Ej hi #1 ardita velarasi

Page 1

Kerjasama Indonesia Dan Malaysia Mengenai General Border Committee Dalam Perspektif Hukum Perjanjian Internasional Oleh: Ardita Velarasi, SH Lulus Tanggal 19 Juli 2013 di Bawah Bimbingan Syahmin AK, SH.,MH dan Akhmad Idris, SH.,MH

Hal | 0


Kerjasama Indonesia Dan Malaysia Mengenai General Border Committee Dalam Perspektif Hukum Perjanjian Internasional Oleh: Ardita Velarasi, SH Lulus Tanggal 19 Juli 2013 di Bawah Bimbingan Syahmin AK, SH.,MH dan Akhmad Idris, SH.,MH

Abstrak: Penulisan ini bertujuan untuk merumuskan permasalahan dasar hukum dan sistem penetapan dari perjanjian bilateral antara Indonesia dan Malaysia mengenai batas wilayah antara kedua negara tersebut dan peran General Border Committee dalam mengelola daerah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia dan kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh Geberal Border Committee.Penulisan ini dikategorikan sebagai penelitian normatif dengan teknik pengumpulan bahan hukum menggunakan Studi Kepustakaan (Library Reseacrh) dalam bentuk bahan hukum tertulis (baik primer,sekunder maupun tersier).Penulisan ini akan dibahas dengan menggunakan pendekatan deskriptif yuridis analistis dan pendekatan historis. Bahan yang diperoleh kemudian akan diolah dan dianalisi secara Deskriptif Kualitatif. Berkaitan dengan perbatasan antarnegara,hukum internasional dan hukum perjanjian internasional memberikan kontribusi yang cukup penting, terutama di dalam pelaksanaan perundingan antar negara dan penandatanganan persetujuan atau perjanjian antarnegara dalam hal perbatasan. General Border Committee merupakan wadah komunikasi yang efektif yang dapat digunakan oleh Indonesia dan Malaysia dalam menghadapi persoalan-persoalan dalam keamanan dan pertahanan di perbatasan kedua negara tersebut. Kata Kunci : Perjanjian Bilateral,Kerjasama Pertahanan, General Border Committee

Hal | 1


A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Suatu perbatasan seringkali didefinisikan sebagai garis imajiner diatas permukaan bumi,yang memisahkan wilayah satu negara dari negara lain.Hal ini barangkali terlalu dibuat-buat. Seperti dikatakan oleh seorang penulis: Suatu perbatasan bukan semata-mata sebuah garis pada suatu tanas perbatasan.Tanah perbatasan mungkin merupakan suatu rintangan mungkin pula bukan.Pengukur tanah (surveyor) mungkin sangat berkepentingan dengan garis demikian.Bagi ahli strategi yang penting adalah ada atau tidaknya perintang.Bagi pelaksana pemerintah tanah perbatasan itulah yang mungkin yang menjadi permasalahan yaitu menyangkut batas kewenangannya.1 Wilayah suatu negara pada umumnya ditetapkan dalam dokumen resmi,baik itu dalam konstitusi negara atau dalam peraturan perundangundangan nasional suatu negara,namun secara detilnya batas-batas wilayah biasa nya ditentukan secara tersendiri. 2. Indonesia terbentang antara 6 derajat garis lintang utara sampai 11 derajat garis lintang selatan dan dari 97 derajat sampai 141 derajat garis bujur timur serta terletak antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia/Oceania.3 Indonesia berbatasan dengan berbagai negara salah satu nya ialah Malaysia. Malaysia terbentang antara 1 derajat garis lintang utara sampai 7 derajat lintang selatan dan 100 derajat sampai 119 derajat garis bujur timur. Aksi perompakan, penyelundupan senjata dan bahan peledak, penyelundupan wanita dan anak-anak, pembalakan liar, pembuangan limbah beracun, imigran gelap, penyelundupan narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba), perdagangan manusia serta pencurian ikan merupakan bentuk ancaman keamanan lintas negara yang paling menonjol pada dekade terakhir.4 Bagi Indonesia ancaman keamanan lintas negara telah sangat merugikan 1

