BIMKGI vol 4 no 1

Page 1


SUSUNAN PENGURUS Pelindung

Penyunting Ahli

Sekretaris Jendral Persatuan Senat Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (PSMKGI)

Dr. drg. Haris Budi Widodo, M.Kes, A.P, S.I.P Universitas Jenderal Soedirman

drg. Helmi Hirawan, Sp. BM Universitas Jenderal Soedirman

Pimpinan Umum Citra Veony Finastika Universitas Jenderal Soedirman

drg. Fani Tuti Handayani, M.Med.Ed Universitas Jenderal Soedirman

drg. Irfan Dwiandhono, Sp. KG Universitas Jenderal Soedirman

drg. Fanni Kusuma Djati, M.Sc

Pimpinan Redaksi

Universitas Jenderal Soedirman

Ziyada Salisa

drg. Dian Noviyanti Agus Imam, M.D.Sc

Universitas Jenderal Soedirman

Sekretaris Dewi Sisma Putriasari Universitas Jenderal Soedirman

Bendahara Rinda Dini Papista

Universitas Jenderal Soedirman

Penyunting Pelaksana AryaniUniversitas Jenderal Soedirman Annida Fatiya ZahraUniversitas Jenderal Soedirman Ichsani AlfinaUniversitas Jenderal Soedirman Hikmah FajarositaUniversitas Jenderal Soedirman Rahmah HayatiUniversitas Jenderal Soedirman

Universitas Jenderal Soedirman

Humas dan Promosi Dedeh PitrianiUniversitas Jenderal Soedirman RakhmawatiUniversitas Jenderal Soedirman Minda AnitaUniversitas Jenderal Soedirman Dian WulandariUniversitas Jenderal Soedirman Wulan RatnasariUniversitas Jenderal Soedirman Sri WulandariUniversitas Jenderal Soedirman Arcadia Sulistijo Junior Universitas Jenderal Soedirman

Tata Letak dan Layout Putri Risma DewiUniversitas Jenderal Soedirman Fitria Ayu MutiarasariUniversitas Jenderal Soedirman Eka NoviantiUniversitas Jenderal Soedirman Eka Novita SariUniversitas Jenderal Soedirman

i BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016


DAFTAR ISI

ISSN : 2302-6448

Susunan Pengurus................................................................................................................................... Daftar Isi...................................................................................................................................................... Petunjuk Penulisan ‌‌......................................................................................................................... Sambutan Pimpinan Umum..............................................................................................................

i ii iii viii

Research Efek Gel Ekstrak Kulit Kodok pada Fase Inflamasi Penyembuhan Luka Pasca Biopsi Mukosa Tikus Wistar Hans Kristian Wibowo, Mega Denada Aldila, Afina Alfasia, Bayu Anggoro Aji, Berilla Silsila Surbakti .................................................................................................................................................................................................................................. 1

Perbedaan Kadar Imunoglobulin A (IgA) pada Saliva Sebelum dan Setelah Pengunyahan Permen Karet Xylitol Adrian Yohanes Vianney, Niartanty Nirmala Saleh, Andi Pratiwi Iljas .................................................................................................................................................................................................................................. 9

Perbedaan Bahan Irigasi Ekstrak Kulit Manggis dan Naocl 2,5% terhadap Kebersihan Dinding Saluran Akar Cornelia Melinda A.S., Nayu Nur Annisa Sholikhin .................................................................................................................................................................................................................................. 17

Literature Study Pemanfaatan Interaksi Biophysical Transduction Antara Emf, Osteoblas, dan Osteoklas sebagai Terapi Penyakit Periodontal Wanita Menopause Jauharotul Millah, Amalia Hanum Marissa

................................................................................................................................................................................................................................. 24

Peran Periodontitis terhadap Patogenesis Penyakit Alzheimer Nadia Desty Fadhilah, Rahmi Ulfiana, Frisky Amanda Putri

................................................................................................................................................................................................................................. 31

Kolagen Sisik Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) sebagai Barrier Membrane Alternatif untuk Meregenerasi Tulang Alveolar pada Kasus Periodontitis Adrian Rustam, Amalia Nur Syahbani, dan Andi Muhammad Fahruddin

.............................................................................................................................................................................................................................. 35

Advetorial Fish Albumin Ikan Gabus (Channa striatta) sebagai Terapi Pencegahan Dry socket Pasca Bedah Odontektomi

Retno Kanthiningsih, Intan Vallentin Dwi Hariyati

................................................................................................................................................................................................................................. 42

ii BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016


PETUNJUK PENULISAN Pedoman Penulisan Artikel Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (BIMKGI) Indonesian Dental Student Journal

Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (BIMKGI) merupakan publikasi ilmiah yang terbit setiap 6 bulan sekali setiap bulan maret dan September berada dibawah Dirjen Perguruan Tinggi. Dalam mempublikasikan naskah ilmiah dalam berkala ini, maka penulis diwajibkan untuk menyusun naskah sesuai dengan aturan penulisan BIMKGI. Ketentuan umum : 1. BIMKGI hanya memuat tulisan asli yang belum pernah diterbitkan oleh publikasi ilmiah lain. 2. Naskah dengan sampel menggunakan manusia atau hewan coba wajib melampirkan lembar pengesahan laik etik dari institusi yang bersangkutan. 3. Penulisan naskah : a.

Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dengan baik dan benar, jelas, lugas, serta ringkas.

b.

Naskah diketik menggunakan microsoft word dengan ukuran kertas A4, dua (2) spasi, kecuali untuk abstrak satu (1) spasi, dengan batas margin atas, bawah, kiri dan kanan setiap halaman adalah 2,5 cm.

c.

Ketikan diberi nomor halaman mulai dari halaman judul.

d.

Naskah terdiri dari minimal 3 halaman dan maksimal 15 halaman.

4. Naskah dikirim melalui email ke alamat bimkes1516@gmail.comdengan menyertakan identitas penulis beserta alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

Ketentuan menurut jenis naskah : 1 Penelitian asli: hasil penelitian asli dalam ilmu kedokteran gigi, kesehatan gigi masyarakat, ilmu dasar kedokteran. Format terdiri dari judul penelitian, nama dan lembaga pengarang, abstrak, dan isi (pendahuluan, metode, hasil, pembahasan/diskusi, kesimpulan, dan saran). 2 Tinjauan pustaka: tulisan naskah review/sebuah tinjauan terhadap suatu fenomena atau ilmu dalam dunia kedokteran dan kesehatan gigi, ditulis dengan memperhatikan aspek aktual dan bermanfaat bagi pembaca. 3 Laporan kasus: naskah tentang kasus yang menarik dan bermanfaat bagi pembaca. Naskah ini ditulis sesuai pemeriksaan, diagnosis, dan penatalaksanaan sesuai kompetensi dokter gigi dan dokter gigi muda. Format terdiri dari pendahuluan, laporan, pembahasan, dan kesimpulan. 4 Artikel penyegar ilmu kedokteran dan kesehatan gigi: naskah yang bersifat bebas ilmiah, mengangkat topik-topik yang sangat menarik dalam dunia kedokteran atau kesehatan gigi, memberikan iii BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016


humaninterest karena sifat keilmiahannya, serta ditulis secara baik. Naskah bersifat tinjauan serta mengingatkan pada hal-hal dasar atau klinis yang perlu diketahui oleh pembaca. 5 Editorial: naskah yang membahas berbagai hal dalam dunia kedokteran dan kesehatan gigi, mulai dari ilmu dasar, klinis, berbagai metode terbaru, organisasi, penelitian, penulisan di bidang kedokteran, lapangan kerja sampai karir dalam dunia kedokteran. Naskah ditulis sesuai kompetensi mahasiswa kedokteran gigi. 6 Petunjuk praktis: naskah berisi panduan diagnosis atau tatalaksana yang ditulis secara tajam, bersifat langsung (to the point) dan penting diketahui oleh pembaca (mahasiswa kedokteran gigi). 7 Advertorial: naskah singkat mengenai obat atau material kedokteran gigi dan kesimpulannya. Penulisan berdasarkan metode studi pustaka.

Ketentuan khusus : 1. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Penelitian asli harus mengikuti sistematika sebagai berikut: a.

Judul karangan (Title)

b.

Nama dan Lembaga Pengarang (Authors and Institution)

c.

Abstrak (Abstract)

d.

Isi (Text), yang terdiri atas: i. Pendahuluan (Introduction) ii. Metode (Methods) iii. Hasil (Results) iv. Pembahasan (Discussion) v. Kesimpulan vi. Saran vii. Ucapan terima kasih

e.

Daftar Rujukan (Reference)

2. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Tinjauan pustaka harus mengikuti sistematika sebagai berikut: a.

Judul

b.

Nama penulis dan lembaga pengarang

c.

Abstrak

d.

Isi (Text), yang terdiri atas: i. Pendahuluan (termasuk masalah yang akan dibahas) ii. Pembahasan iii. Kesimpulan iv. Saran

e.

Daftar Rujukan (Reference)

3. Judul ditulis dengan Sentence case, dan bila perlu dapat dilengkapi dengan subjudul. Naskah yang telah disajikan dalam pertemuan ilmiah nasional dibuat keterangan berupa catatan kaki. Terjemahan judul dalam bahasa Inggris ditulis italic.

iv BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016


4. Nama penulis yang dicantumkan paling banyak enam orang, dan bila lebih cukup diikuti dengan katakata: dkk atau et al. Nama penulis harus disertai dengan institusi asal penulis. Alamat korespondensi ditulis lengkap dengan nomor telepon dan email. 5. Abstrak harus ditulis dalam bahasa Inggris serta bahasa Indonesia. Panjang abstrak tidak melebihi 200 kata dan diletakkan setelah judul naskah dan nama penulis. 6. Kata kunci (key words) yang menyertai abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Kata kunci diletakkan di bawah judul setelah abstrak. Tidak lebih dari 5 kata, dan sebaiknya bukan merupakan pengulangan kata-kata dalam judul. 7. Kata asing yang belum diubah ke dalam bahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring (italic). 8. Tabel dan gambar disusun terpisah dalam lampiran terpisah. Setiap tabel diberi judul dan nomor pemunculan. Foto orang atau pasien apabila ada kemungkinan dikenali maka harus disertai ijin tertulis. 9. Daftar rujukan disusun menurut sistem Vancouver, diberi nomor sesuai dengan pemunculan dalam keseluruhan teks, bukan menurut abjad.

Contoh cara penulisan daftar pustaka dapat dilihat sebagai berikut : 1. Naskah dalam jurnal i. Naskah standar

Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996 Jun 1;124(11):980-3. atau Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996;124:980-3. Penulis lebih dari enam orang Parkin Dm, Clayton D, Black RJ, Masuyer E, Freidl HP, Ivanov E, et al. Childhood leukaemia in Europe after Chernobyl: 5 year follow-up. Br j Cancer 1996;73:1006-12. ii. Suatu organisasi sebagai penulis

The Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical exercise stress testing. Safety and performance guidelines. Med J Aust 1996;164:282-4. iii. Tanpa nama penulis

Cancer in South Africa [editorial]. S Afr Med J 1994;84:15. iv. Naskah tidak dalam bahasa Inggris

Ryder TE, Haukeland EA, Solhaug JH. Bilateral infrapatellar seneruptur hos tidligere frisk kvinne. Tidsskr Nor Laegeforen 1996;116:41-2. v. Volum dengan suplemen

Shen HM, Zhang QF. Risk assessment of nickel carcinogenicity and occupational lung cancer. Environ Health Perspect 1994;102 Suppl 1:275-82. vi. Edisi dengan suplemen

Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women`s psychological reactions to breast cancer. Semin Oncol 1996;23(1 Suppl 2):89-97. v BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016


vii. Volum dengan bagian

Ozben T, Nacitarhan S, Tuncer N. Plasma and urine sialic acid in noninsulin dependent diabetes mellitus. Ann Clin Biochem 1995;32(Pt 3):303-6. viii. Edisi dengan bagian

Poole GH, Mills SM. One hundred consecutive cases of flap laceration of the leg in ageing patients. N Z Med J 1990;107(986 Pt 1):377-8. ix. Edisi tanpa volum

Turan I, Wredmark T, Fellander-Tsai L. Arthroscopic ankle arthrodesis in rheumatoid arthritis. Clin Orthop 1995;(320):110-4. x. Tanpa edisi atau volum

Browell DA, Lennard TW. Immunologic status of cancer patient and the effects of blood transfusion on antitumor responses. Curr Opin Gen Surg 1993;325-33. xi. Nomor halaman dalam angka Romawi

Fischer GA, Sikic BI. Drug resistance in clinical oncology and hematology. Introduction. Hematol Oncol Clin North Am 1995 Apr;9(2):xi-xii. 2. Buku dan monograf lain i. Penulis perseorangan

Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills for nurses. 2nd ed. Albany (NY): Delmar Publishers; 1996. ii. Editor, sebagai penulis

Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderly people. New York: Churchill Livingstone; 1996. iii. Organisasi dengan penulis

Institute of Medicine (US). Looking at the future of the Medicaid program. Washington: The Institute; 1992. iv. Bab dalam buku

Philips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH, Brenner BM, editors. Hypertension: patophysiology, diagnosis, and management. 2nd ed. New York: raven Press; 1995.p.465-78. v. Prosiding konferensi

Kimura J, Shibasaki H, editors. Recent advances in clinical neurophysiology. Proceedings of the 10th International Congress of EMG and Clinical Neurophysiology; 1995 Oct 1519; Kyoto, Japan. Amsterdam: Elsevier; 1996. vi. Makalah dalam konferensi

Bengstsson S, Solheim BG. Enforcement of data protection, privacy and security in medical information. In: Lun KC, Degoulet P, Piemme TE, Rienhoff O, editors. MEDINFO

vi BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016


92. Proceedings of the 7th World Congress on Medical Informatics; 1992 Sep 6-10; Geneva, Switzerland. Amsterdam: North-Hollan; 1992.p.1561-5. vii. Laporan ilmiah atau laporan teknis a. Diterbitkan oleh badan penyandang dana/sponsor:

Smith P, Golladay K. Payment for durable medical equipment billed during skilled nursing facility stays. Final report. Dallas (TX): Dept. of Health and Human Services (US), Office of Evaluation and Inspection; 1994 Oct. Report No.: HHSIGOEI69200860. b. Diterbitkan oleh unit pelaksana

Field MJ, Tranquada RE, Feasley JC, editors. Helath services research: work force and education issues. Washington: National Academy Press; 1995. Contract no.: AHCPR282942008. Sponsored by the Agency for Health Care Policy and research. viii. Disertasi

Kaplan SJ. Post-hospital home health care: the elderly/access and utilization [dissertation]. St. Louis (MO): Washington univ.; 1995. ix. Naskah dalam Koran

Lee G. Hospitalizations tied to ozone pollution: study estimates 50,000 admissions annually. The Washington Post 1996 Jun 21;Sect A:3 (col. 5). x. Materi audiovisual

HIV + AIDS: the facts and the future [videocassette]. St. Louis (MO): Mosby-Year book; 1995. 3. Materi elektronik i. Naskah journal dalam format elektronik

Morse SS. Factors in the emergence of infectious disease. Emerg Infect Dis [serial online] 1995 Jan-Mar [cited 1996 Jun 5]:1(1):[24 screens]. Available from: URL: HYPERLINK http://www.cdc.gov/ncidod/EID/eid.htm ii. Monograf dalam format elektronik

CDI, clinical dermatology illustrated [monograph on CD-ROM]. Reeves JRT, Maibach H. CMEA Multimedia Group, producers. 2nd ed. Version 2.0. San Diego: CMEA; 1995. iii. Arsip computer

Hemodynamics III: the ups and downs of hemodynamics [computer program]. Version 2.2. Orlando (FL): Computerized Educational Systems; 1993.

vii BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016


SAMBUTAN PIMPINAN UMUM Assalamu’alaikum Wr. Wb. Salam Sejahtera untuk kita semua. Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dan kesuksesan sehingga Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (BIMKGI) Volume Empat Nomor Satu dapat diterbitkan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran gigi menuntut para praktisi di bidang kedokteran gigi untuk terus mengikuti perkembangan tersebut demi memberikan pelayanan terbaik bagi pasien. Karya-karya terbaik yang diwujudkan melalui penelitian dan penemuan terbaru diperlukan untuk menjawab tuntutan tersebut. Banyak ide cemerlang yang terlahir khususnya di kalangan mahasiswa kedokteran gigi, namun masih sedikit yang muncul ke permukaan karena masih sedikit yang mewadahi. BIMKGI inilah salah satu wadah bagi seluruh mahasiswa kedokteran gigi se-Indonesia untuk mempublikasikan karya terbaiknya. Publikasi karya ilmiah ini tidak hanya suatu usaha apresiasi dengan menampilkan karya tetapi juga suatu bentuk usaha ikut mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Kedokteran Gigi. Selain itu, merupakan suatu usaha untuk bertukar ilmu pengetahuan bagi sesama. Proses pembelajaran dalam penulisan, dari munculnya ide sampai terealisasikan menjadi sebuah karya tulis akan tersirat dan menjadi motivasi bagi yang lain untuk ikut berkontribusi. Semoga harapan ini dapat menjadi pemicu dan pemacu semua mahasiswa kedokteran gigi di Indonesia untuk turut berpartisipasi aktif dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui karya nyata yang dilandasi semangat pengabdian berdedikasi tinggi. Sebagai pimpinan umum, saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh pengurus BIMKGI atas kerja sama dan kerja kerasnya sehingga dapat menerbitkan berkala ilmiah ini. Terima kasih dan apresiasi kepada seluruh penulis atas kerja keras yang dilakukan dalam usaha ikut mengembangkan ilmu pengetahuan, serta kepada Mitra Bestari yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk menilai karya ilmiah ini demi hasil yang terbaik. Semoga seluruh karya yang dipublikasikan dalam BIMKGI kali ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masyarakat luas, serta motivasi bagi seluruh mahasiswa kedokteran gigi untuk ikut berkontribusi dalam BIMKGI. Akhir kata, semoga seluruh harapan kami tercapai dan mohon maaf apabila terjadi kesalahan selama proses penyusunan hingga diterbitkannya Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia ini. Kritik dan saran sangat kami nantikan demi perbaikan di edisi selanjutnya. Together We Can, Together We Serve The Best! Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Purwokerto, Februari 2016 Citra Veony F. (Pimpinan Umum)

viii BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016


Research

EFEK GEL EKSTRAK KULIT KODOK PADA FASE INFLAMASI PENYEMBUHAN LUKA PASCA BIOPSI MUKOSA TIKUS WISTAR 1

1

1

Hans Kristian Wibowo , Mega Denada Aldila , Afina Alfasia , 1 1 Bayu Anggoro Aji , Berilla Silsila Surbakti 1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Jl. Denta No. 1, Sekip Utara, Bulaksumur Daerah Istimewa Yogyakarta 55281

ABSTRAK Latar Belakang: Biopsi adalah metode diagnostik dengan mengambil sampel jaringan sehat dan patologis. Prosedur biopsi menyebabkan luka. Luka yang tidak diobati dapat menimbulkan infeksi. Kulit kodok diketahui dapat membantu proses penyembuhan luka karena mengandung senyawa bioaktif seperti saponin dan alkaloid yang berperan sebagai agen antiinflamasi. Penelitian sebelumnya, ekstrak kulit kodok dapat mempercepat proses penyembuhan luka bakar pada kulit. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh gel ekstrak kulit kodok 70% dalam mempercepat fase inflamasi pada proses penyembuhan luka pasca biopsi mukosa tikus. Metode: Penelitian ini menggunakan 27 ekor tikus jantan yang dibagi menjadi 3 kelompok. Biopsi dilakukan pada mukosa bukal kemudian diaplikasikan gel ekstrak kulit kodok 70% pada kelompok perlakuan, povidone iodine pada kontrol positif, dan akuades pada kontrol negatif menggunakan mikropipet, selanjutnya diratakan dengan cotton bud. Tikus didekapitasi pada hari ke-1, 3, dan 7 setelah perlakuan. Mukosa pasca biopsi dan jaringan sehat disekitarnya diproses secara histologis dan dicat dengan Hematoksilin Eosin (HE). Sel inflamasi dihitung di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Hasil dan Pembahasan: Hasil uji Anova 2 arah dan least significant differences (LSD) menunjukkan adanya perbedaan bermakna jumlah sel inflamasi antarkelompok yang mengindikasikan bahwa gel ekstrak kulit kodok 70% mempengaruhi jumlah sel inflamasi (p<0,050). Kesimpulan: Gel ekstrak kulit kodok 70% dapat mempercepat fase inflamasi pada proses penyembuhan luka pasca biopsi mukosa tikus. Katakunci: kulit kodok, penyembuhan luka, inflamasi. ABSTRACT Background: Biopsy is the removal of tissues from any part of the body to get histopatological speciment in order to aid diagnosis. This procedure causes a wound. Untreated wound can lead an infection. Frog skin are known can help the healing process because of its bioactive compounds such as saponins and alkaloids that act as antiinflammatory agents. Previous research showed that frog skin extract can accelerate the healing process in patient with burn. Purpose: The aim of this study was to determine the effect of frog skin extract gel 70% in accelerating the inflammatory phase post mucosal biopsy wound healing process of Wistar rats. Methods: This study comprises of 27 male rats which were divided into 3 groups. Biopsy was performed on the buccal mucosa. The material were applied into the wound by using micropipet and smoothed with cotton bud. The material were frog skin extract gel 70% for treatment group, povidone iodine for positive control group, and aquadest for negative control group. Rats were sacrificed on the 1st, 3rd, and 7th day after the treatment. The ratâ€&#x;s muccosal and surrounding normal tissues were processed histologically and stained with hematoxylin eosin. Inflammatory cells were counted under a light microscope with a magnification of 400x. Results and Discussion: The results of 2-way Anova and post-hoc LSD showed a significant difference of inflammatory cells among the groups (p<0,050), which was indicated that frog skin extract gel 70% affect inflammation phase in wound healing process.

1 BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016


Conclusion: Frog skin gel extract can accelerate the inflammation phase in post muccosal biopsy wound healing process. Keywords: frog skin, wound, healing, inflammation.

1. 1.1.

PENDAHULUAN Latar Belakang Biopsi adalah metode untuk mendiagnosis suatu lesi. Metode ini sangatlah penting dilakukan jika ditemukan adanya kecurigaan keganasan [1] klinis. Biopsi dapat pula digunakan untuk mengevaluasi perjalanan penyakit dan [2] pengobatan. Prosedur biopsi dapat dilakukan pada semua jaringan tubuh, salah satunya pada jaringan mukosa dalam rongga mulut yang rentan dan [1] mudah terkena penyakit. Prosedur ini dilakukan dengan mengambil sepotong jaringan hidup dan memeriksa secara [2] mikroskopis. Satu hal penting yang perlu diperhatikan setelah dilakukan biopsi adalah bagaimana cara merawat luka biopsi supaya tidak terjadi infeksi. Infeksi adalah salah satu komplikasi pasca biopsi yang sering terjadi sebagai akibat masuknya kuman pada luka yang tidak segera ditutup. Segala macam bentuk komplikasi tentu saja akan memperlambat [2] proses penyembuhan luka pasca biopsi. Proses penyembuhan luka adalah suatu fenomena yang kompleks dan melalui tahapan-tahapan yang tidak [3] sederhana. Penyembuhan luka terbagi atas 3 fase yaitu fase inflamasi, fase [4] proliferasi, dan fase remodelling. Ketiga fase ini bersifat saling berkaitan dan [5] overlapping. Inflamasi merupakan respon perlindungan host yang bertujuan untuk menghilangkan penyebab jejas serta selsel dan jaringan nekrotik, sehingga akan terjadi proses penyembuhan dan [6] perbaikan jaringan. Akan tetapi, jika inflamasi terjadi secara terus-menerus dapat menyebabkan luka tidak dapat mengalami proses penyembuhan luka yang normal serta akan menjadi inflamasi yang patologis sehingga fase inflamasi [7] harus dibatasi. Penurunan jumlah sel inflamasi merupakan parameter keberhasilan proses penyembuhan luka yang dapat diamati secara [8] histopatologis.

Kodok banyak dibudayakan di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, [9] Sumatra, dan Bali. Kodok terutama genus Rana sp. banyak dikonsumsi [10] sebagai makanan di Indonesia Daging kodok mengandung sumber protein hewani yang banyak mengandung gizi. Salah satu bagian dari kodok yang jarang dimanfaatkan oleh konsumen adalah kulitnya. Limbah kulit kodok yang telah terlepas dari badannya bisa didaur ulang [9] menjadi kerupuk kulit kodok. Kulit kodok juga banyak digunakanmasyarakat sebagai alternatif pengobatan tradisional di berbagai daerah. Sekret pada kulit kodok daun (Phyllomedusa bicolor) dapat diekstrak menjadi obat yang dapat mengobati depresi, stroke, dan penyakit Alzheimer di China. Kulit kodok digunakan untuk membalut luka oleh masyarakat [11] Nagaland, India. Ekstrak lipid kulit kodok mempercepat fase inflamasi pada [12] proses penyembuhan luka. Kulit kodok mengandung berbagai macam molekul bioaktif seperti peptida, protein, steroid, alkaloid, saponin, opiod, [13] dan lysine. Molekul bioaktif yang berpengaruh dalam proses penyembuhan luka diantaranya alkaloid sebagai antiinflamasi dan saponin yang berperan [14] dalam stimulasi pembentukan kolagen. Berdasarkan pernyataan di atas, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh kulit kodok terhadap fase inflamasi pada proses penyembuhan luka pasca biopsi mukosa rongga mulut disamping memanfaatkan kulit kodok yang fungsinya masih belum maksimal dan sebagian besar menjadi limbah. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gel kulit kodok terhadap fase inflamasi pada proses penyembuhan luka pasca biopsi mukosa bukal tikus. 2. 2.1.

TINJAUAN PUSTAKA Kodok Kodok adalah hewan berdarah dingin yang akan merubah suhu tubuhnya

2 BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016


sesuai dengan lingkungannya. Kodok memiliki tubuh yang sempit, kaki belakang yang panjang untuk melompat, dan kaki berselaput untuk berenang. Mereka memiliki jari tangan dan kaki, eksternal gendang telinga, kelopak mata, kelenjar kulit, lidah, sternum, dan hati berbilik tiga [11] buah. Kodok termasuk filum Chordata, kelas Amfibi, ordo Naurans, famili Ranidae, genus Rana. Hewan ini sebenarnya hidup di daratan dan bernapas dengan paru-paru akan tetapi tidak dapat hidup jauh dari air karena dibutuhkan untuk terjadinya ampleksus, pembuahan, perkembangan telur, dan [15] perkembangan berudu. 2.2.

