Untuk Peningkatan Perilaku Islami, Penggalakan Kualitas Ilmiah, dan Pembobotan Idealisme
Akreditasi
TERSANDUNG
ANGGARAN
2
DAPUR REDAKSI
www.
washilah .com
Edisi 101 | Rabiul Awal 1439 Hijriyah | Desember 2017 Masehi
TETAP SEMANGAT Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh‌ Menjelang masa akhir kepengurusan periode 2017 yang kurang lebih satu bulan lagi, semangat pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Informasi Mahasiswa Alauddin (LIMA) Washilah dalam menyajikan berita untuk pembaca setia tabloid washilah tak pernah surut. Terbukti dengan sampainya tabloid ini di tangan pembaca. Tabloid edisi khusus milad UIN Alauddin yang ke 52 tahun ini merupakan tabloid ke 102. Sebagai lembaga pers, Washilah berperan penting dalam menyebarkan informasi seputar UIN Alauddin untuk civitas akademika. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menerbitkan tabloid ini. Tidak mudah untuk tabloid ini bisa sampai ditangan pembaca, semua melalui proses jurnalisme yang ketat.
Mulai dari kajian isu, pada kajian isu semua anggota Washilah melakukan rapat untuk memilah isu yang pas dengan terbitan. Setelah itu, diadakan rapat redaksi guna membagikan tugas liputan masing-masing reporter, butuh waktu satu hingga dua minggu bagi repoter untuk menyelesaikan liputannya. Kemudian, ketika semua reporter menyelesaikan tugasnya tibalah pada proses editing dan layout. Belum selesai sampai di situ, sebelum terbit dalam bentuk tabloid harus di cetak putih terlebih dahulu untuk direvisi oleh beberapa senior. Setelah selesai, barulah bisa di terbitkan. Cukup panjang bukan? Namun demi memenuhi kebutuhan pembaca akan informasi, kami berusaha total untuk menyajikan yang terbaik. Pada edisi kali ini, pengurus menyiapkan bacaan khusus mengenai
sejarah singkat UIN Alauddin serta berbagai macam informasi tentang pencapaian UIN hingga saat ini. Tak ketinggalan pada rubrik halaman utama, kami menyuguhkan mengenai perkembangan akreditasi, juga tak kalah menarik tentang repository yang ada di perpustakaan UIN Alauddin. Semua tersedia dalam tabloid ini. Sayang jika ada satu rubrik yang anda lewatkan. Meski telah berusaha keras untuk memberikan yang terbaik, kami sadar bahwa manusia adalah tempat salah dan khilaf sehingga masih ada beberapa kekurangan dalam tabloid ini oleh karena itu kami mohon maaf. Semoga para pembaca merasa cukup puas dengan yang apa kami suguhkan. Karena keberhasilan dari seorang wartawan adalah ketika tulisannya dibaca. Terima kasih
Foto: Muhaimin Foto bersama pengurus, dewan pakar, dan anggota UKM LIMA, sesaat setelah pelantikan di Gedung Rektorat UIN Alauddin Makassar. Rabu (08/02/2017)
TAJUK Tumpang Tindih Persoalan Akreditasi Sudah 52 tahun lamanya, kampus yang dulu bernama IAIN ini berdiri. Salah satu hal yang seharusnya menjadi perhatian khusus oleh seluruh civitas akademika UIN Alauddin Makassar yaitu mengenai persoalan akreditasi setiap jurusan. Akreditasi merupakan standar penilaian dari suatu jurusan atau program studi yang dinilai oleh lembaga pemerintah dalam bidang pendidikan, BAN-PT (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi). Proses akreditasi ini bertujuan untuk menilai kelayakan dan kualitas kinerja dari suatu program studi atau jurusan itu sendiri dalam menjalankan sistem pendidikannya. Akreditasi menjadi salah satu tolak ukur semakin maju atau tidaknya sebuah perguruan tinggi, serta berpengaruh pada kualitas alumni yang dicetak. Untuk alumni, akreditasi ini berpengaruh besar. Dalam menapaki dunia kerja, proses rekrutmen selalu melihat akreditasi dari jurusan asal pelamarnya. Semakin baik akreditasi yang terlampir, semakin besar peluang untuk diterima dalam pelamaran pekerjaan tersebut. Sayangnya hingga hari ini UIN Alauddin Makassar belum mengalami peningkatan yang signifikan dibidang akreditasi jurusan. Jika berbicara mengenai kuantitas, UIN Alauddin Makassar tak pernah kalah dengan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang ada di Indonesia, namun seyogyanya tingkat kuantitas harus dibarengi dengan semakin meningkatnya kualitas sebuah perguruan tinggi. Peka terhadap persoalan akreditasi, Rektor UIN Alauddin Makassar Prof Musafir Pababbari pada awal masa kepemimpinannya sekitar 2 tahun yang lalu menjanjikan adanya peningkatan akreditasi. 2019 menjadi target untuk mencapai semua akreditasi A. Hanya saja hingga kini belum ada penambahan akreditasi A. Dikejar tuntutan akreditasi A oleh Kementerian Agama untuk tahun 2019 membuat UIN Alauddin Makassar kalang kabut, sebab hingga hari ini dana untuk setiap jurusan rupanya tak cukup untuk menunjang akreditasi. Melangkah dari persoalan jatah dana perjurusan, rupanya karya ilmiah dosen dan mahasiswa yang kurang terpublikasi di nasional maupun internasional juga disebut-sebut menjadi salah satu hambatan tersendiri sehingga akreditasi belum mengalami peningkatan. Sementara untuk bisa mempublikasikan jurnal dibutuhkan biaya yang tak sedikit. Tumpang tindih persoalan akreditasi menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bersama khususnya pimpinan kampus. Dengan segala macam hambatan tersebut, membuat UIN Alauddin Makassar tertatih untuk dapat memenuhi standar A baik institusi maupun prodinya. Target akreditasi A untuk tahun 2019 sepertinya masih jauh dari harapan. UIN Alauddin Makassar harus bergerak cepat menutupi semua celah yang menjadi penghambat peningkatan akreditasi. Pimpinan beserta jajarannya harus bekerjasama dengan baik, agar tidak terjadi lagi tumpang tindih mengenai dalang utama yang jadi penghambat peningkatan akreditasi. Sebab untuk mengejar target akreditasi 2019 dibutuhkan partisipasi seluruh pihak yang terkait. Dana yang minim harus dimanfaatkan sedemikian rupa dan agar bisa mengejar target akreditasi A. Jika tidak, konsekuensinya UIN Alauddin tidak dapat mengejar target akreditasi A hingga 2019.
Diterbitkan sesuai SK Rektor UIN Alauddin Makassar No. 26 tahun 2017 | Pelindung dan Penasehat: Rektor UIN Alauddin Makassar | Penanggung Jawab: Wakil Rektor III UIN Alauddin Makassar | Dewan Pembina: Wakil Dekan III sejajaran UIN Alauddin Makassar, Waspada Santing, Muhammad Yusuf AR, Muh Sabri AR, Arum Spink, Sopian Asy’ari, Muh Arif Saleh, Muh. Hasbi Assiddieqy Muddin Wael, Rokiah M Lehu, Irfan Wahab, Muh. Ruslan, Syaiful Syafar, Edy, Hamjan el-Barkah, Hasbi Zainuddin, Agus, Islamuddin Dini, N Srahlin Rifaid, Luqman Zainuddin, Junaidin | Dewan Pakar: Asrullah, Indra Ahmad, Fadli, Nurfadhilah Bahar, Saefullah. Pimpinan Umum: Andi Al Qadri | Sekretaris Umum: Ridha Amaliyah | Bendahara Umum: Fadhilah Azis | Direktur Pemberitaan: Nur Isna | Direktur Litbang: Nur Jannah | Direktur Operasional: Nur Asma | Direktur Artistik: Ali Syahbana | Redaktur Tabloid: Eka Reski | Redaktur Online: Erlangga Rokadi | Redaktur Fotografi: Faisal Mustafa | Redaktur Vidiografi: Epi Aresih Tansal | Riset: Nadhifa Risfa | Pengembangan SDM: Selfiana | Desain dan Layout: Erwin Arifin | Sirkulasi & Periklanan: Wiryanti | Ekonomi Kreatif: Desy Ekawati Monoarfa. Ilustrasi: Ali Syahbana
www.
washilah .com
TOPIK UTAMA
Edisi 101 | Rabiul Awal 1439 Hijriyah | Desember 2017 Masehi
3
Akreditasi
Tersandung Anggaran Target pimpinan UIN Alauddin agar 70% jurusan terakreditasi A tahun 2018 mendatang, kini tersandung anggaran. Washilah-Pemotongan biaya pendidikan oleh pemerintah 2016 lalu rupanya berdampak terhadap alokasi anggaran universitas, utamanya anggaran jurusan. Untuk UIN Alauddin pengurangan anggaran mencapai 10% atau kisaran Rp. 10 Milyar. Akibatnya, perbaikan kualitas dengan reakreditasi terhambat di berbagai aspek. Pada dasarnya, akreditasi merupakan bukti kualitas yang diakui langsung Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) untuk universitas, serta jurusan. Akreditasi juga menjadi indikator penerimaan alumni dalam dunia kerja. Tahun 2015-2017 misalnya, dari 55 jurusan lama pada Strata 1 (S1) hanya 10 jurusan akreditasinya meningkat dari C menjadi B, sedangkan tiga jurusan peraih akreditasi A sama sekali tidak bertambah. Hal ini dibenarkan Rektor Prof Musafir Pababbari, jika kenaikan lamban. “Ia memang, cenderung lamban makanya Prodi sedang giat memperbaiki,” ujarnya beberapa waktu lalu. Jika di tahun 2015 setiap jurusan diberi wewenang mengelola dana Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) sebesar 100 juta. Tahun 2016 dan 2017, dana BOPTN justru dialihkan ke fakultas dengan keterbatasan anggaran dan kegiatan yang diajukan.
Daftar Akreditasi Prodi UIN Alauddin Makassar Tahun 2017
Ketua Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) Dr Syarifuddin Jurdi contohnya, ia menyayangkan anggaran yang minim. Kendati Ilmu Politik telah meraih akreditasi B, namun untuk mencapai A baginya cukup sulit. Pemangkasan anggaran hingga 70% dibanding tahun 2015, menurutnya cukup menghambat. Baginya, baik itu karya dosen, dokumen, alumni, dan kerjasama adalah penunjang akreditasi yang membutuhkan dana. “UIN menuntut untuk reakreditasi padahal anggaran sulit, seharusnya ada otonomi anggaran untuk menopang akreditasi,” ujarnya. Ketua Jurusan Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) Drs Alamsyah juga menyampaikan hal serupa, bahwa pemangkasan anggaran sangat berdampak terhadap penyokong akreditasi. Jika sebelumnya setiap kegiatan didukung dengan dana 10 Juta, di tahun ini jurusan hanya mendapat 2-3 juta per kegiatan. Bahkan menurutnya, dalam setahun terakhir ini, Jurusan Jurnalistik hanya memperoleh dana kisaran 10 Juta. Dana ini jelas jauh dari kata cukup, terlebih jika ingin memperoleh akreditasi A. Kendati demikian, Wakil Rektor
Bidang Administrasi Umum, Perencanaan, dan Keuangan Prof Lomba Sultan menjelaskan, bahwa sejak 2016 anggaran ke setiap jurusan terakreditasi C telah diberikan sebanyak 40 Juta. Alokasi ini, ditujukan khusus agar setiap jurusan memperbaiki kualitas guna kenaikan akreditasi. Namun penerimaan anggaran tersebut dianggap hanya mencukupi operasional penyusunan dokumen akreditasi (borang), bukan untuk memenuhi standar penilaian saat visitasi (kunjungan tim penilai) secara keseluruhan. Ketua Tim Penyusun Dokumen Akreditasi Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Arbiahningsi menyampaikan, jika alokasi dana sekitar 40 Juta hanya cukup untuk penyusunan dokumen, peyediaan visi misi, maupun kegiatan workshop, bahkan kurang. Sementara kesediaan fasilitas berupa laboratorium, belum cukup lantaran anggaran yang kecil. “Keperawatan pernah visitasi, tapi yang buat kita jatuh karena kekurangan laboratorium,” ujarnya saat dihubungi via seluler. Senada, Ketua Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Syamsiah P hd mengungkapkan jika untuk penyusunan borang saja membutuhkan dana yang tidak sedikit. Iapun mengaku baru mendapatkan dana 40 Juta tahun ini. Jurusan yang terakreditasi C sejak lima tahun terakhir ini menurut Syamsiah
masih perlu diperbaiki dari segala aspek, salah satunya fasilitas. Selain itu, revisi kurikulum maupun penelitian adalah standar lain yang mebutuhakan dana besar. Akreditasi Institut Tak hanya jurusan, universitas yang kini terakreditasi B tengah dikebut untuk naik pada 2019 mendatang. Upaya ini diungkapkan Musafir Pababbari merupakan target Kementrian Agama (Kemenag), yang meminta UIN seIndonesia terakreditasi A. Sayangnya, pemotongan anggaran membuat sejumlah program yang telah disusun menjadi terhambat. Keluhan senada disampaikan Wakil Rektor Bidang Akademik Prof Mardan, bahwa anggaran minim terutama untuk penelitian. Jurnal semisal, membutuhkan dana setidaknya 125 juta per jurnal. Namun, universitas hanya mendapat dana sebesar 2 Milyar. Padahal karya ilmiah dosen merupakan salah satu standar penilaian yang menunjang akreditasi baik institut maupun jurusan. “Semuanya butuh dana dan kita kurang,” katanya. Meski demikian, Musafir Pababbari mengaku optimis perihal target yang ia tetapkan, lantaran pimpinan universitas dan jurusan yang terus berbenah guna reakreditasi, walaupun dengan dana seadanya. Penulis: Fadhilah Azis/ Nur Zahrah Azizah
4
LIPSUS
www.
