DIMeNSI Lembaga Pers Mahasiswa (LPM)
ISSN : 2301-9840
9772301984327
EDISI XXXVIII SEPTEMBER 2017
Media Pemikiran Alternatif
PARADOKS tambang; Untung atau buntung?
Jangan mau sekarat ditindas ketidaktahuan ! Mari kunjungi dimensipers.com dimensipers.com
dimensipers
LPM Dimensi IAINTA
DIMeNSI Lembaga Pers Mahasiswa (LPM)
Media Pemikiran Alternatif
Diterbitkan Oleh : Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) DIMENSI IAIN Tulungagung Pelindung Rektor IAIN Tulungagung (DR. H. Maftukhin, M.Ag) Penasehat Wakil Rektor III (Dr. H. Nur Effendi, M.Ag) Pemimpin Umum Arif Riza Azizi Sekretaris Umum M.Audi Yuni Mabruri Bendahara Umum Jazilatur Rohmah Pemimpin Redaksi M. Khoirul Fata Dewan Redaksi Imam Basri Ilham Mustofa Devisi Litbang Mansur Muin Staf Riset Salis Arisna Mustafa Staf Pengkaderan dan Pengembangan SDM Nur Azizah, Rizka Hidayatul Umami, Vima Nayla, Jordan E. Staf Jaringan Kerja (JAKER) Rizal Lukman Hakim, Naharin Devisi Perusahaan Fakih Hudin A, Eni Fatatik, Anharul Mahfud, Toyib sulaiman Desain Grafis dan Layouter M. Fahrul Rozi, Jordan E. Fotografer Toyib Sulaiman Reporter M. Nahrudin, Romafi Wahyu, Titi Suryati, Abdilah Fadli, Luluk Nafiah, Isrofil Amaryk, fajrul Falah, Alif Diah, Fahrul Rozi, Yunita, Ana, Selly Muna, Imron, Fahim Jl. Mayor Sujadi Timur 46 Tulungagung kode pos 66221 email/website: lpmdimensita@gmail.com/dimensipers.com
P
Salam Persma!
uji syukur kami haturkan kepada sang Maha Pencipta atas terbitnya Majalah DIMëNSI edisi XXXVIII dengan tema Paradoks Tambang; Untung atau Buntung. Tema tentang tambang lahir dari kegelisahan kami akan merebaknya tambang dengan segala dampak yang ditimbulkannya. Yang paling diingat adalah wafatnya Mbok Patmi, warga asal Kendeng, saat melakukan aksi cor semen sebagai wujud tolak pendirian pabrik semen di Kendeng. Tragedi kemanusiaan lain adalah meninggalnya Salim Kancil, semburan lumpur Lapindo yang meenggelamkan beberapa desa di Sidoarjo. Itu belum menghitung berapa nyawa yang mati sia-sia di daerah tambang seperti di Papua, Kalimantan, Maluku, dan daerah lain yang tidak terekspos banyaknya korban jiwa. Perlu juga digarisbawahi, wilayah Indonesia semua telah dikapling dengan potensinya masing-masing siap untuk dieskplorasi. Yang pasti wilayah tersebut beririsan langsung dengan ruang hidup masyarakat. Sudah jamak rumah warga yang tergusur karena harus mengalah dengan tambang. Warga tinggal di dekat pertambangan juga banyak. Padahal pertambangan jelas berpengaruh pada lingkungan, kualitas lingkungan jelas akan menurun. Indonesia pernah menjadi sapi perahan kolonialisme, hidup untuk diperas susunya. Hingga dongeng itu berakhir ketika Indonesia dibawa merdeka oleh Soekarno. Bukan untuk mengelu-elukan masa lalu, di zaman Soekarno pihak asing ditekan untuk menanamkan investasinya. Menasionalisasi semua bisang usaha milik asing yang ada di Indonesia. Pergantian kekuasaan kemudian mengubah konstelasi kebijakan pemanfaatan kekayaan Indonesia. Skema penjualan kekayaan Indonesia kepada asing diberi jalan bersama UU Penanaman Modal No.1 Tahun 1967 (bahkan Freeport lebih dulu mengeksplorasi Gunung Tembagapura sebelum UU tersebut). 50 tahun sejak UU Penanaman Modal semua macam Sumber Daya Alam Indonesia dieksplorasi telah membawa dampak ekologis, sosial, ekonomi, politik, hingga budaya. Kami berihtiar menyajikan dampak adanya pertambangan terhadap masyarakat Tulungagung. Apa yang kami potret jauh dari kata utuh untuk bisa menggambarkan seluruh dampak pertambangan di Tulungagung. Kami memotret tambang secara kasuistik dan disajikan dengan segala keterbatasannya. Kami harap sedikit yang kami potret akan melecut pendalaman penggalian kajian tentang ini. Mari duduk dan baca karya kami dalam keadaan santai. Mayoritas tambang dikuasai oleh asing karena ketidakmampuan Indonesia mengolahnya sendiri. Akhirnya Indonesia hanya mendapat pajak dari pengolahan tersebut yang tidak seberapa. Berbanding terbalik dengan dampak kerusakan lingkungan, menghilangkan sumber air, menyebabkan semburan lumpur seperti di Sidoarjo da masih banyak lagi. Mari kita renungkan kebutuhan mengeruk kekayaan perut bumi dengan dampak yang ditimbulkannya. Jika tambang menyebabkan lebih memilih adanya tambang atau lestarinya alam, melimpahnya sumber mata air atau ruang hidup yang luas? Mari berkeputusan lebih bijak, mari bersikap Selamat membaca ! Redaksi Majalah Dimensi
DIMeNSI Lembaga Pers Mahasiswa (LPM)
DAFTAR ISI
Media Pemikiran Alternatif Edisi 38, September 2017
DIMUT Potensi Tambang dalam Pusaran Konflik......................3 Menilik Kemegahan Tambang Marmer Tulungagung....6 LIPSUS Potensi Destruktif Pengembangan Pariwisata di Tulungagung..................................................................8 NUSANTARA Banyuwangi Tambang Emas Tumpang Pitu dalam Selimut Konflik..............................................................12 Memaknai Aksi Sosial Perlawanan Perempuan Lokal.............................................................................16 PERPUSTAKAAN Kamu menyembunyika n buku ya ?
JURNAL&SKRIPSI
TERAS Sistem Rusak; Mahasiswa jadi Korban......................20 Ketagihan Uang Kuliah Tambah (UKT)......................23
Saya sudah melakukan prosedur pengembalian dengan benar pak!
EDITORIAL Paradoks Tambang; Untung atau Buntung?..............25 PEMINJAM AN PENGEMBdan ALIAN BUK U
KLIK Ibu Bumi.....................................................................27
RESENSI Kesejahteraan Semu ala Tambang..............................31 SWARA Pendidikan Sebagai Wujud Kemerdekaan.................. 33 Agenda Mendistraksi Ingatan.......................................35 KOMIK Awal Mula Tambang Itu................................................37 BUDAYA Senjakala Dolanan Tradisional...............................39 SUPLEMEN Membalik Pandangan terhadap Alam....................42 Regulasi Pertambangan Negara Merampas Hutan.....................................................................44 KIPRAH Gunretno; Lantang Menggugat..............................47
SUSASTRA Kapur Ber-Magenta.................................................51 PUISI Antara Alam dan Rakyat.........................................56
2
DIMeNSI 38 September 2017
DIMUT
Pot ensi Ta mba ng da l a m Pusa r a n Konf l i k
Ilustrasi : Rozy
“ Potensi tambang di Indonesia cukup menjanjikan. Setidaknya ada beberapa titik yang sudah dikapling oleh pemerintah. Di Jawa Timur sendiri, terdapat beberapa wilayah yang sudah dilirik pemerintah untuk dikeruk kandungan minyak, Mineral maupun Logam. Kementrian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia menerbitkan table yang berisi potensi pertambangan seperti besi, emas, pasir besi, seng, nikel dan lain-lain. Berikut tabel yang diterbitkan Kementerian ESDM pada tahun 2012; “
POTENSI MINERAL PROVINSI JATIM, DALAM CATATAN KEMENTERIAN ESDM TAHUN 2012 BESI
Volume (ton) 14.690,25 Luas (Ha) -
Wilayah :
TEMBAGA
Tulungagung (kecamatan Kalidawir), Pacitan (kecamatan Kebonagung), Pacitan, dan Tegalombo
Volume (ton) 449.065,58 Luas (Ha) 2.420,64
EMAS Volume (ton) 2.893.060,00 Luas (Ha) 7.982,72
MANGAAN Volume (ton) 143.598.428,30 Luas (Ha) 10.412,15
PASIR BESI
Volume (ton) 735.608.023,23 Luas (Ha) 10.412,15
Blitar (kecamatan Wates), Jember (kecamatan Silo dan Tempurejo), Wilayah : Pacitan (kecamatan Ngadirejo, Punung, Arjosari, Bandar), Banyuwangi (kawasan Tumpang Pitu) dan Trenggalek.
Malang (kecamatan Sumbermanjing Wetan) Blitar (kecamatan Binangun, Wonotirto) Wilayah : Trenggalek (kecamatan Gandusari), Tulungagung (kecamatan Bandung, Besuki, Dan Rejotangan),Pacitan (kecamatan Tegalombo,bandar, Nawangan), Jember (kecamatan Silo, Puger, Wuluhan).
Malang (kecamatan Donomulyo Dan Gedangan), Blitar (kecamatan Bakung,wonotirto,panggungrejo, wates) Trenggalek (kecamatan Dongko), Wilayah : Tulungagung (kecamatan Kalidawir), Pacitan (kecamatan Ngadirejo Dan Donorojo), Lumajang (kecamatan Yosowilangun,kunir, tempeh,pasirian,tempursari), Jember (gumukmas, Puger, Kencong).
PIRIT Volume (ton) 410,00 Luas (Ha) -
Volume (ton) 191.250,00 Luas (Ha) 0,02
(kecamatan Wonotirto), Jember (kecamatan Silo Dan Tempurejo), Tulungagung (kecamatan Pucanglaban), Pacitan (kecamatan Tegalombo Dan Pacitan)
Wilayah : -
NIKEL Volume (ton) Luas (Ha) -
TIMAH HITAM
TIMAH PUTIH
Wilayah : -
Volume (ton) Luas (Ha) -
Volume (ton) Luas (Ha) -
Wilayah :
Wilayah :
Pacitan (kecamatan Ngadirojo)
Pacitan (kecamatan Ngadirojo, Tulakan)
Wilayah :
Pacitan (kecamatan Ngadirojo)
Wilayah :
Jember (kecamatan Silo, Tempurejo)
GALENA
SENG Volume (ton) 30,00 Luas (Ha) -
UNSUR LOGAM Au,Ag,Cu, dan Zn
Wilayah : Blitar
Wilayah :
DIMeNSI 38 September 2017
Volume (ton) Luas (Ha) -
Pacitan (kecamatan Ngadirejo) Infografis : Rozy
3
K
DIMUT
emudian potensi-potensi tambang itu ditindaklanjuti dengan terbitnya surat izin lingkungan badan penanaman modal UPT Pelayanan Perizinan Terpadu pemerintah provinsi Jawa Timur. Dalam surat izin tertera enam puluh tujuh kecamatan dari sebelas kota/kabupaten berbeda untuk kegiatan eksplorasi migas. Sebelas kota/kabupaten tersebut antara lain kabupaten Trenggalek, Kediri, Tulungagung, Blitar, Malang, Jember, Lamongan, Jombang, Nganjuk dan Kota Kediri. Sementara untuk wilayah Tulungagung memiliki sepuluh titik untuk kegiatan eksplorasi. surat edaraan yang di keluarkan oleh Bupati Tulungagung nomor 050/ /407.201/2014 tentang persetujuan izin kegiatan survey 2D bahwa pemerintah kabupaten Tulungagung memberikan persetujuan izin pelaksanaan kegiatan Survey Seismic 2D di 10 kecamatan. Yakni Rejotangan, Kalidawir, pucanglaban, Tanggunggunung, Besuki, Campur Darat, Pakel, Boyolangu, Ngunut dan
Kedungwaru. Sejalan dengan hal tersebut, proses pertambangan sesungguhnya diatur pemerintah Republik Indonesia dalam peraturan presiden (perpres) nomor 9 Tahun 2013. Peraturan itu melimpahkan tanggungjawab penyelenggara dan pengelolaan kegiatan ke Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Selanjutnya, peraturan tersebut mengatur bahwa pengelolaan kegiatan hulu minyak dan gas dilakukan berdasarkan kontrak kerjasama (KKS) antara korporasi dengan SKK MIGAS. Sementara itu, dunia Indutri migas Indonesia menempati peringkat ke tiga di dunia. Namun peringkat ketiga itu dirasa kurang cukup sehingga SKK Migas di tahun 2017 berniat membuka 134 sumur baru. Secara resmi SKK Migas menginformasikan agendanya melalui buletin edisi ke 45. Dalam buletin itu dikatakan bahwa kegiatan pembukaan sumur baru bertujuan untuk mengeksplorasi kandungan apa saja di dalam perut bumi kawasan tertentu.
Tabel aksi Penolakan Pertambangan Periode 2016 di Jawa Timur No
Tahun
Daerah
Keterangan
1.
2016
Sidoarjo
Aksi penolakan pengeboran PT Lapindo Brantas jilid II.
2.
2016
Lumajang
Aksi penolakan tambang pasir seteah terbunuhnya salim kancil.
3.
2016
Banyuwangi
Aksi penolakan tambang emas tumpang pitu
4.
2016
Jember
Aksi penolakan tambang emas oleh PT Antam
5.
2016
Jember
Aliansi masyarakat peduli lingkungan AMPEL menolak tambang pasir besi
6.
2016
Ngawi
Aksi penolakan energi panas bumi
7.
2016
Trenggalek
Aksi penolakan tambag emas oleh PT SMN
8.
2016
Yogyakarta
Aksi lanjutan penolakan tambang semen
4
Potensi-potensi tambang itu, bagi sebagian masyarakat dianggap tidak membawa berkah kesejahteraan. Rentetan penolakan tambang di Indonesia cukup memberi bukti konkret atas anggapan tersebut. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur mencatat selama 2016 tidak kurang terdapat delapan aksi penolakan atas tambang di Jawa Timur. Aksi-aksi tersebut memiliki asumsi bahwa kehadiran tambang bakal merusak lingkungan dan merenggut hajat hidup masyarakat sekitar area pertambangan. Aksi-aksi itu juga mendapat pembenaran dari laporan Walhi Jawa Timur yang bertajuk “Mendiami Negri y a n g Ti d a k L a y a k H u n i â€? . Wa l h i berpendapat persoalan mineral dan gas menempati posisi pertama dalam krisis ekologis di Jawa Timur. Walhi juga menghimbau bahwa keberadaan tambang sangat rentan terjadi konik di masyarakat seperti alih fungsi lahan, bencana ekologis, sampai perebutan tanah. Sehingga aksi-aksi penolakan bukan aksi-aksi tanpa dasar apapun. Setidaknya laporan Walhi memberi satu catatan penting bagi pemerintah yang ingin membuat kebijakan pertambangan. Dalih Penelitian dan Penolakannya di Kromasan Tulungagung sendiri sejatinya sudah memiliki banyak area pertambangan. Namun bila dirunut data yang dikeluarkan Kementrian ESDM, Tulungagung memiliki potensi tambang yang belum diekplorasi. Upaya eksplorasi pernah dilakukan di Desa Kromasan Kecamatan Ngunut namun mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut akibat keresahan masyarakat setempat karena khawatir akan merusak lingkungan dan mengganggu hajat hidup mereka. Aksi penolakan tersebut sebenarnya berlangsung pada tahun 2016 tanggal 29 di Balai Desa Kromasan. Warga kala itu geram akibat rencana ekplorasi di kawasannya. Beberapa warga berpendapat bahwa mereka khawatir kalau eksplorasi itu akan mendatangkan bencana seperti di Sidoarjo, yakni lumpur lapindo.