Kulit Kodok Kulit kodok mengandung berbagai macam molekul bioaktif (peptida, protein, steroid, alkaloid, opiod) yang memiliki aktivitas terapeutik seperti antibakteri, antifungi, antidiabetik, dan analgesik. Salah satu kelompok peptida tertentu, yakni opioid mengandung dermorphins dan deltorphins yang memberikan sifat [16] analgesik yang besar. Alkaloid memiliki kegunaan untuk memacu sistem saraf, menaikan atau menurunkan tekanan [17] darah dan melawan infeksi mikrobial. 2.3.

Mukosa Bukal Mukosa mulut terdiri dari lapisan luar yang berupa epitelium pipih berlapis. Di bawahlapisan tersebutterdapat sebuahmembran basal dan sebuahlamina propria yang diikuti oleh lapisan submucosa sebagailapisan palingdalam. Epitelini mirip denganepitel pipih berlapis pada bagiantubuh lainnya yang memilikilapisansel basal yang secara aktif [18] bermitosis. Mukosa mulut berbeda satu sama lain dari segi anatomi, permeabilitas terhadap obat, dan kemampuan untuk mempertahankan sistem dalam waktu tertentu. Meskipun mukosa bukal kurang permeabel dibandingkan mukosa sublingual dan tidak menghasilkan onset cepat, mukosa daerah bukal memiliki permukaan halus dan relatif tidak bergerak sehingga lebih tepat untuk pengiriman obat sistemik untuk jangka [19] waktu lama.

2.4.

Biopsi Biopsi adalah proses pengangkatan sampel jaringan dari tubuh yang hidup yang bertujuan sebagai obyek pemeriksaan patalogis, spesimen intepretasi histopatologis, dan sebagai diagnosis. Prosedur ini dapat dilakukan pada semua jaringan tubuh, termasuk dalam rongga mulut yang rentan dan [1] mudah terkena penyakit. Dalam rongga mulut, pemeriksaan biopsi dilakukan untuk menegakkan diagnosis lesi yang dicurigai sebagai keganasan dan juga sebagai alat bantu diagnostik untuk mengevaluasi lesi yang [20] bukan keganasan. Lesi baru, terutama untuk lesi dengan batasan tidak teratur dan warna homogeni harus dibiopsi untuk [1] menyingkirkan melanoma mukosa. Punch biopsy umumnya digunakan di bidang dermatologi untuk mengambil sampel kulit. Sesudah dianestesi, dilakukan pengambilan jaringan dengan diameter 3-4 mm dengan alat punch dan [20] kemudian dijahit. Salah satu hal yang penting diperhatikan setelah dilakukan biopsi adalah cara merawat luka biopsi [2] supaya tidak terjadi infeksi. 2.5. Penyembuhan Luka Luka adalah rusaknya kulit atau mukosa dan gangguan jaringan-jaringan yang berada di dalamnya, seperti pembuluh darah, saraf, dan otot. Pada jaringan yang rusak ini selanjutnya akan [21] terjadi proses penyembuhan luka. Penyembuhan luka adalah proses penggantian jaringan yang rusak atau mati oleh jaringan yang baru dan sehat. Proses yang kompleks ini dibagi menjadi tiga fase penyembuhan yaitu fase inflamasi, fase proliferasi, dan fase [21] remodelling. Fase inflamasi terjadi sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari ke-5 yang ditandai dengan banyaknya sel radang seperti leukosit [7,21] polimorfonuklear. Pada fase ini terjadi perdarahan, kemudian pembekuan atau penghentian perdarahan akibat kontraksi otot polos dinding pembuluh darah yang terluka dan penggumpalan darah oleh trombin dan fibrin. Terjadi pula vasodilatasi pembuluh darah dan [22] oedema. Fase ini berakhir ditandai dengan menurunnya jumlah sel inflamasi kemudian dilanjutkan fase proliferasi dan [7] remodelling.

3 BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016


3.

METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris yang dilakukan di Laboratorium Taksonomi Hewan Fakultas Biologi UGM, Laboratorium Farmasi Fakultas Farmasi UGM, Laboratorium Farmasi unit VII UGM dan Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran UGM. Seluruh prosedur penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Gigi UGM. Gel kulit kodok 70% dibuat dari ekstrak kulit kodok yang berasal dari kulit kodok genus Fejervarya kemudian dibuat secara maserasi dengan pelarut etanol 70% dan selanjutnya diencerkan dengan akuades steril. Ekstrak kulit kodok ditambahkan carboxymethyl cellulose natrium (CMC-Na) 2% untuk dibuat gel ekstrak kulit kodok 70%. Sediaan ekstrak pada penelitian ini menggunakan sediaan gel ektrak kulit kodok dengan konsentrasi 70%. Penelitian sebelumnya menggunakan ekstrak kulit kodok 100% sediaan salep untuk menyembuhkan luka pada [32] punggung tikus. Sediaan gel lebih banyak digunakan pada pengobatan mukosa rongga mulut dibandingkan [33,34] dengan krim dan salep. Sediaan gel dapat meresap masuk ke dalam soket gigi dengan sempurna dan tidak meninggalkan residu yang lengket. Untuk memperoleh sediaan ekstrak kulit kodok dalam bentuk gel, pada penelitian ini akan dibuat gel ekstrak kulit kodok dengan konsentrasi 70%. Sediaan ini diperoleh dari ekstrak kulit kodok konsentrasi 100% ditambah dengan Carboxymethyl Cellulose-Natrium (CMC-Na) dan akuades yang dicampur pada ukuran tertentu. Penelitian ini menggunakan tikus galur Wistar jantan sebanyak 27 ekor. Tikus diinjeksi ketamin 10 mg/kgBB secara intramuscular pada paha bagian atas untuk memberikan efek analgesik sebelum dilakukan biopsi. Biopsi dilakukan pada mukosa bukal menggunakan punch biopsy berdiameter 2,5 mm, kemudian diaplikasikan gel ekstrak kulit kodok 70% pada kelompok perlakuan, povidone iodine pada kontrol positif, dan akuades pada kontrol negatif menggunakan mikropipet, selanjutnya diratakan dengan cotton bud. Tikus didekapitasi pada hari ke-1, 3, dan 7 setelah perlakuan. Mukosa pasca biopsi

dan jaringan sehat disekitarnya diproses secara histologis dan dicat dengan Hematoksilin Eosin (HE). Sel inflamasi dihitung di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Sebelum dikorbankan, tikus dieutanasi. Pengorbanan dilakukan dengan cara memotong leher tikus dengan gunting kemudian jaringan lunak bagian bukal di lokasi perlukaan diambil dan dibersihkan dengan NaCl 0,9%. Jaringan lunak yang diambil tersebut kemudian difiksasi dengan buffered formalin 10% selama 24 jam dan dilanjutkan dengan pembuatan sediaan histologis dengan ditanam dalam blok parafin dan dipotong dengan ketebalan 5 Îźm. Selanjutnya, spesimen dilakukan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) untuk menghitung sel inflamasi. Sel inflamasi (netrofil, makrofag, dan limfosit) dihitung jumlahnya di bawah mikoskop dengan perbesaran 400x pada 5 lapang pandang yang berbeda. Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan two-way ANOVA dan LSD. 4. HASIL Berdasarkan Gambar 1, rerata jumlah sel inflamasi pada kelompok yang diberi gel ekstrak kulit kodok pada hari ke1 ditemukan paling banyak, kemudian menurun pada hari ke-3, dan jumlahnya terus menurun sampai hari ke-7. Pada kontrol positif, rerata jumlah sel inflamasi meningkat pada hari ke-3, dan menurun jumlahnya pada hari ke-7. Pada kontrol negatif, rerata jumlah sel inflamasi meningkat pada hari ke-3 dan menurun jumlahnya pada hari ke-7. Hasil penelitian kemudian dianalisis dengan uji normalitas Shapiro-Wilk. Berdasarkan uji Shapiro Wilk pada kelompok hari dan perlakuan didapatkan p>0,05 yang menyatakan bahwa data pada kelompok hari dan perlakuan terdistribusi normal. Selanjutnya, data dianalisis dengan uji Anova 2-arah. Hasil Anova 2 arah (Tabel 1) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) antarperlakuan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian gel ekstrak kulit kodok berpengaruh bermakna terhadap jumlah sel inflamasi. Nilai R Squared memberi arti bahwa pengaruh variabel kelompok perlakuan, waktu pengamatan, dan interaksi antarkelompok dan waktu secara

4 BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016


bersamaan memberi kontribusi terhadap jumlah sel inflamasi sebesar 97,8%.

antara

kelompok

perlakuan

dengan

Kelom pok

Hari ke-1

Hari ke-3

Hari ke-7

P

(-)

P

(-)

P

(-)

P

-

-

0,00 0*

0,00 0* 0,00 0*

-

(+)

0,00 0* 0,26 3

0,00 0* 0,03 3*

Rerata jumlah sel inflamasi

120 Gel ekstrak kulit kodok

100

80 60

Kontrol Positif

40

20

Kontrol Negatif

0 Hari Hari Hari ke-1 ke-3 ke-7 Jangka waktu pengamatan

Gambar 1. Rerata dan simpangan baku jumlah sel inflamasi berdasarkan kelompok perlakuan dan jangka waktu pengamatan. Tabel 1. Tabel Anova 2-arah antar waktu pengamatan, kelompok perlakuan, dan interaksi waktu pengamatan dan kelompok.

Sumber

Sig.

Antar waktu pengamatan

0,000

Antar kelompok perlakuan

0,000

Interaksi waktu pengamatan & kelompok

0,000

R Squared = 0,978

Hasil uji LSD, kelompok yang diberi gel ekstrak kulit kodok pada hari ke-1, 3, dan 7 menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna dengan kontrol positif hari ke-1, 3, dan 7 dan dengan kontrol negatif pada hari ke-1 dan 3. Perbedaan yang tidak bermakna terdapat pada kelompok yang diberi gel ekstrak kulit kodok pada hari ke-1 dengan kontrol negatif pada hari ke-3, dan pada hari ke-3 dengan kontrol negatif hari ke-1. Keterangan P = kelompok perlakuan (+) = kelompok kontrol positif (-) = kelompok kontrol negatif (*) = bermakna (p<0,050) Hasil uji LSD menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna

0,00 0*

0,00 6*

kelompok kontrol positif dan negatif pada semua waktu pengamatan, sedangkan terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara kelompok kontrol positif dan kontrol negatif pada hari ke-1 setelah perlakuan. 5.

PEMBAHASAN Berdasarkan nilai rerata jumlah sel inflamasi, pada hari ke-1 kelompok perlakuan memiliki jumlah sel inflamasi yang paling banyak, kemudian menurun jumlahnya pada hari ke-3 sampai hari ke7. Berdasarkan hasil LSD terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol positif dan kontrol negatif pada ketiga waktu pengamatan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kandungan gel ekstrak kulit kodok yang mampu menginisiasi infiltrasi sel inflamasi ke area luka sehingga proses inflamasi terjadi lebih cepat pada kelompok perlakuan. Ekstrak kulit kodok mengandung senyawa bioaktif yang berperan dalam proses inflamasi pada penyembuhan luka, [23,29] seperti saponin dan alkaloid. Alkaloid adalah aktivator kuat bagi makrofag untuk [24] memproduksi TGF-β. Transforming growth factor-β mampu menstimulasi ekspresi interleukin-1 dan tumor necrosis factor-ι oleh makrofag yang berperan penting pada respon inflamasi sehingga pada hari ke-1 infiltrasi jumlah sel inflamasi paling banyak. Proses ini kemudian didukung oleh aktivitas saponin. Saponin juga memiliki aktivitas antiinflamasi dengan cara memblokir jalur produksi prostaglandin sehingga terjadi [25] penurunan produksi prostaglandin. Penurunan produksi prostaglandin sebagai mediator inflamasi dapat mengurangi terjadinya vasodilatasi pembuluh darah dalam aliran darah lokal sehingga kemungkinan pada hari ke-3 [26] migrasi sel inflamasi akan menurun. Penurunan sel inflamasi menyebabkan fase inflamasi berlangsung singkat dan segera menginisiasi terjadinya fase proliferasi.

5 BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016


Hari ke-1

Hari ke-3

Hari ke-7

Gel ekstrak kulit kodok 70%

Kontrol Positif

Kontrol negative

Gambar 2. Pada hari ke-1, tampak infiltrasi sel inflamasi pada semua kelompok. Infiltrasi sel inflamasi pada kelompok yang diberi gel ekstrak kulit kodok 70% tampak paling banyak pada hari ke-1 dan jumlahnya terus menurun sampai hari ke-7. Pewarnaan HE, perbesaran 400x.

Berdasarkan hasil uji LSD, terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol perlakuan dengan kelompok kontrol positif pada ketiga waktu pengamatan. Povidone iodine lebih efektif sebagai antiseptik sehingga umumnya digunakan sebagai penutup luka, khususnya luka infeksi dan bukan untuk luka bersih yang tidak [27] terinfeksi. Povidone iodine membutuhkan waktu untuk membunuh bakteri gram positif dan gram negatif, [28] jamur/ragi, virus, dan protozoa. Hal tersebut mungkin menjadi penyebab pengaruh pemberian povidone iodine terjadi lebih lambat dibandingkan kelompok perlakuan dalam menstimulasi sel inflamasi. Berdasarkan hasil uji LSD, terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol positif dengan kelompok kontrol negatif pada hari ke-3 dan ke-7, namun terdapat perbedaan yang tidak bermakna dengan kelompok kontrol negatif pada hari ke-1 setelah perlakuan. Akuades hanya berisi H2O yang tidak ada campuran lain dan dihasilkan melalui destilasi sehingga akuades tidak memberikan efek apapun terhadap proses [30] penyembuhan luka. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan yang bermakna terhadap jumlah sel inflamasi pada hari ke-0 setelah pemberian povidone iodine pada luka insisi punggung tikus, sehingga kemungkinan pada hari ke-1 juga belum

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari- Juni 2016

menunjukkan perubahan yang bermakna [31] terhadap jumlah sel inflamasi. Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa gel ekstrak kulit kodok 70% dapat mempercepat fase inflamasi pada proses penyembuhan luka pasca biopsi mukosa pada tikus Wistar. Gel ekstrak kulit kodok 70% secara signifikan mempercepat infiltrasi sel inflamasi ke arah luka sehingga mempercepat fase inflamasi pada proses penyembuhan luka. 6. KESIMPULAN Gel ekstrak kulit kodok 70% secara signifikan mempercepat infiltrasi sel inflamasi ke arah luka sehingga mempercepat fase inflamasi pada proses penyembuhan luka pasca biopsi mukosa bukal tikus. DAFTAR PUSTAKA 1. Avon SL, Klieb HBL. “Oral Soft-Tissue Biopsy: An Overview.” J Can Dent Assoc. 78(2012) : 75. 2. Wardhani SR. “Biopsi dalam Bidang Dermatologi.” JKM, 5:2(2005) : 16. 3. Triyono B. “Perbedaan Tampilan Kolagen di Sekitar Luka Insisi pada Tikus Wistar yang Diberi Infiltrasi Penghilang Nyeri Levobupivakain dan yang Tidak Diberi Levobupivakain.” Tesis, Program Magister Biomedik

6


4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

dan PPDS I Universitas Diponegoro, Semarang, 2005. Kircik LH. “Study of TrolamineContaining Tropical Emulsion for Wound Healing after Shave Biopsy.” CUTIS. 83 (2009): 330 (Abstr.). Diegelmann RF, Evans MC, “Wound Healing: An Overview of Acute, Fibrotic, and Delayed Healing”, Front Bios. 9 (2004): 283. Fatimatuzzahro N, Haniastuti T, Handajani, J. “Respon Inflamasi Pulpa Gigi Tikus Sprague Dawley setelah Aplikasi Bahan Etsa Ethylene Diamine Tetraacetic Acid 19% dan Asam Fosfat 37%.” Dent. J. 46:4(2013): 190-195. Izzaty A, Dewi N, Pratiwi DIN. “Ekstrak Haruan (Channa stiata) Secara Efektif Menurunkan Jumlah Limfosit Fase Inflamasi dalam Penyembuhan Luka.” Dentofasial. 13:3(2014): 176-181. Putra PA. “Pengaruh penambahan Katekin Daun Teh Hijau (Camelia sintesis) pada Periodontal Dressing terhadap Kepadatan Serabut Kolagen dalam Proses Penyembuhan Luka Gingiva.” Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2011. Anonim. Budidaya Kodok. 2010. http://www.warintek.ristek.go.id/petern akan /budidaya/kodok.pdf, 26/1/2015. Kanna IA. Bullfrog Pembenihan dan Pembesaran. Yogyakarta: Kanisius, 2005. Govender T, Dawood A, Esterhuyse, AJ, Katerere DR. “Antimicrobial Properties of The Skin Secretions of Frogs.” S Afr J Sci, 108:5/6(2012): 16. Raghavan V, Babu M, Rajaram R, Sai, KP. “Efficacy of Frog Skin Lipids in Wound Healing, Lipids in Health and Disease.” 9:74(2010): 1-7. Laverty G, Gorman SP, Gilmore, BF. “The Potential of Antimicrobial Peptides as Biocides.” Int J Mol ScI. 12(2011): 6566-6596. Sabirin IP, Maskoen AM, Hernowo, BS. “Peran Ekstrak Etanol Topikal Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L.) pada Penyembuhan Luka ditinjau dari Imunoekspresi CD34 dan Kolagen pada Tikus Galur Wistar.” MKB. 4:4(2013): 227.

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari- Juni 2016

15. Pujaningsih RI. Kodok Lembu. Yogyakarta: Kanisius, 2007. 16. Lazarus LH, Bryant SD, Marttiattila, Salvadori S. “Frog Skin Opioid Peptides: A Case for Environmental Mimicry”, Environmental Health Perspective. 8:102(1994):648-654. 17. Widi RK, Indriati T, “Penjaringan dan Identifikasi Senyawa Alkaloid dalam Batang Kayu Kuning (Arcangelisia Flava Merr).” Jurnal Ilmu Dasar. 8:1(2007): 24-29. 18. Nishant B, Sayanran M, Pranshu T, Laxmi G. “Buccal Mucosa: A Novelistic Route of Drug Delivery.” International Journal of Pharmatceutical and Chemical Sciences. 1:3(2012). 19. Chaudhary et.al. “Formulation, Development, and In-Vitro Evaluation of Mucoadhesive Buccal Patches Of Methotrexate.” IJPSR. 1:9(2010): 357365. 20. Sudiono J. Pemeriksaan Patologi untuk Diagnosis Neoplasma Mulut, Jakarta: EGC, 2008. 21. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL, Buku Ajar Patologi Robbins (terj.), Jakarta: EGC, 2007. 22. Bisono. Petunjuk Praktis Operasi Kecil. Jakarta: EGC, 2003. 23. Imanishi A, Grazia AD, Mangoni M, Haslam I, Ishibashi I, Dubaissi E, Amaya E, Tsuruta D, Sepp N, Paus, R. “Pointers from Frog Skin Organ Culture to The Identification of Novel Wound Healing Promoters: Esculentin to the Front.” J. Invest. Dermatol. (2014): 134. 24. Olivia F, Alam S, Hadibroto I. Seluk Beluk Food Supplement. Jakarta: Gramedia, 2006. 25. Meilawati Z. “Efek Ekstrak Daun Singkong (Manihot ulitissima) terhadap Ekspresi COX-2 pada Monosit yang Dipapar LPS E.coli”, Dent. J. 45:4(2013): 196-201. 26. Balqis U, Masyitha D, Febrina F. “Proses Penyembuhan Luka Bakar dengan Gerusan Daun Kedondong (Spondias dulcis F.) dan Vaselin pada Tikus Putih (Rattus novergicus) secara Histopatologis.” Jurnal Medika Veterinaria. 8:1(2014): 9-13. 27. Miladiyah I, Prabowo BR, Ethanolic. “Extract of Anredera cordifolia (Ten.) Steenis Leaves Improved Wound

7


28.

29.

30.

31.

Healing in Guinea Pigs.” Univ. Med. 31:1(2012): 4-11. Adriani WP, Ardianingtiyas I, Wulansari NH, Safitri DN, Primalia I, Mahanani ES. “Uji Pemanfaatan Daun Binahong (Anredera cardifolia steenis) pada Proses Penyembuhan Luka Gingiva Tikus Wistar.” Insisiva Dental Journal. 1:2 (2012): 10-16. Lofrano-Alves MS, Oliveira EL, Damiani CE, Kassouf-Silva L, Foqaca RT. “Eugenol-induced Contractions of Saponin-Skinned Fibers are Inhibited by Heparin or by A Ryanodine Receptor Blocker.” Can. J. Physiol. Pharm. 83:12(2005): 1093-100, (Abstr.). Sandra E. Kultur Jaringan Anggrek Skala Rumah Tangga, Agromedia, Jakarta, 2004. Yuksel BE, Yildirim AM, Bal A, Kuloglu T. “The Effect of Different

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari- Juni 2016

Topical Agents (Silver Sulfadiazine, Povidone-Iodine, and Sodium Chloride 0.9%) on Burn Injuries in Rats.” Plastic Surgery International, Article ID 907082. (2014): 1-6, 32. Mashreghi M, Rezazade BM, Mahdavi SN, Asoodeh A, Mashreghi M, Behnam RM, Golmohammadzadeh S. “Topical Effects of Frog Rana Ridibunda Skin Secretions on Wound Healing and Reduction of Wound Microbial Load.” J. Ethnopharmacol. 145:3 (2012): 793-797. 33. Miller WH, Griffin CE. Campbell KL, Muller & Kirk‟s Small Animal Dermatology 7th ed. China: Elsevier, 2001. 34. Yanhendri, Yenny SW. “Berbagai Sediaan Topikal dalam Dermatologi.” CDK-194. 39:6(2012): 423-429.

8 7


Research

PERBEDAAN KADAR IMUNOGLOBULIN A (IgA) PADA SALIVA SEBELUMDAN SETELAH PENGUNYAHAN PERMEN KARETXYLITOL 1

1

Adrian Yohanes Vianney , Niartanty Nirmala Saleh , Andi 1 Pratiwi Iljas 1

MahasiswaFakultasKedokteranGigi, Universitas Hasanuddin, Makassar

ABSTRAK Latar Belakang: Xylitol merupakan pemanis yang non-kariogenik dan biasanya ditambahkan pada permen karet. Xylitolmempunyai kemampuan untuk meningkatkan sekresi saliva. Tujuan: Mengetahui perbedaan kadar imunoglobulin A pada saliva sebelum dan setelah mengunyah permen karet xylitol. Tinjauan pustaka:Permen karet xylitol bermanfaat untuk merangsang sekresi saliva, meningkatkan pH plak dan saliva. Saliva adalah produk dari beberapa kelenjar ludah yang mengandung mineral, elektrolit, enzim, sitokin, immunoglobulin, musin dan glikoprotein lainnya. Imunoglobulin A merupakan immunoglobulin utama yang ditemukan pada mukosa yang berperan besar pada imunitas adaptif dan alami. IgA berfungsi menghambat ikatan mikroba, kolonisasi dan penetrasi pada permukaan mukosa. Metode: Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimental dengan desain pretest-post test with control group dengan teknik purposive sampling, masing-masing 16 orang yang mengunyah permen karet xylitol (n=32). Kadar imunoglobulin A (IgA) saliva diambil sebelum dan setelah pengunyahan permen karet xylitol di Laboratorium Biologi Molekuler dan Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Unhas. Uji statistik yang digunakan adalahuji t berpasangan menggunakan program SPSS 18,0 untuk windows. Hasil:Hasil uji t berpasangan menunjukkan perbedaan yang signifikan pada kadar IgA saliva sebelum dan setelah pengunyahan permen karet xylitol (p<0,05). Pembahasan:Setelah pengunyahan permen karet xylitol terjadi peningkatan pH dan kadar IgA saliva. Peningkatan tersebut signifikan dibandingkan dengan pengunyahan permen karet jenis lain serta pengunyahan juga mampu meningkatkan respon imun dalam saliva dan mampu menekan jumlah koloni s.mutans dalam saliva.Kesimpulan: Terdapat perbedaan kadar IgA pada saliva yang signifikan sebelum dan setelah pengunyahan permen karet xylitol. Katakunci: kadar IgA, xylitol, permen karet. ABSTRACT Background:Xylitol is a sweetener that is non-cariogenic and usually added to the chewing gum. Xylitol has the ability to increase the secretion of saliva. Purpose: Determine the difference significant levels of immunoglobulin A in saliva before and after chewing xylitol gum. Literature: Useful xylitol chewing gumto stimulate salivary secretion, increasing the pH of plaque and saliva. Saliva is the product of some salivary gland which contains minerals, electrolytes, enzymes, cytokines, immunoglobulins, mucins and other glycoproteins. Immunoglobulin A is the main immunoglobulin found inmucous which plays a major rolein adaptive andinnate immunity. Methods: The study is a quasi experimental with pretest-posttest design with control group with purposive sampling, each of the 16 people who chew xylitol gum (n = 32). Levels of immunoglobulin A (IgA) saliva was taken before and after chewing xylitol gum in the Laboratory of Molecular Biology and Microbiology, Faculty of Medicine Unhas. The statistical test used is paired t test using SPSS 18.0 for Windows. Results: The results of paired t test showed significant differences in salivary IgA levels before and after chewing xylitol gum (p <0.05). Discussion: After chewing xylitol gum increased pH and salivary IgA levels. The increase was significant compared with other types of chewing gum and chewing are also

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari- Juni 2016

97


able to enhance the immune response in saliva and can suppress the number of colonies of S. mutans in saliva. Conclusions:There are significant differences in the levels of IgA in saliva before and after chewing xylitol gum. Keywords: IgA level, xylitol, chewing gum.

1. 1.1.

