SALAM PERSMA! Diterbitkan Oleh: Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) DIMëNSI UIN SATU Tulungagung Pelindung Rektor UIN SATU Tulungagung (Prof. Dr. H. Maftukhin, M.Ag) Penasehat Wakil Rektor III (Dr. Abad Badruzzaman, Lc., M.Ag) Pimpinan Umum Minkhatul Choiriyah Sekretaris Umum Muhammad Saifudin Zuhri Bendahara Umum Kharisma Almufidah Pemimpin Redaksi Natasya Pazha D. Divisi Pelaksana Online Miftakhul Ulum A., Irfanda Eka A., M. Khozin, Luqman Hakim. Divisi Litbank Titan N. S., Nurul Karimatul F., Siti N. Khalimah, Syafiul Ardi F., Galih Bayu A., Dimas Wahyu G.B., Arum Prabawati. Divisi Pengembangan SDM Ni’am K. Asna, Umi Ulfatus S., Dita N., Mustika Moh. Muzakky, Rekhantul Imbadiyah, Ferdian M. Rizky, Magta A. Devi, Thoifatul Ningtyas, Laila Muhibbah Divisi Jaringan Kerja M. Yusuf Bachtiar, Roro A. N. Fitaloka, Estu Farida Lesatri, Aris Wahyudin Divisi Perusahaan Nurlaila M. Siregar, Nisfatur R., Indah F. Maulidiyah, Firdaus P. I. Efendi, Ria Nur R., Shintia A. N. A., Siti Sa’diyah, Chasanatul M., Nila L. N., Q. Aini, Bayu S. Layouter Luqman Hakim Desain Grafis Irfanda Andy E. A., Toni Setyawan, Geafrinda Putra W. Fotografer Mustika Moh. Muzakky Reporter Anisa, Adib, Ana, Anjas, Alfi, Desy, Dadang, Danu, Via, Fadya, Fatoni, Toni, Rangga, Sabila, Vidya, Rosyid, Riza, Husnul, Rizal, Noval, Nana Alamat Redaksi Jl. Mayor Sujadi Timur 46 Tulungagung, kode pos 66221 email/website: lpmdimensita@gmail.com/dimensipers.com
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
e
P
uji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan karunianya yang telah memberikan kelancaran atas terselesaikannya penggarapan majalah Dimensi edisi XLIVI. Segala perdebatan panjang dari awal perumusan, pengkajian, hingga titik akhir yakni malam sidang tema (Sidtem) sudah menjadi hal yang wajar dalam proses pemutusan tema besar majalah ini. Hadirnya majalah edisi XLIVI ini tentu tak luput dari berbagai kendala, salah satunya masih diberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di lingkungan tempat reportase. Proses liputan seharusnya selesai sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, terpaksa harus diundur dan bahkan tertunda sampai PPKM berakhir. Hal ini dilakukan untuk menuai hasil yang maksimal. Atas kerja sama semua pihak terkait, kendala tersebut bisa diselesaikan meskipun tanpa absennya pusing yang melanda. Tema besar majalah ini adalah Cagar Budaya. Tema yang cukup populer dalam kajian ilmu dan karya literatur di berbagai media. Hingga saat ini benda peninggalan purbakala memiliki nilai penting sejarah masih banyak yang belum ditangani secara signifikan, juga belum ditetapkan sebagai cagar budaya sebagaimana mestinya. Hal tersebut juga menjadi latar belakang diputuskannya pemilihan tema ini. Meskipun mengambil ruang lingkup yang cukup sempit, yakni cagar budaya di wilayah Tulungagung.
1
e
SALAM REDAKSI
Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2010, cagar budaya didefinisikan sebagai warisan budaya yang bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Keberadaan cagar budaya memberikan nilai historis tersendiri pada masyarakat, khususnya masyarakat di mana cagar budaya itu lahir, seperti halnya di wilayah Tulungagung. Tulungagung merupakan daerah yang mempunyai kedudukan penting dalam perjalanan sejarah Indonesia maupun dunia. Rangkaian kronologi sejarah dan budaya di Kabupaten Tulungagung ada sejak masa prakarsa sampai dengan modern (Izza, 2014: 41). Perjalanan sejarah tersebut terbukti dengan ditemukan fosil manusia purba Homo Wajakensis, berbagai situs, prasasti dan, candi hingga beberapa gua buatan yang mana telah memberikan gambaran suatu peradaban di zaman dulu.
Sebagai bagian dari warisan budaya bangsa, setiap cagar budaya di Tulungagung wajib dilestarikan. Pelestarian cagar budaya merupakan upaya dinamis untuk mempertahankan eksistensi cagar budaya dan nilai sejarah yang ada di dalamnya. Upaya ini terdiri dari tiga macam hal yaitu; perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan. Namun, upaya pelestarian yang telah berjalan belum bisa dikatakan optimal, hal ini terbukti dengan masih banyaknya Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) di Tulungagung yang rawan pencurian dan kerusakan. Reportase ini bertujuan memberikan pemaparan informasi terkait cagar budaya di Tulungagung, yang mana terfokuskan pada kondisi, penanganan, serta regulasi yang mengiringi. Hasil dari reportase diharapkan mampu membuahkan kebijakan atau usaha aktif yang akan mengoptimalkan pemeliharaan cagar budaya. Tentunya dalam hal ini, peran serta masyarakat sangat dibutuhkan. Karena kehidupan masyarakat juga bersinggungan langsung dengan cagar budaya yang ada.
Ucapan terima kasih dihaturkan pada semua pihak terkait serta segenap kru Dimensi yang telah menyumbangkan waktu serta tenaga untuk penggarapan majalah edisi XLIVI ini.
2
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
e
DAFTAR ISI DIMUT
Regulasi; Dapatkah Menjamin Pelestarian Cagar Budaya..................................................................................5 Samarnya Penanganan Museum Daerah Tulungagung.........................................9
LIPSUS
Intensi Juru Pelihara di Bumi Gayatri.......................... 13 Candi Mirigambar: Upaya Penyelamatan Hingga Temuan Baru.................................................................... 16
NUSANTARA
Pemulihan Ekonomi Nasional, Berhasilkah?.............. 19
TERAS
Disebut Kampus Literasi, UIN Sayyid Ali Rahmatullah Anjurkan Mahasiswa Membuat Antologi.................... 22 Wacana UKM Fakultas................................................... 25
KARIKATUR......................................33
EDITORIAL
KLIK...................................................34
RESENSI
INFOGRAFIK....................................36
Ripuhnya Pelestarian Situs Rapuh................................ 28
Dinamika Feminisme dalam Dunia Bisnis Kretek............................................ 30 Siklus Uang dengan Segala Kegelisahan....................... 39 Kisah Lampau Banda di Mata Dunia; Banda The Forgotten Trail (2017)..................................................... 42
SWARA
Habis Dilalap Arus Globalisasi; Cagar Budaya Harus Dilindungi........................................................................ 45 Perjalanan Bangsa, Etalase Sejarah, Lokalitas dan Polemiknya....................................................................... 48
BUDAYA
Manten Tebu: Tradisi Tak Lekang Waktu.............................................. 52
SUPLEMEN
Krisis Lingkungan Hidup yang Disamarkan.................................... 55 Diskursus Hukum Dan Moral LGBT............................................... 58
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
KIPRAH
Prasasti, Aksara Jawa dan Asta Gayatri........................ 61
WAWANCARA
KS2B Sebagai Lembaga Intuitif Budaya Tulungagung.64
SUSASTRA
Gayatri Kumara, Sesak Dalam Dekapan Takdir.......... 66
PUISI
Gatra Nusantara............................................................... 68 Peradaban dalam Rekaman............................................ 68
3
e
SUARA PEMBACA
Suara Pembaca M. Faried - Mahasiswa AFI Semester 7 Rahayu, dewasa ini bocah-bocah milenial terlalu mengasingkan diri dari wacana dan kepedulian mengawal kebudayaan. Mereka lebih menyibukan diri untuk mengawal perkembangan game online, top up kebutuhan akun game. Hal ini yang memungkinkan di masa depan nanti banyak bocah-bocah milenial yang buta dengan budaya akibat minim minat menggeluti dan melibatkan diri dalam merawat kebudayaan. Sudah seharusnya para penerus bangsa itu memiliki kesadaran kolektif agar mampu masif mewariskan kepada mereka yang belum menerima wahyu kesadaran. Rahayu, setuju nih, memang seharusnya perlu adanya kesadaran bersama mengenai melek budaya bangsa. Apalagi dengan derasnya arus globalisasi saat ini, kebudayaan barat yang terkadang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa dengan leluasa masuk ke Indonesia. Perhatian khusus yang sebenarnya perlu dilakukan adalah menumbuhkan jiwa cinta budaya pada para generasi muda. Game hanyalah bagian kecil dari budaya modern yang tentunya memiliki dampak negative dan positif tergantung intensitasnya. Keluarga yang memiliki peran kunci dalam tumbuh kembang seorang penerus bangsa, diharapkan kerjasamanya dan tidak menyerahkan semuanya pada guru di sekolah. Jangan sampai para generasi muda pada masa ini terlalu terlena dan terbawa arus hingga melupakan kebudayaan yang semestinya perlu dilestarikan.
Rahma.A MPI Semester 7 Emm… aku mau cerita nih bahas masalah pengajuan UKT di masa pandemi Covid-19. Di kampus kita kan sudah ada nih program keringanan UKT buat yang orang tuanya terdampak semasa Covid-19 ini, nah syaratnya kan salah satunya harus ada surat keterangan dari perusahaan atau tempat kerja kalau memang yang bersangkutan terdampak Covid-19 semisal terkena PHK, atau pengurangan karyawan. Bapak aku tuh pekerja bangunan tepatnya kuli bangunan ibu aku ibu rumah tangga. Bapak aku aja pekerja lepas gimana mau cari surat keterangan dari atasan/perusahaan kalau memang terdampak Covid-19? Masa yang bisa ngajuin yang bapaknya kerja di perusahaan, pabrik atau kantor doang? Masa harus malsuin suratnya? Lah Gimana dong... Halo sahabat dims, wah banyak banget nih keluhan serupa terkait pengajuan keringanan UKT. Setahu kami dari pengalaman beberapa teman-teman Dimensi ataupun mahasiwa lain yang sempat mengajukan keringanan UKT namun memiliki keluhan serupa, sebagian dari mereka meminta surat pernyataan dari desa. Bisa Surat Keterangan Miskin atau surat pengajuan desa sesuai prosedur surat desa masing-masing.
Muhammad Tantowi Mahasiswa SPI Semester 5 Soal revitalisasi kawasan cagar budaya, itukan salah satu upaya melestarikan cagar budaya. Namun seringkali upaya tsb malah menimbulkan masalah baru. Misalnya terdapat bangunan-bangunan kuna yang dijadikan restoran, cafe, dan sebagainya. Dimana perubahan fungsi bangunan tersebut sama sekali tidak mencerminkan nilai-nilai dari bangunan tersebut (lebih mengarah dijadikan objek bernilai ekonomi). Kemudian juga terdapat hasil rekonstruksi bangunan yang tidak sama dengan aslinya, bahkan ada yang lebih bagus dari aslinya, padahal itu sama saja dengan merubah cagar budaya. Terima kasih. Wah, nambah insight baru nih. Mengenai revitalisasi ini sebenarnya sudah ada dalam undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya, yakni pada pasal 81 ayat 1. bahwa Setiap orang dilarang mengubah fungsi ruang Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya peringkat nasional, peringkat provinsi, atau peringkat kabupaten/kota, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan tingkatannya. jadi boleh-boleh saja memberdayakan suatu cagar budaya dengan seizin pemerintah, namun yang harus diperhatikan adalah dengan tetap mempertahankan ciri asli dari benda, situs, maupun kawasan cagar budaya. dan adanya revitalisasi haruslah memberi manfaat untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mempertahankan ciri budaya lokal.
4
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
DIMUT
“
e
Regulasi; Dapatkah Menjamin Pelestarian Cagar Budaya?
Guna mencegah benda-benda bersejarah dari kerusakan, negara perlu menyiapkam aturan hukum yang memadai. Persoalan hukum yang sering terjadi di Indonesia terkait dengan sejarah peradaban dan kebudayaan kuno belum mencukupi tujuan perlindungan dan pelestarian cagar budaya, seperti Undangundang (UU) Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya pada pasal 3.
I
ndonesia telah melewati masa sejarah panjang. Perjalanan sejarah menghasilkan bukti dan terekam dalam temuan penting berupa cagar budaya yang tersebar di nusantara. Sehubungan dengan hal itu, maka peran mempertahankan dan melestarikan sangatlah penting. Berdasarkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, saat itu pemerintah mempunyai kewajiban untuk melaksanakan kebijakan guna melestarikan kebudayaan secara utuh dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Hal ini terbukti adanya peraturan yang mengatur cagar budaya yakni Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2010. Menurut UU tersebut, pada BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 1, bahwa cagar budaya merupakan warisan yang bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/ atau kebudayaan melalui proses penetapan. Untuk melestarikan cagar budaya, negara bertanggung jawab dalam pengaturan perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya. Pada UU yang sama Pasai 1 Ayat (2, 3, 4, 5, 6) yang disebut dengan Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia,
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau dok.dim kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs
5
e
DIMUT
Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas. Dinamakan cagar budaya harus memenuhi kriteria. Kriteria tersebut diantaranya adalah cagar budaya berusia minimal 50 tahun, memiliki nilai budaya yang dapat menguatkan kepribadian bangsa atau arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan. Akan tetapi, terdapat beberapa jenis cagar budaya seperti benda, bangunan, atau struktur yang tidak diharuskan berusia 50 tahun. Seperti halnya situs monumen pancasila sakti atau yang dikenal dengan lubang buaya dan makam presiden Republik Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid. Hal ini dikarenakan bangunan atau benda cagar budaya
Pada 2019 Tulungagung membentuk TACB yang hingga saat ini beraggotakan 5 orang. Menurut Winarto, pada saat itu provinsi membuka program pendaftaran TACB di area Jawa Timur. Hal ini berdasarkan minimnya TACB dan banyaknya cagar budaya yang belum ditetapkan di area Jawa Timur.
tersebut tidak terulang lebih dari satu kali. Menurut Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 66 Tahun 2015 Tentang Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Timur, Bab V Pasal 5, menerangkan bahwa Pelestarian Cagar Budaya dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis, dan administratif. Dengan adanya peraturan tersebut maka perlu adanya pembentukan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB). TACB merupakan tim ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang telah memiliki sertifikasi di bidang perlindungan, pengembangan, atau pemanfaatan cagar budaya. Mengutip laman website kebudayaan.kemendikbud.go.id, persyaratan sertifikasi TACB meliputi, diusulkan Pemerintah Daerah, warga Negara Indonesia, sehat jasmani dan rohani dibuktikan dengan Surat Keterangan Dokter, berusia paling rendah 28 tahun, memilki keahlian arkeologi, sejarah, filologi, antropologi, kesenian, arsitektur struktur dan mekanik, kesenian, hukum, dan keahlian lain yang memiliki wawasan kepurbakalaan dan wawasan pelestarian cagar budaya. “TACB sebagai petugas yang direkomendasikan dinas untuk mengkaji temuan, harus memiliki sertifikat melalui Direktorat Jenderal (Dirjen) Kebudayaan dengan tahapan ujian yang diadakan selama 3 tahun sekali,” tutur Winarto selaku anggota Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di Bidang Kebudayaan.
6
Winarto, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di Bidang Kebudayaan/dok.dim
Prosedur Penetapan Cagar Budaya Penetapan sebuah cagar budaya harus melalui standar operasional prosedur yang berlaku. Mulai dari tahap pendaftaran, pengkajian, penetapan, pencatatan, pemeringkatan, penghapusan, pelestarian, pemugaran, hingga pemanfaatan. Masyarakat yang menemukan benda, bangunan, struktur, atau situs yang diduga cagar budaya wajib melapor dan mendaftarkannya ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) pada bagian Bidang Kebudayaan. Dalam tahap pendaftaran, pelapor mengisi formulir yang terdiri dari beberapa kategori mulai dari temuan, ukuran, hingga kesejarahannya. Pelaporan tersebut paling lambat 30 hari sejak ditemukan cagar budaya. Hal ini untuk mempermudah proses pengkajian cagar budaya yang akan dilakukan oleh TACB. Setelah dilakukan pengkajian, cagar budaya yang dilaporkan dinamakan Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB), namun belum mendapatkan pengesahan dari pemerintah yang berwenang.
Dalam tahap tersebut terdapat proses sidang
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
DIMUT sebagai penetapan suatu cagar budaya. “Setiap sidang, ada beberapa kali sidang. Tergantung kerumitan permasalahan. Tergantung permasalahannya, sulit atau tidak,” ungkap Winarto. Sidang tersebut tidak hanya dilakukan di ruangan, akan tetapi sidang juga diperlukan di lapangan. Sidang lapangan dilakukan dengan cara wawancara kepada penduduk sekitar. “Istilahnya sesepuhlah yang tau tentang sejarahnya benda atau bangunan cagar budaya tersebut,” tambah Winarto. Setelah melalui proses pengkajian, TACB melapor kepada Disbudpar atau bupati agar ditetapkan sebagai cagar budaya. Dalam penetapan, cagar budaya dapat disahkan oleh bupati, gubernur, presiden. Pada tingkat kabupaten, cagar budaya ditetapkan oleh bupati, dengan syarat cagar budaya yang diutamakan untuk dilestarikan dalam wilayah kabupaten atau kota. Cagar budaya yang ditetapkan oleh gubernur di tingkat provinsi ditinjau dari bukti evolusi peradaban bangsa dan pertukaran budaya lintas wilayah kabupaten atau kota. Sedangkan tingkat nasional yang ditetapkan oleh menteri pendidikan dan kebudayaan ditinjau dari evolusi peradaban bangsa serta pertukaran budaya lintas negara dan lintas daerah.
e
Pemkab. Sedangkan Pemerintah kabupaten (Pemkab) jarang menyetujui anggaran yang diajukan oleh dinas kebudayaan dan pariwisata. Kalau anggaran kita tetap dari Pemkab masing-masing dan jarang disetujui,” tutur Winarto. Dengan adanya hal tersebut, pendataan cagar budaya di lapangan masih mengalami kendala. Cagar budaya pun dapat dihapus dari daftar sesuai dengan UU Cagar Budaya Pasal 51 Ayat 1, bahwa cagar budaya dikatakan musnah jika musnah, hilang dalam jangka waktu 6 tahun dan tidak ditemukan, mengalami perubahan wujud dan gaya sehingga hilang keasliannya, di kemudian hari diketahui statusnya bukan Cagar Budaya. Namun, dalam peraturan yang sama pada pasal 2 disebutkan, bahwa penghapusan Cagar Budaya yang dimaksud dalam Ayat 1 dilakukan dengan tidak menghilangkan data pada register. Hal yang sama dijelaskan oleh Winarto, “Katakanlah nomor 400 nggak ada, itu bukan langsung dihapus, terus yang bawahnya naik itu nggak, itu tetep jumlahnya tadi 460. 460 itu di tandai merah, pengecekan tanggal sekian di posisi ini. Dan nanti barangkali dua tahun lagi muncul, kadang kan gitu maksudnya ada lagi kan dimunculkan lagi, kalau ada proses penghapusan itu ada di undang-undang tadi, itu ada aturannya.”
Tulungagung sendiri memiliki sekitar 460 ODCB dan yang telah ditetapkan sebanyak 18 cagar budaya. Diantaranya, situs Goa Pasir, situs Candi Mirigambar, Candi Sanggrahan, situs Goa Selomangkleng, Goa Tritis, Candi Dadi, Candi Penampihan Sendang, ada pula Candi Boyolangu, Arca Dwarapala di empat penjuru pintu masuk Kabupaten Tulungagung, dan Prasasti Lawadan yang saat ini berada di pabrik Industri Marmer Indonesia Tulungagung. Winarto juga mengungkapkan, terdapat pula rencana Disbudpar untuk menetapkan 129 benda yang terdapat di museum untuk dijadikan sebagai cagar budaya.
dok.dim
Pendataan Cagar Budaya Pendataan atau pecatatan cagar budaya di Tulungagung dilakukan Disbudpar jika terdapat tambahan cagar budaya yang baru disahkan oleh bupati. Dalam tahap pendataan atau pencatatan pihak dinas dibantu oleh beberapa komunitas di Tulungagung. “Pendataan cagar budaya tergantung anggaran dari
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
Pelestarian Cagar Budaya Cagar budaya memiliki sifat rapuh, unik, langka, terbatas, dan tidak terbarui. Dalam rangka menjaga cagar budaya dari ancaman pembangunan fisik, baik di
7
e
DIMUT
wilayah perkotaan, pedesaan, maupun yang berada di lingkungan air, diperlukan pengaturan untuk menjamin eksistensinya. Oleh karena itu, upaya pelestarian cagar budaya mencakup tujuan untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Upaya Pemkab Tulungagung melakukan perlindungan dengan cara menyerahkan sepenuhnya kepada Juru Pelihara (Jupel). Tulungagung sendiri memiliki 48 Jupel. Tugas utama Jupel adalah merawat, mengamankan, dan melestarikan cagar budaya. Disisi lain upaya pelestarian Pemkab Tulungagung yang belum merata. Seperti halnya kondisi Candi Gayatri yang memerlukan perbaikan. Misalnya pagar candi yang mulai rusak dan batu merah yang mulai berantakan. “Sebetulnya perlu diperbaiki. Batu merahnya yang berantakan itu lo. Kondisinya kurang baik. Pager-pagernya sudah rusak. Kalau nggak dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) nggak bisa. Harus orang BPCB. Radi lama. Ragate yo akeh (Agak lama. Biayanya juga banyak, red.),” tutur Jono selaku Jupel Candi Gayatri di Boyolangu. Dalam peraturan yang sama Pasal 24 Ayat 1, Setiap orang berhak memperoleh kompensasi apabila benda, bangunan, struktur, atau lokasi yang ditemukan telah ditetapkan sebagai cagar budaya. “Nah prosesnya
8
tetap surat menyurat. Nah, wi engko dari tim informan, tim pengangkatan, sama seng memiliki ODCB masingmasing dapat kompensasi (Nah, prosesnya tetap surat menyurat. Nanti dari tim informan, tim pengangkatan, dan orang yang memiliki ODCB masing-masing dapat kompensasi, red.) ujar Mustakhim Setyawan atau biasa disapa Garudhara, dari komunitas Asta Gayatri. Namun, selama ini Disbudpar Tulungagung belum pernah memfasilitasi dan memberikan kompensasi bagi masyarakat yang mengamankan Cagar Budaya tersebut. “Sementara ini masih belum ya, masyarakat yang mengamankan benda bersejarah selama ini semacam anu aja to, ee dihonori pemerintah desa seperti itu” kata Winarto. Masyarakat yang memiliki cagar budaya wajib mengamankan, merawat dan melestarikan. Seperti halnya Mustakhim, mengatakan bahwa “Intine enggak didol di black market. Mengko nek wes mlayu nek pasar gelap, wes angel goleki. Mergone barang-barang seng mempunyai nilai historis kui wes angel tenan (Intinya tidak dijual di black market. Nanti jika lari ke pasar gelap, sudah sulit dicari. Soalnya barang-barang yang mempunyai nilai historis itu udah sulit banget, red.” (La, Ain, Zky, Bay, Dsy, Ari)
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
DIMUT
“
e
Samarnya Penanganan Museum Daerah Tulungagung
Museum menjadi tempat penyimpanan benda cagar budaya sekaligus edukasi sejarah bagi masyarakat, seyogyanya mendapat perhatian lebih dari pemerintah serta pihak terkait. Namun realitanya, kondisi di lapangan belum mencapai ekspektasi banyak orang.
M
useum merupakan ruang konsekuensi logis atas pemanfaatan pengetahuan sejarah yang akhirnya menjadi sub bidang ilmu
museum pemerintah dan museum swasta. Sementara jika dilihat dari sudut koleksinya museum dibedakan atas museum umum dan khusus. Terakhir, berdasarkan
yang progresif serta menyumbang berbagai macam pengetahuan. Kata museum berasal dari kata Yunani ‘museom’, yaitu kuil atau bangunan suci untuk memuja Dewa Dewi Seni Yunani.
kedudukannya museum dibedakan menjadi museum nasional, museum provinsi, dan museum lokal.
