MAJALAH EDISI 39 LPM DIMENSI IAIN TA (MEGAHNYA KAMPUS DALAM DINAMIKA PEMBANGUNAN MASYARAKAT)

Page 1



Lembaga Pers Mahasiswa (LPM)

DIMeNSI

Media Pemikiran Alternatif

Diterbitkan Oleh : Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) DIMENSI IAIN Tulungagung Pelindung Rektor IAIN Tulungagung (DR. H. Maftukhin, M.Ag) Penasehat Wakil Rektor III (Dr. H. Nur Effendi, M.Ag) Pemimpin Umum Ni’matun Naharin Sekretaris Umum Nur Azizah Bendahara Umum Vima Naila U. Pemimpin Redaksi Rizka H. Umami Dewan Redaksi Arif Riza Azizi, Eni Fatatik Redaktur Online Romafi Wahyu K. Devisi Litbank M. Nahrudin, Alif Diah P, Seli Muni, Luluk Nafi’ah Devisi Pengembangan SDM Salis A. Mustofa, M.Fahrul Rozi, Toyib Sulaiman, Isrofil Amaryk Devisi Jaringan Kerja (JAKER) Mansur Mu’in, Imam Syafi’i Devisi Perusahaan Anharul Mahfud, Titi Suryati, M,Syaful, Audi Yuni, Abdillah Fadli, Fajrul Falah Desain Grafis dan Layouter M. Fahrul Rozi, Jordan E. Fotografer R. Yunita Aini, Toyib Sulaiman Reporter Nur Fitriani, Shobirin, Mujib, Bahak, Silfi, Cindy, Bahrul, Syafi’, Asri, Afifah, saipul, Jl. Mayor Sujadi Timur 46 Tulungagung kode pos 66221 email/website: lpmdimensita@gmail.com/dimensipers.com

Salam Persma! “Jangan menjadi asing di tengah masyarakat, jangan menjadi asing dengan rumahmu, dan jangan menjadi asing dengan dirimu sendiri.”

M

ari kita tundukkan kepala sejenak, kemudian bersyukur kepada Tuhan yang Esa, atas terbitnya Majalah DIMeNSI edisi XXXIX dengan tema “Megahnya Kampus dalam Dinamika Pembangunan Masyarakat”. Penggodokan tema kali ini terlampau singkat, memang terburu-buru lahir, tapi tidak dari ruang hampa. Ada beberapa kegelisahan yang baru mencuat ke permukaan, setelah kami mengadakan sidang tema. Selama ini kita hidup dalam dua petak yang bersekat, antara kampus dan lingkungan masyarakat. Menjadi mahasiswa tapi asing di masyarakat atau masyarakat yang merasa asing dengan sivitas akademika, bukan sebuah lagu baru. Bukan hal mengejutkan pula melihat bangunanbangunan kampus berdiri megah, sementara masyarakat di sekitarnya masih kesulitan mencari ladang penghidupan atau jauh dari kesejahteraan. Kita ketahui bersama bahwa setiap kampus memiliki tiga kewajiban yang termaktub dalam Tridharma Perguruan Tinggi. Tiga kewajiban tersebut mencakup penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Disebutkan dalam Undang-undang No. 12 tahun 2012, pasal 1 ayat 11, terkait poin ketiga dari Tridharma Perguruan Tinggi, yakni Pengabdian kepada Masyarakat. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Perguruan Tinggi memiliki kewajiban memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memanfaatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah “Sudahkah Perguruan Tinggi menjalankan kewajibannya sampai pada poin tersebut?” Pembangunan kampus yang makin gencar dilakukan di beberapa titik tentunya memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan masyarakat di sekitarnya. Mengambil sample pada lingkup terkecil, hasil penyebaran angket oleh lembaga riset LPM DIMeNSI IAIN Tulungagung, menemukan fakta bahwa pembangunan kampus sangat berdampak pada proses pembangunan di masyarakat, baik dalam bidang pendidikan, sosial, maupun ekonomi. Dampak yang ditimbulkan sejauh ini bersifat dinamis, dan cenderung fluktuatif. Dengan semakin pesatnya kampus menjadi pusat desentralisasi keilmuwan, tentu ada harapan yang ingin dicapai agar megahnya pembangunan kampus turut dirasakan semua lapisan masyarakat. Dan tentu saja, Tridharma Perguruan Tinggi bisa terlaksana dengan baik. Semoga [] Selamat membaca ! Redaksi Majalah Dimensi


DAFTAR ISI

Lembaga Pers Mahasiswa (LPM)

DIMeNSI

Media Pemikiran Alternatif Edisi 39, November 2017

DIMUT Memutar Uang di Plosokandang....................................3 LIPSUS Mahasiswa Asing Melawat Ilmu.....................................7 Program BIPA Belum Maksimal, Komunikasi Terhambat....................................................................10

n:

ga

an

r te

ke

30)

0.000 ( 58) A >=1 >=40.000 7( 0.000 (8) (6) B 100.000 C D

>= >=

NUSANTARA Institusi Pendidikan dan Peradaban Nalar...................13 Infrastruktur: Program Foya-foya Pemerintah..............16

TERAS Meninjau Kesiapan Alih Status IAIN Tulungagung Menjadi UIN..................................................................18 Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) di Mata Mahasiswa....................................................................21 KLIK.............................................................................23 KARIKATUR Apakah kemegahan = Impianku...................................26

EDITORIAL Megahnya Kampus dalam Dinamika Pembangunan Masyarakat...................................................................27 RESENSI Padmini, Perempuan dan Sebuah Kajian yang Memanusia...................................................................29 SWARA Sense of Belonging: Pembentuk Identitas Kampus Dakwah dan Peradaban.............................................. 31

BUDAYA Berkenalan (Kembali) dengan Batik Gajah Mada.......................................................................34 SUPLEMEN Tidak Ada Pembangunan untuk Rakyat Kecil.........36 Berdamai dengan Ekoseksual................................39 KIPRAH Adi Daya Reyog Kendang Tulungagung.................41

SUSASTRA Tentang Alam Hijau dan Kebusukan di Dalamnya...................................................................44 PUISI Pengabdian Untuk Indonesia.....................................46 Perempuan dan Sunyi, Lagi.......................................48

2

DIMeNSI 39 November 2017


DIMUT

Memutar Uang di Plosokandang dok.dim

P

ertumbuhan jumlah mahasiswa IAIN Tulungagung mengalami kenaikan yang signifikan dengan rata-rata ±35%. Pada tahun 2013 IAIN menerima mahasiswa ± 2300 mahasiswa. Kemudian, pada 2014 menerima ± 3500 mahasiswa, tumbuh ± 50%. Tahun 2015 IAIN menerima mahasiswa sebesar 4075, tumbuh ± 30%. Tahun 2016 jumlah mahasiswa baru sebesar 4902, tumbuh ± 25% dari tahun sebelumnya. Kini tercatat mahasiswa yang aktif mendekati 14000 mahasiswa. Jumlah yang besar dan membuka peluang besar bagi pengusaha di sekitar kampus. Kru Dimensi melakukan survei kepada 102 mahasiswa perihal nominal pengeluaran per hari untuk keperluan kuliah/jajan/makan dan lain-lain di lingkungan kampus. Hasilnya rata-rata pengeluaran satu orang mahasiswa sebesar 32.600. Nominal segitu jika dikalikan dengan jumlah mahasiswa 14 ribu akan ketemu 456,4 juta Rupiah. Artinya perputaran uang di Plosokandang per hari berada di kisaran 489 juta Rupiah. Peluang besar tersebut membuat sektor perekonomian informal dan formal di Plosokandang semakin bergeliat. “Peluangnya banyak” ujar Mujiatin (42) warga asli Plosokandang yang kini memilih berjualan Cilot. Seperti yang juga dirasakan Sulin (45), pedagang nasi goreng yang sudah berjualan sejak tahun 1992. Sulin

DIMeNSI 39 November 2017

menuturkan bahwa dulu sebelum kampus berubah menjadi IAIN Tulungagung pendapatannya setiap bulan sekitar 2 juta, namun setelah kampus alih status pendapatannya sekitar 3 juta. Hal senada juga dirasa oleh salah satu pemilik laundry yang sudah membuka usaha selama 8 tahun. Dulunya ia hanya mencuci pakaian kotor 40 kg/hari, namun sekarang telah mencapai 100 kg s e t i a p h a r i n y a dengan ongkos jasa

n:

ga

n ra

te

ke

0) 0.000 (3 .000 (58) ) 1 0 8 A B 4 70.000 1( 00.000 (6) C

>= >= = > D>=

dok.dim

tetap y a k n i 3000 rupiah per kilonya. Selain usaha informal, usaha formal berupa jasa penginapan juga kian meningkat. Menurut data dari Desa Plosokandang tahun 2016, usaha jasa penginapan sudah berjumlah 72 dengan jenis usaha asrama sebanyak 1, kontrakan rumah berjumlah 6 dan penyewaan kamar berjumlah 65. “Untuk tahun ini pertumbuhan kos-kosan luar biasa. Prospeknya sangat baik. Bagaimana tidak (tertarik, red), hanya membuat bangunan dan disewakan, dan

tidak habis bertahun-tahun” ujar Aly (29) pemilik salah satu kos-kosan di daerah Plosokandang. Dopir, salah seorang pemilik kos beralasan mendirikan kos karena resiko kerugian sangat kecil karena kos merupakan bangunan awet. Dulunya dia membutuhkan modal 225 juta untuk membangun 7 kamar kos. Modal sebesar itu bisa kembali dalam 10 tahun mendatang dan selanjutnya dia hanya tinggal mereguk keuntungan dikurangi biaya operasional saja. Dewi Maryam yang juga pemilik kos menaksir dalam satu bulan pendapatannya mencapai 20 juta Rupiah. Rata-rata pemilik kos mematok harga 300 ribu sampai 500 ribu untuk setiap kamar. Karena prospek tersebut, Happy, salah satu pengusaha jasa penginapan sampai memilih meminjam uang untuk menambah kamar kos miliknya.“Saya cari pinjeman buat membangun 6 kamar(lagi, red)…”, ujar Happy (42) penduduk Desa Plosokandang RT 01/RW 02 Dusun Kudusan. Sebelum munculnya berbagai usaha seramai ini, masyarakat Plosokandang menggantungkan perekonomiannya mayoritas sebagai petani ikan tawar.“Sebelum adanya kampus banyak pertanian kolam. Dan setelah adanya kampus banyak yang beralih di kos-kosan terus bakulan, seperti itu”, ujar Sunari (47) Kepala Desa Plosokandang.

3


DIMUT

repro internet

Fakta tersebut diperkuat data dari BPS tahun 2014 yang menunjukkan bahwa Plosokandang merupakan daerah dengan pembudidaya ikan terbanyak setelah Bangoan, Ringinpitu dan Bulusari. Kini, berdasarkan data BPS dalam Kecamatan Kedungwaru dalam Angka tahun 2017, penghasilan utama rumah tangga desa Plosokandang dibidang Perdagangan, Hotel dan Restoran berada diurutan ketiga terbanyak di bawah Kedungwaru dan Ketanon dengan jumlah 478. Dalam sumber yang sama, masyarakat Plosokandang kini berada diurutan kedua setelah Kedungwaru sebagai desa sejahtera golongan ketiga. Pajak dan Legalitas Kos Masalah klasik soal pajak dan legalitas kos lingkup Tulungagung juga terjadi di Desa Plosokandang. Sunari menjelaskan kalau indekos di Plosokandang ada banyak, sekitar 200 lebih mencakup indekos besar dan kecil. Dari jumlah tersebut lebih dari 50 persen masih belum mengurus perizinan. Seperti pengakuan Titik, salah satu pemilik kos 10 kamar di Plosokandang, saat diwawancarai crew Dimensi, dia bilang, “Gak ada izin.” Selain masalah prosedural perizinan, perpajakkan sendiri kurang

4

terealisasi. Berdasarkan data izin Ho rumah kos dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM & PTSP) tahun 2017 hanya tercatat satu orang di Plosokandang. Pada data di Dispenda Kabupaten Tulungagung juga hanya ada satu atas nama Munawan, pemilik rumah kos Barokah berbanding 15 orang dari seluruh Tulungagung yang membayar pajak. Sebagaimana yang termaktub dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 12 Tahun 2012, menyatakan bahwa Tarif Pajak Hotel ditetapkan sebesar 10%, dikecualikan jenis hotel rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh) ditetapkan menjadi tarif sebesar 5% (lima persen). Dalam kasus ini Irwan Prima Hartawan selaku Kasi Pemeriksaan Dispenda Kabupaten Tulungagung dalam jurnal Rachellaura Lintang Permata berjudul Persepsi Wajib Pajak Tentang Pajak Rumah Kos di Kabupaten Tulungagung mengatakan bahwa masih ada pelaku usaha rumah kos yang melaksanakan kegiatan usahanya namun tidak mendaftarkan usahanya dan tidak membayar pajak dengan alasan pemilik rumah kos tersebut tidak memiliki hingga 10 kamar, atau tidak semua kamar terpakai, sehingga dapat terhindar dari pajak rumah kos. Sanksi-

sanksi untuk pelanggar pajak yang tertulis di dalam Perda juga belum dapat dilaksanakan dengan maksimal dikarenakan Dispenda sendiri belum memiliki pegawai khusus untuk bagian Juru Sita. Namun, tidak semua pemilik kos absen membayar pajak. Happy (42) yang baru-baru ini memiliki 15 kamar mengaku sudah membayar pajak. “Mulai tahun ini saya dikenakan pajak NPWP, karena dulu kamarnya masih 9 dan sekarang tambah 6 kamar” ungkap Happy penduduk Desa Plosokandang RT 01/RW 02 Dusun Kudusan. Mayoritas pengusaha jasa rumah kos Plosokandang yang crew Dimensi datangi absen membayar pajak bukan karena kesengajaan, namun karena masih sangat minim sosialisasi dan edukasi dari pemerintah menjadi faktor yang paling dominan. Berbanding terbalik dengan pernyataan dari pihak Dispenda. Lebih dari delapan narasumber pengusaha jasa rumah kos mengaku hanya didatangi satu kali dari pihak pemerintah daerah. “Betul, ada itu (kedatangan pihak Pemda, red). Sudah lama kok itu. Dari Pemdanya aja sudah menetapkan, cuma sini belum ada tindakannya dari pihak pajaknya. Mungkin untuk kedepannya pasti ada”, ungkap Dofir.

DIMeNSI 39 November 2017


DIMUT Pernyataan senada juga dipaparkan Karyono, “Untuk sementara ini belum ada, akan tetapi saya sudah konfirmasi sama pemerintah desa.” Titik juga mengaku demikian, ucapnya, “Dulu pernah (ada yang, red) menanyai tentang pendirian kos. Itu yang nanya dari pihak Pemda kalo gak salah. Tapi hanya nanya saja. Sampai sekarang belum ada tindakan dari pusat.” Hal ini juga membuat Badan Pelayanan dan Perijinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Tulungagung menggandeng Dinas Pendapatan Daerah menginginkan peninjauan kembali soal regulasi di dalam Perda. Sebab Perda yang ada dinilai belum efektif dalam memberikan sumbangan kontribusi pada

pemerintah dan belum dijalankannya sanksi yang tegas pada kurangnya kepatuhan masyarakat tersebut. Biaya Hidup Meningkat Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Desa Plosokandang ini juga diikuti dengan kenaikan harga tanah 'gila-gilaan'. Aly menerangkan seebelumnya harga tanah per 14 x 1 meter persegi (jawa: 1 Ru) berkisar 3 sampai 5 juta. Namun hari ini harga per Ru mencapai 25 sampai 30 juta. (JatimTimes) “ Tujuh tahun yang lalu mbah menjual tanahnya yang sekarang dibangun menjadi gedung baru sekitar 2 juta setiap Ru dan sekarang sudah mencapai 25 juta, bahkan orang Plososkandang sekarang tidak mampu untuk membeli tanah di sini”, jelas Titik selaku pemilik kos utara kampus. Titik juga menjelaskan tingginya harga tanah salah satunya dipengaruhi oleh banyaknya keinginan investor untuk memiliki tanah di Plosokandang. Serupa aset tanah, Aly

PENGELUARAN RATA-RATA 102 MAHASISWA UNTUK KEPERLUAN JAJAN/MAKAN/ KULIAH PER HARI Crew Dimensi melakukan survei kepada 102 mahasiswa perihal nominal pengeluaran per hari untuk keperluan kuliah/jajan/makan dan lainlain di lingkungan kampus. Hasilnya rata-rata pengeluaran satu orang mahasiswa sebesar 32.600.

Nominal segitu jika dikalikan dengan jumlah mahasiswa 14 ribu akan ketemu 489 juta Rupiah. Artinya perputaran uang di Plosokandang per hari berada di kisaran 489 juta Rupiah. Dimensipers.com Infografik : Moh. Fahrul Rozi.

DIMeNSI 39 November 2017

menjelaskan peluang mendirikan kos sudah banyak diambil alih investor luar desa. “Rata-rata yang membuat koskosan awalnya orang sini (masyarakat Plosokandang), tapi karena untuk membangun kos–kosan butuh biaya besar, akhirnya banyak orang sini yang tidak mampu dan menjual tanahnya” ujar Aly. Lebih lanjut, “…untuk pemilik koskosan di Plosokandang fifty-fifty antara penduduk asli Plosokandang dan pendatang. Para pendatang inipun tidak tinggal di Plosokandang, tapi hanya punya aset bangunan kos-kosan dan mempekerjakan warga setempat untuk menjaganya” pungkas Aly. (JatimTimes) Lain daripada itu, seiring bertambahnya usaha di kampus membuat pengeluaran mereka yang tinggal di Plosokandang meningkat. UR, salah satu mahasiswa IAIN asal Nganjuk yang sudah tinggal di Plosokandang lebih dari tiga tahun mengaku ada penambahan pengeluarannya tahun 2013 dibanding sekarang. “Pengeluaran jadi semakin banyak. Kalau sehari biasanya cukup 10 – 15 ribu buat makan, kalau sekarang bisa sampai 50 ribu. UR mengatakan alasan kenaikan pengeluaran itu karena banyaknya makanan dan camilan yang dijual membuat dia semakin konsumtif. S i t i , m a h a s i s w a Ta d r i s Matematika semester 5 asal Jombang, juga merasakan benar pengeluarannya semakin hari semakin bertambah. Jika ditahun 2015 pengeluaran Siti cukup 3 juta Rupiah per bulan, tahun 2016 naik menjadi 3.850.000 Rupiah per bulan, dan kini naik menjadi 4.850.000 Rupiah per bulan. Alasan kenaikan pengeluaran Siti karena, “Makin boros aja karena keluar sana-sini jadinya apa-apa pengen”.

Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Desa Plosokandang ini juga diikuti dengan kenaikan harga tanah 'gilagilaan'. Aly menerangkan seebelumnya harga tanah per 14 x 1 meter persegi (jawa: 1 Ru) berkisar 3 sampai 5 juta. Namun hari ini harga per Ru mencapai 25 sampai 30 juta. (JatimTimes)

5


dok.dim

DIMUT

Berangkat dari fakta tersebut LPM DIMëNSI melakukan survei pengeluaran uang mahasiswa IAIN Tulungagung untuk mengukur rata-rata biaya hidup di Plosokandang. Survei dilakukan pada bulan Nopember 2017 dengan responden yang berjumlah 275 mahasiswa dan dikhususkan untuk yang bertempat tinggal di kos atau pesantren. Dari survei yang dilakukan didapatkan rekapan data sebagai berikut : Biaya yang harus dikeluarkan mahasiswa untuk kos atau pondok setiap bulannya dengan biaya ≤ Rp. 100.000 dipilih 74 mahasiswa, ≤ Rp. 200.000 dipilih 157 mahasiswa, ≤ Rp. 300.000 dipilih 25 mahasiswa, dan ≥ Rp. 500.000 dipilih 19 mahasiswa. Sehingga dari data tersebut diperoleh rata-rata pengeluaran mahasiswa untuk kos/mondok setiap bulannya adalah Rp. 203.000 dan setiap harinya mahasiswa mengeluarkan biaya tinggal rata-rata Rp. 6.800. Biaya yang harus dikeluarkan mahasiswa untuk konsumsi setiap harinya dengan biaya ≤ Rp. 100.000 dipilih 140 mahasiswa, ≤ Rp. 200.000 dipilih 94 mahasiswa, ≤ Rp. 300.000 dipilih 21 mahasiswa, dan ≥ Rp. 500.000 dipilih 20 mahasiswa. Sehingga dari data tersebut diperoleh rata-rata pengeluaran mahasiswa untuk makan setiap harinya berkisar Rp. 17.900.. Biaya yang harus dikeluarkan

6

mahasiswa untuk belanja keperluan kuliah setiap minggunya dengan pengeluaran ≤ Rp. 100.000 dipilih 61 mahasiswa, ≤ Rp. 200.000 dipilih 129 mahasiswa, ≤ Rp. 300.000 dipilih 48 mahasiswa, dan ≥ Rp. 500.000 dipilih 37 mahasiswa. Sehingga dari data tersebut diperoleh rata-rata pengeluaran mahasiswa setiap minggunya dikisaran Rp. 23.600 dan setiap harinya mahasiswa mengeluarkan Rp. 3.400 untuk biaya keperluan kuliah. Selanjutnya biaya yang harus dikeluarkan mahasiswa untuk loundry baju, pulsa/paketan setiap minggunya berdasarkan angket adalah ≤ Rp. 20.000 dipilih 137 mahasiswa, ≤ Rp. 30.000 dipilih 67 mahasiswa, ≤ Rp. 50.000 dipilih 52 mahasiswa, dan ≤ Rp. 100.000 dipilih 19 mahasiswa. Sehingga dari data tersebut diperoleh rata-rata pengeluaran mahasiswa setiap minggunya adalah Rp. 33.600 dan setiap harinya mahasiswa memerlukan uang Rp. 4.800 untuk biaya loundry baju, pulsa/ paketan,dll. Biaya yang harus dikeluarkan mahasiswa untuk transportasi setiap minggunya berdasarkan angket adalah ≤ Rp. 10.000 dipilih 123 mahasiswa, ≤ Rp. 20.000 dipilih 105 mahasiswa, ≤ Rp. 50.000 dipilih 42 mahasiswa, dan ≥ Rp. 100.000 dipilih 5 mahasiswa. Sehingga dari data tersebut diperoleh rata-rata pengeluaran mahasiswa setiap

minggunya adalah Rp. 21.600 dan setiap harinya mahasiswa memerlukan uang Rp. 3000 untuk biaya transportasi. Biaya yang harus dikeluarkan mahasiswa untuk membeli peralatan make up seperti parfum, hand body, deodorant setiap bulannya berdasarkan angket adalah ≤ Rp. 10.000 dipilih 64 mahasiswa, ≤ Rp. 20.000 dipilih 106 mahasiswa, ≤ Rp. 50.000 dipilih 72 mahasiswa, dan ≥ Rp. 100.000 dipilih 33 mahasiswa. Sehingga dari data tersebut diperoleh rata-rata pengeluaran mahasiswa tiap bulannya adalah Rp. 39.000 dan setiap harinya mahasiswa memerlukan uang Rp.13.000 untuk biaya membeli peralatan make up. Biaya yang harus dikeluarkan mahasiswa untuk membeli perlengkapan mandi seperti sabun, pasta gigi, shampo setiap bulannya berdasarkan angket ≤ Rp. 10.000 dipilih 64 mahasiswa, ≤ Rp. 20.000 dipilih 149 mahasiswa, ≤ Rp. 50.000 dipilih 52 mahasiswa, dan ≥ Rp. 100.000 dipilih 10 mahasiswa. Sehingga dari data tersebut diperoleh rata-rata pengeluaran mahasiswa tiap bulannya adalah Rp. 26.300 dan setiap harinya mahasiswa memerlukan uang Rp. 900 untuk biaya membeli perlengkapan mandi. Berdasarkan semua poin di atas diperoleh rata-rata biaya yang harus dikeluarkan mahasiswa untuk tinggal di Plosokandang berada dikisaran Rp. 1.143.000 per bulan. Dan rata-rata pengeluaran per harinya untuk memenuhi kebutuhan di Desa Plosokandang berada dikisaran Rp. 38.100. Kalkulasi biaya pengeluaran tersebut bergantung keperluan apa yang dibeli oleh mahasiswa. [] /Luluk/Thoyib/Aan/

DIMeNSI 39 November 2017


LIPSUS

dok.dim

“Bentuknya full study, empat tahun dengan delapan semester. Tindak lanjut dari MoU itu, Kita menginginkan PPL dan KKN kesana selama kurang lebih lima bulan.” Ujar Nur Efendi selaku Wakil Rektor III.

P

ada tahun 2012 Maftukhin selaku R e k t o r I A I N Tu l u n g a g u n g beserta seluruh jajarannya datang langsung ke Thailand untuk menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman. Penandatangan MoU ini dilakukan antara Maftukhin dengan Raja Thailand. Berdasarkan perjanjian tersebut terdapat dua kesepakatan antara IAIN Tulungagung dengan pemerintah Thailand terutama Thailand Selatan yaitu pertukaran pelajar atau mahasiswa. Pertukaran tersebut berupa penerimaan mahasiswa dari Thailand untuk belajar di Indonesia dan sebaliknya mahasiswa Indonesia akan melakukan Kuliah Kerja Nyata/ Praktik Pengalaman Lapangan (KKN/PPL) terpadu di Thailand. Perjanjian antara kedua belah pihak ini menjadi suatu kebanggaan sekaligus tanggungjawab bagi IAIN Tulungagung. Sejak penandatanganan MoU tersebut, mula-mula ada dua puluh mahasiswa Thailand yang masuk di IAIN Tulungagung. Kemudian di tahun-tahun sesudahnya bertambah sepuluh orang, sehingga total menjadi tiga puluh orang. Penambahan ini terjadi karena semakin banyak mahasiswa Thailand yang ingin kuliah di IAIN Tulungagung. Adapun karena tinggal untuk sementara waktu di Negara lain, maka mahasiswa dari Thailand tentunya butuh

DIMeNSI 39 November 2017

perizinan. Terkait perizinan ini kemudian pihak Indonesia memberikan perizinan berupa Izin Tinggal Terbatas (ITAS) kepada mahasiswa Thailand. Sehingga melalui paspor dan visa yang telah diurus, mahasiswa Thailand dapat tinggal di Indonesia selama dua tahun dan harus diperbarui kemudian untuk kembali mendapatkan izin tinggal di Indonesia. “Perizinan dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) berupa ITAS selama 2 tahun, lalu memperpanjang lagi 2 tahun lagi. Jadi gini, sebenarnya di sini kami hanya relawan, karena KKN kan juga lewat sini, maka kami memfasilitasi.” Jelas Mashudi selaku ketua LP2M IAIN Tulungagung. Sebagaimana dijelaskan di atas sebagai bentuk timbal balik perjanjian, maka akan ada mahasiswa IAIN yang dikirim ke Thailand untuk KKN/PPL terpadu. Sedangkan terkait batasan kuantitas mahasiswa yang akan dikirim sebenarnya tidak ada batasan. Pihak Thailand hanya memberikan sebuah tawaran atau bentuk pertanyaan, sebagaimana dikutip langsung dari pernyataan staf LP2M Lailatuz Zuhriyah . “Mereka melontarkan pertanyaan, (Akan ada berapa mahasiswa yang dikirim?) Menanggapi pertanyaan ini, jika pihak kami tidak menjawab maka pihak Thailand akan membatasi. Namun, karena ditawari saya langsung menjawab sepuluh. Oleh

karena itu, saat ini sudah ada 10 yang dikirim pada bulan April kemarin. Kemudian ada 10 lagi untuk dikirim pada bulan November ini.” kata Lailatuz Zuhriyah. Mengenai seleksi KKN/PPL terpadu yang akan dikirim ke Thailand ini kampus telah menyiapkan serangkaian tes. Tes tersebut meliputi, tes Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Microteaching dan BacaTulis Al-Qur'an. Rangkaian seleksi tersebut memang sengaja diberikan secara ketat. Adapun alasan pengetatan ini karena pada dasarnya mahasiswa yang dikirim ke Thailand itu nantinya akan mengajar dan menjadi pendidik. Sehingga diperlukan tenaga-tenaga yang benar-benar mumpuni untuk melakukan hal itu.

“Perizinan dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) berupa ITAS selama 2 tahun, lalu memperpanjang lagi 2 tahun lagi. Jadi gini, sebenarnya di sini kami hanya relawan, karena KKN kan juga lewat sini, maka kami memfasilitasi.” Jelas Mashudi selaku ketua LP2M IAIN Tulungagung.

7


LIPSUS Kiprah Badan Alumni Proses pendaftaran mahasiswa dari Thailand ini (selalu) melalui beberapa lembaga resmi di Thailand. Lembaga tersebut meliputi Badan Alumni Internasional Thailand, Majelis Agama Islam Thailand dan Badan Ma'had Jawariyah. Meski pada dasarnya ketiga lembaga tersebut berperan dalam penerimaan mahasiswa Thailand. Namun secara umum Badan Alumni Internasional Thailand yang memiliki peran paling dominan di antara ketiganya. Badan Alumni Internasional Thailand ialah suatu badan yang bertugas mengurus mahasiswa Thailand yang ingin kuliah ke luar negeri. Selain itu badan ini juga beranggotakan alumni pelajar Thailand yang pernah belajar di luar negeri. Badan alumni ini merupakan lembaga sosial puritan yang berada di bawah naungan pemerintahan secara langsung. Biasanya badan ini mengurusi mahasiswa Thailand yang ingin masuk ke Indonesia. Merekalah yang mengadakan dan mengharuskan mahasiswa Thailand mengikuti tes. Bahkan Badan Alumni ini, juga yang menawarkan program kuliah atau belajar di luar negeri bagi mahasiswa Thailand. Lebih lanjut Badan Alumni memperoleh tugas untuk mencarikan jaringan tempat kuliah di luar negeri yang dirasa baik. Badan alumni ini juga bekerjasama dengan Kementrian Pendidikan Thailand, Badan Luar Negeri dan ESBIPEC guna mendapatkan legalitas dari Negara.

Lailatuz Zuhriyah salah satu staf LP2M juga menjelaskan terkait Badan Alumni Internasional Thailand, “Badan alumni namanya kan badan alumni internasional Thailand Selatan. Kalo dilihat, utamanya Thailand Selatan banyak yang kuliah di luar negeri, misalnya Yaman dll. Alumni-alumni itu minimal punya pesantren atau jadi pengajar. Maka mereka membuat ikatan persatuan luar negeri. Badan ini murni lembaga sosial yang tidak mencari keuntungan sama sekali. Tugasnya adalah mencarikan link tentang universitas di Luar Negeri. Badan alumni ini resmi karena punya kerjasama dengan Kemenlu dan Kemendik Thailand.” Adapun mahasiswa yang ingin kuliah di luar negeri khususnya Indonesia harus melalui seleksi dari Badan Alumni tersebut sebelum akhirnya masuk ke Perguruan Tinggi Islam di Indonesia. Sampai saat inipun Perguruan Tinggi Islam khususnya IAIN Tulungagung memang tidak atau belum menetapkan standardisasi khusus siapa saja yang lulus seleksi masuk di IAIN. Sehingga pihak kampus tidak secara langsung terlibat dalam alur seleksinya. Semua urusan administrasi ini sudah diserahkan sepenuhnya kepada Badan Alumni, Majelis Agama Islam dan juga Badan Ma'had Jawariyah. Meskipun begitu ke depannya kampus akan ikut serta melakukan seleksi kepada calon mahasiswa dari Thailand ini. Sebab kampus merasa perlu adanya sebuah batasan kuantitatif

BADAN ALUMNI INTERNASIONAL THAILAND

dan kualitatif dalam mengukur mahasiswa yang akan masuk ke Indonesia. Sehingga pihak LP2M akan mengadakan seleksi secara tertulis yang dilakukan di Thailand dan didampingi oleh dosen dari IAIN Tulungagung. Seleksi ini akan dilakukan saat pendampingan KKN/PPL ke Thailand. “Rencananya untuk tahun-tahun berikutnya dari IAIN Tulungagung akan ikut berpartisipasi dalam penyeleksian calon mahasiswa sana yang ingin kuliah di sini. Ini akan dilaksanakan bersamaan dengan mengantarkan mahasiswa IAIN Tulungagung KKN/PPL di Thailand.” Ujar Lailatuz Zuhriyah lagi. Sementara itu poin lebih ternyata didapatkan oleh mahasiswa Thailand yang mendaftar melalui Badan Alumni dan lembaga lainnya. Mereka yang masuk melalui badan ini akan dibebaskan pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) alias gratis. Namun hal berbeda dialami mahasiswa yang mendaftar tidak melalui ketiga badan itu. Mereka tidak mendapatkan pembebasan biaya kuliah sebab mendaftar melalui jalur mandiri dengan datang sendiri ke kampus. Selain itu untuk pemilihan jurusan, mahasiswa Thailand akan memiliki beberapa piihan yang bisa diambil. Mahasiswa Thailand ini sebenarnya telah mendapatkan saran memilih jurusan oleh SMA/MA tempatnya mereka belajar sebelumnya. Namun dalam praktiknya ada pula yang memilih jurusan secara langsung. Sebenarnya tidak ada batasan pilihan jurusan bagi mahasiwa Thailand ini, mereka bebas memilih jurusan yang ada. Pertimbangan Kemanusiaan Mahasiswa Pattani yang kuliah di Indonesia ini berasal dari banyak kota di Thailand, misalnya Pattani, Shongla, Narathiwat, dan lainnya. Mereka tidak hanya berasal dari Thailand Selatan saja bahkan tahun ini ada yang berasal dari Thailand Selatan yang hampir Utara. Sehingga dengan letak geografis yang demikian menyebabkan mereka tidak bisa berbahasa Melayu.

Ilustrasi : Rozy

8

DIMeNSI 39 November 2017


LIPSUS

Rutinitas kegiatan Organisasi mahasiswa Pathani

Selain hal itu memang tidak ada batasan kuantitas berapa mahasiswa yang akan dikirim belajar ke luar negeri. Hal ini juga ditegaskan oleh salah satu mahasiswa Thailand semester 5 jurusan PAUD, “Proses seleksi tidak ada tes, lihat IP atau nilai terus langsung, cuma lihat di nilai.� Lailatuz Zuhriyah juga menjelaskan terkait hal ini bahwa memang pertimbangan awal penerimaan mahasiswa Thailand adalah dari segi kemanusiaan. Segi kemanusiaan yang dimaksud adalah terkait posisi muslim di Thailand yang butuh pertolongan dari negara muslim di sekitarnya seperti Indonesia ini. “Mungkin sejauh ini memang belum ada seleksi seperti itu,

dok.dim

pertimbangan awal adalah pertimbangan kemanusiaan, bagi siapapun yang ingin belajar di sini utamanya di IAIN itu silakan karena mengingat tadi, mereka adalah muslim yang tertindas.� Ujar Lailatuz Zuhriyah lagi. Negara Thailand merupakan negara yang dipimpin oleh seorang Raja. Thailand adalah Negara yang mayoritas masyarakatnya menganut ajaran Budha. Adapun selain ajaran Budha di Thailand juga berkembang agama lain seperti Islam, Kristen, Katolik dan lainnya namun hanya dalam skala kecil. Sehingga agama Islam di sana menjadi agama minoritas dengan jumlah penganutnya tidak sebanyak agama

Budha. Menyikapi hal ini, kaum Islam minoritas tersebut kemudian membentuk satu komunitas di Thailand bagian selatan. Sebenarnya di Thailand ada banyak universitas bagus, namun penduduk muslim ini enggan untuk belajar di sana karena di bawah naungan pemerintahan Budha. Penduduk muslimnya ada sekitar enam puluh empat ribu dan dari sekian jumlah penduduk muslim itu memilih belajar dan melanjutkan kuliah di luar negeri. Negara yang menjadi pilihan mereka yaitu Yaman serta negara-negara Timur Tengah lain dan tentu saja Indonesia. Selain itu banyak pula yang kemudian memilih belajar di IAIN Tulungagung. Lif/Umm

kami tak putus-putus mengajak pembaca semua untuk mentradisikan menulis. kami akan selalu menerima sumbangan tulisan dari semua dengan tangan terbuka. kirim ke surel redaksi.dimensi@gmail.com/lpmdimensita@gmail.com

- MENULIS ADALAH PEKERJAAN UNTUK KEABADIAN -

DIMeNSI 39 November 2017

9


LIPSUS

PROGRAM BIPA BELUM MAKSIMAL, KOMUNIKASI TERHAMBAT

Ilustrasi : Rozy

“ Mahasiswa Pathani itu jarang aktif, kadang untuk membaca itu masih kebingungan presentasi bingung, namanya Capchen.” Tutur Akhris

M

anusia memiliki banyak ekspresi dalam rangka menjalin komunikasi dengan manusia lainnya. Ekspresi ini kemudian menghasilkan hubungan dua arah yang harus terjadi antara kedua belah pihak yang sering disebut komunikasi. Keith Davis dalam bukunya yang berjudul Human Relation At Work menjelaskan: Communication in the process of passing information and understanding from one person to another artinya Komunikasi merupakan proses penyampaian dan pemahaman dari seseorang kepada orang lain. Senada dengan Keith Davis, Harold Lasswell dalam buku The Structure and Function of Communication in Society menjelaskan komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Berdasarkan dua tokoh di atas dapat di pahami bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan maupun pemahaman dari seseorang kepada orang lain. Pada

10

prosesnya, komunikasi akan menghasilkan interaksi berupa timbal balik atau respon terhadap lawan bicara di dalam komunikasi. Selanjutnya dalam sebuah komunikasi itu akan terjadi interaksi antara kedua belah pihak. Sebagaimana pendapat Maryati dan Suryawati: Interaksi adalah kontak atau hubungan timbal balik dan tindakan balasan (respon) antar individu, antar kelompok atau individu dan kelompok. Jika lawan bicara tidak memahami komunikasi atau pesan yang diungkapkan maka akan gagal sebuah proses komunikasi itu. Sehubungan dengan hal ini, sebagai sebuah institusi pendidikan, I A I N Tu l u n g a g u n g j u g a m e m i l i k i tanggungjawab komunikasi – terutama dengan mahasiswanya. Apalagi saat ini mahasiswa IAIN Tulungagung berasal dari berbagai daerah. Ada yang asli Tulungagung, luar kota, luar provinsi bahkan dari luar negeri. Adapun mahasiswa dari luar negeri (asing) ini berasal dari Thailand. Sudah tentu bahasa yang mereka bawa berbeda dengan Indonesia, sehingga

memerlukan perhatian khusus. Mahasiswa asing ini menggunakan bahasa melayu dalam kehidupan sehariharinya sedangkan di Indonesia, adalah bahasa Indonesia. Sementara itu, untuk menunjang proses belajarnya mahasiswa asing akan dituntut berkomunikasi dengan mahasiswa Indonesia. Sebagaimana dituturkan oleh Gus huda selaku Ketua jurusan Pendidikan agama Islam, “[…...] mereka seharusnya terbuka disini, karena mereka itu orang asing.” Lebih lanjut menurut penuturan Gus Huda, mahasiswa asing di IAIN Tulungagung ini sering menutup diri dengan mahasiswa Indonesia. Hal ini dapat dilihat mulai dari kegiatan perkuliahan sampai saat santai. “[......] mereka juga berkoloni (kelompok), rumah tinggal juga khusus anak Pathani, tidak membaur dengan mahasiswa Indonesia.” Tuturnya. Menurutnya, mahasiswa asing ini, sebagai pendatang harus membaur dengan mahasiswa Indonesia sebaba ini merupakan tempat di mana mereka belajar.

DIMeNSI 39 November 2017


LIPSUS Senada dengan Gus Huda, Fathul Mujib s e l a k u Wa k i l D e k a n I I I b a g i a n Administrasi mengemukakan “[……] mereka harus lebih proaktif belajar, lebih sering berkomunikasi dan membaur dengan mahasiswa Indonesia, sehingga mereka bisa lebih cepat beradaptasi, belajar bahasa Indonesia, agar mereka bisa mengatasi hambatan bahasa dalam melaksanakan kegiatan akademik di Indonesia. Karena bahasa merupakan persyaratan mutlak untuk bisa mengikuti kegiatan akademik”. Dari penuturan Gus Huda maupun Fathul Mujib bahasa merupakan masalah krusial dalam berkomunikasi yang dihadapi mahasiswa asing. Ini juga diakui oleh Fadli selaku mahasiswa asing “[……] emang sulit berinteraksi dengan mereka sampai sekarang, begini ada perbedaan antara Pathani dengan Indonesia, di sana kan pakai bahasa melayu”. Selain Fadli kendala bahasa dalam berkomunikasi juga di alami oleh Amir “Pertama, mungkin dari anak Pathani itu suka berkelompok sama anak Pathani sendiri, jarang bergaul dengan mahasiswa Indonesia, kalau kumpul sendiri masih suka berbicara dengan bahasa sana, yang kedua, selain faktor bahasa adalah perbedaan budaya”. Pada dasarnya, bahasa adalah faktor penting dalam menjalin komunikasi maupun berinteraksi. Sebagaimana keluh kesah mahasiswa asing yang telah diutarakan itu, mereka kemudian berupaya agar bisa lebih cepat memahami bahasa. Seperti yang dituturkan oleh Fadli, “ Saya dulu pernah mendorong anak-anak Pathani untuk berkomunikasi dengan mahasiswa Indonesia seperti organisasi PMII, HMI, dan tokoh-tokoh NU ”. Selain Fadli, Amir pun melakukan inisiatif sendiri dalam rangka memahami bahasa ketika di kelas “ Awalnya ketika saya di kelas anak Pathani ada 4 orang, agar komunikasi kita cepat, saya membagi supaya

DIMeNSI 39 November 2017

berpencar. Intinya inisiatif dia sendiri, di sini juga baru ada forum diskusi berkaitan dengan jurusan (lintas jurusan) menggunakan bahasa Indonesia, tujuannya agar terbiasa berbahasa Indonesia. Kalau ada kalimat yang kurang paham baru dijelaskan pakai bahasa Pathani ”. Sebenarnya, tidak hanya mahasiswa asing yang kesulitan berkomunikasi, adapun dosen pengajar juga mengalaminya. Saat proses pembelajaran berlangsung, dosen juga mengalami hal serupa. Seperti yang dialami oleh Akhris s e l a k u dosen

dok.dim

Ulu mul Hadis, “Mahasiswa Pathani itu jarang aktif, kadang untuk membaca itu masih kebingungan presentasi bingung, namanya Capchen.” Tuturnya. Sehingga hal ini juga memengaruhi penilaian yang mana kemudian diberlakukan aturan tak tertulis, asal masuk sudah diapresiasi. “Pokok dia sudah masuk, dapat A-.“ Imbuh Akhris. Hal serupa juga dialami oleh Lutfi Abdul Munif selaku dosen toafl, “[……] terlalu nyaman sehingga ditanya itu cuma diam, senyum. Banyak macamnya dari Pathani, ada yang tidak bisa sama sekali, ada yang lancar.” Tuturnya. Dengan demikian berarti

masih ada banyak mahasiswa asing yang terkendala dengan bahasa maupun komunikasi. Namun tidak semua dosen mengalami hal serupa, Mustofa Lutfi selaku dosen Matrikulasi Bahasa Arab mengemukakan, “ Menurut saya itu hanya terjadi pada sebagian mereka, kalo saya bisa memberikan persentase 75% dari mereka sudah bisa memahami apa yang kita sampaikan. Karena apa, mereka datang kesini sebelum perkuliahan sudah bisa berinteraksi, bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Karena faktanya pas saya ngajar semester kemarin itu matkul matrikulasi ketika mereka tidak paham dia langsung mendatangi Be saya ada 3-4 orang. l B a In ah jar do as ne a Mereka berkata, “Pak si a s a y a m o h o n dijelaskan ulang tugas yang tadi bapak sampaikan.” Te r n y a t a , d i k e l a s mereka tidak pahamnya karena terlalu cepat, ketika saya menjelaskan pelan mereka paham dengan materi yang saya sampaikan.” Lutfi menganggap tidak ada kendala dalam proses pembelajaran di dalam kelas, hal ini tergantung pada mahasiswa asing sendiri bisa aktif atau tidak.