DIMeNSI 38 September 2017
DIMUT
Foto : Repro Internet
Selain itu, banyak warga merasa tidak diajak musyawarah terkait agenda ekplorasi tambang. Sedangkan beberapa yang ikut menandatangani merasa tidak tahu maksud dari tanda tangan tersebut. Agus, salah satu warga yang menolak eksplorasi menerangkan bahwa kronologis bukti persetujuan dari warga. Menurutnya tanda tangan persetujuan dilakukan oleh Kepala Desa Kromasan seusai yasinan berlangsung. Tiba-tiba saja Kepala Desa meminta tanda tangan tanpa ada penjelasan lebih dulu. Hal tersebut kemudian mendapat respon serius dari warga. Sekitar Sembilan ratus tanda tangan penolakan berhasil dikumpulkan untuk menolak eksplorasi. Aksi tersebut kemudian ditanggapi Kepala Desa sebagai tindakan berlebihan. Kepala Desa menuturkan bahwa warga sebenarnya salah paham terakait agenda ekplorasi itu. Pengeboran ini menurut kepala desa sebatas penelitian, hanya mengebor dengan kedalaman 150 meter sehingga tidak mungkin akan memiliki dampak seperti lumpur lapindo. Kepala Desa Kromasan secara eksplisit menyatakan dukungannya terhadap eksplorasi. Kepala Desa berdalih bahwa eksplorasi tersebut hanya kepentingan penelitian semata. Penelitian itu sendiri digawangi oleh
DIMeNSI 38 September 2017
mahasiswa yang tergabung dalam Penelitian Sumberdaya Mineral dan Energi (PSME) Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta. Terkait aktivitas di Kromasan, Dinas Energi Sumber Daya Mineral ( E S D M ) k a b u p a t e n Tu l u n g a g u n g , mengaku tidak mengetahui peristiwa di desa Kromasan. Dariyanto selaku Kepala Dinas ESDM mengatakan pihaknya tidak ikut campur dalam peristiwa penolakan di desa Kromasan. ”Selama ini memang belum ada koordinasi antara pemerintah kabupaten dengan pelaku p e r t a m b a n g a n , Te r k a i t i z i n penambangan di Kromasan”, ujar Dariyanto. Keterangan dari dinas ESDM tersebut berbanding terbalik dengan keterangan yang tercantum pada surat edaraan yang di keluarkan oleh Bupati Tulungagung nomor 050/ /407.201/2014 tentang persetujuan izin kegiatan survey 2D bahwa pemerintah kabupaten Tulungagung memberikan persetujuan izin pelaksanaan kegiatan Survey
Seismic 2D di sepuluh kecamatan. Yakni Rejotangan, Kalidawir, pucanglaban, Tanggunggunung, Besuki, Campur Darat, Pakel, Boyolangu, Ngunut dan Kedungwaru. Surat tersebut secara jelas mengafirmasi bahwa kegiatan eksplorasi PT Pertamina EP di desa kromasan sudah disetujui oleh pihak pemerintah kabupaten Tulungagung. Crew Dimensi mendapati bahwa Pertamina EP menjadi kontraktor kerjasama terkait kegiatan penilitian di desa Kromasan. Merujuk surat SKK Migas yang di terbitkan oleh pertamina ep nomor 052/EP1222/2016-S0 perihal pemberitahuan dimulainya pekerjaan “Pre-Survey Seismic 2D Regional Lumajang (Shallow Coring) di Tulungagung. Kemudian, Pusat Studi Mineral dan Energi (PSME)-UPN Veteran Yogyakarta ditunjuk sebagai pelaksana survey Seismic 2D di desa Kromasan. Aksi penolakan eksplorasi tambang di kromasan seharusnya menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk mempertimbangkan kembali perizinan eksplorasi pertambangan. Aksi penolakan tambang di kromasan juga menunjukkan bahwa tambang merupakan momok yang menakutkan bagi masyarakat. Pemerintah kabupaten Tulungagung melalui dinas Energi Sumberdaya Mineral dan pengairan (Dinas ESDM) sudah saatnya untuk mengkaji ulang perizinan tambang di wilayahnya. Meski dalih penelitian dipakai untuk membenarkan agenda eksplorasi tapi sejatinya “masyarakat butuh kesejahteraan bukan tambang”, tegas budi salah seorang warga Kromasan. [] Mansur, Salis, Faqih
5
DIMUT
K
abupaten Tulungagung sering kali dikenal dengan hasil tambang marmernya. Marmer seolah-olah menjadi komoditas utama bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Tulungagung. Keberadaan tambang marmer sendiri di kawasan selatan Tulungagung, tepatnya kecamatan Besole dan Campurdarat. Selain menjadi area tambang, kawasan tersebut menjadi sentral pengrajin marmer di Tu l u n g a g u n g . I r o n i s n y a , b a n y a k pengrajin memilih menggunakan marmer dari daerah lain ketimbang wilayahnya sendiri. Hal tersebut disebabkan karena kualitas marmer sudah menurun. Sehingga para pengrajin memasok marmer di luar daerah. Selain itu ancaman dari kerusakan ekologis menghantui masyarakat setempat. Kisah tambang marmer bermula dari kehadiran Perseroan Terbatas Industri Marmer Indonesia Tulungagung. PT tersebut mulai beroperasi tahun 1961. Pada gilirannya, perusahaan tambang sejenis PT. IMIT bermunculan dan mengeruk keuntungan dari sumber daya di kawasan itu. Hingga akhirnya mempengaruhi warga sekitar untuk
6
MENILIK KEMEGAHAN TAMBANG MARMER TULUNGAGUNG
Dok.Dimensi
menggantungkan hidup pada industri batu. Menurut ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Kecamatan Besole, warga mendapat berkah dari keberadaan perusahaan tambang. Tambang itu berhasil menciptakan lapangan pekerjaan di wilayahnya. Semua hasil pertambangan termasuk limbahnya, bisa dimanfaatkan untuk pelbagai hal. Salah satu limbahnya ialah serbuk yang digunakan untuk bahan bangunan. Sementara menurut pengakuan beberapa warga, tambang marmer sudah menyeret warga untuk menggantungkan hidupnya pada hasil tambang. Tapi warga sekitar tidak banyak bekerja menjadi karyawan perusahaan tambang. Mereka lebih memilih untuk membuat kerajinan dari batu alam itu. Tambang marmer seperti dimiliki oleh PT. IMIT dimungkinkan menjadi inspirasi bagi industri kreatif yang mengolah batu menjadi barang bernilai tinggi. Deni menuturkan bahwa tambang telah membuat lowongan pekerjaan bagi masyarakat. Banyak masyarakat yang memilih menjadi pengrajin batu untuk
mencukupi kehidupannya. “Masyarakat daerah campurdarat mayoritas kerjanya pengrajin batu (bukan buruh perusahaan tambang; red)”, terangnya. Mayoritas masyarakat memilih menjadi pengrajin daripada buruh perusahaan tambang juga dibenarkan oleh Mukijan (67) asal Desa Gempolan. Ia justru memberi informasi warga desanya lebih banyak menjadi petani. Mukijan menganggap kerja di perusahaan tambang tidak mendapat upah yang layak. Bahkan di antara warga ada yang memilih mencari penghidupan di luar pulau seperti di Sumatra dan Papua. “Teng pabrik niku coro baseane bayarane naming titik, naming 40 ewu sedino, 50 paleng larang niku. Molakno podo kathah seng kerjo nek kalimatan Sumatra papua”, ungkapnya. Bahkan Mukijan berpandangan jika tambang marmer hanya untuk kepentingan pribadi semata, maka Negara kita sedang dijarah. Pandangan Mukijan ini menunjukkan betapa tambang di sekitarnya tidak member dampak signifikan pada hidupnya.
DIMeNSI 38 September 2017
“Pokok tambang iku miturut masyarakat kui yo nguntungne, tapi Lek gaene gawe kepentingan pribadi (perusahaan; red) engko negoro kene dikrowoki, terus digowo minggat. Soale seng duwe wong adoh.”, tegasnya. Keterangan Deni dan Mukijan memberi informasi penting, bahwa masyarakat lebih menikmati menjadi pengrajin ketimbang menjadi buruh perusahaan tambang. Mereka mengolah bahan mentah menjadi produk jadi. Namun para pengrajin batu sudah jarang memakai batu dari wilayahnya untuk dibuat kerajinnya. Pasalnya, kualitas batu yang ada di sana sudah menurun drastis. “Anu mas, (kualitas batu Besole; red)udah mulai menurun, kalah sama yang luar provinsi dan peminat marmer besole mulai jarang”, tambah Deni. Para pengrajin batu marmer di kawasan Besole dan sekitarnya mampu melebarkan pangsa pasar sampai mancanegara. Mereka menjual produk ke Negara seperti Amerika, Korea dan India. Menurut Ani salah satu pemilik sorum di Desa Gamping, ekspor kerajinan sorumnya sesuai dengan permintaan pelanggan. Pelanggan biasanya memesan patung, wastafel, meja makan yang beraneka jenis ukuran dan bentuk. “kalau ekspor itu biasanya (sesuai permintaan pelanggan; red), mereka minta ukuran berapa atau
mereka minta bentuk apa gitu”, ujarnya. Melampaui kesuksesan perusahan-perusahaan marmer menginisiasi para pengrajin, senyatanya masyarakat sekitar tambang dibayangi oleh dampak dari kerusakan ekologis. Seolah pemerintah acuh dan lebih mendiamkan dampak buruk yang bisa menimpa. Sehingga banyak masyarakat yang menerima dan cenderung menganggap berkah atas keberadaan tambang marmer yang sudah berjalan bertahun-tahun. Dalam hal ini, Mukijan memberi pandangan bahwa masyarakat seolah harus menanggung kerusakan alam yang ditanggung akibat aktifitas pertambang. “Masyarakat Kene di tinggali limbahe, di tinggali blotongan terus banjir ngunu kui”, pungkasnya. Ancaman Kerusakkan Ekosistem Kawasan tambang di Besole dan Campurdarat dapat digolongkan sebagai kawasan karst. Kawasan ini merupakan bagian dari Pegunungan Sewu yang membentang dari Kabupaten Bantul hingga Kabupaten Tulungagung. Para ahli meyakini pegunungan ini memiliki potensi sumberdaya luarbiasa seperti sumberdaya mineral, sumberdaya hayati, sumberdaya air. Namun bila sumberdaya mineral dikeruk secara terus menerus maka akan mengakibatkan kerusakan permanen dan tidak bisa ditanggulai kembali.
DIMUT
Eko Haryono peniliti Universitas Gajahmada (UGM) berpendapat kawasan karst sangat rentan akan pencemaran. Pasalnya, pencemaran ini diakibatkan oleh sifat unik karts yang memiliki rekahan atau pori-pori pada batuan mudah diresapi. Ia juga menuturkan bila komponen-komponen yang mendukungnya itu bila rusak salah satu maka dengan akan berimbas pada komponen lainnya. Penjelasan Eko memberi peringatan akan bahaya yang terjadi akibat pengerukan marmer di Tulungagung. Sebab sudah sejak tahun 1961 pertambangan beroperasi hingga kini dan belum ada tanda-tanda akan berhenti. Senyatanya warga mulai merasakan dampaknya saat musim hujan tiba. Wilayah Karst, yang menjadi cacth area (area menangkap air hujan agar masuk ke sungai bawah tanah) dikeruk akan membuat air hujan meluber ke pemukiman warga. Tak heran kawasan di sekitar Besole maupun Campurdarat kerap terendam air saat musim hujan melanda. (Reporter; Audi, Aan)
Mukijan memberi pandangan bahwa masyarakat seolah harus menanggung kerusakan alam yang ditanggung akibat aktifitas pertambang. “Masyarakat Kene di tinggali limbahe, di tinggali blotongan terus banjir ngunu kui”, pungkasnya. Dok.Dimensi
DIMeNSI 38 September 2017
7
LIPSUS
POTENSI DESTRUKTIF PENGEMBANGAN PARIWISATA DI TULUNGAGUNG Dok. Dimensi
“ mereka pasti menjanjikan mereka (masyarakat) akan menjadi pekerja di sana, apakah nanti kemudian menjadi nelayan, menjadi petani itu tidak lebih berarti daripada menjadi buruh. Bisa nggak kemudian menjadi yang di dalam; pemasaran kek, keuangan kek, yang terjadi mereka kemudian hanya menjadi buruh kasar, operator, parkiran, buka kios kecil-kecilan, nah itu yang akan mereka dapatkan,” Daniel Stephanus, Aktivis Pelestari Lingkungan
P
engembangan Pariwisata kerap mengabaikan keberlangsungan ekosistem di suatu wilayah. Sering sekali pemerintah hanya mengengedepankan pembangunan pariwisata berorientasi profit ketimbang berbasis konservasi lingkungan. Menurut Daniel Stephanus, salah satu aktivis lingkungan Jawa Timur pemerintah sering menjanjikan lapangan pekerjaan dalam pembangungan wisata tanpa mengkalkulasi dampak ekologi,“Bisa nggak kemudian menjadi yang di dalam; pemasaran kek, keuangan kek, yang terjadi mereka kemudian hanya menjadi buruh kasar, operator, parkiran, buka kios kecil-kecilan, nah itu yang akan mereka dapatkan” tuturnya. Melalui pengembangan pariwisata Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulungagung berharap dapat
8
meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar destinasi pariwisata. Hal tersebut seperti yang diungkapkan Kepala Bidang Pengembangan Pariwisata, Heru Junianto, “Semakin banyak orang yang datang maka banyak orang yang belanja. Sehingga warga masyarakat di sekitar pariwisata ikut menikmati,” ungkapnya. Pembangunan pariwisata dilaksanakan sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). RPJMN mencatat pariwisata termasuk dalam salah satu yang akan diprioritaskan selama periode pemerintahan Jokowi (20142019). Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2017 pariwisata juga masuk dalam 5 sektor prioritas pembangunan 2017, meliputi, pangan, energi, kemaritiman, pariwisata, serta
k a w a s a n tri dan asan ekonomi sus.
indus kaw khu
Daniel Stephanus (Aktifis Pelestari Lingkungan)
DIMeNSI 38 September 2017
LIPSUS
semakin banyak pengunjung yang datang di tempat pariwisata menyebabkan semakin banyak sampah Dok. Dimensi
Pembangunan pariwisata juga dilaksanakan di kabupaten kecil seperti Tulungagung. Hingga bulan Maret lalu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulungagung sudah memiliki 4 rencana pengembangan pariwisata, yaitu, Pantai Kedung Tumpang, Popoh, Sine dan wisata Gunung Budeg. Terdapat 85 tempat wisata yang tersebar di 19 kecamatan di Tulungagung. Terdiri dari, 38 wisata alam, 18 wisata buatan, 11 wisata sejarah, 1 wisata budaya dan 27 wisata kuliner. Heru Junianto mengatakan bahwa pembangunan pariwisata tidak dilaksanakan oleh Pemkab sendiri, “Pemerintah itu bersama-sama stake holder yaitu masyarakat dan lebih tepatnya Pokdarwis (kelompok sadar wisata), itu binaan kita. Pemda dan swasta siapa swasta kuwi sopo? Ya investor, boleh investor nanti datang kesana” tuturnya saat ditemui crew LPM Dimensi bulan Maret lalu. Pokdarwis sendiri dibentuk berdasarkan Perda no. 6 tahun 2012 tetang kepariwisataan. Heru Junianto juga menyebutkan bahwa ada dua
DIMeNSI 38 September 2017
mekanisme pembentukan Pokdarwis di Tulungagung, “Pertama dari inisiasi masyarakat. Kedua dari inisiasi pemerintah,” Lebih lanjut Heru Junianto memaparkan, “...inisiasi dari masyarakat sekitar obyek bersama-sama dengan pemerintah desa melakukan rapat pembentukan Pokdarwis. Kemudian hasil rapat tersebut dikirimkan memalui kaur Camat setempat dikirimkan ke dinas pariwisata, disini untuk mendapatkan pengesahan melalui penerbitan SK pengukuhan kelompok sadar wisata yang telah dibentuk, surat tersebut juga akan kita kirimkan dimintai dinas pariwisata propinsi”, jelasnya. Kelompok yang beranggotakan masyarakat sekitar destinasi pariwisata tersebut (Pokdarwis) membantu pemerintah mengelola tempat pariwisata, yaitu melaksanakan Sapta Pesona (keamanan, ketertiban, kebersihan, kesejukan, keindahan, keramahtamahan, dan kenangan). Sedangkan pembangunan infrastruktur tetap dilaksanakan oleh pemerintah (Dinas Pariwisata). Namun, terdapat tiga
destinasi pariwisata di Tulungagung yang tidak dikelola oleh Pokdarwis, yaitu, Popoh, Argo Wilis dan Waduk Wonorejo. Pantai Popoh dan Argo Wilis dikelola langsung oleh Dinas Pariwisata, sedangkan Waduk Wonorejo oleh PT Jasatirta. Belajar dari Daerah Lain Dinas Pariwisata Tulungagung menghendaki pariwisata Tulungagung menjadi tujuan pariwisata Nasional dan Internasional.Kepala Bidang Pengembangan Pariwisata Tulungagung mengatakan bahwa semakin banyak penjungung pariwisata akan semakin baik. Dengan demikian, jelas bahwa pemerintah Kabupaten Tulungagung menghendaki pengembangan pariwisata massal. Sebagaimana dilansir wisatahalimun.com, Kodhyat dalam b u k u To u r i s m Te c h n o l o g y a n d Competitive Strategies menyebutkan bahwa “Pariwisata massal sebagai pariwisata modern atau konvensional,
9
LIPSUS di mana jenis pariwisata ini memiliki ciri-ciri yakni kegiatan wisata b e r j u m l a h b e s a r ( M a s s Tourism)...pembangunan sarana dan fasilitas kepariwisataan berskala besar dan mewah memerlukan tempat-tempat yang dianggap strategis serta memerlukan tanah yang cukup luas“. Selain itu, pariwisata massal juga lebih mementingkan keuntungan ekonomi. Contoh pariwisata massal yaitu, DUFAN (Dunia Fantasi), Pantai Ancol (Jakarta), Pantai Tanjung Benoa (Bali), dan lainnya. Te m p a t p a r i w i s a t a d e n g a n pengunjung yang besar menyebabkan banyak permasalahan lingkungan, misalnya, rusaknya terumbu karang di laut, terganggunya ekosistem bawah laut, hingga sampah yang semakin banyak. Tulungagung tentu belum mengalami dampak yang serius terhadap adanya pariwisata massal. Hal tersebut karena Tu l u n g a g u n g b e l u m m e n e r a p k a n rencana pariwisata massal. Seperti disebutkan di mongabay.co.id, Gili Matra (Nusa Tenggara Barat) adalah salah satu pariwisata yang terancam mengalami kerusakan lingkungan akibat pariwisata
Heru Junianto (Kabid Pariwisata Bidang Pengembangan)
10
massal.