PENDAHULUAN Latar Belakang Pencegahan karies memiliki beberapa strategi. Prosedur berbasis fluoridemerupakan pencegahan yang cukup berhasil. Selain itu,pembatasan jangka panjang konsumsi gula kariogenik tidak diragukan lagi juga dapat mengurangi karies secara signifikan. Imunitas individu itu sendiri dapat berperan dalam [1] pencegahan infeksi bakteri. Pada tahun 1975, permen karet xylitol pertama diluncurkan hampir secara serempak di Finlandia dan United States. Konsumsi xylitol, yang merupakan gula alkohol dari tipe pentitol, telah ditemukan pada tahun 1970-an dapat mengurangi insidensi karies gigi. Pada tahun-tahun selanjutnya, penggunaan permen karet meningkat. Permen karet merupakan sediaan yang berbahan dasar karet yang seharusnya dikunyah dan tidak ditelan, dan melepaskan secara perlahan obat yang [1] dikandungnya. Rongga mulut merupakan pintu masuk utama mikroorganisme, oleh karena itu banyak faktor yang terlibat dalam mekanisme pertahanan bakteri patogen. Beberapa cara dilakukan untuk mengurangi populasi bakteri dalam rongga mulut yaitu menyikat gigi dengan teratur, berkumur dengan menggunakan antiseptik, membersihkan interdental dengan dental floss, membersihkan lidah dan mengunyah permen karet. Permen karet yang mengandung sukrosa dipasarakan sudah sejak lama, sedangkan yang mengandung xylitolbaru dipasarkan beberapa tahun [17] terakhir. Xylitol adalah karbohidrat kristal manis yang telah dikenal oleh ilmu pengetahuan selama hampir 100 tahun. Nama ini berhubungan dengan kata “xylose� (gula kayu) dimana xylitol pertama kali dibuat dan berasal dari struktur tertentu (xylene) dari kayu xylose dapat diperoleh. Kemudian studi menunjukkan bahwa xylitol dapat dijumpai secara bebas dalam buahbuahan dan bagian tanaman lainnya dan di

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari- Juni 2016

hampir semua produk yang terbuat dari [2] buah-buahan. Permen karet dapat meningkatkan sekresi saliva dan komponen saliva. Saliva merupakan cairan yang terdiri dari sekresi kelenjar ludah dan cairan krevikular gingiva. Terdapat 90 % saliva diproduksi oleh kelenjar ludah mayor, antara lain kelenjar parotis dengan sekresi cairan serosa, kelenjar submandibula dan kelenjar sublingual dengan sekresi cairan seromukosa. Sekitar 10% saliva diproduksi oleh kelenjar ludah minor yang terdapat pada mukosa rongga mulut di bagian lingual, labial, bukal, palatinal, dan glossopalatinal. Pada rongga mulut dengan kondisi sehat, volume saliva tiap harinya berkisar antara 500 ml hingga 1,5 liter. Pada saliva mengandung beberapa elektrolit (Na+, K+, Cl-, HCO3-, Ca2+, Mg2+, HPO42-, SCN-, dan F-), protein (amilase, musin, histatin, cystatin, peroksidase, lisozim, dan laktoferin), immunoglobulin (sIgA, Ig G, dan Ig M), molekul organik (glukosa, asam amino, [3,17] urea, asam urik, dan lemak). Imunoglobulin A (IgA) adalah antibodi yang diproduksi di jaringan limfoid mukosa, disalurkan secara aktif melalui epitel, dan berikatan dengan mikroba untuk menetralisir mikroba yang menyerang organisme melalui organ mukosa. Antibodi yang disekresi di epitel berikatan dengan mikroba untuk mencegah pembentukan kolonisasi di inang. Tipe imunitas ini disebut imunitas mukosa atau secretory [8] immunity. Penelitian mengenai pengaruh permen karet pada sekresi saliva telah banyak dilakukan, namun penelitian mengenai pengaruh permen karet terhadap antibodi yang dikandung dalam saliva belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti“Perbedaan Kadar Imunoglobulin A pada Saliva Sebelum dan Setelah Pengunyahan Permen Karet Xylitol�.

7 10


2. 2.1.

TINJAUAN PUSTAKA Xylitol Xylitol merupakan gula alkohol dan terdapat secara alamiah di alam. Xylitol dibuat secara komersial dari kayu pohon beech dan bahan ini tidak dapat difermentasi oleh bakteri kariogenik. Pada saat ini, bahan pengganti gula xylitol sudah disertakan dalam kandungan permen karet, karena permen karet merupakan makanan ringan yang potensial untuk menurunkan aktivitas karies gigi. Permen karet bermanfaat untuk merangsang sekresi saliva, meningkatkan pH plak dan saliva, sehingga sangat baik digunakan sebagai [15] pembersih rongga mulut. Xylitol juga ada dalam metabolisme manusia sebagai metabolisme normal (dalam siklus glukuronat-xylulose). Dalam nomenklatur kimia, xylitol diklasifikasikan mirip dengan sorbitol dan maltitol (yaitu, sebagai gula alkohol atau poliol). Nilai kalori teoritis xylitol adalah sama seperti dengan karbohidrat diet lainnya (yaitu, [2] sekitar 4 kkal/g). Pemberian permen karet xylitol 3 sampai 5 kali sehari dikunyah minimal selama 5 menit setelah makan dapat menghambat akumulasi plak dan demineralisasi enamel, meningkatkan remineralisasi pada karies awal dan dapat mengurangi jumlah Streptococcus [14] mutans. 2.2. Saliva 2.2.1. Pengertian Saliva Saliva adalah produk dari beberapa kelenjar ludah yang terletak di bawah mukosa mulut. Setiap hari, kelenjar ludah manusia memproduksi hampir 600 ml serosa dan musin. Saliva mengandung mineral, elektrolit, buffer, enzim dan enzim inhibitor, faktor pertumbuhan dan sitokin, imunoglobulin (misalnya, sekretori immunoglobulin A (sIgA), musin dan [4] glikoprotein lainnya. Saliva adalah sekresi kelenjar ludah yang menentukan stabilitas di lingkungan rongga mulut. "Cairan mulut" terdiri dari saliva, cairan serviks gingiva terkandung dalam sulkus dentogingival, transudat mukosa, detritus sel, bakteri dan sisa-sisa [5] makanan. Total protein saliva adalah komponen penting dari saliva, dengan protein saliva, terutama terdiri prolin kaya protein, mucin, amilase, imunoglobulin, statherin dan faktor antibakteri, dan

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016

komponen-komponen inilah yang bertanggung jawab untuk sebagian besar [5] fungsi saliva. Saliva diproduksi dan disekresikan dari kelenjar ludah. Unit pensekresi dasar kelenjar ludah adalah kelompok sel yangdisebut sebagai Asinus. Sel-sel ini mensekresikan cairan yang mengandung air, elektrolit, mukus, dan enzim, yang semuanya mengalir keluar dari asinus ke saluran pengumpul. Komposisi dan sekresi dari saliva diubah di dalam saluran.Potassium disekresikan, sebagian besar sodium diserap dan ion bikarbonat [6] disekresidalam jumlah besar. 2.2.2 Fungsi Saliva Beberapa fungsi saliva adalah memulai pencernaan, mempermudah proses menelan dengan membasahi partikel-partikel makanan, memiliki efek antibakteri melalui efek ganda, pertama oleh lisozim (suatu enzim yang melisiskan atau menghancurkan bakteri tertentu) dan kedua dengan membilas bahan yang mungkin digunakan bakteri sebagai sumber makanan, membantu berbicara dengan mempermudah gerakan bibir dan [3] lidah. Saliva memainkan peran penting dalam pemeliharaan kesehatan mulut. Air liur menyediakan banyak peran, seperti pelumasan dan perlindungan, tindakan buffering dan pembersihan, pemeliharaan integritas gigi, dan aktivitas antibakteri. Laju aliran air liur, kapasitas buffer dan konten mikroorganisme sangat penting untuk [7] kesehatan mulut. Anatomi rongga mulut dan organorgan pernafasan saling berhubungan satu sama lain. Adanya hubungan anatomi ini menyebabkan dimungkinkannya terjadi penyakit pernafasan yang disebabkan karena kondisi rongga mulut maupun sebaliknya. Berdasarkan uraian tersebut, dapat diartikan pula bahwa terdapat hubungan antara organ-organ pernafasan dengan saliva yang ada di rongga mulut. Oleh karena itu, saliva dapat digunakan sebagai deteksi dini resiko penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) pada penderita [3] periodontitis. 2.3.

Imunoglobulin A IgA adalah immunoglobulin yang jumlahnya paling besar di mamalia. Sekitar 70-75% dari seluruh immunoglobulin yang

11


diproduksi terdiri dari IgA. Imunoglobulin A merupakan imunoglobulinutama yang ditemukan pada mukosa, sehinggadisebut juga sebagai secretory immunoglobulin(sIgA). SIgA berperan besar pada imunitas adaptif dan imunitas alami. Rasio IgA:IgG pada sekresi glandula parotis ke dalam kavitas oral 500 kali lebih besar dibanding sekresi di dalam serum. Densitas IgA plasma sel di glandula parotis 2-3 kali lebih tinggi dibanding densitas IgA di glandula labial dan submandibula. Tampak jelas bahwa IgA berperan penting [8],[13] pada mikrobiologi oral. Imunoglobulin A sekretori (sIgA) banyak dijumpai pada saliva dan sekresi eksokrin yang lain seperti saluran pencernaan, pernafasan dan saluran urin. Mekanisme utama proteksi terhadap antigen patogen oleh imunitas mukosa adalah diperantarai lewat sel-sel penghasil IgA dan IgA sekretori yang dapat menetralisir dan mencegah masuknya antigen berbahaya ke dalam inang. Stimulasi respon imun lokal efektif terhadap pencegahan penyakit oleh mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh inang melalui jalur oral. sIgA berfungsi pada sekresi mukosa sebagai pertahanan garis depan dengan cara membatasi invasi patogen. Proteksi barrier epitelial mukosa oleh sIgA melalui berbagai mekanisme. Pertama, yaitu pembentukan kompleks dengan antigen lokal yang melapisi jaringan, diambil oleh fagosit, kemudian diabsorpsi ke dalam sistem vaskular atau ditransport [8] melalui epitelium ke dalam lumen. Paparan antigen pada mukosa mengaktifkan sel T dan sel B untuk menghantarkan induksi aktifasi efektor mukosa. Sistem imun mukosa mengaktifkan awal antigen. Jalur ini disebut jalur respon antibodi sIgA di mukosa yang dimediasi oleh sel B dan sel T. Membran mukosa yang melapisi sistem pencernaan, respirasi dan urogenital merupakan pintu masuk sebagian besar patogen. Pertahanan permukaan mukosa berasal dari mucosal-associated lymphoid tissue (MALT). SIgA berbentuk dimer atau tetramer, polipeptida rantai J, dan rantai polipeptida yang disebut secretory component. Komponen sekretori terdiri dari reseptor yang mampu menghantar polimer IgA menuju membran sel. Polipeptida rantai J pada IgA identik dengan IgM pentamer dan memiliki fungsi dalam memfasilitai polimerisasi IgA dan sIgA,

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016

sebagai golongan [8] jaringan mukosa.

utama

antibodi

di

2.3.1. Fungsi Imunoglobulin A Antibodi sIgA menghambat ikatan mikroba, kolonisasi, dan penetrasi pada permukaan mukosa, menghambat jalur metabolisme, menetralisir enzim, virus dan racun, memediasi pengusiran plasmid dan aglutinasi mikroba dan menghambat pertumbuhan organisme tertentu. Sel plasma di dekat sel epitel sekretori mensekresi IgA. Peningkatan sekresi saliva IgA cenderung menguntungkan mukosa [11] mulut dengan mencegah penyakit. Meskipun kelenjar ludah minor memainkan peran penting dalam sIgA yang dimediasi rongga mulut, sel-sel dalam kelenjar parotid bertanggung jawab atas mayoritas IgA ditemukan dalam air liur. SIgA merupakan mekanisme pertahanan utama spesifik dalam air liur dan mungkin penting dalam mempertahankan homeostasis dalam rongga mulut. SIgA dapat mengontrol mikrobiota rongga mulut dengan mengurangi perlekatan sel bakteri [11] pada mukosa mulut dan gigi. IgA sejak lama diketahui menetralkan racun dan bakteri (virus) pada permukaan mukosa, dengan mengganggu motilitas mereka, dengan bersaing untuk daerah adesi epitel, dan meningkatkan sifat viskoelastik jalan nafas. Menariknya, telah dikemukakan bahwa IgA juga dapat langsung mengurangi respon inflamasi dengan menghambat fungsi efektor sel-sel [11] inflamasi. Sekretori IgA menghambat mikroorganisme melekat pada epitel atau gigi. Banyaknya antigen akan menginduksi peningkatan kadar s-IgA melaui dua mekanisme. Pertama, antigen menstimulasi proliferasi dandiferensiasi sel limfoid secara lokal; kedua melibatkan migrasi antigen-sensitized IgA prekursor sel B dari GALT (gut-associated limphoid [9,12] tissue) ke kelenjar saliva. 3.

METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimental. Desain penelitian ini menggunakan metode pre and post test with control group design.Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin dan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yaitu di Laboratorium Biologi Molekuler dan Mikrobiologi Fakultas

12


Kedokteran Universitas Hasanuddin untuk melakukan pemeriksaan ELISA (Enzyme Linked Immunosorbant Assay) dan mengukur kadar imunoglobulin A. Penelitian dilakukan pada bulan 20 April-28 Mei 2015. Populasi merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin angkatan 2012 dan 2014. Sampelberjumlah 16 orang. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Kriteria penilaianalat ukur untuk menghitung kadar imunoglobulin A pada penelitian ini adalah dengan melakukan uji ELISA. Kadar IgA normal berkisar antara 2,16Âą0,24. Alat yang dibutuhkan diantaranya wells microplate, micropipette, multichannel pipette, ELISA test kit, Parameter utama yakni solid phase (microplate) reactant separation bound dan free reagen color development enzyme, danbotol penampungan saliva. Bahan pada penelitian ini yaitu permen karet xylitol, NaCl 0,9%, dan saliva. Kadar imunoglobulin A (IgA) saliva diambil sebelum dan setelah pengunyahan permen karet xylitol. Uji statistik yang digunakan adalahuji t berpasangan menggunakan program SPSS 18,0 untuk windows. 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN Beberapa cara dilakukan untuk mengurangi jumlah populasi bakteri di dalam mulut yaitu dengan menyikat gigi yang benar dan teratur, kumur dengan menggunakan antiseptik, membersihkan interdental dengan dental floss, menghindari konsumsi makanan yang banyak mengandung sukrosa, membersihkan lidah dan mengunyah [14] permen karet. Permen karet xylitol adalah produk kesehatan gigi yang biasa dikonsumsi dan digunakan sehari-hari untuk meningkatkan kesehatan gigi dan [8] mulut. Tujuan pengunyahan permen karet xylitol yaitu meningkatkan sekresi saliva dan komponen dalam saliva seperti sistem imun saliva yaitu imunoglobulin A yang mampu meningkatkan perlindungan rongga mulut dari bakteri sehingga meminimalkan pembentukan asam oleh bakteri pada permukaan gigi dan menjaga kesehatan [14] jaringan gusi. Permen karet xylitol memiliki komponen gula xylitolyang dapat meningkatkan sekresi saliva melalui rangsangan secara kimiawi dan mekanik sehingga dapat meningkatkan [1] immunoglobulin A dalam saliva. Dalam

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016

bidang kedokteran gigi manfaat pengunyahan terbukti berpengaruh dalam peningkatan kadar immunoglobulin A. Kadar IgA saliva berkisar antara 0,05ng/ml-0,09ng/ml pada keadaan normal. Kadar immunoglobulin A dipengaruhi oleh volume sekresi saliva dan rangsangan kecepatan sekresi. Pemberian rangsanganmekanik dan kimiawi berupa pengunyahan permen karet xylitol dan rasa dari permen karet xylitol dapat meningkatkan sekresi saliva sehingga laju saliva dan volume saliva pun meningkat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kadar imunoglobulin A (IgA) dalam saliva sebelum dan setelah pengunyahan permen karet xylitol sehingga dapat diketahui pengunyahan permen karet xylitol meningkatkan atau menurunkan kadar IgA dalam saliva. Pada penelitian ini diambil sampel yang tidak menggunakan alat orthodonsi karena dikhawatirkan penggunaan alat orthodonsi dapat mempengaruhi kadar IgA dalam saliva akibat kandungan logam serta perbedaan laju aliran saliva sehingga kadar IgA dipengaruhi oleh alat orthodonsi. Sampel tidak menderita penyakit sistemik, tidak sedang mengonsumsi obat-obatan, serta tidak merokok karena terdapat perbedaan yang signifikan pada kadar IgA saliva pada perokok dan bukan perokok. Telah dilakukan penelitian mengenai perbedaan kadar imunoglobulin A (IgA) pada saliva sebelum dan setelah pengunyah permen karet xylitol. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dan dilakukan di dua tempat, yaitu Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin (Unhas) untuk pengambilan sampel saliva dan eksekusi prosedur intervensi, serta Laboratorium Biologi Molekuler dan Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Unhas untuk pemeriksaan ELISA dan perhitungan kadar IgA. Penelitian dilakukan pada tanggal 20 April-28 Mei 2015. Sampel merupakan mahasiswa fakultas kedokteran gigi Unhas angkatan 2012 dan 2014 yang memenuhi kriteria seleksi sampel. Sebanyak 16 sampel dilakukan pengambilan saliva dan pengukuran kadar IgA. Pengukuran dilakukan sebelum dan setelah intervensi, yaitu mengunyah permen karet xylitol. Pengunyahan permen karet xylitol dilakukan selama 5 menit sebanyak 4 butir permen karet. Pengambilan saliva dilakukan dengan

13


caradraining. Kadar IgA dihitung dengan metode ELISA dan diukur dalam satuan ng/ml. Data dasar sampel juga diambil dengan metode wawancara langsung. Seluruh hasil penelitian selanjutnya dikumpulkan dan dicatat, serta dilakukan pengolahan dan analisis data dengan menggunakan program SPSS versi 18 (SPSS Inc., Chicago, IL, USA).

Gambar 1. Sampel dimasukkan ke dalam ELISA Reader Tabel 1. Distribusi rata-rata kadar IgA sebelum dan setelah mengunyah permen karet xylitol berdasarkan jenis kelamin dan usia

Jenis kelamin Usia

&

Kadar IgA (ng/ml) Sebelum Setelah mengunyah mengunyah permen permen karet xylitol karet xylitol Rerata ± Rerata ± Simpangan Simpangan baku baku

Jenis kelamin Laki-laki 2.17 ± 0.19 Perempuan 2.25 ± 0.30 Usia 18 tahun 2.16 ± 0.24 19 tahun 2.15 ± 0.14 20 tahun 2.54 ± 0.27

tinggi daripada laki-laki. Berdasarkan usia, kadar IgA sebelum intervensi paling tinggi ditemukan pada usia 20 tahun, yaitu 2,54 ng/ml, sedangkan kadar terendah ditemukan pada kelompok usia 19 tahun, dengan kadar 2,15 ng/ml. Setelah intervensi diberikan, terlihat adanya peningkatan kadar IgA pada seluruh kelompok usia. Walaupun peningkatan terbanyak ditemukan pada kelompok usia 18 tahun, namun kadar akhir tertinggi tetap ditemukan pada kelompok usia 20 tahun, yaitu sebesar 3,70 ng/ml. Hal ini sejalan dengan penelitian [17] yang dilakukan oleh Soesilawati P. yang menunjukan bahwa rangsangan mekanik berupa pengunyahan dapat meningkatkan sekresi saliva dan respon imun dalam saliva.Hasil uji beda (Tabel 1) pada sampel yang mengunyah permen karet xylitoldan oklusi maksimum menunjukkan terdapat perbedaan signifikan pada kadar IgA saliva. Perbedaan kadar IgA dalam saliva akibat pengunyahan dan oklusi maksimum (gigit teether) menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini sejalan dengan [3] penelitian yang dilakukan oleh Bailey BJ. yang menunjukkan perbedaan kadar IgA dalam saliva akibat adanya rangsangan atau perubahan keadaan dalam rongga mulut akibat adanya benda asing. Tabel 2. Perbedaan rata-rata kadar IgA sebelum dan sesudah mengunyah permen karet xylitol a

Uji normalitas data: Shapiro-Wilk test; p>0.05; distribusi data normal *Paired sample t-test: p<0.05; significant

3.48 ± 0.27 3.58 ± 0.25 3.55 ± 0.27 3.40 ± 0.16 3.70 ± 0.29

Tabel 1. memperlihatkan distribusi rata-rata kadar IgA sebelum dan setelah mengunyah berdasarkan jenis kelamin dan usia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kadar IgA perempuan sebelum intervensi lebih tinggi daripada laki-laki, yaitu 2.25 ng/ml pada perempuan dan 2.17 ng/ml pada laki-laki. Setelah intervensi, yaitu mengunyah permen karet xylitol, terlihat adanya peningkatan kadar IgA pada laki-laki maupun perempuan. Peningkatan kadar IgA perempuan lebih tinggi daripada laki-laki dan jumlah akhir kadar Imunoglobulin A perempuan lebih

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016

Kadar IgA (ng/ml) Intervensi Rerata ± Simpangan baku Sebelum mengunyah permen karet xylitol Sesudah mengunyah permen karet xylitol

2.22 0.26a

Selisih Rerata ± Simpangan baku

pvalue

1.204 – 1.428

0.000*

± 1.31 ± 0.21

3.54 0.26a

95% CI (Min – Max)

±

Tabel 2. memperlihatkan perbedaan rata-rata kadar IgA sebelum dan sesudah mengunyah permen karet xylitol. Secara keseluruhan, kadar IgA sebelum mengunyah permen karet xylitol hanya mencapai 2,22 ng/ml, sedangkan setelah mengunyah permen karet xylitol, kadar IgA

14


mencapai 3,54 ng/ml. Terlihat adanya peningkatan rata-rata sebesar 1,31 ng/ml sebelum dan setelah mengunyah permen karet xylitol. Selain itu estimasi rentang nilai confidenceinterval 95% menunjukkan nilai 1,20-1,42 ng/ml. Rentang nilai positif menunjukkan nilai sesudah lebih tinggi daripada sebelum atau dengan kata lain adanya peningkatan. Rentang ini menunjukkan bahwa bila pengukuran dilakukan pada populasi, akan terdapat selisih atau peningkatan antara sebelum dan sesudah sebesar 1,20 hingga 1,42. Dengan demikian, menurut hasil penelitian, setiap saat akan menimbulkan peningkatan berkisar 1,20 hingga 1,42 dan tidak akan pernah memiliki selisih 0 (tidak ada perubahan), ataupun mengalami penurunan. Hal ini juga didukung dengan hasil uji statistik, paired sample t-test, yang menunjukkan nilai p=0.000 (p<0.05), yang berarti bahwa terdapat perbedaan kadar IgA yang signifikan antara sebelum dan setelah mengunyah permen karet xylitol. 5.

KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik simpulan bahwa terdapat peningkatan kadar IgA saliva yang signifikan sebelum dan sesudah penguunyahan permen karet xylitol yang berarti permen karet xylitol cukup efektif dalam meningkatkan kadar IgA saliva. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan tentang kadar IgA saliva dengan menambah jumlah sampel dan juga dilakukan penelitian lanjutan tentang kadar IgA saliva dengan jenis permen karet yang lebih beragam sehingga dapat diketahui permen karet mana yang paling baik dalam meningkatkan kadar IgA pada saliva. DAFTAR PUSTAKA 1. Marwa M, Manohar B. “Evaluation Of The Antimicrobal Effectiveness And The Effect of Dosage And Frequency of Sugar-Free Chewing Gums on Streptococcus Mutans Count an In Vivo Microbiologiccal Study.” International Journal of Clinical Pediatric Dentistry. 4:1(2011): 29-34. 2. Hanson J, Campbell L.“Xylitol and Caries Prevention.”Journal of the Massachusetts Dental Society. 60:2 (2011): 18-21. 3. Saputri TO, Zala HQ, Arnanda BB, Ardhani R. “Saliva As an Early Detection

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016

Tool for Chronic Obstructive Pulmonary Disease Risk In Patients With Periodontitis.”Journal of Dentistry Indonesia.17:3 (2010):87-92. 4. Madalli VB, Basavaraddi SM, Burde K, Horatti P. “Saliva-A Diagnostic Tool.” JDMS. 11:6 (2013):96-99. 5. Panchbhai AS, Degwekar SS, Bhowte RR. “Estimation of Salivary Glucose, Salivary Amylase, Salivary Total Protein and Salivary Flow Rate In Diabetics In India.”Journal of Oral Science. 52:3 (2010):359-368. 6. Shetty C. “Correlation Between Dental Caries Salivary Flow, pH, and Buffering Capacity In Adult South Indian Population: An In Vivo Study.” Int. J. Res. Ayurveda Pharm. 4:2 (2013). 7. Erdem V, Yildiz M, Erdem T. “The Evaluation of Saliva Flow Rate, pH, Buffer Capacity, Microbiological Content and Indice of Decayed, Missing and Filled Teeth In Behçet‟s Patients.”Balkan Med J. 30 (2013):2114. 8. Pratiwi Soesilawati, Harianto Notopuro, Istiati Soehardjo, Afaf Baktir. “Peran TGF- 1 Sebagai Regulator Switching Isotype Sekresi Siga Saliva.”JBP Airlangga. 13:3 (2011):137–41. 9. Olayanju OA, Rahamon SK, Joseph IO, Arinola OG. “Salivary Immunoglobulin Classes In Nigerians With Periodontitis.”The Journal of Contemporary Dental Practice.13:2 (2012):163-66. 10. Gupta P. “Salivary IgA Levels In Patient with Oral Submucous Fibrosis: A Study.”Journal of Indian Academy of Oral Medicine and Radiology.23:4 (2011):536-38. 11. Gloudemans AK, Lambrecht BN, Smits HH. “Potential of Immunoglobulin A to Prevent Allergic Asthma.”Clinical and Developmental Immunology. (2013): 1-12. 12. Indo S, Raden S, Linda K, Sutji PR. “Kadar Imunoglobulin A Sekretori pada Penderita Tonsilitis Kronik Sebelum dan Setelah Tonsilektomi.”ORLI. 41:1 (2011). 13. Yoseph I, Diding HP. “Efek Probiotik terhadap Mortalitas, Derajat Inflamasi Intestinal, dan Kadar IgA pada Mencit Model Sepsis.”MKB. 45:1 (2013). 14. Nina AH, Siti K, Bayu IS. “Efek Pengunyahan Permen Karet yang Mengandung Xylitol terhadap

15


Peningkatan pH Saliva.”Dentino Jurnal Kedokteran Gigi. 2:1 (2014):51-54. 15. Sari N. Permen Karet Xylitol yang Dikunyah selama 5 Menit Meningkatkan dan Mempertahankan pH Saliva Perokok selama 3 Jam[Tesis]. Denpasar: Universitas Udayana, 2011. 16. Van Wallace. Immunogenetic of Dental Caries [Disertation]. USA:

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016

School of Dentistry Indiana University, 2010. 17. Rodian M, Mieke HS, Edeh R. “Efek Mengunyah Permen Karet yang Mengandung Sukrosa, Xylitol, Probiotik terhadap Karakteristik Saliva.” Dentika Dental Jurnal. 16:1 (2011): 44-48.