2

3 4

Jones,Boundary –Making (1945) hal7.mengenai penggunaan peta-peta dalam sengketa perbatasan,lijat Alastair Lamb,Australian Yearbook of International Law 1965,hlM 51.Secara umum lihat juga J.R.V.Prescott,The Geography of Frointer and Boundaries (London,1965) dan V.Adami,National Frontier in Relation to International Law (London,1927). I Wayan Parthiana,Pengantar Hukum Internasional,CV.Mandar Maju,Bandung,1990,hlm 102 Tabloid Diplomasi,Menjaga Wilayah NKRI,Edisi Oktober 2011, hlm 6 Anonim,Buku Putih Pertahanan Indonesia,Departemen Pertahanan Republik Indonesia,2008, hlm 13

Hal | 2


kepentingan nasional sehingga merupakan suatu prioritas untuk ditangani, termasuk bekerja sama dengan sejumlah negara sahabat.5 Kepentingan Indonesia di bidang kerja sama pertahanan dengan negara lain di waktu-waktu akan datang semakin penting ditingkatkan, seiring dengan perkembangan isu-isu keamanan di lingkup regional dan global yang memerlukan penanganan bersama. 6 Sejak Indonesia merdeka, kerja sama pertahanan telah banyak memberikan kontribusi bagi kepentingan nasional, yakni dalam menjamin tegaknya kedaulatan negara, keutuhan wilayah Indonesia, dan keselamatan bangsa.7 Hubungan bilateral bidang Militer-Pertahanan antara Indonesia dan Malaysia telah dimulai sejak ditandatanganinya perjanjian damai pada tanggal 11 Agustus 1966. 8 Kerja sama di bidang pertahanan dengan Malaysia telah berlangsung cukup lama sejak ditandatanganinya perjanjian keamanan (security arrangement) pada tahun 1972. 9 Model-model kegiatan yang sudah ada, di antaranya, adalah kegiatan kerja sama di bidang intelijen dan operasi dalam wadah Komite Perbatasan Malaysia-Indonesia (GBC Malindo).10 Kerjasama ini mengadakan pertemuan setahun sekali dengan tempat saling bergantian antara Indonesia dan Malaysia. Kerjasama GBC selama ini diselenggarakan oleh kedua Angkatan Bersenjata dan badan-badan lain yang terlibat. Materi kerjasama melibatkan bidang operasi, pendidikan, pertukaran kunjungan dari kedua belah pihak, latihan pertahanan dan keamanan, dan pembangunan wilayah perbatasan. Pada awalnya GBC diketuai oleh Panglima Angkatan Bersenjata masing-masing negara, namun sesuai kesepakatan pada sidang GBC ke-33 Desember 2004, Ketua GBC diserahterimakan kepada masing-masing Menteri Pertahanan kedua negara. 2. Perumusan Masalah Berlatar belakang dari beberapa persoalan diatas,penulis memfokuskan kajian terbatas hanya pada masalah sebagai berikut :

5 6 7 8

9 10

ibid,hlm 14 ibid,hlm 58 ibid,hlm 59 Anonim.,Pertahanan,MiliterdanKeamanan,http://www.kbrikualalumpur.org /web/index. php?option=com_content&view=article&id=183&Itemid=112, 2010,diakses pada tanggal 18 Oktober 2012 op cit, hlm 143 op cit, hlm 144

Hal | 3


1. Bagaimana dasar hukum dan sistem penetapan dari perjanjian bilateral antara Indonesia dan Malaysia mengenai batas wilayah antara kedua negara tersebut? 2. Apa saja peran General Border Committee dalam mengelola daerah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia dan kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh Geberal Border Committee ? 3. Tujuan Penelitian Tujuan umum penulis dalam melakukan penelitian ini yaitu untuk menganalisis kerjasama anatara Indonesia dengan Malaysia di dalam General Border Committee. Sedangkan tujuan khusus yang khendak dicapai dalam penulisan ini adalah: 1. Untuk mengidentifikasikan dasar-dasar hukum dan sistem penetapan wilayah perbatasan dari perjanjian-perjanjian bilateral yang dibuat oleh Indonesia dan Malaysia. 2. Untuk mengetahui dan memahami peran serta General Border Committee bagi daerah-daerah perbatasan masing-masing negara yakni Indonesia dan Malaysia serta kendala-kendala yang dihadapi oleh General Border Committe dalam melaksanakan kerjasama tersebut. 4. Manfaat Penelitian 1.Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan konstribusi yang berharga menyangkut permasalahan batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia bagi para akademisi, praktisi-praktisi, lembaga-lembaga internasional, dan instansi-instansi yang terkait dalam pengelolaan daerah perbatasan Indonesia 2.Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan atau referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya guna mengembangkan teori-teori yang ada pada pembentukan kerjasama Indonesia dan Malaysia terhadap batas wilayah masing-masing negara. Selain itu diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan, khususnya dalam bidang Hukum Internasional.

