Bidang Hukum Pidana Sistem dan Tujuan Pemidanaan Dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Oleh: Angga Putri, SH Lulus Tanggal 14 September 2013 di Bawah Bimbingan Malkian Elvani, SH., M.Hum dan Henny Yuningsih, SH., M.Hum
Sistem dan Tujuan Pemidanaan Dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Oleh: Angga Putri, SH Lulus Tanggal 14 September 2013 di Bawah Bimbingan Malkian Elvani, SH., M.Hum dan Henny Yuningsih, SH., M.Hum
Abstrak: Hukum sebagai sarana pengendalian tingkah laku di dalam masyarakat yang mengandung sanksi pada hakikatnya mempunyai tujuan. Tujuan pemidanaan salah satunya agar terpidana tidak melakukan perbuatan nya lagi. hubungan sistem pemidanaan dalam undang-undang No.35 tahun 2009 tentang narkotika dengan tujuan pemidanaan yaitu didalam rumusan sanksi pidana Undang-undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika terdapat salah satunya perumusan sanksi kumulatif, sehubungan dari pada itu sanksi kumulatif adalah salah satu cara walaupun belum cukup efektif untuk pencegahan penanggulangan tindak pidana narkotika. Kata Kunci : Sistem Pemidanaan, Tujuan Pemidanaan, Narkotika.
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Hulsman pernah menyampaikan, bahwa sistem pemidanaan (the sentencing system) adalah “aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan sanksi pidana dan pemidanaan� (the statutory rules relating to penal sanctions and punish-ment).1 Sehubungan dengan pendapat Hulsman yang dikutip oleh Barda Nawawi Arief dalam bukunya yang berjudul “Perkembangan Sistem pemidanaan Di Indonesia� maka sistem pemidanaan yang dimaksud dalam penulisan ini adalah bagaimana menegakkan sistem pemidanaan dalam Undangundang No.35 tahun 2009 Tentang Narkotika. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.2 Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit 1
Barda Nawawi Arief. Perkembangan Sistem Pemidanaan Di Indonesia. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2009. Hlm. 1 2 Penjelasan Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 1 angka 1
Hal | 1
tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilainilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.3 Sebagaimana telah di uraikan pada halaman terdahulu bahwa sistem pemidanaan merupakan bagaimana aturan-aturan hukum pidana ditegakkan, penegakkan hukum pidana tersebut dengan cara menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana narkotika. Tujuan dijatuhkan pidana tersebut yaitu untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku tindak pidana narkotika, tujuan tersebut merupakan salah satu tujuan pemidanaan. Adapun teori yang mengatur tentang tujuan pemidanaan adalah sebagai berikut :4 1. Untuk memperbaiki pribadi dari penjahat itu sendiri, 2. Untuk membuat orang menjadi jera dalam melakukan kejahatankejahatan, 3. Untuk membuat penjahat tertentu tidak mampu melakukan kejahatan yang lain, yakni penjahat yang dengan cara-cara yang lain sudah tidk dapat diperbaiki lagi. 2. Rumusan Permasalahan Bagaimana Hubungan Sistem Pemidanaan dengan Tujuan Pemidanaan dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika? 3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk menggambarkan hubungan sistem pemidanaan dengan tujuan pemidanaan dalam Undang-undang No.35 tahun 2009 tentang Narkotika. 2. Untuk menggambarkan rumusan ancaman pidana dalam Undang-undang No.35 tahun 2009 tentang Narkotika sudah sesuai dengan tujuan pemidanaan. 3
AR.Sujono dan Bony Daniel. Komentar dan Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Sinar Grafika. Jakarta. 2011. hlm. 59. 4 P.A.F.Lamintang dan Theo Lamintang. Hukum Penintensier Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta. 2010. Hlm 11.