Menurut International Council of Museums (ICOM), museum merupakan sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, bersifat terbuka dengan cara melakukan usaha mengoleksi, konservasi, meriset, mengkomunikasikan, dan memamerkan benda nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan studi, pendidikan, dan hiburan. Berdasarkan laman publikasi. data.kemendikbud. go.id, di Indonesia terdapat 439 museum yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, jenis museum di Indonesia terbagi menjadi tiga bagian; pertama, menurut penyelenggara, kedua dilihat dari sudut koleksi, dan ketiga berdasarkan kedudukan. Menurut penyelenggaranya museum dibedakan dok.dim kembali menjadi
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
Fungsi dari Museum sendiri telah diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 2015, “Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat.” Peraturan ini menunjukkan jika keberadaan museum sangatlah penting, karena dapat menjadi wadah utama dalam pemeliharaan benda cagar budaya yang memang membutuhkan pengamanan. Hal tersebut juga menjadi latar belakang perlunya museum ada di setiap daerah. Museum Daerah Tulungagung Berdasarkan sejarahnya, Tulungagung menjadi salah satu daerah yang memiliki pencapaian luar biasa terkait penemuan sejarah yang tidak hanya untuk Indonesia tetapi juga untuk dunia. Hal tersebut tak lain atas penemuan fosil manusia purba Homo Wajakensis di salah satu daerah Tulungagung
9
e
DIMUT
Selatan atau lebih tepatnya di Desa Wajak pada 31 Oktober 1888. Penemuan tersebut juga menjadi salah satu cikal bakal berdirinya museum di Tulungagung yang saat ini lebih dikenal dengan nama Museum Daerah Tulungagung. Pergantian nama dari Museum Wajakensis menjadi Museum Daerah Tulungagung menurut Hariyadi selaku pengelola Museum Tulungagung dikarenakan
budaya yang merupakan bukti material hasi budaya dan/atau material alam dan lingkungannya yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, kebudayaan, teknologi, dan/atau pariwisata. Koleksi benda cagar budaya di Museum Daerah sekarang sekitar 269 dan diklasifikasikan menjadi dua jenis benda cagar budaya. Pertama, benda arkeologi yang berjumlah 129. Kedua, jenis etnografik
koleksi benda yang terdapat berjumlah sekitar 140 buah. di museum tidak lagi mewakili Benda arkeologi itu terdiri dari Arca Dwarapala, di Museum Daerah Tulungagung/repro internet Wajak, “Pernah menjadi batu candi, arca, dan dupa serta museum wajakensis. Karena koleksinya umum banyak. ada beberapa candi yang memiliki relief, candi ini Tidak mewakili Wajak pula maka diubah lagi 2021 ini dinamakan candi relief. Sedangkan etnografi terdiri dari menjadi museum daerah.” Ujar Hariyadi. mainan anak-anak tempo dulu, alat perkakas tempo dulu, dan lumpung. Hariyadi menambahkan, ide pembangunan Museum Daerah Tulungagung selain karena penemuan Benda cagar budaya memiliki kondisi yang fosil manusia purba juga disebabkan sulitnya sangat labil. Pada saat penemuan tersebut beberapa masyarakat zaman dahulu untuk mengakses benda benda memiliki komponen yang tidak lagi utuh. cagar budaya karena tersimpan di pendopo, “Dibangun “Kalau arkeologi rata-rata benda cagar budaya yang 1996, pada awalnya berisi 61 benda cagar budaya ditemukan itu kebanyakan ada yang rusak, tangannya yang diambil dari koleksi Pendopo Tulungagung. hilang, kepalanya hilang. Hilangnya tidak diketahui.” Pendopo Tulungagung sebagai tempat peralihan yang Ungkap Haryadi. Ketidakutuhan benda cagar budaya disebabkan karena pada saat itu masyarakat sulit tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, faktor masuk pendopo. Maka inisiatif membuat gedung ini alam, seperti gempa bumi, gunung meletus, dan banjir. (Museum Daerah Tulungagung, red).” Kedua, faktor manusia, seperti vandalisme, pergeseran budaya, dan agama. Oleh karena itu sangat penting Dilansir dari laman museum.kemendikbud. ketika penemuan benda cagar budaya itu langsung go.id, bangunan yang berlokasi di Jl. Raya Boyolangu mendapat penanganan yang semestinya. KM 4 Tulungagung ini, masuk dalam jenis museum umum dan berada di bawah kepemilikan Pemerintah Mengutip laman radartulungagung.jawapost. Kabupaten Tulungagung serta dikelola oleh Dinas com puluhan benda cagar budaya yang berada di Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tulungagung museum wajakensis kondisinya memang begitu (Disbudpar). memprihatinkan. Selain puluhan benda cagar budaya yang rentan mengalami kerusakan, fasilitas, dan kondisi Kondisi Koleksi Benda Museum gudang museum juga belum bisa dikatakan layak. Berdasarkan PP tentang museum pasal 1 Seperti kondisi dinding yang kurang terawat, beberapa ayat 3 menyatakan jika koleksi museum terdiri dari bagiannya berlubang sehingga air hujan dapat masuk benda cagar budaya, bangunan cagar budaya dan/ ke dalam gudang di mana banyak benda peninggalan atau struktur cagar budaya dan/atau bukan cagar sejarah didalamnya.
10
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
DIMUT
e
Museum Daerah Tulungagung/dok.dim/zaky
Belum Memadainya Fasilitas Museum Berdasarkan Buku Pedoman Museum Indonesia yang diterbitkan oleh Direktorat Museum, Direktorat Jendral Sejarah, dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata 2008, bangunan museum setidaknya memiliki dua unsur yaitu bangunan pokok dan bangunan penunjang. Bangunan pokok museum terdiri dari ruang pameran tetap, ruang pameran temporer, ruang auditorium, ruang kantor/andministrasi, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang penyimpanan koleksi, rungan edukasi, ruang transit koleksi, terakhir bengkel kerja reparasi. Sedangkan untuk ruang penunjang museum terdiri dari ruang cedera mata dan kafetaria, ruang penjualan tiket dan penitipan barang, ruang lobi, ruang toilet, ruang parkir dan taman, dan ruang pos jaga. Sementara itu Kondisi Museum Daerah Tulungagung belum memenuhi ketentuan yang telah ada dalam Buku Pedoman Museum Indonesia. Fasilitas parkir kendaraan besar belum tersedia, akibatnya jumlah pengunjungpun terbatas “Karena kita belum memiliki fasilitas parkir ya rata-rata (pengunjungnya) pelajar, mahasiswa sama peneliti.” Tutur Hariyadi. Selain kendala terkait minimnya lokasi parkir, fasilitas
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
umum yang tersedia hanya sebatas Mandi, Cuci, Kakus, dan tempat pameran. “Masaku yo kurang lengkap, soal e kan tempat e ciwut ngunuto. Dadi misalkan gae wong okeh ngunuwi sepertinya sek-sekkan. Terus ke dua i banyak debu soal e jarang dibersihkan, terus sing ke tiga kan gak enek penjagane maksud adewe yo ngisi-ngisi dewe nek bukune ngunu i modele (menurutku ya kurang lengkap karena tempatnya sempit gitu. Jadi misalkan untuk orang banyak sepertinya desak-desakkan. Terus yang kedua banyak debu karena jarang dibersihkan, terus yang ke tiga tidak ada penjaganya jadi kita mengisi buku kunjungan sendiri, red),” papar Miftahul Hanifal selaku pengunjung Museum Daerah Tulungagung. Dari pemaparan di atas menunjukkan jika Museum Daerah Tulungagung perlu perbaikan, baik dari segi bangunan maupun fasilitas didalamnya. Pasalnya dengan fasilitas yang memadai akan membuat museum dan benda-benda didalamnya juga ikut terjaga. Maka PP Nomor 66 Tahun 2015 Pasal 29 Ayat 1 yang berbunyi “Pengelola Museum wajib melakukan pemeliharaan koleksi yang dilakukan secara terintegrasi,” dapat terealisasikan. Permasalahan Museum Belum Menuai Titik Terang Lahan museum sejatinya memiliki potensi
11
e
DIMUT
yang dapat dimanfaatkan sebagai solusi perbaikan atau perluasan bangunan serta pemenuhan fasilitas yang kurang. Museum merupakan salah satu pionir pelindung benda bersejarah, di mana keberadaan dan kebudayaannya memiliki nilai sejarah yang sangat penting untuk masyarakat di masa sekarang maupun masa depan. Dengan adanya bangunan museum dengan fasilitas yang layak, tentunya akan menambah daya tarik bagi masyarakat sekitar maupun luar daerah untuk mau belajar dan melestarikan keberadaan cagar budaya. Luas lahan Museum Daerah Tulungagung sendiri sekitar 5.703 meter persegi. Sedangkan luas lahan yang terpakai untuk bangunan museum bahkan tidak lebih dari sepertiga luas lahan yang ada. Pernyataan tersebut dikuatkan oleh Hariyadi, “untuk luas seluruhnya itu 5.703 meter persegi dan yang sudah terpakai (sebagai museum) belum ada sepertiganya, seperempatnya, lah, ya. Mungkin yang sudah terpakai sekitar 1.000 (meter per segi), lah, ya.” Karena jumlah benda yang tersimpan di museum dengan luas bangunan tidak seimbang, tak mengherankan jika keadaan museum dikatakan overload. Dilansir dari laman afederasi.com, Benda Cagar Budaya yang tidak masuk museum disimpan dalam gudang berdinding tripleks di luar bangunan. Keadaan ini menjadikan fasilitas gudang memang harus segera diperbaiki. Namun, nyatanya persoalan perbaikan gudang hingga saat ini belum mendapatkan tindak lanjut dari pihak Disbudpar. Lahan museum yang belum terpakai sebelumnya telah direncanakan akan digunakan sebagai bangunan museum baru. Namun, perencanaan pembangunan tersebut dikembalikan kepada Disbudpar. “Ya itu masih rencana ya, mudah-mudahan tahun ini terealisasikan. Untuk mengetahui ini secara detail anda ke dinas kebudayaan dan pariwisata. Yang berhak menerangkan mereka.” Tutur Hariyadi Menanggapi pernyataan tersebut Winarto selaku Kepala Seksi Bidang Pelestarian Cagar Budaya, Museum, dan Purbakala memaparkan jika pihaknya sudah mengupayakan semaksimal mungkin terkait perencanaan pembangunan museum. “Kita
12
sudah mengusulkan pembangunan museum karena kita punya tanah luas di sampingnya itu. Ya tergantung yang di atas tapi kita mengusulkan tetep.” Terang Winarto ketika ditemui Kru Dimensi di kantornya. “… Yang mengatur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terutama Bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kita kan cuma mengusulkan.” Imbuhnya. Menyoal dari penjabaran di atas, pendanaan museum berdasarkan PP Pasal 49 menyebutkan bahwa “Museum milik Pemerintah atau Pemerintah Daerah pendanaannya berasal dari; a. Anggaran pendapatan dan belanja negara, b. Anggaran pendapatan dan belanja daerah, c. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Dana bantuan tersebut dialokasikan pada pembangunan museum, revitalitas museum, serta peningkatan sumber daya manusia. Sementara itu, terkait kisaran besar kecilnya pendanaan yang diterima Museum Daerah Tulungagung, Hariyadi tidak menjelaskan secara rinci. “Ya relatif. Setiap museum itu ada perawatan, pembetulan atau pembenahan. Kebetulan museum ada rencana seting pamerannya (kegiatan pameran, red) jadi setiap tahunan ada anggaran dana.” Melihat realita kondisi museum dari paparan di atas, besar harapan banyak pihak kepada Disbudpar serta pihak terkait untuk segera merealisasikan penanganan dan pembangunan gudang baru museum. Selain itu fasilitas yang menunjang kelayakan kondisi benda di dalam museum juga diharapkan untuk segera ditambah dan diperbaiki, tentunya sesuai dengan peraturan peundang-undangan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan PP BAB IV Pasal 3 bahwa, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, dan Masyarakat Hukum Adat yang memiliki museum wajib mengelola koleksi baik yang berada di dalam maupun di luar ruangan. (Fer, Tit, Asn, Far, Rkh).
dok.dim
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
LIPSUS
e
Intensi Juru Pelihara di Bumi Gayatri
J
uru Pelihara (Jupel) menjadi garda terdepan dalam pelestarian cagar budaya. Sudah sepatutnya mereka mendapatkan hak dari pemerintah terkait fasilitas yang sesuai, seperti memperoleh gaji dengan tepat waktu, mendapat fasilitas yang memadai guna menunjang pekerjaan mendapat Jupel.
dok.dim
sebagai Jupel, dan kepastian hukum sebagai
Termaktub dalam Standart Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang termuat dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 274/MEN/XI/2011, Juru Pelihara merupakan salah satu tenaga kerja bidang cagar budaya yang mempunyai tugas memelihara, menjaga keamanan, dan keselamatan cagar budaya agar tidak hilang, hancur, rusak atau musnah. Dari pengertian ini, bisa diketahui peran Jupel berada pada segmen pengamanan dan perawatan cagar budaya. Peran dan tugas Jupel tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya. Dalam Pasal 1 Ayat (21) tentang cagar pudaya menyatakan bahwa tiga pilar pengelolaan dan pelestarian cagar budaya adalah perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya. Ketiga pilar tadi menunjukkan bahwa pelestarian cagar budaya merupakan rangkaian proses panjang. Berbagai pihak perlu saling mendukung upaya pelestarian, tak terkecuali masyarakat. Salah satu wujud partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian cagar budaya adalah dengan mengabdikan diri menjadi Jupel. Pada Pasal 62 Ayat (1) menyebutkan bahwa pengamanan cagar budaya dapat dilakukan oleh Jupel. Pengamanan dilaksanakan agar menjaga dan mencegah cagar budaya tidak musnah, hilang, dan juga
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
pengetahuan, pariwisata.
rusak. Selanjutnya dalam Pasal 64, pengamanan cagar budaya harus memperhatikan pemanfaatannya bagi kepentingan sosial, pendidikan, pengembangan ilmu agama, kebudayaan, atau
Dengan begitu tugas dan peran Jupel begitu kompleks. Selain bertanggung jawab merawat dan membersihkan cagar budaya sesuai Standart Operasional Prosedur (SOP), juga memiliki tanggung jawab memberikan penyelamatan dan perlindungan cagar budaya dari kerusakan alam, pencurian, dan sebagainya. Selain bertugas dalam pengamanan cagar budaya, Jupel memiliki tugas dalam merawat cagar budaya. Hal ini mengacu pada Pasal 76 Ayat (5) yang berbunyi pemerintah dan pemerintah daerah dapat mengangkat Jupel untuk melakukan perawatan pada cagar budaya. Perawatan yang dijelaskan pada Pasal 76 Ayat 1-4 memuat: 1) pemeliharaan dilakukan dengan cara merawat cagar budaya untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan akibat pengaruh alam dan perbuatan manusia, 2) pemeliharaan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di lokasi asli atau tempat lain, setelah lebih dahulu didokumentasikan secara lengkap, 3) perawatan sebagaimana dimaksud Ayat (1) dilakukan dengan pembersihan, pengawetan, dan perbaikan atas kerusakan dengan memperhatikan keaslian bentuk, tata letak, gaya, bahan, dan teknologi cagar budaya, 4) perawatan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada
13
e
LIPSUS
Candi Gayatri/dok.dim
Ayat (3) yang berasal dari air harus dilakukan sejak proses pengangkatan sampai ke tempat penyimpanan secara khusus.
Adanya batasan maksimal usia dalam persyaratan menjadi PNS, mengakibatkan banyaknya Jupel yang masih berstatus honorer.
Dengan demikian, upaya peningkatan kapasitas bagi Jupel sangat diperlukan. Haryadi selaku Koordinator Wilayah Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, mengatakan bahwa pelatihan untuk Jupel dilakukan satu tahun dua kali. Program dari Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) satu kali, dan BPCB satu kali. Akan tetapi semenjak pandemi pelatihan hanya dilakukan satu tahun sekali.
Terkait adanya perbedaan naungan terhadap Jupel, ternyata memiliki korelasi dengan tingkat pengakuan cagar budaya. Haryadi mengatakan bahwa situs yang diakui secara nasional (kementerian), seperti Situs Karangrejo dan Candi Gayatri menjadi tanggung jawab BPCB Jawa Timur. Sehingga, Jupel cagar budaya terkait dinaungi oleh BPCB Jawa Timur. Sementara cagar budaya yang belum terdaftar secara
Yang dilakukan secara dalam jaringan (Daring) tingkat nasional. Namun, pelatihan ini juga memiliki kuota peserta yang terbatas. Sehingga, tidak dapat menyasar kesemua Jupel. Jadi, hanya segelintir atau perwakilan Jupel yang dapat mengikuti pelatihan tersebut.
nasional, seperti makam dan masjid kuno, sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab Pemkab Tulungagung. Jadi, Jupel cagar budaya terkait dinaungi oleh Pemkab Tulungagung.
Berdasarkan informasi dari Winarto selaku Kepala Seksi (Kasi) BPCB Museum, dan Purbakala, jumlah total Jupel yang tersebar di Kabupaten Tulungagung ada 48 orang, dengan perincian 32 orang Jupel yang dinaungi Pemerintah Kabupaten Tulungagung, serta 17 orang Jupel yang dinaungi BPCB Jawa Timur. Diantaranya 5 sudah berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 43 masih berstatus Honorer.
14
Meskipun demikian, masih terdapat cagar budaya yang belum memiliki Jupel. Menurut Haryadi, di wilayah BPCB Jawa Timur yang berada di Tulungagung dan Trenggalek. Diantaranya Situs Dowoampel yang berada di Kecamatan Kalidawir selama tiga tahun tidak memiliki Jupel, Candi Brongkah di Trenggalek sudah selama enam bulan tidak ada Jupel karena masa pensiun.
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
LIPSUS Haryadi berdalih terdapat masalah anggaran dana dari kementrian yang mengurusi Jupel dari seluruh Indonesia. Hal itu mengakibatkan belum adanya Jupel pengganti. Namun, BPCB Jawa Timur menyerahkan kepada koordinator wilayah masing-masing kabupaten dan menyerahkan kepada keluarga barangkali ada pengganti untuk Jupel selanjutnya. Akan tetapi, Winarto juga mengakui adanya kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam mengelola cagar budaya. Walaupun, dalam pengusulan SDM sulit. Tetapi ia tetap berusaha mengusulkan ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Jono, seorang Jupel di Candi Gayatri Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung. Ia ditunjuk langsung oleh BPCB Trowulan, Mojokerto sejak 2000. “Ditunjuk yang deket dari lokasi. Kalau ada tamu, ada pembersihan, itu lebih cepet,” jawab Jono ketika ditanya alasan penunjukkannya. Hal tersebut sejalan dengan perkataan Winarto, bahwa belum ada kriteria khusus dalam pemilihan Jupel. Jika, Jupel tersebut meninggal maka pihak dinas berkoordinasi dengan keluarga Jupel untuk menawarkan bakal pengganti Jupel berikutnya. Setiap hari, Jono mengaku datang ke lokasi Candi Gayatri untuk membersihkan area candi. Ia juga bertanggung jawab melayani pengunjung dan menjaga keamanan situs. Menurut Haryadi, jika masyarakat sekitar banyak yang menginginkan menjadi Jupel, maka pihak BPCP Jawa Timur akan mengadakan tes dalam penerimaan Jupel.
Jono, juru pelihara candi gayatri/dok.dim/Ardi
Jono sudah lebih dari 20 tahun mengabdi, namun, ia rupanya masih berstatus sebagai Jupel honorer. Ketika ditanya upah, Jono tidak berterusterang
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
e
terkait nominal besaran yang ia terima. “Ya, wes mek kuwi (Ya, hanya itu, red.). Ada tambahan dari dinas pariwisata Surabaya. Ngambilnya di ATM (Anjungan Tunai Mandiri, red.),” jawabnya ketika dikonfirmasi kru Dimensi, apakah upah juru pelihara sampai sejuta rupiah. Winarto menuturkan, honor Jupel lebih sedikit dari orang kebersihan. Karena orang kebersihan juga mendapat jaminan uang kesehatan, yang jumlahnya satu juta lebih. Tetapi, untuk honorer Jupel hanya digaji sebesar Rp750.000,00 per bulan. Sementara itu, dikutip dari jatim.antaranews. com (19/04/2015) Juru Pelihara Honorer Candi Mirigambir Kecamatan Sumbergempol, Kabupaten Tulungagung kala itu, Suyoto, juga mengutarakan keinginannya supaya segera diangkat status menjadi PNS. “Kami sudah lama mengabdi sebagai juru pelihara, dengan status honorer. Tentu kami sangat berharap bisa segera mendapat kesempatan menjadi PNS,” ungkapnya. Jono sangat ingin beralih status menjadi Jupel PNS. Alasan utamanya, ia bisa menerima upah yang lebih tinggi, serta adanya jaminan dana pensiun. Sayangnya, pada saat pengangkatan PNS, usianya sudah terlewat. Ia juga mengutarakan kekecewaannya terkait sudah tidak adanya pengangkatan Jupel PNS pada tahun-tahun terakhir ini. “Pengangkatan jaman SBY (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, red.) dulu. Sekarang nggak ada. Teman-teman saya sudah PN (pegawai negeri, red.), saya masih tertinggal. Pengangkatan baru masih honorer. Dulu zaman SBY bisa jadi PNS,” ujarnya. Ketka hal tersebut dikonfirmasikan kepada Haryadi, ia menuturkan bahwa ia sendiri belum tahu pasti kapan terakhir ada penganggkatan Jupel PNS. Selain itu, Haryadi juga beranggapan bahwa semua Jupel sudah sejahtera karena memang sudah berstandar nasional. Peningkatan golongan PNS pun juga dilakukan oleh BPCB Jawa Timur berdasarkan aturan pemerintah. Penilaian tersebut dilakukan setiap empat tahun sekali oleh BPCB Jawa Timur. “Kalau mereka (jupel) pantas dinaikan ya dinaikan, kalau belum pantas ya ditunda. Nah kenaikan pangkat ya sesuai kinerjanya,” tutur winarto. (Ard, Arm, Ulm, NrL, Ind, Mnj)
15
e
LIPSUS
Candi Mirigambar: Upaya Penyelamatan Hingga Temuan Baru
“
Untuk pemugaran, rekonstruksi itu kita mengembalikan aslinya. Bahkan kita tidak boleh mengambil, atau mengurangi bahan yang dipakai, jadi cuma untuk mengembalikan yang aslinya, gak mengurangi ukuran atau menambah ukuran, (Suyono)
I
ndonesia memiliki banyak sekali peninggalanpeninggalan bersejarah, baik berupa bendawi maupun non-bendawi. Menurut UNESCO warisan budaya non-bendawi adalah keseluruhan kreasi berdasarkan tradisi dari sebuah komunitas kultural, berupa bahasa, sastra, musik, tari, permainan dan olahraga, kuliner, ritual, dan mitologi. Sedangkan peninggalan bendawi berupa cagar budaya, di mana yang tergolong dalam peninggalan ini adalah benda-benda seperti bangunan bersejarah, karya seni maupun benda arkeologi. Cagar Budaya sebagai warisan budaya bangsa memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, serta kebudayaan. Oleh karena itu, upaya pelestarian cagar budaya juga dibutuhkan. Namun, melansir dari kompaspedia.kompas.id, upaya pelestarian cagar budaya di Indonesia masih butuh perjuangan bersama. Hal ini dikarenakan masih banyak warisan budaya yang belum ditetapkan sebagai cagar budaya. Serta masih minimnya tenaga administrasi pendaftaran cagar budaya dan Tenaga Ahli Cagar Budaya (TACB) yang memiliki sertifikat kompetensi. Di samping itu, kondisi cagar budaya yang mulai rusak juga menjadi salah satu faktornya. Penyebab kerusakan sendiri bisa terjadi karena dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal bisa terjadi karena pelapukan material pada benda cagar budaya, sedangkan faktor eksternal bisa terjadi karena bencana alam hingga ulah tangan manusia.
16
Candi Mirigambar/dok.dim
Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai cagar budaya juga menjadi tantangan tersendiri dalam upaya pelestarian cagar budaya. Apalagi dengan kurangnya apresiasi masyarakat terhadap cagar budaya dapat menyebabkan tingginya ancaman pencurian, perusakan, dan bahkan pemalsuan. Hal ini tentu sangat menghawatirkan di mana seharusnya masyarakat juga ikut serta dalam pengawasan pelestarian Cagar Budaya. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Pasal 99 Ayat 2 berbunyi, “Masyarakat ikut berperan serta dalam pengawasan Pelestarian Cagar Budaya.”” Salah satu bentuk nyata dari upaya pelestarian
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
LIPSUS benda Cagar Budaya adalah melakukan perbaikan serta perawatan pada benda-benda Cagar Budaya. Sesuai dengan amanah UU Nomor 11 Tahun 2010 mengenai Benda Cagar Budaya, di mana perlindungan terhadap cagar budaya terdiri dari penyelamatan, penanganan, zonasi, pemeliharaan dan pemugaran. Saat ini sudah banyak benda cagar budaya khususnya candi telah
e
Candi Mirigambar Candi Mirigambar merupakan satu dari banyaknya cagar budaya di Tulungagung, tepat di Dusun Gambar, Desa Mirigambar, Kecamatan Sumbergempol. Candi Mirigambar diperkirakan dibangun pada akhir abad XII hingga akhir abad XIV, yaitu pada masa pemerintahan Wikrama Wardhana (1389 M – 1429 M). Hal ini sesuai dengan relief angka yang terpahat pada sebagian batu candi, yakni 1214 saka/1292 M dan 1310 saka/1428 M. Struktur bangunan candi di susun dari batu bata merah. Candi ini merupakan candi Hindu yang terlihat dari adanya tiang dengan dua sisinya melukiskan burung garuda. Adapun candi ini difungsikan sebagai tempat pemujaan bagi dewa oleh penganut agama Hindu. Dilansir dari laman cagarbudayajatim.com, panil relief yang terdapat di candi Mirigambar dulu ada 11 bidang. Akan tetapi, panil relief tersebut telah hancur dan menyisakan satu panil relief. Panil relief tersebut berada di dinding depan teras kesatu yang berbentuk segi empat sosok orang. Empat sosok orang itu meliputi seorang pria bertopi tekes, dua orang perempuan di tengah, dan satu orang laki-laki yang bertubuh gemuk dan rambutnya tergulung di puncak kepala. Panil di sisi depan teras pertama candi ini menceritakan kisah Panji. Kisah panji inilah yang menjadikan keunikan tersendiri pada Candi Mirigambar.
mendapatkan penyelamatan serta pemugaran, baik yang sedang dalam masa uji kelayakan maupun yang sudah hampir selesai pemugaran. Di Jawa Timur sendiri, khususnya di daerah Tulungagung sedikitnya ada dua candi yang sudah hampir selesai masa pemugarannya yakni candi Sanggrahan dan Mirigambar. Hal ini ditegaskan oleh Sumaryanto selaku ketua tim pemugaran candi Mirigambar, “sebagian besar candi-candi yang ada di Jawa Timur ini sudah banyak yang rusak. Makanya ada pemugaran candi, agar kita tetap bisa melestarikan candi-candi yang masih ada.”
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
Pemugaran dan Ekskavasi Pemugaran merupakan upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya. Sedangkan ekskavasi merupakan penggalian yang dilakukan di tempat yang mengandung benda purbakala. Upaya ini juga tengah dilakukan oleh BPCB pusat Jawa Timur, tepatnya Trowulan. Pemugaran ini juga diperlukan salah satu candi di Tulungagung, yakni Candi Mirigambar. Kondisi candi mengalami kerusakan cukup parah karena kondisi tanah yang mengalami pergeseran, serta kemiringan di beberapa sisi candi. Selain itu terdapat beberapa tempat yang sudah tak beraturan. Hal ini dipertegas oleh pernyataan Suyoto selaku juru pelihara (Jupel)
17
e
LIPSUS
candi Mirigambar. Ia mengatakan bahwa, “waktu itu ya terlihat memprihatinkan. Ada sisi-sisi yang miring, ada yang sudah tidak beraturan.” Dari kondisi Candi Mirigambar tersebut, penyelamatan dengan pemugaran harus dilakukan. Dikutip dari laman radartulungagung.jawapos. com, Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Jawa Timur, Zakaria Kasimin mengatakan, penanganan berupa pemugaran ini merupakan hasil kajian teknis yang dilakukan tim BPCB pada 2020 lalu dan studi kelayakan. Kemudian pelaksanaan diteruskan pada awal 2021, di mulai pada Maret hingga 10 bulan ke depan. Menurut Juru Gambar Tim Pemugaran Candi Mirigambar, Suyono mengatakan, “pemugaran sudah 80%, kalau untuk candinya sudah 90% karena ini kurang 1 lapis untuk lantai yang bagian kaki satu.” Dalam pemugaran suatu Bangunan Cagar Budaya tidak bisa sembarang. Ada hal-hal yang harus diperhatikan, sesuai UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Pasal 77 Ayat 2 yaitu, Keaslian bahan, bentuk, tata letak, gaya, dan/atau teknologi pengerjaan; kondisi semula dengan tingkat perubahan sekecil mungkin; penggunaan teknik, metode, dan bahan yang tidak bersifat merusak; dan kompetensi pelaksana di bidang pemugaran. Dalam proses pemugaran, keaslian bentuk harus dipertahankan serta tata letaknya dikembalikan seperti aslinya. Untuk mempermudah proses pemasangan batu candi, saat pelepasan batu akan diberi kode berupa nomer. Sedang untuk pengembaliannya disesuaikan sebatas apa yang ada. Untuk relief yang hilang diganti dengan bata polosan. Dalam proses pembongkaran total, dilakukan dengan sangat hati-hati dan teliti. Sebelum dilakukan pembongkaran, setiap bagian yang dibongkar akan difoto kemudian diberi nomor registrasi agar dalam proses pemasangan ulang tetap sesuai dengan bentuk awalnya. untuk lapis yang paling bawah dimulai dari angka terkecil. Untuk pembongkaran, masing-masing lapis diberi registrasi, serta dikelompokkan agar ketika pemasangan tidak mengalami kesulitan. Dalam upaya pengembalian juga dilakukan studi literasi dengan melihat gambar dan foto agar sesuai dengan aslinya.