Hal | 4


5. Metode Penelitian 1.Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normative. 2.Teknik Pengumpulan Bahan Penelitian Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan untuk penulisan dengan menggunakan Studi Kepustakaan (Library Reseacrh). 3.Teknik Pendekatan Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pendekatan berdasarkan pada: a. Metode deskriptif yuridis analistis yaitu permasalahan yang ada diteliti berdasarkan sumber-sumber hukum internasional,yaitu perjanjian internasional terutama perjanjian bilateral, konvensi internasional, kebiasaan internasional, azas-azas hukum umum, ajaran para sarjana dan keputusan-keputusan atau ketetapanketetapan organ-organ Lembaga Internasional atau Konferensikonferensi Internasional. b. Metode Historis yaitu mengungkapkan dan mempelajari sejarah serta masalah-masalah yang ada pada Kerjasama Indonesia dan Malaysia terhadap daerah-daerah perbatasan. 4.Sumber Data Data sekunder dalam penelitian hukum normative,disebut “bahan hukum� mencakup :11 1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat. 2. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,seperti rancangan undang-undang,hasil penelitian,hasil karya kalangan hukum,dan lain sebagainya. 3. Bahan hukum tertier,yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. 5.Analisa Bahan Bahan yang diperoleh dari hasil studi kepustakaan kemudian akan diolah dan dianalisi dengan cara menghubungkan antara data yang satu dengan data yang lainnya.data-data tersebut kemudian dianalisis secara

11

Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji.,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.,Radjawali Pers,Jakarta,Cet.Ketiga,1990,hlm.52

Hal | 5


Deskriptif Kualitatif..Khusus data dalam dokumen-dokumen hukum resmi akan dilakukan dengan kajian isi (Content Analysis)12. 6. Kerangka Teori Sisi eksternal dari kedaulatan negara dimanifestasikan dalam wujud kekuasaan dan kemampuan suatu negara untuk mendapatkan pengakuan dari negara lain dan menjalin kerjasama atau hubungan internasional dengan negara lain maupun sesama subjek hukum internasional.Kemampuan dan kewenangan tersebut antara lain berupa penandatanganan perjanjian internasional baik yang bersifat bilateral maupun multilateral,peran serta dalam perundingan konfrensi internasional, kejasama internasional dalam berbagai bidang,keterterlibatan dalam organisasi internasional dan lain sebagainya. Dalam kaitan itu, I Wayan Parthiana menyatakan bahwa konsep dan prinsip tersebut dapat diwujudkan melalui Perjanjian Internasional yang disepakati oleh kedua negara dan dirumuskan secara tertulis serta tunduk terhadap ketentuan yang diatur oleh hukum internasional. 13 Dengan demikian Perjanjian Internasional merupakan bentuk hukum yang mewadahi hubungan antarnegara secara damai. Dalam perspektif yuridis normatif,kedaulatan ekstern dapat ditunjukkan melalui berbagai ketentuan yang dituang dalam UndangUndang Dasar 1945 maupun peraturan dibawahnya.Secara konstitusional pengaturan hubungan antara Indonesia dengan negara tetangga dapat dilihat melalui Pasal 11 dan Pasal 13 Undang-Undang Dasar 1945,yang mengatur tentang perjanjian internasional,pengangkatan duta dan konsul,dan penerimaan duta dari negara lain.14 Selain tertuang melalui ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945,hubungan antara Indonesia dengan negara lain,diatur pula melalui Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional,dan yang terbaru adalah Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.Melalui Peraturan Perundangan tersebut, Pemerintah Indonesia mengikatkan diri pada perjanjian internasional melalui berbagai cara yaitu,penandatanganan,pengesahan,pertukaran dokumen perjanjian/nota