Edisi 101 | Rabiul Awal 1439 Hijriyah | Desember 2017 Masehi
washilah .com
Gencar Bangun Gedung
Habiskan Miliaran Rupiah Dua tahun belakangan, UIN Alauddin Makassar gencar membangun dan menghabiskan miliaran rupiah. Dimulai pembangunan gedung terpadu pada 2016 lalu, gedung untuk Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), hingga gedung untuk ruang dosen. Washilah-Melihat kondisi ruang kelas untuk perkuliahan yang tidak nyaman, dan tidak sebanding dengan jumlah mahasiswa UIN Alauddin Makassar, juga mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) dan FEBI yang harus berkuliah di Kampus I UIN Alauddin, mendorong pimpinan untuk membangun gedung kuliah terpadu kala itu. Gedung Dosen Setelah gedung kuliah terpadu, di tahun 2017 kembali dibangun dua buah gedung untuk ruang dosen. Sementara pembangunan untuk gedung Pascasarjana dinilai terbengkalai karena tak kunjung dilanjutkan. Kepala Bidang Perencanaan, Fathur Rahman mengungkapkan, penyebabnya adalah sumber dana yang digunakan dalam tiap gedung tersebut berbeda. Pembangunan gedung dosen berasal dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). “Jadi begini, ada syarat bahwa SBSN hanya membiayai gedung baru, tapi tuntas satu tahun. SBSN tidak akan membiayai gedung lama yang terbengkalai, atau gedung yang ingin dilanjutkan pembangunannya,” ujarnya. Senin (16/10/2017) Sementara dua gedung untuk dosen rencananya akan digunakan di tahun 2018 mendatang menghabiskan dana SBSN sekitar 20 miliar. Lanjut, Prof Lomba Sultan selaku Wakil Rektor Bidang Administrasi, Umum, dan Perencanaan Keuangan mengatakan jika dosen yang akan mendapat ruangan nantinya, adalah dosen yang tidak punya tugas tambahan. “Jadi kalau sudah ada tugas di fakultas masing-masing yang punya ruangan tidak dipindahkan ke gedung dosen,” jelasnya. Rabu (18/10/2017) Gedung dosen tersebut, bentuknya akan berkamar-kamar. Dalam satu ruangan akan diisi lima kamar dan satu ruang tamu. Diharapkan, adanya gedung untuk para tenaga pengajar di UIN Alauddin Makassar ini dapat turut menyumbang untuk peningkatan akreditasi. Pembangunan yang Terbengkalai Di samping pembangunan gedung dosen yang masih berlang-
sung, ada pula pembangunan lain di UIN Alauddin Makassar. Pembangunan gedung FEBI yang sejak lama telah direncanakan akhirnya di tahun 2017 ini mendapat kejelasan nasib. Gedung yang dirancang menjadi empat lantai dan dilengkapi dengan auditorium berkapasitas 300 orang tersebut, mendapat tunjangan dana dari sumber berbeda dari gedung dosen, yaitu dari dana APBN murni. Meskipun memiliki sumber dana yang sama dengan pembangunan gedung Pascasarjana, rupanya gedung FEBI lah yang mendapat prioritas untuk diselesaikan tahun ini. Pasalnya diungkap oleh Lomba Sultan, jika anggaran yang diterima dari APBN itu terus dibagi rata ke dua pembangunan itu seperti tahuntahun sebelumnya, maka proses penyelesaiannya akan lambat. Olehnya pada tahun 2017 ini, dana APBN dialokasikan untuk pembangunan gedung FEBI, sedangkan gedung Pascasarjana harus bersabar menanti anggaran di tahun berikutnya. “Kita harus memilih diantara dua pilihan. Kalau Pascasarjana, kayaknya tidak selesai juga karena desainnya tujuh lantai,” jelas Fathur Rahman. Sementara itu, Pascasarjana yang pembangunan gedungnya belum rampung, harus bersabar lantaran berpindah-pindah gedung di Kampus II UIN Alauddin Makassar. Pernah menempati gedung FTK, kemudian dipindahkan lagi ke gedung kuliah terpadu A. Sumber dana lain yang akan didapatkan UIN Alauddin Makassar untuk pembangunan adalah Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), yang dananya diperuntukkan pembangunan rumah sakit pendidikan. Karena anggaran yang dibutuhkan menyentuh angka 400 M, sementara untuk pembangunannya KPBU mengandalkan pihak ketiga, dan UIN Alauddin Makassar sisa menerima kunci nantinya. “Jadi nanti kita terima kunci setelah dibangun oleh pihak ketiga, setelah itu ya kita cicillah dana pembangunannya 10-20 tahun,” ungkapnya sambil tertawa kecil.
Foto: Raden Muh. Aswan Syahrin Proses pembangunan gedung dosen yang menghabiskan dana SBSN hingga 20 M. Gedung ini nantinya akan digunakan oleh para dosen sebagai ruang pertemuan dengan mahasiswa, tamu, maupun tempat menyusun jurnal ilmiah yang dicanangkan akan mulai difungsikan pada 2018 mendatang. (30/08/2017) Peremajaan Fasilitas Lain Pembangunan besar-besaran UIN Alauddin Makassar terus digarap, sehingga disebut hanya fokus pada pembangunan fasilitas di kampus. Namun banyak juga fasilitas yang mulai usang dan butuh diremajakan. Seperti salah satu gedung FTK yang telah menjalani pembaharuan, juga disebut bentuk peremajaan kampus lain adalah tampilan lapangan yang terletak di depan Gedung Rektorat yang menampilkan wajah barunya. “Dimulai dari pembangunan di pintu depan, dulu lapangan kan masih becek. Sekarang lebih baik,” ucap Prof Lomba yang juga merupakan Guru Besar FSH tersebut. Untuk peremajaan fasilitas akademik sendiri, dari keterangan Lomba Sultan juga Fathur Rahman mengatakan jika masing-masing fakultas memiliki dana yang dapat diolah sendiri untuk keperluannya. “Setiap fakultas sudah punya dananya sendiri, kami hanya bertugas untuk merekap anggaran. Fakultas ini, ini danamu silahkan digunakan,” jelas Fathur Rahman. Pimipinan fakultas dibiarkan berkreasi untuk pembangunan mereka masing-masing, itu juga yang menyebabkan keseragaman dan pemerataan fasilitas di tiap fakultas berbeda. FSH misalnya, seluruh ruang perkuliahannya telah di lengkapi dengan Air Conditioning
(AC), FST merenovasi gedung yang kondisinya memang butuh segera diperbaiki. FDK lain lagi, setelah melengkapi beberapa ruang perkuliahan dengan proyektor, kemudian gencar menata pekarangan dengan tugu bermartabat, hingga masjid. Sementara itu, hal lain yang menjadi sorotan adalah nasib fasilitas mahasiswa yang aktif berorganisasi di gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM). Karena jika melihat kondisi lapangan basket, voli, dan bulu tangkis, hingga fasilitas-fasilitas di PKM banyak yang tak layak. Seperti Water Closed (WC) yang sudah tidak bisa digunakan lagi. “Kalau PKM bagiannya langsung di kemahasiswaan,” ucap Fathur Rahman. Di samping itu juga, Prof. Lomba pun menjelaskan bahwa salah satu sumber dana pembangunan UIN Alauddin, yaitu Islamic Development Bank (IDB) tahap dua nanti akan membangun beberapa gedung penunjang kebutuhan mahasiswa dan civitas akademika. Sebut saja, nantinya akan ada sport center dan laboratorium terpadu. “Kalau PKM, nanti akan kita bangun lagi. Jadi dari jajaran Dema, Sema, hingga UKM akan ditempatkan di sana,” tuturnya. Pembangunan untuk Akreditasi Pembangunan di UIN Alaud-
din Makassar belakangan ini bagai tak ada hentinya, sumber dana untuk pembangunan pun patut disyukuri datangnya. Akreditasi universitas yang kini adalah B+, dan tentunya terus diusahakan oleh setiap elemen kampus untuk ditingkatkan, baik dari mahasiswa-mahasiswa yang berprestasi, hingga dosen-dosen yang menyandang sebagai guru besar. Sementara itu, Lomba Sultan pun mengatakan bahwa pembangunan sebenarnya tidak terlalu berdampak terhadap akreditas. “Tapi ada dampak yang secara tidak langsung yang dihasilkan,” ucapnya. Menurutnya, bangunan fisik tidak berdampak langsung pada akreditasi universitas. Hanya saja dengan dipenuhinya fasilitas-fasilitas akademik, tentunya akan meningkatkan pula produktifitas mahasiswa juga para dosen. Senada dengan itu, Fathur Rahman juga mengatakan jika pembangunan infrastruktur baik, yang tentunya akan turut menyokong akreditasi. “Kita membangun terus untuk memenuhi kebutuhan, dampaknya kepada akreditasi saya rasa cukup besar kalau pembangunan infrastruktur baik,” tutupnya. Penulis: Selfiana Editor: Eka Reski R.
5
CIVITAS
www.
washilah .com
Edisi 101 | Rabiul Awal 1439 Hijriyah | Desember 2017 Masehi
Gazebo FDK UIN Alauddin
Ambruk, 7 Orang Terluka
Foto: Nurfitri Rauf Mahasiswa bergotong-royong merapikan runtuhan Gazebo Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Alauddin yang telah rata dengan tanah di UIN Alauddin Makassar. Senin (11/12/2017)
Washilah – Gazebo Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Alauddin Makassar yang berada di samping tugu bermartabat, tepatnya samping kiri Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) ambruk dan mengakibatkan tujuh orang terluka. Senin (11/12/2017) Korban pada kejadian tersebut terdiri dari tujuh orang, enam diantaranya luka ringan yang saat ini sedang berada di Poliklinik UIN Alauddin Makassar sementara satu orang luka parah dirujuk ke Rumah Sakit Faisal Makassar untuk mendapatkan perawatan intensif. Selain itu, 3 motor juga ikut rusak akibat ambruknya gazebo tersebut. Dari ketujuh korban tersebut, empat diantaranya mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) semester tiga Salmah, Mustainah Kadir, Mukrimah, Andi Nurul Suci Aulia, dua orang mahasiswa Jurusan Kesejahteraan Sosial (Kessos) semester tiga yaitu Fitrah, dan satu orang berinisial HM,
serta satu pemuda bernama Fiqhi Alif Fadlan. Salah satu korban Fitra mengatakan, bahwa ia duduk bersama tujuh orang di bawah gazebo tersebut. “Ada tujuh orang yang duduk, enam mahasiswi dan satu orang pemuda,” ujar Fitra saat diwawancarai di Poliklinik UIN Alauddin Makassar. Mahasiswa KPI, Mukrimah mengatakan bahwa ambruknya gazebo tersebut terjadi belum lama setelah duduk di gazebo tersebut “Belum sampai lima menit saya dan teman-teman duduk di gazebo, hanya terdengar bunyi kayu yang begitu singkat, tiba-tiba roboh,” terang mukrimah. Sementar Mustainah menuturkan, bahwa awalnya ia mendengar suara kayu retak. Sayangnya ia belum sempat lari saat gazebo ambruk. Penulis : Nur Fitri Rauf/ Devi Fitriani (magang) Editor : Nur Isna
AC Rusak,
Mahasiswa Kritik dengan Coretan Washilah- Air Conditioner (AC) yang berada di lantai dua Gedung Terpadu C UIN Alauddin Makassar rusak. Mahasiswa pun mengkritik kerusakan tersebut dengan coretan tanda tangan mahasiswa. Rabu (13/12/2017) Salah seorang mahasiswa jurusan Ilmu Perpustakaan semester III Walib mengaku, awalnya AC yang terpasang di ruangan tersebut berfungsi sebagaimana mestinya. Namun berselang beberapa bulan, AC yang dinaungi Fakultas Adab Dan Humaniora (FAH) ini rusak. “Mahasiswa merasa kepanasan dan salah satu bentuk kekecewaan mungkin dengan cara mencoretcoretnya,” ujarnya. Dhinir, yang merupakan teman
Walib pun menambahkan, agar pihak birokrasi segera memperbaiki fasilitas tersebut dan kalau perlu segera diganti. “Kalau bisa pihak petinggi kampus segera memperbaiki fasilitas, kalau perlu diganti saja dengan kipas,” papar Dhinir. Sementara itu, Cleaning Service Daeng Jinne mengatakan, dirinya tidak tahu menahu soal oknum yang mencoret-coret AC tersebut. “Saya tak tau apa-apa soal mahasiswa yang mencoret-coret AC tersebut, karena begitu banyak mahasiswa yang setiap hari menggunakan ruangan ini,” pungkasnya. Wakil Dekan Bidang Akademik FAH Abd Rahman R men-
Tujuh Ketua HMJ FST
Terpilih Secara Aklamasi Washilah – Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UIN Alauddin turut serta dalam semarak Pemilihan Mahasiswa (Pemilma) serentak hari ini. Dari sembilan jurusan yang ada, hanya dua jurusan yang melakukan pemilihan, artinya tujuh Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) terpilih secara aklamasi di Lecture Theater (LT) FST. Kamis (14/12/2017). Dua jurusan tersebut yaitu, Jurusan Ilmu Peternakan dan Jurusan Teknik Arsitektur, masingmasing jurusan ada tiga kandidat.