Hal | 2
4. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan yang ada (statute approach). Bahan yang dipergunakan dalam penelitian berasal dari bahan hukum primer, skunder, dan tersier. Bahan hukum tersebut dikumpulkan dengan melakukan penelitian kepustakaan. Selanjutnya bahan-bahan tersebut dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif. Dalam penelitian ini ditarik kesimpulan secara deduktif. B. Pembahasan 1. Sistem Pemidanaan dan Tujuan Pemidanaan Dalam UU. No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika a. Sistem Pemidanaan Menurut KUHP Sistem pemidanaan substantif terdiri dari sub-sistem “aturan umum” dan sub-sistem “aturan khusus”. Oleh karena itu, berbicara masalah perkembangan sistem pemidanaan tentunya juga mencangkup perkembangan dari “aturan umum” (aturan induk) yang terdapat di dalam Buku I KUHP dan “aturan khusus” dalam berbagai UU khusus di luar KUHP, salah satunya Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.5 Di dalam Buku I KUHP tidak merumuskan sistem pemidanaan secara tegas/rinci tetapi sistem pemidanaan dapat ditemukan dalam rumusan dan dalam ancaman pidana yaitu dalam Buku ke II KUHP tentang Kejahatan dan Buku Ke III KUHP tentang Pelanggaran. Sistem pemidanaan yang di anut dalam KUHP adalah sistem pemidanaan Alternatif, Perumusan alternatif adalah pengancamannya ditandai dengan kata “atau” misal dipidana dengan pidana penjara 12 tahun atau denda Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Dengan demikian hakim diberi kesempatan memilih jenis pidana yang dicantumkan dalam pasal yang bersangkutan dan Sifat ancaman pidana yang terdapat dalam KUHP tidak memiliki ancaman pidana minimal namun sifat ancaman pidananya memiliki Minimal Umum.
5
Barda Nawawi Arief. Op. Cit. Hlm. 6
Hal | 3
b. Sistem Pemidanaan Dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jumlah/lamanya hukuman yang diancam dalam tiap-tiap pasal di dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 berbeda-beda, pidana denda tercantum antara Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) sampai dengan Rp. 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah). Pidana mati juga menjadi ancaman pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika, selain itu pidana penjara selama 3 (tiga) bulan sampai dengan pidana penjara 20 (dua puluh) tahun dan seumur hidup.6 Sanksi pidana pada umumnya diancamkan secara kumulatif. Perumusan kumulasi yang paling banyak adalah pidana penjara dan pidana denda. Hal tersebut menjadi faktor ketidak efektifan hukum yang mengatur tindak pidana penyalahgunaan narkotika pada khususnya, karena ada ketentuan bahwa apabila denda tidak dibayar, maka dikenakan pidana kurungan pengganti denda.7 Dikaji dari optik hukum pidana materiel maka Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika mempunyai beberapa sistem jenis perumusan sanksi pidana (strafsoort) dan beberapa sistem perumusan lamanya saksi pidana (strafmaat). Pada dasarnya, menurut ilmu pengetahuan hukum pidana maka dikenal beberapa sistem jenis perumusan sanksi pidana (strafsoort) yaitu sistem perumusan tunggal/imperatif, sistem perumusan alternatif, sistem perumusan kumulatif, sistem perumusan kumulatif-alternatif (campuran/gabungan) dan sistem perumusan buta/blanc.8 Begitu pula hanya terhadap sistem perumusan lamanya sanksi pidana (strafmaat) dikenal adanya definite sentence system berupa ancaman lamanya pidana yang sudah pasti, fixed/indefinite sentence system atau sistem maksimum yaitu berupa ancaman lamanya pidana secara maksimum, kemudian determinate sentence system berupa ditentukan batas minimum dan maksimum ancaman pidana dan indeterminate sentence system berupa tidak ditentukan batas maksimum pidana, badan pembuat UU menyerahkan sepenuhnya kepada kebijakan (deskresi) pidana kepada aparat-aparat pelaksana pidana yang berada pada
6
Lihat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang narkotika (Tambahan Lembaraan Negara Republik Indonesia Nomor 3671) 7 Lihat Pasal 1 Ayat 8 Kitab Undang-Undang Hukum Acara pidana 8 http://pn-kepanjen.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=168:bab-iiipemidanaan-terhadap-pengedar-narkoba&catid=23:artikel&Itemid=36. Diakses tanggal 11 juni 2013.