12

13 14

Lexy J.Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif,PT.Remaja Rosdakarya,Bandung.2000.hlm.163165 I Wayan Parthiana,Hukum Perjanjian Internasional I,Mandar Maju,Bandung,2002,hlm 13 Lihat Pasal 11 dan Pasal 13 UUD 1945

Hal | 6


diplomatik,dan cara-cara lain sebagaima disepakati oleh para pihak dalam perjanjian internasional.15 Ratifikasi atau pengesahan tandatangan yang dilakukan oleh negara yang saling mengikatkan diri dalam sebuah perjanian merupakan hal yang sangat penting mengingat ratifikasi dilakukan melalui lembaga perwakilan rakyat sebagai manivestasi dan representasi dari partisipasi politik rakyat/warga negara.Sehingga diharapkan hasil perjanjian internasional tersebut tidak menjadi kontra produktif bagi pelaksanaan penyelengaraan pemerintah dan kepentingan publik. Perjanjian perbatasan antarnegara merupakan salah satu bentuk perjanjian internasional,yang tentu saja dalam pelaksanaanya mengikuti asasasas dan kaidah yang lazim dalam hukum internasional.Doktrin hukum internasional mengajarkan bahwa perjanjian tentang batas negara bersifat final,sehingga tidak dapat diubah. Berdasarkan pengalaman selama ini,faktor politik meskipun tidak termuat dalam klausul perjanjian antarnegara merupakan faktor utama yang melatarbelakangi perjanjian perbatasan antarnegara,misalnya dalam perjanjian perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia (melalui disepakatinya Amandement of The Basic Arrangement on Border Crossing of 1967 and 1984 pada Februari 2006 di Buktitinggi). B. PEMBAHASAN 1. Perjanjian Perbatasan Darat Indonesia-Malaysia Perbatasan darat antara Indonesia dan Malaysia di Kalimantan ditegaskan berdasarkan oleh beberapa Konvensi/Perjanjian antara Kerajaan Belanda dan Inggris pada saat kedua negara tersebut masih menguasai wilayah tersebut,yaitu :16 1.Konvensi 1891 2.Persetujuan 1915 3. Konvensi 1928 4.Hukum Nasional Selain tertuang dalam Konvensi,hubungan antara Indonesia dan Malaysia diatur pula melalui a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri 15

Lihat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Anonim,Pedoman Penyelesaian 10 (sepuluh) Permasalahan Perbatasan RI-Malaysia. Direktorat Jendral Strategi Pertahanan Republik Indonesia,2006, hlm 10 16

Hal | 7


b. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional c. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. d. Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Malaysia Relating to the Delimitation of the Continental Shelves between the Two Countries.Diratifikasi melalui Keppres No.89 tahun 1969 tanggal 5 November 1969/ LN No.5417 e. Treaty between the Republic of Indonesia and Malaysia Relating the Delimitation of the Territorial Seas of the Two Countries in the Straits of Malaca (Perjanjian antara Republik Indonesia dan Malaysia Tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Selat Malaka).Diratifikasi melalui UU No.2 tahun 1971 tanggal 10 March 1971 LN No.16/2957.18 f. Treaty between the Republic of Indonesia and Malaysia relating to the Legal Regime of Archipelagic State and the Rights of Malaysia in the Territorial Sea and Archipelagic Waters as well as in the Airspace Above the Territorial Sea, Archipelagic Waters and the Territory of the Republic of the Republic of Indonesia Lying between East and West Malaysia .Diratifikasi melalui UU No.1 tahun 1983 tanggal 25 Februari 1983/ LN No. 7/ TLN No. 324819 g. Special Agreement for Submission to the International Court of Justice of the Dispute Between Indonesia and Malaysia Concerning Sovereignty Over Pulau Ligitan and Sipadan . Diratifikasi melalui Keppres No.49 tahun 1997 tanggal 29 December 1997/ LN No.94.20 h. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1983 mengenai Pengesahan Treaty 25 February 1982 tentang Negara Kepulauan dan Hakhak Malaysia di Perairan Natuna 17

Kementerian Luar Negeri. Perjanjian http://www.deplu.go.id/Daftar %20Perjanjian%20Internasional/malaysia.htm 18 Supra Footnote No.17 19 Supra Footnote No.17 20 Supra Footnote No.17

Internasional

–

Malaysia.