Wakil Dekan Bidang Akademik Dr A M Suarda mengatakan, sangat memgapresiasi Pemilma kali ini dan mempersilahkan mahasiswa memilih pilihan yang terbaik diantara yang baik. “Saya sangat mengapresiasi pemilma kali ini, sebab berbeda dengan tahun sebelumnya sehingga saya mempersilahkan mahasiswa untuk memilih karena banyak yang baik tapi pilihlah terbaik,” tuturnya. Ia menyebutkan, untuk Jurusan
egaskan tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut tidak edukatif. Menurutnya, kritik yang seharusnya dilakukan dengan cara yang baik. “Tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut tidak edukatif, tindakan yang seharusnya dilakukan itu, dengan cara yang baik, tidak dengan mencoret-coret fasilitas tersebut,” tegasnya saat diwawancarai di ruangannya Pihaknya pun akan segera memperbaiki atau mengantinya, asalkan mahasiswa tidak melakukan tindakan di luar koridor aturan. Penulis: Ardi (Magang) Editor: Erlangga Rokadi
Sistem Informasi, Biologi, Kimia, Fisika Matematika, Teknik perencanaan Wilayah Kota (PWK), dan Teknik Informatika (TI) menggunakan sistem aklamasi karena hanya satu orang yang mendaftar, dengan mengadakan Musyawarah Besar (Mubes). Muh. Ashar selaku Ketua Lembaga Penyelenggaraan Pemilma (LPP) Berharap, agar pemilma ini sportifitasnya tetap terjaga. “Semoga ketua yang terpilih mampu membawa nama jurusan terkhususnya FST dan spotifitasnya tetap terjaga,” tutupnya. Penulis : Anisa Rahma (magang) Editor : Nur Isna
Foto: Ardi Air Conditioner (AC) yang berada di lantai dua Gedung Terpadu C UIN Alauddin Makassar dicoret oleh mahasiswa. Rabu (13/12/2017)
Wagub Sulsel Hadiri Pembekalan KKN UIN Alauddin Washilah – UIN Alauddin Makassar menggelar acara pembukaan pembekalan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Regular angkatan ke 57 yang dihadiri oleh Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Agus Arifin Nu’mang, kegiatan ini berlangsung di Gedung Auditorium Kampus II UIN Alauddin Makassar. Senin(11/12/2017). Wakil gubenur Sulawesi Selatan (Sulsel) Agus Arifin Nu’mang mengimbau, agar mahasiswa menikmati masa KKN-nya. “KKN itu adalah masa-masa yang di rindukan mahasiswa,masa kita menguji
coba ilmu yang kita dapat di meja perkuliahan,” tuturnya. Dalam sambutannya, ia juga berpesan agar mahasiswa tidak berlama-lama di kampus. Hal itu dikarenakan kuota lapangan kerja tidak lagi seperti dulu. ” Jangan berlama-lama di kampus karena sekarang tidak lagi seperti dulu, pekerjanya banyak sedangkan pekerjaannya yang sedikit berbeda dengan dulu pekerjaan banyak pekerja sedikit,” jelasnya. Penulis : Suhairah Amaliyah (magang) Editor: Nur Isna
6
AKADEMIKA
www.
washilah .com
Edisi 101 | Rabiul Awal 1439 Hijriyah | Desember 2017 Masehi
UIN Alauddin
Foto: Suhairah
Lepas 2029 Mahasiswa KKN
Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Agus Arifin Nu’mang saat memberikan sambutannya dalam pembekalan Kuliah Kerja Nyata (KKN) UIN Alauddin Makassar di gedung Auditorium kampus II Samata. Senin (11/12/2017).
Washilah – UIN Alauddin Makassar melepas 2029 mahasiswanya, untuk mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) regular angkatan 57 tahun 2017, di Gedung Auditorium Kampus II UIN Alauddin Makassar. Senin (11/12/2017) Ketua Panitia pelaksana KKN Dr Muhammad Yahya mengatakan bahawa mahasiswa yang akan diberangkatkan tersebut, berasal dari delapan fakultas berbeda di UIN Alauddin Makassar. Menurutnya, sebelum mahasiswa diberangkatkan untuk KKN, harus mengikuti pembekalan terlebih dahulu. “Banyak hal yang perlu diikuti selama pelaksanaan pembekalan sebagai prasyarat untuk mengikuti KKN, karena kesuksesan pembekalan ini akan menjadi penentu kelak kesuksesan KKN,” jelasnya. Sementara itu, Kepala Pusat LP2M Drs M Gazali Suyuti mengatakan, mahasiswa
akan ditempatkan pada 10 Kabupaten dan 22 Kecamatan. Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan Agus Arifin Nu’mang saat membuka acara menyampaikan, agar ilmu yang mau terapkan harus sesuai kondisi. “Ilmunya sudah siap tinggal melihat dilapangan, jangan sampai kita tidak bisa beradaptasi jadi programnya harus disesuaikan,” ujarnya. Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Prof Aisyah Kara menyebutkan, kelebihan UIN Alauddin adalah memiliki bekal ilmu agama yang telah diperoleh dibangku perkuliahan selama ini. “Mahasiswa UIN punya kapasitas dan integritas yang insya Allah bisa dipertanggung jawabkan sesuai buku saku,” tuturnya. Penulis : Nur Isna
WR I Siap Perjuangkan KKN Hanya 40 Hari Washilah – Wakil Rektor (WR) Bidang Akademik UIN Alauddin Makassar, Prof Mardan M Ag, menyatakan siap membantu mahasiswa untuk memperjuangkan estimasi waktu Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40 hari saja. Kamis (14/12/2017) Hal itu disampaikan ketika membawakan materi, pada hari keempat pembekalan KKN regular angkatan 57 yang di-
laksanakan di Gedung Auditorium Kampus II UIN Alauddin Makassar. Menurutnya, pola ber-KKN yang selama ini dijalani dengan waktu 60 hari, perlu diubah. Karena ia pun baru menyadari bahwa KKN hanya memiliki bobot empat Satuan Kredit Semester (SKS), yang jika diakumulasi hanya 40 hari. “Saya baru tahu kalau cuma
4 SKS, makanya saya berani perjuangkan untuk diubah,” ucapnya. Sementara itu Drs Muh Yusuf Hidayat selaku moderator mengatakan, bahwa menerapkan sistem baru dalam ber-KKN adalah suatu hal yang sulit, karena itu sudah tercantum di dalam statuta UIN Alauddin Makassar. “Untuk merubah pola, saya kira harus mengubah aturan yang
ada di dalam statuta itu dulu, kemudian harus mendapat persetujuan pada rapat senat, dan lainlain,” ungkapnya. Ia juga menambahkan bahwa lamanya waktu pengabdian terhadap masyarakat, tidak bisa diukur dan dibandingkan dengan lamanya waktu belajar di kelas. Menanggapi hal tersebut, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M)
UIN Alauddin Makassar, Drs M Gazali Suyuti mengaku tak masalah jika waktu pelaksanaan KKN akan dikurangi, selama itu terdapat di dalam aturan kampus. “Tidak apa, aturan itu milik pimpinan. Kami hanya bertugas sebagai badan pelaksana,” terangnya. Penulis: Eka Reski R.
RISET Beasiswa adalah program yang dibiayai oleh pemerintah melalui pemanfaatan dana pengembangan pendidikan. Namun, pengelolaannya menuai sejumlah pertanyaan. Salah satunya transparansi beasiswa. Hakikatnya, beasiswa harus memenuhi sasaran, jumlah, dan tepat waktu. Jumlah Beasiswa menurut data yang diberikan oleh Kepala Bagian (Kabag) Kemahasiswaan Drs Alwan Subhan terkait beasiswa yang masuk setiap tahunnya, terdapat delapan macam beasiswa yang dikategorikan menjadi dua bagian. Empat beasiswa dari Kementrian Agama (Kemenag) yang terdiri dari : Beasiswa Prestasi(430), Program Studi (Prodi) Keagamaan (22), Bidik Misi (193), dan Tahfiz (52). Sedangkan empat lainnya beasiswa non Kemenag yang juga terdiri dari beasiswa Bank Indoneisa (BI) (40), Pemerintah Provinsi (Pemprov), Pemerintah Daerah (Pemda), dan Lapis (50)
Dalam beberapa tahun terakhir, UIN Alauddin Makassar rutin mengeluarkan surat edaran terkait larangan membawa Mahasiswa Baru (Maba) berkegiatan di luar kampus. Aturan ini oleh Wakil Rektor III sebagai larangan yang mengikat pada organisasi internal dalam mobilisasi Maba. Salah satu tujuan dari aturan ini adalah agar Maba fokus terhadap akademik, setidaknya selama setahun. Tahun 2018 mendatang, UIN Alauddin Makassar akan menerapkan sistem Dana Penunjang Pendidikan (DPP) untuk mahasiswa yang lulus melalui jalur Ujian Masuk Mandiri (UMM) dan Ujian Masuk Khusus (UMK). DPP merupakan uang sumbangan dari mahasiswa untuk membantu universitas dalam memenuhi sarana dan prasarana perkuliahan. Pengajuan untuk DPP rupanya telah diterima oleh Kementerian Agama (Kemenang) sejak tiga bulan yang lalu. Alasan lain dari penerapan sistem DPP untuk dua jalur tersebut karena keduanya merupakan jalur masuk luar tanggungan pemerintah.
1. Apakah anda pernah mendapatkan informasi mengenai semua jenis beasiswa yang ada di UIN Alauddin Makassar?
1. Apakah anda setuju dengan kebijakan tersebut?
1. Apakah anda sudah mengetahui kebijakan tersebut?
2. Berapa jumlah beasiswa di UIN Alauddin yang anda ketahui?
2. Menurut anda, apakah penting bagi Maba untuk berorganisasi pada tahun pertamanya masuk kuliah?
3. Darimana Anda mendapatkan informasi tentang beasiswa?
4. Menurut anda, apakah beasiswa di UIN Alauddin sudah tepat sasaran?
3. Menurut anda seberapa penting peran organisasi atau kegiatan luar akademik lainnya bagi mahasiswa?
2. Apakah anda setuju sistem itu diterapkan di uinam?
Riset: Nadhifa Risfa
SAJIAN KHUSUS
www.
washilah .com
Edisi 101 | Rabiul Awal 1439 Hijriyah | Desember 2017 Masehi
7
MENGUKIR SEJARAH
Foto: Arsip UIN Alauddin Makassar
52 TAHUN UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Gedung lama IAIN Alauddin Makassar sebelum dikonversi menjadi UIN Alauddin Makassar.
52 tahun berkiprah di dunia pendidikan, selama itu pula dinamika perkembangan UIN Alauddin Makassar telah dilalui de ngan begitu kompleks. Washilah-Beranjak dari tahun 1962, melalui sebuah pemikiran akan kebutuhan masyarakat mengenyam pendidikan Islam, lahirlah sebuah Institut Perguruan Islam Negeri di Ujung Pandang (sekarang Makassar). Masa Persiapan Karena keinginan Departemen Agama untuk mengembangkan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) di luar Yogyakarta dan Jakarta, lahirlah gagasan untuk membuka cabang di Ujung Pandang setelah membuka cabang di Kutaraja, Palembang, dan Banjarmasin. Namun hal tersebut masih butuh waktu panjang, mengingat Universitas Muslim Indonesia (UMI) lebih dulu berdiri pada tahun 1954. Melihat hal itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Departemen Agama menemui Presiden UMI saat itu, H Abd Rahman Syihab. Menanggapinya, Rahman Syihab segera menyampaikan kepada Ketua Badan Wakaf UMI yang tidak butuh waktu lama, agar kabar tersebut meluas ke seluruh kalangan civitas akademika UMI. Alhasil, Rapat Pimpinan (Rapim) pun diadakan dan dihadiri oleh beberapa anggota badan wakaf, dosen, juga beberapa mahasiswa. Dari Rapim tersebut, muncul pro dan kontra terkait cabang IAIN yang akan didirikan. Sebagian kalangan memilih untuk tidak setuju, sebab IAIN akan mengganggu eksistensi dari UMI,
mereka beranggapan bahwa UMI telah mampu mencetak kader dengan intelektual Muslim. Disisi lain sebagian kalangan memilih setuju, sebab suatu hari nanti akan banyak masyarakat yang ingin mengemban pendidikan Islam, dan IAIN juga tidak akan mengganggu eksistensi UMI, justru akan terjalin kerjasama yang baik. Maka pada Juni tahun 1962, Gubernur Sulawesi Selatan/Tenggara segera menemui Menteri Agama untuk menyampaikan pendapat dari masyarakat dan juga pemerintah untuk mendirikan IAIN cabang, sesuai dengan hasil Rapim dari Badan Wakaf UMI yang disampaikan oleh Rahman Syihab. Menyetujui hal itu, pemerintah dalam hal ini Departemen Agama, segera melakukan tahap penegerian dua fakultas UMI menjadi IAIN Yogyakarta cabang Makassar. Di tahun yang sama, Fakultas Hakim Agama UMI dinegerikan menjadi Fakultas Syariah IAIN berdasarkan Surat Keputusan No. 75 tahun 1962. Selanjutnya, Fakultas Guru Agama UMI dinegerikan menjadi Fakultas Tarbiyah IAIN pada tahun 1964. Peresmian dilakukan pada 10 November 1962, pertimbangan tersebut didasari oleh peringatan hari Pahlawan yang saat itu berlangsung di Makassar, dan tentunya dihadiri oleh beberapa tokoh penting di Indonesia. Bersamaan dengan itu juga, dilantiklah Rahman Syihab sebagai
Dekan Fakultas Syariah IAIN cabang Makassar. Di sisi lain, untuk mempertahakan eksistensi UMI sebagai universitas, maka diresmikan pula Fakultas Ekonomi UMI. Pengintegrasian dari UMI ke IAIN Di tahun pertama, seluruh mahasiswa yang dulunya merupakan bagian dari Fakultas Hukum UMI diintegrasikan ke Fakultas Syariah IAIN, begitu pun dengan dosen dan tenaga administrasi Fakultas Guru Agama UMI yang juga melakukan tahap pemindahan status. Sedangkan segala aktivitas perkuliahan IAIN untuk sementara dilakukan di gedung perkuliahan UMI yang bertempat di Jalan Kakatua, Makassar. Harapan untuk mewujudkan IAIN dapat berdiri sendiri mulai mendapat titik terang. Pasalnya, pemerintah telah mengeluarkan aturan No. 27 tahun 1963 tentang syarat untuk sebuah institut dapat berdiri sendiri, yaitu memiliki sekurang-kurangnya tiga jenis fakultas. Olehnya di tahun 1965, langkah yang kemudian ditempuh adalah mengintegrasikan Fakultas Agama Islam UMI menjadi Fakultas Ushuluddin IAIN. Setelah memiliki tiga jenis fakultas, perencanaan nama institut pun mulai dibicarakan. Dengan berbagai pertimbangan, dicetuskan “Alauddin” sebagai nama yang tepat, alasannya pun tak lain dari sejarah Sultan Alauddin, Raja Gowa pertama yang memeluk Islam dan menyebarkannya di Kawasan Indonesia Timur. Dengan demikian, pemberian nama ini diharapkan dapat menjadi peningkat kejayaan Islam di masa mendatang, khususnya di Indonesia bagian Timur. Sementara itu, UMI yang
hanya tersisa satu fakultas harus segera mungkin memiliki dua tambahan fakultas lagi, mengingat adanya peraturan pemerintah yang mengatur tentang syarat didirikannya perguruan tinggi, dengan memiliki sekurang-kurangnya tiga jenis fakultas. Untuk itu, pada 1965 UMI mendirikan Fakultas Teknik dan Fakultas Ushuluddin. Dengan demikian, IAIN dalam perjalanan mendirikan Institut sendiri, tidaklah mengganggu eksistensi UMI, begitupun sebaliknya. Bahkan hingga pindahnya IAIN ke Jalan Sultan Alauddin, IAIN tetap menggunakan gedung dari UMI, juga gedung pinjaman dari Pemerintah Daerah (Pemda). Masa Perkembangan H Aroepala yang pada saat itu menjadi rektor pertama, menjalankan tugasnya untuk membangun IAIN. Pada masa pemerintahannya, lahir satu fakultas di Ternate. Hal itu didasari atas saran Menteri Agama agar di Maluku juga dibuka satu institut Agama, maka pada 3 November 1966, berdirilah Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin cabang Ternate. Pergantian kepemimpinan dari Aroepala menjadi Drs H Muhyiddin Zain pun dilaksanakan berdasarkan rapat senat IAIN AlJamiah. Di masa itu, IAIN terus giat memanfaatkan peluang untuk mendirikan fakultas di berbagai cabang. Hanya dalam kurun waktu lima tahun, telah lahir sejumlah fakultas, yaitu Fakultas Adab di Ujung Pandang, Fakultas Tarbiyah di Pare-Pare, Kendari, BauBau, Gorontalo dan Palu, Fakultas Syariah di Watampone, Fakultas Ushuluddin di Palopo, serta Fakultas Dakwah di Bulukumba. Fakultas Dakwah, adalah satu-satunya fakultas yang berdiri tanpa induk. Dalam artian, ia adalah fakultas yang pertama kali diadakan, lain halnya dengan Fakultas Syariah, Tarbiyah, Ushuluddin, juga Adab yang merupakan fakultas induk dan membuka cabang di daerah lain. Salah satu tokoh yang turut serta dalam sejarah berdirinya Fakultas Dakwah, ialah Prof Dr Hj Muliaty Amin M Ag. Mantan Dekan Fakultas Dakwah pada periode 2012-2015tersebut, sedikit mengulas cerita awal berdirinya fakultas tersebut hingga berstatus fakultas induk di Ujung Pandang. “Tidak boleh ada cabang kalau tidak ada induk. Jadi tahun 1988 barulah Fakultas Dakwah Bulukumba rihlah ke Ujung Pandang,” jelasnya.