18
Suyono memaparkan bahwa, ”untuk relief, kan itu bata baru. itukan kemarin udah hilang, jadi kita berusaha menyamakan sesuai dengan aslinya, tapi untuk bentuk kita gak bisa merubah atau membuat baru, seandainya kita bikin baru, itu belum tentu sesuai dengan aslinya, seandainya itu cerita, nanti lain cerita lagi.” Dalam upaya pembongkaran Candi Mirigambar, tim pemugaran menyiapkan gudang guna menyimpan bagian-bagian candi. Dalam proses penggalian tanah, tim menemukan batu bata yang diduga masih menjadi bagian dari candi. Kemudian penggalian dilakukan ditempat lain dan menemukan hal yang serupa. Temuan tersebut berada di beberapa penjuru candi, termasuk di wilayah lahan warga. Menurut penuturan Suyoto, penemuan itu belum bisa dipastikan berupa batu atau pagar candi. Namun penemuan di selatan dan utara terlihat seperti pondasi, sedang yang depan tampak seperti pembatas yang menghadap selatan dan utara. Namun proses penggalian akhirnya dihentikan karena mereka lebih terfokus ke proses pemugaran candi, bukan ekskavasi candi. “Ada tahapan-tahapan sendiri dalam ekskavasi, untuk itu akan diurus setelah pemugaran selesai. Karena untuk sekarang fokusnya itu diinduknya saja.” tutur Sumaryanto, ketua tim pemugaran Candi Mirigambar. Dalam proses ekskavasi terlebih dahulu dilakukan beberapa penelitian oleh tim tersendiri, yakni tim perlindungan candi serta diperlukan berbagai data yang cukup untuk memprosesnya. Untuk sementara beberapa tanah yang telah digali dan ditemukan bangunan diduga bagian dari candi rencananya akan ditutup kembali, agar bangunan tersebut aman dan tidak mengalami kerusakan. Terkait penemuan bangunan yang ada di lahan warga sekitar pemerintah berencana melakukan pembebasan lahan. Menurut keterangan dari Suyoto, saat ini belum ada komplain atau usulan-usulan terkait lahan warga yang digali. Namun jika ada pembebasan, merekapun tidak keberatan. Walau mendapat respon yang positif, namun tetap membutuhkan waktu yang cukup lama untuk proses pembebasannya. Dalam hal ini pemerintah daerah diharapkan dapat membatu terkait percepatan pembebasan lahan. (hlm, bay, sin, nsf, rzl)
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
NUSANTARA
e
Pemulihan Ekonomi Nasional, Berhasilkah? Oleh: Nurlaila Mullenia Siregar
P
andemi Coronavirus Disease (Covid-19) yang telah melanda dunia menimbulkan berbagai dampak pada kelangsungan hidup masyarakat. Seperti halnya dampak pada bidang kesehatan, ekonomi, pendidikan, sosial, politik, hukum, dan keagamaan. Akibatnya, berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah guna memperlambat penyebaran virus Covid-19. Adapun upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah, yakni pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang meliputi; diliburkannya sekolah dan digantikan dengan pembelajaran berbasis dalam jaringan (daring), bekerja dari rumah (work from home), serta pembatasan kegiatan di tempat umum baik tempat ibadah, pusat perbelanjaan, pariwisata, dan lain sebagainya. Selain diberlakukannya PSBB, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), PPKM Mikro, PPKM Darurat, dan PPKM empat level. Dengan diberlakukannya PSBB tentu saja menimbulkan permasalahan baru. Seperti kegiatan masyarakat yang serba terbatas khususnya dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan kegiatan sosial lainnya. Dalam bidang ekonomi bisa dirasakan dampak dari diberlakukannya pembatasan sosial, seperti turunnya permintaan maupun penawaran pasar. Dilansir dari kompas.id, perekonomian di Indonesia terkontraksi 2,07 % pada tahun lalu. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi sempat mencapai titik kritis terendah, yaitu minus 5,32 % pada kuartal II/2020, tetapi kemudian membaik dengan kontraksi lebih mengecil, yaitu minus 3,49 persen kuartal III/2020, dan minus 2,19 persen kuartal IV/2020.
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
dok.dim
Peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki peran penting dalam keberlangsungan perekonomian di Indonesia, sebab UMKM banyak menyediakan lapangan pekerjaan dan menyerap tenaga kerja. UMKM seperti yang tertuang dalam UndangUundang (UU) Nomor 20 Tahun 2008 merupakan bisnis yang dijalankan oleh individu, rumah tangga, atau badan usaha ukuran kecil. Adapun beberapa jenis UMKM, diantaranya usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah. Penggolongan UMKM ini didasarkan pada jumlah omzet yang diperoleh pertahunnya, jumlah kekayaan (aset), dan juga jumlah karyawan yang dimiliki. Akan tetapi, selama pandemi Covid-19, U M K M
repro.internet
19
e
NUSANTARA
mengalami penurunan permintaan maupun penawaran. Penurunan permintaan dan penawaran yang dialami oleh pelaku usaha, khususnya UMKM bisa saja disebabkan oleh mahalnya bahan baku atau barang, jumlah barang yang kian berkurang akibat adanya pembatasan, kesulitan dalam proses pendistribusian akibat diberlakukannya PSBB, serta rendahnya daya beli masyarakat akibat tersendatnya perekonomian. Selain itu, omzet usaha yang kian menurun akan mengakibatkan bertambahnya hutang dan terkendalanya pemberian gaji kepada pekerja akibat pendapatan yang tidak memenuhi target usaha. Sehingga banyak pegawai harus m e n g a l a m i Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Program Pemulihan Ekonomi Nasional Menindaklanjuti terjadinya penurunan permintaan dan penawaran pada bidang ekonomi, pemerintah mengeluarkan kebijakan baru, yakni program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020. Program PEN ini merupakan serangkaian kegiatan untuk memulihkan perekonomian nasional dan merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh pemerintah. Di mana program ini bertujuan mempercepat penanganan pandemi Covid-19, serta menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional. Dengan adanya program PEN diharapkan perekonomian dapat terlindungi, bertahan, serta meningkatkan kemampuan
20
dok.dim
ekonomi pelaku usaha khususnya pemilik UMKM selama pandemi Covid-19. Sementara itu, modal pada program PEN berasal dari berbagai sumber. Dilansir dari www. kemenkeu.go.id modal program PEN berasal dari belanja negara yang antara lain untuk subsidi bunga UMKM melalui lembaga keuangan, penempatan dana untuk perbankan yang terdampak restrukturisasi, penjaminan untuk kredit modal kerja, penyertaan modal negara untuk BUMN yang permodalannya terdampak dan penugasan khusus, serta investasi pemerintah untuk modal kerja. Berikut jumlah dana yang diberikan sebagai dukungan untuk dunia usaha UMKM, yakni subsidi bunga sebesar Rp34,15 triliun, insentif pajak (Pajak Penghasilan (PPh) 21 Ditanggung Pemerih (DTP), PPh final UMKM DTP) sebesar Rp28,06 triliun, dan penjaminan untuk kredit modal kerja baru UMKM sebesar Rp 6 triliun. Sedangkan untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berupa penyertaan modal negara, pembayaran kompensasi talangan (investasi) modal kerja, dukungan lain yang berupa optimalisasi BMN, pelunasan tagihan, loss limit penjaminan, penundaan dividen, penjaminan pemerintah, pembayaran talangan tanak Proyek Strategis Nasional (PSN). Selain UMKM dan BUMN, terdapat juga Korporasi dengan insentif pajak sebesar Rp34,95 Triliun (bebas PPh 22 impor, pengurangan angsuran PPh 25, pengembalian pendahuluan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)), dan penempatan dana pemerintah di perbankan untuk restrukturisasi debitur UMKM sebesar Rp35 triliun. Terdapat lima kriteria penerima bantuan subsidi UMKM program PEN, yakni tidak termasuk dalam Daftar Hitam Nasional, memiliki kategori performing loan lancar dengan kolektibilitas 1 atau 2 per 29 Februari 2020, memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau mendaftar untuk mendapatkan NPWP, harus memperoleh
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
NUSANTARA restrukturisasi dari penyalur kredit/pembiayaan, dan untuk debitur memiliki plafon kredit atau pembiayaan kumulatif di atas Rp 500 juta sampai Rp 10 miliar.
e
Realisasi Program Pemulihan Ekonomi Nasional
di kabupaten atau kota masing-masing. Nantinya akan diproses lebih lanjut di tingkat provinsi sebelum dilanjut oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM). Setiap pelaku usaha yang lolos verifikasi dan ditetapkan sebagai penerima BPUM akan mendapatkan dana hibah sebesar Rp 1,2 juta.
Dilansir dari situs kemenkeu.go.id, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi program PEN tahun 2021 hingga 20 Agustus 2021 mencapai Rp326,74 triliun atau 43% dari pagu Rp744,77 triliun. Perkembangan signifikan terlihat pada klaster kesehatan dan perlindungan sosial. Sementara itu, perlindungan sosial mencatatkan realisasi sebesar Rp99,33 triliun atau 53,2% dari pagu Rp186,64 triliun.
Meskipun pemerintah telah menetapkan kebijakan dengan membuat program PEN dan Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM), pelaku UMKM harus tetap bisa berinovasi, bersaing, dan memanfaatkan teknologi sebagai alat untuk mempromosikan, menjual, dan mendistribusikan barang maupun jasa yang ditawarkan. Karena seperti yang kita ketahui, sekarang ini para pelaku ekonomi banyak yang menggunakan
Sementara dukungan UMKM dan korporasi terealisasi sebesar 29%, program prioritas 42,6%, dan insentif usaha sebesar 82,7%. Untuk program Bantuan Presiden (Banpres) Produktif Usaha Mikro (BPUM), para pelaku usaha mikro diharuskan mendaftar terlebih dahulu ke Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang ada
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
dan memanfaatkan media digital sebagai sarana penjualan (e-commerce). Jika pelaku ekonomi tidak mau berinovasi dan memanfaatkan media digital, maka ia akan tertinggal dibandingkan yang lain. Selain itu, program ini diharapkan mampu dinikmati oleh seluruh pelaku UMKM yang ada di Indonesia agar semua UMKM mampu bertahan, berkembang, dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi yang membutuhkan.
21
e
TERAS
Disebut Kampus Literasi, UIN Sayyid Ali Rahmatullah Anjurkan Mahasiswa Membuat Antologi
I
nstitut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung merupakan salah satu kampus islam negeri yang terletak di Tulungagung. Pada 2021 IAIN Tulungagung beralih status menjadi Universitas Islam Negeri
tidak bersifat wajib. Muhammad Fatoni selaku Wakil direktur Bidang Akademik Ma’had IAIN Tulungagung membenarkan pernyataan Teguh bahwa Ma’had tidak mewajibkan mahasantri
Sayyid Ali Rahmatullah (UIN SATU) berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2021. Selain fokus di bidang akademik, UIN SATU Tulungagung juga memiliki program lain bagi mahasiswanya, yakni program Madrasah Diniyah (Madin). Program Madin merupakan salah satu kegiatan yang dok.dim wajib diikuti oleh mahasiswa baru selama satu tahun penuh. Sesuai dengan namanya, Madin lebih fokus pada program keagamaan yang terdiri dari beberapa kelas. Diantaranya kelas Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ), kelas Ula, Wustho, Ulya, Tahfidz, dan Tilawah.
untuk menerbitkan buku, tapi lebih ke mengajurkan.
Program Madin dilakukan setiap pagi pukul 07.00 sampai 08.20 sebelum perkuliahan dimulai. Namun pada 2020, program Madin dilakukan secara online. Hal ini dikarenakan pandemi Covid-19 yang masih melanda Indonesia membatasi seluruh aktivitas kegiatan belajar mengajar di UIN SATU. Pelaksanaan program Madin yang dilaksanakan secara daring, memunculkan kebijakan baru berupa pembuatan buku antologi cerpen. Menanggapi kebijakan baru tersebut Ashlih ‘Athoillah mahasiswa Ilmu Hadist semester 3, menuturkan bahwa program ini penting untuk dilakukan. Namun hal tersebut bertentangan dengan pernyataan Teguh selaku ketua Ma’had IAIN Tulungagung, yang mengatakan bahwa pengumpulan antologi cerpen
22
Sementara itu tujuan program antologi cerpen, Teguh mengatakan karena Ma’had IAIN Tulungagung sebagai salah satu Ma’had percontohan dibidang literasi dan juga bentuk kesempatan berkarya mahasantri sehingga dapat melatih mereka menulis sejak awal perkuliahan. Buku antologi Madin membahas tentang pengalaman mahasiswa selama mengikuti kegiatan Madin. Mahasiswa dibebaskan menulis karena tidak ada ketentua khusus. “Menurutku buku antologi Madin itu ya kumpulan cerita-cerita pengalaman teman-teman mahasantri selama menjalani Madin online, jadi dari hal yang menarik, lucu, mengesalkan, dan situasi apapun dimasukkan dalam tulisan temen-temen dan dijadikan sebuah buku antologi.” Ucap Eva Ainun Rosidah ketua Ula 2018. Menindaklanjuti penugasan buku antologi ini, seluruh ketua kelas Madin angkatan 2020 mengadakan diskusi melalui grup WhatsApp. Menurut keterangan dari Isnaini Sholikah ketua Madin Tahfids satu, terdapat tiga keputusan yang bisa dipilih dan dilakukan oleh setiap kelasnya dalam menyusun buku antologi ini. Yakni, tiap program kelasnya mencetak satu buku, atau mencetak satu buku perprogramnya, dan juga mencetak satu buku antologi per wali yang sama. Sedangak
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
TERAS
e
melatih karya tulisnya, kalo berupa anggaran dana itu bukan ranah Ma’had tapi ranah LP2M, jadi anggarannya berbeda.” Menurut Muhammad Fatoni tidak ada bantuan apapun dari Ma’had untuk penerbitan buku. Karena anggaran dana dari negara tidak bisa digunakan untuk membiayai karya mahasiswa. Berbeda lagi jika anggaran dana tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan yang diizinkan oleh negara. Maka dari itu Ma’had juga tidak berani mewajibkan. Selain program Madin, program lain yang juga membuat buku antologi yakni Kuliah Kerja Nyata (KKN). Hal ini dilakukan karena KKN tahun 2020 pun juga dilakukan secara daring. Muntahibun
Moh. Fatoni/dok.dim
menurut Eva Ainun Rosidah selaku ketua kelas Madin Ula, kesepakatan mengenai penerbitan buku antologi diserahkan pada program masing-masing Madin. Terkait dengan penyusunan buku antologi Inez Noor menerangkan bahwa Muhammad Fatoni bersedia memfasilitasi penerbitan buku ber-ISBN secara gratis dengan catatan cover, layout, dan editing naskah dikerjakan sendiri. Bisa juga diserahkan sepenuhnya ke penerbit tapi harus membayar biaya tambahan. Namun setelah dilakukan konfirmasi dengan Muhammad Fatoni, ternyata yang bersedia membantu adalah salah satu teman beliau yang kebetulan seorang dosen di IAIN Tulungagung. “Sepertinya itu kesalahpahaman, kalok itu ada seorang teman dan kebetulan dosen bahasa arab, namanya Mustofa Ludfi. Beliau bersedia membantu penerbitan secara gratis jika layout dan sebagainya dari mahasantri sendiri. Tapi jika layout dan sebagainya dari beliau maka ada biayanya. Seingat saya seperti itu. Dan saya tau dari postingan Whatssap beliau.” Terkait dengan pendanaan Teguh membenarkan jika tidak ada anggaran khusus untuk antologi ini. “Tidak, karena dalam pembuatan cerpen itu menggugah semangat mahasisawa untuk mengembangkan dan
Nafis selaku pihak LP2M mengungkapkan bahwa KKN dilaksanakan secara Virtual Dari Rumah (VDR) bertujuan untuk mengurangi penyebaran virus corona. Meskipun dilaksanakan secara VDR, penugasan KKN berupa pembuatan antologi KKN tetap diberikan. Penugasan tersebut telah berjalan sekitar empat tahun terakhir dan penugasan diberikan secara berkelompok. Setiap kelompok diberikan tugas membuat antologi KKN berdasarkan tema yang telah ditentukan. “Tema kita tentukan, pernah itu kita fokus ke budaya desa, misalnya kearifan-kearifan yang ada di desa, ritual-ritual di desa, pepunden di desa itu seperti apa itu ditulis semua dan itu ratusan buku.” Tutur Muntahibun Nafis. Adapun penugasan antologi KKN ini bersifat wajib. Muntahibun Nafis mengungkapkan bahwa penugasan antologi KKN akan mempengaruhi nilai, karena nantinya akan dikumpulkan pada Dewan Pengampu Akademik (DPA). Hal yang sama juga diungkapkan Muntahibun Nafis/dok.dim
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
23
e
TERAS
oleh Fajar Maulana, ketua kelompok KKN 2020. Fajar memaparkan bahwa secara tidak langsung penugasan antologi KKN bisa jadi dijadikan syarat kelulusan, “Alure kan gini Antologi itu untuk nilai KKN, logikane lek ga garap iku, bisa jadi kkn ga lulus (logikanya jika tidak mengerjakan bisa tidak lulus KKN). Dan sertifikat kkn jadi syarat skripsian”. Ungkap Fajar. Menurut Muntahibun Nafis tujuan dari penugasan antologi KKN adalah untuk melaksanakan kebijakan dari pimpinan. Selain itu karena branding IAIN Tulungagung sebagai kampus literasi, mengharuskan output dari KKN diarakan ke ranah literasi. Ia turut menambahkan “Kreatifitas ada di tangan mahasiswa dan itu ditiru oleh kampus-kampus lain yang tidak hanya dibawah Kemenag namun kampus-kampus luar jawa, pokoknya banyak yang belajar dari kita. Tulungagung menjadi referensi untuk literasi.” Sementara itu menurut Fajar tujuan pembuatan antologi KKN hanya sebatas memenuhi penugasan KKN yang dilaksanakan secara VDR. Dan untuk kaitannya dengan perubahan IAIN menjadi UIN ia tidak mengetahui. “Mungkin ada tapi secara tidak langsung nggeh. Menurutku hal itu lebih meng-up ke instansi” ungkap Fajar. Proses penerbitan buku antologi KKN dilakukan secara mandiri oleh mahasiswa KKN melalui kerja sama dengan percetakan. Fajar menuturkan “Terkait buku itu diusahakan untuk ber-ISBN, dadi (jadi) untuk penerbitan iku (itu) minta bantuan pihak ketiga, ya jasa penerbitan buku. Itu temen-temen cari sendiri, jadi dari LP2M ngga (tidak) menyediakan pilihan tempat”. Fajar menambahkan pembiayaan antologi KKN sepenuhnya dari mahasiswa yang melaksanakan KKN. dok.dim
24
Muntahibun Nafis membenarkan pernyataan Fajar bahwa mahasiswa secara mandiri yang mencetak antologi tersebut dan bebas bekerja sama dengan percetakan mana saja. “Mencetak bukunya itu dari mahasiswa sendiri, bebas percetakannya siapa. Ekslempar nya berapa kita tidak membatasi asal ada laporannya. Kalau dicetak itu kan biasanya ada yang dikasihkan ke perpusnas, untuk temen-temen sendiri, nanti kalau 1 kelompok 12 nanti minimal ya 20 biasanya mereka cetak itu. Kalau mereka mau e-book saja ya silahkan. Intinya kita tidak memberatkan yang penting program jalan. Jadi untuk biaya cetak itu dari mahasiswa sendiri.” Tambah Nafis. Kemudian antologi KKN tersebut akan menjadi pemasukan arsip bagi kampus. “Untuk buku-buku yang menjadi pemasukkan ada di kampus, makanya itu ada OBS (Online Book System) itu mulai dari KKN defolusi mental, KKN kebangsaan, semua ada disitu. Kan banyak sekali variannya karena kan brading nya literasi ini.” Ungkap Muntahibun Nafis. Selain itu berkaitan dengan tema yang mengacu pada desa atau daerah KKN yang dituju, Nafis menuturkan bahwa pembuatan antologi KKN mendatangkan respon yang sangat positif dari lurah, camat, dan dinas-dinas terkait. Hal tersebut karena mereka belum memiliki tulisan mengenai desa atau daerahnya. Berkat antologi KKN yang dibuat mahasiswa, mereka memiliki tulisan tentang daerahnya. Sempat diisukan bahwa pembuatan antologi KKN maupun antologi Madin ada kaitanya dengan perubahan IAN Tulungagung menjadi UIN. Namun setelah melakukan konfirmasi dengan Muntahibun Nafis, pembuatan antologi Madin dan KKN tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan perubahan IAIN menjadi UIN. (Nur, Ana, Nan, Fth, Alf, Rng, Rsk)
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
TERAS
e
WACANA UKM FAKULTAS
P
erguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) di seluruh Indonesia sejatinya selalu merujuk kepada Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam (DirjenPendis) Nomor 4961 Tahun 2016 pada setiap perencanaan regulasi terkait pedoman umum organisasi kemahasiswaan.
Dalam keputusan DirjenPendis, organisasi
kemahasiswaan di tingkat PTKI dibedakan ke dalam tiga jenis, yaitu: Senat Mahasiswa (SEMA) sebagai lembaga normative atau legislatif, Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) sebagai lembaga eksekutif, Unit Kegiatan Mahasiswa/Unit Kegiatan Khusus (UKM/ UKK) hanya berada di tingkat Universitas/Institut/ Sekolah Tinggi. Sedangkan organisasi kemahasiswaan di tingkat Fakultas dibedakan ke dalam tiga jenis, yaitu: Senat Mahasiswa Fakultas (SEMA-F), Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (DEMA-F), Himpunan Mahasiswa Jurusan/Prodi (HMJ/HM-PS).
dok.dim
MPM yang dilaksanakan pada 31 Agustus hingga 2 September 2020 oleh SEMA-I membahas mengenai Perubahan AD/ART Ormawa IAIN Tulungagung. Musyawarah yang dilangsungkan selama tiga hari tersebut menghasilkan Keputusan, ditetapkannya perubahan pada AD di BAB 1 Pasal 1 Ayat 2, dan BAB 4 di pasal 6, ayat 4. Sebelumnya pada MPM tahun 2019 Senat Mahasiswa IAIN Tulungagung tidak mengikut sertakan Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas (UKM-F) pada jenis organisasi kemahasiswaan di tingkatan fakultas. Tetapi pada hasil MPM 2020 dalam AD, mereka menetapkan UKM-F sebagai tempat berhimpunnya para mahasiswa yang memiliki kesamaan minat serta orientasi aktivitas penyaluran kegiatan ekstrakurikuler di tingkatan fakultas.
SEMA Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung di setiap periodenya melakukan Musyawarah Perwakilan Mahasiswa (MPM) yang merupakan musyawarah organisasi kemahasiswaan tertinggi di IAIN Tulungagung. MPM dalam pelaksanaannya memiliki wewenang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17 Ayat 1 dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) SEMA Inatitut (SEMA-I) sebagai berikut; a. Merancang agenda sidang terbuka oleh Sema untuk meminta dan mengevaluasi laporan pertanggungjawaban Dema, b. Membahas dan menetapkan AD/ART Oranisasi Kemahasiswaan (Ormawa) jika diajukan oleh lebih dari sepertiga dari peserta Musyawarah Perwakilan Mahasiswa, c. Membahas dan menetapkan Garis Besar Haluan Organisasi (GBHO), d. Membahas dan menetapkan Garis Besar Program Kerja (GBPK), e. Membahas dan menetapkan rekomendasi terkait kemahasiswaan.