Hal | 8


i. Treaty 17 March 1971 (Indonesia /Malaysia-Malaca Strait – Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971) 2. Permasalahan Perbatasan Darat Indonesia –Malaysia Pada kesempatan tersebut dikatakan terdapat 10 (sepuluh) masalah perbatasan darat Indonesia- Malaysia yang belum terselesaikan, antara lain pertama, perlunya pengukuran ulang di perbatasan Tanjung Datu karena hasil pengukuran bersama tidak sesuai.Permasalahan kedua yakni di perbatasan Gunung Raya,garis batas Gunung Raya I dan Gunung Raya II,hasil joint survey tidak dapat disepakati oleh kedua belah pihak.Ketiga,Gunung Jagoi/Sungai Buan kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan Konvensi 1928.Permasalahan ke empat di perbataasan Batu Aum penerapan arah dan jarak tidak diterima kedua belah pihak. Masalah ke lima adalah titik D 400,hasil survei RI-Malaysia tahun 1987sampai 1988 tidak menemukan watershed.Ke enam,di Pulau Sebatik,kedua tim survey menemukan tugu disebelah barat Pulau Sebatik berada pada bagian selatan posisi yang seharusnya 4◌20', sehingga Pemerintah Indonesia dirugikan. Permasalahan ke tujuh,diperbatasan Sungai Sinapad yakni Muara Sungai Sinapad berada di Utara dari koordnat 4◌20 Lintang Utara,tidak sesuai dengan Konvensi 1891 dan Persetujuan 1915.Ke delapan,permasalahan di perbatasan Sungai Simantipal,oleh pihak Malaysia disampaikan keluhan tentang letak muara Sungai Simantipal,sehingga dirasakan perlu adanya pengukuran ulang. Permasalahan ke sembilan,Titik C500-C600, pihak Malaysia mengeluhkan watershed di potong sungai.Sedangkan permasalahan ke sepuluh adalah B2700B3100 hasil ukuran bersama menunjukan penyimpangan sehinggga Malaysia merasa di rugikan. 3. Diplomasi Sebagai Upaya Penyelesaian Outstanding Boundary Problems Terdapat beragam persoalan yang muncul berkaitan dengan permasalahan perbatasan darat (outstanding boundary problems) berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut Pertama,Persoalan hukum terkait dengan klaim kedua pihak terhadap wilayah perbatasan kedua negara,sebagai akibat tidak memahami substansi yang terkandung dalam Konvensi 1891,Persetujuan 1915 dan Konvensi Tahun 1928; Kedua,kepentingan ekonomi,lokasi atau titik-titik yang diperdebatkan atau dipersengketakan,bukan tidak mungkin menyimpan potensi sumberdaya alam yang sudah barang tentu terkait dengan factor atau Hal | 9


kepentingan ekonomi; Ketiga,Persoalan penjagaan daerah perbatasan,dimana hal tersebut terkait dengan keamanan nasional.Dari sisi keamanan nasional,ada masalah penjagaan integritas wilayah nasional yang cukup sensitive,dimana bagi kaum realisme politik internasional,masalah-masalah keamanan nasional semacam ini justru menjadi focus utama kebijakan negara. Berkaitan dengan jalur diplomasi sebagai alternative penyelesaian permasalahan perbatasan darat Indonesia-Malaysia (outstanding boundary problems),terdapat beberapa kelebihan alternatif solusi melalui diplomasi dibandingkan alternatif lain (konfrotasi),yaitu Pertama,pada tataran praktik,secara nyata telah ada upaya diplomasi sejak tahun 1993 yang dilakukan oleh kedua negara melalui berbagai perundingan,dengan demikian pilihan penyelesaian diplomatic adalah yang paling rasional meski harus dikawal dan disertai dengan survey dan penegasan batas kembali terhadap lokasi-lokasi yang dipersengketakan. Ke dua,secara moral penyelesaian diplomasi lebih dipilih karena diplomasi merupakan instrument politik luar negeri yang beradab,murah,dan terukur.Konfrotansi dan perang semakin banyak dicibir karena tidak hanya mahal tetapi juga karena efek rusaknya yang sulit terkontrol. 4. General Border Committe antara Indonesia dan Malaysia a) Sejarah General Border Committee Indonesia dan Malaysia Hubungan bilateral bidang Militer-Pertahanan antara Indonesia dan Malaysia telah dimulai sejak ditandatanganinya perjanjian damai pasca konfrontasi pada tanggal 11 Agustus 1966. Pada awal tahun 1967 timbul permasalahan pengamanan perbatasan yang disebabkan oleh gangguan keamanan.Sejak saat itu hubungan tersebut berlanjut dan diwadahi dalam forum General Border Committee (GBC) yang diresmikan pada tahun 1971. Forum GBC semula dibentuk untuk mengakrabkan kedua negara terutama angkatan bersenjatanya,setelah terlibat konfrontasi,kini menghadapi tantangan yang semakin kompleks dibanding pada awal dibentuknya tahun 1972. 21 Report of the First Meeting of the General Border Committee Indonesia and Malaysia di adakan di Prapat (Sumatera) 24 Juli 1972.22 The Second Meeting of the General Border Committee Malaysia and Indonesia di adakan di Kuala Lumpur pada tanggal 11 dan 12 Desember, 1972.23 21