Aktivis pelestari lingkungan, Daniel Stephanus mengatakan, bahkan bukan hanya kerusakan lingkungan (alam) yang akan terjadi sebagai dampak pariwisata massal, “Karena selama ini jika kita membicarakan pariwisata masif yang dijual hanya alamnya, relasi sosial rusak, budaya, kesenian lokal rusak,” tuturnya.. Relasi sosial, budaya dan kesenian lokal akan rusak apabila wahana pariwisata masuk ke tempat pariwisata. Di pantai misalnya, masuknya wahana untuk mendukung pariwisata akan menyebabkan nelayan tidak mendapat tempat untuk melaut. Sehingga budaya gotong royong ketika melaut, menarik jaring pukat, dan lelang ikan yang sudah terjadi bertahun-tahun lama kelamaan akan menghilang. Masyarakat di sekitar pantai dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan tidak adanya lokasi untuk melaut, yaitu dengan menjadi buruh kasar di tempat pariwisata, “Bisa nggak kemudian menjadi yang di dalam; pemasaran kek, keuangan kek, yang terjadi mereka kemudian hanya menjadi buruh kasar, operator, parkiran, buka kios kecilkecilan, nah itu yang akan mereka dapatkan,” ungkap Daniel. Pemerintah seringkali menjanjikan kepada masyarakat sekitar untuk bekerja di tempat pariwisata dengan adanya pengembangan pariwisata. Pada kenyataannya hanya tenaga ahli yang akan dibutuhkan. Misalkan menjadi guide tour, pegawai administrasi, mereka tentu adalah orangorang yang sudah memiliki keahlian di bidangnya. Hal tersebut seperti yang t e r j a d i d i L a b u a n B a j o , N T T, pegawai/buruh didatangkan dari Bali karena dianggap masyarakat lokal belum memiliki keahlian dalam hal pariwisata. Dengan demikian, pengembangan pariwisata massal hanya akan merebut sumber penghidupan mereka. Gili Matra (NTB), Labuan Bajo (NTT) adalah daerah-daerah berpotensi
yang masyarakat di sekitarnya tidak sejahtera. Begitu juga yang terjadi di pantai Popoh, bahkan masyarakat sekitar sulit untuk mendapatkan ijin melakukan usaha, seperti yang diungkapkan ketua RT Dusun Popoh, Mustangin, “Sekarang tanyakan pada pedagang-pedagang yang pernah masuk ke situ, coba orang sini atau bukan. Kalau orang sini yang dagang di situ itu paling dipersulit. Karena apa? Mungkin dia mau minta uang sungkan kalau orang sini yang dagang. Tapi kalau orang luar bukan kerapian yang ada, tercecer,” Di Manggarai Barat (NTT), sektor pariwisata boleh jadi mendorong pertumbuhan ekonomi, namun, berdasarkan peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan d a e r a h Te r t i n g g a l ( 2 0 1 5 - 2 0 1 9 ) , disebutkan bahwa Manggarai Barat (NTT) termasuk kabupaten tertinggal (miskin). Hal tersebut tidak m e n g h e r a n k a n , d a l a m indoprogress.com, Gregorius Afioma,peneliti di Sunspirit for Justice and Peace, Labuan Bajo, menjelaskan bahwa, “Sebenarnya pariwisata tidak terbukti sukses mengatasi kemiskinan.” Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa, “Pariwisata adalah kedok dari kelas pemodal untuk menguasai sumbersumber produksi seperti pemandangan, pulau, pesisir, tanah, air, dan laut.” tulisnya. Pengembangan Pariwisata Konservasi dan Terbatas Daniel Stephanus, aktivis pelestari lingkungan yang juga melakukan dampingan pengembangan pariwisata, menerapkan pariwisata konservasi dan pariwisata terbatas terhadap daerah dampingannya, Pantai Kondang Merak, Malang bagian selatan. Pengembangan pariwisata konservasi dilakukan dengan mengembangkan ciri khas dari masing-masing tempat pariwisata, tidak mengeksploitasi alam. “Kemudian kenapa Prigi (Trenggalek, red) tidak dijadikan
DIMeNSI 38 September 2017
LIPSUS
wisata berbasis nelayan? Kemudian bisa saja nonton Dolphin Show seperti yang dikembangkan oleh kawan-kawan yang ada di pantai Kondang Merak. Kemudian kalau ada di kawasan sekitarnya menjadi tempat pendaratan penyu atau jadi kawasan konversasi penyu yang kemudian di setiap akhir pekan seperti ini kita bisa melakukan turtle pass yang melepaskan penyu,” tutur Daniel. Selain berbasis pariwisata konservasi juga diperlukan pengembangan pariwisata terbatas. Artinya, jumlah pengunjung tempat pariwisata dibatasi setiap harinya. Dalam undang-undang juga telah dijelaskan tentang pariwisata terbatas, yaitu, pasal 12 ayat (2) UU No. 5 tahun 1990 tentang
suaka margasatwa, dan pasal 33 PP. No.28 tahun 2011 tentang cagar alam. Pantai Tiga Warna, Malang menerapkan pariwisata terbatas. Pengunjung dibatasi 200 orang per harinya. Tiket masuk Rp 300.000 per kelompok (maksimal 10 orang per kelompok). Dengan aturan seperti itu, mereka hanya perlu mendatangkan 5 kelompok (50 orang) untuk mendapatkan Rp 1.500.000. Berbeda ketika daerah pariwisata tersebut mengembangkan pariwisata massal, mereka mematok harga karcis 5 ribu misalkan, agar mendapatkan 1 juta artinya mereka harus mendatangkan 200 orang. Selain itu, dalam setiap rencana pembangunan ekonomi yang bertujuan
mensejahterakan rakyat seharusnya pemerintah tidak mengutamakan keuntungan yang akan didapat, “Jadi prinsip pembangunan ekonomi, apalagi pariwisata, itu jelas people, planet, profit. Kalo ngomong profitnya dulu...nggak dadi. Pemberdayaan masyarakat, masyarakat siapa ya masyarakat lokal yang punya tempat. Lalu apa yang harus dijaga, karena pariwisata yang dijual adalah alam, maka alam harus dijaga agar lestari, masyarakatnya diberdayakan, budayanya, alamnya tetap terjaga,” jelas Daniel. Marilah kita belajar dari pengalaman-pengalaman yang ada, Bali, Jakarta, Lombok, NTT, dan NTB. Hampir semua spot pariwisata di daerah tersebut dikuasai oleh investor asing dan orang kaya Jakarta. Pengembangan pariwisata seharusnya dilakukan demi kepentingan masyarakat sekitar destinasi pariwisata. Bukan malah mengusir mereka dari ruang hidupnya. Daniel mengatakan bahwa pariwisata sebaiknya dikembangkan sendiri oleh masyarakat sekitar, yaitu dengan memasukkan pantai atau tempat pariwisata menjadi Badan Usaha Milik Desa (BUMDES). Pemerintah tidak dapat mengambilalih pantai ketika tempat tersebut sudah ditetapkan menjadi Bumdes. Artinya, Pemerintah akan melawan undang-undang ketika memaksa untuk melakukan pengambilalihan lokasi tersebut, yaitu UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. [] Tatik, Jijah, Rizal
kami tak putus-putus mengajak pembaca semua untuk mentradisikan menulis. kami akan selalu menerima sumbangan tulisan dari semua dengan tangan terbuka. kirim ke surel redaksi.dimensi@gmail.com/lpmdimensita@gmail.com - Menulis adalah pekerjaan untuk keabadian MEDIA PEMIKIRAN ALTERNATIF
DIMeNSI DIMeNSI 38 September 2017
11
NUSANTARA
“ Penambangan Emas di Pegunungan Tumpang Pitu Banyuwangi, menambah sta s k konflik agraria yang terjadi di Indonesia. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat bahwa telah terjadi 450 konflik agraria sepanjang tahun 2016, dengan luasan wilayah 1.265.027 hektar. “
K
onflik tersebut tersebar di 34 P r o v i n s i d a n J a w a Ti m u r menduduki peringkat kedua setelah Riau untuk daerah dengan konflik tertinggi. Daerah penyumbang statistik konflik tertinggi, diantaranya Riau dengan 44 konflik (9,78 %), Jawa Timur dengan 43 konflik (9.56 %), Jawa Barat sebanyak 38 konflik (8,44 %), Sumatra Utara 36 konflik (8,00 %), Aceh 24 konflik (5,33 %), dan Sumatra Selatan 22 konflik (4,89 %). Hampir di semua konflik agraria selalu menimbulkan korban, dengan mayoritas masyarakat lokal pada posisi tersebut.Tindakan kekerasan, pengusiran atau perampasan lahan, penculikan, kriminalisasi, hingga sampai pembunuhan kerap terjadi. Masyarakat selalu pada posisi bawah dengan pemberian hak-hak individu atau golongan yang minim. Sehingga pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
12
sering terjadi dalam konflik agraria. Konflik di Jawa Timur pada umumnya berkaitan dengan penguasaan tanah oleh Perseroan Te r b a t a s P e r k e b u n a n N u s a n t a r a (PTPN), monopoli hutan Jawa oleh pihak Perhutani dan perluasan proyek-proyek pembangunan infrastruktur (jalan tol, bandara internasional, perumahan, waduk, dan lain-lain) yang tumpang tindih dengan garapan dan pemukiman masyarakat. Aktor paling banyak berkonflik adalah perusahan swasta dengan masyarakat sejumlah 172 konflik. Hal ini tidak berbeda dengan tahun lalu, dimana aktor dominan terlibat dalam konflik adalah perusahaan swasta. Fenomena tersebut menunjukan monopoli dan perampasan tanah masyarakat berjalan secara masif dan minim regulasi. Tak jauh berbeda dengan praktik perusahaan swasta, negara seharusnya
berkewajiban dalam membuat regulasi untuk meminimalisir konflik. Namun negara hadir dalam rangka menjaminan legalitas perusahaan swasta. Jaminan legalitas tersebut tak pelak berbuah konflik di masyarakat. Terbukti terdapat 101 konflik antara negara dengan masyarakat. Selebihnya konflik terjadi secara horizontal antar masyarakat. Alihalih meredam konflik horizontal, negara justru berkontestasi menjadi provokator dalam kemelut konflik. Ironinya negara sering menjalin kerjasama dengan pihak swasta untuk mengokohkan praktik pengerukan Sumber Daya Alam (SDA). Konflik yang diikuti kekerasan, sering melibatkan TNI dan Polri. Representasi negara tersebut sering menjadi anjing penjaga perusahaan atau kepentingan para korporat bermodal. Sebagai representasi negara,
DIMeNSI 38 September 2017
TNI atau Polri hampir selalu bertindak sebagai kepanjangan tangan perusahaan dan berhadapan langsung dengan masyarakat. Dampaknya, masyarakat menjadi korban konflik, perlakuan aparat yang keras dengan melakukan pemukulan, penganiayaan, dan penembakan hingga tak jarang mereka meninggal dunia dalam mempertahankan tanah dan hak hidupnya. Konflik itu tergambarkan baik dalam kasus penambangan emas Gunung Timpang Pitu. Sebenarnya kasus tersebut sangatlah kompleks, mulai dari ekologi, ekonomi, hingga sosial. Aktivitas penambangan dengan melakukan pengerukan dan penggalian tanah jelas merusak ekosistem atau lingkungan di sekitar Tumpang Pitu. Ketimpangan ekonomi masyarakat sekitar tambang nampak jelas. Sehingga terjadi perpecahan antar masyarakat. Sedangkan para penolak tambang mayoritas petani dan nelayan menerima tindakan kekerasan dari perusahaan atau aparat TNI ataupun Polri. Hingga mereka dikriminalisasi dengan tuduhantuduhan yang tak masuk akal. Sedangkan negara hanya diam, bahkan mereka justru menjadi pelindung perusahaan melalui surat-surat sebagai legalitas dan penjamin hukum. Kondisi tersebut menjadi preseden buruk penanganan konflik yang dilakukan oleh negara. Pola-pola penanganan yang dilakukan oleh aparatur negara di wilayah konflik tidak berubah dan semakin represif. Maraknya kasus kriminalisasi yang dialami oleh para pejuang agraria di wilayah konflik menjadi hambatan terbesar dalam mempertahankan tanah mereka dari rampasan para korporat. Ta m b a n g E m a s M e n d o r o n g Kerusakan Ekologi Setelah Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas melayangkan usulan melalui surat Nomor 522/635/429/108/2012 tanggal 10 Oktober 2012 kepada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, akhirnya status fungsi hutan lindung Gunung Tumpang Pitu diturunkan menjadi hutan produksi.
DIMeNSI 38 September 2017
Repro Internet
NUSANTARA
Budi Setiawan alias Budi Pego, Rabu, 26 Juli 2017 saat diperiksa di kepolisian Resor Banyuwangi
Sedangkan sebelumnya pada tanggal 11 Juli 2012, Anas telah menandatangani Surat Keputusa Bupati Nomor 188/555/KEP/429.011/2011 tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Kepada PT. Bumi Suksesindo (BSI). Mulai dari situ, PT. BSI telah mengantongi surat izin melakukan penambangan emas di Gunung Tumpang Pitu. Aktivitas pertambangan telah mengancam nilai penting Gunung Tumpang Pitu sebagai Hutan Lindung. Meskipun secara politis gunung tersebut sudah diturunkan statusnya, namun secara fungsi sebenarnya Tumpang Pitu tidaklah mengalami perubahan atau penurunan. Serta memiliki fungsi lain yang tidak kalah penting, seperti sebagai daerah resapan air dan tempat hidup flora fauna. Kaki Gunung Tumpang Pitu bersentuhan langsung dengan laut selatan Pulau Jawa, juga memiliki berfungsi sebagai patokan arah pulang bagi nelayan setelah melaut. Gunung tersebut juga menjadi benteng alami yang melindungi dari terjangan Tsunami dan angin besar. Sejarah mencatat bahwa pada tanggal 3 Juni 1994 kawasan Tumpang Pitu dan sekitarnya pernah dihantam bencana Tsunami. Sehingga keberadaan tambang emas di Tumpang Pitu tak hanya akan mengubah bentang alam, namun juga akan mengancam fungsi resapan air, serta akan menghilangkan fungsi Tumpang
Pitu sebagai benteng alami dari terjangan Tsunami. 26 September 2016, Pantai Pulau Merah yang berbatasan langsung dengan kaki Gunung Tumpang Pitu dibanjiri lumpur akibat aktivitas pertambangan PT. BSI. Hujan yang mengguyur daerah tambang membawa lumpur tambang mengalir menuju pinggiran pantai. Air laut Pantai Pulau Merah menjadi keruh, berlumpur dan tak layak dibuat mandi karena tercemar. Lumpur menutupi pantai hingga jarak 3 samapi 4 kilometer ketengah laut.Selain itu biota laut juga ditemukan mati dan nelayan terpaksa melaut lebih jauh dari wilayah Pulau Merah.Hal tersebut jelas merugikan, salah satu pantai unggulan pariwisata Banyuwangi mendapat dampak negatif dari aktivitas tambang.
Disini peran negara sangatlah vital, sebagai pemegang kekuasaan dan juga politik. Negara dapat mencegah praktik korporat dalam mengeksploitasi SDA gunung Tumpang Pitu. Namun sebaliknya negara juga dapat membuka jalan lebar kepada investor dengan memberi jaminan melalui suratsurat keputusan sehingga praktik para investor berjalan dengan legal.
13
NUSANTARA *Penulis adalah : Badan Pengurus Media PPMI Nasional periode 2017/18 dan Serikat Mahasiswa asal Banyuwangi Penolak tambang Tumpang Pitu
Ancaman lain terdapat pada pengolahan limbah tambang, metode pengolahan emas dengan menggunakan teknologi Heap Leaching dan penggunaan kolam tailing mengharuskan penggunaan sianida. Tanah atau batuan yang ditambang dilakukan penyemprotan menggunakan sianida dan akan ditampung pada tailing. Sianida yang digunakan menjadi ancaman untuk sektor perikanan dan pariwisata. Jarak antara area tambang dengan laut yang sangat dekat memungkinkan limbah untuk mencemari laut yang menjadi pusat kegiatan nelayan dan wisata.Pastinya sianida juga merusak dan mencemari tanah di sekitar kolam tailing. Penolakan Berujung Kriminalisasi Aktivis Pertambangan Tumpang Pitu bukan hanya mengakibatkan kerusakan ekologi saja, namun juga memicu munculnya beberapa persoalan lain yakni, meningkatnya tindak represi terhadap warga oleh aparat keamanan Negara. Kurun waktu 5 tahun (20122017) belakangan ini, sedikitnya terdapat 5 bentuk kriminalisasi. Warga yang berusaha berjuang mempertahankan dan menyelamatkan lingkungannya dengan cara menolak tambang Tumpang Pitu justru mendapat perlakuan yang tidak baik. Dari 5 bentuk kriminalisasi tersebut, salah satu diantaranya adalah dalam kasus penetapan 4 warga Sumberagung sebagai tersangka yang terjadi pada awal April 2017. 4 April 2017, Aksi pemasangan spanduk “tolak tambang” dilakukan sepanjang daerah Pantai Pulau Merah hingga kantor Kecamatan Pesanggaran.Aksi tersebut memicu
14
pernyataan dari aparat keamanan Banyuwangi (TNI/Polri), bahwa di dalam spanduk penolakan warga terdapat logo yang diduga mirip palu arit. Sedangkan menurut warga yang ikut aksi tidak ada spanduk yang berisi logo seperti tuduhan pihak aparat keamanan. Apa yang dialami empat warga penolak tambang Tumpang Pitu juga demikian, mereka dikriminalisasikan dengan tuduhan menyebarkan ajaran komunis. Mereka dijerat dengan pasal 107 huruf a, UU Nomor 27 tahun 1999 Tentang Perubahan Kitab Undangundang Hukum Pidana 1 yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara. Pasal tersebut berbunyi, “Barang siapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan 2 a j a r a n Komunisme/MarxismeLeninisme dalam segala bentuk dan perwujudannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun”. Tuduhantuduhan seperti itu memang kerap dilakukan oleh aparat atau pemodal dengan tujuan untuk memeperlemah atau memecah belah gerakan warga. Seperti yang terjadi Kendeng, warga dituduh anggota PKI karena menolak pabrik semen. Serta di Wongsorejo Banyuwangi, warga dituduh PKI juga karena mempertahankan lahan pertaniannya dari penguasaan lahan oleh perusahaan swasta. Pola seperti itulah yang sering digunakan para aparat atau pemodal, karena memang melabel-i seseorang itu sangat mudah. Jelas perusahaan atau pemodal, memiliki kekuasaan dan kekuatan politik yang besar. Mereka dapat melempar isu
atau bahkan memecah gerakan masyarakat dengan menggulirkan isu komunis, yang memang isu tersebut masih sensitif di telinga atau pikiran masyarakat. Ditambah lagi, pastinya pemodal memiliki hubungan politik atau bisnis dengan negara. Menggunakan posisi tersebut pemodal, menjadikan aparat negara sebagai tangan kanan dalam membuat kebijakan atau berhadapan langsung dengan masyarakat penolak tambang.Hingga munculah tindakan kriminalisasi warga.
Posisi Negara dalam Konflik Karl Marx mengatakan bahwa potensi-potensi konflik terutama terjadi dalam bidang pekonomian, dan dia juga menjelaskan bahwa konflik juga terjadi dalam bidang distribusi dan kekuasaan politik. Konflik muncul karenan adanya perbedaan kepentingan dalam kelas social.Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan perjuangannya. Dalam hal tersebut, Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat, terdiri dari kelas pemilik modal (kelas borjuis) dan kelas pekerja (kelas proletar).
