibandingkan yang diserapnya. Selain itu, pergelangan kaki normal saat fase berjalan. kontrol prostesis konvensional biasanya akan Sistem tersebut menghasilkan metabolisme terkunci pada posisi berdiri. Akibatnya, tidak energi yang lebih rendah, kecepatan yang ada dorongan aktif ketika melangkah dan lebih tinggi, dan tekanan terhadap sendi yang

lebih rendah. Penggunaan dua microprocessor dan enam sensor lingkungan menyebabkan BiOM® dapat bekerja menyerupai fungsi otot dan tendon normal dengan dua jenis kontrol. Pertama, pada fase heel strike, BiOM® memberikan kontrol terprogram untuk mengatasi kekakuan pegas pergelangan kaki sehingga dapat menyerap sentakan dan mendorong tibia ke depan saat fase midstance. Kemudian, pada fase toe-off, BiOM® menyediakan kontrol net-positive power. BiOM® mengendalikan torsi dan kekuatan agar dapat menyerupai kekuatan fleksi plantar normal dan memberikan gaya dorong ke atas serta depan saat berjalan. Perangkat canggih ini menggantikan fungsi anatomi otot dan tendon yang hilang dan memberikan lebih banyak energi daripada yang terbuang. Ahli prostesis akan memprogram kekakuan dan kekuatan prostesis yang dipasang agar sesuai dengan gaya berjalan pasien. Pengaturan dilakukan melalui perangkat lunak bernama ”Personal Bionic Tuning” dan diharapkan pasien dapat dengan mudah beradaptasi dengan prostesis. Salah satu kelemahan dari BiOM® adalah harga jualnya yang cukup tinggi. Sebuah prostesis BiOM® dijual seharga $40,000 atau kira-kira setara dengan Rp500.000.000,00. Harga tersebut membuat BiOM® sulit untuk dijangkau oleh beberapa kalangan. Inovasi BiOM® dapat menjadi harapan bagi penyandang disabilitas di seluruh dunia untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik. afiahuddin

JULI

MARET - APRIL 2018

7

JOURNAL READING

Waktu Ideal Pemberian Vaksin RV3-BB untuk Bayi

R

otavirus adalah jenis virus yang menginfeksi saluran pencernaan terutama usus. Virus ini menyebabkan penyakit diare pada bayi serta anak-anak di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Infeksi rotavirus dapat dicegah dengan vaksin. Jenis vaksin yang diberikan adalah vaksin jenis RV3-BB. Vaksin tersebut dikembangkan dari rotavirus dengan strain RV 3 (G3P[6]) yang ditemukan pada feses bayi tanpa gejala infeksi (asimtomatik). Waktu pemberian vaksin rotavirus yang tepat masih belum diketahui sehingga muncul penelitian untuk mencari jadwal paling ideal pemberian vaksin rotavirus di Indonesia. Penelitian ini juga mencari tahu tingkat kemanjuran tiga dosis RV3-BB untuk melawan gastroenteritis berat akibat rotavirus pada neonatus hingga delapan belas bulan awal kehidupan. Metode pemberian vaksin RV3-BB disesuaikan dengan jadwal neonatus, jadwal bayi, dan plasebo. Jadwal pemberian vaksin adalah 0-5 hari, 8 minggu, dan 14 minggu awal kehidupan untuk neonatus, serta 8, 14, dan 18 minggu awal kehidupan untuk bayi, dan pemberian plasebo menyesuaikan. Pemberian vaksin RV3-BB akan diberikan sebanyak tiga dosis. Dari 1513 subjek yang menjadi bagian dari penelitian, gastroenteritis berat dengan etiologi rotavirus terjadi pada 5,6% subjek yang mendapat perlakuan plasebo (28 dari 504), 1,4% pada subjek dengan perlakuan jadwal neonatus (7 dari 498), dan 2,7% pada subjek dengan perlakuan jadwal bayi (14 dari 511). Hasil ini memperlihatkan bahwa kemanjuran atau efikasi dari kelompok dengan jadwal neonatus adalah 75%, kelompok dengan jadwal bayi adalah 51%, dan kelompok dengan jadwal neonatus dan jadwal bayi yang digabung adalah 63%. Hasil kemanjuran dalam menyembuhkan pasien juga menunjukkan kemiripan dengan pencarian prevalensi pasien gastroenteritis. Kemanjuran subjek dengan jadwal neonatus adalah 68%, kemanjuran subjek dengan jadwal bayi adalah 52%, sementara kemanjuran subjek dengan jadwal neonatus dan jadwal bayi yang digabung adalah 60%. Respons terhadap vaksin dievaluasi melalui pembentukan serum dari sistem imun atau keberadaan RV3-BB pada feses, terdapat pada 78 dari 83 subjek (94%) dari kelompok dengan jadwal neonatus, 83 dari 84 subjek (99%) dari kelompok dengan jadwal bayi. Terjadinya komplikasi serupa pada setiap kelompok. Tidak ada kejadian intususepsi pada 21 hari pertama setelah pemberian vaksin dengan berbagai dosis, dan satu kejadian intususepsi terjadi 114 hari setelah vaksin dosis ketiga pada kelompok dengan jadwal bayi. Dapat disimpulkan bahwa di Indonesia vaksin RV3-BB dapat ditoleransi dengan baik serta manjur dalam mencegah gastroenteritis berat akibat rotavirus, terutama dengan jadwal neonatus dan jadwal bayi. erbe Referensi: Bines J, At Thobari J, Satria C, Handley A, Watts E, Cowley D et al. Human Neonatal Rotavirus Vaccine (RV3-BB) to Target Rotavirus from Birth. New England Journal of Medicine [Internet]. 2018 [cited 1 March 2018];378(8):719-730. Available from: http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/ NEJMoa1706804


8

JULI

MARET - APRIL 2018

OPINI & HUMANIORA

MEDIA

AESCULAPIUS

SUARA MAHASISWA

Krisis Kesehatan di Asmat: Apa Peran Mahasiswa? Kejadian luar biasa Asmat sebagai “kartu kuning” untuk Indonesia.