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
25
e
TERAS
Perencanaan pembentukan UKM-F menuai banyak tanggapan. Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, Abad Badruzzaman menanggapi bahwa wacana yang tersebar sudah diluar tanggung jawab bidang kemahasiswaan, dan mengembalikannya kepada pihak yang telah mencanangkan. Sebab, mereka tidak mungkin mengadakan sesuatu diluar SK DirjenPendis Nomor 4961 Tahun 2016. DirjenPendis disini bukanlah sebagai pegangan dalam pembentukan UKM-F namun berfungsi sebagai acuan SEMA terutama tingkat institut untuk membuat AD/ART. “Kalau ada beberapa elemen yang mau membuat LSO atau apa-apa berarti satu, kami tidak bertanggung jawab pada mereka, mereka juga tidak bertanggung jawab kepada kami, terus mereka juga tidak berhak atas pembiayaan dari kampus. Jadi kalau mau berdiri ya terserah saja tapi jangan mendasarkan diri pada regulasi, karena di regulasi tidak ada,” tutur Abad Badruzzaman, Ia juga menambahkan; mereka tidak akan membatasi geliat akademik apapun selama itu berada dalam koridor akademik. Rohman selaku ketua SEMA-I periode 2020/2021 turut andil menanggapi hal tersebut, “Kalau di AD/ART itu yang diatur tentang landasan pembetukan nya. Kalau peraturan mendetail tentang UKM-F sendiri harus terbentuk dahulu UKM-F nya.” Sebagaimana tertuang dalam AD/ART seperti yang sudah disebutkan di atas, hasil MPM tersebut hanyalah landasan dasar atau umum mengenai UKM-F. Organisasi peminatan dan keilmuan lainnya di tingkatan fakultas diatur lebih lanjut oleh SEMA-F dengan mempertimbangkan tujuan dan asas manfaatnya. Selain itu harus berkoordinasi dengan UKM/UKK/KM di tingkat Institut serta mendapatkan pengesahan dari Dekan Fakultas. Landasan hukum berdirinya UKM-F sudah jelas adanya, bahkan ketika IAIN Tulungagung sudah beralih status dari IAIN menjadi Universitas Islam Negeri (UIN), pembahasan terkait wacana tersebut belum juga terealisasikan. Terkait itu Rohman memaparkan, “itu kembali lagi kepada si calon UKM- F. Dia sudah mengajukan apa ya, sudah mengajukan SK-lah katakanlah ke SEMA-F atau belum? Lah Kalau sudah berarti ya SEMA-F nya gimana? kembali ke SEMA-F
26
nya dia merespon atau tidak? dia menghendaki adanya UKM-F di fakultasnya atau tidak? Itu kan hak dari pada SEMA-F, nanti yang akan menerbitkan SK UKM-F itu kan dari SEMA-F. yang akan mendirikan juga dari SEMA-F seperti itu.” SEMA-I menegaskan bahwa yang tertera di AD/ART adalah lampu hijau yang artinya membolehkan adanya UKM-F. Semua regulasi mengenai UKM-F kembali ke SEMA-F karena itu adalah UU turunan. Transisi Lembaga/Badan Semi Otonom (LSO/BSO) menjadi UKM-F pastinya memerlukan syarat khusus, sedangkan setiap fakultas memiliki peraturannya masing-masing, yang nantinya akan diatur oleh SEMA per-fakultas. Universitas Islam Negeri UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung sendiri memiliki empat fakultas yang terdi dari; Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum (FASIH), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), serta Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD). Wildan selaku ketua SEMA FASIH menjelaskan dilingkup FASIH regulasi pembentukan UKM-F masih belum terbentuk. Sebab LSO di FASIH masih terbilang baru. Mengenai syarat khusus untuk menjadi UKM- F juga belum ada. Hal itu akan ditindak lanjuti jika sudah ada regulasi yang mengaturnya. Hal yang sama juga ditambahkan oleh Jamalul Abidin perwakilan dari SEMA FEBI, ia mengungkapkan terkait regulasi pembentukan UKM-F di FEBI masih dalam kajian dari Sema-F dan nantinya akan dikoordinasikan lebih lanjut bersama Wadek 3. Ketua SEMA FTIK, Munif menjelaskan bahwa di FTIK belum ada pembahasan terkait pemebentukan UKM-F. Dia juga menambahkan, wacana ini bisa menjadi pembahasan untuk teman-teman SEMA FTIK. Tak jauh berbeda dengan tiga fakultas sebelumnya, Syarifah selaku ketua SEMA FUAD menambahkan, “sejauh ini yang saya tau kalau LSO menjadi UKM-F itu belum ada syarat khususnya. Mungkin pembentukannya kalau memang ada, tidak jauh beda dengan pembentukan organisasi baru seperti HMJ sebelumnya KMJ mungkin ada pengujian dan lain sebagainya. Tapi saya belum menemukan syarat
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
TERAS khusus. Karna apa? Peraturannya juga belum ada, memang belum terlalu urgent ya.” Sampai saat ini ada beberapa LSO/BSO yang telah berdiri di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Diantaranya FUAD yang memiliki Fajrul Ummah berfokus pada bidang hadrah, Fuad Musik berfokus pada musik, Lembaga Pers Mahasiswa Aksara berfokus di bidang kejurnalistikan, serta Sastra Jendra yang berfokus pada kesusastraan. Kedua ada FASIH dengan LPM Gajah Mada yang berfokus pada bidang kejurnalistikan, kemudian di FTIK ada LSO AFATAR yang memiliki akronim Afiliasi Fakutas Tarbiyah berfokus pada bidang bakat mahasiswa FTIK. Terakhir FEBI yang memiliki LSO dibawah naungan HMJ. Terkait wacana pembentukan UKM-F, LSO memberikan tanggapan yang cukup beragam. David selaku Pimpinan Umum (PU) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Aksara berpendapat, “kalau masalah LSO belum menjadi UKM-F, kemungkinan itu komunitas yang ada di fakultas di sokong oleh pengurus DEMA-F sudah diakui LSO walaupun belum memenuhi syaratnya. Kalo setelah jadinya UIN ini kemungkinan juga masih sama gitu-gitu saja lah.” David juga menambahkan terkait tindak lanjut masalah tersebut harus ada follow up lagi masalah UKM-F ini melalui kegiatan yang mengumpulkan seluruh mahasiswa fakultasnya. Lain halnya dengan Eva selaku PU LPM Gajah Mada, menyampaikan bahwa LPM Gajah Mada sudah memiliki rencana untuk mengajukan LSO mereka sebagai UKM-F. Akan tetapi dalam perencanaannya regulasi yang mengatur pembentukan UKM-F ternyata belum disusun. Bahkan untuk status LSO LPM Gajah Mada sendiri, FASIH juga belum menunjukkan kejelasan regulasi yang akan mengatur LSO. Oleh karenanya, saat ini LPM Gajah Mada tengah berupaya mempelajari perihal UKM-F agar dapat segera mengajukan diri. Eva juga berharap mendapatkan respon atau apresiasi yang baik serta hasil yang memuaskan berupa putusan LSO menjadi UKM-F. Bukan hanya itu, dalam survei yang dilakukan oleh kru Dimensi melalui Google Form pada tanggal 26 September hingga 27 September juga mendapatkan respon yang cukup baik perihal harus disegerakannya
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
e
transisi LSO menjadi UKM-F. Grafik pertama menjelaskan asal LSO di beberapa fakultas. Persentase tertinggi adalah LSO Fajrul Ummah, kemudian disusul LSO Afatar, di bawahnya ada LSO Lembaga Pers Mahasiswa Aksara, persentase ke empat merupakan LSO Lembaga Pers Mahasiswa Gajah Mada, dan yang terakhir adalah LSO Sastra Jendra.
Beberapa LSO memang ada yang tidak mengisi form survey. Tetapi dari 13 tanggapan yang masuk kita melihat di foto kedua mengenai seberapa urgent kah UKM-F harus direalisasikan, persentasenya hampir mendekati 100% yakni 92,3% dari keseluruhan yang menjawab. Berbicara mengenai urgensi UKM-F, FUAD sebagai fakultas yang paling banyak memiliki LSO Melalui Wakil Dekan III bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Salamah Noorhayati, menanggapi, “kita lihat seberapa banyak yang mengusulkan, seberapa aktif kegiatan ini, bagaimana kegiatannya bisa suistenable apa nggak, seberapa banyak animo mahasiswa tingkat fakultas terhadap organisasi ini, Itu ya harus di uji coba di pelajari untuk bisa menjadi lembaga yang lebih formal. Kalau ternyata LSO nya yang minat aja kecil kalau mau diangkat UKM-F ya sudah gabunglah ke UKM pusat.” Ia juga menambahkan wacana pembentukan apapun tentu ada nilai positf dan negatifnya. Begitu juga wacana pembentukan UKM-F ini banyak hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan. (Vid, Ntl, Dan, Ifa, Nov, Riz, Bil, Via, Hsn, Ros, Ima, Anu)
27
e
EDITORIAL
Ripuhnya Pelestarian Situs Rapuh
“
“Dari regulasi, pengelolaan, hingga pelestarian.”
B
erbicara mengenai kebudayaan di Indonesia, maka tak luput juga pembahasan mengenai warisan peradaban nenek moyang. Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak suku bangsa dan tersebar dari Sabang sampai Marauke. Setiap sukunya memiliki keunikan dan ciri khas tradisi masing-masing. Tak ayal, hal ini membuat Indonesia memiliki rekam jejak peradaban yang luar biasa. Warisan peradaban di Indonesia terbagi menjadi dua, yakni warisan yang bersifat tak benda dan benda. Warisan budaya bersifat tak benda dapat berupa bahasa, musik, tarian, hingga tradisi. Sementara itu, warisan benda berupa warisan yang memiliki dok.dim/Gea sifat fisik seperti candi, fosil, artefak, atau lebih dikenal sebagai cagar budaya. Cagar Budaya berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2010 Pasal 1Ayat 1 diidentifikasikan sebagai warisan yang bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Situs Cagar
28
Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Cagar budaya, merupakan kata yang erat kaitannya dengan peninggalan ataupun temuan-temuan penting dalam perjalanan sejarah dan kebudayaan Indonesia. Adanya cagar budaya merupakan bukti peradaban suatu bangsa. Upaya perlindungan terhadap cagar budaya merupakan sebuah keharusan, bukan hanya bagi pemerintah namun juga kerjasama dari masyarakat sangatlah dibutuhkan. Untuk itu, mari menilik lebih dalam mengenai kebudayaan dan juga cagar budaya yang ada di Indonesia. Bagaimana keadaan cagar budaya saat ini? Sudahkah baik-baik saja? Bagaimana perlindungan terhadap cagar budaya yang ada? Apakah telah sesuai dengan regulasi yang
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
EDITORIAL telah dicanangkan jauh-jauh hari? Pertanyaan seperti itu masih perlu pengawalan, agar jawaban yang ada sesuai dengan ekspektasi banyak orang. Adanya UU yang mengatur regulasi cagar budaya rasanya tidaklah cukup jika tidak dibarengi dengan usaha masif pelestarian cagar budaya. Bedasarkan data statistik kebudayaan 2021 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Indonesia memiliki sekitar 1.635 ribu cagar budaya dan 439 museum. Kondisi cagar budaya yang ada itu pun bervariasi, ada yang masih baik-baik saja, berceceran, atau bahkan rusak. Perbedaan kondisi ini tentu saja tidak lepas dari faktor internal dan faktor eksternal. Seperti pelapukan karena termakan usia, hingga ulah tangan jail manusia yang menyebabkan kerusakan. Bahkan parahnya, masih marak penjualan cagar budaya oleh oknum nakal di pasar-pasar gelap. Kondisi ini tentu sangat memperihatinkan, di mana seharusnya cagar budaya itu dilindungi justru dirusak dan diperjual belikan dengan harga yang tak sesuai dengan nilai sejarah yang terkandung di dalamnya. Selain itu kurang maksimalnya upaya pelestarian juga menjadi faktor penentu kondisi cagar budaya. Merujuk ke Tulungagung, kondisi cagar budaya yang ada bisa dibilang kurang terawat. Salah satu penyebabnya yakni kondisi museum yang seharusnya mampu menampung benda cagar budaya malah memiliki luas bangunan yang kurang sesuai atau bahkan terlalu sempit untuk ukuran museum daerah. Mulai dari ukuran museum, gudang penyimpanan, hingga etalase tempat benda-benda diletakkan terbilang tidak seimbang dengan benda cagar budaya yang ada. Hal ini tentu dapat mengancam kondisi benda cagar budaya itu sendiri. Beberapa
dok.dim/Gea
upaya
yang telah di lakukan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) yakni perencanaan perluasan dan pembangunan kembali Museum. Namun, hal ini belum berjalan
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
e
sesuai dengan perencanaan awal karena terkendala biaya perbaikan. Dalam proses pendanaan pihak museum menyerahkan putusan kepada pihak Disbudpar Kabupaten Tulungagung, namun sayangnya Disbudpar belum memberikan keputusan pasti terkait hal tersebut. Permasalahan lain yang muncul akibat dari kurang optimalnya pelaksanan regulasi cagar budaya yakni, tersebarnya situs cagar budaya di beberapa titik lokasi yang mana terkadang lokasi tersebut masuk kawasan penduduk. Hal ini diharapkan juga menjadi prioritas Dinas agar pengelolaan situs dari pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) tidak menyebabkan gesekan konflik dengan masyarakat setempat. Dalam proses penetapannya, cagar budaya juga memerlukan persyaratan yang harus dipenuhi. Proses ini tentu memerlukan waktu lama dan administrasi yang bisa dikatakan sulit. Secara singkat prosesnya dimulai dengan adanya temuan, lalu pelaporan dan pendaftaran, penelitian, dan pengecekan, hingga sampai pada penetapannya. Sebelum proses pendaftaran, benda atau situs masih disebut sebagai Objek Diduga Cagar Budya (ODCB). Lama dan rumitnya proses ini tentu akan berimbas pada kondisi cagar budaya yang bisa saja mengalami kerusakan bahkan hilang. Selain kondisi cagar budaya dan ruwetnya administrasi penetapan yang ada, kondisi juru pelihara atau jupel cagar budaya juga perlu ada perhatian khusus. Dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang termuat dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No 274/MEN/XI/2011, Juru Pelihara merupakan salah satu tenaga kerja bidang cagar budaya yang mempunyai tugas memelihara, menjaga keamanan dan keselamatan cagar budaya agar tidak hilang, hancur, rusak atau musnah. Sehingga, bisa dikatakan bahwa jupel merupakan sosok penting dalam pelestarian dan perawatan situs cagar budaya. Dewasa ini, kondisi jupel yang ada bisa dibilang belum cukup sejahtera. Hal ini dikarenakan gaji yang mereka terima tidak sebanding dengan pekerjaan yang harus mereka lakukan. Selain itu, fasilitas seperti keperluan penunjang pekerjaan dan juga kepastian hukum sangatlah diperlukan oleh para jupel ini.
29
e
RESENSI
Dinamika Feminisme dalam Dunia Bisnis Kretek Oleh Nila Lailatul Ni’mah
Judul buku
: Gadis Kretek
Penulis
: Ratih Kumala
Penerbit
: PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit
: 2012
Jumlah halaman
: xxvi + 274
ISBN : 978-979-22-8141-5
N
ovel Gadis Kretek karya Ratih Kumala memiliki daya tarik tersendiri bagi pembaca dengan genre fiksi sejarah. Ratih Kumala sendiri merupakan penulis lulusan Sastra Inggris, Universitas Sebelas Maret, Surakarta yang kini tinggal di Jakarta bersama suaminya yang juga penulis, Eka Kurniawan. Karya-karya fiksinya yang pernah diterbitkan yaitu, Tabula Rasa (2004), Genesis (2005), Larutan Senja (2006), Kronik Betawi (2009), Bastian dan Jamur Ajaib (2015), dan repro.internet lain-lain. Gadis Kretek sendiri merupakan karyanya yang kelima dengan ide dasar yang kretek. Tidak hanya itu, lewat Gadis Kretek kita mendapatkan banyak pelajaran sebagai diambil dari akar keluarga mamanya. refleksi pada fenomena kaum feminis saat ini. Membaca novel Gadis Kretek Misalanya mengenai dunia bisnis dan juga memberi pengetahuan kepada kita mengenai polemik kisah cinta dari sang tokoh utama perkembangan industri kretek di Indonesia. yaitu Jeng Yah. Bagaimana proses memproduksi klobot, cara Kumala sendiri mampu membuat kretek tingwe (sebutan untuk kretek Ratih yang dilinting sendiri) yang berisi campuran memberikan kesan menarik dalam novel, yang sari kretek, dan tentunya segala hal tentang membuat karyanya mudah di pahami oleh para pembaca. Selain itu, dalam novel tersebut
30
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
RESENSI banyak menggunakan istilah guyanan dalam Bahasa Jawa (semacam kata-kata lucu dan santai dalam bahasa Jawa sebagai hiburan). Seperti pada kutipan “Kamu seperti Rara Mendhut, idhu-mu legi”, (Kamu seperti tokoh Rara Mendut yang ludahnya manis), halaman 143. Novel tersebut berusaha mengupas sisi feminitas dari sudut pandang dunia bisnis kretek dan bagaimana perkembanganya pada masa itu. Novel yang kental dengan tradisi Jawa ini mengambil beberapa latar tempat, yaitu Kota M (Sebuah kota yang merupakan perbatasan antara Yogjakarta dan Magelang), Cirebon, Kudus, Jakarta, dan Magelang. Dengan pusat cerita berada di Kota M, Kudus, dan Jakarta. Alur dalam novel tersebut lebih banyak mengungkap masa lalu Soeraja dan Soedjagad yang akan membawa pembaca melihat perkembangan industri kretek di Indonesia. Cerita awal dalam novel ini terjadi ketika munculnya persaingan bisnis kretek antara Soedjagad dan Idroes Moeria (Ayah Jeng Yah) dan pemilik Kretek Merdeka. Selain itu, terdapat sejarah peristiwa G30S/ PKI yang menyebabkan Idroes Moeria, Dasiyah, dan Soeraja menderita. Pembaca benar-benar dibawa ke masa lalu, yaitu sekitar 1940an hingga Oktober 1965. Terlebih dengan adanya penggunaan kata mistar, potlot, dan lainlain. Selain penggunaan kata juga melalui penggambaran cerita dan latar yang begitu detail.
e
Novel Gadis Kretek ini diawali dengan cerita tentang Soeraja, pemilik Kretek Djagad Raja (Kretek terbesar di Indonesia di Kudus; sedang dalam keadaan sekarat.) Suatu hari dalam keadaan sekarat Soeraja mengigau dan menyebut satu nama yaitu Jeng Yah. Hal ini membuat Purwanti cemburu dan begitu kesal (Istri Soeraja). Akhirnya Lebas yang merupakan putra bungsu Soeraja membuat rencana untuk mencari tahu tentang Jeng Yah, dengan petunjuk kota terakhir Speraja dan Jeng Yah bertemu. Melihat itu, Tegar dan Karim kakak dari Lebas ikut menyusulnya ke Cirebon. Kemudian mereka bertiga bersama ke Kota Kudus. Sayangnya, mereka tidak menemukan Jeng Yah, mereka hanya mendapatkan sedikit informasi mengenai Jeng Yah beserta lokasi pabrik kretek miliknya. Kemudian Ratih Kumala membawa alur cerita kembali ke masa lalu, memperlihatkan pesaingan bisnis kretek antara Idroes Moeria dan Soedjagad yang dahulunya sama-sama menjadi buruh linting kretek. Mereka berdua juga memiliki kesamaan lainnya, yaitu sama-sama menyukai seorang anak juru tulis yang bernama Roemaisa. Persaingan m e n d a p a t k a n Roemaisa ini akhirnya dimenangkan oleh Idroes Moeria. Hal ini karena Roemaisa sendiri telah jatuh cinta padanya dan keahliannya dalam baca tulis, di mana hal itu merupakan syarat menjadi suami dari Roemaisa.
repro.internet
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
31
e
RESENSI
Selain itu, Idroes Moeria diceritakan memiliki otak pebisnis, sedangkan Soedjagad hanya bisa meniru atau mengikuti apa yang dilakukan Idroes Moeria dalam mengembangkan bisnisnya. Apa yang baru dilakukan Idroes Moeria selalu saja diikuti Soedjagad. Soedjagad seolah tidak punya ide, strategi, dan cara sendiri. Kecerdasan Idroes Moeria dan ketertarikannya pada kretek kemudian menurun pada Jeng Yah. Jeng Yah inilah yang selanjutnya mengurus Kretek Merdeka! dan Kretek Gadis (kretek miliknya) yang dibuat dengan tambahan ‘saus’ hasil temuannya sendiri. Sisi feminitas dalam novel ini sangat kental, di mana Jeng Yah memainkan peran tokoh utama dengan baik. Diceritakan Jeng Yah merupakan anak pertama dari Idroes Moeria yang berhasil membantu bisnisnya dalam pengembangan kretek. Jeng Yah juga membentuk pembukuan keuangan sehingga terdapat kejelasan untuk menghitung laba. Meskipun pada awalnya banyak stigma yang memandang remeh Jeng Yah tidak mampu meneruskan bisnis kretek Idroes Moeria, tetapi dia membuktikan bahwa seorang perempuan juga mampu berbisnis. Justru dirinya memiliki kretek sendiri, bernama Kretek Gadis. Awal
mula Kretek Gadis merupakan sebuah ketidaksengajaan
32
dari Jeng Yah, saat dia membantu buruh linting Idroes Moeria, Jeng Yah mengumpulkan sisasisa tembakau di tangan, kemudian membuat tingwe untuk Idroes. Tingwe ini terasa sangat enak dan manis karena dilinting sendiri oleh Jeng Yah. Jeng Yah memiliki keistimewaan dalam meracik kretek dengan saus dan ludahnya yang manis. Suatu hari datang salah satu rekan bisnis Idroes Moeria dan dia menawarkan kretek tingwe buatan Jeng Yah untuk jamuan. Dari sini, rekan bisnis tersebut membantu mencarikan pemodal dari Cina. Kretek buatan Jeng Yah sangat nikmat dan akan banyak dicari dipasaran. Berbekal itu, Jeng Yah menamai kreteknya dengan Kretek Gadis yang menjadi primadona dikalangan masyarakat kota M pada masa itu. Pesatnya penjualan Kretek Gadis, Jeng Yah berhasil memperkerjakan buruh linting kretek perempuan. Dia mengajak teman-teman Rukhayah (Adik Jeng Yah) untuk bekerja pada pabrik kretek miliknya. Selain itu ia juga memberikan gaji para buruh perempuan setara dengan gaji para buruh laki-laki yang bekerja pada pabrik kretek ayahnya. Ini yang membedakannya dari para pemilik kretek lainnya.
repro.internet
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
KARIKATUR
e
Karikatur: Ummi/Luqman
Karikatur: Ria/Irfanda
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
33
e
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tulungagung
Goa Pasir - Sumbergempol Tulungagung
Candi Mirigambar - Sumbergempol Tulungagung
Dam Cluwok - Boyolangu Tulungagung
Candi Penampihan - Sendang Tulungagung
Goa Selomangkleng - Boyolangu Tulungagung
Arca Dwarapala - Tulungagung
34
Goa Pasir - Sumbergempol Tulungagung
Museum Daerah Tulungagung (W
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
Wajakensis)
e
Candi Ampel - Kalidawir Tulungagung
Umpak - Rejotangan Tulungagung
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
Candi Gayatri - Boyolangu Tulungagung
Candi Gayatri - Boyolangu Tulungagung
35
e
36
INFOGRAFIK
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
RESENSI
Lanjutan Resensi Hal 32......... Selain dari keahlian meracik kretek, daya tarik lainnya adalah kecantikan yang dimiliki Jeng Yah. Sehingga pada suatu hari, dia bertemu dan jatuh cinta pada seorang pemuda bernama Soeraja yang nantinya juga bekerja padanya. Di sinilah penulis memunculkan lagi drama percintaan dari kesetiaan dan ketulusan Jeng Yah. Diceritakan Soeraja merupakan salah satu buruh linting di pabrik kretek milik Idroes Moeria. Pada Awalnya Soeraja dan Jeng Yah memang ingin menikah, karena mereka samasam saling mencintai. Akan tetapi, banyak yang menyinggung bahwa derajat Soeraja lebih rendah dibanding Jeng Yah. Hal ini yang membuat Soeraja ingin mendirikan bisnis kretek sendiri, dan menjanjikan akan menikahi Jeng Yah ketika sukses. Kesetiaan cinta Jeng Yah kepada Soeraja diuji ketika Soeraja harus bersembunyi dari kejaran pemerintah, yang membuat mereka terpisah. Sebelumnya, Soeraja meminta bantuan PKI (Partai Komunis Indonesia) memberi modal berupa uang untuk pembuatan bisnis kreteknya. tetapi sebelumnya, Soeraja tidak mengetahui terkait PKI dan
repro.internet
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
Akan
e
propagandannya. Ia hanya tergiur modal yang diberikannya. Sebagai balasannya PKI meminta Soeraja menamai kretek buatannya dengan Kretek Arit Merah, yang ternyata itu bagian dari propaganda PKI. Akibat ketidaktahuan Soeraja akan hal itu menjadikan dirinya sebagai salah satu incaran pasca peristiwa G30S/PKI dan dia harus bersembunyi untuk menyelamatkan diri. Hingga pada suatu hari Jeng Yah mendapat kabar bahwa Soeraja menikahi wanita lain yaitu Purwanti anak Soedjagad. Soeraja menikah dengan Purwanti sebagai balas jasa terimakasih karena Soedjagad telah membantunya bersembunyi dari kejaran pemerintah. Selain itu, Soeraja juga membocorkan resep rahasia dari Kretek Gadis kepada Soedjagad dan ini berhasil membuat Kretek Djagad Raja berkembang pesat sampai saat ini. Pada akhir jawaban dari pertanyaan dari ketiga anak Soeraja Tegar, Karim, dan Lebas. Mereka mengetahui apa yang menjadi beban Raja dan apa yang membuat purwanti selama ini cemburu dengan nama Jeng Yah. Tidak cukup itu ternyata Kretek Djagad Raja yang s e l a m a ini menjadi primadona di Indonesia merupakan hasil dari resep curian Soeradja. Kretek itu memiliki campuran saus yang sama dengan Kretek Gadis yang lenyap dari pasaran. Fakta lainnya, Jeng Yah akhirnya menikah pada usia 32 dan meninggal ketika melahirkan
37
e
RESENSI
anak pertama. Diceritakan pula bahwa Jeng Yah mengalami kekecewaan mendalam atas pengkhianatan dari Soeraja, sehingga adiknya menikah terlebih dahulu. Saat ini, hanya tersisa Rukhayah yang merawat putri Jeng Yah. Pada akhirnya Soeraja juga meninggal dan ketiga anaknya membeli formula rahasia Kretek Gadis yang selama ini dicuri oleh Soeraja. Beberapa adegan yang berkesan dalam novel Gadis Kretek ini salah satunya adegan Lebas, Karim, dan Tegar ketika sedang bersama atau sedang berbincang. Penggambaran hubungan dan konflik di antara mereka sebagai saudara kandung begitu nyata. Terutama saat Soeraja mengajak Tegar mengelilingi pabrik sewaktu lulus SMP yang mana Karim dan Lebas merasa seperti anak tiri yang tidak dianggap. Seperti novel pada umumnya, dibumbui oleh kisah cinta. Dalam novel tersebut pembaca akan merasakan sentuhan cinta yang tulus dari Jeng Yah. Dijelaskan pula sedikit sinopsis mengenai kekecewaan Jeng Yah karena Soeraja lebih memilih wanita lain untuk dinikahi. Padahal Jeng Yah dan Soeraja sudah merencanakan pernikahan sebelumnya dan rencana itu gagal. Kisah ini cukup membuat hati para pembaca tersentuh dan menjadi salah satu adegan yang sangat berkesan.
amat menarik oleh Ratih Kumala. Seperti yang tertulis pada belakang buku, Gadis Kretek adalah buku yang kaya akan wangi tembakau. Sarat dengan aroma cinta dan ketulusan, serta perjuangan dari seorang perempuan. Namun, penggambaran ketulusan cinta Jeng Yah terlalu berlebihan. Sehingga banyak yang berfikir bahwa laki-laki adalah kelemahan seorang perempuan dan itu akan berdampak pada kondisi pemikiran para pembaca. Selain itu perlu diketahui penggambaran latar tempat dan waktu di dalamnya masih terdapat kerancuan dan membuat para pembaca menjadi bingung. Terlebih pengaruh alur mundur yang disajikan penulis, pembaca harus jeli dalam memahami alur dari novel ini. Penggambaran watak Jeng Yah di sini dibuat cukup dominan, sehingga membuat banyak tokoh tidak mampu mengambil peran ceritannya. Bahkan di sini penulis mengambil sudut pandang orang ketiga sebagai pelaku tidak dapat menonjolkan diri. Seharusnya karakter dari Lebas, yang menjadi sudut pandang penulis ini dapat lebih ditonjolkan.