DIMeNSI 38 September 2017
NUSANTARA Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial hirarkis, dimana kaum borjuis melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi. Munculnya konik di daerah pertambangan Tumpang Pitu juga tak bias lepas dari perbedaan kepentingan kelas sosial. Kelas pemilik modal, seperti perusahaan bekerja sama dengan pemangku kebijakan yaitu negara setempat melalui keputusan- keputusan atau terbitnya surat izin sebagai legalitas eksploitasi. Sedangkan masyarakat
kawasan hutan lindung seluas 4.998 hektare kepada IMN selama 20 tahun. Namun untuk berproduksi, perusahaan membutuhkan izin dari Menteri Kehutanan. Setelah masa kepemimpinan Ratna sebagai bupati habis, Banyuwangi di pimpin oleh Abdullah Azwar Anas sebagai bupati baru. Tak jauh berbeda, dibawah pimpinan anas negara Banyuwangi juga membuka jalan bagi pemodal untuk menlakukan eksploitasi SDA gunung Tumpang Pitu.Pada Juli
tersebut, pertambangan emas PT BSI dapat dilakukan secara terbuka. Disini peran negara sangatlah vital, sebagai pemegang kekuasaan dan juga politik. Negara dapat mencegah praktik korporat dalam mengeksploitasi SDA gunung Tumpang Pitu. Namun sebaliknya negara juga dapat membuka jalan lebar kepada investor dengan memberi jaminan melalui surat-surat keputusan sehingga praktik para investor berjalan dengan legal.
3
Repro Internet
4
1. Secara ďŹ siograďŹ s dan geologi, industri pertambangan di Tumpang Pitu terletak di zona pegunungan Selatan Banyuwangi, jawa timur, tepatnya di bagian tengah busur magmatik Sunda-Banda. zona ini memanjang dari pantai Barat Sumatra,Jawa Barat, kemudian ke arah Timur melalui jawa timur, Bali, Lombok, sumbawa, dan Flores. oleh para geolog, zona ini memang dikenal sebagai wilayah yang memiliki kandungan mineral logam emas, perak, dan tembaga. 2. Tambang Tumpang Pitu ditetapkan jadi objek Vital Nasional 3. Pantai pulau merah tercemar lumpur tambang tumpang itu. 4. Potret Tambang Tumpang Pitu yang membelah Hutan.
Dok. Mongabay Indonesia
sebagai kelas pekerja tidak memiliki ruang dalam kesepakatan pengambilan keputusan dan penyampaian kepentingan. Tercatat peran negara dalam memperlancar praktik eksploitasi SDA gunung Tumpang pitu oleh pemodal sejak tahun 2006. Bupati Banyuwangi saat itu, Ratna Ani Lestari mengeluarkan izin kuasa eksplorasi kawasan hutan lindung dan produksi seluas 11.621,45 hektare kepada PT. Indo Multi Niaga (IMN). Selang 4 tahun kemudian, pada tanggal 25 Januari 2010, Ratna menerbitkan Izin Usaha Produksi (IUP) di
DIMeNSI 38 September 2017
2012, Bupati Azwar Anas menyetujui pengalihan IUP dari PT Indo Multi Niaga (IMN) ke PT Bumi Suksesindo (BSI). Untuk meningkatkan kekuasaan eksploitasi pemodal, Azwar Anas melayangkan surat usulan kepada Menteri Kehutanan untuk menurunkan status gunung Tumpang Pitu dari hutan lindung turun menjadi hutan produksi. Pada November 2013, Menteri Kehutanan melalui Surat Keputusan Nomor 826/2013 tertanggal 19 November 2013 menyetujui alih fungsi hutan lindung Tumpang menjadi hutan produksi. Dengan turunnya status
“
Pertambangan Tumpang Pitu bukan hanya mengakibatkan kerusakan ekologi saja, namun juga memicu munculnya beberapa persoalan lain yakni, meningkatnya tindak represi terhadap warga oleh aparat keamanan Negara.
15
TERAS
Sistem Rusak; Mahasiswa Jadi Korban
“ Petugas perpustakaan seringkali kurang teliti dan terkadang ketika chek ada nomor tidak sama tetapi buku sama, sehingga perlu ditingkatkan ketelitiannya baik dibagian pengembalian maupun cheker �. Samsul Huda, Kepala Perpustaaan IAIN TULUNGAGUNG
Repro Internet
S
istem peminjaman perpustakaan IAIN Tulungagung mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut mengakibatkan pengembalian dan peminjaman buku tidak terdeteksi. Beberapa mahasiswa pun merasa dirugikan karena hal tersebut. Parahnya beberapa petugas perpus tampak tidak peduli dengan kerusakan sistem itu. Petugas perpus berdalih pengembalian yang tidak tercatat merupakan kesalahan mahasiswa. Dampak kerusakan sistem tersebut telah dirasakan Bahrul salah satu mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK). Ia mengungkapkan pengalamannya saat meminjam buku di Perpustakaan. Pada waktu itu, saat Bahrul akan mencatat buku pinjamannya, sensor komputer perpustakaan tidak merespon barcode buku. Ia pun tanpa berpikir panjang segera mengembalikkan buku ke raknya. Namun sayang, tanpa Bahrul ketahui buku tersebut tercatat dalam daftar peminjaman. Sehingga beberapa minggu kemudian, Bahrul baru menyadari bahwa buku yang tidak bisa
16
dipinjam itu tercatat dalam daftar peminjaman. Ia pun segera protes ke petugas perpustakaan dan justru disalahkan karena teledor. Hal serupa juga menimpa Habibatul Mahasiswa Tadris Matematika (TMT) semester empat. Ia menceritakan pengalamannya saat mengembalikan buku ke perpustakaan. Buku pinjaman Habibah saat hendak dikembalikan tidak tercatat dalam komputer perpustakaan. Padahal Habibah merasa sudah menjalankan prosedur pengembalian buku secara tepat. Saat ia mengkonďŹ rmasi terjadi kerusakan sistem perpustakaan, Habibatul justru kena semprong petugas perpustakaan. Ia juga dituduh menyembunyikan buku yang dipinjamnya. Habibah saat itu sangat kecewa kepada sikap petugas perpustakaan yang dinilai over dalam merespon laporannya. Ayu Farah mahasiswa P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m ( PA I ) mengungkapkan pengalaman yang sama dengan Habibah. Ayu merasa sudah mengembalikan buku yang dipinjam, namun ia tak menduga kalau
buku itu masih tercatat dalam catatan peminjaman. “Waktu mau minjam buku nek perpus la kok kaget buku seng wis tak balekne sek enek dan aku suruh mencari sampai ketemu" Tegas Ayu saat ditemui crew Dimensi. Pelbagai masalah ini sudah diketahui oleh pihak perpustakaan. Kepala perpustakaan, Samsul membenarkan kerusakan sistem peminjaman dan pengembalian buku. Ia mengatakan kalau sistem tersebut bermasalah karena sudah overload penggunanya. Samsul juga menilai bahwa kerusakan tersebut karena kurang telitinya dan kurang sabarnya petugas di bidang peminjaman maupun chekker. Kapasitas Petugas juga belum memadahi untuk melayani mahasiswa yang membludak setiap harinya. Sangat disayangkan karena hal ini belum menjadi koreksi utama. Hingga saat ini problem itu masih belum menunjukkan perbaikan. Pelayanan Setengah Hati Selain sistem checker buku yang semrawut, pelayanan yang diberikan oleh petugas juga kurang memuaskan.
DIMeNSI 38 September 2017
TERAS Banyak mahasiswa yang mengeluh kalau petugas perpustakaan sering tidak sabar melayani mahasiswa. Akibatnya mahasiswa menjadi enggan untuk kembali ke perpustakaan. “Sebenarnya males mbak ke perpus tapi nggak ada sarana lain meminjam buku selain disana. Jadi ya mau tidak mau harus kesana lagi.” ungkap Arif salah satu mahasiswa semester 7. Karena antrean yang sangat panjang dan kadang checker juga lambat. Berbagai alasan muncul dari mahasiswa lain pengunjung perpus yang mengungkapkan kekecewaan karena antre lama menunggu dibagian c h e c k e r. S e p e r t i k e l u h a n y a n g dilontarkan Windi Mahasiswa semester 1 “antrenya lama kayaknya bagian ngechek harus ditambah biar nggak antre lama.” Hal serupa juga dialami oleh beberapa mahasiswa baru. Alasan yang sangat mendasar ketidaktahuan mereka dengan sistem yang digunakan di Perpustakaan Institut adalah kurang adanya sosialisasi terkait perpustakaan. Padahal di website resmi IAIN Tulungagung terdapat kolom Perpustakaan yang harusnya bisa dimaksimalkan penggunaanya dalam menyampaikan informasi terkait perpustakaan. Keluh kesah lain muncul dari Silvia mahasiswa semester 1, yang mengatakan bahwa perlu adanya penambahan buku-buku dan penambahan rak-rak. Rak buku yang belum mampu menampung keseluruhan buku juga menyulitkan mahasiswa untuk memilah buku yang akan dipinjam dan di rak mana harus mencari. Terkadang ketika didalam daftar computer tercatat di rak kesekian, namun ketika dicek tidak ada dirak tersebut. Hal ini yang menimbulkan kebingungan mahasiswa, terlebih mereka yang masih berstatus Mahasiswa Baru. Selain perlunya tambahan rak baru, perpustakaan kampus perlu penataan ruang yang tepat. Bagaimanapun juga penataan ruang memudahkan pengunjung perpus mendapatkan buku yang hendak dicarinya sembari beristirahat membaca
DIMeNSI 38 September 2017
buku-buku yang tidak bisa dipinjam itu. Sukmawati mahasiswa semester satu mengatakan bahwa dia sering mengunjungi perpustakaan. Tidak hanya menyisir buku yang ingin ia pinjam melainkan dia juga sering stay untuk membaca beberapa buku. Dia mengungkapkan bahwa ruangan perpustakaan terlalu pengap dan tidak nyaman karena kurangnya ventilasi, tempat terjadinya sirkulasi udara. “Harusnya kalau jendelanya sedikit, dikasih AC yang banyak supaya membaca buku disana itu bisa nyaman” Tambahnya. Beberapa alasan yang mendasar dilontarkan oleh Samsul selaku Kepala Perpustakaan Institut. Diantaranya masalah peminjaman adalah masalah Sumber Daya Manusia(SDM). SDM yang ada di perpustakaan tidak memadahi. Karena banyak pegawai perpustakaan yang bukan dari pendidikan keperpustakaan melainkan menampung keseluruhan orang ada yang S1 dan yang pernah menjadi security. Ini lah yang membuat kerja pegawai perpustakaan terhambat untuk diajak berkembang. Hambatan yang paling marak terjadi adalah soal system yang digunakan untuk aplikasi kepustakaan. Samsul pun mengakui bahwa masih menggunakan sistem lama yakni Dewey Decimal Classification (DDC). Sistem Perpustakaan ini bersifat manual, sangat memperlambat kinerja petugas sendiri. Perlu adanya pembaharuan sistem yang digunakan di perpustakaan untuk meminimalisir segala masalah yang sudah terjadi selama ini. Mulai dari peminjaman yang teledor dan kurang teliti. Sistem denda yang diterapkan juga sistem pengembalian yang sering bermasalah. Masalah semacam kurangnya referensi, ketidakcukupan ruang dan rak, fasilitas AC yang kurang, dan sistem yang masih belum beres nampaknya sudah menjadi langganan pemberitaan majalah Dimensi. Masalah-masalah yang muncul tersebut nampaknya belum menjadi perhatian serius baik dari pihak perpustakaan ataupun pihak rektorat. Ini
terbukti dengan belum adanya perubahan-perubahan yang dirasakan mahasiswa terkait kinerja perpustakaan yang terus berulang tiap tahunnya. Ini bisa menjadi bahan evaluasi, untuk menunjang kebutuhan mahasiswa akan buku. Denda karena kehilangan buku yang dipinjam masih bisa ditangguhkan dengan cara melapor kepada petugas perpustakaan. Seperti kata Samsul yang ditemui di kantor perpustakaan. “Tindak lanjut mengenai permasalahan tersebut adalah jika benar-benar sudah mengembalikan, di atas pasti ada maka harus mencarinya di rak yang terletak di lantai dua. Mahasiswa harus mencari di rak maka denda ditangguhkan” ungkap Samsul. Samsul mengakui petugas perpustakaan seringkali kurang telaten dalam melaksanakan tugasnya, “Petugas perpustakaan seringkali kurang teliti dan terkadang ketika chek ada nomor tidak sama tetapi buku sama, sehingga perlu ditingkatkan ketelitiannya baik dibagian pengembalian maupun cheker”jelasnya.
Masalah semacam kurangnya referensi, ketidakcukupan ruang dan rak, fasilitas AC yang kurang, dan sistem yang masih belum beres, nampaknya belum menjadi perhatian serius baik dari pihak perpustakaan ataupun pihak rektorat.
17
TERAS PERPUSTAKAAN Kamu menyembunyikan buku ya ?
JURNAL&SKRIPSI
PEMINJAM AN PENGEMBdan ALIAN BU KU
Korelasi antara kedua subyek pustaka ini harus selaras. Maka akan terjalin kenyamanan saat berpustaka. Permasalahan ini belum sepenuhnya diketahui Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga, Imam Fuadi. Seperti yang diungkapkannya “Belum ada laporan secara formal masalah ini, belum ada laporan ke saya, karena belum ada keluhan. Nanti jika benar seperti ini, saya bisa mengeceknya lagi. Apakah SDM
Dok. Dimensi
Saya sudah melakukan prosedur pengembalian dengan benar pak!
(Sumber Daya Manusia, red) nya yang salah, mahasiswanya ketika meminjam yang salah, atau sistemnya yang eror.” Mahasiwa harus teliti dalam proses pengembalian maupun proses peminjaman. Dan tak lupa bagi petugas perpus yang sedang bertugas harus lebih teliti dan harus ramah merespon mahasiswa-mahasiswa yang meminjam buku di perpustakaan. Jangan terlalu bergantung pada sistem komputer yang juga bisa sewaktu-waktu eror. Dalam hal ini seharusnya jika ada permasalahan
pihak perpus harus berkomunikasi dengan Imam Fuadi selaku Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga yang bertanggungjawab terhadap pemenuhan kebutuhan mahasiswa dalam kegiatan belajar, agar sama-sama menguntungkan dan tidak memberetkan sebelah pihak. Imam Fuadi mengharapkan kepada pihak yang bersangkutan agar memberdayagunakan perpustakaan semaksimal mungkin juga memerhatikan kelangsungan dengan cara mematuhi tata tertib yang berlaku. “Mari kita manfaatkan perpustakaan dengan sebaik-baiknya.” Lanjut Imam Fuadi. Mahasiswa merasa bahwa pihak perpustakaan sendiri tetap mendiamkan permasalahan yang kerap terjadi itu. Ada harapan bahwa kinerja perpustakaan Institut bisa lebih optimal lagi, meningat system yang dijalankan sering mengalami gangguan. Disamping itu, alangkah baiknya jika kita memanfaatkan kegunaan perpustakaan secara bijaksana. Jika kedua komponen tersebut bisa terlaksana dengan baik, maka angka minat baca dan berkunjung ke perpustakaan di IAIN Tulungagung bisa meningkat. Semoga [] Rum, Udin, Fadli
SELAMAT BERPROSES BAGI TEMAN-TEMAN PJTL ANGKATAN 2017 Semoga kalian bisa Teguh dengan Tujuan Kalian, Konsisten dengan pilihan kalian, dan Komitmen Belajar Bersama di Dimensi.
DIMeNSI Lembaga Pers Mahasiswa (LPM)
supported by :
18
Media Pemikiran Alternatif
DIMeNSI 38 September 2017
Ketagihan Uang KuliahTambah (UKT)
TERAS
“ PTN dilarang memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT dari mahasiswa baru Program Sarjana dan Program Diploma ” (Permenristekdikti RI No. 22 Thn. 2015)
T
ahun 2013, IAIN Tulungagung mulai menerapkan kebijakan sistem pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT). Kebijakan tersebut melarang pegawai tinggi negeri atau pejabat IAIN Tulungagung menarik segala bentuk pungutan bagi mahasiswa di luar UKT. Namun beberapa dosen dan lembaga di kampus justru menabrak aturan tersebut. Mereka berdalih kegiatan yang diselenggarakan adalah untuk kepentingan dan keuntungan mahasiswa. Beberapa jurusan misalnya, masih mewajibkan mahasiswa mengikuti sebuah acara dengan memungut biaya di luar UKT. Dampak kebijakan tersebut telah dirasakan En (21) salah satu m a h a s i s w i I A I N Tu l u n g a g u n g . I a menjelaskan pengalamannya mengikuti serangkaian acara Beauty and Handsome Class (BHC) sebagai bagian dari mata kuliah Sumberdaya Manusia (SDM). Seperti yang dinyatakan Eka selaku dosen pengampu mata kuliah SDM, “Itu termasuk input dalam materi yang saya berikan pada mereka. Jadi, misalnya kalau SDM itu kan ada (penilaian, red) penampilan tadi. Performance itu ya jadi masuk materi dalam performance.” Karena diwajibkan, konsekuensi ketika tidak mengikuti BHC, maka akan
DIMeNSI 38 September 2017
bepengaruh pada nilai mata kuliah. En mengatakan sesungguhnya BHC merupakan acara di luar Satuan Kredit Semester (SKS). Ia juga mengatakan pernah mendengar teguran dari rektor terhadap BHC, tetapi kegiatan semacam BHC masih terus dilaksanakan. Biaya yang dikeluarkan untuk BHC yakni Rp 150.000/individu. Untuk meringankan pembayaran, diadakan sistem menabung seperti yang dikatakan En. Eka memperkuat perkataan En, dia mengatakan bahwa pada setiap awal pertemuan kuliah, mahasiswa sudah dihimbau untuk menabung. Dengan menabung, Eka bermaksud meringankan sistem pembayaran mahasiswa agar tidak keberatan jika harus membayar langsung. Zulfatun Ni'mah, salah satu dosen pengampu Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum mengatakan bahwa dalam penyelenggaraan mata kuliah, dosen dilarang memungut uang pangkal atau pungutan lain selain UKT dari mahasiswa. Dikatakan demikian karena uang kuliah tunggal yang diberlakukan saat ini adalah betul-betul tunggal, tidak ada pungutan lain. “Itu (pungutan di luar UKT, red) artinya menyandra mahasiswa untuk bisa punya nilai dengan mengikuti acara itu dan tentu saja dengan membayar. Itu dari perspektif hukum,
saya kira secara umum saya harus mengatakan seperti itu (pungutan liar, red)” tambahnya. Pernyataan di atas selaras dengan Undang-Undang Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 Tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan P e n d i d i k a n Ti n g g i p a s a l 8 y a n g menyatakan bahwa PTN dilarang memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT dari mahasiswa baru Program Sarjana dan Program Diploma. Pewajiban Berbayar September lalu sebelum wisuda kelima mahasiswa IAIN Tulungagung, dua jurusan didapati mengadakan acara pisah kenang. Kedua jurusan tersebut adalah Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiah (PGMI) dan Tadris Matematika (TMT). Awal kemunculan acara ini adalah dari usulan mahasiswa PGMI yang didukung oleh Ketua Jurusan (Kajur). Sampai saat ini, jurusan PGMI kurang lebih telah mengadakan empat kali acara pisah kenang sebelum wisuda berlangsung.