16


Research

PERBEDAAN BAHAN IRIGASI EKSTRAK KULIT MANGGIS DAN NAOCL 2,5% TERHADAP KEBERSIHAN DINDING SALURAN AKAR 1

Cornelia Melinda A.S., Nayu Nur Annisa Sholikhin, 1

1

Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga,Surabaya

ABSTRAK Latar Belakang: Preparasi merupakan salah satu tahapan dalam perawatan saluran akar yang menghasilkan debris, sebagai hasil instrumensasi dinding saluran akar. Debris terdiri dari bahan organik dan inorganik. Irigasi harus dilakukan setiap preparasi sehingga debris dan mikroorganisme dapat dibersihkan dari dinding saluran akar melalui mekanisme flushing. NaOCl 2,5% merupakan bahan irigasi yang paling umum digunakan. Meskipun demikian, NaOCl 2,5% hanya bekerja melarutkan jaringan organik saja. Ekstrak kulit manggis mengandung berbagai senyawa aktif, seperti saponin. Saponin bekerja sebagai surfaktan sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan dan membersihkan debris dari dinding saluran akar. Tujuan: Mengetahui perbedaan kebersihan dinding saluran akar yang diirigasi dengan NaOCl 2,5% dan ekstrak kulit manggis. Metode: Delapan belas premolar rahang bawah yang diekstraksi untuk keperluan ortodonti digunakan dalam penelitian ini. Sampel tersebut dibagi menjadi tiga kelompok. Setiap kelompok terdiri dari enam sampel. Semua sampel diinstrumentasi menggunakan Pro Taper for Hand Use dan diirigasi. Kelompok 1 menggunakan aquadest sebagai bahan irigasi, kelompok 2 menggunakan NaOCl 2,5%, dan kelompok 3 menggunakan ekstrak kulit manggis 400 ug/ml. Semua sampel dibelah menjadi dua bagian dan dipotong pada bagian 1/3 apikal. Pengamatan pada permukaan dinding saluran akar menggunakan Scanning Electron Microscope. Penilaian photomicrographs dilakukan oleh tiga orang pengamat yang berbeda dan dilanjutkan dengan uji statistik. Hasil: Ada perbedaan yang signifikan antara ketiga kelompok (p<0.05). Kelompok 3 memiliki nilai skor median terkecil, yaitu1, yang berarti kelompok yang diirigasi dengan ekstrak kulit manggis memiliki dinding saluran akar paling bersih dibandingkan kelompok lainnya. Kesimpulan: Ekstrak kulit manggis membersihkan dinding saluran akar dari debris lebih efektif daripada NaOCl 2,5%. Katakunci: durasi hemodialisis, periodontitis, gagal ginjal kronik.

ABSTRACT Background: Preparation, one of the stages in endodontic treatment, producesdebrisas aresultof instrumentation onroot canalwalls.Debrisconsistsoforganicand inorganicmaterials. Irrigation need to be performed in every preparationin order to removedebrisandmicroorganisms from root canal wallsthrough flushingmechanism. NaOCl 2.5% is the most popular irrigant. However, NaOCl only works on organic tissue. Mangosteenpeel extractcontainsvariousactive compounds, such as saponin. Saponin acts as surfactant so as tolower thesurface tension and remove debris from root canalwalls. Purpose: to compare the cleanliness of root canal walls following irrigation with NaOCl 2.5% and mangosteen peel extract.Methods: Eighteen mandible premolar extracted for orthodontics necessity were used in this study. The teeth were divided into three groups, in which each group consists of six teeth. All of them were instrumented with ProTaper for Hand Use and irrigated. Group 1 used aquadest as irrigant, group 2 used NaOCl 2,5%, and group 3 used mangosteen peel extract 400 ug/ml. The roots were split longitudinally into halves and in 1/3 of apex. The surface of the canal walls were examined using Scanning Electron Microscope. Photomicrographs were scored by three independent observers and statistically tested.Result: There were significant differences

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

17


between three groups (p<0.05). Group 3had the smallest median score that was 1, which means the group irrigated by mangosteen peel extract had the cleanest root canal walls among the others. Conclusion: Mangosteen peel extract is moreeffective thanNaOCl 2.5% incleaningroot canalwall from debris. Keywords: root canal cleanliness, irrigant, mangosteen peel extract, sodium hypochlorite, debris

1. 1.1.

PENDAHULUAN Latar Belakang Preparasi saluran akar merupakan salah satu tahapan terpenting dalam perawatan saluran akar, yang bertujuan untuk membersihkan saluran akar dari jaringan nekrotik, jaringan vital, dentin yang terinfeksi, dan untuk membentuk dinding saluran akar sebelum dilakukan [1,2] obturasi. Alat endodontik yang bergesekan dengan dinding saluran akar dapat membentuk lapisan debris yang mengandung partikel organik maupun anorganik, seperti jaringan nekrotik, dentin, sisa jaringan pulpa, sisa [3,4] odontoblas, dan mikroorganisme. Debris yang tertinggal dapat melindungi biofilm yang melekat pada dinding saluran akar, menjadi tempat pertumbuhan yang baik bagi bakteri, mengurangi perlekatan bahan pengisi saluran akar pada dentin sehingga menyebabkan terjadinya [3,5] microleakage. Tindakan irigasi harus dilakukan setiap preparasi saluran akar, dengan tujuan membersihkan debris dan mikroorganisme dari saluran akar melalui [6] mekanisme flushing. Bahan irigasi yang ideal seharusnya memiliki kemampuan melarutkan smear layer, bersifat antibakteri, non-karsinogen, non-toksik, non-antigenik, tidak mempengaruhi sealing dari bahan obturasi, harga ekonomis, mudah digunakan, dan tidak [4] menyebabkan perubahan warna gigi. Salah satu bahan irigasi saluran akar yang paling sering digunakan saat ini adalah Natrium Hipoklorit (NaOCl) 2,5%. Kekurangan utama larutan ini, yaitu hanya bekerja pada jaringan organik sehingga tidak mampu membersihkan saluran akar secara menyeluruh.Kerugian lain dari NaOCl, yaitu bersifat sitotoksik dan dekstruktif jika berkontak dengan jaringan lunak yang vital, tidak mampu membunuh semua bakteri, menyebabkan perubahan karakteristik dentin, bau dan rasa tidak [4] enak, korosif pada objek logam.

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

Saat ini, istilah back to nature sering digunakan. Masyarakat mulai menggunakan produk alam sebagai alternatif pengobatan karena obat herbal secara umum lebih aman digunakan dan [7] memiliki efek samping yang lebih kecil. Penggunaan produk herbal banyak juga digunakan dalam bidang endodontik, seperti sebagai bahan irigasi saluran akar. Hal ini dikarenakan alternatif herbal tersedia dengan mudah, murah, shelf life [8] lebih baik, dan toksisitas rendah. Manggis(Garcinia mangostana Linn) merupakan salah satu tanaman yang banyak ditemukan di Indonesia. Ekstrak kulit manggis terbukti memiliki aktivitas farmakologi, yaitu sebagai antibakteri, antifungi, antivirus, antiinflamasi, antioksidan, dan lain-lain. Berbagai kandungan senyawa aktif yang dimiliki ekstrak kulit manggis, antara lain saponin, steroid/triterpenoid, xanthone, [9] flavonoid, tanin, alkaloid. Saponin merupakan deterjen alami, yang memiliki sifat sebagai surfaktan. Saponin mampu menurunkan tegangan permukaan dinding saluran akar sehingga debris dentin, partikel organik, dan anorganik pada dinding saluran akar [10] dapat dilarutkan. Konsentrasi efektif ekstrak kulit manggis untuk membersihkan dinding saluran akar [11] adalah 400ug/ml. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin membandingkan ekstrak kulit manggis dengan NaOCl 2,5% terhadap kebersihan dinding saluran akar. 1.2.

Rumusan Masalah Bagaimana perbedaan ekstrak kulit manggis dengan NaOCl 2,5% terhadap kebersihan dinding saluran akar? 1.3.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ekstrak kulit manggis dengan NaOCl 2,5% terhadap kebersihan dinding saluran akar.

18


2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Preparasi dan Irigasi Saluran Akar Prinsip preparasi saluran akar adalah untuk menghilangkan debris, jaringan nekrotik maupun vital, jaringan dentin yang terinfeksi, dan mikroorganisme dari saluran akar (cleaning) dan membentuk dinding [12] saluran akar (shaping). Preparasi kemomekanis meliputi instrumensasi mekanis dengan menggunakan hand atau rotary instrument, dengan dilakukan irigasi [13] secara konstan. Selama dan setelah instrumensasi, dilakukan tindakan irigasi yang bertujuan untuk menghilangkan sisa jaringan, dentin, mikroorganisme dari saluran akar. Irigasi memiliki dua efek dalam menghilangkan smear layer, yaitu secara mekanis dan kimiawi. Efek mekanis irigasi diperoleh karena adanya aliran back and forth atau mekanisme flushing. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahan irigasi yang memiliki sifat antibakteri memiliki efektivitas yang lebih tinggi dalam mengurangi dan mengeliminasi bakteri, [4,6] dibandingkan dengan larutan saline. Bahan irigasi saluran akar yang ideal seharusnya memiliki kemampuan melarutkan smear layer, yang berupa jaringan anorganik (dentin) dan jaringan organik (kolagen dentin, jaringan pulpa, biofilm), daya antimikroba, non-toksik, non-karsinogenik, non-antigenik, tidak memiliki efek samping pada dentin dan sealing bahan pengisi. Selain itu, bahan irigasi seharusnya juga murah, mudah didapat dan digunakan, dan tidak [4,6] menyebabkan perubahan warna gigi. 2.2.

Natrium Hipoklorit (NaOCl) NaOCl merupakan bahan irigasi saluran akar yang masih sering digunakan hingga saat ini. NaOCl digunakan sebagai bahan irigasi saluran akar karena memiliki efek antimikroba dan kemampuan dalam melarutkan jaringan. Kerja NaOCl dalam menguraikan jaringan organik adalah dengan bereaksi dengan asam lemak dan [14] asam amino. Pada saat preparasi saluran akar, NaOCl akan melarutkan kolagen pada dentin saluran akar [15] sehingga memudahkan preparasi. Natrium hipoklorit bekerja melarutkan jaringan organik dan lemak, yaitu mendegradasi asam lemak menjadi garam asam lemak (sabun) dan gliserol (alkohol). Reaksi ini merupakan reaksi

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

saponifikasi, yang menyebabkan turunnya tegangan permukaan.Natrium hipoklorit juga mampu menetralisasi asam amino dan mengubahnya menjadi air dan garam (reaksi neutralisasi). Ion hidroksil yang dilepaskan dapat menyebabkan penurunan pH dan denaturasi protein [16] membran. Selain itu, di dalam larutan natrium hipoklorit juga terdapat substansi asam hipoklorus (HOCl), yang berperan dalam aktivitas antibakteri. HOCl dapat mengganggu fungsi vital mikroba [6] sehingga menyebabkan kematian sel. Ketika HOCl berkontak dengan jaringan organik, klorin akan dilepaskan. Reaksi kloraminasi merupakan reaksi antara klorin dengan kelompok protein amino menjadi kloramin, yang menyebabkan gangguan pada metabolisme sel. Asam hipoklorus (HOCl ) dan ion hipoklorit(OCl ) menyebabkan degradasi asam amino dan hidrolisis. Klorin merupakan oksidator kuat yang memiliki daya antibakteri dengan cara menghambat enzim bakteri sehingga menyebabkan oksidasi irreversible SH grup (sulphydryl grup) pada enzim [16] essential bakteri (cystein). NaOCl merupakan basa kuat dengan pH>11. Tingginya pH NaOCl ini dapat menyebabkan gangguan integritas membran sitoplasma dengan hambatan enzim irreversible, mengubah biosintesis metabolisme sel, dan degradasi fosfolipid. Aktivitas antibakteri NaOCl tersebut juga didapatkan karena aksi ion hidkrosil dan reaksi kloraminasi, sedangkan kemampuannya dalam melarutkan jaringan didapatkan melalui reaksi [17] saponifikasi. Meskipun demikian, NaOCl juga memiliki beberapa kekurangan antara lain, tidak menghilangkan seluruh smear layer (hanya melarutkan jaringan organik), bersifat toksik dan iritan pada jaringan vital, bersifat korosif pada logam, bau dan rasa tidak menyenangkan, mengubah [6,14] karakteristik dentin. Konsentrasi larutan NaOCl yang biasa digunakan berkisar antara 0,5%5,25%. Peningkatan konsentrasi NaOCl bukan hanya meningkatkan efek antimikroba dan kemampuan melarutkan jaringannnya saja, tetapi sekaligus meningkatkan toksisitasnya. Hal itu juga [6,14] berlaku sebaliknya. Konsentrasi yang digunakan harus seimbang antara daya antibakteri dan biokompabilitas bahan

19


irigasi. Konsentrasi NaOCl 2,5% dianggap sebagai yang paling seimbang antara [18] 0,5% dan 5,25%. 2.3.

Manggis Manggis (Garcinia mangostana Linn)merupakan tanaman yang banyak ditemukan di kawasan tropis Asia Tenggara, seperti Indonesia. Kulit buah manggis diketahui memiliki aktivitas farmakologi sebagai antioksidan, antikanker, antiinflamasi, antialergi, antibakteri, antifungi, antivirus, antimalaria. Berbagai senyawa yang diketahui terdapat dalam ekstrak kulit manggis, antara lain xanthone, flavonoid, tanin, alkaloid, saponin, triterpenoid, [9] steroid, phenolic, glikosida. 2.4.

Saponin Saponin merupakan glikosida steroid atau triterpenoid, yang banyak ditemukan pada tanaman dan dikenal sebagai deterjen alami. Adanya kedua komponen hidrofilik (gugus gula) dan lipofilik (sapogenin),menyebabkan saponin memiliki sifat sebagai surfaktan; mampu membentuk buih seperti sabun [19,20] pada larutan air. Saponin mampu menurunkan tegangan permukaan dan memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan organik, anorganik, dan mikroorganisme pada saluran akar. Komponen lipofilik dalam saponinakan menguraikan kotoran menjadi partikel yang lebih kecil sehingga air dapat dengan mudah membentuk emulsi dengan kotoran tersebut, dan dapat dipisahkan juga dengan mudah. Komponen hidrofilik dalam saponin dapat larut dalam air, membentuk buih, dan berikatan dengan partikel sehingga [10] membentuk emulsi. Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri adalah dengan menurunkan tegangan permukaan sehingga permeabilitas membran sel meningkat. Hal ini mengakibatkan keluarnya senyawa intraselular dari sel sehingga bakteri lisis. Selain itu, saponin juga mampu menghambat sintesis enzim esensial bakteri. 3.

METODE PENELITIAN Buah manggis dalam penelitian ini diperoleh dari Materia Medica, Batu, Malang. Kulit manggis yang digunakan diambil dari buah manggis yang sudah

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

kering atau masak, sehat, dan tidak berpenyakit. Umur pohon manggis kurang dari 10 tahun.Ekstraksi kulit manggis dilakukan dengan metode maserasi. Hasil akhir yang diperoleh adalah crude ekstrak kulit manggis berwarna coklat kental dan jumlah ekstrak yang didapatkan sekitar [9] 5% dari berat kulit manggis semula. Ekstrak tersebut diencerkan dengan aquadest sehingga didapatkan ekstrak kulit manggis dengan konsentrasi 400 ug/ml. Kemudian dilakukan pengenceran larutan Natrium Hipoklorit (NaOCl). Sebanyak 18 gigi premolar permanen rahang bawah manusia yang telah memenuhi kriteria sampel, direndam dalam larutan saline dan dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu: kelompok I (aquadest steril), kelompok II (NaOCl 2,5%), kelompok III (ekstrak kulit manggis 400 ug/ml). Masing-masing kelompok terdiri dari 6 sampel. Pembuatan access opening dilakukan dengan menggunakan endo access bur. Panjang kerja gigi dapat ditentukan melalui pengukuran panjang gigi dikurangi 1 mm. Teknik preparasi yang digunakan adalah teknik crowndown pressureless dengan menggunakan ProTapper for Hand Use. Satu instrumen digunakan untuk preparasi 6 sampel. Teknik irigasi menggunakan alat yang telah dirancang sedemikian rupa dengan jarum Maxi-Probe No. 28. Setiap pergantian instrumen, dilakukan irigasi saluran akar sebanyak 3 ml dengan tekanan 1 atm. Setelah itu, saluran akar dikeringkan dengan paper point sebanyak 3 kali dan ditutup dengan tumpatan sementara. Sampel dibuat keratan sebagai pedoman pemotongan pada bagian bukal dan lingual gigi dengan menggunakan diamond bur. Sampel dibelah menjadi dua bagian dengan menggunakan chiseldan mallet, kemudian dilakukan pemotongan pada bagian 1/3 apikal (sejauh 4 mm dari apeks). Masing-masing sampel yang telah dipotong tersebut diberi kode, diletakkan pada sample holder, dan dilakukan coating emas. Sampel diperiksa dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM). Scanning pada seluruh permukaan spesimen saluran akar gigi, kemudian dicari daerah yang dapat mempresentasikan bagian 1/3 apikal. Photomicrographs diambil pada

20


daerah 1/3 apikal dengan pembesaran 1000x. 3.1.

Penilaian Kebersihan Saluran Akar Penilaianphotomicrographs dilakukan oleh 3 orang pengamat yang berbeda. Alat bantu plastik transparan (ukuran 16 cm x 12 cm) yang sebelumnya telah dibagi menjadi 768 kotak kecil dengan ukuran masing-masing kotak 0,5 cm x 0,5 cm, digunakan untuk membantu penilaian terhadap tiap photomicrograph ini. Ketiga pengamat tersebut sebelumnya telah melakukan kesepakatan tentang cara penilaian untuk pemberian skor tiap foto.Tiap kotak kecil yang mana ditemukan debris dihitung, kemudiandiprosentasekan dengan jumlah kotak kecil keseluruhan. Hasil yang diperoleh dalam bentuk presentase tersebut kemudian dikonversikan ke bentuk skor.

A

B

Skor yang digunakan untuk evaluasi [21] debris adalah sebagai berikut. Skor 1: sedikit atau tidak ada debris yang menutupi <25% spesimen Skor 2: sedikit atau sedang debris yang menutupi 25-50% spesimen Skor 3: sedang atau banyak debris yang menutupi 50-75% spesimen Skor 4: banyak debris yang menutupi >75% spesimen. 3.2.

Analisis Data Dari data tersebut, dilakukan uji statistik sebagai berikut. -

Friedman Test untuk melihat validitas data hasil penelitian. Kruskal-Wallis untuk mengetahui perbedaan secara keseluruhan. Mann-Whitney Test untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok Uji median kontrol untuk mengetahui median masing-masing kelompok penelitian.

C Gambar 1. Hasil pemotretan SEM dengan pembesaran 1000x pada permukaan dinding saluran akar, yang diirigasi dengan:(A) aquadest(B) NaOCl 2,5%(C) ekstrak kulit manggis 400 ug/ml.

Skor hasil penilaian photomicrographs SEM untuk masingmasing kelompok penelitian adalah sebagai berikut.

4. 4.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Dan Analisis Data Hasil pengamatan sampel dengan menggunakan SEM dapat dilihat dari gambar berikut.

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

21


Tabel 1. Skor Hasil Penilaian Photomicrographs SEM kelompok aquadest

Aquadest Foto 1

Foto 2

Foto 3

Foto 4

Foto 5

Foto 6

Pengamat 1

3

2

3

4

2

2

Pengamat 2

3

3

3

4

2

2

Pengamat 3

3

3

2

4

2

2

Tabel 2. Skor Hasil Penilaian Photomicrographs SEM kelompok NaOCl 2,5%

NAOCL 2,5% Foto 1

Foto 2

Foto 3

Foto 4

Foto 5

Foto 6

Pengamat 1

1

2

2

2

2

2

Pengamat 2

2

2

3

2

2

2

Pengamat 3

2

2

2

2

2

2

Tabel 3. Skor Hasil Penilaian Photomicrographs SEM kelompok ekstrak kulit manggis

EKSTRAK KULIT MANGGIS Foto 1

Foto 2

Foto 3

Foto 4

Foto 5

Foto 6

Pengamat 1

1

1

1

1

1

1

Pengamat 2

1

2

1

1

1

1

Pengamat 3

1

1

1

1

1

1

Hasil uji Friedman untuk kelompok aquadest, NaOCl 2,5%, dan ekstrak kulit manggis 400ug/ml masing-masing adalah 0,607, 0,223, dan 0,368. Ketiga nilai tersebut lebih besar dari 0,05 (P>0.05). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara ketiga pengamat tersebut sehingga data hasil penelitian valid. Hasil perhitungan Kruskal-Wallis Test adalah 0.001. Nilai tersebut lebih kecil dari 0.05 (p<0.05) sehingga menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara ketiga kelompok penelitian tersebut. Hasil uji Mann-Whitney dapat dilihat dari Tabel 4 berikut ini.

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

Tabel 4. Hasil Mann-Whitney Test antara masingmasing kelompok penelitian

Perlakuan

Aquadest

Aquadest NaOCl 2,5%

P=0.021

Ekstrak kulit manggis 400 ug/ml

P=0.002

NaOCl 2,5%

Ekstrak kulit manggis 400 ug/ml

P=0.02 1

P=0.002 P=0.001

P=0.00 1

22


Hasil uji Mann-Whitney antara kelompok aquadest dengan NaOCl 2,5% adalah 0,021, antara kelompok aquadest dengan ekstrak kulit manggis adalah 0,002, antara NaOCl 2,5% dengan ekstrak kulit manggis adalah 0,001. Semua nilai uji Mann-Whitney tersebut lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Hal ini menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara masing-masing kelompok, yaitu aquadest dibandingkan NaOCl 2,5%, aquadest dibandingkan ekstrak kulit manggis, dan NaOCl 2,5% dibandingkan ekstrak kulit manggis. Setelah itu, dilakukan uji median masing-masing kelompok yang bertujuan untuk melihat kelompok penelitian mana yang memberikan hasilterbaik. Semakin kecil nilai median, maka hasil yang diperoleh semakin baik. Tabel 5. Hasil median skor penilaian photomicrographs setiap kelompok penelitian

Kelompok

Median

Aquadest

3

NaOCl 2,5%

2

Ekstrak Kulit Manggis 1 400 ug/ml Nilai median skor pada kelompok penelitian yang diirigasi ekstrak kulit manggis 400 ug/ml adalah 1, yang merupakan nilai terkecil dibandingkan kelompok penelitian lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kulit manggis 400 ug/ml memberikan hasil yang lebih baik dalam membersihkan dinding saluran akar dari debris, dibandingkan dengan NaOCl 2,5% dan aquadest. 4.2.

Pembahasan Salah satu tahapan terpenting dalam perawatan saluran akar adalah preparasi, yang bertujuan untuk membersihkan saluran akar dari jaringan nekrotik, jaringan vital, dentin yang terinfeksi, dan membentuk saluran akar. Tindakan irigasi harus dilakukan setiap preparasi saluran akar. Hal ini dikarenakan preparasi saluran akar akan membentuk debris sebagai hasil dari instrumensasi dinding saluran akar.

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

Tujuan utama irigasi adalah untuk membersihkan debris dan mikroorganisme dari saluran akar [1,6] melalui mekanisme flushing. Penilaian photomicrographs hasil SEM dilakukan oleh tiga orang pengamat berbeda, yang dilanjutkan dengan uji statistik.Hasil penilaian photomicrographstersebut menunjukkan bahwa dinding saluran akar yang diirigasi dengan ekstrak kulit manggis 400ug/ml lebih bersih dibandingkan dengan aquadest maupun NaOCl 2,5%. Sebaliknya, kelompok kontrol yang diirigasi dengan aquadest memiliki dinding saluran akar yang paling kotor dibandingkan dengan kelompok penelitian lainnya. Pada kelompok sampel yang diirigasi dengan NaOCl 2,5% masih ditemukan debris dalam jumlah yang cukup banyak pada permukaan dinding saluran akarnya. Natrium hipoklorit hanya bekerja pada jaringan organik dengan cara bereaksi dengan asam lemak dan asam amino. Reaksi saponifikasi dari NaOCl 2,5% akan mendegradasi asam lemak menjadi garam asam lemak (sabun) dan gliserol (alkohol) sehingga menurunkan tegangan permukaan. Reaksi neutralisasi NaOCl 2,5% akan mengubah asam amino menjadi air dan garam. Selain itu, NaOCl 2,5% juga mengandung komponen HOCl, yang jika berkontak dengan asam amino akan menghasilkan air dan kloramin, yang dapat menyeabkan gangguan pada [16] sel. Pada penelitian ini, sampel yang digunakan merupakan gigi non-vital yang masih utuh sehingga sebagian besar debris yang ada pada dinding saluran akar merupakan jaringan anorganik yang berasal dari dentin. NaOCl 2,5% dapat melarutkan komponen kolagen dari dentin saluran akar dan beberapa sisa jaringan organik pulpa lainnya, tetapi tidak dapat melarutkan jaringan anorganik. Oleh karena itu, NaOCl 2,5% hanya dapat membersihkan saluran akar dari debris organik saja, tetapi tidak dapat membersihkan debris secara menyeluruh. Pada kelompok sampel yang diirigasi dengan ekstrak kulit manggis 400 ug/ml, debris yang ditemukan

23


sedikit atau hampir tidak ada sama sekali. Ekstrak kulit manggis mengandung berbagai senyawa fitokimia, seperti saponin, steroid atau triterpenoid, xanthone, flavonoid, tanin, [9] alkaloid. Salah satu senyawa yang berperan dalam membersihkan saluran akar adalah saponin karena kemampuan surfaktan yang dimilikinya. Saponin merupakan deterjen alami, yang memiliki dua komponen, yaitu komponen polar (berupa gugus gula) dan komponen non-polar (berupa steroid atau triterpenoid). Komponen polar merupakan komponen hidrofilik sehingga mudah larut dalam air, sedangkan komponen non-polar merupakan komponen hidrofobik sehingga mudah larut dalam minyak atau kotoran. Adanya kedua komponen ini menjadikan saponin mampu diardsorpsi pada permukaan antarmuka yang berbeda sehingga menurunkan tegangan permukaan dan [19] memungkinkan terbentuknya emulsi. Cara kerja saponin dalam membersihkan dinding saluran akar dari debris, yaitu bagian hidrofilik dari saponin akan berinteraksi dengan air, sedangkan bagian hidrofobiknya akan berikatan dengan debris. Molekulmolekul surfaktan tersebut dapat berinteraksi dan membentuk suatu struktur yang disebut misele. Pada struktur tersebut, bagian kepala hidrofilik mengarah keluar dan bagian ekor hidrofobik mengarah ke dalam pusat misele sehingga debris seolah-olah terbungkus dalam kumpulan molekul surfaktan, yang kemudian dapat larut dalam air. Bagian hidrofobik dari saponin akan mengubah debris menjadi partikel yang lebih kecil sehingga memudahkannya membentuk emulsi dengan air. Bagian hidrofiliknya terlarut dalam air, membentuk buih, mengikat [10] partikel sehingga membentuk emulsi. Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan dan membentuk emulsi sehingga debris yang berupa bahan organik maupun anorganik dapat terlepas dari dinding saluran akar dan larut dalam air. Melalui aliran back and forth atau mekanisme flushing dari tindakan irigasi, debris tersebut dapat dikeluarkan dari dalam saluran akar. Adanya kandungan saponin sebagai surfaktan dalam ekstrak kulit manggis

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

inilah yang menjadikan ekstrak kulit manggis efektif dalam membersihkan saluran akar dari debris. Berdasarkan penilaian hasil photomicrographs, dinding saluran akar yang diirigasi dengan aquadest merupakan yang paling kotor, dibandingkan dengan ekstrak kulit manggis 400 ug/ml dan NaOCl 2,5%. Aquadest tidak memiliki kemampuan sebagai surfaktan sehingga tidak mampu melarutkan debris pada dinding saluran akar. Dalam hal ini, kemampuanaquadest membersihkan saluran akar hanya terbatas pada efek mekanis dari tindakan irigasi itu sendiri, yaitu aliran back and forth. 5.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah ekstrak kulit manggis mampu membersihkan dinding saluran akar dari debris lebih baik daripada NaOCl 2,5%. Dari penelitian ini, diharapkan ada penelitian lebih lanjut mengenai biokompatibilitas ekstrak kulit manggis dan berbagai komposisi kimiawi yang dikandungnya. DAFTAR PUSTAKA 1.