Hal | 4
tingkatan yang lebih rendah, misalnya dalam menetapkan ukuran, sifat atau lamanya pidana untuk pelaku kejahatan tertentu. 9 c. Tujuan Pemidanaan Menurut Hukum Pidana Ada beberapa Teori Tujuan Pemidanaan, yaitu :10 1. Pujangga Jerman E. Kant mengatakan, bahwa hukuman adalah suatu pembalasan, berdasarkan atas pepatah kuno : “Siapa membunuh harus dibunuh�. Pendapat ini biasa disebut “theorie pembalasan�. 2. Pujangga feurbach diantaranya berpendapat, bahwa hukuman harus dapat mempertakutkan orang supaya jangan berbuat jahat. Theorie ini biasa disebut theorie mempertakutkan. 3. Pujangga lain berpendapat, bahwa hukuman itu bermaksud pula untuk memperbaiki orang yang telah berbuat kejahtan. Theorie ini biasa disebut Theorie memperbaiki. 4. Selain dari pada itu ada pula pujangga-pujangga yang mengatakan, bahwa dasar dari penjatuhan hukuman itu adalah pembalasan, akan tetapi maksud lain-lainnya (pencegahan, mempertakutkan, mempertahankan tata tertib kehidupan bersama. Theorie ini biasa disebut theorie gabungan. Pada dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang tujuan yang ingin dicapai dengan suatu pemidanaan, yaitu mencangkup hal-hal sebagai berikut:11 a. Memperbaiki pribadi dari penjahatnya itu sendiri. b. Membuat orang menjadi jera melakukan kejahatan-kejahatan. c. Membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang lain, yakni penjahat-penjahat yang dengan cara-cara lain sudah tidak dapat diperbaiki kembali. 2. Hubungan Sistem Pemidanaan Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Dengan Tujuan Pemidanaan. a. Hubungan Sistem Pemidanaan dan Tujuan Hukum Pidana Penggunaan istilah pidana dari pada hukuman dikarenakan adanya perbedaan diantara keduanya, hukuman adalah suatu pengertian yang 9
Ibid R. Soesilo. Kitab Undang-undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Piliteia. Bogor. 1976. Hlm. 30 11 Tolib Setiady. Pokok-Pokok Hukum Penintensier Indonesia. Alfabeta. Bandung. 2010. Hlm. 14 10
Hal | 5
umum, sebagai suatu sanksi yang menderitakan yang diberikan kepada seseorang. Sedangkan pidana merupakan pengertian khusus yang berkaitan dengan hukum pidana. Suatu perbuatan untuk dapat dikatakan sebagai kejahatan perlu ditetapkan oleh penguasa dan dapat dijatuhkan sanksi pidana (punishable). Sudarto menyatakan bahwa penghukuman dapat diartikan sebagai menetapkan hukuman atau memutuskan tentang hukumnya.12 Masalah pemidanaan merupakan masalah yang kurang mendapat perhatian dalam perjalanan hukumnya, bahkan ada yang menyatakan sebagai anak tiri. Padahal syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memungkinkan penjatuhan pidana, maka masalah pemidanaan dan pidana merupakan masalah yang sama sekali tidak boleh dilupakan. Bagian yang terpenting suatu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah stelsel 13 pidananya. Stelsel pidana tersebut memuat aturan-aturan tentang jenis-jenis pidana dan juga memuat tentang ukuran dan pelaksanaan dari pidana-pidana itu.14 Sebagaimana telah di uraikan pada halaman terdahulu bahwa sistem pemidanaan merupakan bagaimana aturan-aturan hukum pidana ditegakkan, penegakkan hukum pidana tersebut dengan cara menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana salah satunya pelaku tindak pidana narkotika dan menurut ilmu pengetahuan hukum pidana maka dikenal beberapa sistem jenis perumusan sanksi pidana (strafsoort), yang salah satunya yaitu sistem perumusan kumulatif yaitu berupa pidana penjara dan juga pidana denda serta penentuan pidana minimal sedemikian rupa telah di atur. Perumusan sanksi pidana serta penentuan pidana minimal tersebut merupakan bentuk kekhususan dari tindak pidana lainnya sebagai penyimpangan dari KUHP secara umum.15
12
Muladi dan Barda Nawawi Arief. Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana. Alumni. Bandung. 2005. Hlm. 1 13 Sudarto menyatakan penggunaan istilah stelsel pidana sebenarnya tidak menunjukkan pengertian yang tepat, sebab dewasa ini dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana modern disamping pidana diberi tempat juga kita mengenal apa yang disebut dengan tindakan. Pengertian tindakan dalam hukum pidana baru muncul dengan timbulnya apa yang dinamakan aliran modern atau aliran positif dalam hukum pidana pada akhir abad ke-19. Dwidja Priyatno. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia. Refika Aditama. Bandung. 2006. Hlm. 9 14 Ibid 15 Pasal 103 KUHP berbunyi “Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan yang lain diancam pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain.