I

ndonesia menyambut tahun 2018 dengan berita menyedihkan dari Kabupaten Asmat, Provinsi Papua. Pada 8 Januari 2018, telah terjadi kejadian luar biasa (KLB) campak dan gizi buruk di kampung Nakai Distrik Pulau Tiga dan Kota Agats, Provinsi Papua. Krisis kesehatan ini menyebabkan 71 anak meninggal dunia dan sedikitnya 800 dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Agats. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) bekerja sama dengan TNI, Polri, Kementerian Sosial, dan banyak pihak lain telah turun tangan menanggulangi krisis kesehatan ini. Nila Djuwita F. Moeloek selaku Menteri Kesehatan menyatakan bahwa Kemenkes telah mengirimkan tenaga medis ke RSUD Agats untuk menangani pasien campak dan gizi buruk yang kini tengah dirawat. Bersama dengan TNI, Kemenkes juga mengunjungi 23 distrik di Kabupaten Asmat untuk membawa pasien yang terkena dampak KLB campak dan gizi buruk serta menyalurkan bantuan berupa makanan dan obat-obatan pada penduduk setempat. Sebenarnya tidak sulit menemukan alasan terjadinya KLB di Kabupaten Asmat. Sebagaimana banyak daerah di Papua, Kampung Asmat merupakan lokasi terpencil dengan infrastruktur yang tidak memadai sehingga menyulitkan penduduk untuk mendapatkan penanganan medis yang mereka butuhkan. Untuk sekali perjalanan pulang-pergi menuju RSUD Agats, penduduk Asmat harus mengeluarkan lebih dari satu juta rupiah dikarenakan terbatasnya transportasi dan mahalnya bahan bakar. Bagi penduduk Asmat, penanganan medis

KOLUM

status KLB, tetapi juga mencegah adanya yang layak merupakan suatu kemewahan. KLB lain di masa depan. Padahal, tanpa adanya penanganan medis, Dengan adanya kejadian ini, mahasiswa penyakit menular, seperti campak, dapat patut mempertanyakan peran mereka. menyebar dengan mudah. Perdebatan mengenai peran mahasiswa Selain campak, gizi buruk merupakan semakin mencuat setelah kejadian “kartu masalah kesehatan di Papua yang juga perlu kuning” oleh Ketua BEM UI. Meskipun mendapatkan perhatian lebih. Salah satu menuai pro dan kontra, argumen yang bisa faktor yang berkontribusi dalam masalah dikritisi adalah: apa peran mahasiswa? ini adalah sanitasi yang buruk. Kebanyakan Lebih lanjut lagi, penduduk dikarenakan hal Asmat belum hansel/MA ini adalah krisis mengetahui kesehatan, apa yang pentingnya dapat mahasiswa kebersihan kedokteran sehingga lakukan? masih banyak Bukan penduduk hanya belajar yang teori di kampus, minum mahasiswa dari sungai kedokteran tanpa juga dituntut dimasak. untuk melatih Selain itu, keterampilan dan sangat mempertajam rasa sedikit empati mereka. keluarga Sayangnya, yang status mahasiswa kedokteran yang bukan memiliki jamban untuk buang air. petugas medis resmi membuat mahasiswa Tak hanya bantuan medis, rehabilitasi kedokteran tidak dapat berpartisipasi secara keseluruhan pada daerah yang dalam mendiagnosis penyakit, menentukan mengalami dampak krisis juga penting penanganan, atau meresepkan obat. untuk dilakukan. Kondisi hidup yang serba Meskipun demikian, mahasiswa kekurangan bukan lagi hal yang baru di kedokteran masih dapat mengabdi. daerah terpencil seperti Kabupaten Asmat. Mahasiswa dapat turun tangan dan menjadi Namun, belum ada perkembangan yang relawan di Kabupaten Asmat. Mahasiswa berarti hingga saat ini. Krisis kali ini agaknya kedokteran dapat membantu dalam membuat pemerintah sadar bahwa harus ada pendistribusian obat dan makanan atau penanganan yang tidak hanya menghentikan

Shafira Nurul Annisa Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tingkat II memberikan penyuluhan mengenai halhal yang sangat penting untuk diketahui masyarakat Asmat, terutama mengenai sanitasi dan pentingnya hidup sehat. Tanpa harus terbang ke sana, mahasiswa kedokteran masih dapat membantu. Mahasiswa dapat memberikan sumbangan berupa uang atau bahan makanan. Di era media sosial, mahasiswa kedokteran juga dapat menyebarkan kesadaran masyarakat mengenai krisis kesehatan Asmat. Hal yang perlu ditekankan adalah mengingat bahwa pengabdian masyarakat adalah salah satu tugas mahasiswa kedokteran. Tidak banyak dokter muda yang ingin mengabdi di daerah terpencil. Oleh karena itu, dengan munculnya krisis kesehatan Asmat, mahasiswa kedokteran diharapkan mulai menyadari urgensi kondisi kesehatan masyarakat Indonesia dan tergerak untuk mengabdi.

Untuk Siapa? Egois itu katanya natur manusia. Dokter katanya bukan manusia biasa. Jadi harus bagaimana?

S

ebagai seorang keturunan Tionghoa, saya ikut merayakan Imlek yang tahun ini kebetulan jatuh pada hari Jumat dan membawa berkah long weekend bagi sejuta umat. Seperti seluruh anak kos lain yang hidup “merantau”, Imlek adalah suatu kesempatan yang membahagiakan bagi dompet saya. Sayangnya, saya tidak bisa sepenuhnya menikmati Imlek sebab pada hari ketiga, yakni hari Minggu, saya diwajibkan mengikuti suatu acara di kampus. Jujur saja saya enggan meninggalkan Imlek untuk acara tersebut. Demi acara ini, saya harus naik kereta pukul 6 pagi dari Rawa Buaya agar sampai Depok sebelum pukul 8 pagi. Selain itu, berarti saya harus bangun pukul 4.30 pagi. Sesampainya di stasiun Tanah Abang, saya melihat satu keluarga pengamen masuk ke dalam kereta yang cukup sepi dan duduk di seberang saya: ayah dan ibu yang buta ditemani dua orang anak laki-laki yang kirakira sebaya dengan siswa kelas tiga SMP dan enam SD. Anak-anak itu menggelayut manja pada kedua orang tuanya dan mereka terlihat sedang bercanda. Karena mereka sekeluarga memiliki perawakan yang gempal, pemandangan ini terlihat sangat menghibur. Begitu sampai di stasiun Sudirman, mereka turun dan berjalan seperti anak-anak sedang bermain ular naga: anak tertua berada paling depan, diikuti ayahnya yang memegang pundak si anak, dan ibunya memegang pundak sang ayah. Mereka bertiga berjalan sambil tertawa-tawa seperti