Kendati demikian, Fakultas Dakwah cabang Bulukumba yang dipimpin Drs Andi Anshar tetap menyelesaikan perkuliahan dan tidak lagi menerima mahasiswa baru, hingga dipindahkan ke Ujung Pandang. Saat itu, Prof Muliaty menjabat sebagai pelaksana dekan bersama dua orang lainnya, yaitu Iftitah dan Dra Siti Salmah, karena seluruh pimpinan dan juga staf belum ikut dipindahkan. “Tugas saya itu bolak-balik antara Bulukumba dan Ujung Pandang untuk menyampaikan laporan. Dekan dan staf yang lain baru pindah setelah seluruh aktivitas di Bulukumba selesai sepenuhnya,” ungkapnya. Fakultas Dakwah cabang Bulukumba saat itu hanya membuka satu jurusan yaitu Penyuluhan Islam. Setelah dipindahkan ke Ujung Pandang, barulah bertambah lagi jurusan Komunikasi Penyiaran Islam dan Manajemen Dakwah, juga Teknik Informatika yang saat ini bergabung dengan Fakultas Sains dan Teknologi. Prof Muliaty juga menjelaskan jika Fakultas Dakwah cabang Bulukumba pada saat itu memiliki tempat dihati masyarakat. Sebab, memiliki pola pengabdian yang terjun langsung ke lapangan untuk bertatap muka dengan audience. Tiap sepekan para mahasiswa dibagi tugas untuk bertemu masyarakat, untuk melakukan pengembangan dakwah di masjid ataupun musala. “Tiap safari Ramadhan, pasti mahasiswa Fakultas Dakwah yang paling dicari,” tutupnya. Sementara itu, agar terwujudnya pendidikan yang maksimal, saat itu usaha untuk memiliki gedung sendiri pun terus diupayakan, mengingat gedung perkuliahan masih berstatus pinjaman. Olehnya, atas bantuan Gubernur Sulawesi Selatan Andi Pangerang Pettarani, IAIN Alauddin berhasil membeli tanah untuk lokasi pembangunan kampus yang terletak di Jalan Gowa Raya (Jalan Sultan Alauddin), Makassar. Hingga diterbitkannya aturan untuk perguruan tinggi, yaitu PP No 30 tahun 1990 tentang larangan adanya duplikasi fakultas sejenis, IAIN Alauddin hanya membina lima buah Fakultas Induk saja, yaitu Fakultas Adab, Fakultas Dakwah, Fakultas Syariah, Fakultas Tarbiyah, dan Fakultas Ushuluddin yang masing-masing berlokasi di Ujung Pandang. Penulis: Rena Rahayu/ Faisal Mustafa Editor: Eka Reski R.
8
SAJIAN KHUSUS
Edisi 101 | Rabiul Awal 1439 Hijriyah | Desember 2017 Masehi
www.
washilah .com
Satu hal yang tak akan dilupakan Prof Azhar Arsyad pada masa jabatannya sebagai rektor, adalah keberhasilannya mengintegrasikan IAIN menjadi UIN Alauddin. Washilah-Ide perubahan sebenarnya telah ada jauh sebelum ia menjabat sebagai rektor. Kala itu, Azhar yang bercita-cita melanjutkan studi ke fakultas kedokteran masih duduk di kelas enam Pesantren Modern Gontor, merasa disulitkan secara formal. Sebab, walau ia juga menggeluti ilmu aljabar, biologi, ilmu ukur (al-Handasah), ilmu alam (ilmu Thathabiy’ah), dan sebagainya tetap sulit masuk ke fakultas-fakultas umum karena ijazah yang ia miliki secara formal, tidak memenuhi syarat untuk itu. Masalah itu kemudian terus terjadi di Indonesia dan menjadi bahan amatan Prof. Azhar. Maka dari itu, saat ia diberi kesempatan untuk berkompetisi dengan dosen-dosen perguruan tinggi seSulawesi Selatan di tahun 1983, ia memberanikan diri mengambil bidang umum. Yakni Teaching English as a Foreign Language (TEFL) di Amerika Serikat. Wujudkan Gagasan Dalam usahanya membangun peradaban Islam di IAIN, ia mencoba kembali membuka Program Studi Tadris Inggris yang diharapkan menjadi cikal bakal Sosial Sciences ketika ia menjadi Dekan Fakultas Tarbiyah tahun 1997. Ide untuk melakukan perubahan institut menjadi universitas juga diperkaya oleh pandangan dari beberapa kawannya seperti Prof. Ahmad Tafsir, seorang pakar pendidikan dari Bandung, Prof. Abuddin Nata, juga Dr. Mulyadi Kartanegara yang melihat diperlukannya sosok yang mampu berfikir komprehensif saat ini serta perlunya ilmu pengetahuan agama diperkaya dengan pengetahuan umum. Gagasan itu pun terus disosialisasikan di lingkup IAIN Alauddin. Para pembantu rektor yang mendampingi Prof Azhar pada waktu itu juga ikut bersemangat dan mendukung penuh ide tersebut. Hingga pada rapat senat yang dilaksanakan pada 25 Juli 2002, ia meminta persetujuan dari para anggota senat yang selanjutnya diberi mandat untuk memulai langkah konversi tersebut. Setelah persetujuan itu, delegasi dari IAIN Alauddin segera dikirim ke Riau, Malang, Jakarta, dan Yogyakarta untuk melihat proposal UIN, serta contoh proposal prodi yang diusulkan oleh UIN/IAIN Malang, Jakarta, dan Riau, termasuk dengan format proposal untuk memperoleh dana dari Islamic Development
Bank (IDB). Transformasi IAIN ke UIN Alauddin Ada begitu banyak proses yang harus dilalui untuk bisa mengubah IAIN menjadi UIN Alauddin, salah satunya adalah rapat pembahasan di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) di Jakarta. Pertemuan dalam rangka membahas perubahan IAIN Alauddin dan IAIN Sunan Gunung Jati Bandung menjadi UIN itu dilaksanakan pada tanggal 7 April 2005 di Kantor Kementerian PAN, Jalan Jenderal Sudirman Jakarta. Pada rapat tersebut, Deputi Kementerian PAN Bidang Kelembagaan, Sumarno, kemudian mengingatkan tentang komitmen bersama Departemen Agama, saat IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta diproses menjadi UIN bahwa tidak akan ada perubahan IAIN menjadi UIN sebelum keempat UIN lainnya menunjukkan hasil yang memuaskan. “Seharusnya, dievaluasi dulu UIN yang telah ada baru mengajukan lagi.” ujarnya. Pernyataan itu sontak membuat dua rektor dan tim konversi kedua IAIN yang dibahas itu tegang. Mereka khawatir jika proses perubahan tersebut akan digagalkan. Namun, Departemen Agama meyakinkan bahwa dua IAIN inilah yang terakhir, dan tidak akan ada lagi IAIN yang akan dipromosikan, setidaknya dalam masa pemerintahan saat itu. Bangun UIN dengan Kerjasama Berbagai usaha telah dilaku-
Prof Azhar Arsyad,
Perubahan Status IAIN Ke UIN kan Prof Azhar saat itu untuk membuat UIN menjadi lebih baik. Hasilnya, telah banyak kerja sama yang ia jalin dengan beberapa organisasi dari beberapa negara di belahan dunia. seperti Australia, Kanada, hingga Saudi Arabia. Menurutnya, jika perguruan tinggi yang dinaungi Pendidikan Nasional (Diknas) saja bisa punya banyak bantuan dari mana-mana dan ditunjang oleh pemerintah, seharusnya perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Kementerian Agama pun bisa merasakan hal yang sama. Ia juga mengaku, jika dana yang digunakan untuk membangun masjid di dalam kampus merupakan hasil dari kerja sama dengan kedutaan Saudi Arabia. Tak tanggung-tanggung, bantuan dana yang diperoleh dari kerja sama tersebut kurang lebih sebesar Rp. 1 Miliar. “Pokoknya saya pada saat itu lebih banyak fokus untuk memperluas jaringan.” akunya. Pindah ke Kampus II Perubahan UIN ke IAIN menuntut birokrasi untuk memiliki layanan yang lebih prima. Oleh sebab itu, kampus II pun dibangun dan diatur, agar memiliki fasilitas yang lebih bagus
dibanding kampus I yang terletak di Jl. Sultan Alauddin Makassar. Namun, setelah kampus II dibangun, Prof. Azhar tidak begitu saja memindahkan segala aktifitas akademik dan kegiatan kampus yang lainnya disana. Dia menungggu hingga semua warga kampus meminta untuk segera dipindahkan ke kampus II. “Saya bilang harus semuanya minta, mahasiswa, dosen, dekan, dan lain-lain.” ucapnya saat itu. Bingkisan untuk yang Berulang Tahun Ada satu hal yang unik yang dilakukan Prof Azhar saat masih menjabat sebagai Rektor di UIN Alauddin Makassar. Semua pegawai tetap maupun pekerja harian seperti cleaning service,
staf, Satpam, dan sebagainya akan diberi kartu ucapan beserta sebuah bingkisan kecil jika sedang berulang tahun. Setelah diberi ucapan selamat, mereka akan diberi hadiah. Hal itu dilakukan setiap tahun, dan kemudian berhenti saat masa jabatan Prof. Azhar berakhir. Dalam sehari, biasanya ada lima sampai tujuh orang yang berulang tahun. Untuk mendukung tindakan tersebut, Prof. Azhar pun memiliki kartu ulang tahun yang sudah dicetak khusus, sisa menambahkan nama lalu diantarkan beserta hadiah bingkisan. Penulis: Nadhifa Risfa Izzati Editor: Eka Reski R.
