3 minute read
“Lost” Single Kanon Dari Post-Human
Resensi Musik “LOST” SINGLE KANON DARI POST-HUMAN
Post-Human merupakan kuartet progressif metal asal kota kembang Bandung. Sesuai namanya, band ini lahir atas perenungan akan perubahan serta kesempurnaan manusia, yang kemudian turut menentukan kiblat musik yang mereka pilih.
Advertisement
Band yang dibentuk pada pertengahan tahun 2018 ini diisi oleh dua pembetot bass: Boris dan Getha serta Rizqi (vokal) dan Richard (drum). Dengan format personil yang tidak lazim ini, cukup membuat kita mengerenyitkan dahi. Lalu muncul pertanyaan, musik metal tanpa sosok gitaris akan seperti apa?
Namun agaknya ini menjadi keunikan tersendiri, dan P-H pun tidak mau repot dengan alasan bertele-tele akan hal itu.
”Saya suka suaranya yang padat (bass), terlebih di open string-nya. Nggak ada alasan yang sangat spesifik sih, saya cuma nggak begitu nyaman mainin gitar hahaha. mungkin ini alasan utamanya”. Ketika di konfirmasi via surel.
Dengan waktu yang relatif singkat –dari pembentukan band- P-H secara resmi merilis debut single dengan judul “Lost” pada kanal digital seperti YouTube dan Souncloud”.
Lost adalah single lagu yang begitu eksplosif sekelas musik progressif metal tanpa distorsi gitar. Komposisi yang padat dan rapat dari
85
keseluruhan instrumen, mendorong kita untuk lupa bahwa musik ini di bangun tanpa peran vital seorang gitaris. Dilain sisi komposisi dari progresi musik yang terasa cepat dan cukup bervariatif memang sengaja diciptakan, “Progresi musik disesuaikan dengan konflik yang sedang terjadi. Kalau kita dengarkan chorus 1 dan 2 tentu terasa sangat beda, karena chorus satu dan bridge-breakdown setelahnya adalah bagian klimaks konflik dan chorus dua adalah anti-klimaks dan konklusi” tegas PH.
Di wilayah lirik, P-H mengajak pendengar untuk kembali merayakan kebebasan, melakukan hal yang sepatutnya diinginkan tanpa campur tangan orang lain
“Di lagu Lost, ada representasi ketersesatan yang coba kami putar balik. Situasi dalam lagu Lost menggambarkan perubahan emosi dari marah ke "menerima". Sehingga secara lirik, kesan yang diterima adalah keinginan untuk hidup sebagaimana ia inginkan, bukan sebagaimana orang-orang lain inginkan. Aku ingin orang mendengarkan “Lost” agar mereka paham, bahwa setiap orang seharusnya hidup sesuai dengan apa yg mereka inginkan, bukan apa yg orang lain inginkan”.
Maka tak heran instrumen dan vokal pun saling bersahutan dengan mengikuti perubahan emosi lewat lirik yang dibuat, seperti pada chorus 1 vokal lebih terdengar padat sedangkan pada chorus dua terasa begitu renggang.
Emosi yang dibangun dalam lagu ini terasa kuat. Nuansa marah, kecewa ataupun sedih saling bersinggungan. Secara kontras pesan cukup tersampaikan, terlebih instrumen yang dibangun cukup mumpuni. Lagilagi kita lupa kalok band ini tanpa gitaris dengan tensi distorsi tinggi. Peran suara gitar terbayar lunas dengan sound bass yang sangar, dilain sisi bass dengan sound yang tetap clean pun masih berperan besar menjaga tempo dan memandu instrumen agar tidak meracau. Di wilayah inilah Getha dan Boris bekerja, mempresentasikan alasan kenapa P-H memilih format 2 bassist dengan mengubur sound gitar yang biasanya lebih dominan.
86
Proses penggarapan materi single memakan waktu kurang lebih tiga bulan, dengan di bantu dalam proses kritik oleh Thubagus Pandu (Gitaris Klasik) dan Robi Trianda (Drumer El-Karmoya). Sedangkan untuk teknis rekaman P-H bekerjasama dengan Rutter Studios.
Karya yang di hasilkan P-H pun tidak lepas dari pengaruh musik yang mereka dengarkan, “Aku sendiri sangat terpengaruh oleh Tool dan Pink Floyd. Terutama pada pemilihan nada dan pembangunan nuansa, hebat sekali. Band-band metal kekinian seperti Bleed from Within atau Veil of Maya juga punya pengaruh pada musik kita, break down mereka enak bangeud” ujar P-H agak berkelakar.
“Lost” adalah langkah awal P-H yang saat ini sedang dalam proses penggarapan mini album (EP) yang bertajuk “Nothing to be Done” dan rencananya akan dirilis akhir tahun 2018. Konsep emosional manusia menjadi benang merah dalam EP yang saat ini sedang di garap. “EP kami punya patokan secara emosi, jadi yang paling pertama kami lakukan adalah tau mengenai topik yang akan di bahas. Aku ngebagi2 tiap lagu di EP ini dengan emosi yg cukup spesifik, EP ini membahas bagaimana seseorang ketika ia tahu kapan ia akan mati, maka aku coba bagi2 tiap lagu sesuai dengan teori psikologi kesiapan kematian Elizabeth Kubler-Ross”. Konsep yang tawarkan cukup menarik, irisan bumbu ilmiah sepertinya akan digodog bersama musik progressif metal yang pedas. Agar tidak meluber instrument musikpun disesuaikan dengan emosi yang hendak akan disampaikan, patokan-patokannya telah disiapkan.
Bukupun turut membantu dalam proses kreatif penggarapan. “Diluar itu, beberapa buku cukup punya pengaruh buat aku paham bagaimana emosi yg dirasakan. Buku2 jepang seperti karyanya Osamu Dazai, Yukio Mishima, Murakami Haruki dan lainnya cukup membantu aku dalam sudut2 lainnya”. pungkas P-H.
“Lost” agaknya seperti sebuah sinyal untuk karya lain Post-Human yang lebih berbahaya, atau bahkan kontemplatif?. Wallahuallam. Kita tunggu saja nanti setelah EP-nya rilis. Cheers!
87