benar-benar sedang bermain, sementara anak yang lebih kecil berjalan dengan riang di sebelah mereka. Mengingat pemandangan itu, sepanjang hari Minggu saya yang manja dan nyinyir ini tidak bisa berhenti tersenyum. “Royal pain” Saya tahu istilah ini dari sebuah seri drama di suatu saluran televisi luar yang menunjukkan kehidupan dokter pribadi orangorang kaya dan elit. Dalam drama tersebut, istilah ini menggambarkan sesuatu yang dianggap sebagai penderitaan oleh mereka yang lebih beruntung, misalnya sebal karena kehabisan tas Gucci yang diincar atau kesal karena wi-fi sedang lambat dan tidak bisa bermain secara online. Setelah mencari lebih lanjut, idiom “royal pain” ternyata berarti “orang yang menyebalkan”, tetapi saya sudah terlanjur tertarik dengan arti harafiah idiom ini. Sangat menggambarkan natur egois manusia. Namun, saya ingat kutipan yang viral di

dunia maya, “But that’s what makes us human”. Kembali pada kejadian di kereta yang cukup menohok hati kecil saya. Keluarga yang sederhana namun bahagia tersebut mengingatkan saya bahwa sering sekali kita lupa akan dunia yang berada di luar kacamata kuda emas kita, lupa bahwa dunia yang entah bulat atau datar ini tidak mengitari hidup kita. Pikiran kita kerap kali hanya berisi soal masalah saya, saya, dan saya. Saya sampai menyindir MA on/ diri sendiri, h t an “Mahasiswa kedokteran? Mau jadi dokter yang menolong orang? Bangun pagi yang sebenarnya normal saja sudah ngedumel.” Sebagai seorang mahasiswa kedokteran, sering saya dibangga-banggakan oleh keluarga. Katanya, dokter itu spesial, bukan manusia biasa. Dibilang bahwa dokter harus menjadi pelayan. Meski profesi dokter secara umum dianggap bergengsi dan cukup disegani, tetap saja dokter dituntut menuruti segala keinginan dan cacian pasien, entah si dokter ikhlas atau tidak. Semua “royal pain” ini harus dijalani. Kadang saya bertanya-tanya: sebenarnya semua ini untuk mereka, para pasien,

Stella Chrisantha Yogawisesa Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tingkat III atau untuk kita? Bukannya sekarang kita menolong orang untuk mendapatkan bayaran jasa atau sekedar mendapat kepuasan batin, “Saya sudah menolong orang lho!” supaya bisa terus hidup nyaman di dalam gengsi titel “dokter”? Mungkin inilah saat yang tepat untuk berhenti sejenak dari aktivitas kita. Sekalisekali melihat keluar zona nyaman dan bertanya pada hati kecil kita yang sudah lama kita abaikan, “Yang saya lakukan ini sebenarnya untuk mereka atau untuk saya?”


MEDIA

OPINI & HUMANIORA JULI

MARET - APRIL 2018

AESCULAPIUS

9

SUKA DUKA

Membaktikan Ilmu di Tanah Papua Mengajarkan ilmu kepada calon dokter di tanah Papua, bagaimana pengalaman seorang pengajar yang dikirim dari Jakarta?

Nama Lengkap Dr.dr. Dewi Irawati Soeria Santoso, M.S. Pendidikan • 1979: Pendidikan Dokter FKUI. Jakarta • 1985: Magister Biomedik kekhususan Fisiologi FKUI. Jakarta • 2015: Universitas Indonesia, Kedokteran, Kekhususan Biomedik. Jakarta Jabatan • Staf Pengajar Departemen Fisiologi FK UI (1979 - sekarang) • Koordinator Adminku Departemen

Fisiologi FK UI (1985 - 1995) • Koordinator Kelas Internasional FK UI (2007 - 2014) • Wakil Dekan I Bidang Akademik FK Unipa (2016 - 2017) • Kepala Departemen Fisiologi FK UI (2018 - sekarang) Publikasi Terbaru • The Potency of Hibiscussabdariffa Linn, on Decreased Memory Function Related to The Level of BDNF and Creb in Hippocampus of Overtrained Rats (2017)

dokumen penerbit

B

eberapa waktu lalu, dunia pendidikan kedokteran Indonesia diramaikan dengan kabar terhentinya kegiatan akademis di Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Papua (FK UNIPA), salah satu fakultas kedokteran kebanggaan tanah Papua. Banyak kabar berkembang terkait penyebab proses pendidikan di UNIPA terhenti. Setelah melalui perjuangan panjang, akhirnya FK UNIPA bisa kembali berjalan. Tidak hanya oleh mahasiswa, perjuangan yang sama juga dilakukan oleh para staf, baik dari FK UNIPA maupun FK Universitas Indonesia (UI). Dr. dr. Dewi Irawati Soeria Santoso, MS, AIFM adalah salah seorang staf pengajar FK UI yang juga mengajar di FK UNIPA. Dokter kelahiran tahun 1954 di Herlen, Belanda ini sudah mengajar di FKUI sejak tahun 1980. Pendidikan terakhir Dewi adalah S3 Biomedik FK UI yang ditempuh hingga lulus tahun 2015. Pada tahun 2016, Dewi menjabat sebagai