Hal | 6
b. Hubungan Sistem Pemidanaan dan Tujuan Pemidanaan Dalam hukum pidana dikenal beberapa sistem jenis perumusan sanksi pidana (strafsoort), yang salah satunya yaitu sistem perumusan kumulatif yaitu berupa pidana penjara dan juga pidana denda serta penentuan pidana minimal sedemikian rupa telah di atur. Hukum sebagai sarana pengendalian tingkah laku di dalam masyarakat yang mengandung sanksi pada hakikatnya mempunyai tujuan. Pemikiran mengenai tujuan pemidanaan yang dianut dewasa ini bukanlah merupakan pemikiran yang baru, melainkan sedikit atau banyak telah mendapat pengaruh dari pemikir atau penulis beberapa abad yang lalu, yang berkaitan dengan dasar pembenaran suatu pemidanaan.16Teori-teori pemidanaan yang banyak dikemukakan oleh para sarjana mempertimbangkan berbagai aspek sasaran yang hendak dicapai, di dalam penjatuhan pidana yang dalam hal ini tidak terlepas dari nilai-nilai social budaya yang hayati oleh para sarjana tersebut.17 Pengancaman sanksi pidana denda yang diatur dalam undang-undang narkotika pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk menanggulangi tindak pidana demi terciptanya suatu keadaan tertib di dalam masyarakat. Pengaturan sanksi pidana denda yang diatur di dalam undang-undang narkotika, pada dasarnya merupakan bagian dari kebijakan kriminal (criminal policy) untuk menegakkan suatu hukum demi mewujudkan masyarakat Indonesia yang bebas dari penyalahgunaan narkotika meningkatkan sumber daya manusia sebagai salah satu modal pembangunan nasional.18 Oleh karena itu dalam tindak pidana narkotika, ancaman sanksi kumulatif yaitu berupa pidana penjara dan pidana denda pada pokoknya mempunyai suatu tujuan pemidanaan dalam menanggulangi kejahatan narkotika yang semakin merajalela di masyarakat. Berhubungan dengan tujuan pemidanaan, ada tiga golongan utama tentang teori pembenaran penjatuhan pidana, yaitu sebagai berikut: a) Teori absolut atau teori pembalasan Menurut teori ini, pidana tidaklah bertujuan untuk yang praktis, bahwa dasar pemidanaan itu adalah karena terjadi kejahatan, 16
Nashriana. Diktat Kuliah Hukum Penitensier. Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. 2009. Hlm. 8 17 Dwidja Priyatno.Op. Cit. Hlm. 22 18 Penjelasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Konsideran menimbang huruf a.
Hal | 7
sehingga kejahatan itu sendirilah yang mengandung unsur-unsur untuk dijatuhkannya pidana. Adapun tujuan pemidanaan adalah: membalas siapa yang melakukan kejahatan. 19 Pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana. 20 Sehingga tidak dilihat akibat-akibat apapun yang timbul dengan dijatuhkannya pidana, tidak peduli apakah masyarakat mungkin akan dirugikan. 21 Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan.22 Terlepas dari tujuan pemidanaan yang menurut pembalasan, pidana juga menginginkan cermin keadilan.23 Maka dapat dikatakan bahwa, disamping pidana merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan pembalasan, pidana juga menuntut adanya keadilan.24 b) Teori Relatif atau Teori Tujuan Menurut teori ini memidana bukanlah untuk memutuskan tuntutan absolut dari keadilan. 25 Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi masyarakat. 26 Karena itu tidak cukup adanya suatu kejahatan melainkan harus dipersoalkan pula manfaat pidana bagi masyarakat maupun bagi terpidana itu sendiri. Oleh karena itu menurut J. Andenaes, teori ini dapat disebut sebagai teori perlindungan masyarakat (the theory of social defence). 27 Sedangkan menurut Nigel Walker teori ini lebih tepat disebut teori atau aliran reduktif (the reductive point of view) karena dasar pembenaran pidana menurut teori ini adalah untuk mengurangi frekuensi kejahatan.28
19
Nashriana. Op. cit. Hlm. 9 Dwidja Priyatno. Op. cit. Hlm. 24 21 Ibid 22 Niniek Suparni. Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan. Sinar Grafika. Jakarta. 2007. Hlm. 16 23 Ibid 24 Ibid 25 Dwidja Priyatno. Op. cit. Hlm. 24 26 Ibid 27 Ibid 28 Ibid 20
Hal | 8