Biodata Singkat: Born in ToliToli, Indonesia High-School at Gontor, Indonesia B.A and Drs. at IAIN Alauddin Makassar, Indonesia M.A. in Linguistics at SUNY,New York & Georgetown Univ. Washington, DC, USA. Ph.D. in Management, at Boston Univ. USA. & McGill Univ. Canada & UIN Ciputat. Full Professor, in 2003 International Conferences: Speaker in Korea, Malaysia, USA, Germany, Italia, Spain, Brunai, Egypt, Turkey, Australia, Canada, Thailand, and Indonesia. Award from Bill Clinton as a Humprey Fellow in Minneapolis, USA
www.
washilah .com
9
SAJIAN KHUSUS
Edisi 101 | Rabiul Awal 1439 Hijriyah | Desember 2017 Masehi
Prof. Qadir Gassing
“Dari Rekor Muri Hingga Konsep Upgrading Self” Delapan tahun mendampingi Prof Azhar Arsyad sebagai Pembantu Rektor (PR) I dan II, membuat Prof Qadir Gassing paham betul akan situasi kampus yang lekat dengan banyaknya problematika mahasiswa saat itu. Washilah-Dari sekian banyaknya transisi kepemimpinan IAIN sampai UIN Alauddin Makassar, salah seorang yang pernah ikut memegang tanggung jawab sebagai rektor yakni Prof Dr H A Qadir Gassing. Pencapaian Terbesar di Masanya Melalui program jitunya dengan slogan “Gerakan 1000 Buku” yang diakui secara nasional membuat Prof Qadir Gassing menjadi salah satu tokoh dari jajaran Rektor UIN Alauddin yang patut diperhitungkan berkat sumbangsihnya tersebut. Betapa tidak, ia yang juga merupakan Guru Besar UIN Alauddin, hingga kini diketahui masih aktif mengajar dalam bidang Hukum Islam terutama di Fakultas Syari’ah dan Hukum (FSH) tersebut, pernah mengukir prestasi di Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) dalam bidang akademik, yang kemudian melambungkan namanya ke kancah nasional. Salah satu program unggulan miliknya yang lain, yaitu pengembangan karakter berbasis kerohanian, yakni Character Building Training (CBT). Lahir dimasanya, hingga hari ini tetap digunakan sebagai landasan kurikulum universitas. Bahkan program tersebut telah diadopsi oleh 21 perguruan tinggi serupa, yang tentu program ini dianggap membuat gebrakan besar sebagai pelopor pembaharu model intelektualitas, dan kemajuan kampus-kampus Islam lainnya, yang sebagian besar ada di daerah Jawa. Gerakan 1000 Buku Disebut “Gerakan 1000 Buku” karena seluruh riset yang dilakukan oleh para dosen, baik penelitian lapangan, penelitian pustaka, hingga makalah-makalah itu kemudian dibukukan dan diterbitkan. Diakui Prof Qadir Gassing, jika gerakan tersebut lahir dari keinginannya saat itu agar seluruh dosen termasuk
guru besar, kembali aktif menulis dan menuangkan pemikirannya melalui buku. “Itu saya lakukan karena ada kesan (tuduhan) bahwa dosendosen dan guru besar kita ketika itu tidak lagi produktif dalam perihal menulis,” pungkasnya saat diwawancarai oleh Reporter Washilah di Ruang Dosen FSH, Selasa (10/10/2017). Dalam merealisasikan program tersebut, setiap tahunnya UIN Alauddin menerbitkan 250 buku dengan menghabiskan dana sebesar 5 Miliar. Maka ketika mencapai puncak periode dari Prof Qadir Gassing selama empat tahun, ia telah berhasil menerbitkan kurang lebih 1000 buku. Rekor Muri Sukses ditahun pertamanya, membuat media-media lokal turut serta memberitakan peluncuran 250 buku secara langsung tersebut, hingga akhirnya Kedutaan Besar Amerika Serikat mengetahui hal itu dan menghubungi Prof Qadir Gassing untuk meminta satu eksemplar naskahnya yang akan dikirim ke Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta pada waktu itu. Mengetahui hal tersebut, Muri juga tidak ketinggalan dengan memberi penghargaan atas pencapaian itu, karena UIN telah mampu membukukan dan menerbitkan 250 buku sekaligus dalam satu tahun. “Kami melakukan ini sebenarnya murni untuk kebutuhan internal akademisi kampus saja, bukan yang lain,” akunya. Mendapat penghargaan jelas saja membawa dampak positif lainnya, itu dialami langsung oleh Prof Qadir Gassing saat hendak mengambil visa di Kedutaan Besar Amerika yang terletak di Jakarta, ketika akan berkunjung ke Negeri Paman Sam tersebut. Saat melihat profilnya sebagai Rektor UIN Alauddin Makassar, ia dituntun ke sebuah ruangan yang memajang dengan rapi buku-buku karya dosen UIN Alauddin di dalamnya.
“Melihatnya, saya sendiri tidak menyangka akan diapresiasi seperti itu, sangat bangga dan haru,” ungkapnya sembari mengenang kembali momen itu. Program Pembinaan Karakter Dalam upaya melakukan pembenahan akademik, langkah kedua yang kemudian diambil oleh Prof Qadir Gassing waktu itu yakni melalui program unggulannya, konsep pembinaan karakter atau CBT. Dalam proyek tersebut, ia sendiri yang menjadi perancang utama, pendesain, pembuat studi komperatif ke berbagai tempat, dan memberi tugas kepada tim untuk melakukan studi banding ke sejumlah perguruan tinggi di Jawa. Faktor utama yang mendorong terbentuknya CBT karena ia melihat fenomena unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa UIN Alauddin saat masih mendampingi Prof Azhar. Trennya cenderung meningkat, bahkan mahasiswa juga kerap melakukan tindakan anarkis dan vandalisme. Berangkat dari sana lah Prof Qadir kemudian menaruh perhatiannya, agar identitas UIN sebagai “kampus peradaban” bisa secara perlahan meminimalisir aktivitas yang merugikan itu. Setelah diterapkan selama periode kepungurusannya, Prof Qadir Gassing mulai melihat tren positif yang terjadi. Contoh yang paling besar adalah shalat berjamaah yang konsisten dilakukan oleh alumni CBT, mereka juga memiliki kontrak tertulis dalam melaksanakan “Upgrading Self” atau perbaikan diri, baik kepada orang lain hingga lingkungannya. Dari perubahan dasar inilah, putra dari pasangan H Habsyi Daeng Laja dan Tjongkili Daeng Kebo, berharap agar program pembinaan ini bisa menghasilkan insan yang Islami, meski dalam jangka waktu yang tidak singkat. “CBT sekaligus diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai keislaman yang lebih spesifik.
Biodata Nama: Prof Dr HA Qadir Gassing HT MS Tempat/Tgl Lahir: Takalar, 16 November 1954 Pendidikan: - SD 6 Tahun, di Mallaka, Takalar (1966) - Madrasah Diniyah Ibtidaiyah (1965) - Madrasah Muallimin Salaka (1966-1967) - PGAN 4 Tahun Ujung Pandang (1969) - PGAN 6 Tahun Ujung Pandang (1972) - Sarjana Muda (BA) Syari’ah IAIN Alauddin Ujung Pandang (1975) - Sarjana Lengkap Syari’ah IAIN Alauddin Ujung Pandang (1978) - S2 Program Studi Ilmu Lingkungan, Jurusan Human Ecology, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, Jakarta (1985) - S3 Konsentrasi Syari’ah/Hukum Islam, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (2001, Yudicium Cumlaude)
Agar saat keluar sebagai alumni, anak-anak kita sadar bahwa mereka berjaket UIN, berjaket identitas ke-Islamannya.” jelasnya. Program Lanjutan Tiga Periode Rektor Salah satu pembangunan infrastruktur yang juga cukup vital, terjadi di era kepemimpinan Prof Qadir Gassing pada waktu itu adalah pengadaan gedung rumah sakit pendidikan yang dibangun di Kampus I, dan Fakultas Kedokteran yang dibangun di Kampus II. Rancangan mengenai pembangunan tersebut sebenarnya berlangsung dalam tiga periode jabatan rektor. Pada tahap awal, mengenai
gagasan pembangunan yang dimunculkan pada masa jabatan Prof Azhar Arsyad, tahap kedua dengan proyek pembangunan dua jumlah gedung tersebut, yaitu Fakultas Kedokteran UIN Alauddin Makassar, dan gedung rumah sakit pendidikan di masa Prof Qadir Gassing, kemudian Surat Keputusan (SK) yang baru didapatkan pada periode Prof Musafir Pabbabari saat ini. “Jadi dalam praktisnya, ada tiga rektor yang terlibat dalam pengadaan gedung tersebut,” tutupnya. Penulis: Muh Anugrah Ramadhan Editor: Eka Reski R.
10
SAJIAN KHUSUS
www.
Edisi 101 | Rabiul Awal 1439 Hijriyah | Desember 2017 Masehi
washilah .com
Wajah UIN
di Tangan Guru Besar Sosiologi Banyak hal yang dicita-citakan Prof Musafir Pababbari sejak ia dilantik menjadi rektor. Wajah UIN Alauddin yang digadang-gadang sebagai institusi berbasis integrasi keilmuan pun, berada di tangan guru besar di bidang sosiologi tersebut.
Washilah- Memasuki tahun ketiga masa jabatannya, alumni IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta tersebut sedang giat membangun kampus peradaban. Memperbaiki tatanan infrastruktur kampus, hingga meningkatkan akreditasi Program Studi (Prodi) juga institut pun sedang giat diusahakan oleh pimpinan. Program Unggulan Setidaknya, ada tiga program unggulan yang tengah berjalan, yaitu infrastruktur, bidang akademik, dan pelayanan berbasis online. “Bagi saya semuanya unggulan. Kalau saya hanya mengedepankan yang satu dan menyepelekan yang lain, itu pincang,” ungkapnya. Menilik realita yang terjadi, infrastruktur kampus sering mendapat sorotan karena aktif menerima mahasiswa dalam jumlah besar, tapi fasilitas penunjang yang dimiliki tidak memadai. Akhirnya, dibangunlah tiga unit ged u n g
perkuliahan yang masing-masing terdiri atas empat lantai. Diakui Musafir, bahwa ia senang mendapat kritikan yang bersifat membangun, dan menjawabnya dengan sebuah kerja nyata. Selain masalah ruangan, ia pun sering mendengar banyaknya keluhan terkait mahasiswa yang ingin berkonsultasi dengan dosen, tetapi berkendala dengan ruangan yang minim. Akibatnya, dosen menjadi susah untuk ditemui, sedangkan idealnya adalah mahasiswa dan dosen dapat bertemu untuk berkonsultasi. Untuk itu, ia kemudian membangun gedung untuk dosen, yang ditargetkan selesai akhir tahun 2017. Demikian dengan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), yang selama ini masih menumpang di gedung Fakultas Syariah dan
Hukum (FSH), saat ini gedungnya sementara dalam proses pembangunan dan dicanangkan akan mulai difungsikan pada perkuliahan 2018 mendatang. Program kedua yang dimiliki adalah pengembangan akademik. Musafir mengatakan sedang menata Prodi yang ada. Harapannya, di akhir tahun 2019 semua Prodi yang dimiliki UIN Alauddin Makassar, juga kampus dapat terakreditasi A. Selanjutnya adalah pelayanan publik yang berbasis online, atau lebih dikenal dengan One Touch Data (OTD). Tujuan diadakannya program tersebut adalah untuk melayani siapa pun pemangku kepentingan, baik mahasiswa maupun dosen, juga seluruh civitas akademika UIN Alauddin Makassar agar tak perlu repot lagi saat ingin mengakses data. Untuk mewujudkannya, hal penting yang harus dilakukan adalah memperbaiki pengarsipan, dan dokumetasi yang dimiliki. Terkait OTD itu sendiri, menurut Musafir masih terdapat banyak hal yang perlu untuk diperbaiki. Ia menyadari adanya
kelemahan dari aspek data. ”Kalau kita mau program yang lebih bagus, kita lihat datanya. Kalau datanya tidak lengkap atau bahkan tidak ada, itu omong kosong,” ujarnya. Rilis di awal tahun 2017, OTD masih difokuskan pada penataan, penginputan, dan digitalisasi data kelembagaan pada support system. Sementara di tahun 2018, lebih dipusatkan kepada pembangunan sistem yang masih kurang, dan terkendala pada data yang belum terverifikasi. Untuk menyukseskan program OTD itu pun, rektor harus bergotong-royong secara masif, dimulai dari ketua jurusan. Karena diakuinya jika data yang dimiliki fakultas lemah, maka itu akan menjadi masalah untuk yang lainnya. “Saya berobsesi agar program yang on process itu akan selesai akhir tahun 2019,” tegasnya.
smartphone atau ponsel pintar, karena kemajuan zaman tidak bisa menghindari perkembangan teknologi. Olehnya, ia mengaku harus mengimbanginya dengan jaringan internet yang harus memadai. Ia pun mengaku miris melihat jaringan internet yang sudah dimaksimalkan oleh pimpinan itu hanya digunakan untuk mengakses jejaring sosial seperti facebook, sedangkan untuk kepentingan akademik hanya 20%. “Kalau jaringan internet itu dimanfaatkan untuk kepentingan akademik, sangat luar biasa,” imbuhnya. Di samping itu, meskipun disibukkan dengan pembangunan untuk menunjang akreditasi, Musafir juga mengaku bahwa ada tiga hal yang perlu dibenahi UIN Alauddin Makassar. Yaitu, Sumber Daya Manusia (SDM), infrastruktur, dan kurikulum dalam sistem pembelajaran.
Penguasaan Smartphone Belum Maksimal Musafir Pababbari juga cukup prihatin dengan masih adanya beberapa dosen, yang tidak bisa menguasai
Penulis : Desy Monoarfa Editor: Eka Reski R.
Data diri Nama Prof Dr Musafir Pababbari M Si Lahir Ujung Pandang, 17 Juli 1956 Pendidikan S1 IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta S2 jurusan Sosiologi Universitas Hasanuddin tahun 2001 S3 program doktoral Jurusan Sosiologi Universitas Hasanuddin tahun 2004 Post doctoral di Universitas Hamburg, Jerman pada bidang social studies Tahun 2009 Ilustrasi: Aldi Renaldi
washilah .com
11
WANSUS
www.