Secara keseluruhan novel ini sangat menarik dan cocok untuk dibaca semua kalangan penikmat sastra. Novel ini juga kental akan budaya jawa dan tidak lupa penulis juga memberikan penjelasan untuk mempermudah pemahaman pembaca. Bagian akhir cerita menjadi bagian yang masih dinanti atau Novel Gadis Kretek tidak hanya mungkin akan ada jilid dua. Akhir ceritanya bercerita tentang cinta dan pencarian jati diri dibuat seperti masih menggantung karena saja. Tetapi dalam novel ini juga menceritakan konflik Lebas dan kakak-kakaknya belum tentang keluarga dan cara berbisnis yang terselesaikan. Sehingga pembaca masih sarat pesan, makna, konflik, dan ilmu. Serta dibuat penasaran dengan kelanjutan nasib cerita inipun juga dikemas secara apik dan Lebas.
38
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
e
RESENSI
Siklus Uang dengan Segala Kegelisahan Oleh Magta Aliffiana Devi Judul buku
: Money: Hikayat Uang dan Lahirnya Kaum Rebahan
Penulis
: Yuval Noah Harari
Penerjemah
: Haz Algebra
Tahun terbit : 2018 Penerbit
: CV. Global Indo Kreatif
Tebal buku
: 166 hlm.
ISBN
: 978-623-93346-1-1
M
oney: Hikayat Uang dan Lahirnya Kaum Rebahan menjadi terjemahan dari buku Money: Vintage Minis. Buku dari seorang sejarawan Israel, Yuval Noah Harari, mengajak pembaca untuk melihat asal mula uang diciptakan hingga kondisi perekonomian abad ke-21. Selain itu, ia juga menunjukkan bahwa suka atau tidak, kita sekarang ini sedang berada di ambang revolusi. Secara garis besar, buku ini mempunyai tiga bagian. Bagian pertama, menceritakan tentang bagaimana uang terbentuk sejak zaman Hernan Cortez yang menjajah Mexico, hingga uang menjadi bagian penting bagi manusia. Bagian kedua memuat uang dalam bentuk kredit, bahwa sejarah kredit menjadi pilihan para bangsa Eropa untuk menaklukan negara lain untuk membiayai perang, dan untuk menguasai negara lain. Bagian ketiga, berisi tentang bagaimana manusia menghadapi berbagai tantangan di masa depan, di mana manusia bisa saja tersingkirkan dengan kecerdasan buatan.
Tiga abad sebelum menaklukkan Mexico, orang-orang Spanyol melancarkan perang agama antara Islam dan Kristen. Mereka menghancurkan masjid-masjid dan membangun gereja. Mereka juga mengeluarkan koinberlambang salib yang terbuat dari emas dan perak. Uang bukan hanya sebuah alat tukar saja, namun menjadi sesuatu yang sangat penting bagi manusia.
Pertama, Harari memperkenalkan hikayat uang atau tentang bagaimana uang terbentuk dan dijadikan sebagai alat tukar untuk pertama kalinya. Pada 1519, Spanyol yang dipimpin oleh Hernan Cortes dan pasukan Conquistador-nya menginvasi Mexico.
Dengan menggunakan uang, manusia bisa menukarkan barang ataupun jasa sesuai yang mereka inginkan. Uang dijadikan sebagai sebuah sistem kepercayaan global dan paling tepat digunakan untuk mengoperasikan kehidupan. Orang akan tenang ketika
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
repro.internet
39
e
RESENSI
berada di luar rumah, karena mereka percaya uang dapat menolongnya ketika kelaparan. Uang memberikan mereka sesuatu yang dapat dipercayai melebihi raja dan tuhan. Dengan uang, manusia bisa mendapatkan semua hal, kesehatan, kecerdasa, bahkan jabatan. Selain itu, uang hanyalah sebuah ilusi dan fiksi. Boleh percaya atau tidak, namun uang adalah sebuah fiksi yang menjadi material karena adanya warna, angka, dan pemberian cap resmi. Akan tetapi, kita semua percaya bahwa uang adalah sistem transaksi. Dari situ, penulis menunjukan realita yang sesungguhnya, yakni sudut pandang, kepercayaan, hingga ideologi seseorang akan tunduk dihadapan uang. Dengan itulah uang dapat menjadi sarana toleransi seluruh umat manusia. Harari mengatakan, “selama ribuan tahun, para filsuf, pemikir, dan nabi mencela uang dan menyebutnya sebagai sumber kejahatan. Boleh setuju, boleh tidak, akan tetapi, uang juga adalah puncak toleransi manusia. Uang lebih bersifat terbuka ketimbang bahasa, hukum negara, norma budaya, keyakinan agama, dan kebiasaan sosial. Uang adalah satusatunya sistem kepercayaan manusia yang bisa menjembatani hampir setiap jurang kultural, pun tidak mendiskriminasi berdasarkan agama, gender, ras, usia, bahkan orientasi seksual.” Kedua, uang telah menjadi alat kapitalisme. Uang sudah menjadi hal esensial untuk membangun imperium maupun memajukan sains. Ekonomi dapat bertumbuh karena adanya kepercayaan pada masa depan. Manusia modern dan kapitalisme terus bertumbuh dan berkembang ke seluruh dunia, hingga memunculkan imperialisme Eropa. Imperialisme inilah yang menciptakan sistem kredit kapitalis. Adanya kredit uang
40
dapat digunakan untuk membeli masa depan. Bab ini juga menyuguhkan cikal bakal munculnya kaum kapitalis Eropa yang memegang penuh kekuasaan ekonomi di dunia. Seperti, ekspedisi Cristopher Columbus yang berjalan karena adanya sistem kredit yang di berikan oleh ratu Isbella, bagaimana VOC menjarah alam kekayaan Indonesia, kasus Mississipi Company, Opium War China dan Inggris, hingga gambaran kaum kapitalis Eropa yang beringas dalam menguasai kekayaan alam negara Asia Afrika. VOC juga pernah menjajaki Indonesia dengan mengumpulkan para pedagang yang bukan bangsawan. Harari pun menceritakan perihal kongsi dagang yang berasal dari Belanda itu membangun kejayaan melalui kredit. Mereka mencari investor, menjual sahamsaham mereka di negara asal. Dari hasil penjualan itu mereka membiayai perjalanan u n t u k menaklukan daerah-daerah yang lain. Bahkan yang paling mengerikan, uang dapat mengontrol adanya inovasi. Bagaimana industri kesehatan dapat melakukan banyak penelitian dan inovasi sekalipun dapat dikontrol dengan mudah menggunakan uang. Uang benar-benar menginginkan keuntungan dengan pengeluaran yang harus kembali berlipat ganda.
repro.internet
Terakhir, inovasi yang terbiasa berkaitan dengan uang menjadikannya akan terus terikat. Inovasi yang ada membawa kita ke Era Revolusi Industri 4.0, yang mana kecerdasan dipisahkan dengan kesadaran. Mungkin, sejauh ini yang kita ketahui kecerdasan selalu berjalan beriringan dengan kesadaran. Seperti, bagaimana pesawat dikemudikan oleh orang yang sadar, atau dokter yang mengoperasi pasiennya dengan sadar. Namun, hari ini manusia sedang
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
RESENSI mengembangkan kecerdasan non sadar yang mampu menyelesaikan tugasnya lebih baik dan lebih profesional daripada manusia. Pasalnya, dalam sebuah inovasi memerlukan barang jasa yang tak sedikit, dan uang dapat menberikannya. Informasi akan lebih mudah ditemukan dengan mesin pencarian cerdas. Semua tugas-tugas yang bisa dilakukan dengan mudah oleh mesin tanpa kesadaran. Suka atau tidak, kita sedang berada di ambang sebuah revolusi penting. Kecerdasan manusia mulai diambil alih oleh kecerdasan buatan. Pengikisan kerja manusia sedang berlangsung. Jika kita masih terlelap menjadi kaum rebahan, maka harapan, mimpi, cita-cita untuk masa depan akan tertelan zaman. Individualitas menjadi ancaman yang terlihat secara jelas. Semua digantikan dengan benda mati yang hanya bisa bekerja dan tak memiliki rasa. Benda yang tidak sadar sedang malakukan apa. Namun, bisakah benda itu menggantikan perasaan yang ada dan dimiliki manusia? Saat banyak manusia menerima dengan
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
e
senang hati segala inovasi yang ada, tanpa sadar mereka sedang terancam. Kecerdasan buatan dapat menggantikan manusia dalam berbagai hal, bahkan dapat bekerja lebih baik. Namun, apakah kecerdasan buatan tersebut memiliki kesadran layaknya manusia? Manusia memang telah memiliki kecerdasan itu sejak awal, namun mereka akan digantikan dengan mesin yang mereka ciptakan sendiri. Buku ini secara keseluruhan mempunyai bahasan dan bahasa yang menggugah selera pembaca. Harari menyulap sejarah yang biasanya hambar menjadi indah bak karya sastra ketika dibaca. Pembaca akan dibuat penasaran dengan bab-bab selanjutnya. Banyak pesan tersirat yang terkandung dalam buku ini sehingga membuat kita menjadi sadar akan arti kehidupan dan bagaimana seharusnya kita memaknai uang. Perlu dipahami dalam buku ini per bab-nya tidak dijelaskan secara gamblang dan banyak kiasan di dalamnya. Sehingga perlu pemahaman yang baik untuk menafsirkan maksud pesan yang disampaikan.
41
e
RESENSI
Kisah Lampau Banda di Mata Dunia; Banda The Dark Forgotten Trail (2017) Oleh : Rekhanatul Imbadiyah Judul Film Sutradara Produksi Tahun Durasi Bahasa
: Banda The Dark Forgotten Trail : Jay Subyakto : Lifelike Pictures : 2017 : 94 Menit : Indonesia
“
“Melupakan masa lalu adalah sama dengan mematikan masa depan bangsa ini.” Tutur Reza Rahardian sebagai narator fim Banda The Dark Forgotten Trail.
B
anda Neira merupakan pulau utama dalam gugusan Kepulauan Banda di Maluku tengah. Dari sisi sejarah, Banda merupakan pulau tempat Spanyol, Portugis, Inggris bertempur pada Abad 16 dan 17. Pertempuran tersebut lahir karena perebutan rempah-rempah berharga yang terdapat di Banda. Lima ratus tahun yang lalu, Banda terkenal sebagai penghasil rempah Pala terbaik di Dunia, segenggam Pala harganya sama dengan segenggam emas kala itu. Dibuka dengan visual pemandangan alam Pulau Banda, ditampilkan secara dramatis, lengkap dengan audio yang menegangkan. Film Dokumenter ini menceritakan tentang hiruk pikuk Pulau Banda sebagai salah satu tempat yang paling diburu karena kekayaan rempah-rempahnya. Namun, kejadian kelam yang pernah menyelimutinya. Dimulai dengan cerita tentang pencarian pulau penghasil rempah oleh bangsa-bangsa di dunia, khususnya Eropa. Rempah-rempah yang kala itu lebih berharga dari emas membawa mereka pada perjalanan panjang. Diawali dari perjalanan Portugis oleh Bartolomeous Diaz yang berputar-
42
repro.internet
putar melewati tanjung harapan. kemudian disusu Chistoper Colombus mencari jalan dari Spanyol menuju Hindia hingga tersesat sampai Amerika pada tahun 1492. Bangsa Inggris pun tak mau ketinggalan, namun John Cabot hanya tiba di Amerika Utara.
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
RESENSI Kembali pada 1498 Portugis lewat Vasco Da Gamma berhasil sampai di Kalikut, hingga Alfonso De Alburqueque pada tahun 1551 memerintahkan 2 armada yakni, Alfonso De Abreu dan Fransesco Serrao (1512) untuk melakukan penelusuran ke timur, sampai di GowaIndia kemudian Malaka, Madura, Bali, Lombok, dan Aru hingga akhirnya sampai Banda. Pada tahun yang sama (1512) armada Portugis yang lain juga tiba di Ternate. Penemuan pulau-pulau Banda-Ternate memperuncing persaingan Spanyol dan Portugis. Perselisihan ini selesai saat terjadinya pembagian kekuasaan pada Perjanjian Saragoza di tahun 1529. Berbagai upaya untuk mendapatkan rampah-rempah dilakukan bahkan miskipun harus terjadi pertumpahan darah, seperti yang dikatakan oleh salah satu penyair Prancis bernama Voltare, “tidak ada lagi rempah yang dimiliki tanpa adanya pertumpahan darah,” Banda sebagai salah satu pusat perdagangan rempah menjadi penghasil komoditas yang banyak dicari seperti Pala, Cengkeh, dan Fuli. Banda dengan pola multikulturalnya memiliki beberapa kelompok dalam perdagangan, ada kelompok Urlima, kelompok Ursila dan kelompok Urtataf. ketiganya sebagai kelompok penyeimbang yang mengatur harga rempah di Banda atas persetujuan bersama. Banda menjadi kawasan paling diburu karena menghasilkan pala terbaik. pada eranya Pala menjadi salah satu komoditi rempah yang ditaksir dengan harga sangat tinggi, namun sekarang sudah terlupakan. Banda dengan Palanya, bak satu tempat di bumi yang kejatuhan anugerah dari langit. Konon terdapat legenda dibalik Pala yang ada di Banda. Dahulu kala, ada seorang pangeran yang ingin
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
e
meminang seorang puteri bernama Cilubintang, namun syarat yang diajukan adalah 99 buah emas. Namun karena tidak ditemukan, lantas ia menggantikannya dengan 99 buah keemasan sebagai upeti. Raja pun tak terima, pangeran ditangkap dan dibunuh, 99 buah keemasan dilemparkan ke tengah hutan hingga tumbuh sebagai buah Pala. Terlepas dari cerita rakyat yang beredar tesebut, eksistensi Pala di mata dunia memang sangat berharga kala itu. Jauh sebelum adanya pendingin dan listrik, pala menjadi satu-satunya bahan untuk mengawetkan makanan, bahkan mumi-mumi di mesir juga diawetkan menggunakan rempah, salah satunya adalah Pala. Tak ayal pulau Banda sebagai penghasil pala terbaik kerap kali diperebutkan dengan jalan apapun. Disana sempat terjadi pula pembantaian yang penuh dengan darah dan kesedihan. Kejayaaan Pala dan Banda berubah saat Verenigde Ootindische Compagnie (VOC) tiba di sana dan melakukan aksi Genosida paling brutal sepanjang sejarah. Setelah peristiwa pembantaian pada tahun 1621 jumlah penduduk asli kepulauan Banda yang sebelumnya berjumlah 14.00 orang hanya tersisa 480 orang. Sebagian tewas dan sebagian memilih bermigrasi. Banda juga menjadi tempat lahirnya Indonesia melalui Muh. Hatta, Sutan Sjahrir, Dr Tjipto Mangunkusumo, dan Iwa Kusuma Sumantri yang sempat dibuang ke Banda Neira. Dalam Film ini kita juga dihadapkan pada isu ras yang sempat berkembang di masa lalu, sejumlah teror Intoleransi, dan Konflik horizontal di Ambon 1999 yang akhirnya berdampak pula di Banda. sebelumnya Banda dihuni dengan segala macam ras, mereka berasal dari masyarakat yang
43
e
RESENSI
dikirim untuk menjadi pekerja yang menghasilkan pala dari berbagai daerah, menjadikan Banda tersusun oleh masyarakat Multikultural. Salah satu Narasumber yang masih keturunan Belanda, yaitu Pongky Van De Broke memaparkan bahwa ia sempat mengalami kerusuhan akibat dari Konflik di Ambon tersebut. Kala itu ia dicari-cari oleh masyarakat Maluku, dan hendak dibunuh karena ia adalah keturunan Belanda.
Namun film ini sempat gagal tayang di Ambon. Film ini menuai protes justru dari sekelompok orang di Ambon, mengatasnamakan keluarga besar Wandan Banda Eli dan Elat mereka menuju gedung DPRD berdemo agar film Banda tidak ditayangkan. Dikutip dari laman tirto.id Ketua Dewan Pengurus Ikatan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Wandan, Kamaludin Rery di Ambon mengatakan, mengutuk keras pernyataan Jay Subyakto melalui salah satu media sosial yang Salah satu hal yang nantinya akan diungkap mengatakan kalau orang asli Banda telah habis dalam Film Banda The Forgotten Trail adalah dibantai dan punah dalam perang Genosida tahun pertukaran Pulau antara Inggris dan Belanda. Pulau 1621. Run yang diperebutkan akhirnya diserahkan Inggris ke pada Belanda dengan ganti yang tak main-main Menanggapi hal tersebut pihak Lifelike pula. Inggris mendapat hak atas Nieuw Amsterdam Pictures mengklarifikasi bahwa pernyataan alias Manhattan New York. Pulau Run dianggap sutradara Jay Subakto yang dimuat pada salah sangat berharga karena juga merupakan salah satu media online di Jakarta tersebut, yang dinilai satu penghasil Pala pada masa itu. Pala digunakan menyudutkan warga asli Banda. Media tersebut sebagai obat, saat Eropa tengah diserang Wabah telah merevisi pernyataan Jay dalam klarifikasi Pes, akibatnya harga Pala naik hingga 10 kali lipat. beritanya. Menurut Tim Publikasi Film Banda The Dark Forgotten Trail, Ade Kusumaningrum, film Bisa di akui bahwa, Cinematografi ini tidak menyinggung warga asli Banda, yakni menjadi kekuatan utama dari film ini, mulai dari masyarakat sebelum tahun 1621 dan sesudah tahun pemandangan pulau Banda dengan bangunan1621. bangunan bersejarah ditampilkan secara dinamis. Penggunaan animasi yang mendukung suasana pula, Film ini sangat menarik untuk ditonton, seperti bagaimana darah mengenai tembok-tembok khususnya bagi para generasi muda agar lebih Belanda, ilustrasi anak-anak Banda yang berlarian akan semakin mendukung imajinasi kita melayang pada kisah masa lalu. Salah satu yang tak kalah penting adalah narasi yang dibacakan oleh aktor Reza Rahardian sarat akan pengetahuan namun dibawakan dengan bahasa puitis sehingga memiliki komposisi yang tepat dan tak membosankan.
44
mengenal sejarah bangsa ini. Bahwa ada masanya sebuah pulau bernama Banda, menjadi incaran bangsa-bangsa di penjuru dunia. Harta berupa Pala terbaik itu ada di Banda, banyak kisah perjalanan lahir dipicu olehnya. Diantanya pembantaian besar umat manusia pun terjadi juga di dalamnya. Salah satu yang menarik dari Banda yakni dapat menjadi miniatur yang mewakili keberagaman budaya Indonesia.
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
SWARA
e
Habis Dilalap Arus Globalisasi; Cagar Budaya Harus Dilindungi Oleh : Nafika Rahma Ladiana
C
agar budaya merupakan bagian yang tidak
diantaranya yaitu benda cagar budaya, bangunan
dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia.
cagar budaya, struktur cagar budaya, kawasan cagar
Hal tersebut merupakan bukti perjalanan
budaya, dan situs cagar budaya. Sedangkan dalam
panjang sejarah peradaban dan kebudayaan bangsa
hal penetapan cagar budaya, penetapannya sendiri
Indonesia. Cagar budaya merupakan benda alam
berdasarkan UURI Nomor 11 Tahun 2010 di mana
dan benda buatan manusia yang bergerak maupun
pemberian status cagar budaya terhadap benda,
tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok yang
bangunan, struktur, lokasi atau satuan ruang geografis
memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan
yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten atau kota
sejarah perkembangan manusia.
berdasarkan rekomendasi dari Tim Ahli Cagar Budaya
Cagar
budaya
menurut
Undang-Undang
setempat.
Republik Indonesia (UURI) Nomor 11 Tahun 2010
Menurut jenisnya cagar budaya dikelompokkan
Pasal 1 Ayat (1) adalah “Warisan budaya yang bersifat
menjadi dua bagian, yaitu cagar budaya bergerak dan
kebendaan, berupa Benda Cagar Budaya,
cagar budaya tidak bergerak. Cagar budaya
Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar
bergerak
Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya baik
dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya
di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan
berupa benda-benda koleksi yang disimpan
keberadaannya karena memiliki nilai penting
di Museum, seperti: arca
bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
batu, mahkota raja, keris
pendidikan, agama, dan/
kuno, gamelan jawa, alat
atau kebudayaan melalui
musik tradisional, dan lain-
proses penetapan.” Maksud kebendaan
monumental, bangunan
budaya
kuno,
tua, dan lain-lain.
dilihat dan diraba, serta mempunyai dimensi
masjid
seperti:
candi, goa, kawasan kota
berwujud konkrit, dapat maupun
dapat
tidak dapat dipindahkan dan bersifat
tersebut
merupakan budaya yang
massa
yang
bergerak merupakan benda yang
dari
cagar
benda
lain. Sedangkan cagar budaya tidak
adalah bersifat tangible, yang berarti
merupakan
Berdasarkan data
yang
nyata. Ada lima jenis cagar budaya
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
yang dihimpun Direktorat Pelestarian dok.dim/Irfanda
Cagar Budaya dan Permuseuman
45
e
SWARA
Tahun 2013, dapat diketahui bahwa jumlah cagar
Di Tulungagung ditemukan fosil manusia purba
budaya di Indonesia mencapai angka 66.513 cagar
yang disebut Homo Wajakensis. Homo Wajakensis
budaya, yang terdiri atas 54.398 cagar budaya bergerak
merupakan salah satu fosil manusia purba yang ada
dan 12.115 cagar budaya tidak bergerak yang tersebar
di Indonesia. Kabupaten ini memiliki ratusan benda
di seluruh pelosok tanah air.
bersejarah yang tersimpan di sebuah museum bernama
Cagar budaya sendiri dapat dimanfaatkan untuk kepentingan agama, pendidikan, pariwisata, sosial, ilmu pengetahuan, serta kebudayaan. Namun, seiring dengan kemajuan zaman berdampak pada hilangnya peninggalan kebudayaan berupa cagar budaya. Maka, terdapat tantangan tersendiri dalam melestarikan cagar budaya, bukan hanya sekedar melestarikan fisik
Museum Wajakensis. Selain digunakan sebagai tempat penyimpanan benda bersejarah, museum tersebut juga digunakan sebagai tempat edukasi bagi pelajar di kawasan Tulungagung maupun sekitarnya. Akan tetapi, kondisi museum sendiri kurang begitu terawat, sehingga rawan terjadi kerusakan pada benda yang tersimpan didalamnya.
bangunan, akan tetapi melestarikan dalam hal nilai dan sosial budaya yang terkandung didalamnya.
Museum Daerah Tulungagung, Korwil Balai Pelestarian
Menurut UU Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda
Cagar
Budaya
Pasal
26
dengan
tegas
pemerintah membuat kebijakan “Barang siapa yang dengan sengaja merusak benda cagar budaya dan situs serta lingkungannya atau membawa, memindahkan, mengambil,
mengubah
bentuk
dan/atau
Dilansir dari Radar Tulungagung, pengelola
warna,
Cagar Budaya (BPCB) Jatim, Haryadi menuturkan bahwa akan direncanakan perbaikan pada Museum tersebut. Mengingat ada 269 benda cagar budaya yang tersimpan di dalamnya. Selain itu, akibat penyimpanan yang kurang memadai, sekitar 50 benda cagar budaya yang berada di storage rawan rusak.
memugar, atau memisahkan benda cagar budaya tanpa izin dari pemerintah akan dikenakan pidana penjara selama-lamanya 10 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000.000,00.”
Tulungagung
merupakan
salah satu kabupaten di Jawa Timur yang letaknya berada di kawasan Pantai Pulau
Jawa.
Wilayah
utara
tengah
merupakan
daerah
subur, serta
wilayah
selatan
merupakan
Tulungagung memiliki beberapa situs candi yang masih ada dan dapat dijangkau oleh
Candi Sanggrahan adalah salah satu candi yang masih terawat dan terjaga dengan baik. Candi ini bercorak Budha dan diduga
tempat peristirahatan
rombongan
pembawa
abu
pendeta Budha perempuan
dan
kerajaan bernama yang
Majapahit Gayatri bergelar
Raja Patni. Candi
daerah
perbukitan dan perairan.
46
yang paling menonjol lainnya adalah candi.
masyarakat.
Cagar Budaya di Tulungagung
Selatan
Tak hanya itu, situs cagar budaya Tulungagung
Gayatri
sebagai
Penulis adalah mahasiswa UIN SATU Tulungagung
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
SWARA
e
tempat edukasi dan sering dikunjungi para wisatawan
tersebut tidak terbuat secara alami, melainkan dibuat
untuk melepas penat.
oleh manusia. Pasalnya goa tersebut merupakan hasil
Candi
ini
sering
mengalami
rekontruksi
pengolahan dari bongkahan batu besar.
bangunan, hal ini dilakukan untuk memulihkan bentuk
Situs goa selanjutnya adalah Goa Tritis, yang
candi yang mulai mengalami kerusakan. Sekitar bulan
terdapat di lereng Gunung Budeg. Siapa yang tidak
April 2019 saya pernah mengunjungi situs candi tersebut
mengenal gunung yang menjulang tinggi di Kabupaten
dan memang benar bahwa candi tersebut baru saja
Tulungagung ini. Selain digunakan sebagai tempat
mengalami rekontruksi. Candi tersebut nampak terjaga
pendakian gunung ini juga menyimpan situs cagar
dengan baik ditunjukkan dengan kebersihan di sekitar
budaya berupa Goa Tritis. Goa ini merupakan ceruk
candi dengan rumput hijau yang pendek. Ditambah lagi
alami di bawah tebing gunung yang pada masa lalu
lokasinya dekat dengan rumah penduduk dan memiliki
digunakan sebagai tempat peribadatan. Selanjutnya
dua juru pelihara candi.
adalah Goa Pasir. Letaknya di utara pegunungan
Selanjutnya
ada
pula
Candi
Mirigambar
yang berlokasi di Desa Mirigambar, Kecamatan Sumbergempol. Candi tersebut terbuat dari batu bata merah dan terdapat sebuah undakan yang dipenuhi ornamen disekelilingnya. Kondisi candi sebagian
kapur sebelah selatan (Gunung Podo). Dalam buku Tabuta dijelaskan bahwa sesuai dengan namanya dan fungsinya sebagai karsyan atau tempat pertapaan. Goa tersebut diperkirakan sebuah peninggalan cagar budaya pada zaman Kerajaan Majapahit.
sudah runtuh, terutama pada bagian atapnya. Candi ini
Ternyata tidak hanya ketiga goa tersebut saja
diperkirakan dibangun pada akhir abad ke 13 sampai 14
yang berada di Kabupaten Tulungagung. Masih ada
zaman Kerajaan Majapahit. Tidak hanya dua situs candi
goa lain, yakni Goa Tenggar yang berada di Kecamatan
tersebut, di Kabupaten Tulungagung masih terdapat
Tanggunggunung.
banyak candi yang dapat dikunjungi dan dijadikan
masyarakat luas dan belum menjadi destinasi wisata
sebagai tempat edukasi. Seperti halnya Candi Gayatri,
andalan. Padahal, di goa Tenggar diduga menyimpan
Candi Dadi, Candi Penampihan, dan Candi Ngampel/
fosil tulang binatang prasejarah.