Siti Noorehan Mohd Zain,Perbatasan Malaysia-Indonesia di Kalimantan dan Komunikasi Politik, Graha Ilmu,Yogyakarta,2010,hal 233 22 Kementerian Luar Negeri. Perjanjian Internasional – Malaysia. http://www.deplu.go.id/Daftar %20Perjanjian%20Internasional/malaysia.htm 23 Supra Footnote No.22

Hal | 10


b) Struktur General Border Committee Materi kerjasama melibatkan bidang operasi, latihan, pendidikan, pertukaran kunjungan dan pembangunan wilayah perbatasan. Kini GBC diketuai oleh masing-masing Menteri Pertahanan yang melakukan sidang dua tahun sekali secara bergantian antara Indonesia dan Malaysia. Kegiatan Forum GBC meliputi Bidang Operasi yang dilaksanakan oleh Badan COCC (Coordinated Operations Control Committee) dan bidang non operasi yang dilaksanakan oleh tiga badan yaitu JKLB (Jawatan Kuasa Latihan Bersama),KK KOSEK (Kelompok Kerja Sosio Ekonomi), dan KK SAR (Kelompok Kerja Search and Rescue). 24 Pada awalnya GBC diketuai oleh Panglima Angkatan Bersenjata masing-masing negara, namun sesuai kesepakatan hasil sidang GBC ke-33 Desember 2004, Ketua GBC diserahterimakan kepada masing-masing Menteri Pertahanan kedua negara. Sedangkan Panglima Angkatan Bersenjata kedua negara kini bertindak sebagai Ketua High Level Committee (HLC) yang merupakan badan dibawah GBC. HLC melakukan sidang setiap tahun untuk menerima laporan perkembangan badan-badan dibawahnya seperti Coordinated Operations Control Committe (COCC), Jawatan Kuasa Latihan Bersama (JKLB), Kelompok Kerja Sosial Ekonomi (KK Sosek) dan Joint Police Cooperation Committee (JPCC). Badan-badan dari kedua negara tersebut secara aktif setiap periode yang ditentukan melakukan aktifitasnya sesuai dengan fungsinya. Pada setiap tahun General Border Committee mengadakan sidang pertemuan bagi kedua belah pihak yakni Indonesia dan Malaysia.Delegasi Indonesia pada General Border Committee diketuai oleh Kementerian Pertahanan RI antara lain beranggotakan Panglima TNI,Kapolri,Duta Besar RI untuk Malaysia,Sekretaris Jendral Kementerian Pertahanan,Mabes TNI,Mabes Angkatan,BIN,Basarnas,Bakorkamla,BNPB,Kementerian Dalam Negeri,Kementerian Luar Negeri,Kementerian Keuangan dan Kementerian Hukum dan HAM.Sedangkan delegasi Malaysia diketuai oleh Kementerian Pertahanan Malaysia antara lain beranggotakan Panglima Angkatan Tentera Malaysia,Setiausaha Majlis Keselamatan Negara, Ketua Pengarah Bahagian Penyelidikan Jabatan Perdana Menteri. Rahman dan sejumlah pejabat dari Kementerian Pertahanan Malaysia, Angkatan Tentera Malaysia, Kementerian Luar Negeri Malaysia,Kementerian Dalam Negeri Malaysia Polis Diraja Malaysia. 24