Wakil Dekan 1 Bidang Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Papua bersama dengan dr. Kanadi Sumapradja, SpOG, M.Sc yang menjabat sebagai dekan. “Sejak pertama FK UI mengirimkan staf, yaitu sekitar tahun 2014, saya sudah ikut ke sana,” ujar Dewi sebelum berangkat ke Sorong pada 6 Maret 2018. Dia bersama dengan beberapa staf dari seluruh departemen di FK UI mendapatkan tugas untuk menjadi staf terbang di FK UNIPA. Pada awalnya, status pendidikan dokter di UNIPA masih berupa program studi kedokteran. Barulah pada tahun 2016 berubah menjadi fakultas kedokteran. Pendidikan di FK Unipa diawali dengan pemberian materi matrikulasi yang wajib diikuti oleh mahasiswa kedokteran tingkat satu. Matrikulasi adalah tahap pengenalan dan pemberian materi awal kepada mahasiswa baru sebagai dasar

ilmu untuk mengikuti pembelajaran lebih lanjut di fakultas kedokteran. Karena materi matrikulasi merupakan ilmu dasar dan pengembangan dari materi SMA, staf yang biasanya dikirimkan berasal dari Departemen Fisiologi Kedokteran, Anatomi, dan Biokimia FK UI. Waktu pemberian materi matrikulasi sekitar 3 bulan sebelum dimulainya program belajar mengajar efektif di semester 1. Setelah melewati pemberian matrikulasi, mahasiswa akan belajar dengan sistem modul. Staf pengajar berangkat bergantian, bergantung modul yang sedang berjalan dengan rata-rata menghabiskan waktu 3 hari di Sorong untuk mengajar. Meskipun memiliki rutinitas sebagai pengajar FK UI yang amat sibuk, Dewi tetap bersedia terbang ke Sorong. “Alasan saya mau ke sana adalah karena pengalaman baru,” ucapnya. Ketika pertama kali pergi ke Papua bersama Yayasan Pengembangan Medik,

Dewi melihat banyak hal menarik dari Papua. Akhirnya pada tahun 2014 ketika program studi kedokteran UNIPA didirikan, Dewi bersama staf lain bersedia pergi ke sana. Pengalaman pertama yang mengesankan untuk Dewi adalah rasa kekeluargaan yang begitu erat antara semua komponen di FK UNIPA, baik mahasiswa, dosen, maupun staf. Dewi menjelaskan, “Ketika ada staf yang merayakan ulang tahun, kami dari pihak dekanat ikut diundang.” Selain itu, kondisi mahasiswa sangat diperhatikan dan diketahui semua pihak sehingga misalnya ada mahasiswa mengalami kecelakaan, Dewi segera menengok mahasiswa tersebut di rumah sakit. Bahkan ketika ada mahasiswa yang meninggal, semua orang hadir untuk membacakan doa dan mengikuti prosesi pemakaman. Satu hal lain yang membuat Dewi terkesan dengan FK UNIPA adalah dedikasi orang-orang yang bekerja di sana. “Ada masa ketika kondisi keuangan sangat susah, namun tidak ada yang berhenti. Semua staf tetap datang dan bekerja,” ujar Dewi dengan nada kagum. “Memang tekad mereka untuk mau belajar, mau berkarya, mau bekerja di situ begitu besar,” imbuhnya. Selama mengajar di FK UNIPA, dia selalu merasa senang. Satu-satunya momen sedih yang dialami Dewi adalah ketika harus meninggalkan mereka di tahun 2016 karena berbagai alasan. Baik pengajar dari FK UI maupun mahasiswa merasa sangat berat untuk mengucapkan selamat tinggal walaupun untuk sementara. “Rasanya ingin menangis bareng-bareng mereka,” tutup Dewi. ilham

RESENSI

Concussion: Kisah Penemuan

Ensefalopati Traumatik Kronis

dokumen penerbit

Ketika bukti ilmiah disangkal karena kepopuleran sebuah olahraga

“C

oncussion” adalah sebuah film yang mengisahkan tentang penemuan ensefalopati traumatik kronis oleh seorang dokter bernama Bennet Omalu. Film yang dirilis pada tahun 2015 ini disutradarai

dan ditulis oleh Peter Landesman. Dengan durasi 122 menit, film ini diwarnai oleh akting sejumlah aktor dan aktris, seperti Will Smith, Alec Baldwin, Gugu Mbatha-Raw, dan Arliss Horward. Film yang berlatar waktu tahun 2002 ini dimulai dengan pidato singkat seorang pemain football ternama Amerika yang bermain dalam ajang National Football League (NFL), yakni Mike Webster. Meski memiliki karier yang cemerlang, Mike berakhir menjadi tunawisma dan mengalami disorientasi setelah masa kejayaannya berlalu. Mike kemudian ditemukan meninggal di mobilnya. Untuk mengetahui penyebab kematiannya, jenazah Mike dibawa ke bagian forensik. Dr. Bennet Omalu yang bertugas untuk melakukan autopsi ternyata mengalami kesulitan dalam menentukan sebab kematian Mike. Hasil CT scan Mike yang tidak menunjukkan kejanggalan apapun membuat dr. Omalu memutuskan untuk melakukan suatu pemeriksaan jaringan otak yang sangat mahal. Setelah memperoleh hasil pemeriksaan, dr. Omalu kemudian menyimpulkan bahwa terdapat kerusakan pada otak Mike yang tidak dapat dideteksi melalui CT scan. Karena belum ada nama penyakit yang dapat menggambarkan kondisi Mike kala itu, dr. Omalu akhirnya menamai kondisi tersebut sebagai chronic traumatic encephalopathy

(CTE). Setelah diteliti lebih lanjut, CTE ternyata berkaitan dengan benturan kepala yang sering terjadi dalam permainan football seperti digeluti Mike. Hasil temuan tersebut diterbitkan dalam sebuah jurnal oleh dr. Omalu. Pihak NFL yang kemudian mengetahui hasil penelitian tersebut menentangnya dan menyatakan bahwa terdapat kesalahan penalaran dalam penelitian tersebut. Saat itu, football memang merupakan permainan yang sangat populer di kalangan penduduk Amerika sehingga berbagai kecaman kerap ditujukan pada dr. Omalu. Meskipun demikian, ia tak gentar. Ia terus berusaha meyakinkan orang-orang bahwa permainan football berkaitan erat dengan kasus CTE. Secara keseluruhan, film ini menarik karena diangkat dari kisah nyata. Alur maju yang digunakan pada film ini sangat memudahkan penonton dalam memahami alur cerita. Aktor dan aktris dalam film ini pun dapat memerankan karakternya dengan baik. Di sisi lain, bagi sebagian orang mungkin film ini akan terkesan membosankan mengingat tidak adanya konflik yang cukup menguras emosi. Terlepas dari itu, film ini cukup sukses menggambarkan perjuangan seorang dokter dalam mengubah kebiasaan yang kurang baik dari orang-orang di sekitarnya. yulimaulidiya