19
TERAS
Repro Internet
Repro Internet
Salah satu wisudawati PGMI angkatan 2013 yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan bahwa acara ini awalnya merupakan inisiatif kakak kelas yang kemudian menjadi turun menurun. Problem kemudian muncul ketika ada pewajiban untuk mengikuti acara pisah kenang dan berbayar. Mahasiswa TMT khususnya calon wisudawan/wisudawati IAIN Tulungagung dihimbau untuk mengikuti acara tersebut dengan pengumuman yang diedarkan oleh Sekretaris Jurusan (Sekjur) TMT via group Watshapp. Isi dari himbauan tersebut menerangkan bahwa sebelum yudisium institut akan diadakan yudisium jurusan, seluruh mahasiswa TMT dihimbau untuk mengikuti acara tersebut. Adapun konsekuensi bagi mahasiswa yang tidak mengikuti acara tersebut tidak akan mendapatkan tanda tangan transkip nilai dari Kepala Jurusan (Kajur). Himbauan ini diatasnamakan demi kebersamaan dan kekompakan jurusan. Dari sekian banyak mahasiswa wisuda (TMT gelombang dua) IAIN Tulungagung, tiga diantaranya mengaku tidak keberatan dengan acara tersebut. Bahkan ada yang tidak tahu bahwa pewajiban mengikuti acara tersebut menjadi salah satu prasyarat untuk mendapatkan tanda tangan transkip nilai dari Kajur. Syaifudin Zuhri selaku wakil rektor Bidang Akademik Umum,
20
Perencanaan dan Keuangan saat ditemui oleh crew dimensi, menuturkan belum mengetahui persis adanya penyelenggaraan acara pisah kenang ini. Syaifudin Zuhri menambahi bahwa biaya untuk acara semacam pisah kenang tidak ada di Rencana Kerja A n g g a r a n K e m e n t e r i a n Negara/Lembaga (RKA-K/L). Ada aturan tersendiri terkait acara yang boleh dibiayai atau mana yang tidak boleh dibiayai. Beliau menegaskan jika pisah kenang itu menggunakan dana DPP mahasiswa dari jurusan, maka tidak diperbolehkan. “Kalo dimana masih ada tarikan, bisa masuk kategori pungli itu (pungutan liar) jelas nggak boleh itu, apa pun nggak boleh”, tegasnya. Prasyarat Ujian Kompre Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) selama ini terkenal dengan berbagai pelaksanaan kegiatan pengembangan kreativitas sebagai modal calon guru, salah satunya kegiatan Pelatihan Mahir Dasar Kepramukaan (PMDK). PMDK merupakan pelatihan wajib yang setidaknya harus diikuti satu kali oleh setiap mahasiswa PGMI selama perkuliahan (S1). PMDK diwajibkan sebagai persyaratan ujian komprehensif Hal tersebut seperti yang dikatakan S (21) salah satu mahasiswa semester 3 PGMI, “Kalau KMD wajib dilakukan setiap
mahasiswa PGMI sebagai syarat ujian akhir,” ujarnya. Mahasiswa yang mengikuti PMDK harus membayar administrasi kisaran 250 ribu sampai 500 ribu per mahasiswa. Pembiayaan PMDK sendiri sudah disubsidi oleh pihak kampus. Namun subsidi tersebut belum mampu mencukupi seluruh pendanaan PMDK. Pembayaran administrasi PMDK menjadi rutinitas yang lumrah bagi mahasiswa PGMI. Lutfiana, salah satu mahasiswa PGMI semester VII mengatakan jika kegiatan tersebut merupakan kebutuhan mahasiswa, maka mahasiswa sendiri yang harus mencari. Kalau mahasiswa sendiri mampu maka tidak perlu mengkritisi keuangan kampus. Alvin (25) mahasiswa PGMI angkatan 2011 yang kini sudah lulus, pernah memberikan opsi untuk memasukkan PMDK dalam SKS, dan nantinya PMDK bisa dimodifikasi supaya aplikatif untuk diajarkan di ruang kelas. Jika memang PMDK dianggap harus diikuti oleh mahasiswa PGMI, memasukkan PMDK dalam SKS adalah pilihan realistis. Mahasiswa akan tetap bisa mengikuti PMDK tanpa terbebani dengan biaya yang lumayan mahal. Seharusnya dengan pemberlakuan sistem UKT di kampus sudah tidak ditemukan lagi pemungutan pembayaran untuk kegiatan apapun yang berhubungan dengan akademik. Nyatanya, kegiatan seperti BHC, pisah kenang, dan PMDK masih menerapkan pemungutan pembayaran. Hal tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Permenristekdikti RI) pasal 6 Nomor 39 Tahun 2017 tentang Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN). [] Surti, Alif
DIMeNSI 38 September 2017
EDITORIAL
Paradoks Tambang; Untung atau Buntung?
Ilustrasi : Roso Daras
“ Tambang selalu tampil dalam dua sisi yang bertabrakan. Sisi pertama tambang adalah asumsi menghadirkan kesejahteraan. Sedangkan sisi kedua, tambang dikhawatirkan mengancam keberlangsungan ekosistem, budaya bahkan ekonomi. Sehingga kehadirannya tampil dengan paradoks dan menyisakan satu dilema, tambang antara untung atau buntung? “ DIMeNSI 38 September 2017
21
EDITORIAL
S
ecara regulatif, misi tambang mensejahterakan diatur dalam Undang-Undang No. 4/2009 yang menyebutkan pertambangan Mineral Energi dan Gas atau Batubara (Minerba) akan “meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besar kesejahteraan masyarakat�. Regulasi tersebut membingkai pandangan atas tambang yang kelak menggapai berkah sejahtera. Sayangnya, hampir 75% sektor tambang di Indonesia justru dikuasai oleh pihak asing. Lebih dari 175 hektar lahan di daratan Indonesia bukan lagi dikendalikan oleh negara. Dominasi asing tersebut muncul sejak mulai disahkannya undang-undang No.1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing. Undang-undang tersebut memberi pertanda bagi investor asing di sektor apapun untuk sesegera mungkin menancapkan modal di Indonesia. Hal ini juga yang membawa PT Freeport mengawali karir menambangnya di Papua. Kehadiran Freeport tampaknya membawa kesejahteraan. Alih-alih mensejahterakan, faktanya Freeport hanya mengeruk kekayaan tanpa mensejahterakan masyarakat papua. Terhitung sejak 2015, Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa tingkat kemiskinan mencapai 31% terjadi di kawasan area pertambangan Freeport. Tingkat kemiskinan tersebut merupakan tingkat kemiskinan tertinggi se-Papua. Sedangkan di tempat lain, kehadiran tambang tidak dipercaya mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat. Aksi-aksi penolakan gencar dilakukan sebagai bentuk ketidakpercayaan terhadap tambang. Seperti terjadi di wilayah pegunungan Kendeng yang mayoritas warganya bekerja sebagai petani. Mereka merasa khawatir atas kehadiran tambang karena akan merusak sumber air yang menjadi penyokong pertaniannya. Kemudian di beberapa kota lain seperti Banyuwangi, Jember, Gresik, dan beberapa kota lain di Jawa Timur, kegiatan pertambangan mulai merusak
22
kawasan hutan lindung. Masyarakat yang sadar lingkungan telah melakukan berbagai cara untuk menyatakan sikap penolakannya atas tambang. Namun ketika masyarakat menyatakan sikap tegas, mereka justru mendapat ancaman, intimidasi, dipenjarakan, bahkan kehilangan nyawa. Padahal dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 66 telah dijelaskan, bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata. Di Lokal Tulungagung kehadiran tambang menyisakan Danau Tiga Warna (sebutan warga desa setempat) di Desa Panggunguni Kecamatan Pucanglabang. Danau tersebut sebenarnya lubang akibat ekplorasi yang terisi air bercampur belerang (berdasarkan penuturan warga setempat). Lubang itu sudah tentu memiliki potensi membahayakan. Namun pemerintah daerah memilih menunggu daripada meminta tanggung jawab dari pihak penambang. S e l a i n i t u , Tu l u n g a g u n g mendapat label kota marmer, pernah didaulat sebagai penghasil marmer terbesar di Indonesia. Entah kebesaran kota marmer itu sebanding dengan kesejahteraan yang diperoleh masyarakat sekitar tambang atau tidak, sampai detik ini belum bisa dinilai. Karena beberapa warga memiliki anggapan bahwa keberadaan marmer di Tu l u n g a g u n g t i d a k m e n c i p t a k a n lapangan kerja bagi warga. Bila direnungkan, tambang benar-benar menampilkan paradoksnya. Kita bisa melihat data-data statistik dan fenomena konik pertambangan yang menunjukkan serangkaian fakta bertentangan satu sama lain. Dalam satu sisi, tambang kembali memperkokoh asumsinya mensejahterakan. Sedang di sisi lain, tambang memperlihatkan kecenderungannya mengeksploitasi habis sumber daya alam yang ada. Melampaui itu semua,
Pengelolaan terhadap sumber daya alam haruslah memprioritaskan aspek keberlanjutan hidup manusia dan memperhatikan nasib alam. Namun faktanya, kebanyakan pelaku pasar atau pemilik modal justru mementingkan proďŹ t. Taruhlah investor-investor asing yang menanamkan modalnya di Indonesia dalam berbagai bentuk, sering tidak memperhatikan dampak lingkungan jangka panjang, seperti mengambil alih fungsi hutan untuk tambang, memaksa mendirikan tambang di daerah yang memiliki banyak sumber mata air, sampai mengeksploitasi habishabisan sumber daya alam lalu meninggalkannya. Negara yang hadir sebagai penentu semua keputusan harus bisa mempertimbangkan keputusannya 'menjual' SDA. Permasalahan semacam itu secara tidak langsung membuktikan bahwa pemerintah tidak benar-benar melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Padahal dijelaskan pula dalam Undang-Undang No. 4 tahun 2009 terkait UU Minerba, bahwa tujuan didirikannya tambang adalah untuk kesejahteraan masyarakat. Jika menemukan ketimpangan terjadi di tengah masyarakat sekitar tambang, pemerintah wajib memberhentikan atau mencabut izin tambang yang telah diberikan. [] Umami
hampir 75% sektor tambang di Indonesia justru dikuasai oleh pihak asing. Lebih dari 175 hektar lahan di daratan Indonesia bukan lagi dikendalikan oleh negara. Dominasi asing tersebut muncul sejak mulai disahkannya undangundang No.1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing.
DIMeNSI 38 September 2017
KLIK Fotografer : Santoyib
“
TADINYA AKU PINGIN BILANG AKU BUTUH RUMAH TAPI LANTAS KU GANTI DENGAN KALIMAT SETIAP ORANG BUTUH TANAH INGAT : SETIAP ORANG !
DIMeNSI 38 September 2017
Wiji Thukul pada tentang : Sebuah Gerakan
23
KLIK
26
DIMeNSI 38 September 2017
RESENSI
Kesejahteraan Semu ala Tambang Oleh Mohammad Nahrudin
Identitas Buku : Judul Buku : Mitos Tambang Untuk Kesejahteraan Penulis : Hendra Try Ardianto Penerbit : PolGo Terbit : November 2016 Halaman : XXXII + 263
“
Kehadiran tambang diandaikan membawa kesejahteraan. Oleh karenanya, tambang terus dipromosikan sebagai suatu keharusan. Hal tersebut kemudian ditelaah secara tajam oleh Hendra Try Ardianto dalam bukunya “Mitos Tambang Untuk Kesejahteraan”. Buku setebal 262 itu merupakan penelitian atas studi kebijakan pemerintah di Rembang Jawa Tengah. Buku Hendra hemat saya berhasil menyuguhkan mitos-mitos tambang yang mensejahterakan.
DIMeNSI 38 September 2017
meletakkan negara sebagai satusatunya aktor penentu. Pendekatan ini tidak memberi kemungkinan adanya aktor lain sebagai penentu kebijakan. Konsekuensi pendekatan ini adalah terjadinya hubungan dominatif. Dua model tersebut juga berakibat mandulnya studi kebijakan di Indonesia. Menurut Hendra, baik teknokratisme maupun proseduralisme sering mengabaikan sisi politis sehingga dinamika, konflik, pertentangan dan kontestasi luput dari analisis studi kebijakan. Hendra menilai bahwa studi kebijakan perlu menimbang kenyataan politik keseharian yang mengedepankan potensi warga melalui partisipasi.
“
H
endra dengan jeli mendefinisikan kebijakan pertambangan sebagai pertarungan wacana yang tidak pernah menciptakan makna tunggal. Ia juga yakin pemaknaan berbeda itu berlangsung dalam praktik artikulasi dan arena yang beragam. Dari pemahaman tersebut, kita segera mengetahui “kesejahteraan” tidak mungkin hadir total dalam ruang sosial. Sehingga upaya untuk merebut makna sejahtera tersebut melahirkan antagonisme warga. Dalam melihat bagaimana pertarungan wacana dalam kebijakan pemerintah, Hendra melihat terjadi kecenderungan teknokratisme dan proseduralisme. Dua kecenderungan ini
Dengan demikian kebijakan tidak terlilit pada persoalan elit semata. Contoh kasus konflik kebijakan di Rembang sengaja dipilih Hendra untuk mengokohkan asumsi dominatifnya pengambil kebijakan. Ia menjelaskan kasus di Rembang tidak terpisah dengan konteks global terkait wacana pembangunan. Hendra dengan lihai persinggungan wacana pertambangan dipengaruhi ide-ide sustainability dan governance. Persinggungan wacana ini oleh Hendra dilihat dari International Monetery Found (IMF), World Bank yang menancapkan ide ekonomi pembangunannya di Indonesia. Hendra sangat yakin bahwa lembaga dunia itu-
27
RESENSI
turut berkontestasi dalam pertarungan wacana kebijakan di Indonesia. Setelah menjelaskan konteks global, Hendra mempreteli susunan logika kesejahteraan untuk membangun mitos tambang. Hendra mengawali pembahasan dengan statemen dari Dwi Soetjipto Direktur Utama Semen Indonesia di harian Kompas 31 agustus 2014, yang berbunyi “.. kita tidak akan merusak lingkungan, kita tidak akan merusak sosial, dan tidak merusak budaya.” Pernyataan tersebut dibarengi perhitungan-perhitungan yang diklaim matang oleh pihak perusahaan. Semua hal sudah direncanakan dengan apik dan seksama sehingga kekhawitaran tidak perlu terjadi lagi. Ditambah segudang prestasi yang ditorehkan PT. Semen Indonesia memberi cukup bukti bahwa keberadaan t a m b a n g b a k a l mensejahterakan. Namun hal ini lebih dipahami Hendra sebagai artikulasi mitos tambang untuk kesejahtaraan. Segala macam perencanaan dan perhitungan yang disusun oleh pihak perusahaan itu bersifat teknokratisme. Karena perhitungan atas Analisis Masalah Dampak Lingkungan (AMDAL) dilakukan oleh kelompok yang dianggap “independen.” Mereka ialah para professor dan ahli yang kredibilitasnya teruji. Para ahli tersebut tidak memiliki celah untuk salah sama sekali. Hendra menanggap bahwa para ahli itu hanya menampilkan satu “tafsir” atas tambang. Indepensi dalam diri ahli sesungguhnya hanya klaim dari perusahaan agar mendapat legitimasi. Selain itu perusahaan mendaku diri sebagai jenis usaha green industry. Secara singkat pertambangan marmer pasti ramah dengan lingkungan. Tambang tidak mungkin merusak lingkungan, sumber air, atau pertanian masyarakat Rembang. Berkali-kali
28
perusahaan beserta antek-anteknya mengutarakan hal tersebut. Tidak hanya itu, Corporate Social Responbility (CSR) menjadi andalan betapa pentingnya keberadaan tambang semen di Rembang. Tak tanggung-tanggung, saat muncul film Samin vs Semen pihak perusahaan juga membuat film tandingan. Film itu adalah Sikep Samin Semen biasa disingkat “SSS.” Ini sesungguhnya menjadi bukti real bahwa libido mendirikan pabrik menggebugebu. Semua statemen, klaim akademik
ata u para ahli, dan dalih dalih lainnya, pada akhirnya digunakan untuk mengatakan tambang bakal “mensejahterakan.” Walau upaya hegemoni berjalan sedemikian masif, namun belum menunjukan tanda-tanda keberhasilan. Hendra melihat bahwa apa yang dilakukan perusahaan hanyalah menutupi celah. Ia kemudian mengutip kata Javar petani Desa Tegaldowo yang berbunyi, “ Mayoritas penduduk Tegaldowo ini petani. Jadi, bagaimana mungkin pertambangan yang merusak pertanian bisa dibiarkan. Lahan akan hilang, air akan hilang, rumput akan hilang, kerukunan terganggu dan macam-macam lagi.”
Hendra mengutip pernyataan tersebut dalam rangka ingin menunjukan kegagalan hegemoni yang telah dibangun. Ia memberi tafsir bahwa statemen Javar menunjukkan kekhawatiran terhadap keberadan tambang. Lingkungan, hajat hidup bahkan eksistensi mereka bisa lenyap akibat tambang semen di sekitar desa Javar. Ini semakin mengukuhkan bahwa makna sejahtera tidak mungkin dianggap absolut. Karena dari pihak warga penerima kebijakan tambang memiliki cukup argumentasi kenapa menolak keberadaan tambang. Zhendra kemudian mengajukan satu analisis yang jarang dipakai, yakni analisis agonistik. Analisis ini menyuguhkan relasi konfliktual antara identitas atau kepentingan. Relasi konfliktual ini dianggap Hendra akan membawa penguatan demokrasi. Analisis tersebut sampai kesimpulan bahwa negara selama ini menciptakan mitos “tambang untuk kesejahteraan”. Mitos diposisikan sebagai kontruksi yang harus dilakukan. Sehingga kehadiran tambang seolah hadir sebagai keniscayaan untuk menjawab problem struktural di masyarakat. Hingga akhirnya Hendra berani mengatakan tambang tidak benar-benar mendatangkan kesahteraan. Narasi tambang hanya kontruksi wacana yang dipaksa. Sehingga kesejahteraan dari tambang itu sesungguhnya “semu”.
