3 minute read

Asana Bina Seni #1

Belakangan ini kita melihat bagaimana inisiatif-inisiatif sekolah alternatif dan ruang belajar komunal menjadi fenomena yang menyebar secara luas dalam kehidupan masyarakat. Ada kesadaran warga dan kelompok sipil untuk mengambil alih tanggung jawab dalam hal pendidikan, dan membangun visi bersama yang didasarkan pada situasi yang langsung dihadapi. Pendidikan-pendidikan alternatif juga membuka kesempatan yang lebih setara antara pengajar dan peserta belajar, sehingga ada pembiasaan pula atas gagasan relasi sosial yang lebih setara. Dalam dunia kesenian, model-model pembelajaran alternatif juga menjadi bagian dari skena baru yang memberi kontribusi cukup signifikan pada meluasnya wacana tentang seni dan bagaimana ia memberi dampak pada kehidupan sosial. Dalam sejarah pendidikan seni di Indonesia, model pendidikan alternatif ini banyak ditemukan dalam bentuk sanggar-sanggar, di mana seniman senior memberikan bimbingan kepada yang lebih muda, termasuk dalam pembentukan ideologi. Belakangan model mentoring juga menjadi bagian dari penyelenggaraan proses belajar informal bagi para seniman, yang biasanya melekat dengan Program-program residensi.

Dengan meluasnya praktik-praktik karya seni dan kecenderungan interdisiplinnya yang semakin kuat, maka ada banyak wacana baru yang menarik untuk dibicarakan. Peristiwa-peristiwa seni yang semakin beragam juga membutuhkan ketrampilan dan kerja keras dari mereka yang bergerak dalam hal manajemen dan produksi, yang menjadi aspek yang tidak dapat diabaikan dalam sebuah skena seni. Peran kurator juga menjadi semakin penting dalam

Advertisement

Ilustrasi logo dibuat oleh: Irindhita 'Ayash' Laras Putri

berbagai perhelatan ini, terutama untuk memberi visi dan menjadikannya sebagai model pembelajaran bersama. Dalam konteks seni rupa Jogja, faktor-faktor ini penting untuk terus dipertemukan dan dibicarakan. Ada banyak pelaku-pelaku seni baru yang tertarik dengan berbagai isu dan perkembangan seni, tetapi belum mendapatkan ruang belajar yang berkelanjutan atau yang memungkinkan mereka untuk terjun langsung dalam praktikpraktik berkesenian. Ada banyak sekali peristiwa seni, ruang atau pertunjukan seni, yang kemudian memberikan kemungkinan bagi penonton atau yang hidup berdasarkan semangat swadaya dan diinisiasi oleh warga sendiri. Untuk dapat memperluas fungsi dan kemanfaatannya bagi komunitas kota yang lebih luas, maka diperlukan pembentukan jejaring dan peningkatan kapasitas sumber daya, termasuk sistem regenerasi sehingga ada keberlanjutan bagi aktivitas, program dan organisasi seni. Terinspirasi melalui lembaga belajar Asana Bina Widya yang sempat populer pada masanya, Asana Bina Seni diinisiasi sebagai ruang belajar bagi masyarakat umum yang tertarik untuk mempelajari seluk beluk dunia kesenian. Ada tiga materi utama yang menjadi awalan bagi Asana Bina Seni putaran #1(*) tahun 2019 yaitu: ● Manajemen seni ● Kuratorial ● Apresiasi seni Kelas-kelas ini akan dibuka untuk umum, dengan pengampu yang berbeda-beda pada setiap pertemuannya. Pada putaran pertama ini akan dilaksanakan selama satu bulan penuh dengan materi manajemen seni dan kuratorial. Dalam seminggu, kelas akan berlangsung sebanyak tiga kali; dua kelas untuk manajemen seni dan satu kelas untuk kuratorial. Kemudian menjelang pertengahan tahun kelas apresiasi seni akan berlangsung pameran di mana

para peserta bisa secara langsung mengorganisir kegiatan tersebut.

Para pengajar akan dipilih dari mereka yang sudah berpengalaman di bidangnya, dan akan membuka kemungkinan model kerja lintas ilmu sehingga pelaku seni bisa belajar dari bidang-bidang yang lain. Setiap kelas belajar akan dibatasi untuk 15-20 peserta per sesi sehingga memungkinkan diskusi dan interaksi yang intensif dengan para pengajar. Diharapkan dengan inisiasi Biennale Jogja atas kelas-kelas ini ada ketertarikan yang lebih mendalam bagi masyarakat umum untuk terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan seni, dan untuk memperluas distribusi pengetahuan seni kepada khalayak. Dengan demikian seni bisa menjadi sebuah ruang belajar bersama yang mendorong interaksi yang dinamis, pemikiran yang kritis, serta dialog yang terbuka di antara berbagai kelompok masyarakat.

This article is from: