MAJALAH EDISI 43 LPM DIMENSI IAIN TULUNGAGUNG (Dinamika Hidup Pekerja Menuju Intensi Semu)

Page 1

E DI S I XL I I I NOVE MBE R2019

Ke hadi r anpe ke r j ame ne mpat ipos i s ipe nt i ngdal ampe mbangunan. Pe ke r j ay angs e nant i as adi pe r ahpe me r i nt aht anpaadat i mbalbal i k akanme nc i pt akanbe r bagaipr obl e mat i kadibany aks i s i .Hali nit i dak t e r ke c ual ime mupus ny ai nt e ns ike makmur anbagipe ke r j a.



SALAM PERSMA! Diterbitkan Oleh: Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) DIMeNSI IAIN Tulungagung Pelindung Rektor IAIN Tulungagung (Prof. Dr. H. Maftukhin, M.Ag) Penasehat Wakil Rektor III (Dr. Abad Badruzzaman, Lc., M.Ag) Pimpinan Umum Zumrotul Afifah Sekretaris Umum M. Fatkhur Rochman Bendahara Umum Isnatul Kholifah Pemimpin Redaksi Asri Setiyorini Divisi Pelaksana Online Nifa Kurnia F., Rifqi Ihza F., Irsyad Umam, Mar’atus S., Saiful Arifin Divisi Litbank Helin Kusuma W., Hendrick Nur C., Hamim Musthofa Divisi Pengembangan SDM M. Shobirin, Malik I., Mia Chrisna, Syafiatus Z., Lutfiana Z. Divisi Jaringan Kerja (JAKER) Aprilia Trianningsih, Bahrul A., Syamsul M. Divisi Perusahaan M. Syafi’udin, Sholaudin, Nur Azizah, Silfi R., Nurin Aini, Risma K. Nisa. Desain Grafis dan Layouter Rifqi Ihza F., Irsyad Umam Fotografer Saiful Arifin, Maratus Sholikhah, M. Syafiudin Reporter Anton, Sintia, Dita, Aini, Ela, Kharisma, Halim, Khozin, Arum, Sa’diyah, Umi, Ulum, Firda, Indah, Titan, Asna, Ria, Yunita, Natasya, Tasya, Aris, Yusuf, Bayu, Elisa, Irfanda, Nisfa, Hilda, Nita, Fita, Radar Alamat Redaksi Jl. Mayor Sujadi Timur 46 Tulungagung, kode pos 66221 email/website: lpmdimensita@gmail.com/dimensipers.com

P

uji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya majalah DIMeNSI edisi XLIII berjudul “Dinamika Hidup Pekerja Menuju Intensi Semu.” Perdebatan panjang pun hadir untuk melahirkan tema besar yang berasal dari kegelisahan. Akhirnya kegelisahan ini dicurahkan dalam sidang tema setiap semester. Lahirnya anak kritis yang dinantikan kehadirannya, sudah seharusnya disambut puji syukur. Lahirnya sosok ini memang membutuhkan banyak pengorbanan, mata lelah yang dipaksa terbuka, jatah tidur yang harus dikuras habis, dan kehadiran pusing mendadak. Tentunya, masih banyak hal lain yang dikorbankan demi kehadiran anak kritis kami. Tema yang diusung dalam majalah ini mengenai ketenagakerjaan. Tenaga kerja Indonesia, baik domestik maupun migran banyak memiliki substansi yang mestinya patut diapresiasi. Salah satunya adalah tenaga kerja yang berada di luar negeri, baik laki-laki maupun perempuan. Tak luput dari itu, tenaga kerja memiliki banyak hal yang menguntungkan negara, yaitu devisa negara. Tenaga kerja banyak berperan aktif dalam pembangunan nasional Indonesia. Dilihat dari perusahaan yang ada di dalam negeri harusnya mampu untuk memberikan perlindungan yang maksimal agar pekerja memiliki keselamatan dan kesehatan kerja. Selama ini, pengaruh pekerja migran berdampak positif terhadap devisa negara. Namun, siapa sangka juga memiliki dampak negatif, terutama di daerah yang rendah akan pendidikan. Secara umum, pekerja migran atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) berangkat ke luar negeri untuk memberi perubahan pada dirinya maupun keluarganya. Namun, nyatanya masih banyak problem yang terjadi terutama kepada orang terdekatnya. Salah satu hal yang paling mencolok adalah mengenai problem sosial yang terjadi antar keluarga maupun lingkungan sekitar. Kami berupaya menuntaskan berbagai problematik yang terjadi dari kehidupan para pekerja domestik maupun pekerja migran. Data yang ditemukan selama di lapangan mampu dikumpulkan dalam satu rangkaian majalah ini. Seluruh ide emas telah dicurahkan pada anak kritis ini, semoga pembaca memahami bahwa perlu banyak perspektif untuk melihat kehidupan para pekerja.


e

DAFTAR ISI

DIMUT

Majalnya Tata Kelola Pekerja Migran di Tulungagung.......................................................... 5 Dangkalnya Kepedulian Perihal Problematik Anak Pekerja Migran............................................ 9 LIPSUS Minimnya Edukasi dan Kesadaran Keselamatan Kerja...................................................................... 13 Kuasi PNS, Praktik Kerja GTT Bernapas Artifisial................................................................ 16 NUSANTARA Korupsi, Warisan yang Tidak Diharapkan....... 19 Isu Rasisme: Wacanakan Soal Referendum..... 21 TERAS

Perpus Besar, Parkir Samar................................ 23 Rekognisi Akreditasi dalam Loka Perguruan Tinggi.................................................................... 26

EDITORIAL Dinamika Hidup Pekerja Menuju Intensi Semu...................................................................... 29 KARIKATUR....................................................... 31 KLIK...................................................................... 32 INFOGRAFIK..................................................... 34

SWARA

Menilik Limitasi Keluarga TKI.......................... 42 Sebut Sebagai Pahlawan Devisa......................... 44 BUDAYA Lesapnya Ritual Methik Pari.............................. 46

RESENSI Menyoal Kritik Modernitas dalam Ambiguitas........................................................... 35 Genderang Perlawanan Kaum Buruh............... 38 Ironi Demokrasi di Tengah Kemelut Konstelasi Politik.................................................................... 40

SUPLEMEN Regulasi Mencederai Demokrasi....................... 49 Bayangan Politik Identitas Menyelimuti Kampus Dakwah................................................................. 51 KIPRAH

Mantan TKI Temui Profit di Tanah Sendiri..... 54 WAWANCARA

Urgensi Melek Jaminan Sosial Ketenagakerjaan....... 57

SUSASTRA Di Balik Geluguk Limbah Tebu......................... 60 PUISI............................................................63

2

DIMeNSI 43 | November 2019


SUARA PEMBACA

e

SUARA PEMBACA Ain Jurusan BKI

Rahayu, Sepertinya kampus lagi gencar-gencarnya untuk alih status nih. Fasilitas banyak yang diperbaiki, bahkan dibangun ulang, seperti halnya masjid dan bangunan sebelah syaifudin zuhri. Hal itu sepertinya untuk mengimbangi mahasiswa IAIN Tulungagung yang setiap tahunnya meningkat. Pemilihan tempat untuk masjid yang dibangun bersebelahan dengan ma’had Al Jami’ah memang strategis. Akan tetapi, pembangunan gedung sebelah syaifudin zuhri saat ini memakan area parkir. Satpam paling sering nih, marah-marah karena ada mahasiswa yang parkir ngawur. Sebenarnya gedung itu untuk apa sih dan berapa lantai? Katanya untuk perpus, apakah satu gedung hanya untuk perpus? Kalau benar seperti itu, padahal ruang kelas untuk mahasiswa juga kurang loh.

DIMëNSI

Hai,,, rahayu… Memang benar saat ini kampus kita sedang dalam masa pembangunan. Seperti pembangunan masjid yang hampir selesai, selain itu juga membangun lagi di sebelah utara gedung arif mustakim. Memang benar gedung yang baru itu rencananya digunakan untuk perpus kedua setelah perpus utama.

Cholis Jurusan AFI semester 5

Hai dims… Kabar semua kru baik-baik saja? Saya mau nanya nih dims. Ngomong-ngomong apa benar kampus kita tercinta akan melaksanakan akreditasi institut? Emangnya akreditasi sebelumnya mendapat apa sih dims? Aku kok kepo ya hehe. Serta emangnya akreditasi kampus dilaksanakan berapa tahun sekali dan dinilai oleh siapa sih dims? Yah saya sebagai mahasiswa kupu-kupu hanya bisa berharap semoga mendapatkan akreditasi yang terbaik.

DIMëNSI

Hai juga… kabar baik untuk semua kru DIMëNSI … Iya benar, saat ini kampus sedang melakukan akreditasi institut. Akreditasi yang diterima kampus pada tahun 2015 adalah B. akreditasi kampus itu dilakukan setiap kurang dari 5 tahun, jadi 6 tahun sebelumnya harus sudah mengajukan. Sedangkan yang menilai akreditasi adalah Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).

DIMeNSI 43 | November 2019

3


e

SUARA PEMBACA

Vicky Jurusan TMT semester 7

Salam buat para kru DIMëNSI… Semoga diberikan kesehatan, saya mau tanya menyoal lahan parkir. Melihat banyaknya mahasiswa IAIN Tulungagung yang setiap tahunnya meningkat, mengapa tidak dibuatkan tempat khusus parkir? Misalkan gedung khusus parkir biar mahasiswa lebih nyaman ketika parkir kendaraan. Terimakasih dims…

DIMëNSI

Hai… Salam baik Memang benar bahwa jumlah mahasiswa IAIN Tulungagung setiap tahun semakin meningkat. Sebagaimana data Ristekdikti. Namun yang menjadi permasalahan utama adalah masalah parkir, mengingat banyak mahasiswa yang membawa kendaraan sedikit. Memang perlu, membangun gedung yang khusus digunakan untuk parkir agar mahasiswa merasa nyaman untuk parkir kendaraan di gedung yang teduh. Kita hanya bisa berharap semoga gedung tersebut segera dibangun untuk menampung seluruh kendaraan.

Ulva Nikmah Jurusan HKI

Dear DIMëNSI, melalui surat pembaca ini ijinkan saya menyampaikan keprihatinan atas fasilitas kampus kita tercinta, yaitu toilet. Sehari-hari saya menjalankan aktivitas akademik di Gedung Syaifudin Zuhri, kadang dari pagi sampai malam. Terkait dengan itu, saya merasa kurang terfasilitasi dalam urusan pertoiletan karena semua toilet yang tersedia di area gedung mengalami kerusakan: shower patah, ada yang lampunya mati, dan yang paling parah pintunya tidak bisa dikunci. Please redaksi yang budiman, sampaikan pada pihak yang berwenang agar memperbaiki apa yang saya keluhkan. Malu banget kalau kebetulan ada tamu dari luar, apalagi tamu tersebut pembicara dalam seminar. Demikian surat saya, terima kasih atas dimuatnya.

DIMëNSI

Terimakasih atas suratnya. Memang benar permasalahan toilet kampus banyak yang perlu dibenahi. Mengingat yang menggunakan tidak hanya mahasiswa saja melainkan banyak orang luar yang menjadi undangan ketika menghadiri acara kampus. Melihat megahnya kampus entah kenapa masalah internal seperti toilet jarang diperhatikan. hal ini memerlukan pengecekan survey rutin atau membutuhkan laporan ketika OB ketika membersihkan juga sekaligus mengecek kurangnya fasilitas, agar pihak kampus dapat melakukan pembenahan secara langsung. Semoga pihak kampus mendengarkan keluhan ini dan segera melakukan pembenahan toilet agar bisa lebih nyaman untuk digunakan.

4

DIMeNSI 43 | November 2019


DIMUT

e

Majalnya Tata Kelola Pekerja Migran di Tulungagung

Pemberangkatan TKI melalui lembaga pemerintah yang sebenarnya memberi kemudahan dan kesejahteraan bagi masyarakat untuk bekerja di luar negeri. Namun pada realitasnya, masyarakat berasumsi bahwa dengan mengikuti program dari pemerintah, terlalu banyak persyaratan administratif dan birokrasi yang rumit.

U

ndang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 27 ayat (2) menyebutkan bahwa, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Pasal ini menunjukkan pengakuan negara serta jaminan bagi setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan mencapai kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. Salah satu masalah ketenagakerjaan di Indonesia adalah banyaknya angkatan kerja tidak sebanding dengan kesempatan kerja yang ada. Akibatnya jumlah pengangguran pun meningkat. Terbatasnya kesempatan kerja, salah satunya menyebabkan sebagian tenaga kerja memilih menjadi pekerja migran (Tenaga Kerja Indonesia; red). Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) selama periode 20142018 jumlah penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) mencapai 1,48 juta. Pekerja migran sebagian besar berasal dari pedesaan yang terkonsentrasi di beberapa daerah. Hal ini dikarenakan kurangnya lapangan pekerjaan di pedesaan sehingga terdapat suatu kecenderungan yang lebih tinggi antara penduduk pedesaan dibanding mereka yang berasal dari perkotaan (Tim Provety Global Practice Bank Dunia). Tetapi pada dasarnya setiap pekerja migran mempunyai faktor pendorong yang melatarbelakangi keputusan mereka untuk bekerja di luar negeri yang berbeda satu sama lain. Di Tulungagung

DIMeNSI 43 | November 2019

sendiri permasalahan ekonomi menjadi pemicu utama keberangkatan pekerja migran. Iming-iming sukses dari pekerja migran lainnya, juga mempengaruhi tenaga kerja lain untuk mangadu nasib di luar negeri. Tercatat bahwa Tulungagung menempati posisi terbesar nomor 14 di Indonesia sebagai pengirim pekerja migran. Dengan daerah yang mendominasi banyaknya buruh migran saat ini berasal dari Kecamatan Bandung, Besuki, dan Kalidawir. Sebagai pahlawan devisa, pekerja migran berperan besar dalam menyumbang pendapatan negara. Bahkan pekerja migran menjadi penghasil devisa terbesar kelima setelah migas, batubara, minyak sawit, dan pariwisata. Data Bank Indonesia menyebutkan penerimaan remitansi (pengiriman uang dari luar negeri) dari pekerja migran Indonesia selama 2018 mencapai USD 10,97 miliar, atau setara dengan Rp 153,58 triliun. Angka itu naik 24,66% dibandingkan dengan periode 2017 yang tercatat USD 8,8 miliar (indonesia.go.id). Dari sekian peningkatan tersebut, remitansi di Tulungagung sendiri mencapai lebih dari Rp 2 triliun per tahun (tulungagung. go.id).

dim/nevi

Namun demikian, di balik jumlah remitansi yang besar, terdapat biaya sambung permit yang cukup besar pula. Misalnya di Malaysia, “Tinggal di Malaysia selama satu tahun itu kalo dulu saja sekitar Rp. 5.000.000 sampai Rp. 7.000.000. Kalau sekarang katanya Rp. 10.000.000 lebih.” jelas Sulistyawati, Ketua Badan Konseling Tenaga Kerja Indonesia

5


e

DIMUT

(BKTKI). Sedangkan pekerjaan mereka belum tentu dua belas bulan penuh, melainkan tergantung pada proyek yang mereka jalankan.W Prosedur Pemberangkatan Pekerja Migran Terdapat tiga fase yang harus dilalui pekerja migran selama proses pemberangkatan, yakni prapenempatan, penempatan, dan fase purnapenempatan yang dikelola oleh Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi (Disnakertrans). Fase prapenempatan yakni berupa Pembekalan Akhir Penempatan (PAP) terkait pengenalan budaya negara tujuan. Dalam hal ini, Disnakertrans juga melibatkan lembaga khusus, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang memberikan pembekalan perihal keagamaan. Juga ada Badan Narkotika Nasional (BNN) yang melakukan sosialisasi bahaya narkoba. Setelah menempuh enam bulan pembekalan, selanjutnya calon pekerja migran diberangkatkan ke negara tujuan. Sunarto, Kepala Seksi Penempatan Tenaga Kerja, menyebutkan, penempatan kerja ditempuh dengan kontrak selama tiga atau dua tahun. Hal tersebut tergantung kesepakatan dari calon pekerja migran dengan agen Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI). Mengenai pemberangkatan pekerja migran lewat agen PJTKI merupakan keharusan, sebab berkaitan dengan pembuatan paspor dan pelatihan kerja. “Misalnya PT (PJTKI) A memiliki tempat yang dituju, katakanlah di Taiwan. Kemudian calon TKI berminat lalu mendaftar. Mereka sepakat, kemudian direkomendasikan kepada Disnaker untuk pembuatan paspor dan ID (identitas). Kemudian nominasi calon TKI berproses di Balai Latihan Kerja (BLK) selama tiga bulan untuk mengikuti kompetensi hingga dinyatakan lulus,” terang Sunarto, Kepala Seksi (Kasi) Penempatan Tenaga Kerja Disnakertrans Tulungagung. Kewajiban melampirkan rekomendasi paspor tersebut didasarkan pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan TKI.

lebih menekankan pada penguasaan kompetensi hingga calon pekerja migran dinyatakan lulus. Sehingga, jika didapati calon pekerja migran yang telah lulus kompetensi, bisa langsung diberangkatkan ke negara tujuan. Pada fase penempatan, terdapat perlakuan yang berbeda antara pekerja migran, formal, dan informal. Pekerja migran formal merupakan pekerja yang bekerja di luar negeri pada perusahaan ataupun pengguna yang memiliki badan hukum. Sedangkan informal atau biasa disebut penata laksana rumah tangga adalah mereka yang bekerja di luar negeri pada sektor pengguna perseorangan, yang mana sektor ini tidak berbadan hukum. Dilansir dari laman indonesia. go.id disebutkan ada beberapa pendekatan yang dilakukan untuk penempatan TKI formal, yakni melalui skema government to government (G to G) yang memang kewenangan pemerintah, seperti antara IndonesiaKorea Selatan dan Indonesia-Jepang. Selain melalui skema G to G, penempatan TKI formal juga dengan pendekatan government to privat (G to P), dalam hal ini PJTKI dikelola oleh pemerintah. Sedangkan untuk pengiriman pekerja migran informal dikelola oleh swasta dengan skema privat to privat (P to P). P to P inilah yang memang harus lewat agen PJTKI. Di fase penempatan ini, Sunarto menyebutkan bahwa pemantauan dan perlindungan pekerja migran dilakukan oleh BNP2TKI, Kedutaan Besar, dan Kementerian Luar Negeri. Berakhirnya kontrak kerja ketika fase purnapenempatan, yakni enam bulan setelah tiba di bandara Indonesia. Pada fase ini Disnakertrans kembali berperan dalam memberikan pembekalan terkait penggunaan uang gajian. “Bahwa uang yang sudah diperoleh jangan digunakan secara konsumtif. Kalau bisa jangan berangkat lagi ke sana (luar negeri, red.). Jangan lupa untuk menabung, jadi pemberdayaan ekonominya itu dipantau,” tutur Sunarto, selain hal tersebut, juga ada pemberdayaan secara langsung

Di Tulungagung sendiri terdapat PJTKI milik pemerintah maupun swasta yang bertempat di Desa Rejotangan dan Desa Karangturi. Adapun kompetensi yang diberikan seperti merawat orang jompo, penataan kebun, dan pelatihan berkenaan dengan pekerjaan rumah tangga. Selain itu, calon pekerja migran mendapatkan kompetensi bahasa sesuai negara tujuan. Namun kurun waktu tiga bulan pembekalan bukanlah patokan. Melainkan

6

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi/dok.dim

DIMeNSI 43 | November 2019


DIMUT

e

oleh Disnakertrans, yakni dengan memberikan keterampilan. Seperti yang telah ada di Desa Wonorejo, yakni pemberdayaan konveksi. Terkait dengan penempatan kerja tersebut, pernah terdapat ketidaksesuaian dengan kontrak awal. Seperti yang dikatakan oleh Kahfi, keluarga pekerja migran, “Seperti Mbakyuku dewe, kasusnya itu nggak cocok dengan kontrak awal. Ia komplain ke agen yang memberangkatkan. Dulu rencananya memang di bidang keperawatan, ternyata di sana (ditempatkan) ke rumah tangga. Namun kemudian, dipindahkan di keperawatan.” Sementara itu, pekerja migran asal Tulungagung kebanyakan memilih Hong Kong dan Taiwan berdasarkan peminatan mereka sendiri. Sebab hal ini berkaitan dengan asumsi para pekerja migran terrhadap negara tersebut. Bahwa di kedua negara tersebut gajinya lebih besar dan lebih terjamin daripada negara lainnya. Terhitung pekerja migran asal Tulungagung sebanyak 1.104 migran ke Hong Kong dan 1.728 pergi ke Taiwan pada tahun 2018. Pekerja Migran Jalur Nonprosedural Pemberangkatan pekerja migran melalui lembaga pemerintah yang sebenarnya memberi kemudahan dan kesejahteraan bagi masyarakat untuk bekerja di luar negeri. Namun pada realitasnya, masyarakat berasumsi bahwa dengan mengikuti program dari pemerintah, terlalu banyak persyaratan administratif dan birokrasi yang rumit. Selain itu, calon pekerja migran juga harus menunggu panggilan permintaan pekerja migran dari negara yang bersangkutan. Sebab tidak mungkin pekerja migran tersebut diberangkatkan tanpa adanya permintaan dari negara-negara tujuan. Majalnya, mereka beranggapan bahwa seberapa pun biayanya tidak menjadi permasalahan. Bagi mereka yang terpenting adalah tidak dipersulit sistem dan tidak menunggu waktu yang lama. Kronologis semacam inilah yang menyebabkan para pekerja migran lebih memilih ikut tekong daripada mengikuti program Disnakertrans walaupun biayanya lebih murah. Seperti yang dikeluhkan oleh Moh. Taufik, anggota Komunitas Rantau Korea Selatan (Konstrat), “Prosesnya sulit. Waktu proses mau berangkat, itukan ikut ujian negara yang nyeleksi langsung negara penyalur ketenagakerjaan, ada BNP2TKI yang kantornya ada di Jakarta. Ujianya pun enggak mesti setiap tahun ada. Ada yang setahun sekali ada yang dua tahun sekali.”

DIMeNSI 43 | November 2019

PLTSA PTKLN Tulungagung/dok.dim

Pemberangkatan pekerja migran yang tidak melalui prosedur ketenagakerjaan atau melalui Disnakertrans selanjutnya disebut pekerja migran nonprosedural. Mengingat pemenuhan persyaratan pekerja migran yang krusial, maka jalur nonprosedural pun dipilih. Pemalsuan data pun dilakukan. Seperti halnya tidak menggunakan visa pekerja migran atau tidak memperbaharui visa pekerja migran. Hal ini membuat pemerintah terus berupaya membuat payung hukum bagi pekerja migran, yakni dengan diterbitkannya Surat Edaran Nomor IMI-0277.GR.02.06 Tahun 2017 tanggal 24 Februari 2017 tentang Pencegahan Tenaga Kerja Indonesia Nonpresedural oleh Direktur Jenderal Imigrasi. Di Tulungagung sendiri, pemerintah mendirikan Layanan Terpadu Satu Atap Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (LTSA PTKLN). Lembaga ini khusus dibentuk untuk memberikan layanan ketenagakerjaan kepada calon pekerja migran secara lebih mudah dan aman. Sehingga diharapkan mencegah adanya pekerja migran nonprosedural di Tulungagung (tulungagung.go.id). Namun demikian, di Tulunggung pun masih terdapat pekerja migran yang menggunakan jalur nonprosedural. Sekretaris Jenderal Migrant Center, Muhsin mengungkapkan, “Dulu pernah membandingkan antara data Disnakertrans dengan Migrant Center. Dan ternyata jumlah data Migran Center mengenai masyarakat Tulungagung yang bekerja (menjadi) TKI lebih banyak.” Dalam hal ini, pekerja migran nonprosedural tentunya tak tercatat di Disnakertrans. Mereka yang melalui cara nonprosedural menggunakan visa kunjungan dan ada yang melalui tekong. Juga terdapat pekerja migran yang tidak mau memperbaharui dokumen permit. Hal ini dikarenakan mahalnya biaya sambung permit.

7


e

DIMUT

Adanya pekerja migran nonprosedural tersebut, dikhawatirkan menjadi pintu gerbang menuju praktik tindak pidana perdagangan orang. Menurut Pasal 1 ayat (1) Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Sementara ini belum ada regulasi yang jelas mengenai pekerja migran nonprosedural dengan berbagai motifnya. Pekerja migran nonprosedural banyak terjadi di wilayah yang dekat dengan Indonesia, yakni di Brunei Darussalam dan Malaysia. “TKI nonprosedural kebanyakan awal mulanya pergi ke Batam kemudian naik kapal ke Malaysia,” pungkas Muhsin. Hal ini juga dibenarkan oleh Sunarto, “Mengenai TKI nonprosedural, di Negara Taiwan atau Hong Kong hampir tidak ada. Kalau di Brunei Darussalam atau

8

Malaysia ada.” Dari kasus itu, pihak Disnakertrans sudah berusaha untuk memberikan sosialisasi mengenai prosedur sesuai jalurnya. Pekerja migran nonprosedural biasanya ditemukan ketika terjadi kasus di negara yang bersangkutan, seperti terjaring sebagai razia. Ketika dipulangkan, Disnakertrans menyambut dan mendatanya, mengingatkan untuk berangkat secara resmi. Saat terjadi razia, pekerja migran nonprosedural menghindari razia dengan bersembunyi di hutan. Sebagaimana yang dituturkan Sulistyawati, “Tidure katanya di alas, (ada juga) yang sembunyi di dalam plafon.” Mengenai kasus pekerja migran nonprosedural, peran preventif Disnakertrans sangat diharapkan sebagai lembaga awal untuk menaungi pekerja migran. Sosialisasi serta edaran-edaran terkait pemberangkatan pekerja migran secara prosedural sudah sering dilakukan. Maka, alangkah baiknya jika Disnakertrans juga bekerjasama dengan kepala desa di tiap-tiap desa. Sebagaimana dikatakan oleh Muhsin, “Dulu pernah ada kumpulan dengan kepala desa dan menghimbau agar kepala desa selalu mendata keluarganya yang menjadi TKI di luar negeri. Kemudian diserahkan ke Disnakertrans, tapi sampai sekarang kok nggak jalan.” [Mjb, Nif, Mi, Sil]

DIMeNSI 43 | November 2019


DIMUT

e

Dangkalnya Kepedulian Perihal Problematik Anak Pekerja Migran “

A

Sebuah akibat bukan berarti disebabkan oleh satu lantaran saja. Ketimpangan yang dialami anak pekerja migran tak bisa pula hanya menjadi tanggung jawab si orang tua.

nak memiliki peran strategis yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Ia merupakan tunas generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa. Agar mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan seluasluasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial. Sebagaimana tertulis di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada Bab 1 Pasal 1, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dalam upaya pemenuhan tumbuh kembangnya, anak seringkali mendapatkan pelbagai kendala psikologis, seperti gangguan konsentrasi, inteligensi tinggi maupun rendah, berbohong serta emosi lainnya seperti perasaan takut, cemas, marah, sedih, dan lain sebagainya. Syaifuddin Juhri, Kepala Bagian Pembinaan SMP Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) menyatakan bahwa seorang anak sering kali melakukan sebuah penyimpangan atau perbuatan yang tidak sewajarnya dilakukan oleh anak tersebut. Mereka yang seharusnya belajar, menyalahgunakan tugasnya untuk bolos, merokok, atau sekadar minum

DIMeNSI 43 | November 2019

kopi di kantin langganan. Salah satu yang menjadi problem masyarakat Tulungagung adalah anak-anak Pekerja Migran (PM) atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI), yang selayaknya mendapat perhatian khusus. Hal ini diakibatkan banyaknya warga di Tulungagung yang memutuskan untuk bekerja di luar negeri karena lilitan ekonomi. Padahal, dalam UndangUndang Pasal 27 ayat (2) yang berbunyi tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, sudah jelas pasal tersebut menjamin akan lapangan kerja bagi seluruh rakyatnya. Realitasnya, tidak tersedia lapangan pekerjaan yang cukup reprointernet serta kurangnya skill yang dimiliki warga, menjadikan bekerja di luar negeri sebagai pilihan alternatif. Dewi salah satu warga Desa Pagersari, Kecamatan Kalidawir merasakan kegelisahan ini sejak tahun 1996. Setahun setelah anak pertamanya lahir menjadi awal suaminya bekerja ke Arab Saudi. Satu alasan suaminya menjadi pekerja migran ialah problem lapangan pekerjaan, �Ya mungkin karena Pagersari itu lapangan pekerjaannya gak ada mungkin Mbak, tani juga enggak telaten mungkin, juga gak punya lahan tani Mbak,� ungkap Dewi. Setelah menikah Dewi dikarunia lima anak. Kendala yang dialami anak-anaknya ialah kecanggungan saat berbicara dengan si ayah sebab jarang bertemu.

9


e

DIMUT

Kebutuhan keluarga Dewi senantiasa tercukupi tatkala suaminya masih menjadi pekerja di Arab Saudi hingga suaminya meninggal di tahun 2015. Sejak saat itu, kehidupan keluarga Dewi berubah. Menggantikan peran suami, ia harus berjualan tempe setiap hari untuk mencukupi kebutuhan kelima anaknya. Tentu saja, banyaknya warga yang menjadi pekerja migran, seperti yang berkeluarga akan berdampak pada kehidupan rumah tangganya. Terutama terhadap anak, karena perhatian yang kurang menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan kasih sayang secara utuh. Apalagi anak sering kali hanya diasuh oleh orang tua tunggal maupun wali. Muhsin selaku Sekretaris Jenderal Migrant Center memaparkan terdapat empat posisi permasalahan ketika seseorang memutuskan untuk menjadi pekerja migran: sebelum berangkat, ketika penempatan, kepulangan, dan keluarga di rumah. Pertama, sebelum berangkat, seseorang yang menjadi pekerja migran selalu atas tuntutan ekonomi. Dari situ, ia akan berusaha melakukan apa saja agar bisa segera berangkat. “Dia tidak akan berpikir jauh-jauh karena urusannya ekonomi. Ijazah enggak masuk (kriteria), palsu! Umur enggak masuk, palsu! Izin suami tidak ada, kadang juga dipalsu. Ini kan sudah bermasalah. Kadang kependudukan pun dipalsu. Ini yang dikategorikan sebelum berangkat pun dia sudah mendapat masalah,� tutur Muhsin. Kedua, ketika penempatan kerja, sebab tuntutan ekonomi dalam benak pekerja migran hanya ingin segera bekerja. Tanpa memafhumi benar pekerjaan apa yang akan diambil, sering kali pekerja migran tak ditempatkan sesuai dengan perjanjian. Tidak menutup kemungkinan, perdagangan manusia terjadi sebab keterbatasan informasi pekerja terhadap tempat kerjanya. Ketiga, kepulangan, sesampai di bandara pekerja migran pasti akan berurusan dengan travel (jasa pengantaran). Ketika sampai di rumah, kadang muncul rasa gengsi tatkala kontrak habis dan akan memperpanjang kontrak dengan memalsukan data. Keempat, keluarga di rumah, seorang pekerja migran sejak awal kontrak telah menyepakati konsekuensi atas keluarga yang bakal tinggal. Di sini, anak menjadi korban akan hilangnya kepedulian dan perhatian dari orang tuanya atas ketidakhadirannya. Menyoal dari penjabaran tersebut, beberapa masalah memang dirasakan anak-anak para pekerja migran. Kurangnya kasih sayang dan perhatian dari orang tua menyebabkan mereka turut menjadi korban atas pekerjaan. Belum lagi mereka yang diasuh oleh kakek, nenek, paman, atau orang lain selain keluarga utama. Syaifuddin menambahkan bahwa ketidakhadiran dan ketidakpedulian orang tua menjadi penyebab anak menyimpang.

10

Berdasarkan data primer tahun 2018 Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Tulungagung, yang mana merupakan data campuran antara anak pekerja migran dengan non migran menunjukkan siswa di 14 Madrasah Aliyah (MA), 18 Madrasah Tsanawiyah (MTs), 23 Sekolah Menengah Atas (SMA), 35 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan 512 Sekolah Dasar (SD) di Tulungagung sering dipukul oleh orang tua mereka, dengan perincian sebagai berikut:

Selain kekerasan fisik mereka juga mendapatkan kekerasan verbal berupa makian dari orang tua mereka. Dengan uraian sebagai berikut:

Penyebab lain yang mengiringi terjadinya penyimpangan pada anak ialah keluarga yang utuh tapi tidak harmonis atau keluarga yang tidak harmonis sama sekali. Keluarga utuh tapi tidak harmonis ini dibenarkan oleh data primer tahun LPA Tulungagung tahun 2018 meliputi:

DIMeNSI 43 | November 2019


DIMUT Sedangkan anak dari keluarga yang tidak harmonis sama sekali (cerai) mencakup:

Demikian data primer dari LPA yang mengonfirmasi adanya sebab-sebab yang menjadi syarat anak pekerja migran dan nonmigran untuk bertindak tidak patut. Dampak dari ketidakharmonisan itu membuat anak mudah menyimpang, kemudian melampiaskan konflik itu dalam kehidupannya. Muhsin menandaskan bahwa ketika anak terfasilitasi secara finansial, anak akan mudah patah dan berdampak pada pendidikan, narkoba, dan pergaulan bebas yang terkadang memaksa mereka harus menikah. “Besarnya angka hamil di luar nikah di Tulungagung, rata-rata berada di atas angka 300-an,” tutur Widi Haryanto, Ketua Migrant Center. Muhsin menambahkan dari sekian persen angka anak hamil di luar nikah, sekian persen lain ialah kategori anak pekerja migran. Ketika seorang pekerja migran berangkat bekerja, maka sang anak akan berpindah hak asuhnya ke ibu, nenek, atau keluarga lain. Secara finansial anak memang benar tercukupi, tetapi berdampak pada pola hidup yang mewah. Pada akhirnya anak-anak pekerja migran lebih memilih untuk bekerja daripada melanjutkan pendidikan. Amel, siswi kelas 11 SMA yang ayahnya merupakan pekerja migran dari Desa Pagerwojo, mengungkapkan bahwa ia pernah bercitacita ingin menjadi dokter. Namun, seiring berjalannya waktu mimpi tersebut lenyap dari pandangan, yang ada di benaknya hanya ingin bekerja. “Pengen ngresakne rasane kerjo (ingin merasakan rasanya kerja, red.),” ujar Amel. Mengingat dari data primer LPA yang menyatakan bahwa ada 1.551 anak lelaki dan 1.379 anak perempuan di 35 SMK yang merupakan anak dari pekerja migran, maka tidak heran bila pernyataan orientasi mereka untuk bekerja cukup besar. Peran Pemerintah atas Problematik Ditinjau dari undang-undang perlindungan anak, maka terdapat dua jenis hak, yaitu pemilik hak dan pemegang hak. Pemilik hak, tidak lain adalah anak, kemudian yang menjadi pemberi kewajiban

DIMeNSI 43 | November 2019

e

untuk memenuhinya adalah pemerintah, masyarakat dan keluarga. Dari pengertian di atas, bisa disimpulkan bahwa yang wajib bertanggung jawab terhadap anak, bukan hanya orang tua, melainkan juga pemerintahan. Dalam kaitannya memenuhi kewajiban pada anak, pemeritah Tulungagung sudah mulai mewujudkan pemenuhan tersebut. Hal ini terbukti dengan Peraturan Bupati No. 41 Tahun 2015 tentang Pembentukan Unit Layanan Terpadu Perlindungan Sosial Anak Integratif (ULT PSAI). ULT memiliki dua tugas pokok seperti yang tercantum dalam Peraturan Bupati No. 42 tahun 2015 terkait dengan pencatuan kelompok anak rentan dan melakukan respons khusus terhadap seluruh permasalahan anak yang dilaporkan ke unit ini. Sunarto Agung Laksono selaku Koordinator Pelaksana ULT menambahkan, ULT selama ini berperan aktif dalam menganalisis data kemiskinan dan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) atau Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan respons khusus yang dilakukan yakni menerima pengaduan terkait masalah pada anak. Baik pengaduan dari RT/ RW, masyarakat, kepolisian, bahkan dinas pendidikan. Dalam pelaksanaannya, akan mengasesmen data dengan dasar format yang telah ditetapkan untuk menjangkau anak rentan. Terkait tindak lanjut dari peran aktif maupun respons khusus, pihak ULT akan menentukan kebutuhan layanan pada anak. “Awalnya anak itu kasus masuknya ya bisa merupakan satu kasus, misalnya dia berkelahi di sekolah. Setelah itu, kita kemudian melakukan asesmen pada anak, ya dia kelas berapa, usia berapa, sekolahnya bagaimana, pokoknya data-data diri anak itu lengkap. Baru setelahnya kita menentukan layanan apa yang cocok terhadap kasus anak tersebut, apakah butuh layanan kesehatan, badan hukum, dan lembaga lainnya,” papar Sunarto. Dalam mengemban tugasnya, ULT tidak sendiri. Mereka bekerja sama dengan LPA yang merupakan bagian dari perkumpulan atau perserikatan masyarakat yang berorganisasi menjadi lembaga perlindungan anak. Tupoksi dari lembaga ini ialah memberikan pemenuhan hak anak. Jadi lembaga ini sebisa mungkin akan membantu memenuhi hak anak yang belum didapatkan. Sebagai upaya pemenuhan hak anak, secara umum ada tiga rangkaian: divisi pencegahan, kelompok anak rentan, dan anak-anak yang telah menjadi korban atau memiliki masalah. LPA memposisikan anak pekerja migran ke dalam kelompok anak rentan dan sebagiannya menjadi anak yang bermasalah atau berkasus. Sedangkan untuk kelompok anak rentan, LPA melakukan beberapa progam yang intensif atau pendampingan. Pada tahun 2016, LPA melakukan pendampingan melalui progam peduli khusus untuk anak pekerja migran. “Jadi isunya itu untuk penguatan anak buruh migran dan keluarganya agar mereka

11


e

DIMUT

mampu menghadapi situasi pengasuhan yang kurang bagus, utamanya banyak anak-anak yang bermasalah atau D.O (drop out, red.) di sekolah,” papar Sunarto. Terkait apakah anak tersebut masuk golongan anak rentan maupun anak berkasus, pihak LPA juga bekerja sama dengan pihak sekolah demi penggalian data yang efektif. “Ya pendataan di sekolah, dari form yang kita berikan kepada anak-anak di sekolah. Makanya kita tahu, posisi keluarganya dimana, pekerjaannya apa,” kata Rika selaku Koordinator program LPA. Salah satu bentuk tindakan LPA kepada anakanak tercermin dari terbentuknya Forum Anak Desa (FORDES). FORDES sendiri merupakan sebuah wadah yang disediakan pemerintah untuk menggugah kepedulian anak terhadap teman sebayanya. Jadi, jika kemungkinan anak mendapat masalah, mereka bisa mengadu lewat forum ini. “Pemerintah harus memperhatikan bocah-bocah usia sekolah di desa, mengembalikan pada masanya yang diperoleh. Sekarang ini sebenarnya memerangi semacam gadget dan sebagainya,” terang Khafi selaku Pendamping Desa Pucanglaban. FORDES di Tulungagung masih terdapat di sembilan kecamatan yang sudah terbentuk. Di antaranya Kecamatan Kauman, Boyolangu, Ngunut, Ngantru, Bandung, Sumbergempol, Tulungagung, Kedungwaru, dan Besuki. Namun, pada kenyataannya masih banyak yang belum berjalan secara maksimal. Rika menambahkan, “Tapi nggeh iku, kami gak memungkiri ada yang jalan baik, ada yang setengah jalan. Kalau digandeng mereka jalan tapi kalau pas digandeng mereka belum punya inisiatif untuk ikut kegiatan, ada yang sebatas SK.”

12

Dalam kegiatannya, ternyata LPA mengalami kekurangan anggota. Padahal, lembaga ini berperan penting sebagai pemerhati anak-anak di desa. Rika mengungkapkan bahwa tidak mungkin dilakukan sistem pendataan, karena sekarang personel LPA hanya sepuluh orang, jadi yang dikembangkan adalah semacam instrumen berupa pengumpulan data. Tentu saja hal ini sedikit memprihatinkan mengingat LPA mempunyai tanggung jawab besar sebagai lembaga pemerhati anak di Tulungagung. Hal ini dirasakan oleh Sulistiyowati, salah satu Ketua Bina Keluarga Tenaga Kerja Indonesia (BK TKI) Desa Pagersari, Kecamatan Kalidawir. Sulis mengaku jika pihak LPA belum pernah datang ke Kalidawir untuk membantu program tentang pemberdayaan anak di Kalidawir. Padahal Kalidawir termasuk salah satu dari kecamatan-kecamatan yang memiliki jumlah pekerjaan migran paling banyak di Tulungagung. “LPA ora enek. Selama ini aku ndak pernah tersentuh blas,(Selama ini aku belum pernah tersentuh sama sekali, red.),” kata Sulis. Mengingat kabupaten Tulungagung sudah menyandang kabupaten layak anak, seharusnya lembaga-lembaga pemerhati anak mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Perhatian-perhatian dalam bentuk nyata itulah yang diperlukan bagi lembagalembaga kemasyarakatan agar mampu menjalankan tugasnya secara optimal, bukan hanya wacana dan tindak diawal tanpa kejelasan. Sesuai dengan UndangUndang No.23 Tahun 2002 Pasal 22 bahwa negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak. [Isn, Roh, Shol, Sul]

Salah satu bina keluarga tenaga kerja Indonesia di Kalidawir/dok.dim

DIMeNSI 43 | November 2019


LIPSUS

e

Minimnya Edukasi dan Kesadaran Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja merupakan bentuk kepedulian dan upaya untuk menyejahterakan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan.

K

eselamatan kerja merupakan urusan yang perlu diperhatikan oleh perusahaan dalam menjamin kesejahteraan pekerjanya. Kesadaran dalam pemenuhan hak-hak pekerja ini masih tergolong rendah dalam lingkup industri di Tulungagung. Seperti halnya nasib dari para pekerja perusahaan manufaktur peralatan dapur yang banyak tersebar di daerah Ngunut, Tulungagung.

untuk teliti dan hati-hati. Maryoto, salah satu pekerja UD. Inova menjelaskan bahwa, “Biasanya saya sendiri terkena luka ringan akibat memotong lembaran stainless steel.” Adanya Resiko kecelakaan kerja semacam ini terjadi karena program keselamatan tidak berjalan dengan baik. Menurut Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 70, tenaga kerja diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

Desa Kaliwungu, Keselamatan kerja Kecamatan Ngunut, Kabupaten merupakan hak bagi pekerja, Tulungagung merupakan baik pekerja kontrak ataupun daerah yang terkenal sebagai pekerja langsung. Sesuai Peraturan sentral pembuatan alat dapur. Dalam Pemerintah Nomor 84 Tahun 2013 satu dusun, misalnya Dusun Kaliwungu tentang Perubahan Atas Peraturan terdapat tiga perusahaan yang memproduksi alat Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga reprointernet dapur. Tercatat perusahaan yang berdiri di desa Kerja (Jamsostek), setiap pengusaha yang ini di antaranya adalah UD. Inova, UD. Mitra Jaya, UD. mempekerjakan lebih dari sepuluh orang, atau membayar Agem, dan UD. Permata. “Di Desa Kaliwungu terdapat upah minimal Rp 1 juta per bulan, wajib mendaftarkan banyak perusahan yang bergerak di bidang manufaktur, tenaga kerjanya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. pembuatan alat dapur terbesar di Tulungagung,” tutur Jika diabaikan, perusahaan bisa mendapatkan sanksi Udiyono selaku Kepala Desa Kaliwungu. dari pemerintah berupa teguran, denda, hingga terkait perizinan. Program tersebut, merupakan investasi UD. Inova merupakan salah satu perusahaan perusahan dalam bentuk perlindungan karyawan manufaktur yang membuat alat-alat dapur. Perusahaan terhadap berbagai kemungkinan buruk. Terkait dengan ini berdiri sekitar tahun 2002 yang membuat alat dapur standarisasi keamanan telah diatur dalam UU Nomor berupa serok, sudip, irus, panggangan ikan, gantungan 01 Tahun 1970 Pasal 3 tentang Keselamatan Kerja bahwa baju, produk gelas, dan penjepit makanan. Salah satu setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan produk UD. Inova yaitu serok yang diproduksi dengan atas keselamatan kerja ketika melakukan pekerjaan cara memotong stainless steel yang kemudian dilubangi, untuk menyejahterakan dan meningkatkan produksi lalu hasil pemotongan tersebut dicuci dan dikemas. serta produktivitas nasional. Setiap orang yang berada Selama proses produksi berlangsung, pekerja rentan di tempat kerja perlu terjamin keselamatannya. terkena lembaran stainless steel yang sisinya tajam, Agus selaku pemilik UD. Agem menuturkan bahwa, bahkan tak jarang pekerja mengalami luka ringan. “Di sini kami menyediakan alat pelindung berupa sarung Seperti proses pencetakan dimana para pekerja dituntut

DIMeNSI 43 | November 2019

13


e

LIPSUS

tangan, masker, dan kacamata. Namun, pekerja lebih menyukai l a n g s u n g mengunakan tangan, tanpa alat pelindung”.

Hal serupa juga di ungkapkan oleh Subandi, salah satu pekerja dari perusahaan UD. Inova, “Kadang memang, yo nggak kenek gawe sarung Seperti Kasus tangan. Masalahe di UD. Agem yang barang e tipis, berada di Desa mrusut. Kudune Kaliwungu, salah yo lek gawe kasut satu pekerjanya tangan kan njubel. terputus jari Nah, njubel tangannya dan ki angel. Coro Salah satu pekerja di perusahaan Ngunut yang tidak memakai alat keamanan kerja/dok.dim harus dibawa ke wong ngitung duit rumah sakit. Hal tersebut dikarenakan kelalaian pekerja. gawe sarung tangan iki tipis to, nah digaweni sarung Agus menuturkan bahwa pekerja dalam kondisi tidak tangan i angel. Yo sejene bocahe yo ngati-ngati (kadang sadar akibat mengonsumsi obat terlarang. Menurut memang ya tidak bisa pakai sarung tangan. Masalahnya Undang- Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 dalam Pasal barangnya tipis, licin. Harusnya ya kalau pakai sarung 70 ayat (3,) setiap pekerja diberikan petunjuk yang jelas tangan kan sesak. Nah, sesak itu kan sulit. Seperti orang tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan yang menggunakan sarung tangan untuk menghitung dan pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan. uang yang tipis kan, nah dipakai sarung tangan itu Oleh karena itu, perusahaan bersedia menyiapkan susah. Ya untungnya anaknya juga hati-hati, red.).” alat keselamatan diri sebagai penunjang agar Selain memberikan alat perlindungn kerja, perusahan meminimalisir tingkat risiko yang dialami oleh pekerja. diwajibkan memberi sosialisasi dan menerapkan Alat-alat pelindungnya berupa sarung tangan dan Standar Operasional Perusahaan (SOP) dalam kegiatan masker. Selain itu, perusahaan wajib memberikan usaha. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi himbauan dan sosialisasi terkait pelaksanaan kerja Manusia Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012, dan memberikan pengawasan kegiatan produksi tujuan disusunnya pedoman penyusunan SOP sebagai selama pekerja melakukan pekerjaannya. Selanjutnya, cara mengurangi tingkat kesalahan dan kelelahan yang pengawasan yang dilakukan harusnya sesuai dengan mungkin dialami pekerja dalam melaksanakan kerja. peringatan kepada pekerja. Seperti yang dikatakan oleh Asas penyusunan SOP di antaranya asas pembakuan, Katenun, pemilik UD. Cipta Mitra Jaya, “Lek e keamanan asas pertanggung jawaban, asas keterkaitan, asas kerja yo tergantung bocahe, Mas. Yo okeh, Mas, kadang kecepatan dan kelancaran, asas keamanan, dan asas kenek ngeneki wes biasa. Sing duwe sing nambakne keterbukaan. Ruang lingkup SOP meliputi seluruh yo kene. Yo istilah e yo kono. Pokok e resiko kerjo sing proses penyelenggaraan administrasi pemerintah nanggung yo kui (tentang keamanan kerja ya tergantung termasuk memberikan pelayanan internal maupun anaknya, Mas. Ya banyak, Mas, kadang terkena seperti eksternal agar resiko kecelakaan dapat diminimalisir. ini ya biasa. Yang mengobatkan juga sini. Ya istilahnya Perusahaan bertanggung jawab untuk memberikan ya begitu. Pokoknya risiko karja yang nanggung ya itu, sosialisasi bagi para pekerja yang enggan mengunakan red.).” alat pelindung diri. Perusahaan perlu menetapkan anggaran yang khusus untuk kesehatan dan keselamatan Risiko kerja seperti paparan Katenun di atas tidak kerja guna menunjang sarana dan prasarana pekerja. mungkin terjadi apabila perusahaan memberikan Seperti yang dikatakan Syaiful selaku pengawas di BLK pengawasan terhadap proses produksi. Pihak perusahaan Pulosari, “UU Nomor 01 Tahun 70 itu menyebutkan dapat memberikan surat peringatan terhadap pekerja, ada kewajiban dan hak pekerja itu pada Pasal 12, hak ketika pekerja tidak mengikuti standar produksi yang dan kewajiban pengurus itu pada Pasal 14 Disitu sudah telah ditetapkan oleh perusahaan. Sehingga efisiensi jelas, menyediakan dan mewajibkannya untuk memakai bekerja tetap terjaga dan anggaran yang dikeluarkan Alat Pelindung Diri (APD). Biasanya itu ditujukan di perusahaan untuk penanganan kecelakaan kerja dapat peraturan perusahaan. Kan keadaan perusahaan satu diminimalisir. Pengawasan dan perlindungan hak bagi dengan yang lainnya itu berbeda.” pekerja bertujuan menciptakan produktivitas secara optimal, untuk mendorong keselamatan kerja dan Dari penjelasan di atas, mengungkapkan kesadaran kesehatan kerja lebih baik. terkait keselamatan kerja masih rendah baik dari para pekerja maupun perusahaan. Menilik dari Peraturan

14

DIMeNSI 43 | November 2019


LIPSUS Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, sudah menjadi kewajiban bagi perusahaan untuk menyediakan dan memastikan bahwa pekerjanya telah memakai alat keamanan. Selain itu perusahaan seharusnya memberikan sosialisasi terkait keselamatan kerja karena selama ini masih belum ada arahan terkait perlindungan diri, terkhusus dari pemerintah maupun dari pemillik usaha. Heru selaku salah satu Pekerja UD. Agem juga menegaskan, “Selama ini tidak ada sosialisasi terkait keselamatan kerja.” Menurut Syaiful ada beberapa faktor yang menyebabkan para pengusaha tidak menerapkan standar keselamatan kerja yang disebut K3. Seperti halnya penerapan proses produksi yang berpotensi kecacatan produk, keterbatasan anggaran dalam memberikan asuransi bagi seluruh pekerja, tingkat keuntungan yang tak sesuai target, hingga persaingan harga antar pengusaha alat dapur di Tulungagung. Hal tersebut dijadikan alasan para pelaku usaha untuk tidak memberikan asuransi kepada pekerja. Padahal standarisasi keamanan sudah diatur dalam UU Nomor 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang menjadi dasar aturan-aturan baru, seperti peraturan menteri. Salah satunya terkait Permasalahan Hubungan Industrial (PHI) dan alat pelindung diri. Aturan tersebut mencakup upaya pengurangan, pencegahan, dan pertolongan pada kecelakaan. Selaras dengan hal tersebut, Wiji selaku Kepala Bidang Perindustrian Dinas Perindustrian dan Perdagangan, mengatakan bahwa pengusaha wajib menghimbau dan mengawasi pekerjanya untuk mengunakan APD dalam proses produksinya. Pengusaha memberikan arahan pentingnya pengunaan APD dan memberikan panduan secara praktik ke pekerja agar tidak ada kasus serupa yang menimpa pekerja. Fungsi Keselamatan kerja memiliki peran vital terhadap keberlangsungan usaha, utamanya pengembangan usaha dan peningkatan mutu produk yang dihasilkan. Bagi pihak pengusaha, pekerja menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dilepaskan. Sebab ada hubungan timbal balik di dalamnya, pengusaha membutuhkan pekerja untuk menghasilkan produk sedangkan pekerja membutuhkan upah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. “Ya, aku membutuhkan

e

pekerja untuk keberlangsungan usaha dan mereka membutuhkan pekerjaan untuk mencukupi hidupnya,” ujar Agus. Sosialisasi serta pengawasan terkait keselamatan kerja ini perlu dilakukan untuk menumbuhkan tingkat kesadaran terkait keselamatan karyawan dalam bekerja. Pemerintah wajib memberikan pengarahan, pemahaman, dan jaminan keselamatan terhadap para pekerja. Selain itu pemerintah dan perusahaan perlu memberikan pemahaman terkait BPJS Ketenagakerjaan. BPJS berperan sebagai lembaga penjamin keselamatan dan pemberi tunjangan kepada pekerja yang mengalami kecelakaan kerja, sakit akibat pekerjaan, serta dana pensiun. Pemaparan di atas sejalan dengan penuturan Supradi Prayetno selaku Kepala BPJS Ketenagakerjaan KCP Tulungangung, “Jadi kalau perlindungan kerja namanya JKK yaitu perlindungan kerja saat bekerja, kemudian berjalan berangkat dari rumah ke tempat kerja atau sebaliknya. Namanya kecelakan pasti biaya mahal, apalagi tidak dilindungi oleh jaminan sosial.” Menurut Supardi, Pemerintah wajib menyampaikan sosialisasi terkait kesadaran kerja ke masyarakat. Pemerintah juga melindungi masyarakat dengan asuransi. Pihak BPJS memiliki beberapa program terkait pembayaran. Misalnya bagi masyarakat (pekerja), jika mereka tidak sanggup membayar bulanan, mereka tidak dibebani biaya pembayaran asuransi. Namun konsekuensinya mereka tidak akan mendapat jaminan perlindungan dari pihak BPJS. Masyarakat tersebut akan mendapatkan perlindungan bila sanggup membayar. Terkait hal itu, pihak perusahaan, jasa konstruksi, dan tenaga kerja asing diwajibkan untuk membayar asuransi. Jika mereka tidak membayar maka dikenai denda.

kesadaran keselamatan kerja, perlunya semua pihak yang terkait bersinergi untuk memprioritaskan keselamatan kerja demi kesejahteraan masyarakat Tulungagung. Syaiful mengatakan bahwa keselamatan adalah hal penting yang harus diperhatikan oleh semua pihak yang bersangkutan. Di antaranya adalah pemerintah daerah, paguyupan pengusaha, dan pekerja untuk saling bekerjasama serta pengaturan standar keselamatan kerja harus Salah satu pekerja di perusahaan Kaliwungu yang tidak memakai alat keamanan kerja/dok.dim jelas. [Ham, An. Ir, Sin]

DIMeNSI 43 | November 2019

Selain

adanya

15


e

LIPSUS

Kuasi PNS, Praktik Kerja GTT Bernapas Artifisial

“

Kondisi pendidikan saat ini masih memerlukan banyak bantuan dari GTT. Berkaca dari hal tersebut tentunya perihal kesejahteraan mereka perlu diperhatikan. Seringkali dijumpai GTT yang sudah mengabdi di sekolah selama 10 tahun atau lebih, tetapi belum kunjung diangkat menjadi guru PNS.

K

eberadaan Guru Tidak Tetap (GTT) di sekolah memberikan dampak yang signifikan dalam dunia dim/asna pendidikan. Sama halnya dengan guru PNS, GTT juga dibebani tugas mengajar. Namun, keberadaan GTT masih kurang mendapat perhatian dari pemerintah, seperti mengenai honorarium yang diterima. Padahal guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Hak guru diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 14 yang di antaranya berbunyi guru memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Indonesia butuh banyak tenaga pengajar di sektor pendidikan. Kebutuhan itu dipenuhi dengan hadirnya Guru Tidak Tetap (GTT). Dilansir dari finance. detik.com, Muhadjir Effendy menuturkan bahwa saat ini sektor pendidikan kekurangan guru PNS di sekolah negeri sebanyak 988.133. Sementara di Tulungagung, menurut data dari Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) terdapat 3.942 GTT untuk jenjang Sekolah Dasar (SD) dan 1.151 GTT di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jumlah GTT terbanyak di dunia pendidikan berada di jenjang SD. Hal ini karena kelebihan kuantitas guru mata pelajaran (mapel). Kondisi yang sama tidak hanya terjadi di Tulungagung, tetapi juga seluruh

16

Indonesia. “Fenomena ini bukan saja di Tulungagung, tapi di Indonesia karena kita saat ini kekurangan guru kelas dan kita hampir kelebihan guru mapel (mata pelajaran, red.),� tutur Restu Hendro selaku Kepala Seksi (Kasi) Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) di bidang Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Disdikpora Tulungagung. Dikaji dari segi pengertiannya, GTT berbeda dengan guru honorer. Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012, tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban APBN atau APBD. Setelah hadirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), tenaga honorer diganti dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), yakni warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Bagus Hendriawan selaku Kepala Sub Bagian (Kasubag) Umum dan Kepegawaian Disdikpora menjelaskan bahwa GTT merupakan guru sukarelawan yang diangkat langsung oleh kepala sekolah. Tentunya ini sangat berbeda dengan pengertian guru honorer yang mana diangkat oleh pejabat yang memiliki hak untuk mengangkat pegawai ataupun mengeluarkan Surat Keputusan (SK), sementara GTT diangkat oleh pejabat yang tidak memiliki wewenang untuk mengeluarkan SK. Penerimaan GTT di sekolah negeri sebenarnya dilarang oleh pemerintah. Berdasarkan Peraturan

DIMeNSI 43 | November 2019


LIPSUS Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Pegawai Negeri Sipil Bab 6 Pasal 8, semua Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan pejabat lain di lingkungan instansi dilarang mengangkat tenaga honorer atau yang sejenis, kecuali ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Hal ini membuktikan bahwa pengangkatan GTT tidak bisa dilakukan begitu saja, apalagi oleh kepala sekolah yang merupakan pejabat yang tidak berhak mengeluarkan SK pengangkatan. Akibatnya, GTT tidak diakui pemerintah karena tidak memiliki SK yang dikeluarkan oleh pemerintah atau pejabat terkait seperti PPK. Pengangkatan GTT yang dilakukan oleh sekolah-sekolah negeri, terutama di tingkat SD biasanya disebabkan kurangnya guru PNS. Fakta lapangan menunjukkan bahwa satu sekolah negeri, khususnya SD, ada yang hanya mempunyai dua guru PNS. Kurangnya jumlah guru PNS menyebabkan adanya kelas yang terbengkalai. Solusinya dengan pengangkatan GTT yang dilakukan oleh sekolah lewat kepala sekolah. Sistem pengangkatan yang dilakukan oleh kepala sekolah biasanya hanya mensyaratkan pendaftar GTT harus memiliki ijazah S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). “Kemarin aku ditanyai masalah pendidikannya terakhir apa, akhirnya diharuskan untuk ambil S-1 PGSD, terus aku langsung ambil S-1 PGSD,” tutur Nuning Erfana, GTT SDN 1 Pucangan. Sistem Penggajian GTT Anggaran yang digelontorkan sebagai gaji GTT berbeda dengan guru PNS. Sebagaimana yang tertera pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab 9 Pasal 16 ayat (3,) tunjangan profesi guru yang meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji serta penghasilan lain diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sementara GTT menerima gaji dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Mereka mendapat 15% dari dana BOS yang diterima sekolah setiap tiga bulan sekali. “Pokoknya untuk semua honor yang ada di sekolah itu hanya 15%, terserah sekolah yang ngatur pemberiannya itu,” terang Heri Purnomo selaku Kepala Sub Bagian (Kasubag) Perencanaan Disdikpora.

e

“Jadi pencairannya itu untuk triwulan satu sebesar 20% dari total (dana BOS, red.), lalu untuk yang triwulan dua sebesar 40%, triwulan tiga sebesar 20%, triwulan empat sebesar 20%. Selanjutnya, dari 15% tersebut masih akan dibagi kepada GTT dan Pekerja Tidak Tetap (PTT) seperti operator sekolah, pesuruh, dan satpam yang bekerja di satu sekolah,” papar Heri. Sekolah memberi honorarium sejumlah Rp 150 ribu, Rp 250 ribu, atau Rp 300 ribu setiap bulannya. Besar kecil honorarium yang diberikan tergantung dana BOS yang dimiliki sekolah dan jumlah jam mengajar GTT selama di sekolah. Biasanya untuk wali kelas, guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes), dan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang mendapat jatah mengajar sebanyak 24 jam dalam seminggu akan menerima honorarium yang lebih banyak dibanding guru mapel seperti Bahasa Inggris. Selain dari dana BOS, ada tambahan honorarium yang diberikan sejak tahun 2018. Honorarium tersebut diambil dari APBD dan dinamai dengan bantuan transpor bagi tenaga lapangan pelaksana kegiatan belajar mengajar. Besaran yang diperoleh adalah Rp 250 ribu setiap bulannya. Hampir serupa dengan pemberian honorarium dari dana BOS, uang tersebut akan diberikan setiap tiga bulan sekali, akan tetapi tidak diberikan langsung, melainkan melalui rekening Bank Jatim. Oleh karena itu, bagi penerima diwajibkan membuat rekening di bank tersebut. Menurut penuturan Bagus, pengajuan bantuan transpor dilakukan tahun 2017 dan baru dipenuhi di awal tahun 2018. Prosedur pengajuannya dilakukan melalui beberapa tahap. “Tetap kita usul melalui segala macam cara, ya kemarin melalui Komisi A, kita tembusi BAPPEDA, tembusi kepada Komisi A DPRD, supaya bisa kesejahteraannya tenaga lapangan GTT dan PTT (Pegawai Tidak Tetap, red.) itu terjamin, kan dia di lapangan benarbenar mengajar,” terang Bagus.

Tidak semua GTT di Kabupaten Tulungagung menerima honorarium bantuan transpor. Kuota yang diberikan hanya untuk 1.700 GTT di tingkat SD. Seleksi yang dilakukan berdasarkan pada jam mengajar yang harus memenuhi 24 jam. Mereka juga diharuskan lulusan S-1 linier dan terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) GTT. Guru Penjaskes dan guru PAI juga bisa Besar kecilnya dana BOS di mendapatkan honorarium ini, akan setiap sekolah dipengaruhi jumlah tetapi tidak untuk guru mapel seperti siswa. Setiap siswa mendapat Rp 800 Bahasa Inggris karena mapel tersebut ribu dalam setahun yang kemudian Bagus Hendriawan Kepala Subbagian (Kasubag) Umum dan masuk dalam ekstra. Bagus juga dibagi menjadi empat kali pencairan.Kepegawaian/dok.dim menambahkan bahwa adapun syarat

DIMeNSI 43 | November 2019

17


e

LIPSUS

lain yakni senioritas. Te r d a p a t satu tambahan honorarium lagi yakni sertifikasi. N a m u n , permasalahan kembali muncul untuk GTT yang mengajar di SD negeri. Mereka tidak dapat mendaftar untuk mendapatkan sertifikasi karena salah satu Suasana kelas di SDN 2 Bolorejo/dok. dim persyaratan diharuskan untuk menjadi PNS. Hal berbeda terjadi pada GTT yang berada di naungan Kementerian Agama (Kemenag) seperti GTT yang mengampu mapel PAI dan yang mengajar di SD swasta, khususnya sekolah Islam atau yayasan. Mereka dapat mengikuti seleksi penerimaan tunjangan sertifikasi dengan syarat hanya harus mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG). Namun, sebelumnya mereka harus lulus pre-test, apabila mereka lulus maka mereka harus mengikuti PPG selama enam bulan. “Syaratnya sekarang, dia harus ikut pre-test PPG, kalau setelah pre-test dia lulus berarti dia harus ikut PPG selama kurang lebih enam bulan,” tutur Istikomah selaku Operator Kelompok Kerja Guru Agama (KKGA) Kecamatan Kauman. Persyaratan lainnya yaitu mereka harus memenuhi 24 jam mengajar di kelas. Apabila mereka telah dinyatakan lulus, maka mereka akan mendapatkan tunjangan sertifikasi sebesar Rp 1,5 juta setiap bulannya dan baru diberikan tiga bulan sekali. Besaran sertifikasi dapat meningkat apabila guru sudah mendapatkan SK Inpassing. Sebagaimana yang tertera dalam Pedoman Pelaksanaan Penetapan Jabatan Fungsional bagi Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil (GBPNS) Inpassing, GBPNS adalah proses penyetaraan jabatan dan kepangkatan GBPNS dengan jabatan dan kepangkatan guru PNS. Setelah mendapatkan SK tersebut, mereka akan mendapatkan sertifikasi sebesar gaji pokok pegawai negeri, yakni dapat mencapai tiga juta lebih tiap bulannya. Dedikasi atau Diskriminasi? Jam kerja GTT sama dengan guru PNS pada umumnya, yakni bisa mencapai 24 jam mengajar dalam seminggu bahkan bisa lebih yaitu hingga 30 jam. Meskipun GTT mendapatkan jam mengajar setelah jam istirahat, mereka tetap harus berada di sekolah sejak jam pertama. Sayangnya, gaji yang diterima GTT jauh berbeda dengan guru PNS. Di sini, kerja GTT dapat diartikan artifisial atau palsu di mana guru PNS dan GTT sama-sama pendidik dan pengajar, tetapi yang mereka dapatkan jauh berbeda.

18

A p a b i l a membicarakan mengenai gaji, GTT di SD negeri berbeda dengan guru swasta yang digaji sesuai jam mengajar mereka di sekolah. Seperti SD Islam Al Azhaar yang menggaji pengajar sejumlah Rp 17.000 per jam. Sementara GTT SD negeri perlu berbesar hati menerima gaji yang sama di tiap bulannya tanpa mempertimbangkan jam kerja yang dibebankan. “Ndak sejahtera, sekarang seperti saya sudah seperti pengabdian. Empat hari SD-rumah ya sudah habis Rp 15.000,” terang Dwi Indrawati sebagai GTT di SDN 2 Bolorejo. Terlepas dari peraturan yang ada, kondisi pendidikan saat ini masih memerlukan banyak bantuan dari GTT. Berkaca dari hal tersebut tentunya perihal kesejahteraan mereka perlu diperhatikan. Seringkali dijumpai GTT yang sudah mengabdi di sekolah selama sepuluh tahun atau lebih, tetapi belum kunjung diangkat menjadi guru PNS. Kuota untuk angkatan PNS pun masih minim sebagaimana yang disampaikan oleh Restu yakni hanya 317 untuk Kabupaten Tulungagung, khususnya guru SD di bulan Maret 2019. Apabila menilik kembali data GTT yang telah dipaparkan sebelumnya, tentunya jumlah tersebut tidak seimbang dengan jumlah GTT. Permasalahan lainnya yakni mengenai batas minimal sebagai persyaratan pendaftaran PNS. Usia maksimal mendaftar CPNS adalah 35 tahun, sementara di lapangan terdapat GTT berusia di atas batas maksimal pendaftar. Hal ini membuat mereka tidak dapat mengikuti tes CPNS yang diselenggarakan pemerintah. “Seng pengabdian lama ndak kenek gae daftar PNS (bagi yang mengabdi lama, tidak bisa mendaftar PNS, red.), terang Dwi. Pemerintah seyogianya perlu menyelesaikan permasalahan guru ini. Waktu, tenaga, dan pikiran yang mereka dedikasikan untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa tentunya perlu dihargai. Keinginan mereka hanya sederhana, setidaknya ada perhatian dari pemerintah entah itu berbentuk tunjangan dan sebagainya. “Ya harapannya ada perhatian dari pemerintah, bukan janji-janji saja,” tambah Dwi. Selain itu, Ria Ratnasari, GTT SDN 2 Bolorejo juga menambahkan bahwa GTT juga perlu kejelasan akan status mereka. [Hel, Nur, Lai, Dit]

DIMeNSI 43 | November 2019


NUSANTARA

Korupsi, Warisan yang Tidak Diharapkan

e

Oleh Ahmad Gunawan

M

enjelang berakhirnya masa jabatan DPR RI, publik dikejutkan dengan munculnya undangundang kontroversial. Undang-undang yang banyak menyita perhatian publik adalah Revisi UU KPK dan RKUHP. Sebenarnya ada undang-undang lain seperti undang-undang pertanahan, mineral dan batubara (minerba) serta ketenagakerjaan. Namun, tidak sekontroversi Revisi UU KPK. Sudah banyak ulasan mengenai pasal-pasal kontroversi dalam Revisi UU KPK baik bentuk artikel, berita, dan dialog-dialog di media elektronik. Beberapa poin yang sering menjadi bahan diskusi antara lain adanya badan pengawas KPK, pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), atau menjadi lembaga negara dalam rumpun eksekutif.

sebagai kejahatan luar biasa karena memiliki dampak yang besar terhadap kerugian keuangan negara dan akan berdampak pada hajat masyarakat Indonesia. Menurut pernyataan dari Rocky Gerung bahwa alasan korupsi menjadi kejahatan luar biasa, sebab pelaku korupsi memiliki kemampuan untuk lepas dari hukuman atas dasar kekuasaan. Hal tersebut menjadi landasan untuk para koruptor meloloskan diri dari hukuman, sehingga lembaga KPK harus memiliki kekuasan yang lebih tinggi. Poin inilah yang menjadi perdebatan munculnya pasal tentang badan pengawas KPK yang dinilai superior. Saya secara pribadi (masyarakat, red.) mendukung lembaga KPK menjadi lembaga yang superior. Memang terdapat ungkapan bahwa kekuasaan akan cenderung korup dan kekuasaan yang absolut sudah pasti korup. Namun sepanjang sejarah KPK, publik menilai superioritas KPK mampu dijalankan dengan baik. Hal ini terbukti dengan kepercayaan masyarakat yang cukup tinggi terhadap KPK dibanding pada aparat penegak hukum lain sehingga masyarakat bereaksi ketika terdapat upaya yang dapat melemahkan KPK dengan aksi massa di berbagai daerah, seperti aksi mahasiswa.

Sebelum membahas tentang pasal-pasal kontroversi tersebut, saya ingin membahas tentang korupsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti dari korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Korupsi atau rasuah berasal dari bahasa latin, yakni corruption yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, menyogok (tindakan pejabat publik) baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan tidak wajar menyalahgunakaan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan. Korupsi

Kendati demikian, saat tulisan ini dibuat Revisi UU KPK sudah disahkan menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK. Menurut Pasal 73 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan, jika RUU tidak ditandatangani Presiden dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak RUU tersebut disetujui bersama,

dianggap

DIMeNSI 43 | November 2019

Dim/Nevi

19


e

NUSANTARA

RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. Dari berbagai dinamika yang terjadi, bagi saya bukan hanya perdebatan tentang apakah KPK dilemahkan atau diperkuat. Namun, bagaimana posisi KPK dan lembaga negara lain di mata masyarakat Indonesia. Hal yang disampaikan oleh DPR RI tentang kinerja KPK bisa jadi kebenarannya. Mungkin terdapat oknum KPK yang “bermain-main� dengan kekuasaan. Kemungkinan DPR RI memiliki iktikad baik dengan melakukan revisi undang-undang KPK. Namun, hingga saat ini masyarakat cenderung percaya kepada KPK daripada DPR RI maupun lembaga kepolisian dan kejaksaan. Saya ingin memaparkan kondisi saat ini dari perspektif kebiasaan dengan memberikan ilustrasi sebagai berikut: kebiasan kita ketika teman lebih dipercaya daripada kita, maka biasanya kita cenderung melakukan tindakan yang negatif. Misalnya ketika melamar pekerjaan bersama teman dan ternyata teman Anda lebih dipercaya daripada Anda, saya yakin Anda akan merasa iri dan melakukan hal yang kurang baik agar dipercaya sehingga mencari keburukan teman dengan tujuan menjatuhkan. Saat ini, KPK mendapatkan kepercayaan yang lebih besar daripada lembaga pemerintahan lain termasuk DPR RI. Kepercayaan publik terhadap DPR semakin menurun dengan banyaknya anggota DPR yang terjerat kasus korupsi, maka publik merasa curiga ketika DPR RI mengeluarkan undang-undang yang berpotensi melemahkan KPK. Proses pembahasan dan penetapan undang-undang dilaksanakan dalam waktu yang singkat. Hal itu yang saya tangkap saat melihat perdebatan antara DPR RI dan KPK terkait dengan Revisi UU KPK. Ketika rakyat lebih memercayai KPK daripada DPR, maka yang dilakukan oleh anggota DPR dalam diskusidiskusi di media televisi adalah menyerang KPK dengan mengatakan keburukan KPK. Idealnya yang harus dilakukan oleh DPR adalah meraih kepercayaan publik sehingga mendapatkan dukungan atas *

20

kebijakan yang dibuat. Terlepas dari perdebatan panjang tentang pelemahan KPK, sebagai masyarakat harus memiliki kewaspadaan yang tinggi. Tindakan korupsi dalam suatu institusi tidak mungkin dilakukan hanya satu orang, sebab korupsi terjadi secara sistematis dan teroganisir. Dalam banyak kasus, korupsi yang terjadi melibatkan lebih dari satu pihak, seperti kasus pengadaan e-KTP yang melibatkan banyak aktor. Dilansir dari Tempo, KPK menetapkan empat tersangka baru dalam kasus korupsi proyek e-KTP. Keempat tersangka yakni Miryam S. Haryani selaku anggota DPR dan Husni Fahmi sebagai Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP Elektronik. Dua tersangka sisanya berasal dari swasta, yaitu Isnu Edhi Wijaya selaku Direktur Utama Perum Percetakan Negara dan Paulus Tannos sebagai Ketua Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia. Hal yang paling menakutkan dari korupsi adalah ketika masyarakat bersifat permisif terhadap praktikpraktik korupsi. Disadari atau tidak, saat ini mayoritas masyarakat sudah mulai bersifat demikian. Hal ini ditunjukkan dengan maraknya politik uang pada saat kontestasi politik. Apakah ini persoalan pengetahuan? Bukan. Saya yakin masyarakat sudah tahu bagaimana konsekuensi dari politik uang, sehingga yang menjadi masalah adalah moral dan kepemimpinan yang mana sangat sulit mencari pemimpin yang bisa dijadikan teladan. Korupsi adalah persoalan moral yang mana bisa diperbaiki dengan pendidikan dan kerohanian (agama). Faktanya, pendidikan moral mendapatkan porsi yang kecil dengan mengutamakan pengetahuan dibandingkan budi pekerti. Korupsi adalah penyakit kanker dalam tubuh suatu bangsa. Korupsi tidak akan hilang jika tidak ditumpas sampai ke akar-akarnya. Penyakit korupsi jangan sampai menurun kepada pemimpin di masa depan. Tugas yang dapat dilakukan oleh generasi muda adalah mencari imunitas dari praktik korupsi. Salah satu imun yang cukup efektif adalah kejujuran. Korupsi bukanlah warisan yang diharapkan.

Penulis adalah koordinator Forum Diskusi Anggaran Bandung

DIMeNSI 43 | November 2019


NUSANTARA

Isu Rasisme: Wacanakan Soal Referendum

e

Oleh Nurul Huda

Penulis adalah advokat Tulungagung

K

ini Papua tengah bergejolak hingga terdapat wacana bahwa sejumlah masyarakat Papua meminta untuk referendum. Gejolak tersebut menguat terbukti dengan adanya konflik yang berujung demo di sejumlah wilayah. Dimulai dengan isu rasisme yang disematkan kepada mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang. Kemudian berujung demo besar yang dilakukan mahasiswa Papua, bahkan menjalar hingga konflik di Papua khususnya di Wamena. Bermula dari isu rasisme kepada mahasiswa Papua, mengakibatkan puluhan warga transmigran dari luar Papua menjadi korban amarah warga. Hal tersebut menjadikan maraknya isu referendum yang menentukan apakah Papua masih tetap bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) atau memisahkan diri. Tidak diketahui secara pasti dari mana ide referendum ini muncul. Disinyalir selama ini terdapat segelintir masyarakat Papua yang tidak senang bergabung dengan Indonesia. Sejarah mengatakan Papua resmi masuk ke NKRI tahun 1969 melalui referendum yang difasilitasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Referendum atau yang dulu disebut Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) didukung banyak suara untuk menyatakan bergabung dengan NKRI.

mau menyerahkan Papua ke Indonesia. Dua tahun setelah itu, Belanda masih tetap mengangkangi Papua dan menyebabkan Presiden Soekarno meradang ingin merebutnya melalui pertempuran. Maka pada tanggal 11 Desember 1961. Soekarno membentuk Tiga Komando Rakyat (Trikora) untuk memulai perang merebut Irian Barat. Di samping berperang, diplomat Indonesia berhasil menggalang kekuatan negara Asia di PBB. Ketika itu sekretaris jenderal PBB berasal dari Burma, yakni U Thant. Hal tersebut disebabkan kepiawaian diplomat Indonesia sehingga Amerika Serikat bersedia menjadi mediator perundingan antara Indonesia dan Belanda di New York. Pada waktu itu, Indonesia diwakili oleh Adam Malik dan Belanda oleh Jan Herman van Royen dan C.W.A. Schurmann. Perundingan ini menghasilkan kesepakatan New York Agreement pada tahun 1962. Dalam kesepakatan ini Belanda bersedia menyerahkan Papua ke Indonesia. Penentuan referendum Papua dilaksanakan melalui tiga tahap. Opsi dalam pepera adalah bergabung atau berpisah. Pepera diikuti 1.026 orang yang mewakili 800.000 rakyat Papua. Penentuan hasil pepera yaitu bergabung di Indonesia. Maka dikeluarkan resolusi PBB No. 2504 pada 19 Oktober 1969 sebagai bukti hasil pepera. Pakar Hukum Berpendapat

reprointernet

Pakar hukum dari Universitas Indonesia Ketika pengakuan kedaulatan Indonesia (UI), Indriyanto Seno Adji mengatakan, saat ini oleh Belanda pada 27 Desember 1949, Belanda tidak

DIMeNSI 43 | November 2019

21


e

NUSANTARA

hukum dan konstitusi Indonesia sudah tidak lagi mengenal istilah referendum. Ketetapan MPR Nomor VIII Tahun 1998 telah mencabut ketetapan MPR Nomor IV Tahun 1993 tentang Referendum. Kemudian ditindaklanjuti dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1999 tentang Pencabutan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum. Dengan pencabutan ini, konstitusi maupun perundang-undangan di dalam sistem hukum Indonesia tidak mengakui atau mengenal lembaga atau model referendum ini,” ujar Indriyanto.

politik, hak sipil, dan hak ekonomi, sosial, dan budaya. Ia mengatakan pada konvensi tersebut bahwa, “Sebuah negara yang berkuasa secara sah atas wilayahnya boleh melakukan langkah apapun termasuk langkah militer untuk mempertahankan negaranya. “Itu konvensi yang sudah dideklarasikan pada tahun 2006 dengan UU Nomor 12 dengan ratifikasi yang ditandatangani oleh SBY (Susilo Bambang Yudhoyono),” katanya. Ia juga mengatakan Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa seluruh daerah di NKRI yang ada sekarang ini harus dipertahankan dengan langkah apapun.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyatakan tidak boleh ada referendum di Papua jika mengacu pada hukum nasional dan internasional. “Ada dua alasan hukum, hukum nasional dan hukum internasional. Ini sudah saya katakan dua hari sesudah peristiwa Papua itu,” kata Mahfud MD (antaranews.com). Ia mengatakan bahwa jika sesuai dengan konstitusi, hukum Indonesia tidak mengenal referendum untuk penentuan nasib sendiri dari daerah yang sudah dikuasainya.

Berlandaskan aturan yang berlaku dan sesuai dengan pendapat pakar hukum, Indonesia tidak mengenal referendum untuk penentuan nasib sendiri dari daerah yang sudah dikuasainya. Pernyataan dan ajakan untuk melakukan referendum atau untuk memisahkan diri dari NKRI adalah jelas bertentangan serta melanggar Undang-undang dan inkonstitusional. Masyarakat sebaiknya tidak terprovokasi dan terjebak oleh elite politik dengan ajakan referendum memisahkan diri dari NKRI.

Konstitusi maupun perundang-undangan di dalam sistem hukum Indonesia tidak mengakui atau mengenal lembaga atau model referendum. Selain melanggar hukum nasional, menurut Mahfud, referendum juga tidak sesuai dengan konvensi internasional yaitu konvensi tentang hak

22

DIMeNSI 43 | November 2019


TERAS

e

Perpus Besar, Parkir Samar “Yang paling terasa nggih adanya area parkir yang dengan terpaksa kita alihkan ke area lapangan tengah, sebab adanya proyek pembangunan yang sudah memakan separuh lebih area parkir,� -Khisbunasor (Komandan Satpam IAIN Tulungagung)-

P

erpustakaan merupakan salah satu tempat yang menunjang kegiatan literasi. Di sisi lain, perpustakaan sebagai simbol mutu intelektual mahasiswa. Mengacu dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Permenristekdikti RI) Nomor 50 Tahun 2015 Pasal 8 ayat (2) poin f menyebutkan bahwa salah satu syarat untuk menyelenggarakan perguruan tinggi harus memiliki perpustakaan, yang kemudian disebut dengan perpustakaan perguruan tinggi. Perpustakaan Perguruan Tinggi adalah perpustakaan yang merupakan bagian integral dari kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dan berfungsi sebagai pusat sumber belajar untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan yang berkedudukan di perguruan tinggi, sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP RI) Nomor 24 Tahun 2014 Pasal 1 ayat (10). Merujuk pada PP RI tersebut, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung tengah membangun gedung perpustakaan yang lebih besar untuk mendukung kegiatan mahasiswa. Pada tahun 2014, pihak perpustakaan IAIN Tulungagung mengusulkan untuk merencanakan pembangunan perpustakaan yang lebih luas. Mahasiswa juga menyampaikan aspirasi mereka dan mendesak untuk perluasan perpustakaan pada tahun 2017. Namun, pembangunan ini baru dilaksanakan pada awal tahun 2019. Sampai berita ini ditulis (4/11/2019), IAIN Tulungagung tengah membangun gedung perpustakaan baru. Pemancangan tiang pancang pertama dilakukan tanggal 16 Juli 2019 oleh mantan Menteri Agama Republik Indonesia Lukman Hakim Saifudin.

DIMeNSI 43 | November 2019

reprointernet

Isno selaku Kepala Bagian (Kabag) Perencanaan dan Keuangan mengatakan bahwa pembangunan tersebut diperkirakan selesai pada 30 Desember 2019. Pembangunan ini merupakan hal yang mendesak karena gedung perpustakaan sebelumnya sudah tidak mencukupi untuk menampung koleksi buku yang semakin bertambah setiap harinya (perpustakaan.iaintulungagung.ac.id). Seiring meningkatnya jumlah buku, perpustakaan lama semakin tidak memadai. Dengan jumlah mahasiswa aktif sekitar 19.600 mahasiswa di tahun 2019, membuat luas perpustakaan lama tidak sesuai kapasitas. Pihak pengurus perpustakaan serta pihak birokrasi bagian perencanaan dan pembangunan juga menyadari hal itu. “Perpus lama sudah tidak memadai sehingga perlu membangun perpustakaan yang lebih besar, lebih luas, dan koleksi kita sudah luar biasa,� kata Isno. Gedung perpustakaan baru dibangun di sebelah utara Gedung Saifudin Zuhri. Gedung ini berdiri di lahan seluas 5.100 meter persegi. Pembangunan didanai oleh Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 25 miliar. Rencananya gedung ini akan

23


e

TERAS

mempunyai bentuk belah tengah seperti gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) pada bagian atapnya. Sebelumnya, IAIN Tulungagung mempunyai gedung perpustakaan yang berada di sebelah timur gedung Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Gedung perpustakaan ini berlantai dua dengan luas 980 meter persegi. Perpustakaan baru yang dibangun rencananya akan dilengkapi fasilitas penunjang berupa sepuluh ruang privat untuk mengerjakan skripsi dan setiap orang akan dibatasi dua jam pemakaian. Selain itu, perpustakaan baru juga dilengkapi dengan ruang belajar mandiri, ruang diskusi dengan kapasitas 5-6 orang, dan kantin. “Menyediakan ruang belajar mandiri, ada juga ruang untuk diskusi 5-6 orang kelompok, ada juga kantinya agar jika lama-lama di perpustakaan biar tidak bosan,” jelas Samsul Huda selaku Ketua Perpustakaan IAIN Tulungagung. Apabila gedung perpustakaan baru sudah dapat digunakan, gedung perpustakaan lama rencananya akan digunakan sebagai ruang layanan mahasiswa, seperti ruang percetakan, fotocopy, dan lain sebagainya. Tujuannya untuk menunjang kegiatan mahasiswa. “Kalau perpus lama rencananya kita pakai ruang bisnis, percetakan, atau apa. Nanti ke depan pelayanan mahasiswa akan kita layani semua, baik fotocopy atau macam-macamnya, pokoknya untuk bisnis,” terang Isno saat ditemui di kantornya. Dampak Pembangunan Gedung Perpustakaan Pembangunan gedung perpustakaan baru menimbulkan berbagai dampak. Pasalnya lahan yang digunakan berada di salah satu area parkir mahasiswa. Komandan satuan pengamanan (satpam) IAIN Tulungagung membenarkan permasalahan tersebut. Kondisi ini membuat beberapa pihak merasa terganggu, salah satunya satpam yang bertanggung jawab atas penataan parkir. Satpam terpaksa mengalihkan area parkir di lapangan tengah, seperti yang di ungkapkan Komandan Satpam Khisbunasor, ”Yang paling terasa nggih adanya area parkir yang dengan terpaksa kita alihkan ke area lapangan tengah, sebab adanya proyek pembangunan yang sudah memakan separuh lebih area parkir,” ungkapnya. Lapangan tengah yang notabene merupakan area untuk olahraga dan lahan untuk kegiatan atau

24

Pembangunan gedung perpustakaan. Khozin/dok.dim

acara mahasiswa, terpaksa digunakan sebagai tempat parkir. Khuliya Nur Rahma selaku Ketua Pelaksana Festival PGMI in Art Nasional (FPIAN) tahun 2019 mengatakan, “Kurang kondusif karena penggunaan lahan pembangunan itu memenuhi kurang lebih separuh lapangan, jadi agak sulit meminta izin peminjaman fasilitas kampus karena parkiran dialihkan ke lapangan utama.” Sejak pembangunan gedung perpustakaan, lapangan tengah tidak dapat digunakan pada hari Senin sampai Kamis untuk kegiatan mahasiswa. Penyebabnya karena alih fungsi lapangan tengah sebagai lahan parkir kendaraan. “Untuk kegiatan mahasiswa yang biasanya dilakukan di area lapangan, misalnya bazar atau stand mahasiswa tidak bisa dilaksanakan selain hari Jumat, Sabtu, dan Ahad, sebab area lapangan full parkir mulai Senin sampai dengan Kamis,” ujar Khisbunasor. Tekstur tanah lapangan tengah yang berdebu di musim kemarau membuat kendaraan yang terparkir menjadi kotor. Aprilia Pensi selaku mahasiswa semester 3 progam studi Tadris Bahasa Inggris mengeluhkan pemindahan parkir yang dialihkan ke lapangan utama. “Jadi tidak bisa leluasa seperti dulu, tempatnya makin sempit, kan sekarang dialihkan ke lapangan. Jadi motor-motornya makin kotor, terus panas juga, dan tentunya ya keberatan,” ungkapnya saat diwawancara. Aprilia terpaksa menerima pengalihan parkir dengan alasan mempercepat pembangunan perpustakaan. Hal ini bertujuan agar mahasiswa dapat segera menikmati perpustakaan yang lebih luas dan modern. “Tapi, kalau nggak gini kapan perpusnya jadi. Jadi ya diterima saja,” tambahnya. Pejalan kaki juga ikut terkena dampak pengalihan parkir. Kendaraan yang biasanya berjalan ke arah timur dan barat setelah memasuki gerbang

DIMeNSI 43 | November 2019


TERAS utama, sekarang lebih banyak ke arah barat. Keadaan ini membuat para pejalan kaki khawatir akan keselamatan mereka dengan banyaknya kendaraan yang berlalu lalang di sekitar Gedung Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum (FASIH) lama, seperti halnya yang diungkapkan Hendriko, salah satu mahasiswa semester 5 progam studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI), “Ini mengganggu perjalan kaki juga, kalau kita gedungnya di AM (Arif Mustakim, red.) parkirnya di sini (lapangan utama, red.), jalan ke sana saja ada banyak lalu lalang motor. Takutnya nanti terjadi apa-apa meskipun motornya lambat.” Menanggapi dampak pembangunan gedung perpustakan terkait parkir kendaraan, tidak semua mahasiswa mempermasalahkan. Ika Fathurrohmah, salah satu mahasiswa semester 1 dari Jurusan Hukum Keluarga Islam (HKI) tidak keberatan dengan adanya pembangunan gedung perpustakaan. “Kalau saya sendiri tidak keberatan, yang penting tetap ada tempat untuk parkir. Kan gedung itu dibangun juga untuk kemaslahatan bersama,” ungkap Ika.

e

Isno menjelaskan akan menanggulangi problematik yang terjadi dengan rencana membangun lahan parkir baru. Menurut Isno, mereka akan membangun lahan parkir setelah semua pembangunan yang direncanakan selesai. Salah satu alternatif yang memungkinkan untuk menanggulangi masalah parkir ialah dengan membangun gedung parkir bertingkat. Alasannnya karena lahan yang tersedia tidak memadai untuk menampung banyaknya kendaraan. Seperti yang Isno ungkapkan ketika ditemui di kantornya, “Memang yang kita pikirkan parkir. Mau tidak mau pembangunan gedung parkir setelah semua terpenuhi, baru kita bangun lahan parkir. Ya kita nikmati dulu dengan kondisi yang sekarang, masih semrawut dimana-mana. Kampus manapun terkait dengan parkir itu masalah, karena setiap mahasiswa sekarang pakai sepeda motor timbang mlaku ora gelem,” tutur Isno. [Ris, Zin, Rum, Sa]

Lahan parkir di barat gedung perpustakaan yang sedang dibangun. Khozin/Dok.dim

DIMeNSI 43 | November 2019

25


e

TERAS

Rekognisi Akreditasi dalam Loka Perguruan Tinggi

“

Akreditasi menjadi tuntutan wajib dari pemerintah untuk perguruan tinggi. Akreditasi merupakan proses evaluasi uji kelayakan program studi atau perguruan tinggi yang dilakukan Badan Akreditasi Nasional.

A

kreditasi adalah bentuk sistem jaminan mutu eksternal yaitu suatu proses yang digunakan lembaga yang berwenang dalam memberikan pengakuan formal bahwa suatu institusi mempunyai kemampuan untuk melakukan kegiatan tertentu (tirto.id). Badan yang berwenang melakukan dan mengembangkan akreditasi perguruan t i n g g i adalah Badan Akreditasi N a s i o n a l Perguruan Tinggi (BAN-PT). Lembaga yang melakukan akreditasi program studi (prodi) adalah Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi (LAMPT). Akan tetapi, sejauh ini belum terdapat LAMPT. LAM hanya terdapat pada sekolah kesehatan dengan istilah Lembaga Akreditasi Mandiri Kesehatan (LAMKES). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XVI Pasal 60 ayat (1) dan (2), Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik. Saat ini akreditasi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung masih dalam peringkat B dengan total nilai 312. Data tersebut berdasarkan Ketetapan Kementerian Agama No. BAN- PT No. 369/SK/BANPT/Aired/PT/V/2015 perihal Surat Sertifikat Akreditasi. Surat keputusaan akreditasi institusi perguruan tinggi muncul pada 9 Mei 2015. Masa berlaku akreditasi

26

dan peringkat terakreditasi perguruan tinggi maupun prodi selama lima tahun. Sebelum masa tersebut selesai, perguruan tinggi maupun prodi dapat mengajukan akreditasi ulang minimal sebelum akreditasi itu kedaluwarsa. Terdapat beberapa tahapan dalam proses akreditasi perguruan tinggi. Tahapan tersebut berupa p engung ga han data, verifikasi oleh admin BANPT, dan hasil verifikasi diberikan kepada tim asesor. Kemudian tim asesor melakukan penilaian berdasarkan dokumen yang reprointernet telah diunggah. Setelah itu, terdapat pemberitahuan visitasi dimana BAN-PT akan menentukan nilai akhir. Selain tahapan dalam akreditasi, juga terdapat syarat yang harus dipenuhi dan dikirim ke BAN-PT. Persyaratan yang harus dikirim kepada BAN-PT adalah surat pernyataan rektor, laporan evaluasi diri, laporan kinerja perguruan tinggi, lampiran yang berisi surat keterangan alih status Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) menjadi IAIN, Rencana Strategis (Restra) IAIN Tulungagung, dan juga laporan rencana ilmu pengembangan. Hingga berita ini ditulis (4/11/2019), akreditasi IAIN Tulungagung dalam tahap pengunggahan data. Zun Azizul Hakim selaku Sekretaris Lembaga Penjamin Mutu (LPM) IAIN Tulungagung mengatakan bahwa pada Sabtu, 2 November 2019 pukul 21.20 WIB telah melakukan pengunggahan data untuk akreditasi IAIN Tulungagung. Karena data yang diunggah sebagai syarat akreditasi, maka pengunggahan tersebut bersifat wajib.

DIMeNSI 43 | November 2019


TERAS Merujuk pada Peraturan Menteri (Permen) Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2016 tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi BAB IV Pasal 47 ayat (2), pemimpin perguruan tinggi wajib mengajukan permohonan akreditasi ulang paling lambat enam bulan sebelum masa berlaku status akreditasi dan peringkat terakreditasi program studi dan/atau perguruan tinggi berakhir. Adanya akreditasi adalah sebuah upaya pemerintah untuk menjamin mutu suatu lembaga pendidikan. Nilai akreditasi menjadi bukti bahwa kegiatan pendidikan dan pengajaran telah sesuai dengan standar nasional perguruan tinggi. Klasifikasi akreditasi perguruan tinggi maupun prodi akan dibagi ke dalam peringkat A, B, dan C. Nilai tersebut menjadi aset penting dalam penetapan posisi mutu perguruan tinggi maupun jurusan. Selain itu, nilai akreditasi bisa jadi tolok ukur kelayakan pada kelulusan. “Kalau sekarang itu unggul, baik sekali, baik. Kalau semisal tidak memenuhi baik sekali maka prodi atau perguruan tinggi akan mendapat pembinaaan dari Kemristekdikti. Jadi mengajukan akreditasi itu belum tentu dia mendapat akreditasi,” ujar Azizul. Terdapat 63 persyaratan akreditasi kampus, salah satunya adalah akreditasi prodi pada poin ke10. Di kampus IAIN Tulungagung terdapat beberapa prodi yang belum terakreditasi. Di tingkat S-1, terdapat prodi baru yang belum terakreditasi, seperti Tadris Fisika (TFIS), Tadris Kimia (TKIM), Psikologi Islam (PI), Sosiologi Agama (SA), Manajemen Bisnis Syariah (MBS), dan Akuntansi Syariah (AKS). Semua prodi tersebut belum memiliki lulusan. Seperti halnya Prodi SA, prodi tersebut baru berdiri pada 2017 lalu. Pada 2019, Ketua Jurusan (Kajur) mengerjakan Panduan Penyusunan Laporan Kinerja (LKPS) yang ditargetkan akan diunggah ke BAN-PT pada 2020. “Sehingga sebelum angkatan pertama lulus, SA sudah terakreditasi dengan nilai maksimal,” ucap Budi Harianto selaku Kajur SA. Syarat yang telah dipenuhi adalah jumlah dosen homebase dan mahasiswa yang ideal, yakni terdapat lima dosen dan 201 mahasiswa. Sementara yang dimaksud dengan dosen homebase adalah

DIMeNSI 43 | November 2019

e

dosen yang linier dengan prodi. Lain halnya dengan Prodi TFIS yang berdiri bersamaan dengan SA, akan tetapi persyaratan jumlah dosen dan mahasiswa belum ideal yakni 200 mahasiswa dan empat dosen homebase. “Kami masih menunggu CPNS yang 2019 dengan harapan ada formasi yang dari Fisika minimal satu sehingga di tahun 2020 kami siap mengirimkan borang (formulir, red.) untuk mengajukan akreditasi,” ungkap Maryono selaku Kajur TFIS. Kemudian terdapat prodi yang belum mendapatkan akreditasi, tetapi telah memiliki lulusan. Di antaranya adalah Prodi Bahasa dan Sastra Arab (BSA), Bimbingan Konseling Islam (BKI), dan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI). Terdapat pula prodi yang dalam proses pembaruan akreditasi, yaitu Ekonomi Syariah (ES). Menurut Lutfi Ulfa Ni’amah selaku Kajur KPI mengungkapkan bahwa, “KPI belum memiliki akreditasi bukan karena tidak mengajukan. Akan tetapi, salah satu persyaratan dari pihak BAN-PT adalah akreditasi jurusan harus memiliki enam dosen yang kompeten di bidangnya.” Dosen yang kompeten dalam bidang KPI harus seimbang dengan jumlah mahasiswa. Hingga saat ini, total mahasiswa Prodi KPI pada 2019 sebanyak 435. Tahun 2015 hingga 2016, jurusan KPI belum memiliki dosen yang kompeten di bidangnya. Namun, pada 2017, jumlah dosen yang kompeten telah memenuhi syarat, yakni tujuh dosen. Lutfi juga mengatakan, bahwa pada 2018 telah melakukan proses pengunggahan data, kemudian menunggu visitasi dan kemungkinan pada 2020 akreditasi bisa keluar. Pada 2019 mahasiswa Prodi KPI lulus tanpa menerima ijazah. Hal tersebut

Gerbang Utama IAIN Tulungagung/dok.dim

27


e

TERAS

dikarenakan belum adanya akreditasi jurusan. Lutfi juga menambahkan, apabila mahasiswa memaksa adanya pengeluaran ijazah maka diperbolehkan tapi ijazah tersebut tidak berguna. Proses akreditasi prodi maupun perguruan tinggi yang tak kunjung selesai ini menimbulkan permasalahan, terutama kepada mahasiswa. Kapasitas yang dapat ditampung oleh BAN-PT sebesar 4.000 akreditasi. “Di tahun 2019 ini, bulan Maret itu yang mengusulkan akreditasi 8.000 sehinggga sampai dengan bulan Agustusan itu BAN-PT konon katanya kehabisan anggaran untuk melakukan proses akreditasi atau visitasi akreditasi,” ucap Azizul. Tidak adanya akreditasi pada prodi berdampak pada mahasiswa yang telah diwisuda. Seperti halnya Vita Lutfi Uzilafatuz Zuhriana selaku jurusan BKI yang telah diwisuda pada 2019 mengatakan bahwa ia tidak dapat mengikuti pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dikarenakan ijazah belum keluar. Akan tetapi mahasiswa yang telah diwisuda mendapat bukti kelulusan berupa Surat Keterangan Lulus (SKL). SKL tersebut berlaku selama tiga bulan setelah disahkan. Jika masa berlakunya SKL telah habis, maka diperkenankan untuk membuat kembali. Dampak pembaruan akreditasi pada prodi

28

ES juga ditegaskan Wicaksono selaku alumni Prodi ES 2019 bahwa ES mendapat akreditasi B. Namun, akreditasi tersebut telah kedaluwarsa. “Saya sangat keberatan dengan kedaluwarsanya akreditasi itu. Karena itu berpengaruh ke ijazah. Seharusnya Kajur itu sudah mengurus akreditasi pada jauh-jauh hari. Kan akreditasi itu juga butuh waktu yang lama. Jadi nasib saya juga lontang-lantung,” tegas Wicaksono. Hal tersebut selaras dengan ungkapan Anita Mustika Dewi selaku mahasiswa semester tujuh Prodi AKS, bahwa wisuda terhambat akibat akreditasi yang belum tuntas. Berbeda halnya dengan M. Chilmi Nasyirul Haq salah satu wisudawan jurusan BSA 2019. Ia mengatakan bahwa ijazah yang belum keluar tidak memengaruhi dirinya karena belum membutuhkan. “Kalau saya belum ada pengaruhnya, karena emang belum butuh banget. Pengaruhnya ke mereka yang mau langsung lanjut S-2. SKL bagi yang membutuhkan, cuma yang minta saja. Saya nggak minta, ya nggak dibuatkan,” ujar Chilmi. Dampak akreditasi yang tak kunjung selesai ini dipertegas oleh Azizul. Ia mengatakan bahwa tidak adanya akreditasi institusi maupun prodi akan mengakibatkan gelar yang diberikan kepada mahasiswa tidak diakui. [Kha, Hal, Ela, Diy, Ain, Hen]

DIMeNSI 43 | November 2019


EDITORIAL

e

Dinamika Hidup Pekerja Menuju Intensi Semu

“

Nyatanya, selalu ada harga yang sampai saat ini tidak cukup dibayar para pekerja hanya dengan berdedikasi pada perusahaan atau majikan yang mempekerjakan mereka. Di balik tuntutan pemenuhan kebutuhan dan intensi menuju kemakmuran, tersimpan banyak problematika dan risiko.

P

emenuhan kebutuhan hidup memaksa para pekerja mencari pekerjaan. Setidaknya pada tahun 2018, tercatat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun menjadi 5,34% atau setara dengan 7 juta orang dari 131 juta angkatan kerja (detik.com). Hal ini tampak seperti angin segar dalam padatnya kompetisi untuk mendapatkan pekerjaan. Intensi pekerja untuk memperoleh kesejahteraan seolah semakin mempunyai kesempatan, baik bagi pekerja domestik yang melalang buana di dalam negeri maupun pekerja migran yang mengadu nasib di luar negeri. Besarnya honorarium pekerja menjadi salah satu tolok ukur untuk menciptakan kesejahteraan. Penghasilan pekerja migran di luar negeri misalnya, dapat bernilai enam kali lipat dari pekerja domestik (tirto.id). Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mengklaim pekerja migran Korea Selatan berpenghasilan hingga Rp 30 juta per bulan (cnbcindonesia.com). Bahkan, Asisten Rumah Tangga (ART) Taiwan berpenghasilan sekitar Rp 8 juta per bulan. Hal tersebut belum termasuk penghasilan di negara-negara lain yang tidak kalah fantastis, seperti pekerja migran yang berprofesi sebagai careworker di Jepang yang berpenghasilan Rp 15 juta per bulan, Rp 10 juta untuk pekerja migran di Myanmar, dan Rp 10,8 juta bagi pekerja migran di Papua Nugini (okezone.com). Nominal ini bukan nilai yang kecil jika dibandingkan dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) Indonesia pada tahun 2019. Di balik bayang-bayang intensi kemakmuran yang salah satunya tercermin melalui honorarium, tersimpan banyak

DIMeNSI 43 | November 2019

problematika yang harus dihadapi pekerja, baik pekerja domestik atau pekerja migran yang mengadu nasib di luar negeri. Sebelumnya, dilansir dari Detik, Mantan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M. Hanif Dhakiri mengatakan bahwa tenaga kerja Indonesia memiliki kelemahan dalam sisi kualitas. Hanya segelintir pekerja yang mempunyai keahlian mumpuni. Selain itu, tidak tersebarnya pekerja mumpuni secara merata menjadi permasalahan lain di samping kemampuan khusus pekerja yang minim. Problematik lain yang menjadi momok menurut Labor Institute Indonesia di antaranya digitalisasi atau otomatisasi, informalisasi tenaga kerja, BPJS, dan masih tingginya kecelakaan kerja serta outsourcing (okezone.com). Pekerja domestik mau tidak mau terus dituntut mengikuti perkembangan zaman untuk mengimbangi pergerakan ekonomi digital. Akibatnya, digitalisasi atau otomasisasi merupakan hal yang mendorong terjadinya

29


e

EDITORIAL

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). PHK berdampak pada tumbuhnya informalisasi tenaga kerja dengan menjamurnya Pekerja Kaki Lima (PKL) dan pekerja mandiri. Secara langsung, hal ini mengurangi pemakai BPJS Ketenagakerjaan menuju BPJS Kesehatan. Ancaman ketidaksiapan penyesuaian sumber daya di kedua BPJS tersebut ikut menjadi problematik pemerintah. Hal penting lainnya yaitu keselamatan kerja yang masih minim dilakukan. Masalah ini akan berdampak pada menjamurnya outsourcing bagi pekerja domestik (okezone.com). Khusus untuk Pekerja Migran Indonesia (PMI), iming-iming penghasilan fantastis dapat mendorong masyarakat bekerja di luar negeri, selain faktor kurangnya lapangan kerja di dalam negeri tentunya. Sayangnya, terdapat banyak problematik di balik kepergian pekerja migran. Problematik ini dapat berupa prosedur pemberangkatan pekerja migran yang terkesan rumit sehingga mendorong pada pemberangkatan nonprosedural, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), kekerasan, honorarium yang tidak dibayar, maupun problematika pada keluarga yang ditinggalkan, khususnya anak. Selain itu, pekerja migran juga rentan terhadap berbagai risiko kerja seperti kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas,

30

sakit, dan bunuh diri. Apalagi, Tulungagung diidentifikasi menempati posisi nomor 14 sebagai pengirim pekerja migran terbesar di Indonesia. Nyatanya, selalu ada harga yang sampai saat ini tidak cukup dibayar para pekerja hanya dengan berdedikasi pada perusahaan atau majikan yang mempekerjakan mereka. Di balik tuntutan pemenuhan kebutuhan dan intensi menuju kemakmuran, tersimpan banyak problematika dan risiko. Pundi-pundi rupiah yang diperoleh pekerja domestik atau yang dibawa pekerja migran ke tanah air, masih menyimpan berbagai problematik yang di antaranya telah dipaparkan sebelumnya. Kiranya perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah: perlindungan, pengawasan, peningkatan keahlian, dan sosialisasi khusus bagi pekerja. Dengan demikian, tidak perlu ada luka yang harus dipikul pekerja di balik imingiming intensi besarnya honorarium sebagai salah satu tolok ukur kemakmuran. Namun, alangkah baiknya jika pemerintah tetap berupaya menciptakan lapangan pekerjaan dan hukum yang memayungi pekerja di berbagai sektor agar dinamika hidup pekerja sesuai intensi yang dibayangkan.

DIMeNSI 43 | November 2019


Re mi t a n s i d a nT Kl No n Pr o p o r s i o n a l





RESENSI

Menyoal Kritik Modernitas dalam Ambiguitas

e

Oleh Minkhatul Choiriyah

Judul buku Penulis Penerbit Tahun terbit Jumlah halaman ISBN

: : : : : :

Jurgen Habermas; Senjakala Modernitas Irfan Afifi IRSiSoD 2019 200 halaman 978-602-7696-93-8

D

alam modernisme, pusat filsafat modern terletak pada epistemologi yang didasarkan gagasan subjektivitas dan objektivitas murni. Pada dua pandangan ini, kritik postmodernisme dialamatkan. Modernitas dianggap tuntas jika anggapan soal subjek dan dunia objektif itu berakhir. Dunia seolah menanti subjek yang akan membuat representasi sehingga kritik postmodernisme bisa dimaknai sebagai sebuah upaya modernitas dan metafisika. Irfan Afifi menggeluti filsafat selama tujuh tahun di Universitas Gadjah Mada (UGM). Irfan menulis buku berjudul Senjakala Modernitas untuk menyajikan modernitas bagi pembaca. Tokoh pemikirnya adalah Habermas. Hal ini karena Habermas menguasai seluruh filsafat kontemporer, khususnya filsafat kritis sampai pada Hagel, Kant, dan Aristoteles, filsafat analitis serta teori sistem. Buku ini mengulas teks pidato Habermas yang berjudul Modernity: An Incomplete Project yang disampaikan Habermas di depan warga kota di Frankfurt, New York, pada penerimaan pernghargaan Adorno Prize. Di musim gugur tahun 1979, Habermas menyampaikan pidato tersebut yang seolah-olah menjadi kritik paling liar terhadap karya Lyotard. Lyotard berpendapat bahwa postmodernitas yang akan berlaku dan modernitas-pencerahan dipandang tidak lagi relevan. Pidato setebal tak kurang dari delapan belas halaman dengan satu spasi tersebut menimbulkan kontroversi panjang yang membuat namanya masuk dalam polemik bersama para postmodernis.

Irfan Afifi percaya perdebatan tentang modernitas dan pascamodernitas berasal dari jawaban Habermas atas tantangan Lyotard mengenai pendapat modernitas. Lyotard mengatakan bahwa modernitas telah mati. Kenyataan ini dikonstatasi oleh Lyotard diawal postmodern ketika dia membuka analisis tentang postmodernitas sebagai era transformasi stabilitas

DIMeNSI 43 | November 2019

reprointernet negara lewat berbagai perputaran modal, yang bekerja di bawah nama korporasi multinasional.

Jurgen Habermas adalah pemikir besar dewasa ini. Dia seorang filsuf sekaligus sosiolog ternama dalam kancah teori sosial dunia. Pada tahun 1956, Habermas mulai terlibat dalam kegiatan penelitian di Institut Penelitian Frankfurt. Dari lembaga ini, Habermas mengenal mazhab pemikiran yang disebut mazhab Frankfurt. Habermas juga seorang neomarxis terkemuka yang percaya rasionalitas dunia modern. Dia menganggap rasionalitas membimbing masyarakat menuju kedewasaan dan kebebasan. Habermas setia membela modernitas dan rasionalitas dalam menghadapi serangan kalangan postmodern yang tidak memercayai rasionalitas dan asumsi-asumsi modernitas. Modernitas berasal dari kata modernus yang berarti baru, sekarang, atau saat ini. Kata modernus muncul pertama kali pada abad ke-15. Istilah modernis membawa konotasi pemisah antara yang baru dan yang

35


e

RESENSI

lama. Waktu adalah konsep kunci dalam pemisahan ini. Sedangkan istilah modern sering digunakan dalam konteks berbeda, tapi secara kasar senantiasa mengacu pada bentuk kesadaran terhadap suatu zaman baru. Dalam buku ini, Habermas menyatakan kesadaran modern digambarkan sebagai titik awal dari tiap generasi dalam mempelajari sejarahnya. Waktu dianggap sebagai sumber dalam memecahkan masalah dengan memandang masa kini sebagai masa peralihan atau momen sementara menuju masa depan. Secara ringkas dapat dikatakan modernitas bukan hanya merujuk periode melainkan juga bentuk kesadaran yang terkait dengan kebaruan sebagai lawan dunia lama. Hagel secara tegas menyebut batas zaman modern yaitu revolusi Prancis dan abad pencerahan. Karena modernitas memahami dirinya sebagai oposisi tradisi, maka dia pun mencari titik pijaknya sendiri. Otoritas titik pijak tersebut adalah rasio. Menurut Hagel, dia dapat memahamkan modernitas sebagai pencerahan. Dalam konteks itulah, filsafat modern dari Descrates hingga Kant berusaha merumuskan modernitas dalam prinsip kesadaran dan prinsip subjektivitas. Descrates mungkin orang yang paling awal membicarakan kesadaran. Jika untuk mencapai pengetahuan murni, Plato menawarkan cara dialog dan Aristoteles dengan cara bernalar dalam logika, maka Descrates mempraktikkan cara lain. Kepastian tidak dicapai dengan nalar atau dialog, tapi dalam bentuk kesadaran langsung tanpa perlu menyibukkan diri dengan orang lain melalui jalan monolog maupun meditasi. Sebelum masuk lebih jauh pada modernitas, buku Senjakala Modernitas mengulas mengenai pandangan Kant dan Descrates. Kant menggugat tradisi filsafat barat yang berlangsung ribuan tahun sebelumnya dengan menggeser pertanyaan metafisika menjadi pertanyaan epistemologi. Jika dalam tradisi filsafat barat selalu memfokuskan pada realitas, maka Descrates mengubahnya menjadi bagaimana subjek memahami objek. Descrates tak lagi bertanya apakah hakikat dan substansi dari realitas, tetapi bertanya mengenai syarat yang memungkingkan rasio memperoleh pengetahuan tentang realitas. Akhir abad ke-18, terdapat tiga wilayah pengetahuan dalam sains, moralitas, dan seni yang dirumuskan dalam pernyataan tentang kebenaran, kebaikan, dan keindahan yang dapat dikritik. Dari ketiga wilayah tersebut, Kant berusaha membangun pemahaman tentang modernitas yang tidak hanya dicirikan oleh kesadaran diri dan sikap kritis terhadap tradisi, tetapi juga oleh penentuan diri dan realisasi diri. Model subjektivitas itulah yang disebut filsafat modern, yang berjalan sejak Descrates hingga Kant. Keduanya berusaha merumuskan pemahaman tentang modernitas

36

di level teoritis. Sedangkan menurut Habermas, filsafat modern dicirikan sebagai filsafat kesadaran atau filsafat subjek. Menurut Hagel modernitas dapat menjamin dirinya dan menciptakan normativitasnya. Modernitas ditandai adanya fakta kebebasan individu dan kepemilikan terhadap rasio mengenai dunianya secara kritis. Prinsip subjektivitas adalah pondasi modernitas. Hagel menguraikan prinsip subjektivitas dalam pengertian kebebasan dan refleksi. Seiring perkembangannya, prinsip tersebut banyak digugat kalangan postmodern. Postmodern adalah kritik rasio modern. Istilah postmodern menunjuk pada sikap, gaya, atau cara pandang tertentu dalam merefleksikan kecenderungan yang mengemuka pada zamannya. Reaksi itu bisa dilihat dalam semangat penolakan produk maupun cara padang modern di bidang seni, sastra, arsitektur, dan sejarah. Habermas mengemukakan ada dua corak aliran postmodern yang punya pengaruh kuat di level politis dan filosofis. Pertama adalah neokonservatif, yaitu aliran yang berusaha meninggalkan modernitas secara langsung, tanpa mengecek pergerakan modernasi masyarakat. Mereka menganggap pencerahan kehabisan daya kultural, namun mekanisme sosial, kemajuan teknologi, pertumbuhan ekonomi, dan kontrol administrasi masih tetap berlangsung. Kedua adalah anarkis, yaitu aliran yang berusaha mengucapkan salam perpisahan pada modernitas baik di level kultural dan sosial. Meskipun memiliki perbedaan, kedua corak tersebut tetap memiliki kesamaan yaitu berusaha mencampakkan kesadaran modern. Murid-murid Hagel terbagi dua dalam mengkritik modernitas: hagelian kiri dan hagelian kanan. Para hagelian kiri seperti Marx dan Feurbach menganggap modernitas sebagai wujud penguasaan dan penindasan tersembunyi atas rasio. Sedangkan bagi hagelian kanan, modernitas atau dialektika pencerahan adalah substitusi dari keretakan masyarakat modern yang tak bisa dielakkan. Bagi Habermas, kesalahan diagnosis

DIMeNSI 43 | November 2019

reprointerne


et

RESENSI modernitas berpangkal dari paradigma filsafat kesadaran atau filsafat yang berpusat pada subjek yang mengakar dalam tradisi filsuf modern. Ketidakmampuan diagnosis menyebabkan filsuf pasca Hagel mengumandangkan sebuah akhir modernitas. Di titik akhir modernitas itu, Nietzsche mengambil pemikiran filosofis yang tajam. Namun, Habermas melihat Nietszhe menghadapi dilema dalam caranya mengkritik modernitas. Nietzsche mengkritik modernitas dengan cara yang aneh. Dia meninggalkan rasio modern dengan menggunakan rasio historis, seperti yang dialami Hagel, namun bukan untuk mencapai kematangan rasio, tapi demi membuang rasio itu sendiri. Baginya, peradaban kuno hanya titik balik menuju masa depan, dimana kesadaran dapat berhubungan dengan masa lalu. Bagi Nietzsche, dunia modern ditandai dengan adanya bahaya yang tak terelakkan lagi yang disebut nihilisme. Habermas menyatakan dengan datangnya nihilisme, Nietzsche menolak otoritas rasio dan menariknya pada pengalaman realitas kuno, dimana seni dapat membebaskan subjektivitas modern yang beku. Akhirnya Nietzsche menolak tiga warisan peradaban barat: filsafat, agama dan moralitas. Baginya, filsafat barat terlalu sibuk pada pencarian realitas yang tak berubah dari kenyataan sebenarnya. Habermas mengungkapkan bahwa Nietzsche masih terjerat dalam rasio yang berpusat pada subjek sehingga begitu pesimis menghadapi keretakan modernitas. Dengan nihilismenya, dominasi filsafat subjek yang melanda modernitas hanya dipahami sebatas hasil dan ekspresi dari kehendak untuk berkuasa. Berbeda dengan Nietzsche yang lebih dekat dengan kontemplasi artistik yaitu mengganti filsafat dengan seni, Heidegger justru mengembalikan filsafat pada tahtanya yaitu mengatasi karakter totalitarianisme modernitas dengan destruksi metafisika menuju akhir metafisika itu. Sementara Michel Foucault, mengkritik modernitas melalui rasio. Diawali dengan fenomena kegilaan seperti yang tersirat dalam seni dan sastra, Foucault mengatakan bahwa dalam kegilaan ada banyak keheningan yang dapat didengar rasio. Dalam menyingkap hubungan keduannya, Foucault melukiskan tiga zaman yaitu renaisans, klasik, dan modern. Kritik Foucault dalam modernitas menyebut dimensi ganda yang dihasilkan pencerahan yaitu humanisme dan teror serta pembebasan dan perbudakan. Bagi

DIMeNSI 43 | November 2019

e

Habermas, Foucault lebih dari pengkritik modern lainnya karena memberi sebuah kritik radikal terhadap rasio. Foucault telah membuka wilayah investigasi penelitian sosial yang lepas dari motif mistifikasi seperti Nietzsche dan Heidegger. Sedangkan ketidaksetujuan Habermas terletak pada konsep Foucault soal relasi kuasa dan pengetahuan yang terus dipertahankan dalam seluruh karya-karyanya. Hal itu adalah dasar yang membuat Foucault berkesimpulan bahwa secara umum bentuk ilmu pengetahuan modern merupakan wujud dari kehendak berkuasa dan secara khusus bentuk kehendak penguasaan diri sendiri menuju kehendak berkuasa yang merembes dalam setiap diskursus dan praktik zaman modern. Kritik radikal terhadap rasio pencerahan yang dilancarkan pada postmodern tak ditolak mentahmentah oleh Habermas. Hanya saja menurutnya, mereka melihat gerakan anti modernitas yang dijalankan merupakan bagian dari kritik subjektivitas dalam diskursus filsafat modern yang diawali Kant dalam prinsip modernitasnya. Keinginan Habermas yang diungkapkan dalam buku ini yaitu mempertahankan rasionalisasi yang seimbang pada dunia kehidupan dan sistem objektif. Sebuah rasionalisasi yang setara pada tujuan rasional dan tindakan komunikatif. Hal itu merupakan tawaran Habermas untuk melanjutkan proyek pencerahan. Di matanya, modernitas adalah sesuatu yang belum selesai, tidak komplet, dan masih perlu disempurnakan terus-menerus. Buku ini menyajikan kritik-kritik Habermas dan pandangan-pandangan modernitas dari berbagai filsuf Barat. Irfan mampu memanggungkan berbagai perseteruan pemikiran modernitas dan postmodernitas dengan baik. Irfan cukup kuat dan telaten memetakan para pemikir atau filsuf barat sesuai perspektif pemikirannya masing-masing. Dia menempatkan pembelaan Habermas atas modernitas tidak dengan harga mati. Irfan pun juga menempatkan modernitas di tengah badai kritik postmodernis yang menerpanya sebagai sebuah proyek yang belum selesai. Dalam buku ini, ambiguitas menjadi fokus utama penulis, yaitu Nietzsche dan Heidegger yang menggugat warisan pencerahan di Eropa dan menolak hiruk-pikuk modernitas. Akan tetapi Nietzsche dan Heidegger di saat yang sama enggan memberi solusi kritis mengenai persoalan tersebut. Sebagaimana yang dituliskan Irfan Afifi, buku ini merupakan pintu awal untuk memasuki masalah-masalah filosofis dan politis yang lebih mendalam, terselubung, dan terlihat dipermukaan. Oleh karena itu buku ini sangat cocok dibaca oleh kaum arif, para teolog, budayawan, kritikus sastra dan seni, serta teoretis sosial.

37


RESENSI

Genderang Perlawanan Kaum Buruh

“

e

Ketidakselasaran buruh dengan perusahaan menyebabkan buruh melakukan mogok kerja. Alih-alih mendapat perubahan ke arah yang lebih baik, kaum buruh malah memperoleh hasil sebaliknya. Judul buku Penulis Penerbit Tahun terbit Jumlah halaman

: : : : :

Buruh Menuliskan Perlawanannya Oleh Yunita Sulistiawati Agus Japar Sidik, dkk Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS) 2015 xxvi + 482 halaman

ISBN

:

978-620-99608-3-9

T

onggak peristiwa perburuhan pada masa reformasi adalah pengesahan tiga undang-undang terkait ketenagakerjaan. Jika sebelumnya buruh dibatasi dalam serikat tunggal yaitu Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), sekarang buruh mendapat kebebasan lebih besar untuk berserikat. Namun di masa reformasi pula, Indonesia masuk ke rezim pasar tenaga kerja lentur (labour market flexibility). Pasar tenaga kerja lentur berarti semakin banyak orang dipekerjakan oleh perusahaan sebagai buruh kontrak jangka pendek atau masuk kerja melalui outsourching (pemindahan pekerjaan dari satu perusahaan ke perusahaan lain yang biasanya untuk memperkecil biaya produksi). Buruh Melakukan Perlawanan merupakan buku antologi yang ditulis kaum buruh atas dasar kegelisahan mengenai kebijakan yang ditetapkan perusahaan. Buku ini memuat tulisan 15 buruh yang ada di Jakarta dan sekitarnya. Mereka adalah generasi buruh tahun 2000an, baik yang masih bekerja atau sudah dipecat dari suatu perusahaan (dan sedang mencari pekerjaan baru), kecuali satu orang yang telah pensiun. Buku ini menceritakan bagaimana proses buruh berorganisasi, mulai dari belajar memimpin, belajar berorasi sampai belajar menjadi orator saat demonstrasi. Mereka digambarkan gagah dan berani membela keadilan bagi diri sendiri dan orang lain. Akibatnya banyak buruh mengalami pemecatan dan mutasi tanpa ada kompensasi. Hal ini karena aksi buruh mengancam eksistensi perusahaan yang mempekerjakan mereka. Ketidakselasaran buruh dengan perusahaan

38

dok.dim menyebabkan buruh melakukan mogok kerja. Alih-alih mendapat perubahan ke arah yang lebih baik, kaum buruh malah memperoleh hasil sebaliknya. Mogok kerja yang mereka lakukan membuat perusahaan geram. Perusahaan semakin sewenang-wenang untuk tidak memberi upah, bahkan memecat para buruh yang mengikuti aksi mogok tersebut.

Agus Japar Sidik sebagai salah satu penulis buku Buruh Melakukan Perlawanan, memutuskan bergabung dalam Serikat Pekerja. Selama menjadi buruh borongan, Agus menyadari adanya beberapa kebijakan yang melenceng, satu di antaranya seperti pemberian upah lembur yang tidak sesuai. Meski begitu, tidak ada perlawanan kaum buruh atas kesewenang-wenangan perusahaan tersebut. Oleh karena itu, Agus berinisiatif

DIMeNSI 43 | November 2019


RESENSI untuk menciptakan aturan yang lebih humanis. Langkah yang dia lakukan adalah dengan berproses mengembalikan dan meluruskan kebijakan-kebijakan yang telah dimanipulasi. Agus bertekad mengikuti pendidikan perburuhan yang mengantarkannya menjadi delegasi program pendidikan dari Federasi Perserikatan Buruh. Selama mengikuti pembelajaran, Agus mendapat banyak tantangan dari perusahaan, misalnya mutasi pekerjaan hingga masalah keluarga seperti tersendatnya pemenuhan kebutuhan hidup. Pada tahun 2009, Agus terpilih menjadi ketua serikat. Agus harus menghadapi berbagai masalah serikat yang kompleks. Hal ini diperburuk ketika sebagian besar anggota tidak begitu paham mengenai masalah organisasi. Berbagai upaya yang Agus lakukan tidak membuahkan hasil, termasuk keengganan anggota mengikuti program-program pendidikan yang telah dicanangkan federasi. Padahal bagian terpenting adalah bagaimana organisasi dapat mensejahterakan anggotanya. Setelah melihat banyak buruh mangkir dari program yang dicanangkan, Agus memutuskan mendanai buruh yang mengikuti program pendidikan. Dana tersebut didapatkan dari iuran setiap buruh di serikat. Walaupun telah didanai, masih terdapat banyak buruh yang enggan mengikuti program tersebut. Akhirnya Agus berkesimpulan organisasi sangat penting untuk meningkatkan pemahaman buruh mengenai dasar-dasar organisasi perburuhan melalui program pendidikan. Tak hanya itu, hal yang perlu diperhatikan adalah hambatan organisasi yang dipengaruhi kurangnya pemahaman pengurus maupun anggota mengenai dasar-dasar organisasi. Seperti yang dialami oleh beberapa buruh lainnya dalam buku Buruh Melakukan Perlawanan, mereka menyuarakan perlawanan sebagaimana Jafar, yaitu melalui serikat buruh, seperti Federasi Pekerja Industri (FPI), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Logam Elektronik dan Metal (SPSI LEM), Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Kimia Energi dan Pertambangan (SPSI KEP), dan Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI). Selain untuk mendapat pengalaman organisasi, tujuan buruh bergabung dalam organisasi yaitu untuk mendapat pengetahuan mengenai perserikatan. Akan tetapi, sebagian besar dari mereka pada akhirnya dimutasi dari pekerjaan. Hal ini tidak membuat mereka putus asa,

DIMeNSI 43 | November 2019

e

justru buruh semakin semangat untuk menyuarakan aspirasi mereka. Para buruh selanjutnya melakukan aksi demonstrasi yang diikuti seluruh buruh yang ada di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Mereka menuntut kenaikan upah karena dirasa tidak cukup untuk membiayai keluarga dan biaya kontrak rumah selama sebulan. Tidak hanya itu, jarak perusahaan yang cukup jauh membuat buruh perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk menuju lokasi kerja. Akibatnya banyak buruh yang berhutang baik dengan sesama buruh atau pihak lain. Dalam buku ini dijelaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seringkali tidak memberi kepastian terhadap nasib buruh. Alhasil mereka tetap melakukan aksi yang tak jarang memberi imbas berupa ancaman mutasi pekerjaan, gaji yang tidak menentu atau bahkan tidak dibayarkan selama satu bulan. Tidak hanya itu, kompensasi yang diberikan terkadang tidak sesuai dengan perjanjian yang dibuat oleh perusahaan. Perihal kontrak kerja juga tak luput mengalami nasib serupa, buruh borongan harus bekerja ekstra agar diangkat menjadi buruh tetap. Buku Buruh Melakukan Perlawanan juga menceritakan selama tiga tahun bekerja iming-iming untuk menjadi buruh tetap tidak kunjung terlaksana atau meski telah menjadi buruh tetap, gaji mereka tidak berubah atau tetap sama seperti buruh borongan. Hal tersebut disebabkan pendataaan identitas yang tidak akurat. Buruh yang telah lama bekerja dapat didata dengan nama samaran sehingga masih dianggap sebagai buruh yang baru bekerja. Problematika kaum buruh dalam buku ini terus berlanjut. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan perusahaan yang meresahkan buruh harus segera diselesaikan. Tidak menutup kemungkinan ada banyak perlawanan buruh di daerah lain yang belum tertulis sebagaimana perlawanan buruh di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Buku Buruh Menuliskan Perlawanannya tidak d a p a t menjadi patokan bagi nasib buruh di Indonesia secara keseluruhan. Buku ini terfokus pada aksi mogok kerja dan tuntutan kenaikan gaji buruh di Jakarta dan sekitarnya, tanpa menyinggung buruh di daerah lain.

reprointernet

39


e RESENSI

Ironi Demokrasi di Tengah Kemelut Konstelasi Politik

Seorang penulis Yunani berkata, demokrasi hanya berjalan saat orang kaya merasa terancam. Jika tidak, oligarki mengambil alih. Dari ayah ke anak, dari anak ke cucu, dari cucu ke cicit, dan seterusnya. (Petra Costa) Oleh Ni’am Khurotul Asna

Judul film Sutradara Produksi Tahun Durasi

: : : : :

The Edge of democracy Petra Costa Busca Vida Femes 2019 02:01:43

D

emokrasi menurut Abraham Lincoln adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Suatu sistem pemerintahan di mana semua warga negara memiliki hak dan kesempatan yang sama dan ikut berkontribusi dalam proses pengambilan keputusan. Indonesia termasuk negara demokrasi yang melibatkan rakyat dalam mengambil keputusan. Jika ditelisik, masalah demokrasi di Indonesia antara lain absennya masyarakat sipil yang kritis terhadap kekuasaan, buruknya kaderisasi politik, pemilu berbiaya tinggi akibat masifnya politik uang, dan pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu yang belum tuntas sampai saat ini. Permasalahan demokrasi tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga terjadi di berbagai negera seperti Brazil. Mengaca dari permasalahan politik negara demokrasi, film dokumenter berjudul The Edge of Democracy karya Petra Costa bercerita mengenai lemahnya demokrasi di Brazil. Untuk pertama kali di umur 19 tahun, Petra menyaksikan demokrasi Brazil jatuh dalam kekacauan yang ditandai naik-turunnya para penguasa. Sebelum menjadi negara demokrasi, Brazil dipimpin seorang diktator selama lebih dari dua dekade. Luis Inacio Lula Da Silva adalah tokoh utama film The Edge of Democracy. Dia anggota Partai Pekerja yang terlibat di dunia politik. Luis Inacio Lula Da Silva dikenal dengan sebutan Lula, terpilih menjadi presiden pada tahun 2003 setelah tiga kali mencalonkan diri. Dia membuat aliansi partai terkuat di kongres, yaitu PMDB (Partido do Movimento DemocrĂĄtico Brazileiro) atau Partai Gerakan Demokratik Brazil. Pemerintahan Lula berhasil memberantas

40

reprointernet

kemiskinan dengan program Bolsa Familia. Program ini mampu menurunkan pengangguran hingga angka terendah dalam sejarah. Brazil naik dari urutan 13 ke urutan 8 ekonomi terbesar di dunia. Hal ini menyebabkan Presiden Barack Obama memuji Lula sebagai politikus paling populer. Namun, di sisi lain program tersebut justru mengusik kehidupan kaum elite. Mereka tidak menyukai kebijakan yang membuat kekayaan mereka turun dan penggunaan kekayaan negara untuk mengangkat kehidupan dan martabat

DIMeNSI 43 | November 2019


RESENSI rakyat miskin. Lula hanya memerintah Brazil selama delapan tahun yaitu mulai tahun 2003 sampai 2011. Di akhir jabatannya, Lula memperkenalkan penerusnya yaitu Dilma Rousseff, mantan pejuang gerilya yang dipenjara pada tahun 60-an dan 70-an. Setelah melalui serangkaian proses pemilu, Rousseff terpilih menjadi presiden. Rousseff adalah politisi Partai Pekerja yang sudah berkuasa sejak 2002. Namun di tengah pemerintahannya, terjadi demonstrasi besar-besaran. Awalnya hanya demonstrasi menentang kenaikan tarif bus, penindasan polisi, dan bantuan jaringan media sosial. Demonstrasi ini tumbuh menjadi salah satu demonstrasi terbesar dalam sejarah Brazil. Sejak saat itu, Rousseff memecat politikus PMDB dan politikus lain yang menempati posisi penting pemerintahan. Akibatnya ekonomi Brazil mulai melambat. Pada Desember 2015, Rousseff menerapkan program pengetatan anggaran. Pengangguran meningkat menjadi 80%. Sekitar empat juta warga Brazil jatuh miskin. Akhirnya elektabilitas Rousseff menurun. Operasi cuci mobil (operasi penyelidikan korupsi terbesar di Brazil) menuduh Rousseff mengizinkan teknik akuntansi kreatif yang melibatkan pinjaman dari bank umum. Teknik ini bertujuan untuk memalsukan kelebihan anggaran yang mengalami peningkatan. Namun, Rousseff menolak tuduhan tersebut. Operasi ini juga mengidentifikasi Lula sebagai dalang korupsi apartemen tiga lantai. Pada 17 April 2016, para demonstran mendukung pemilihan tidak langsung yang diadakan serentak untuk memakzulkan Rousseff. Ketua Majelis Rendah (salah satu dari dua majelis di Brazil, di Indonesia setara dengan Dewan Perwakilan Rakyat) menerima permintaan pemakzulan tersebut. Sebanyak 367 anggota kongres menyetujuinya. Usai pemakzulan Rousseff, Lula menyatakan akan mencalonkan diri sebagai presiden sekali lagi. Namun, hal ini mengakibatkan kekacauan dalam pemerintahan karena pemilihan tidak langsung hampir sama dengan pemilihan langsung sebagaimana yang dilakukan oleh DPR/DPRD, bukan oleh rakyat. Demokrasi seharusnya memberdayakan rakyat untuk mencapai negara hukum yang adil antara yang memerintah dan yang diperintah. Dilansir dari Berdikari Online, Rousseff dimakzulkan bukan karena kejahatan, melainkan karena politiknya. Sebanyak 49 dari 61 senator yang memakzulkan Rousseff justru terlibat kejahatan, mulai dari korupsi, pencucian uang hingga kejahatan pemilu. Selain itu, 13 senator lain terlibat dalam operasi cuci mobil yakni skandal terkait perusahaan minyak negara Petrobas (perusahaan minyak terbesar asal Brazil) dan sepuluh di antaranya memilih pemakzulan tersebut. Masalah itu berpengaruh pada demokrasi Brazil yang berdampak pada tata aturan, unsur-unsur, dan prinsipprinsip yang berlaku pada tatanan tersebut. Padahal

DIMeNSI 43 | November 2019

e

komponen dan unsur demokrasi seharusnya dijunjung tinggi. Hakim Sergio Moro yang ikut mengurus tuduhan Lula terkait korupsi apartemen tiga lantai meminta Lula menyerahkan diri. Kemudian Lula diberangkatkan ke Curitiba untuk ditahan. Tampak rakyat Brazil mengarak Lula dan berduka atas peristiwa yang membawanya ke penjara. Enam bulan kemudian, Jair Bolsonaro terpilih menjadi presiden. Jair Bolsonaro merupakan menteri kehakiman Brazil dan merupakan anggota dari Partai Pekerja sejak tahun 2003 dan menjadi presiden sayap kanan tahun 2019. Sedangkan Hakim Sergio Moro ditunjuk menjadi menteri hukum Bolsonaro dan Lula tetap dipenjara. Film The Edge of Democracy banyak menggali fakta-fakta tersembunyi, teliti, dan mengandung tafsiran yang cerdik. Fakta yang tersaji merupakan fakta tentang korupsi dan skandal besar. Petra berusaha keras bagaimana penonton bisa benar-benar memahami fakta, yakni tentang apa yang sebenarnya dituduhkan pada Rousseff. Sebelumnya, orang tua Petra adalah aktivis sayap kiri. Mereka dianiaya pada tahun 60-an dan 70an. Ibunya dan Rousseff pernah menghabiskan waktu di penjara yang sama. Hal ini membuat akses Petra dalam pembuatan film ini menjadi mudah. The Edge of Democracy merupakan sebuah film apik yang dapat menjadi pandangan dalam menilai negara demokrasi sekaligus memberi gambaran mengenai dinamika politik brazil beberapa tahun terakhir. Rousseff dimakzulkan tahun 2017 dan Lula menjalani hukuman penjara. Keduanya dituduh terlibat korupsi. Permasalahan itu membuat mereka rentan terkena amarah rakyat. Tidak hanya itu, berbagai kejahatan seperti korupsi, pencucian uang hingga kejahatan pemilu saat Rousseff memerintah menyebabkan rakyat kecewa. Mereka melakukan demonstrasi di jalan-jalan, patung Lula dan Rousseff diarak, dan memakai pakaian narapidana di jalan. Melalui film ini, penonton akan dapat melihat masa-masa lemahnya demokrasi di Brazil. Film dokumenter ini juga akan membuat penonton melek demokrasi. Melek demokrasi bisa dilakukan dengan cara menerapkan nilai-nilai demokrasi di kehidupan sehari-hari. Penerapan nilai-nilai demokrasi bisa dilakukan dengan menumbuhkan prinsip demokrasi, misalnya prinsip kebebasan berpendapat, persamaan hak dan kewajiban, pemilihan yang bebas, adil dan jujur, serta kedaulatan rakyat. Dengan membiasakan hidup demokratis juga merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan nilai-nilai demokrasi.

41


e

SWARA

Menilik Limitasi Keluarga TKI Oleh Nur Ria Widiarti

“

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah pendapatan yang besar untuk negara dan juga daerah melalui TKI, apakah sudah membuat negara dan juga pemerintah memerhatikan anak-anak dari ribuan pahlawan devisa Tulungagung ini?

M

enurut data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), Tulungagung setiap tahunnya memberangkatkan sedikitnya 1.000 Tenaga kerja Indonesia (TKI) ke berbagai negara. Bahkan Bupati Tulungagung pada sambutannya di akhir tahun 2017 mengatakan jumlah TKI ditaksir mencapai 35-45 ribu orang. Sementara itu, negara tujuan TKI pun beragam, seperti Singapura, Malaysia, Hong Kong, Taiwan hingga Korea. Hong Kong dan Taiwan adalah negara yang menjadi tujuan terbanyak.

keluarga yang menjadi TKI menjadikan kebutuhan sekunder bahkan tersier terpenuhi. Saya bisa menarik kesimpulan demikian sebab melihat sendiri realitas yang terjadi. Tetangga yang salah satu atau bahkan beberapa anggota keluarganya menjadi TKI, penghasilan yang didapat dari luar negeri selain ditabung guna kebutuhan hidup di masa depan, juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang tak cukup jika dipenuhi dengan penghasilan dari pertanian atau wiraswasta yang ditekuni.

Jumlah remitansi yang mereka hasilkan pun tak tanggung-tanggung. Data dari Bank Indonesia menunjukkan remitansi TKI mencapai ratusan miliar setiap tahun. Hal ini karena 50% pendapatan mereka dikirim langsung ke tanah air. Tentunya, remitansi ini menyumbang investasi daerah dan juga meningkatkan nilai tukar rupiah.

Memang tidak dapat dimungkiri bahwa keluarga TKI terlihat lebih konsumtif daripada keluarga non TKI. Faktor sosial dan lingkungan turut andil dalam menciptakan pola konsumtif ini. Adanya penghasilan tambahan meniadakan hambatan untuk mengikuti trend fashion, kuliner, ataupun teknologi yang kian berkembang atau sering disebut kekinian. Terlebih ketika TKI tersebut sedang pulang kampung, kebiasaan dan gaya hidup dari negara tempatnya bekerja masih ia bawa sampai di rumah. Tidak hanya berpengaruh pada kehidupan keluarga, bertambahnya penghasilan keluarga TKI juga berpengaruh pada perekonomian di lingkungan sekitar. Adanya pola konsumtif di atas menjadikan perputaran uang kian tinggi. Termasuk di Kota Tulungagung ini, industri makanan, fashion hingga tekstil pun berkembang pesat memenuhi permintaan pasar yang didominasi oleh meningkatnya gaya hidup masyarakat.

Tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat kota Tulungagung juga meningkat seiring dengan pendapatan yang diperoleh TKI untuk memenuhi kehidupan keluarga di rumah. Kebanyakan mereka yang menjadi TKI berasal dari keluarga petani atau wiraswasta menengah ke bawah. Sehingga dengan adanya keluarga yang bekerja di luar negeri dapat menambah pendapatan guna mencukupi kebutuhan primer hingga sekunder. Adanya upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup berakibat pada meningkatnya daya beli masyarakat Tulungagung. Penghasilan awal yang hanya cukup guna memenuhi kebutuhan primer, dengan adanya penghasilan tambahan dari

42

N a m u n , b e r k e m b a n g n y a perekonomian para TKI tidak dibarengi dengan kesejahteraan pendidikan reprointernet

DIMeNSI 43 | November 2019


SWARA maupun kesejahteraan sosial keluarga TKI. Data dari Humas Pengadilan Agama Kota Tulungagung selama tahun 2019 menunjukkan lembaga pengadilan agama ini sudah memutus 2.611 kasus perceraian. Hal yang mengejutkan adalah sesuai fakta persidangan, persoalan rumah tangga yang dilatarbelakangi oleh TKI cukup tinggi. Selain perceraian, risiko pola asuh anak yang salah pun menjadi momok bagi para TKI. Bagaimana tidak? Pengasuhan yang dititipkan kepada kakek atau nenek mereka dengan jatah uang yang berlebih seringkali tidak menjadi pola asuh yang tepat. Maka tidak heran jika banyak warung kopi di Tulungagung yang selalu penuh dengan anak-anak dan pemuda yang betah bermain game atau sekadar nongkrong. Banyak dari mereka adalah anak dari para TKI yang bergelimang jatah bulanan. Bahkan bukan rahasia umum di Tulungagung jika banyak anak TKI terjerumus kasus narkoba dan pergaulan bebas. Perhatian yang kurang, kontrol pengawasan yang minim, dan uang yang cukup membuat banyak anak TKI salah arah. Kebutuhan mereka akan pendampingan dan kasih sayang di usia pubertas yang tidak terpenuhi serta waktu luang membuat mereka banyak mengekspresikan diri dalam bentuk kenakalan remaja. Anak yang ditinggal merantau atau korban perceraian orang tua akan merasa kesepian dan kurang perhatian. Kemudian mereka cenderung iri kepada temantemannya dengan orang tua yang bisa mendampingi setiap hari. Hal ini wajar karena psikologis mereka masih sangat membutuhkan pendampingan untuk mencari konsep diri. Ditinggalnya anak oleh salah satu atau bahkan kedua orang tua untuk bekerja di luar negeri, menjadikan pola asuh yang didapat tidak seimbang. Sebab antara ibu dan ayah memiliki peran masingmasing dalam mengasuh anak. Selain itu secara psikologis terdapat beberapa peran yang tidak dapat digantikan. Peran orang tua tak dapat tergantikan oleh apa pun atau siapa pun dalam tumbuh kembang anak. Terlebih pola pikir orang tua yang kadang menganggap kasih sayang mereka dapat digantikan oleh uang. Mereka

bekerja banting tulang guna memenuhi kebutuhan hidup anaknya. Mereka seakan-akan menganggap bahwa dengan menuruti segala keperluan anak sudah cukup membuat anak bahagia. Namun, yang terjadi pada diri seorang anak bukanlah demikian. Memang mereka senang dengan beragam mainan dan kebutuhan lain yang dapat terpenuhi. Mereka juga akan merasa bangga jika memiliki apa yang tidak dimiliki oleh teman sebayanya. Tetapi, psikologis mereka tetap butuh kasih sayang orang tua secara langsung dan juga menjadi kontrol terhadap tingkah laku mereka. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah pendapatan yang besar untuk negara dan juga daerah melalui TKI, apakah sudah membuat negara dan juga pemerintah memmerhatikan anak-anak dari ribuan pahlawan devisa Tulungagung ini? Sebab kebijakan ataupun program dari pemerintah sangat diperlukan untuk memberikan pengarahan dan juga pengawasan untuk para anak TKI ini. Dengan demikian, angka kenakalan remaja dapat ditekan. Hal yang paling penting adalah masa depan mereka menjadi lebih baik. Salah satu program yang mungkin bisa diinisiasi oleh pemerintah Kabupaten Tulungagung adalah program rumah konseling. Dimana pemerintah menyediakan tempat dan tenaga profesional agar mereka mendapat pelayanan konseling atau curhat mengenai masalah masing-masing. Di wadah itu, mereka dipertemukan dengan teman-teman sebaya dan saling bertukar cerita. Selain itu, mereka juga di fasilitasi dengan ruang kekaryaan untuk mengembangkan keterampilan anak sehingga waktu luang mereka dapat diisi dengan penyaluran kreativitas. Pengembangan skill ini juga berfungsi sebagai penyaluran emosi yang disesuaikan dengan hobi mereka masing-masing. Namun, itu hanya satu dari banyak hal yang dapat dilakukan pemerintah dan masyarakat Tulungagung secara keseluruhan. Sebab langkah untuk memajukan Tulungagung dengan menjaga moral generasi muda adalah tanggung jawab bersama agar ke depan, jargon Tulungagung ayem tentrem mulyo lan tinoto benar-benar bisa terealisasi. Bukan hanya mulyo dari sektor ekonomi saja, tetapi juga tentrem lan tinoto dari kualitas generasi penerusnya.

Penulis adalah mahasiswi aktif dari Jurusan Pendidikan Bahasa Arab.

DIMeNSI 43 | November 2019

e

43


e

SWARA

Sebut Sebagai Pahlawan Devisa Oleh Siti Fatihaturrohmah

F

enomena ekonomi menjadi suatu hal yang kerap menjadi pokok pembahasan di sepanjang zaman. Pertumbuhan dan perkembangannya sesuai dengan bertambahnya kebutuhan. Aspek ekonomi menjadi begitu dominan, hal ini dipengaruhi faktor asli kegiatan ekonomi itu sendiri, yakni Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber daya Manusia (SDM). Secara geografis, Indonesia memang berada di wilayah yang strategis. Hal tersebut menjadikan negara ini sebagai negara kaya karena melimpah ruah hasil alamnya. Kemudian faktor dominan lain yang terpenting adalah SDM. Jika dilihat dari segi kualitas, SDM Indonesia dapat dikatakan minim dan sampai sekarang masih menjadi masalah bagi pertumbuhan perekonomian negara. Angka SDM yang tinggi terkait dengan tenaga kerja. Menurut asal pekerjanya, ada dua pembagian tenaga kerja. Pertama, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yaitu orang Indonesia yang bekerja di luar negeri. Kedua, Tenaga Kerja Asing (TKA) adalah mereka (orang luar negeri) yang bekerja di Indonesia. Perkembangan perekonomian yang mulanya ditandai dengan adanya perdagangan bebas kemudian turunnya Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2018 tentang TKA memberikan kekhawatiran bagi sebagian masyarakat. Ditakutkan para pendatang tersebut akan membanjiri pasar tenaga kerja dalam negeri. Namun, ketenagakerjaan kekhawatiran tersebut dapat diringankan dengan melihat perbandingan jumlah TKA dan TKI serta angka remitansinya.

44

reprointernet

Mengutip dari indonesia.go.id, Menteri Luar Negeri Indonesia mengungkapkan bahwa tahun 2018 lalu jumlah pekerja migran luar negeri atau TKI mencapai 4,3 juta, tapi menurut Menteri ketenagakerjaan jumlah TKI diperkirakan mencapai 5 juta. Jumlah tersebut sulit dipastikan sebab banyak pekerja yang hanya datang dan pergi atau sudah mendapatkan visa dan tinggal di luar negeri untuk sementara. Namun, sekitar 3,6 juta TKI aktif mengirimkan uang ke dalam negeri. Sekitar US$ 11 milyar atau sebanyak Rp 155 triliun remitansi diterima negara melalui perbankan. Di samping itu, banyak juga TKI yang mengirimkan remitansinya tanpa melalui jasa perbankan atau dibawa secara tunai. Taksiran keseluruhannya mencapai angka Rp 175 triliun. Remitansi sendiri adalah dana kiriman dari pekerja migran luar ke negara asal. Melihat dari jumlah di atas, dilansir dari CNN Indonesia, Data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mengungkapkan sekitar 70% TKI bertempat di Asia Pasifik yang mayoritas persebarannya berada

DIMeNSI 43 | November 2019


SWARA di Malaysia, Hong Kong, Taiwan, dan Singapura. Sebagian kecil sudah menyebar sampai ke Timur Tengah (paling banyak Arab Saudi), Afrika, Uni Emirat Arab, bahkan sampai ke Korea. Jauh jika dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja pendatang yang ada di Indonesia yang hanya 40 kali lebih kecil dari jumlah TKI dengan jumlah remitansi US$ 3,4 miliyar. Jumlah tersebut menegaskan bahwa penyebaran TKI masih lebih besar jika dibanding dengan TKA yang ada di Indonesia, begitu pula dengan angka remitansinya. Besarnya jumlah TKI tersebut berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, beberapa berasal dari kabupaten Tulungagung, Blitar, dan paling banyak berasal dari luar Jawa. Keinginan menjadi TKI disebabkan beberapa faktor, di antaranya adalah faktor kebutuhan (ekonomi keluarga), minimnya lapangan kerja yang tersedia di dalam negeri, dan iming-iming jumlah upah yang lebih tinggi. Di sisi lain, secara konstitusi adanya TKI disebabkan karena gagalnya pemerintah dalam hal menciptakan lapangan kerja dan minimnya tingkat pendidikan, oleh karena itu sebagian dari mereka berpikir pragmatis dan tidak mau menciptakan usaha di negeri sendiri. Pemerintah menegaskan bahwa TKI merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk menekan angka pengangguran. Selanjutnya, melihat dari jumlah angka remitansi yang mencapai Rp 155 triliun, tentu memberikan keuntungan bagi finansial negara. Pada Remitansi yang masuk dan menjadi penerimaan negara menempati angka tertinggi setelah migas, minyak sawit, batu bara, dan sektor pariwisata. Dengan begitu peran TKI sangatlah besar. Dalam hal ini, siasat pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran dapat dikatakan berhasil. Kontribusi TKI juga akan tetap diharapkan untuk menutup defisitnya neraca pembayaran. Menurut data BN2PTKI tahun 2018, pekerja migran Indonesia mencapai 283.640 pekerja, 47% bekerja di sektor formal dan selebihnya di sektor informal (masih lebih besar). Meskipun pada tahun-tahun sebelumnya sektor formal mulai tumbuh bahkan lebih besar dari sektor informal, tapi pada tahun lalu dalam Indonesia.go.id (2019), mayoritas tenaga kerja Indonesia masih menempati sektor informal (rumah tangga) dengan proyeksi tertinggi, sekitar 32%. Selanjutnya disusul perkebunan sebesar 19%, pekerja konstruksi dan buruh pabrik sekitar 18% & 9%, selebihnya adalah perawat jompo, staf toko atau hotel, supir, awak kapal, dan lain-lain. Hal tersebut menunjukkan

DIMeNSI 43 | November 2019

e

bahwa banyaknya TKI yang mengadu nasib di luar negeri mempunyai kualitas SDM yang tergolong rendah dan tidak mempunyai keahlian khusus yang dapat meningkatkan status pekerjaannya. Oleh karena itu, diperlukan pembekalan ekstra dari pemerintah berupa pelatihan keahlian. Di sisi lain, jumlah TKI yang semakin meningkat akan memperlihatkan kegagalan pemerintah dalam menciptakan lapangan pekerjaan, sehingga perlu solusi agar tenaga kerja Indonesia lebih berdaya guna di dalam negeri. Salah satu solusinya dengan menggunakan secara efektif dan efisien uang kiriman dari para TKI, baik yang bekerja di sektor formal maupun informal. Selama ini, penggunaan uang kiriman terbanyak digunakan untuk konsumsi. Para keluarga di rumah hanya menggunakan untuk belanja dan belanja. Jika mereka menggunakan uang tersebut untuk jangka panjang, yaitu investasi atau mendirikan sebuah usaha maka secara tidak langsung akan mengurangi jumlah pengangguran, sehingga para TKI pun tidak selamanya menjadi pekerja di negara orang.

Penulis adalah mahasiswa aktif Jurusan AKS semester VII

45


e

BUDAYA

Lesapnya Ritual Methik Pari

“Sekarang ini, menurut saya bukan hanya luntur, tetapi praktis punah. Kalau presentasenya hampir 90% sudah punah,” Slamet Pudjiono (Budayawan dan sekretaris MLKI)

reprointernet

P

adi adalah b a h a n b a k u makanan pokok di Indonesia. Selain itu, khususnya di Tulungagung, masyarakat masih percaya terhadap keberadaan Mbok Sri Sedono sebagai dewi pangan dan Ki Joko Sedono sebagai dewa sandang. Kedua hal ini berhubungan dengan keberadaan padi sehingga masyarakat begitu menghormatinya. Tulungagung bahkan mempunyai ritual tersendiri dalam memperlakukan padi seperti pada budaya methik pari. Methik pari adalah suatu perwujudan dari rasa syukur masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menyelamatkan petani dan keluarga supaya tidak ada sesuatu hal buruk yang terjadi. Selain itu, methik pari dipercaya dapat meminimalisir adanya hama, seperti tikus yang menyerang padi. “Sepisane niku maturnuwun nggene gusti Allah. Kaping kalih niku nggene bumi sing dititipi. Ketigo nggene cikal bakale, sakderenge kulo nggarap mbah-mbahe kulo nggeh nggarap. Kaping papat nggene Mbok Sri Sedono kalih Ki Joko Sedono (pertama itu terima kasih kepada Allah. Kedua itu kepada bumi yang dititipkan. Ketiga pada cikal bakal, sebelum saya mengerjakan, nenek moyang juga mengerjakan. Keempat pada Mbok Sri Sedono dan Ki Joko Sedono, red.),” papar Sutoyo, warga Desa Segawe, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten

46

Tulungagung yang masih melakukan budaya methik pari. Seiring berjalannya waktu, kepercayaan terhadap dewi pangan dan dewa sandang mulai menghilang. Dengan demikian, budaya methik pari mulai jarang dilaksanakan. Sekali pun masih dilaksanakan, akan ada beberapa ritual yang dihilangkan. Misalnya saja, sekarang ini hanya ada ritual yang terkait cok bakal. Perubahan ini terjadi sekitar tahun 80-an sebagaimana pemaparan Sutoyo, “Mbiyen mulai ora enek tahun 80-an (dulu mulai tidak ada tahun 80-an, red).” Menurut pemaparan Slamet Pudjiono selaku budayawan dan sekretaris Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI), segala bentuk ritual methik pari itu yang terpenting adalah cok bakal-nya. Cok berasal dari kata percok yang artinya cikal atau asal, sedangkan bakal berarti permulaan atau awal. Jadi, cok bakal adalah simbol awal dari kehidupan, juga alat penghubung antara manusia dengan Tuhan (Kamijah, 2018). Cok bakal ini berisi beras, kacang-kacangan, segala macam empon-empon atau rempah-rempah (jahe, kunir, kencur, dan sebagainya), bawang merah, bawang putih, telur, gantal (sirih yang digulung dan ditali), nilon (cermin kecil), suri, kembang telon (kenongo, mawar merah, mawar putih), dan winih (biji-bijian). Semua itu diwadahi oleh takir yang diberi janur. Cok bakal dianggap penting karena merupakan hal pokok pada methik pari. Sehingga hanya dengan cok bakal saja, ritual methik pari sudah dianggap selesai. Dewasa ini sebagian ritual methik pari menjadi luntur. “Pertama, tergerus perkembangan zaman, lebih-lebih dengan munculnya isu musyrik. Kemudian

DIMeNSI 43 | November 2019


BUDAYA ditambah lagi dengan nandur pari panen duit (menjual hasil panen langsung di sawah, red.),” papar Slamet. Lunturnya budaya ini dapat dibuktikan dengan ungkapan mahasiswa terkait dengan methik pari. Qoni, mahasiswa asal Jakarta dan Larasati, mahasiswa asal luar Jawa mengungkapkan bahwa mereka tidak mengetahui tentang budaya methik pari. Berbeda dengan Gandung, mahasiswa asal Tulungagung yang mengetahui ritual tersebut tetapi tidak tahu mengenai istilah methik pari. Dulu, memang hampir seluruh petani Tulunggung melalukan ritual methik pari dengan caranya masing-masing. Sekarang tetap ada yang melakukan ritual ini, tapi hanya di daerah-daerah pedesaan yang masih kental dengan kulturnya saja, “Sekarang ini, menurut saya bukan hanya luntur, tetapi praktis punah. Kalau presentasenya hampir 90% sudah punah,” jelas Slamet saat diwawancara. Sutaji, warga Desa Bolorejo, Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung yang masih melakukan ritual methik pari menjelaskan bahwa budaya ini sudah ada sejak sebelum Islam datang. Tidak heran jika masyarakat masih memercayai hal-hal semacam itu. Maka, ketika Islam datang, sedikit demi sedikit budaya ini hilang. Beberapa desa di Tulungagung yng diketahui masih mempertahankan methik pari di antaranya terdapat di Kecamatan Pagerwojo, Kalidawir, Boyolangu, dan Pucanglaban. Daerah yang juga melakukan budaya methik pari tetapi dengan cara yang sederhana, yaitu daerah semi perkotaan, seperti Desa Bolorejo, Sumberejo, dan sebagainya. Sedangkan daerah yang kental dengan budaya ini yaitu Desa Segawe, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung. Pemilik sawah yang masih mempertahankan budaya ini pada dasarnya tidak terlalu paham terkait methik pari. Maka dari itu, mereka membutuhkan tokoh (biasanya laki-laki) yang dapat memimpin jalannya methik pari. Selain itu, tokoh tersebut juga paham tentang tarub (gubuk) dan sesajen dalam ritual. Istilah tarub digunakan sebagai sebutan untuk sejenis rumah dengan atap dari blarak atau daun kelapa kering. Ketika methik pari, tarub digunakan sebagai tempat meletakkan sesajen. Sesajen merupakan salah satu bagian terpenting dalam methik pari. Masyarakat Segawe percaya jika sesajen yang diletakkan di bawah tarub tidak lengkap, maka akan terjadi sesuatu. “Sajen seng dipasang enek sing kurang. Ulo weling sing sliro i muncul wong maleh wedi kui malih mengganggu. Lek wes pinginane dituruti,

DIMeNSI 43 | November 2019

e

kui mesti ilang. Ilang e ndak karuan. Mulane, ndak tau keri mesti lancar (sesajen yang dipasang itu kurang, ular weling atau penunggu sawah akan muncul sehingga membuat orang menjadi takut dan merasa terganggu. Jika keinginannya sudah terpenuhi pasti ulo weling akan hilang, hilang begitu saja. Makanya, sesajen yang tidak pernah tertinggal pasti lancar, red.),” jelas Sutaji. Melakukan methik pari sangat perlu memerhatikan kelengkapan isi sesajen yang akan dibawa. Isi sesajen ini bisa bermacam-macam, tergantung adat dari masing-masing daerah. “Enek bakal jenang, ketan diengge cok bakal, menyan diengge ngukuh benang, pon-pon, belung kulit, kembang kenongo, mawar, melati, dirampung dalam takir, biasane yo koyok gandenge bandeng pepes, telur, ayam kampung, biasane dikekne takir neng godhong, kari tergantung Jawane (ada untuk jenang, ketan untuk cok bakal, menyan untuk menguatkan benang, rempah-rempah, tulang kulit, bunga kenanga, mawar, melati, ditata dalam takir, biasanya seperti bandeng pepes, telur, ayam kampung, biasanya diletakkan pada takir daun, tergantung adat Jawanya, red.),” jelas Sutaji lagi. Setelah kelengkapan sesajen, penting juga memerhatikan ritual dalam methik pari. Menurut pemaparan dari Sutaji, ritual dalam methik pari pada intinya menjaga padi tua yang akan dipanen. Sutoyo, orang yang melakukan ritual methik pari menjelaskan rangkaian ritual methik pari dimulai dari rumah dengan membawa sesajen dan teken (tongkat). Ritual tersebut juga mengundang tetangga yang bertugas memikul jodhang (tandu) yang berisi nasi, ayam ingkung, dan sayur. Mereka berjalan bersama menuju sawah yang hendak dipetik padinya. Setelah sampai, seorang yang methik meletakkan sesajen di setiap pojokan sawah dengan mengitari sawah ke arah kanan dengan membaca selawat dan syahadat. Selepas itu, seorang yang methik tersebut menuju ke tengah sawah dan menancapkan teken yang dibawanya sembari melafalkan jawab (doa) sebagai berikut, “Oh ladalah mbok sedono weton ingsun kok sigro sigro adane kok teko reng penigrang, oh yo aku arep njaluk ngomong ko sawiji opo kang aran siro jaluk, sinogo kubang mulane sinogo kubang tak jalok, kepati-pati siro ketawuh apane, aku ora nowok wetenge ora nowok gigire, opo kang aran siro tompo telihe satonjo tanem tuwohku ono telihe sinogo kubang, kutah dadi sak sawan tumpok susun watu barong, asriaen westo ki onto bogoh lan tinogo kubang, anak putumu siro klumpokno kiriman siro teko, kiriman siro kethok bakal badeg tetes, dene eneng kurang-kurangane seng nduwe sawah, iki kabeh njalok pangapuro, sak

47


e

BUDAYA

sapire sak suwise njalok pangapuro , aku dino iki mboyongi manthok boh sedono awet dino iki sak teruse njalok pendungo slamet, biso asil tak garapne awak kene berkat kuat tak garap ono ngomah,” papar Sutoyo. Kemudian orang yang methik dapat mengambil padi sebanyak 9 wuli (batang). Padi yang telah dipetik ini disebut dengan manten yang digunakan sebagai syarat sebelum memanen padi. Sebenarnya pemilik sawah yang hendak melaksanakan methik pari tidak memiliki persyaratan apa pun. Namun, Sutaji memercayai bahwa perlu puasa sebelum melakukan methik pari. Hal ini dimaksudkan agar panen yang dihasilkan lebih melimpah. Sebelumnya Sutaji pernah melakukan perbandingan mengenai puasa dan tidak puasa menjelang methik pari. Ternyata perbedaannya kentara sekali. Selama ia melakukan puasa sebelum methik pari, hasil panen lebih unggul dari pada saat ia tidak berpuasa. Puasa yang dilakukan Sutaji bukan seperti puasa pada umumnya sebagaimana yang dilakukan umat Islam. Karena memang dalam Islam tidak ada budaya semacam ini. Namun, ia percaya bahwa puasa sehari dan dibarengi dengan melekan bengi (begadang) dapat membuat panen melimpah. “Umpamane ngene iki sesok methik pari, ngene iki aku poso, engko bengi melekan, opo engko bengi melekan, sesok awan poso, sore methik pari, terus muleh mangan sembarang. Yen ngunu kui dilakoni pasti hasile melimpah, aku dewe mesti nglakoni (seandainya besok methik pari, maka sekarang aku berpuasa, nanti malam begadang, atau nanti malam begadang besok siang berpuasa, sore methik pari, kemudian pulang makan bebas, red.),” papar Sutaji.

48

Ritual Methik Pari/reprointernet

Perihal hari dalam melakukan methik pari, yaitu perlu menentukan hari baiknya. Berdasarkan pernyataan dari Sutoyo, ada beberapa hari yang dihindari dalam methik pari. Hari-hari tersebut, yaitu hari kelahiran orang yang methik, hari kematian orang tua, bulan Mulud, Jumadil Awal, Sura, dan Selo, oku (minggu) Shinto, Langkir, Tambir, dan Bolo. Berdasarkan pemaparan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Tulungagung, belum ada komunikasi terkait methik pari. Jadi dinas hanya memantau dan memberi motivasi terkait pelaksanaan methik pari. “Jika itu baik, ya, dilaksanakan, tapi kalau jelek, ya, kita jauhi. Seperti kegiatan budaya lainnya, jika itu bagus bisa membangun mental dan jiwa masyarakat, ya, kita harus galakkan, kita dukung, dan kita upayakan supaya mereka lebih maju,” ujarnya. [Lum, Rif, Azz, Frd, Els]

DIMeNSI 43 | November 2019


SUPLEMEN

e

Regulasi Mencederai Demokrasi

Oleh: Irsyad Umam M.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengungkapkan demokrasi di Indonesia ditopang oleh empat pilar: eksekutif, legislatif, yudikatif, dan pers. Menurutnya hanya satu pilar demokrasi yang masih sehat yaitu pers.

R

ancangan Kitab UndangUndang Hukum Pidana (RKUHP) menuai polemik karena dinilai memuat pasal kontroversi. Pasal yang bertentangan mengakibatkan tidak tercapainya tujuan hukum yang mengatur kehidupan bermasyarakat sesuai prinsip keadilan. Tentu aturan yang diberlakukan harus relevan dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Mengingat regulasi yang diterapkan di Indonesia pasti memilki sejarah tertentu. Mardjono Reksodiputro selaku guru besar ilmu hukum Universitas Indonesia menyebutkan bahwa KUHP yang diterapkan di Indonesia berasal dari Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie yang dibuat pemerintah kolonial Hindia Belanda. Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie disahkan pada tanggal 15 Oktober 1915 dan diterapkan tiga tahun setelahnya. Pada 26 Februari 1946, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1956 tentang Peraturan Hukum Pidana. Undang-undang ini kemudian dijadikan sebagai dasar hukum perubahan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie menjadi Wetboek van Strafrecht (Wvs) yang kemudian dikenal dengan nama KUHP. Buku berjudul Melihat Rencana Kodifikasi dalam RKUHP: Tantangan Upaya Pembaruan Hukum Pidana di Indonesia yang ditulis ICJR mengungkapkan setelah berlakunya KUHP di seluruh wilayah Indonesia

DIMeNSI 43 | November 2019

sejak tahun 1958, gagasan untuk melakukan perbaikan instrumen hukum pidana mulai berkembang menjadi diskursus tersendiri. Upaya membentuk hukum pidana nasional berupa RKUHP ini merupakan langkah panjang yang dimulai sejak tahun 1963. Kabar RKUHP mulai mencuat ke permukaan pada tahun 2019 bersamaan dengan akhir jabatan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014-2019. RKUHP Dinilai Mengancam Demokrasi RKUHP terus menimbulkan perdebatan, khususnya pasal yang berpotensi membungkam kebebasan pers yang dapat mencederai demokrasi. Pers kerap dianggap sebagai pilar keempat demokrasi. dim/rifqi Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengungkapkan demokrasi di Indonesia ditopang oleh empat pilar: eksekutif, legislatif, yudikatif, dan pers. Menurutnya hanya satu pilar demokrasi yang masih sehat yaitu pers (merdeka.com). Walaupun terdapat pers yang terbawa kepentingan korporasi dan politik, akan tetapi pers tetap berfungsi sebagai kontrol sosial dalam proses demokrasi. Pers juga mencerminkan kebebasan berekspresi sebagai salah satu instrumen demokrasi. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 berbunyi, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar.” Artinya negara menjunjung nilai kerakyatan dan mengutamakan kepentingan rakyat daripada kepentingan penguasa. Tak hanya itu, Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Kedua pasal diatas jelas menyebutkan jika rakyat memiliki kuasa penuh atas negara. Ketua Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Sasmito Madrin

49


e

SUPLEMEN

mengungkapkan ada 10 pasal RKUHP yang berpotensi membungkam kebebasan pers, antara lain (1) Pasal 219 tentang penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden, (2) Pasal 241 tentang penghinaan terhadap pemerintah, (3) Pasal 247 tentang hasutan melawan penguasa, (4) Pasal 262 tentang penyiaran berita bohong, (5) Pasal 263 tentang berita tidak pasti, (6) Pasal 281 tentang penghinaan terhadap pengadilan, (7) Pasal 305 tentang penghinaan terhadap agama, 8) Pasal 354 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, (9) Pasal 440 tentang pencemaran nama baik, dan (10) Pasal 444 tentang pencemaran orang mati (tirto.id). Nezar Patria selaku anggota Dewan Pers merespon agar wakil rakyat mendengar sejumlah kritik dan mengulas kembali pasal-pasal yang mengancam kehidupan demokrasi. Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudin juga tak hanya diam. Menurutnya itu tidak sejalan dengan semangat demokrasi dan tidak sesuai tujuan pers (tirto.id). Di balik Gejolak RKUHP Penolakan RKUHP menuai pelbagai aksi dari sejumlah mahasiswa. Hal ini sebagai bentuk aspirasi terhadap aturan ngawur yang dibuat DPR. Aksi berlangsung bergilir di depan gedung DPR, DPRD provinsi, atau DPRD kabupaten. Mahasiswa terus melancarkan protes yang menjadi gerakan mahasiswa terbesar setelah reformasi tahun 1998. Aksi penolakan digelar di pelbagai daerah seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Samarinda, dan lain-lain. Tidak hanya kota besar di Indonesia, aksi ini juga merambah di sejumlah kabupaten, salah satunya

50

Kabupaten Tulungagung. Masa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Tulungagung bergerak pada tanggal 26 September 2019 di depan gedung DPRD kabupaten. Marsono sebagai wakil DPRD Kabupaten Tulungagung merespon positif dengan menerima tuntutan peserta aksi (dimensipers.com). Namun, hal ini tidak serta merta membuat DPR mengabulkan tuntutan mahasiswa secara keseluruhan. Penolakan juga dilakukan di Sulawesi yang menyebabkan mahasiswa meninggal dunia. Dua mahasiswa tewas pasca mengikuti demonstrasi yang berujung ricuh. Pertama, mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Haluoleo Kendari bernama Immawan Randi yang tewas karena tertembak. Kedua, mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Haluoleo Kendari, Yusuf Kardawi yang meninggal karena kekerasan yang diduga dilakukan aparat. Tindakan aparat yang dinilai kelewatan tersebut segera dikecam para demonstran dan sejumlah aktivis HAM (tempo.co). Menanggapi kekerasan dan meninggalnya mahasiswa akibat aksi penolakan RKUHP, Presiden Jokowi tetap tidak memberi kepastian terhadap tuntutan mahasiswa. Presiden memutuskan pengesahan RKUHP dilakukan DPR di periode 2019-2024. Dalam konferensi pers di Istana Merdeka, presiden menyatakan menunda pengesahan RKUHP untuk mendapat masukan dan substansi yang lebih baik sesuai keinginan masyarakat (kumparan.com). Padahal pelbagai aksi mahasiswa yang menolak RKUHP merupakan keluh-kesah masyarakat terkait pasal-pasal kontroversial.

DIMeNSI 43 | November 2019


SUPLEMEN

e

Bayangan Politik Identitas Menyelimuti Kampus Dakwah Oleh M. Shobirin

P

olitik dapat dimaknai sebagai suatu strategi untuk mencapai tujuan individu maupun kelompok. Indonesia mempunyai beragam jenis politik, di antaranya yang paling diminati politikus Indonesia adalah politik identitas. Agnes Heller mengartikan politik identitas ialah alat yang digunakan untuk menimbulkan perbedaan dalam strategi politik. Di sisi lain, Lukmantoro dalam tulisan Jurnal Hanifiya (2018) menjelaskan bahwa politik identitas adalah politik untuk mengedepankan kepentingan-kepentingan dari anggota suatu kelompok karena memiliki kesamaan identik atau karakteristik. Sebelum maraknya era politik identitas, strategi yang dilakukan politikus adalah politik uang (tirto.id). Meskipun masih digunakan, tapi politik uang dinilai terlalu menghabiskan banyak modal. Hal ini membuat politik identitas semakin populer karena minimnya jumlah modal yang digunakan.

ketidaksengajaan. Politik identitas yang sering digunakan meliputi identitas agama, etnis, dan gender (Zahrotunnimah, 2018). Hal ini dipengaruhi oleh budaya masyarakat yang sering melakukan labelling. Namun masyarakat tidak menyadari bahwa labelling ini dimanfaatkan sebagian orang untuk kepentingan politik. Dengan demikian, masyarakat dapat digiring menuju permasalahan yang diinginkan. Strategi yang dilakukan dengan menjatuhkan identitas lawan agar dapat mengaburkan pandangan masyarakat. Seperti yang dikatakan pepatah, “Jika tujuanmu ingin tercapai, perkuat dirimu. Kalau itu belum bias, maka cukup sedikit lemahkan musuh Anda.�

Pada mulanya, politik identitas muncul

Misalnya pada pemilihan umum (pemilu)

DIMeNSI 43 | November 2019

dalam tubuh p o l i t i k Indonesia atas dasar

reprointernet

51


e

SUPLEMEN

presiden tahun 2019 yang banyak menerapkan politik identitas. Sebagaimana dilansir Kompas, terdapat label cebong untuk pendukung calon presiden Joko Widodo dan label kampret untuk pendukung calon presiden Prabowo Subianto. Polarisasi politik identitas ini marak disinggung di media online sebagai propaganda untuk memecah belah masyarakat.

ditangani oleh pemerintah, bahkan hal seperti ini dianggap biasa oleh pemerintah. Padahal cara menangani politik identitas juga sangat sederhana yakni dengan memopulerkan pemahaman terkait nasionalisme. Adanya sifat ini akan membuat seseorang bisa menjadi satu dan kokoh melihat tujuan dari politik identitas yakni memecah belah masyarakat.

Para politikus sebagai pelaku tidak pernah melihat seberapa besar efeknya terhadap masyarakat, atau mungkin mereka tahu tetapi tidak mau ikut campur (tirto.id). Saat ditanya apakah mereka menerapkan politik identitas, mereka akan menjawab tidak walaupun nyatanya mereka sedang melakukannya. Meskipun demikian, para politikus memahami bahwa tindakan menerapkan politik identitas dapat dikategorikan sebagai tindakan yang melanggar sistem demokrasi.

Penerapan Politik Identitas di Kampus IAIN Tulungagung

Dampak Poltik Identitas Tidak hanya dalam pemilu, nyatanya masih terdapat banyak permasalahan lain yang disebabkan politik identitas. Dampaknya beragam, baik secara personal maupun kelompok. Dampak-dampak itu di antaranya rasisme, fanatisme, bahkan bisa sampai ke taraf sistem pemerintahan yang oligarki. Dampak tersebut tidak terjadi secara langsung akan tetapi bertahap. Awalnya akan terjadi problem seperti rasisme. Selanjutnya akan muncul problem pengerdilan individu atau kelompok. Pengerdilan suatu golongan juga berpengaruh atas keterbatasan ruang gerak bagi golongan tersebut. Di sisi lain, politik identitas memiliki dampak yang positif, khususnya saat pemilu yang menerapkan politik identitas. Keterlibatan masyarakat terhadap pemilu akan bertambah, karena masyarakat beranggapan bahwa identitasnya merasa diperjualbelikan. Hal ini disebabkan dalih yang beredar dalam masyarakat atas dasar pembelaan terhadap ketidakterimanya identitas yang diperjualbelikan tersebut.

Dalam lingkup mahasiswa, dampak politik identitas sangat terasa termasuk dalam lingkup organ intra Kampus IAIN Tulungagung. Organ Intra kampus sendiri meliputi Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA), Senat Mahasiswa (SEMA), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), dan sebagainya. Namun tulisan ini ingin memfokuskan problem kepada lembaga tertinggi dalam intra kampus yakni DEMA. Berbagai organ intra berpendapat bahwa pengurusan DEMA tidak memiliki kinerja yang cukup, seperti yang dikatakan salah satu anggota HMJ di Fakultas Ushuludin Adab Dan Dakwah (FUAD). Kinerja DEMA tidak memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang jelas. Nyatanya kerja dari DEMA tidak pernah transparan, hal ini dapat diketahui dari agenda DEMA yaitu PBAK, INAGURASI, dan PSKM. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa DEMA memiliki penyakit yang terus terawat. Meskipun demikian, ketika mendekati pemilu Presiden Mahasiswa (Presma), mahasiswa digiring untuk memilih calon yang kesemuanya berasal dari satu golongan.

Mengacu pada hasil lapangan yang didapat kru LPM Dimensi saat diundang dalam agenda DEMA FUAD yakni Forum Mahasiswa FUAD (FORMAD AKBAR) yang mengusung tema Peran Ekstra Dalam Memajukan Intra. Salah satu pemantik yang berinisial KA mengungkapkan secara terang-terangan bahwa DEMA IAIN Tulungagung sedang diduduki salah satu oknum Namun, fatalnya masyarakat masih terbawa yang mengatasnamakan Pembela Rakyat Tertindas rasa marah atas peristiwa tersebut (politik identitas) (PRT). Hal ini juga selaras dengan apa yang didapat hingga pemilu usai. Peristiwa ini tidak pernah

52

DIMeNSI 43 | November 2019


SUPLEMEN oleh kru saat proses penggalian data majalah edisi 41 terpaut Manuver Organ Ekstrakampus. Dalam majalah tersebut tepatnya pada rubrik Dimensi Utama (Dimut) 1 mengupas terkait sejarah ormek. Di sini salah satu kader ormek yang bernama Rokhim menjelaskan, ormek A di Tulungagung memiliki corak tersendiri yang ditandai dari kajian yang spesifik. Golongan tersebut terdiri dari golongan yang fokus mengkaji kasus kebangsaan yakni Pembela Rakyat Tertindas (PRT), golongan yang mengkaji tentang filsafat dan ketuhanan yakni Pusat Kajian Filsafat Dan Teologi (PKFT), adapula golongan yang focus dalam pengembangan seni budaya yakni Sanggar Banyu.

DIMeNSI 43 | November 2019

e

Berbagai golongan yang kerap menggunakan politik identitas adalah golongan PRT. Disengaja atau tidak, beberapa produk unggulan yang berasal dari golongan ini sering memopulerkan kata “rakyat� dalam berbagai forum. Bahkan secara terang-terangan pada waktu PBAK dipopulerkan. Mereka pun juga menjabat sebagai petinggi kampus. Padahal mereka melabeli diri sebagai simbol pembela rakyat, tapi mereka juga yang menduduki rakyat.

53


e

KIPRAH

Mantan TKI Temui Profit di Tanah Sendiri

“Tanah e Israel sing tandus ngono ae iso tandur luwih maju. La Indonesia sing luwih subur mosok panggah tertinggal. Mugo-mugo ae lek ilmuku nular, akeh sing tandur, Indonesia subur lan makmur.” Irwan Priyono (mantan TKI yang berprofesi sebagai petani melon)

S

epeda motor merah yang dikendarai dua orang melaju di aspal. Dengan semangat kru DIMëNSI melewati jalan menuju Desa Tunggangri untuk menemui Irwan, seorang mantan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang sukses menjadi petani melon. Perjalanan ditempuh dari kampus IAIN Tulungagung selama 30 menit (31/10/2019). Kedatangan kru DIMëNSI bermaksud untuk mengetahui sepenggal kisah Irwan selama menjadi TKI. Di desa yang masih minim Irwan Priyono/dok.dim penerangan jalan inilah, Irwan tinggal di rumah sederhana dengan lantai keramik putih dan teras berlapis semen di Dusun Ngrawan, Desa Tunggangri, Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. Kami dipersilakan memasuki ruangan bercat putih berukuran 5×5 meter berisikan kursi kayu lawas. Kedatangan kami disambut hangat oleh tuan rumah. Penyambutan khas Jawa terlihat kental saat Irwan menuturkan “monggo pinarak” bersamaan dengan datangnya satu gelas teh hangat dari bilik ruang sebelah. Bernama lengkap Irwan Priyono, lelaki yang tahun ini menginjak 33 tahun itu merupakan lulusan otomotif di Sekolah Teknik Menengah (STM) AlHidayat. Pernah menjadi salah satu orang yang mengadu nasib di negara tetangga. Berkenaan baju batik ungu dan sarung kotak-kotak, Irwan mengaku pernah bekerja di Malaysia sebagai pekerja bangunan selama lima tahun (2006-2011). Irwan bercerita selepas lulus STM, Irwan

54

merasa bingung karena sulitnya mendapatkan pekerjaan Seandainya tersedia lapangan pekerjaan, namun gajinya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ia pun memutuskan untuk mengadu nasib di negeri jiran. Sebab paman dan kakeknya yang sudah terlebih dahulu mengadu nasib di negeri jiran tersebut, Irwan akhirnya memutuskan untuk mengikuti langkah mereka. Pada tahun 2005, Indonesia merupakan peraih kedudukan nomor dua pengekspor TKI terbesar di dunia (merdeka.com). Tercatat 148.285 jiwa TKI yang bekerja di luar negeri pada tahun 2007 (detik.com). Sedangkan di tingkat nasional, Jawa Timur menempati urutan pertama penyalur TKI terbanyak dengan jumlah 70.400 jiwa (BNP2TKI). Pada kancah lokal, Tulungagung menjadi kabupaten pengirim TKI terbanyak di Jawa Timur (nusantara.news). Kalidawir merupakan salah satu kecamatan di Tulungagung yang menjadi penyalur TKI terbesar. Tulungagung atau yang sering disebut kota marmer memiliki 271 desa yang rata-rata sebanyak 25 orang per desa menjadi buruh migran. Apabila diakumulasikan, terdapat 6.775 warga Tulungagung yang bekerja di luar negeri (Migran Center Tulungagung). Di tahun 2006, Irwan menjadi pekerja bangunan diluar negeritanpa memiliki pengalaman. Perusahaan yang mempekerjakannya meminta hanya membutuhkan tes kesehatan, tanpa mementingkan

DIMeNSI 43 | November 2019


KIPRAH

e

pengalaman di bidang tersebut. Meskipun demikian, masih terdapat pula oknum TKI yang menyuap tim kesehatan agar diloloskan tanpa melalui tahapan tes kesehatan.

yang paspornya pakai KTP-nya orang. Jadi paspor sama permit beda dengan data KK. Tapi tetap aman, soalnya di sana kalau permit dan paspor sama ya sudah tidak apa-apa, red.),” ungkap Irwan.

“Aku ora tau pelatihan Mbak, dadi belajar e yo neng kono. Pokok mek cek kesehatan, lek aman yo lolos. Kadang enek seng nyogok wong njero barang Mbak ben iso lolos (aku tidak pernah pelatihan Mbak, jadi belajar ya di sana. Pokok hanya tes kesehatan, kalau aman ya lolos. Kadang ada juga yang menyuap orang dalam agar diloloskan, red.),” ujar Irwan.

Pekerjaan yang ditekuni Irwan selama di Malaysia dimulai dari membangun rumah sederhana sampai dengan bangunan-bangunan besar. Pekerjaan Irwan tidak menetap pada satu perusahaan saja, melainkan Irwan mempunyai satu tokke (atasan) yang menyalurkan tenaganya ke perusahaan-perusahaan yang membutuhkan.

Terlepas dari tes kesehatan sebagai syarat masuk perusahaan, seorang TKI harus melengkapi permit (izin kerja) dan paspor sebagai syarat izin legal. Namun, Irwan mengaku pada 2006 keketatan pemeriksaan belum sempurna sehingga banyak TKI yang menggunakan permit dan paspor ilegal.

Sebagian TKI tergantung pada tokke yang menaunginya, termasuk kesejahteraan selama bekerja. Apabila tokke melakukan kecurangan, TKI yang akan mendapat dampaknya. Misalnya terdapat tokke yang menahan permit milik TKI dan hanya memberikan fotocopy permit, di mata kepolisian permit tersebur tidak berlaku dan dapat dilakukan penahanan terhadap TKI yang bersangkutan. Faktor lain yang memengaruhi kesejahteraan TKI adalah peran tokke dalam memberikan proyek kerja dengan upah yang sesuai.

“Lek aku resmi Mbak, permit karo paspor gae jenengku dewe. Kadang yo enek seng paspor e nggae KTPne uwong. Dadi paspor karo permit kui bedo karo data ning KK. Tapi panggah aman soale ning kono lek permit karo paspor i podo yo rapopo (kalau aku resmi Mbak, permit sama paspor pakai nama sendiri. Kadang ya ada

Selama lima tahun menjadi TKI, Irwan mengaku mempunyai berbagai kendala. Irwan kerap merasa rindu karena jauh dari keluarga dan temannya Tidak ada kebebasan, sebab aktivitas yang dilakukan Irwan hanyalah bekerja. Selain itu ia merasa bahwa tempat tinggal yang ia tumpangi kurang layak. “Aku manggon ning kontener, Mbak. Tapi dimodif enek lawange, enek jendelone. Lek awan panas koyok dibakar. Lek bengi akeh nyamuk karo tinggine. Kebersihan yo kurang mergo masak yo ning kono (aku bermukim di kontainer, Mbak. Tapi dimodifikasi dengan pintu, ada jendelanya. Kalau siang panas seperti dibakar. Kalau malam banyak nyamuk dan kutunya. Kebersihannya kurang karena masak pun di sana, red),” kata Iwan. Dalam hal keselamatan kerja Irwan mengakui bahwa setiap perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda-beda. Keselamatan kerja hanya diberikan oleh perusahaan-perusahaan besar. Berbeda dengan proyek rumahan yang cenderung mengabaikan keselamatan pekerja. “Lek perusahaan cilik i bos e acuh, enek o kecelakaan mek mbantu titik. Lek perusahaan gedhe koyok tek e Australia ngono jan ketat. Mben isuk baris dicek perlengkapane, enek helm, sepatu wesi, sabuk pengamane. Tapi kadang pekerjane seng malah ora gelem nggae, lek ora digae malah kenek dendo (kalau perusahaan kecil bosnya acuh, kalau pun ada kecelakaan hanya membantu sedikit. Kalau perusahaan besar seperti punya Australia gitu sangat ketat. Setiap pagi dicek

Lahan melon milik Irwan/dok.dim

DIMeNSI 43 | November 2019

55


e

KIPRAH

perlengkapannya, ada helm, sepatu besi, sabuk pengaman. Tapi kadang pekerjanya yang tidak mau memakai, kalau tidak dipakai kena denda, red),� tutur Irwan. Kendala lain yang dialami Irwan adalah beberapa rekan kerja yang memiliki watak temperamen, seperti rekannya yang berasal dari Madura. Ia selalu melakukan kekerasan apabila terjadi pergesekan. Orang Madura selalu membawa clurit sehingga kerap terjadi insiden pembacokan. Pada 2011, Irwan memutuskan untuk berhenti menjadi TKI lantaran ia ingin merintis usaha di kampung halamannya. Awalnya, pria lulusan STM itu ingin menjadi petani bawang Lahan Melon Milik Irwan/dok.dim merah dan cabai. Namun, ia urungkan niatnya karena harga bawang merah dan cabai tidak stabil serta sering anjlok. Kemudian ia mencoba menjadi petani semangka. Menurutnya perawatan semangka relatif mudah, hanya sedikit modal yang diperlukan dan banyak digemari orang. Penanaman semangka tidak berlangsung lama sebab harga yang kurang menguntungkan. Dari informasi yang diperolehnya, Irwan memutuskan membudidayakan melon yang harga omsetnya lebih besar. Di sisi lain, terdapat fakta yang menyebutkan bahwa Kalidawir terdapat banyak petani melon yang berhasil. Jenis melon yang banyak ditanam di Kalidawir yaitu jenis Japanese cantalopue. Karakteristik buah tersebut memiliki daging putih, kulit tipis, tekstur kulit yang rapi, memiliki rasa manis dan renyah. Hal ini menjadikan melon Tulungagung banyak diminati di luar daerah. Melon Tulungagung menunjukkan nilai positif dalam pemasarannya. Hal ini juga salah satu faktor yang melatarbelakangi Irwan tertarik untuk menjadi petani melon. Ia mulai belajar ke beberapa petani dan grup-grup petani melon lewat facebook. Melalui facebook, Irwan belajar pada pengusaha yang sudah berpengalaman terkait budidaya melon. Setelah dirasa mampu, Irwan mulai merintis untuk menanam melon. Akhirnya,

56

ia selalu menghasilkan melon grade A yang mana buahnya manis dan besar. Hal ini menjadikan banyak tengkulak melon yang berasal dari luar kota yang tertarik pada melon Irwan. Tengkulaktengkulak yang mengambil melon hasil tanam Irwan berasal dari Kediri, Nganjuk, Blitar, Ponorogo, dan Keramat Jati (Jakarta). Apabila biasanya per kilogram (kg) melon dihargai Rp 3.000-4.500, di Keramat Jati bisa dihargai sebesar Rp. 6000-8000 per kg. Pendapatan yang diperoleh Irwan terbilang tidak sedikit. Untuk tanah seluas 2 hektare (ha) dapat menghasilkan laba sebesar Rp 400 juta. Jika diakumulasikan pendapatan Irwan ketika menjadi TKI dengan petani melon, perbandingannya sangat signifikan. Gaji dalam satu bulan menjadi TKI sebesar Rp 2-2,5 juta, saat menjadi petani melon pendapatan per bulan dapat mencapai Rp 5-50 juta per bulan. Namun terkadang ia pernah mengalami kegagalan, tepatnya pada saat banjir Irwan pernah mengalami kerugian mencapai Rp 50 juta. Indonesia memiliki tanah yang subur. Masyarakat seyogiyanya mengolah tanah tersebut untuk mendapat keuntungan, termasuk dalam bidang pertanian. “Tanah e Israel sing tandus ngono ae iso tandur luwih maju. La Indonesia sing luwih subur mosok panggah tertinggal. Mugo-mugo ae lek ilmuku nular, akeh sing tandur Indonesia subur lan makmur (tanahnya Israel yang tandus saja bisa bertanam dengan maju. Indonesia yang lebih subur tetap tertinggal. Semoga ilmuku yang tertular menjadikan lebih banyak lagi yang bercocok tanam, Indonesia subur dan makmur, red.),� tutup Irwan. [Bah, Nat, Ars, Sof, Tas]

DIMeNSI 43 | November 2019


WAWANCARA

Urgensi Melek Jaminan Sosial Ketenagakerjaan

e

(KCP) Tulungagung. Sebenarnya apa dimaksud dengan Ketenagakerjaan?

S

Supriyadi Prayitno/dokdim

etiap pekerjaan memiliki potensi beresiko atas kesehatan dan keselamatan kerja. Pekerja perlu mempunyai jaminan kesehatan dan keselamatan selama melakukan pekerjaan. Jaminan tersebut wajib dipenuhi oleh pemerintah. Tanpa adanya perlindungan dan jaminan akan rentan terjadi kecelakaan kerja. Demi terwujudnya jaminan tersebut, pemerintah mendirikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Namun, setelah badan ini berdiri masih banyak orang yang belum mengetahui keberadaan dan fungsi lembaga tersebut. Maka perlu edukasi yang disebarluaskan kepada seluruh elemen masyarakat agar mengetahui, mengikuti, dan menjadi peserta jaminan sosial.

Sebagai bentuk edukasi tentang pentingnya perlindungan dan jaminan saat bekerja. Maka kru LPM DIMĂŤNSI melakukan wawancara eksklusif dengan pihak BPJS untuk mengetahui seberapa besar peran dari BPJS serta kesadaran pekerja untuk mendaftarkan diri di BPJS. Berikut wawancara kru LPM DIMĂŤNSI bersama Supriyadi Prayetno selaku Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kantor Cabang Perintis

DIMeNSI 43 | November 2019

yang BPJS

BPJS Ketenagakerjaan adalah suatu badan yang didirikan pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan sosial kepada masyarakat. Badan ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai pelaksanaan UndangUndang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial. Jaminan ini diberikan kepada seluruh warga negara tanpa membedakan status atau latar belakang sosial seseorang. Pelajar, mahasiswa, jurnalis, dan dosen wajib mendaftarkan dan mengasuransikan kepada BPJS. Sebab terdapat empat progam perlindungan sosial seperti jaminan kecelakaan kerja, kematian, jaminan hari tua, dan jaminan perlindungan kesehatan.  Sedangkan untuk fungsinya sendiri, bagaimana fungsi BPJS khususnya dalam BPJS Ketenagakerjaan? Kalau BPJS Ketenagakerjaan memiliki empat fungsi, sedangkan BPJS kesehatan memiliki satu fungsi. BPJS kesehatan menangani pelayanan obat bagi peserta yang sakit. Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan khusus dalam bidang pelayanan perlindungan kerja, seperti perlindungan selama bekerja, bahkan keberangkatan hingga kepulangan serta melakukan tugas perjalanan di luar kota. Pada BPJS Ketenagakerjaan terdapat empat program yaitu jaminan kematian, jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan pemeliharaan kesehatan. Pemberian santunan kematian akan diberikan ketika peserta BPJS dinyatakan meninggal dunia

57


e

WAWANCARA

dengan memberikannya ke ahli waris. Santunan hari tua akan diberikan ketika memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan atau berhenti dari pekerjaannya dengan membayar rutin setiap bulannya. Sedangkan santunan kecelakaan kerja akan diberikan apabila terjadi kecelakaan selama bekerja, termasuk kecelakaan di perjalanan. Kesimpulannya, jaminan kecelakan kerja diberikan atas resiko dari aktivitas seseorang sedangkan jaminan kesehataan diberikan atas keadaan sakit dari peserta asuransi. Sebagaimana penjelasaan sebelumnya, asuransi ini wajib bagi setiap orang. Bagaimana cara untuk mendapatkannya ? Peserta wajib membayar iuran setiap bulannya, sehingga ketika tidak membayar akan dikenakan denda khususnya pada perusahaan. Perlunya membayar iuran ini untuk menampung dana yang akan disalurkan kembali kepada peserta. Sistem pembayaran peserta dibebankan kepada individu untuk membayar atas dirinya. Sedangkan pada perusahaan peserta penerima upah aktif untuk wajib membayar 2% dan pemberi pekerja 3,7%, sektor jasa konstruksi berasal dari pekerja dan badan usahanya, serta tenaga kerja asing berasal dari tempat kerjanya di luar negeri. Terdapat penggolongan peserta yang wajib membayar iuran. Pertama, peserta penerima upah dari perusahaan atau lembaga. Kedua, peserta mandiri yang bekerja sendiri tanpa adanya lembaga. Ketiga, peserta yang bekerja dalam sektor jasa konstruksi. Terakhir, tenaga kerja asing yang bekerja di luar negeri. Menyinggung soal kebingungan masyarakat tentang BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, sebenarnya perbedaannya seperti apa? Jadi gini, soal kebingungan masyarakat memang dipengaruhi oleh bahasa yang hampir sama. Sehingga biasakan untuk tidak menyampaikan hanya kata BPJS, tetapi harus secara lengkap BPJS Ketenagakerjaan atau BPJS kesehatan. Upaya untuk menghilangkan kerancuan antara BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan yang sering digunakan adalah dengan menyebut BP Jamsostek (ketenagakerjaan). BPJS Ketenagakerjaan lebih spesifik untuk menangani aktivitas pekerjaan. Sedangkan BPJS kesehatan lebih spesifik menangani kesehatan. Bagaimana perkembangan BPJS Ketenagaakerjaan serta sosialisasi kepada masyarakat agar mendaftar? Perkembangan peserta dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa antusias masyarakat sangat tinggi sehingga program pemerintah dapat diterima oleh masyarakat. Perlu

58

adanya sosialisasi yang mendukung untuk mengenalkan tentang BPJS Ketenagakerjaan untuk semua elemen masyarakat. Bentuk sosialisasi yang dapat dilakukan memang beragam, seperti halnya dengan seminar atau langsung menyampaikan kepada masyarakat secara face to face. Selain itu, terdapat lembaga sosial yang membantu untuk proses sosialisasi yang sering disebut Perisai. Lembaga ini merupakan mitra BPJS untuk mensosialisasikan program BPJS kepada seluruh masyarakat. Pihak yang berperan untuk melakukan sosialisasi adalah pihak BPJS serta pemerintah. Hal ini bertujuan melindungi masyarakat supaya aman, sejahtera, dan sehat. Peserta TKI tentunya mendaftar sendiri, lalu bagaimana cara mendaftar? Apakah sama dengan masyarakat biasa? Sebelum berangkat ke luar negeri, akan mendapatkan pelatihan dan sosialisasi di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pemberian sosialisasi kepada TKI dilakukan setiap hari Selasa dan Kamis. Sebelum keberangkatan, wajib mengurus BPJS Ketenagakerjaan terlebih dahulu. Terkait proses pendaftaran dapat dilakukan melalui sistem online pada website resmi yaitu www.bpjsonline.co.id. Selain sistem online, juga terdapat cara manual dengan datang ke kantor BPJS. Sedangkan untuk proses pembayaran dapat dilakukan dengan sistem online atau transfer melalui bank. Pembayaran BPJS Ketenagakerjaan sekitar Rp 10.000 sampai Rp 20.000 setiap orang. Bagaimana tanggapan tentang kesadaran masyarakat untuk mendaftar BPJS Ketenagakerjaan ? Pemerintah telah memiliki konsep perlindungan dengan baik meskipun belum sempurna. Kehadiran BPJS bisa mengubah kebiasaan masyarakat dengan cara memberikan pengetahuan atas pentingnya jaminan sosial. BPJS juga memberikan beberapa pilihan atas jaminan sosial itu sendiri. Peran pemerintah dalam mengembangkan program BPJS seharusnya lebih diapresiasi. Pihak BPJS hanya wajib mensosialisasikan, hal tersebut akan kembali ke setiap individu atas kesadaran mendaftarkan dirinya. Berbeda dengan aparatur polisi, tentara, kejaksaan, dan hakim yang memiliki wewenang atas pemaksaan. Desa mana yang sudah mengikuti BPJS dan apakah wajib untuk keikutsertaannya? Terkait desa yang berada di Kabupaten Tulungagung hampir seluruh desa sudah mendaftar. Perangkat desa harus mengikuti program BPJS dengan mendaftarkan diri, sedangkan warganya belum

DIMeNSI 43 | November 2019


WAWANCARA seluruhnya mendaftar. Salah satu desa yang sudah mengikuti program BPJS yaitu Desa Sedayu Gunung yang menjadi desa sadar jaminan sosial. Seluruh perangkat desa terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan dan 60% warganya telah menjadi peserta. Daerah tersebut memiliki sekitar 600700 kartu keluarga. Tujuan keikutsertaan warga menjadi peserta adalah mampu mengurangi kemiskinan, sebab beban atau tanggungan yang dialami akan di limpahkan kepada BPJS Ketenagakerjaan. Kriteria Desa sadar jaminan sosial adalah masyarakat paham tentang BPJS Ketenagakerjaan. Perangkat desa maupun pengurus sudah mengetahui dan bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan, serta masyarakatnya sudah menjadi peserta.

e

BPJS. Dengan pemberian penghargaan desa sadar jaminan sosial mampu untuk menjadi bukti pentingnya perlindungan yang diberikan oleh pemerintah. Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya mendaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan memang perlu ditingkatkan. Hal tersebut sejalan dengan perkembangan dunia kerja yang semakin luas, sehingga dengan menjadi peserta mampu untuk menjamin keselamatan selama bekerja. [Syaf, Rad]

Semua angkatan kerja di Desa Sedayu Gunung sudah terdaftar sebagai perserta BPJS, mulai dari perangkat hingga masyarakat. Hal tersebut menjadi contoh untuk Desa lainnya agar menjadi peserta

DIMeNSI 43 | November 2019

59


e

SUSASTRA

Di Balik Geluguk Limbah Tebu

T

erik mentari membakar kulit tebu yang bertumpuk di lori. Sinar kuningnya merambat melalui terali menuju celah-celah tembok. Di ujung pabrik‒di dekat jendela berbingkai lengkung ‒ tampak lelaki bertubuh gempal berteriak pada seorang buruh. Wajahnya bergelambir dengan titik-titik keringat ganjil saat berdiri di depan mesin penggiling. “Berengsek! Tanganmu itu buat apa?” bentak lelaki itu sambil menunjuk-nunjuk Budiono yang berdiri mematung. Lawan bicaranya tak dapat membalas setiap kalimat yang dia lontarkan. Jarot, sang administratur pabrik tebu di Dukuh Karawetan tampak terlalu berkuasa untuk ditentang. Budiono hanya menahan sesak, terus memerhatikan bibir Jarot bergerak naik turun diikuti getaran gelambir di dagunya. Setiap dia teringat akan upah yang dua purnama tidak dibayarkan atau perihal dua puluh buruh yang diputus sepihak, Budiono ingin memelintir wajahnya dan menggilingnya di mesin penggilingan. Namun, laiknya matahari yang tak dapat dipandang langsung, Budiono juga tak sanggup mewujudkan imajinasi binal otaknya. Sial. Entah kenapa pikiran budiono terus mengelana membayangkan nasib rekan-rekannya yang kian buruk hari itu. Tangannya yang terbiasa mengatur penggilingan tanpa sadar merusak baut pengikat hingga membuat amarah Administratur memuncak. “Tanganmu buat apa?” tanya Jarot sekali lagi. Dia mulai mengayunkan tinjunya ke wajah Budiono tanpa ampun. Saat beberapa tetes darah menetes melalui sudut bibirnya, Jarot kembali mengayunkan pukulannya. Sutrisno yang mengintip di celah pintu menggumamkan kalimat makian. Segelintir buruh angkut yang menyaksikan hampir-hampir tak dapat mendengar apa yang Sutrisno ucapkan. “Setan alas sialan,” gumam Sutrisno. Langkahnya mantab memasuki area penggilingan. “Kurang ajar kau, Jarot! Persetan dengan harga kerugian itu!” Dia membantu Budiono bangkit di sisi yang berlainan dengan Administratur

60

Oleh Indah F.

pabrik. “Memangnya berapa harga kerugian semua ini? Akan ku bayar memakai upahku,” sambung Sutrisno sembari mengatupkan giginya kuat-kuat. Asap mengepul membuat awan hitam di latar belakang langit kebiruan. Lusinan cerobong berderet di atap pabrik yang memanjang membentuk persegi panjang. Lori-lori merambat melalui rel memasuki area pabrik. Beberapa buruh tampak memanggul tebu untuk dimasukkan ke beberapa mesin penggiling. Siang berlalu semakin terik, membuat buruh-buruh yang memakai kaus kusut tersebut memutuskan untuk duduk di bawah trembesi. “Sudah istirahat, Mas?” tanya Sutrisno yang menyusul duduk di antara mereka. Budiono mengikutinya sembari berusaha mengobati lukanya memakai tanaman orang-aring.

Salah seorang buruh angkut itu mengangguk.

“Sudah dapat upah, Mas?” tanyanya lagi membayangkan Budiono menerima pukulan Jarot akibat upah yang berkecamuk di pikirannya.

Kali ini lawan bicaranya menggeleng. “Padahal sudah dua bulan berlalu, tapi upah kalian belum dibayar. Aku pun juga tidak tahu kenapa dua puluh buruh lain diberhentikan tiba-tiba. Menurut sampean bagaimana, Mas?” Sutrisno terus bicara. Tidak ada jawaban di antara mereka. “Sebenarnya aku tidak menerima hal ini,” ungkap Sutrisno. “Secara fisik kalian yang lebih sering bekerja keras. Kalian juga yang berhadapan dengan kematian saat bersentuhan mesin-mesin penggilingan. Lantas kenapa upah kalian mandek? Kurasa kita harus melawan. Jangan mau dikekang. Aku yakin hukum akan berpihak pada yang benar,” ujar Sutrisno menahan marah. Budiono tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Mereka hanya buruh di sebuah pabrik gula. Namun, apa yang Sutrisno katakan tidak keliru. “Tuhan, apa yang harus aku lakukan?”

reprointernet

DIMeNSI 43 | November 2019


SUSASTRA batin Budiono. Lantas buruh yang baru dipukuli itu meraba luka-luka di wajahnya. Seketika bagai tertular energi langka, Budiono berkata “ya.” Buruh-buruh lain yang mendengarnya hanya terperangah tanpa mampu berkata apa-apa. “Ya, benar. Sebaiknya kita melawan,” lanjut Budiono mantap diikuti anggukan keragu-raguan buruh lainnya. Esoknya, mereka sepakat membawa peralatan dapur, spanduk, dan pengeras suara. Walau sebagian mereka tidak mempunyai kemampuan orasi atau baca tulis, tapi mereka percaya satu sama lain. Budiono menjelaskan berulang-ulang tentang apa yang harus mereka lakukan, dari berorasi di titik kumpul di balai Desa Karawetan, berjalan ke pabrik gula sambil memukul-mukulkan peralatan dapur hingga berorasi memakai pengeras suara. Langit perlahan memudar seiring perlawanan kaum buruh di pabrik gula. Awan kelabu bergulung di atas kepala mereka. Lautan manusia memenuhi pelataran pabrik yang berdiri di antara rumah-rumah penduduk. Sutrisno berdiri di barisan terdepan sambil memegang pengeras suara. Dia berorasi dengan gagah. Telunjuknya menunjuk-nunjuk langit kelabu seolah menantang keberadaan gumpalan awan-awan hitam. Puluhan buruh antusias mengikutinya. Mereka kompak berteriak lantang sembari mengangkat spanduk di hadapan anggota polisi yang mengawal demonstran. Buruh terus meneriakkan ketidakadilan yang selama ini mereka terima. “Berikan upah kami! Penuhi hak-hak kami!” ucap Sutrisno diikuti buruh lainnya. Saat lembayung perlahan menghiasi langit di sisi barat, massa membeludak tak terkendali oleh buruh-buruh lintas desa. Lautan manusia melaju menuju gerbang terali Pabrik Karawetan. Kaum buruh berjajar menyanyikan lagu-lagu perlawan. Polisi semakin kewalahan di sisi depan, terus mencoba menghalau massa yang meminta memasuki area pabrik. Tak ada aksi anarkis sebenarnya, hanya menyanyikan lagu-lagu perlawanan memakai iringan alat dapur yang dibentur-benturkan satu sama lain, tapi entah kenapa polisi menembakkan gas air mata dari setiap penjuru mata angin. Kaum buruh semakin geram. Mereka dipaksa terlibat baku hantam dengan kepolisian hingga korban berjatuhan. Sutrisno menatap nanar kericuhan yang semakin memanas. Massa mulai tercerai berai menghindari semprotan gas air mata dan tongkat polisi. Gerbang terali pabrik sepi seketika, kecuali beberapa polisi yang berlalu-lalang membawa tongkat pemukul untuk dipukulkan pada buruh yang nekat mendekat. Semua orang kompak bergerak mundur tanpa aba-aba, mencoba mencari perlindungan dari orang-orang yang secara hukum harus melindungi

DIMeNSI 43 | November 2019

e

mereka. Tiba-tiba beberapa lelaki mendekati Sutrisno di antara kaum buruh. Tubuhnya ditarik mundur oleh otot-otot kekar ke dalam sebuah van hitam. Dia meronta mencoba melepaskan diri. Kakinya menendang-nendang udara, berharap kaum buruh akan menyadari penculikannya. *** Di balik jendela berbingkai lengkung, Jarot duduk di sebuah kursi rotan sambil mengisap cerutu. Tembakau yang diisapnya membuatnya senang bagai uang-uang yang tiada duanya. Jarot menikmati suasana Pabrik Karawetan yang sunyi, mendengar lamat-lamat teriakan buruh yang berdiri di balik gerbang terali. Dia melihat bagaimana Sutrisno memimpin orasi, merangsek mundur ke rumah-rumah, dan dipaksa memasuki van hitam oleh orang-orang suruhannya. Jarot segera menaikkan sudut bibirnya, mengembuskan napas dalam-dalam, dan membiarkan tubuh gempalnya menikmati keadaan. Sutrisno dibawa ke sebuah tempat tanpa jendela. Tidak ada perabotan di sana, hanya ruangan kosong berisi kardus-kardus bekas dan lampu kuning di langit-langit. Selama berjam-jam dia dipaksa duduk terikat di sebuah kursi kayu. Kemudian seorang lelaki membuka pintu. Gelambir-gelambir dagunya bergerak saat dia berjalan menghampirinya. “Harusnya kau tidak ikut campur,” ucap Jarot dengan tatapan remeh. “Cuih!” Sutrisno meludah, “Lucu sekali hidup di negara ini. Padahal jelas-jelas kau yang keliru dan aku harus diintimindasi semacam ini karena mencoba melawanmu, bahkan dikurung di salah satu ruangan pabrikku sendiri,” balas Sutrisno. Lantas Sutrisno tertawa getir. Dia menertawakan Jarot sembari meronta berusaha melepaskan diri. Tanpa aba-aba, seorang pesuruh yang menutupi wajahnya memakai kain memasuki ruangan sambil mengacungkan pistol. Bunyi tembakan memekakkan ruangan tersebut. Semua ingatan terasa diputar balik, tentang sebuah van hitam, orasi buruh, tentang rencana-rencana demo, Budiono, dan mesin penggilingan. Jarot tidak pernah keliru memetakan semuanya, tentang penindasan Budiono, pembelaan Sutrisno, demo, dan Pabrik Karawetan yang akan masuk ke pemberitaan media. Oknum-oknum pesuruh yang disebar untuk memancing aparat, berhasil membuat para buruh tampak sebagai tokoh antagonis yang layak dilawan, disemprot dengan gas air mata, atau dipukul dengan tongkat pemukul. Media sialan itu, yang disuap memakai separuh kekayaannya akan menulis pemberitaan betapa kaum buruh tidak mempunyai etika. Mereka akan lupa soal upah dan akan ingat soal kericuhan dan baku hantam melawan aparat. Dan yang pasti, tentang produk Pabrik Gula

61


e

SUSASTRA

Karawetan. Tidak ada yang tahu bahwa Sutrisno menghilang kecuali keluarganya, pikir Jarot. Media tidak akan peduli karena dia bukan siapa-siapa di sini, laiknya hanya hembusan angin dari satu tempat ke tempat lain. Pun tidak akan ada yang sadar tentang semua lingkaran ini, perihal aturan yang dibuatnya atau semacam konspirasi yang menenggelamkan tubuh Sutrisno ke kubangan lumpur di bawah jembatan. Tepat saat mentari kembali memperlihatkan keagungannya melalui sinar-sinar keemasan, media menyambut Jarot melalui kerlap-kerlip kamera dan alat perekam suara. Konferensi pers digelar untuk membelokkan kebenaran, sama sekali bukan untuk meluruskan benang kusut di Pabrik Karawetan. Sang direktur, yang mewarnai rambutnya dengan semir kehitaman, berhasil menutupi usianya dengan hatihati. Dia melirik Jarot yang berdiri khidmat di sudut ruangan, lantas menyampaikan kalimat-kalimat pembelokan. “Saya selaku pemilik pabrik di Desa Karawetan ini memohon maaf yang sebesar-besarnya terhadap media dan masyarakat yang terkena imbas dari aksi demo para buruh di pabrik kami. Sebenarnya hal ini disebabkan karena rasa iri terhadap para pekerja yang

62

lebih berpendidikan yang ditempatkan di perkebunan dan mempunyai upah yang lebih tinggi dari mereka.” Semua orang mengamatinya lekat-lekat. “Maaf,” ujarnya menutup pernyataannya untuk kaum media. Kemudian dia membungkuk agar semua memaafkan kelalainanya. Semua orang yang tidak tahu apa-apa bagai tersihir, berhasil terperangkap dalam drama picisan Pabrik Karawetan. Laiknya hembusan angin yang tidak dipedulikan, di kolam pembuangan limbah terkubur jasad Sutrisno. Bagian tubuhnya dicincang sebelum ditenggelamkan ke lumpur. Bau amis yang mengoar di sekitarnya tidak membuat orang yang lewat di atas jembatan penasaran. Bersama geluguk limbah tebu, Sutrisno lenyap bagai asap. Semua buruh kembali bekerja tanpa tahu nasib orang yang memperjuangkan mereka. “Perlawanan kita berhasil. Kita mendapat upah sebagaimana mestinya. Sayangnya melalui pesan yang kubaca, Sutrisno harus merantau ke luar negeri,” ungkap Budiono pada teman-teman buruhnya di Pabrik Gula Karawetan.

DIMeNSI 43 | November 2019


PUISI

e

Profesi Berupah Surga Oleh Safiatus Zahro

Kail kehidupan makin timpang

Kami (pengajar honorer) dijanjikan pahala

Beberapa ulasan tentang kami di tivi bak primadona Sedikit-sedikit dipuji, tapi tak pernah naik gaji Bagai menonton diorama

Hari Minggu ke Senin berlari gesit

Sementara absensi tidak pernah alpa

Bekas jahitan sepatu di ujung jempol, lembaran fotocopy soal, dan PR setebal bantal Atau kita tukarkan saja seluruh amukan dan janji ‘kesejahteraan’ di toko sembako Kiranya esok lusa kami harap ada yang menabrak tatanan negara Memutus mata rantai kesewenang-wenangan

Biar saja binasa (teriaknya), agar kami sama-sama sengsara Kapankah hari bagi kami melepas dahaga? Atau barangkali kita ditakdirkan kena sial

Mari berkemas kawan, imbalan kita ada di surga.

DIMeNSI 43 | November 2019

63


e

PUISI

Tanah Mayat di Bumi Bapak Oleh Titan Novita Sari

Tanah kami ladang kemiskinan, kata Bapak. Aku terdiam. Mengamati bentala garing bagai daun jati yang kering. Memupus kehijauan pembuat kedamaian. Tanahku, butuh pahlawan. Pagi menjelang, menyerang, mengikis tanah bertuan. Mereka tenggelam dan aku terdiam. Kembali memandang lahan di ujung jalan yang dulu hijau. Berjejer rapi bak seremoni, mereka yang lupa diri. Yang terbitkan bunyi membuat tuli. Pribumi semakin tercekam, menangisi nasib di peraduan. Bentala terus bergerak, retak, terkoyak, dia berontak. Aku tersentak.

Mendengar lolongan si topi bambu yang diabaikan. Memekakkan. Air mata kelabakan, disengketa segepok perjanjian. Benar kata Bapak. Tanahku, lahan kemiskinan! Di balik bilik kesenjangan, lolongan memudar. Kepulan asap hitam pekat, memikat. Aku tercekat. Tanahku pucat. Dengan senyum merekah, langkah pongah. Si borjuis memerintah, menjamah tak mau kalah. Tinta menari di atas kertas merah tanda sah Mengikat. Si melarat tambah sekarat. Tanahku sungguh jadi mayat. 64

Ralat Majalah Edisi 42: Hal. 8, Rubrik DIMUT “Tata Kelola Sampah Sebagai Bentuk Mitigasi Afeksi Lingkungan” pada paragraf 24 kalimat ke tiga tertulis “Selain itu, terdapat dua desa yang mengelola bank sampah, yakni ....”, seharusnya “Selain itu, terdapat dua desa yang mengelola bank sampah, yakni Desa Sobontoro dan Jepun.”

DIMeNSI 43 | November 2019




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.