Ampel.
Keindahan goa jarang dikenal
Diharapkan dengan adanya situs cagar budaya Beralih dari situs candi, Kabupaten Tulungagung
yang masih utuh sampai saat ini, dapat digunakan
juga memiliki situs goa yang sampai saat ini masih
sebaik-baiknya pada sektor edukasi maupun wisata.
berdiri kokoh. Menurut Agustono, yang melakukan
Selain itu, perlindungan dan pelestarian terhadap cagar
penelitian tentang situs cagar budaya berupa goa
budaya harus terarah dan tegas. Hal ini membuat kita
yang ada di Kabupaten Tulungagung menerangkan,
agar tidak kehilangan jati diri ditengah arus globalisasi
bahwa terdapat situs goa yang masih terjaga. Hasilnya
saat ini. Sesuai dengan maksud dan filosofi lahirnya
antara lain Goa Selomangkleng, Goa Tritis, dan Goa
Undang-Undang Tentang Cagar Budaya, diharapkan
Pasir. Menurut salah satu peneliti bernama Nainunis
mampu meningkatkan peran masyarakat untuk terus
dari Universitas Negeri Malang dalan Jurnal studi
melindungi, mengembangkan, serta memanfaatkan
sosial, beberapa goa tersebut ada yang terbentuk
cagar budaya. Sehingga dapat menjadi ciri khas suatu
secara alami dan ada yang terbentuk secara buatan.
daerah dan negara. Selain itu dapat meningkatkan
Goa Selomangkleng yang berada di desa Sanggrahan
kesejahteraan bangsa pula.
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
47
e
SWARA
Perjalanan Bangsa, Etalase Sejarah, Lokalitas dan Polemiknya Oleh Alfian Widi Santoso
P
erjalanan bangsa Indonesia kiranya sudah berjalan sangat lama. Perjalanan tersebut telah memunculkan banyak periodisasi yang memiliki banyak rintangan. Jalanan yang telah ‘menjadi’ bukan hanya sekedar mitos dan legenda saja, namun juga memiliki bukti-bukti yang bisa dijadikan penanda arah jika bangsa ini tidak memiliki tujuan ke depan. Setidaknya bangsa Indonesia ini berbalik arah dan mencoba bermuhasabah pada masa lalu untuk mencari jawaban dari kebuntuan bangsa ini. Perjalanan bangsa tidak semata-mata mulus, namun juga berlubang, berliku serta banyak sekali jalan palsu. Penanda jalan pun banyak yang dirusak karena dianggap tidak mengelokkan bagi para pejalan ber-identitas, bahkan penanda tersebut telah dicuri oleh orang-orang yang tak memiliki nalar sejarah. Sederhananya, “polemik yang terus-menerus”. Itulah yang terjadi dan itu adalah hal yang lumrah. Kalimat njlimet yang penulis tuliskan di atas adalah perumpamaan dari realita sejarah Indonesia. Perjalanan ini sungguh memuakkan, terlalu banyak perspektif bernuansa politis dan kecamuk identitas yang menjadi beban bagi sejarah Indonesia. Tetap saja, itu adalah hal yang begitu lumrah dan telah dialami oleh banyak bangsa pada saat mereka ingin mencari identitas bangsanya. Cagar Budaya, Benda Asing Apa Itu? Tidak semua orang mengetahui penanda jalan itu, bahkan ada yang tidak bisa mengartikan benda asing itu. Ya, sekiranya sama persis dengan tipikal pengendara Indonesia yang biasanya calo dan kurang mengetahui simbol-simbol yang ada dalam plakat jalan. Pada akhirnya mereka, bahkan kita mengabaikan rambu-rambu peradaban yang sudah dicanangkan dalam perjalanan bangsa.
48
Seperti yang penulis ucap dalam tulisan awal yang amburadul, cagar budaya menjadi penanda dari perjalanan bangsa. Secara harafiah, cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan cagar budaya di darat dan/ atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya k a r e n a memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Berdasarkan UndangU n d a n g Republik Indonesia (UURI), cagar budaya memiliki sifat tangible (nampak). Jadi, cagar budaya menjadi warisan budaya yang berwujud dan konkrit secara indrawi. Nilai penting Cagar Budaya dalam UURI Nomor 11 Tahun 2010 ini mengalami perkembangan dari undang-undang sebelumnya, yaitu UURI Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya yang hanya senyebutkan tiga nilai penting, yaitu sejarah, ilmu pengetahuan, dan agama. Berbicara Mengenai Cagar Budaya, Apa Pentingnya? Alangkah tidak pentingnya masyarakat mempelajari urgensi cagar budaya di tengah kebutuhan
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
dok.dim/Irfanda
SWARA
e
pangan yang sulit dan berkepanjangan. Bayangkan saja, seumpamanya ibu-ibu rumah tangga bergosip mengenai cagar budaya. Sumpah itu lucu. Memang, cagar budaya kurang penting dalam ranah domestik, bahkan tidak penting sama sekali karena cagar budaya tidak bisa memberi penghidupan pada masyarakat kelas menengah ke bawah–mungkin penting juga, bagi mereka yang memiliki mata pencaharian sebagai penjaja makanan (pentol, es dan lain sebagainya).
sah saja bahkan bisa dibilang patut diapresiasi karena telah membuat narasi baru yang sangat ekstrim. Bisa dibilang para peneliti Kasultanan Majapahit adalah orang-orang bernafas pasca-strukturalis—dimana mereka melihat kembali tanahnya, merobohkan narasi besar, mengangkat intuisi serta mitos-mitos sebagai bukti, walaupun dilain hal patut disayangkan karena tulisannya yang kurang relevan dan tidak bisa menyamai dengan narasi besar yang ada.
Di lain hal, cagar budaya bisa menjadi sangat mengerikan bagi mereka yang dipenuhi dengan identitas. Maksud dari ihwal tersebut mengenai kelompok ekstrimis yang benar-benar anti pada berhala. Hal ini kerap terjadi di banyak situs cagar budaya, tanpa
Pentingkah untuk Dikembalikan?
tahu-menahu mengenai sejarah maupun urgensi tuk memelihara cagar budaya tersebut. Tak lain, hal ini dikembalikan pada permasalahan identitas. Namun, jika kita mencoba menelaah kembali sebagai guyonan belaka, maka, salah satu fungsi dan pentingnya cagar budaya adalah untuk dirusak. Ada banyak berita mengenai hal ini, salah satu yang menggemparkan adalah ketika ada oknum yang merusak situs keramat Calonarang di daerah Gurah, Kediri pada tahun 2017. Secara serius, pentingnya kita mengetahui dan merawat cagar budaya adalah untuk merawat masa lalu kita agar tidak dihilangkan atau dikaburkan oleh pihakpihak bernada politis yang memiliki maksud, alias cagar budaya ini digunakan sebagai penanda sekaligus bukti. Masalah ini kerap kali menghantam kesejarahan Indonesia. Baik itu digunakan sebagai politik identitas hingga kampanye hitam yang terjadi pada tahun 2014 ataupun 2019 menjelang pemilu presiden. Salah satu yang paling lucu adalah di saat adanya interpretasi mengenai Gajah Mada yang dianggap sebagai seorang muslim, sekaligus bahwasanya Majapahit adalah kesultanan Islam. Walaupun begitu, dalam lubuk hati yang terdalam milik penulis mengungkapkan bahwasanya hal tersebut sah-
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
Bagi penulis, berita paling menggemparkan beberapa waktu lalu mengenai pengembalian keris Pangeran Diponegoro adalah sebuah ironi yang tak terbantahkan (mungkin penulis akan dihujat setelah menulis ini). Pemerintah Belanda kiranya kurang mengetahui seberapa lucunya negeri ini dalam masalah merawat cagar budaya ataupun menjaga museum. Tak lain, barang-barang yang ada di museum kita sekarang masih banyak dianggap sebagai sebuah rongsokan yang tidak berguna, baik itu ujaran dari masyarakat maupun dari para pegawai museum itu sendiri. Judul dari sub bab ini adalah rasa skeptis yang masih menggebu-gebu dalam diri penulis. Maksud penulis begini, kita tahu bahwasanya sistem permuseuman di Indonesia masih dibilang kurang memadai daripada museum-museum yang ada di luar negeri, bahkan sudah menjadi rahasia umum jika saja di dalam museum-museum daerah ada oknum yang memperjualbelikan benda museum, bahkan saja dicuri. Mari kita berkaca pada Februari 2021, di mana museum Sultra kecolongan 900 koleksi museum. sejarawan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari Basrin Melamba berharap kasus pencurian ini menjadi pelajaran bagi organisasi perangkat daerah terkait dengan kebijakan mengenai tata cara menjaga, mengelola dan merawat bendabenda koleksi di dalam museum itu. “Memang sangat perlu dipikirkan ke depan di era digital ini membuat museum digital, misalnya pengunjung itu tidak perlu ke museum namun sisa membuka situs museum. Jadi di situ ada deskripsi tentang benda-benda, baik itu nama, jenis, asal usul dan periode benda itu,”.
49
e
SWARA
Maka dari itu, sebagai opini penulis pribadi, sebaiknya kita lebih baik berharap untuk merawat peninggalan Indonesia pada pemerintah Belanda yang kiranya lebih kompeten dalam masalah per-museuman walaupun dalam lain hal, pemerintah Belanda harus tetap bersikap salah bahwasanya mereka pernah menjajah Indonesia dengan sangat lama. Mengapa penulis mengucapkan hal tersebut? Tak lain, teknologi per-museum-an Belanda lebih baik dan juga mereka mengikuti arus digitalisasi seperti yang diucapkan sejarawan Universitas Halu Oleo di atas. Mari Mempunyai Rasa Memiliki Akar problematika yang terjadi dalam dunia cagar budaya Indonesia hingga hari ini adalah rasa menolak memiliki. Rasa tak acuh ini kerap kali menjadi dalang dari problematika yang penulis tuliskan di awal. Akhirnya, kita akan selalu kehilangan apa yang menjadi berharga dan apa yang dianggap penting untuk masa depan. Rasa memiliki adalah cara ampuh untuk menjaga sesuatu. Tak lain, hal itu disebabkan oleh rasa suka dan bekerja dengan ikhlas. Hal ini tidak hanya ditekankan pada para pegawai museum atau penjaga cagar budaya, namun juga bagi masyarakat umum. Kecintaan atau rasa memiliki yang dibentuk secara komunal oleh masyarakat biasanya menjadi sangat epik karena mereka akhirnya bisa menyadari potensi dan secara ide akan terjadi pertumbuhan kesadaran yang selaras dengan ekonomi mandiri—yang penulis maksud adalah jika kesadaran komunal terbentuk, maka biasanya akan diarahkan ke ranah ekonomi berkelanjutan secara mandiri (baca: Sektor Wisata/ Desa Wisata). Tentu saja, masyarakat tidak akan bisa menciptakan kesadaran tersebut tanpa bantuan orangorang yang sudah mengetahui pentingnya cagar budaya dan warisan sejarah. Maka dari itu para akademisi atau para pegiat sejarah dan budaya harusnya kembali menengok realita yang terjadi di masyarakat sekitarnya dan tidak hanya berbicara mengenai teori merawat cagar budaya atau berbicara sejarah secara ‘ndakikndakik’ (Bahasa yang terlalu tinggi,red) saja.
50
“Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali.” - Tan Malaka Apa yang telah dikatakan oleh Tan Malaka kiranya benar dalam masalah yang penulis sebutkan di awal. Realita yang dialami kaum intelektual terkadang menjadi jauh dengan masyarakatnya—bahkan menjangkit penulis sendiri. Walaupun begitu, harusnya kita semua sebagai intelektual universitas harusnya bisa menakar antara porsi teoritis, porsi praktek lalu dipadukan untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai pentingnya cagar budaya dan warisan sejarah. Menguak Lokalitas Semangat kelokalan menjadi semangat Zaman Postmodern. Kita semua sebagai seorang akademisi ataupun sebagai masyarakat biasa terkadang menjadi muak jika membicarakan narasi-narasi besar yang ada di sekitar kita. Berbicara mengenai cerita-cerita yang berada dalam buku pelajaran kita semasa SMA atau SMP kiranya sudah menjadi usang. Harusnya kita mencoba mulai membicarakan tanah yang kita pijak saat ini. Tidak usah muluk-muluk membahas tentang pertempuran Surabaya, Serangan Umum Satu Maret, G30 September dan banyak lagi. Bukan bermaksud menolak mentah-mentah, namun bersifat menganjurkan bahwasanya di tanah kita sendiri memiliki sejarah yang menarik juga untuk dibahas. Jika saja kita terlalu lelap dalam narasi besar sejarah, terkadang juga kita akan lupa bahwa ada banyak bangunan ikonik masa kolonial atau masa kerajaan yang hilang atau dihancurkan sedemikian rupa. Hal ini serupa yang dialami oleh penulis di daerahnya, Mojoagung, Jombang. Penulis kiranya terlalu lelap dalam narasi besar sejarah yang akhirnya ada satu bangunan yang ikonik (walaupun hanya semacam gardu listrik zaman kolonial) itu dihancurkan, atau monumen Bambu Runcing di perempatan Mojoagung yang dulu pernah polemik karena diganti menjadi monumen UKS
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
SWARA (walaupun sekarang sudah diganti menjadi bambu runcing lagi).
cagar budaya — walaupun tidaklah bisa dianggap cagar budaya secara nasional. Mari kita akui itu.
Lokal memang tak terlalu penting-penting amat atau bahkan dapat dipinggirkan, namun disitulah kita semua sadar bahwa seharusnya sejarah local kita sangatlah menarik untuk dibahas. Bayangkan saja, di kecamatan penulis saja memiliki beribu-ribu arsip kolonial dan foto-foto yang sangat menawan untuk dipajangkan di media sosial atau festival setempat. Belum lagi sejarah lokal tingkat kabupaten, pasti akan lebih banyak lagi tentunya di daerah Jombang, tercatat ada empat puluh ribu artikel koran dalam arsip delpher. nl. Maka pada saat inilah harusnya kita semua sebagai pemuda bergerak tuk menyelamatkan cerita-cerita
Waktunya Pemuda Bergerak
pinggiran tersebut, setidaknya bisa diwariskan kepada masyarakat umum lingkup lokal saja.
pemuda-pemudi. Tak perlu menunggu bantuan negara dan seisinya, namun kita juga mampu tuk bergerak sesuai kapasitas masing-masing secara mandiri. Mungkin saja kita bisa mencoba bergerak bersama dengan membentuk komunitas ataupun secara individu kita bisa mencoba mem-posting bangunan-bangunan bersejarah atau sejarah lokal yang ada di media sosial kita. Hal ini bertujuan untuk menyadarkan masyarakat umum dan merawat bangunan bersejarah ini agar tidak ditelan zaman atau dihancurkan begitu saja.
Memang tidak banyak yang ditetapkan sebagai cagar budaya di setiap daerah. Namun tetap saja harus dilestarikan keberadaannya. Mengutip dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 pada bab 3, bahwasanya cagar budaya harus berusia 50 tahun atau lebih; Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan /atau kebudayaan; dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
•
e
Memang tidak banyak yang mewakili dari kriteria tersebut, namun mari kita tepiskan dulu kriteria tersebut dan menganggap bahwa sudut-sudut kota berupa bangunan tua itu sangatlah berarti dan mari kita anggap sebagai
Penulis adalah mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Airlangga. Penulis juga pegiat sejarah lokal yang diwadahi oleh “Museum Mojoagung” dan menjadi pimpinan redaksi di “Buletin De Soekodono” atau bisa disebut “Buletin Museum Mojoagung”.
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
Kita membutuhkan patron-patron muda yang masih mempunyai enerji banyak tuk bergerak. Seperti yang telah ditulis di awal, setidaknya para pemuda bisa mengajak tuk mengakui bahwa tanah kita memiliki lingkup historis yang menawan. Kedua, mari kita mempercayai bahwa tiap bangunan lama memiliki nilai historis yang sangat berarti (tidak harus memiliki arti penting pada lingkup nasional. Lingkup keluarga pun juga sangat indah).
Gerakan seperti ini harusnya digerakkan oleh
Langkah-langkah mandiri tersebut cenderung manjur dan akan mendapat respon baik oleh banyak kalangan umum, tak perlu berharap lebih. Mungkin saja kita hanya dapat apresiasi saja, namun di suatu saat jika kita tetap konsisten dalam gerak sunyi ini, orangorang akan sadar dengan perbuatan kita dan akan ikut dalam barikade kita untuk melestarikan sejarah kita untuk masa depan. Setidaknya kita dapat penghargaan berupa “berguna bagi masyarakat” sebagai label kita pribadi. Mungkin itu saja pesan-pesan yang ingin penulis sampaikan. Tak ada yang istimewa. Jika saja penulis ada salah sebut, salah kata atau kesalahan lain, mohon dimaafkan ataupun dikritik, penulis akan menerimanya dengan senang hati. Jika ada narasi yang diajukan untuk menambah tulisan ini atau kontra narasi dari tulisan ini, penulis akan siap mengapresiasi dan berdiskusi.
51
e
BUDAYA
Manten Tebu: Tradisi Tak Lekang Waktu Salah satu daerah yang memiliki tradisi ini adalah Kabupaten Tulungagung. Tradisi ini biasa dilakukan menjelang buka giling tebu. Tepatnya di pabrik gula Modjopanggung yang berada di Desa Sidorejo, Kecamatan Kauman, Kabupaten Tulungagung. Tradisi ini sudah sangat lama dijalankan dan masih dilestarikan hingga sekarang. Namun sayangnya, perayaan manten
J
tebu yang biasanya diawali dengan banyak perlombaan dan juga pasar malam menjadi sepi dan hanya dilaksanakan secara tertutup tanpa ada perayaan seperti tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan pandemi Covid-19 yang juga melanda daerah Tulungagung.
repro.internet
awa merupakan pulau yang masuk dalam Kepulauan Sunda Besar. Jawa menyimpan banyak pesona baik alam maupun budayanya yang hampir semuanya menarik untuk ditelusuri lebih jauh. Tradisi yang masih kental pun bagaikan sebuah berlian yang sangat menarik untuk dipelajari. Ragam setiap jengkal yang berbeda-beda membuat Jawa sangat kaya akan tradisi dan budaya. Seiring waktu berjalan dan masuknya dunia ke era baru bernama Revolusi Industri 4.0 ini ada banyak sekali tradisi dan budaya yang lambat laun dilupakan. Keberadaannya pun ada yang dapat dipastikan sudah punah, ada yang bergerak menuju kepunahan, namun ada pula yang sampai sekarang masih dipertahankan. Hal inilah yang seharusnya menjadi pemantik bagi generasi muda, masyarakat, dan juga para pemangku kebijakan negeri untuk lebih dalam memperhatikan aspek tradisi dan budaya yang ada di Indonesia. Salah satu dari banyaknya budaya dan tradisi Jawa yang masih ada dan bertahan adalah manten tebu. Manten tebu ini sering kali dijumpai di daerah-daerah yang memiliki pabrik gula. Manten tebu biasanya dapat dijumpai di Blitar, Tulungagung, Jombang, dan daerahdaerah lainnya. Walaupun secara penyebutan tradisi ini sama, yaitu bernama manten tebu, namun setiap daerah memiliki karakteristik masing-masing.
52
Terlepas dari hal di atas, manten tebu ini menjadi sesuatu yang sangat menarik untuk kita tilik lebih dalam, baik dari perspektif asal-usul atau sejarahnya, prosesi pelaksanan, hingga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian akan ada banyak pengetahuan yang kita dapatkan setelah menelusuri lebih dalam terkait manten tebu yang ada di Tulungagung. 29 Agustus 2021, kru LPM Dimensi mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai Didit yang tak lain merupakan pembuat boneka manten tebu. Dalam kesempatan ini, didapatkan secarik cerita tentang asal muasal manten tebu. Beliau juga memberikan sebuah dokumen lengkap tentang asal-usul, prosesi, hingga nilai-nilai dari manten tebu di Tulungagung. Dokumen ini pun menjadi bahan tulisan kru LPM Dimensi tentang manten tebu di Tulungagung. “Datane iku ada, panjang, saya punya. Itu nanti urutannya ada. Pembuatan proses e (prosesnya,red). Kalau gak salah sampek proses sampai (tiba,red.) di pabrik. Ada semua kalau ga salah. Nanti bisa di-copy.” ucap Didit. Asal-Usul Manten Tebu Tulungagung
Asal-usul munculnya tradisi manten tebu di
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
BUDAYA
e
Tulungagung tak terlepas dari sejarah berdirinya pabrik gula Modjopanggung Tulungagung. Pabrik gula ini telah berdiri sejak zaman penjajahan Belanda di Indonesia, yakni pada 1852 dan masih beroperasi hingga sekarang.
agar tidak terjadi gangguan atau marabahaya yang dapat mengancam sewaktu-waktu. Dalam prosesi ini juga dibutuhkan sesajen, sepasang kembar mayang dan juga boneka manten tebu itu sendiri.
Berdasarkan dokumen yang diberikan oleh Didit serta sedikit penjelasan dari beliau, pabrik ini awal mulanya dibangun karena gagasan dari seseorang warga negara Belanda bernama Denger beserta anaknya yaitu Nyah Kontreng yang ingin mendirikan sebuah pabrik gula di Tulungagung. Untuk mewujudkan gagasannya, Denger mengajak seorang sesepuh desa setempat bernama Wongso untuk bekerja sama dalam pendirian pabrik gula tersebut.
Pembuatan manten tebu diawali dengan membuat kerangkanya dari bambu. Adonan utamanya yaitu tepung beras yang dicampur dengan air santan dengan perbandingan 5:1. Lalu, adonan dimasukkan ke dalam teko plastik sehingga menyerupai bentuk manusia dan diberi gula aren di tengahnya sebagai perlambang dari darah. Setelah adonan dibentuk dengan wujud seperti manusia, barulah di masukkan ke dalam dandang atau panci besar untuk dikukus.Singkat cerita, setelah selesai dikukus dan dingin boneka itu
Sebelum berupa pabrik gula seperti sekarang,
lahan tersebut dahulu merupakan hutan rimba. Untuk mendirikan bangunan di lahan tersebut terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Persyaratan tersebut adalah menyiapkan sepasang pengantin dan mengubur kepala kerbau sebelum memulai proses buka giling. Pengantin di sini tidak berupa manusia, akan tetapi sebuah boneka yang disebut golekan. “Orang Belanda dulu mau buat pabrik di sini. Sini dulu kan masih alas, hutan, kebetulan mbah saya itu mengerti orang-orang apa, istilahe punya keyakinan begitu dimintai bantuan untuk membersihkan lokasi, ternyata di situ itu ada yang istilahe mbaurekso, itu istilahnya mbah yut saya yang dimintai bantuan belanda itu, piye carane aku iso ngadekno (pabrik) nek kene.” ucap Didit. Tahap Persiapan Tahap persiapan dalam tradisi manten tebu ini meliputi: acara nyambung tuwuh nyiram tuwuh atau selamatan, melengkapi sesajen, membuat sepasang kembar mayang, dan membuat sepasang boneka pengantin. Acara selamatan ini biasa di lakukan pada sore hari sebelum pembuatan sepasang boneka pengantin. Dipimpin oleh seseorang yang biasa memimpin acara selamatan pada umumnya dari masyarakat setempat. Tujuan dilakukannya acara selamatan ini adalah sematamata untuk meminta keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar sebelum membuat sepasang boneka temanten dan meminta keselamatan dalam menjalankan pekerjaan di pabrik gula Modjopanggung
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
dirias. Bahan yang dibutuhkan untuk merias sepasang boneka temanten antara lain: kain bludru hitam dan jarit sidomukti sebagai busana pengantin, blangkon, kalung, anting-anting emas, dan sunduk manten mentul. Tahap pelaksanaan Sebelum masa pandemi, pelaksanaan manten tebu ini dimulai pada pagi hari pukul 05.00 WIB. Yakni di kediaman Didit pembuat boneka manten, tepatnya di Dusun Boneng, Desa Sidorejo, Kecamatan Kauman, Kabupaten Tulungagung. Namun, semenjak pandemi prosesi manten tebu hanya dilakukan secara tertutup oleh pihak internal pabrik gula Modjopanggung. Secara garis besar, prosesi mantenan tebu ini terdiri dari empat tahapan yang harus dilalui, yaitu prosesi siraman tebu welasan, prosesi seserahan, prosesi arak-arakan, dan prosesi penggilingan manten tebu di pabrik gula Modjopanggung. Acara pertama dalam prosesi manten tebu ini adalah siraman tebu welasan. Siraman ini dimaksudkan agar tebu yang pertama kali digunakan itu bersih, sehingga menghasilkan gula yang berkualitas. Tebu welasan ini diikat dan dikalungi rangkaian bunga melati. Kemudian, tebu welasan disiram menggunakan air kembang telon yang terdiri dari tiga jenis bunga yaitu bunga kenanga, bunga mawar, dan bunga melati. Prosesi siraman tebu welasan ini dilakukan oleh perwakilan pihak pabrik gula Modjopanggung dan Asosiasi Petani Tebu Rakyat. Hal ini dilakukan karena para petani dianggap telah berjasa menanam dan
53
e
BUDAYA
merawat tebu hingga dapat dipanen saat musim buka giling tebu di pabrik gula Modjopanggung. Masingmasing pihak menyiram tebu welasan sebanyak tiga kali siraman. Setelah prosesi siraman tebu welasan selesai, selanjutnya dilakukan prosesi seserahan dari pihak pembuat boneka kepada pihak pabrik gula Modjopanggung, sekaligus membawa sepasang boneka pengantin untuk diarak menuju pabrik.
diserahkan secara estafet kepada Manager Tanaman pabrik gula Modjopanggung beserta istri. Lalu, mereka membawa boneka pengantin tersebut ke rumah dinas General Manager untuk diarak menuju tempat penggilingan tebu. Sesampainya di tempat penggilingan, boneka pengantin tebu diserahkan kepada Manajer Pengolahan dan Instalasi sebelum boneka pengantin tebu dimasukkan ke dalam penggilingan.
Sebelum diserahkan ke pihak pabrik gula, sepasang boneka pengantin tebu terlebih dahulu didoakan oleh pembuatnya. Maksud dari adanya doa ini yaitu agar sepasang boneka pengantin tebu menjadi berkah bagi seluruh karyawan pabrik. Hal ini senada dengan ungkapan Didit yang menyatakan bahwa pada
Prosesi yang terakhir yaitu prosesi penggilingan manten tebu. Sepasang boneka pengantin tebu diletakkan di mesin penggilingan beserta sesajen dan tebu welasan. Semuanya akan digiling bersamasama untuk mengawali proses penggilingan. Sebelum memasuki mesin giling, General Manager terlebih dahulu
dasarnya ritual manten tebu dilakukan sebagai upaya dalam menjaga keselamatan seluruh karyawan pabrik. Setelah selesai didoakan barulah sepasang boneka pengantin tersebut diserahkan kepada pihak pabrik dengan diarak menggunakan dokar atau kereta kuda yang telah dihias sedemikian rupa.
menyampaikan sambutan mengenai tradisi manten tebu di pabrik gula Modjopanggung. Setelah itu, barulah manten tebu dan sesajen digiling bersama-sama untuk menandai bahwa pabrik gula Modjopanggung telah siap memasuki musim buka giling.
Prosesi selanjutnya yaitu arak-arakan, dimulai dari kediaman Didit menuju gerbang masuk sebelah barat pabrik gula Modjopanggung. Adapun susunan arak-arakan itu sebagaimana arak-arakan pengantin pada umunya, dibelakang kereta kuda yang ditunggangi oleh pengantin. Selanjutnya, diikuti dengan iring-iringan para karyawan pabrik dan perwakilan dari Asosiasi Petani Tebu Rakyat yang membawa seluruh sesaji serta tebu welasan yang telah dimandikan tadi. Prosesi ini juga melibatkan kesenian jaranan yang mengiringi kereta kencana pembawa boneka manten. Sesampainya di pintu gerbang masuk sebelah barat pabrik gula Modjopanggung, sepasang boneka pengantin diserahkan kepada Serikat Pekerja pabrik gula Modjopanggung. Setelah itu, sepasang boneka pengantin tersebut dibawa ke kantor umum pabrik gula Modjopanggung dan disambut oleh penari Gambyong dengan menebarkan bunga dan cucuk lampah sebagai pembuka jalan iring-iringan. Arak-arakan dilanjutkan menuju depan kantor pabrik gula untuk diserahkan kepada Manager Keuangan dan Umum beserta istri. Kemudian boneka pengantin tebu tersebut dibawa menuju depan aula gedung pertemuan untuk
54
Acara manten tebu ini memberikan banyak nilainilai positif kepada masyarakat. Selain nilai budaya, manten tebu mempunyai nilai sosial dan ekonomi. Tradisi manten tebu ini menjadi salah satu cara untuk tetap melestarikan kebudayaan daerah setempat. Selain itu juga dapat menjadi ajang silaturahmi dan sosialisasi masyarakat sekitarnhya. Sedangkan saat prosesi arak-arakan warga sekitarpun juga antusias menyaksikan iring-iringan manten tebu menuju pabrik gula Modjopanggung. Ramainya pengunjung yang datang memenuhi area sekitar pabrik memberikan peluang bagi juru parker. “Dengan adanya royalan itu luar biasa tanpa kita hitung parkir itu bisa sampai penuh (Dengan adanya acara royalan tersebut, setiap stand parkir bisa penuh,red). Masyarakat sekitar pada bisa jualan saat itu sehingga dengan adanya royalan itu banyak mendatangkan rezeki pada masyarakat desa.” Ucap Sudibyo. Antusiasme tidak hanya diraskan oleh warga sekitar Tulungagung saja, namun juga daerah lainnya. Hal ini menjadi motivasi tersendiri bagi warga pabrik agar tetap melestarikan budaya yang diadakan setahun sekali ini.(Ans, Tys, Kha, Sdy)
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
SUPLEMEN
Krisis Lingkungan Hidup yang Disamarkan
S repro.internet
e
Oleh M. Khozin
ebuah organisasi ilmuwan yang yang menamai dirinya dengan Panel Antar Pemerintah tentang perubahan iklim atau Intergovernmental Panel
ekstraktif. Wilayah daratan yang secara legal dikuasai korporasi sebesar 82.91%, dengan 29,75% adalah wilayah laut. Sedangkan data The Intergovem mental
on Climite Change (IPCC) memberikan kode merah bagi umat manusia. Tidak hanya ditujukan untuk beberapa negara, melainkan untuk seluruh negara di dunia. Peringatan ini disampaikan oleh Sekretaris Jendral (Sekjend) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, setelah diterbitkannya laporan kerja ilmuwan IPCC pada 9 Agustus 2021.
science-policy platform on biodiversity and ecosystem service (IPBES) 2018, menyebutkan setiap tahunnya Indonesia kehilangan 680 ribu hektar hutan.
Data yang diungkapkan organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO), polusi udara menyebabkan jutaan orang di dunia meninggal setiap tahunnya. Selain itu, paling tidak menyumbang sepertiga dari kematian akibat kanker paru-paru, penyakit jantung, dan stroke. Hal ini membuat kita bertanya-tanya mengenai keadaan yang sedemikian rupa. Kerusakan lingkungan menjadi salah satu penyebab terjadinya kejadian tersebut. Melansir dari analisis di dw.com, menemukan bahwa rata-rata 7,3 juta hektar hutan hilang, untuk dijadikan perkebunan besar, pemukiman dan pertanian monokultur lainnya. Menjadikan fungsi hutan sebagai penyerap emisi karbon dioksida turun drastis sekaligus memperparah laju pemanasan global. Kondisi lingkungan di Indonesia sendiri sedang sangat tidak baik-baik saja. Banyak hutan yang terus mengalami eksploitasi dan penghancuran oleh korporasi. Mengutip dari data yang dipaparkan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), sebanyak 159 juta hektar lahan sudah terkapling dalam ijin investasi industri
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
Laporan dari Auriga Nusantara juga sangat mengkhawatirkan. Selama rezim Joko Widodo (Jokowi), setidaknya dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini terjadi deforestasi di Papua seluas 663.443 hektar, dan 71% diantaranya terjadi pada 2011 sampai 2019. Pembukaan lahan perkebunan sawit menjadi penyumbang deforestasi terbesar, yakni seluas 339.247 hektar. Mengejutkanya lagi hanya 194 hektar lahan saja yang sudah ditanami sawit, dan selebihnya dibiarkan dalam kondisi rusak. Indonesia juga merupakan satu dari 35 negara dengan tingkat ancaman bencana alam tertinggi. Badan Nasional Penaggulangan Bencana (BNPB) mencatat sekitar 5 tahun terakhir mulai dari 2015 hingga 2020 ada 16.484 kejadian bencana. Melihat jumlah dari kasus yang dipaparkan, paling tidak satu hari di Indonesia mengalami 9 kali bencana. Seperti yang kita ketahui banyak macam bencana yang dikatakan bencana alam mulai dari gunung meletus, gempa, tsunami, dan lain sebagainya. Menurut Abdul Muhari, Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, memaparkan ada setidaknya 733 peristiwa banjir, 475 cuaca ekstrem, 342 tanah longsor, 205 kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), 23 gempa
55
e
SUPLEMEN
bumi, 22 gelombang pasang dan abrasi, dan 5 kejadian kekeringan selama kurun waktu 2021 ini. Seperti yang ramai diperbincangkan 2021 mengenai penyabab banjir yang terjadi di Kalimantan. Banyak pejabat publik, salah satunya Jokowi, menyalahkan curah hujan yang tinggi sebagai penyebab banjir.
menutup kemungkinan akan bertambah. Pembangunan ini juga bisa berdampak pada penyempitan lahan resapan air dan akan merusak hutan Kalimantan, di mana menjadi salah satu hutan hujan tropis besar di dunia. Tidak hanya penyempitan hutan, Indonesia juga merupakan penyumbang sampah terbesar kedua di
repro.internet
Selain itu, Kalimantan juga mengalami Karhutla yang merupakan salah satu Karhutla terbesar hingga menyebabkan wilayah tersebut ditutupi kabut asap tebal selama berminggu-minggu. Hal ini menyebabkan banyak korban jiwa berjatuhan. Sementara itu ketika ditelusuri dan didokumentasikan oleh ”Watchdog”, terjadi banyak praktik pembalakan hutan oleh para penguasa untuk dijadikan lahan perkebunan sawit tanpa memikirkan dampak kerusakan lingkungan.
dunia, menurut pemaparan The Economist Intelligence Unit 2017. Bila dirata-rata, setiap orang di Indonesia menyumbang setidaknya 300 Kilogram sampah perhari. Sedangkan menurut Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) sampah makanan menyumbang 46,75% dari total sampah di Indonesia. Keadaan ini terlihat miris, dengan angka kelaparan di Indonesia yang masih tinggi, di mana angka limbah makanan tersebut bisa menghidupi sekitar 28 juta jiwa atau 11% penduduk Indonesia.
Perkara ini juga berkaitan dengan rencana perpindahan ibu kota pemerintahan Indonesia ke Kalimantan Timur. Ibu kota baru ini, rencananya akan dibangun di atas lahan sebesar 3000 hektar dan tidak
Para ilmuan IPCC memprediksi, dalam 20 tahun kedepan beresiko tidak bisa lagi dikendalikan. Dari 14 ribu studi yang sudah dilakukan, menunjukan
56
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
SUPLEMEN penyebab kenaikan suhu bumi sebesar 1,1 derajat celsius diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara. Mengingat pembangkit listrik besar di Indonesia menggunakan bahan bakar batu bara. Rezim Jokowi pun tidak kendor dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di berbagai titik di Indonesia. Jokowi sendiri mengklaim akan meningkatkan Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Tapi, kenyataannya 60% listrik yang dihasilkan adalah dari PLTU dan hanya 24 persen dari EBT dan penambahan proyek PLTU baru Jokowi terus berlanjut hingga 2024. Mengingat hal ini, PLTU di Indonesia sangat aktif menyumbang kenaikan suhu bumi, dan penyempitan hutan yang masih gencar dilakukan rezim Jokowi semakin memperparah pemanasan global. Hingga saat ini pun rezim Jokowi terus melakukan perusakan dan mempermudah perizinan dalam merusak lingkungan. Adanya Undang-Undang Cipta Kerja dengan dalih mempermudah lapangan pekerjaan, tetapi pada konsep kerjanya malah mempermudah perusakan dan masuknya tenaga asing yang membuat alam Indonesia semakin hancur tak terkendali. Menjadikan bencana krisis lingkungan hidup semakin menjadi-jadi. Hingga sekarang, masih banyak bencana yang disebabkan oleh tangan manusia sendiri, mulai dari munculnya lumpur lapindo di Sidoarjo yang menyebabkan keluarnya lumpur dan menyebabkan tenggelamnya 16 desa serta puluhan ribu rumah
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
e
warga. Belum lagi kebakaran dan pembalakan hutan yang terjadi di Kalimantan, Sumatera, dan Papua. Pada zaman Soeharto pernah digalakan peningkatan lumbung pangan di Indonesia yang nyatanya gagal dalam melaksanakan fungsi dan tujuannya. Hal tersebut berimbas pada kerusakan ekologi disekitarnya dan sekarang diulangi oleh Jokowi dalam pembangunan food esteate dengan membangun bendungan serta membuka lahan pertanian yang rencanya sebesar 165.000 hektar dan sudah berjalan sebesar 137.00 hektar di Kalimantan Tengah. Maka, tak heran jika Kalimantan menjadi calon langganan banjir tahunan, karena berkurangnya hutan dan lahan serapan. Papua juga termasuk dalam radar pembangunan Jokowi, seperti yang terjadi pada hutan Papua yang mulai dihabisi untuk kepenting industri dan lahan persawahan. Padahal, makanan pokok masyarakat Papua adalah sagu. Papua yang terkenal dengan daerah yang masih asri dan jarang dijamah, mulai gunduli hutannya, menjadikan keindahan Papua yang semakin rusak diperkosa rezim. Memang yang merusak alam adalah manusia, tapi hanya kalangan elit yang merasakan emasnya alam. Naasnya, masyarakat miskin yang terkena getahnya. Rezim yang mengeruk, dan masyarakat yang mempertahankan alam mendapat dikrimanalisasi dan mencoba dihilangkan.
57
e
SUPLEMEN
Diskursus Hukum dan Moral LGBT
I
Oleh Q. Aini
ndonesia menjadi negara hukum, yang mana pernyataan tersebut tertulis jelas di Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 Ayat 3 yang berbunyi, “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Pernyataan tersebut mempertegas bahwa masyarakat Indonesia wajib mentaati aturan yang berlaku. Aturan yang d i m a k s u d berupa aspek dalam kehidupan
Berbicara terkait HAM, masih banyak persoalan atau masalah di Indonesia yang belum tertangani. Bahkan masalah pelanggaran HAM pun kerap muncul dan bertambah banyak. Salah satunya adalah pro dan kontra terkait Lesbian, Gay, Biseksual, Tr a n s g e n d e r (LGBT). Secara sederhana, lesbian dapat dimaknai dan
masyarakat agar mewujudkan negara yang aman, tentram, sejahtera. Hal ini akan memunculkan supremasi hukum, yang mana negara menggunakan hukum sebagai patokan atau aturan tertinggi dalam segala bidang. Dengan ini, hukum sebagai alat pelindung rakyat tanpa adanya intervensi dan penyalahgunaan hukum termasuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
merujuk kepada perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan. Gay diarahkan kepada laki-laki yang tertarik dengan sesama jenis. Sedangkan, biseksual menunjukkan ketertarikan pada semua jenis kelamin. Transgender sebagai suatu identitas gender seseorang yang berbeda dari gender yang ditetapkan sejak lahir. Atau, transgender menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia V yaitu mengganti jenis kelamin dengan operasi.
repro.internet
Salah satu ciri negara hukum adalah adanya peradilan pidana dan perdata. Peradilan pidana sebagai peradilan yang mengurus pelanggaran hukum yang menyangkut banyak orang. Sedangkan, peradilan perdata mengurus pelanggaran hukum yang hanya melibatkan perseorangan. Akan tetapi, adanya peradilan pidana yang diterapkan di Indonesia kurang maksimal. Terbukti dengan adanya pelanggaran HAM dan kejahatan lainnya. HAM sebagai suatu hak dan kebebasan fundamental bagi seluruh manusia tanpa memandang kebangsaan, etnis, bahasa, jenis kelamin, dan status lainnya. HAM pun telah diatur di UndangUndang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
58
Menurut survei nasional yang diadakan oleh Saiful Munjani Research and Consulting (SMRC) pada Maret 2016 hingga September dan Desember 2017, dengan responden sejumlah 1.220 orang, sebanyak 3,2 persen terdapat margin of error. Terdapat 85,4% pada September 2017 penduduk Indonesia yang menilai bahwa LGBT merupakan ancaman, pada Desember naik menjadi 87,6. Dan 10,8% menilai sebaliknya, sisanya tidak menjawab. Sejalan dengan hasil survei yang sama, terdapat 81,5% setuju bahwa LGBT dilarang oleh agama. Sedangkan 8,6% tidak setuju dengan pernyataan tersebut dan sisanya tidak menjawab.
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
SUPLEMEN Survei juga menghasilkan bahwa terdapat 53,3% orang tidak menerima apabila keluarga atau orang terdekat seorang LGBT, 41,1% menyatakan menerima, dan isanya tidak menjawab. Survei nasional SMRC juga mendapati, 57,7% responden berpendapat bahwa LGBT punya hak hidup di negara kita. Adapun yang berpendapat sebaliknya sebesar 41,1%, sisanya tidak menjawab. Hasil survei terakhir memberikan kabar gembira, bahwa terdapat lebih banyak responden yang setuju bahwa LGBT memiliki hak hidup di Indonesia. Dikutip dari tempo.co dengan judul “Ketua DPR Sebut Eropa Minta Larangan LGBT di RKUHP Dicabut”, menyatakan bahwa payung hukum terkait LGBT pun masih rentan di Indonesia. Aturan larangan LGBT dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) Pasal 421 Ayat 1 yang berbunyi, “setiap orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain yang berbeda atau sama jenis kelaminnya di depan umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori III”. Adanya RUU KUHP tersebut membuat kelompok LGBT semakin terdiskriminasi. Pasal tersebut menyatakan dengan eksplisit terkait perbuatan cabul sesama jenis. Adanya penyebutan jenis kelamin dalam pasal tersebut membuat kelompok pro LGBT khawatir akan munculnya peraturan turunan yang memicu perlakukan diskriminatif. repro.internet Terbukti pada 7 Oktober 2021 bahwa news. detik.com merilis berita terkait anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dipenjara karena seks sesama jenis, anggota TNI di Surabaya dipecat dan dipenjara 6 bulan karena terbukti melakukan hubungan seks sesama jenis kepada delapan anggota TNI lainnya.
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
e
Terdapat pula RUU KUHP terkait perluasan maknsa zina, pasal 417 dan 418. Pasal 417 Ayat 1 menyebutkan, setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidanakan karena perzinaan. Pada pasal 418 Ayat 1 mengatur, setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak kategori ll atau 10 juta. Dalam kedua pasal tersebut tidak disinggung sama sekali terkait kriminalisasi LGBT. Tidak adanya hukum yang mengatur terkait tindak kriminalisasi terhadap LGBT dengan tegas terjafi pada kasus Reynhard Sinaga (RS). Kejahatan seksual atau pemerkosaan yang dilakukan olehnya telah membuat berbagai kalangan turut prihatin terhadap korban sejumlahk 190 laki-laki. Kasus yang mencoreng nama Indonesia di dunia internasional ini dikarenakan kurangnya keseriusan negara dalam menangani kejahatan kesusilaan dan membendung propaganda kebebsan seksual dan penyimpangan seksual terhadap LGBT. Dikutip dari cintakeluarga.org, belum optimalnya kebijakan nasional yang berpihak pada penguatan keluarga dan l e m a h n y a kontrol sosial, serta tidak adanya payung hukum yang tegas terkait perilaku seks bebas dan LGBT, menyebabkan generasi muda Indonesia semakin rentan sehingga mudah terjebak pada aktivitas seksual yang menyimpang. Seperti kasus RS, ia menjadi aktor kejahatan seksual internasional. Adanya kasus tersebut di dukung oleh minimnya lembaga pendampingan dan konseling terhadap kelompok LGBT.
59
e
SUPLEMEN
Akan tetapi, jika perilaku seksual dilakukan oleh suka sama suka dan terdapat persetujuan dari kedua belah pihak, maka perilaku tersebut bukan tindak kejahatan. Bagaimana dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan BAB 1 Pasal 1, bahwa perkawinan ialah ikatan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Undang-Undang tersebut pun menuai pro dan kontra karena penyebutan pria dan wanita. Bagi kelompok pro LGBT, undang-undang tersebut dapat mendiskriminasi LGBT. Begitu banyak kelompok pro LGBT yang menyuarakan HAM, yang mana manusia harus saling menghormati dan menghargai segala jenis kekurangan atau kelebihan sesamanya. Beberapa orang pun berpendapat bahwa LGBT bukanlah kelompok yang harus ditakuti mau pun dihapus hak-haknya. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa LGBT adalah suatu penyakit yang
harus segera disembuhkan. Ada pula masayarakat yang beranggapan bahwa LGBT merupakan kelompok yang mengalami penderitaan atau pun depresi akibat intimidasi dari masyarakat sendiri. Padahal, terdapat LGBT yang mengakui bahwa orientasi seks yang mereka miliki adalah suatu hal yang menyimpang. Beberapa dari mereka memilih mencari lembaga atau mengikuti pendampingan yang dapat mengedukasi dan memotivasi untuk mendapatkan kehidupan yang normal. cintakeluarga.org, Sayangnya, untuk keluar dari jerat dunia seks atau relasi cinta sesama jenis bukanlah hal yang mudah. Dengan adanya konten-koten pornografi hingga perdebatan maupun kampanye yang terdapat di dunia maya juga menjadikan kelompok LGBT ini khwatir. Oleh karena itu, dalam kasus yang dialami, LGBT memohon kepada negara untuk menyediakan payung hukum bagi yang menginginkan kesembuhan (kembali seperti masyarakat pada umumnya). Kesembuhan dari penyakit merupakan hak mereka yang harus dipenuhi oleh negara.
repro.internet
60
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
KIPRAH
e
Prasasti, Aksara Jawa dan Asta Gayatri
“
repro.internet
“Mengenalkan bentuk-bentuk aksara itu adalah suatu penyelamatan jadi kalau generasi kita mengenal aksara itu ia dalah suatu bentuk penyelamatan (sejarah),” Sugeng Riadi.
P
erkembangan media sosial semakin memperluas jangkauan setiap orang dalam berkomunikasi. Salah satu media sosial yang berkembang cukup pesat di Indonesia adalah Facebook. Kehadiran Facebook mempertemukan banyak orang dari berbagai kalangan. Berawal dari Facebook pula pertemuan Asta Gayatri dimulai dengan ketidaksengajaan. Berdasarkan paparan Agung Cahyadi yang merupakan Seksi Publikasi Asta Gayatri, anggota Asta Gayatri pada awalnya bertukar informasi sejarah melalui salah satu grup Facebook. Mereka juga saling berkomunikasi setelah mengunggah informasi. Tidak disangka, ternyata mereka tinggal di satu kota yang sama, yakni Tulungagung. Perbincangan kemudian dilakukan secara langsung dengan pertemuan di warung kopi (warkop). Perbincangan lantas disepakati berlanjut ke grup WhatsApp (WA) guna memudahkan komunikasi secara virtual. Pada awalnya terdapat 14 anggota yang masuk dalam grup WA. Salah satu anggota lalu berinisiatif menamai grup WA dengan “Mbrang Kidul”. Namun, nama tersebut masih belum disepakati sebagai nama resmi komunitas. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab Mbrang Kidul belum memiliki arti yang bermakna. Kemudian melalui musyawarah disepakati nama Mbrang Kidul diganti dengan nama “Asta Gayatri”. Komunitas ini dibentuk pada tanggal 14 Maret 2017. Secara umum nama Asta
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
Gayatri merupakan cerminan yang mampu mewakili sejarah Tulungagung. Nama tersebut juga memiliki arti yang selaras dengan visi dan misi komunitas. Asta Gayatri sebagai simbol tujuan komunitas Secara istilah, kata Asta Gayatri berasal dari bahasa Jawa, yakni “Asta” yang berarti tangan. Sedangkan kata “Gayatri” diambil dari nama salah satu istri Raden Wijaya sebagai pendiri Kerajaan Majapahit, yakni Gayatri Rajapatni. Dengan demikian, Asta Gayatri dapat diartikan sebagai tangan dari Gayatri Rajapatni. Agung juga menjelaskan nama Asta Gayatri memiliki makna lain. Asta adalah singkatan dari Among Sejarah atau merawat sejarah, sedangkan Gayatri tetap diambil dari nama salah satu istri Raden Wijaya. Nama Gayatri dipilih karena dianggap sebagai Dewi Ilmu Pengetahuan dan pilar Kerajaan Majapahit.
Anggapan tersebut berasal dari sikap arca
pendharmaan Gayatri Rajapatni di Desa Boyolangu, Tulungagung. Arca tampak semajen atau meditasi dengan tangan berbentuk dharma cakra mudra yang memutar roda cakra. Dalam hal ini, roda cakra dapat diartikan sebagai pembelajaran. “Dharma cakra mudra ini artinya belajar atau mengajar atau tentang pembelajaran. Makanya Gayatri disebut Dewi Ilmu Pengetahuan karena sikap tangannya yang menunjukkan sikap mengajar,” kata Agung saat diwawancarai LPM DIMeNSI pada Senin, 22 Juni 2021. Asta Gayatri sendiri memiliki dua tujuan utama. Pertama, mempelajari Aksara Jawa kuno dan kedua,
61
e
KIPRAH
repro.internet
melakukan blusukan atau observasi dan pendataan pada situs-situs bersejarah. Blusukan kerap dilakukan sebagai kegiatan edukasi untuk masyarakat yang tinggal di area sekitar cagar budaya. Pelatihan aksara Jawa kuno sebagai bentuk pelestarian secara intelektual Aktivitas mempelajari Aksara Jawa kuno dilatarbelakangi keresahan anggota Asta Gayatri yang belum dapat membaca prasasti. Hal ini terjadi pada awal-awal aktivitas blusukan yang menyababkan mandeknya kegiatan tersebut. Oleh karena itu, Asta Gayatri memiliki keinginan untuk mempelajari Aksara Jawa kuno dan membagikannya pada masyarakat. Menurut Teguh Fahru Rozi sebagai anggota Komunitas, Aksara Jawa kuno adalah salah satu aksara mati yang perlu dilestarikan. Pelestarian dapat dilakukan secara intelektual, meskipun aksara tersebut digunakan pada 400 sampai 500 tahun yang lalu. Caranya dengan mempelajari Aksara Jawa kuno secara langsung dan virtual. Asta Gayatri tercatat pernah mengadakan pelatihan Aksara Jawa kuno sebelum pandemi Covid-19. Pelatihan pertama dilakukan di Desa
62
Tapan, Tulungagung. Sedangkan pelatihan kedua berlangsung di Warkop Dulur Kopi, Desa Panggungrejo, Tulungagung. Aktivitas ini diikuti sekitar 30 orang, di antaranya mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Sugeng Riadi selaku anggota Seksi Pendidikan Asta gayatri ikut serta dalam kongres Aksara Jawa I pada Bulan Maret 2021 diadakan di Daerah Istimewa Jogjakarta. Melalui acara tersebut di gelar sebagai upaya digitalisasi aksara jawa memungkinkan Aksara dapat di akses dalam platform digital manapun. “Atas dasar keprihatinan inilah kami menginisiasi kongres sebagai bentuk tanggung jawab kebudayaan,” ucap Sumadi ketua pelaksanan acara dikutip dari Tempo.co. Riadi menjelaskan mempelajari Aksara Jawa kuno adalah salah satu wujud penyelamatan. Komunitas setidaknya dapat menyelamatkan secara intelektual, meskipun tidak dapat menyelamatkan prasasti berisi aksara Jawa kuno secara fisik. Hal ini disebabkan aturan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Pada Pasal 26 ayat 4 berbunyi, “Setiap orang dilarang melakukan pencarian cagar budaya atau yang diduga cagar budaya dengan penggalian, penyelaman, dan/atau pengangkatan di
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
KIPRAH darat dan/atau di air sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kecuali dengan izin pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.” Sedangkan Ayat (2) dalam Undang-Undang Cagar Budaya Pasal 26 ayat 4 tertulis, “Pencarian cagar budaya atau yang diduga cagar budaya dapat dilakukan oleh setiap orang dengan penggalian, penyelamatan, dan/atau pengangkatan di darat dan/atau di air.” Namun, ada pula masyarakat Tulungagung yang menyimpan prasasti atau lempeng untuk kepentingan pribadi. “Sebenere kalo Tulungagung iku mau, warga istilahe kalo orang-orang dulu mau jujur, baik prasasti atau lempeng atau serat itu ada banyak di Tulungagung, cuma dimiliki sendiri. Ya mungkin kepentingan pribadi mergo nemune urung enek aturan. Undang-undange baru terbitkan 1992 (terjemahan,red),” tutur Heru Budianto selaku ketua Komunitas Asta Gayatri. Komunitas tersebut juga sering melakukan agenda blusukan yang dilakukan secara mandiri maupun secara bersama. Hal tersebut dilakukan sebagai edukasi kepada masyarakat terkait benda prasasti. Selain memberikan edukasi kegiatan tersebut dilakukan untuk pendataan benda-benda prasasti. “Blusukan itu bukan sekedar mengunjungi ya tapi kita lebih kepada konservasi (perlindungan) kita meng-update data tentang situs itu boleh jadi ada yang rusak ada yang bertambah atau ada yang hilang mendokumentasikan kapan kita terakhir datang dan sebagainya.” Tutur Agung Cahyadi Seksi Publikasi Asta Gayatri. Benda peningalan sejarah berstatus sebagai Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB). Melalui penelitian oleh Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) bendabenda tersebut akan ditetapkan sebagi Cagar Budaya (CB). Aturan tersebut Sesuatu aturan UndangUndang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
e
Dalam penelitiannya TACB Tulungagung juga bekerjasama dengan lembaga komunitas Asta Gayatri. Penelitian ODCB pernah dilakukan di Gunung Bolo Petilasan Roro Kembang Sore. Namun penelitian TACB tersebut sudah berhenti dilanjutkan akibat ODCB diporselin sehingga dinyatakan sudah tidak ada lagi. Menurut penjelasan Heru tempat yang biasanya disakralkan oleh para masyarakat kemungkinan terdapat ODCB. Hal tersebut, kemungkinan juga tempat tersebut merupakan alasan nama desa. Kepala Desa Jali pernah mencari arca Jali di Museum. Menurut cerita terdapat arca yang mulutnya dimasuki palus (alat kelamin) yang menjadi asal nama Desa Jali, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Tulungagung. Sedangkan di Desa Dawuk pernah ditemukan dua arca. Kedua arca tersebut di simpan secara terpisah. Arca pertama disimpan di Museum Wajakensis dan arca kedua di Balai Desa Dawuk. Selain itu penemuan di Miren, Ngranti, dan In Situ terdapat angka tahunnya. In Situ tersebut sudah ada rumah yang sekarang di sewakan penjahit. Di situ terdapat bata yang digunakan untuk pondasi. Selain itu terdapat prasasti batu Dakon yang sudah tinggal separo. Ada juga lumpang yang sudah tinggal separo. Benda-benda tersebut tidak bisa dikategorikan dalam cagar budaya jika belum diteliti oleh TACB. Tahun 2019 Komunitas Asta Gayatri bekerjasama dengan Kemendikbud (kementrian pendidikan, kebudayaan, riset, dan pendidikan) membuat film yang berjudul “Gayatri Rajapatni”. Film tersebut belum dapat dipublikasikan secara umum karena alasan hak cipta yang di miliki oleh Kemendikbud. Karena pandemi Covid-19 film tersebut gagal diputar pada hari Jadi Tulungagung ke 813. (Gil, Luq, Fan, Dng)
dok.dim
63
e
WAWANCARA
KS2B Sebagai Lembaga Intuitif Budaya Tulungagung
“
“Yang sejarah dikira mitos atau legenda, dan yang sebenarnya legenda atau mitos dikira sejarah. Maka kebanyakan pelajar dan mahasiswa banyak yang bingung. Belum ada penelitian yang benar-benar valid, dan secara tertulis belum ada sampai saat ini.” (Trijono) repro.internet
C
agar budaya merupakan warisan budaya yang bersifat kebendaan, hal ini tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2010 yang berbunyi “Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan”. Kondisi cagar budaya di Tulungagung saat ini terancam rusak bahkan punah. Hal ini di karenakan lemahnya pengawasan dan kurangnya perawatan dari lembaga terkait. Dengan adanya kondisi tersebut, mulai muncul berbagai organisasi yang bertujuan untuk melestarikan cagar budaya agar identitas Indonesia tersebut tidak hilang seiring dengan perkembangan zaman. Salah satu lembaga yang berfokus pada pelestarian dan pengkajian sejarah sosial budaya yaitu Lembaga Kajian Sejarah Sosial dan Budaya (KS2B). KS2B memiliki tugas untuk melakukan pengkajian terhadap sosial budaya, salah satunya yakni cagar budaya. Tidak hanya melakukan pengkajian tetapi juga melakukan pembelajaran, khususnya tentang sejarah. Kru Dimensi berkesempatan melakukan wawancara dengan Trijono, Direktur KS2B yang juga salah satu anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) di kediamannya tepatnya di daerah Kepatihan, Tulungagung. Trijono sendiri merupakan seorang guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Tulungagung, yang mengajar mata pelajaran Sejarah. Sebelumnya ia pernah diundang secara khusus oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) pada Jumat (29/11/2013) di Jakarta untuk menerima Anugerah Peduli Pendidikan (APP). Ia juga merupakan seorang penulis Buku, di mana tulisannya berkaitan dengan benda Cagar Budaya dan koleksi Museum Tulungagung serta Jelajah dan Eksistensi Canda Kuno (Tipologi dan Representasi Candi di Kabupaten Tulungagung). Berikut wawancara selengkapnya, 1.
Apa itu KS2B?
gambarkan sejarah itu keilmuwan sedangkan kenyatannya masyarakat banyak memahami bahwa sejarah itu seperti legenda, mitos, sehingga Pak Tri ingin meluruskan pola pemikiran masyarakat sini bahwa sejarah itu beda dengan mitos dan legenda. Bahkan sampai detik ini, cerita-cerita sebenarnya berupa legenda atau mitos dianggap sebagai sejarah. Sejarah kan ga bisa sembarang orang bercerita sejarah. Yang ada di sini, sejarahnya islam, misal saja masuknya Islam di Tulungagung. Proses Islamisasi di Tulungagung, bagaimana sampai saat ini belum ditemui. Kebanyakan yang didapatkan semacam cerita rakyat. Tidak ada dokumen atau sumber asli yang ditemukan.
KS2B itu merupakan suatu komunitas yang kalo disingkat itu Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya. Nah itu awalnya terbentuknya tanggal 7 Januari tahun 2007, berarti sekarang sudah 14 tahun. 2.
Apa yang melatar belakangi anda membuat komunitas KS2B? Pada awalnya KS2B itu (merupakan) kajian sejarah, sosial dan budaya. Ini dilakukan bermula ketika Pak Tri (menjadi) mahasiswa, punya kumpulan, namanya juga KS2B (Kelompok Studi Sejarah dan Budaya) (anggotanya) mahasiswa terpilih Universitas Udayana jurusan sejarah untuk mewakili jika ada penelitian, seminar, narasumber. Orang-orangnya maju untuk mempresentasikan. Kemudian sudah lulus, Pak Tri pindah ke Tulungagung, dan teringat dengan KS2B itu. Latar belakang nya, di Tulungagung banyak sekali peninggalan sejarah dan Pak Tri berontak. Apa yang saya
64
3.
Berapa jumlah anggota KS2B untuk saat ini dan siapa saja anggotanya? Ada dukungan dari temen-temen. Sampai saat ini dari budayawan, seniman, banyak yang ikut gabung dan melakukan penelitian pendampingan terhadap wisatawan, sejarah yang ada di Tulungagung. Awalnya dulu anggotanya guru, dosen, dan anak SMA.
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
WAWANCARA yang masih aktif sekitar 10 (orang) itu pun sudah tua-tua. Sedangkan (untuk) yang di lapangan saya ngajak siswa atau mahasiswa, gitu aja. Biar tahu, penelitian sejarah itu seperti ini. Kebanyakan anak-anak itu ndak ngerti, menggunakan metodologinya itu. 4.
7.
Pembelajaran, kita orientasinya ke pembelajaran, khususunya materi sejarah, budaya, dan kesenian. Biar anak-anak paham. Jangan sampai semua berita itu dianggap sebagai sejarah. Kan ada sejarah lisan, cerita rakyat dicampur aduk. 8.
Mengadakan penelitian kok tidak lapor pemerintah? Kalau saya sudah di lapangan ya sudah. Masalah gini kok dipersulit. 2012 kalau ga 2011 rame rame nya KS2B. (Katanya) Pak Tri itu mempersulit, jangan sampai ada Pak Tri. Tapi yang namanya penelitian itu butuh tenaga. Ga sembarang langsung dadi ngunu (jadi gitu.red). Perlu dikaji gitu, makanya dibentuk KS2B.
Sempat diliput itu Pak Tri menemukan fosil waktu itu di gunung, di Dusun Bolu 2011 waktu itu. KS2B waktu survei itu sama anak-anak siswa, dituduh pencuri sempat dilaporkan ke polisi. Ketika Pak Tri dituduh pencuri itu nama Pak Tri di black list, dicoret. Setelah itu ke ekspos Kompas dan media lain, dan kurang setuju. Terdengarlah (sampai) Menteri Pendidikan Kebudayaan, ceritanya tingkat nasional, seluruh Indonesia. Pak Tri disuruh ditelfon oleh Muhammad Nuh dan disuruh pergi ke Jakarta. Dia heran, kenapa Pak Tri seorang guru kok dituduh mencuri? Akhirnya diberi penghargaan oleh Muhammad Nuh. (Penghargaan) Peduli pendidikan waktu itu.
(Kesadaran masyarakat) melalui pendidikan, diajak, itu (dan) dikenalkan. Kebanyakan itu di sini gabisa menerima. Seperti kasus Pak Tri mencuri itu. Ketika Pak Tri dilaporkan mencuri fosil itu. Yang melaporkan dinas kebudayaan. Golongan fosil Molusca, Anthropoda, Pak Tri sok pinter, bergaya. Pak Tri kan mengambil dari Desa Bolu. Lalu Pak Tri tanya, ini sudah masuk peraturan daerah belum? Gabisa jawab dia (dinas kebudayaan). Ada Undang-Undangnya belum? UU No. 5 tahun 1992. Pegangan mahasiswa sejarah. Saya kan menemukan (fosil), bukan yang sudah ada saya ambil. Lah itu bedanya. Mentang-mentang dia dinas, apa yang saya lakukan, dinas itu kecolongan. Akhirnya diekspos sama media elektronik. Metro sama SCTV, radar udah rame. Pak Tri dipanggil dan ditantang, orang desa bikin perda, saya tantang ganti. Bupati gak diacc, Ketua DPRD ke sini, ke rumah.
Akhirnya Pak Tri dialog, saya cerita apa adanya, salah tangkap, salah informasi. Muhammad Nuh berkata, langsung saja pembelajaran terhadap anak-anak, ajak ke lapangan penelitian. Kemudian 2013, dapat penghargaan. 2015, Pak Tri diundang Anis Baswedan disuruh pidato. Pidato di hadapan para pakar sejarah, Pengamat, dosen, guru, mahasiswa seIndonesia. Ketika itu, kesempatan Pak Tri ngomong apa saja. Saya melakukan pembelajaran dan penelitian. Akhirnya dari situ mulai ikut lomba-lomba secara ilmiah dan dapat apresiasi. Terkait dengan divisi, apa saja divisi yang ada dalam KS2B? Divisi-divisi dalam KS2B (antara lain) Keilmiahan (seminar dan bedah buku), Pengarsipan, Penelitian dan survei lapangan, Keuangan, Sekretaris, (dan) Bendahara 6.
Apakah masyarakat sudah tau mengenai KS2B? Masyarakat sudah kenal dengan KS2B. KS2B lebih ke pembelajaran dan mengubah mindset masyarakat. Soalnya belajar sejarah itu abot (berat.red). Nah itu pertanyaan yang menjadi rame. Kita (KS2B) itu lebih banyak ke arkeologinya. Tapi bagi saya itu ndak (tidak.red) masalah. Namanya orang kalau nggak cocok ya balesen. Tulisen buku pisan (sekalian. red). Buku saya belum aja yang ngritik. Saman (kamu.red) itu ngritik ojo ngomong, buktikan dan balas dengan tulisan, praktek e piye (praktiknya gimana.red).
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
Jika membicarakan mengenai cagar budaya, bagaimana tanggapan pemerintah dan kesadaran masyarakat itu sendiri? (Tanggapannya) baik, pertama ya rame, karena penemuan fosil itu. Meski KS2B itu bisa membuat Perda tapi kan itu nanti ACC nya ke DPRD. Harus ada analisa kepenelitian. (Seperti) alasannya apa candi ini dimasukkan ke cagar budaya? Harus kita analisis. Dan yang menganalisis itu tidak sembarang orang. Makanya Pak Tri itu analisis sampai 400 halaman.
Tahun ditemukannya Wajakensis itu ya 1889. Di situlah Pak Tri sampai akhirnya diliput oleh Kompas maupun media TV. Apa yang saya omongkan, apa yang saya ceritakan ke media, ditentang oleh para profesor-profesor, monggo, gitu. Kita siap terbuka berdebat secara ilmiah. Tapi nyatanya sampai detik ini ya belum bisa membuktikan, yang dikatakan profesor-profesor itu. Kalau saya sudah membuktikan dari buku, sosiologi Karl. Itu hasil yang menulis penelitiannya Eugene Dubois, dan itu saya cocokkan ke lapangan. Di buku itu ada gambarnya persis, dan itu didukung oleh UGM, Fakultas Kedokteran Antropologi. Apa yang saya omongkan bahkan sampai survei ke sana. Ya itu langsung diliput oleh Kompas waktu itu.
5.
Hingga saat ini, apa saja yang sudah dikaji oleh KS2B? Pada tahun 2006, KS2B telah melakukan penelitian mengenai Akulturasi Masjid Beratap Tumpang dan Budaya Meru di Tulungagung serta melakukan penelitian mengenai Pengembangan dan Pemberdayaan Museum sebagai Obyek Wisata Budaya di Tulungagung. Di tahun 2008 melakukan Penelitian Pengembangan dan Pemberdayaan Candi-Candi sebagai Media Pembelajaran di Tulungagung dan Penelitian Sejarah Makam-Makam Tokoh Islam sebagai Obyek Wisata Religi di Tulungagung. Pada tahun 2009 melakukan Penelitian Budaya Indis di Kota Tulungagung. Dan setahun kemudian yaitu tahun 2010 melakukan Penelitian Folklor, Cerita DesaDesa di Kabupaten Tulungagung.
Kegiatan apa saja yang dilakukan oleh KS2B?
Homo Wajakensis kan ditemukan oleh Eugene Dubois. Homo Wajakensis kan masuk daerah Campurdarat. Itu sempat ada perdebatan. Tempatnya loh ini. Tempatnya ini, bukan maksudnya sudutnya ini, secara geologis berapa? Namun hanya secara lokasi saja. Ini ya ini.
e
Akhirnya jadi, sempat dikritik, mengadakan penelitian kita pemerintah kok ngga dihubungi. Nah itu Pak Tri kecewa, apa yang saya kerjakan kok malah diseneni (dimarahin.red). 9.
Apa harapan anda untuk KS2B? Ya kalau harapannya terus berjalan untuk dunia pembelajaran, khususnya tentang kesejarahan dan budaya. Itu awalnya di dunia pendidikan dengan anak-anak, baik itu SMP, SMA, dan mahasiswa. Saya lihat jarang, dianggaplah tidak ada komunitas yg sangat konsen dengan itu (sejarah dan budaya.red) dan mempunyai keilmuannya yang sesuai. Ya enek (ada.red) sih komunitas, tetapi backgroundnya bukan keilmuan, keilmuan yang sesuai bidangnya. Makanya kemarin pas diwawancarai tv, bagi saya itulah pakar-pakar sejarah menurut Pak Tri. Pastinya pakarpakar itu yang paham dan mengerti tentang dunia penelitian kebudayaan dan sejarah, banyak orang yang paham dengan sejarah tapi tidak menggunakan teori dan metodologi. (Fad, ria, umi, yus)
65
e
SUSASTRA
Gayatri Kumara, Sesak dalam Dekapan Takdir Oleh: Nadya Eka Nurlisa
N
ama adalah doa, tapi tidak semua doa akan terkabul. Ibuku pernah bercerita tentang alasannya memberiku nama Gayatri Kumara. Ia ingin aku tumbuh menjadi wanita yang kuat, cerdas, dan dihargai oleh orang-orang, seperti sosok Bunda Gayatri. Sayangnya, harapan itu terlalu tinggi untuk kehidupanku yang selalu mengarah pada keterpurukan.
Aku yang terbiasa tidur di kamar luas dengan kamar mandi pribadi harus pindah ke kamar indekos berukuran 2,5x3 meter dan membagi kamar mandi dengan penghuni indekos
Hidupku melenceng jauh dari semua yang ibu harapkan.
lainnya. Uang di dompetku habis untuk membayar kos-kosan dan dok.dim/Irfanda membeli beberapa keperluan. Aku pun harus rela membagi waktu kuliah dengan pekerjaan paruh waktu yang menguras tenaga.
Semuanya terasa begitu hampa, berjalan sangat lambat setelah ibu berpulang. Terlebih, kejadian itu merubah tabiat ayah menjadi orang yang berbeda, makin apatis dan jarang pulang. Untungnya, aku masih memiliki teman yang bisa mengisi sepotong ruang hampa di hidupku. Meskipun jarang meperhatikanku, ternyata ayah masih memikirkan tentang masa depanku. Ia menentukan semuanya, kemana aku harus sekolah, di program study dan universitas mana aku harus kuliah, bahkan mimpiku pun harus diatur sesuai kehendaknya. Sekalipun terkesan diktator, aku tetap menuruti semua yang ayah inginkan, toh semua itu demi kebaikanku. Sejauh ini, setiap waktu terlewati begitu saja. Namun, semua berubah saat memasuki tahun kedua perkuliahanku, satu insiden mengubah segalanya, seratus delapan puluh derajat berputar. Daripada menjadi ayah yang lebih baik setelah ibu tiada, ia memilih menjadi pejabat yang tega menukar kepentingan rakyat demi sejumlah uang. Aku tak menyangka ayah akan terjerat kasus korupsi. Ayahku ditangkap tak lama setelah pelantikannya untuk periode kedua. Hampir semua harta benda yang dimiliki ayah disita termasuk rumah, mobil, dan rekening bank. Akhirnya, dengan berbekal sedikit uang yang tersisa di dompet, ku bulatkan tekat untuk meninggalkan rumah besar yang selama ini ku tinggali.
66
*** Setelah meninggalkan semua kenyamanan itu, kukira masalahku hanya pada kehidupanku yang menjadi serba pas-pasan. Harus mengkonsumsi terlalu banyak mi instan demi menghemat pengeluaran. Nyatanya aku juga harus menghadapi kenyataan menyesakkan. Sahabatku mulai menjauh, semenjak mereka tahu aku menjadi pekerja paruh waktu. Itu membuatku bertanya-tanya, apakah menjadi mahasiswa yang bekerja membuatku terlihat sebagai sosok yang berbeda? Bukankah aku juga orang yang kemarin menemani mereka melakukan banyak hal, mengerjakan tugas bersama-sama, berbelanja, jalanjalan? Oh ya, aku sudah tidak bisa menghabiskan waktu untuk berbelanja dan jalan-jalan dengan mereka, karena aku bukan lagi bagian dari ‘anak orang kaya’ di kampus ini. Aku hanyalah anak seorang koruptor yang berusaha melepaskan diri dari jeratan itu. Namun sayangnya itu tidak membuat hidupku membaik. Penat memikirkan berbagai permasalahan itu, aku memilih menyendiri di sudut kampus. Kuambil satu batang rokok dari saku, kunyalakan dengan korek api, dan kuisap dalam. Sejak kapan pula aku memiliki
DIMeNSI 46 | Oktober 2021
SUSASTRA kebiasaan buruk menghirup asap nikotin ini? “Jadi perempuan itu harus lemah lembut, Nak. Jangan bersikap seperti laki-laki. Mara anak baik, harus berperilaku baik juga.” Satu nasihat itu melintas begitu saja di kepala. Tiba-tiba keningku terasa berdenyut, tanganku bergerak untuk memijatnya. *** Beberapa bulan aku menemukan lingkungan pertemanan baru di kampus. Vonis ayahku dijatuhkan oleh pengadilan, angin menyesakkan berhembus di setiap hela nafasku. Seburuk apapun, tak bisa dipungkiri aku masih menghormati dan menyayanginya sebagai ayah. Bagaimanapun ia tetaplah ayahku. Satu hari setelah melihat berita ayah di televisi indekos, orang-orang di kampus itu menatapku layaknya sampah. Aku tak pernah bercerita pada siapapun tentang ayahku, namun mereka sudah menyadari bahwa koruptor yang kemarin masuk berita adalah ayahku. Meskipun aku telah berusaha melepas ‘kutukan’ itu dengan meniggalkan semua harta orang tuaku, mereka tak peduli. Bagi mereka, anak pendosa adalah pendosa itu sendiri. Hari demi hari berlalu dan dunia menjadi begitu kejam. Teman-teman baruku yang juga menjadi pekerja paruh waktu sudah tak pernah lagi bertegur sapa denganku. Satu hari, saat aku baru selangkah memasuki ruang kelas, seember tepung dan telur busuk mengguyur tubuhku. Tak cukup sampai di sana. Saat aku hendak membersihkan kotoran-kotoran itu di toilet, seseorang mendekatiku, diikuti dengan segerombol teman-temannya. Byurr! Dia mengguyurku dengan seember air. Suara tawa para iblis itu terdengar begitu memekakkan telinga. Membuatku muak setengah mati. Pantaskah semua ini?! Aku tak pernah merenggut apapun dari mereka. Mereka yang masuk kampus ini dengan uang sumbangan orang tua, bukannya isi otak mereka tidak akan menjadi bagian ‘rakyat’ yang dirugikan korupsi yang dilakukan ayahku. Bukannya mereka juga para koruptor kecil yang sayangnya tak pernah sadar akan perbuatannya. Mereka tak pantas melihatku seperti sampah, apalagi memperlakukanku seperti orang
DIMeNSI 46 |Oktober 2021
e
paling berdosa di antara mereka semua. Aku bahkan masuk kampus ini dengan hasil ujian yang kukerjakan sendiri, bukan dengan hasil sogok-menyogok atau koneksi kerabat. *** Menyadari keberadaanku yang tidak lebih kotor dari orang-orang di sekitarku, kukira akan menguatkanku bertahan dan tetap berdiri tegak. Tapi nyatanya aku tidak sekuat itu. Akhirnya aku terjatuh karena tak ada satupun uluran tangan yang datang. Hari itu sangat terik hingga aku merasa kehausan. Aku hendak membeli minuman di kantin, namun tanpa sadar aku telah sampai di atap gedung tertinggi di kampusku. Angin di sana berhembus lebih kencang. Mungkin memang ini tujuanku yang sebenarnya. Tiba-tiba sekelebat kenangan hinggap di kepala. Tentang semua kenangan indah, ketika ibu masih ada, ketika ayah masih menjadi ayah yang kubanggakan, ketika bertahan masih menjadi hal yang mudah kulakukan. Sahabat, tempatku menghabiskan banyak waktu justru berhamburan pergi saat aku dalam masalah. Aku masih tak mengerti mengapa mereka bisa berubah semudah itu. Melakukan hal busuk kepada salah satu teman mereka sendiri. Semua ini membuatku makin frustasi. Kepalaku berdenyut dan terasa berat. Aku merindukan ibuku, dan ayahku yang dulu. Aku rindu saat-saat dimana semuanya baik-baik saja. Aku berjalan mendekati pinggiran atap yang tak berpengaman. Melihat seberapa tinggi gedung ini. Menyaksikan itu membuat air mataku menetes. Semua kenangan hanyalah tinggal kenangan. Sekarang tak akan ada yang datang kepadaku. Takkan pernah ada! Kupejamkan mata dan pasrah pada apapun yang akan terjadi di bawah sana. Karena satu-satunya orang yang kuharapkan tak akan pernah mendatangiku,
bisa
sekarang aku yang akan menghampirimu, Ibu.
67
e
PUISI
Gatra Nusantara
Peradaban dalam Rekaman
Oleh: Mohammad Adib Sauqil K.
Oleh: Tony Setyawan
Ringkuh semesta tak berselaksa
Memori peradaban dalam gulungan kaset rekaman
Raib ditelan penguasa
Menjelma jadi saksi kekelaman
Terpatri dalam jiwa raga
Bungkam ditikam peristiwa kemanusiaan
Hinggapi alam nuswantara
Bukti eksistensi tetembungan kerajaan
Tonggak-tonggak bumi berdiri megah
Tak luput dari dinamika dan pergolakan
Saksi bisu sebuah sejarah Dari kerajaan hingga terjajah
Soliditas bebatuan yang tertumpuk teratur
Tak bisa pindah apalagi goyah
Berjejer dari barat hingga timur
Kini telah menjadi pameran semata
relief yang menyapa coba mengungkap alur
Seonggok bata penuh darah air mata
Arca yang terstimulus untuk bertutur
Berkutat dengan semesta serba maya
Atas mozaik sejarah yang tersusun berangsur
Berdenging kala sua kirana
Sekiranya ada satu, dua, tiga atau empat Insan insan sang pengemban amanat Bersemayam dalam dirinya kiat-kiat giat Terangsang meruwat dan merawat Situs yang mulai berkarat Bakal menjaga aset budaya tetap daulat Bak kerasnya menghimpun batu andesit Bersikukuh mengangkut diatas kereta yang berdesit Beranjak dari Muntilan dengan langkah-langkah alit Disusunnya berstrata membukit Dilaburnya Badjralepa beruncit-runcit Pantulan sinar surya berdaya jadi bangkit
68
DIMeNSI 46 | Oktober 2021