Edisi 101 | Rabiul Awal 1439 Hijriyah | Desember 2017 Masehi
Repositori,
Butuh Perangkat Penyimpanan yang Lebih Besar 1.Bagaimana syarat bebas pustaka di Perpustakaan UIN Alauddin Makassar? Untuk menyelesaikan studi di UIN Alauddin Makassar, mahasiswa harus menunjukkan bukti bebas pustaka, sementara syarat untuk bebas pustaka di perpustakaan UIN Alauddin Makassar yaitu dengan menyetor soft file karya ilmiah. Berbeda dengan dulu, mahasiswa masih menyetor karya ilmiah dalam bentuk hard copy sedangkan sekarang cukup dengan soft filenya saja. Perbedaan dulu dan sekarang hanya pada penyetoran fisik dan nonfisik. Kalau dulu harus menyetor skripsi fisik, sekarang tidak lagi karena kalau fisik harus diburning yang prosesnya cukup lama. Saya berharap lewat flashdisk saja. Bahkan kedepannya saya berharap bisa diupload dari tempat masing-masing via surat elektronik atau sejenisnya. Namun sebelum itu, pahami dulu standar dan sesuaikan. 2.Bagaimana repositori di Perpustakaan UIN Alauddin Makassar? Kalau repositori di UIN Alauddin Makassar untuk file 2014 hingga 2017 tidak ada masalah karena mahasiswa sejak awal saya masuk, saya sampaikan untuk tidak lagi menyetor dalam bentuk fisik tapi dalam bentuk file saja. Yang sulit itu 2014 ke bawah karena hanya beberapa yang tersedia soft filenya. Yang tidak ada, itulah yang discan. Sedangkan jumlahnya ribuan. Nah jalan yang paling mudah yaitu melalui bantuan adik-adik mahasiswa. Mereka foto satu-persatu karya tersebut dan setelah itu dibuatkan difolder. Alhamdulillah sudah ribuan yang terfoto. 3.Siapa saja yaang terlibat dalam proses repositori ini? Para Pustakawan dan tim repositori. Sebenarnya tidak perlu ada tim. Hanya saja repositori merupakan barang baru di UIN Alauddin Makassar, dan tibatiba ini menjadi suatu kebutuhan. Dosen misalnya yang ingin naik pangkat itu harus repositori. Padahal saya sudah suarakan sejak 2015. Tapi karena waktu itu orang belum paham dan dianggapnya hanya untuk gaya-gayaan, akhirnya tidak ada yang peduli. Seka-
Washilah - Repositori merupakan penyimpanan ratusan aplikasi atau program yang telah diatur sedemikian rupa dan tersedia untuk dapat diakses di internet. Dengan adanya repositori dapat menjadi penunjang sebuah aplikasi atau program. Saat ini, UIN Alauddin Makassar telah mengoperasikan repositori sejak 2016 lalu. Berikut wawancaraa khusus dengan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perpustakaan M Quraisy Mathar tentang repositori perpustakaan UIN Alauddin Makassar. rang 2017 baru mereka paham kalau untuk naik pangkat jurnal harus terepositori dan tidak tercetak lagi. Setelah itu, barulah dibentuk tim. Tim ini sebenarnya lebih kepada tim percepatan penginputan. Kalau penginputan selesai dan kembali berjalan dengan normal, tim ini juga akan selesai dengan sendirinya. Itu sebenarnya melekat pada tupoksinya pustakawan. Hanya karena sekarang tiba-tiba banyak dan ribuan yang harus dikerjakan jadi harus dibentuk tim dulu. Beberapa mahasiswa yang tergabung dalam tim ini dilibatkan untuk foto atau scan skripsi-skripsi yang belum ada filenya. 4.Bagaimana kondisi skripsi hasil penyiangan 2016 lalu? Sudah direpositori. Ada sekitar 6000-an yang terselamatkan meski beberapa halamannya sudah hilang. Tapi sebagian besar memang sudah tidak bisa diapa-apakan lagi. Untuk sekarang masih banyak skripsi dalam tahap pelaksanaan. Bisa dibayangkan ada berapa skripsi yang dalam skripsi itupun terdiri dari puluhan bahkan ratusan halaman. Itulah yang harus difoto satu-persatu dan kemudian difolderkan. Inilah salah satu sebab dibentuknya tim repository, karena jika pustakawan saja yang mengurusi semua itu, siapa yang akan melayani pengunjung perpustakaan. 5.Sejauh mana perkembangan repositori di UIN Alauddin Makassar saat ini? Pertama kali saya masuk diperpustakaan tahun 2015 lalu perpustakaan UIN Alauddin Makassar dalam penilaian World Class University kita berada dirangking 2700-an dari 7000 Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia. Karena kita kerja, akhirnya tahun ini mencapai peringkat 55 nasional sesuai webometrics, yaitu suatu sistem untuk mengukur dan memberikan penilaian terhadap kemajuan seluruh universitas terbaik di dunia. Perkembangan repositori sebenarnya bukan menghitung
kuantitas, tapi seberapa banyak karya publikasi ilmiah yang ada di kampus yang sudah didigitalkan. Meskipun jumlah karya ilmiah banyak, tapi hanya separuh yang didigitalkan itu tidak lebih baik dari karya ilmiah yang sedikit tapi semua terdigitalkan. Seperti itu sistem penilaian webometrics. Misalnya mahasiswa yang selesai tahun ini 200, maka 200 karya ilmiahnya dionlinekan atau direpositori semua, atau mahasiswa kita 5000 tapi yang dionlinekan 3000, jika dihitung 3000 lebih banyak dari 200 tapi karena 200 sudah direpositori, maka itu 100%. Jadi, sebisa mungkin bukan hanya berlomba tapi bagaimana karya ilmiah ini bisa diakses. Untuk karya ilmiah yang baru disetor tidak ada masalah karena sudah soft file. Yang paling fatal itu 2014 ke bawah karena filenya tidak ada. Katanya pakai kaset, tapi entah di mana. 6.Bagaimana harapan kedepannya dengan adanya repositori ini ? Semoga semua semakin sadar bahwa setiap karya harus direpositorikan agar semua orang bisa membaca karya kita. Jangan lagi seperti dulu yang tidak ingin karyanya dibaca orang lain karena khawatir diplagiat. Justru dengan adanya repositori ini plagiator bisa dideteksi. Ketakutan kita sebenarnya bukan karena karya kita akan dicontek, tapi jangan sampai kita yang menyontek. Setelah karya direpositori akan dijelaskan berapa banyak yang telah membaca, menyontek atau plagiat. Karya yang direpositori sudah terindeks di google. Jadi yang memiliki karya ilmiah kutipannya sangat tinggi, indeksnya juga tinggi, maka akan langsung dihubungi oleh pihak google. Untuk penyimpanan juga, kita butuh database yang besar. Kampus kadang kurang paham dengan hal itu, disangkanya kita menyimpan sekedar disimpan saja. Padahal kita butuh hardisk yang banyak karena kapasitasnya yang
berat. Misalnya kita butuh dua unit komputer tapi yang diberikan cuma satu saja. Lalu bagaimana kalau ada masalah dengan data-data yang dikumpulkan, bagaimana back upnya? Tapi sekarang, ada beberapa solusi yaitu dengan menyimpan di cloud, google atau di email masing-masing.
Profil Singkat: Nama: M Quraisy Mathar Jabatan: Kepala Unit Pelaksana Teknis(UPT) Perpustakaan UIN Alauddin Tempat/Tanggal Lahir: Makassar, 16 Maret 1976 Alumni: MAN 4 Jakarta dan Universitas Hasanuddin Penulis : Ridha Amaliyah Editor : Nur Isna
12
SOROT
www.
washilah .com
Edisi 101 | Rabiul Awal 1439 Hijriyah | Desember 2017 Masehi
Serapan Anggaran
Tak Capai Target Washilah-Anggaran kurang lebih Rp. 326 M, nyatanya tidak mampu diserap sesuai target. Di semester pertama tahun ini, UIN Alauddin Makassar hanya mampu menyerap 41,35% dari dana tersebut. Berdasarkan data yang berhasil didapatkan dari bagian perencanaan, selama tiga tahun terakhir realisasi serapan anggaran tak pernah mencapai target 50% di semester pertama. Di tahun 2015, UIN Alauddin Makassar hanya mampu menyerap 31,09%, tahun 2016 sebesar 48,54%, dan yang terendah realisasinya di tahun ini dengan menghabiskan dana sekitar Rp. 97 M. Hal itu dipaparkan oleh Staf Bagian Perencanaan A. Gustang saat ditemui di ruangannya. Senin (16/10/2017) Ia menjelaskan bahwa serapan anggaran persemester seharusnya bisa mencapai kurang lebih 50% dari yang telah ditargetkan. “Tapi kenyataannya, (semester pertama tahun ini) baru 29,97% itu lebih rendah dari tiga tahun terakhir,” ungkapnya. Sumber Dana Dana tersebut diterima dalam bentuk pagu yang keseluruhan anggarannya diperuntukkan bagi peningkatan akses, mutu kesejahteraan, subsidi pendidikan tinggi Islam, dukungan manajemen, dan pelaksanaan tugas teknik lainnya yang didapatkan dari dua sumber, yaitu Badan Layanan Umum (BLU) atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Rupiah Murni (RM). Keduanya memiliki mekanisme pencairan anggaran yang sama, hanya saja BLU disimpan dalam bentuk pagu di rekening rektor yang bersifat jangka panjang. Sedangkan RM adalah anggaran dalam bentuk pagu yang tersimpan di kas negara, dan hanya dapat digunakan pertahun. Jika tidak dihabiskan selama setahun, maka akan dikembalikan ke kas negara. Kepala Bagian Keuangan UIN Alauddin Makassar Nurmiati, M.M mengatakan bahwa adalah sesuatu yang wajar jika serapan anggaran dikatakan rendah. Karena pagu yang diterima berasal dari dua sumber, jika kedua pagu dipisah maka presentasenya pasti bisa 100%. “RM pasti akan kita genjot untuk dihabiskan, sedangkan BLU tidak mungkin. Karena ini masih bisa tersimpan untuk jadi saldo awal kita di tahun berikutnya,” ungkapnya. Selasa (17/10/2017) Nurmiati pun menyinggung soal anggaran kurang lebih 326 M tersebut. Ia menyebutkan, bahwa sekitar setengah dari anggaran itu adalah gaji dosen dan pegawai yang tidak serta merta cair jika tidak sesuai kebutuhan, juga ada dana sarana prasarana yang tak bisa dibayarkan jika tidak sesuai dengan bobot pengerjaannya.
Target serapan anggaran UIN Alauddin Makassar di semester pertama tahun ini belum mencapai target dari yang telah dicanangkan sebelumnya. Penyebab Rendahnya Serapan Selain itu, Nurmiati juga mengungkapkan, ada tiga hal yang menyebabakan serapan anggaran di triwulan ke dua rendah. Pertama, karena Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) penyelenggara kegiatan tidak dilaporkan sesaat setelah kegiatan tersebut dilangsungkan. Padahal di awal tahun, telah dikeluarkan aturan bahwa tidak ada pencairan dana untuk kedua kali sebelum ada LPJ kegiatan sebelumnya. Kedua, di bulan Maret 2017 ada instruksi nasional pemotongan dana RM sebesar Rp. 13 M. “Sehingga terjadi stagnasi anggaran saat itu,” lanjutnya. Penyebab selanjutnya adalah, saat pimpinan tidak ada, sementara ada Surat Perintah Membayar (SPM) yang merupakan salah satu syarat pencairan anggaran yang menjadi stagnan. Perlu diketahui pula, UIN Alauddin Makassar tetap mengalokasikan honorarium kegiatan di Rencana Kerja dan Ang-
garan Kementerian Negara dan Lembaga (RKAKL) tahun 2017, yang disusun tahun sebelumnya. Namun pertanggal 1 Januari 2017 telah diberlakukan sistem baru, yaitu remunerasi. Sehingga seluruh honorarium kegiatan, dibayar melalui sistem remunerasi tersebut. Akhirnya, dampak yang ditimbulkan adalah anggaran honorarium kegiatan yang jumlahnya sangat besar tidak bisa diserap. Akibat yang Ditimbulkan Resiko yang ditimbulkan dari rendahnya serapan anggaran di semester pertama tahun ini, yaitu bisa menjadi bahan “tembakan” pihak pengawas. Baik itu inspektorat, maupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dengan mempertanyakan realisasi anggaran yang belum tercapai dalam waktu singkat. Juga berdampak pada pengurangan anggaran yang bersumber dari RM untuk tahun berikutnya,
“Ketika kita tidak memanfaatkan anggaran yang ada, efeknya anggaran tahun berikutnya pasti bisa berefek pada pengurangan,” ujar Pakar Ekonomi UIN Alauddin Makassar, Dr. H. Abdul Wahab. Solusi untuk Pemaksimalan Abdul Wahab yang notabenenya merupakan Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, Perencanaan, dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Alauddin Makassar menyarankan, pihak perencanaan memperlihatkan data ke setiap Fakultas untuk menyelesaikan semua daftar kegiatan yang tercantum dalam RKAKL masing-masing. Sementara Wakil Rektor Bidang Administrasi dan Keuangan UIN Alauddin Makassar, Prof. Lomba Sultan memberi satu solusi untuk mempercepat serapan anggaran, yaitu, seluruh pihak segera menyelesaikan proses pencairan dana mereka, termasuk proyek-proyek yang dikerjakan saat ini. “Segera minta uangnya. Dalam artian, jangan minta sebelum pekerjaannya selesai,” tutupnya. Penulis: Erlangga Rokadi/Eka Reski
Target dan Realisasi Serapan Anggaran Per Semester Pertama
washilah .com
13
OPINI
www.
Edisi 101 | Rabiul Awal 1439 Hijriyah | Desember 2017 Masehi
HAM Mengekang Kebebasan
Oleh: Ika Rini Puspita
H
AM yang dikemukakan oleh Pak Haar bahwa setiap orang punya hak seperti hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya. HAM ini pun bersifat universal yang artinya berlaku bagi semua orang tanpa memandang status, suku, jenis kelamin, atau perbedaan lainnya. Namun, seiring berjalannya waktu pelanggaran HAM kerap kali terjadi, bahkan atas nama HAM diambil sebagai pembela pembenaran seperti LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) dan jika menentang LGBT dicap melanggar HAM. Mengapa dikatakan mengekang? Sebab, kebebasan atas nama HAM mulai terbelenggu, kebebasan berkelompok dan berpendapat kini mulai dibatasi. Seperti dengan adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (PERPPU) No. 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Terkait Perppu tersebut pun menuai kontroversi serta dikritisi oleh banyak pakar hukum karena dinilai mengandung kediktatoran yang akan membungkam suara kritis dari ormas dan masyarakat. Praktisi hukum Nur Rakhmad mengatakan semestinya pemerintah menghormati gagasan-gagasan yang disampaikan oleh masyarakat dengan cara yang seimbang. “Perppu ini berpotensi disalah gunakan oleh pemerintah untuk menyingkirkan lawan politik yang tidak sejalan dengan keinginan rezim penguasa,” Sejatinya ada benarnya jika perppu ini benar-benar berjalan maka organisasi kemasyarakatan akan dibabat habis-habisan jika dinilai mengancam kekuasaan dengan senjata perppu. Berbagai penolakan akan perppu sampai hari ini mendesak kepada DPR RI untuk menolak Perppu Ormas dan memerintahkan persiden untuk mencabutnya, menurut Cak Nur wajar.