JASA PEMBUATAN SYMPOSIUM HIGHLIGHT Media Aesculapius menyediakan jasa pembuatan Symposium Highlight. Symposium highlight adalah peliputan sebuah seminar atau simposium, yang kemudian hasilnya akan dicetak dalam sebuah buletin, untuk dibagikan pada peserta seminar. Simposium yang telah kami kerjakan antara lain PIT POGI 2010, ASMIHA 2011, ASMIHA 2016, ASMIHA 2017, JiFESS 2016, JiFESS 2017, dan lain-lain. Hubungi Hotline MA: 0896-70-2255-62 (SMS/Whatsapp)


10

JULI

MARET - APRIL 2018

Liputan

MEDIA

AESCULAPIUS

RUBRIK DAERAH

Catatan Pengabdian dari Provinsi Seribu Sungai

S

Selain harus mendiagnosis dan menata laksana dengan baik, tenaga medis di daerah perifer juga memerlukan kemampuan berkomunikasi dan berkompetensi budaya.

aya bertugas di Kalimantan Barat (Kalbar) atau yang dikenal dengan provinsi “seribu sungai”. Julukan tersebut selaras dengan kondisi geografisnya yang memiliki ratusan sungai. Saya bertugas sebagai dokter PTT Daerah di Puskesmas Parit Timur Kabupaten Kubu Raya, Kalbar. Sebelum bertugas di Parit Timur, saya bertugas di RSUD Landak yang juga berlokasi di Kalbar. Keduanya memiliki karakteristik lokasi dan kondisi yang mirip dengan beberapa daerah lainnya di Kalbar yakni akses dan fasilitas terbatas serta kultur masyarakat yang beragam. Puskesmas Parit Timur dapat ditempuh dalam dua jam dari Pontianak melalui jalan darat. Kendaraan yang dapat digunakan hanya sepeda motor atau motor air melalui sungai. Oleh karena itu, kondisi pasien menjadi pertimbangan penting ketika akan merujuk. Ketika kondisi pasien lemah, ia dirujuk menggunakan motor air. Selain itu, hal yang menarik adalah beberapa puskesmas di Kabupaten Kubu Raya melakukan puskesmas keliling menggunakan motor air untuk menjangkau daerah yang

lebih mudah diakses dengan jalur sungai. Penyakit yang cukup sering ditemukan di Puskesmas Parit Timur adalah ISPA, diare, dan infeksi kulit. Latar belakang pendidikan dan kebiasaan masyarakat yang tidak bersih menjadi salah satu penyebabnya. Selain itu, angka penyakit tidak menular seperti hipertensi, diabetes melitus, dan dispepsia juga tinggi. Kesadaran masyarakat untuk kontrol rutin ke fasilitas kesehatan cukup rendah sehingga tidak jarang timbul komplikasi seperti stroke dan gagal ginjal. Sementara itu, RSUD devi/MA Landak dapat ditempuh dalam lima jam dari Pontianak menggunakan mobil. Saat bertugas di RSUD Landak, saya sering menemukan pasien dengan stroke. RSUD Landak tidak memiliki dokter spesialis saraf

dan modalitas CT scan sehingga pasien perlu dirujuk ke Pontianak yang memiliki layanan kesehatan lebih lengkap. Akan tetapi, pasien dan keluarganya sering kali tidak ingin dirujuk dengan berbagai alasan, seperti biaya dan jarak. Hal tersebut mengakibatkan diagnosis dan penanganan pasien hanya mengandalkan anamnesis dan temuan klinis pasien. Kompetensi budaya berarti memberikan tata laksana kepada pasien dengan menggabungkan pengaruh sosial budaya yang ada di masyarakat. Dengan adanya kompetensi budaya, tenaga medis dapat memahami kebiasaan atau sosial budaya yang terdapat di masyarakat. Di Parit Timur contohnya, masih ditemukan wanita hamil yang memilih persalinan dengan dukun. Beberapa kelompok masyarakat juga memilih pengobatan tradisional terlebih dahulu sebelum akhirnya berobat ke layanan kesehatan. Menyadari hal tersebut, saya bersama tim Puskesmas Parit Timur mengadakan program kemitraan dengan

dr. Costan Tryono Paruian Rumapea Dokter PTT Daerah Kabupaten Kubu Raya, PKM Parit Timur dukun. Sosialisasi dan komunikasi juga ditingkatkan sehingga wanita hamil dapat rutin memeriksakan kehamilannya dan melahirkan di fasilitas kesehatan. Dengan latar belakang suku dan pendidikan masyarakat yang beragam, saya juga dituntut menggunakan bahasa yang sederhana. Saya belajar bahasa daerah seperti bahasa Dayak Ahe. Ketika saya menggunakan bahasa daerah, pasien lebih senang dan terbuka dalam menceritakan keluhannya. Penggunaan bahasa daerah dalam menganamnesis dan mengedukasi mempermudah komunikasi dan terapi pada pasien. filbert

SEPUTAR KITA

#HeForShe Talk:

Bukan Hanya Urusan Perempuan Berjuang untuk kesetaraan gender, berjuang untuk kemanusiaan.

dokumen penulis

K

esetaraan gender menjadi satu dari tujuh belas sustainable development goals (SDGs) yang harus dicapai tahun 2030. SDGs ke-5 yang berbunyi “achieve gender equality and empower all women and girls” ini bertujuan agar seluruh perempuan memiliki hak dan kesempatan yang setara serta dapat hidup tanpa kekerasan dan diskriminasi. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa masih banyak permasalahan kesetaraan gender yang tidak kunjung selesai.