NARASI TAMBANG HANYA KONTRUKSI WACANA YANG DIPAKSA. SEHINGGA KESEJAHTERAAN DARI TAMBANG ITU SESUNGGUHNYA “SEMU”.
DIMeNSI 38 September 2017
SWARA
Pendidikan sebagai Wujud Kemerdekaan Oleh Nasrudin el-Zain*
Beberapa hari menjelang bulan Agustus pernak-pernik ornamen; lampion-lampion, gapura yang dihiasi sedemikian rupa dan tidak lupa, tentu saja Bendera Pusaka sudah mulai tampak menghiasi rumah-rumah dan jalanan. Variasi hiasan selalu hadir pada Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia, yang pada tahun 2017 ini telah menginjak ke-72 tahun. Pemandangan meriah itu nyaris tampak di sepanjang jalan berbagai daerah, baik pedesaan maupun perkotaan. Seakan semua itu sudah menjadi tradisi dalam merayakan hari kemerdekaan sebulan utuh.
W
ujud luapan kemerdekaan lain muncul lewat lomba-lomba antar-RT, antardusun, hingga antardesa sekecamatan. Perlombaanperlombaan itu adalah sebuah luapan kegembiraan sekaligus kebanggaan setelah menikmati kemerdekaan selama 72 tahun berjalan. Namun tentu saja perkaranya akan beda jika tiba-tiba Anda melempar pertanyaan, benarkah kita sudah merdeka secara hakiki? Saya jadi ingat celetukan Kahlil Gibran bahwa seseorang bisa bebas tanpa kebesaran, tapi tak seorangpun bisa besar tanpa kebebasan. Apa berarti kita belum bebas? Secara de facto dan de jure memang sudah, namun secara ekonomi, politik, bahkan pendidikan, kita masih saja mengekor Barat. Dengan kata lain, secara hakiki kita belum merdeka seutuhnya sebab kemerdekaan sejati adalah bagaimana sebuah bangsa mampu mengaktualisasikan diri tanpa harus merasa rendah diri ketimbang bangsa yang lain. Bung Karno juga pernah
DIMeNSI 38 September 2017
disebut Budiarto Shambazy sebagai era deformasi. Katanya begini:
*Penulis adalah kader Komisariat PMII IAIN Tulungagung dan bergiat di PKFT Tulungagung
mengingatkan bahwa kemerdekaan ini hanyalah sebatas merdeka secara politik dan kemudian kemerdekaan inilah yang menjadi pijakan untuk merdeka secara utuh dan berdaulat di segala aspek: ekonomi, sosial dan budaya. Namun peringatan putra sang fajar itu, tidak begitu digubris. Dari waktu ke waktu, sejak zaman Orde Baru sampai pasca reformasi kita mengalami apa yang
Sebagian menilai reformasi sebagai perjuangan yang sukses, setelah demonstrasi mahasiswa berhasil memaksa Presiden Soeharto untuk mengundurkan diri. Namun, sebagian menilai gagal karena sekadar “Orde Baru plus demokrasi”. Lalu apa yang keliru dengan bangsa ini? Sampai saat ini, setelah bertahuntahun kita masih debat kusir tentang apa makna sesungguhnya “reformasi”. Inilah pertanyaan pokok yang mengganggu benak kita hampir setiap hari, semenjak reformasi. Padahal, kita sudah menempuh perjalanan panjang, hampir 68 tahun merdeka, semenjak Proklamasi. Semestinya sekarang ini kita, ibaratnya sudah “ongkang-ongkang kaki”. Pada kenyataannya, kadang kita merasa masih dijajah oleh -
29
Repro Internet
SWARA
kompeni. Korupsi, kekerasan, konflik etnis, bencana alam, dan kekonyolan, terus saja terjadi. Tak usah jauh-jauh, Anda lihat saja berita-berita menghebohkan yang disiarkan di stasiun televisi. Sistem pemerintahan modern apa pun saat ini belum tentu mampu menaungi kelimbungan kita dalam mencari jati diri. Kita belum siap dengan demokrasi. Namun kita tak mungkin kembali ke era sebelum reformasi. Seperti kata JJ Rousseau, demokrasi tak ubahnya makanan berserat dan kaya air, yang hanya bisa dicerna perut sehat dan diubah menjadi gizi (Saiful Mustofa, 2017: 169).
ditindas selamanya.
Dengan demikian maka tak aneh bila Gandhi pernah mencetuskan penolakan terhadap tujuh dosa sosial: kekayaan tanpa kerja, kenikmatan tanpa nurani, ilmu tanpa kemanusiaan, pengetahuan tanpa karakter, politik tanpa prinsip, bisnis tanpa moralitas, dan ibadah tanpa pengorbanan (Anton Kurnia, dalam “Gandhi dan Kita,” Tempo, 11/10/2014).
“Oh, sekarang saya mengerti, mengapa orang tidak setuju dengan kemajuan orang Jawa. Kalau orang Jawa berpengetahuan, ia tidak lagi mengiyani serta mengamini begitu saja segala sesuatu yang ingin dikatakan dan diwajibkan oleh atasannya” (Surat Kepada E.H. Zeehandelaar, 12 Januari 1900).
Pendidikan Cita-Cita Bangsa S e j a k I n d o n e s i a mendeklarasikan dirinya sebagai negara yang berdaulat, wacana mengenai pendidikan sebagai wujud kemerdekaan sudah digadanggadangkan. Hal ini bisa dilacak dalam isi pembukaan UUD 1945 yang menegaskan diri untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bahkan, jauh sebelum Indonesia merdeka, tekad untuk menjadikan pendidikan sebagai wujud kemerdekaan atas tindak ketidakadilan pada segala lini sudah ada. Salah satunya bisa kita lihat dalam pemikiran Kartini yang bercita-cita mengubah wajah pendidikan Indonesia. Perempuan kelahiran Jepara itu menginginkan untuk menghapus sistem diskriminasi pada bangku sekolah. Keinginannya untuk menghapus sistem itu merupakan suatu ikhtiar agar tak ada lagi kastanisasi dan pengeksklusifan pendidikan. Ti n d a k a n K a r t i n i t e r s e b u t memang tepat. Sebab ia sadar bahwa orang yang bodoh harus siap untuk
Menurut saya dari apa yang telah dipaparkan Kartini di atas memang tepat bahwa melalui pendidikan manusia mampu memahami serta m e n g a k tu a l i s a s i k a n d i r i s e b a g a i manusia sejati. Dan melalui pendidikan pula kita dapat bangkit dari penindasan dan keluar dari keterpurukan atas mental budak serta bangsa yang terperintah sebagaimana ideologi yang ditanamkan bangsa kolonial ke kepala masyarakat Indonesia selama berabadabad lamanya. Tanpa pendidikan niscaya tidak mungkin suatu bangsa dapat maju. Negara-negara maju yang selama ini dijadikan kiblat pendidikan—seperti Finlandia misalnya—mempunyai iktikad kuat bahwa peradaban manusia dibangun berdasarkan kualitas pendidikan. Pendidikan di negara maju bukan berorientasi pada output dan outcome, melainkan menekankan pada proses. Arti proses adalah bagaimana peserta didik bisa menikmati bahwa proses belajarnya bukan merupakan tugas akademik semata, akan tetapi
30
tumbuh kesadaran bahwa setiap manusia berhak bebas dan menjadi manusia seutuhnya. Dengan kata lain, baik perserta didik maupun pendidik punya posisi sama-sama menjadi subjek yang sedang dan terus ingin menjadi. Erich Fromm dalam (Nurani Soyomukti, 2010: 130), menulis bahwa pendidikan yang memandang orang hanya sebagai objek adalah pendidikan yang hanya akan menghasilkan sifat manusia yang disebut necrophily (cinta benda mati) dan tidak menumbuhkan sifat biophily (cinta kehidupan). Fromm juga mempertegas bahwa orang yang dihinggapi necrophily hanya akan mencintai sesuatu yang bersifat mekanis dan bukan sesuatu yang bersifat tumbuh. Padahal, ciri khas kehidupan manusia adalah pertumbuhan fungsional yang teratur. Pemilik sifat necrophily terdorong oleh keinginan mengubah benda organik menjadi anorganik dan menghadapi hidup seperti mesin. Orang semacam ini hanya bisa berhubungan dengan realitas yang ia milikinya. Maka, ancaman terhadap harta bendanya sama halnya ancaman terhadap dirinya. Sebagai pamungkas, izinkan saya mengucapkan dirgahayu Republik Indonesia yang ke-72, semoga segera menjadi negara yang sejahtera (welfare state) atau dalam terminologi yang lain disebut baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Semoga.
DIMeNSI 38 September 2017
KOMIK
DIMeNSI 38 September 2017
31
KOMIK
32
DIMeNSI 38 September 2017
BUDAYA
Senjakala Dolanan
Tradisional Ilustrasi : Aji Prastyo
“
Permainan tradisional merupakan salah satu wajah kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia. Aktivitas bermain memiliki peranan dalam pembentukan karakter, pun permainan tradisional mengandung ďŹ losoďŹ luhur khas Indonesia. Namun saat ini eksistensinya sudah mulai tergeser dengan keberadaan permainan modern yang menawarkan berbagai ragam-varian.
DIMeNSI 38 September 2017
33
Foto : Repro Internet
P
ermainan tradisional berkecenderungan mampu mengeksplorasikan diri anak secara total. Anak mulai mengenali identitas dirinya, teman dan lingkungan sekitarnya. Permainan tradisional menjadi salah satu media dalam membantu pembentukan karakter anak. Ketika bermain idealnya anak melakukan kolaborasi kerja motorik-sensorik dan emosi. Dalam beberapa permainan tertentu anak bisa mengasah kemampuan nalar, imajinasi, juga memenuhi aspek psikologis berupa kesenangan, kepuasan dan kebebasan. Namun, peran penting permainan tradisional sudah tergantikan oleh ragam-varian permainan modern yang tak terhitung lagi jumlahnya. Bisa jadi ini tanda senjakala permainan tradisional di Indonesia. Krisis Pengetahuan Atas Dolanan Ridho Saipul (penggagas Republik Dolanan) bersama Komunitas Lingkaran Inspirasi Dolanan Indonesia (LIDI) di Kota Sidoarjo, melakukan pendataan terhadap keragaman jenis permainan tradisional di Indonesia. Pendataan ini menunjukkan jumlah permainan tradisional di Indonesia mencapai 3000 permainan. Namun
34
dalam perinciannya tidak semua permainan ini masih dikenali oleh masyarakat. Permainan tradisional semakin tidak populer sejak munculnya permainan baru yang lebih atraktif, p ra kti s d a n me n a ri k. Se b u t sa j a permainan play station sebuah permainan modern yang berasal dari Jepang. Keadaan ini dianggap wajar oleh beberapa golongan masyarakat, hal ini dikarenakan tidak banyak masyarakat Indonesia saat ini yang mengenal filosofi dari permainan tradisional. Dr. Iva Ariani, dosen filsafat Universitas Gajah Mada dalam makalahnya menuliskan tentang filosofi permainan tradisional. Pertama, permainan tradisional selalu melahirkan nuansa suka cita. Kedua keguyuban yang dibangun secara bersamasama. Artinya, demi menjaga permainan dapat berlangsung s e c a r a w a j a r, m e r e k a mengorganisir diri dengan membuat aturan main di antara anak-anak sendiri, dengan demikian anak belajar tentang etika kepatuhan atas
aturan yang telah disepakati bersama dan menerima sanksi sosial dari sesamanya jika berbuat kecurangan. Ketiga, keterampilan anak senantiasa terasah karena anak terkondisi membuat permainan dari berbagai bahan yang telah tersedia di sekitarnya. Keempat, permainan tradisional yang dimainkan secara berkelompok menanamkan rasa kesatuan pada anak. Permainan tradisional juga mengandung makna filosofis luhur seperti makna ketuhanan, nilai ini digambarkan pada permainan bola bekel. Saat bola dilemparkan ke atas, dimaknai sebagai relasi manusia dengan Tuhannya, sedangkan ketika bola kembali turun dan ditangkap dimaknai bahwa selain relasi hamba-Tuhan manusia juga akan memainkan relasi sesama manusia. Jaya Permainan Modern, Punahlah Dolanan Dewasa ini permainan modern telah menampakkan kajayaannya t e r u t a m a . Te r u t a m a p e r m a i n a n permainan yang bersifat online. Apalagi saat ini semakin maraknya telepon pintar yang mayoritas orang pasti memilikinya. Selain maraknya peredaraan telepon pintar dimasyarakat, terdapat beberapa faktor yang mendasari kecenderungan anak memilih permainan online.
Ilustrasi : Aji Prastyo
BUDAYA
DIMeNSI 38 September 2017
BUDAYA Dari segi ragamnya, permainan modern memiliki ragam permainan variatif dan didesain dengan sistem bertingkat. Anak akan menemukan suasana baru pada setiap tingkat yang berbeda. Keadaan ini yang menjadikan permainan modern seperti game online lebih diminati oleh anak-anak. Faktor yang kedua yaitu bimbingan dari orang tua, memberikan game sebagai wahana bermain anak dianggap lebih efektif bagi sebagian orang tua, hal ini dikarenakan anak akan lebih mudah dikondisikan dan tidak merepotkan orang tuanya yang juga sedang disibukkan dengan pekerjaanya. Semakin hari permaiana modern lebih diminati, maka bersiaplah untuk menunggu kepunahan permainan tradisional. Ketika orangtua tidak lagi dapat memberikan rasa tertarik kepada anak tentang permainan yang diwariskan dari nenek moyang, maka warisan tersebut dengan perlahan akan mengalami kepunahan. Tidak hanya dampak kepunahan yang diakibatkan menurunnya minat anak terhadap permainan tradisional. Ini merupakan salah satu indikasi melemahnya karakter luhur bangsa Indonesia. Seperti adat khas keluhuran pribadi timur yang ramah, santun, dan gotong royong. Istilah yang tepat untuk ini adalah the missing culture and character, artinya hilangnya budaya yang akan berakibat hilang pula karakter luhur bangsa. Eksistensi permainan tradisional di masa depan bergantung pada sikap masyarakat dalam mengenalkan permainan ini pada anak-anak. Salah satu cara yang dapat diterapkan yaitu dengan mengadakan edukasi tentang permainan, ďŹ losoďŹ dan manfaatnya pada anak. Hal ini bertujuan untuk mengenalkan lebih kembali keragaman permainan tradisional yang dimiliki Indonesia. Permainan Modern Tak (mungkin)
DIMeNSI 38 September 2017
Dihindari Seiring berubahnya zaman, permainan mengalami pergeseran sebagai impak dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dua puluh sampai tiga puluh tahun yang lalu kita masih mampu merasakan nikmatnya bermain dengan teman sebaya di alam terbuka. Saat ini mereka lebih sering menyendiri bermain dengan menatap layar gadged maupun layar laptop. Permainan tradisional dan permainan modern memiliki karakteristik yang berbeda. Permainan tradisional umumnya bersifat togetherness, pola bermain ini menambah kemampuannya
yang mengalir tanpa henti. Lahirnya permainan modern tidak dapat dihindari. Sehingga upaya membendungnya tidak mungkin dilakukan. Saat ini keberadaan permainan modern dianggap sebagai penyebab punahnya permainan tradisional dengan jalan membunuh kreativitas anak. Sehingga kreativitas anak menjadi mandul. Kehadiran permainan modern tidak dapat disesali, atau malah dimusnahkan. Akan tetapi yang perlu dilakukan adalah bagaimana merawat permainan tradisional yang mendekati kepunahannya. Dasar pelestariannya yaitu mengenalkan permainan tradisional dengan mempdivikasi tampilannya sesuai perkembangan zaman tanpa meninggalkan nilai luhur yang ditanamkan nenek moyang. Seperti yang dilakukan oleh Mustofa Sam dengan membuat Komunitas Kampoeng Dolanan yang saat ini berkembang Surabaya. Dia melestarikan dan mengenalkan kembali permainan tradisional kepada anak-anak dengan bentuk yang sesuai perkembangan zaman. Upaya ini dilakukan Foto : Repro Internet untuk mengangkat kembali anak dalam berinteraksi secara langsung. eksistensi permainan tradisional. Aspek-aspek kecakapan sosial mulai Sehingga mampu menolong untuk tumbuh. Anak akan mengenal sikap sementara permainan tradisional dari berbagi dan berkawan. Selain itu, anak ambang kepunahan. akan memanfaatkan alam sebagai alat Namun bisa jadi malah dan media bermain. Sebaliknya dengan sebaliknya, perkembangan permainan permainan modern, permainan jenis ini modern yang semakin menggila akan umumnya bersifat private, dan domestic. membuat permainan tradisional benarArtinya, permainan ini cenderung benar punah. Upaya terakhir yang dapat dimainkan secara pribadi dan pada dilakukan tentu hanyalah lingkup domestic. Pola bermain akan pendokumentasian ragam-varian mengurangi kesempatan anak untuk permainan tradisional. Agar nantinya melatih kecakapan sosialnya dan keberadaan permainan tradisional tidak kecerdasan emosinya. Pun dalam hilang begitu saja tanpa meninggalkan medianya (alat) jarang didapat dari alam. bau. (Vima,jazil) Namun, jika bahan dari alam, harus melalui pengolahan untuk menghasilkan produk permainan yang lebih variatif. Permainan modern bak arus air
35
36
DIMeNSI 38 September 2017
DIMeNSI 38 September 2017
37
SUPLEMEN
REGULASI PERTAMBANGAN NEGARA MERAMPAS
HUTAN Oleh: Eni Fatatik*
*Penulis adalah mahasiswa Tadris Matematika yang menempuh jalan sunyi di Dimensi
S
ejak jaman dulu tambang sudah merampas hutan-hutan di Indonesia. Hal tersebut dimulai pada tahun 1966 ketika Soeharto mengundang tim Freeport ke Jakarta untuk membicarakan kerjasama pertambangan mineral di Tembagapura, distrik di balik pegunungan Nemangkawi Ninggok (kolonial Indonesia menyebutnya Pegunungan Jayawijaya).Kedatangan Freeport sebagai awal dari pembukaan penanaman modal asing di Indonesia. Bahkan pemerintah yang berkuasa saat itu melindungi perusahaan-perusahaan asing yang masuk dengan menetapkan regulasi-regulasi baru. Regulasi tersebut berkaitan dengan penanaman modal asing, penguasaan hutan dan pertambangan. Pembukaan hutan untuk area pertambangan merupakan salah satu dampak pemberlakuan regulasi baru tersebut. Padahal aktivitas tambang di area hutan menyumbang angka tertinggi deforestasi hutan. Regulasi tersebut sebenarnya
38
bertentangan dengan proyek Land reform yang diinisiasi oleh Soekarno. Hal tersebut merupakan awal dari tercerabutnya masyarakat dari tanahnya sendiri. Land reform merupakan penataan ulang penguasaan dan kepemilikan tanah untuk seluruh rakyat Indonesia. Sedangkan menurut Soekarno, Land reform “...berarti penghapusan segala hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial di atas tanah, dan mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur” (berdikarionline.com). Mekanisme pelaksanaan Land reform diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960. UUPA 1960 merupakan turunan dari UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang berbunyi, “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkadung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Namun, posisi UUPA tahun 1960 yang mengatur mekanisme Land reform mulai tersingkir dengan adanya regulasiregulasi baru yang diciptakan Orde Baru. R e g u l a s i regulasi baru yang diciptakan Orde Baru memihak pada korporasikorporasi besar. Pemihakan tersebut tercermin dalam Undangundang No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal yang mengijinkan modal asing untuk bebas
beroperasi di Indonesia, Undang-undang No. 5 tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Kehutanan yang memberikan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) kepada pemilik modal dan Undang-undang No. 11 tahun 1967 tentang Pertambangan. Menurut Vandergeest dan Peluso (1995) ada tiga tahapan penguasaan hutan yang dilakukan oleh negara. Pertama, negara mengklaim tanah yang dianggap tanpa pemilik sebagai milik negara. Kedua, negara menetapkan batas-batas wilayah hutan sebagai milik negara. Batas-batas ditetapkan agar wilayah tersebut tertutup, sehingga negara berhak melarang siapa pun yang menggunakannya. Ketiga, negara meluncurkan program dengan tujuan membagi hutan dalam berbagai macam fungsi, sehingga aktivitas yang dilakukan di wilayah tersebut sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh negara. Vandergeest dan Peluso juga menyebutkan bahwa pembagian hutan “...dipengaruhi oleh kepentingan politik dan ditetapkan melalui proses politik” (Indoprogress.com). Proses politik dengan tidak mengkalkulasi dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat yang tinggal di sekitar area hutan. Pendapat Vandergeest dan Peluso menjadi shahih apabila kita melihat penolakan-penolakan pembukaan hutan untuk aktivitas tambang. Bahkan, menyebabkan konflik antara masyarakat sekitar dengan negara dan korporasi. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) sepanjang tahun 2016 Ilustrasi : Repro Internet
DIMeNSI 38 September 2017
SUPLEMEN
Ilustrasi : Repro Internet
Pengaruh Modal Asing Modal asing memang perlu bagi suatu negara. Namun di Indonesia, pemerintah tidak menetapkan aturan-aturan ketat berkaitan penanaman modal asing yang masuk. Jurnalis-cum aktivis asal Amerika Serikat, Allan Nairn, dalam sebuah wawancara mengungkapkan bahwa, tahun 1960 perekonomian Indonesia setara dengan Malaysia dan Korea Selatan. Namun, setelah pemerintahan Soekarno tumbang Indonesia semakin tertinggal jauh dengan kedua negara tersebut. Kedua negara tersebut “menetapkan aturan-aturan yang ketat terkait lingkungan dan upah buruh, transfer teknologi, dan proporsi manajer lokal yang berimbang. Sementara itu Indonesia tetap saja menghamba pada modal asing” (indoprogress.com). Negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris dan China yang berada di Indonesia bahkan dapat dengan gampang menguasai tanah di Indonesia. Kucuran dana pembangunan infrastruktur digunakan sebagai jalan untuk memuluskan penguasaan tanahtanah tersebut. Terlihat jelas bahwa, negara yang diharapkan mampu melindungi masyarakat justru berafiliasi dengan korporasi-korporasi besar. Pemihakan terlihat sejak pengambilan kebijakan. Hal tersebut semakin diperkuat dengan penolakan masyarakat terhadap tambang. Penolakan terjadi karena masyarakat merasa bahwa tambang tidak memberi kesejahteraan kepada mereka. Secara ekonomi, ekologi, sosial dan lainnya, tambang sama sekali tidak memberikan dampak positif. Tambang justru menyebabkan banyak permasalahan, seperti, hilangnya keanekaragaman flora dan fauna, pemanasan global, banjir dan tanah longsor, serta hilangnya kebudayaankebudayaan yang dimiliki masyarakat adat.