Sidang ke 31 GBC MAlindo,dalam www.tni.mil.id/news.php?q=dtl&id=195

Hal | 11


c) Peran Serta General Border Committee Kerjasama di bidang sosial ekonomi daerah perbatasan Malaysia (Sarawak dan Sabah) dengan Indonesia (Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur) yang disebut Sosek Malindo telah dilengkapi dengan kelompok kerja (KK) Sosek Malindo di tingkat propinsi/negeri (struktur organisasi Sosek Malindo pada Gambar 1) yang ditujukan untuk: (a) menentukan proyek-proyek pembangunan sosial ekonomi yang digunakan bersama, (b) merumuskan hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan pembangunan sosial ekonomi di wilayah perbatasan, (c) melaksanakan pertukaran informasi mengenai proyek-proyek pembangunan sosial ekonomi di wilayah perbatasan bersama, dan (d) menyampaikan laporan kepada KK Sosek Malindo tingkat pusat mengenai pelaksanaan kerjasama pembangunan sosial ekonomi di daerah perbatasan. Penjagaan keamanan di wilayah perbatasan juga dilakukan dalam aktivitas operasional seperti:25 1) Patroli terkoordinasi dan patroli bersama dengan negara berbatasan,dalam konteks kerja sama bilateral atau trilateral 2) Pendirian pos perbatasan bersama 3) Pembelian peralatan pengawasan di area perbatasan 4) Penempatan personel TNI di sebagian kecil pulau terluar d) Kendala General Border Committee Upaya kerjasama Indonesia dan Malaysia dalam General Border Committee menghadapi kendala infrasturktur.Selain menyangkut pembangunan pos lintas batas,ke dua pihak menjalin kerjasama di bidang ekonomi,perhubungan,pemberantasa penyelundupan,pariwisata,karantina,perdagangan lintas batas, dan kesehatan. 26 Tidak hanya dana dan teknologi yang dibutuhkan namun juga kesadaran pentingnya isu mengenai perbatasan bagi berbagai pihak.27 Selain itu masalah perbedaan ideology juga terkadang menjadi kendala bagi penerapan hasil-hasil dari sidang kerjasama antara Indonesia dan Malaysia dalam General Border

25

Peni Hanggarini,Kerjasama Dalam Antisipasi dan Pengelolaan Ancaman Keamanan dan Pertahanan Pada Perbatasan Indonesia dengan Singapura,Graha Ilmu,Yogyakarta,2010, h1m 173 26 Siti Noorehan Mohd Zain,Perbatasan Malaysia-Indonesia di Kalimantan dan Komunikasi Politik, Graha Ilmu,Yogyakarta,2010,hlm 239 27 op cit, hlm 173

Hal | 12


Committee.Masalah perbatasan bukan hanya masalah menjaga,tetapi juga mensejahterkan masyarakat pemangku jabatan.28 C. PENUTUP 1. Kesimpulan Setelah dilakukannya pembahasan secara menyeluruh, penulis telah memperoleh kesimpulan yakni :  Berkaitan dengan perbatasan antarnegara,hukum internasional dan hukum perjanjian internasional memberikan kontribusi yang cukup penting, terutama di dalam pelaksanaan perundingan antar negara dan penandatanganan persetujuan atau perjanjian antarnegara dalam hal perbatasan. Perbatasan antarnegara baik di wilayah darat maupun di wilayah laut (batas maritime) yang telah disepakati dengan negara tetangga melalui persetujuan atau perjanjian perbatasan, secara tidak langsung merupakan bukti pengakuan kedaulatan negara atas wilayahnya. Kesepakatan tersebut perlu dituangkan dalam bentuk perjanjian, dan sedangkan perjanjian yang sudah disepakati agar diratifikasi dalam bentuk undang-undang. Hal ini pada dasarnya untuk mempermudah bagi para pihak sekiranya apabila terjadi perbedaan penafsiran terhadap pelaksanaan persetujuan atau perjanjian tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut,dalam penentuan wilayah perbatasan darat antara Indonesia dan Malaysia terjadi melaui Artifical Boundaries. Pemasangan tanda batas ini biasanya dilakukan setelah ada perundingan,persetujuan maupun perjanjian antarnegara. Penentuan batas darat dapat dilihat dalam hubungan antara Indonesia dan Malaysia di Borneo/ Kalimantan,dimana perbatasan tersebut telah ditetapkan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda dan Inggris melalui Konvensi 1891 dan di perbaharui melalui Konvensi 1915. Batas buatan ini biasanya dapat berupa patok,tugu,kanal,terusan dan lain-lain. 2. Komunikasi Politik perlu diperkuatkan antara Indonesia dan Malaysia dan dalam hal ini General Border Committee merupakan wadah komunikasi yang efektif yang dapat digunakan oleh Indonesia dan Malaysia dalam menghadapi persoalan-persoalan dalam keamanan dan pertahanan di perbatasan kedua negara 28