2.

3.

4.

5.

6.

Carrotte P. „„Practice Endodontics: Part 7 Preparing The Root Canal.‟‟ British Dental Journal. 197:10(2004):603-613. Hulsmann M, Peters OA, Dummer PMH. „„Mechanical Preparation of Root Canals: Shaping Goals, Techniques and Means‟‟ Endodontic Topics, 10(2005):3076. Zehnder M. „„Root Canal Irrigants.‟‟ Journal of Endodontic. 32:5(2006):389-398. Torabinejad M. „‟Root Canal Irrigants and Disinfectants.‟‟ Edondontics:Colleages for Excellence. Chicago: American Association of Endodontics, 2011. Wintarsih O, Partosoedarmo M, and Santoso P. „„Kebocoran Apikal pada Irigasi dengan EDTA Lebih Kecil Dibandingkan yang Tanpa EDTA.‟‟ Jurnal PPDGI. 58:2(2009):14-19. Haapasalo M, Shen Y, Qian W, Gao Y. „‟Irrigation in Endodontics.‟‟

24


7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

Dent Clin N Am. 54(2010):291– 312. Sari LORK. „‟Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya.‟‟ Majalah Ilmu Kefarmasian. 3:1(2006):1-7. Jain P, Ranjan M. „„Role of Herbs In Root Canal Irrigation-A Review.‟‟ Journal of Pharmacy and Biological Sciences, 9:2(2014):6-10. Poeloengan M, Praptiwi. „„Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Gardnia mangostana Linn).‟‟ Media Litbang Kesehatan. 20:2(2010):65-69. Pangabdian F, Soetanto S, Suardita K. „‟The Effective Concentration of Red Betel Leaf (Piper crocatum) Infusion As Root Canal Irrigant Solution.‟‟ Dental Journal. 45:1(2012):12-16. Ramayanti FE, Sudirman A, Prasetyo EP. „‟The Effectiveness of Mangosteen Peel Extracts (Garcinia Mangostana L.) Againts Root Canal Cleanliness.‟‟ Journal Media Conservative Dentistry Journal. 4:1(2014): 12-17. Carrotte P. „„Practice Endodontics: Part 8 Filling The Root Canal System.‟‟British Dental Journal. 197:11(2004):667-672. Young GR, Parashos P, Messer HH. „„The Principles of Techniques for Cleaning Root Canals.‟‟ Australian Dental Journal Supplement. 52:1(2007):52-63. Spencer HR, Ike V, Brennan PA., „„Review: The Use of Sodium Hypochlorite In EndodonticsPotential Complications and Their Management.‟‟ British Dental Journal. 202:9(2007): 555-559. Mulyawati E. „'Peran Bahan Desinfeksi pada Perawatan Saluran Akar.‟‟ Maj Ked Gi. 18:2(2011):205-209. Estrela C, Estrela CRA, Barbin EL, Spanó JCE, Marchesan MA, Pécora JD. „„Mechanism of Action of Sodium Hypochlorite.‟‟ Braz Dent J. 13:2(2002):113-117. MohammadiZ. „„Sodium Hypochlorite In Endodontics: An Update Review.‟‟ International Dental Journal, 58:2008:329-341.

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

18. Aubut V, Pommel L, Verhille B, Orsière T, Garcia S, About I, Camps A. „„Biological Properties of a Neutralized 2,5% Sodium Hypochlorite Solution.‟‟ Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 109:2(2010):120-125. 19. Cheeke PR. ‟‟Actual and Potential Applications of Yucca Schidigera and Quillaja Saponaria Saponins In Human and Animal Nutrition.‟‟ Journal of Animal Science.77(2000):1-10. 20. Francis G, Kerem Z, Makkar HPS, Becker K. „„The Biological Action of Saponins In Animal Systems: a Review.‟‟ British Journal of Nutrition, 88:2002:587–605. 21. Drukteinis S, Balciuniene I. „„A Scanning Electron microscopic Study of Debris and Smear Layer Remaining Following Use of AET Instruments and K-flexofiles.‟‟ Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial Journal. 8:3(2006):7075.

25


Literature Study

PEMANFAATAN INTERAKSI BIOPHYSICAL TRANSDUCTION ANTARA EMF, OSTEOBLAS, DAN OSTEOKLAS SEBAGAI TERAPI PENYAKIT PERIODONTAL WANITA MENOPAUSE 1

Jauharotul Millah , Amalia Hanum Marissa

1

1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya

ABSTRAK Latar Belakang: Di Indonesia sebanyak 23% wanita menopause yang berusia 50-80 tahun mengalami osteoporosis. Ada semakin banyak bukti bahwa osteoporosis dan hilangnya masa tulang mendasari karakteristik penyakit periodontal. Tujuan: Mengetahui manfaat dari interaksi Biophysical Transduction antara EMF, osteoblas, dan osteoklas sebagai terapi penyakit periodontal pada wanita menopause. Pembahasan: Penyakit periodontal pada wanita menopause berkaitan erat dengan faktor resiko osteoporosis. Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan penurunan densitas massatulang. Gambaran radiograf osteoporosis pada tulang rahang menunjukkan penurunan kepadatan tulang kortikal, lamina dura menipis, dan trabekula semakin jarang. Terjadinya osteoporosis pada wanita menopause berhubungan dengan keadaan hipoestrogen. Hormon estrogen yang dihasilkan di folikel ovarium bekerja langsung pada osteoblas dengan meningkatkan sekresi kalsitonin yang akan menghambat resorpsi tulang. Keadaan hipoestrogen pada wanita menopause akan menyebabkan peningkatan aktivitas osteoklas dan penurunan aktivitas osteoblas. Electromagnetic field (EMF) dapat mengontrol proliferasi dan diferensiasi osteoklas melalui perubahan frekuensi. EMF berpotensi mengaktifkan osteoblas secara langsung melalui jalur kalsium dimana akan mencegah hilangnya tulang pada model osteoporosis yang diinduksi secara hormonal. Sel dan jaringan dapat merespon berbagai macam sinyal ekstraseluler, termasuk medan elektromagnetik. Mekanisme interaksi Biophysical Transduction antara EMF dan jaringan biologis dilihat melalui pendekatan linear physicochemical. Ion/ligan mengikat pada sel dan junction yang memodulasi rangkaian proses biokimia menghasilkan proses fisiologis yang dapat diamati. Kesimpulan: Interaksi Biophysical Transduction antara EMF, osteoblas, dan osteoklas dapat dijadikan terapi penyakit periodontal pada wanita osteoporosis pasca menopause. Kata kunci:Biophysical Transduction,EMF, osteoblas, osteoklas, penyakit periodontal.

ABSTRACT Background: In Indonesia, as much as 23 % of menopausal women aged 50-80 years have osteoporosis. There is increasing evidence that osteoporosis, and the underlying loss of bone mass characteristic of this disease, is associated with periodontal disease and tooth loss. Purpose: To determine the usages of biophysical interaction between EMF transduction, osteoblasts, and osteoclasts as periodontal disease therapy for postmenopausal women. Discussion: Periodontal disease in postmenopausal women closely related to risk factors : osteoporosis. Osteoporosis is a bone disease characterized by decreased of bone mineral content. Osteoporosis affects porosity of the mandibular cortical. Osteoporosis in the jawbone showed a decrease in cortical bone density, thinning of the lamina dura, and trabecular more rarely seen through radiographs. The occurrence of osteoporosis in postmenopausal women associated with the hipoestrogen circumstances. The estrogen hormone is produced in ovarian follicles works directly on osteoblasts by increasing the secretion of calcitonin which will inhibit

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

26


bone resorption. Hipoestrogen circumstances in menopausal women will causing an increase in osteoclast activity and decreased osteoblast activity. Electromagnetic fields (EMF) could control the proliferation and the differentiation of osteoclasts through the frequency changes. EMF potentially activate osteoblasts directly through the calcium pathway which will prevent bone loss in osteoporosis model induced by hormonal. Cells and tissues can respond any variety of the extracellular signals , including the electromagnetic fields. Mechanism interaction of the biophysical transduction between EMF and biological tissues viewed through approachment from linear physicochemical. Ion / ligand binding on the cell and junction which can modulate the series of biochemical processes can produced the physiological processes that can be observed. Conclusion: Electromagnetic fields (EMF) can control cell proliferation and osteoclast differentiation through the changing in the frequency and can activated osteoblasts. Keywords: biophysical transduction, EMF, osteoblast, osteoclast, periodontal disease.

1. 1.1.

PENDAHULUAN Latar Belakang Insidensi osteoporosis pada wanita pasca menopause terus meningkat seiring dengan tingginya populasi lansia. Standar utama untuk mendiagnosa osteoporosis adalah dengan pengukuran bone mineral density (BMD) menggunakan dual energy [2] x-ray absorptiometry (DXA). Perhimpunan Osteoporosis Indonesia melaporkan sebanyak 90% wanita sudah memiliki gejala osteoporosis, sedangkan 32,3% wanita sudah menderita osteoporosis dan sebanyak 23% wanita menopause yang berusia 50-80 tahun [1] mengalami osteoporosis. Penyakit periodontal adalah inflamasi kronis yang menyebabkan kerusakan jaringan [3] penyangga gigi. Osteoporosis maupun penyakit periodontal merupakan penyakit yang merusak tulang.Banyak studi menyebutkan bahwa osteoporosis atau rendahnya BMD seseorang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit [2] periodontal. Terjadinya osteoporosis pada wanita menopause berhubungan dengan keadaan hipoestrogen yang akan menyebabkan peningkatan aktivitas osteoklas dan penurunan aktivitas osteoblas. Penelitian yang dilakukan Nakamura dkk. pada tikus betina yang mana reseptor estrogennya dihilangkan, menunjukkan penurunan volume tulang [4,5] karena terjadi peningkatan osteoklas. Stimulasi electromagnetic field (EMF) telah tercatat dapat mengobati masalah sistem muskuloskeletal. EMF dapat mengontrol proliferasi dan diferensiasi osteoklas melalui perubahan frekuensi dan berpotensi mengaktifkan

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

osteoblas secara langsung melalui jalur kalsium. Adapun sel dan jaringan tubuh dapat merespon berbagai macam sinyal ekstraseluler,termasukmedan elektromagnetik. Melalui biophysical transduction,sinyalEMF dari eksposuryang diberikan pada benda yang diamati dapat diprediksi [6,7] menimbulkanefekfisiologisklinis. Berdasarkan teori di atas, penulis ingin membahas suatu inovasi terapi penyakit periodontal dengan memanfaatkan interaksi biophysical transduction antara EMF, osteoblas, dan osteoklas, sehingga apabila dapat dikembangkankedepannya angka penyakit periodontal pada wanita osteoporosis pasca menopause dapat berkurang. 1.2.

Tujuan Untuk melakukan studi pustaka serta mengetahui manfaat interaksi biophysical transduction antara EMF, osteoblas, dan osteoklas sebagai terapi penyakit periodontal pada wanita osteoporosis pasca menopause. 2. 2.1.

PEMBAHASAN Biophysical Transduction Biophysical Transduction pada umumnyaadalahion/ligan yang mengikat padaselpermukaanyangdapat memodulasiproses biokimia sehingga mengakibatkanefekfisiologispada benda yang diamati.Mekanismebiofisikyang terjadi dapat menjelaskanberbagaimacamhasil yang dilaporkandan memungkinkan sinyal eksposur EMF dapat [6,7] menimbulkanefekfisiologisklinis.

27


Efek biologiselektromagneticdarisinyal yang relatif lemah(di bawahpemanasan daneksitasiambang batas) dapat diproduksi oleh variasi waktu medan listrikE(t) serta dari induksi akibat terapan variasi waktu medan magnettersebut B(t).Sejumlahbesar dari perangkatkliniselektromagnetikyang digunakan saat ini (terutamauntuktulang danperbaikan luka) menginduksi1[7] 100mV/cmpuncakEdi lokasipengobatan. Berbagai konfigurasimedan magnetditransduksibiofisikdapatmenghasil kan efekfisiologisyang menguntungkanuntuk kondisiberagam sepertisakit kronisdanakut, luka kronisdanpatah tulang. Hal ini dapat dicapai dengan baik apabila digunakan dengan intensitas rendah,non-termal,tidak dengan paparan dengan waktu yang sangat lama, dan memiliki konfigurasi [7] dengan rentang frekuensi yang luas. 2.2.

Electromagnetic Field (EMF) Stimulasi elektrik telah banyak diaplikasikan dalam kesehatan terutama untuk proses perbaikan jaringan. Banyak penelitian dilakukan oleh ahli bedah tulang untuk meningkatkan proses perbaikan tulang setelah fraktur, dengan cara aplikasi langsung elektroda atau dengan menginduksi arus elektromagnetik atau dengan membuat ikatan antar tegangan [8] listrik. EMF dapat meningkatkan atau menghambat diferensiasi osteoklastik dengan cara mengontrol frekuensi elektromagnetik.Exogenously electromagnetic fields (EMF) mempengaruhi metabolisme tulang seperti osteogenesis dan osteopenia [6] dengan in vivo. Waktu yang bervariasi medan elektromagnetik yang terdiri dari bentukrektangular atau arbitrary waveforms disebut sebagai pulsing electromagnetic fields (PEMF), arus termodulasi oleh gelombang frekuensi radio, terutama berkisar pada 15-40 MHz, disebut pulsed radio frequency fields (PRF) dan frekuensi rendah sinusoidal bentuk gelombang (<100Hz) telah ditunjukkan untuk meningkatkan penyembuhan bila digunakan terapi tambahan untuk berbagai cedera muskuloskeletal. Mekanisme kerja dari sinyal EMF pada tingkat molekuler dan seluler sekarang jauh lebih baik dipahami

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

dan sangat menunjukkan ion/ligan yang terikatdalam kaskade bisa menjadi jalur transduksi sinyal (biophysical transduction).Dengan meningkatnyadosis harianrata-rata, waktu yanglebih pendekadalah waktu untukpenyembuhan. EMFyang diaktivasi selama8jam/hari dalam inkubator dapat mengekspresikan fenotip osteoblas berdasarkan aktivitas spesifik ALP (alkaline phosphatase), dan mencapai puncaknya setelah 20 hari, dan terjadi puncak peningkatan osteokalsin [7,8] pada hari ke 24. Pada pendekatan in vivo, EMF meningkatkan induksi osteogenesis dengan demineralisasi matrik tulang (DMB), pada tahap selanjutnya akan meningkatkan masa [24] kartilago. 2.3.

Osteoblas Osteoblas adalah sel-sel pembentuk tulang yang berasal dari selsel stem mesenkimal. Protein tulang, platelet-derived growth factor, fibroblast growth factor, dan transforming growth factor B merupakan faktor penting dalam menstimulasi pertumbuhan osteoblas dimana kemudian osteoblas menjadi [12] osteosit. Osteoblasmuncul darisel stromamultipotendisumsum tulangdan menghasilkanmatriks tulangselama pengembangan, setelah cederatulang, dan selamaremodeling tulang [6] normal. Osteoblas bertanggung jawab pada pembentukan serabut kolagen dan substansi dasar yang menyusun matriks organik tulang (osteosit). Penampakan sel-sel ini bervariasi sejalan dengan aktivitasnya. Aktivitasnya berkaitan dengan adanya osteogenesis. Osteoblas berasal dari prekursor sel stroma di sumsum tulang. Sel-sel ini menyekresikan sejumlah besar kolagen tipe I, protein matriks tulang yang lain, dan fosfatase alkali. Sel-sel ini berdeferensiasi menjadi [11,12] osteosit. 2.4.

Osteoklas Osteoklas adalah sel yang berinti banyak yang terlibat dalam proses resorbsi tulang. Sel-sel ini sering terletak pada cekungan dangkal pada permukaan tulang (Howshipâ€&#x;s lacunae).Osteoklas merupakan sel yang besar mengandung banyak nucleus (dapat sampai 100), banyak mengandung badan golgi dan [11] mitokondria.

28


Osteoklas adalah sel raksasa berinti yang berasal dari sel-sel hematopoietic darimonosit-makrofag disumsum tulangdanmenyerapmatriks tulang. Osteoklas berasal dari sel-sel prekusor pada monosit menarche lineage sistem hemopoetik. Osteoklas diaktifkan untuk mereabsorbsi tulang dan kemudian mengalami apoptosis. Sitokin, hormon sistemik serta keadaan di sekitar tulang berperan dalam pembentukan osteoklas melalui produksi macrophage colonystimulating factordan reseptoractivator of nuclear-kB ligand (RANKL)oleh sel-sel [6,10] stroma atau osteoblas. Osteoklas berfungsi mereabsorbsi tulang pada keadaan normal maupun keadaan patologis dengan mensekresi protease yang melarutkan matriks tulang, dan menghasilkan asam, yang melepaskan mineral tulang ke ruang ekstraselular di bawah membran plasma osteoklas.Membran plasma ini berhadapan langsung dengan permukaan tulang.Perlekatan osteoklas dengan permukaan tulang sangat penting dalam proses resorpsi tulang karena ada faktorfaktor yang menghambat resorpsi tulang [10] seperti chatepsin k. Ketidakseimbanganosteoblasdanos teoklasfungsidapatmengakibatkankelainan tulangyang ditandai dengan peningkatan (osteopetrosis) atau menurun (osteoporosis) massa tulang matriks [6] tulang. 2.5.

Osteoporosis Osteoporosis adalah suatu kondisi tulang yang bercirikan pengurangan densitas massa dan perburukan mikro arsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan resiko kejadian patah tulang meningkat. Insidensi osteoporosis postmenopause terus meningkat seiring [15] dengan meningkatnya populasi lansia. Osteoporosis adalah ancaman kesehatan yang mempengaruhi lebih dari setengah penduduk berusia diatas 50 tahun.Darilaporan Perhimpunan Osteoporosis Indonesia, sebanyak 41,8% laki-laki dan 90% perempuan sudah memiliki gejala osteoporosis, 28% laki-laki dan 32,3% perempuan diantaranya telah [17] mengalami osteoporosis. Menurunnya massa tulang dan memburuknya arsitektur jaringan tulang ini, berhubungan erat dengan proses remodelling tulang yaitu terjadi

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

abnormalitas bone turnover. Pada remodeling, tulang secara kontinyu mengalamipembentukan dan penyerapan. Sel yang bertanggung jawab dalam proses pembentukan disbut osteoblas, sedangkan sel yang bertanggung jawab dalam proses penyerapan disebut osteoklas. Pertumbuhan dan penyerapan tulang terjadi keseimbangan pada usia 3040 tahun. Keseimbangan ini terganggu dan lebih berat kearah penyerapan ketika wanita mencapai menopause dan ketika pria mencapai usia 60 tahun. Peningakatan proses penyerapan tulang pada wanita pasca menopause antara lain disebabkan oleh karena defisiensi hormon estrogen,yang lebih lanjut akan merangsang keluarnya mediator-mediator yang berpengaruh pada aktivitas sel osteoklas. Secara tidak langsung estrogen juga mempengaruhi deferensiasi, aktivasi, [13,14] maupun apoptosis osteoklas. Perubahan hormonal selama menopause, perempuan lebihrentan terhadap penyakit periodontal. Terutamajika tidak terpenuhi dalam periode ini wanita menunjukkan [2] peningkatan risiko periodontitis. 2.6.

Menopause Menopause merupakan fase dalam kehidupan seorang wanita yang ditandai dengan beberapa perubahan fisiologis antara lain berhentinya masa subur, keluhan di bidang vasomotor, somatic, urogenitas, dan juga psikis. Masa klimakterium dari menopause ini berlangsung secara bertahap yaitu pre menopause, menopause, dan post [15,18] menopause. Ovulasi yang terhenti disaat menopause disebabkan tidak adanya respon oosit ovarium. Menopause bersamaan dengan penurunan estrogen menjadi 1/10 dari jumlah sebelumnya. Penurunan hormon estrogen akan berlangsung dimulai pada awal masa klimakterium dan makin menurun pada menopause, serta mencapai kadar terendah pada saat post menopause. Gejala-gejala yang umum terjadi pada wanita menopause adalah gejala fisik seperti ketidakteraturan siklus haid, hot fluses atau rasa panas pada wajah, leher dan dada yang berlangsung selama beberapa menit, berkeringat di malam hari, susah tidur, gangguan libido, sakit kepala, gejala osteoporosis dsb.

29


Sedangkan gejala psikologis seperti mudah tersinggung, cemas, depresi, sering lupa, dan susah berkonsentrasi. [15,21]

2.7.

Penyakit Periodontal Penyakit periodontal adalah suatu inflamasi kronis pada jaringan pendukung gigi (periodontium). Penyakit periodontal dapat mengenai gingiva (gingivitis) atau dapat menyerang struktur yang lebih dalam (periodontitis). Umumnya, penyakit periodontal bersifat kronis sehingga keluhan atau gejala yang timbul baru disadari oleh penderitanya apabila keadaan sudah lanjut. Beberapa macam faktor yang menyebabkan penyakit periodontal mulai dari dari faktor lokal, faktor sistemik serta faktor hormonal. Pada faktor hormonal, penyakit periodontal sering ditemukan khususnya pada wanita. Dimana peran faktor kandungan hormon seperti estrogen dan progesteron akan membentuk suatu pembengkakan pada gingiva sehingga bisa menyebabkan terjadinya gingivitis [19,20] dan periodontitis tersebut. Menopause menyebabkan beberapa perubahan fisiologis dalam tubuh berkaitan dengan defisiensi estrogen, yaitu osteoporosis. Penyakit periodontal memiliki kemiripan dengan osteoporosis yaitu akan tampak kelainannya apabila sudah tahap lanjut. Identifikasi atau diagnosis penyakit osteoporosis dan penyakit periodontal dengan menggunakan pemeriksaan klinis dan konvensional hanya dapat melihat [16,20] kerusakan tahap lanjut penyakit ini. Pada wanita usia pertengahan adanya osteoporosis dan periodontitis dihubungkan dengan ketidakseimbangan proses remodeling tulang yang disebabkan oleh gangguan hormon estrogen dan asupan kalsium. Hormon estrogen ini mempunyai reseptor di jaringan periodontal dan tulang yang mana pada jaringan periodontal dan tulang akan membantu dalam proses remodeling tulang dan jaringan periodontal terutama pada proses pembentukan. Hormon estrogen telah terbukti dapat meregulasi proliferasi [16] fibroblas dan osteoblas.

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

2.8.

Biophysical Transductionsebagai Terapi Penyakit Periodontal Wanita Menopause Pada wanita pasca menopause, wanita akan mengalami keadaan kekurangan hormon estrogen bahkan bisa sama sekali tidak memproduksi estrogen. Sehingga kondisi ini menyebabkan beberapa perubahan fisiologis salah satunya yaitu osteoporosis.Penyakit periodontal memiliki kemiripan dengan osteoporosis berkaitan dengan ketidakseimbangan proses remodelling tulang yang disebabkan oleh gangguan hormon estrogen dan asupan kalsium. Hal ini disebabkan peran estrogen yang terbukti dapat membantu dalam proses remodelling tulang dan jaringan periodontal terutama pada proses proliferasi fibroblas dan osteoblas. Apabila hormon estrogen sedikit atau berhenti produksi, maka proliferasi fibroblas dan osteoblast berkurang, dan proliferasi osteoklas meningkat sehingga remodelling tulang terganggu sehingga bermanifestasi pada beberapa penyakit tulang seperti osteoporosis maupun penyakit periodontal. Adapun stimulasi EMF yang terbukti dapat mengontrol diferensiasi osteoklas dan berpotensi mengaktifkan osteoblas dapat menjadi salah satu alternatif terapi osteoporosis maupun penyakit periodontal. Pada keadaan seperti ini, EMF akan berperan menggantikan hormon estrogen yang telah berhenti diproduksi. Selain itu, EMF sangat kompatibel dengan fisiologis tubuh dikarenakan sel dan jaringan dapat merespon berbagai macam sinyal ekstraseluler. EMF juga telah terbukti menjadi alternatif berbagai terapi farmakologikal yang tidak beracun dan tidak memiliki efek saming negatif. Sedangkan biophysical transduction adalahionyang memberikan efekfisiologis klinispada sel dan jaringan sertadapat memprediksisinyalEMF, dengan berbagai konfigurasi medan magnet yang diatur dengan tepat baik jumlah eksposur, intensitas waktu, maupun frekuensinya. Mekanisme kerja dari sinyal EMF pada tingkat molekuler dan seluler sangat menunjukkan ion/ligan yang terikat dalam kaskade bisa menjadi jalur biophysical transduction. Berdasarkan pemikiran di atas, penulis menggagaskan suatu inovasi

30


alternatif terapi pada pasien penyakit periodontal, khusunya pada wanita pasca menopause, dengan memanfaatkan interaksi biophysical transduction antara EMF, osteoblas, dan osteoklas sebagai terapi penyakit periodontal wanita menopause. Optimalisasi interaksi tersebut dapat didapatkan dengan: a. Intensitas rendah, non-termal, tidak dengan paparan dengan waktu yangsangat lama, dan memiliki konfigurasi dengan rentang frekuensi [7] yang luas. b. Pulsa EMF yang termodulasi pada frekuensi gelombang radio berkisar pada 15-40 MHz, dan pada frekuensi gelombang sinusoidal yaitu <100 [22,23] Hz. c. Arus DC (direct current) sebesar 5100 µA cukup untuk menstimulasi osteogenesis (proliferasi [24] osteoblast). d. Gelombang sinus sebesar 20-200 kHz dapat digunakan untuk menginduksi 1-100 mV/cmelectrical field pada sisi [7] tulang yang diperbaiki. e. Besarnya aliran magnet yang digunakan sebesar 0,1-20 G, dengan induksi sebesar 150 mV/cm medan listrik, menggunakan metode penggabungan kapasitas (capacitive coupling/CC) yang menempatkan elektroda pada kulit luar di sisi berlawanan dari target, sebesar diameter 3 cm (seperti daerah fraktur, [7] dsb). f. Paparan efektif secara in vivo terjadi setelah terapi selama 24 hari dengan paparan EMF selama 8 jam per [24] hari. g. Stimulasi induksi osteoblas pada akhirnya didapatkan dari adanya [24] lingkungan osteogenik.

umum, namun belum spesifik pada tulang rahang dan jaringan periodontal, sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui intensitas, frekuensi, dan waktu yang efektif terhadap jaringan periodontal. Dalampengembangannya, dibutuhkan kerjasama berbagi disiplin ilmu pengetahuan, agar tercipta instrumentasi yang efektif dan memberikan dampak sesuai yang diinginkan.