mencatat sedikitnya terdapat 450 kasus agraria di Indonesia. Terjadi peningkatan yang signifikan dari tahun sebelum, yaitu, 252 konflik. Berikut enam daerah yang tercatat memiliki konflik agraria terbesar yaitu, Riau (44), Jawa Timur (43), Jawa Barat (38), Sumatera Utara (36), Aceh (24) dan Sumatera Selatan (22). KPA juga mencatat sebanyak 177 orang yang mengalami kriminalisasi akibat konflik agraria. Komodifikasi hutan Mantan Ditjen Planologi Kemenhut, Hudoyo, menyebutkan bahwa sampai tahun 2012 lalu hanya 357 ribu hektare ijin pinjam kawasan hutan dikeluarkan, tidak ada satu persen dari total keseluruhan hutan di Indonesia, yaitu 130 juta hektare. Namun, pada kenyataannya luas pembukaan hutan yang dilakukan tidak sesuai dengan ijin yang diberikan. Seperti yang terjadi di Jawa Timur, menurut Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur, Rere Christanto dikutip dari walhijatim.or.id bahwa “Saat ini total izin pinjam pakai kawasan hutan untuk eksplorasi tambang di Jatim seluas 3.983 hektare, namun dampaknya menyebabkan kerusakan hutan mencapai 608.913 hektare”. Berdasarkan data Kementrian Kehutanan (Kemenkehut) pada 2012 lalu, 70 persen kerusakan hutan di Indonesia diakibatkan oleh aktivitas tambang. Mengenai kerusakan hutan, Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB, Prof Dr. Hadi S Alikodra seperti dilansir antaranews.com menuturkan bahwa, “Selama kurun waktu 15 tahun kerusakan
DIMeNSI 38 September 2017
hutan di dunia mencapai 148 juta hektar”. Di Indonesia kerusakan hutan mencapai 28 juta hektar, terbesar kedua setelah Brazil (42 juta hektar). Tahun 2000-2005 Indonesia menjadi negara dengan laju deforestasi hutan tertinggi di dunia, yaitu mencapai 1,8 juta hektare pertahun. Ketika laju deforestasi hutan di Indonesia mencapai nilai tertinggi di dunia, Megawati yang menjabat sebagai Presiden saat itu mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 tahun 2004, sebagai pengganti UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan. PP tersebut dikeluarkan atas desakan dari PT Freeport/Rio Tinto (AS-Inggris), PT Inco-Vale (Kanada-Brazil), Eramet (Perancis), serta Pelsart dan Newcrest (Australia). Perpu dan UU yang ditetapkan pada masa Megawati menjadikan kawasan hutan sebagai barang yang diobral murah. Hal yang sama juga terjadi pada pemerintahan SBY (Indoprogress.com). Tahun 2008 SBY menetapkan PP No. 2 tahun 2008 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara B u k a n P a j a k Ya n g B e r a s a l D a r i Penggunaan Kawasan Hutan. PP tersebut memungkinkan perusahan mengubah hutan dengan hanya membayar Rp 1,8 juta – Rp 3 juta per hektare. Artinya perusahaan dapat membayar hutan dengan harga Rp 180 – Rp 300 per meter. Sementara itu, penghasilan negara dari sektor pertambangan hanya menyumbang 2,8 persen, sektor kehutanan hanya menyumbang 2,4 persen dari total keseluruhan APBN. Artinya, penguasaan hutan tidak benarbenar menggenjot perekonomian.
39
KIPRAH
GUNRETNO; LANTANG MENGGUGAT
TAMBANG Reportase : Umami & Dian Kurnia
“ Ia tidak anti terhadap perkembangan teknologi, tidak antipati terhadap pertambangan apalagi pabrik semen. Ia hanya menyesalkan korporasi yang sudah over produksi, tidak ada niat memperbaiki yang rusak, tapi punya hasrat tinggi melebarkan pabrik di kawasan lindung, terutama pegunungan Kendeng. Apa ini yang namanya mensejahterakan masyarakat? ”
M
obil merah berisikan tiga laki-laki menjemput kami di sebuah halte warna biru, mirip warung pinggir jalan. Dengan canggung kami masuk dan berangkat menuju desa Baturejo. Pukul 20:35 kami sampai di depan rumah mirip joglo dengan pondasi agak tinggi –satu meter(an). Tepat di samping kiri kami berdiri terdapat sebuah pohon mangga tua yang sedang tidak berbuah. Di depan rumah yang memiliki dua pintu tengah berdiri seorang laki-laki dengan celana cekak dan kaos berkerah warna hijau. Ia adalah pemilik rumah –orang yang ingin kami temui– Gunretno. Ia menyambut kami dengan rasa cemas yang mulai digantikan semburat senyum, “aku khawatir e, mung wadon loro gek wes wengi, makane njaluk tulung konco-konco iki.” Lalu kami masuk, duduk sembari melihat seisi ruang tamu yang tidak asing menerima kehadiran banyak orang. Ruang yang turut menjadi saksi adanya pergumulan Gunretno bersama masyarakat peduli Kendeng. Obrolan santai dengan Gunretno kemudian membuat kami lekas merasa nyaman berada di lingkungan baru. Percakapan demi percakapan pun terjadi, dan ini kali pertama kami mengenal lebih dalam sosok Gunretno. Gunretno adalah salah satu warga sedulur sikep yang aktif dalam mengawal isu lingkungan. Ia memulai perjuangan
40
melestarikan lingkungan sejak tahun 1999. Ia bersama sang istri, Hartatik juga sedulur sikep yang lain berusaha melakukan aksi pelestarian lingkungan dengan mengolah lahan kosong menjadi lahan produktif. Mulai tahun 2002, ia membentuk serikat petani dan berhasil melakukan beberapa pengembangan. “Lahan kuwi ngunu kurang produktif, walaupun ono sumber air tapi ora iso memanfaatkan. 27 hektar 1,5 tahun aku mimpin banyak petani, ya berhasil, pas iku durung ono tolak semen, tapi aku wis ngerti ape enek semen. Aku mulai mlebu, ngajak petani, piye carane lahan iku produktif, lek produktif kan eman di dol (dijual; red),” ujar Gunretno. Aksi yang dilakukan oleh Gunretno juga sedulur sikep, merupakan sebuah ajaran moyang yang sakral. Kepercayaan terhadap ajaran moyang sedulur sikep tentang pemberian ibu bumi atau alam kepada manusia, sangat dipegang teguh oleh Gunretno dan Hartatik. Mereka meyakini bahwa semesta akan merespon segala tindakan manusia, baik yang bertujuan melindungi dan melestarikan, maupun yang berusaha merusak alam. Termasuk perjuangan pelestarian alam yang dilakukan Gunretno.
DIMeNSI 38 September 2017
KIPRAH
DIMeNSI 38 September 2017
41
KIPRAH
42
DIMeNSI 38 September 2017
“ BUMI, AIR, DAN KEKAYAAN ALAM YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA DIKUASAI OLEH NEGARA DAN DIPERGUNAKAN UNTUK SEBESAR-BESARNYA KEMAKMURAN RAKYAT “ UUD 1945 PASAL 33 AYAT 3
Ilustrasi : Repro Internet
DIMeNSI 38 September 2017
Tempat yang pernah menjadi saksi bahwa perempuan-perempuan sedulur sikep juga ikut berjuang melawan pihak yang menciderai alam mereka. Mereka berkumpul untuk kemudian mendiskusikan berbagai cara agar dapat menghentikan pabrik semen di kawasan lindung pegunungan Kendeng. “Awal pertemuane nek tengah sawah, podo wedi. pas nglumpuk ngunu diparani preman, dibubarne soko semen. Nek kene iku yaa ono ibu-ibu iku dari awal bentuk yasinan tolak semen, lek pas ono preman ngunu dungo, tapi lek premane lungo ngunu rembukan. Nganti saiki urunan rungewu, kase kanggo tolak semen.” Tutur Hartatik. Gunretno bercerita, bahwa sumber mata air yang sedang mereka saksikan pernah berhenti total selama satu jam, ketika orang-orang dari pihak semen datang untuk mengambil alih sumber mata air tersebut. Alam merespon tabiat baik sedulur sikep yang ingin melindungi sumber mata air. Respon alam yang demikian itulah yang kemudian juga membuat orang-orang Kedu Mulyo menjadi turut serta menolak pendirian pabrik. Bagi Gunretno, adalah tantangan tersendiri ketika membuat orang yang pada awalnya pro terhadap pihak semen, kemudian beralih menjadi pihak yang menolak pendirian semen. Tentu dengan argumennya sendiri, bukan karena ajakan dari Gunretno dan kawan-kawan. “Sing apik kuwi yo gawe wong sing asale pro semen, maleh podo tolak semen. Kuwi ngunu lek ditakoni wes podo duwe alasane nolak semen. Daripada wong sing asale wis nolak semen tapi mung melu-melu, ora ngerti alasane tolak iku opo. Kan bahaya nek nggak weruh ngunu kuwi.” Ujar Gunretno. Dalam pemaparan selanjutnya, Gunretno menegaskan tidak anti terhadap keberadaan pabrik semen, atau dengan berdirinya pabrik-pabrik lain di kawasan pegunungan Kendeng, atau bahkan di
KIPRAH
Jawa Tengah. Namun hal yang ia sesalkan adalah ketika produksi dari semen sudah membeludak –dalam istilah yang dipakai Gunretno, over produksi– sudah tidak ramah terhadap lingkungan, bahkan mengesampingkan dampak buruk yang terjadi di lingkungan sekitar pabrik, maka tidak seharusnya pabrik tersebut beroperasi, apalagi mengusahakan pengembangan dengan mendirikan pabrik baru di wilayah yang sama. Dampak buruk itulah yang menjadi tujuan dari aksi-aksi yang didengungkan oleh Gunretno. Bukan semata-mata menjaga kecamatan Pati dari pendirian pabrik semen, akan tetapi Gunretno ingin agar lingkungannya, terutama sepanjang pegunungan Kendeng yang memiliki kekayaan alam melimpah, dapat tetap terjaga kelestariannya, dapat terpelihara l u m b u n g p a n g a n n y a . Ti d a k h a b i s direnggut oleh pemodal yang menginginkan terus adanya produksi tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang. Begitulah Gunretno dengan semangatnya menjaga ibu bumi. Ia tidak pernah absen mengingatkan sesamanya –sebagaimana yang pernah ia katakan di film dokumenter Samin Vs Semen, “aku ndak opo-opo ono pabrik semen. Tapi Jawa iku penduduk.e wis padat. Nek mikire untuk pemerataan pembangunan, taruhlah di Irian jaya sing satu sak semen iku diregani 1.700. nah buatlah pabrik semen disana. Nek mikire sek Jawa, iki pokok.e wes dudu masyarakat, nek enek sing jek pengen ono pabrik semen di Jawa, iki bukan pikirane masyarakat, ini mayoritas pikirane kapitalis.” [] Umami, Dian k
43
SUSASTRA
Ilustrasi : imgrum.org
Kapur Ber-Magenta Oleh : Asri S. “ Pegunungan Kendeng adalah saksi. Perjuangan yang disusuri Magenta selama tiga tahun teriris keputusan sepihak. Dan sekarang segalanya terancam ̶ seolah kapur putih yang terpoles magenta berubah. hitam dan menjijikkan.”
44
DIMeNSI 38 September 2017
D
i seberang, pagar polisi dan sederetan pasukan sibuk mengawal keamanan bangunan. Segerombol mahasiswa dan aktivis menggelorakan yel-yel keadilan. Dan malam harinya sekitar tiga ratus pendemo mencapai titik akhir. Sebagian besar adalah petani dan berusia diatas tiga puluh. Dan di gerombolan, kerutan lelah telah membekas di wajah mereka. Um memberi arah kemana penduduk menempatkan posisi. Kemudian para relawan dan petugas berbondong memantau kesehatan mereka, tanpa terkecuali Magenta. “Bu Dokter-Bu Dokter,” panggil Ruminah. Magenta menoleh ke asal suara itu. Dia memeriksa kesehatan Ruminah. “Jangan panggil aku dokter, Bu,” katanya sembari tersenyum. “Hari ini aku sengaja tidak mengenakan jas putih kesayanganku, tapi Ibu tetap saja mengenaliku.” “Bagaimana mungkin aku tidak mengenalimu, Bu. Anda adalah pahlawan kami sejak beberapa tahun lalu.” Magenta mengangguk, lalu menyadari darah kering dan kental di kaki wanita itu. Kemudian dia menyadari hal sama pada pejalan kaki lainnya. Gadis itu berusaha mengalihkan perhatian pengidap parkinson itu dari rasa sakitnya sendiri. Lalu, “Tolong beristirahatlah, Bu, d a n lanjutkan perjuangan besok pagi,” terangnya.
SUSASTRA ***** Penduduk Kendeng tidak membutuhkan matahari. Dinginnya embun seolah pemantik dan penyemangat mereka. Padmi memilih dirinya dan delapan wanita lain. Mereka berdiri dan memasukkan kakinya ke sebuah kotak kayu. Lalu, beberapa lelaki menyemen kaki kesembilan wanita itu. Magenta memandang nyinyir dan pedih. Hal sama dirasakan Um dan penduduk yang lain. Mahasiswa dan aktivis terbelalak ̶ kesembilan wanita tersebut melakukan hal nekad dan berbahaya. Beberapa dari mereka berusaha menghentikan kekonyolan tersebut, tapi tak seorang pun dari pemerintah melakukan hal yang sama. “Kalian tidak perlu menghentikan kami,” teriak Padmi. “Kami hanya memerlukan dukungan kalian, tidak lebih.” Kalimat itu menjadi penyemarak pejuang yang lain. Mahasiswa dan aktivis semakin menggebu. Mereka menyuarakan apa yang seharusnya pemerintah lakukan. Ti b a - t i b a s e b u a h t a n g a n merengkuh Magenta, “Perjuangan ini tidak sia-sia, kan, Bu,” tanya Ruminah. Magenta melirik wanita itu dan berpaling, “Aku sendiri tidak tahu, Bu. Tapi di sini kita akan mengetahui satu hal.” Magenta merengkuh Ruminah dan menangis. Lalu dia melanjutkan kalimatnya, “Kita akan tahu apakah manusia yang berada dalam gedung tersebut adalah benar-benar manusia.”