Belum adanya instrumen pendukung dalam proses pembelajaran, misal saya mengajar harus nunggu ruang kosong dan dana untuk pembelajaran, pun belum didanai ” Jazeri

11


LIPSUS

Foto bersama mahasiswa Phatani dengan Buya Yahya

Memang menjadi masalah krusial, apabila mereka berada di negara yang menggunakan bahasa yang berbeda dengan negara asalnya. Sehingga mau tidak mau mereka dituntut untuk mandiri untuk beradaptasi terutama dalam berkomunikasi. Sejauh ini, memang IAIN Tulungagung berupaya mengatasi masalah bahasa dalam berkomunikasi ini. Adapun kampus menyelenggarakan program Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (BIPA). Program ini ada berkat inisiatif Jazeri ( K e t u a J u r u s a n Ta d r i s B a h a s a Indonesia) yang juga ditunjuk sebagai penanggung jawab. Hal ini dibenarkan

12

oleh Fathul Mujib, selaku wakil dekan tiga FTIK “ Ya pak Jazeri memang menginisiasi program BIPA.” Program ini meliputi pembekalan bagi mahasiswa asing untuk pendalaman bahasa Indonesia. Tujuannya adalah supaya tidak ada kendala komunikasi dalam proses pembelajaran di bangku perkuliahan. Program BIPA ini diselenggarakan selama tiga bulan sebelum masa perkuliahan yaitu pada bulan Mei, Juli dan Agustus. Namun pada faktanya, progam ini cuma berjalan selama dua bulan saja. Sebagaimana yang dituturkan oleh Jazeri “Program bahasa cuma dua bulan tetapi laporannya tetep tiga bulan.” dok.dim A d a p u n pembagiannya,du a minggu awal pada bulan Mei dan akan berakhir pada dua minggu awal di bulan Agustus. Hal ini dikarenakan adanya kegiatan ospek bagi mahasiswa baru s e c a r a keseluruhan.

”[……] minggu kedua di bulan Agustus sudah OSPEK.” Imbuh Jazeri. S e n a d a dengan Jazeri, hal ini juga dibenarkan oleh Fadli, “Dari mahasiswa baru, sebelum masuk ada program belajar bahasa Indonesia dari pak Jazeri. Pak Jazeri menyusun siapa saja yang jadi mentor secara bergantian bukan hanya pak Jazeri. Selama tiga bulan.” Sebenarnya progam BIPA dirasa belum maksimal, hal ini dok.dim dikarenakan belum adaya infrastruktur yang mendukung program ini. Seperti dijelaskan oleh Jazeri, “Belum adanya instrumen pendukung dalam proses pembelajaran, misal saya mengajar harus nunggu ruang kosong dan dana untuk pembelajaran, pun belum didanai” Padahal ketika sarana dan prasarana pembelajaran belum terpenuhi, kegiatan perkuliahan akan tersendat. Sebenarnya Jazeri sudah mengeluhkan permasalahan terhadap Rektor IAIN tulungagung, “Kita sudah mempunyai mahasiswa asing lebih dari 100 orang mbok iya ada ruangan gitu buat pembelajaran atau gedung.” Menanggapi keluhan tersebut Maftukin selaku Rektor IAIN Tulungagung mengatakan kepada Jazeri, “[……] lha wong kuliah ae masih ada jam malam kok (kuliah saja masih ada jam malam kok: Red).” Adapun Rektor IAIN Tulungagung memilih lebih mengutamakan fasilitas mahasiswa secara keseluruhan (gedung perkuliahan). Sehingga fasilitas untuk mahasiswa asing akan ditunda terlebih dahulu. [Udin/Rozi]

DIMeNSI 39 November 2017


NUSANTARA

Institusi Pendidikan dan Peradaban Nalar Arman Dhani* “ Lo ga bisa ngajak ribut setiap orang yang lo pikir bego. Pinter itu privilege di negeri ini. Lo jadi pinter karena lo sekolah tinggi, punya akses ama buku, internet dan pendidikan yang baik. Sementara orang-orang yang lu bilang bego, bodoh dan goblok itu ga seberuntung lo. Musuh kita itu bukan orang bego, musuh kita orang jahat. Mereka ini yang manfaatin orang bego untuk kepentingan jahat. Kalo elo make privilege lo, pengetahuan lo, buat mengadili orang bego karena mereka ga tahu, lo itu yang salah."

K

alau bisa komentar seharusnya bisa berpikir. Ini sebenarnya kasualitas yang tidak tepat-tepat amat. Orang berkomentar itu lahir dari proses berpikir, tapi jika berpikir yang dimaksud adalah proses memahami suatu masalah dengan serius hingga kemudian melahirkan anti tesis baru, ya agak salah. Berat ya? Baru paragraf satu udah membahas tentang proses berpikir.

DIMeNSI 39 November 2017

Bukan apa-apa, soal ini, ya Saya ingin pamer aja. Biar dikira pintar, padahal ya nggak pintar-pintar amat. Cukup lah. Kalau mau cari orang pintar itu di dua tempat, Rumah Dukun dan satu lagi Kampus. Jack NewďŹ eld dalam bukunya “The Prophetic Minorityâ€? (1966), menyebut ada satu kelompok sosial tersendiri di samping kelas proletariat dan kelas borjuasi, yang bisa dijadikan basis massa suatu gerakan politik, Mereka adalah kelompok mahasiswa. Dawam Rahardjo menyebut HMI, khususon Nurcholis Majid sebagai the Propetic Minority. Cak Nur, kata dia, adalah intelektual yang berpikir merdeka, independen, dan non partisan. Wah bahas HMI, alumni ya? Nggak juga. Saya cuma suka baca tulisan orang-orang pinter, kebetulan aja ada beberapa orang pinter di HMI. Ahmad Wahib dan Cak Nur adalah beberapa di antaranya. Orang-orang itu hebat karena punya akses kepada pengetahuan dan mau berpikir kritis. Ingat ya, akses terhadap pengetahuan, bukan akses ke perguruan tinggi. Pengetahuan, pendidikan, dan ilmu bisa didapat di mana saja. Kita bisa belajar di pesantren dan memahami ďŹ lsafat, tapi kuliah di kampus dan nggak dapat apa-apa juga bisa. Dulu akses pengetahuan itu privilege. Tidak semua orang bisa mengakses pengetahuan. Seseorang harus jadi murid dulu untuk bisa belajar. Perjalanan peradaban m e n g u b a h cara ini, dulu untuk bisa menguasai bahasa, ia h a r u s belajar dan membayar mahal kepada seseorang yang pandai, kini dengan bermodal youtube, jika tekun, kita bisa mempelajari

nyaris semua bahasa. Distribusi pengetahuan ini yang kemudian menjadikan kita merdeka, orang yang tak lagi harus tunduk pada institusi untuk bisa menyerap pengetahuan. Tapi bukan bukan berarti kita tak butuh lembaga pendidikan. Bahwa Susi Pudjiastuti adalah seorang pengusaha sukses yang drop out adalah satu hal. Menyebut bahwa pendidikan tidak penting karena toh ada lulusan SMP jadi menteri adalah sebuah logika yang kacau. Pertama, logika macam ini berusaha membenarkan seseorang untuk tidak serius sekolah. Kedua, generalisasi bahwa mereka yang tidak lulus kuliah bisa kaya raya atau jadi besar dengan mudah. Bagaimana dengan Bill Gates, Steve Jobs atau Zuckenberg? Bukankah mereka ini orang-orang yang drop out? Lha iya, drop out dari mana? Harvard atau Insistut Macan Cisewu? Sekolah, sedikit banyak masih menjadi tempat pembentukan karakter, medan berbagi ilmu dan yang paling penting tempat di mana konstruksi berpikir dikembangkan. Sekolah adalah tempat belajar, tapi tempat belajar tidak harus di sekolah. Susi Pudjiastuti menemukan tempat belajarnya di luar sekolah. Bill Gates, Steve Jobs dan Zuckenberg juga demikian. Hal yang penting untuk kita renungkan sebelum memutuskan keluar d a r i sekolah adalah, apa alasan kita sekolah atau mungkin tidak seko lah.

dok.dim

13


NUSANTARA Cara pandang kita terhadap tujuan memperoleh pendidikan sebenarnya hal penting. Wah kok berat? Ya nggak berat. Gini, kamu seorang mahasiswa, tujuanmu kuliah itu untuk dapat ilmu atau dapat gelar buat ngelamar pekerjaan? Dua hal ini akan menentukan nilai yang kita anut, yang perlu dipahami, kamu nggak salah kuliah buat cari gelar dan kamu juga nggak superior kuliah buat dapat ilmu. Salah satu hal yang kita pelajari di institusi pendidikan adalah bagaimana mengembangkan karakter. Sampai ada istilah bahwa ada orang yang tidak makan bangku sekolah kelakuannya urakan. Tapi apakah ini menjadi pakem? Bahwa orang yang sekolahnya tinggi pasti beradab? Misalnya apa ibu Susi Pudjiastuti urakan karena ia lulusan SMP? Ini adalah maha sesat pikir yang begitu keji. Lalu bagaimana anda bisa menjelaskan Richard Dawkins, Hitchens atau bahkan Jonru? Orang-orang itu bisa sangat kasar pada yang lain, hanya karena mereka tak punya kualitas pemahaman yang sama. Pendidikan secara dogmatis mengajarkan manusia untuk bersikap santun sebagai kewajiban bermasyarakat. Namun sedikit yang mengajari kesantunan sebagai satu sikap kemanusiaan, bahwa menjaga diri dan membawa diri dengan baik bukan perkara gelar pendidikan, tapi perkara karakter dan penghormatan terhadap manusia lain. Yang kerap luput dari tugas mendidik adalah memanusiakan objek didiknya. Sehingga seolah-olah kemanusiaan itu produk yang ngikut setelah kita menguasai satu materi pelajaran. Kalau hanya sekedar menyalahkan tentu semua orang bisa. Menganggap pendidikan gagal menghadirkan manusia berempati berarti saya menginjak peran para guru, ustadz dan orang tua kita sendiri-sendiri. Ibu adalah orang yang pertama mengajari kita bicara dan membaca, bapak orang yang mengajari kita menjadi pejal pada hidup. Lantas guru guru dan

14

repro internet

ustadz-ustadz mengajari kita ilmu-ilmu agar kita bisa bertahan hidup. Dalam sebuah institusi pendidikan, proses diukur dengan nilai. Tapi bagaimana mengukur daya pikir, kemampuan memecahkan masalah dan keahlian bermasyarakat? Sekolah mengajarkan mata pelajaran PPkN atau Pendidikan Moral Pancasila, tapi kemampuan berempati diajarkan dengan menjadi manusia yang berpihak pada hati nurani. Apakah sekolah mengajarkan berempati? Sekolah mengajarkan matematika, ďŹ sika dan biologi, tapi kemampuan menghargai mahluk hidup lain, menghormati alam sekitar dan mengagumi jagat raya adalah hasil dari kepedulian kita sendiri. Apakah sekolah mengajarkan rasa cinta? Sekolah mengajarkan pelajaran agama, tapi perkara keimanan adalah usaha masing-masing manusia mencari. Sekolah mengukur peserta didiknya dengan angka, lalu diurutkan berdasar kerangka prestasi. Tapi apakah melulu mereka yang ranking 1 akan menjadi insinyur? Atau mereka yang ranking butut menjadi begundal? Pendidikan adalah usaha membuat manusia menjadi lebih berdaya, bukan membuat manusia diurut berdasarkan peringkat nilai.

Aduh kok kasar sih mas? Nggak begitu. Maksudnya kita perlu paham bahwa tidak semua orang bisa memahami adab dan kesopanan. Dalam artian begini, kita memiliki nilai berbeda dalam hidup. Bisa jadi bicara dengan keras, sembari berteriak, bagi banyak orang adalah sikap kasar, bagi yang lain adalah upaya menunjukkan rasa sayang dan keakraban. Ini jelas relativisme budaya, semua-semua mau dibikin kontekstual, tapi ya gimana, kita kan nggak bisa bilang orang Papua itu kurang maju hanya karena mereka pake Koteka dan kita pakai kemeja?

“ Pendidikan secara dogmatis mengajarkan manusia untuk bersikap santun sebagai kewajiban bermasyarakat. Namun sedikit yang mengajari kesantunan sebagai satu sikap kemanusiaan, bahwa menjaga diri dan membawa diri dengan baik bukan perkara gelar pendidikan, tapi perkara karakter dan penghormatan terhadap manusia lain. “

DIMeNSI 39 November 2017


NUSANTARA

repro internet

seseorang bisa membuat pembangkit listrik tenaga nuklir sementara yang lain bisa membuat bom penghancur dari bahan yang sama. Dunia itu tragedi bagi yang merasa, komedi bagi yang berpikir. Maka mereka yang merasakan keduanya akan mengerti bahwa ada hal yang tidak bisa dipaksakan kepada orang lain. Kebencian, kemarahan, dan juga sikap keras kepala bisa jadi lahir karena tidak tahu dan tidak mau tahu. Peduli adalah kemewahan, karena tidak semua orang memiliki hal itu. Pendidikan, melalui sekolah, punya peran penting untuk membuat manusia jadi manusia.[]

Dulu temen saya pernah bilang begini; "Lo ga bisa ngajak ribut setiap orang yang lo pikir bego. Pinter itu privilege di negeri ini. Lo jadi pinter karena lo sekolah tinggi, punya akses ama buku, internet dan pendidikan yang baik. Sementara orang-orang yang lu bilang bego, bodoh dan goblok itu ga seberuntung lo. Musuh kita itu bukan orang bego, musuh kita orang jahat. Mereka ini yang manfaatin orang bego untuk kepentingan jahat. Kalo elo make privilege lo, pengetahuan lo, buat mengadili orang bego karena mereka ga tahu, lo itu yang salah." Jelas saya terpukul. Yha juga ya? Kok bisa-bisanya kita menganggap orang lain lebih rendah hanya karena mereka tidak tahu. Kadang tanpa sadar kita sedang menjilati ego sendiri ketimbang bicara tentang masalah bersama. Kita tahu itu dan kita paham ini. Mungkin pada satu titik kebenaran dan pengetahuan bukan alasan utama, tapi bagaimana membuktikan musuh atau orang yang tidak kita suka salah. Pendidikan adalah hal mewah, sementara berpikir adalah kemewahan yang tidak semua orang mampu penuhi. Kamu tidak bisa mikir dalam dan panjang jika masih khawatir besok mau makan

DIMeNSI 39 November 2017

apa, cicilan rumah uda lunas, hutang mesti dibayar dan sebagainya. Berpikir itu mahal dan tak peduli itu murah, maka kemiskinan itu adalah dosa dan juga bahaya paling akbar karena membuat penderitanya menjadi tak peduli. Tapi siapa yang bertanggung jawab atas kemiskinan orang lain? Saya belajar dengan cara yang salah tentang hal ini. Bahwa mereka yang berbeda mesti dikoreksi, diluruskan, dan dibenarkan berdasarkan versi saya. Jika saya memaksakan kehendak, maka bedanya apa dengan mereka yang merasa lebih baik dari yang lain? Menjadi adil itu susah, maka mereka yang bisa bersikap adil, meski harus menanggung duka sendiri adalah kemewahan. Tidak semua orang bisa menerima perbedaan dengan lapang dada. Pengetahuan itu kemewahan di tengah kebodohan. Menjadi bodoh di era informasi yang membanjir bisa jadi pilihan. Tidak semua orang punya kewajiban jadi pintar, tapi jadi baik terhadap sesama itu penting. Masingmasing manusia punya bagasi, lingkungan, dan ceritanya sendiri. Nilai apa yang hendak kamu anut? Pengetahuan adalah hal yang netral,

*Penulis adalah Redaktur Mojok

15


NUSANTARA

INFRASTRUKTUR: PROGRAM FOYA-FOYA PEMERINTAH Oleh : Agus Teriyana*

T

iga tahun sudah Jokowi memimpin negara ini. Berbagai macam cara untuk meningkatkan perekonomian negara sudah dimulai. Salah satunya ialah pembangunan ekonomi dan peningkatan produktifitas. Untuk meningkatkannya Jokowi sangat greget menggenjot infrastruktur negara berskala nasional. Guna memperkuat programnya, Jokowi mengeluarkan Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Perpres Nomor 3 ini juga sebagai penguat dari UndangUndang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Tak terhenti sampai situ, Jokowi kemudian mengeluarkan dua kali Perpres yang merencanakan 245 proyek strategis nasional plus dua program prioritas. Hampir setengahnya merupakan proyek infrastruktur untuk menghubungkan antar wilayah (115 proyek). Sisanya berupa proyek bendungan (54), kawasan (30), energi (12), dan lain-lain (34). Dilansir dari katadata.co.id, ada 15 sektor proyek yakni, 23 proyek kereta api, 8 bandara, 30 kawasan, 54 bendungan, 7 irigasi, 4 teknologi, 6 smelter, 1 pertanian/kelautan, 12 energi, 3 perumahan, 10 pelabuhan, 1 tanggul, 74 jalan, 3 PLBN, 9 pengelolaan air. Dan ada 2 sektor program yakni industri pesawat dan listrik. Total pengeluaran dana untuk proyek infrastruktur tersebut ialah Rp 4.195 triliun. Negara pun tidak mampu meng-cover nominal sebesar itu, sebab dana yang didapat dari BUMN/BUMD Rp 1.258 triliun dan APBN Rp 525 triliun. Negara lalu menggaet

16

dok.dim

sektor swasta untuk menutupi dana tersebut, dan didapatlah dana swasta sebesar Rp 2.414 triliun. Sekarang sudah banyak datadata yang tidak sinkron antara proyek infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja, indikator kemiskinan, ketimpangan maupun konflik-konflik yang tercipta. Hingga pertengahan 2017, proyek infrastruktur sudah mencapai angka 245. Anggaran infrastruktur pun mengalami kenaikan. Pada tahun 2017 anggaran infrastruktur dari APBN bernilai 409 triliun, lebih tinggi dari tahun sebelumnya 313.5 triliun. Namun, gencarnya infrastruktur belum berkorelasi terhadap penyerapan tenaga kerja. BPS pada 2016 menyebutkan bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor kontruksi justru turun 230 ribu orang. Jika penyerapan tenaga kerjanya kurang optimal maka target untuk mengurangi kemiskinan menjadi lebih sulit terealisasi Bukan tanpa resiko dari kebijakan infrastruktur tersebut, kendala pengadaan tanah bagi negara masih menjadi persoalan. Akhirnya masyarakat yang harus dikorbankan dengan-

“ Ditambah lagi, program Revolusi Mental Jokowi yang terdiri dari Indonesia Melayani; Bersih; Tertib; Mandiri, dan Bersatu nyatanya belum mampu diwujudkan.”

DIMeNSI 39 November 2017


NUSANTARA mengatasnamakan kepentingan umum. Proyek-proyek yang dijalankan sangat jarang dirumuskan bersama dengan masyarakat, yang ada hanyalah keputusan sepihak dari pemerintah. Bukanlah prosesi penyerahan lawan yang bijak adanya, tapi lebih pada perampasan lahan secara paksa. Tentunya yang melawan dipaksa menyingkir dari tanahnya atau bahkan mati di tanah kelahiran sendiri seperti peristiwa Salim Kancil di Lumajang. Padahal konsep dasar infrastruktur adalah mendorong ekonomi dalam jangka pendek, menengah atau jangka panjang. Jelas sasarannya adalah masyarakat. Seperti proyek Marshall Plan, yakni bantuan keuangan untuk negara-negara usai Perang Dunia II melalui pembangunan infrastruktur efektif untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja.

Sangat disayangkan ekspektasi infrastruktur Jokowi hanya mengakibatkan konflik agraria. Di tahun 2016 sudah tercatat ada 450 konflik agraria dengan melibatkan 1.265.027 hektar lahan konflik—dan ini lebih besar

DIMeNSI 39 November 2017

dari tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah hanya mengokohkan pepatah “bersakit-sakit dahulu, berfoyafoya infrastruktur di kemudian hari” dan ini terus diulang-ulang. Seperti yang dikatakakan oleh Noer Fauzi Rachman, Direktur Sajogyo Institute, ada empat penyebab konflik agraria akibat proyek infrastruktur. Pertama, pemberian izin oleh pejabat publik yang memasukkan wilayah kelola rakyat dalam bidang produksi, ekstraksi, maupun konservasi. Kedua, penggunaan kekerasan dalam pengadaan tanah. Ketiga, eksklusi (pengecualian) kelompok masyarakat dari wilayah kelolanya. Keempat, adanya perlawanan rakyat dari eksklusi tersebut. Proyek infrastruktur yang menihilkan peranan masyarakat, bukan tanpa alasan akan mencetuskan perlawanan masyarakat. Sebab ada beberapa hal yang memang dinihilkan pemerintah, yakni kultur yang sudah menyatu dengan alam, pertimbangan ekonomi lanjut masyarakat, dan tentunya sektor keamaan wilayah. Seperti Pembangunan Bandara New Yogyakarta Internasional Airport (NYIA) di Kulon Progo yang secara Amdal masih rawan bencana atau pembangunan pabrik PT. Semen Indonesia di Kendeng yang melanggar Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Nomor 06 Tahun 2010 pasal 63—Perda tersebut menetapkan areal menjadi kawasan lindung. Akibatnya, imaji infrastruktur ala Jokowi bukan peningkatan produktivitas nasional, tapi lebih pada menjauhkan akses masyarakat dengan sumber daya alamnya yang berakibat semakin meningkatnya buruh rentan berskala nasional. Peningkatan buruh rentan tidak bisa ditolak lagi oleh pemerintahan, karena mereka juga tidak begitu memikirkannya. Hanya infrastruktur, bangun, bangun, dan bangun. Mestinya, pemerintah juga perlu membalik mata terlebih dahulu untuk membaca ulang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang sudah terpampang

lama, yakni segala tanah termasuk di dalamnya ditegaskan bahwa tanah Indonesia adalah seluruhnya untuk kemakmuran bangsa bukan untuk kemakmuran asing. Namun tetap saja Jokowi ngotot untuk terus melonjakkan infrastruktur dengan alibi bisa memakmurkan rakyatnya. Dari proyek infrastruktur serta konflik yang tercipta, pada akhirnya Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2017. Penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan di Indonesia mencapai 27.77 juta orang (10.64 % dari jumlah penduduk), mengalami kenaikan dibandingkan pada September 2016 sebesar 27.76 juta orang (10.70%). Meski angka tersebut mengalami penurunan, tapi secara jumlah angka mengalami kenaikan. Mestinya proyek infrastruktur itu perlu juga diperhatikan efektivitasnya, jangan terlalu memaksakan diri bila hanya menyusahkan rakyat saja. Bukan berarti ini sikap menolak infrastruktur dengan tujuan meningkatkan sektor ekonomi dari 5% menjadi 7% dengan i n f r a s t r u k t u r. N a m u n p e r l u j u g a diperhatikan risiko-risikonya. Selagi infrastruktur masih tidak layak, kajian tersebut akan terus relevan untuk ditinjau ulang. Ditambah lagi, program Revolusi Mental Jokowi yang terdiri dari Indonesia Melayani; Bersih; Tertib; Mandiri, dan Bersatu nyatanya belum mampu diwujudkan. [] *Penulis adalah anggota LPM ARENA

17


TERAS

Meninjau Kesiapan Alih Status IAIN Tulungagung Menjadi UIN

P

erubahan alih status Institut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) merupakan proyek setiap Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Begitu juga IAIN Tulungagung, seperti yang dituturkan oleh Rektor IAIN Tulungagung, Maftukhin dalam sambutannya pada wisuda sarjana (S1) dan pascasarjana (S2) September 2017 lalu, bahwa alih status tersebut akan dilaksanakan tahun 2018. Namun, alih status IAIN menjadi UIN membutuhkan perjalanan panjang, yaitu PTKIN harus memenuhi syarat-syarat tertentu dan melakukan koordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN&RB). Alih status tersebut dilakukan dengan tujuan memperluas akses pendidikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan. Perluasan akses pendidikan sendiri tercantum dalam Rencana Strategis Kementerian Agama (Renstra Kemenag) Tahun 2015-2019. Renstra Kemenag merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 2 Ta h u n 2 0 1 5 t e n t a n g R e n c a n a Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Selain sebagai tindak lanjut dari Perpres, Renstra hadir karena banyaknya masalah di masyarakat yang ternyata harus disikapi melalui dunia pendidikan. Maka dari itu perluasan akses pendidikan harus dilaksanakan. Hal tersebut seperti

18

yang dituturkan oleh Noor Syam, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenag RI, perluasan akses pendidikan merupakan alasan mengapa ada upaya memperbanyak program studi di PTKIN dan dorongan alih status PTKIN. Syarat Alih Status Menjadi UIN Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi PTKIN untuk melakukan alih status. Imam Fuadi selaku Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga IAIN Tulungagung menyebutkan minimal ada 3 syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi UIN, yaitu lahan 25 Hektar, jumlah mahasiswa, dan model keuangan harus Badan Layanan Umum (BLU). Mengenai luas tanah, sampai awal November tahun 2017 IAIN Tulungagung masih memiliki luas tanah sebesar 12 Hektar. Angka tersebut masih jauh dari syarat sesungguhnya, yakni 25 Hektar, “Tetapi, kita optimis untuk bisa menambah luas tanah itu, kita optimis. Optimisme itu kan penting. Kisaran 12 hektar, memang masih jauh tetapi Insyaallah bisa dijangkau,” terang Imam Fuadi. Terkait syarat yang kedua, yaitu jumlah mahasiswa. Sejauh ini IAIN Tulungagung telah memiliki 14.000 mahasiswa. Hal ini sebagaimana diterangkan oleh Fitri selaku pegawai Badan Akademik Kemahasiswaan (BAK) bahwasannya jumlah mahasiswa IAIN Tulungagung keseluruhan berkisar 14.000 dan belum ada 15.000. Namun, terkait jumlah mahasiswa yang harus

?

TULUNGAGUNG

dok.dim

dipenuhi untuk melakukan alih status Imam Fuadi mengatakan belum mengetahui secara pasti. Ia juga menuturkan ada tim khusus yang menangani alih status dan sifatnya rahasia. Syarat ketiga, yaitu, model pengelolaan keuangan PTKIN yang akan menjadi UIN harus berbentuk BLU. Artinya, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) atau PTKIN yang menerapkan BLU diberikan keleluasaan untuk mengatur tata kelola keuangannya sendiri, “Kampus diberikan hak penuh untuk membuat kebijakan apapun mengenai tata kelola keuangan untuk menjalin kerjasamapun juga diperkenankan. Keuntungan maupun kerugian sepenuhnya ditanggung kampus.” ujar Imam Fuadi. Terkait BLU yang akan diterapkan di IAIN Tulungagung masih dalam tahap perencanaan. Selain ketiga persyaratan yang dituturkan oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga IAIN Tulungagung tersebut terdapat syarat lain terkait perubahan alih status. Berdasarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) RI Nomor 15 Tahun 2014 tentang Perubahan Bentuk Perguruan Tinggi Keagamaan tercantum persyaratan lain yaitu, persentase kualifikasi pendidikan dosen, persentase kepangkatan akademik dosen, rasio jumlah mahasiswa/dosen, jumlah, jenis dan ragam Program Studi/Jurusan/Fakultas, persentase kualifikasi pendidikan tenaga kependidikan,

DIMeNSI 39 November 2017


IA

TERAS

persentase status akreditasi program studi, sarana dan prasarana, kebutuhan masyarakat, rencana pengambangan bidang keilmuan, dan kebutuhan pembangunan nasional. Menyoal tentang akreditasi menjadi salah satu syarat alih status, berdasarkan UU RI No. 20 tahun 2003 pasal 60 ayat 1 dan 3 menerangkan bahwa, “Akreditasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang bersifat terbuka”. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) menetapkan 15 (lima belas) poin yang menjadi bahan penilaian untuk melakukan akreditasi. Standar penilaian ini meliputi kepemimpinan, kemahasiswaan, sumber daya manusia, kurikulum, sarana dan prasarana, pendanaan, tata pamong, sistem pengelolaan, sistem pembelajaran, suasana akademik, sistem informasi, sistem jaminan mutu dan internal, lulusan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat, dan program studi. Sedangkan mengenai standar nasional pendidikan di Indonesia sendiri

DIMeNSI 39 November 2017

tercantum dalam Undang-undang (UU) RI Nomor 20 tahun 2003 pasal 35 ayat 1 yang menyatakan bahwa, “Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala”. Lebih lanjut, dalam pasal 35 ayat 2 UU RI Nomor 20 tahun 2003 menyebutkan, “Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan”. Kesiapan Jumlah Dosen dan Kualitas/Mutu Dosen Sampai akhir tahun 2017, jumlah keseluruhan dosen di IAIN Tulungagung yaitu, 435 dosen. Jumlah tersebut terbagi menjadi dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS) (154), dosen nonPNS (83), dan dosen luar biasa (198). Menurut Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga IAIN Tulungagung banyaknya jumlah tersebut dapat mengimbangi banyaknya mahasiswa. Terkait dosen di jurusan baru, pihak kampus mengatakan telah mengupayakan dengan baik pemenuhan

dosen-dosen tersebut dengan mengadakan rekrutmen dosen tiap semesternya. Selain untuk memenuhi jumlah dosen, rekrutmen dosen tersebut juga dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas dosen yang dimiliki jurusan agar mampu menghasilkan mahasiswa yang mampu bersaing, “Jadi kita tidak sembarangan menerima dosen, ketika memang tidak layak, tidak bisa kita paksakan. Daripada nanti di sini malah tidak bisa mengajar, bermasalah,” terang Imam Fuadi. Selain jumlah dosen, mutu dosen juga menjadi syarat alih status menjadi UIN. Di IAIN Tulungagung, masih terdapat beberapa dosen yang kurang kompeten. Sebagaimana keluhan dari salah satu mahasiswa Jurusan Perbankan Syariah (PS), I (20), “Dosen yang mengajar terkadang kurang kompeten dalam bidangnya. Misal kita tanya sesuatu tentang mata kuliah atau studi kasus yang menyangkut tidak langsung dijelaskan, terkadang kalau pun menjelaskan seharusnya membuat kita paham, tetapi malah semakin bingung. Itu yang saya rasakan”. Sarana dan Prasarana Secara keseluruhan sarana dan prasarana di IAIN Tulungagung belum

19


TERAS

dok.dim

terpenuhi. Salah satu mahasiswa Tadris Matematika semester 3, Sofna Mega Pita Dewi mengatakan bahwa, “ P e r p u s t a k a a n n y a k u r a n g b e s a r, masjidnya kurang besar sehingga belum bisa menampung banyak mahasiswa, jadi ketika masuk waktu sholat itu tidak ada tempat. Keamanannya juga tidak cukup. Untuk event juga kayak kurang. Insyaallah tapi kalau jadi UIN semoga saja bisa,” ungkapnya. Terkait perpustakaan, Imam Fuadi menuturkan, bahwa IAIN Tu l u n g a g u n g b e r k o m i t m e n u n t u k menjadikan perpustakaan sebagai jantung perguruan tinggi. Namun, pembangunan perpustakaan belum mampu dilaksanakan karena membutuhkan biaya yang besar. Dana untuk perpustakaan sendiri sebenarnya juga telah beberapa kali diusulkan. Selain perpustakaan, jurusan baru seperti Tadris Fisika, Tadris Kimia, dan Tadris Biologi membutuhkan laboratorium sebagai penunjang penelitian jurusan. Namun IAIN Tulungagung belum mampu memenuhi fasilitas laboratorium untuk ketiga jurusan tersebut. Mengenai sarana dan prasarana di IAIN Tulungagung, Sri Dwi Estiningrum selaku dosen di Fakultas

20

Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) menuturkan bahwa, “yang kita lihat sekarang fakultas yang didirikan barubaru ini terkesan belum mampu untuk berdiri, jadi seperti seolah-olah dipaksakan hanya untuk memenuhi jumlah fakultas. Sehingga kualitasnya tidak dipikirkan”. Lebih lanjut, tata kelola sarana dan prasaran masih belum tepat sasaran. Jurusan-jurusan yang ada di satu fakultas masih berpencar, misalnya di gedung KH. Saifudin Zuhri, gedung KH. Arief Mustakim, dan gedung Pascasarjana. Sri Dwi Estiningrum menuturkan hal itu dirasa tidak efektif sehingga perlu adanya perbaikan manajemen pengelolaan kelas. Selain mengenai persyaratan yang harus dipenuhi, rencana alih status I A I N Tu l u n g a g u n g m e n j a d i U I N mendapat reaksi dari beberapa mahasiswa dan dosen. Tanggapan positif datang dari salah satu mahasiswa Ta d r i s M a t e m a t i k a , S o f n a , i a mengatakan senang sekali apabila alih status tersebut dilakukan. Tanggapan yang sama juga diungkapkan oleh Adzina Rohmatin dan Susanti, mahasiswa dari Tadris Bahasa Inggris (TBI) 3C, Adzina mengatakan bahwa,

“Menurut saya IAIN nggak terburu buru untuk menjadi UIN karena memang, menurut saya IAIN sudah lumayan dari segi lokasi sangat luas, gedunggedungnya sudah mulai dibangun kemudian dosennya sudah profesor, d o k t o r, k e m u d i a n m a h a s i s w a mahasiswanya itu sudah banyak sekali. Bahkan mahasiswa dari luar negeri datang kesini untuk belajar”. Selain itu, tanggapan mengenai alih stastus tersebut juga datang dari salah satu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), Sri Dwi Estiningrum mengatakan, “Tidak ada sesuatu yang mustahil bisa saja terjadi, asalkan kita tidak memaksakan diri. Misalkan tidak mampu jangan dipaksakan, kalau sudah mampu dan sudah merasa siap ya ayo. Tergantung bagaimana kesiapan IAIN, bukan berarti hanya gedung tetapi seluruh sivitas akademika”. Bintis Ti'anatud Diniati, dosen FEBI juga menuturkan hal yang hampir sama dengan Sri Dwi Estiningrum, ia menuturkan apabila alih status merupakan tuntutan, hal tersebut tentu harus direalisasikan, dengan catatan alih status dilakukan ketika semua persyaratan sudah terpenuhi seratus persen. [Ani, Afif, Cindy, Syafi']

DIMeNSI 39 November 2017


TERAS

LEMBAGA PENJAMINAN MUTU (LPM) DI MATA MAHASISWA

L

PM merupakan suborganisasi Perguruan Tinggi (PT) yang bertugas melakukan penjaminan m u t u . Tu p o k s i l e m b a g a t e r s e b u t tercantum dalam Permenristekdikti No. 62 Tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Lebih lanjut, tupoksi LPM dijabarkan dalam buku Panduan Pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan. Walaupun begitu, berdasarkan survei yang dilakukan tim riset Lembaga Pers Mahasiswa Dimensi menyatakan banyak mahasiswa IAIN Tulungagung yang tidak mengetahui tupoksi LPM. Bahkan beberapa mahasiswa menyatakan tidak mengetahui ada lembaga yang bertugas melakuakan penjaminan mutu di IAIN Tulungagung. Di IAIN Tulungagung, LPM dibentuk pada tanggal 19 Agustus 2006 oleh Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Tulungagung sebagai tindak lanjut hasil keputusan rapat senat saat itu. Pada awalnya, LPM bernama Pusat Penjaminan Mutu Pendidikan (PPMP). Seiring peralihan status STAIN menjadi IAIN lembaga tersebut berganti nama menjadi LPM.

DIMeNSI 39 November 2017

im

k.d

do

LPM dibagi menjadi 2 unit besar, yaitu, Pusat Pengembangan Standar Mutu (PPSM) dan Pusat Audit dan Pengendalian Mutu (PAPM). Selain 2 unit tersebut, masih ada sekretaris LPM (Agus Zainal Fitri), Kepala Subbagian (Kasubag) TU LPM (Nurul Amin) dan staf LPM (Dyah Pravitasari). Sedangkan bagian ketua dijabat oleh As'aril Muhajir. Tugas LPM Sebagai suborganisasi di perguruan tinggi LPM memiliki 4 tugas pokok, yaitu, penetapan standar, pelaksanaan dan monitoring, evaluasi diri dan audit internal, serta peningkatan mutu dan Benchmarking. Mengenai tugas pertama, Ketua LPM IAIN Tulungagung, As'aril Muhajir menuturkan bahwa, “Tugasnya LPM itu merumuskan standar pendidikan di kampus, sebagai acuannya yaitu peraturan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti)�. Hal tersebut juga tercantum dalam buku Panduan Pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT). Dalam buku tersebut disebutkan bahwa, perguruan tinggi diberikan otonomi untuk merumuskan sendiri standar pendidikan tinggi untuk

s a t u a n pendidikan. M e s k i p u n demikian, standar yang dirumuskan harus mengikuti regulasi yang ditetapkan Kemenristekdikti, yaitu Peraturan Menteri R i s e t d a n Te k n o l o g i Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) No. 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi dan Permenristekdikti No. 62 Tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Mengenai standar nasional pendidikan sendiri telah diatur dalam Permenristekdikti No. 44 pasal 4 ayat 1 Tahun 2015, yang terdiri dari, standar kompetensi lulusan, standar isi pembelajaran, standar proses pembelajaran, standar penilaian pembelajaran, standar dosen dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana pembelajaran, standar pengelolaan pembelajaran, dan standar pembiayaan pembelajaran. Selain menetapkan standar, tugas LPM selanjutnya adalah melaksanakan dan monitoring, serta mengevaluasi standar yang telah ditetapkan. Hasil-hasil dari monitoring d a n e v a l u a s i te r s e b u t, d i t a m b a h masukkan dari stakeholder digunakan sebagai pertimbangan dalam melakukan peningkatan mutu. Evaluasi Standar Mutu IAIN Tulungagung As'aril menuturkan, salah satu bentuk evaluasi standar mutu yang telah ditetapkan, yaitu melalui kuesioner yang harus diisi oleh mahasiswa setiap awal s e m e s t e r. K u e s i o n e r m e r u p a k a n penilaian mahasiswa terhadap segala bentuk pelayanan kampus. Mulai dari visi dan misi IAIN Tulungagung, sarana dan prasarana, serta kinerja dosen.

21


TERAS Terkait kinerja dosen, Ketua LPM mengatakan bahwa evaluasi terhadap kinerja dosen diukur dari beberapa aspek, yaitu, kemampuan pedagogik, kepribadian, profesional, sosial. “Kita menilai tingkat kepuasan mahasiswa terhadap kinerja dosen atau implementasi PKPS (Penilaian Kinerja Pengawas Sekolah, -red) melalui kuesioner. Ya itu instrumen yang paling penting”. Selain menggunakan kuesioner, evaluasi penerapan standar dilakukan dengan mencocokkan data tertulis yang dimiliki LPM dengan fakta di lapangan. Menurut As'aril pencocokkan data tersebut disebut audit internal. Secara pribadi As'aril menuturkan pernah melakukan hal tersebut ketika sedang mengajar. Ia bertanya langsung kepada mahasiswa terkait kinerja dosen. Ketika ditemui salah satu crew Lembaga Pers Mahasiswa Dimensi pada bulan November 2017, ia juga menuturkan, pada tanggal 4 Desember 2017 LPM akan melakukan audit internal ke kantorkantor jurusan. Tenaga dosen sampai saat ini menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi kampus IAIN Tulungagung. Kurangnya tenaga dosen yang memadai dalam memberikan pendidikan kepada mahasiswa masih sering terjadi. Seperti yang diungkapkan oleh N.A, Salah satu mahasiswa Jurusa Ekonomi Syariah, “Ada dosen yang hanya masuk perkuliahan beberapa kali dalam satu semester”. Lebih lanjut N.A mengatakan kecewa terhadap hal itu, “Ini sangat disesalkan karena kami tidak mendapat ilmu dan pemahaman apapun. Apalagi yang diampu adalah mata kuliah prasyarat yaitu akuntansi”. Ketika kami mencoba mengklarifikasikan kepada pihak LPM terkait yang dialami N.A, Ketua LPM mengatakan itu bukan wewenang LPM namun itu sepenuhnya adalah kebijakan dari fakultas, “Tugas LPM hanya menyampaikan kalau itu tidak sesuai.

22

Mungkin banyak faktor di fakultas, karna nggak ada orang, karna dosennya sudah overload, saya khusnudzonnya begitu saja. Kalau masih ada orang biasanya tetep prinsipnya mata kuliah itu harus dipegang oleh dosen yang sesuai dengan keahliannya. Saya hanya melakukan evaluasi secara informal, formal standartnya BAN-PT,” jelasnya. Tanggapan Mahasiswa Terkait LPM Terkait keberadaan dan tugas LPM, beberapa mahasiswa memberikan tanggapan beragam. Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Heri, ia mengatakan mengetahui keberadaan dan tugas LPM, “Tugas dan fungsinya menjamin mutu pendidikan, kualitas, visi misi dan lain-laine,” ungkapnya. Ada beberapa mahasiswa yang mengetahui keberadaan LPM namun tidak mengetahui tugas dan fungsinya. Namun, ada yang bahkan sama sekali tidak mengetahui keberadaan lembaga tersebut. Laila salah satunya, ia mengatakan tidak mengetahui kalau ada lembaga yang bertugas melakukan penjaminan mutu di IAIN Tulungagung. Untuk mengetahui keberadaan, tugas, dan kinerja LPM tim riset Lembaga Pers Mahasiswa Dimensi melakukan survei kepada 280 mahasiswa IAIN Tulungagung. Hasil survei tersebut menyatakan lebih dari 50 persen mahasiswa mengetahui keberadaan LPM, namun tidak mengetahui tugas dan bagaimana kinerja LPM. [] Baha’, Isna, Silvi,Nafik,Asri #HASIL RISET CREW DIMENSI

Riset tersebut juga dilakukan untuk mengetahui ada atau tidak dampak kuesioner yang diisi oleh mahasiswa terhadap perbaikan pelayanan kampus. Sebanyak 46 persen menyatakan tidak ada, 41 persen ragu-ragu, dan hanya 13 persen yang menyatakan ada perbaikan. Hal tersebut membuktikan belum ada dampak signifikan dari kuesioner yang digunakan LPM sebagai penilaian terhadap pelayanan kampus.

DIMeNSI 39 November 2017


KLIK

B

erdiri sebuah tumpukan bata yang arogan. sedang, dibawahnya ada rumput yang sibuk mendongak demi sepinta sua agar didengar olehnya. teriaknya “ apa aku cukup tua untuk terus menggendongmu � batu kerikil dan pasir pun demikian bersua kerikil kecil sudah menjadi pasir lembut yang terinjak oleh bangunan tersebut disana sebuah bangunan yang arogan sedang memamerkan kegagahannya DIMeNSI 39 November 2017

23




KARIKATUR

Ilustrator : Jordan Eza

Apakah kemegahan = Impianku ? 26

DIMeNSI 39 November 2017


EDITORIAL

Megahnya Kampus dalam Dinamika Pembangunan Masyarakat

dok.dim

P

endidikan merupakan sebuah ikhtiyar yang tersusun secara sistematis dalam rangka mewujudkan proses pembelajaran. Pembelajaran ini menekankan pada pengembangan potensi yang ada dalam diri peserta didik. Adapun dalam prosesnya, jenjang belajar pertama hingga jenjang belajar yang paling tinggi akan membawa peserta didik memahami ilmu pengetahuan. Dengan ilmu inilah kemudian diharapkan peserta didik akan mampu kembali ke masyarakat, berdampingan dengan rakyat bahu membahu membangun peradaban. Namun, pendidikan tinggi ini kemudian terbagi (lagi) dalam beberapa jenjang. Jenjang dalam pendidikan tinggi ini kemudian diatur dalam UndangUndang Nomor 12 Tahun 2012. Pada Bab I dijelaskan bahwa, pendidikan tinggi

DIMeNSI 39 November 2017

adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia. Sebagaimana dijelaskan dalam undang-undang tersebut, jenjang ini akan berfungsi sebagai jurang pembeda seseorang ketika berada dalam dunia kerja. Sehingga tampaklah pendidikan tinggi bak menara gading, siapa yang berpunya, pastilah bisa mendapatkan fasilitas atau jenjang yang lebih tinggi. Dengan demikian akan terlihat mereka yang mampu mengenyam pendidikan tinggi tentu dianggap lebih elit dan mewah. Sebab, demi mendapatkannya seseorang harus benar-benar

menghemat pengeluarannya. Adapun biaya yang harus dikeluarkan untuk memeroleh pendidikan tinggi tidak semudah kita saat menyebutnya. Ada harga mahal yang harus dibayar di balik kemewahannya. Saat ini perguruan tinggi mulai melakukan pembangunan besarbesaran. Di mana banyak sekali fasilitas yang diperbaiki demi kenyamanan mahasiswa menuntut ilmu. Bahkan kampus sudah menyerupai gedunggedung yang berdiri megah di perkotaan. Saking mewahnya, kadang kita tidak bisa membedakan mana kampus, mana gedung milik investor, atau bahkan hotel. Kampus ini berdiri megah dan gagah menarik siapapun untuk masuk dan menyelami hidup beberapa tahun dengannya. Segala kemewahan

27


EDITORIAL

KAMPUS NEGARA

y

ang diperoleh dari pendidikan tinggi ini harus sebanding dengan daya tawar yang diberikan pada masyarakat. Sudah selayaknya saat ini kita melihat lagi tujuan dari adanya pendidikan itu. Adapun setiap perguruan tinggi pasti memiliki tridharma yang mengharuskan institusi tersebut mengadakan pendidikan, penelitian, dan juga pengabdian kepada masyarakat. Selama ini perguruan tinggi sudah melakukan penelitian yang biasanya dilakukan dosen ataupun instansinya. Selain itu perguruan tinggi juga melakukan pembelajaran pada kelaskelas perkuliahannya. Pendidikan memang menjadi barang mewah, tidak semua masyarakat bisa mengaksesnya. Jangankan masuk perguruan tinggi, lulus sekolah menengah saja menjadi hal mewah. Dewasa ini, bekerja menjadi pilihan satusatunya lulusan sekolah menengah ini. Mengapa? Tentu saja jawabannya, akses pendidikan tinggi memang tak ramah kantong rakyat kecil. Hal ini terjadi tidak hanya dalam kota-kota besar, bahkan dalam sekup kecil masih menjadi masalah sosial. Jika sudah demikian, maka, harapan satu-satunya adalah dedikasi mahasiswa selepas lulus untuk kembali membangun tatanan

28

dok.dim

masyarakat. Bisa kita bayangkan, dengan banyaknya perguruan tinggi yang saat ini telah berdiri di Indonesia, seharusnya masyarakatlah sudah memeroleh dampak positifnya. Masyarakat merupakan dasar dari berdirinya kampus itu sendiri, sehingga kemajuan institusi pendidikan itu bisa dilihat sejauh mana kontribusinya pada masyarakat. Seperti dijelaskan di atas, perguruan tinggi juga mempunyai tanggungjawab pada masyarakat dalam bentuk pengabdian. Nah, sejauh mana lulusan-lulusan perguruan tinggi ini kemudian mau kembali pada masyarakat. Pendidikan yang berhasil adalah mampu menciptakan manusiamanusia yang mengerti dan baik pada sesamanya. Dalam artian, mahasiswa yang lulus juga berkewajiban mendermakan hidupnya secara aplikatif dalam kehidupan bermasyarakat. Kita seringkali lupa diri, bahwa dalam capaian pendidikan sejatinya ada tanggungjawab besar terhadap masyarakat. Seperti puisi W.S Rendra yang berjudul Sajak Pertemuan Mahasiswa, secara eksplisit tentu kita memahami bahwa menjadi mahasiswa bukanlah sebuah kebanggaan untuk bergagah-gagahan. Menjadi mahasiswa

harus menjadi manusia baik seutuhnya, sebagaimana Pramoedya berucap, “Terpelajar itu harus adil sejak dalam pikiran�. Kiranya dua tulisan itu penuh makna yang masih sangat relevan digunakan hari ini. Rendra dalam puisi lainya yang berjudul Sajak Seonggok Jagung juga mengutarakan isi pikirannya, “Aku bertanya: Apakah gunanya pendidikan bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing di tengah kenyataan persoalannya?? Apakah gunanya pendidikan bila hanya mendorong seseorang menjadi laying-layang ibukota, kikuk pulang ke daerahnya? Apakah gunanya seseorang belajar Filsafat, teknologi, ilmu kedokteran, atau apa saja, ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata: Di sini aku merasa asing dan sepi� Maka, perlunya kita mengawal tugas perguruan tinggi ini terutama dalam poin pengabdian. Menjulangnya gedunggedung perkuliahan yang megah berdiri, juga harus sejajar dengan timbal baliknya terhadap masyarakat. Apabila masih ada ketimpangan dalam masyarakat, mungkin saja disebabkan kealpaan perguruan tinggi terhadap masyarakat – tempat kampus tumbuh dan besar.

DIMeNSI 39 November 2017


RESENSI

Padmini, Perempuan dan Sebuah Kajian yang Memanusiakan* Oleh : Vima Naila Ulfina

Identitas Buku : Judul Buku : Dunia Padmini Penulis : Trie Utami Penerbit : LKiS Terbit : 2010 Halaman : XXIV+ 254 hlm

Sebagai mana Padmini yang dengan berhasil mengubah penderitaan menjadi harapan, tekanan menjadi tantangan, dan kelemahan menjadi kekuatan. Karena menjadi percuma memanusiakan manusia tetapi tidak mampu memanusiakan perempuan sebagai individu utuh yaitu 'manusia perempuan'.

D

unia Padmini, adalah sebuah ekspresi suara para perempuan di dunia yang memiliki pemikiran kritis dalam membaca realitas. Sebuah petualangan suara hati yang kritis dalam menyampaikan kenyataan. Sebuah sikap yang berani dalam melampaui batas diri yang terlanjur berbatas oleh berbagai dogma. Melalui buku ini, disampaikan beberapa permasalahan pelik, dalam pengembaraaan jiwa perempuan yang liar. Sebuah pemaparan mengenai masalah keperempuanan yang kerap dialami. Tr i U t a m i d a l a m b u k u n y a menjelaskan mengenai pemikiranpemikiran perempuan maupun masyarakat mengenai fungsi 'Perempuan'. Sebuah persepsi pemikiran dangkal atas pengertian

DIMeNSI 39 November 2017

'perempuan' yang dimaknai sebagai objek bukan 'manusia'. Sebagaimana perempuan hanya dipekerjakan di ruang domestik bukan ruang publik. Dapur, kasur, dan sumur adalah pribahasa yang turun temurun dari nenek moyang yang digambarkan sebagai lokasi perempuan dapat mendedikasikan perannya. Tantangan yang dihadapi setiap perempuan di dunia ini rata-rata hampir sama, yakni tentang 'kesetaraan gender'. Jika sudah demikian, tiga faktor yang menjadikan acuan seorang perempuan yang dihadapkan pada masalah gender, yaitu: faktor agama, faktor adat dan tradisi, serta faktor kesadaran kemanusiaan (halaman 23). Ketiga faktor ini telah tergambar dan dialami oleh perempuan disekitar kita. Adapun sosok Padmini yang digambarkan dalam buku ini merupakan

perempuan yang tidak menunjukkan keluhan-keluhan ataupun mengiba ketika mengisahkan dongengnya. Sebagimana disebutkan dalam salah satu alinea “… Padmini berontak tapi tidak anarkis, Padmini merintih tapi tidak melankolis, Padmini menampar tapi tidak kasar,…” (dalam pengantar Dunia Padmini halaman xiv). Tri Utami juga berhasil memabukkan pembaca dengan penyampaian bahasa yang lebih santai namun lugas dan tidak terkesan provokatif dalam membongkar setiap belenggu tradisi yang cenderung memaksa. Sehingga pembaca dapat memahami sikap perempuan satu dengan perempuan lain dalam menghadapi berbagai masalahnya yang pelik dengan penyelesaian dengan cara mereka.

29


RESENSI

Sebagai perempuan yang mumpuni, seorang 'Padmini' bukanlah perempuan yang selalu bermanja dengan keadaan yang membelenggunya...Namun ia bersikap dan bertindak bagaimana ia keluar dari masalah yang menghimpitnya. Dunia Padmini menjelaskan bagaimana seorang perempuan yang dalam suasana emosional mampu melakukan introspeksi diri, dengan cara memaparkan sisi kelemahan perempuan yang berasal dari dirinya sendiri. Sebagai perempuan yang mumpuni, seorang 'Padmini' bukanlah perempuan yang selalu bermanja dengan keadaan yang membelenggunya. Seperti ketika dihadapkan pada permasalahan yang pelik, Padmini tidak menangisi keadaan yang menghimpitnya. Namun ia bersikap dan bertindak bagaimana ia keluar dari masalah yang menghimpitnya. Berbagai keadaan, masalah, dan persoalan hidup telah digambarkan. Dalam buku Dunia Padmini juga menampilkan beberapa tokoh perempuan. Beberapa diantaranya adalah Dania, Karina, Sylvia dan Tara. Dari kesekian tokoh memiliki tokoh yang berbeda. Mereka memiliki cara menyelesaikan permasalahan dalam hidup dengan cara yang tidak sama sesuai keadaan, pengetahuan dan latarbelakang kehidupan mereka. Dania adalah salah satu tokoh dalam cerita yang sudah lama mengalami keguncangan dan tidak sehat yang disebabkan masalah dalam rumah tangganya. Suaminya yang seorang pelukis, sering kabur dari rumah dan melabuhkan cintanya dari perempuan satu ke perempuan lain. Sementara Dania dan dua anaknya hidup diselimuti dengan kemarahan dan ketidakpercayaan sekalipun kondisi

30

financial yang cukup baik. Berkali-kali suaminya menawarkan perceraian namun Dania menolak karena menghindari rasa malu jika harus menjadi seorang janda. Hujatan perbincangan orang tentang keretakan rumah tangganya adalah alasan dania menolaknya. Dania menempatkan dirinya sebagai korban, namun disisi lain dia mengorbankan kedua anaknya sebagai pihak yang pro terhadapnya. Karena dengan kondisi yang terus dipertahankan ini secara tidak langsung, Dania sedang menanamkan persepsi pada anak-anak bahwa ayahnya adalah 'seorang penghianat' dan ibunya adalah 'orang suci tanpa dosa'. Kemudian Tara, digambarkan keretakan dalam rumah tangganya yang dirasa tidak dapat dipertahankan lagi memaksanya harus bercerai dengan suaminya. Hal berbeba ditampilkan Tara dalam menyikapi permasalahan dalam hidupnya. Tara digambarkan sebagai sosok yang lebih bijak dalam memposisikan diri sebagai perempuan. Dia menanamkan arti kejujuran, berbesar hati, dan bersikap cerdas kepada anaknya. Karina dan Sylvia berbeda lagi kisah hidupnya. Suami mereka berlindung di bawah dogma agama untuk mempersempit ruang gerak dan pemikiran mereka. Pengatasnamaan agama menjadi dalih dalam berpoligami. Meskipun poligami tidak selamanya buruk, tetapi perlu diwaspadai tipe poligami yang didasari syahwat yang dibungkus rapi dengan ayat sebagai alat legitimasi tindakan kesewenangan. Kartika dan Syvia menjadi perempuan yang mengalami keterbelengguan dalam berkeluarga dengan faktor agama. Ia adalah perempuan yang di poligami oleh sang suami namun tidak dengan persetujuannya. Ketundukan akan dogma agama yang tidak didasari keberanian dalam melawan merupakan salah satu penyebab pola pikir dan ruang bicara perempuan menjadi sempit. “Kalau Karina sanggup menerima dan mengalahkan rasa sakit hatinya, mendukung penuh apa yang kulakukan

dengan tingkat keikhlasan yang tinggi, kupastikan aku akan bersama-sama dengannya di dalam surga, dan Karina menjadi satu-satunya ratu bidadari disana, siapa yang tidak mau dijamin pasti masuk surga? Cuma perempuan bodoh yang menolaknya.” (halaman 102). Namun di luar dari keempat tokoh tersebut ada salah satu tokoh yang memiliki pandangan berbeda sebut saja namanya Rahma. Perempuan yang mengaku bahwa dirinya sebagai pendamping dan pembela perempuan menyatakan bahwa “… perempuan dibuat lemah dengan dogma, dibunuh karakternya, didomestikkan dengan sengaja, dijadikan warga kelas dua, dieksplorasi rahimnya, lalu dianiaya perasaannya,… “ (halaman 180). Ketakutannya pada perlakuan diskriminatif dunia yang patriarki. Menyebabkan dia terjebak pada kebenciannya pada institusi bernama pernikahan. Dari novel ini kita belajar bahwa seorang perempuan tidak ditakdirkan bersifat fatalisme, dimana mereka dimempercayai bahwa manusia hidup dikuasai oleh nasib, mereka memiliki hak pilih. Maka dari itu, perempuan berhak menentukan pilihannya sendiri. tidak melulu dengan persetujuan pihak lain. Karena dapat dikatakan pola pikir dan ruang bicara sempit, jika untuk masalah hati dan perasaan saja harus dengan perizinan suami. Sehingga kelemahan atau pun kekurangan dari perempuan bukan disebabkan karena dia tidak mampu melawan tradisi, akan tetapi dia tidak mampu melawan belenggu yang menghimpitnya. Hal ini merupakan cerminan dari cara berfikir masyarakat yang patriarki yang hari ini masih banyak dialami oleh banyak perempuan di luaran sana. Maka dari itu perlunya ada peningkatan mental pada setiap diri perempuan bahwa tidak yang namanya air mata dalam kamus hidupnya ketika dijerat dengan budaya patriarki. []

DIMeNSI 39 November 2017


SWARA

SENSE OF BELONGING: PEMBENTUK IDENTITAS KAMPUS DAKWAH DAN PERADABAN Oleh: Imam SaďŹ 'i*

K

a m p u s Dakwah dan Peradaban adalah slogan baru yang dimiliki IAIN Tulungagung. Pada 2016, slogan ini dicetuskan langsung oleh Rektor IAIN Tulungagung, Maftukhin tanpa sengaja. Tidak membutuhkan waktu lama, istilah Kampus Dakwah dan Peradaban langsung mendapat respon di lingkungan sivitas akademik. Slogan tersebut kemudian dibawa oleh IAIN Tulungagung untuk menegaskan keberadaannya di tengah-tengah m a s y a r a k a t Tu l u n g a g u n g . L e b i h tepatnya, dengan slogan ini IAIN Tulungagung ingin menandai diri sebagai kampus yang inklusif (baca: terbuka) dengan segala hal, baik agama, aliran kepercayaan, maupun budaya. Ta n d a i t u s a n g a t j e l a s terlihat saat pertama kali memasuki kampus. Kita disambut oleh gerbang utama IAIN Tulungagung yang menjadi penanda aura spiritual. Gerbang tersebut mencirikan suatu tata pikir dengan imajinasi yang tinggi, tentang kebeb asan berpikir.

DIMeNSI 39 November 2017

Tujuannya tidak lain untuk membangun spirit ilmu pengetahuan, tanpa mempermasalahkan perbedaan keyakinan atau sejenisnya. Gerbang ini juga menyerupai gerbang kebebasan di Eropa yang merobohkan pondasi lama, yang diyakini saat itu. Dengan kata lain IAIN Tulungagung ingin mengulang semangat zaman Renaisans (Pencerahan) dalam merayakan kebebasan pengetahuan. Kita harus jujur ketika melihat sejarah Perguruan Tinggi Islam yang penuh dengan pendeďŹ nisian. Meminjam kata Maftukhin dalam buku IAIN Tulungagung Membangun Kampus Dakwah dan Peradaban (2017), sejarah IAIN tidak lepas dari sejarah dikotomi yang diwariskan KolonialismeOrientalisme Eropa. Warisan itu menunjukkan betapa gencarnya Eropa mendeďŹ nisikan kita. Anggapan dasar yang mereka bangun ialah, bangsa selain Eropa perlu diberadabkan dengan skala aturan yang baku dari Barat, salah satunya dengan ilmu pengetahuan. Selama ini kita turut membenarkan produk ilmu pengetahuan dari Barat, dan menjadikannya candu. Tidak hanya Perguruan Tinggi Umum, bahkan kehadiran Perguruan Tinggi Islam tidak lepas dari deretan pecandu ilmu pengetahuan tersebut. Namun kemudian, ada ciri khas yang membedakan Perguruan Tinggi Islam dengan Perguruan Tinggi Umum, yakni dari segi dakwah. Secara umum dakwah dikenal menyuguhkan dalildalil agama untuk mengatasi problem syariat. Tetapi, di kalangan akademisi dakwah harus beranjak dari fase tersebut dan mengarah pada dakwah yang lebih sesuai dengan konteks kekinian. Bukan berarti meninggalkan akar dari dakwah yang selama ini dipahami.

31


SWARA

repro internet

Pada kenyataannya, dakwah punya makna yang multi tafsir. Dakwah dalam penafsiran yang lebih luas bisa ditarik ke dalam fakta serius berdasarkan perkembangan zaman. Ini sejalan dengan pandangan Moeslim Abdurrahman (2003) dalam buku yang berjudul Muhammadiyyah sebagai Tenda Kultural, Dakwah sesungguhnya adalah setiap kerja religius untuk peradaban dan kemanusiaan. Menempatkan sisi profetik yang diajarkan nabi sang penuntun umat. Bukankah Islam mengajarkan cinta kasih sayang, dan menciptakan relasi yang lebih menonjolkan kemanusiaan? Menciptakan peradaban atas nama sesama manusia yang mendiami alam semesta. Salah satu hal yang diinginkan oleh IAIN Tulungagung adalah membuat model dakwah terbaik dengan memadukan teks dan konteks. Sisi substansi ajaran yang rohmatan lil 'alamin lebih dibutuhkan Indonesia saat ini, dimana kampus menjadi bagian realisasinya. Model dakwah ini harus sejalan dengan praktik antisipasi kesalahpahaman dalam memandang agama. Terkadang, sisi dakwah Islam yang substantif justru dilupakan dan hanya berkutat pada wilayah di permukaan. Padahal dengan dakwah, P e r g u r u a n Ti n g g i d a p a t m e n j a d i

32

jembatan yang menghubungkan banyak pihak, termasuk masyarakat dengan negara. Dengan dakwah, kita dapat menyatukan segenap manusia untuk merawat dan menciptakan peradaban yang damai. Meneguhkan Peradaban Tulungagung Peradaban merupakan hasil dari proses panjang dalam menunjukkan identitas suatu bangsa. Identitas ini yang selalu dibanggakan dan dipupuk secara turun-temurun oleh bangsa. Bangsa Indonesia sendiri sudah memiliki peradaban Nusantara, yang di zamannya begitu melegenda. Bila dibayangkan di zaman kerajaan dulu, mulai dari sistem pemerintahan, karya sastra yang begitu melimpah, kesenian dan tempat peribadatan sudah terstruktur dengan sangat apik. Dalam konteks ini, IAIN Tulungagung mempunyai misi menggali lagi peradaban Tulungagung yang selama ini berkembang dan menyatu dalam sendi kehidupan masyarakat. Kesadaran akan historisitas harus dibangun sejak awal dalam benak k i t a s e m u a . B a h w a Tu l u n g a g u n g sebenarnya memiliki peradaban yang begitu megah dalam sejarahnya. Nurcholis Madjid (2008) dalam bukunya Islam Doktrin dan Peradaban, terasa sekali bahwa kita sangat memerlukan

kes adaran historis, tanpa menjadi historis (dalam arti sikap memutlakkan apa yang ada dalam sejarah). Dalam pelaksanaan yang nyata, Kampus Dakwah dan Peradaban harus mencari ke-khas-an Tulungagung untuk dapat menyatukan konsep dasar pikiran masyarakat umum. Ketika melacak peradaban di daerah sekitar Tulungagung, kita akan mendapati sebuah pemetaan kerajaan yang sudah sejak lama berdiri. Ponorogo dengan kerajaan Wengker, Kediri dengan kerajaan Kadiri, dan Malang dengan kerajaan Shingosari. Sementara di daerah Tulungagung, tidak pernah ditemukan bekas kerajaan yang pernah berdiri kokoh. Lalu sisi apa dalam peradaban Tulungagung yang bisa dibanggakan? Ini merupakan tantangan IAIN Tulungagung untuk menemukan dan menjembatani masyarakat dalam menumbuhkan peradaban Tulungagung. Sebagai lembaga akademik, ini adalah problem yang harus segera diselesaikan IAIN Tulungagung dengan menggunakan penelitian mendalam. Pada penelitian Maftukhin (2017) dalam buku Melacak Jejak Spiritualitas Bhinneka Tunggal Ika dan Visi Penyatuan Nusantara, menegaskan bahwa Tulungagung memiliki ikatan primordial dengan gagasan penyatuan Nusantara. Buktinya, Ratu Gayatri Rajapatni seorang tokoh yang mampu menjembatani doktrin Bhinneka Tunggal Ika di zaman peralihan ShingasariMajapahit, dimakamkan di Boyolangu, Tulungagung.

DIMeNSI 39 November 2017


SWARA Ia adalah pewaris ajaran kebhinnekaan, yang selama hidupnya menyebarkan benih-benih kedamaian agama. Ajaran Bhinneka Tunggal Ika hidup dalam kota yang disucikan oleh masa kerajaan dulu. Meskipun Tulungagung tidak memiliki peninggalan kerajaan di masanya, nyatanya raja-raja yang tersohor pernah singgah di Tulungagung. IAIN Tulungagung senantiasa membuka diri dengan ragam perbedaan agama, dengan tujuan saling menghargai. Sebagai institusi agama Islam, IAIN Tulungagung juga merawat kebhinnekaan yang sejak lama diwarisi masyarakat. Salah satu buktinya adalah ketika IAIN Tulungagung menjadi tempat dilaksanakannya Deklarasi Kebhinnekaan yang serentak dilakukan oleh berbagai elemen keagamaan dan aliran kepercayaan. Dalam acara tersebut terlihat jelas adanya rasa saling memiliki antara masyarakat Tulungagung yang beragam, dengan para akademisi IAIN Tulungagung. Rasa Saling Memiliki (Sense of Belonging) Pesan kedamaian sebenarnya telah diajarkan oleh Nabi melalui pemerintahan di Madinah. Semuanya hidup rukun, bahkan agama selain Islam juga mendapat perlindungan. Model ini coba diterapkan di IAIN Tulungagung. Sejalan dengan Pandangan Ahmad

SyaďŹ i Maarif (2009) dalam bukunya Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaaan Sebuah Reeksi Sejarah, sebutlah sebuah Islam yang dinamis dan bersahabat dengan lingkungan kultur, sub-kultur, dan agama kita yang beragam. Sebuah Islam yang memberikan keadilan, kenyaman, keamanan, dan perlindungan kepada semua orang yang berdiam di Nusantara ini, tanpa diskriminasi. Karena Islam yang ketat dengan segala pembatasan, justru membuat ajaran substansial banyak dilupakan, sehingga phobia terhadap Islam tidak dapat dihindari. Pemahaman yang keliru akan menempatkan kesalahan secara total pada Islam. Padahal di dalam Islam etika dan spiritual menjadi sandaran dalam kehidupan. Sesuai dengan Pemikiran Abdurrahman Wahid (2011) dalam bukunya Islamku, Islam Anda, Islam Kita, Pluralitas dalam melihat Islam dan kehidupan, disandarkan pada etika dan spiritualitas. Itulah yang diusulkan Wahid, termasuk untuk mengelola dunia yang terus bergerak ke arah globalisasi ini, untuk perdamaian abadi dan saling menghormati. Atmosfer kedamaian akan selalu diperoleh di lingkungan IAIN Tulungagung dengan prinsip saling menghormati perbedaan, cara pandang dan membuka selebar-lebarnya gerbang yang selama ini masih membuat

pemahaman dangkal. Kita berhubungan dengan manusia yang beragam dan kemajemukan adalah sebuah keniscayaan. Meminjam kata Abdurrahman Wahid (2010) dalam bukunya Gusdur Menjawab Perubahan Zaman, Warisan Pemikiran Gusdur, Kita akan menjadi bangsa yang kukuh, kalau umat agama-agama yang berbeda dapat saling mengerti satu sama lain, bukan sekadar saling menghormati. Yang diperlukan adalah rasa saling memiliki (sense of belonging), bukan sekedar tenggang rasa. Selama rasa memiliki tumbuh subur di kalangan akademisi IAIN Tulungagung, yakinlah kampus dakwah d an pera d aba n i ni a ka n menj adi percontohan Perguruan Tinggi lainnya. Disamping itu lewat slogan Dakwah dan Peradaban, IAIN Tulungagung membuktikan diri mengawal masyarakat Tulungagung menemukan kebanggaan atas wilayahnya. Bila semua individu di lingkup IAIN Tulungagung memiliki kesadaran komunal untuk saling memiliki di tengah kemajemukan, saya rasa mimpi IAIN Tulungagung akan mewujud dalam semangat merayakan universalitas ilmu dan Kosmopolitan. Saat itulah, kampus dakwah dan peradaban akan bekerja menyemai kedamaian antar umat beragama.[] *penulis adalah aktivis Dema Fuad

SELAMAT BERPROSES BAGI TEMAN-TEMAN PJTD ANGKATAN 2018 Semoga kalian bisa Teguh dengan Tujuan Kalian, Konsisten dengan pilihan kalian, dan Komitmen Belajar Bersama di Dimensi.

Lembaga Pers Mahasiswa (LPM)

supported by :

DIMeNSI 39 November 2017

DIMeNSI Media Pemikiran Alternatif

33


BUDAYA

Berkenalan (Kembali) dengan Batik Gajah Mada “ Batik Gajah Mada lahir dari Desa Majan, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung. Batik ini juga menjadi salah satu batik khas di Tulungagung. Akan tetapi dengan berkembangnya zaman pemuda Tulungagung jarang yang tahu tentang batik Gajah Mada, apalagi tempat kelahirannya.”

T

ulungagung memiliki motif batik yang beragam, salah satunya adalah batik Gajah Mada. Batik ini lumayan terkenal di kalangan pembatik Indonesia sebagai batik khas Tulungagung. Wiji Paminto Rahayu, seorang pengamat batik memperkuat argumentasi ini, “Batik Gajah Mada ini sudah terkenal di kalangan pembatik bahwa ini adalah khas Tulungagung, baik pembatik dan produsen yang ada di Jogja dan Solo sudah mengakuinya.” Sosok yang berjasa di balik penciptaan batik Gajah Mada adalah Haji Sapuan. Pada tahun 1932 Haji Sapuan menciptakan batik Gajah Mada yang terinspirasi oleh usaha Patih Gajah Mada menyatukan Nusantara. Menurut Wiji, Haji Sapuan merupakan anak pedagang batik yang mondok di Jawa Tengah. Di sana dia menjalin komunikasi dengan teman-temannya yang juga merupakan bos batik di daerah Solo, Jogja dan Pekalongan. Menurut Wiji, berkat temantemannya ini kemudian Haji Sapuan mendapatkan inspirasi untuk menyatukan motif batik dalam satu batik yaitu batik Gajah Mada. Selain motifnya yang banyak, warna batik Gajah Mada juga beragam. Berdasarkan penelitian terhadap pembatik di Majan, mereka menyebutkan bahwa Batik Gajah Mada memadukan

34

minimal lima warna yaitu, merah, biru, hijau, putih dan kuning. Sedangkan menurut Wiji, batik Gajah Mada memiliki warna yang lebih dari dua. Dari dua pendapat yang berbeda ini, yang jelas batik Gajah Mada memiliki warna yang beragam. Batik Gajah Mada dalam Pusaran Waktu Desa Majan merupakan salah satu desa penghasil batik khas Tulungagung. Adapun batik Gajah Mada, batik Bang-Bangan, batik Wong Prigo terlahir dari tangan-tangan orang Majan. Menurut cerita, hampir semua masyarakat Majan bisa membatik dan mereka menjadikannya sebagai profesi maupun kerja sampingan. Sebenarnya batik Gajah Mada masih tergolong baru, namun perpaduan berbagai motif batik ini menjadikannya banyak diminati. Hampir semua masyarakat Majan membuat batik dengan motif Gajah Mada. Hal ini diperkuat dengan penuturan Wiji, “saat saya penelitian disana, batik Bangbangan sudah tinggal cerita, yang ada batik Gajah Mada.” Pada masa kejayaannya, pemasaran batik Gajah Mada semakin baik, permintaan pasar melambung. Akhirnya pengrajin batik Gajah Mada semakin memperluas distribusi batiknya

ke daerah-daerah sentral batik di Tulungagung, seperti daerah Kalangbret. Semakin banyaknya permintaan pasar, kemudian turut menjadikan Kalangbret sebagai salah satu tempat penghasil batik Gajah Mada. Sulis salah satu pengusaha batik asal Desa Kalangbret, membuat inisiatif yaitu mengkopi kain batik Gajah Mada untuk dicetak pada kain dengan mesin. Sejak saat itu, mulailah merebak di pasaran kain motif batik Gajah Mada. Selanjutnya muncullah batik cap yang juga memberikan perkembangan bagi batik Gajah Mada. Sejak kemunculannya, cap menjadi pengganti canting dalam pembuatan batik Gajah Mada. Bahkan keduanya dikolaborasikan, yaitu batik cap untuk membuat motif dan canting untuk isenisen. Sejak tahun 2011 kain batik Gajah Mada mulai menemukan pangsa pasar, mereka berasal dari masyarakat menengah ke atas serta penikmat batik. Hal ini terjadi karena mahalnya harga batik dan juga unsur seni yang tidak bisa lepas sehingga menambah menarik si pemakai. Saat ini kain batik Gajah Mada mulai berkembang lagi setelah dipadukan dengan motif kekinian, sehingga membuat batik ini tidak mati di pasaran.

DIMeNSI 39 November 2017


BUDAYA Kemunculan batik printing atau kain motif batik kisaran tahun 1990an hingga tahun 2010 menyebabkan batik Gajah Mada kalah saing. Selain lebih murah, proses pembuatan batik printing ini jauh lebih mudah ketimbang batik biasa. Apalagi permintaan pasar yang banyak dan konsumen menginginkan harga yang murah, makin membuat batik Gajah Mada turun dari pasaran. Batik Gajah Mada cenderung mahal, karena proses pembuatannya yang rumit dan memakan waktu yang cukup lama. Hal inilah yang membuat para pengrajin batik Gajah Mada meninggalkan profesinya sebagai pembatik. Batik Gajah Mada Kehilangan Sejarah Jika membicarakan batik Gajah Mada, dalam benak kita pasti teringat Kalangbret suatu daerah di Tulungagung. Di sana berdiri toko batik yang lumayan besar bernama Gajah Mada. Padahal jika merunut sejarahnya, batik ini lahir dan tumbuh di Desa Majan. Namun, tidak bisa dipungkiri, jika kesalahpahaman ini terjadi lantaran Desa Majan yang dulunya menjadi sentral batik Gajah Mada mulai ditinggalkan pembatiknya. Sebagaimana dijelaskan oleh Antok, salah satu pembatik asal Desa Majan. “Dulu sini banyak pembatik, tapi semenjak harga batik menurun dan kalah bersaing dengan batik printing, banyak pembatik yang beralih profesi dan ada yang pindah tempat ke daerah lain, di Kalangbret dan daerah luar Tulungagung”. Kekeliruan ini juga pernah terjadi pada saat Bupati Heru Cahyono menjabat. Saat itu Pemerintah K a b u p a t e n Tu l u n g a g u n g s e d a n g mengadakan festival dalam rangka mengenalkan budaya di Tulungagung. Kemudian dikenalkanlah batik Gajah Mada khas Tulungagung. Namun, bukannya batik Gajah Mada yang muncul, melainkan batik-batik yang

DIMeNSI 39 November 2017

diproduksi dan dipasarkan oleh Gerai Batik Gajah Mada dari Kalangbret. Sejak saat itu pandangan masyarakat tentang batik Gajah Mada adalah batik keluaran Gerai Batik Gajah Mada. Bahkan Wiji Paminto, sebagai sosok yang pernah meneliti batik Gajah Mada sempat kaget dengan pengenalan batik yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten itu. “Saat itu saya kaget ketika diperkenalkan batik Gajah Mada pada event yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah, salah satu batik yang keluar ialah batik kawong yang diproduksi oleh Gerai Batik Gajah Mada dan seterusnya yang keluar ialah batik yang diproduksi dari sana, padahal batik

itu bukan batik Gajah Mada.” Merespon kekeliruan ini permerintah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menjelaskan ulang tentang batik Gajah Mada. Memang batik Gajah Mada ialah batik asli dari Desa Majan. Yuni salah seorang pegawai Dinas mengatakan “Bedakan ya, mana batik Gajah Mada dengan Gerai Batik Gajah Mada, Kalau batik Gajah Mada itu khas Majan dan Gerai Batik Gajah Mada itu berada di Kalangbret.” Namun jawaban berbeda dengan Parwoto selaku Kepala Desa Majan. Saat ditemui, ia enggan berkomentar terkait batik Gajah Mada ini. Menurutnya batik Gajah Mada belum jelas apakah itu terlahir dan asli Majan atau bukan. “Saya tidak berani berkomentar terkait batik Gajah Mada

dari Majan, sebab di Kalangbret terkenal juga tentang tentang batik Gajah Mada.” Meskipun sudah ada dua penelitian terkait batik Majan disertai ungkapan dari pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, baginya belum cukup untuk membuktikan bahwa batik Gajah Mada adalah batik khas Majan. Jajak pendapat terkait batik Gajah Mada ini juga dilakukan pada masyarakat luas. Adapun hal ini dilakukan di Kampus IAIN Tulungagung dan juga pusat berkumpulnya masyarakat Tulungagung – yaitu Alunalun Tulungagung. Dalam jajak pendapat ini responden berusia 18-26 tahun sejumlah 100 orang. Hasilnya, kebanyakkan masyarakat tidak tahu tentang batik khas Tu l u n g a g u n g . A d a y a n g menjawab dengan batik Gayatri dan sedikit yang mengatakan bahwa batik Gajah Mada adalah batik khas Tulungagung. Adapun terkait ketidaktahuan masyarakat tentang batik Gajah Mada ini, Wiji mengatakan, “Tidak bisa dipungkiri bahwa batik Gajah Mada tidak menarik, bahkan banyak tidak tahu, sebab batik dok.dim Gajah Mada memang batik yang sudah lama. Pemuda maupun masyarakat tentu lebih memilih batik yang lebih kekinian atau batik printing yang lebih murah, meski batik Gajah Mada tetap ada yang mencari kemungkinan yaitu para kolektor, atau orang yang nguri-nguri budaya.” Lebih lanjut Wiji mengatakan bahwa, batik Gajah Mada merupakan warisan kebudayaan Tulungagung. Wiji juga mengutarakan pendapatnya, “Minimal pemerintah mengenakan kain batik Gajah Mada dalam acara resminya, maupun menggerakkan pegawainya untuk mengenakan batik Gajah Mada.” Tuturnya. Mengingat pemerintah yang akan dijadikan preseden bagi masyarakat. Sehingga cara tersebut bisa dijadikan sebuah langkah melestarikan warisan kebudayaan Tulungagung. [Saiful/Mansur]

35


SUPLEMEN

Tidak Ada Pembangunan untuk Rakyat Kecil

W

acana pembangunan negara berkembang yang digadanggadang bisa menjadi jalan menuju kesejahteraan masyarakat, rupanya terbantahkan. Pasalnya pembangunan yang dilakukan hanya menyentuh infrastruktur dan pembangunan ďŹ sik lain yang cenderung tidak merata. Dalam konsep Nawa Cita yang diusung Presiden Joko Widodo, pembangunan menjadi program unggulan. Jokowi ingin membangun In d o n e si a d a ri p i n g g i ra n d e n g a n memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka kesatuan. Artinya, pembangunan yang direncanakan dimulai dari skala regional maupun nasional. Pada lingkup nasional, Jokowi mencanangkan pembangunan berskala besar yang diatur dalam Peraturan Presiden No 3 Tahun 2016, yakni sebanyak 225 proyek, ditambah 78 proyek baru di tahun ini dengan besar anggaran 383,7 Triliun. Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 70,2 Triliun dari tahun sebelumnya. Beberapa dari proyek pembangunan tersebut, meliputi: 47 pembangunan ruas jalan tol, 11 pembangunan sarana dan prasarana kereta api antar kota, 6 pembangunan infrastruktur kereta api dalam kota, 10 proyek revitalisasi bandar udara, 4 pembangunan bandar udara baru, 12 pembangunan pelabuhan, 59 pembangunan bendungan, 24

36

*Penulis adalah mahasiswa aktif semester 7 dan menjabat sebagai sekretaris umum di Dimensi

pembangunan kawasan industri, dan b e b e r a p a p r o y e k l a i n (indoprogress.com). Era Orde Baru, Soeharto mengusung konsep pembangunan dengan nama Repelita (rencana pembangunan lima tahun) yang dimulai sekitar tahun 1969, setelah inasi berhasil diminimalisir. Repelita berjalan 25 tahun selama pemerintahan Soeharto berkuasa, yang kemudian dibagi menjadi lima jilid. Selama 32 tahun Soeharto menduduki kursi kepemimpinan, saat itulah kediktatoran langgeng dilakukan. Rezim yang dipimpin Soeharto menjadi masa dimana pembangunan gencargencarnya dilakukan, sampai pada akhirnya ia mendapat sematan sebagai bapak pembangunan nasional melalui TAP MPR Nomor V tahun 1983. Gelar itu disematkan karena beberapa orang semacam Ali Moertopo dan Buya Hamka menganggap bahwa Soeharto telah berhasil melakukan pembangunan, terutama dalam hal infrastruktur. Gairah pembangunan yang ada

Oleh : Nur Azizah*

justru menyebabkan masyarakat kecil semakin terhimpit dan tidak punya ruang gerak. Pada masa itu banyak terjadi penguasaan tanah oleh pemerintah. Setiap rakyat harus mau menyerahkan tanahnya, apabila diminta Negara untuk dibangun infrastruktur. Bahkan ada ancaman pembinasaan yang dilakukan pemerintah ketika seseorang tidak mau menyerahkan tanahnya guna memperlancar pembangunan. Banyak masyarakat kecil kehilangan tempat tinggal karena menjual tanah mereka pada investor dengan harga rendah. Himpitan ekonomi memaksa mereka menjual tanah pada pemborong untuk dijadikan hunian, pusat perbelanjaan, apertemen atau gedung megah lainnnya. Disinilah swasta mendapatkan ruang untuk turut membantu pemerintah mewujudkan pembangunan infrastruktur penunjang tercapainya Negara maju yang digadanggadang bisa ditempuh dengan pembangunan ďŹ sik semata. Pembangunan ala Kapitalis Pembangunan yang diusung kapitalis diperuntukan untuk kelas menengah atas, guna mendapatkan keuntungan ganda. Pembangunan yang ada dilakukan secara massif. Pembangunan semacam ini disebut pembangunan bergaya pemburu rente, gencar dilakukan demi memperoleh bunga (selisih) besar dari penjualan bangunan ďŹ sik.

DIMeNSI 39 November 2017


SUPLEMEN Banyak rumah masyarakat m e n e n g a h b a w a h y a n g d i g u s u r, digantikan dengan perumahan elit, apertemen bahkan hotel yang hanya mampu dijangkau golongan menengah atas. Salah satu proyek yang kini dibangun di atas tanah masyarakat menengah bawah adalah Meikarta. Meikarta dibangun dari tanah warga yang dibeli dengan harga murah oleh Lippo grub. Luas tanah mencapai 2200 hektar, yang rencanya akan dibuat 100 gedung dengan jumlah hunian mencapai 400 ribu. Lippo grub menargetkan harga satu hunian mencapai 200 Juta ke atas. Tentu saja keuntungan yang akan diperoleh berpuluh bahkan beratus kali dari harga pembelian tanah. Dalam iklan yang disajikan Meikarta, menggambarkan keadaan ibukota yang padat, kumuh serta tidak layak menjadi tempat tinggal. Disini jelas tergambar bahwa rakyat kelas menengah ke bawah, bahkan tidak berhak membayangkan memiliki rumah yang layak huni. Karena semua hal yang ditawarkan hanya bisa dipenuhi dengan adanya kepemilikan komoditas melimpah bernama uang. Kemewahan pembangunan yang ditawarkan Meikarta didukung penuh pemerintah dengan dibangunnya proyek infrastuktur Negara di wilayah selatan Jakarta. Proyek tersebut antara lain pembangunan jalan tol, kereta layang, kereta cepat dan beberapa industri di sekitar Meikarta. Gambaran bahwa modernitas bisa ditempuh dengan kepemilikan bangunan ďŹ sik yang mewah, nampaknya telah membius kalangan menengah atas untuk berlomba-lomba memilikinya. Selain Meikarta, mega proyek yang didirikan di ibukota adalah proyek garapan Agung Sedayu Grup dan Agung Podomoro Land yang menggunakan teluk Jakarta sebagai pilihan. Reklamasi yang dilakukan pada teluk Jakarta dianggap sebagai langkah terbaik menuntaskan masalah-masalah yang terjadi di ibukota, mulai kemacetan, banjir, dan keamanan hidup. Tapi lagi-lagi pembangunan yang dilakukan tidak

DIMeNSI 39 November 2017

untuk semua golongan. Di Yogyakarta, harga tanah sudah mulai tidak masuk akal, terutama pada titik yang menjadi pusat kota, bisa mencapai puluhan juta rupiah. Ini dimanfaatkan oleh para pengembang bisnis property sebagai ladang investasi yang sangat menguntungkan karena harga jual properti tersebut bisa mencapai 150 juta rupiah. Masalah yang kemudian timbul di Yogyakarta adalah kepadatan penduduk, akibat banyaknya pendatang yang menghuni apertemen, hotel dan bangunan tinggi lainnya. Masyarakat Yogyakarta memilih tetap tinggal di sana walaupun rumah mereka kini dihimpit bangunan bertingkat. Beberapa sumber air disana tidak lagi mampu mencukupi kebutuhan masyarakat akibat banyaknya saluran air yang diprivatisasi oleh hotel-hotel dan apertemen. Pemerintah daerah turut andil dalam masalah ini karena memberi izin pendirian hotel-hotel berbintang. Kebijakan yang diambil tidak diimbangi dengan pembangunan masyarakat di Yogyakarta secara menyeluruh. Dengan diterbitkannya izin mendirikan bangunan, sudah pasti menjadi gerbang utama berdirinya bangunan yang dipelopori oleh para pengembang demi kesejahteraan dirinya sendiri. Model pembangunan bergaya pemburu rente juga diterapkan di wilayah sekitar kampus IAIN Tlungagung. Di Plosokandang sendiri misalnya, masyarakat sekitar yang berstatus

sebagai penduduk asli Plosokandang, banyak menjual tanah mereka kepada investor, yang berasal dari luar kota atau luar wilayah Tulungagung. Pembelian tanah tersebut terjadi karena mereka (investor) melihat adanya peluang dari perkembangan IAIN Tulungagung. Harga tanah disanapun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pembangunan ala pemburu rente ini yang menyebabkan masyarakat kecil semakin terhimpit. Penguasaan atas tanah bisa menjadi duka mendalam masyarakat kecil, terlebih ketika mereka harus menyaksikan perkembangan kampung menjadi semi perkotaan yang padat. Kemungkinan buruk yang akan terjadi adalah mereka memilih terusir dari kampung halaman yang mereka tinggali sejak lahir. Tentu saja langkah ini ditempuh dengan menjual aset kepada investor untuk dijadikan bangunan bertingkat semacam indekost. Perbedaan model pembangunan di wilayah ini berbeda dengan pembangunan lingkup perkotaan yang subjeknya sebagai kota wisata. Ranah perkotaan lebih senang menawarkan pembangunan mega proyek pada lahan-lahan yang dibeli dari masyarakat dengan harga murah. Disinilah muncul kesenjangan antara golongan menengah atas dengan golongan menengah bawah.

repro internet

37


SUPLEMEN

repro Internet

Dalam ajaran Sosialisme Marx, ia menyebut ini sebagai pertentangan kelas, antara borjuis dan proletar. Kesenjangan Pasca Pembangunan Pembangunan di era roformasi sudah semestinya berjalan berimbang dan tidak melahirkan ketimpanganketimpangan antar kelas yang mengakibatkan adanya kesenjangan di segala bidang. Ini sama dengan yang dikritisi Karl Marx. Dalam hal ini para pengembang ditempatkan sebagai borjuis yang menguasai pembangunan dengan kepemilikan modal. Sementara masyarakat sekitar yang tereduksi akibat massifnya pembangunan sampai timbul problematika di segala sisi kehidupan, mereka yang demikian tergolong sebagai proletarian. Dikutip dari Geotimes, dewasa ini Indonesia memiliki tingkat ketimpangan pembangunan terparah di Asia Tenggara. Sekitar 10 persen orang terkaya di tanah air menguasai 77 persen dari seluruh kekayaan di Indonesia. Ini menandakan bahwa lebih dari 200 juta penduduk Indonesia dari kelas menengah ke bawah hanya menikmati distribusi hasil pembangunan tidak lebih dari 25 persen. Ketimpangan pembangunan seperti ini jika tidak segera ditangani bisa melahirkan efek domino berupa keterbelakangan dan proses marginalisasi masyarakat 'miskin', yang

38

tidak memungkinkan keluar dari apa yang disebut Robert Chambers (1983:149) sebagai pusaran perangkap kemiskinan (poverty trap). Kritik Kapitalisme-Neoliberalisme (Anti Neoliberalisme) Anti Neoliberalisme adalah bentuk kritik yang dimunculkan karena adanya ketidaksetujuan terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil. Kritik terhadap neoliberalisme berawal dari adanya pendapat bahwa neoliberalisme adalah tahapan tertinggi dari perkembangan kapitalisme. Menurut kelompok Anti Neoliberalisme, penyebab utama gerakan itu muncul adalah adanya keterbelakangan, kemiskinan, represi terhadap hak-hak rakyat miskin, dan kerusakan lingkungan. Semua hal di atas sebagai akibat nyata yang ditimbulkan dari dominasi sistem kapitalisme yang kini berwujud menjadi kapitalisme neoliberalis. Kelompok ini berpendapat bahwa kebijakan yang diambil neoliberalisme selalu bermuara pada menguatnya sistem kapitalisme yang dijalankan. Ini menyebabkan kapitalisme semakin tangguh dan kekuasaan para oligarki ďŹ nansial semakin kuat. Kapitalisme selalu bisa mencari celah untuk menyusup dalam segala sendi kehidupan manusia. Gerakan anti neoliberalisme tidaklah cukup untuk

melawan agenda-agenda neoliberal, karena neoliberlisme hanya salah satu fase dari serangkaian fase perkembangan kapitalisme yang muncul pada pertengahan 1960 dan akhir 1970. Neoliberalisme menekan campur tangan pemerintah dan konsentrasi kekuasaan swasta terhadap perekonomian. Kebangkitan inilah yang kemudian membawa rezim Developmentalis yang didominasi borjuis berkuasa. Kekuasaan ini dilanggengkan pemerintah melalui penyediaan sarana prasarana, yang dalam pembangunannya tidak pernah memandang rakyat pinggiran yang semakin dipinggirkan. Prof. Dr. Edi Swasono, pernah menyampaikan bahwa pembangunan Indonesia saat ini adalah pembangunan yang menggusur orang miskin, bukan menggusur kemiskinan. Hal semacam itulah yang harusnya kita cermati dan kaji ulang. Apakah pembangunan yang sejatinya bertujuan mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia telah mampu mencapai tujuannya dengan baik atau justru capaian pembangunan yang ada hanya menyasar masyarakat menengah atas saja.[]

Ranah perkotaan lebih senang menawarkan pembangunan mega proyek pada lahan-lahan yang dibeli dari masyarakat dengan harga murah. Disinilah muncul kesenjangan antara golongan menengah atas dengan golongan menengah bawah. Dalam ajaran Sosialisme Marx, ia menyebut ini sebagai pertentangan kelas, antara borjuis dan proletar.

DIMeNSI 39 November 2017


SUPLEMEN

BERDAMAI DENGAN EKOSEKSUAL

Oleh : Salis A. Mustofa*

“Kerusakan alam semakin parah. Ini disebabkan oleh libido manusia yang sering semena-mena. Ia menjadi kuasa atas lingkungan yang ia tinggali. Hingga nantinya Bumi ditinggalkan dengan pencemaran di setiap sungainya, gundul hutannya, gersang tanahnya, dan cekung gunung-gunungnya.”

K

urun waktu beberapa tahun terakhir, isu lingkungan kembali gencar disuarakan. Para pegiat lingkungan menjadi ambisius, memerangi kerusakan alam yang utamanya diakibatkan oleh polah tingkah manusia. Menurut Djoko Raharjo, seorang pemerhati lingkungan dari Universitas Kristen Duta Wacana, perusakan lingkungan di Indonesia disebabkan oleh penebangan ilegal, pertambangan liar, pembuangan sampah dan limbah pestisida secara semenamena (nationalgeographic.co.id). Gejala kerusakan paling parah terjadi pada wilayah hutan dan perairan. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), dikutip dari regional.kompas.com, bahwa sejak tahun 2010–2015 hutan di Indonesia telah kehilangan sebanyak 684.000 hektar. Dimana 70 persen kerusakan hutan tersebut disebabkan adanya aktivitas tambang. Begitupun dengan wilayah perairan di Indonesia, yang menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2015, sebanyak 68% sungai di 33 provisi di Indonesia telah tercemar (nationalgeographic.co.id). Kasus di atas menunjukkan bahwa tidak ada kesadaran dan tanggungjawab bersama dalam pelestarian alam. Banyak pihak memilih

DIMeNSI 39 November 2017

*Penulis adalah Manajer PSDM di Dimensi IAIN Tulungagung

abai dan menutup diri dari keadaan sekitarnya. Timbal balik yang seharusnya diberikan manusia karena telah mengeruk hasil alam, sama sekali tidak diindahkan. Disini timbul ketidakseimbangan antara manusia dan alam yang berdampak pada seringnya bencana alam –buatan manusia– terjadi. Bumi yang selama ini diibaratkan sebagai ibu seakan sia-sia dalam menjaga kediriannya. Manusia secara rakus telah berhasil mengeruk habis-habisan apa yang ada di permukaan sampai perut bumi. Bumi ditinggalkan dengan pencemaran di setiap sungainya, gundul hutannya, gersang tanahnya, dan cekung gunung-gunungnya. Analogi bumi sebagai ibu justru lebih sering dimaknai dengan pemberian tanpa imbalan ibu kepada anak-anaknya, manusia. Sementara manusia bebas meminta, mengambil, memeras, dan menghabiskan segala yang diberikan oleh ibu, bumi.

Gagasan Awal Ekoseksual Pemaknaan salah kaprah tentang bumi sebagai ibu yang bebas dieksploitasi, tidak bisa dibenarkan. Alam yang seharusnya dapat menjadi naungan bagi manusia, tapi justru diperlakukan semena-mena, mengundang keresahan para pegiat lingkungan. Keresahan tersebut menggugah para profesor dan aktivis lingkungan di Sydney, Australia, menggagas sebuah aliran seksualitas, yang disebut ekoseksual. Dilansir dari Grid.ID, Ekoseksual diartikan sebagai kegiatan bercumbu, masturbasi, orgasme, dan menikahi alam. Alam disini dapat dimaknai dengan batu, tanah, air, angin, salju, pohon, dan lain-lain. Sebagaimana pegiat lingkungan yang lain, para aktivis lingkungan di Sydney memulai aksinya dengan menyuarakan pelestarian lingkungan, dengan tidak membuang sampah di sembarang tempat, tidak mencemari laut dengan membuang bahan kimia atau limbah ke dalamnya, dan berjalan kaki untuk mengurangi pencemaran udara. Adalah Annie M. Sprinkle dan Elizabeth M. Stephen, salah dua akademisi sekaligus pelopor ekoseksualitas yang gencar menyuarakan aksi pelestarian lingkungan. Pada tahun 2000 mereka turut membuat gebrakan dengan mengubah cara pandang bumi sebagai ibu, menjadi bumi sebagai kekasih.

39


SUPLEMEN Hal itu sebagaimana yang dikutip dalam sexecology.com; “People often think of the Earth as 'Mother Earth.' But today the Earth is so battered, abused, exploited; polluted, blown up and ripped apart, that she can't handle the burden of being a 'mother' any more. It would be better to think of the Earth as a 'lover' because we take care of our lovers instead of expecting them to take care of us.� Alasan tersebut dapat diterima, bahwa bumi tidak dapat lagi dikatakan sebagai ibu. Ia tidak mampu melindungi karena keadaannya sudah kacau, tidak dapat menahan beban. Akan lebih baik, jika analogi tersebut diubah menjadi bumi sebagai kekasih, agar manusia dan alam dapat berjalan berdampingan, saling menjaga satu sama lain, layaknya sepasang kekasih. Ekoseksual menerapkan pemahaman saling menerima dan memberi. Alam sudah memberi apa yang manusia minta, sebagai bentuk kasih sayang terhadap manusia. Manusia berpijak menggunakan tanah, membutuhkan makan berupa sayur dan buah-buahan sebagai asupan gizi. Mereka juga membutuhkan udara segar. Manusia telah menerima semua hal dari alam, maka sudah sepatutnya manusia memberikan timbal balik yang pantas kepada alam. Bagi Annie M. Sprinkle dan Elizabeth M. Stephen, salah satu cara yang paling tepat untuk berterimakasih kepada alam adalah dengan menikahinya. Mereka menjadikan alam sebagai orang yang paling disayangi dan dicintai. Ini adalah wujud timbal balik mereka, yakni memberikan kesenangan, perhatian, dan kehormatan pada alam. Selang waktu tujuh tahun, kedua perempuan itu telah beberapa kali melakukan pernikahan dengan alam. Pernikahan keempat mereka, yakni tanggal 17 Mei 2008, mereka melaksanakan pernikahan dengan alam di Santa Cruz, California. Tidak hanya menikahi bumi, Annie dan Elizabeth juga

40

menikah dengan gunung, laut, bahkan dengan sinar matahari. Disini, dua akademisi tersebut mengajak publik menjalani cara baru, untuk merawat, memelihara, menyayangi dan memperhatikan alam. Sehingga terjadi keidealan dan keharmonisan untuk hidup saling berdampingan. Berdamai dengan Para Pecinta Banyak cara yang dilakukan para ekoseksual dalam mencumbu alam, antara lain membelai batu, memeluk pohon, menjilati bunga, dan menciumi tanah. Ritual pernikahan yang Annie dan Elizabeth lakukan bahkan membuat para undangan tercengang. Mereka telanjang dan melumuri tubuhnya dengan tanah, kemudian bergulingguling di gundukan tanah yang telah disiapkan (Tirto.id) J i k a diperhatikan, tindakan para ekoseksual memang ekstrim. Beberapa kalangan menganggap mereka berlebihan dalam melakukan usaha pelestarian. Hal yang mereka berdua lakukan menimbulkan banyak kontroversi. Kedua perempuan tersebut bahkan pernah diancam untuk dibunuh, dilaporkan polisi dan di bom ketika melakukan prosesi pernikahan. Akan tetapi mereka tidak pernah gentar menyuarakan gerakannya (ecumenicajournal.org). Berbagai konsekuensi harus diterima para ekoseksual, ketika menjadikan gerakan ini sebagai sebuah paradigma baru. Jika kita tidak bisa

membenarkan aliran seksual yang mereka anut, setidaknya kita bisa mengambil semangat para ekoseksual dalam mencintai alam. Yakni dengan terus menyuarakan pelestarian terhadapnya. Dengan begitu, sedikit demi sedikit kita akan dapat memutus rantai kerusakan yang ada. []

repro internet

DIMeNSI 39 November 2017


KIPRAH

ADIDAYA REYOG KENDANG TULUNGAGUNG “ Siswoyo tertangkap oleh Ekonomi Kreatif tidak hanya sekedar pegiat seni pertunjukan. Siswoyo memiliki tangan yang mahir dalam sebagai pengrajin alat seni.” (Yuni) dok.dim

C

uaca pagi masih segar nan cerah, belum tercemar debu dan panas terik matahari. Sabtu pagi tepatnya, Dimensi bertamu kembali ke rumah Siswoyo. Setelah kemarin belum berhasil memenuhi hajat bersua dengan narasumber tersebut. Pada kunjungan pertama itu Dimensi hanya bertemu dengan istrinya. Namun pada perjumpaan pertama itu Dimensi sudah berhasil mengantongi kartu nama bertuliskan “Siswoyo Reyog”. Pada perjumpaan kedua ini, istri Siswoyo tampak sedang sibuk menjemur pakaian yang masih kuyup dicuci. Melihat kedatangan kami, istri Siswoyo segera memanggil suaminya memberi isyarat jika ada tamu. Setelah beberapa kali dipanggil akhirnya Siswoyo muncul dari kebun sebelah timur rumah, agaknya baru selesai merumput. Sambil membersihkan kedua belah tangan, Siswoyo masuk ke rumah melewati pintu sebelah timur dan mempersilakan Dimensi masuk melewati pintu rumah sebelah barat. Biografi Sang Tokoh Siswoyo lahir pada tahun 1958, tepatnya di Desa Gendingan, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung. Siswoyo tumbuh dan besar sebagai pegiat kesenian Reyog Kendang

DIMeNSI 39 November 2017

Tulungagung. Rumah yang sekarang menjadi kediamannya merupakan warisan dari orangtuanya. Siswoyo juga merupakan pewaris sekaligus penerus cerita-cerita Reyog langsung dari orangtuanya. Konon orangtua Siswoyo sudah menitipkan sekaligus memasrahkan sejarah serta cerita (Reyog) yang ada kepada Siswoyo. Namun sayangnya ketika ditanya kapan mulai berdiri dan adanya Reyog, Siswoyo maupun orangtuanya tidak lagi tahu. Siswoyo hanya mengemukakan jika Reyog sudah lahir, tumbuh dan dikenal sejak zaman nenek moyang. Siswoyo adalah pegiat seni Reyog Kendang yang mengawali karirnya sekitar tahun 1978. Siswoyo menuturkan jika pada tahun 1978 dirinya sudah belajar Reyog namun belum sepenuh hati mempelajarinya. Memasuki tahun 1980, tidak lama setelah Ayahnya wafat barulah Siswoyo mendalami seni Reyog tersebut. Kemudian pada tahun 1984 Siswoyo mulai membuat dan juga melayani pesanan peralatan seni Reyog. Namun pada tahun itu pesanan yang didapat Siswoyo belum pesat seperti sekarang ini. Adapun kerajinan peralatan kesenian yang dilayani Siswoyo meliputi, kostum Reyog Kendang dan Jaranan, peralatan Reyog Kendang, aksesoris, dan juga cendera mata.

Saat ini Siswoyo telah menjalin bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar). Bahkan kerja sama Siswoyo dengan Disbudpar semakin erat terutama dengan Yuni selaku Kepala Bidang Ekonomi kreatif di Disbudpar Kabupaten Tulungagung. Salah satu contoh kerjasama yang mereka lakukan saat ini sudah membuahkan hasil yaitu berupa perkembangan segi seni Reyog. Selain itu keterampilan Siswoyo sebagai pengrajin peralatan kesenian turut menambah harmonis kerjasama itu. Kerjasama Siswoyo dengan Bidang Ekonomi Kreatif itu telah memperluas jaringan bisnisnya dari pengrajin peralatan seni menjadi pengrajin cendera mata dan lain-lain. Bahkan saat ini konsumennya tidak hanya dari Tulungagung dan Jawa Timuran saja kota besar seperti Jakarta juga sudah mulai tertarik. Reyog Kendang dalam Putaran Waktu Siswoyo kemudian mendirikan sanggar kesenian yang diberi nama Dhodog Sadjiwo Djati. Adapun makna dibalik nama tersebut ialah: Dhodog berarti Reyog, sadjiwo berarti jiwaku, sejati berarti sejati. Sehingga jika digabungkan akan bermakna jiwaku sejatinya untuk Reyog itu sendiri.