3.

6.

KESIMPULAN Paparan EMF (electromagnetic field) dengan memanfaatkan interaksi biophysical transduction dengan osteoblas dan osteoklas dapat menjadi alternatif terapi penyakit periodontal kronis pada wanita pasca menopause. Hasil yang optimal dapat dilakukan dengan intensitas rendah, non-termal, tidak dengan paparan dengan waktu yang sangat lama, dan memiliki konfigurasi dengan rentang frekuensi yang luas. Sejauh ini, terapi EMF telah sukses diberikan pada perbaikan tulang secara

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

DAFTAR PUSTAKA 1.

2.

3.

4.

5.

7.

Tandra, Hans.2009. Osteoporosis Mengenal, Mengatasi, dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Esfahanian V, Shamami MS, Shamami MS. “Relationship Between Osteoporosis and Periodontal Disease: Review of the Literature.” Journal of Dentistry, Tehran University of Medical Sciences. 9:4(2012). White MG. The Role of IRS-1 during insulin signaling. dalam: Diabetes Mellitius. 1st ed. Philadelophia, New York: Lippincott-Raven Pub.,2004.154-6. Martin-Millan M,Almeida M, Ambrogini E, Han L, Zhao H, Weinstein RS,Jilka RL, O‟Brien CA, Manolagas SC. “The Estrogen Receptor-in Osteoclasts Mediates the Protective Effects of Estrogens on Cancellous But Not Cortical Bone.” Mol Endocrinol,24:2(2010): 323-334 mend.endojournals.org. Saygun I, Kubar A, Ozdemir A, Slots J. “Periodontitis lesions are a source of salivary cytomegalovirus and Epstein-Barr virus.” J Periodontal Res. 40:2(2005):187-91. Chang K, Chang WHS, Huang S, Huang S, Shih C. “Pulsed Electromagnetic Fields Stimulation Affects Osteoclast Formation by Modulation of Osteoprotegerin, RANK Ligand and Macrophage Colony-Stimulating Factor.” Journal ofOrthopedicResearch, 23 (2005): 1308-1314. Arthur A, PIlla. Mechanisms and Therapeutic Applications of TimeVarying and Static Magnetic Fields. Handbook of Biological Effects of rd Electromagnetic Fields, 3 Edition.

31


8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

Barnes F, Greenebaum B, eds, CRC Press, 2006. Pickering SAW,Scammell BE. "Electromagnetic fields for bone healing.”The international journal of lower extremity wounds. 1:3(2002): 152-160. Dimitriou R, Babis GC. "Biomaterial osseointegration enhancement with biophysical stimulation.”J Musculoskelet Neuronal Interact. 7:3(2007): 253-265. Herijulianti E, Indriani, Suasti IT, Sri A. 2002.Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC. Ganong WF. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 14. Terjemahan Petrus Andrianto dari “Review of Medical Physiology”. Jakarta:EGC. Hal:366-377. Djuwita F, Defrizal. “Radiasi pada Metatastasis Tulang.” Indonesia Cancer Journal, 4(2007): 135-139. Kawiyana, Siki IK. “Osteoporosis Patogenesis Diagnosis dan Penanganan Terkini.” Jurnal Penyakit Dalam. 4:2(2009). Manolagas SC, Jilka RL. “Bone Marrow Cytokines and Bone Remodeling Emerging Insight into The Pathophysiology Of Osteoporosis.” N Eng J Med.332(5):3(1995): 05-10. Rohmatika, Dewi dkk. “Pengaruh Usia Menarche terhadap Usia Menopause pada Wanita Menopause di Desa Jingkang Babakan Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Tahun 2012.” Jurnal Kebidanan. 3:2(2012). Wulan A. 2013. Deoxypiridinoline sebagai Salivary Biomarker Resorpsi Tulang Penyakit Periodontal disertai Osteoporosis. Permatasari, Defitaria dkk. 2012. Hubungan Aktivitas Fisik dan Terjadinya Osteoporosis pada WanitaPasca Menopause di Poliklinik Bedah Tulang RSUD Dokter Soedarso Pontianak. Soedirham O, Sulistyowati M, Devy SR.“Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perempuan Dalam Menghadapi Menopause.” J. Penelit. Med. Eksakta. 7:1(2008): 70-82.

19. Lebukan, Jaica Penyebab

B.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

Periodontal.Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hassanuddin,Makassar,2013. Dharmayanti S. “Deoxypyridinoline level in gingival crevicular fluid as alveolar bone loss biomarker in periodontal disease.” Dental Journal, 45:2(2012): 102-106. Sugiyarti LR, Widyawati S, Br R. “Pengaruh Kepercayaan Diri Dan Dukungan Keluarga Terhadap Kecemasan Menghadapi Menopause Pada Ibu Rumah Tangga.”Jurnal Penelitian Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (JP3B).1:1(2012). Akai M, Hayashi K. “Effect of Electrical Stimulation on Musculoskeletal Systems:A Metaanalysis of Controlled Clinical Trials.”Bioelectromagnetics. 23(2002): 132-143. Akai M, Kawashima N, Kimura T, et al. “Electrical Stimulation as An Adjunct to Spinal Fusion: A meta Analysis ofcontrolled Clinical Trials.”. Bioelectromagnetics. 23(2002):496504. Z.Schwartz, B.J.Simon, M.A.Duran, G.Barabino, R.Chaudhri, B.D.Boyan.“Pulsed Electromagnetic Fields Enhance BMP-2 Dependent Osteoblastic Differentiation of Human Mesenchymal Stem Cells.” Journal of Orthopaedic Research. September 2008. Black J. Electrical Stimulation:Its Role in Growth, Repair, and Remodeling of the Musculoskeletal System. New York: Praeger; 1987.

Faktor-faktor Penyakit

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

32


Literature Study

PERAN PERIODONTITIS TERHADAP PATOGENESIS PENYAKIT ALZHEIMER 1

1

Nadia Desty Fadhilah , Rahmi Ulfiana , Frisky Amanda 1 Putri 1

Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia, Depok

ABSTRAK Latar Belakang: Periodontitis merupakan infeksi pada jaringan periodonsium oleh bakteri yang ditandai dengan kehilangan perlekatan dan penurunan tulang alveolar. Prevalensi penyakit periodontal di Indonesia menduduki peringkat kedua penyakit gigi dan mulut yaitu sebesar 60% (Depkes 2011). Periodontitis kronis diketahui terlibat sebagai faktor yang berpengaruh pada patogenesis dari beberapa penyakit sistemik seperti diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa bakteri periodontitis juga berperan dalam patogenesis penyakit Alzheimer. Tujuan: Studi pustaka ini bertujuan untuk menelaah peran periodontitis terhadap patogenesis penyakit Alzheimer. Pembahasan: Alzheimer merupakan suatu penyakit degeneratif ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif akibat inflamasi sel saraf sehingga berujung pada kematian sel saraf. Periodontitis diduga dapat menyebabkan inflamasi pada susunan saraf pusat melalui 2 mekanisme, yakni melalui mediator kimia dan melalui invasi bakteri periodontitis. Endotoksin dari bakteri periodontal dan sitokin proinflamasi dari host/penjamu meningkat pada pasien periodontitis. Mediator kimia ini memiliki kemampuan untuk menyebar melalui pembuluh darah dan menembus blood brain barrier (BBB) kemudian menginvasi cerebrum. Keberadaan mediator proinflamasi pada bagian cerebrum mengaktifasi sel mikroglia yang dapat mematikan sel-sel saraf. Selain itu, Periodontitis juga ditandai dengan akumulasi bakteri anaerob gram-negatif dalam jumlah besar pada plak gigi. Bakteri tersebut dapat langsung masuk dalam aliran darah dan menginvasi sistem saraf pusat. Adanya inflamasi akibat mediator kimia maupun invasi bakteri pada sistem saraf pusat dapat menginisiasi terjadinya penyakit Alzheimer. Kesimpulan: Periodontitis berperan dalam patogenesis penyakit Alzheimer. Kata Kunci: periodontitis, patogenesis, mediator kimia, bakteri anaerob, Alzheimer.

ABSTRACT Background: Periodontitis is bacterial infection in periodontium which is marked by the gingival loss of attachment and alveolar bone reduction. In Indonesia, the prevalence of periodontal disease was ranked second oral disease that is equal to 60% (Ministry of Health 2011). Periodontitis is known to be involved in pathogenesis of some systemic disease, such as diabetes melitus and cardiovascular disease. Recent studies report that periodontitis play a role in pathogenesis of Alzheimer. Aim: Thisliterature studypurposed to examine the roleof chronicperiodontitisin the pathogenesis ofAlzheimer. Discussion: Alzheimer is a degenerative disease showing cognitive impairment as an effect of neuroinflammation that lead to neuron atrophy. Periodontitis is suspected to cause the inflammation in central nervous system by two mechanisms, through chemical mediator and direct invasion of the bacteria. Bacterial endotoxine and hostâ€&#x;s inflammatory cytokine are increased in patients with periodontitis. These chemical mediators have an ability to spread through blood vessels, penetrate the blood brain barrier (BBB) and invade the cerebral region. The proinflammatory mediator in cerebrum activate the microglia cell that can cause neuron atrophy. Periodontitisis also characterizedbythe accumulation ofgramnegative anaerobic bacteriain large quantitiesindental plaque. These bacteria can invade the central nervous system through the blood stream. The presence of inflammation

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

40 33


caused by chemical mediator and bacterial invasion initiate Alzheimer. Conclusion: Chronicperiodontitisplay a role inthe pathogenesis ofAlzheimer. Keywords: periodontitis, Alzheimerâ€&#x;s disease

pathogenesis,

1.

PENDAHULUAN Prevalensi penyakit periodontal di Indonesia menduduki peringkat kedua penyakit gigi dan mulut yaitu sebesar 60% (Depkes, 2011). Secara spesifik, penyakit periodontal yang menjadi perhatian utama ialah periodontitis. Periodontitis biasanya menyerang orang dewasa dengan kesehatan dan kebersihan mulut yang tidak terjaga. Penyakit ini menimbulkan kerusakan pada jaringan periodontal, yakni jaringan penyangga gigi. Dampak klinis dari periodontitis dapat berupa poket gigi yang dalam, yang jika faktor etiologinya tidak dieliminasi akan mengalami destruksi yang berkelanjutan. Etiologi dari periodontitis adalah bakteri yang berasal dari akumulasi plak. Periodontitis yang terus dibiarkan juga memiliki kemungkinan terjadinya penyebaran bakteri ke organ tubuh lainnya dan menyebabkan penyakit [1] sistemik. Berbagai penelitian telah dilakukan guna memperdalam jangkauan ilmu pengetahuan mengenai keterlibatan periodontitis dalam patogenesis berbagai penyakit sistemik. Salah satu penyakit sistemik yang menjadi highlight dari jenis penelitian ini ialah penyakit alzheimer. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Singhrao (2015), Sejumlah Bakteri patogen tersebut adalah bakteri yang berasal dari genus Treponema. Bakteri Treponema denticola merupakan salah satu jenis bakteri yang dominan jumlahnya pada penderita periodontitis. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa sedikitnya terdapat 1 jenis bakteri patogen periodontitis dalam 14 dari 16 kasus Alzheimer. Alzheimer merupakan penyakit neurogeneratif dengan gejala berupa gangguan kognitif memori, bahasa, visuospatial, fungsi eksekutif, dan dapat berakhir dengan kematian. Alzheimer banyak diderita oleh orang-orang usia lanjut, yang memang telah mengalami berbagai penurunan fisiologis pada organorgan tubuhnya. Setiap penderita penyakit alzheimer memiliki cerita tersendiri

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

chemical

mediator,

anaerobic

bacteria,

mengenai patogenesis yang dialaminya. Hal ini karena etiologi dari penyakit alzheimer yang bermacam-macam. Salah satu hal yang dicurigai merupakan etiologi dari penyakit alzheimer ialah [2,3] periodontitis. Di sisi lain, Indonesia saat ini mengalami pergeseran pola piramida penduduk, dimana menurut data dan perkiraan Depsos pada tahun 2025 angka kelahiran dapat ditekan serta perbaikan fasilitas dan standar kesehatan terus dilakukan sehingga angka harapan hidup terus mengalami peningkatan. Dengan demikian, populasi penduduk lanjut usia akan meningkat. Bertambahnya jumlah lansia diIndonesia berpotensi meningkatkan jumlah penderita penyakit Alzheimer dari angka sebelumnya, yaitu [1] 18,8 juta penderita. Adanya bukti penelitian yang menyebutkan kemungkinan keterkaitan antara periodontitis dan penyakit alzheimer, Tingginya angka prevalensi penyakit alzheimer di Indonesia, dan tendensi meningkatnya populasi lansia di Indonesia memicu penulis untuk membuat tulisan dengan topik ini. Hal ini dimaksudkan agar pengetahuan di bidang kedokteran gigi semakin luas sehingga dokter gigi dapat berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia. 2.

PEMBAHASAN Akumulasi plak pada gigi dan mukosa merupakan etiologi utama penyebab periodontitis. Adanya antigen dan produk yang dihasilkan bakteri memicu inflamasi dan aktivasi sistem imun. Hal ini akan mempengaruhi metabolisme jaringan ikat dan tulang yang apabila berlanjut, akan terbentuk poket periodontal yang lebih dalam dan kerusakan jaringan yang lebih luas. Poket periodontal yang dalam didominasi oleh bakteri anaerob dan gram negatif seperti Prophyromonas ginggivalis dan Treponema denticola. Keberadaan bakteri beserta produk kimia yang dihasilkannya akan merangsang epitel poket periodontal

34


untuk menghasilkan neuropeptida. Neuropeptida ini akan menginduksi vasodilatasi pembuluh darah. Vasodilatasi pembuluh darah dan kimianya masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebabkan [12] inflamasi sistemik. Otak merupakan bagian dari tubuh yang memiliki sistem imun yang berbeda dari bagian tubuh lainnya. Otak memiliki pelindung berupa blood brain barrier (BBB) yang akan mencegah benda asing menginvasi otak. Namun, otak hanya dilengkapi sistem imunitas bawaan dan tidak dilewati oleh sistem limfa sehingga hanya memiliki sedikit sel dan mediator kimia yang sensitif terhadap antigen. Pada pasien periodontitis, bakteri periodontal masuk ke sirkulasi tubuh dan dapat menginfeksi bagian tubuh lainnya, termasuk otak.Bakteri periodontal memiliki sifat tissue invasive, yaitu kemampuan untuk menghindar dari sistem pertahanan tubuh dan merusak jaringan, termasuk blood brain barrier, sehingga bakteri periodontal dengan mudah menginvasi [10] sel-sel otak. Porphyromonas gingivalis diketahui menghasilkan molekul kimia yang dapat menginduksi terjadinya agregasi keping darah dan mengakibatkan terjadinya degenarasi pembuluh darah dan berujung pada [10] cerebrovascular atherosclerosis.

Validitas mekanisme ini dibuktikan dengan ditemukannya bakteri patogen periodontitis pada otak penderita penyakit Alzheimer. Bakteri patogen tersebut adalah bakteri yang berasal dari genus Treponema. Bakteri Treponema merupakan salah satu jenis bakteri yang dominan jumlahnya pada penderita periodontitis. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa sedikitnya terdapat 1 jenis bakteri patogen periodontitis dalam [12] 14 dari 16 kasus Alzheimer. Bakteri periodontal beserta endotoksin yang dihasilkannya akan mengaktifkan respon imunitas bawaan pasien sehingga terjadi pelepasan sitokin oleh sel-sel mikroglia otak. Sitokin yang dilepaskan antara lain interleukin, TNF(Transforming Growth Factor) kemokin (Monocyte Chemotactic Protein, IL-8, Macrophage Migration Inhibitory Factor, [10] Monokine). Pelepasan mediator kimia tersebut akan mengganggu permeabilitas dari BBB dan mengganggu regulasi plak aβp. Pelepasan endotoksin, sekresi sitokin, invasi bakteri periodontal, aktivasi sel mikroglial, peningkatan aβp dan APP akan mengarah pada inflamasi sel otak (neuroinflammation),demyelinasi,kerusaka n blood-brain-barrier dan berujung pada [12] kematian sel otak.

Bagan 1. Mekanisme Periodontitis Mempengaruhi Penyakit Alzheimer

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

35


3.

KESIMPULAN Periodontitis memiliki peranan dalam patogenesis penyakit Alzheimer. Mekanisme patogenesis penyalit ini terjadi secara langsung melalui dua jalur yaitu invasi bakteri periodontal pada otak penderita atau pelepasan mediatormediator sitokin proinflamasi. Hal ini akan memicu terjadinyaneuroinflamasi yang tidak terkontrol sehingga mengarah pada kematian sel saraf dan kerusakan otak. DAFTAR PUSTAKA 1.

2.

3.

4.

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014.23 Oktober 2015<http://www.depkes.go.id/folde r/view/01/structure-publikasipusdatin-info-datin.html>. “AHLI: 18.1 Juta Penderita Alzheimer Bersifat Kemungkinan.” Antara Megopolitan. 2015. 22 Oktober 2015 <http://bogor.antaranews.com/berit a/15055/ahli-181-juta-penderitaalzheimer-bersifat-kemungkinan>. Kementerian Kesehatan RI. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. 2013. 25 Oktober 2015 <http://www.depkes.go.id/resources /download/pusdatin/infodatin/infoda tin-lansia.pdf>. Newman, et al. Caranza‟s Clinical Periodontology. 9th ed. Philadelphia: W.B.Saunders Co, 2002.

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

5.

Willman, Donald E, et al. Foundation of Periodontics for The Dental Hygienist. 2nd Ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins, 2008. 6. Saputri TA, Zala HQ, Arnanda BB, Retno A. “Saliva As an Early Detection Tool for Chronic Obstructive Pulmonary Disease Risk in Patient with Periodontitis.” Journal of Dentistry Indonesia. 17:3(2010): 87-92. 7. Scannapieco FA, et al. “Nosocomial Pneumonia and Oral Health”. Spec Care Dentist, 25:4(2005): 179-187. 8. Newman et al. Caranza‟s Clinical Periodontology, 11 th. Ed. Elsavier: 2012. 9. Lau L, Brodney M, Berg S. Alzheimer's Disease. Berlin: Springer, 2008. 10. Gurav A. Alzheimer's Disease and Periodontitis-an Elusive Link. Rev Assoc Med Bras, 60:2(2012): 173180. 11. “Protein Diyakini Pemicu Alzheimer”. DW.COM. 2015. 25 Oktober 2015 <http://www.dw.com/id/proteindiyakini-pemicualzheimer/a15716434>. 12. Singhrao SK. “Porphyromonas gingivalis Periodontal Infection and Its Putative Links with Alzheimer‟s Disease.” Hindawi Publishin Corporation. 2015. 20 Oktober 2015 <http://www.hindawi.com/journals/ mi/2015/137357/>.

44 36


Literature Study

KOLAGEN SISIK IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) SEBAGAI BARRIER MEMBRANE ALTERNATIF UNTUK MEREGENERASI TULANG ALVEOLAR PADA KASUS PERIODONTITIS 1

1

Adrian Rustam , Amalia Nur Syahbani , dan Andi 1 Muhammad Fahruddin 1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin, Makassar

ABSTRAK Latar Belakang: Periodontitis merupakan penyakit rongga mulut yang mengakibatkan dekstruksi tulang alveolar yang luas bahkan kehilangan gigi sehingga akan berdampak secara signifikan pada aspek sosial, fungsi, dan estetik. Dewasa ini, perawatan periodontitis tidak hanya berfokus untuk mengeliminasi bakteri periopatogen tetapi juga lebih mengarah pada terapi regenerasi tulang alveolar. Salah satu metode terapi regenerasi tulang alveolar adalah Guided Tissue Regeneration (GTR) yang mengandalkan fungsi barrier membrane berbahan kolagen. Kolagen berperan penting dalam proses regenerasi tulang dan biokompatibel. Kolagen murni ternyata banyak terkandung dalam limbah sisik ikan nila. Tujuan: Mengkaji potensi kolagen sisik ikan nila sebagai barrier membrane alternatif untuk meregenerasi tulang alveolar pada kasus periodontitis. Pembahasan: Keberhasilan metode GTR dalam meregenerasi tulang bergantung pada kemampuan eksklusi sel epitel dan jaringan konektif, mempertahankan ruang, serta induksi bekuan fibrin. Regenerasi tulang dengan barrier membrane meliputi tahap osteogenesis, osteoinduksi, osteokonduksi, dan angiogenesis. Tahapan tersebut didukung oleh peran kolagen yang mampu mencegah invasi sel-sel epitel ke area defek tulang sehingga proses angiogenesis dan migrasi sel osteogenik dapat berjalan dengan sempurna. Kolagen sisik ikan nila, yang bersifat kemotaktik terhadap sel epitel dan fibroblas, dapat merangsang dan mempercepat proses pembentukan jaringan tulang baru serta mendukung proses osteokonduksi. Sebagai agen hemostatik, kolagen sisik ikan nila dapat memperkuat perlekatan fibrin selama proses pematangan tulang. Kesimpulan: Kolagen dalam sisik ikan nila berpotensi sebagai barrier membrane untuk meregenerasi tulang alveolar pada kasus periodontitis. Kata kunci : Kolagen, Sisik ikan nila, Barrier membrane, Regenerasi tulang alveolar, Periodontitis

ABSTRACT Background: Periodontitis is one of oral disease which results extensive alveolar bone destruction even tooth loss so it will significantly impact on social aspects, function, and esthetics. Lately, periodontitis treatment is not only focused on eliminating periodontal pathogens but also, more oriented on regenerating alveolar bone. Alveolar bone could be regenereated using Guided Tissue Regeneration Method which rely on the function of collagen-based barrier membrane. Collagen plays an important role in bone regeneration and biocompatible. Pure collagen is abundantly contained in tilapia fish scales. Purpose: To review tilapia fish scale collagenâ€&#x;s potential as an alternative barrier membrane to regenerate alveolar bone in periodontitis cases. Discussion: Successful GTR in bone regeneration relies on the exclusion of epithelium and connective tissue, space maintenance, and fibrin clot induction. Regenerating bone using membrane comprised of osteogenesis, osteoinduction, osteoconduction, and angiogenesis. These stages are supported by collagen that is capable of preventing epithelial cells invasion into bone defect area so angiogenesis process and osteogenic cells migration run perfectly. Tilapia fish scale collagen, which are chemotactic for epithelial cells and fibroblasts, stimulate BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

45 37


and accelerate new bone tissue formation also support osteoconduction proccess. As a hemostatic agent, Tilapia fish scale collagen could strengthen fibrin attachment during bone maturation process. Conclusions: Collagen in tilapia fish scale is potential as barrier membrane to regenerate alveolar bone in periodontitis cases . Keywords : Collagen, Tilapia fish scale, Barrier membrane, Alveolar bone regeneration, Periodontitis

1.

PENDAHULUAN Periodontitis merupakan inflamasi kronis pada jaringan periodontal yang disebabkan oleh infeksi bakteri dan kerap dijumpai di bidang kedokteran gigi.Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI tahun 2011 menyatakan bahwa prevalensi kasus periodontitis cukup tinggi di Indonesia, yakni mencapai [1] 60%. Apabila tidak segera ditangani, periodontitis mengakibatkan kerusakan ligamentum periodontal dan dekstruksi tulang alveolar yang luas bahkan [2] kehilangan gigi. Hilangnya tulang alveolar akan berdampak secara signifikan pada aspek sosial, fungsi, dan estetik. Terapi modern saat ini diharapkan tidak hanya terpusat untuk mengeliminasi bakteri periopatogen atau mengontrol inflamasinya saja tetapi juga mempertimbangkan upaya regenerasi pada jaringan periodonsium utamanya tulang alveolar untuk meningkatkan [3] kualitas host. Salah satu terapi regenerasi tulang yang mutakhir saat ini adalah metode [4] Guided Tissue Regeneration (GTR). Metode ini mengandalkan barrier membrane sebagai perangkat fisik yang berfungsi untuk mencegah migrasi sel dan jaringan yang tidak diinginkan ke area penyembuhan sehingga sel-sel osteogenik dapat menginvasi area tersebut tanpa adanya gangguan dan [5,6] memicu pembentukan jaringan tulang. Di samping itu, barrier membrane menyediakan perlindungan terhadap gumpalan darah (clot) selama fase awal [7] pemulihan. Barrier membrane terbagi menjadi dua jenis yaitu bioresorbable dan nonbioresorbable. Dewasa ini, membran bioresorbable dari bahan alami lebih banyak digunakan daripada membran non-bioresorbable karena memiliki keunggulan yaitu dapat terdegradasi oleh jaringan sehingga operasi pengangkatan membran setelah proses regenerasi selesai tidak diperlukan dan risikopaparan

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

jaringan terhadap kolonisasi bakteri dapat [5,8,9] diminimalkan. Kolagen merupakan salah satu jenis bahan alami barrier membrane bioresorbable yang umumnya berasal dari kulit dan tulang mamalia atau unggas seperti sapi dan babi. Penggunaan kolagen dari sapi, babi dan unggas masih mengkhawatirkan karena merebaknya penyakit unggas dan mamalia. Oleh karena itu, pencarian bahan baku alternatif kolagen dari bahan yang lebih [10] aman sangat diperlukan. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang banyak dibudidayakan di [11] Indonesia. Beberapa penelitian melaporkan bahwa sisik ikan nila ternyata kaya akan kandungan kolagen, [12] khususnya kolagen tipe I. Tujuan karya studi literatur ini adalah untuk mengkaji potensi kolagen sisik ikan nila sebagai barrier membrane alternatif untuk meregenerasi tulang alveolar pada kasus periodontitis. 2. 2.1.