Ilustrasi : imgrum.org
***** Beberapa jam telah menyisakan terik mentari. Magenta dan petugas lain mengamati kesehatan kesembilan wanita penyemen kaki. Lalu sebuah suara mengambang, “Berapa lama mereka akan melakukan ini?” tanya Magenta. “Aku tidak tahu, Bu,” balas Um. “Aku tidak mengetahui rencana ini.” Mahasiswa tersebut memeluk Magenta sesaat. Kemudian membisikkan sesuatu. “Aku memang pendatang di K e n d e n g . Ta p i a k u mendengar banyak tentangmu, Bu.” Um menjauhi gadis itu dan berpaling, “Asal tau saja, kapur di pegunungan itu benar-benar bermagenta. Dan, aku sangat berharap kau disini dan mendampingi mereka.”
DIMeNSI 38 September 2017
Magenta terisak sekali lagi. Dia hanya seorang Dokter yang mencintai pegunungan. Kemudian Magenta memerintahkan aktivis menyebar di titik yang berbeda, sementara ia memastikan kesehatan kesembilan wanita dan Ruminah. “Bagaimana tanganmu?” tanya Magenta pada akhirnya. Mereka duduk di trotoar dan mengamati kegigihan rekan mereka. “Semakin parah, Bu,” jawabnya. “Bahkan sekarang suapanku ke Sendul telah membuat diriku malu.” Ruminah menunjukkan tangan kanannya yang selalu bergetar. “Kau akan sembuh,” bisik Magenta. Lalu, Um menarik gadis itu. “Darurat, seseorang kehilangan kesadaran,” teriaknya. Magenta berlari ke dalam gerombolan. ***** Tremor dan getaran tersebut tidak sekalipun berhenti. Parkinson bukanlah penyakit mematikan dan dia tidak mampu membuat seseorang terbunuh. Mata wanita itu terhanyut dan mengamati arus massa. Di seberang, dia melihat teriakan yang menandakan kematian seseorang. Dokter Magenta terlihat pucat. Dan mahasiswa berhijab ̶ Um ̶ menenangkan massa yang semakin membeludak. Tapi beberapa mahasiswa terlanjur melontarkan sumpah serapah. Mereka meminta pertanggung jawaban atas kematian rekan mereka. Kamudian mereka melempari polisi dan pasukan dengan apapun yang membuat mereka celaka. “Lindungi lainnya,” teriak Magenta. Beberapa penduduk melingkari kesembilan wanita dan membuat pagar dari tubuh mereka. Semprotan air dan asap membuat segala sesuatu semakin memburuk. “Kemarilah, Bu!” teriak Magenta. Tapi suara itu tidak pernah sampai ke telinga Ruminah. Magenta melihat bagaimana wanita itu berusaha mendatanginya. Namun wanita itu terjatuh dan menghilang dari penglihatan Magenta. “Tenanglah-tenang!” teriak Um. “Kepolisian akan menghentikan serangan apabila kita mampu mengendalikan diri kita sendiri,” lanjutnya sembari merangkul bahu Magenta. “Ruminah, Um,” bisik Magenta. “Apa?”
45
SUSASTRA
M
agenta menangis. Dia berlari menerobos gerombolan massa dan mendapati wanita itu tergeletak di aspal. Kepala Ruminah mengelurkan darah dan tubuh wanita itu terinjak oleh puluhan massa. ***** Bulan menggantikan posisi mentari dan seolah berkata, “Aku penguasa malam ini dan saksi kepedihan kalian.” Magenta bersandar ke Roda. Gadis itu mengamati dua tubuh terbungkus kain putih di depan bangunan pemerintah. “Aku sangat menyesal,” bisik Padmi. Kesembilan wanita memutuskan mengakhiri aksinya selepas kematian Ruminah. “ Ya , ” M a g e n t a t e r m a n g u . “Mahasiswa itu meninggal akibat serangan jantung dan parkinson Ruminah lah yang membuatnya kehilangan keseimbangan,” jelas Magenta. “Hal itu membuatnya terjatuh dan benturan besar telah merenggut nyawanya.” Magenta sedikit terisak. “Tapi aku tidak menampik kemungkinan atas andil pendirian pabrik terhadap kematian Ruminah.” “Kita semua berduka,” Padmi mengungkapkan kalimatnya. “Mahasiswa telah kehilangan rekan mereka dan Kendeng kehilangan seorang petani sekaligus pejuang.” Saat itulah Magenta mengangkat tangan kanannya. Dia memutari tubuh Ruminah dan seorang mayat lainnya. “Aku Magenta,” orasi tersebut memperoleh simpati dari ratusan massa yang berduka. “Aku adalah dokter yang memperjuangkan seonggok pegunungan di sisi utara Pulau Jawa.” Lalu, “Dan aku adalah penegak keadilan yang tidak mampu dilakukan oleh para penegak hukum.” Magenta menarik napas sedalam mungkin. “Disini, satu rahasia telah terkuak. Orang-orang yang menyetujui pendirian pabrik adalah segerombol tikus yang mengais uang dari jurang yang dipenuhi kotoran menjijikkan. Jadi, hal itu jelas mengartikan bahwa kita berjuang menarik keadilan dari tikus-tikus beraroma kotoran.” Kemudian Um berjalan membelakangi Magenta. “Kita adalah tiga kekuatan,” tambahnya. “Kami ̶ mahasiswa ̶ aktivis dan masyarakat adalah kekuatan terbesar dalam menciptakan gelondongan-gelondongan keadilan.”
46
“Jadi,” Magenta meghapus air matanya, “Teruslah berjuang dan selamatkan kapur di pegunungan tersebut.” Um menggenggam tangan Magenta. “Dan, buatlah pegunungan itu memiliki kapur ber-Magenta yang memikat. Biarkan masa depan melihat pegunungan itu sebagai pegunungan istimewa. Jangan biarkan anak kita melihat kekurangan dari magentamagenta itu.” Massa bersorak dan menyanyikan lagu kemerdekaan Indonesia. Selanjutnya, para penduduk kembali ke kaki Pegunungan Kendeng. Mereka menghormati perjuangan Ruminah, dan Magenta menganggap S e n d u l s e b a g a i p u t r a n y a . Ta p i , perjuangan belumlah berakhir. Mereka akan bergerak hingga kebenaran beridiri di puncak tertinggi. Matahari meringkuk. Sepoi angin menghantam gubuk di bawah pegunungan. Malam menyusut. Dingin menusuk tulang dan Ruminah ̶ seorang wanita paruh baya ̶ menelaah jauh. Mata bulatnya mengamati bocah menyedihkan, Sendul, pengidap lumpuh otak. Putra semata wayangnya meraung. Malam tidak menghentikan rasa lapar dan haus. Sendul memutarmutra wajahnya, lelehan liurnya membasahi leher dan wajahnya sendiri. “Bu, kelahiran prematur Sendul adalah penyebab kelainan yang ia alami,” ungkap Dokter Magenta ketika mereka berbincang mengenai karst Kendeng. Ruminah terhanyut. Wajah kusam wanita itu mengkerut. Sendul adalah miliknya dan akan selalu begitu. Rasanya memuakkan ketika Tuhan memberi sesuatu yang tidak sempurna, tapi Sendul adalah bocah sempurna ̶ hal itu akan selalu ia percaya. Ruminah mengaduk tepung di kendi. Tangan kirinya menggenggam erat pergelangan tangan kanannya. Beberapa tahun ini, tangan kanannya bergetar semakin hebat. Parkinson yang ia derita membuatnya mengutuk diri sendiri. “Dengar, ya, Sendul,” Ruminah mengusap kening putranya disertai kasih sayang. “Setelah ini, Mbah Jum lah yang akan mengurusmu,” ungkapnya kecewa. Perasaan wanita itu teraduk. “Ibu hanya pergi beberapa hari. Doakan saja perjuangan ibu berhasil, Nak,” tambahnya. Sendul meraung dan mencakar
leher Ruminah. Lalu, wanita itu menyuapkan sesuap tepung pada bocah kesayangannya. Sayang, tepung tersebut selalu tumpah. Seperti malam lainnya, Parkinson membuat makanan tersebut tak pernah sempurna memasuki mulut putranya. ***** Pegunungan kapur memanjang di utara Pulau Jawa. Magenta berdiri di ketinggian tak lebih dari delapan ratus dari keseluruhan seribu meter. Wajah gadis itu merona terhadap dingin. Mata bulatnya menyapu ke kegelapan dan bintang. “ S e p e r t i keinginanmu, pendakian kita berhasil, Bu,” kata Roda di balik bahuny a . Lela k i
itu mer engk u h tubuh Magenta. H a n g a t . Magenta tidak m e n g e r t i bagaimana lelaki itu mengkombinasikan kekuatan lembut dan kekar. “Aku akan selalu mencintaimu, Bu,” itu Roda. Dia menyusurkan kumis tipisnya di leher Magenta. “Sebab itulah aku disini,” imbuhnya. Pegunungan Kendeng adalah saksi. Perjuangan yang disusuri Magenta selama tiga tahun teriris
DIMeNSI 38 September 2017
SUSASTRA keputusan sepihak. Dan sekarang segalanya terancam ̶ seolah kapur putih yang terpoles magenta berubah hitam dan menjijikkan. “Seluruh penduduk lokal yang mendiami kaki gunung adalah manusia yang kuat,” bisik Magenta. “Aku mengetahuinya sejak pertama kali kedatanganku. Mereka sakit namun mereka bilang kami tidaklah seperti itu.” Roda memutar wajahnya dan memalingkan Magenta ke bintang. “Aku tahu yang kau rasakan, Bu,” balasnya. Roda membayangkan kedatangan gadis itu yang pertama kalinya. Magenta adalah seorang dokter dengan rambut hitam yang selalu terurai. “Bahka n a k u menda pati seo
ran g wanita parkinson y a n g mengurusi kelainan putranya.” “Sebaiknya kau tidur, Bu,” ajak Roda. Lelaki itu menyadari beban pikiran Magenta. “Tapi, Rod,” elak Magenta. “Aku tidak tau apakah ia akan mengikuti perjuangan esok dan sehat. Dan…..” kalimat gadis itu tercekat. “Dan aku tidak tahu berapa banyak rasa sakit yang akan mereka dapatkan.”
DIMeNSI 38 September 2017
***** Di kaki gunung, Ruminah menyalami penduduk lain dari desa dan kecamatan berbeda. Mereka berkumpul di satu titik ketika malam menyelimuti tubuh Ruminah. “Kita adalah pejuang,” teriak Padmi. Wanita paruh baya itu berdiri di s e b u a h b a t u b e s a r. “ K i t a a k a n menempuh perjalanan jauh dari Rembang ke Semarang, dan kita akan m e n e m u i g u b e r n u r, ” u n g k a p n y a , seorang teman Ruminah yang seperti dirinya sebagai petani Kendeng. “Ya, memang,” itu Padmi. “Saya memahaminya. Pemerintah hanya menganggap kita sebagai penduduk bodoh, hanya karena kita tidak memiliki ijazah kelulusan yang tinggi,” imbuh wanita bertubuh bongsor itu. “Tapi, semua salah. Hal itu tidak seharusnya mereka lakukan dan membuat kita seperti kapur. Kita bukan benda mati.” Saat itulah Um masuk ke tengah-tengah pengamat. Mahasiswa dan aktivis tersebut mengungkapkan apa yang dia pikirkan. “Sepakat,” itulah kata pertama gadis itu. “Disini kita menolak skema penyelesaian konflik oleh Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang telah kita sepakati cenderung tertutup,” ungkap Um. “Padahal, kita semua telah sepakat menolak pendirian pabrik semen tersebut di atas Pegunungan Kendeng. Dan, mereka benar-benar menolak aspirasi kita.” Um menarik nafasnya sedalam mungkin, “Penambangan yang diijinkan pemerintah hanya akan berdampak pada kerusakan ekosistem dan sumber air,” lanjutnya. “Sungai bawah tanah yang berada di bawah pegunungan ini, hanya dalam jangka beberapa bulan saja akan mengalami pengurangan volume dan lenyap.” Gadis berhijab itu menggenggam tangan Ruminah yang tepat disebelahnya. “Disini kita berjuang untuk masa depan seluruh bangsa kita. Bukan hanya semata-mata untuk para petani Kendeng, melainkan untuk hal yang lebih besar yaitu sumber pangan di Indonesia. Kalian adalah pahlawan sebenarnya dan mahasiswa serta aktivis akan bersama kalian.” Ruminah mengangkat tangannya dan meminta kesempatan. “Selama bertahun-tahun kita menolak
pendirian pabrik ini,” katanya. “Dan bersama Dokter Magenta ̶ aku harap dia disini ̶ kita menempuh langkah hukum hingga ke ranah Mahkamah Agung. Tapi pemerintah memotong harapan kita. Dan sepatutnya kita menyadarkan mereka atas kesalahan mereka.” Ruminah menyeka air matanya. “Putraku adalah penderita lumpuh otak,” sambung Ruminah. Lalu, “Aku selalu meyakinkan diriku bahwa dia sempurna, tapi aku menyadari kepercayaan itu adalah salah. Oleh karena itu aku tidak ingin adanya ketidaksempurnaan dari pegunungan ini. Aku tidak ingin anak-anak yang hidup jauh di masa depan merasakan apa yang aku rasakan.” Padmi dan penduduk lain mengangguk. Mereka meresapi kata demi kata yang terlontar. Beberapa jam telah berlalu. Dan, ketika embun menghangat, mereka melangkahkan kaki menuju Semarang. Mereka menempuh seratus lima puluh kilometer melalui Pantura dan di beberapa titik masa mereka bertambah. ***** Magenta mengamati lembayung di langit. Matahari telah menunjukkan sinar keemasannya sekali lagi. Di sedan, Roda membuka sebelah pintu dan menghisap kretek kesayangannya. “Duduklah bersamaku,” katanya. Roda membuat asap beberbentuk oval. Lalu bibir lelaki itu berkedut, “Kita telah mendaki dan menuruni pegunungan,” imbuhnya. “Bahkan sekarang kita disini. Percayalah, Bu, para pejalan itu akan datang sebentar lagi.” Magenta mengacuhkan kalimat itu. Gadis itu menatap kantor gubenur yang menjulang di kota. Bangunan berasiteksur klasik tersebut seolah tempat persembunyian terbaik pelaku ketidakadilan. Sekarang Magenta muak terhadap suaminya ̶ Roda. Lelaki itu hanya seorang pekerja tambang. Tapi, dia tidak memahami kenapa ia memilih lelaki itu dari sekian banyak lelaki. Lalu, Magenta memahami pikiran petani Kendeng. Seperti mereka yang memilih pegunungan itu dibanding pegunungan lain, seharusnya Magenta menghilang dan pergi meninggalkan Roda. Tapi dia yakin dia tidak mampu melakukannya.
47
PUISI
ANTARA ALAM DAN
RAKYAT Oleh : A'iďŹ Nura
Ilustrasi : Repro Internet
Indonseia dengan berjuta kekayaan alamnya Era otonomi daerah berlaku Mengundang kehausan raja-raja kecil Lahirlah kekuasaan baru Keresahan menyelimuti rakyat Ancaman menghantui kelestarian alam Bukan kesejahteraan yang tertorehkan Justru kesengsaraan bergerilya Raja-raja kecil itu gagal Gagal menjawab arti kemamuran Mencari keuntungan tanpa mengindahkan aturan Aturan lingkungan hidup
“
Eksplorasi tambang habis-habisan Keegosian dan kebringasan menyeruak Aspirasi rakyat bagai angin lewat Pejuang lingkungan mulai panas 48
DIMeNSI 38 September 2017
INFOGRAFIK SENDI-SENDI
PEREKONOMIAN YANG DIKUASAI ASING Target Investasi pada 2017 sebesar Rp.678,8 Triliun dan 2018 sebesar Rp.863 Triliun Upaya sistematis agar sektor-sektor strategis yang sangat menguntungkan, satu persatu di jual kepada pihak asing dengan jargon untuk mencapai target investasi.
ASING BOLEH MILIKI PROPERTI; ASING BOLEH KUASAI 85% SAHAM MODAL VENTURA Ada 35 bidang usaha dalam negeri antara lain; jalan tol, pengelolaan sampah, cold stroage, pialang berjangka, restoran, bar, kafe, gelanggang olahraga, produksi dan pengedaran film, warung telekomunikasi, jual beli online, bahan baku obat, praktek dokter, dan dana pensiun. Dari Sisi Masuknya Uang Asing Ke Dalam Negeri, Sekitar Rp.2145 Triliun Atau 51% Ke Sektor Keuangan. Beritasatu.com (februari 2016) Menyajikan Data Asosiasi Emiten Indonesia (aei). Saham Bumn Dimiliki Perusahaan Asing Antara Lain : 1. Bank BRI 38,59 % 2. Semen Indonesia 38,22 % 3. Telkom 38,35 % 4. PGN 35,26 % 5. Bank Mandiri 31,88 % 6. Bank BNI 29,15 % 7. Bank BTN 25,49 % 8. Jasa Marga 14,51 % 9. Bukit Asam 13,76 % 10. Wijaya Karya 11,14 % 11. Adhi Karya 10,40 %
PENGUSAHA ASING ATAS SAHAM BUMN KEPEMILIKAN PUBLIK TELAH MENCAPAI 85%. Ada 0,2% warga non pribumi menguasai 75% luas tanah indonesia, atau 5% non pribumi kini menguasai 85% ekonomi indonesia. Sumber : nusantaranews.co Infografis : Rozy
dimensipers
LPM Dimensi IAIN TULUNGAGUNG
dimensipers.com
MENCANGKUL TANAH, JUSTRU PALING RAKUS MENJARAH TANAH DAN
MERAMPAS HAK ORANG LAIN.
-Pramodya Ananta ToerARUS BALIK
“
“
ORANG YANG TAK PERNAH