Salah satu usaha yang dilakukan untuk menyuarakan kesetaraan gender adalah pergerakan #HeForShe yang diusung oleh UN Women. Pergerakan ini diselenggarakan di seluruh dunia baik secara daring maupun luring. Salah satu bentuk pergerakan yang ada di Indonesia adalah seminar HeForShe Talk garapan Amelia Marlowe. Amelia berharap seminar ini dapat menimbulkan semangat untuk mencapai kesetaraan gender di Indonesia. Seminar yang diselenggarakan

di Kenobi Space Jakarta Selatan pada tanggal 10 Februari 2018 ini mengundang lima pembicara dari berbagai komunitas yaitu Angie dari Hollaback! Jakarta, Naila Rizqi Zakiah dari Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat, Anindya Restuviani sebagai aktivis gender, Bagia dari Aliansi Laki-laki Baru, dan Nadja Torres dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Seminar sesi satu dibawakan oleh Angie, seorang pemimpin dari pergerakan Hollaback! Jakarta. Pergerakan Hollaback! Jakarta ini bertujuan untuk menghilangkan kekerasan terhadap perempuan di tempat umum. Angie membahas tentang Five D’s, lima strategi yang dapat dilakukan saat melihat terjadinya kekerasan fisik maupun seksual terhadap perempuan di tempat umum. Strategi pertama adalah “Direct”, artinya merespons secara langsung. Namun saat melakukannya, saksi harus berada dalam kondisi aman karena langkah ini sangat berisiko. Strategi kedua yaitu “Distract”, artinya mengintervensi keadaan supaya tidak ada kesempatan bagi pelaku untuk melakukan kekerasan, misalnya mengajak bicara seseorang yang dicurigai menjadi korban kekerasan. Selanjutnya adalah “Delegate”, artinya meminta pertolongan orang ketiga seperti polisi atau orang lain yang dapat dipercaya di dekat saksi.

Strategi lainnya adalah “Document”, yaitu mengabadikan momen terjadinya kekerasan. Namun melihat besarnya peran dunia sosial saat ini, saksi harus berpikir matang-matang dan memberikan penjelasan kepada korban terkait dokumentasi tersebut. Strategi yang terakhir adalah “Delay”. Berbeda dengan yang lain, strategi ini dilakukan setelah seseorang telah menjadi korban kekerasan atau ketika keempat strategi sebelumnya tidak dapat dijalankan, misalnya pada kasus yang terjadi begitu cepat, bahkan sebelum sempat disadari. Strategi ini bertujuan mendukung korban secara moral dengan cara mengajaknya berbicara atau menawarkan bantuan untuk membuat laporan ke pihak berwenang. Strategi-strategi yang diusung oleh Hollaback! Jakarta ini dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa memandang gender. Hal ini terkait pemikiran masyarakat bahwa gerakan kesetaraan gender adalah masalah perempuan saja. “Laki-laki bukan berperan sebagai pahlawan dalam kesetaraan gender. Perjuangan kesetaraan gender bagi laki-laki bukanlah hal heroik, tetapi sebuah keharusan sebagai manusia karena masalah ini adalah masalah kemanusiaan,” ucap Bagia untuk kembali mengingatkan makna #HeForShe yang sebenarnya. nath


MEDIA

Liputan

AESCULAPIUS

JULI

MARET - APRIL 2018

11

SEPUTAR KITA

Layanan Kesehatan Berbasis Internet di Era Digital Mampukah Indonesia menerapkan e-Health pada zaman yang akan datang?

T

eknologi pada saat ini telah mengambil peran yang besar dalam kehidupan kita. Hasil sebuah penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara mahasiswa yang belajar menggunakan sistem kuliah biasa dan kuliah online. Penelitian tersebut mendasari diadakannya Kuliah Guru Besar Prof. Zainal A. Hasibuan, Ir., MLS, PhD yang berjudul “Value Chain Layanan Kesehatan Berbasis TIK (e-Health) di Era Digital” pada tanggal 27 Februari 2018 di Rumpun Ilmu Kesehatan, Universitas Indonesia, Depok. e-Health berarti pemanfaatan teknologi dalam dunia kesehatan yang bertujuan membantu pasien dalam berhubungan dengan tenaga kesehatan. Selain itu, pemanfaatan teknologi ini disosialisasikan untuk menyelesaikan masalah-masalah kesehatan yang ada di Indonesia, seperti kondisi geografis, kualitas layanan kesehatan yang bervariasi, distribusi sumber daya yang tidak merata, dan kurangnya pemangku kekuasaan dalam menggalakkan penggunaan e-Health di dunia kesehatan. Di dalam e-Health terdapat istilah yang disebut prosumer (producer and consumer). Prosumer merupakan pasien yang berperan sebagai produsen dan konsumen. Pasien sebagai konsumen berarti menjadi penerima jasa kesehatan dari tenaga kesehatan. Pasien sebagai produsen, yang dulu merupakan tenaga kesehatan, memiliki arti pasien

mencari sendiri informasi mengenai kesehatannya. Negara-negara seperti Norwegia, Australia, Skotlandia, Austria, dan Estonia telah memanfaatkan e-Health dengan baik. e-Health dapat berbentuk rekam medis elektronik, database pasien, sistem pendukung keputusan, alat prognosis, sistem pengawasan pasien, aplikasi telepon seluler, dan pelatihan medis online. Rekam medis dan database pasien di Indonesia saat ini tidak terpusat pada satu tempat. Rumah sakit dan puskesmas yang berbeda mempunyai rekam medis dan database pasiennya sendiri. “Seharusnya terdapat satu tempat untuk semua rumah sakit, puskesmas, dan perusahaan asuransi menyimpan semua data rekam medis dan database pasien,” ungkap Zainal. Namun, rekam medis dan database yang terpusat pada satu tempat ini tentu memiliki risiko lebih tinggi untuk dibobol oleh orang yang tidak memiliki wewenang dalam mengakses datadata pasien. “Bayangkan satu tempat yang isinya data pasien dari seluruh Indonesia dibobol, tidak perlu repot meretas semua rumah sakit satu persatu,” tambah Zainal. Indonesia sendiri sudah mempunyai beberapa aplikasi telepon seluler seperti PrimaKu, HaloDoc, dan Atensi. Aplikasi ini ternyata menimbulkan kontroversi karena penegakan diagnosis dan pembuatan resep dapat dilakukan tanpa bertemu langsung