PEMBAHASAN Sisik Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang mengalami peningkatan produksi setiap tahunnya dengan kenaikan rata-rata sebesar 24,76% dari tahun 2007– 2011. Peningkatan produksi ikan nila yang tinggi mengakibatkan produksi limbah sisik ikan [13] juga ikut meningkat. Sisik ikan nila memiliki nilai rendemen kolagen tipe I yang cukup tinggi. Hal ini berdasarkan perbandingan nilai rendemen kering kolagen dari sampel kulit dan sisik ikan lainnya, yakni : kulit ikan sotong(2.0%), sisik ikan sarden(5.0%), sisikikan kerapu(7.0%), dan kulit ikan kakap(9.0%) sedangkan sisik ikan nila menghasilkan rendemen kolagen tipe I sebesar [14] 5,96%. Kolagen tipe I merupakan protein utama penyusun tulang, tendon, kulit, 46 38


ligamen, dan pembuluh darah. Kolagen pada tulang manusia tersusun atas 95% kolagen tipe I yang terbukti berperan [15] dalam memperkuat tulang. Kolagen memiliki kemampuan dalam proses homeostasis, kemotaktik,dan meningkatkan faktor pertumbuhan, serta [16] mendukung angiogenesis. Kandungan kolagen pada sisik ikan nila memiliki beberapa keunggulan antara [17-22] lain: 1) Antigenesitas dan imunogenisitas yang rendah. Kolagen sisik ikan nila memiliki imunogenesitas yang rendah sehingga kolagen tidak dapat 19 menginduksi sistem imun. Penelitian yang dilakukan oleh Suzanah dkk membuktikan bahwa penggunaan sisik ikan nila tidak [20] menyebabkan alergi. 2) Suhu denaturasi tinggi. Studi Yamamoto dkk menunjukkan bahwa suhu denaturasi kolagen yang diekstrasi dari sisik ikan nila 0 [19] sebesar 35-36 C. 3) Bahan baku murah dan bebas dari . kontaminasi penyakit Kolagen sisik ikan merupakan bahan baku murah karena berasal dari limbah perikanan dan terhindar dari risiko penularan penyakit mamalia seperti sapi gila, flu babi, [21,22] dan flu burung. 4) Komposisi asam amino pada kolagen sisik ikan nila hampir sama dengankomposisi kolagen pada [18] mamalia. 2.2.

Periodontitis Periodontitis didefinisikan sebagai inflamasi jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh spesies bakteri Gram Negatifseperti Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia,dan Actinomyces viscosus yang mengakibatkan kerusakan progresif pada ligamen periodontal dan tulang alveolar. Periodontitis diawali dengan peradangan pada gingiva akibat akumulasi plak. Bila akumulasi plak tidak segera ditangani, maka inflamasi akan berlanjut hingga membentuk poket periodontal dimana serabut ligamen terputus akibat adanya aktivitas enzim dan respon imun LPN dan makrofag. [2] osteoklas dalam meresorbsi tulang.

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

2.3.

Mekanisme Regenerasi Tulang Alveolar Tahap-tahap regenerasi tulang alveolar terdiri dari fase inflamasi, fase reparatif, dan fase remodeling. Dalam fase-fase tersebut terjadi proses osteogenesis, osteoinduksi, [23] osteokonduksi, dan angiogenesis. 1) Fase Inflamasi Pelepasan trombosit akan mengirimkan sinyal ke hostuntuk melepaskan makrofag untuk mengabsorpsi jaringan nekrotik sekaligus merangsang osteoklas. Faktor pertumbuhan akan dilepaskan dari area lokal untuk membantuproses proliferasi dan diferensiasi sel osteoprogenitor seperti Mesencymal [23] Stem Cell(MSC). 2) Fase Reparatif MSC yang berdiferensiasi menjadi sel osteogenik mulai membentuk jaringan kalus. Fase ini membutuhkan protein kolagen dan non-kolagen sepertibone morphogenetic protein (BMP), osteopontin (OPN) dan osteocalcin (OCN). Kolagen bertugas menyediakan osteoid untuk [23] biomineralisasi. 3) Fase Remodeling Proses remodeling dipandu oleh ekspresi gen-gen tertentu dan protein. Sejumlah faktor gen seperti macrophage colony-stimulating factor (M-CSF) dan receptor activator of nuclear factor ÎşB (RANK) dan ligannya (RANKL) terbukti berperan penting dalam menyeimbangkan aktivitas osteoblast dan osteoklas. Sementara itu, osteoklas dan osteoblas mensekresikan matriks metalloproteinase (MMP) yang akan melarutkan dan mendegradasi matriks [23] organik dan mineral tulang. 2.4.

Regenerasi Tulang Alveolar dengan Metode Guided Tissue Regeneration Guided Tissue Regeneration (GTR) merupakan metode regenerasi jaringan periodontal dengan menggunakan barrier membraneyang mengacu pada konsep bahwa regenerasi dapat terjadi apabila sel epitel dan jaringan ikat dihambat sedangkan sel-sel lain seperti sel mesenkim dari ligamen periodontal dan osteoblas bermigrasi dan tumbuh [24] padaarea defek. 47 39


Syarat-syarat ideal barrier membrane antara lain: 1) membran bersifat biocompatible, tidak memicu respon imun, reaksi alergi, atau inflamasi kronis yang dapat mengganggu proses penyembuhan; 2) membranmampu mencegah invasi sel-sel yang tidak diinginkan ke area penyembuhan; 3) membran harus memiliki kekuatan mekanis yang adekuat untuk mendukung stabilisasi sehingga jaringan di atas membran tidak kolaps; 4) membran dapat mempertahankan rongga defek sehingga sel osteogenik dapat bermigrasi dan berproliferasi ke area defek untuk [25] menginisiasi proses penyembuhan. Material barrier membrane digolongkan menjadi 2 jenis: 1) Non-bioresorbable membrane adalah jenis barrier membrane yang tidak dapat diresorbsi oleh jaringan tubuh, contohnya: cellulose filters, (Milli poore filters) dan expanded polytetrafluoroethylene (ePTFE). Keunggulan utama bahan ini adalah memiliki kekuatan mekanis dan biokompatibilitas yang tinggi, namun memerlukan operasi pengangkatan membran pasca terapi. 2) Bioresorbable membrane adalah jenis barrier membrane yang dapat diresorbsi oleh jaringan tubuh, contohnya membran kolagen, polyactic acid, polyglycrolic acid dan sinthetic liquid polimer. Bahan ini tidak memerlukan operasi sekunder [6] pengangkatan membran. Pembuatan barrier membrane bioresorbable dapat diolah melalui metode cross-linking dengan penambahan glutaraldehid, formaldehid, sinar UV, asam asetat atau sugar based dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas, biokompatibilitas dan biodegradibilitas [26] bahan membran. 2.5.

Mekanisme kolagen sisik ikan nila dalam meregenerasi tulang alveolar pada kasus periodontitis Periodontitis disebabkan oleh aktivitas kelompok bakteri anaerob yang mendekstruksi ligamen periodontal dan [27] tulang alveolar. Bakteri ini memproduksi zat endotoksin dan eksotoksin yang dapat menstimulasi mediator inflamasi dari sel gingiva sehingga sel progenitor tulang [2] berdiferensiasi menjadi osteoklas. Peningkatan produksi osteoklas akan [28] menyebabkan resorpsi tulang alveolar.

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

Terapi periodontal bertujuan untuk menghentikanperkembangan periodontitis dengan cara mengendalikan infeksi dan meregenerasi tulang alveolar. Scaling dan Root Planing (SRP) atau Open Flap Debridement (OFD) merupakan metode terapi konvensional periodontitis. Akan tetapi, perawatan dengan pendekatan tersebut terbukti kurang efektif dalam mengembalikan kontur tulang alveolar [28] seperti semula. Dewasa ini, beberapa metode perawatan periodontitis telah dikembangkan untuk mengembalikan kontur tulang alveolar, salah satunya Guided Tissue Regeneration (GTR). GTR merupakan metode regenerasi jaringan periodontal dengan mengandalkan perangkat barrier membrane yang berfungsi untuk melindungi rongga defek (space making) agar sel epitel dan jaringan konektif gingiva tidak mengintervensi proses migrasi dan proliferasi sel osteoblas, serta membantu stabilisasi gumpalan darah (clot) pada [6] area defek. Umumnya, kolagen yang digunakan sebagai barrier membrane berasal dari bahan baku tulang, kulit mamalia dan unggas seperti sapi dan babi. Bahan baku dari babi tidak dibenarkan bagi pemeluk Agama Islam dan Yahudi, sedangkan penggunaan tulang dan kulit sapi menjadi persoalan tersendiri bagi pemeluk Agama Hindu. Di sisi lain, merebaknya isu penyakit kuku dan mulut pada sapi, flu burung, dan penyakit sapi gila menimbulkan kekhawatiran sehingga pengolahan kolagen dari sisik ikan berpotensi untuk [13] mengatasi permasalahan tersebut. Penelitian Junzo Tanaka dkk menunjukkan bahwa sisik ikan nila mengandung kolagen murni yang rendah [29] lemak dan tidak berbau. Dibandingkan dengan ikan tawar lain, sisik ikan nila mengandung kolagen tipe I yang cukup tinggi. Rata-rata kolagen dari ekstraksi [30] sisik ikan nila berkisar 5,96%. Kolagen yang diekstraksi dari sisik ikan nila memiliki beberapa kelebihan diantaranya: biokompatibilitas dan suhu denaturasi yang tinggi, bebas dari kontaminasi penyakit, bahan baku yang murah, dan komposisi asam amino yang ternyata [21,22] sama dengan mamalia. Dengan berbagai kelebihannya tersebut, kolagen tipe I pada sisik ikan nila berpotensi 48 40


sebagai bahan baku barrier membrane dalam mendukung proses regenerasi tulang alveolar menggunakan metode GTR. Regenerasi tulang alveolar meliputi tahap penyembuhan tulang yang terdiri atas tiga fase yakni fase inflamasi, fase reparatif, dan fase remodeling. Ketiga fase tersebut melibatkan osteogenesis, osteoinduksi, osteokonduksi, dan [23] angiogenesis. Pada fase inflamasi, kolagen tipe I yang bersifat kemotaktik akan merangsang makrofag menuju daerah defek untuk memfagositosis sel-sel dan jaringan tulang yang rusak serta [23,31] menstimulasi osteoklas. Untuk menyediakan vaskularisasi dan asupan nutrisi pada area penyembuhan, kolagen menginisasi proses angiogenesis dengan cara memicu migrasi dan proliferasi sel endotel secara langsung dari pembuluh kapiler sumsum tulang, dan secara tidak langsung dari pembuluh kapiler jaringan gingiva menembus barrier membrane lalu [32,33] menuju sentral defek tulang. Pada fase reparatif, kolagen tipe I terlibat pada proses osteoinduksi dengan membantu diferensiasi sel osteoprogenitor [34] menjadi sel-sel pembentuk tulang. Selanjutnya, kolagen bertanggungjawab dalam menyediakan matriks organik tambahan yang akan mengalami mineralisasi, deposisi, dan maturasi [5,23] hingga ke tahap remodeling. Pada fase remodeling, kolagen tipe I sebagai agen hemostatik, mempererat pertautan fibrin untuk mempercepat [35] regenerasi tulang. Sementara itu, osteoblas dan osteoklas mensekresikan metaloproteinase yaitu enzim kolagenase yang akan meresorbsi membran [23] kolagen. Aktivitas resorbsi ini akan menyisakan deposit kolagen yang diikuti dengan pembentukan celah antara jaringan tulang dan gingiva. Celah ini akan diinvasi oleh sel-sel osteoblas. Sel ini kemudian memanfaatkan sisa-sisa kolagen yang ada sebagai matriks untuk membentuk jaringan tulang baru pada daerah celah. Pada studi literatur ini, penulis menggagas pembuatan bioresorbable barrier membrane berbahan baku kolagen dari limbah sisik ikan nila melalui prosedur Cross-linking dengan bahan dasar DRibose. Metode sugar based cross-linked dipilih karena membran yang dihasilkan

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

tidak bersifat toksik dan imunogenik. Disamping itu, metode ini membuat barrier membrane lebih resisten terhadap reaksi enzimatik sehingga proses degradasi [36] membrandapat diperlambat. Prosedur ini terdiri dari beberapa tahap mulai dari isolasi kolagen dari sisik ikan nila dan karakterisasi bahan secara kimiawi serta pemurnian. Lalu, kolagen murni yang dihasilkan berpolimerisasi menjadi serabut aggregate kolagen yang siap untuk dilakukan pertautan silang (Cross-link) dengan D-Ribose. Matriks kolagen sebagai hasil cross-linked selanjutnya melalui pemanasan tahap I, pencetakan membran semipadat, pemanasan tahap II, hingga pada tahap sterilisasi [26, 36-38] membran. 3.

KESIMPULAN Kandungan kolagen tipe I pada sisik ikan nila berpotensi sebagai sumber kolagen alternatif untuk pembuatan barrier membrane dalam meregenerasi tulang alveolar pada kasus periodontitis.

DAFTAR PUSTAKA 1.

2.

3.

4.

5.

6.

Departemen Kesehatan RI. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2011. Jakarta: Badan Litbangkes, 2012. Carranza F, Takei N, et al. Carranzaâ€&#x;s Clinical Periodontology th 11 ed. Missouri: Elsevier, 2012. p. 41-2, 144, 494. Sugiaman VK. Pemanfaatan Sel Punca dalam Mengembalikan Ketinggian Tulang Alveolar melalui Teknologi Tissue Engineering. Prosiding Temu Ilmiah Manado Dentistry; 13 – 14 Februari. Manado; 2015: p.72-8. Ramseier CA, Rasperini G, Batia S, Giannobile WV. Advanced Regenerative Technologies for Periodontal Tissue Repair. Periodontol 59:1(2012): 85-202. Dimitriou R, Mataliotakis GI, Calori GM, et al. The Role of Barrier Membranes for Guided Bone Regeneration and Restoration of Large Bone Defects: Current Experimental and Clinical Evidence. BMC Medicine 10:1(2012): 81. Soepribadi I. Regenerasi Dan Penyembuhan untuk Kedokteran 49 41


7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

Gigi. Jakarta: Sagung Seto, 2011: p.83-5 Villar CC, Cochran DL. Regeneration of Periodontal Tissues: Guided Tissue Regeneration. Dent Clin N Am 54:(2010): 73-92. Rakhmatia YD, Ayukawa Y, Furuhashi A, Koyano K. Current Barrier Membranes : Titanium Mesh and Other Membranes for Guided Bone Regeneration In Dental Applications. J ProsthodontRes 57: (2013): 3-14. Darwis D. Pengembangan Bahan Biomaterial untuk Pemakaian di Bidang Kesehatan dengan Teknik Radiasi Pengion. In : Evvy Kartini, Editor. Iptek Nuklir : Bunga Rampai presentasi ilmiah jabatan peneliti. Jakarta: Badan Tenaga Nuklir Nasional, 2013. 251-75. Setiawati IH. Karakteristik Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (Lutjanus Sp.) Hasil Peruses Perlakuan Asam [skripsi]. Bogor: Institute Pertanian Bogor, 2009. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Laporan Tahunan direktorat produksi tahun 2013, oleh direktorat jenderal perikanan budidaya, KKP. 2014. 3 Oktober, 2015 <http://www.djpb.kkp.go.id/public/upl oad/download/pustaka/06PUSTAKA/ LAPTAH%20PRODUKSI%20%2020 13.pdf.> Simanjuntak BR. Pengolahan Kolagen dari Kulit Ikan Nila Merah (Oreochromis Niloticus) Dibalai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan [thesis]. Jogjakarta: Univeritas Gadjah Mada, 2013. Nurhayati, Tazwir, Murniyati. Ekstraksi dan Karakterisasi Kolagen Larut Asam dari Kulit Ikan Nila (Oreochromis Niloticus). JPB Kelautan dan Perikanan 8:1(2013): 86, 89. Sahubawa L, Putra ABN. Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat dan Waktu Ekstraksi terhadap Mutu Kolagen Limbah Kulit Ikan Nila Hitam. Jurnal Teknosains. 1:1(2011): 20. Carrin S, Garnero P, Delmas PD. The Role of Collagen In Bone

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

26.

Strength. Osteoporos Int. 17: (2008): 319-336. Collagen and the wound healing process. Wound care essentials. 2015. 5 Oktober 2015. <http://www.woundheal.com>. Kusnoto. Antigenesitas, Imunogenesitas, dan Spesifitas Protein 27-28 Kda dari Material Excretory-Secretory (ES) Fasciola Spp pada Diagnosis Distomatosis Serum Sapi dengan Teknik IndirectELISA. 24:1(2008):1-6. Hayashi Y, Yamada S, Yanagiguchi K, et al. Chitosan and Fish Collagen as Biomaterials for Regenerative Medicine. Advances In Food and Nutrition Research 65:(2012): 107120. Yamamoto K, Igawa K, Sugimoto K, et al. “Biological safety of fish collagen.� Biomed Res Inter (2014). 20 August 2015 <http://dx.doi.org/10.1155/2014/6307 57.> Rahman SA, Zambry H, Basha S, Kamarzaman S, Chowfhury AJK. The Potential Role of Red Tilapia (Oreochromis Niloticus) Scales: Allergic Test In Mice. Journal of Applied Pharmaceutical Science. 3:10(2013): 45. Hartati L, Kurniasari. Kajian Produksi Kolagen dari Limbah Sisik Ikan Secara Ekstraksi Enzimatis. Momentum 6:1(2010): 34. Kumar M, Spandana V, Poonam T. Extraction and Determination of Collagen Peptide and Its Clinnical Importance From Tilapia Fish Scales (Oreochromis Niloticus). International Research Journal of Pharmacy. 2:10(2011): 97. Ko CC, Somermn MJ, An KN. Motion and Bone Generation. Engineering of Functional Skeletal Tissues.(2007): 111-4. Fedi PF, Vernino AR, Gray JL. Silabus periodonti Edisi 4. Jakarta : EGC, 2012 p.31. Sam G, Pillai BRM. Evolution of Barrier Membranes In Periodontal Regeneration: Are The Third Generation Membranes Really Here?. JCDR. 8:12(2014): 14. Domingues A. Silva JM, Bayon Y, Sotelo CG, Silva TH, Reis RL. Preparation of Marine Origin 50 42


27.

28.

29.

30.

31.

32.

Collagen Membranes. International Materials Review.s (2012):1. Hardhani PR, Lastianny SP, Herawati D. Pengaruh Penambahan PlateletRisch Plasma pada Cangkok Tulang Terhadap Kadar Osteocalcin Cairan Sulkus Gingiva pada Terapi Poket Infraboni. Jurnal PDGI. 62:3(2013): 75. Shue L, Yufeng IZ, Mony U. Biomaterials for Periodontal Regeneration A Review Of Ceramics And Polymers.Biomatter 2:4(2012): 271-2. Collagen, A Key Factor for Clinical Success. Biomaterial engineering 2015. 9 oktober 2015 <http://www.tecnoss.com/collagen.ht ml>. Sahubawa L, Ekantari N. Ekstraksi dan Karakterisasi Kolagen dari Kulit Ikan Nila Hitam (Oreochromis Niloticus). JPB Kelautan dan Perikanan. 8:2(2013): 171. Triyono B. Perbedaan Tampilan Kolagen di Sekitar Luka Insisi pada Tikus Wistar yang Diberi Infiltrasi Penghilang Nyeri Levobupivakain dan yang Tidak Diberi Levobupivakain (Suatu Studi Histokimia). [Tesis] Semarang: Universitas Diponegoro, 2005. Neve A, Cantatore FP, Maruotti N, Carrado A, Ribatti D. Extracellular Matrix Modulates Angiogenesis In Physiological Ad Pathological

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari - Juni 2016

33.

34.

35.

36.

37.

38.

Conditions. BioMed Research International. (2014): 1-10 Twardowski T, Fertala A, Antonio JD. Type I Collagen and Collagen Mimetics As Angiogenesis Promoting Superpolymers. J Current Pharmaceutical Design 14:30 (2008):14. Wang T, Yang X, Jiang C. Osteoinduction and Proliferation of Bone-Marrow Stromal Cells In ThreeDimensional Poly (Ć?-Caprolactone)/ Hydroxyapaptite/ Collagen Scaffolds. Journal of Transnational Medicine. 13:152(2015): 2-11. Farzad M, Mohammadi M. Guided Bone Regeneration: a Literatur Review. JOHOE. 1:1(2012): 3-18. Tal H, Moses O, Kozlovsky A, Nemcovsky C. Bioresorbable Colllagen Membranes for Guided Bone Regeneration. Editor: Tal H. Kroasia: Intech Europe, 2012. p. 1167. Yang H, Chen X, Guo X, Gao R, Zhou S, Yan Y. Preparation of Collagen Wound-Healing Membranes. 5:11(2013): J. Chem. Pharm. 655-8. Silva TH, Silva JM, Marques AL, Domingues A, Bayon Y, Reis RL. Marine Orogin Collagens and Its Potential Applications. Mar. Drugs 12: (2014): 5881-901.

51 43


Advetorial

FISH ALBUMIN IKAN GABUS (Channa striatta) SEBAGAI TERAPI PENCEGAHAN DRY SOCKET PASCA BEDAH ODONTEKTOMI 1

Retno Kanthiningsih, Intan Vallentin Dwi Hariyati,

2

1

Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga,Surabaya

ABSTRAK Latar Belakang: Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi ke dalam lengkung geligi, salah satu tindakan penanganannya adalah dengan odontektomi. Impaksi dapat mengganggu fungsi kunyah dan sering menyebabkan berbagai komplikasi, diantaranya terjadinya crowding hingga terbentuknya kista. Dry socket merupakan komplikasi dari luka bekas pencabutan gigi yang paling sering terjadi. Dry socket terjadi karena tidak terbentuknya bekuan darah normal sehingga menyebabkan terbukanya tulang alveolar. Dalam sebuah penelitian tentang pendarahan dan dry socket pasca bedah odontektomi di RSGM-P FKG UI, presentase distribusi dilihat dari regio yang diekstraksi masih mencapai 51% dari 597 kasus mengalami dry socket. Tujuan: Studi literatur ini bertujuan untuk menelaah efektifitas kadar protein albumin pada ikan gabus sebagai terapi pencegahan dry socketpasca bedah odontektomi. Pembahasan: Pada proses regenerasi, protein yang terdapat di dalamdarahtermasuk albumin dan fibrinogen akan membentuk benang-benang fibrin yang nantinya akan membentuk sumbat trombosit yang akan berkembang menjadi blood clot. Blood clot yang terbentuk pada luka bekas cabut gigi akan menutup luka pada lapisan di bawahnya dan akan terbentuk jaringan granulasi yang akan berganti menjadi jaringan ikat serta prosseous muda yang akan menjadi tulang trabekula yang pada akhirnya mengisi dua per tiga bagian dari tulang alveolar. Penambahan ekstraksi albumin dibutuhkan untuk mempercepat proses penyembuhan luka dengan mempercepat pembentukan kembali blood clot yang pecah dan memberikan suplai protein yang tinggi agar proses pembekuan dapat segera tercapai. Kadar albumin tertinggi terdapat pada ikan, yaitu ikan gabus (Channa striatta) dengan kadar 62,24 g/kg. Ikan gabus sangat mudah didapatkan di perairan Indonesia, disamping itu harganya juga terjangkau. Kesimpulan: Fish albumin ikan gabus berpotensi untuk mencegah dry socket pasca bedah odontektomi Katakunci: dry socket, albumin, regenerasi, bloodclot.

ABSTRACT Background:Impacted teeth are the teeth that failed erupted into the arch teeth, to solve this impacted teeth is odontektomi. Impaction can interfere chewing function and often leads to various complications including crowding till the formation of cysts. Dry socket is the most common complication of tooth extraction. Dry socket occurs because blood clots formed abnormally that can lead to the opening of alveolar bone. In a study of bleeding and dry socket that formed because of odontektomi post-surgery by RSGMP FKG UI whose distribution is seen from the extracted region, the percentage reaches 51% of the 597 cases experienced dry socket. Aim: This literature study aimed to examine the effectiveness of albumin protein levels in Channa striatta as treatment to a prevent dry socket post-odontektomi.Discussion: In the regeneration process, proteins found in the blood, including albumin and fibrinogen to form fibrin which will form a platelet plug which will develop into a blood clot. Blood clot that formed on tooth extraction will close the wound and form granulation tissue then will be changed into connective tissue and young prosseous then will be changed to trabecular bone, which fills two-thirds of the alveolar bone. The addition of albumin extraction is needed to accelerate wound healing process

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016

52 44


by accelerating the re-establishment of a ruptured blood clot and provide high protein supply so clotting process can be achieved faster than as usual. The highest albumin levels found in fish, namely Channa striatta with the weight 62.24 g / kg. Channa striatta is easy to find in Indonesia, the price is also affordable.Conclusion: Fish albumin from Channa striatta can be used to prevent dry socket after odontektomi post-surgery. Keywords: Dry socket, Albumin, Regeneration, Blood clot.

1. 1.1.