41


KIPRAH Kiprah Siswoyo dalam dunia seni Reyog memang sudah cukup lama dan konsisten. Siswoyo tercatat sebagai seniman senior yang tetap eksis dengan kesenian Reyog Kendang pada sebuah laman BranG WetaN (Pusat Informasi Kesenian Jawa Timur). Pada laman itu potret Siswoyo bisa ditemukan melalui judul Direktori Aktivis Kesenian Tulungagung. Siswoyo menuturkan bahwa ada kesalahan yang fatal terkait pemahaman masyarakat umum terhadap sebutan Reyog. Sebenarnya Reyog adalah arakarakan yang bermula dari Ponorogo, disambung ke Trenggalek, selanjutnya melewati Tulungagung dan terakhir menuju Kediri sebagai tujuannya. Di dalam iring-iringan tersebut, ada musik yang suaranya paling mantap saat ditabuh dan itulah yang dinamakan Reyog. Namun, di antara iring-iringin disertai tabuhan yang mantap tersebut, konon orang-orang terdahulu terpesona dengan gerakan seperti halnya Dadak Merak. Dari kejadian inilah kemudian orang-orang menyebut gerakan yang mempesona dari Dadak Merak tersebut sebagai Reyog. Padahal Reyog sendiri pada dasarnya adalah iringan musiknya, bukan gerakan Dadak Merak itu. Hal inilah yang ditegaskan Siswoyo bahwa telah terjadi pergeseran pemahaman yang salah kaprah terhadap sebutan Reyog. Selanjutnya Siswoyo menjelaskan bahwa dalam tarian Reyog Kendang terdapat iringan musik “Rerere Sawu Nggletak” yang berarti istirahat. Sebenarnya judul asli lagu terebut adalah “Gondo Riyo”. Adapun asal-muasal kata ”Reyog” juga diambil dari filosofi lagu tersebut. Sebagaimana sejarahnya dahulu ada arak-arakan prajurit yang menempuh perjalan jauh dari Ponorogo menuju Kediri yang mana kemudian menyebabkan kaki mereka “riyeg”. Dari kata “Riyeg” ini akhirnya menjadi kata “Reyog” yang sampai sekarang dikenal masyarakat luas. Adapun seiring berjalannya waktu terdapat pergeseran penggunaan diksi antara “Reog” dan “Reyog”. Jika dulu diksi yang dipakai adalah Reyog,

42

dok.dim

sekarang cenderung menggunakan reog. Padahal dalam diksi Reog di Ponorogo, itu merupakan diksi singkatan gabungan dari “Reyog dan Ponorogo”. Namun sampai sekarang masyarakat lebih memahami kalau reog memang sebutan yang sebenarnya. Cerita selanjutnya yaitu, konon setelah peristiwa arak-arakan prajurit pengiring temanten dari Ponorogo menuju Kediri tersebut usai, jalanan menjadi sepi dan sunyi. Setelah itu (ayah Siswoyo) Mbah buyut membuat tontonan semacam Reyog tersebut. Siswoyo mengemukakan jika sampai saat ini Reyog cocok dipentaskan untuk acara pembukaan, menyambut tamu, hari jadi, memandikan pusaka, penurunan bendera, dan pengiring temanten (nikahan). Namun, untuk mempertahankan keunikannya maka Reyog kendang akan lebih baik jika hanya dipentaskan satu kali. Reyog dari Panggung ke Panggung Siswoyo menuturkan jika selama ini Reyog Kendang Tulungagung sudah pernah dipentaskan di beberapa kota besar seperti Malang, Surabaya dan Jakarta. Dari beberapa kota tersebut

pentas paling jauh yang pernah dilakukan adalah di Istana Negara, Jakarta. “Setiap ganti presiden, alhamdulillah Reyog mesti dikon tampilne. Ket mulai Bu Mega, Pak SBY, sing ndak mek loro, Pak Gus Dur karo Habibi, Pak Jokowi tampil (Setiap pergantian presiden Alhamdulillah Reyog selalu disuruh tampil. Sejak Bu Mega, Pak Susilo, yang tidak cuma dua presiden yaitu Gus Dur dan Pak Habibi. Kalau Pak Jokowi tampil: Red)” terang Siswoyo. Reyog kendang mengalami perkembangan pesat dari tahun ke tahun. Perkembangan ini dimulai pada pada tahun 1997. Saat itu telah disusun pedoman bagi setiap pendidik seni Reyog mulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas. Sejak saat itu setiap sekolah, khususnya di Jawa Timur dari SD sampai SMA diharuskan mempunyai paguyuban Reyog Kendang sendiri. Lebih lanjut perkembangan itu turut dibantu oleh Yuni beserta kawankawannya, yang dulu merupakan mahasiswa ISI Jogjakarta. Yuni dan kawan-kawannya memberikan kontribusinya dalam pengembangan seni Reyog dari gerakan tari, pengiring dan tata busana.

DIMeNSI 39 November 2017


KIPRAH sedang melakukan pementasan sebaiknya jiwa harus menyatu benar dengan lakonnya dalam pentas itu. “Jane seni kudu dikembangne. Kudu digenggem sing tenanan ... Wong seni ki dideleh neng ndi ae pantes ... Lek Reyog, lek awakmu waktu tampil, koyokkoyok jiwamu, pengresapan, gerakanmu sak tibo polahmu dadikno siji, roso, p e n g r e s a p a n . Yo p e s a n k u k u i sembarang kui asline. Reyog kudu ngReyogi (Sebenarnya seni itu harus dikembangkan. Harus digenggam dengan sungguh-sungguh...Seni itu ditempatkan dimanapun pantas...Kalau Reyog, jika waktunya tampil, (buatlah) seakan-akan jiwamu, pengresapan, gegrakanmu, semua tingkahmu jadikan satu, rasa pengresapan. Pesan saya itu aslinya. Reyog harus ngReyogi: Red).” pesan Siswoyo.[Surti,Jijah]

Pun demikian dengan pementasan Seni Reyog kendang juga terus mengalami perkembangan. Pada tahun 2002 Reyog Kendang Tulungagung dikirim untuk pentas di Hotel Indonesia. Kemudian menyusul tahun 2003 tampil untuk penurunan bendera di Istana Negara Jakarta. Tahun 2005 Reyog Kendang Tulungagung pentas lagi di Jakarta untuk mengiringi upacara adat manten kucing. Upacara adat manten kucing itu diadakan di Sasono Langu Budoyo, yang dihadiri duta-duta besar Indonesia. Selanjutnya pada tahun 2008 Reyog Kendang Tulungagung mewakili Jawa timur dalam pesona arak-arakan budaya di Istana Negara yang kemudian mendapat juara harapan satu. M e l i h a t p e s a t n y a perkembangan Reyog Kendang Tulungagung para pemerhati seni mulai tergugah hatinya untuk membuat acara yang menarik. Mereka kemudian membuat strategi yang tujuannya adalah untuk memecahkan Rekor Muri. Pentas Reyog Kendang Tulungagung yang berhasil memecahkan Rekor Muri ini terjadi pada November 2015 silam. Dalam acara memecahkan Rekor Muri

DIMeNSI 39 November 2017

tersebut, Yuni menegaskan sebanyak 2500 penari Reyog Kendang Tulungagung unjuk aksi. Siswoyo menuturkan bahwa ide Rekor Muri ini berasal dari pemikiran tiga orang yaitu, Siswoyo, Yun, dan Bimo. “Idene muri iku yo mek wong telu, aku, Bu Yun, Mas Bimo. Akhire trimo mbentuk tim sepuluh orang. Diklumpukne dene nglumpuk, gerakane tak wehi sing simpel, sing penak, mudah ditangkap, gerakan pakem. Nah, akhire bocah sepuluh kui iso disebar, sebulan jadi. (Ide muri hanya dari tiga orang, saya, Bu Yun, Mas Bimo. Akhirnya membentuk tim sepuluh orang. Dikumpulkan diberikan gerakan yang simpel, mudah ditangkap, dan merupakan gerakan pakem. Nah, akhirnya sepuluh orang tadi bisa disebar, sebulan jadi: Red).” Jelas Siswoyo. Selesai menjelaskan dengan gamblang terkait seni Reyog Kendang Tulungagung, Siswoyo memberikan pesan kepada para pegiat seni. Dalam pesannya Siswoyo menjelaskan bahwa esensi dari sebuah seni memang harus selalu dikembangkan. Selain itu jika

Jane seni kudu dikembangne. Kudu digenggem sing tenanan...Wong seni ki dideleh neng ndi ae pantes...Lek Reyog, lek awakmu waktu tampil, koyok-koyok jiwamu, pengresapan, gerakanmu sak tibo polahmu dadikno siji, roso, pengresapan. “ pesan Siswoyo

dok.dim

43


SUSASTRA

Tentang Alam Hijau dan Kebusukan di dalamnya Oleh : Romafi WK*

H

ijau membentang luas dari alam raya Indonesia. Aku rebahkan diri yang lelah di gubuk tengah sawah. Memandangi para petani yang giat bekerja. Angin berduyun-duyun menyentuh kulit, hal ini membuatku ingin terlelap dan memimpikan hijau dimanamana. Aku hidup dari hijau ini. Merayakan kemenangan sebagai manusia lewat bentang padi. Mastur, orang-orang memanggilku. Mereka selalu hormat dan patuh. Tubuhku tinggi, besar, agak gemuk juga hitam. Rambut selalu kutata klimis biar memesona orang. Area persawahan padinya mulai merunduk. Mereka takut padaku. Tunduknya alam dan manusia yang mengolahnya harus dinikmati. Kuambil rokok mahal dengan pemantik yang mahal pula dari tas kecil. Kemudian kuletakkan tas itu di sebelah topi koboi lebar. “Pak, padi butuh air.” “Nanti saya urus. Kembali kerja!” Romir, petani yang mendatangiku barusan. Ia sudah pergi dengan merunduk seperti saat datang. Kemudian mematikan keberanian, sedang petani yang lain sudah was-was akan keselamatannya. Memandang dari jauh sana, dan aku tidak suka. “Woi!,” teriakku dari sini. “Kembali kerja!” Mereka bodoh, Romir bodoh. Petani yang hanya memikirkan soal air. Padahal modal lebih berkuasa dari

44

tenaga mereka. Kulihati mereka sudah mulai mencangkul lagi, beberapa perempuan –yang mungkin istrinya– juga merunduk dan membersihkan ilalang yang panjang-panjang. Hijau ini indah sekali, apalagi banyak petani yang mengabdi. Semua yang di sini adalah milikku. Nyawa dan tenaga, air dan modal, pola pikir dan pengetahuan. Mereka tak kuberi apa-apa. Hanya janji bahwa besok masih bisa makan nasi. ** “Saya mau

mem beli tanah. Untuk menghidupi para warga.” “Baik, saya sangat mengapresiasi kepedulian Bapak Mastur.” Lurah itu berteriak di kantor memanggil sekretarisnya. Menyuruhnya dengan nada yang sama sekali berbeda saat berbicara denganku. “Buatkan surat pengantar perijinan!”

Aku sudah tidak peduli dengan kalimat selanjutnya, yang jelas sekretaris tanpa nama itu merunduk. Seakan menyadari dirinya lebih rendah dari lurah ini. Lurah yang lebih rendah terhadap kata-kataku yang sakti. Ia kemudian berbicara tentang jasa dan buruh. Berharap dengan memelas agar menghidupi mereka. Benar, mereka bakal tetap hidup di bawahku. Setidaktidaknya ada segelas beras di dapur mereka untuk m a k a n sekeluarga . Beras dari tanah d a n dok.dim sawahny a sendiri, aku beli, semua kubeli. Kemudian memberikan untuk upah kerja dari tenaga yang hilang seharian. Kukira tak akan ada kendala. Romir petani yang baru kukenal karena nakal. Ia bertanya di depan lurah, untuk segera membikin pelatihan pertanian yang sudah dijanjikan.

DIMeNSI 39 November 2017


SUSASTRA “Pelatihan penting, pak,” katanya membela, “warga butuh edukasi agar mampu mengolah tanah sendiri.” “Tapi edukasi saja tidak cukup, mereka butuh modal.”Petani itu terdiam. Melanjutkan kesibukan dengan isi kepalanya. Ia tetap berdiri, lurah tidak mempersilakan duduk. Matanya beralih padaku, seakan mengajak untuk menyelamatkannya. Aku bakal membantunya, tidak hanya dirinya, tapi semua warga di desa yang jauh dari peradaban ini. “Benar begitu kan, pak? Petani-petani perlu edukasi.” Kalimatnya terarah padaku. “Benar, bung. Tapi kata pak lurah juga tidak salah. Aku akan membantu kalian.” Tatapannya waspada. Ia petani nakal yang pertama kutemui. “Membantu bagaimana?” “Akan kuberikan modal.” “Benar?” “Tentu benar.” Sudah puas ia meminta diri, pertama padaku, kemudian pada lurah itu. Pengalihan lahan dengan cepat dan mudah. Semua pihak setuju. Iming-iming kebahagiaan dan kemakmuran menjadi hal nomor dua, yang pertama adalah uang. Aparat desa dan warga sangat bahagia jika sudah melihat beras di depan jidat mereka. Kemudian beras yang hanya segelas atau beberapa itu bakal memenuhi kendi kecil di dapur. Sawah yang subur karena Indonesia memang kaya. Indah di sana dan di sini. Kemakmuran sudah kuberikan. Penyelamat untuk desa yang kacau karena kurang pendidikan. Pemerintahnya mungkin tidak tahu ada tanah yang subur di peta kota. Terselip kecil mungil dan sialnya terlebih dahulu aku yang datangi. Pada hari itu juga mereka menyetorkan tanah untuk di tukar dengan beras. Tanah yang luasnya bisa dibuat bandara secara mendadak itu

DIMeNSI 39 November 2017

kubajak dengan alat-alat. Sebagian petani yang memerlukan makanan aku biarkan membantu dengan mencangkuli untuk pematang. ** Sekarang benih sudah ditebar. Cepat tumbuh. Air dari kali yang biasanya untuk mandi dan mencuci sebagian teralihkan ke tanah-tanahku. Beberapa ikan ikut terbawa, terlihat indah saat berenang menghindari padi yang mulai muncul. Aku suka di sini. Dianggap dewa penolong seperti memberi sebotol air di padang pasir dari danau mereka sendiri. Aku dianggap memberi mereka kehidupan panjang. Aku, antiseptik bagi mereka yang tidak sadar atas luka sayat buatanku. Lalu mereka sadar. Tapi sudah sangat terlambat. Tanah murah itu sudah menjadi milikku dan bayaran mereka sudah habis entah untuk apa. Mungkin untuk membelikan baju anak-anaknya, atau untuk memperbaiki gubuk yang mereka anggap rumah. Lebih baik demikian, pelatihan dan edukasi sangat berbahaya jika diketahui. Mereka hanya perlu menurut dan tunduk. Biarkan tanah dikelola oleh orang yang tepat, orang yang menjadikan mereka tetap hidup dan berguna. ** Angin membuatku benar-benar tenang. Pandanganku ke arah sawah, perutku yang buncit karena kemakmuran m a k i n menghalan gi. Seperti gunung kenikmata n yang ditampung dan dibalut dalam kulit. Hari-hari berlalu dan bulan sudah beberapa kali berganti. Waktu panen membutuhkan

banyak tenaga. Agar cepat terselesaikan dan menjadi uang, warga desa yang beberapa pleton kukerahkan semua. Hasilnya kuangkut ke kota. Beras di kota sangat mahal. Laba bisa berkali-kali lipat dari modal produksi. Aku berikan beberapa lembar uang seratus ribuan kepada tiap warga. Karena aku memang dermawan, kubiarkan pula mereka mengambil beberapa gelas beras. Biar tidak cepatcepat sadar. Mereka senang. Girang. Bekerja keras dari tanah dan tenaganya sendiri. Kemudian senang karena bisa menukar itu semua menjadi hanya beberapa lembar yang membius. Sedangkan aku? Orang yang didewakan dan dipatuhi mendapat beberapa tumpuk. Sebagian kuberikan pada lurah yang sudah sangat antusias mewujudkan tujuanku. Hidupku sangat sejahtera dan mereka harus tetap menganggapku dewa penolong. Jangan sampai mereka sadar. Jangan biarkan petani-petani mendapat pelatihan dan edukasi. Bisa membahayakan untuk orang-orang sepertiku. Mereka adalah pekerja paling patuh dengan tenaga kuda yang tak bakal habis sepanjang hari. [] *Penulis adalah pelamun yang bekerja di Boerderij Buitenzorg

repro internet

45


PUISI

Pengabdian

Untuk Indonesia Oleh : Nur Fitriani

Ilustrasi : Jordan Eza

46

DIMeNSI 39 November 2017


“

PUISI

Tanah yang kupijak akan selalu kutinggalkan jejak Menelusuri bumi manusia yang kaya akan nilai dan budaya Bercengkerama lembut dengan keragaman suku peninggalan nenek moyang Menyapa si hitam dan keriting dalam temaramnya perbatasan Merekahkan senyum semangat kepada anak-anak negeri Membelai kasih, mensyukuri anugerah Tuhan pada Ibu Pertiwi Indonesiaku... Aku ingin menutup lukamu, menggantinya dengan semangat cinta tanah air Menanamkan peduli kasih pada negeri yang kaya akan sumber daya alam Membawa kepedulian, mengubur rapat-rapat kepalsuan Kepalsuan dalam tindakan maupun pada kata Menanamkan perdamaian kepada penerus bangsa Negeriku... Kaki ini akan terus menapaki jalan kebebasan Kebebasan perempuan desa dalam cengkraman budaya Berselancar dalam dunia keabadian ilmu Bergolak dengan hati dan dunianya Kecaman dan cemooh penjuru budaya terlontar penuh kuasa Menggolakkan hati sang penguat hati Merobohkan iman yang tertanam kuat pada sanubari Menanamkan ideologi pasrah pada adat kuat Kaki ini akan melangkah sejauh mata memandang Sejauh dunia tanpa batas Sejauh angan yang tidak berujung untuk kembali pada pangkuan adat Melangkah pada hamparan tanah ibu pertiwi yang haus akan cipta penerus bangsa Mengkokohkan ilmu diatas segalanya Negeriku... Meski berpeluh, semangat tiada henti demi pengabdian Kurus mengabdi pada ibu pertiwi Segudang pengabdian untuk anak-anak revolusi Bangkitlah Indonesiaku, bangkitlah bangsaku Indonesia membutuhkan kita sebagai penggerak kemajuan Indonesia membutuhkan kita... Aku, Kau, Kami. Satu darah perjuangan, darah Indonesia Bergeraklah, bersatulah, berusahalah Indonesia untuk kita semua DIMeNSI 39 November 2017

47


PUISI

Perempuan dan Sunyi, Lagi Oleh : Vima Naila

Secangkir coklat panas dalam cangkir diteguk olehnya. Sisa-sisa amarah masih membenam di dadanya. Pun dengan bekas pilu dari mata yang kecoklatan. Tangis singkat, sekejap, mampu mengalihkan segala dendam dalam dada yang menyala, seperti kobar api di kota tua kala itu. Ia berteriak, tapi tidak ada yang mendengarkan. Ia memberontak, namun tak ada yang mempedulikan. Apakah lantaran ini sepi menghampiri? Dia terdiam. Memikirkan apa yang akan terjadi apabila dia benar-benar membalikkan keadaan, yang dirasa damai oleh sebagian orang. Tapi tidak baginya. Dunia yang dulu ia rasakan adalah kenyaman, justru belenggu setan yang memaksa ia tunduk, pada kehidupan yang patriarkhal. Ia meneguk kopi panas sekali lagi. Hinga habis. Kecuali setetes coklat yang mengendap di dasar cangkir. Ia telah habis akal. Mulai jengah dengan rutinitas yang membosankan. Dibuangnya cangkir dengan sisa coklat yang mengendap, dari balik pagar pembatas balkon kamarnya. Prang!!! Ia tersenyum melihat kemusnahan cangkir malang itu. Yang beberapa menit lalu masih sempat bercumbu dengan bibir merah jambu. Ia sudah gila. Memikirkan dunia yang tak lagi seindah cahaya senja. Ia ingin mendobrak kemapanan, merobohkan kenyamanan, yang ternyata semakin mengopresi kebebasannya berekspresi. Disulutnya sebatang rokok pemberian teman kemarin sore. Ini merupakan hal yang menenangkan. Duduk di balkon menghadap jalan raya, di bawah pekat langit malam, menghirup sebatang kretek setelah meneguk habis coklat panas dari cangkir malang yang baru saja ia musnahkan. Ah, melegakan. Bersila di atas kursi besi tua bercat merah, dengan rambut tergerai, menggepit kretek ditemani lirih irama musik klasik. Ia bebas melakukan apapun yang ia inginkan setiap hari, namun tidak setiap saat. Kebebasannya terbatas di bawah malam, hingga tanda kehidupan mulai menampakkan cahaya. Dengan keadaan sedemikian rupa, apakah masih pantas menyebut dirinya telah bebas‌.? 48

DIMeNSI 39 November 2017


Contac Person : 0812-9906-9280 (Bu Nujum)

MEDIA PEMIKIRAN ALTERNATIF

DIMeNSI

Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Dimensi bergerak dibidang Jurnalistik. Dengan Pena kami mengukir sejarah keabadian.

MARI KUNJUNGI DIMENSIPERS.COM Dimensi hadir memberikan wacana baru bagi mahasiswa, dan berperan aktif dalam membangun dan mengembangkan paradigma pemikiran alternatif.

copyright c 2017 LPM Dimensi IAIN Tulungagung

dimensipers

dimensipers.com

LPM Dimensi IAINTA



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.