idzhar/MA

dengan dokter. Selain itu, masyarakat Indonesia masih belum terpapar dengan keberadaan aplikasi telepon seluler ini sehingga masih jarang digunakan. Sistem pendukung keputusan, alat prognosis, dan sistem pengawasan pasien sebenarnya sangat membantu dokter dalam menangani pasiennya, tetapi Zainal tidak langsung menyetujuinya. “Hal-hal tersebut sebenarnya akan sangat membantu, tetapi terkadang teknologi tidaklah secanggih pemikiran manusia, terutama para dokter

mengenai masalah diagnosis, prognosis, apalagi kontrol terhadap para pasien,” papar Zainal. Penerapan e-Health di Indonesia tidak mudah. Akan tetapi, sebaiknya rekam medis dan database pasien yang tertuju pada satu tempat diwujudkan terlebih dahulu agar anamnesis tidak perlu dilakukan berulangulang. “Diperlukan seorang pemimpin yang hebat untuk membantu mewujudkan sistem e-Health yang baik di Indonesia,” tutup Zainal. erbe

RUBRIK DAERAH

Mengobati di Daerah Tanpa Laut Berada di kabupaten yang jauh dari laut, tantangan seperti apa yang dapat ditemui?

dr. Mentari Dokter Kontrak RSUD Tora Belo Sigi, Sulawesi Tengah

S

ulawesi Tengah, provinsi yang terletak di bagian tengah Pulau Sulawesi, setiap tahunnya berpartisipasi aktif dalam menyediakan wahana dokter internship. Walaupun sudah memiliki Universitas Tadulako yang menghasilkan tenaga dokter selama dua tahun terakhir, jumlah dokter di beberapa kabupaten masih sangat sedikit, bahkan di beberapa puskesmas tidak ada dokter karena beratnya medan menuju lokasi puskesmas. Salah satunya adalah Kabupaten Sigi, tempat saya mengabdikan diri selama satu tahun sebagai dokter internship. Oleh karena itu, tenaga dokter internship di

Kabupaten Sigi selama tiga tahun terakhir sangat membantu dalam meningkatkan pelayanan kesehatan di daerah tersebut. Kabupaten yang terletak di sebelah selatan Kota Palu, Kabupaten Sigi, merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Tengah yang tidak memiliki laut. Sigi adalah daerah endemis penyakit Schistosomiasis. Penyakit ini menyerang warga yang berada di sekitar Danau Lindu. Namun, penyakit terbanyak yang ada di daerah ini adalah infeksi saluran pernapasan, terutama tuberkulosis (TB) paru. Kondisi ini terjadi karena kurangnya pengetahuan warga mengenai tata laksana TB paru selama enam bulan sehingga kebanyakan warga putus obat. Selain itu, penyakit lainnya yang banyak diderita adalah batu saluran kemih, disebabkan kontaminasi kapur pada air minum. Kasus gizi buruk pada balita juga cukup banyak ditemukan. Anak hanya diberikan air gula akibat masalah sosial dan ekonomi masyarakat di sana. Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi telah berupaya menolong warga dengan memberikan bantuan biaya pengobatan melalui Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA) yang diperuntukkan bagi warga tidak mampu. Namun, kenyataannya belum banyak warga yang datang berobat secara teratur ke puskesmas atau rumah sakit. Di Kabupaten Sigi hanya ada satu rumah sakit daerah yaitu RSUD Tora Belo. Semua kasus dirujuk ke rumah sakit ini. Salah satunya adalah kasus yang paling berkesan

bagi saya yaitu kasus penganiayaan ayah oleh anaknya yang dilakukan dengan menebas keempat ekstremitasnya. Kasus lainnya adalah pasien yang minum cairan pembersih kamar mandi atau membakar dirinya sebagai usaha percobaan bunuh diri. Perkelahian antardesa yang sering terjadi mengakibatkan banyak pasien datang dengan luka tusuk maupun luka robek bersama polisi. RSUD Tora Belo baru berdiri sekitar empat tahun, tetapi sudah memiliki fasilitas kesehatan yang sangat baik, termasuk ventilator dan CPAP. Namun, keterbatasan dokter spesialis dan tenaga medis profesional yang mengoperasikan alat-alat tersebut menimbulkan masalah lainnya.

Berbicara tentang distribusi fasilitas kesehatan, terdapat 19 puskesmas yang tersebar di 15 kecamatan dengan lokasi yang kebanyakan berada di atas pegunungan. Untuk mencapai daerah terpencil, harus menggunakan ojek yang ditempuh dalam delapan jam. Dari atas pegunungan, pasien harus digotong terlebih dahulu dengan tandu, dilanjutkan dengan ojek hingga mencapai jalan raya, dan berikutnya dibawa menggunakan mobil. Jika terdapat keterbatasan alat dan fasilitas di rumah sakit, pasien harus dirujuk ke rumah sakit provinsi yaitu RSUD Undata di Kota Palu dengan jarak tempuh sekitar 25 km. kelvyn

Mengintip Potret...

sambungan dari halaman 1

kondisi geografis, ekonomi, dan sosial masyarakat. “Penyebab sekunder dari permasalahan gizi buruk berhubungan dengan pola asuh yang tidak tepat, ketersediaan pangan yang rendah, kualitas sanitasi yang buruk, serta akses terhadap pelayanan kesehatan yang kurang memadai,” terang Wahyu. Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa kurangnya implementasi dan koordinasi program di tingkat daerah membuat program-program yang dicanangkan pemerintah belum berjalan secara optimal. Program dalam mengatasi gizi buruk sebenarnya sudah spesifik dan sensitif, namun optimalisasi semua program tersebut memerlukan bantuan sektor nonkesehatan. Penanganan masalah gizi yang mengikutsertakan sektor nonkesehatan bisa jadi justru meningkatkan cakupan intervensi. Oleh karena itu, koordinasi lintas sektor juga perlu digalakkan kembali. “Peningkatan koordinasi lintas sektor nonkesehatan dibutuhkan karena masalah gizi serta kesehatan secara umum sangat dipengaruhi oleh sektor tersebut,” tambahnya. afiahuddin, dina, farah