PENDAHULUAN Latar Belakang Pelayanan kesehatan gigi dan mulut sebagai bagian dari pelayanan kesehatan secara umum juga tidak terlepas dari upaya peningkatan mutu. [1] Laporan Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa terdapat 23,5% penduduk Indonesia yang mengalami masalah gigi dan mulut. Dari berbagai permasalahan gigi dan mulut, gigi terpendam (impaksi) merupakan masalah yang sering menimbulkan keluhan pasien. Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang cukup pada rahang untuk tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi [2] tersebut. Diperkirakan sekitar 65% populasi manusia mempunyai sedikitnya satu gigi molar ketiga impaksi pada usia [3] 20 tahun. Di antara jumlah itu, antara 30[4] 60% akan menjalani odontektomi. Tingkat kejadian komplikasi akibat [5] odontektomi menurut Bui berkisar antara 2,6% hingga 30,9%. Dry socketadalah komplikasi paling umum terjadi setelah [6] odontektomi. Gejala klinis yang menyertai dry socket adalah nyeri kronis, bau mulut dan rasa tidak menyenangkan. Awal dari komplikasi ini biasanya 42-72 jam setelah odontektomi dan tidak ada tanda warna kemerahan atau pus pada [6,7] daerah pasca odontektomi. Pencegahan dry socket salah satunya dengan pemberian obat seperti anti-fibrinolitik, irrigation, desinfektan dan [8,9] antibiotik topikal. Penggunaan penicillin sistemik, klindamisin dan metronidazole dan tetrasiklin topikal diketahui efektif dalam menurunkan insidensi dry [10,11,12] socket. Walaupun antibiotik dapat mengurangi insidensi dry socket, namun antibiotik tidak seharusnya digunakan untuk mencegah atau mengobati drysocket pada pasien non-immunecompromised karenaberpotensi resisten

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016

pada antibiotik dan efek samping lain [8,10,11,13] contohnya hipersensitivitas. Mengingat hal tersebut diperlukan alternatif pencegahan dry socket dengan bahan selain antibiotik. Fish albumin telah diketahui secara luas dapat mempercepat [14] penyembuhan luka. Fish albumin tertinggi didapatkan di ikan gabus (Channa striatta). Suprayitno pada tahun [15] 2003 telah membuktikan pemberian fish albumin dapat mempercepat penyembuhan luka dan penutupan luka pada pasien yang mengalami luka tusuk. Tetapi, belum diketahui potensinya terhadap sel-sel di rongga mulut. 1.2.

Tujuan Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis ingin mengetahui potensi fish albumin ikan gabus (Channa striatta) untuk mempercepat penyembuhan luka sehingga mencegah dry socket pasca odontektomi. Diharapkan kajian pustaka ini mampu memberikan alternatif dalam tindakan preventif dry socket pasca odontektomi bagi dokter gigi dan masyarakat. 2. 2.1.

PEMBAHASAN Albumin Albumin merupakan suatu protein plasma yang memiliki kandungan tertinggi [13] didalam darah mencapai 60%. Albumin bermanfaat untuk memperbaiki kerusakan jaringan sel serta membantu pembentukan jaringan sel yang baru. Secara umum albumin berfungsi membantu proses metabolisme dalam tubuh dan pembentukan jaringan baru. Albumin mampu membangun dan memperbaiki daya tahan tubuh,mempercepat penyembuhan luka luar maupun dalam, menghilangkan odema dan mempercepat proses [13] penyembuhan pasca operasi. Albumin merupakan protein terbanyak dalam plasma, sekitar 60% dari total plasma protein, dengan nilai normal 3,5 – 5,5 g/dl. Albumin juga

53 45


didapatkan pada ruang ekstrasel (40% terdapat pada plasma dan 60% di ruang ekstrasel). Albumin dalam tubuh disintesa di dalam hati dengan jumlah sangat kecil. Kadar albumin menunjukkan kadar protein dalam tubuh. Albumin membentuk lebih dari 50% total protein dalam darah dan berpengaruh terhadap sistem kardiovaskuler, karena albumin membantu mempertahankan tekanan osmotik. Produksi albumin berkaitan dengan metabolisme di hati dan suplai asam [16] amino yang adekuat. Albumin mempengaruhi pengikatan dan pengangkutan senyawa-senyawa endogen dan eksogen, termasuk obatobatan, karena seperti diperkirakan distribusi obat keseluruh tubuh itu [17] pengikatannya melalui fraksi. Jika kadar albumin serum berada dibawah nilai normal, maka fraksi obat yang terikat protein tersebut berkurang, dengan kata lain fraksi obat bebas banyak sehingga keadaan ini dapat menimbulkan pengaruh obat yang tidak diinginkan. Pengadaan albumin terutama untuk kasus bedah saat ini mencapai 91%, 2/3 albumin kemasan 100 ml-20% [18] albumin. Albumin juga berfungsi mengikat dan carrier Zn menuju plasma dan sekitar 85% Zn terikat pada albumin. Albumin dan Zn berperanan penting dalam penyembuhan luka, karena albumin memiliki kemampuan mengikat Zn serta [19] mengangkutnya dalam plasma darah. [20] Menurut Japaries defisiensi Zn menyebabkan kurangnya daya penyembuhan luka. Penelitian menunjukkan bahwa Zn mengatur koagulasi, antikoagulasi dan jalur fibrinolitik. Interaksi Zn dengan faktor (F) XII, Zn sebagai inisiator dari jalur kontak dan sistem kallikrein/kinin, hal ini merupakan peran utama Zn dalam faktor koagulasi. Zinc juga memodulasi agregasi platelet dan pembentukan fibrin. Pelepasan Zn dari trombosit lokal yang teraktivasi menghasilkan lonjakan konsentrasi Zn yang memfasilitasi penyebaran koagulasi. Zinc juga mengatur langkah-langkah tambahan di antikoagulan dan jalur fibrinolitik. Oleh karena itu, zinc memainkan peranan penting dalam mengatur beberapa reaksi [21] dalam hemostasis dan trombosis. Peran albumin semakin penting disebabkan oleh beberapa alasan,

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016

antara lain keadaan hipoalbumin yang sering dijumpai pada pasien dengan pra-bedah, masa recovery atau pemulihan setelah tindakan operasi ataupun dalam proses penyembuhan. Selain itu, albumin dapat digunakan sebagai prediktor terbaik untuk mengukur harapan hidup penderita. Serum albumin merupakan salah satu parameter penting dalam pengukuran status gizi pada penderita dengan [22] penyakit akut maupun kronik. Ikan gabus diketahui mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan jenis ikan lainnya. Kadar protein ikan gabus mencapai 25,5%, lebih tinggi dibandingkan protein ikan bandeng (20,0%), ikan emas (16,05%), ikan kakap (20,0%), maupun ikan sarden (21,1%).Kadar albumin ikan gabus bisa [22] mencapai 6,22%. Hasil penelitian Suprayitno pada [14] tahun 2003 tentang tingkat kesembuhan luka pada tikus putih yang mengalami penurunan kadar albumin (1.8 g dl-1) memberikan hasil yang siginifikan. Uji coba telah dilakukan oleh instalasi gizi dan bagian bedah RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang selama 19791998, berupa pemberian filtrat dari 2 kg hari-1 ikan gabus terhadap pasien pasca terkena luka tusukan, yang mempunyai kadar albumin rendah (2,8 g dl-1), selama 2-4 hari terjadi peningkatan albumin tubuh menjadi 4,45.5 g dl-1 (kadar albumin normal tubuh manusia), dan permukaan luka mengalami penutupan. [23] Mudjiharto menjelaskan bahwa ikan gabus merupakan bahan sumber albumin yang potensial. Albumin ikan gabus dapat digunakan sebagai biofarma dan bahan substitusi albumin manusia. 2.2.

Dry socket Dry socket disebut juga localized aleveolitis, localized osteitis dan [25] fybrinolitic alveolitis .Dry socket merupakan komplikasi dari luka pencabutan gigi yang terjadi karena tidak terbentuknya bekuan darah (blood clot) yang menyebabkan terbukanya tulang alveolar. Hal ini biasanya terjadi pada hari kedua atau kelima pasca pencabutan gigi. [24] Amler mengatakan bahwa terbukanya dinding soket disebabkan adanya gangguan pembentukan bekuan darah

54 46


normal (blood clot) yang terjadi pada tahap proliferasi dari jaringan granulasi dan pembentukan jaringan osteoid yang etiologinya akibat defisiensi protein albumin dan adanya invasi bakteri karena [26,27] oral hygiene yang buruk. Etiologi yang lain adalah terjadi aktivitas peningkatan fibrinolisis sehingga melarutkan bekuan [26] darah yang telah terbentuk. Faktor-faktor penyebab peningkatan aktivitas fibrinolitik ini antara lain adalah agen-agen kimia, obat-obatan sistemik, aktivator cairan tubuh, aktivator jaringan dan bakteri yang menghasilkan rasa nyeri, bau mulut dan rasa tidak enak sebagai tanda adanya suatu keradangan lain yang mencegah atau memperlambat proses penyembuan luka pencabutan [27] gigi. Pencegahan dry socket yang telah banyak dilakukan diantaranya pencabutan gigi pada waktu yang tepat yakni pada saat tidak terjadi inflamasi untuk mencegah terhalangnya suplai darah ke daerah pencabutan gigi dan tulang, anastesi yang cukup, teknik pencabutan gigi yang tepat, sterilisasi alat yang [27] baik,dan terapi obat-obatan. 2.3.

Proses Penyembuhan Luka Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang sangat kompleks, pergantian sel-sel yang mati dengan sel-sel hidup serta diawali dengan adanya regenerasi parenkim kemudian pembentukan parut jaringan ikat, dilanjutkan dengan proliferasi fibroblas (pembentukan kolagen untuk membentuk jaringan parut) dan tunas[28] tunas kapiler pembuluh darah baru. Penyembuhan luka ada 2 yaitu : a. Penyembuhan primer (suatu insisi bedah yang bersih/tidak terinfeksi di sekitar jahitan bedah). Insisi tersebut hanya menyebabkan robekan lokal pada membran basalis epitel yang menyebabkan kematian sel epitel dan jaringan ikat yang sedikit, sedangkan ruang insisi segera terisi darah dengan bekuan fibrin dan mengeringnya permukaan luka menjadi kerak yang menutupi luka. Dalam waktu 24 jam neutrofil akan bermigrasi menuju bekuan [28] fibrin. Ada 3 tahap pada proses [29] hemostasis :

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016

1) Vasokonstriksi Vasokonstriksi pembuluh darah memperlambat aliran darah untuk membatasi kehilangan darah. Proses ini dimediasi olehtromboksan yang dilepaskan di lokasi cedera dan epinefrin yang dilepaskan oleh kelenjar adrenal untuk merangsang vasokonstriksi umum. 2) Pembentukan sumbat trombosit Trombosit menempel pada kolagen dan menjadi aktif kemudian melepaskan bahan kimia seperti ADP, dan tromboksan, yang menyebabkan agregasi trombosit lebih banyak. Pembuluh darah akan mengeluarkan enzim yang disebut prostasiklin yang berfungsi untuk menghambat aktivasi trombosit dan agregasi. 3) Pembekuan darah Pembekuan darah adalah transformasi darah cair menjadi gel semipadat. Gumpalan terbentuk dari protein yang disebut fibrin. Fibrin berasal dari prekursor tidak aktif disebut fibrinogen. Enzim yang mengubah fibrinogen menjadi fibrin disebut trombin. Trombin adalah kunci untuk mekanisme pembekuan. Jika trombin hadir maka pembekuan akan dilanjutkan. Trombin berasal dari prekursor tidak aktif yang disebut protrombin. Ada dua jalur yang mengarah ke konversi protrombin untuk thrombin, yaitu: 1) Jalur intrinsik Jalur intrinsik merupakan suatu proses koagulasi paralel dengan jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik berawal dari aktivasi protein contact system yang terdiri dari faktor XII, prekalikrein dan high moleculer weight kininogen (HMWK). Protein contact system ini terikat pada sel endotel dan proses koagulasi terjadi sebagai akibat dari aktivasi dari faktor IX menjadi faktor IXa oleh faktor XIa. Faktor XI dikonversikan menjadi XIa melalui 2 mekanisme yang berbeda yaitu diaktifkan oleh kompleks faktor XIIa dan high molekuler weight kininogen (HMWK) atau sebagai regulasi feedback negatif dari trombin, regulasi feedback negatif ini juga

55 47


terjadi pada faktor VIII dan faktor V, hal ini yang dapat menerangkan tidak terjadinya perdarahan pada penderita yang kekurangan faktor XII, prekalikrein dan HMWK Faktor IXa akan membentuk suatu kompleks dengan faktor VIIIa dengan bantuan adanya fospolipid dan kalsium yang kemudian akan mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa. Faktor Xa akan mengikat faktor V bersama dengan kalsium dan fosfolipid membentuk suatu kompleks yang disebut protrombinase, suatu kompleks yang bekerja mengkonversi [29] protrombin menjadi trombin. 2) Jalur Ekstrinsik Komponen utama jalur ini adalah tissue factor yang diperlukan sebagai kofaktor faktor VIII dalam jalur intrinsik dan faktor V dalam common pathway. Komponen plasma utama dari jalur ekstrinsik adalah faktor VII. Jalur ekstrinsik akan diaktifasi apabila tissue factor yang berasal dari sel-sel yang mengalami kerusakan atau stimulasi kontak dengan faktor VII dalam peredaran darah dan akan membentuk suatu kompleks dengan bantuan ion Ca. Kompleks factor VIIa–tissue factor ini akan menyebabkan aktifasi faktor X menjadi Xa disamping juga menyebabkan aktifasi faktor IX [29] menjadi IXa (jalur intrinsik). Pada hari kedua, terjadi migrasi sel epitel yang menghasilkan suatu lapisan epitel tipis yang tidak putus. Pada hari ketiga, neutrofil sebagian besar digantikan oleh makrofag dan jaringan granulasi yang mengisi ruang insisi, timbulnya serat kolagen serta berlanjutnya reepitelisasi menghasilkan lapisan epidermis penutup yang tebal. Pada hari kelima, berlimpahnya serabut kolagen serta jaringan granulasi yang kaya akan pembuluh darah karena neovaskularisasi telah mencapai puncaknya. Selama minggu kedua, masih berlanjutnya penumpukan kolagen dan fibroblas. Pada akhir bulan pertama, suatu jaringan parut

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016

yang terdiri atas jaringan ikat tanpa disertai sel radang telah selesai terbentuk dan ditutupi suatu [28] lapisan epidermis yang normal. b. Penyembuhan sekunder, terjadi jika kehilangan sel atau jaringan yang luas seperti luka yang besar sehingga proses pemulihannya lebih kompleks. Pada keadaan ini sel parenkim saja tidak dapat mengembalikan tekstur asal, akibatnya terjadi pertumbuhan jaringan granulasi yang luas kearah dalam dari tepi luka. Dasar tepi luka mula mula dilapisi oleh jaringan granulasi setelah leukosit membersihkan eksudat debris pada luka, selanjutnya terjadi proliferasi fibroblast dan pembentukan tunas kapiler dimulai, bersamaan dengan ini terjadi juga reepitelisasi tetapi terbatas pada jaringan granulasi yang merupakan dasar pertumbuhan epitel tersebut. 2.4.

Penyembuhan Soket PostOdontektomi Soket pencabutan terjadi karena jumlah tulang terbuka cukup banyak namun proses penyembuhan yang tidak adekuat karena kerusakan bekuan darah didalam soket, defisiensi faktorfaktor pembekuan darah seperti protein albumin, kalsium, faktor VIII dan faktor XII serta adanya infeksi tulang mati oleh [30] mikroorganisme. Menurut Price dan [31] Wilson, soket pencabutan termasuk dalam luka terbuka, dimana penyembuhannya biasa disebut juga dengan healing by second intention atau kadang kala disebut penyembuhan yang disertai granulasi. Jenis penyembuhan ini secara kualitatif identik dengan penyembuhan luka primer seperti pada luka insisi. Perbedaanya hanya terletak pada banyaknya jaringan granulasi yang terbentuk. [32] Menurut Gregory menemukan bahwa setelah ekstraksi, blood-clot mengisi soket. Tiga hari setelah gigi ekstraksi terlihat jaringan yang rapuh dan kendor yang sebagian terdiri dari bekuan fibrin. Setelah 1 minggu, terdiri dari degenerasi fibrin dan pembentukan awal jaringan granulasi. Setelah 7 hari, gumpalan itu diganti dengan jaringan granulasi. Pada hari ke-8, pembentukan

56 48


tulang baru pada sepanjang tulang alveolar. Pada hari ke-10, pembentukan tulang tercatat pada permukaan dinding soket. Pada hari ke-12, pembentukan tulang baru terus sepanjang dinding soket dan di ruang trabekula sekitar ekstraksi. Setelah hari ke-20, jaringan granulasi digantikan oleh kolagen, dan tulang mulai terbentuk di dasar dan pinggiran soket ekstraksi. Pada minggu ke-5, Gregory [32] memperkirakan bahwa rata-rata duapertiga dari soket ekstraksi telah diisi dengan tulang. Epitel ditemukan memerlukan minimal 24 hari untuk benarbenar menutupi soket ekstraksi.

3.

KESIMPULAN Dry socket merupakan komplikasi dari luka pencabutan gigi karena terbukanya dinding soket disebabkan adanya gangguan pembentukan bekuan darah normal (blood clot) yang terjadi pada tahap proliferasi dari jaringan granulasi dan pembentukan jaringan osteoid yang salah satu etiologinya adalah karena defisiensi protein albumin dan adanya invasi bakteri pada soket yang terbuka. Soket pencabutan termasuk dalam luka terbuka, dimana penyembuhannya biasa disebut juga dengan healing by second intention atau kadang kala disebut penyembuhan yang disertai granulasi. Jenis penyembuhan ini secara kualitatif identik dengan penyembuhan luka primer seperti pada luka insisi. Dari berbagai studi kasus dan penelitian diketahui bahwa ekstra ikan gabus secara nyata dapat meningkatkan kadar albumin pada kasus-kasus albuminemia dan mempercepat proses penyembuhan luka pada kasus pasca [33] operasi. Albumin memiliki kemampuan mengikat Zn serta mengangkutnya dalam plasma darah. Zn membentuk afinitas interaksi rendah dengan albumin, yang berfungsi sebagai repositori Zn. Mekanisme modulasi pembentukan ikatan Zn dalam plasma berpengaruh terhadap jumlah platelet. Trombosit mengakumulasi Zn dalam sitoplasma, sehingga konsentrasi Zn dalam trombosit meningkat. Potensi modulasi dari konsentrasi Zn lokal dan mendukung aktivitas Zn sebagai regulator yang dinamis dalam hemostasis dan

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016

thrombosis. Zn mengatur koagulasi, antikoagulasi dan jalur fibrinolitik. Interaksi Zn dengan faktor (F) XII, Zn sebagai inisiator dari jalur kontak dan sistem kallikrein / kinin. Protein contact system yang terdiri dari Faktor 12, prekalikrein dan HMWK terikat pada sel endotel. Kekurangan seng dikaitkan dengan gangguan agregasi platelet. Interaksi seng dengan faktor (F) XII sebagai inisiator protein contact system dan sistem kallikrein / kinin. Zinc juga memodulasi agregasi platelet dan pembentukan fibrin. Pelepasan seng dari trombosit teraktivasi menghasilkan lonjakan konsentrasi seng yang memfasilitasi penyebaran faktor koagulasi. Zinc juga mengatur langkahlangkah tambahan di antikoagulan dan jalur fibrinolitik. Oleh karena itu, zinc memainkan peranan penting dalam mengatur beberapa reaksi dalam hemostasis dan trombosis. Koagulasi dimulai oleh tissue factor (TF) atau melaluicontact system danjalur intrinsik. TF akan membentuk thrombus pada saat terjadi kerusakan jaringan, sedangkan contact system untuk jalur propagasi. Zn sebagai kofaktor contact system memulai aktivasi kontak yang dimediasi factor koagulasipada permukaanpolyanionicyang berfungsi untuk menyusun protein contact system padasel endoteldan trombosit. Zn menjadi pengendali contact system melalui menginduksi perubahan konformasi pada permukaan contact system. Oleh karena itu dapat diberikan albumin yang merupakan Zn-Carrier sebagai kofaktor hemostasis. Akumulasi Zn jaringan yang akan disembuhkan berfungsi sebagai koagulasi, antikoagulasi dan jalur fibrinolitik sehingga regulasi yang terjadi di dalam proses hemostasis semakin cepat. Proses hemostasis yang cepat akan mencegah terjadinya invasi kuman pada soket yang terbuka dapat menyebabkan dry socket. Fish albumin tertinggi didapat dari ikan gabus dimana albumin berfungsi sebagai Zn-Carrier yang berperan penting dalam mengatur koagulasi, antikoagulasi dan jalur fibrinolitik. Dry socketterjadi karena gangguan pembentukan bekuan darah normal (blood clot) yang terjadi pada tahap proliferasi dari jaringan granulasi dan pembentukan jaringan osteoid yang etiologinya adalah karena

57 49


defisiensi protein albumin yang merupakan aktivator faktor pembekuan darah dan adanya invasi bakterisehingga dapat disimpulkan bahwa fish albumin ikan gabus dapat mempercepat penyembuhan luka sehingga berpotensi sebagai terapi pencegahan dry socketpasca bedah odontektomi. Fish albumin telah diketahui secara luas untuk mempercepat penyembuhan luka, namun belum diketahui potensinya di sel-sel rongga mulut oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui potensinya. DAFTAR PUSTAKA 1. RISKESDAS. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar, 2007. 2. Alamsyah RM, Situmarong N. “Dampak Gigi Molar Tiga Mandibula Impaksi Terhadap Kualitas Hidup Mahasiswa Universitas Sumatera Barat.”Dentika Dental Journal. 10:2(2005):73-4. 3. Silvestri, A. R. J.,danSingh, I. “The Unresolved Problem Of The Third Molar: Would People Be Better Off Without It?” The Journal of the American Dental Association. 134:4(2003): 450–455. 4. Dodson. “Impacted Wisdom Teeth.”<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/p mc/articles/PMC2907590/>, 2010. 5. Dwipayanti, A., Adriatmoko W. dan Rochim A. “Komplikasi Post Odontektomi Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah Impaksi.”Jurnal PDGI. 58(2009): 20-24. 6. Jacobs, DJ Br, Heasman PA. A “Clinical Investigation Into The Incidence Of Dry socket.”Jurnal Oral Maxillofac Surgary. 22:2(1984):115-22. 7. AE, Swanson. “Double-Blind Study On The Effectiveness Of Tetracycline In Reducing The Incidence Of Fibrinolytic Alveolitis.”Jurnal Oral Maxillofac Surgary. 47:2(1989):165-7. 8. D. Torres Lagares, et al. “Update On Dry socket: A Review Of The Literature.” Medicina Oral, Patologia Oral y Cirugia Bucal. 10:1(2005):77– 85. 9. N. Sarrami, et al. “Adverse Reactions Associated With The Use Of Eugenol In Dentistry.”British Dental Journal.193:5(2002): 257–259.

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016

10. Laird WR, Stenhouse D, Macfarlane TW. “Control Of Post-Operative Infection. A Comparative Evaluation Of Clindamycin And Phenoxymethylpenicillin.”Br Dental Journal.133:3(1972):106-109. 11. Rood JP, Danford M. “Metronidazole In The Treatment Of „Dry socket‟.” International Journal Oral Surgary. 10(1981): 345-347. 12. Sorensen DC, Preisch JW. “The Effect Of Tetracycline On The Incidence Of Post-Extraction Alveolar Osteitis.”Jurnal Oral Maxillofacial Surgary. 45:12(1987):1029- 1033. 13. Larsen PE. “The Effect Of A Chlorhexidine Rinse On The Incidence Of Alveolar Osteitis Following The Surgical Removal Of Impacted Mandibular Third Molars.”Jurnal Oral Maxillofacial Surgary. 49:9(1991): 932937. 14. Suprayitno E. Penyembuhan Luka dengan Ikan Gabus. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang, 2003. 15. Sumarno. “Albumin Ikan Gabus (Sneak Head Fish) Dan Kesehatan.”Jurnal Ilmiah Agri Bios. 10:1(2012): 60-63. 16. Said, Syahrul et al. Gizi Dan Penyembuhan Luka. Makassar: Indonesian Academic Publishing, 2013. 12-13. 17. Goldstein AL. Arronow, Kalman SM. Principles Of Drug Actionthe Basis Of Pharmacology. New York, 1968.45-11. 18. Alexander MR, et al. “Therapeutic Use Of Albumin.” JAMA. 241(1979): 25272529. 19. Harper HA, Mayes PA, Rodwell VW. Biokimia. Edisi 17. Disadur Muliawan. Jakarta: EGC,1996. 20. Japaries W. Elemen renik dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan. Jakarta:EGC, 1988. 21. Vu, Trang T, James C, Frede nburgh, Jeffrey I, Weitz. Zinc: An Important Cofactor In Haemostasis And Thrombosis. Barton, Canada. Thrombosis And Atherosclerosis. Research Institute, Hamilton, Ontario, Canada. Review Article: Schattauer. 2012. 421-423. 22. Carvallo YN. Study Profit Asam Amino, Albumin, Mineral Zn pada Ikan Gabus (Ophiocephalus sriatus) dan Ikan Tomang (Ophiocephalus Micropeltus). Fakultas Perikanan.

58 50


Universitas Brawijaya. Malang, 1998. 28-30. 23. Mudjiharto. Fish as Human Serum Albumin Substitute. 2007. 18 August 2009. <http://www.prasetya.brawijaya.ac.id> 24. Amler MH. “Pathogenesis Of Disturbed Extraction Wounds.” J Oral Surg. 31(1973):666-74. 25. Carvalho PSP, Mariano RC, Okamoto T. “Treatment Of Fibrynolitic Alveolitis With Rifamycin B Diethylamideassociated With Gelfoam: A histological study.” J.Braz Dent, 1997. <http://www.forp.usp.br/bdj/t0181.Html > 26. Nitzan DW. “On The Genesis of Dry socket.”J Oral Maksillofacial Surg. 41(1983):706-710. 27. Yuzdani, Herniza.Tindakan Pencegahan Terjadinya Dry socket Setelah Pencabutan Gigi. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan. 2002. 28. Robbins S, RS, Kumar V. Basic Patology. Disadur staff pengajar laboratorium patologi klinik fakuktas kedoteran universitas airlangga. Buku

BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016

Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC, 2007. 29. Colman RW, Clowes AW, George JN. Overview Of Hemostasis. In: Colman RW, Hirsh J, Marder VJ, Clowes AW, George JN Eds.Hemostasis And Thrombosis,4th ed.Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins, 2001. 3- 16. 30. Lawler W, Ahmed A, Hume J.Essensial Phatologi For Dental Student. Disadur Djaya, A. Buku pintar patologi untuk kedokteran Gigi. Jakarta: EGC, 2002. 31. Price S.A, Wilson LMC. Phatophysiological Clinical Concept Of Deases Process. Disadur Anugerah, P. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2005. 32. Gregory et al. The Healing Socket And Socket Regeneration. 6 oktober 2015. <http://www.endoexperience.com/docu ments/TheHealingSocketAndSocketRe generation> 33. Asikin A. The Impact Of Snakehead Filtrate Extra Menu Administration For Pre And Post-Operative Patients In Saiful Anwar General Hospital Malang. Thesis, 1999.

59 51


BIMKGI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016

60


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.