Ilustrasi: Aldi Renaldi “Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri tiap insan, apabila tiap insan tidak memilki hak-hak itu maka setiap insan tidak bisa hidup seperti manusia. Hak tersebut di dapatkan sejak lahir ke dunia” (Haar Tilar). “Jika tidak, DPR RI dinilai sebagai lembaga stempel politik, sekaligus membuktikan bahwa lembaga politik ini tidak mewakili aspirasi rakyat” (Bangkitpos. Com, 21/9/2017). Bukan cuma itu, pemerintah pun mengakui bahwa tudingan penolak perppu memang sebuah kebenaran, “Perppu ormas memang mengekang kebebasan” ujar Sri Winanto perwakilan dari Kemenkopolhukam. Tujuh lembaga mahasiswa dan kepemudaan di Makassar pun sepakat bahwa perppu ormas yang sedang digodok sangat berbahaya mengancam aktivis dan kreativitas para aktivis (Fajaronline.com, 2/10/2017). Bukan cuman perppu yang mengekang kebebasan tapi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) adalah undang-undang yang mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik atau teknologi informasi secara umum yang tertuang dalam pasal 27 ayat 3 juga sering disebut sebagai “pasal
karet”. Karena dianggap sebagai alat pamungkas untuk menjerat suatu perkara hukum yang berkaitan dengan ITE. Hal ini disampaikan oleh Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet). “Tahun ini ada 77 kasus, tahun lalu 34 dan naik dua kali lipat,” ujar relawan Safenet Makassar Daeng Ipul. Disebutnya kelompok pelapor perkara mengenai ITE berasal dari kalangan penguasa seperti Bupati, Walikota, DPR, DPRD dan Gubernur (cnnindonesia.com, 28/12/2016). Terkait ITE, jadi ingat penggiat media Jon Riah Ukur Ginting alias Jonru Ginting ditetapkan tersangka atas pelanggaran UU ITE, saya pun sering menyukai status beliau di Facebook yang kritis akan persoalan yang terjadi. Kembali kita mengingat kasus ketua Fraksi Partai Nasdem Viktor Laiskodat atas perbuatan ujaran kebencian dengan statusnya yang sebagai wakil rakyat, maka ia memiliki hak imunitas atau kebal hukum dan dilindungi UU (Tribunnews.com, 8/8/2017).
“baji’na paeng punna anjariki wakil rakyat, ka ka’bala’ hukum ki,” Jika kita bandingkan samasama pelanggaran ITE tapi penangkapan Jonru sangat sigap sampai diciduk dari rumahnya. Sedangkan kasus Viktor kesannya berbelitbelit, kenapa? Padahal keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dijamin dan tertuang dalam pancasila yang kini dianggap sakral. Yang artinya semua orang mempunyai hak yang sama tanpa membeda-bedakan dia siapa, dekat dengan siapa dan punya jabatan apa. Slogan yang sering nyaring terdengar “dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat” di mana? fakta di lapangan walaupun mayoritas menolak kebijakan tersebut nyatanya tidak membawa pengaruh apa-apa. Seperti halnya perppu, padahal kebebasan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dijamin dalam UUD Pasal 28E ayat 3. Adapun mengenai ITE dikatakan “pasal karet” semoga tidak benar adanya. Jika HAM terus saja mengekang seperti ini bisa dipastikan kedepan-
nya seperti apa. Semoga hal buruk tidak menimpa negeri tercinta kita ini, penulis juga berharap jangan sampai kita kembali ke zaman sebelum Indonesia merdeka. Sebab benih-benih zaman itupun perlahan muncul kediktatoran, perkumpulan dibatasi, kebebasan mengeluarkan pendapat baik lisan ataupun tulisan pun dikekang. Dengan perppu dan UU ITE bisa membungkam suara kritis pemuda utamanya mahasiwa karena sudah terkekang dan dibatasi. Maka kedepannya akan kita temukan masyarakat, pemuda utamanya mahasiswa tidak lagi kritis sebab sikap apatis dijunjung tinggi, “kau-kau tong, nakke-nakke tong” arti apatis dalam bahasa Makassar. Kita memang sudah merdeka secara fisik, namun dari sisi lainnya kita masih terpenjara toh buktinya kebebasan berkelompok, berpendapat kini sudah dikekang. **Penulis adalah Mahasiswi Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi di UIN Alauddin Makassar
14
BUDAYA
Edisi 101 | Rabiul Awal 1439 Hijriyah | Desember 2017 Masehi
Foto: Muhaimin Seorang warga tengah menenun lipa’ le’leng di Kawasan Ammatoa, Kajang. Proses ini membutuhkan waktu selama satu hingga dua bulan.
Potret Kehidupan
B
Masyarakat Suku Kajang Ammatoa
erbicara mengenai adat, Sulawesi Selatan khususnya Kabupaten Bulukumba memiliki suku yang masih sangat kental adatnya yang disebut Suku Kajang. Suku yang terkenal dengan pakaian khas hitam ini masih memegang teguh adat istiadat leluhurnya dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Secara geografis, masyarakat Kajang dibedakan menjadi dua yaitu ri lalang embayya (Kajang dalam), dan ri pantarang embaya (Kajang luar). Hal yang membedakan adalah pakaian yang digunakan, jika masyarakat Ammatoa yang berada ri pantarang embaya boleh mengenakan pakaian selain warna hitam dan telah berbaur dengan dunia modern. Tanah adat Kajang dengan budayanya yang khas menjadi tempat wisata di Kabupaten Bulukumba. Pusat kegiatan komunitas suku Kajang berada di Dusun Benteng, ditandai dengan kehadiran rumah Ammatoa, sang pemimpin adat yang selalu didatangi oleh para pengunjung untuk mempelajari tentang suku Kajang. Bahasa yang digunakan oleh penduduk suku Kajang adalah Bahasa Makassar berdialek Konjo. Masyarakat kawasan adat Ammatoa menjauhkan
www.
diri dari segala sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal moderenisasi, kegiatan ekonomi dan pemerintahan Kabupaten Bulukumba. Warna Hitam Menjadi Simbol Kesederhanaan Hitam merupakan sebuah warna adat yang kental akan kesakralan. Bila kita memasuki kawasan Ammatoa, pakaian kita harus berwarna hitam. Warna hitam mempunyai makna bagi masyarakat Ammatoa sebagai bentuk persamaan dalam segala hal, termasuk kesamaan dalam kesederhanaan. Hal ini karena tidak ada warna hitam yang lebih baik antara yang satu dengan yang lainnya. Semua hitam adalah sama. Warna hitam menunjukkan kekuatan, kesamaan derajat bagi setiap orang di depan Sang Pencipta. Galla Puto, selaku juru bicara Ammatoa mengatakan, bahwa bagi masyarakat yang berada ri lalang embayya, semua masyarakat menggunakan warna hitam. Warna hitam melambangkan hidup kesederhanaan. Hidup sederhana bagi masyarakat Kajang adalah semacam ideologi yang berfungsi sebagai pemandu dan rujukan nilai dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Tallase kamase-mase (hidup kesederhanaan) ini tercermin dalam pasang yaitu: 1. Ammentengko nu kamase-mase, accidongko nu kamase-mase, a’dakkako nu kamase-mase, a’meako nu kamase-maseartinya; berdiri engkau sederhana, duduk engkau sederhana, melangkah engkau sederhana, dan berbicara engkau sederhana. 2. Anre kalumannyang kalupepeang, rie kamase-masea, angnganre na rie, care-care na rie, pammalli juku na rie, koko na rie, bola situju-tuju.Artinya; tidak ada kekayaan yang kekal, yang ada hanya kesederhanaan, makan secukupnya, pakaian secukupnya, membeli ikan secukupnya, kebun secukupnya, rumah seadanya. 3. Jagai lino lollong bonena, kammayatompa langika, rupa taua siagang boronga.Artinya; Peliharalah dunia beserta isinya, demikian pula langit, manusia dan hutan. Makna Bentuk Rumah Suku Kajang Rumah adat suku Kajang berbentuk rumah panggung, tak jauh beda bentuknya dengan rumah adat suku Bugis-Makassar. Bedanya, setiap rumah dibangun menghadap ke arah barat. Mem-
bangun rumah melawan arah terbitnya matahari dipercayai mampu memberikan berkah. Rumah masyarakat suku Kajang terbagi dalam tiga tingkat. Bagian atas disebut Para, merupakan tempat yang dianggap suci biasanya dipakai untuk menyimpan bahan makanan, bagian tengah disebut Kale bola (ruangan rumah) sebagai tempat manusia menetap atau bertempat tinggal, bagian bawah disebut Siring (kolong rumah) sebagai tempat menenun kain atau tope le’leng (sarung hitam) merupakan pakaian khas masyarakat Kajang. Konsep ini sekaligus merupakan wujud fisik manusia yang terdiri dari kepala, badan, dan kaki. Semua rumah warga dibangun dari bahan yang sama. Bangunan rumahnya terbuat dari kayu, sementara atapnya terbuat dari daun pohon sagu. Tidak hanya bahan, bentuk rumahnya juga sama. Bahkan model dalam rumah pun sama. Rumah Adat Kajang tidak seperti rumah pada umumnya, karena saat masuk yang dijumpai pertama kali adalah dapur, kemudian ruang tamu. Rumah-rumah tersebut antara dapur dan ruang tamunya tidak bersekat. Ini juga merupakan simbol penghormatan dan keterbukaan pada tamu, yang berarti apapun yang dimakan oleh sang empunya rumah maka tamu juga berhak memakannya. Dapur mereka berada di depan karena mereka menganggap dapur merupakan tempat yang selalu kotor, dan menganggap dapur adalah bagian kaki. Konon, konsep ini tidak hanya menunjukkan kesederhanaan, mereka juga menganggapnya sebagai simbol keseragaman. Mereka percaya, jika ada keseragaman tidak akan ada rasa iri di antara masyarakat suku Kajang. Rumah-rumah panggung semuanya menghadap kebarat tertata rapi, khususnya yang berada di dusun Benteng tempat rumah Ammatoa. Mantan ketua Mahasiswa Pencinta Alam dan Seni Budaya Kajang (MAPASKA), Ruslin Halim menuturkan, bahwa masyarakat Suku Kajang di Tana Toa selalu hidup dalam kesederhanaan. Di dalam setiap rumah warga Kajang, tidak ada satupun perabotan rumah tangga. Tidak ada kursi ataupun kasur. Mereka juga tidak menggunakan satupun peralatan elektronik, seperti radio dan televisi. Mereka menganggap, modernitas dapat menjauhkan suku Kajang dengan alam dan para leluhur. “Di dalam tidak ada kursi dan kasur, tidak ada lambang yang sifatnya elektronik demi untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan alam lingkungan untuk tetap terjalin. Terjalin hubungan komunikasi batin dengan para leluhur, para pendahulu, dan yang paling utama hubungan dengan
washilah .com
Tuhan,” ungkapnya. Bagi masyarakat Kajang, modernitas juga dianggap sebagai pengaruh yang dapat menyimpang dari aturan adat dan ajaran leluhur. Mereka tidak mudah untuk menerima budaya dari luar daerah. Ruslim Halim menceritakan, dulu di Tanah Toa tidak ada satupun tempat pendidikan formal. Tidak ada satupun warga suku Kajang yang mau untuk menuntut ilmu secara formal. Namun seiring dengan pemikiran warga Suku Kajang yang semakin maju, semuanya telah berubah sedikit demi sedikit. “Sekarang ini sudah sedikit agak terbuka, sudah ada SD, SMP, dan SMA, mereka sudah mulai terbuka karena menyadari ketertinggalan pendidikan,” terangnya. Agama Adat Patuntung : Mencari Sumber Kebenaran Masyarakat adat Ammatoa mempraktekkan sebuah agama adat yang disebut dengan Patuntung. Istilah Patuntung berasal dari tuntungi, kata dalam bahasa Makassar yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti “mencari sumber kebenaran”. Ajaran Patuntung mengajarkan jika manusia ingin mendapatkan sumber kebenaran tersebut, maka ia harus menyandarkan diri pada tiga pilar utama, yaitu pertama menghormati Tuhan dan Nenek moyang (Tu Riek Akrakna). Kedua, kepercayaan dan penghormatan terhadap Tu Riek Akrakna merupakan keyakinan yang paling mendasar dalam agama Patuntung. Terakhir, masyarakat adat Kajang percaya bahwa Tu Riek Akrakna adalah pencipta segala sesuatu, Maha kekal, Maha mengetahui, Maha perkasa, dan Maha kuasa. Tu Riek Akrakna menurunkan perintah-Nya kepada masyarakat Kajang dalam bentuk pasang (sejenis wahyu dalam tradisi agama Abrahamik) melalui manusia pertama yang bernama Ammatoa. Secara harfiah, pasang berarti “pesan”. Namun, pesan yang dimaksud bukanlah sembarang pesan. “Pasang adalah keseluruhan pengetahuan dan pengalaman tentang segala aspek dan lika-liku yang berkaitan dengan kehidupan yang dipesankan secara lisan oleh nenek moyang mereka dari generasi ke generasi. Galla Puto selaku juru bicara Ammatoa mengungkapkan, pasang tersebut wajib ditatati, dipatuhi, dan dilaksanakan oleh masyarakat adat Ammatoa. Jika masyarakat melanggar pasang, maka akan terjadi hal-hal buruk yang tidak diinginkan. Seperti itulah potret kehidupan masyarakat kawasan Kajang yang hingga saat ini masih menjauhkan diri dari hal-hal yang berbau modernisasi. Penulis: Wiryanti
washilah .com
15
INSPIRASI
www.