12

JULI

MARET - APRIL 2018

Liputan

MEDIA

AESCULAPIUS

SEREMONIA

Fire and Water Rescue Course:

Forum Kebangsaan dalam Dies

Tenaga Kesehatan Tanggap Bencana

Natalis ke-68 UI

dokumen penulis

F

ire and Water Rescue Course merupakan kegiatan kolaborasi antara BSMI Jakarta Raya dengan PKPU Human Initiative, sebuah lembaga kemanusiaan nasional, untuk memberikan pelatihan kepada tenaga medis dan mahasiswa ilmu kesehatan agar dapat

menguasai teknik-teknik dasar dalam menanggulangi bencana air maupun kebakaran. Berlangsung di kawasan Buperta Cibubur pada 11 Februari 2018, pelatihan ini diawali dengan pemberian materi di pagi hari lalu dilanjutkan praktik lapangan. fadlika

dokumen penulis

P

ada tanggal 2 Februari 2018 telah diselenggarakan salah satu rangkaian acara Dies Natalis ke-68 Universitas Indonesia (UI). Acara tersebut dikemas dalam bentuk forum yang diresmikan langsung oleh Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo, di Balairung Universitas

Indonesia. Forum tersebut diberi nama Forum Kebangsaan. Selaras dengan tema “Kolaborasi Membangun Negeri”, forum ini bertujuan mewadahi seluruh kalangan untuk berkolaborasi membahas isu-isu kebangsaan. yulimaulidiya

SENGGANG

Fotografi, Sebuah Perjalanan yang Menyenangkan Demi sebuah foto, ia rela menyusuri Wayag, Raja Ampat hingga Pegunungan Himalaya

K

esenangan sang ayah kepada kamera mendorong dokter satu ini untuk mendalami bidang fotografi. Prof. Dr. dr. Endang Basuki, MPH, atau biasa dipanggil Endang, mengaku sudah tertarik dengan dunia fotografi sejak tahun 1977 ketika ia menjadi pembimbing praktik lapangan mahasiswa. Melalui ajakan salah seorang muridnya, ia membeli kamera analog pertamanya. Tidak hanya sekadar belajar untuk memotret secara otodidak, Endang juga belajar mencetak dan mengedit foto. Sayang, karena kesibukan pekerjaan dan keluarga saat itu, Endang belum bisa mengeksplorasi hobinya. Semangat baru untuk menekuni fotografi kembali datang ketika ia mengenal Digital Single Lens Reflex (DSLR) di akhir tahun 2009. Di tengah kesibukannya sebagai seorang dosen, Endang berusaha untuk menyempatkan waktu melakukan hunting foto. Undangan ke luar kota merupakan salah satu kesempatan untuk mewujudkannya. Saat itu ia belum bergabung dengan komunitas tertentu. “Saya sendiri saja ke mana-mana,” ujarnya. Sejak kesibukannya berkurang beberapa tahun terakhir ini, ia bergabung dengan berbagai komunitas fotografi. Beberapa komunitas droner pun diikutinya. Sejak Januari 2018, Endang mempelajari cara memotret menggunakan drone. Dokter kelahiran Solo, 21 Agustus 1946 ini juga sudah beberapa kali mengadakan workshop dan pameran fotografi bersama

Nama Lengkap Prof. Dr. dr. Endang Basuki, MPH

dokumen penulis

dokumen penulis

rekan-rekannya. Keseriusan terhadap hobinya ini sempat membuatnya beberapa kali diundang sebagai pembicara dan juri untuk acara fotografi. Semua kegiatan tersebut ia lakukan demi kecintaannya pada dunia pemotretan dan kesenangannya untuk berbagi. Ia tidak segan untuk mengajari rekan-rekannya seputar fotografi dan pengeditan foto. “Saya itu prinsipnya sangat mau berbagi. Jadi, kalau mau tanya, ayo,” ujarnya. Foto kategori landscape, human interest, portrait, bahkan makro sudah pernah ia coba. Bicara soal foto alam, usaha dokter yang satu ini tidak tanggung-tanggung. Endang dan rekan-rekannya pernah pergi dan bermalam di Pegunungan Himalaya untuk berburu gambar-gambar alam. Selain Pegunungan Himalaya, ia juga pernah berlayar di laut lepas dan mendaki bukit di Wayag, Raja Ampat. Baginya, pengalaman itu adalah saatsaat yang membuatnya sengsara sekaligus

tertantang dan bahagia. Masalahnya, ia harus menghadapi dinginnya udara, tipisnya oksigen, dan rasanya terombangambing di tengah laut. Akan tetapi, semua perjuangannya terbalaskan ketika ia berhasil mengabadikan pemandangan alam yang luar biasa indah. Bagi Endang, fotografi tidak hanya mengenai foto saja, tetapi juga etika. Saat mengambil foto seseorang, ia berprinsip tidak akan mengambil foto dengan objek tidak cantik atau tidak baik. Melalui fotografi juga ia dapat berinteraksi dan berkenalan dengan banyak orang, lintas umur, dan profesi. Ada juga kesenangan tersendiri ketika karyanya disukai dan dihargai. “Kalau orang lain senang, saya juga senang,” ucap Endang. Tidak ada keuntungan pribadi selain rasa senang. Meski begitu, dirinya mengaku tidak pernah mencampurkan pekerjaannya sebagai dokter dengan hobinya. Selain fotografi, dokter ini juga

Jabatan • Staf Departemen Pendidikan Kedokteran FKUI Divisi Komunikasi • Pensiun dari Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI Divisi Manajemen Kedokteran. • Anggota Senat STIKES MITRA RIA HUSADA Alamat Kompleks Buncit Indah, Jl. Mimosa IV, Blok E Nomor 14, Pejaten Barat No. HP 0818117343 Alamat Email dr.endangbasuki@gmail.com

mempunyai hobi bermain piano dan keyboard, berdansa, menyanyi, serta memelihara anggrek. Sebagian besar ia pelajari sendiri dengan sesekali bertanya kepada ahlinya. Kuncinya adalah memanfaatkan waktu dan memiliki keinginan yang kuat. “Semua perlu waktu dan harus aktif. Jangan menunggu diajak orang. Hidup itu harus ada manfaat,” tandasnya. afiya


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.