Wahyu Susilo,Problematika Perbatasan Malaysia-Indonesia,�http://jawabali.com/xmlrpc. php?rsd,2008,di akses pada tanggal 3 April 2013.

Hal | 13


tersebut.Namun tertutupnya pertemuan-pertemuan General Border Committee membuat kendala bagi masyarakat untuk mengetahui hasil-hasil dari pertemuan tersebut karena baik pihak Indonesia dan pihak Malaysia tidak transparansi terhadap hasil pertemuan tersebut. 2. Saran Rekomendasi pertama adalah pendekatan antisipasi.Pendekatan antisipasi mencakup potensi ancaman yang muncul dari pihak Malaysia, pihak Indonesia,potensi ancaman dari pihak ketiga serta potency ancaman yang sifatnya spill over effect dari keseluruhan potensi ancaman tersebut.Rekomendasi ke dua adalah pendekatan pengelolaan.Pendekatan pengelolaan mencakup pembinaan hubungan baik melalui diplomasi yang menekankan pentingnya temu muka dan diskusi dengan berbagai pihak di tingkat internal maupun eksternal. Apabila pendekatan antisipasi dan pendekatan pengelolaan mampu dilaksanakan secara beriringan maka diharapkan akan muncul model kerja sama yang mampu menguntungkan pihak Indonesia dan Malaysia.

Hal | 14


DAFTAR PUSTAKA Buku I Wayan Parthiana.1990.Pengantar Hukum Internasional.Bandung : CV.Mandar Maju. I Wayan Parthiana.1990.Hukum Perjanjian Internasional Bagian I.Bandung : CV.Mandar Maju. Lexy,J Moleong.2000.Metode Penelitian Kualitatif.Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. Peni Hanggarini.2010.Kerjasama Dalam Antisipasi dan Pengelolaan Ancaman Keamanan dan Pertahanan Pada Perbatasan Indonesia dengan Singapura.Yogyakarta : Graha Ilmu. Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji.1990.Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.Jakarta : Radjawali Pers. Tabloid Diplomasi.2011.Edisi Oktober .Menjaga Wilayah NKRI. Dokumen-Dokumen Direktorat Jendral Strategi Pertahanan.2006. Pedoman Penyelesaian 10 (sepuluh) Permasalahan Perbatasan RI-Malaysia.Jakarta : Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Kementerian Pertahanan.2008..Buku Putih Pertahanan Indonesia.2008.Jakarta: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Internet Anonim.2010.Pertahanan,Militer dan Keamanan. http://www.kbrikualalumpur.org, diakses pada tanggal 18 Oktober 2012. Kementerian Luar Negeri. 2010.Perjanjian Internasional – Malaysia. http://www.deplu. go.id /Daftar %20Perjanjian%20Internasional/malaysia.htm,di akses pada tanggal 18 April 2013. Wahyu Susilo.2011.Problematika Perbatasan MalaysiaIndonesia,�http://jawabali.com/xmlrpc.php?rsd,2008,di akses pada tanggal 3 April 2013. Hal | 15


Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Perjanjian Internasional Konvensi 1891 Konvensi 1928 Montevideo Convention on The Eights and Duties of States 1933 Treaty Series Nomor 32 Tahun 1930 Persetujuan 1915

Hal | 16


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.