Edisi 101 | Rabiul Awal 1439 Hijriyah | Desember 2017 Masehi
Ekonomi Tak Membatasi Prestasi
M
enuntut ilmu sangat dianjurkan bagi umat manusia, sehingga akan menambah wawasan pengetahuan, dan mampu lebih bijak dalam menjalani kehidupan duniawi, serta menjadi bekal di akhirat. Sebagaimana pepatah arab yang mengatakan “barang siapa yang ingin hidup di dunia dengan baik, hendaklah ia berilmu, barang siapa yang ingin hidup di akhirat dengan senang, hendaklah ia berilmu, barang siapa yang ingin keduanya, hendaklah berilmu”. Itu berarti, bahwa tak ada batasan bagi siapa pun yang ingin menuntut ilmu, selagi kita mampu memanfaatkan kesempatan yang ada, maka tak ada alasan untuk tidak melanjutkan pendidikan. Sebab menuntut ilmu adalah sebuah kemuliaan Dimana ada kemauan, maka disitu ada jalan. Tak ada alasan yang membenarkan bahwa pendidikan hanya bisa dinikmati oleh mereka yang ekonominya menengah ke atas. Sebab banyak cara yang bisa ditempuh untuk melanjutkan pendidikan di tengah keterbasan ekonomi, salah satunya dengan jalan memanfaatkan beasiswa yang ada. Sama halnya yang dialami Syaripuddin, ia yang dulunya adalah mahasiswa jurusan Ilmu Ekonomi UIN Alauddin Makassar angkatan 2013 ini, menghadapi berbagai macam tantangan
sebelum mendapatkan beasiswa Bidikmisi, sehingga mampu melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, utamanya dari segi financial. Itu dibuktikan saat ia masih berusia delapan bulan, anak kedua dari lima bersaudara ini diasuh dan dibesarkan hingga usianya tujuh tahun oleh Kare Daeng Puji, sang nenek, ibu dari ayahnya. Sebab ibunya tak sanggup untuk merawat dan membiayai pendidikannya. Sampai ia menyelesaikan sekolahnya di bangku kelas enam Sekolah Dasar Negeri (SDN) No. 89 Kaluku. Syaripuddin menjadi tanggungan Risnawati Daeng Lomo, saudara dari ayahnya, untuk melanjutkan pendidikannya hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Setelah lulus SMP, Syarip sapaan akrabnya, mendapatkan beasiswa Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan beasiswa Bank Sulselbar saat namanya terdaftar di SMAN 1 Batang Kabupaten Jeneponto pada tahun 2010. Motivasinya untuk menorehkan berbagai capaian prestasi gemilang di tengah keterbatasan ekonomi yang ia raih, bermula dari beasiswa yang ia terima dibangku SMA tersebut. Menurutnya, beasiswa yang diberikan kepadanya harus dipertanggungjawabkan sebagai wujud bahwa ia memang pantas untuk mendapatkan itu. Terbukti,
anak dari pasangan suami istri Salama Dg lau dan Salmiati Dg Ngalusu yang tinggal di Jeneponto ini, di tahun 2012 tercatat sebagai juara harapan 1 pada Olimpiade Sains Nasional tingkat kabupaten dalam bidang studi Ekonomi pada saat ia masih duduk di bangku kelas dua SMA. Tak hanya itu, Syarip juga menjadi perwakilan kabupaten Jeneponto ke tingkat provinsi dalam bidang studi yang sama, berhasil menjadi peserta terbaik se-Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun yang sama di Asrama Haji Sudiang kala itu. “Sejak saat itu, saya mulai berpikir agar mampu mempertanggungjawabkan dan memanfaatkan beasiswa yang saya dapat dengan baik, tentunya dengan belajar dan mengikuti berbagai event sebagai wujud kelayakan saya menerima beasiswa,” tegasnya. Selasa (07/11/2017) Tak berhenti sampai disitu, rintangan yang dialami oleh Syarip berlanjut pada saat ia lulus SMA, karena ingin melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Lagi, masalahnya adalah persoalan finansial dari kedua orang tuanya. Selain itu, salah satu persoalannya juga didasari sebab kakak Syarip yang bernama Justamal, mendaftarkan diri sebagai seorang tentara pada tahun 2010. Mengingat ayahnya adalah seorang petani yang pendapatannya tak seberapa, dan ibunya yang hanya mengurus rumah tangga, menjadikan sawah dari kakek menjadi sumber penghasilan keluarga, dan kuda pinjaman dari orang lain harus dijual untuk menutupi kekurangan biaya Justamal saat itu. Sehingga, hal tersebut menambah beban kedua orang tuanya, dan berdampak kepada Syarip yang tak mampu melanjutkan pendidikan karena hutang yang semakin banyak. “Justamal hanya mengirim uang sekali dalam tiga bulan untuk membayar hutang, dan tidak cukup untuk membiayai hidup dari keluarga. Maka dari itu, saya tidak dapat izin dari orang tua karena hutang menumpuk,” tuturnya sedih. Meski dinyatakan bebas tes masuk ke UIN Alauddin Makassar melalui jalur undangan,
lantaran melihat kondisi ekonomi keluarga, Syarip tetap tak mendapatkan restu dari orang tua, terkhusus ibunya. Ia telah berusaha meyakinkan ibunya bahwa akan mendapatkan beasiswa dari kampus sehingga tidak akan merepotkan keluarga. Namun apalah daya, ia tetap tak mendapatkan restu dari sang ibu. Tapi karena tekad yang dimiliki begitu kuat, Syarip tetap menempuh berbagai macam cara agar mampu melanjutkan pendidikannya. Hingga ia nekat ke Makassar untuk menyelesaikan registrasinya sebagai calon mahasiswa, dengan modal yang dikumpulkan dari keluarga. “Waktu memasuki bangku kelas tiga SMA, saya sudah berniat bahwa saya harus memiliki pendidikan yang lebih tinggi. Sebab saya belum merasa puas dengan pengetahuan yang saya punya, saya masih harus memperbaiki diri untuk menjadi orang yang lebih bermanfaat lagi,” pungkasnya. Akhirnya, dengan keyakinan dan kegigihannya dalam menuntut ilmu, Syarip mampu meraih impian dengan mendapatkan beasiswa Bidikmisi. Dengan capaian tersebut, ibu yang selama ini melarang dan tidak merestui niat mulia Syarip, menaruh kepercayaan dan harapan besar kepadanya. “Alhamdulillah berkat Bidikmisi, ibu saya memberikan restunya dengan mengatakan lanjutkan dan semangat belajar untuk meraih suksesmu nanti,” tuturnya. Setelah resmi menjadi mahasiswa, Juara 1 Lomba Debat Ekonomi tingkat Nasional di Universitas Negeri Makassar tahun 2015 tersebut, membiayai hidupnya selama kuliah melalui beasiswa Bidikmisi dan menjual pulsa. Disamping hidupnya yang serba kekurangan di perantauan, pendapatannya persemester dari beasiswa tetap dikirimkan sebanyak Rp. 2.000.000,- untuk membantu mengurangi beban orang tuanya di kampung halaman. Di tengah keterbatasannya selama kuliah, Syarip tetap aktif berorganisasi dan menorehkan berbagai prestasi. Baru-baru
ini, Syarip kembali menorehkan prestasi sebagai Finalis Lomba Essai tingkat Nasional di Universitas Pembangunan Panca Budi Medan Tahun 2017 dalam rangka Gebyar Mahasiswa Bidikmisi Nusantara (Gembira). Saat menjadi mahasiswa, sarjanawan peraih peringkat tujuh Universitas dengan nilai 3,96 yang sangat memuaskan pada prosesi wisuda bulan september 2017 juga adalah pendiri Economics Studi Club (ESC) Of UIN Alauddin Makassar, bersama tim debatnya pada semester empat tahun 2015 lalu. Berkaca dari apa yang dialaminya hingga saat ini, Syarip bertekad untuk terus membimbing adik-adiknya, Muhammad Nur Aziz dan Erniwati yang masih duduk di bangku SMP untuk tidak berhenti belajar, dan melanjutkan pendidikannya setinggi mungkin. Meskipun salah satu adiknya yang bernama Juswandi tidak melanjutkan kuliah sebab terkendala oleh biaya. “Mereka harus kuliah, saya memotivasi mereka agar giat belajar dan mulai berprestasi dari sekarang tanpa melihat kondisi ekonomi keluarga. Saya katakan kepada mereka bahwa tak ada halangan bagi orang miskin untuk kuliah,” tegasnya. Adapun prestasi dari juara essai diakuinya bahwa ia belajar dari teman yang berpengalaman dengan melihat panduan yang ada lewat buku, serta mengikuti kegiatan sosial maupun seminar nasional. Adapun keahliannya dalam bidang debat, dipelajari dan didapatkannya melalui youtube. Saat ini Syarip bercita-cita melanjutkan pendidikannya ke tahap yang lebih tinggi lagi, namun untuk mengisi kekosongan sebelum pendaftaran untuk S2 terbuka, ia berencana mencari pekerjaan guna membantu ekonomi kedua orang tuanya. “Sambil menunggu, saya akan mencari pekerjaan agar bisa membantu orang tua dan mengurangi beban mereka,” tutupnya. Penulis: Andi Alqadri Editor: Eka Reski R.
NAMA:Syaripuddin, S.E | TEMPAT TANGGAL LAHIR:Kaluku, 02 Januari 1995 | ALAMAT: Dusun Samataring Desa Kaluku Kecamatan Batang Kabupaten Jeneponto PRESTASI: (1) Finalis Lomba Debat Ekonomi tingkat Nasional di Universitas Negeri Yogyakarta 2015 (2)Peringkat 8 Lomba Debat Ekonomi Islam tingkat Nasional di STEI SEBI Depok 2016 (3) Juara Harapan 1 Lomba Debat tingkat Nasional di Universitas Negeri Bengkulu tahun 2016 (4)Finalis Lomba Debat Pendidikan tingkat Nasional di Universitas Pembangunan Panca Budi Medan tahun 2017 (5)Finalis Lomba Essai tingkat Nasional di Universitas Pembangunan Panca Budi Medan tahun 2017
16
PERSEPSI
www.
Edisi 101 | Rabiul Awal 1439 Hijriyah | Desember 2017 Masehi
washilah .com
Harapan Civitas 52 tahun UIN Alauddin Makassar berdiri. Momentum ini bukan hanya sekadar perayaan semata, tapi sebagai ajang untuk refleksi bersama hal yang masih membutuhkan perhatian. Berikut ini beberapa harapan dari civitas UIN Alauddin Makassar di usia kampus peradaban yang sudah melewati setengah abad.
Kembangkan Tatanan Perguruan Tinggi Prof. Bahaking Rama, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
“Setelah menjadikan IAIN ke UIN, seluruh tatanan perguruan tinggi harus dikembangkan. Utamanya dari segi akademik, seperti tenaga pengajaran, penelitian, dan pengabdian. Memasuki usia UIN yang ke-52, ada tigadarma yang harus dilaksanakan, yakni dosen harus rajin mengajar, mahasiswa rajin masuk kuliah, dan bahan-bahan pengajaran yang harus tegas, maksudnya adalah setiap tahun harus ada yang namanya penelitian. Melihat perkembangan UIN dari tahun ketahun sampai sekarang ini sebenarnya suatu perkembangan yang baik,dari dosen hingga mahasiswa. Adapun harapan saya dari momentum yang berharga iniakreditasi dapat meningkat, yang sekarang B dapat naik menjadi akreditasi A.”
Organisasi Kemahasiswaan Sebagai Jembatan antara Pimpinan-Mahasiswa
M Fadlan L.Nasurung(Mahasiswa jurusan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora) “Menginjak 52 tahun,UIN Alauddin sudah dapat dikatakan mapan dalam hal kelembagaan, namun masih banyak perlu dibenahi. Pertama, regulasi-regulasi pengembangan akademik yang jika melihat aturan yang berlaku sekarang sangat mengikat, sehingga membatasi ruang gerak aktivitas, dan mengungkung kreativitas mahasiswa yang seharusnya disupport dan difasilitasi. Contohnya larangan berorganisasi bagi mahasiswa baru, yang seharusnya mahasiswa baru harus dididik untuk berorganisasi untuk mencari wadah-wadah yang bisa mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Oleh karenanya, harapan saya untuk UIN Alauddin kedepannya ada yang menjembatani birokrat, dengan organisasi-organisasi kemahasiswaan. Agar ikatan emosional yang selama ini renggang dapat teratasi, serta kepentingan mahasiswa harus menjadi point utama setiap kebijakan-kebijakan, dan peraturan-peraturan yang ada dikampus.”
Satpam Juga Butuh Perhatian
Syarifuddin, Koordinator Satuan Pengamanan (Satpam) UIN Alauddin Makassar “13 tahun mengabdi di UIN Alauddin Makassar sebagai Satpam, melahirkan banyak suka dan duka yang saya alami. Pastinya saya berharap agar UIN Alauddin di miladnya yang ke-52, jauh lebih bagus jika dibandingkan dari tahun-tahun sebelumnya. Sementara itu, bagi para pimpinan agardapat memberi perhatian lebih terhadap kami para Satpam. Karena selama ini, belum ada perhatian-perhatian, terutama fasilitas yang ada. Seperti pakaian yang sekarang kami kenakan terlihat sangat amburadul karena tidak adanya keseragaman, fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan dalam pengamanan, serta tempat untuk beristirahat.”
Naikkan Upah Cleaning Service Saenab Dg Senga, Cleaning Service
“Saya sudah bekerja sebagai pembersih kampus sejak tahun 2006 silam. Di hari jadi UIN Alauddin Makassar yang ke-52 ini, saya pun menaruh harap agar pimpinan kampus dapat lebih memperhatikan kesejahteraan kami. Karena jujur saja, upah yang saya terima setelah seharian bekerja, belum bisa mencukupi kebutuhan hidup sehariharinya, sehingga saya mengatakan bahwa upah yang diterima perlu untuk ditambah. Terlebih lagi saya yang berstatus janda, harus membiayai anak, dan semua keperluan keluarga merasa sangat tidak cukup dengan upah Rp 1.000.000 perbulan, dengan kalkulasi perhari sebesar Rp 33.000.”
Penulis: Ali Syahbana/Nur Asma