c) Teori Gabungan Aliran ini merupakan gabungan antara teori absolut/pembalasan dan teori relatif/tujuan. Aliran ini didasarkan pada tujuan pidana sebagai suatu pembalasan dan mempertahankan ketertiban masyarakat secara terpadu. 29 Teori gabungan disamping menghendaki adanya pembalasan, juga menghendaki adanya unsur prevensi dan unsur memperbaiki penjahat yang melekat pada setiap pidana.30 Sebagaimana uraian di atas tentang tujuan pemidanaan, dapat diketahui bahwa setiap pidana pada dasarnya mempunyai suatu tujuan yang ingin dicapai. Demikian pula tujuan pengancaman sanksi pidana denda dalam undang-undang narkotika pada dasarnya mempunyai beberapa tujuan, yaitu; sebagai suatu bentuk pembalasan atas perbuatan yang dilakukan yang telah merugikan diri sendiri maupun masyarakat, penghapusan rasa bersalah oleh pelaku, menjerakan atau memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana dan merupakan upaya pencegahan penanggulangan tindak pidana narkotika. Sehingga sanksi pidana denda sebagai ancaman sanksi kumulatif dalam tindak pidana narkotika menganut tujuan pemidanaan tidak hanya sebagai suatu pembalasan akibat telah dilanggarnya suatu aturan hukum yang telah mengakibatkan ketidaktertiban di dalam masyarakat melainkan juga menganut tujuan kemanfaatan dari sanksi tersebut, tidak hanya kepada pelaku tetapi kepada masyarakat secara umum. C. Penutup 1. Kesimpulan Sistem Pemidanaan dalam Undang-undang No.35 tahun 2009 Tentang Narkotika dapat diketahui melalui rumusan sanksi pidananya yaitu perumusan kumulatif, perumusan alternatif dan perumusan kombinasi (alternatif dan kumulatif). Dalam ancaman sanksinya terdapat pula pidana penjara maksimum dan pidana denda minimum dan Hakim dalam menjatuhkan pidana sesuai dengan Undang-undang agar bisa selaras dengan tujuan pemidanaan, yang mana pada dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang tujuan yang ingin dicapai dengan suatu pemidanaan, yaitu mencakup hal-hal sebagai berikut : a. 29
30
Niniek Suparni. Op. Cit. Hlm. 19 Wirjono prodjodikoro. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. PT Refika Aditama. Bandung. 2003. Hlm. 27
Hal | 9
Memperbaiki pribadi dari penjahatnya itu sendiri. b. Membuat orang menjadi jera melakukan kejahatan-kejahatan. c. Membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang lain, yakni penjahat-penjahat yang dengan cara-cara lain sudah tidak dapat diperbaiki kembali. 2. Saran Hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan haruslah sesuai dengan dengan undang-undang dengan kata lain agar undang-undang bisa diterapkan dengan baik dan pasal serta dakwaan dari Jaksa penuntut umum dalam arti hakim terkait perlu dipertimbangkan dengan batas minimal dan maksimal agar tujuan pemidanaan bisa tercapai dan hakim dinilai sudah menegakkan undangundang dengan tepat.
Hal | 10
DAFTAR PUSTAKA Buku: AR.Sujono dan Bony Daniel, 2009, Komentar dan Pembahasan UndangUndangNomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Jakarta, Sinar Grafika. Barda Nawawi Arief, 2009, Perkembangan Sistem Pemidanaan Di Indonesia, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Dwidja Priyatno, 2009, Pertanggung Jawaban Pidana Korupsi, Bandung, Kencana Prenada Media Group Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1984, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung, Alumni Nashriana, 2009, Diktat Kuliah Hukum Penitensier, Palembang, Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Niniek Suparni, 2007, Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, Jakarta, Sinar Grafika P.A.F.Lamintang dan Theo Lamintang, 2010, Hukum Penintensier Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika R. Soesilo, 1976, Kitab Undang-undang Pidana Serta komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor, Piliteia Tolib Setiady, 2010, Pokok-Pokok Hukum Penintensier Indonesia, Bandung, Alfabeta Wirjono prodjodikoro, 2003, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung, PT Refika Aditama Undang-Undang: Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Internet: http://pnkepanjen.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=168:babiii-pemidanaan-terhadap-pengedar-narkoba&catid=23:artikel&Itemid=36.
Hal | 11